JRL Vol.7 No.2 Hal. 127 - 136
Jakarta,
Juli 2011
ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011
KAJIAN CARA PERBANYAKAN DAN PERTUMBUHAN GARUT (Maranta arundinaceae L.) PADA KONDISI KETERSEDIAAN CAHAYA YANG BERBEDA Albert H. Wawo dan L. Agus Sukamto Pusat Penelitian Biologi – LIPI Jl. Raya Jakarta – Bogor Km 46, Cibinong 16911 Abstrak Studi cara perbanyakan dan pertumbuhan garut (Maranta arundinaceae L.) pada kondisi cahaya berbeda. Garut merupakan tanaman herba rimpang yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Tujuan penelitian untuk menetapkan jumlah buku yang efisien sebagai bahan perbanyakan dan ketersediaan cahaya yang sesuai untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi garut terbaik. Penelitian meliputi 2 faktor, yaitu jumlah ruas rimpang dan naungan, terdiri dari 6 perlakuan gabungan faktorial dengan dirancang menurut Acak Lengkap dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan terbaik, yaitu menghasilkan rimpang tertinggi untuk perbanyakan, adalah dengan menggunakan 3 ruas rimpang. Ketinggian garut lebih tinggi di bawah naungan daripada tanpa naungan. Tanaman garut tanpa naungan apapun dihasilkan bobot segar tertinggi rimpang dibandingkan dengan naungan 30% untuk kota Bogor. kata kunci: garut, cara perbanyakan, jumlah ruas, naungan
STUDY ON PROPAGATION AND GROWTH OF ARROWROOT (Maranta arundinaceae L.) AVAILABILITY IN A DIFFERENT LIGHT CONDITION Abstract Study on propagation and growth of arrowroot (Maranta arundinaceae L.) on different availability light condition. Arrowroot is a rhizome herbaceous plant that has potential as carbohydrate resources. The aims of this research are to use rhizome efficiently as material propagation on different availability light condition in order to get the best plant growth and arrowroot production. The research included 2 factors, which were internodes number of rhizome and shading, consisted of 6 combined treatments as factorial with Randomized Complete Design and three repetitions. The result of this research shown that by using 3 internodes of rhizome is the best material for propagation and produced the highest rhizome. The height of arrowroot was higher under shading than without shading. Arrowroot plants without any shading produced the highest fresh weight of rhizome compared to with 30% shading in Bogor condition. keywords: arrowroot, propagation, number of internode, shading.
Kajian Cara Perbanyakan...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 127 - 136
127
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brasil. Pada saat ini ketergantungan penduduk Indonesia pada tanaman padi sangat tinggi sehingga tidak memperhatikan fungsi keanekaragaman flora lainnya sebagai sumber pangan alternatif. Ketergantungan penduduk pada tanaman padi menyebabkan Indonesia menjadi negara konsumen beras nomor 1 di dunia. Kebutuhan beras per orang di Indonesia mencapai 149 kg/ tahun, akibatnya diversifikasi sumber pangan menjadi semakin rendah, dan masyarakat memandang sumber pangan lain (non padi) hanya sebelah mata saja. Hal ini membahayakan sistem ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu sudah saatnya untuk dicarikan sumber karbohidrat alternatif. Salah satu jenis umbi-umbian yang berpotensi sebagai penghasil karbohidrat adalah garut. Tanaman ini dikelompokan sebagai tanaman yang terabaikan (neglected crops) dalam pemanfaatan dan pembudidayaannya. Garut (Maranta arundinaceae L.) adalah tanaman introduksi dari Amerika Selatan (Brasil) yang telah lama beradaptasi dengan kondisi Indonesia (Lingga, P., et.al.1991 ) . Garut dikenal dengan berbagai nama lokal, seperti patat, ubi sagu, sagu belanda, sagu rarut, angkrik, muras dan huda sula (Lukman,W.,2005). Penanaman dan teknik budidaya tanaman garut sangat sederhana yaitu tanam sekali dapat dipanen berkali-kali (5-7 tahun) dengan meninggalkan sebagian umbi pada saat panen ( Lingga, P. et.al.1991, Lukman,W., 2005). Tanaman garut berpotensi besar sebagai sumber pangan, bahan bakar dan serat (Erdman,M.D.,B,A. Erdman, 1984). Tanaman garut dibudidayakan untuk mendapatkan umbinya, dipanen pada umur 10-12 bulan setelah tanam. Hasil umbi bervariasi besar 7-47 ton/ha dengan 128
kandungan tepungnya berkisar antara 1618% dari berat basah umbi. Dalam 100 gram umbi segar terkandung 69-72 g air, 1-2,2 g protein, 0,1 g lemak, 19,4-21,7 g tepung, 0,6-1,3 g serat dan 1,3-1,4 g abu. Tepung garut mengandung sekitar 20% amylose dan kalium (K) yang tinggi, beta-karotin, niacin dan thiamin. Ekstrak umbinya digunakan untuk mengobati luka, keracunan, pencernaan, diare, infeksi saluran kencing, gangrene, terkena panah beracun, gigitan laba-laba beracun (black spider), serangga, ular dan kalajengking, juga sebagai sunblock dan memperhalus kulit (Anonim, 2008., Hayne,K. 1987, Seaforth, S. et.al., 2009., Villamayor, F. G . e t . a l . , 1 9 9 6 ) U m b i g a r u t d a p a t dikonsumsi setelah direbus, dipanggang atau dijadikan kripik dengan diiris tipis-tipis dan dikeringkan. Umbi garut mengandung pati yang tinggi (17,96%) dan rendemen yang paling tinggi (14,66%) dibanding dengan umbi tanaman lain (Utomo, J.S. dan S. Antarlina. 1997). Tepung garut berwarna putih, sering digunakan sebagai pemadat makanan yang asam, bumbu isian (dressing), sup, saus, permen, kue, puding dan ice-cream. Makanan yang terbuat dari tepung garut mempunyai keistimewaan, yaitu mudah dicerna sehingga sangat baik untuk makanan bayi, orang yang bermasalah dengan pencernaan, seperti orang yang baru sembuh dari sakit dan kesulitan buang air besar (Wikipedia, 2008). Tepung garut juga dapat menggantikan sebagian bahan baku tepung terigu pada pembuatan mie basah maupun pengganti seluruh bahan pemadat media kultur jaringan (Gonzales,R.,et.al.,2006.,Widaningrum, et.al., 2005). Tanaman garut dapat tumbuh di tempat teduh, hingga dapat ditanam sebagai under storey crops dalam sistem agroforestri sehingga penggunaan lahan lebih efisien. 1.2
Tujuan Masalah yang dihadapi dalam pembudidayaan tanaman garut adalah Wowo, A. H dan Sukamto, A., 2011
belum diketahui penggunaan bibit yang berkualitas, perbaikan sistem budidaya dan kebutuhan cahaya yang dapat memberikan pertumbuhan dan produksi umbi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah buku yang efisien sebagai bahan perbanyakan dan ketersediaan cahaya yang sesuai untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi garut terbaik. II.
demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan yaitu N 0B 1, N 0B 3, N 0B 5, N 1B 1, N 1B 3 dan N 1B 5. Percobaan ini dipolakan secara Faktorial dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dalam tiga ulangan (Gomez,K.A., Gomez.A,A. 1995). Setiap ulangan terdiri dari 3 umbi yang masing-masing telah ditanam dalam polybag. Pengamatan dilakukan terhadap parameter: kecepatan bertunas, tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakannya. Pengamatan dilakukan pada umur 1, 2, 3 4, 7 dan umur 12 bulan. Pada umur 4 bulan pengamatan dilakukan pada biomassa tanaman sedangkan pada umur 12 bulan pengamatan ditujukan pada produksi umbi. Pengamatan produksi umbi dilakukan dengan cara membongkar media tumbuh tanaman dari polybag, kemudian umbi setiap polybag dihitung jumlahnya, ditimbang beratnya dan diukur kadar airnya. Unsur-unsur iklim mikro seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara dalam naungan dan di luar naungan diamati 3 kali dalam seminggu, pada pukul 9:00, 12:00 dan 15:00 (Tabel 1).
METODOLOGI
Bahan penelitian berupa umbi diambil dari lapangan di kampung Sodong, S u k a l u y u , C i a n j u r. U m b i y a n g b a i k dipilih untuk dijadikan bibit yaitu padat, tidak cacat, bebas hama dan penyakit (Suhertini, P. Dan W. Lukman, 2003). Umbi dibersihkan dari tanah dengan cara mencuci dan melepaskan seludang yang menutupinya kemudian dikeringanginkan selama beberapa hari dan dijaga kelembabannya agar tetap segar. Selanjutnya umbi garut diseleksi agar mendapatkan umbi yang seragam dengan diameter rata-rata 1,5-2,0 cm. Untuk bahan penelitian umbi dipotong-potong berdasarkan pada jumlah buku yaitu Tabel 1. Data iklim mikro selama penelitian Waktu Pengamatan
Tanpa Naungan
Dalam Naungan
Intensitas cahaya (lux)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
Intensitas cahaya (lux)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
Pkl 9:00
605 x 100
33
70
293 x 100
31
77
Pkl 12:00
1224 x 100
35
50
684 x 100
33
56
Pkl 15:00
717 x 100
34
54
486 x 100
32
60
umbi yang berbuku 1 (B1), berbuku 3 (B3) dan berbuku 5 (B5). Tiap potongan umbi ditanam dalam polybag yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang (1:1). Berat media setiap polybag sekitar 1500 gram. Polybag-polybag diletakan di bawah naungan paranet 30% (N1= intensitas cahaya 70% ), dan tanpa naungan (N 0 = intensitas cahaya 100 %). Dengan
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Persentase dan Kecepatan Tumbuh Tunas Perbedaan persentase tunas yang tumbuh dan kecepatan tumbuh tunas pada potongan umbi yang ditanam berkaitan dengan jumlah buku dan naungan yang digunakan (Tabel 2).
Kajian Cara Perbanyakan...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 127 - 136
129
Tabel 2. Persentase terbentuknya tunas dan kecepatan tumbuh tunas umbi garut
yang diuji disajikan dalam bentuk gambar grafik berikut.
Persentase Waktu Waktu tumbuh awal bertunas Perlakuan tunas (%) bertunas lebih dari (hari) 50%(hari) N0B1
44,44
61
> 60
N0B3
100,00
30
60
N0B5
100,00
19
31
N1B1
88,88
19
31
N1B3
100,00
12
12
N1B5
100,00
12
19
Potongan umbi berbuku 3 dan 5 memiliki persentase tumbuh tunas lebih tinggi dari umbi yang berbuku 1. Potongan umbi berbuku 1 yang diletakkan di lapang tanpa naungan, memiliki persentase tumbuh tunas lebih rendah (44,44%) jika dibandingkan dengan potongan umbi berbuku 1 yang diletakan di bawah naungan 30% yaitu 88,88% (Tabel 2). Hal ini karena potongan umbi berbuku 1 memiliki cadangan makanan lebih sedikit, dan mudah kering jika kena sinar matahari, mengakibatkan persentase tunas yang tumbuh lebih kecil. Potongan umbi berbuku 3 dan 5 memiliki cadangan makanan yang relatif lebih banyak sehingga semua potongan umbi mampu bertunas. Potongan umbi garut berbuku 3 dan 5 yang diletakan di bawah naungan 30% lebih cepat bertunas dibandingkan dengan potongan umbi yang diletakan di lapang tanpa naungan (Tabel 2). Hal ini karena naungan dapat mempertahankan kelembaban media hingga mengurangi kehilangan kadar air dan hara dari dalam umbi, sebaliknya potongan umbi yang diletakan tanpa naungan mengalami penguapan yang lebih besar sehingga menghambat pertumbuhan tunas (Adriance, G.W, F.R. Brison 1995) 3.2
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pertumbuhan tinggi tanaman garut selama beberapa bulan dari 6 perlakuan 130
Gambar 1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman Dari Grafik di atas diketahui bahwa pada semua tingkat umur, pertumbuhan tanaman garut lebih tinggi pada perlakuan yang diletakan di bawah naungan dengan intensitas cahaya 70% (N1) (Gambar 2). Hal ini terjadi sebagai respon tanaman terhadap fotomorfogenetik yang dikendalikan oleh fitokrom. Intensitas cahaya yang lebih rendah (naungan) menyebabkan nisbah (ratio) cahaya merah dan merah jauh menjadi lebih rendah, sehingga mengubah fitokrom merah jauh (Pfr) menjadi fitokrom merah (Pr) yang menyebabkan terjadinya perubahan habitus tanaman, antara lain pemanjangan batang dan penekanan jumlah anakan(Schmitt,J.S.A.et.al1999).Naungan menyebabkan jumlah cahaya merah jauh yang dipantulkan oleh daun-daun dan batang tanaman garut meningkat hingga meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman (Salisbury,F.B., C.W.Ross.1992). Pada umur 7 bulan pertumbuhan tinggi garut dari potongan umbi berbuku tiga yang diletakan di bawah naungan (N1B3) memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang pesat dibandingkan dengan perlakukanperlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa panjang potongan umbi (berbuku 3) juga berpengaruh pada pertumbuhan tinggi tanaman (Maghfoer, M.D.et.al.2003). Wowo, A. H dan Sukamto, A., 2011
setelah tanam, perlakuan naungan dengan intensitas cahaya 70% (N1) berpengaruh terhadap jumlah daun di lapang. Keadaan ini menjelaskan bahwa penyinaran cahaya matahari langsung mampu menghambat pertumbuhan jumlah daun. Hal ini karena sifat tanaman garut (fitomorfogenetik) yang menyukai naungan ringan. Potongan umbi berbuku 3 yang diletakan dalam naungan dengan intensitas cahaya 70% (N 1 B 3 ) memperlihatkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan N1B1 dan N1B5. Hal ini menunjukkan kombinasi antara intensitas cahaya 70% dengan potongan umbi berbuku 3 menghasilkan jumlah daun terbanyak. 3.4 Gambar 3. Tinggi tanaman garut umur 4 bulan rari umbi berbuku 1, 3, 5 tanpa naungan dan berada di bawah naungan (dari kiri ke kanan)
Pertumbuhan Jumlah Anakan dan Akar Pengamatan jumlah anakan garut dari semua perlakuan dilakukan ketika tanaman garut berumur 1 bulan hingga 7 bulan. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk grafik berikut
3.3
Pertumbuhan Jumlah Daun Pertumbuhan jumlah daun garut selama 1, 2, 3 dan 7 bulan dari 6 perlakuan di atas disajikan pada (Gambar 4).
Gambar 5. Grafik pertumbuhan anakan garut Gambar 4. Grafik pertumbuhan jumlah daun Pada umur 1, 2 dan 3 bulan, jumlah daun pada tanaman garut dari semua perlakuan, tidak memberikan perbedaan nyata sehingga garis grafik saling berhimpitan satu dengan yang lain. Pada umur 7 bulan
Pada Gambar grafik pertumbuhan anakan diketahui bahwa jumlah buku pada umbi dan naungan tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan anakan garut pada semua tingkat umur dari 1 bulan hingga 7 bulan. Hal ini karena anakan yang tumbuh bukan berasal dari ruas umbi
Kajian Cara Perbanyakan...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 127 - 136
131
tetapi berasal dari sisi potongan buku (luka). Setiap perlakuan jumlah buku umbi memiliki 2 sisi potongan (luka) yang sama sehingga menghasilkan jumlah anakan yang tidak berbeda. Diperkirakan ukuran diameter umbi akan berpengaruh terhadap jumlah anakan. Pada umur 4 bulan tanaman garut dari semua perlakuan dipanen untuk mengetahui pertumbuhan akar. Data pertumbuhan akar dan biomas tanaman tanaman garut tertera pada Tabel 3 berikut.
jumlah akar lebih banyak pada tanaman garut yang berada dalam naungan. Panjang akar dipengaruhi oleh naungan yaitu tanaman yang mendapat naungan membentuk akar yang lebih panjang dibanding tanaman yang tidak dinaungi (Tabel 3) (Gambar 6 dan 7). Hal ini karena media tumbuh yang lembab dan lunak memudahkan pertumbuhan akar. Dari gambar 6 dan 7 diketahui bahwa tanaman garut pada umur 4 bulan walaupun memiliki pertumbuhan yang aktif pada daun dan akar, namun bagian vegetatif yang
Tabel 3. Pengaruh naungan terhadap biomas garut umur 4 bulan Perlakuan
Parameter pertumbuhan
Naungan %
Berat Bagian Tanaman Di Atas Tanah (g)
Berat Bagian Tanaman Di Bawah Tanah (g)
Jumlah Akar
Panjang Akar (cm)
0
90,56 a
86,02 a
31,77 a
41,44 b
30
90,39 a
88,78 a
41,55 a
49,22 a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05.
Dari Tabel 3 diketahui berat biomassa bagian tanaman di atas maupun bawah tanah dan jumlah akar tidak dipengaruhi oleh naungan, walaupun ada kecenderungan
lain terutama pembentukan umbi belum terjadi. Umumnya umbi terbentuk setelah pembentukan biomas batang, daun dan akar tercukupi. Pembentukan umbi berkaitan
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 6. Biomassa tanaman garut tanpa naungan yang tumbuh dari potongan umbi berbuku 1, 3 dan 5 (dari kiri ke kanan) umur 4 bulan Gambar 7. Biomassa tanaman garut dengan naungan yang tumbuh dari potongan umbi berbuku 1, 3 dan 5 (dari kiri ke kanan) umur 4 bulan 132
Wowo, A. H dan Sukamto, A., 2011
dengan pembatasan pertumbuhan daun, batang dan bagian tanaman yang lain (Leopold,A.C., Kriedemann,P.E.,1995). Diperkirakan pertumbuhan biomas batang, daun dan akar mencapai maksimal pada umur 7-9 bulan setelah tanam. Sehingga pembentukan umbi garut akan dimulai pada umur 9 bulan setelah tanam. 3.5
Pertumbuhan Umbi Pemanenan umbi garut dilakukan pada umur 12 bulan setelah tanam. Data berat segar dan kadar air umbi disajikan pada Tabel 4.
lebih cepat dan memberikan hasil berupa umbi yang lebih berat. Penggunaan umbi berbuku 3 sebagai bibit adalah terbaik karena memberikan hasil umbi yang paling berat dan pemakaian material yang efisien dibanding dengan yang berbuku 5. Hasil yang serupa juga dilaporkan oleh Rosita et al.,2002), bahwa potongan umbi berbuku 1 memberikan hasil umbi yang paling rendah karena berhubungan dengan cadangan makanan yang lebih sedikit. Intensitas cahaya berpengaruh pada produksi berat basah umbi dan kadar air umbi (Tabel 5).
Tabel 4. Hubungan jumlah buku dan produksi umbi Perlakuan Jumlah Buku
Berat Segar Umbi (g)
Kadar Air Umbi (%)
1
227,83 b
80,08 b
3
396,83 a
84,20 a
5
363,33 a
74,88 c
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05 Produksi berat segar umbi tertinggi dicapai oleh penggunaan umbi yang berbuku 3 atau 5, sedangkan pada umbi yang berbuku 1 menghasilkan produksi umbi terendah. Hal ini karena umbi berbuku 3 dan 5 memiliki cadangan makanan yang lebih banyak, berupa kandungan karbohidrat yang mudah dikonversi menjadi glukosa sebagai substrat respirasi utama dan menghasilkan energi untuk pertumbuhan(Noggle, G.R and F.G.Fritz ., 1983). Jumlah buku umbi yang banyak akan menumbuhkan jumlah tunas tanaman yang banyak hingga pertumbuhannya
Dari Tabel 5 diketahui bahwa produksi berat basah umbi garut lebih tinggi pada perlakuan-perlakuan yang terletak di luar naungan. Hal ini karena tanaman yang berada di luar naungan kegiatan asimilasi lebih aktif sehingga menghasilkan cadangan makanan yang lebih tinggi dari perlakuanperlakuan yang ada dalam naungan. Produksi yang tinggi pada perlakuan di luar naungan didukung oleh kondisi iklim di Bogor pada saat itu. Pada umur 8 bulan setelah tanam hingga umur panen (12 bulan), di Bogor sering terjadi hujan, berawan dengan intensitas cahaya matahari
Tabel 5. Hubungan naungan dengan produksi umbi garut Perlakuan Naungan
Berat Basah Umbi (g)
Kadar Air Umbi (%)
0% ( cahaya 100 %)
334,42 a
76,08 b
30 % (Cahaya 70 %)
292,65 b
83,36 a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05. Kajian Cara Perbanyakan...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 127 - 136
133
sekitar 70-80%. Kondisi ini mengganggu pertumbuhan tanaman garut di bawah naungan, sehingga pembentukan umbinya terganggu dan kadar air umbi menjadi tinggi. Intensitas cahaya matahari yang rendah akan menekan pembentukan umbi pada tanaman. Apabila penelitian ini dilakukan pada kondisi lain diluar Bogor, mungkin hasilnya akan berbeda. Hal ini karena daun garut akan mudah layu dan kering apabila mendapat cahaya matahari langsung dengan suhu yang tinggi. Pada Tabel 6 dan Tabel 7 disajikan data produksi umbi garut sebagai hasil interaksi antara tanpa naungan dan naungan 30 % dengan jumlah buku yang digunakan sebagai bahan perbanyakan.
pertumbuhan awal yang lebih besar sehingga menghasilkan jumlah umbi yang banyak. Akan tetapi jumlah umbi yang banyak tidak menjamin bobot umbi yang lebih berat. Bobot umbi yang terberat diperoleh dari tanaman garut yang diperbanyakan dengan menggunakan 3 buku. Tanaman garut yang tumbuh dibawah naungan 30% diketahui bahwa perlakuan umbi yang berbuku 3 (B3) dan berbuku 5 (B5) memperoleh berat basah umbi tertinggi dan berbeda nyata dengan umbi yang berbuku 1 (B1). Hal ini karena potongan umbi berbuku 3 dan 5 memiliki cadangan makanan yang lebih banyak sehingga sejak awal menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tinggi. Pertumbuhan tanaman yang tinggi
Tabel 6. Interaksi antara tanpa naungan dan jumlah buku terhadap produksi umbi Perlakuan Jumlah Buku
Jumlah Umbi
Berat Basah Umbi (g)
Kadar Air Umbi (%)
1
5,67 a
183,67 b
80,34 a
3
6,00 a
460,33 a
78,76 b
5
6,67 a
435,00 a
69,13 c
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05 Jumlah umbi garut yang dihasilkan oleh semua perlakuan yang diletakan di luar naungan dengan intensitas cahaya 100% memperlihatkan jumlah umbi yang tidak berbeda nyata, walaupun ada kecenderung jumlah umbi lebih banyak dihasilkan dari perlakuan jumlah buku yang lebih banyak. Hal ini karena umbi yang panjang (jumlah bukunya banyak) memiliki cadangan makanan lebih banyak menyebabkan
akan memberikan hasil berupa produksi umbi yang tinggi pula. IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : Perbanyakan tanaman garut sebaiknya menggunakan potongan umbi yang memiliki 3 buku (B3).
Tabel 7. Interaksi antara naungan 30 % dan jumlah buku terhadap produksi umbi Perlakuan Jumlah Buku
Jumlah Umbi
Berat Basah Umbi (g)
Kadar Air Umbi (%)
1
6, 33 a
272,00 b
79,820 a
3
6,67 a
333,33 a
89,640 b
5
7,33 a
291,67 a
79,820 a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0,05. 134
Wowo, A. H dan Sukamto, A., 2011
1) Pada umur 1-7 bulan, pertumbuhan tanaman garut dalam naungan ringan (intensitas cahaya 70%), lebih tinggi dari pada pertumbuhan tanaman garut yang tumbuh pada lokasi tanpa naungan (intensitas cahaya 100%). Pada 4 bulan tanaman garut belum menunjukkan indikasi pertumbuhan umbi. 2) Pada umur 12 bulan (saat panen) produksi umbi tertinggi terdapat pada tanaman garut yang diperbanyak dengan menggunakan umbi berbuku 3 (B3), diikuti oleh tanaman garut yang diperbanyak dengan umbi yang berbuku 5 (B 5) dan produksi umbi terendah pada tanaman garut yang diperbanyak dengan umbi yang berbuku 1 (B1). 3) Tanaman garut yang ditanam dalam polybag dan diletakan di luar naungan (tanpa naungan dalam kondisi Bogor) memberikan produksi berat basah umbi lebih tinggi daripada tanaman garut yang tumbuh dalam polybag dan diletakan dibawah naungan ringan bercahaya 70 %. 4.2
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kebutuhan cahaya dengan memperhatikan beberapa aspek antara lain perlu diuji beberapa tingkat ketersediaan cahaya, tanaman ditanam langsung di tanah dan pada beberapa lokasi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Adriance, G.W. & F.R.Brison, 1955. Propagation of horticultural Plants. Second Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., New Delhi, India Anonim, 2008. Viable Herbal Solutions, Arrowroot. Http://www.viable-herbal. com/singles/herbs/s620.htm. Tanggal 15 April 2008. Erdman, M.D. and B.A. Erdman. 1984. Arrowroot (Maranta Arundinacea), Food, Feed, Fuel, and Fiber Resource. Economic Botany 38(3):332-341.
Gomez, K.A. & Gomez, A. A., 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). 698 hal. Gonzalez R, H.Y.H. Sosa and Isabel. 2006. Gel de Aloe Vera (L.) N.L.Burm.Y Harina de Sagu Como Soporte Solido de Mediod de Cultivo para Plantas Medicinales. Revista Cubana de Plantas Medicinales 11(1) Http://scielo.sld.cu/scielo. php?script=sci_abstract=S102847962006000100007&Ing. Diunduh tanggal 15 April 2 April 2008. Heyne, K., 1987. Maranta arundinacea Linn. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. pp. 608-61014. Leopold, A.C. & Kriedemann, P.E., 1975. Plant Growth and Development. Mc Graw-Hill Inc. USA. 545 pp. Lingga, P., Saewono, B., Rahardi, F., Rahardja, P.C., Afriastini, I.J., Wudianto, R., Apriadi, W,H., 1991. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya. 285 hal. Lukman, W., 2005. Potensi Penggunaan Setek Rimpang 2 Ruas Untuk Bahan Tanaman Pada Budidaya Garut. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 11(1):6-7. Maghfoer, M.D., H.Djajasukanta, G., Suryatmana da, R., Setiamihardja. 2003. Respons Pertumbuhan Tanaman Garut (Maranta Arundinacea L.) Dengan Penaungan Terhadap Pemupukan Kalium. Agrivita 25(3):211-220. Noggle, G.R. and F.G., Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. Prentice-Hall, New Jersey. 627p. Rosita, S.M.D., M. Rahardjo dan Sudiarto. 2002. Pengaruh Perlakuan Stek Rimpang terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas Garut (Maranta Arundinacea L.). Jurnal LITTRI 8(1):16. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant
Kajian Cara Perbanyakan...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 127 - 136
135
Physiology. Fourth Edition. Wadsworth Publishing Co., Belmont, California. Schmitt, J., S.A. Dudley, and M. Pigliucci. 1999. Manipulative Approaches to Testing Adaptive Plasticity: Phytochrome-Mediated ShadeAvoidance Responses in Plants. Am. Nat. 154:S43-S54. Seaforth, S. and T. Tikasingh, 2009. Maranta Arundinacea, Arrowroot (Marantaceae), Final Report, a Study for the Development of a Handbook of Selected Caribbean Herbs for Industry. Http://dio.ctafotogallery. webfactional.com/static/eng/files/2ha sh/36/3647fc5ea9750a5d5cfb55955a 3a2bd97ef52b34/010905_caibbean_ herbs_final_repor.pdf, Tanggal 5 Agustus 2009. Suhertini, P. dan Lukman, W., 2003. Teknik Pembibitan Tanaman Garut dari
136
Rimpang. Buletin Teknik Pertanian 8(1):11-14. Utomo, J.S. dan S. Antarlina. 1997. Kajian Sifat Fisika-Kimia Pati Umbi-Umbian Lain Selain Ubikayu. Prosiding Seminar Tek. Pangan. Villamayor, F.G. Jr and J. Jukema. 1996. Maranta arundinacea L. In: Flach, M. & F. Rumawas (Eds.) Plants Yielding Non-seed Carbohydrates. PROSEA, Bogor. pp. 113-116. Widaningrum, S. Widowati dan Soekarto, S.T., 2005. Pengayaan Tepung Kedelai pada Pembuatan Mie Basah dengan Bahan Baku Tepung Terigu yang Disubstitusi Tepung Garut. Jurnal Pascapanen 2(1):41-48. Wikipedia. 2008. Arrowroot. Http:// en.wikipedia.org/wiki/Maranta_ arundinacea. Tanggal 15 April 2008
Wowo, A. H dan Sukamto, A., 2011