4/18
Peningkatan Repeatability Sistem Metering dengan Pengendalian Aliran Menggunakan PID Muhammad Ridwan1, Wahidin Wahab2
1. 2.
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected] ,
[email protected] 2
Abtrak Dalam industri migas, proses perhitungan transaksi (custody transfer) banyak dilakukan menggunakan sistem metering. Pada setiap transaksi harus dipastikan sistem metering memiliki performa yang baik dan mampu melakukan pengukuran dengan benar, yang dibuktikan dengan nilai repeatability yang didapat saat proving harus memenuhi standar yang telah disepakati. Di lapangan, terdapat permasalahan berupa variasi laju aliran dari bagian hulu, yang mengganggu proses proving dan mempengaruhi performa sistem metering. Pada penelitian ini dibahas mengenai pengendalian aliran untuk mengkompensasi permasalahan tersebut dan meningkatkan repeatability sistem metering. Sistem metering akan dimodelkan dan dilakukan perancangan pengendali PID menggunakan metode Tempat Kedudukan Akar. Pengujian kemampuan pengendali mengatasi gangguan dilakukan dengan simulasi dengan model yang telah diperoleh. Hasil simulasi menunjukkan sistem metering dengan pengendali PID mampu menghasilkan nilai repeatability yang baik, yaitu dengan variasi gangguan 5% dan 10% didapat nilai 0.0028 dan 0.0013. Sistem juga memiliki overshoot yang kecil, settling time yang cepat, dan steady-state error yang mendekati nol.
Improvement of Repeatability in Metering System with Flow Control Using PID Abstract In the oil and gas industry, the process of calculating transaction (custody transfer) is mostly done using metering system. In each transaction must be ascertained that metering system has a good performance and is able to take measurements correctly, and it should be proven with the repeatability value that must meet agreed standard, when proving was carried out. On the field, there are problems from disturbances that caused by flow rate variation from upstream side of the meter, that must affect the proving process, and so the performance of metering system. This report will discuss control of the flow to compensates the disturbances and improve the performance of metering, by improving its repeatability value. Metering system will be modeled and PID controller design will be done by root locus method. The ability of the controller on compensating the disturbances with the model will be simulated. The simulation results show the metering system with PID controllers are able to produce good repeatability value, with the disturbance variation 5% and 10% obtained values 0.0028 and 0.0013. The system also has a small overshoot, fast settling time, and near zero steady-state error. keywords : Metering system ; PID ; repeatability ; root locus.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Pendahuluan Dalam industri migas, setiap hari terjadi banyak transaksi jual beli minyak (custody transfer), dari sektor hulu hingga hilir. Transaksi tersebut bernilai sangat besar, sehingga membutuhkan akurasi yang sangat tinggi pada proses perhitungan setiap transaksi. Perhitungan dari transaksi tersebut pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem metering karena memiliki akurasi dan kehandalan sistem paling tinggi dibanding metode lainnya. Sistem metering merupakan metode pengukuran volume minyak yang menggunakan flow meter untuk mengukur besaran proses utamanya yaitu aliran. Namun diperhitungkan juga tekanan dan suhu dari proses saat transaksi dilakukan, yang dijadikan faktor koreksi bagi besarnya volume yang terukur. Pada setiap transaksi performa dari sistem metering harus dipastikan dalam kondisi baik dan mampu melakukan pengukuran volume dengan benar. Untuk mengetahui performa sistem metering, harus dilakukan proving pada setiap transaksi jual beli minyak. Proving merupakan suatu metode untuk memvalidasi hasil pengukuran dari flow meter, dengan membandingkan hasil pengukuran terhadap volume prover oleh flow meter tersebut dan hasil pengukuran volume prover yang dilakukan di factory dan telah diverifikasi sesuai standar yang berlaku. Dari proses proving, akan didapatkan nilai meter factor dari setiap proving run yang dilakukan. Nilai meter factor merupakan nilai yang diperoleh dari kecepatan aliran (flowrate), tekanan, dan suhu proses saat proving dilakukan. Performa sistem metering yang baik harus memenuhi standar yang berlaku dan telah disepakati bersama dalam transaksi, yaitu memiliki nilai keterulangan (repeatability) dari meter factor maksimal sebesar 0.02 – 0.05%. Saat proving dilakukan, terdapat permasalahan yang muncul yaitu sulitnya didapatkan nilai repeatability, yang merupakan representasi dari performa sistem metering, yang memenuhi standar. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan aliran pada sistem metering yang dikarenakan oleh masukan aliran dari bagian hulu (upstream) yang naik turun. Di lapangan, penyebab hal ini dapat berupa pompa, yang digunakan untuk mentransfer minyak dari tanki menuju sistem metering, tidak mampu menghasilkan aliran yang konstan, karena faktor umur dari pompa tersebut yang sudah tua maupun faktor lainnya. Variasi masukan aliran ini kemudian akan menghasilkan variasi kecepatan aliran yang terukur oleh flow meter, dan ketika dilakukan proving variasi tersebut akan mempengaruhi besarnya nilai meter factor, yang mana menimbulkan variasi nilai meter factor yang terlalu lebar sehingga pada akhirnya nilai repeatability menjadi terlalu besar dan tidak memenuhi standar yang telah ditentukan.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan sistem metering berdasarkan sistem sesungguhnya yaitu sistem metering untuk produk premium dengan parameter-parameter yang sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Dari hasil pemodelan sistem kemudian dirancang simulasi yang merepresentasikan sistem metering tersebut. Pada simulasi akan dilakukan pengendalian aliran pada sistem metering untuk menciptakan kecepatan aliran yang stabil dan sesuai dengan yang diinginkan sehingga mampu meningkatkan performa sistem metering yang ditandai dengan nilai repeatability mampu memenuhi standar, yaitu maksimal 0.02 - 0.05%. Pengendali yang akan digunakan yaitu pengendali PID (Proportional Integral Derivative). Dengan pengendali PID, model sistem metering diasumsikan sebagai sistem yang linier. Alasan penggunaan pengendali PID ini karena memiliki ketahanan terhadap gangguan, yang dalam sistem metering ini berupa variasi masukan aliran. Selain itu pengendali ini memiliki kemampuan untuk menekan steady-state error hingga mendekati nol, yang mana sesuai dengan tujuan dari sistem metering untuk menghasilkan kecepatan aliran sesuai dengan yang diinginkan. Pengendali ini juga memiliki kemampuan untuk mengurangi persentase overshoot dan mempercepat respon transien dari sistem, sehingga kecepatan aliran akan menyesuaikan dengan cepat menuju nilai yang diinginkan.
Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan selama penelitian ini yaitu melakukan pemodelan sistem metering, merancang simulasi, dan melakukan pengujian serta analisa dari hasil simulasi sistem yang telah dirancang. Dilakukan pendekatan tinjauan pustaka, yaitu melakukan studi literatur dari jurnal ilmiah, buku pustaka, sumber di internet, dan buku manual dari perangkat yang digunakan. Selain itu juga dilakukan pendekatan diskusi dengan pembimbing skripsi yang berkaitan dengan topik bahasan skripsi.
Pemodelan Sistem Metering Sistem metering merupakan sistem yang memiliki process variable berupa aliran minyak, dan sistem terdiri dari elemen pengukuran berupa turbine meter, elemen pengendali akhir berupa butterfly valve yang digerakkan aktuator valve. Pada sub-bab ini akan dibahas pemodelan dari proses beserta elemen-elemen yang terdapat di dalamnya, yang kemudian akan dipergunakan
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
untuk menganalisa performa dari sistem metering. Blok diagram model sistem metering ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Blok Diagram Model Sistem Metering
Pada saat dilakukan proving pada sistem metering, arah aliran minyak akan dibelokkan terlebih dahulu memasuki unit compact prover. Pembelokkan tersebut dilakukan setelah aliran melalui turbine meter, aliran yang menuju butterfly valve akan diblok dan dibelokkan ke compact prover, kemudian aliran kembali ke metering dan melewati butterfly valve lalu mengalir ke bagian hilir dari metering. Karena pada saat proving aliran minyak melewati compact prover, maka blok diagram dari sistem metering saat proving terdapat penambahan unit compact prover, seperti ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Blok Diagram Model Sistem Metering Dengan Compact Prover
Proses atau plant pada sistem metering merupakan aliran minyak, dimana aliran tersebut merupakan controlled variable sekaligus manipulated variable. Untuk mendapatkan model proses aliran digunakan pendekatan orde 1, sehingga model proses akan memiliki bentuk fungsi alih seperti persamaan 1. .
!"(!) = .
1 !" + 1
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
(1)
4/18
Dengan menurunkan persamaan aliran fluida cairan didapat persamaan untuk mencari time constant yaitu seperti pada persamaan 2. .
!=
!"# !" !"
(2)
Pada sistem metering diketahui nilai-nilai dari variabel di atas dari spesifikasi sistem, sehingga dengan memasukkan nilai dari variabel tersebut ke dalam persamaan 2 maka didapat nilai time constant yaitu 0.2 sec. Model fungsi alih orde 1 dari proses aliran seperti ditunjukkan persamaan 3. .
!"(!) =
1 0.2! + 1
(3)
Pada penelitian sistem metering ini, elemen pengukuran yang digunakan yaitu turbine meter. Untuk mengetahui karakteristik dari sistem metering secara keseluruhan maka perlu dilakukan pemodelan elemen pengukurannya. Model turbine meter merupakan sistem SISO dimana masukannya berupa laju aliran dan keluarannya berupa pulsa tegangan. Dengan melakukan pendekatan orde 1, maka model turbine meter akan memiliki bentuk fungsi alih seperti pada persamaan 4. .
!(!) =
! !" + 1
(4)
Turbine meter memiliki masukan berupa laju aliran (Q) dan keluaran pulsa tegangan (N) yang hubungannya linier, maka didapatkan nilai gain K berdasarkan nilai tersebut sebesar 1.84. Sementara nilai turbine meter time constant diambil dari nilai response time dari spesifikasi turbine meter sebesar 10 milisecond = 0.01 second. Sehingga didapatkan fungsi alih dari turbine meter seperti ditunjukkan persamaan 5. .
!(!) =
1.84 0.01! + 1
(5)
Pada penelitian sistem metering ini, elemen pengendali akhir yang digunakan yaitu butterfly valve. Untuk mengetahui karakteristik dari sistem metering secara keseluruhan maka perlu dilakukan pemodelan elemen pengendali akhirnya. Butterfly valve dimodelkan dengan pendekatan orde 1, maka model butterfly valve memiliki bentuk fungsi alih seperti persamaan 6. .
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
!" !" + 1
!"(!) =
(6)
Butterfly valve memiliki karakteristik linier, nilai gain dari valve (Kv) diperoleh sebesar 0.75. Sementara nilai time constant dari butterfly valve diambil dari nilai throttling time dari spesifikasi aktuator valve sebesar 10 detik. Sehingga didapatkan fungsi alih dari butterfly valve seperti persamaan 7. .
!"(!) =
0.75 10! + 1
(7)
Proses proving pada compact prover pada prinsipnya merupakan proses mengalirkan fluida ke dalam pipa, yang mana tidak terjadi proses apapun di dalam unit compact prover. Aliran dilewatkan untuk menggerakkan piston dan kembali mengalir ke sistem metering, lalu melewati control valve, dan seterusnya mengalir ke bagian hilir (downstream) dari sistem. Oleh karena itu, compact prover akan dimodelkan dengan menggunakan pendekatan orde 1 sebagaimana model proses (plant) dari sistem metering, dan model compact prover akan memiliki bentuk fungsi alih seperti persamaan 8. .
!"#(!) =
1 !" + 1
(8)
Untuk memperoleh nilai time constant dipergunakan formula yang sama sebagaimana pada pemodelan proses aliran, yaitu persamaan 2. Pada compact prover diketahui nilai-nilai dari variabel di atas dari spesifikasi. Dengan memasukkan nilai dari variabel ke dalam persamaan 2 didapat nilai time constant yaitu 0.3 sec. Maka, didapat model fungsi alih orde 1 dari compact prover seperti pada persamaan 9. .
!"#(!) =
1 0.3! + 1
(9)
Perancangan Pengendali Pada penelitian ini akan dirancang pengendali PID (Proportional Integral Derivative) dengan metode Tempat Kedudukan Akar (TKA) atau Root locus yang diharapkan mampu mengkompensasi permasalahan gangguan tersebut. Parameter kendali yang didapatkan dari TKA akan diterapkan pada model fungsi alih sistem metering.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Untuk menciptakan sistem metering yang memiliki respon transien dan steady-state error yang diinginkan serta memiliki performa yang tidak terpengaruh oleh gangguan, maka pada penelitian ini akan dirancang pengendali PID (Proportional Integral Derivative) dengan Tempat Kedudukan Akar (TKA) yang diharapkan mampu memenuhi tujuan tersebut. Pengendali PID, yang mana memiliki dua zero dan satu pole di origin, memiliki fungsi alih seperti ditunjukkan pada persamaan 10. .
!! !! ! !! !! ! + !! + !! ! ! !! ! + !! ! + !! !! ! = !! + + !! ! = = ! ! !
(10)
.
Satu zero dan pole pada origin dapat dirancang sebagai kompensator integral ideal, sementara zero yang lain dapat dirancang sebagai kompensator derivative ideal. Pada penelitian ini akan dilakukan perancangan pengendali PID menggunakan SIMULINK pada program MATLAB. Gambar blok diagram dan fungsi alih mengacu
pada gambar 3 yang
merepresentasikan sistem metering dengan compact prover. Perancangan pengendali PID bertujuan untuk mendapatkan spesifikasi yaitu memiliki 10% overshoot, dan steady-state error sebesar nol. Diharapkan dengan terpenuhinya spesifikasi tersebut akan mampu meningkatkan repeatability dari sistem metering. Tahapan Perancangan pengendali PID dengan TKA pada sistem metering adalah sebagai berikut : §
Evaluasi performa dari sistem yang tidak terkompensasi untuk menghitung berapa banyak
perbaikan respon transien yang dibutuhkan. Langkah yang pertama yaitu mengetahui performa sistem metering sebelum dikompensasi, sehingga dapat diketahui perbaikan respon transien yang dibutuhkan oleh sistem. Plot tempat kedudukan akar dapat didapatkan dari fungsi alih open loop dari sistem metering yang mana blok diagramnya adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Blok Diagram Model Sistem Metering Dengan Fungsi Alih Elemen
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Proses atau plant pada sistem metering Plot TKA didapatkan dengan menggunakan program MATLAB. Plot TKA dari persamaan open loop sistem metering yang tidak terkompensasi seperti terlihat pada gambar 4. Dengan 10% overshoot maka nilai ζ = 0.591, dan dari plot TKA didapatkan perpotongan antara garis damping ratio (ζ) dengan kurva TKA yang merupakan dominant-pole pada -0.982 ± j1.34 dengan gain sebesar 7.3.
Gambar 4. Plot TKA Sistem Metering yang Tidak Terkompensasi
Dan karakteristik keseluruhan dari sistem metering tidak terkompensasi yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan plot TKA dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Sistem Metering yang Tidak Terkompensasi Dominant Poles
-0.982 ± j1.34
K
7.3
ζ
0.591
ωn
1.662
%OS
10
TS
4.072 second
TP
2.344 second
KP
1.38
Ess
0.42
Pole lainnya
-7.19
Comments
2nd order approx. OK
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Dari persamaan open-loop sistem metering dengan gain sebesar 7.3 didapatkan respon dari sistem metering yang tidak terkompensasi berdasarkan simulasi memiliki % overshoot yang masih besar yaitu sekitar 11.8%, settling time (Ts) sebesar 8 second, dan steady-state error sebesar 0.1. Dari karakteristik respon tersebut belum diperoleh spesifikasi sistem yang sesuai dengan yang diinginkan. §
Rancang pengendali PD untuk memenuhi spesifikasi respon transien. Untuk
mengkompensasi sistem dengan mengurangi Peak Time (Tp) sebesar 2/3 dari sistem yang tidak terkompensasi, dilakukan perhitungan untuk mencari lokasi dominant pole yang diinginkan. Nilai bagian imajiner dominant pole sistem yang terkompensasi diperoleh 2.01 dan bagian riil diperoleh -1.47. Setelah didapatkan lokasi dominant pole sistem yang terkompensasi, dilakukan perhitungan jumlah sudut dari keseluruhan pole dan zero sistem yang tidak terkompensasi, untuk mendapatkan lokasi zero kompensator. Didapatkan jumlah sudut sebesar -210°, maka zero kompensator yang dibutuhkan harus memiliki sudut sebesar 210° - 180° = 30°. Dengan mengasumsikan zero kompensator berlokasi di -zc , maka diperoleh zc = 4.952, maka Pengendali PD seperti ditunjukkan persamaan 11. !!" ! = ! + 4.952
(11)
Setelah didapatkan nilai pengendali PD, maka kemudian diperoleh plot TKA dari sistem metering yang telah terkompensasi dengan pengendali PD seperti pada gambar 5.
Gambar 5. Plot TKA Sistem Metering yang Terkompensasi Pengendali PD
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Dari plot TKA didapatkan perpotongan antara garis damping ratio (ζ) dengan kurva TKA yang merupakan dominant-pole pada -1.37 ± j1.87 dengan gain sebesar 2.38. Dan karakteristik keseluruhan dari sistem metering terkompensasi pengendali PD yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan plot TKA dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Sistem Metering yang Terkompensasi Pengendali PD Dominant Poles
-1.37 ± j1.87
K
2.38
ζ
0.591
ωn
2.318
%OS
10
TS
2.919 second
TP
1.679 second
KP
16.264
Ess
0.058
Pole lainnya Comments
-10.7 nd
2 order approx. OK
. .
§
Simulasi sistem untuk memastikan spesifikasi yang diharapkan telah terpenuhi. Untuk
memastikan sistem telah memiliki spesifikasi yang diinginkan, maka dilakukan simulasi sistem metering yang telah terkompensasi PD. Blok diagram sistem metering yang telah terkompensasi PD menjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 6. Kompensasi PD berupa kompensator zero dimasukkan ke dalam fungsi alih proses aliran.
Gambar 6. Blok Diagram Sistem Metering Dengan Pengendali PD
Hasil simulasi sistem metering yang telah terkompensasi pengendali PD memiliki kurva respon yang lebih baik dari sistem yang tidak terkompensasi. Dari kurva respon hasil simulasi sistem metering yang terkompensasi pengendali PD memiliki % overshoot yang lebih baik yaitu
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
4.387%, settling time (Ts) yang lebih cepat yaitu 4 second, dan steady-state error sebesar 0.058. Terlihat dengan ditambahkannya pengendali PD pada sistem, respon transien yang diinginkan berupa % overshoot telah mencapai spesifikasi yang diinginkan. §
Rancang pengendali PI untuk menghasilkan steady-state error yang diinginkan. Tahap
selanjutnya yaitu dilakukan perancangan pengendali PI untuk memenuhi spesifikasi respon sesuai yang diinginkan yaitu steady-state error sebesar nol terhadap masukan step. Untuk merancang pengendali PI, dilakukan penambahan zero kompensator yang terletak dekat dengan origin dan penambahan pole di origin. Pengendali yang dipilih seperti ditunjukkan persamaan 12. .
!"#(!) =
! + 0.1 !
(12)
Setelah ditentukan nilai pengendali PI, kemudian diperoleh plot TKA dari sistem metering yang telah terkompensasi dengan pengendali PID seperti pada gambar 7.
Gambar 7. Plot TKA Sistem Metering yang Terkompensasi Pengendali PID
Dari plot TKA didapatkan perpotongan antara garis damping ratio (ζ) dengan kurva TKA yang merupakan dominant-pole pada -1.32 ± j1.8 dengan gain sebesar 2.34. Dan karakteristik keseluruhan dari sistem metering terkompensasi pengendali PID yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan plot TKA dapat dilihat pada tabel 3.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Tabel 3. Karakteristik Sistem Metering yang Terkompensasi Pengendali PID Dominant Poles
-1.37 ± j1.87
K
2.38
ζ
0.591
ωn
2.318
%OS
10
TS
2.919 second
TP
1.679 second
KP
16.264
Ess
0.058
Pole lainnya
-10.7
Comments
2nd order approx. OK
. .
§
Hitung gain, K1, K2, dan K3. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan perhitungan nilai gain K1,
K2, dan K3 untuk persamaan 3.23. Dari persamaan 11 dan 12, maka gain dari pengendali PID didapatkan dengan persamaan 13. Dari persamaan tersebut, maka dapat diperoleh nilai K1 = 11.822 , K2 = 1.159, dan K3 = 2.34. .
!!"# ! = §
! ! + 4.952 ! + 0.1 2.34 ! + 4.952 ! + 0.1 = ! !
(13)
Simulasi sistem untuk memastikan semua spesifikasi telah terpenuhi. Untuk memastikan
sistem telah memiliki spesifikasi yang diinginkan, maka dilakukan simulasi sistem metering yang telah terkompensasi PID. Blok diagram sistem metering yang telah terkompensasi PID menjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 8. Kompensasi PID berupa fungsi alih dengan kompensator zero dan pole ditambahkan pada fungsi alih sistem metering.
Gambar 8. Blok Diagram Sistem Metering Dengan Pengendali PID
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Sistem metering yang telah terkompensasi pengendali PID memiliki kurva respon yang lebih baik dari sistem yang hanya terkompensasi PD. Dari kurva respon hasil simulasi sistem metering yang terkompensasi pengendali PD memiliki % overshoot yang lebih baik yaitu 4%, settling time (Ts) yang lebih cepat yaitu 3 second, dan mampu mencapai zero steady-state error. Terlihat dengan ditambahkannya pengendali PID pada sistem, respon transien yang diinginkan berupa % overshoot telah mencapai spesifikasi yang diinginkan yaitu di bawah 10%, settling time (Ts) yang cepat, dan dapat dicapainya steady-state error sebesar nol. Oleh karena itu, sistem metering telah diharapkan mampu mencapai kondisi stabil setelah ditambahkannya pengendali PID tersebut.
Simulasi Kalkulasi Proving Simulasi kalkulasi proving akan dilakukan dengan m-file pada program MATLAB, dimana telah ditentukan nilai parameter-paramater yang digunakan dalam simulasi kalkulasi proving ini seperti terlihat pada tabel 4. Semua parameter diasumsikan memiliki nilai tetap, dan yang menjadi masukan variabel bagi kalkulasi yaitu nilai laju aliran yang merupakan keluaran dari sistem metering. . Tabel 4. Nilai Parameter Untuk Simulasi Kalkulasi Proving Base Volume Prover
0.1203350
CTSP
1.00024
CPSP
1
CTLP
0.9826
CPLP
1.0004
K-factor
6633.6904
Flight time
2.18
CTLM
0.9826
CPLM
1.0004
. . .
Pada simulasi kalkulasi ini, untuk mendapatkan nilai repeatability dari sistem metering digunakan formula seperti pada persamaan 14. .
!"#"$%$&'('%) % =
!" !"#$"% − !" !"#$"%&' !100 !" !"#$"%&'
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
(14)
4/18
Nilai meter factor terbesar dan terkecil akan dipilih dari tiga nilai yang didapat dengan laju aliran yang berbeda. Kalkulasi meter factor memiliki formula seperti pada persamaan 15. .
!" =
!"#$ !"##$%&$' !"#$%" !"#$%& = !"#$ !"##$%&$' !"#"$ !"#$%&
(15)
Nilai Corrected Prover Volume (GSVp) didapatkan dari nilai Base Volume Prover yang dikompensasi terhadap faktor-faktor koreksi pada prover yaitu CTSP, CPSP, CTLP, dan CPLP. Sementara nilai Corrected Meter Volume (ISVm) didapatkan dari nilai Meter Volume yang dikompensasi terhadap faktor-faktor koreksi pada meter yaitu CTLM dan CPLM. Dan nilai Meter Volume didapatkan dari pembagian pulsa dengan K-factor dari turbine meter yang digunakan sebagai alat pengukur laju aliran.
Simulasi Tanpa Pengendali Tahap pertama yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu melakukan simulasi sistem metering dengan gangguan tanpa pengendali. Blok diagram dari sistem metering dengan gangguan tanpa pengendali dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini.
Gambar 9. Blok Diagram Simulasi Sistem Metering Tanpa Pengendali
Kurva respon sistem metering tanpa pengendali ketika diberi input step sebesar 200 seperti tampak pada gambar 10. Dari hasil simulasi sistem tanpa pengendali terlihat karakteristik respon transien dari sistem metering, dimana memiliki settling time yang kurang baik yaitu 60 detik, dan seady-state error yang cukup besar yaitu 0.38. Kemudian pada simulasi tanpa pengendali juga akan dilakukan percobaan variasi gangguan yaitu variasi gangguan hingga 5% dari input step. Dari simulasi akan dilihat pengaruh gangguan terhadap sistem dan keluaran simulasi akan dimasukkan ke dalam simulasi kalkulasi proving untuk melihat pengaruh gangguan terhadap nilai repeatability dari sistem metering tanpa pengendali.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Gambar 10. Kurva Respon Sistem Metering Tanpa Pengendali
Pada simulasi ini ditentukan input step yang diinginkan yaitu 200. Dan gangguan yang diberikan berupa variasi input sebesar 0 – 5% dari besarnya nilai input step atau 0 – 10. Gangguan tersebut naik secara bertahap sebesar 25% dari nilai maksimum gangguan. Dari simulasi tanpa pengendali dengan variasi gangguan sebesar 0 – 5% yang dilakukan, didapatkan kurva respon yang ditunjukkan pada gambar 11.
Gambar 11. Kurva Respon Sistem Metering Tanpa Pengendali Gangguan 5%
Dari kurva tersebut dapat dianalisis bahwa sistem metering belum mampu menyesuaikan dengan nilai input step yang diinginkan sebesar 200, namun memiliki keluaran laju aliran hingga
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
285, yang sangat jauh dari nilai yang diinginkan. Dalam kurva tersebut dapat dilihat juga pengaruh dari gangguan pada sistem metering, dimana laju aliran mengalami kenaikan dan penurunan ketika diberikan gangguan, sebesar gangguan yang diberikan. Keluaran hasil simulasi berupa laju aliran dimasukkan ke dalam simulasi kalkulasi proving untuk mendapatkan nilai repeatability dari sistem metering. Pada simulasi ini akan dilakukan pencuplikan tiga nilai laju aliran pada tiga waktu yang berbeda yaitu pada detik ke-80, 95, dan 110. Yang mana pada ke-tiga waktu tersebut terjadi perubahan laju aliran akibat gangguan. Dari hasil percobaan simulasi kalkulasi proving pada sistem metering tanpa pengendali dengan gangguan hingga 5% didapat hasil seperti pada tabel 5. . Tabel 5. Hasil Kalkulasi Proving Tanpa Pengendali dengan Gangguan 5% Laju Aliran 1 pada detik ke-80
285.7855
Laju Aliran 2 pada detik ke-95
283.3585
Laju Aliran 3 pada detik ke-110
280.8781
Meter factor 1
0.6955
Meter factor 2
0.7015
Meter factor 3
0.7077
Repeatability
1.7472
. . .
Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel dapat dianalisis bahwa dengan terjadinya variasi gangguan mengakibatkan variasi hasil pengukuran laju aliran pada sistem metering, yang mana hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap hasil kalkulasi meter factor. Meskipun terlihat hanya terjadi sedikit variasi pada laju aliran, kurang lebih hanya 5, yang juga menyebabkan variasi yang tidak banyak pada nilai meter factor sekitar 0.1, namun nilai-nilai tersebut menghasilkan nilai repeatability yang terlalu tinggi yaitu sebesar 1.7472%. Nilai tersebut masih sangat jauh diatas standar yang ditentukan yaitu sebesar 0.02%.
Simulasi Dengan Pengendali Setelah dilakukan simulasi tanpa pengendali kemudian pada penelitian ini akan dilakukan simulasi sistem metering dengan pengendali PID yang telah dirancang pada bab sebelumnya. Blok diagram dari sistem metering setelah dikompensasi dengan pengendali PID dapat dilihat pada gambar 12.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Gambar 12. Blok Diagram Simulasi Sistem Metering Dengan Pengendali PID
Pada simulasi ini digunakan fungsi alih yang telah diberi kompensator PID dengan parameter yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada simulasi dengan pengendali akan dilakukan juga dua percobaan variasi gangguan yaitu variasi gangguan hingga 5% dari set point dan variasi gangguan hingga 10% dari set point. Pada simulasi dengan variasi hingga ganguan 5% ditentukan set point laju aliran yang diinginkan yaitu 200kL/hour. Dan gangguan yang diberikan berupa variasi input sebesar 0 – 5% dari set point atau 0 – 10 kL/hour. Dari simulasi yang dilakukan, didapatkan kurva respon yang ditunjukkan pada gambar 13.
Gambar 13. Kurva Respon Sistem Metering Dengan Pengendali Gangguan 5%
Dari kurva tersebut dapat dianalisis bahwa sistem metering telah mampu menyesuaikan dengan nilai set point laju aliran yang diinginkan sebesar 200 kL/hour. Dari kurva terlihat bahwa
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
repson dari sistem memiliki settling time yang cepat yaitu 3 detik dan % overshoot yang tidak besar yaitu 4.1%. Pada kurva terlihat masih nampaknya pengaruh dari gangguan terhadap keluaran sistem, dimana pada saat terjadi gangguan berupa perubahan laju aliran maka akan terjadi kenaikan dan penurunan laju aliran sesaat sebesar 2.5 kL/hour atau 1.25% dari set point laju aliran. Namun kenaikan dan penurunan yang terjadi tidak terlalu lama, yaitu hanya berlangsung selama 2 detik, setelah itu sistem akan kembali stabil. Sehingga dapat dinyatakan sistem memiliki performa yang baik karena mampu kembali ke kondisi stabilnya dalam waktu yang singkat dan kembali menghasilkan steady state error bernilai nol. Keluaran hasil simulasi dimasukkan ke dalam simulasi kalkulasi proving. Dari hasil percobaan simulasi kalkulasi proving pada sistem metering dengan pengendali dan gangguan hingga 5% didapat hasil seperti pada tabel 6. . Tabel 6. Hasil Kalkulasi Proving Dengan Pengendali dengan Gangguan 5% Laju Aliran 1 pada detik ke-80
200.0020
Laju Aliran 2 pada detik ke-95
199.9965
Laju Aliran 3 pada detik ke-110
199.9979
Meter factor 1
0.9938
Meter factor 2
0.9938
Meter factor 3
0.9938
Repeatability
0.0028
.
Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel dapat dianalisis bahwa dengan terjadinya variasi gangguan hingga 5% tidak mengakibatkan variasi hasil pengukuran laju aliran pada sistem, yang mana berpengaruh terhadap kalkulasi meter factor. Pada hasil kalkulasi meter factor tidak juga terjadi variasi nilai yang signifikan sehingga nilai-nilai tersebut menghasilkan nilai repeatability yang sangat baik yaitu sebesar 0.0028%. Pada simulasi dengan variasi gangguan hingga 10% ini ditentukan set point yang sama. Dan gangguan sebesar 0 – 10% dari set point atau 0 – 20 kL/hour. Dari simulasi yang dilakukan, didapatkan kurva respon yang ditunjukkan pada gambar 14. Dari kurva dapat dianalisis bahwa sistem metering telah mampu menyesuaikan dengan nilai set point. Selain itu, terlihat bahwa repson dari sistem sama dengan percobaan sebelumnya yaitu memiliki settling time selama sekitar 5 detik, yang mana cukup cepat, dan % overshoot yang tidak besar yaitu 4%.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Gambar 14. Kurva Respon Sistem Metering Dengan Pengendali Gangguan 10%
Pada kurva terlihat masih nampaknya pengaruh dari gangguan terhadap keluaran sistem, dimana pada saat terjadi gangguan maka akan terjadi kenaikan dan penurunan laju aliran sesaat sebesar 5 kL/hour atau 2.5% dari set point laju aliran. Namun hal tersebut tidak terlalu lama, yaitu hanya berlangsung selama 3 detik, setelah itu sistem akan kembali stabil. Sehingga dapat dinyatakan sistem memiliki performa yang baik karena mampu kembali ke kondisi stabilnya dalam waktu yang singkat dan kembali menghasilkan steady state error bernilai nol. Dari keluaran hasil simulasi berupa laju aliran dimasukkan ke dalam simulasi kalkulasi proving untuk mendapatkan nilai repeatability dari sistem metering. Dari hasil percobaan simulasi kalkulasi proving pada sistem metering dengan pengendali dan gangguan hingga 10% didapat hasil seperti pada tabel 7. . Tabel 7. Hasil Kalkulasi Proving Dengan Pengendali dengan Gangguan 10% Laju Aliran 1 pada detik ke-80
199.9976
Laju Aliran 2 pada detik ke-95
199.9978
Laju Aliran 3 pada detik ke-110
200.0001
Meter factor 1
0.9938
Meter factor 2
0.9938
Meter factor 3
0.9938
Repeatability
0.0013
.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014
4/18
Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel dapat dianalisis bahwa dengan terjadinya variasi gangguan hingga 10% tidak mengakibatkan variasi hasil pengukuran laju aliran pada sistem, yang mana hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap kalkulasi meter factor. Pada hasil kalkulasi meter factor tidak juga terjadi variasi nilai yang signifikan sehingga nilai-nilai tersebut menghasilkan nilai repeatability yang sangat baik yaitu sebesar 0.0013%. Nilai tersebut dapat diterima dengan standar nilai repeatability yaitu sebesar 0.02%. .
.
Kesimpulan Setelah melakukan penelitian diperoleh kesimpulan diantaranya pemodelan sistem metering dapat dilakukan dengan menggunakan karakteristik dan spesifikasi dari elemen yang digunakan pada sistem dan dimodelkan ke dalam bentuk fungsi alih ; Perancangan pengendali PID untuk pengendalian aliran sistem metering dapat dilakukan dengan metode Tempat Kedudukan Akar (TKA) ; Dengan pengendali PID yang dirancang menggunakan metode TKA, pengaruh dari gangguan berupa variasi laju aliran dari sisi hulu (upstream) sistem metering dapat dikompensasi sehingga sistem tetap memiliki performa berupa nilai repeatability yang baik saat dilakukan proving. Pada saat sistem diberikan gangguan sebesar 5%, hasil simulasi proving menghasilkan nilai repeatability 0.0028. Dan saat sistem diberikan gangguan sebesar 10%, hasil simulasi proving menghasilkan nilai repeatability 0.0013. Kedua nilai repeatability tersebut masih memenuhi standar yaitu di bawah 0.02% ; Sistem metering juga mampu mengatasi gangguan sebesar 5% dan 10%, meskipun terjadi kenaikan dan penurunan saat terjadi gangguan berupa variasi laju aliran, namun sistem mampu kembali ke kondisi stabil sesuai set point dalam waktu singkat yaitu 2 dan 3 detik dan menghasilkan steady-state error yang mendekati nol.
Daftar Pustaka Liptak,
Bela G.
(1995).
Instrument Engineers’ Handbook: Process Control (3rd
ed.).
Pennsylvania: Chilton Book Company. Shinskey, F. G. (1995). Process-Control Systems. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Nise, Norman S. (2003). Control Systems Engineering (4th ed.). India: John Wiley & Sons, Inc. Eckman, Donald P. (1958). Automatic Process Control. New Delhi: Wiley Eastern Limited.
Peningkatan Repeatability..., Muhammad Ridwan, FT UI, 2014