J
Amartya Sen, Demokrasi dan Teori Keputusan Sosial
Donny Gahral Adian ABSTRAKSI: Agregasi merupakan salah saru metode pengamhilan kepurusan di lingkungan masyarakar demokraris. Kendati demikian, prosedur tersebut bisa menimbulkan masalah rerkati kesejahtetaan sosial. Prosedur menjadi lebih rumir karena voting - istilah umum untuk agtegasi - sebagai mekanisme demokratis bukan hanya mengandung masalah matematis tetapi juga etis. Penyimpulan dad pteferensi individu menjadi preferensi sosial mengabaikan kepentingan kaum minoriras. Menurur Amarrya Sen, ada kebutuhan ktitis untuk memperluas basis-basis informasi tentangkapasiras individual masyarakar guna menggapai kesejahreraan sosia!. John Rawls menjabarkannya sebagai daftar kebutuhan primer masyatakat. Sen menambahkan bahwa setiap individu harus mampu menetjemahkan kebutuhan primet tersebut menjadi kemampuan unruk mentransformasikannya menjadi kenyataan. Dengan demikian. keadilan bukan terutama berarti pemerataan sumber daya melainkan kemampuan individu metealisasikan keburuhan dasarnya. KATA KUNCI: demokrasi. pengambilan kepurusan sosial, prosedur agregasi, kemampuan menggapai kesejahreraan sosial ABSTRACT: One method ofsocial decision making in democratic society is called aggregation'procedure. Yet, such a procedure createsfurther problem concerning social welftre. The procedure turns to be more complicated. So it is, because voting - a general term fOr agregation procedure - as a democratic mechanism not only contains a mathematical concern but also ethical. The summation ofthe individual preferences into a social preflrence may result in a deprivation ofthe underprivileged minorities. There is a critical need - according Amartya Sen -fOr an expansion ofthe bases ofinfOrmation about people's individual capacityfOr gaining social welfare. John Rawls elaborated the needed expansion such as a list ofindividualprimary-needs ofthe people. To that Sen added, the individuals should be able to convert the primary needs into capacity to transfOrm them into reality. There, justice not so much signifies equality in resources but much more on individual capacityfOr basic needs'conversion.
KEy WORDS: democracy, social decision making, aggregation procedure, capacity fOr social welftre RE5PON5 volume 16 no. 02 (2011): 165 -180
© 2011 PPE·UNIKA atma jaya, Jakarta
15SN: 0853·8689
RESPONS - DESEMBER2011
1.
PENDAHULUAN Demokrasi pada bentuknya yang paling formal adalah pengambilan
keputusan sosial tentang beragam isu publik. Salah satll metode pengambilan keputllsan kolektifyang paling seting dipakai adalah agregasi. Kita juga mengenalnya dengan sebutan penjumlahan suara (voting). Demokrasi bekerja dengan mengagregasi berbagai kepentingan, preferensi, atau keputllsan individu. Oi sini persoalan mengemuka. Prosedur agregatif ternyata bersoal ketika keputusan sosial·yang dimaksud adalah kesejahteraan sosial. Keputllsan tentang ke-
.
sejahteraan sosial tidak'sesederhana keputllsan mengenai, misalnya, watna cat pagar atau siapa kepala daerah berikutnya. Bayangkan situasi berikut. Masyarakat dihadapkan pada pilihan untuk mensubsidi harga minuman anggur impor atau membangun ptasatana air bersih bagi kaum miskin. Oemokrasi pun bekerja dengan menjumlahkan keinginan orang per orang tentang kedua pilihan tersebut. Alhasil, 80% dati total populasi ternyata berselera terhadap anggur impor dan merasa sejahrera apabila keinginannya terpuaskan. Artinya, 20% yang menginginkan ketersediaan air bersih hams kalah dengan agregasi selera para penikmat anggur merah. Perranyaannya, apakah kesejahteraan sekadat pemuasan keinginan? Kita tentu segera mengatakan tidak. Namun, prosedur agregasi atau penjumlahan suara tidak mengenal informasi lain kecuali keinginan para pemilih. Oi sini, refleksi terhadap demokrasi sebagai keputusan atau pilihan sosial menjadi penting untuk dilakukan. Makalah ini akan membahas kritik Amarrya Sen terhadap prosedur agregasi sebagai metode pembentukan keputllsan sosial tentailg kesejahteraan.
Respons 16 (2011) 02
166
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN, DEMOKRASI DAN TEOR! KEPUTUSAN SOSIAL
2.
TEOREMA KEMUNGKINAN Demokrasi bertolak dari preferensi individu. Dengan kata lain, tidak
boleh ada keputusan sosial atau kolektif yang menisbikan hak individu untuk menentukan senditi keinginannya. Pilihan atau preferensi individu bisa jadi bertentangan satu sarna lain. Oleh itu demokrasi menetapkan agregasi sebagai metode pengarnbilan keputusan sosial. Keputusan sosial, bagi demokrasi, semata merupakan penjumlahan pilihan individu yang mana setiap pilihan dihargai sarna. Dalarn istilah yang lebih populer metode semacarn ini disebut penjumlahan suara (voting). Dalam pemilihan pejabat politik, agregasi menjarnin adanya keseimbangan antara pemilih dan yang dipilih. Pemilih menjatuhkan pilihan berdasarkan apa yang dirasakannya tepat. Sementara, politisi yang dipilih akan mengadopsi kebijakan yang akan menuai suara. Politisi yang menjabat akan berusaha keras untuk memuaskan kepentingan banyak orang dan mengasingkan sedikit mungkin kepentingannya. Interaksi antara kepentingan pemilih dan politisi akan melahirkan agregasi yang seimbang dati kepentingan individu. Iris Young, filsufpolitik feminis, menjelaskan agregasi sebagai pengambilan keputusan demokratis dengan sangat garnblang. Young mengatakan, "Agregasi berrolak dati keinginan individu yang bervariasi satu sarna lain. Individu memiliki keinginannya masing-masing tentang bagaimana pemerintah diselenggarakan. Tiap individu tahu bahwa individu lain juga memiliki keinginan yang bisa saja berrentangan dengan keinginannya. Demokrasi lalu menjadi proses kompetitif yang mana kelompok politik dan kandidat menawarkan kerangh aksi guna memuaskan keinginan orang banyak. Individu dengan keinginan yang sarna kemudian mengorganisir diti menjadi kelompok
167
Respons 16 (2011) 02
o
RESPONS - DESEMBER 2011
kepentingan untuk. mempengaruhi pengarnbil kebijakan. Individu, kelompok kepentingan. pejabat publik bertindak strategis sesuai dengan persepsi terhadap keinginan yang berseberangan. Misalnya, kaum miskin urban berkoalisi dengan pekerja rumah tangga untuk. menghadapi kebijakan pemerintah daerah yang berpotensi meminggirkan kedua kelompok tersebut. Berdasarkan asumsi bahwa proses kompetisi. koalisi, strategi politik berjalan dengan adil, keluaran daH pemilihan umum dan keputusan legislatif akan mencerminkan keinginan mayoritas dalarn sam populasi". (Young, 2000: 19) Mekanisme agtegatif dalarn pengarnbilan keputusan demokratis jelas berporos pada liberalisme. Dengan agregasi, kepumsan politik diikat oleh prinsip-prinsip liberalisme terutarna prinsip supremasi individu. Dengan agregasi. individu dilindungi dari dua musuh utarna: tirani aristokrasi dan tirani mayoritas. Tirani aristokrasi adalah pengarnbilan kepumsan oleh sam atau sekelom.pok orang. Tirani mayoriras adalah pengarnbilan keputusan oleh banyak orang yang meminggirkan kepentingan minoritas. Singkat kata, demokrasi liberal berbasis agregasi menolak semua bentuk. kedaulatan yang bukan merupakan agregat keinginan individu. Dengan agregasi. demokrasi tak lebih dati sebagai sekumpulan prosedur formal dan instirusi. Demokrasi pada hakikatnya adalah prosedur formal yang dengan iru kebijakan publik diputuskan dan dilaksanakan. Formalisme terseblit bermasalah. Permasalahan di dalarn prosedur agregasi dikemukakan pertarna kali oleh seorang ekonom bernarna Kenneth Arrow. Kritik tersebut dikemukakan Arrow melalui sebuah teorema yang disebut lazim sebagai reorema kemungkinan umum (generalpossibility theorem). Teorema kemungkinan umum menggariskan beberapa prinsip pokok. Pertama. preferensi individual Respons 16 (2011) 02
168
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN, DEMOKRASI DAN TEOR! KEPUTUSAN SOSIAL
yang bersifat transitif akan menghasilkan preferensi sosial yang intransitif; ke-
dua, preferensi majoritas adalah tidak mungkin kecuali melalui jalan diktatorial; ketiga, prosedur demokratis sebagai metode pencapaian kehendak umum bermasalah secara matematis. Teorema ketakmungkinan umum menjabarkan empat prasyarat sebuah pilihan sosial yang hams dicukupi secara simultan:
. I.
Domain tak terbatas (Unrestricted Domain) pilihan atau preferensi sosial mesti mencakup semua kombinasi preferensi individu yang ada. Sebuah keputusan sosial harus mengakomodasi semua keinginan individu atau bagaimana individu membuat peringkat terhadap keinginan-keinginannya. Keputusan sosial harus mengakomodasi semua kombinasi pemeringkatan keinginan oleh individu. Misalnya, peringkat keinginan A (X>Y> Z) B (Z>X>Y) dan C (Y>Z>X).
II.
Prinsip Pareto (Pareto Principle), jika semua orang menginginkan x ketimbang y maka x secara sosiallebih diinginkan ketimbang y. Untuk pasangan x dan y dalam X, [Ai: x Pi y] ~x P y. Apabilasemua anggota masyarakat menginginkan perbaikan jalan dibanding pengasapan anti demam berdarah, maka perbaikan jalan adalah keputusan sosial.
III. Independensi dari alternatif yang tidak relevan (Independence
of
Irrelevant Alternative). Pemeringkatan sosial atas dua pilihan tergantung pada pemeringkatan individu terhadap dua pilihan itu saja. Pilihan ketigatidak' relevan untuk dipertimbangkan dalam menentukan pilihan sosial dari kedua pilihan yang tersedia. Jika
169
Respons 16 (20ll) 02
RESPONS - DESEMBER 2011
masyarakat hendak memilih antara pembagian susu gratis dan perpustakaan keliling, maka pilihan sosial dipumskan berdasarkan dua pilihan itu saja, terlepas dari apakah sebagian masyarakat ,menginginkan ktedit ringan untuk berusaha. IV. Nondiktatorial (nondictatorship). Prinsip ini menganulir diktator yang memaksakan preferensinya menjadi preferensi sosial. Artinya, jika dia menginginkan A ketimbang B maka otomatis semua orang harus menginginkan yang sarna. Tidak individu i sedemikian rupa sehingga uptuk setiap elemen di dalarn domain f, Ax, Y€ X : x Pi y
-txJ;>y Teorema kemungkinan umum menegaskan bahwa sam kepumsan sosial tidak bisa memenuhi empat syarat di atas sekaligus. Kita arnbil contoh tiga orang individu dengan preferensinya masing-masing: A (X, Y, Z), B (Y, Z,X) dan C (Z, X,Y). Apabila dilakukan voting, maka X akan mengalahkan Y, Y akan mengalahkan Z dan Z akan mengalahkan X. Ini berarti terjadi siklus intransitifyaitu X> Y >Z>X. Ini menunjukkan bahwa kepumsan sosial tidak bisa memuaskan syarat yang diajukan prinsip Pareto karena kita tidak. tahu apa yang semua orang inginkan. Sam-satunya jalan untuk memumskan siklus intransitif itu adalah dengan jalan diktatorial. Jalan diktatorial ditempuh dengan memaksakan preferensi satu individu (A, misalnya) menjadi preferensi sosial. Dengan katalain, metode agregasi atau penjumlahan suara tidak dapat memenuhi prinsip Pareto dan Nondiktatorial sekaligus. Sebab, unmk sarnpai pada apa yang diinginkan semua orang maka preferensi sam orang A (X, Y, Z) hams dijadikan keputusan sosial. Apakah berarti demoktasi adalah sebuah ketakmungkinan? Kenneth Arrow sendiri menyatakan bahwa teoti keputusan sosial-nya hanyalah ktitik Respons 16 (2011) 02
170
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN. DEMOKRASI DAN TEOR! KEPUTUSAN SOSIAL
terbatas terhadap demokrasi. Dia mengatakan meskipun kegagalan untuk memenuhi syarat-syarat teorema kemungkinan adalah sebuah kritik yang sahih terhadap prosedur. universalisme dalam kegagalan itu menyebabkan teorema tersebut tidak dapat dijadikan basis untuk mengevaluasi berbagai mekanisme keputusan sosial. Arrow juga mengatakan bahwa dalam prosedur pengambilan keputusan sosial sungguhan. kita harus menimbang frekuensi terjadinya hasil yang.intransitif (Mackie. 2003: 85). Apabila frekuensi hasil intransitif sangat kecil maka dia dapat diabaikan. Kita jarang menemukan sebuah pengambilan keputusan sosial dimana ~> y> z> X. Persoalannya. kritik Arrow terhadap prosedur agregasi dalam demokrasi tidak melihat persoalan yang lebih fundamental daripada jebakan intransiti£ Amartya Sen lebih melihat persoalan dalam prosedur agregasi sebagai kegagalan untuk mencapai keputusan tentang kesejahteraan sosial (social weifdrefunction) (Sen. 2002: 271). Seperti disebutkan di awal. agregasi keinginan atau preferensi individu sulit dijadikan dasar pengambilan keputusan tentangkesejahteraan sosial. Keputusan kesejahteraan sosial bisa saja berujung pada pembagian kupon diskon kepada konsumen yang tersihir ikIan dibanding dengan pembagian beras kepada rakyat miskin. Dengan kata lain. persoalan yang mengendap di dalam demokrasi sebagai agregasi adalah sumber informasi yang terlalu sempit yakni keinginan atau preferensi individu. Preferensi hanya mengabarkan tentang apa yang dibutuhkan individu agar terpuaskan keinginannya tetapi tidak mampu menerangkan sejumlah informasi tentang kemampuan. pendapatan. dan perbandingan keinginan antara individu. Keinginan seseorang terhadap Blackberry. misalnya. tidak dapat memberikan informasi apakah dia memiliki kemampuan untuk membelinya. Keinginan itu juga tidak dapat memberikan
171
Respons 16 (201 I) 02
RESPONS - DESEMBER 2011
informasi mengenai urgensitasnya dibanding keinginan anak jalanan untuk mendapatkan pendidikan gratis. Dua orang yang tidak makan nasi tidak dapat serra merra dibilang babwa keduanya memilih untuk tidak makan. Orang pertama memilih tidak makan nasi meski dia mampu membeli beras. Sementara, orang kedua tidak dapat memilih untuk makan nasi sebab tidak memiliki uang untuk membeli beras. Teori pilihan sosial Arrow bermasalab karena mematok keinginan, preferensi atau pemeringkatan preferensi individu sebagai informasi pokok dalam pengambilan keputusan sosial, khususnya kesejabteraan sosial.
•, 3.
KEKELIRUAN INFORMASI Sen mengatakanbabwa sebagian besar prosedur pengambilan keputu-
san politik (pemilihan umum) dan evaluasi ekonomi (pendapatan nasional) mengakomodasi informasi yang terlalu sempit (Sen, 2009: 94). Pemilihan Presiden, misalnya, tidak menyingkapkan apa pun kecuali babwa seorang kandidat mendapat lebih banyak suara ketimbang kompetitomya. Prosedur ekonomi dalam menetapkan pendapatan nasional juga hanya disandarkan pada informasi seputar apa yang dibeli dan berapa harganya. Kesempitan informasi juga dialami oleh teori keputusan sosial Arrow. Kekeliruan utama teori kepurusan sosial Arrow terletak pada sempimya basis informasi yang dipakai yakni preferensi individu. Basis informasi ini bersandar secara filosofis pada etika utilitarianisme. Utilitarianisme klasik berfokus pada utilitas atau kesejabteraan sebagai terpuaskannya preferensi. Singkamya. apabila saya menginginkan mantel bulu (meski tinggal di daerab tropis), maka kesejahteraan (utility) saya diukur berdasarkan sejauh mana keinginan saya tersebut terpuaskan. Keinginan adalah jembatan meilUju sensasi kenikmatan. Respons 16 (2011) 02
172
DONNY GAHRALADIAN - AMARTYA SEN, DEMOKRASI DAN TEOR! KEPUTUSAN SOSIAL
Dan orang. menurut Jeremy Bentham. mengejar kenikmatan dan rn .
dari kesakiran. Kesejahteraan pun direduksi menjadi. apa yang dikatakall' kepuasan mental. Seorang sejahtera apabila keinginannya dipenuhi dan secam mental terpuaskan (kenikmatan). bukan apabila dia ma.mpu terbebaskan dart' berbagai ganjalan sosial akibat ~ifabilitas. Utilitarianisme berkontribusi dala.m mematok kesejahteraan atau utilitas sebagai pemuasan keinginan atau preferensi. Dalam memeriksa konsekuensi kebijakan publik. utilitarianisme berfokus semata-mata pada kuantitas dati urilitas individual. Misalnya. utilitas yang A peroleh dari ape! adalah K sementara yang diperolehnya dari mangga adalah 2 (X). Akibatnya, utilitarianisme membuang semua informasi yang tidak berhubungan dengan preferensi atau keinginan individu. lru juga menghapus informasi tentang kodrat dan sumber dari keinginan tersebut. Problem sempitnya basis informasi ini disebut sebagai problem pengecualian (Pattanaik. 2009: 327). Kalkulasi utilitarian berbasis preferensi dapat mengecualikan hak dan kebebasan individu. Hak warganegara unruk mendaparkan tempat tinggal yang layak dapat dikecualikan kerika mayoritas warga mengmginkan pusat perbe!anjaan (yang dibangun lewat penggusuran dan pengusiran). Ka1kuIasi utilitarian juga menyingkirkan informasi tentang integriras personal. Perhatikan ilustrasi berikut. Sandi adalah seorang aktivis yang menolak senjata biologis. Dia dihadapkan pada sebuah situasi yang mana dia ditawari pekerjaan di divisi riset sebuah perusahaan pembuat senjata biologis. ]ika dia tidak mengarnbil tawaran tersebut. maka orang lain akan meng'!ffibil posisinya dan bekerja lebih baik dari dirinya. lru artinya, senjata yang dihasilkan dapat lebih memarikan dan merengut nyawa lebih banyak orang. Kalkulasi utilitarian 173
'R ..<, ... " , ... ~lLr.,nl1\n..,
RESPONS - DESEMBER 2011
menggariskan bahwa kebahagiaan sebanyak mungkin orang tergantung pada kepurusan Sandi unruk bekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian. utilitarianisme mengabaikan karakter nonutilitas siruasi si Sandi. Keputusan Sandi tidak dapat disandarkan pada kalkulus utilitarian melainkan integritas personalnya selaku aktivis anti senjata biologis. Integritas personal si Sandi membuamya tidak menetima tawaran pekerjaan meski iru artinya orang lain akan mengambil pekerjaan tersebur dengan konsekuensi utilitas yang lebih fatal. Patokan utilitarian tentang preferensi kemudian diterjemahkan secara lebih teknis oleh eko~omi positi£ Ekonomi positif hanya menilai rasionalitas sebuah preferensi dati dua segi: komplet dan transitif. Pteferensi disebut komplet apabila di antata dua pilihan yang ada (x.y) orang memilih x dari y. y dari x atau indiferen terhadap keduanya. Sementara, preferensi disebut transitif apabila otang memilih x dati y dan y dati z maka x > z. Kita tidak dapat menilai irasionalitas prefetensi dari perpektif kapitalisme yang menciptakan dan bukannya menyediakan keinginan. Sen senditi mengemukakan empat kritik terhadap preferensi (Sen. 2002:
302). Pertama, prefetensi bersifat ambigu. Preferensi tidak memiliki makna yang ajek dan cenderung ditafsirkan beragam mulai dati kepuasan, keinginan, nilai, pilihan dan lain sebagainya. Meski betagam tafsir preferensi memiliki annitas yakni individualisme, tetap ada perbedaan substantif antara beraneka tafsit prefetensi tersebut. Saya yang menginginkan lukisan karena nilai jual kembalinya yang cukup tinggi betbeda dengan saya yang mengapresiasi nilai estetik sebuah lukisan. Nilai dan keinginan adalah dua tafsir prefetensi yang tidak dapat dijembatani. Kedua, preferensi sebagai basis informasi tidak memadai unruk mengevaluasi keuntungan dan keistimewaan individu. Dua otang Resoons 16 (2011) 02
174
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN, DEMOKRASI DAN TEORI KEPUTUSAN SOSIAL
yang menginginkan kerak nasi. misalnya. Dati keduanya kita tidak dapat membedakan mana orang yang sejatinya dapat membeli nasi biasa dan dia yang tidak memiliki pilihan. Utilitarianisme. misalnya. mengbaruskan kita memberi nilai yang sarna tethadap pteferensi orang per otang. Ini membuat kita buta terhadap informasi mengenai keistimewaan atau keunrungan.
Ketiga, Preferensi tidak terberi melainkan dibentuk secara sosial. Preferensi seorang dibenruk melalui interaksi sosial, diskursus atau konteks. Dia yang tinggal di pemukiman kumuh, misalnya, cenderung menyesuaikan prefer- . ensinya dengan kondisi Yung melingkupinya. Preferensi seorang politisi dapat berubah dalarn sebuah debat terbuka. Preferensi seorang ibu di pasar berubah ketika dia berinteraksi dengan penjual dan sesarna pembeli. Keempat, preferensi sebagai basis pengambilan kepurusan sosial cenderung berfokus pada hasil dan alpa menimbang prosedur yangftir. Pembuatan Mal di tengah kota misalnya marnpu meningkatkan jumlah total kebahagiaan, narnun mengabaikan hak pedagang di pasar tradisional yang tersingkir. Prosedur yangftir, menurut Rawls, menuntut setiap orang untuk membutakan diri dari status sosial-ekonomi sekaligus preferensi yang mengikutinya sebelum membuat pilihan tentang prinsip keadilan (Rawls, 1999: 17). Di sini kita berhadapan dengan dilema. Preferensi individu adalah basis informasi yang terlalu sempit untuk pengambilan kepurusan sosial, khususnya tentang kesejahteraan. Narnun. demokrasi sebagai keputusan sosial menyodorkan penjumlahan suara (voting) sebagai prosedur yang sah. Sen berpendapat bahwa penjumlahan suara tidak dapat diandalkan untuk mengarnbil kepurusan tentang indeks kesejahteraan sosial. Dia memberi dua alasan pokok (Sen, 2002:
77). Pertama. penjumlahan suara menunrut partisipasi aktifdan jika seseorahg 175
Respons 16 (2011) 02
RESPONS -DESEMBER2011
memutuskan Untuk tidak m:enggunakan hak suaranya. preferensinya tidak memeroleh representasi. Ini bertolak belakang dengan keputusan tentang kesejahteraan sosial yangjustru menuntut keterlibatan mereka yang tidak marnpu memakai hak suaranya. Petani atau nelayan yang tidak dapat pergi ke bilik suara adalah dia yang harus diperhitungkan dalarn indeks kesejahteraan sosial. Kaum miskin kota yang tidak dapat ikut pemilihan umum karena tidak punya KTP justru sangat penting dihitung dalarn pembuatan indeks yang sarna.
Kedua, pun ketika setiap orang marnpu memakai hak suaranya. kita tidak dapat memeroleh informasi yang mencukupi untuk rnengevaluasi perkara kesejahteraan. Melalui penjumlahan suara, setiap orang dapat membuat peringkat preferensinya sendiri. Narnun, kita tidak pernah dapat memeroleh informasi tentang perbandingan interpersonal kesejahteraan orang dari penjumlahan suara. Kita, melalui penjumlahan suara, mengetahui bahwa 80% populasi menuntut pemotongan pajak impor barang mewah dan 20% sisanya menuntut perbaikan fasilitas mandi cud kakus. Yang gagal kita ketahui adalah perbandingan interpersonal kesejahteraan mereka yang menginginkan Blackberry dengan mereka yang membutuhkan infrastrukrur dasar untuk hidup sehat. Alhasil; kepurusan sosial berbasis preferensi dapat berujung pada murahnya harga barang mewah ketimbang pembangunan fasilitas mandi cud kakus di daerah miskin. Sen secara tegas menolak preferensi sebagai basis informasi bagi keputusan sosial tentang kesejahteraan. Baginya, sebuah kepurusan sosial tentang kesejahteraan hams berrumpu pada basis informasi yang lebih luas dari preferensi individu yakni perbandingan interpersonal kesejahteraan. "Kesejahteraan" di sini tidak sarna dengan"kebahagiaan". Bagi Sen, kebahagiaan adalah kondisi mental yang tidak memadai unruk memotret kesejahteraan. Seorang . Respons 16 (2011) 02
176
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN. DEMOKRASI DAN TEORI KEPUTUSAN SOSIAL
ibu rumah tangga yang hidup di dalarn dominasi patriatki cenderung menyesuaikan "kebahagiaannya" dengan kondisi deprivasi yang dialarninya. Sang ibu sudah merasa bahagia apabila marnpu melayani suarni dan mengerjakan pekerjaan domestik, meski dia adalah lulusan terbaik sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka. Dia merasa puas dengan pencapaian (betapa kecilnya iru) yang diperolehnya daIarn kondisi tertekan. Sen menegaskan bahwa metrik kepuasan atau keinginan sering tidak memadai dalarn merefleksikan deprivasi substantif yang dialarni orang per orang (Sen, 2002: 83). Sen seruju dengart,Rawls bahwa batang primer seperti pendapatan, kebebasan, basis sosial hatga diri adalah sederet informasi penting guna membandingkan kesejahteraan antar orang. Orang yang berpendapatan rendah dipastikan kutang dari segi kesejahtetaan dibanding mereka yang berpendapatan tinggi. Narnun, menurut Sen, informasi kepemilikan batang primer seringkali tidak cukup unruk membuat perbandingan interpersonal atas kesejahteraan. Dua orang berpendapatan sarna, misaInya, tidak dapat dikatakan sarna tingkat kesejahteraannya. Apabila orang pertarna memiliki penyakit fatal yang menghabiskan biaya cukup tinggi, maka dipastikan dia kurang sejahtera dibanding dia yang berpendapatan sarna narnun sehat walafiat. Kepurusan sosial tentang kesejahteraan bagi Sen harus memungut informasi yang lebih bervatiasi dan luas datipada preferensi individu. Kepurusan sosial tenrang kemiskinan, misalnya. Kemiskinan biasanya diukur berdasat-
kan rendahnya pendapatan. Angka kemiskinan diukur dengan menghitung .jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ini biasa disebut sebagai pengukutan hitung-kepala (head-count measure). Persoalannya, apakah kita memeroleh diagnosa yang memadai tentang kemiskinan individual dengan
177
Respons 16 (2011) 02
RESPONS - DESEMBER 20 11
membandingkan pendapatan individu dengan garis kemiskinan yang ditetapkan secara sosial? Bagaimana apabila seorang memiliki pendapatan di atas garis kemiskinan narnun, seperti sudab disebut di atas, menderita penyakit yang memakan biaya cukup tinggi? Bukankab deprivasi bukan semata persoalan pendapatan melainkan juga absen atau kurangnya kesempatan unmk menjalani hidup yang, secara minimal, bermakna? Absen atau kurangnya kesempatan orang untuk menjalani hidup yang bermakna memang sangat dipengaruhi oleh variabel pendapatan. Narnun, seperti disebutkan di atas, masih banyak variabe1 lain yang berpengaruh terhadap konvetsi pendapatan menjadi kapabilitas untuk menjalani hidup yang bermakna. Sen menyebut empat variabe1 yang mempengaruhi konvernsi pendapatan menjadi kapabilitas (Sen, 2002: 87). Pertama adalab heterogenitas personal (kerentanan terhadap penyakit); kedua, keragaman lingkungan (seorang tinggal di daerah yang kerap dilanda banjir); ketiga, variasi dalarn iklim sosial (seseorang tinggal di daerab dengan tingkat kriminalitas tinggi) dan keempat, perbedaan terkait pola konsumsi pada masyarakat tertentu (seorang yang hidup pas-pasan di tengab komunitas berpendapatan tinggi tidak dapat mengarnbil bagian dalarn kehidupan komunitasnya). Bagi Sen. kemiskinan adalab deprivasi kapabilitas yang gagal dimengerti apabila preferensi masih dijadikan basis informasi. Deprivasi kapabilitas bukan absennya kepuasan me1ainkan kebebasan-kebebasan dasar dalarn menjalani hidup yang bermakna. Dua orang bisa sarna-sarna merasa puas dengan mengkonsumsi sisa-sisa makanan restoran. Narnun. orang pertama me1akukannya sebagai pilihan laku spiritual tertenm sementara orang kedua tidak memiliki pendapatan yang memadai untuk membe1i sembilan baban pokok.
Respons 16 (20ll) 02
178
DONNY GAHRAL ADIAN - AMARTYA SEN, DEMOKRASI DAN TEOR! KEPUTUSAN SOSIAL
4.
PENUTUP Prosedur penjumlahan suara sebagai mekanisme demokratis, bagi Sen,
bukan saja berrnasalah secara maremaris (teorema kemungkinan Arrow) namunjuga etis. Penjumlahan preferensiindividu menjadi preferensi sosial dapat berujung pada deprivasi minoritas yang kurang beruntung. Untuk itu, perluasan basis informasi bagi keputusan sosial tentang kesejahteraan adalah harga yang'tidak dapat ditawar lagi. Basis informasi tersebut harus memasukkan perbandingan interpersonal tentang kesejahteraan yang mana kesejahteraan hams dipaharni sebagai kapabifltas bukan kebahagiaan. Rawls memberi kontribusi cukup penting tentang jenis inforrnasi yang harus disertakan dalarn keputusan sosial tentang kesejahteraan. Rawls, misalnya, mendattar berbagai jenis barang primer yang dibutuhkan individu untuk menjalani hidup seperti yang dikehendakinya. Narnun, Sen menarnbahkan bahwa kepemilikan barang primer harus disertai informasi tentang bagaimana konversi barang primer tersebut menjadi kapabilitas. Konversi tersebut sangat terkait dengan keragarnan kondisi yang melingkupi orang per orang. Dengan kata lain, keadilan tidak cukup bertumpu pada kesetaraan sumber daya (equali-
ty ofresource), narnun juga kapabilitas sebagai konversi sumber daya berdasarkan keragaman kondisi manusia. Pikiran Sen tentang perluasan basis informasi bagi teori keputusan sosial memberi kontribusi penting baik secara teoretis maupun prakris. Secara teoretis, teori keputusan sosial mengalarni perluasan basis informasi yang sangat penting manakala memutuskan indeks kesejahteraan. Secara praktis, Idta memaharni kelemahan prosedur demokratis. khususnya, penjumlahan suara dalam mengarnbil keputusan tentang kesejahreraan. Dengan kara lain, Idta
179
Respons 16 (2011) 02
RESPONS - DESEMBER 2011
hams mengakui bahwa prosedur agregasi preferensi dalam demokrasi sesungguhnya tidak. pemah menyentuh perkara fundamental yakni kesejahtetaan sosial. Pemilihan umum baik legislatif dan eksekutif tidak metefleksikan kondisi kesejahteraan di tingRat ak.ar tumput. Kita hanya memahami berapa persen populasi memilih kandidat tettenru dan bukan kondisi sosial ekonomi populasi tetsebut. Demokrasi sebagai prosedur agregatif mengingatkan Idta betapa p'olitik hanya mengejar informasi yang sangat terbatas tentang kesejahteraan. Ini adaIah catatan tersendiri bagi lembaga survei yang selalu mengejar informasi mengenai tingldt keterpilihan kandidat--yang tidak mencerminkan sarna sekali indeks.keseiahteraan pemilih.
DAFTAR PUSTAKA Rawls. John. (1999). A Theory o/Justice. Cambridge: Harvard University Ptess Mackie. Gerry. (2003). Democracy Deftnded. Cambridge: Cambridge University Press Muller. Dennis C. (2003). Public Choice III. Cambridge: Cambridge University Press Hausman. Daniel M. (1996). EconomicAnalysisandMoralPhilosophy. Cambridge: Cambridge University Press Moris. Christopher. (2010). Amartya Sen. Cambridge: Cambridge University Press Puppe. Clemens (et.al). The Handbook o/Rational and Social Choice. New York: Oxford University Press Sen. Amarcya. 2009. The Idea o/Justice. London: Allen lane ---------------;: 2002. Rationality and Freedom. Cambridge: Harvard University Press
Respons
16 (2011) 02
180