BioSMART Volume 4, Nomor 2 Halaman: 27-31
ISSN: 1411-321X Oktober 2002
Alelopati Intravarietas Vigna radiata (L.) Wilczek yang Tumbuh pada Ketersediaan Air yang Berbeda terhadap Perkecambahan, Pertumbuhan dan Nodulasinya Intravarieties allelopathy of Vigna radiata (L.) Wilczek grown at different water availability on their germination, growth, and nodulation SOLICHATUN1, MOCHAMAD NASIR2
1
Jurusan Bio1ogi, FMIPA UNS Surakarta 57126 2 Fakultas Bio1ogi UGM, Yogyakarta 55281
Diterima: 15 April 2002. Disetujui: 31 Juli 2002
ABSTRACT The objectives of the research were to know the intra varieties allelopathic effects of three varieties of Vigna radiata (L.). Wilczek (merpati, betet and Local) under different water availability on their germination, growth, and nodulation. The research was conducted in the green house, using Factorial Completely Randomized Design with five replications. The treatments were applied included the application of leaf extract of V. radiata which grown under different levels of water availability (25%, 50%, 75% and 1000/0 of field capacity respectively) on the same variety. The result indicated that the different levels of water availability influenced the allelopathic effect of V. radiata. The drought condition (25% field capacity) enhanced the allelopathic effect on germination (percentage of germination, rate of germination, and radicle elongation) and growth (dry weight, height of plant, height relative growth rate, leaf area, shoot-root ratio, and total chlorophyll content) of V. radiata target. The leaf extract from V. radiata grown at different water availability (25%, 50%, 75%, and 100% of field capacity) inhibited nodulation on V. radiata target. Key words: Vigna radiata, varieties, allelopathy, water availability.
PENDAHULUAN Di alam, selain berinteraksi dengan lingkungan abiotik, tumbuhan juga melakukan interaksi dengan lingkungan biotiknya. Salah satu interaksi yang terjadi adalah antara tumbuhan satu dengan tumbuhan lain yang tumbuh di sekitamya. Contoh bentuk interaksi semacam itu adalah alelopati. Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung atau tidak langsung, menguntungkan atau merugikan dari suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain melalui produksi senyawa-senyawa kimia yang dikeluarkan ke lingkungannya (Rice, 1984). Alelopati dapat terjadi pada satu jenis tumbuhan terhadap tumbuhan jenis lain atau pada satu jenis tumbuhan terhadap jenisnya sendiri. Hambatan pertumbuhan mungkin terjadi pada tumbuhan yang menghasilkan senyawa tersebut (autotoksisitas), atau dapat juga terjadi pada tumbuhan jenis lain (heterotoksisitas). Jika alelopati terjadi antara satu jenis tumbuhan dengan tumbuhan lain dalam jenis/spesies yang sama disebut alelopati intraspesies; dan jika hal itu terjadi pada tingkat varietas maka disebut alelopati intravarietas. Senyawa-senyawa kimia yang berperan dalam alelopati (disebut alelokemi) dilepaskan oleh tumbuhan ke lingkungannya melalui penguapan (volatilisasi) alelokemi dari permukaan tubuh tumbuhan, pelindian senyawa yang keluar dari daun (hidatoda), eksudasi akar, atau dekomposisi
serasah (Rice, 1984; Einhellig, 1995). Jumlah maupun jenis senyawa alelokemi sangat bervariasi tergantung pada jenis tumbuhannya, lingkungan tempat tumbuhnya dan gangguan atau tekanan lingkungan yang dialaminya seperti radiasi matahari, defisiensi hara, temperatur, kerapatan tumbuh, umur organ, sifat genetik, adanya predator atau patogen, dan kekurangan air (Seigler, 1996; Tang et al., 1995). Salah satu tumbuhan budidaya yang diketahui memiliki kemampuan alelopati adalah kacang hijau (Vigna radiata) (Tang dan Zhang, 1986). Kacang hijau juga telah diketahui memiliki sifat autotoksisitas (Waller et al., 1995). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 2000 varietas kacang hijau (Rukmana, 1997); sedangkan di Indonesia setidaknya terdapat 15 varietas unggul kacang hijau (Trustinah, 1992). Ciri penting varietas yang selama ini menjadi pertimbangan dalam penanamannya adalah produktivitas dan ketahanannya terhadap serangan hama atau penyakit, sementara perhatian terhadap adanya alelopati belum banyak diteliti. Senyawa penghambat pada kacang hijau menurut Tang dan Zhang (1986) dan Waller et al. (1995) terdiri dari tiga senyawa utama yaitu vitexin, isovitexin dan senyawa C-glukosilflavonoid; dan banyak terdapat pada bagian epidermis daun dan jaringan mesofil (Ibrahim, 1992). Varietas kacang hijau yang dipakai pada penelitian ini adalah merpati, betet, dan satu varietas lokal yang diper© 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
28
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 27-31
oleh dari F.A. "Tani Makmur" Kartasura. Perbedaan yang paling jelas dari kedua varietas ini adalah tanggapan-nya terhadap serangan penyakit bercak daun (disebabkan oleh cendawan Cercospora sp. dan penyakit embun tepung (powdery mildew) disebabkan oleh cendawan Erysiphe polygoni. Varietas betet diketahui peka terhadap kedua penyakit tersebut sedang varietas merpati tahan terhadap kedua penyakit tersebut (Kasim dan Djunainah, 1993). Alelokemi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan melalui beberapa cara di antaranya mempengaruhi pembelahan dan pembesaran sel, mengganggu permeabilitas membran, mempengaruhi kerja hormon, mempengaruhi penyerapan hara (P dan K), mempengaruhi fotosintesis dan respirasi, mempengaruhi fungsi stomata, mempengaruhi sintesis protein, memacu aktivitas IAA oksidase, menghambat aktivitas GA, dan mempengaruhi kerja enzim (Rice, 1984; Fitter dan Hay, 1998; Seigler, 1996). Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembentukan bintil akar dan penambatan nitrogen. Di samping faktor-faktor lingkungan seperti suhu, pH dan intensitas cahaya (Subba-Rao, 1994), alelopati juga dapat mempengaruhi pembentukan bintil akar, penambatan nitrogen, maupun pertumbuhan tanaman target. Umumnya bakteri pemfiksasi nitrogen yang bersimbiosis termasuk dalam kelompok Rhizobiaceae, dan kebanyakan masuk dalam genus Rhizobium dan Bradyrhizobium. Bakteri yang umum dijumpai bersimbiosis dengan tanaman kacang hijau adalah dari genus Bradyrhizobium. Langkah pembentukan bintil akar meliputi proses-proses: prainfeksi, masuknya bakteri ke dalam akar, pembentukan bintil akar, dan biogenesis bakteroid (Imas dkk., 1989). Dua kelompok gen bakteri yang berperan dalam pembentukan hubungan simbiosis yang produktif antara bakteri dan tanaman adalah gen nod yang berperan dalam pembentukan bintil akar dan gen nif yang terlibat dalam proses fiksasi nitrogen (Fosket, 1994). Gen nod berperan pada awal proses infeksi bakteri ke sel-sel akar tanaman dan ekspresinya diinduksi oleh senyawa spesifik yang dikeluarkan oleh akar tanaman yang termasuk ke dalam kelompok senyawa flavonoid (Fosket, 1994). Senyawa yang bersifat sebagai atraktan ini mengawali proses prainfeksi yang mencakup kemotaksis nonspesifik Rhizobium ke area rhizosfer; perkembangan Rhizobium pada rhizosfer tanaman; pelekatan pada akar tanaman, dan diteruskan dengan proses infeksi ke dalam akar tanaman. BAHAN DAN METODE Benih Vigna radiata varietas betet dan merpati diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang, dan kacang hijau varietas lokal diperoleh dari FA. Tani Makmur Kartasura. Legin/inokulum untuk kacang hijau diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, UGM Yogyakarta. Tanah (regosol) untuk media tanam diperoleh dari daerah Boyolali. Peralatan yang digunakan antara lain: timbangan Ohauss, neraca elektrik, oven, mortar, shaker RIKO RS-12 TE (Riko-Kagaku Sangyo Co., Ltd),
spektrofotometer UV-VIS, polibag (diameter 19 cm), dan kertas Whatman No. 42. Rancangan penelitian berupa rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x5 dengan faktor pertama adalah varietas kacang hijau (merpati, betet, lokal) dan faktor kedua adalah ketersediaan air tanaman sumber ekstrak (25%, 50%, 75%, 100% kapasitas lapang). Sebagai kontrol dipakai aquades. Masing-masing perlakuan dengan 5 ulangan. Untuk memperoleh ekstrak, dilakukan penanaman kacang hijau dengan kondisi ketersediaan air yang berbeda yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% kapasitas lapang. Pengaturan perbedaan ketersediaan air mulai diberikan setelah tanaman berumur 7 hari dengan metode penimbangan. Alelokemi diperoleh dengan mengekstrak daun kacang hijau dalam aquades (Tang dan Zhang, 1986; Waller et al., 1995). Konsentrasi ekstrak yang dipakai adalah 3 g daun/ 100 ml aquades, dishaker selama 24 jam, kecepatan 150 rpm, pada temperatur ruang (25-27°C). Ekstrak yang diperoleh disaring dan siap untuk diberikan ke tanaman target. Uji perkecambahan dilakukan dengan metode antar kertas. Sebanyak 10 ml ekstrak dituangkan ke atas kertas saring dan dipakai sebagai media perkecambahan. Sebagai kontrol dipakai aquades. Setiap dua hari dilakukan penambahan ekstrak dan aquades (kontrol) sebanyak 10 ml. Uji perkecambahan dilakukan pada suhu ruang (25-27°C) sampai persentase biji berkecambah pada kontrol mencapai 70%. Uji nodulasi dan pertumbuhan dilakukan dengan media tanah dalam polibag. Masing-masing polibag diisi media tanah sebanyak 2,5 kg dan diberi pupuk Urea-TSP-KCl sebanyak 30 mg-60 mg-30 mg per polibag (setengah dosis anjuran). Sebelum benih kacang hijau ditanam, benih diinokulasi dengan legin kacang hijau dengan dosis 10 g legin/kg benih. Lima benih kacang hijau ditanam pada masing-masing polibag dan diberi air sebanyak 500 ml setiap dua hari sekali, yakni: 1, 3, dan 5 hari setelah tanam (hst). Setelah kecambah berumur satu minggu, dilakukan penjarangan sehingga setiap polibag hanya berisi satu tanaman sebagai satuan percobaan. Tanaman dipilih yang tumbuhnya baik, dengan tinggi relatif seragam. Setiap varietas kacang hijau mendapat perlakuan pemberian ekstrak daun yang berasal dari varietas yang sama dengan tanaman target. Ekstrak diberikan setiap tiga hari dimulai sejak tanaman berumur 7 hst. Untuk masingmasing konsentrasi ekstrak, volume ekstrak yang diberikan ke tanaman adalah 10 ml. Selain diberikan ekstrak, tanaman tetap diberi air yang diberikan setiap dua hari sekali. Jumlah air yang diberikan ditetapkan dengan metode penimbangan sampai keadaan 100% kapasitas lapang tercapai. Pemanenan dilakukan pada hari ke-30 setelah tanam. Parameter penelitian meliputi parameter perkecambahan (persentase perkecambahan, laju perkecambahan, dan panjang kecambah); parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, laju pertambahan relatif tinggi tanaman, berat kering, rasio tajuk-akar, luas daun, kadar klorofil total); dan parameter nodulasi (jumlah bintil akar total, persentase jumlah bintil akar efektif per bintil akar total, berat kering bintil akar total).
SOLICHATUN dan NASIR – Alelopati intravarietas Vigna radiata
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan atau kombinasi perlakuan terhadap parameter yang diukur. Untuk mengetahui beda nyata di antara rerata perlakuan atau kombinasi perlakuan, digunakan Duncan Multiple Range Test (DMR.T) taraf uji 5% (Steel dan Torrie, 1989; Mead et al., 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum pemberian ekstrak daun V. radiata menghambat perkecambahan (persentase perkecambahan, laju perkecambahan, dan pertumbuhan kecambah) V. radiata. Penghambatan perkecambahan terbesar dijumpai pada perlakuan pemberian ekstrak daun V. radiata yang tumbuh pada ketersediaan air 25% kapasitas lapang (Tabel 1, 2, dan 3). Hal ini berlaku untuk setiap varietas V. radiata yang diteliti yaitu merpati, betet dan lokal. Semakin rendah tingkat ketersediaan air tanaman sumber ekstrak, maka kemampuan ekstrak daun tanaman tersebut dalam menghambat perkecambahan biji akan semakin meningkat. Senyawa fenol (termasuk di dalamnya senyawasenyawa flavonoid) umumnya larut dalam air. Senyawa fenol yang terlarut dapat berpengaruh pada proses perkecambahan biji, tergantung pada konsentrasinya. Jika konsentrasi fenol dalam air tinggi maka potensial osmotik lingkungan akan naik sehingga menghambat difusi air dan oksigen ke dalam biji (Salisbury dan Ross, 1995). Air sangat dibutuhkan untuk imbibisi, hidrasi jaringan, sintesis hormon IAA dan GA, hidrolisis enzim, transpor molekul terhidrasi ke titik tumbuh, respirasi, asimilasi, sintesis hormon sitokinin yang berperan pada pembelahan dan perbesaran sel (Salisbury dan Ross, 1995; Fitter dan Hay, 1998). Jika suplai air ke dalam biji terhambat, maka prosesproses tersebut juga akan terhambat, akibatnya perkecambahan menjadi tertunda atau pertumbuhan kecambahnya menjadi lambat. Pemberian ekstrak daun V. radiata secara umum menghambat pertumbuhan (tinggi tanaman, laju pertambahan relatif tinggi, berat kering total tanaman, rasio tajuk/akar, luas daun) tanaman target masing-masing varietas (Tabel 4, 5, 6, 7, dan 8). Hal tersebut terjadi baik pada varietas merpati, betet maupun lokal. Semakin rendah tingkat ketersediaan air tanaman sumber ekstrak, maka kemampuan ekstrak daun tanaman tersebut dalam menghambat pertumbuhan V. radiata akan semakin meningkat. Kadar klorofil total tanaman V. radiata target yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak lebih rendah dibandingkan dengan kadar klorofil tanaman V. radiata kontrol (tidak mendapat perlakuan ekstrak) (Tabel 9). Klorofil merupakan pigmen yang sangat berperan dalam proses fotosintesis. Struktur molekul klorofil terdiri atas dua bagian yaitu porfirin dengan atom magnesium (Mg) yang terletak pada pusat cincin porfirin dan rantai samping berupa hidrokarbon yang panjang atau disebut juga rantai fitol (Hopkins, 1999). Rice (1984) mengemukakan bahwa sintesis porfirin dihambat oleh senyawa-senyawa alelokemi. Perlakuan pemberian ekstrak daun mempengaruhi kemampuan pembentukan bintil akar tanaman, bintil akar
29
efektif dan berat kering bintil akar total kacang hijau untuk semua varietas (Tabel 10, 11, dan 12). Bintil akar hanya dijumpai pada tanaman kontrol (tanpa pemberian ekstrak). Senyawa-senyawa fenolik yang dihasilkan serasah akasia dapat menekan pertumbuhan bakteri Rhizobium (Gubali, 1996). Penghambatan tersebut kemungkinan terjadi pada saat bakteri tersebut berada pada fase kritis, sehingga tidak dapat bertahan pada lingkungan yang merugikan. Secara umum, apabila suatu tumbuhan tumbuh pada ketersediaan air yang rendah (mengalami cekaman air) maka proses-proses metabolisme primernya akan terganggu. Pertumbuhan akan cenderung terhambat mengingat pentingnya peranan air bagi tumbuhan. Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan terhambatnya metabolisme primer dalam tubuh tumbuhan tersebut. Jika metabolisme primer terganggu, maka metabolisme sekunder sebagai kelanjutan dari metabolisme primer akan terganggu pula. Hal ini akan mempengaruhi produksi senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terlibat dalam alelopati. Perubahan yang terjadi kemungkinan berupa menurunnya produksi (kuantitas) alelokemi, tetapi menaikkan toksisitas (kualitas) alelokemi yang dihasilkan (Einhellig, 1996). Dari parameter-parameter yang diamati pada penelitian diketahui bahwa, perbedaan ketersediaan air pada V. radiata akan mempengaruhi alelopatinya. Ekstrak daun (sebagai sumber alelokemi) yang diperoleh dari tanaman V. radiata yang tumbuh pada kondisi ketersediaan air 25% kapasitas lapang memikili kemampuan menghambat perkecambahan dan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman V. radiata yang tumbuh pada kondisi ketersediaan air lingkungannya lebih tinggi (50%, 75%, dan 100% kapasitas lapang). Ha1 ini sejalan dengan Tang et al., (1995) yang mengemukakan bahwa teljadi peningkatan produksi senyawa alelokemi yang dihasilkan oleh rhizoma Cyperus rotundus pada kondisi cekaman air. Penurunan persentase perkecambahan dan pertumbuhan radikula tanaman target yaitu lettuce (Lactuca sativa L.) sejalan dengan penurunan ketersediaan air pada C. rotundus. Perbedaan varietas Vigna radiata juga berperan dalam alelopati yang terjadi. Varietas merpati mengalami hambatan yang lebih besar dari pada varietas betet dan lokal hanya pada parameter persentase perkecambahan dan rasio tajukakar. Varietas lokal mengalami hambatan yang lebih besar dibandingkan varietas merpati dan betet dalam parameter tinggi tanaman, laju pertambahan relatif tinggi tanaman, berat kering total tanaman, luas daun, dan kadar klorofil total. Varietas betet mengalami hambatan yang paling besar dalam laju perkecambahan dan panjang kecambah. Dari uraian tersebut diketahui bahwa masing-masing varietas memiliki kemampuan alelopati yang berbeda, tergantung pada fase pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhinya. Perbedaan kemampuan alelopati kemungkinan disebabkan adanya perbedaan ketahanan masing-masing varietas terhadap hama dan panyakit tertentu, karena alelopati sering terkait dengan mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap serangan hama dan penyakit (Einhellig, 1995). Varietas merpati diketahui tahan terhadap penyakit bercak daun dan embun tepung, varietas betet diketahui peka terhadap kedua penyakit tersebut,
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 27-31
30
Tabel 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun V. radiata terhadap persentase perkecambahan biji V. radiata (%).
Merpati
0 92,0bc
Cekaman air (%) 25 50 75 28,0a 52,0ab 64,0b
100 68,0bc
Betet
100,0c
52,0ab
80,0bc
84,0bc
ab
bc
Varietas
Lokal
c
96,7
57,3
76,7
c
92,0
bc
Tabel 2. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap laju perkecambahan biji kacang hijau.
Merpati
0 48,88b
Cekaman air (%) 25 50 75 32,06a 36,30ab 46,75b
100 48,40b
Betet
46,98b
36,45ab
37,45ab
40,98ab
Lokal
49,70b
43,23b
46,04b
46,41b
Varietas
Cekaman air (%) 25 50 75 2,07ab 2,03ab 1,89ab
100 1,71ab
Betet
2,97c
2,40bc
2,20b
2,20b
b
1,58a
Lokal
2,80
c
2,21
Cekaman air (%) 50 75 5,12ab 14,50bc
b
2,24bc 2,19
b
2,16
Tabel 8. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap luas daun (cm2). Varietas Merpati
0 40,59c
Cekaman air (%) 25 50 75 26,10ab 31,75b 32,58b
100 34,90bc
42,35b
Betet
39,54c
24,61ab
27,24ab
31,03b
32,30b
48,23b
Lokal
30,70b
23,95a
23,70a
26,04ab
28,47ab
Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap panjang kecambah kacang hijau (cm). Varietas
Merpati
0 2,88c
Varietas
72,0bc 96,0
Tabel 7. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap rasio tajuk akar kacang hijau.
Merpati
0 22,85c
25 2,33a
Betet
18,84c
7,37ab
7,84ab
10,90bc
13,45bc
Lokal
17,84c
11,43bc
9,84b
18,60c
16,44bc
Tabel 9. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap kadar klorofil total (mg/l). Varietas
100 15,62bc
Merpati
0 0,96b
Cekaman air (%) 25 50 75 0,60ab 0,66ab 0,71ab
100 0,95b
Betet
1,70b
0,52ab
Lokal
b
0,87
0,29
a
0,53ab
0,84a
0,98b
ab
b
0,85b
0,43
0,76
Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap tinggi tanaman (cm).
Tabel 10. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap jumlah bintil akar total.
Varietas
Varietas 4,8b
Cekaman air (%) 25 50 75 0a 0a 0a
100 0a
Betet
13,0c
0a
0a
0a
0a
Lokal
13,0c
0a
0a
0a
0a
Merpati
0 26,40f
Cekaman air (%) 25 50 75 1,92bcd 22,74bcd 23,44def
100 24,34ef
Merpati
Betet
26,26f
0,76bcd
23,16cde
24,66ef
24,70ef
Lokal
22,10bcd
17,24a
20,04ab
20,32abc
20,42bc
Tabel 5. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap laju pertambahan relatif tinggi tanaman (cm/cm/hari).
0
Tabel 11. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap jumlah bintil akar efektif.
Merpati
Cekaman air (%) 25 50 75 100 0,0376bc 0,0377bc 0,0399bc 0,0425c
Varietas
0 0,0540d
Betet
0,0496cd
0,0307ab
Varietas
Lokal
0,0321
ab
a
0,0241
0,0359bc ab
0,0268
0,0383bc 0,0444c 0,0335
b
0,0300
ab
Tabel 6. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap berat kering total tanaman (g). Varietas Merpati
Cekaman air (%) 0 25 0,38c 0,33bc
50 0,33bc
75 0,33bc
100 0,33bc
Betet
0,42c
0,29b
0,34bc
0,34bc
a
ab
ab
Lokal
b
0,29
0,25ab 0,18
a
Merpati
0a
Betet
12,0c
0a
0a
0a
0a
a
a
a
0a
Lokal
25
d
9,4
0
0,23
0,25
0
0
100 0a
Tabel 12. Pengaruh pemberian ekstrak daun kacang hijau terhadap berat kering bintil akar total (g).
Merpati
0 0,013b
Cekaman air (%) 25 50 75 0a 0a 0a
100 0a
Betet
0,011b
0a
0a
0a
0a
c
a
a
a
0a
Varietas
0,21
Cekaman air (%) 50 75 0a 0a
0 4,2b
Lokal
0,025
0
0
0
SOLICHATUN dan NASIR – Alelopati intravarietas Vigna radiata Keterangan Tabel 1-12: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom maupun baris, berbeda nyata pada taraf uji 5%. Cekaman air: ketersediaan air berbanding kapasitas lapang.
ketahanan varietas lokal terhadap kedua penyakit tersebut belum diketahui. Perbedaan kemampuan alelopati kemungkinan disebabkan juga oleh perbedaan genetik di antara varietas/kultivar seperti yang terjadi pada alfalfa (Chung dan Miller, 1995). Dari penelitian ini diketahui bahwa ekstrak daun V. radiata menghambat pembentukan bintil akar (nodulasi) pada tanaman target. Tanaman V. radiata yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak (baik ekstrak yang berasal dari tanaman yang mengalami cekaman kekeringan ataupun yang tidak) semuanya tidak mampu membentuk bintil akar. Bintil akar hanya terbentuk pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan pemberian ekstrak (kontrol). Nodulasi sebagai suatu bentuk asosiasi antara dua organisme yaitu tanaman dan bakteri, keberhasilannya ditentukan setidaknya oleh dua faktor. Faktor-faktor tersebut adalah adanya bakteri Rhizobium di lingkungan/ media tumbuh dan adanya eksudat akar tanaman yang berfungsi sebagai atraktan bakteri tersebut untuk melakukan kolonisasi di daerah perakaran. Dengan adanya kolonisasi bakteri tersebut maka akan memudahkan terjadinya infeksi dan pembentukan bakteroid. Adanya ekstrak daun V. radiata diduga tidak hanya menekan pertumbuhan bakteri Rhizobium, tetapi mematikannya sehingga nodulasi tidak terjadi. Kemungkinan lain adalah, alelokemi dalam ekstrak daun tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman target sehingga menghambat produksi eksudat akar yang berfungsi sebagai atraktan. Hal ini menyulitkan terjadinya infeksi dan nodulasi karena walaupun, bakteri Rhizobium ada di dalam media tumbuh tetapi tidak terjadi kolonisasi di rhizosfer. Dari penelitian ini diketahui pula bahwa pada varietas merpati, betet dan lokal terdapat persamaan pola respon perkecambahan, pertumbuhan dan nodulasi akibat pemberian ekstrak daun V. radiata sebagai sumber alelokemi, pembelian ekstrak daun akan menghambat proses-proses tersebut.
KESIMPULAN Perbedaan ketersediaan air di lingkungan tumbuh Vigna radiata varietas merpati, betet dan lokal akan mempengaruhi alelopatinya. Ekstrak daun (sebagai sumber alelokemi) yang diperoleh dari tanaman V. radiata yang tumbuh pada kondisi ketersediaan air 25% kapasitas lapang memiliki kemampuan menghambat perkecambahan dan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman V. radiata yang tumbuh pada kondisi ketersediaan air yang lebih tinggi (50%, 75% dan 100% kapasitas lapang).
31
Pemberian ekstrak daun V. radiata yang diperoleh dari tanaman yang tumbuh pada berbagai ketersediaan air (25%, 500/0, 75%, dan 100%) menghambat nodulasi (jumlah bintil akar total, jumlah bintil akar efektif, dan berat kering bintil akar total) V. radiata. Perbedaan varietas V. radiata mempengaruhi kemampuan alelopatinya. Vigna radiata varietas merpati, betet, dan lokal memiliki respon yang berbeda terhadap adanya ekstrak daun yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA Chung, I.M. and D.A. Miller. 1995. Differences in autotoxicity among seven alfalfa cultivars. Agronomic Journal 87: 596-600. Einhellig, F.A. 1986. Mechanism and modes of action of allelochemicals. In Putnam, A.R. and C.S. Tang (Eds). The Science of Allelopathy. New York: John Wiley and Sons. Einhellig, F.A. 1996. Interaction involving allelopathy in cropping systems. Agronomic Journal 88: 886-893. Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fosket, D.E. 1994. Plant Growth and Development, A Molecular Approach. San Diego: Academic Press. Gubali, H. 1996. Pengaruh serasah Acacia auriculiformis A. Cunn. terhadap pembentukan mikoriza vesikular-arbusku-lar dan pertumbuhan bibit Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Tesis S-2. Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana, UGM. Hopkins, W.G. 1999. Introduction to Plant Physiology. New York: John Wiley and Sons, Inc. Ibrahim, R. K. 1992. Immunolocalization of flavonoid conju-gates and their enzymes. In Stafford, H.A. and R.K. Ibrahim (Eds.). Phenolic Metabolism in Plants. New York: Plenum Press. Imas, T., R.S. Hadioetomo, A.W. Gunawan, dan Y.Setiadi. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Bogor: PAU IPB. Kasim, H. dan Djunainah. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Palawija (Jagung, Sorgum, Kacang-kacangan, dan Ubi-ubian) 1918-1992. Malang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Mead, R., R.N. Cumow, and A.M. Hasted. 1993. Statistical Methods in Agriculture and Experimental Biology. London: Chapman and Hall. Rice, E.L. 1984. Allelopathy. Orlando: Academic Press, Inc. Rukmana, R. 1997. Kacang Hijau, Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Siegler, D.S. 1996. Chemistry and mechanisms ofallelopathic interactions. Agronomic Journal 88:876-885. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Penerbit Gramedia. Subba-Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertum-buhan Tanaman. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Tang, C.S. and B. Zhang. 1986. Qualitative dan quantitative determination of the allelochemical sphere of germination mung bean. In Putnam, A.R. and C. Tang. (Eds.) The Science of Allelopathy. New York: John Wiley and Sons. Tang, C.S., W. Cai, K. Kohl, and R.K. Nishimoto. 1995. Plant stress and allelopathy. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and F.A. Einhellig (Eds.) Allelopathy, Organisms, Processes, and Applications. Ames-Iowa: ACS Symposium Series 582. Trustinah. 1992. Biologi kacang hijau. Dalam T. Adisarwanto, Sugiono, Sunardi, dan A. Winarto (Eds.). Kacang Hijau. Monograf Balittan Malang No.9. Waller, G.R., C.S. Cheng, C. Chou, D. Kim, C.F. Yang, S.C. Huang, and Y.S. Lin. 1995. Allelopathic activity of naturally occuring compounds from mung bean (Vigna radiata) and their surrounding soil. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and F.A. Einhellig (Eds.) Allelopathy, Organisms, Processes, and Applications. Ames-Iowa: ACS Symposium Series 582.
28
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 27-31
SOLICHATUN dan NASIR – Alelopati intravarietas Vigna radiata
29
30
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 27-31
SOLICHATUN dan NASIR – Alelopati intravarietas Vigna radiata
31