JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014)
1
Aliran Daya Optimal dengan Batas Keamanan Sistem Menggunakan Bender Decomposition Tri Prasetya Fathurrodli, Rony Seto Wibowo, Ontoseno Penangsang Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak— Aliran Daya Optimal (ADO) dengan batas keamanan sistem (ADO tidak melanggar batasan tegangan, kapasitas saluran, ramp rate unit pembangkit saat kondisi normal maupun kontingensi), memiliki peranan penting dalam perencanaan sistem tenaga listrik. ADO mampu digunakan untuk melakukan penjadwalan pembangkit dalam sistem kelistrikan terinterkoneksi secara optimal ekonomi. ADO dengan batas keamanan sistem merupakan pengembangan dari ADO dengan menambahkan ramp rate sebagai batas keamanan sistem. ADO dengan batas keamanan sistem mampu melakukan penjadwalan pembangkit dalam sistem kelistrikan terinterkoneksi secara ekonomis dengan meniadakan pelanggaran terhadap batas ramp rate dari unit pembangkit saat terjadi kontingensi. Tugas akhir ini membahas tentang penggunaan bender decomposition untuk menyelesaikan ADO dengan batas keamanan sistem. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, bahwa perhitungan bender decomposition mampu menyelesaikan ADO dengan batas keamanan sistem tanpa melanggar batas ramp rate yang ditentukan. Hasil percobaan dengan sistem 9 Bus IEEE dan percobaan sistem 500 KV Jawa Bali, menunjukkan bahwa kontingensi menyebabkan terjadi deviasi daya terbangkit terhadap batas ramp rate, dengan bender decomposition dapat meniadakan deviasi tersebut. Total biaya pembangkitan pada ADO dengan batas keamanan sistem lebih mahal jika dibandingkan dengan aliran daya optimal tanpa batas keamanan sistem. Kata Kunci—Ramp rate, Deviasi, Bender Decomposition, Aliran Daya Optimal (ADO).
A
I. PENDAHULUAN
liran daya optimal (ADO) merupakan hal penting dalam perencanaan sistem tenaga listrik, perencanaan operasi maupun implementasi operasi secara nyata dalam sistem tenaga. ADO merupakan bentuk pengembangan Economic Dispatch (ED) dengan mempertimbangkan aliran daya saluran transmisi. Optimasi permasalahan aliran daya optimal non-linear, non-convex, skala besar dengan variabel kontinyu maupun diskrit [2]. Fungsi utama dari ADO adalah untuk menjadwalkan pembangkitan dari setiap pembangkit yang beroperasi untuk dapat memenuhi keseimbangan daya pada saluran pada biaya pembangkitan paling minimal dan tetap memperhatikan batasan yang ada [3,4]. Beberapa batasan tersebut dapat berasal dari karakteristik non-linear generator maupun batasan-batasan praktis yang ada pada sistem tenaga diantaranya adalah fungsi non-linear biaya pembangkitan generator, batasan daya pembangkitan maksimum–minimum generator, batasan ramp rate generator, batasan transmisi dan lain-lain. Aliran daya optimal (ADO) dengan batas keamanan sistem merupakan pengembangan dari aliran daya optimal
konvensional dengan memperhitungkan batasan baru untuk mencegah terjadi pelanggaran terhadap batas keamanan sistem. Fungsi utama ADO dengan batas keamanan sistem adalah untuk penjadwalan dan pembagian pembebanan unit pembangkit secara ekonomis dalam rentang waktu tertentu tanpa melanggar batasan keamanan sistem dalam hal ini ramp rate dari unit pembangkit serta memperhatikan hasil aliran daya pada sistem transmisi. Hasil penjadwalan dengan economic dispatch tidak dapat diterapkan apabila hasil aliran daya pada sistem transmisi ada yang melanggar kapasitas saluran. ADO dapat mencakup kendala yang mewakili operasi sistem setelah terjadi kontingensi. ADO dengan batas keamanan sistem memungkinkan ADO untuk mengirimkan aliran daya sistem dengan cara mempertahankan batas keamanan. Sehingga jika terjadi kontingensi, nilai tegangan, arus, pembangkitan daya genarator akan tetap dalam batas [5]. Pada tugas akhir ini akan digunakan bender decomposition untuk menyelesaikan permasalahan aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem. Bender decomposition menyelesaikan masalah dengan membagi menjadi dua bagian antara lain master problem dan subproblem. II. ALIRAN DAYA OPTIMAL DENGAN BATAS KEAMANAN SISTEM Aliran daya optimal (ADO) juga dapat mencakup kendala yang mewakili operasi sistem setelah terjadi kontingensi. “Batasan keamanan” ini memungkinkan ADO untuk mengirimkan sistem dengan cara yang aman. Artinya, ADO sekarang memaksa sistem untuk dioperasikan sehingga jika kontingensi terjadi, tegangan, kapasitas saluran, ramp rate yang dihasilkan akan tetap dalam batas. Aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem merupakan fungsi keamanan sistem tenaga. Pada fungsi ini analisi kontingensi bergabung dengan aliran daya optimal yang berusaha untuk membuat perubahan pengiriman optimal pembangkitan, serta penyesuaian lainya, sehingga ketikan analisis keamanan dijalankan, tidak ada kontingensi yang mengakibatkan pelanggaran. Fungsi objektif dan batasan dalam permasalahan ADO dengan batas keamanan sistem sebagai berikut: Min
𝑁 𝑖=1 𝐹𝑖 (𝑃𝑖 )
𝐹𝑖 𝑃𝑖 = 𝑎𝑖 𝑃𝑖2 + 𝑏𝑖 𝑃𝑖 + 𝑐𝑖 Dengan memenuhi batasan saat kondisi normal maupun kontingensi, batasan sebagai berikut: 𝑝
𝑝
𝑃𝑚 − 𝑉𝑚
𝑁 𝑛 =1
𝑝
𝑝
𝑝
𝑉𝑛 𝐺𝑚𝑛 cos 𝜃𝑚𝑛 +𝐵𝑚𝑛 sin 𝜃𝑚𝑛 = 0
(1)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 𝑝
𝑝
𝑄𝑚 − 𝑉𝑚
𝑁 𝑛 =1
𝑝
𝑝
2
𝑝
𝑉𝑛 𝐺𝑚𝑛 sin 𝜃𝑚𝑛 −𝐵𝑚𝑛 cos 𝜃𝑚𝑛 = 0 (2)
-
inequality constraint
𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚
(3)
𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚
(11)
𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑆𝐺𝑚 ≤ 𝑆𝐺𝑚 ≤ 𝑆𝐺𝑚
(4)
𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑄𝐺𝑚 ≤ 𝑄𝐺𝑚 ≤ 𝑄𝐺𝑚
(12)
𝑏 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑙𝑑 ≤ 𝑃𝑙𝑑 ≤ 𝑃𝑙𝑑
(5)
𝑉𝑚𝑚𝑖𝑛
(13)
𝑉𝑚𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑉𝑚𝑃 ≤ 𝑉𝑚𝑚𝑎𝑥
(6)
𝑝
𝑚𝑎𝑥 𝑆𝑚𝑛 ≤ 𝑆𝑚𝑛 𝑝
𝑃𝐺𝑚 𝑢0 − 𝑃𝐺𝑚 𝑢𝑝
𝑃 ≤ ∆𝑃𝐺𝑚
≤
𝑉𝑚𝑃
≤
𝑉𝑚𝑚𝑎𝑥
(14)
𝑚𝑎𝑥 𝑆𝑚𝑛 ≤ 𝑆𝑚𝑛 𝑃 𝑃𝐺𝑚
(7)
𝑃𝐺𝑚 𝑢0 −
(8)
𝑢0𝑘 − 𝑢𝑝 − 𝛼𝑝 ≤ ∆𝑢𝑝
p=0 (kondisi normal) p=1,2,..,nc (kondisi kontingensi) dimana Pi adalah daya keluaran dari unit generator ke–i dan ai , bi dan ci adalah cost coefficient unit generator ke–i. Pm dan Qm daya aktif dan reaktif bus m, N jumlah total jaringan bus. Vm <𝜃𝑚 adalah magnitud tegangan dan sudut tegangan pada bus m. (Gmn+jBij) adalah elemen matrik 𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑖𝑛 admitansi bus di baris m dan kolom –n . 𝑃𝐺𝑚 dan 𝑃𝐺𝑚 batas atas dan bawah daya aktif generator di bus m. 𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑖𝑛 𝑆𝐺𝑚 dan 𝑆𝐺𝑚 batas atas dan bawah daya semu generator 𝑚𝑎𝑥 𝑏 untuk bus m. 𝑃𝑙𝑑 dan 𝑃𝑙𝑑 adalah batas atas dan bawah daya 𝑚𝑎𝑥 aktif beban dasar di bus d. 𝑃𝑙𝑑 dibatasi oleh kapasitas 𝑝 𝑚𝑎𝑥 fasilitas penyaluran. 𝑆𝑚𝑛 dan 𝑆𝑚𝑛 daya semu aktual dan maksimum dari saluran m-n. III. PENERAPAN BENDER DECOMPOSITION PADA ALIRAN DAYA OPTIMAL DENGAN BATAS KEAMANAN SISTEM A. Bender Decomposition Bender decomposition dapat digunakan untuk membagi (dekomposisi) program aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem ke dalam bagian subproblem untuk meniadakan deviasi dan untuk perhitungan biaya pada bagian masterproblem dengan batasan–batasan tertentu. Batasan ini biasanya disebut dengan equality dan inequality constraint. B. Subproblem - Inisialisasi fungsi objektif dan constraints dari ADO dengan batas keamanan sistem bagian subproblem Fungsi objektif subproblem adalah Minimize αp dimana αp adalah besar pelanggaran yang terjadi saat kontingensi - Pembentukan batasan persamaan dan pertidaksamaan dalam program Matpower Batasan saluran yang digunakan berupa kapasitas saluran yang digunakan untuk membatasi besarnya aliran daya pada saluran tertentu. Selain itu pada saluran juga ada batasan keseimbangan daya pada setiap bus. Sedangkan batasan generator terdiri dari batasan maksimum-minimum pembangkitan generator dan batasan ramp rate generator. Semua batasan diatas dapat dikelompokkan sebagai equality constraint dan inequality constraint. - equality constraint : “power balance” 𝑃𝐺𝑚 − 𝑃𝐷𝑚 = 𝑉𝑚 𝑁𝐵 𝑛 =1 𝑉𝑛 𝐺𝑚𝑛 cos 𝜃𝑚 − 𝜃𝑛 + 𝐵𝑚𝑛sin𝜃𝑚−𝜃𝑛 (9) 𝑄𝐺𝑚 − 𝑄𝐷𝑚 = 𝑉𝑚 𝑁𝐵 𝑛 =1 𝑉𝑛 𝐺𝑚𝑛 sin 𝜃𝑚 − 𝜃𝑛 + 𝐵𝑚𝑛cos𝜃𝑚−𝜃𝑛 (10)
𝑢𝑝
≤
𝑃 ∆𝑃𝐺𝑚
(15) (16)
Dari pertidaksamaan 16 diperoleh nilai αp. Untuk menerapkan pertidaksamaan 16 pada Matpower 4.1 pertidaksamaan tersebut menjadi pertidaksamaan (17-18). −∆𝑢𝑝 + 𝑃𝐺𝑚 0 − 𝑃𝐺𝑚 − 𝛼𝑝 ≤ 0
(17)
−∆𝑢𝑝 − 𝑃𝐺𝑚 0 + 𝑃𝐺𝑚 − 𝛼𝑝 ≤ 0
(18)
Dengan syarat (19)
𝛼𝑝 ≥ 0
Dimana Pgm dan Qgm adalah daya aktif dan reaktif pembangkit di bus m. Pdm dan Qdm adalah beban aktif dan reaktif di bus m. Gmn dan Bmn adalah admitansi saluran m-n, Vm <𝜃𝑚 adalah magnitud tegangan dan sudut fasa bus m, Vn <𝜃𝑛 adalah magnitud tegangan dan sudut fasa bus n. 𝑃𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑃𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan kapasitas pembangkitan daya aktif minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑃𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑃𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan kapasitas pembangkitan daya aktif 𝑚𝑖𝑛 minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑄𝑚 dan 𝑚𝑎𝑥 𝑄𝑚 merupakan kapasitas pembangkitan daya reaktif minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑉𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑉𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan batasan tegangan minimum dan maksimum bus m. 𝑆𝑚𝑛 adalah daya yang mengalir di saluran 𝑚𝑎𝑥 mn dan 𝑆𝑚𝑛 merupakan batasan maksimum daya yang 𝑃 adalah batas ramp rate. 𝛼 mengalir di saluran m-n. 𝑃𝐺𝑚 adalah nilai pelanggaran terhadap batas ramp rate. C. Master Problem - Inisialisasi fungsi objektif dan constraints dari ADO dengan batas keamanan sistem bagian subproblem Fungsi objektif subproblem adalah Minimize
𝑁 2 𝑖=1 𝑎𝑖 𝑃𝑖
+ 𝑏𝑖 𝑃𝑖 + 𝑐𝑖
Dengan Pi adalah daya keluaran dari unit generator ke–i dan ai , bi dan ci adalah cost coefficient unit generator ke–i - Pembentukan batasan persamaan dan pertidaksamaan dalam program Matpower Batasan saluran yang digunakan berupa kapasitas saluran yang digunakan untuk membatasi besarnya aliran daya pada saluran tertentu. Selain itu pada saluran juga ada batasan keseimbangan daya pada setiap bus. Sedangkan batasan generator terdiri dari batasan maksimum-minimum pembangkitan generator. Semua batasan diatas dapat dikelompokkan sebagai equality constraint dan inequality constraint. - equality constraint : “power balance” 𝑃𝐺𝑚 − 𝑃𝐷𝑚 = 𝑉𝑚
𝑁𝐵 𝑛 =1 𝑉𝑛
𝐺𝑚𝑛 cos 𝜃𝑚 − 𝜃𝑛 +
𝐵𝑚𝑛sin𝜃𝑚−𝜃𝑛
𝑄𝐺𝑚 − 𝑄𝐷𝑚 = 𝑉𝑚
𝑁𝐵 𝑛 =1 𝑉𝑛
𝐺𝑚𝑛 sin 𝜃𝑚 − 𝜃𝑛 +
𝐵𝑚𝑛cos𝜃𝑚−𝜃𝑛
(20) (21)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) -
3
inequality constraint 𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚 ≤ 𝑃𝐺𝑚
(22)
𝑚𝑖𝑛 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑄𝐺𝑚 ≤ 𝑄𝐺𝑚 ≤ 𝑄𝐺𝑚
(23)
𝑉𝑚𝑚𝑖𝑛
(24)
≤
𝑉𝑚𝑃
≤
𝑉𝑚𝑚𝑎𝑥
(25)
𝑚𝑎𝑥 𝑆𝑚𝑛 ≤ 𝑆𝑚𝑛
𝛼𝑝 + 𝜆𝑝 𝑃𝐺0 −
𝑘 𝑃𝐺0
≤0
(26)
Dimana Pgm dan Qgm adalah daya aktif dan reaktif pembangkit di bus m. Pdm dan Qdm adalah beban aktif dan reaktif di bus m. Gmn dan Bmn adalah admitansi saluran m-n, Vm <𝜃𝑚 adalah magnitud tegangan dan sudut fasa bus m, Vn <𝜃𝑛 adalah magnitud tegangan dan sudut fasa bus n. 𝑃𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑃𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan kapasitas pembangkitan daya aktif minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑃𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑃𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan kapasitas pembangkitan daya aktif 𝑚𝑖𝑛 minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑄𝑚 dan 𝑚𝑎𝑥 𝑄𝑚 merupakan kapasitas pembangkitan daya reaktif minimum dan maksimum unit generator bus m. 𝑉𝑚𝑚𝑖𝑛 dan 𝑉𝑚𝑚𝑎𝑥 merupakan batasan tegangan minimum dan maksimum bus m. 𝑆𝑚𝑛 adalah daya yang mengalir di saluran 𝑚𝑎𝑥 mn dan 𝑆𝑚𝑛 merupakan batasan maksimum daya yang mengalir di saluran m-n. 𝜆 adalah lagrange multiplier. D. Flowchart Alur proses simulasi program seperti pada Gambar 1 tahap pertama hitung nilai Pg0 pada program masterproblem aliran daya optimal saat kondisi normal, kemudian nilai P g0 digunakan untuk perhitungan daya di subproblem aliran daya optimal saat kondisi kontingensi, hitung α di aliran daya optimal kondisi kontingensi. Kemudian cek apakah kontingensi terakhir, jika tidak hitung α lagi, jika ya cek apakah α=0. Jika terjadi pelanggaran (α≠0), nilai α dan λ (lagrange multiplier) diumpanbalikkan ke program masterproblem kemudian hitung Pg0 lagi, kemudian ke program subproblem hitung α, kemudian cek apakah kontingensi terakhir, jika tidak hitung α lagi, jika ya cek apakah α=0, jika ya maka selesai, jika tidak nilai α dan λ diumpanbalikkan seperti iterasi pertama. IV. HASIL DAN ANALISIS A. Sistem 9 Bus IEEE Pada simulasi ini akan digunakan sistem 9 bus IEEE seperti pada Gambar 2 dengan dua profil. Profil 1 terjadi deviasi daya terbangkit pada satu unit pembangkit sedangkan profil 2 terjadi deviasi daya terbangkit pada dua unit pembangkit. a) Profil 1
Dari hasil simulasi profil 1 seperti pada Gambar 3. Terjadi kontingensi menyebabkan perubahan perhitungan daya yang dibangkitkan pada masing-masing pembangkit. Saat saluran 5-6 lepas, perubahan daya yang dibangkitkan oleh pembangkit unit 1 melanggar batas ramp rate yang diberikan. Dari hasil simulasi yang didapatkan, pada unit 1 daya saat kondisi normal sebesar 89.80 MW dan saat kondisi kontingensi sebesar 92.20 MW. Selisih daya antara kondisi kontingensi dengan normal sebesar 2.40 MW, sedangkan batas perubahan yang diperbolehkan sebesar 0.48 MW. Selisih daya antara delta Pg dengan batas ramp rate
sebesar 1.92, nilai inilah yang disebut α atau nilai pelanggaran perubahan daya yang terbangkit terhadap batas yang ditentukan. Sedangkan pada pembangkit unit 2 dan 3 perubahan daya yang terbangkit tidak melanggar batas yang ditentukan. Deviasi bernilai 0 pada iterasai ke 38. Hal ini menunjukkan perubahan nilai daya yang dibangkitkan semakin menuju batas yang ditentukan. Penyesuaian nilai daya pembangkit pada masing-masing unit pembangkit menyebabkan penyesuaian pada nilai harga total operasi pembangkit. Semakin besar daya yang dibangkitkan, maka semakin besar pula harga yang dibayarkan. Besarnya nilai harga juga dipengaruhi oleh nilai koefisien harga pada masing-masing unit pembangkit. Pada profil 1 ini terjadi peningkatan daya yang dibangkitkan oleh unit 1 oleh karena itu harga operasi pembangkit pada unit 1 mempengaruhi nilai harga total operasi pembangkit. Total harga operasi pembangkit ini sudah merupakan kondisi optimum harga. Adanya peningkatan harga dikarenakan untuk memenuhi batas yang ditentukan saat terjadi kontingensi saluran, besar nilai harga seperti pada Gambar 4. Biaya operasi pembangkit pada iterasi ke-38 5624.06 $/hr. b) Profil 2 Dari hasil simulasi profil 2 seperti data Gambar 5. Kontingensi yang terjadi menyebabkan perubahan perhitungan daya yang dibangkitkan pada masing-masing pembangkit. Saat saluran 6-7 lepas, saluran 4-5 dan 5-6 asumsi dari double track menjadi single track. Perubahan daya yang dibangkitkan oleh pembangkit unit 1 melanggar batas ramp rate yang diberikan begitu juga pembangkit unit 2. Dari hasil simulasi yang didapatkan, pada unit 1 daya saat kondisi normal sebesar 89.80 MW dan saat kondisi kontingensi sebesar 92.98 MW. Selisih daya antara kondisi kontingensi dengan normal sebesar 3.18 MW, sedangkan batas perubahan yang diperbolehkan sebesar 0.48 MW. Selisih daya antara delta Pg1 dengan batas ramp rate sebesar 2.7 MW. Pada unit 2 daya saat kondisi normal sebesar 134.32 MW dan saat kondisi kontingensi sebesar 135.15 MW. Selisih daya antara kondisi kontigensi dengan kondisi normal sebesar 0.83 MW, sedangkan batas perubahan yang diperbolehkan sebesar 0.58 MW. Selisih daya antara delta Pg dengan batas ramp rate sebesar 0.25 nilai inilah yang disebut α atau nilai pelanggaran perubahan daya yang terbangkit terhadap batas yang ditentukan. Pada pembangkit unit 3 perubahan daya yang terbangkit tidak melanggar batas yang ditentukan. Seperti pada Gambar 6. menunjukkan bahwa nilai deviasi perubahan daya yang terbangkit pada unit 1 dan 2 mengalami penurunan nilai deviasi menuju angka 0. Deviasi menunjukkan angka 0 pada iterasi ke 12. Hal ini menunjukkan perubahan nilai daya yang dibangkitkan semakin menuju batas yang ditentukan. Penyesuaian nilai daya pembangkit pada masingmasing unit pembangkit menyebabkan penyesuaian pada nilai harga total operasi pembangkit. Besarnya nilai harga juga dipengaruhi oleh nilai koefisien harga pada masingmasing unit pembangkit. Total harga operasi pembangkit ini sudah merupakan kondisi optimum harga. Adanya peningkatan harga dikarenakan untuk memenuhi batas yang ditentukan saat terjadi kontingensi saluran, besar nilai harga seperti pada Gambar 5. Biaya operasi pembangkit pada iterasi ke-12 5558.9 $/hr.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014)
4 5700
Start
Biaya ($/hr)
5600 5500
Hitung Pg0 ADO- kondisi normal
5400 5300
Pg0
5200 5100
Hitung α ADO-kondisi kontingensi
α, λ
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Iterasi Biaya
Gambar 4. Grafik iterasi biaya operasi pembangkit
N
Kontingensi terakhir
3,5 3
α (MW)
Y
N
α=0?
Y
2,5 2 1,5
1 0,5 0
End
1
2
3
4
5
Gambar 1. Flowchart program
Load C T2
3
6
8
9
5
Load B 90 MW 30MVAR
4
Biaya ($/hr)
G3 7
9
10 11 12
5500 5400 5300 5200 5100 1
T1 1
G1
Gambar 2. Single line diagram sistem 9 bus IEEE 2,5 2
α (MW)
8
5600
T3
G2
Load A 125 MW 50MVAR
7
Gambar 5. Grafik iterasi deviasi daya yang dibangkitkan
100 MW 35MVAR
2
6
Iterasi Alfa (α)
1,5 1
0,5 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Iterasi Alfa (α) Gambar 3. Grafik iterasi deviasi daya yang dibangkitkan
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Iterasi Biaya Gambar 6. Grafik iterasi biaya operasi pembangkit B. Sistem Jawa Bali 500 KV Untuk menunjukkan bahwa aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem dapat diaplikasikan ke sistem Jawa Bali 500 KV maka percobaan ini akan diterapkan pada sistem Jawa Bali 500 KV. Dari hasil simulasi sistem Jawa Bali 500 KV seperti data pada Tabel 1. dan Tabel 2. Terjadi kontingensi menyebabkan perubahan perhitungan daya yang dibangkitkan pada masing-masing pembangkit. Saat saluran 12-13 lepas, perubahan daya yang dibangkitkan oleh pembangkit unit 1 dari kondisi kontingensi melanggar batas ramp rate yang diberikan. Dari hasil simulasi yang didapatkan, pada unit 1 daya saat kondisi normal sebesar 2013 MW dan saat kondisi kontingensi sebesar 2134.1 MW. Selisih daya antara kondisi kontingensi dengan normal sebesar 121.1 MW, sedangkan batas perubahan yang diperbolehkan sebesar 21.74 MW. Selisih daya antara delta Pg dengan batas ramp rate sebesar 99.35, nilai inilah yang disebut α atau nilai pelanggaran perubahan daya yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014)
5
terbangkit terhadap batas yang ditentukan. Sedangkan pada pembangkit unit 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 perubahan daya yang dibangkitkan tidak melanggar batas yang ditentukan. Peningkatan daya pembangkit 1 sesuai dengan batasnya sehingga tidak melanggar batas yang ditentukan seperti pada Gambar 7. menunjukkan bahwa nilai deviasi perubahan daya yang terbangkit pada pembangkit 1 mengalami penurunan menuju angka 0. Hal ini menunjukkan perubahan nilai daya yang dibangkitkan semakin menuju batas yang diperbolehkan. Tabel 1. Iterasi daya yang dibangkitkan pada sistem Jawa Bali 500 KV Itera si
1
2
Pg (MW)
Kondisi
1
2
3
4
5
6
normal
2013
kontingen si
2134. 1 2134. 1 2155. 8
1365. 5
70 0 70 0 70 0 70 0
70 0 70 0 70 0 70 0
65 8 65 8 65 8 65 8
normal kontingen si
1401 1314. 9 1401
7
8
1670
3080
450
1969. 2 1592. 2 1803. 7
3052. 8
180
3080
450
3080
292
α (MW)
99.35
0
Tabel 2. Iterasi perhitungan biaya pada sistem Jawa Bali 500 KV Iterasi
1
2
Kondisi
Biaya (Rp/hr)
normal
3022861648
kontingensi normal
λ 1
2
3
4
5
6
7
8
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3024322706
kontingensi
120 99,35
α (MW)
100 80 60
40 20
0
0 1
Iterasi
2
Gambar 7. Grafik iterasi deviasi daya yang dibangkitkan x 103 3024322,70 6
3022861,64 8
Biaya (Rp/hr)
3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
1
V. KESIMPULAN 1. Aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem mempertimbangkan kontrol preventif dan korektif telah dilakukan. Hal ini dapat diamati bahwa pendekatan yang diusulkan telah berhasil memecahkan masalah. Pelanggaran sistem dapat dihindari pada kondisi normal dan kontingensi. Jika kontrol korektif, redispatch daya dalam kasus ini, melanggar ramp rate, kontrol pencegahan harus diambil untuk mengurangi penyimpangan pembangkit listrik. Meskipun kontrol preventif umumnya dapat mengurangi biaya dengan menghindari load shedding, hal itu juga memerlukan biaya operasional tambahan. Kenaikan biaya operasi unit pembangkit yang tinggi dan penurunan biaya operasi yang murah unit pembangkit dapat berkontribusi untuk biaya operasi pembangkit tambahan ini. 2. Pada simulasi sistem 9 bus IEEE program aliran daya optimal dengan batas keamanan sistem menghasilkan total biaya operasi pembangkit lebih mahal 6.18 % untuk profil 1, 4.95 % untuk profil 2 dan 0.0483 % untuk sistem Jawa Bali 500 KV jika dibandingkan dengan aliran daya optimal tanpa batas keamanan sistem. Hal ini karena perhitungan jadwal pembangkitan memperhatikan batasan keamanan saat terjadi kontingensi, penyesuaian daya yang dibangkitkan untuk meniadakan deviasi terhadap batasan yang ditentukan. DAFTAR PUSTAKA
Alfa (α)
3500000
Penyesuaian nilai daya pembangkit pada masing-masing unit pembangkit menyebabkan penyesuaian pada besar nilai harga total operasi pembangkit. Besarnya nilai harga juga dipengaruhi oleh nilai koefisien harga pada masing-masing unit pembangkit. Pada simulasi sistem Jawa Bali 500 KV terjadi peningkatan daya yang dibangkitkan oleh pembangkit 1, serta diikuti pembangkit 2, 6, dan 8. Oleh karena itu harga operasi pembangkit-pembangkit mempengaruhi besar nilai harga total operasi pembangkit. Total harga operasi pembangkit ini sudah merupakan kondisi optimum harga. Adanya peningkatan harga dikarenakan untuk memenuhi batas yang ditentukan saat terjadi kontingensi saluran, besar nilai harga seperti pada Gambar 8. Biaya operasi pembangkit iterasi ke-2 3.024.322.706 Rp/hr.
2 Iterasi Biaya
Gambar 8. Grafik iterasi biaya operasi pembangkit
[1] M. Haaban, W. Li, H. Liu, Z. Yan, Y. Ni dan F. Wu. “ATC calculation with steady-state security constraints using Bender decomposition”, IEE Proc.-Gener. Transm. Distrib., Vol. 150, No. 5, September 2003 [2] F. Capitanescu, Louis Wehenkel. ”Experiments with the interior-point method for solving large scale Optimal Power Flow Problems”, Electric Power Systems Research, Vol81, pp. 276–283, August, 2012. [3] Costa, A.L., Simo es Costa, A. “Energy and ancillary service dispatch through dynamic optimal power flow”, Electrical Power Systems Research, Vol.77, pp. 1047–1055, August, 2007. [4] Chung, C.Y., Yan, W., Liu, F., “Decomposed predictor-corrector interior point method for dynamic optimal power flow”, IEEE Trans. Power Syst, Vol.26, pp. 1030–1039, March, 2011.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) [5] Allen J. Wood, Bruce F. Wollenberg, “Power, Generation, Operation, and Control”, John Willey & Sons Inc, America, 1996. [6] Saadat, Hadi, “Power System Analysis 2nd Edition”, McGrowHill, Ch.1, 1999.
6