KNPK 4 MAJALAH
Alamat Redaksi: JL. BINTARO UTAMA RAYA, SEKTOR V BINTARO JAYA, TANGERANG 15222 TELEPON (021)73883005 | FAX (021)7361660 email:
[email protected]
MAJALAH
Salam Redaksi
KNPK E d i s i IV Desember 2011
T
idak terasa sudah satu tahun Majalah KNPK berumur. Kini tiba dipenghujung tahun 2011, majalah KNPK hadir dengan edisi IV. Edisi terakhir untuk tahun 2011 ini disusun pada saat kesibukan memuncak diakhir tahun, sehingga Majalah KNPK hadir dihadapan pembaca benar-benar diujung 2011. Edisi IV tetap konsisten menyajikan informasi terkait Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan secara komprehensif. Diawali dengan lembar utama yang membahas tentang kebijakan pemerintah terkait pengelolaan asset Dekon dan TP dengan mendasarkan pada PMK 248 Tahun 2010 dan PMK 125 Tahun 2011. Permasalahan asset hasil kegiatan Dekon dan TP diharapkan dapat diatasi dengan menggunakan PMK tersebut. Lembar Kekaya an Negara menyajikan tulisan terkait dengan asset wakaf bagaimana asset yang bersumber dari wakaf ditatausahakan dengan pendekatan akuntansi. Tulisan tinjauan PMK 120 juga melengkapi lembar KN ini. Permasalahan piutang juga diangkat dengan focus Penyisihan Piutang. Masih dilembar KN, pembaca yang budinamn juga disuguhi dengan artikel terkait Era Baru PBJ serta artikel yang mengupas tentang kebijakan kuasi pada PT. Garuda Indonesia Airways. Sedangkan lembar PK memuat artikel terkait penyusunan Perda tentang PBB P2 yang santer disusun oleh Daerah dalam rangka pendaerahan PBB P2. Serta hasil liputan sosialisasi DAK 2012 yang dilakukan oleh DJPK terhadap seluruh Pemda yang menerima alokasi DAK 2012. Lembar kediklatan mengangkat tentang ice breaker, yang
sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran andragogi. Lembar Info Diklat menyajikan secara garis besar program diklat yang akan diselenggarakan oleh Pusdiklat KNPK pada tahun 2012. Dengan informasi lebih awal ini diharapkan peserta diklat sudah mulai ancang-ancang untuk mengikuti diklat yang dilaksanakan oleh Pusdiklat KNPK. Lembar Resensi Buku menghadirkan tulisan tentang Hypnoteaching, sebuah metode pembelajaran dengan menggunakan manfaat hypnosis. Lem bar foto-foto ke giatan diakhir tahun diklat Pusdiklat KNPK disajikan dengan rancak. Lembar refleksi me muat tulisan tentang catatan akhir ta hun untuk menjadi pengingat atas apa yang telah terja di pada tahun 2011 dan menyambut tahun baru 2012. Demikian sajian edisi keempat majalah KNPK yang hadir dipenghujung tahun 2011. Dengan harapan apa yang kami sajikan pada tahun 2011 dapat memberikan manfaat kepda seluruh pembaca yang budiman. Selanjutnya pada tahun 2012, majalah KNPK akan kembali hadir dihadapan pembaca tentu dengan harapan lebih baik, lebih berkualitas, lebih tepat waktu dan tentu diharapkan dapat lebih memberikan manfaat kepada semua pihak. Terakhir diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penerbitan majalah KNPK ini. Selamat Tahun Baru 2012 semoga lebih sukses dalam segala hal. Salam Majalah KNPK. Redaksi Edisi Perdana I Mei 2011
KNPK
1
dok. BPPK
Selamat Tahun Baru 2012
MAJALAH
KNPK DAFTAR ISI
E d i s i IV Desember 2011
3
LEMBAR UTAMA Pengelolaan Asset
Dekonsentrasi Tugas Pembantuan
Pemerintah terus berupaya unt uk membenahi pengelolan Ass et Dekonsentrasi dan Tugas Pemb ant uan. Salah satu tujuan dari pem benahan tersebut dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan Dana Dekonsentrasi (DK) dan Dana Tugas Pembantuan (TP).
11
LEMBAR KN Reorganisasi Pada
PT GARUDA INDONESIA AIRWAYS
Seiring berjalannya waktu, iklim bisnis penerbangan di Indonesia juga telah mengalami perkembangan. Sebagai BUMN Sektor Transportasi Udara, PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. tidak lagi menjadi satu-satunya maskapai penerbangan di Indonesia.
LEMBAR PK Ketentuan Formal dan Material dalam:
Penyusunan Peraturan Daerah PBB Sektor P2
29
Pada awal bulan Juli 2010 tatkala sedang mempelajari berbagai peraturan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah penulis mendapatkan peraturan bupati tentang dana desa serta tatacara pengelolaannya.
Lembar Kediklatan
38
46
Foto Diklat
Info Diklat
42
47
Karikatur
Resensi Buku
44
48
Lembar Refleksi
Ralat : Nama Penulis Artikel “Arah Kebijakan Dana Perimbangan” (Edisi 3). Seharusnya Taufik Cahyo Sudrajat. MAJALAH
KNPK
Menuju Pengelolaan Kekayaan Negara
Perimbangan Keuangan yang Profesional &Apa Kata Mereka
Penanggung Jawab Syamsu Syakbani Pemimpin Redaksi Tanda Setiya Wakil Pemimpin Redaksi Arif Rahmanto Redaktur Pelaksana Kusumaningtyas, Herrie Waloejo, Harada, Chatarina P. Dyah I, Zahar Angga Setiawan, Ahmad Rus’an, Arvan Carlo Djohansjah, Sumini, Oktavia Ester P, Rahmad Guntoro Penyunting/Editor Margono, Trisni Syamsu Indyaputri Desain Grafis & Fotografer Ambang Aries Yudanto, M. Jalaluddin Fuad Sekretariat Achmad Kuswardani, Wahyu Zulianto, Bambang Belani Pradana Alamat Redaksi: JL. BINTARO UTAMA RAYA, SEKTOR V, BINTARO JAYA, TANGERANG 15222 TELEPON (021)73883005 FAX (021)7361660 email:
[email protected]
Redaksi menerima artikel untuk dimuat di dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 12pt spasi 1.5 maksimal 5 halaman A4. 2 KNPK Artikel dapat dikirim ke:
[email protected] Redaksi berhak untuk mengubah isi tulisan tanpa merubah maksud substansi. Edisi Perdana I Mei 2011
Lembar UTAMA
Pengelolaan Asset Dekonsentrasi Tugas Pembantuan
(PMK 248/PMK.07/2010)
Oleh: Tanda Setya Widyaiswara Pusdiklat KNPK
Pemerintah terus berupaya unt uk membenahi pengelolan Ass et Dekonsentrasi dan Tugas Pemb an tuan. Salah satu tujuan dari pembenahan tersebut dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan Dana Dekonsentrasi (DK) dan Dana Tugas Pembantuan (TP). Langkah-langkah konkret yang ditempuh pemerintah diantaranya dengan mengeluarkan aturan terkait pengelolan asset Dekon-TP yaitu PMK Nomor 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan atas Perubahan atas PMK Nomor 156/ 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi
dan Dana Tugas Pembantuan.
A
rtikel ini akan memfokuskan pembahasan pada pengelolaan asset Dekon-TP mendasar kan pada PMK 248/PMK.07/2010 di maksud. Dengan pembahasan ini diharapkan dapat memberikan infor masi dan edukasi kepada semua pihak tentang bagaimana upaya perbaikan dalam pengelolaan asset Dekon-TP khususnya setelah berlakukna PMK 248 yaitu mulai 1 Januari 2011. Sebelum membahas lebih ja uh terkait be berapa kebijakan ter ka it pengelolaan as set Dekon-TP be r dasarkan PMK 248, ter lebih da hu lu E d i s i IV Desember 2011
KNPK
3
Lembar UTAMA perlu untuk disajikan tentang bebe rapa konsep utama terkait De kon sentrasi dan Tugas Pembantuan. Pengertian Dekonsentrasi secara regulasi tertuang baik dalam UU, PP hingga PMK serta peraturan turunan nya. Berdasarkan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, peng ertian Dekonsentrasi adalah pelim pahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.1 Selanjutnya apabila dilihat pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perim bangan Ke uangan Antara Peme rintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pengertian Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerin tah kepada gubernur sebagai wa kil Pemerintah.2 Sedangkan menurut PP Nomor 7 Tahuan 2008 tentang Pengelolaan Dekontruksi dan Tugas Pembantuan, memberikan definisi tentang Dekon sentrasi adalah pelimpahan we we nang dari Pemerintah kepada guber nur sebagai wakil Pemerintah dan/ atau kepada Instansi Vertikal di wila yah tertentu.3 Sementara itu menurut PMK No mor 248/PMK.07/2010 tentang Ten tang Perubahan atas Perubahan atas PMK Nomor 156/ 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pem bantuan, memberikan pengertian tentang Dekonsentrasi adalah pelim pahan wewenang dari Pemerintah ke pada gubernur sebagai wakil Peme rintah.4 Dari ketiga pengertian tersebut, memang tidak mendefinisikan secara persis tentang Dekonsentrasi, namun apabila ditarik kesamaanya, pengerti an Dekonsentrasi adalah pelimpahan we we nang dari pemerintah kepada gubernur selaku wakil pemerintah Tugas pembantuan menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pe merintahan Daerah pengertian Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota ke pada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.5 Tugas Pembantuan merupakan pe nugasan dari Pemerintah kepada dae rah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah ka bupaten, atau kota kepada desa un tuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksa naannya kepada yang menugaskan6, ini pengertian TP menurut UU Nomor 33 Tahun 2004. Sedangkan menurut PP Nomor 7 Tahun 2008, Tugas Pembantuan di definisikan sebagai penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau de sa, dari pemerintah provinsi ke pada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta da ri pemerintah ka bu paten, atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas ter tentu deng an kewajiban melaporkan dan mem pertanggungjawabkan pelaksanaan nya kepada yang menugaskan. Dan menurut PMK 248/PMK. 07/2010 memberikan pengertian ten tang Tugas Pembantuan adalah pe nugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelak sanaannya kepada yang menugaskan Dari beberapa definisi tersebut, walau terdapat beberapa perbedaan dalam redaksional dan lingkupnya, namun secara umum Tugas Pemban tuan dapat diberikan definisi sebagai penugasan dari pemerintahan yang lebih tinggi tingkatannya kepada tingkat pemerintahan dibawahnya dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksa naanya kepada yang menugaskan. Sebagai konsekwensi dari pelim bahan wewenang maupun penugasan kepada gubernur maupun kepada da erah, maka harus disertai dengan alo kasi pendanaanya. Alokasi pendanaan tersebut bersumber dari APBN yang ter alokasi pada masing-masing Ke men terian/Lembaga. Sesuai kaidah, bah wa apabila pembelanjaan atas
dana APBN yang menghasilkan asset ma ka asset tersebut menjadi asset pe merintah (Barang Milik Negara/ BMN). Alokasi dana pada Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dalam ke nyataanya dapat menghasilkan asset yang terkategori memenuhi syarat untuk dicatat sebagai BMN. Semua ba rang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan dana dekonsentrasi merupakan barang milik negara. Karena asset Dekon-TP me ru pakan BMN maka mekanisme pena tausahaanya/pengelolaanya harus mendasarkan pada mekanisme BMN. Sementara itu yang melakukan ope ra sional adalah SKPD selaku Kuasa Pengguna Barang dan berada di dae rah-daerah. Kondisi ini menjadi tidak semudah yang diharapkan sehingga berdampak pada banyaknya per masalahan terkait dengan penge lo laan asset Dekon-TP. Melihat kondisi tersebut pe me rintah telah berupaya untuk men ca rikan jalan keluar, bagaimana as set dari hasil kegiatan Dekon-TP ini dapat dikelola dengan baik dan peng gunaanya lebih optimal. Salah satunya adalah dengan lahirnya PMK 248/PMK.07/2010 yang akan dibahas lebih detail dalam artikel ini. Aset Hasil Kegiatan Dekonsentrasi Pendanaan dalam rangka De kon sentrasi sebagian besar me mang dialokasikan untuk kegiatan ber sifat non-fisik, yaitu kegiatan yan g menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. Ke gi atan-kegiatan ini diantaranya beru pa sinkronisasi dan koordinasi peren ca naan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, pe ne litian dan survey, pembinaan dan pe ngawasan, serta pengendalian. Sesuai dengan peruntukannya maka kegi atan-kegiatan tersebut alokasi pendanaanya dengan menggunakan akun Belanja Barang (52). Namun dalam rangka mendukung pe laksanaan kegiatan Dekonsentrasi tersebut, maka sebagian kecil Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan se bagai dana penunjang untuk pelak
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah3 3. PP 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
4.
PMK 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan atas Perubahan atas PMK Nomor 156/ 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. 5. UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
6.
1. 2.
4
KNPK
E d i s i IV Desember 2011
PP 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
sanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan ba rang/jasa dan penunjang lainnya. Untuk pendanaan kegiatan penunjang ini dalam pengelokasiannya menggu nakan akun Balanja Barang Penunjang Ke giatan Dekonsentrasi (521311). Akun ini memang dikhususkan untuk kegiatan Dekonsentrasi. Ruh dari kegiatan Dekon, adalah untuk kegiatan non fisik, walau masih dimungkinkan adanya pengadaan barang/jasa sebagai penunjang yang me mungkinkan barang tersebut merupan BMN. Untuk itu asset ter sebut dicatat sebagai persediaan (eks Dekonsentrasi). BMN tersebut ha rus ditatausahakan dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara. Barang persediaan hasil kegiatan Dekon tersebut delanjutnya di se rahkan oleh Pengguna Barang kepa da Pemerintahan Daerah c.q SKPD pelaksana tugas Dekonsentrasi deng an Berita Acara Serah Terima selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi pengadaan ba rang. Berdasarkan Berita Acara Se rah Terima, SKPD penerima wajib mena tausahakan dan melaporkan pada ne raca Pemerintahan Daerah. Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Ke uangan selaku Pengelola Barang c.q Direktorat Jenderal Kekayaan Ne gara dengan melampirkan Berita Aca ra Serah Terima Dalam hal Kementerian/Lem ba ga tidak menyerahkan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak penga daan atau SKPD tidak bersedia me nerima BMN yang diserahkan terse but, maka BMN yang dimaksud direklasifikasi menjadi aset tetap pada Kementerian/Lembaga yang me lim pahkan kewenangan (dekonsentrasi) tersebut. Kembali ditegaskan disini bah wa kegiatan dekonsentrasi pada intinya adalah untuk kegiatan non fisik. Apabila ada kegiatan dekon yang menghasilkan aset (tetap/BMN) maka diamanahkan oleh PMK ini sebisa mungkin untuk dise rah kan kepada daerah (SKPD). Namun apabila ada sesuatu dan lain hal yang mengakibatkan tidak terlak sanakannya penyerahan tersebut maka
akan kembali menjadi BMN pada K/L. Untuk menghindari hal tersebut maka sejak awal harus ada komitmen yang jelas dan tegas antara Pengguna Barang dan SKPD tentang kesediaan menyerahkan dan menerima aset. Ka rena apabila SKPD menolak menerima penyerahan barang hasil dekon yang te lah disepakati sebelumnya dapat ber ujung pada sanksi berupa tidak adanya alokasi dekon untuk tahun beri kutnya. Harapan dari diberlakukannnya PMK 248 Tahun 2010 ini adalah Bagan II
rintah daerah. Pengadaan aset yang menambah nilai aset pemerintah dalam pengalo kasian dananya meng guna kan akun Be lanja Modal (53) sesuai dengan per untukannya. Sedangkan untuk kegiatan fisik lainnya menggunakan akun Belanja Barang fisik lainnya un tuk Tugas Pembantuan (521411). Disamping itu diperkenankan juga alo kasi dana TP digunakan untuk dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau penga da an input berupa pengadaan ba
pengelolaan aset hasil kegiatan De kon dapat lebih dioptimalkan dan permasalahan-permasalahan penge lolaan aset dekonsentrasi dapat dihi langkan. Aset Hasil Kegiatan Tugas Pembantuan Pendanaan dalam rangka Tugas Pem bantuan dialokasikan untuk kegiatan bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah nilai aset pemerintah. Ke giatan ini misalnya pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset pemerintah. Kegiatan fisik lainnya yang dimak sud misalnya untuk pengadaan ba rang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pu puk yang akan diserahkan kepada peme
rang/jasa dan penunjang lainnya. Da na penunjang yang menghasilkan aset tetap menggunakan akun Belanja Ba rang Penunjang Kegiatan Tugas Pem ban tuan dengan kode akun 521321. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam pe nentuan alokasi dana penun jang harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi, serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing Kementerian/ Lembaga. Semua barang yang diperoleh dari dana TP merupakan BMN. Kegia tankegiatan yang didanai deng an dana Tugas Pembantuan (TP) sebagian besar menghasilkan aset (kegiatan fisik). Barang yang diha sil kan dari kegiatan TP selain yang ber asal dari kegiatan fisik maka dica tat sebagai BMN (aset tetap). Sedang kan BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik
Mekanisme Hibah Aset Tetap Aset TP
E d i s i IV Desember 2011
KNPK
5
Lembar UTAMA lainnya dan yang ber asal dari dana penunjang dicatat sebagai persediaan. BMN tersebut ha rus ditatausahakan dalam Sistem Infor masi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara oleh SKPD pelaksana Tugas Pembantuan. Aset Tetap yang dihasilkan dari ke giatan TP dapat dihibahkan oleh Pengguna Barang (K/L) kepada Peme rintah Daerah (SKPD). Hal ini da pat terjadi sepanjang memang dari K/L selaku Pengguna Barang ber kenan untuk menyerahkan aset ter se but. Demikian juga pihak Pemda (SKPD) mau menerima penghibahan aset tersebut. Kesapakatan ini di tu angkan dalam Surat Pernyataan Ke sediaan Menghibahkan dan Pemerintah Daerah menyatakan kesediaannya untuk menerima aset te tap dimaksud yang dituangkan da lam Surat Pernyataan Kesediaan Menerima Hibah. Surat Pernyataan Kesediaan dari kedua belah pihak ini harus di ter bitkan sebelum disampaikannya su rat Keputusan Menteri K/L tentang pe nugasan atas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah. Yang perlu diperhatikan bahwa proses pelaksanaan hibah tetap perpedoman pada ketentuan hi bah BMN sebagaimana diatur da lam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan BMN (PMK Nomor 96/PMK.06/2007). Permohonan persetujuan hibah atas aset TP yang pengadaanya mulai Tahun Anggaran 2011, ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara harus diajukan oleh menteri/pimpinan Lembaga selambatlambatnya 6 (enam) bu lan setelah realisasi pengadaan barang. Pengguna barang melaporkan pe lak sanaan Hibah kepada Menteri Ke uang an selaku Pengelola Barang c.q Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Di rektorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Direktorat Jenderal Anggaran dengan melampirkan Berita Acara Serah Terima. Berdasarkan Berita Acara Serah Te rima, SKPD penerima wajib men ta tausahakan dan melaporkan pada neraca Pemerintahan Daerah. Sedangkan Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan c.q DJKN dengan melampirkan BAST.
6
KNPK
E d i s i IV Desember 2011
“
Harapan dari diberlakukannnya PMK 248 Tahun 2010 ini adalah penge lolaan aset hasil kegiatan Dekon dapat lebih di optimalkan..
“
Dalam hal Kementerian/Lembaga tidak melaksanakan ketentuan dimak sud maka Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan aset tetap dalam rangka Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya. Demikian juga apabila SKPD tidak bersedia menerima BMN yang telah disepakati hibahnya diawal, maka mendapatkan sanksi untuk tidak mendapatkan alokasi dana TP untuk tahun berikutnya. Ketentuan ini mengindikasikan bahwa dituntut kesungguhan bagi pihak-pihak yang memang terkait dengan hibah aset TP. Selanjutnya aset yang tidak jadi dihibahkan maka dilakukan direklasifikasi menjadi aset tetap pada Kementerian/Lembaga. Sedangkan perlakuan untuk asset fisik lainnya hasil kegiatan TP, diserahkan oleh K/L kepada SKPD selambat-lambatnya 6 bulan sejak realisasi pengadaan barang tersebut. Apabila SKPD telah menerima BAST atas asset tersebut maka wajib menatausahakan dan melaporkannya dalan neraca Pemda. Bagi K/L yang telah melaksanakan BAST maka melaporkan ke DJKN dengan melampirkan BAST. Apabila dalam rentang waktu 6 bulan K/L tidak menyerahkan asset fisik lainnya hasil kegiatan TP, maka BMN
tersebut direklasifikasi dari belanja barang fisik lainnya hasil TP menjadi asset tetap pada K/L. Demikian juga perlakuannya apabila SKPD tidak bersedia menerima penyerahan asset tersebut. Bagan III Mekanisme Penyerahan Barang BAST Hasil Kegiatan Tugas Pembantuan Selanjutnya terdapat ketentuan yang perlu mendapat perhatian bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan kegiatan Dekon-TP yaitu mengenai sanksi. Ketentuan tersubut berbunyi bahwa Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud: 1. Tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah ditetapkan; 2. Tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada tahun anggaran sebelumnya; 3. Melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan atau aparat pemeriksa fungsional lainnya; dan/atau 4. Tidak bersedia menerima hibah terhadap BMN yang disetujui untuk diterima. Yang menjadi permasalahan adalah selanjutnya siapa yang melaksanakan pekerjaan Dekon/TP tersebut yang nota bene merupakan kewenangan dan tugas pemerintah, apabila SKPD penerima yang sebelumnya tidak diperkenankan lagi menerima dana Dekon/TP. Dari kebijakan-kebijakan yang terus dikeluarkan oleh Pemerintah terkait pengelolaan aset Dekon-TP menunjukkan bahwa Pemerintah memang berupaya untuk membebahi pengelolaan aset Dekon-TP. Masih banyaknya permasalah pengelolaan aset Dekon-TP saat ini diharapkan dapat segera terselesaikan dengan lahirnya PMK 248/PMK.06/2010 maupun PMK 125/PMK.06/2011.n
Oleh: Rahmad Guntoro Widyaiswara Pusdiklat KNPK
SOLUSI ATAS BMN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DANA DEKONSENTRASI SOLUSI ATAS BMN
(Tinjauan berdasarkan PMK 125/PMK.06/2011)
Barang Milik Negara yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Dekon dan TP) menyisakan sejumlah persoalan, hampir disetiap fase yang dilalui akan kita temui permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Dari fase perencanaan, pengadaan, sampai ke pemindahtanganan memerlukan sumbang pemikiran kita.
C
oba kita bayangkan bahwa BMN yang berasal dari Dekon dan TP yang belum ada proses pemindahtanganan berarti masih menjadi pengelolaan Kementerian/Lembaga yang memiliki anggaran Dekon dan TP namun secara riil hampir semua BMN yang berasal dari Dekon dan TP yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) belum
dilakukan pemindahtanganan. Apa artinya? Bahwa aset yang dibawah pengelolaan SKPD tersebut pada hakikatnya masih berbentuk BMN dan anggaran pengelolaannya pun menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun dalam kesehariannya BMN tersebut banyak yang diperlakukan sebagai Barang Milik Daerah (BMD). Disini ada sesuatu yang perlu kita pikirkan bersama yaitu
bagaimana mengatasinya? Dalam tulisan ini kami mencoba memaparkan bagaimana sebaiknya yang dilakukan khusus untuk BMN yang berasal dari Dana Dekon dan TP yang diperoleh sebelum tahun 2011. Sebelum membicarakan BMN yang berasal dari Dana Dekon dan TP ada baiknya kita mencermati dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan BMN. BMN
E d i s i IV Desember 2011
KNPK
7
Lembar UTAMA adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah . Kalimat “yang diperoleh atas beban APBN” ini salah satunya adalah yang berasal dari Dana Dekon dan TP. Baik, untuk lebih lanjut kita akan mencermati apa yang dimaksud dengan Dana Dekon dan TP. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang ber asal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan penge luaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Sedangkan Dana Tugas Pemban tuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pe ngeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Sebelumnya kita membicarakan me ngenai “dana” Dekon dan TP, untuk mem perlancar uraian, kita perlu mengetahui apa itu Dekonsentrasi dan apa itu Tugas Pembantuan. Dekonsentrasi adalah pelim pahan wewenang dari Pemerintah kepada Gu bernur sebagai wakil pemerintah se dangkan Tugas Pembantuan adalah pe nugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain deng an kewajiban melaporkan dan memper tanggungjawabkan pelaksanaannya kepa da yang menugaskan. Dari uraian diatas sangat jelas bahwa aset yang berasal dari Dana Dekon dan TP adalah BMN yang sepanjang belum ada pe mindahtanganan maka aset tersebut harus diperlakukan sebagai BMN dengan ter masuk konsekuensi pembiayaannya da lam fase pemeliharaan maupun fase lain yang memungkinkan munculnya be ban, dan beban tersebut secara yuridis ada lah beban APBN walaupun secara teknis dilapangan beban tersebut dapat diselesaikan dengan banyak cara tetapi perlakuan tersebut bisa terkategori inkon stitusional. Sekarang kita akan membicarakan ba gaimana yang penyelesaian dari kondisi diatas, kita tidak lagi membicarakan me ngapa hal ini terjadi namun kita mem bicarakan bagaimana hal ini kita selesai kan. Untuk marilah kita uraikan proses penyelesaiannya dengan uraian berdasar kan urutan fase aset. I. Fase Penggunaan
8
KNPK
E d i s i IV Desember 2011
Dalam fase penggunaan, Status Penggunaan BMN DK/TP ditetapkan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang. BMN DK/TP yang ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang, meliputi: - tanah dan/atau bangunan ; - selain tanah dan/atau bangunan, yang memiliki, bukti kepemilikan; - selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan di atas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan.
“
harus diperhatikan dalam mekanisme pengelolaan ini ada beberapa hal yaitu kebutuhan dari Kementerian Negara / Lembaga, fungsi, kondisi dan keberadaan BMN DK/TP bersangkutan. Dalam rangka pemindahtanganan BMN Dana Dekon dan TP dilakukan melalui hibah dan penjualan. Untuk hibah, dilakukan kepada Pemerintah Daerah terhadap BMN Dekon dan TP yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga namun digunakan untuk penyelenggaraan
Dalam rangka pemindahtanganan BMN Dana Dekon dan TP dilakukan melalui hibah dan penjualan. Untuk hibah, dilakukan kepada Pemerintah Daerah terhadap BMN Dekon dan TP yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/ Lembaga
BMN DK/TP selain dari sebagaimana ditetapkan status penggunaannya oleh Pengguna Barang. Penetapan status Penggunaan BMN DK/TP tersebut dilakukan atas BMN Dekon dan TP yang sedang digunakan atau direncanakan untuk digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/ Lembaga. Penetapan status penggunaan BMN Dekon dan TP tersebut tidak perlu dilakukan atas BMN DK/TP yang direncanakan untuk dilakukan Pemindahtanganan sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 atau yang telah diserahkan kepada pihak ketiga II. Fase Pemindahtanganan, Pemusnahan dan Penghapusan BMN Dekon dan TP yang tidak digunakan oleh Kementerian Negara/ Lembaga, dilakukan pengelolaan melalui mekanisme pemindahtanganan, pemusnahan dan penghapusan. Yang
“
pemerintahan daerah dan keberadaan fisiknya jelas (ada) serta dalam kondisi baik/layak untuk digunakan.
Prosedur hibah Hibah dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. Dalam hal usulan hibah BMN berupa tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau bangunan memiliki nilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), maka persetujuan Hibah diberikan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Presiden. Usulan hibah BMN DK/TP berupa tanah dan/atau bangunan dari Pengguna Barang kepada Pengelola Barang, harus disertai dengan data pendukung berupa: - Rincian barang yang akan dihibahkan, termasuk bukti kepemilikan, tahun perolehan, luas, nilai buku, kondisi dan lokasi; - Surat pernyataan tanggung jawab
penuh mutlak tak bersyarat dari Pengguna Barang atas kebenaran materiil mengenai BMN DK/TP; - Data calon penerima Hibah; - Surat pernyataan kesediaan menghibahkan BMN DK/TP dari Pengguna Barang; dan - Surat pernyataan kesediaan menerima Hibah BMN DK/TP dari Pemerintah Daerah dan/atau berita acara serah
peruntukan barang; - Surat pernyataan tanggung jawab penuh mutlak tak bersyarat dari Pengguna Barang atas kebenaran materiil mengenai BMN DK/TP; - Data calon penerima hibah; - Surat pernyataan kesediaan menghibahkan BMN DK/TP dari Pengguna Barang; dan - Surat pernyataan kesediaan menerima
Penjualan BMN Dekon dan TP Proses penjualan dilakukan melalui lelang, penjualan BMN Dekon dan TP dilakukan hanya terhadap BMN yang memenuhi syarat: - Berada dalam kondisi rusak berat tetapi secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual; dan - Tidak digunakan untuk pelaksanaan
terima, dalam hal BMN DK/TP sudah diserahoperasikan kepada Pemerintah Daerah.
hibah BMN DK/TP dari Pemerintah Daerah dan/atau berita acara serah terima barang, dalam hal BMN DK/ TP sudah diserahoperasikan kepada Pemerintah Daerah. Apabila usulan Hibah BMN DK/TP disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Hibah yang menjadi dasar bagi Pengguna Barang untuk melakukan serah terima barang dengan penerima Hibah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat persetujuan Hibah diterbitkan, dan dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Apabila usulan hibah BMN DK/ TP tidak disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasannya.
tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dan Kementerian Negara/Lembaga.
Apabila bukti kepemilikan tersebut tidak ada, maka dapat digantikan dengan bukti lainnya seperti dokumen kontrak, akte/perjanjian jual beli, dan dokumen setara lainnya yang dapatdipersamakan dengan itu. Usulan hibah BMN DK/TP berupa selain tanah dan/atau bangunan dari Pengguna Barang kepada Pengelola Barang, harus disertai dengan data pendukung berupa: - Rincian barang yang akan dihibahkan termasuk tahun perolehan, identititas/ spesifikasi, nilai buku, lokasi,
Penghapusan Penghapusan BMN Dekon dan TP dilakukan berdasarkan keputusan Penghapusan BMN yang diterbitkan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang atau Pengelola Barang yang meliputi: - Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Penguna pada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang; - Penghapusan BMN dari Daftar BMN pada Pengelola Barang. - Penghapusan BMN Dekon dan TP dilakukan setelah terlebih dahulu
E d i s i IV Desember 2011
KNPK
9
Lembar UTAMA mendapat persetujuan Pengelola Barang yang merupakan tindak lanjut dari: - Pemindahtanganan; atau - Sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, atau terkena dampak dari terjadinya force majeure, kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/ tidak produktif untuk tanaman/hewan/ ternak. Permohonan persetujuan peng ha pusan diajukan Pengguna Barang kepada Pengelola Barang disertai dengan kelengkapan: - surat pernyataan tanggung jawab dari Pengguna Barang atas kebenaran materiil jumlah dan jenis barang, dan penyebab Penghapusan tersebut; - identitas dan kondisi barang; - tempat/lokasi barang; dan - nilai buku barang bersangkutan. Apabila usulan Penghapusan BMN Dekon dan TP disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Penghapusan maka Pengguna Barang me netapkan keputusan Penghapusan paling lambat 2 (dua) bulan sejak tang gal surat persetujuan Penghapusan di terbitkan. Keputusan Penghapusan bagi Peng guna Barang untuk melakukan Penghapusan barang dari Daftar Barang. Pengguna Barang wajib menyampaikan lapo ran pelaksanaan Penghapusan kepada Pengelola Barang paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal penerbitan kepu tusan tersebut, dengan dilampiri keputusan Penghapusan barang dari Daftar Barang Pengguna. Persetujuan Pengelola Barang atas usulan Penghapusan tidak menghapus kewajiban hukum Pengguna Barang, Ku asa Pengguna Barang, pihak pengurus barang dan/atau penanggung jawab BMN Dekon dan TP tersebut terhadap pelang g aran hukum yang telah dilakukan atas BMN Dekon dan TP bersangkutan. Dalam hal di kemudian hari ditemukan dan terbukti adanya unsur kesengajaan atau kelalaian yang mengakibatkan hilangnya BMN Dekon dan TP, maka para pihak yang menyebabkan, melakukan, dan/ atau turut serta melakukan per b u
10 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
atan tersebut dikenakan sanksi ses ua i ketentuan peraturan perundang-un danga n. Apabila usulan Penghapusan BMN Dekon dan TP tidak disetujui, Penge l ola Barang menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasannya. Nilai BMN Dekon dan TP yang diha puskan sebesar nilai yang tercantum da l am Daftar Barang Pengguna/Daf tar Barang Kuasa Pengguna dan/atau Laporan Barang Pengguna/Lap oran Barang Kuasa Pengguna dan/atau Daftar BMN dan/atau Laporan BMN.
“
Peng g una/Laporan Barang Kuasa Pengg un a. Suatu hal yang penting untuk kita perhatikan adalah pencatatan meru pakan prasyarat dalam Pemin d ah tanganan BMN Dekon dan TP. Penc at a tan dilakukan terhadap kegiatan yang ber kaitan dengan pengelolaan BMN me l iputi pengadaan dan penetapan stat us Penggunaan, Pemindahtanganan, pemusnahan, dan Penghapusan. BMN Dekon dan TP yang sedang di gunakan atau direncanakan untuk diguna
Dalam rangka pemindahtanganan BMN Dana Dekon dan TP dilakukan melalui hibah dan penjualan. Untuk hibah, dilakukan kepada Pemerintah Daerah terhadap BMN Dekon dan TP yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/ Lembaga
Kebenaran materiil atas usulan Peng hapusan menjadi tanggung jawab Pengg un a Barang. III. Fase Penatausahaan BMN Dekon dan TP Penatausahaan BMN Dekon dan TP meliputi kegiatan pembukuan, inven t a ris asi, dan pelaporan. Penatausahaan di l akukan oleh Pengelola Barang, Pengg un a Barang dan Kuasa Pengguna Barang. Pengelola Barang melakukan pem bukuan berupa pendaftaran dan pen ca t a t an BMN Dekon dan TP dalam Daftar BMN dan/atau Laporan BMN. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan pembukuan berupa pend aftaran dan pencatatan BMN De kon dan TP dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Peng g una dan/atau Laporan Barang
“
kan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga dicatat se bagai Aset Tetap atau Persediaan, sesuai dengan substansinya. BMN Dekon dan TP yang belum mendapat persetujuan Pe min dahtanganan dari Pengelola Barang tetapi telah diserahkan kepada pihak ke tiga, dicatat sebagai Aset Lainnya. Peng guna Barang wajib mencatat setiap peru bahan data terkait dengan BMN Dekon dan TP dan melaporkannya kepada Penge lola Barang sebagai mutasi dan dilapor kan pada periode pelaporan terkait. Peng guna Barang menyusun laporan semes teran dan tahunan BMN Dekon dan TP sebagai bagian dari pelaporan BMN sesuai ketentuan peraturan per undangundangan di bidang Penatausa haan BMN. Pelaporan BMN dekon dan TP wajib disampaikan kepada Men te ri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara secara periodik.n
E d i s i IV Desember 2011
KNPK 10
Lembar KN Oleh:John Ardi Alimin Widyaiswara Pusdiklat KNPK
Penyelenggaraan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah secara efektif, efisien, akuntabel, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak merupakan dambaan pemerintah dan semua pihak yang terkait. Hal ini mendorong pemerintah khususnya Kementerian Keuangan sebagai pionir untuk menyelenggarakan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik berbasis internet melalui electronic procurement (e-procurement). Dengan semangat ini, pada tahun 2008 yang lalu berdirilah Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Keuangan (LPSE Kemenkeu).
L
PSE Kemenkeu merupakan unit kerja yang dibentuk untuk melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau panitia pengadaan yang melaksanakan pengadaan se ca ra elektronik di lingkungan Ke men keu. Dasar hukum unit layanan ini, yaitu: a. Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; b. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2008, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.01/2008 tentang Per u bahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/ PMK.01/2008 tentang Pengadaan Barang/Jasa secara Elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan; d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.01/2008 ten tang Layanan Pengadaan se ca ra Elektronik Kementerian Keuangan.
Era Baru
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 di atas, bahwa pangadaan barang/jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2011 tetap dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007. Dengan latar belakang inilah penulis merasa tertarik untuk menuangkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan barang/jasa pemerintah sesuai ketentuan Peraturan
PJB E d i s i IV Desember 2011
KNPK
11
Presiden Nomor 54 tahun 2010 yang merupakan era baru pengadaan barang/jasa. Dengan adanya peraturan ini, seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah diwajibkan memiliki website untuk mengumumkan rencana pengadaan yang terhubung dengan website pengadaan nasional. Selanjutnya, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 ini, seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah diseluruh Indonesia wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara e-procurement pada tahun 2012, sedangkan mulai tahun 2011 ini setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib membentuk LPSE. Instansi pemerintah pusat dan daerah dalam mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan melalui surat kabar nasional, namun setelah tanggal 10 Juli 2011 pengadaan barang/jasa diumumkan pada website Kementerian/ Lembaga masing-masing, papan pengumuman resmi, dan diumumkan juga di portal pengadaan nasional melalui LPSE. Hal yang paling mendasar dari kebijakan baru dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 bila dibandingkan dengan Keputusan Presiden sebelumnya yaitu dari sisi penggunaan teknologi informasi dengan pelaksanaan e-procurement. Metode pengadaan barang/jasa secara elektronik ini menggunakan Sistem Pengadaan Secara Eletronik (SPSE) yang merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) untuk kemudian digunakan oleh LPSE di instansi pemerintah seluruh Indonesia. Sebelum lebih jauh penjelasan mengenai manfaat kebijakan pengadaan barang/jasa secara e-procurement, terlebih dahulu penulis uraikan beberapa perbedaan mendasar antara kebijakan lama berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 dan kebijakan baru sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dalam tabel/matrik berikut ini, antara lain : Matriks dalam tabel di atas merupakan beberapa rangkuman
12 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
perbedaan yang sangat mendasar, disamping tentunya masih terdapat perbedaan lain yang bersifat lebih teknis, yang kurang bijak bila penulis uraikan disini. Gambar di atas sebagai ilustrasi bahwa mungkin tidak akan terjadi lagi bila pengadaan barang/jasa dilakukan secara e-procurement… Selanjutnya, beralih pada sisi lain tentang kegunaan, dapat penulis ungkapkan simpulan sederhana bahwa kebijakan pengadaan barang/ jasa secara e-procurement sangat besar manfaatnya baik dari sisi instansi yang mengadakan barang/ jasa maupun dari perusahaan yang mengikuti pelaksanaan pengadaan barang/jasa, antara lain :
“
1. Manfaat bagi instansi yang mengadakan barang/jasa : TEMA
a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah; l Proses pengadaan secara manual biasanya membutuhkan banyak kertas yang harus dicetak. Sebelum pengadaan barang/jasa secara e-procurement, panitia pengadaan harus menyiapkan seluruh proses pengadaan dari mulai perencanaan sampai dengan penunjukan pemenang secara manual termasuk harus mencatak dokumen pengadaan yang jumlahnya tidak sedikit. Sebagai contoh untuk tingkat Kantor Pusat
KEPPRES 80/2003
PERPRES 54/2010
Media Pengumumam
Surat Kabar Lokal dan/atau Surat kabar nasional
Website LPSE Papan pengumuman resmi
Organisasi
Belum dikelompokkan secara jelas
Sudah diatur dengan jelas, yang terdiri dari : PA/KPA PPK ULP/Pejabat Pengadaan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Tugas dan kewenangan PA/KPA
Tidak diatur
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Mengumumkan rencana pengadaan 2. Menetapkan panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Pembentukan ULP
Tidak diatur
Berdasarkan Keputusan Menteri / Pimpinan Lembaga / Kepala Daerah / Pimpinan Institusi
Tugas dan Fungsi Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Tidak diatur
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Memeriksa Hasil Pekerjaan 2. Menerima Hasil Pekerjaan 3. Membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima
Biaya Pelaksanaan Pengadaan
Belum diatur dengan jelas
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Honorarium personil organisasi pengadaan 2. Biaya pengumuman, termasuk pengumuman ulang; 3. Biaya penggandaan dokumen pengadaan 4. Biaya lain untuk pelaksanaan pengadaan
Sayembara/Kontes
pada tahap mana biaya
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Merupakan proses dan hasil dari gagasan, kreatifitas, inovasi, dan metode pelaksanaan tertentu; dan tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. 2. Sayembara : memperlombakan gagasan, ide, dll 3. Kontes: memperlombakan sesuatu yang sudah ada. 4. Persyaratan penyedia lebih sederhana 5. Evaluasi oleh tim juri/tim ahli
Nilai Paket pekerjaan untuk usaha kecil
tersebut disiapkan
Sampai dengan nilai 2,5 M
E-Procurement
Tidak diatur
Diwajibkan mulai tahun 2012, dimulai tahun 2011
Sistem E-Procurement
Sampai dengan nilai 1 M
Telah diatur dan dikembangkan oleh LKPP
Konsep Ramah Lingkungan
Tidak diatur
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Pengadaan yang ramah lingkungan adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan barang/jasa sehingga keseluruhan tahapan proses pengadaan memberikan manfaat tidak hanya untuk instansi pemerintah/daerah, tapi juga untuk masyarakat dan perekonomian dengan meminimalkan dampak kerusakan lingkungan. 2. Konsep pengadaan yang ramah lingkungan dapat diterjemahkan dalam dokumen Pemilihan berupa persyaratan yang mengarah kepada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup
Pengadaan khusus untuk TNI dan Polri serta pengadaan di Luar Negeri
Tidak diatur
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Pengadaan Alutsista TNI ditetapkan oleh Menhan dan almatsus Polri ditetapkan oleh Kapolri; 2. Pengadaan alutsista dan almatsus dilakukan oleh industri DN; 3. Jika pengadaan dari LN maka pengadaannya langsung dari pabrikan LN yang terpercaya; 4. Tata cara masing-masing pengadaan diatur oleh Menhan, dan Kapolri (berpedoman pada tata nilai Perpres) 5. Tatacara pengadaan di Luar Negeri untuk kebutuhan perwakilan RI di LN dapat diatur lebih lanjut oleh Menteri Luar Negeri
Daftar Hitam
Tidak diatur
Sudah diatur dengan jelas, yaitu : 1. Daftar Hitam Nasional dalam Website pengadaan nasional 2. Akan diatur dalam Peraturan LKPP
Lembar KN BPPK/DJKN saja sekitar 50 s.d 60 lembar dalam 1 dokumen pengadaan dan harus dicopy sebanyak peserta yang mengikuti proses pengadaan, biasanya sebanyak 30 s.d
40 peserta (tergantung pengadaannya). Dari contoh ini saja kertas yang dibutuhkan untuk mencetak dokumen ratarata 1.925 (55 lembar x 25 peserta), ini baru satu kali pengadaan, bagaimana jika dalam 1 tahun..?! bagaimana jika seluruh unit Eselon I di lingkungan Kemenkeu..?! dan bagaimana juga bila seluruh instansi pemerintah pusat/daerah..?! tentunya sangat banyak kertas yang dibutuhkan untuk proses pengadaan secara manual. Dengan pengadaan barang/jasa secara e-procurement maka proses dilakukan tanpa
tertulis (paperless), yang artinya penghematan ATK secara signifikan. l Penggunaan waktu, dan biaya untuk pengumuman yang diumumkan di media
nasional dalam proses pengadaan secara manual juga merupakan hal yang tidak efektif/efisien. Dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara e-procurement maka waktu yang dibutuhkan oleh panitia pengadaan menjadi lebih efektif. Panitia pengadaan melaksanakan keseluruhan proses pengadaan hanya di depan PC-nya yang terhubung dengan jaringan internet, dari awal perencanaan sampai dengan penunjukan pemenang lelang, bahkan ketika penjelasan maupun pertanyaan dari para peserta dalam aanwijzing pun dilakukan dengan tanpa tatap
muka. Begitu juga dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengumuman lelang di media nasional bila masih menggunakan pengadaan barang/jasa secara manual, tentunya sangat membebani keuangan Negara. Mulai tanggal 11 Juli 2011 sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, maka pengadaan barang/jasa hanya diumumkan pada website Kementerian/ Lembaga masing-masing, papan pengumuman resmi, dan diumumkan juga di portal pengadaan nasional melalui LPSE. Mengulang pertanyaan sederhana di atas, bila pengumuman pengadaan barang/jasa ini tidak lagi diumumkan melalui media nasional, maka berapa juta biaya yang bisa dihemat untuk 1 kali pengumuman..?! dalam 1 tahun..?! dan bila dilakukan seluruh instansi pemerintah pusat/daerah..?! mungkin bukan jutaan atau milyaran lagi yang bisa dihemat, tapi bisa tembus sampai dengan triliunan dalam 1 tahun anggaran. Sekali lagi ini tentunya sangat menghemat keuangan Negara secara nasional. b. Meningkatkan transparansi dan keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah; Proses pengadaan secara manual dimana panitia pengadaan dapat bertemu secara langsung dengan para peserta lelang, sangat memungkinkan terjadinya kolusi dan korupsi diantara kedua belah pihak. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi yang tengah digembar-gemborkan pemerintah, lebih-lebih di lingkungan Kemenkeu, juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi di era keterbukaan sesuai dengan UndangE d i s i IV Desember 2011
KNPK 13
Lembar KN undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Apalagi saat ini di era globalisasi dunia dan perkembangan informasi dan telnologi yang makin pesat, kita tidak bisa lepas dari komputer dan internet, bahkan merupakan hal yang biasa digunakan dari pusat sampai dengan daerah di seluruh Indonesia. Dengan pengadaan barang/jasa secara e-procurement, maka proses pengadaan barang/jasa menjadi lebih transparan dan terbuka, tanpa tatap muka dan siapapun dapat melihat pengumuman pengadaannya. 2. Manfaat bagi perusahaan yang mengikuti pelaksanaan pengadaan barang/jasa: Meningkatkan persaingan yang se hat dalam rangka menye dia kan pelayanan publik dan pe nye leng garaan pemerintah. l Pengadaan barang/jasa sebelum keluarnya Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tidak mengatur sayembara/kontes, sedangkan era kebijakan baru ini mulai diatur secara jelas, biasanya untuk pengadaan barang/jasa hasil kreatifitas, riset, dan piranti lunak (software) pada aplikasi komputer. Dengan demikian akan tercipta persaingan yang sehat antar para peserta yang mengikuti sayembara/kontes. l Sebelum keluarnya Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, penggunaan barang/ jasa produksi dalam negeri tidak diatur secara tegas, sedangkan setelah era kebijakan pengadaan barang/jasa yang baru, penggunaan barang/ jasa produksi dalam negeri mulai diatur dengan jelas, sehingga mencipakan persaingan yang sehat kepada para peserta lelang dalam negeri. l Hal lain di era kebijakan penga daan barang/jasa yang baru ini, terutama untuk peran ser ta usaha kecil, nilai paket pe ker jaannya ditingkatkan sam
14 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
pai dengan Rp.2,5M (dari se belumnya hanya Rp.1M), se hingga hal ini mendorong sema ngat usaha kecil untuk mengikuti pengadaan barang/jasa dengan nilai yang lebih besar, yang tentunya dapat meningkatkan persaingan antar peserta. Dari beberapa manfaat besar di atas, dapat penulis simpulkan bahwa era baru pengadaan barang/jasa ini akan mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya korupsi da lam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah karena sudah jelas sifatnya lebih transparan, terbuka dan akuntabel. Selain mewujudkan prinsip keadilan dengan membuka persaingan yang sehat antar peserta lelang, juga yang lebih penting lagi adalah efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan tercapainya penghematan keuangan Negara secara signifikan. Dari uraian tersebut di atas, kurang adil bila penulis tidak menyampaikan permasalahan yang dihadapi oleh semua pihak yang terlibat dalam era baru pengadaan barang/jasa ini, baik dari sisi instansi pelaksana maupun para peserta pengadaan barang/ jasa. Mengingat pengadaan barang/ jasa secara e-procurement ini masih sangat baru, sehingga masalah yang dijumpai tentunya berkaitan dengan aturan main yang baru, sehingga ULP/Pejabat Pengadaan harus mempelajari kembali proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara e-procurement ini. Permasalahan selanjutnya adalah mengingat sistem e-procurement ini sangat mengandalkan komputer dan jaringan internet, maka kendala dari sisi non teknis adalah bila jaringan internet sedang kurang bagus, maka proses kegiatannya menjadi terhambat, misalnya ketika pelaksanaan aanwijzing, tiba-tiba jaringan internet sedang kurang baik/ error, maka proses pertanyaan dari peserta lelang dan penjelasan dari panitia menjadi terhambat. Dua permasalahan ini tentunya harus diantisipasi sebaik mungkin, misalnya dengan meningkatkan keandalan dari sisi penggunaan
komputer dan perangkat server yang mumpuni. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah dari sisi pengembangan SDM dengan melakukan sosialisasi kepada para ULP/Pejabat Pengadaan instansi pemerintah pusat/daerah di seluruh Indonesia. Sosialisasi dapat dilakukan dengan seminar atau dapat juga melalui melalui forum-forum dalam website LKPP atau LPSE berupa tanya jawab dan pemecahan masalah yang dihadapi. Hal ini perlu dilakukan secara periodik, agar ilmu dan wawasan yang dimiliki para panitia makin berkembang. Peningkatan sumber daya, baik dari sisi SDM maupun teknolgi ini tentu akan sangat mendukung keberhasilan pengadaan barang/jasa di era baru ini. Semoga… m
DAFTAR REFERENSI q Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; q Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah; q Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007; q Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2008, se ba gaimana telah diubah dengan Pe raturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.01/2008 tentang Pe ru bahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2008 tentang Pengadaan Barang/Jasa secara Elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan; q Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.01/2008 tentang Layanan Pengadaan secara Elektronik Kementerian Keuangan.
Latar Belakang
PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH Oleh: Oktavia Ester
Widyaiswara Pusdiklat KNPK
Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada kementerian Negara/ lembaga,dan/atau hak kementerian Negara/lembaga yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Di lingkungan pemerintah, piutang umumnya muncul karena adanya tunggakan atas pungutan pendapatan dan pemberian pinjaman, serta transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintah. Dalam laporan keuangan pemerintah, piutang akan disajikan pada Neraca Pemerintah menurut nilai yang timbul berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya. Piutang merupakan salah satu pos penting di Neraca. E d i s i IV Desember 2011
KNPK 15
M
enurut Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang, aset berupa piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisikan (net realizable value). Oleh karena itu perlu dilakukan penyisihan piutang tak tertagih. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. Kebijakan penyisihan piutang tak tertagih ini harus dirumuskan dengan sikap penuh hati-hati agar kebijakan ini mampu menghasilkan nilai yang diharapkan dapat ditagih atas piutang yang ada per tanggal neraca. Penyisihan piutang diperhitungkan dan dibukukan pada periode yang sama dengan timbulnya piutang. Estimasi atas penyisihan piutang yang kemungkinan tidak tertagih didasarkan pada pengalaman masa lalu dengan melakukan analisis terhadap saldo-saldo piutang yang masih outstanding. Perlu diingat bahwa penyisihan piutang tak tertagih bukan merupakan penghapusan piutang. Nilai penyisihan piutang tak tertagih akan selalu dimunculkan dalam laporan keuangan selama piutang pokok masih tercantum dan belum dihapuskan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jumlah disisihkan sebagai piutang tak tertagih menjadi unsur pengurang jumlah piutang dalam laporan keuangan, sehingga nilai piutang mencerminkan nilai yang dapat ditagih. Pos piutang dalam neraca terdiri dari piutang Bukan Pajak, piutang pajak, Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR), piutang lainnya yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang pajak terdiri dari piutang perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, dan piutang kepabeanan dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Termasuk dalam piutang lainnya adalah piutang bunga atas penerusan pinjaman Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah (RDI/RPD).
16 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NERACA PER 31 DESEMBER 2010 DAN 2009
(Dalam Rupiah)
Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2010 (Audited)
Tidak seluruh piutang yang disajikan pada Neraca per 31 Desember 2010telah dilakukan penyisihan atas piutang tak tertagih. Pada Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) disebutkan bahwa penyisihan atas piutang tidak tertagih baru diterapkan atas piutang yang dilaporkan oleh Bagian Anggaran 999.04 (Penerusan Pinjaman) serta piutang pajak di bidang perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan piutang lain (selain piutang pajak di bidang perpajakan yang dikelola DJP dan piutang yang dilaporkan oleh BA 999.04)belum diterapkan penyisihan piutang tak tertagih karena masih diperlukan pengaturan teknis dan sosialisasi kepada seluruh Kementerian Negara/ Lembaga. Untuk piutang pajak senilai Rp.70.945.271.446.620,- terdiri dari :
Dari jumlah tersebut, baru dilakukan penyisihan atas piutang tak tertagih untuk piutang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk piutang di bidang kepabeanan dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dilakukan penyisihan atas piutang. Penyisihan piutang pajak adalah Rp 9.403.790.949.854,Menteri Keuangan menetapkan PMK 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada bulan November 2010. PMK tersebut mengatur mengenai kualitas piutang serta penyisihan piutang tidak tertagih. Penyisihan piutang tidak tertagih pada kementerian negara/lembaga, wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Terkait dengan hal itu, salah satu
Lembar KN kewajiban menteri/pimpinan lembaga adalah menilai kualitas piutang. Dalam penilaian kualitas piutang tersebut, setidaknya harus mempertimbangkan jatuh tempo piutang, serta upaya penagihan yang telah dilakukan. Penilaian kualitas piutang didasarkan pada kondisi piutang pada tanggal laporan keuanga. Kualitas piutang terdiri dari 4, yaitu : 1.Kualitas lancar 2.Kualitas tidak lancar. 3.Kualitas diragukan. 4.Kualitas macet. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan kualitas piutang pajak di bidang perpajakan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Untuk penggolongan kualitas piutang pajak di bidang kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, sedangkan untuk penggolongan kualitas piutang lainnyadiatur dengan peraturan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai tugas dan fungsinya. PMK 201/PMK.06/2010 hanya mengatur kriteria penggolongan Penggolongan Kualitas Piutang penerimaan negara bukan pajak dilakukan dengan ketentuan: Kualitas lancar, apabila belum dilakukan pelunasan piutang sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan. Kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan. Kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan. Kualitas macet apabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan, atau Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Setelah dilakukan penilaian kualitas piutang, Kementerian Negara/Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus. Penyisihan piutang tak tertagih dengan tarif : Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
yang umum , paling sedikit sebesar 5‰ (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus persentasenya didasarkan pada kualitas piutang, yaitu : a. 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. b. 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. c. 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.
Akun penyisihan piutang tidak tertagih akan mengurangi nilai piutang, dan akan disajikan di Neraca (sama halnya dengan akun piutang). Mudah-mudahan dengan terbitnya PMK 201/PMK.06/2010, pada laporan keuangan pemerintah tahun 2011, piutang di neraca akan disajikan dengan nilai bersih yang dapat direalisikan (net realizable value), dan semoga hal ini dapat meningkatkan opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah. m
Sumber : n
Untuk piutang yang kualitasnya menurun, maka penyisihan piutang tidak tertagih dilakukan dengan mengabaikan persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kualitas Piutang sebelumnya (dalam contoh adalah kualitas kurang lancar). Jurnal untuk mencatat penyisihan piutang, bukan merupakan beban belanja. Jurnal ini merupakan koreksi agar nilai piutang dapat disajikan di neeraca sesuai dengan nilai yang diharapkan dapat ditagih (net realizable value). Jurnal untuk mencatat penyisihan piutang adalah :
n
n
n
Republik Indonesia, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2010 (Audited). Republik Indonesia, PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 “Akuntansi Piutang”, Agustus 2008. PMK Nomor 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Akun penyisihan piutang tidak tertagih akan mengurangi nilai piutang, dan akan disajikan di Neraca (sama halnya dengan akun piutang). NERACA Per 31 Desember 20XX
E d i s i IV Desember 2011
KNPK 17
Lembar KN
Tinjauan Pelaksanaan PMK No. 120/PMK.06/2007
Penatausahaan Barang Milik Negara A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi menjadi satu sebab munculnya perjanjian baku. Alasan utamanya adalah segi kepraktisan, walaupun dari sisi hukum memunculkan beberapa permasalahan, namun keberadaannya diperlukan untuk mempermudah proses serta menekan biaya. Perjanjian baku atau kontrak baku, atau standard contract (Bahsa Inggris), atau standaardregeling (Bahasa Belanda), atau algemene voorwaarden (Bahasa Belanda) adalah suatu kontrak tertulis dimana salah satu pihak telah menyiapkan semacam formulir atau perjanjian untuk “disetujui” oleh pihak yang lain dalam perjanjian. Perjanjian tersebut seringkali sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir, yang ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja, dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausulanya (Munir Fuady : 2007). Ini berarti, pihak yang kepadanya disodorkan perjanjian baku tidak punya kesempatan untuk bernegosiasi. Oleh: Basit Sugiyanto Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Yogyakarta
18 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
P
erubahan paradigma baru pengelolaan Barang Milik Negara yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang merupakan peraturan turunan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara disebutkan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan barang milik negara/ daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 adalah tidak sekedar bersifat fungsional dan administratif semata, tetapi lebih maju
berfikir dalam menangani barang milik negara/daerah, dengan bagaimana meningkatkan kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan menciptakan kepastian nilai dalam mengelola barang milik negara/ daerah tersebut. Unsur-unsur utama pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi 10 (sepuluh) unsur, meliputi: 1. Perencanaan kebutuhan dan peng anggaran 2. Pengadaan 3. Penggunaan 4. Pemanfaatan 5. Pengamanan dan pemeliharaan 6. Penilaian 7. Penghapusan 8. Pemindahtanganan 9. Penatausahaan 10. Pembinaan, pengawasan dan peng endalian Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 73 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006, maka pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara diatur dalam peraturan tersendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara. Dalam penulisan ini akan dibahas lebih jauh tentang tinjauan pelaksanaan penatausahaan BMN selama ini, khususnya efektivitas pelaksanaan UPKPB (Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang di tingkat satuan kerja (satker).
B. Struktur dan Bagan Organisasi Unit Akuntansi Barang dan Unit Penatausahaan Barang
pada tingkat Kementerian Nega ra/Lembaga. Sedangkan sesuai dengan Pera tu ran Menteri Keuangan No.120/ PMK.06/2007 mewajibkan setiap ke menterian Negara/Lembaga mem bentuk pelaksana penatausahaan BMN sebagai berikut : 1) Unit Penatausahaan Kuasa Peng guna Barang, pada tingkat satuan kerja 2) Unit Penatausahaan Pengguna Barang Wilayah, pada tingkat wi layah 3) Unit Penatausahaan Pengguna Barang Eselon I, pada tingkat Ese lon I 4) Unit Penatausahaan Pengguna Barang, pada Pengguna Barang Adapun bagan organisasi unit akuntansi barang sebagai berikut:
C. Tugas dan Fungsi Organisasi Unit Akuntansi Barang dan Unit Penatausahaan Barang Pada tingkat entitas akuntansi, penanggung jawab UAKPB mempunyai tugas menyelenggarakan akuntansi barang milik negara di lingkungan kantor / satuan kerja dengan fungsi : a. Menyelenggarakan akuntansi ba rang milik negara; b. Menyusun dan menyampaikan la poran barang milik negara secara berkala. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut UAKPB melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Menunjuk dan menetapkan Petu gas Akuntansi BMN 2) Menyiapkan rencana pelaksanaan
Sedangkan bagan organisasi unit penatausahaan barang sebagai berikut:
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.59/PMK.06/2005 me wajibkan setiap kementerian negara/ lembaga membentuk unit akuntansi barang sebagai berikut: 1) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang, pada tingkat kantor/sa tuan kerja 2) Unit Akuntansi Pembantu Peng guna Barang Wilayah, pada ting kat wilayah 3) Unit Akuntansi Pembantu Peng guna Barang Eselon I, pada ting kat Eselon I 4) Unit Akuntansi Pengguna Barang, E d i s i IV Desember 2011
KNPK 19
Lembar KN pangan, banyak satuan kerja yang belum mengetahui dan memahami ke beradaan unit penatausahaan ba rang milik Negara (UPKPB) se suai yang diamanatkan dalam PMK No. 120/PMK.06/2007 ten tang Penatausahaan BMN. Yang se lama ini terjadi di satker-satker ada lah keseluruhan ruang lingkup peker jaan penatausahaan BMN da pat ditangani oleh unit akuntansi ba rang (UAKPB), baik dari mulai pem bukuan/akuntansi, pelaporan bah kan sampai pada inventarisasi dan pengamanan dokumen BMN. Akhirnya yang terjadi di la pangan adalah setiap satker cukup membentuk organisasi UAKPB (Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang) untuk mengelola keseluruhan proses penatausahaan BMN tersebut.
sistem akuntansi BMN 3) Mengkoordinasikan pelaksanaan sistem akuntansi BMN 4) Menandatangani laporan kegiatan dan surat-surat keluar sehubungan dengan pelaksanaan sistem 5) Mengevaluasi hasil kerja petugas pelaksana 6) Menelaah buku inventarisasi dan buku persediaan serta menanda tangani LKB, KIB, DBR, DBL dan Laporan BMN 7) Menyampaikan data transaksi BMN ke unit akuntansi keuangan pada setiap akhir bulan untuk menyusun neraca tingkat UAKPA 8) Mengkoordinasikan pelaksanaan rekonsiliasi internal antara laporan BMN dengan Laporan Keuangan 9) Menyampaikan laporan BMN setiap semester dan akhir tahun anggaran ke UAPPB–W atau UAPPB –EI un tuk UAKPB Pusat. 10) Menerima BMN hasil pengadaan dengan Berita Acara Serah Terima. Sedangkan dalam Penjelasan PMK No. 120/PMK.06/2007 ten tang Penatausahaan BMN disebutkan bahwa tugas pelaksana penatausaha an di tingkat pengguna barang terke cil, yaitu Tingkat UPKPB/tingkat sat ker adalah :
20 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
1) Membuat Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) 2) Melakukan semua Pembukuan BMN 3) Melakukan inventarisasi BMN 4) Melakukan rekonsiliasi data BMN deng an UAKPA dan/atau P2K (Pejabat Pembuat Komitmen) 5) Melakukan rekonsiliasi DBKP pada UPKPB dengan Daftar Ba rang Milik Negara Kantor Daerah per Kementerian Negara/Lem baga pada KPKNL, jika diperlu kan 6) Melakukan pelaporan BMN 7) Melakukan pengamanan do ku men barang milik negara.
D. Hubungan Organisasi Unit Akun tansi Barang dan Unit Penatausahaan Barang dan Implementasinya Dalam uraian tersebut diatas, dapat dilihat bagaimana tugas dan fung si masing-masing unit, baik UAKPB (Unit Akuntansi Kuasa Peng guna Barang) berdasarkan PMK No. 171/PMK.05/2007 dan UPKPB (Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Ba rang) sesuai dengan PMK No. 120/ PMK.06/2007. Namun, menurut pengamatan pe nulis, dalam pelaksanaan di la
D. Kesimpulan Menurut pengamatan penulis, pe laksanaan PMK No. 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN belum sepenuhnya efektif, khususnya dalam pembentukan struktur organisasi unit penatausahaan barang, karena selama ini yang terjadi di banyak satker, lingkup pekerjaan penatausahaan BMN telah dilaksanakan oleh Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) sebagai wujud dari pelaksanaan PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. m
Sumber bacaan: n Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah N0.38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN/D n Peraturan Menteri Keuangan No. 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara n Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat n Sutarsa, Muhammad, S.Sos., Modul Penatausahaan Barang Milik Negara, Diklat Pengelolaan BMN, Jakarta, 2008.
D
ata Kementerian Agama Tahun 2010 menyebutkan jumlah tanah wakaf mencapai 3.3 miliar meter persegi dan tersebar di 454 ribu lokasi. Sebagian besar digunakan sebagai tempat ibadah, yakni 68 persen. Sisanya dipakai sarana pendidikan. (www. republika.co.id 21 Juni 2011). Data aset wakaf ini masih terus meningkat apabila ditambah dengan data-data wakaf dalam bentuk selain tanah dan data-data dari luar Kementerian Agama. Pemerintah selaku Nazhir (pihak yang dipercaya menerima dan mengelola aset wakaf), khususnya Kementerian Agama saat ini masih diliputi dengan kebimbangan terkait dengan pertanggungjawaban aset wakaf, apakah dilaporkan atau tidak dalam laporan Barang Milik Negara dan dalam neraca pemerintah.
Pengertian Wakaf dan Tatacara Wakaf Tanah Untuk mengetahui eksistensi aset wakaf sebagai bagian dari aset yang dikelola oleh instansi pemerintah, akan kita bahas pengertian wakaf dan kedudukan aset wakaf. Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, “Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.” Adapun dilihat dari tujuannya “wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf
sesuai dengan fungsinya” dan fungsinya adalah “mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum”(pasal 5 UU No. 41 Tahun 2001 tentang Wakaf). Wakaf, terjadi harus dengan memenuhi unsur-unsur wakaf sebagai berikut: 1. Wakif Wakif adalah orang atau orangorang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. 2. Nazhir Nadzir atau pengurus wakaf adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf (pasal 1 ayat 4).
3. Harta Benda Wakaf 4. Ikrar wakaf Ikrar wakaf adalah pernyataam kehendak dari waqif 5. Peruntukan harta benda wakaf 6. Jangka waktu wakaf Jenis harta benda wakaf, meliputi: a. benda tidak bergerak, seperti tanah b. benda bergerak selain uang, seperti kendaraan c. benda bergerak berupa uang. Agar perwakafan tanah milik dapat dilaksanakan dengan tertib, maka UU No. 41/2004 jo. PP No. 28/1977 mencantumkan tata cara perwakafan tanah milik sebagai berikut : 1) Perorangan atau badan hukum
Pelaporan Pemerintah Terhadap Tanah Wakaf Oleh: Sumini, SST.,Ak. Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK
21 KNPK
E d i s i III Oktober 2011
E d i s i IV Desember 2011
KNPK 21
Lembar KN yang akan mewakafkan tanah miliknya (sebagai calon Wakif) datang sendiri di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon Wakif tidak dapat datang kehadapan PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada Nazhir dihadapan PPAIW. 2) Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut : a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya). b. Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran kepemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa. c. Surat keterangan pendaftaran tanah. d. Izin dari Bupati/Kotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Agraria Setempat. 3) PPAIW kemudian meneliti suratsurat dan syarat-syarat tersebut, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan Nazhir. 4) Dihadapan PPAIW dan 2 orang saksi, wakif mengikrarkan (mengu capkan) kehendak wakif itu kepada Nazhir yang telah disahkan. Ikrar tersebut harus diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi Wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di dalam Peraturan
22 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No. Kep/D/75/78. Pasal 9 PP NO. 28/1977 mengharuskan adanya perwakafan secara tertulis, tidak cukup dengan ikrar secara lesan saja. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bukti otentik yang dapat digunakan dalam berbagai macam persoalan, baik masalah administrasi maupun keperluan penyelesaian sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari tentang tanah yang diwakafkan.
Bagi Wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf.
“
5) PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan salinan Akta Ikrar Wakaf rangkap empat. Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas Wakif, nama dan identitas Nazhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya. 6) Pendaftaran tanah wakaf di Kantor Pertanahan setempat. Mengenai pendaftaran tanah wakaf pada sub Direktorat Agraria Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud Pasal
32 UU No 41 Tahun 2004 jo Pasal 10 PP No 28 Tahun 1977 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1977 adalah sebagai berikut : a. Dalam pasal 32 UU No 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani dengan dilampiri : sertipikat yang bersangkutan atau bila tidak ada boleh menggunakan surat-surat bukti kepemilikan tanah yang ada, salinan Akta Ikrar Wakaf yang dibuat PPAIW dan surat pengesahan Nazhir. b. Dalam pendaftaran perwakafan tanah-tanah hak milik pada Kantor Pertanahan setempat harus diserahkan dokumendokumen sebagai persyaratan, yaitu : 1. Surat Permohonan 2. Sertipikat Hak Milik asli tanah yang bersangkutan. 3. Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh PPAIW setempat. 4. Surat pengesahan dari KUA kecamatan setempat me ngenai Nazhir yang bersang kutan. 5. Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa ta nahnya tidak dalam seng keta, ikatan, sitaan dan ti dak dijaminkan di bank yang diketahui oleh Kepala Desa atau pejabat lain yang se tingkat, yang diperkuat oleh camat. 6. Surat kuasa, jika per mo ho nannya dikuasakan. 7. Identitas Waqif (Fotokopi KTP yang dilegalisir oleh pe jabat berwenang) 8. Identitas Nazhir (Fotokopi KTP yang dilegalisir oleh pe jabat berwenang) c. Untuk tanah yang belum terdaftar, persyaratannya sama seperti diatas tetapi karena belum ada Sertifikat Hak Milik, maka diganti dengan bukti tertulis lain yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:
1. Surat tanda bukti Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau 2. Ser tifikat Hak Milik yang di terbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No mor 9 Tahun 1959, atau 3. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum maupun sejak ber la kunya UUPA, yang di ser tai kewajiban untuk men daftarkan hak yang di berikan, tetapi telah dipenuhi kewajiban yang disebutkan didalamnya, atau 4. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau 5. Akta Pemindahan Hak yang di buat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 6. Akta Ikrar Wakaf/Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau 7. Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 8. Akta Pemindahan Hak Atas Tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai dengan alas hak yang dialihkan, atau 9. Surat Penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau 10. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 11. Lain-lain bentuk pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII ketentuanketentuan Konversi UUPA, atau
12. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA, atau 13. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan. d. Kepala Kantor Pertanahan setempat, setelah menerima surat permohonan dari PPAIW dan meneliti surat dan lampirannya, mencatat perwakafan tanah milik tersebut pada buku tanah yang ada dan pada sertipikat tanah yang diwakafkan itu dicatat beberapa hal sesuai dengan peraturan yang berlaku mengenai perwakafan tanah milik. Bila pengajuan permohonan itu bersamaan dengan permintaan pengesahan hak/konversi, maka pencatatan wakafnya baru dilakukan setelah sertifikatnya dikeluarkan. Bila yang diwakafkan itu sebagian dari tanah miliknya, maka bidang tanah tersebut dilakukan pemisahan terlebih dahulu sehingga masingmasing mempunyai sertifikat sendiri-sendiri. e. Setelah perwakafan tanah dicatat pada buku tanah dan sertifikatnya, maka Kepala Kantor Pertanahan setempat menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf dan menyerahkan sertifikat tersebut pada PPAIW untuk dicatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf di Kecamatan. Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dan Badan Wakaf Indonesia harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta wakaf. Fungsi pendaftaran tanah wakaf pada pokoknya adalah untuk memperoleh jaminan dan kepastian hukum mengenai tanah yang diwakafkan. Perlakuan Akuntansi Tanah Wakaf oleh Pemerintah Dengan melihat pengertian dan kedudukan dari aset wakaf
tersebut di atas, disimpulkan bahwa aset wakaf, misal berupa tanah tidak dapat didefinisikan sebagai Barang Milik Negara (BMN). Barang Milik Negara dalam pengertian yuridis adalah semua barang yang diperoleh atas beban APBN atau perolehan lainnya yang sah seperti hibah, ketentuan perjanjian/kontrak, peraturan perundang-undangan, serta putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Wakaf tidak sama dengan hibah. Untuk tanah yang diperoleh dari hibah akan dilaporkan sebagai BMN. Kenyataannya, baik karakteristik pengaturan maupun kewenangan hukum lanjutan antara hibah dan wakaf sangat lah berbeda. Secara formal, objek wakaf tidak disertifikasikan dalam hak pakai sebagaimana BMN pada umumnya, akan tetapi dalam bentuk sertifikat wakaf dan diumumkan kepada khalayak. Penerima hibah berhak untuk menguasai, mengelola, dan mendayagunakan objek secara penuh sepanjang itu tidak ditentukan lain dalam akta hibah. Sedang dalam wakaf, penggunaannya sudah dibatasi. Dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 9 tentang Akuntansi Aset Tetap disebutkan bahwa tanah wakaf tidak dilaporkan di dalam neraca pemerintah pusat/daerah, melainkan cukup diungkapkan secara memadai pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam SIMAK-BMN (Sistem Informasi dan Akuntansi Barang Milik Negara) melalui aplikasi SIMAK-BMN, tanah wakaf akan diinput berdasarkan dokumen berupa sertifikat wakaf dalam menu: Transaksi BMN à Barang Pihak Ketiga à Perolehan BMN Pihak Ketiga. Contoh: MAN Jakarta Selatan (sebagai Nazhir) menerima wakaf tanah dari H. Abdullah (sebagai Wakif) seluas 500 m2 untuk digunakan pembangunan masjid (peruntukannya dibatasi) pada tanggal 16 Juni 2011. Berdasarkan sertifikat wakaf, operator aplikasi SIMAK-BMN pada tanggal 17 Juni 2011, meng-input dalam aplikasi SIMAK-BMN sebagai berikut: E d i s i IV Desember 2011
KNPK 23
Lembar KN
1. Pilih menu T r a ns a k si BMN à Barang Pihak Ketiga à Per olehan BMN Pihak Ketiga, yang nampak pada gambar berikut ini.
2. Lakukan input terhadap aset berupa tanah untuk bangu nan masjid dan tercatat dalam Daftar Barang Lainnya (DBL) sebagai beri kut:
Suasana Penyelesaian masalah tanah wakaf 4.`Tanah wakaf ini kemudian diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).w 3. Selanjutnya, dalam Daftar Barang Pihak Ketiga akan nampak tanah wakaf yang telah diinput tersebut.
24 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
Sumber Bacaan: Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Buletin Teknis Nomor 9 tentang Akuntansi Aset Tetap yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. http://bolmerhutasoit.wordpress. com/tag/uu-no-41-tahun-2004tetang-perwakafan/
Analisis Kebijakan Kuasi
Oleh: Syam S. Chaidir, S.E., M.Ec.Dev Kepala KPKNL Semarang-DJKN Arvan Carlo Djohansjah, S.E.,M.Si Widyaiswara Muda Pusdiklat KNPK-BPPK
Reorganisasi Pada
PT GARUDA INDONESIA AIRWAYS Seiring berjalannya waktu, iklim bisnis penerbangan di Indonesia juga telah mengalami perkembangan. Sebagai BUMN Sektor Transportasi Udara, PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. tidak lagi menjadi satu-satunya maskapai penerbangan di Indonesia. Hal tersebut membuat persaingan bisnis di dalam industri penerbangan di Indonesia berlangsung ketat, baik antar sesama maskapai nasional yang berjumlah tidak kurang dari tiga belas maskapai maupun maskapai asing yang melalui jalur-jalur penerbangan internasional dari dan ke Indonesia. Kondisi ini membuat Garuda Indonesia tidak lagi menjadi primadona dalam dunia penerbangan Indonesia.
S
elain masalah persaingan usaha, PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. Juga mengalami inefisiensi dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut terlihat dari beban usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang mengalami peningkatan sebesar 15,7 persen dari 16.942 miliar di tahun 2009 menjadi Rp 19.601 miliar di tahun 2010. Kondisi tersebut diperburuk dengan laba bersih PT.Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. yang juga mengalami penurunan sebesar 49,4 persen dari Rp1.018 miliar di tahun 2009 menjadi Rp 515 miliar di tahun 2010. Menyikapi hal tersebut, PT Garuda
Indonesia Airways (Persero) Tbk. terus berusaha melakukan langkahlangkah untuk mendongkrak kinerja perusahaan ke arah yang positif, baik dari segi operasionalnya maupun kuasi reorganisasi. Perbaikan dari segi operasional tercermin dari perbaikan kinerja perusahaan yang mengalami pertumbuhan 4 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun, perbaikan kinerja saja ternyata belum cukup untuk mempercepat pembagian deviden. Hal tersebut mengingat bahwa PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. masih memiliki Akumulasi Defisit sebesar Rp 6,8 triliun pada tahun 2010. Kondisi tersebut menyebabkan
perseroan tidak memungkinkan perusahaan membagikan deviden. Padahal deviden adalah faktor penarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya atau membeli saham perusahaan. Manajemen PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. sudah sepatutnya mengambil kebijakan yang tepat dalam menyikapi defisit tersebut. Sebuah kebijakan yang dapat ditempuh oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. adalah melakukan kuasi reorganisasi, yaitu reorganisasi tanpa melalui reorganisasi nyata (true reorganization atau corporate restructuring) yang dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva E d i s i IV Desember 2011
KNPK 25
Lembar KN
dan kewajiban pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo laba negatif. Penerapan kuasi reorganisai tersebut juga harus segera dilaksanakan. Hal tersebut berkaitan dengan Kebijakan Pemberlakuan IFRS (International Financial Reporting Standard) atau peraturan standar akuntansi/pelaporan keuangan internasional terbaru pada tahun 2012 mendatang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan analisis kebijakan kuasi reorganisasi sebagai kebijakan yang tepat atas masalah defisit PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. Kuasi reorganisasi (quasi reorganisation) dibedakan dengan true-reorganisation, atau yang lazim disebut corporate restructuring, dalam hal keberadaan arus dana secara nyata. Dalam truereorganization ada kemungkinan untuk mengubah kewajiban menjadi ekuitas, mengubah tanggal jatuh tempo dan tingkat bunga kewajiban, mengurangi tunggakan bunga atau menunda pembayarannya, mengubah golongan saham, atau menyuntikkan dana segar dalam wujud modal saham dan atau kewajiban. Dalam kuasi reorganisasi, arus dana yang nyata seperti itu tidak ada; yang ada adalah penilaian kembali seluruh aktiva dan kewajiban pada
26 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
nilai wajarnya dan penghapusan defisit ke tambahan modal disetor dan modal saham. Karena itu, reorganisasi semacam ini disebut kuasi reorganisasi atau reorganisasi semu. Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan defisit dan menampilkan aktiva dan kewajiban pada nilai sekarang. Peraturan BAPEPAM-LK IX.L.1 memberlakukan sejumlah syarat bagi emiten yang akan melakukan kuasi reorganisasi. Beberapa syarat di antaranya adalah: mengalami saldo laba negatif yang material selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dalam hal modal disetor yang ada tidak mampu mengeliminasi saldo laba negatif maka wajib dilakukan penambahan modal disetor sebelum pelaksanaan kuasi reorganisasi, melakukan keterbukaan informasi kepada Bapepam dan pemegang saham dan memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham. Masih ada satu syarat yang paling penting yakni bahwa kuasi reorganisasi tidak boleh menabrak undang-undang yang berlaku dan prinsip standar akuntansi yang berlaku. Jadi, tidak mudah bagi emiten melakukan kuasi reorganisasi. Syarat keterbukaan informasi saja misalnya, ada beberapa jenis informasi yang harus disajikan ke publik. Belum lagi syarat dari sisi standar akuntansi.
Syarat dari sisi standar akuntansi misalnya: perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik pada saat kuasi reorganisasi dilakukan; saldo laba setelah proses kuasi reorganisasi harus nol. Kuasi reorganisasi memang mampu menyulap wajah perseroan menjadi lebih cerah dan segar sehingga menarik perhatian investor untuk kembali memburu sahamnya di pasar. Akan tetapi, untuk melakukannya, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan untuk melakukan kuasi reorganisasi adalah: 1. Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material; 2. Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik pada saat kuasi reorganisasi dilakukan; 3. Saldo laba setelah proses kuasi reorganisasi harus nol; dan 4. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai wajar aktiva dan kewajiban ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Bila nilai pasar tidak tersedia, estimasi nilai wajar didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia.
Estimasi nilai wajar dilakukan dengan mempertimbangkan harga aktiva sejenis dan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik aktiva dan kewajiban yang bersangkutan. Contoh teknik penilaian tersebut antara lain meliputi: 1. Nilai sekarang (present value) atau arus kas diskontoan (discounted cash flow) dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang dihadapi; 2. Model penentuan harga opsi (option-pricing models); 3. Penentuan harga matriks (matrix pricing) yaitu penilaian yang menggunakan matrik dengan mengacu pada harga pasar yang berlaku; dan 4. Analisis fundamental (fundamental analysis). Selisih antara nilai wajar aktiva dan kewajiban dengan nilai bukunya diakui atau dicatat pada akun selisih penilaian aktiva dan kewajiban. Akun ini akan menambah defisit bila terjadi penurunan nilai aktiva bersih setelah proses penilaian pada nilai wajar. Bila proses penilaian tersebut menyebabkan kenaikan aktiva bersih, akun selisih penilaian aktiva dan kewajiban akan digunakan untuk menutup saldo laba negatif. Setelah dilakukan penilaian kembali atas aktiva dan kewajiban, langkah selanjutnya adalah proses pengeliminasian saldo laba negatif. Pengeliminasian saldo laba negatif dilakukan terhadap akun-akun ekuitas dibawah ini dengan urutan prioritas sebagai berikut: 1. Cadangan umum (legal reserve); 2. Cadangan khusus; 3. Selisih penilaian aktiva dan kewajiban (termasuk didalamnya selisih revaluasi aktiva tetap) dan selisih penilaian yang sejenisnya (misalnya selisih penilaian efek tersedia untuk dijual, selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan/perusahaan asosiasi dan pendapatan komprehensif lain); 4. Tambahan modal disetor dan yang sejenisnya (misalnya
selisih kurs setoran modal); 5. Modal saham. Apabila selisih penilaian aktiva dan kewajiban digunakan untuk mengeliminasi saldo laba negatif maka jumlah yang digunakan untuk menutup defisit tersebut hanya sampai saldo laba menjadi nol. Selanjutnya jika masih terdapat saldo selisih penilaian aktiva dan kewajiban setelah digunakan untuk mengeliminasi saldo laba negatif, maka saldo tersebut tetap disajikan sebagai selisih penilaian aktiva dan kewajiban di kelompok akun ekuitas. Perusahaan yang melakukan kuasi reorganisasi harus mengungkapkan hal-hal berikut: 1. Alasan perusahaan melakukan kuasi reorganisasi; 2. Status going concern perusahaan dan rencana manajemen dan pemegang saham setelah kuasi reorganisasi yang menggambarkan prospek usaha di masa mendatang; 3. Jumlah saldo laba negatif yang dieliminasi dalam neraca dan jumlah tersebut disajikan selama tiga tahun berturutturut sejak kuasi reorganisasi; 4. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk menilai aktiva dan kewajiban pada saat dilakukan kuasi reorganisasi; 5. Rincian dari jumlah yang membentuk akun selisih penilaian aktiva dan kewajiban sebelum digunakan untuk mengeliminasi defisit. Berdasarkan Peraturan BAPEPAM IX.L.1, Emiten atau Perusahaan Publik yang akan melaksanakan Kuasi Reorganisasi wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut. 1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Mengalami saldo laba negatif yang material selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. 3. Dalam hal modal disetor yang ada tidak mampu mengeliminasi saldo laba
negatif, maka wajib dilakukan penambahan modal disetor sebelum pelaksanaan Kuasi Reorganisasi, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Melakukan keterbukaan informasi kepada Bapepam dan pemegang saham Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. 5. Memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf d peraturan ini meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Rencana, tujuan dan alasan dilakukannya kuasi reorganisasi. 2. Jadwal pelaksanaan kuasi reorganisasi. 3. Kondisi keuangan 3 (tiga) tahun terakhir emiten atau perusahaan publik berupa ikhtisar data keuangan penting. 4. Status kelangsungan usaha (going concern) emiten atau perusahaan publik antara lain meliputi, hasil analisa manajemen terhadap penyebab kerugian yang signifikan disertai dengan penanggulangannya dan rencana kegiatan usaha (business plan). 5. Hasil penilaian nilai wajar aktiva tetap dari penilai yang terdaftar di Bapepam dan hasil penilaian nilai wajar kewajiban dan aktiva selain aktiva tetap dari Pihak independen. Tanggal hasil penilaian dimaksud tidak boleh melebihi 180 (seratus delapan puluh) hari sebelum rapat umum pemegang saham. 6. Neraca sebelum kuasi reorganisasi yang diaudit dan performa neraca sesudah kuasi reorganisasi, termasuk rincian perhitungan eliminasi saldo laba negatif, yang direview akuntan yang terdaftar di Bapepam, pada tanggal kuasi E d i s i IV Desember 2011
KNPK 27
Lembar KN
reorganisasi. 7. Pendapat dari Akuntan yang terdaftar di Bapepam mengenai kesesuaian penerapan prosedur dan ketentuan dalam pelaksanaan Kuasi Reorganisasi dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, termasuk penyesuaianpenyesuaian akuntansi yang ada. Emiten atau perusahaan publik yang akan melaksanakan kuasi reorganisasi, baik yang berdiri sendiri maupun yang disertai dengan restrukturisasi perusahaan, wajib menyampaikan informasi kepada Bapepam pada saat emiten atau perusahaan publik menyampaikan agenda rapat umum pemegang saham. Informasi juga wajib dicantumkan dalam pengumuman atau pemberitahuan rapat umum pemegang saham. Pengumuman kepada masyarakat wajib dilakukan sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional. Bukti pengumuman informasi dan dokumen-dokumen pendukungnya wajib disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir hari kerja kedua setelah pengumuman. Jadi, dalam mengambil kebijakan atas masalah defisit yang dihadapinya, manajemen PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. harus mempertimbangkan keseluruhan masalah yang terkait dengan defisit itu sendiri. Kebijakan kuasi reorganisasi hadir tidak hanya untuk mengatasi masalah defisit yang
28 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
dihadapinya, tetapi juga membuat performa keuangannya menjadi lebih baik, dapat kembali membagikan deviden, serta investor tetap setia menanamkan modalnya pada perusahaan. Suatu masalah memang dapat dipecahkan tidak hanya dengan satu solusi. Kebijakan kuasi reorganisasi juga bukan satu-satunya solusi atas masalah defisit PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. Namun, perlu pertimbangan yang matang untuk menentukan solusi yang paling tepat. Hal tersebut dikarenakan solusi yang tepat di saat yang tidak tepat juga tidak berguna. Solusi terhadap masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang, artinya, apabila kuasi reorganisasi tidak dilakukan tahun ini juga, maka solusi kuasi reorganisasi tidak akan memberikan manfaat apa-apa terhadap masalah defisit tersebut. Hal ini berkaitan dengan penerapan standar pencatatan akuntansi/ pelaporan keuangan internasional atau IFRS (International Financial Reporting Standard) pada awal tahun 2012. Bila dilaksanakan tahun 2012 atau setelahnya, PT. Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. tetap dapat melakukan revaluasi aset, akan tetapi hal itu hanya akan menambah nilai ekuitas tanpa mampu men–sett-off saldo defisit yang dimilikinya. Berbeda dengan kebijakan kuasi reorganisasi, tetap melalui revaluasi aset, namun saldo akhir atas revaluasi aset tersebut dapat men-set-off defisit yang ada pada PT Garuda Indonesia Airways (Persero) Tbk. l
Reference : Ackoff, Rusell F. 1974. Redesigning the Future: A systems Approach to Societal Problems. New York: Wiley. Berger, Peter L. dan Thoman Luckmam. 1980. The Societal Constuction of Reality, 2nd ed. New York: Irvington. Bower. Descriptive decision Theory from Administrative Viewpoint. Hal. 104. Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gass, Saul I. dan Roger L. Sisson. 1974. A Guide to Models in Governmental Plan ning and Operations. Washing ton D.C. : Office of Research and De velopment, Environmental Protection Agency. Gordon, W. J. 1961. Synectics. New York: Harper & Row. Mishan, Edward J. 1976. Cost-Benefit Analysis. Newyork: Frederick A. Praeg er. Mitroff, Ian I., dan Vlaughan Blankenship. 1973. On the Methodology of the Ho listic Experiments: An approach to the Conceptualization of Large-Scale Social Experiments. Technological Forecasting and Social Change, 4: 339-353. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. 2010. Laporan Tahunan Harian Bisnis Indonesia, Rencana Kua si Reorganisasi PT Garuda. Edisi 1 April 2011. Kuasi Reorganisasi Sierad Pro du ce Disetujui. 2009. http://www. sie radproduce.com/ID/ber it adan keg iatan/berita/Pages/rgan is a siSieradProduceDisetujui.aspx (diakses 25 Juli 2011). Kppsm. 2011. Kuasi reorganisasi dan sikap mental positif. http://kppsm. com/?tag=kuasi-reorganisasi-dan-si kap-mental-positif (diakses 25 Juli 2011). PPh Final atas Selisih Lebih Revaluasi Ak tiva Tetap. 2011. http://www.pa jakonline.com/engine/learning/view. php?id=287 (diakses 5 Agustus 2011). S. Hut, R. Khairil. 2011. Analisis Kebijakan Publik. http://www.scribd.com/doc/ 14098865/ANALISIS-KEBIJAKANPUBLIK. (diakses 5 Juli 2011) PSAK No. 51 Tentang Akuntansi Kuasi Reorganisasi Peraturan BAPEPAM IX.L.1 Tentang Tata cara pelaksanaan kuasi reorganisasi. E d i s i IV Desember 2011
KNPK 28
Lembar PK
Ketentuan Formal dan Material dalam: Konferensi Internasional
Penyusunan Peraturan Daerah PBB Sektor P2 Oleh: Listiyarko Wijito Widyaiswara Pusdiklat KNPK
Suatu jenis pajak dapat diberlakukan berdasarkan suatu peraturan perundangundangan. Hirerki tertinggi adalah Undang-undang yang kemudian diikuti peraturan dibawahnya berupa peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah (pemerintah pusat/daerah), lembaga/ kementerian, direktorat LATAR jenderal, dll.BELAKANG Pada dasarnya suatu ketentuan perpajakan mengatur tentang aturan berupa hukum material dan hukum formal. Hukum material mengatur ketentuan mengenai objek pajak, subjek pajak dan wajib pajak, saat dan tempat pajak terutang, tahun pajak, masa pajak; dasar pengenaan pajak, batas tidak kena pajak; tarif pajak cara perhitungan pajak; pengenaan pajak; serta pengurangaan pajak.
K
etentuan formal mengatur tentang pendaftaran, pem ba ya ran, pelaporan, penetapan, pe nagihan, penyelesaian sengketa, dan tindak pidana pajak. Ketentuan formal yang bersifat mengikat untuk semua jenis pajak yang diberlakukan (baik pajak pusat maupun pajak da erah) adalah UU No 6 Tahun 1983 se bagaimana terakhir diubah dengan UU No 28 Tahun 2007 tentang Ke tentuan Umum dan Tata Cara Perpa jakan (UU KUP). Sedangkan ketentu an materialnya diatur dalam UU No 12 Tahun 1984 sebagaimana terakhir di ubah denagan UU No 12 Tahun 1994 ten tang Pajak Bumi dan Bangunan,
UU PPh, UU PPN, serta pajak-pajak daerah diatur yang diatur dalam UU 28 Tahun 2007 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) . Ketentuan minimal yang harus diatur dalam suatu pajak daerah yang mengatur tentang pemungutan suatu jenis pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (3) UU No 28 Tahun 2007 tentang PDRD adalah : a. Nama (jenis pajak), objek dan Subjek Pajak; b. Dasar pengenaan, tariff dan cara penghitungan pajak; c. Wilayah pemungutan; d. Masa pajak e. Penetapan E d i s i IV Desember 2011
KNPK 29
Lembar PK f. Tata cara pembayaran dan pena gihan g. Kadaluwarsa h. Sanksi administrasi i. Tanggal mulai berlaku. Peraturan Daerah tentang pajak dapat juga mengatur (kebijakan) ke tentuan mengenai Pasal 95 ayat (4): a. Pemberiam pengurangan, kering anan, dan pembebasan dalam halhal tertentu atas pokok pajak dan/ atau sanksinya b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa; dan/atau c. Asas timbal balik, berupa pembe rian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak kepada ke dutaan, konsulat, dan perwakilan Negara asing sesuai dengan kela ziman internasional Dalam penyusunan Peraturan Da erah yang mengatur tentang pemu ngu tan PBB sangat membutuhkan pemahaman mengenai konsep setiap ketentuan formal maupun ketentuan material, latar belakang filosofi yang mendasarinya, serta hubungan keten tuan tersebut dengan peraturan perun dang-undangan lainnya (UU KUP,UU PBB dan UU PDRD). Demi kian pula tata cara pengenaan dan pemu ng utan pajak daerah yang diatur dalam Peraturan Kepala Daerah (maupun petunjuk teknis yang lebih rinci yang diatur dalam Keputusan Kepala Daerah) harus mengikuti kai dah sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah. Tulisan ini akan membahas keten tu an dalam pemungutan PBB yang telah diatur dalam UU No 12 Tahun 1984, UU No 6 Tahun 1983 serta UU No 28 Tahun 2007, yang dapat digunakan sebagai referensi penyusunan/pe nyempurnaan Pajak Daerah PBB Sek tor P2.
A. Pemungutan PBB berdasar kan UU Nomor 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU 12. Nomor 1994. tentang Pajak Bumi dan Ba ngunan (UU PBB) Pemungutan PBB sektor P3 maupun sektor P2 yang masih dike lo la oleh pemerintah pusat, ber pe
30 KNPK
E d i s i IV Desember2011
doman kepada ketentuan formal dan ketentuan material sebagaimana dia tur dalam UU Nomor 12 Tahun 1985 tela h diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang peru bahan UU Nomor 12 Tahun 1985 ten tang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Apabila terdapat ketentuan for mal tidak diatur secara khisis dalam UU PBB, maka mengacu kepada UU KUP antara lain: ketentuan mengenai pengurangan atau pembatalan pajak yang tidak benar, sanksi administrasi berupa denda atau bunga, penguran gan atau penghapusan sangsi, keten
“
ja lan TOL; kolam renang;, pagar mewah tempat olah raga, alangan kapal, dermaga, taman mewah, tem pat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat. Meskipun semua objek pajak di lakukan pendataan, namun tidak semu a objek pajak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan Pasal 3 UU No 12 Tahun 1994,, objek yang tidak dikenakan PBB adalah : a, Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
...yang dimaksud dengan bangunan adalah: jalan ling kungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lainlain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut... tuan keberatan serta banding, dan la in-lain. A.1. Ketentuan Formal dan Material Yang diatur dalam UU No 12 Tahun 1994 (UU PBB) A.1.1 Pendaftaran/pendataan Objek Pa jak dengan menggunakan SPOP Proses pemungutan PBB dimulai dengan kegiatan pendataan/pendaf taran objek pajak. Berdasarkan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1994,maka yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/ atau bangunan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bumi adalah per mukaan bumi meliputi tanah dan pera iran perdalaman serta laut wilayah Indo ne sia, sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah adalah: jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kom pleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lainlain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut,
“
pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; b. Digunakan untuk kuburan, pe ninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan ta nah negara yang belum dibebani suatu hak; d. Digunakan oleh perwakilan di plomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; e. Digunakan oleh badan atau per wakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan oleh Men teri Keuangan. Pemilik, penyewa, atau yang me man faatkan tanah dan bangunan wajib mendaftarkan diri sebagai Wa jib Pajak pada saat dilakukan kegiatan pendataan objek pajak. Berdasarkan Pasal 4 UU No 12 Tahun 1994, yang
menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mem punyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek Pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), serta wajib mengembalikannya dalam jangka waktu 30 hari sejak dite rimanya SPOP. Subjek Pajak selan jutnya ditetapkan sebagai Wajib Pajak. Bagi subjek pajak yang tidak mengembalikan SPOP , dan setelah ditegor karena lebih dari 30 hari tetap tidak mengembalikan SPOP seba gaimana disebutkan dalam surat te goran. akan diterbitkan Surat Keteta pan Pajak (SKP). Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 UU No 12 Tahun 1994, bahwa Subyek Pajak yang dite tapkan sebagai WP tersebut dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap obyek pajak dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dise tujui,, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan seba gai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya su rat keterangan dimaksud. Bila kete rangan yang diajukan itu tidak dise tu jui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan peno lakan dengan disertai alasan-alasan nya. Batas waktu penerbitan surat keputusan pembatalan adalah sa tu bulan sejak tanggal diterimanya kete rangan, Apabila dalam jangka wak tu tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, ma ka keterangan yang diajukan itu diang gap disetujui. Ketentuan tentang tata cara pen da taan diatur dalam Pasal 9 UU No 12 Tahun 1994,. Dalam rangka pendataan, subyek pajak wajib men daf tarkan obyek pajaknya dengan mengisi SPOP, yang harus harus diisi dengan jelas, benar, dan leng kap serta ditandatangani dan disam pai kan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak obyek pajak, selambat-lamba tnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan
Obyek Pajak oleh subyek pajak.. Pelaksanaan dan tata cara pendaf taran obyek pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Kegiatan pendataan yang dila kukan pertama kali disebut kegiatan Pembentukan Basis Data Merupa kan suatu rangkaian kegiatan untuk mem bentuk suatu basis data yang se suai dengan ketentuan SISMIOP (pen daftaran, pendataan dan pe ni laian, serta pengolahan data ob jek dan subjek Pajak Bumi dan Bangu nan) dengan bantuan komputer pa da suatu wilayah tertentu, yang dila kukan oleh kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau pihak lain yang ditentukan oleh Direk to rat Jenderal Pajak. Hasil kegiatan pen dataan berupa data objek objek ber dasarkan isian SPOP dan LSPOP oleh wajib pajak Data LSPOP merupakan data pendukung untuk mela ku kan penilaian bangunan dengan bantuan computer (computer asseesed value). A.1.2 Tata Cara Penghitungan Pajak dan Produk Hukum Ketetapan Pajak Berupa SPPT Berdasarkan entry data SPOP dan LSPOP tersebut terbentuk Basis Data PBB, yaitu kumpulan infor masi objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan serta data pen dukung lainnya dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu serta disimpan dalam media penyim pan data. Basis data PBB diadminis trasikan dalam aplikasi SISMIOP, se hingga istilah basis data PBB dalam nomenklaturnya disebut sebagai Ba sis data SISMIOP.. Berdasarkan basis data SISMIOP tersebut, dapat dilakukan penetapan secara otomasi dengan meng gu na kan menu penetapan dalam apli kasi SISMIOP. Produk hukum yang diterbitkan berupa Surat Pem beri tahuan Pajak Terhutang (SPPT). Apabila setelah tanggal jatuh tempo pembayaran PBB tidak dibayar, maka dilakukan tindakan penagihan. Tang gal jatuh tempo adalah enam bulan sejak diterimanya SPPT, dan ter cantum tanggal jatuh tempo pada SPPT. Dalam SPPT harus mencan tumkan tahun pajak, untuk penetapan PBB jangka waktu adalah satu tahun
takwim. Saat yang menentukan pa jak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari. Dasar ketetapan PBB oleh karena itu menggunakan dasar peni laian per 1 Januari (Pasal 8 ayat (2) UU No 12 Tahun 1994.). Cara perhitungan PBB diatur da lam Pasal 5,6 dan 7 UU No 12 Tahun 1994, serta penjelasanya. Formulasi perhitungan PBB terhu,ang adalah : NJOP = Tarf x NJKP x (NJOP- NJOPTKP) Catatan : 1. Tarip tunggal, yaitu 0,5% 2. Nilai Jual Kena Pajak, 20% s/d 100% (pada prakteknya 20% dan40%) 3. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kenak Pajak, besarnya Rp 10.000.000 (masing-masing daerah dapat berlainan) A.1.3 Produk Hukum Ketetapan Pajak Berupa SKP Meskipun dalam penentuan jumlah Pajak terhutang menganut sis tem official assessment, namun dalam UU PBB tetap mengatur me nge nai saknsi yang dikenakan karena adanya kesalahan dalam penetapan pajak atau sebab lain. Disamping pene ta pan pajak dengan produk hukum SPPT. Dalam Pasal 10 ayat (2) UU No 12 Tahun 1994 diatur bahwa Direktur Jen deral Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut : a. Apabila Surat Pemberitahuan Ob yek Pajak tidak disampaikan seba gaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan seba gaimana ditentukan dalam Surat Tegoran; b. Apabila berdasarkan hasil peme rik saan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pem beri tahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak. Atas penerbitan SKP dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3) UU No 12 Tahun 1994, yaitu jumlah SKP adalah pokok E d i s i IV Desember 2011
KNPK 31
Lembar PK pajak ditambah dengan denda admi nistrasi sebesar 25% dihitung dari po kok pajak. Ketentuan penerbitan SKP dalam UU PBB mengatur secara khusus (lex spesialis derogate lex ge neralis) berbeda dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). A.1.4 Sanksi Atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Jatuh tempo pembayaran PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU No 12 Tahun 1994, adalah : (1). SPPT yang tidak dibayar selam 6 (enam) bulan sejak tanggal dite rimanya SPPT. (2). Pajak yang terhutang berdasar kan SKP, telah mencapai 1 (satu) bulan. (3). Pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut dikenakan denda admi nistrasi sebesar 2% (dua persen) se bulan dengan jangka waktu paling lama 24 (dua puluh em pat) bulan.. (4). Denda administrasi tersebut di tam bah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan STP yang harus dilu nasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diteri manya Surat Tagihan Pajak oleh Wajib Pajak. Ketentuan ini mengatur bahwa besarnya sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran SKP tidak mengacu lagi kepada ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP yang berbunyi “ Apa bila atas pajak yang terhutang, pada saat jatuh tempo pembayaran ti dak dibayar atau kurang dibayar, ma ka atas jumlah pajak yang tidak dibayar atau kurang dibayar itu, di kenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari jatuh tempo sam pai dengan hari pembayaran dan ba gian dari bulan dihitung penuh satu bu lan.” Bunga tersebut diterbitkan deng an produk hukum berupa STP seba gaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) huruf (b) UU KUP, yaitu Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/atau bunga. Perbedaan antara ketentuan
32 KNPK
E d i s i IV Desember2011
penerbitan STP menurut Pasal 11 UU No 12 Tahun 1994 dengan Pasal 19 ayat (1) UU KUP adalah besarnya sanksi administrasi, yaitu : - Atas keterlambatan pembayaran SKP mengacu kepada Pasal 11 ayat (3) UU No 12 Tahun 1994 (UU PBB), dikenakan denda ad ministrasi 2% per bulan, dengan jang ka waktu paling lama 24 bulan - Atas keterlambatan pembayaran surat ketetapan pajak (berupa SKPKB/SKPKBT) mengacu ke pada Pasal 19 ayat (1) UU KUP,
“
harus diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Terlebih dahulu agar dapat ditingkatkan penagihan aktifnya sampai dengan Surat Paksa. A.1.6 Hak-hak Wajib Pajak Hak-hak wajib Pajak yang diatur dalam UU PBB adalah: 1. Hak Wajib Pajak mengajukan ke beratan, sebagaimana diatur da lam Pasal 15 UU UU No 12 Tahun 1994. Ketentuan ini menga tur kembali ketentuan formal per
...Hak Wajib Pajak mengajukan kebera tan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU No 12 Tahun 1994. Ketentuan ini mengatur kembali ketentuan formal perpajakan yang telah diatur dalam Pasal 25 UU No 6 Tahun 1983 dalam UU PBB... dikenakan bunga 2% per bulan (ti dak ada jangka waktu paling lama). A.1.5 Penagihan Pajak Konstruksi aturan ini berkaitan dengan Pasal 11 ayat (4) UU No 12 Tahun 1994, yang mengatur bahwa “denda administrasi ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak”, sehingga penafsirannya adalah: Pasal 12 UU PBB tersebut mengatur bahwa SPPT. SKP dan STP yang sudah jatuh tempo dapat dilakukan penagihan dengan cara soft collection berupa himbauan pelunasan serta langkah persuasive lainnya. Pasal 13 UU PBB mengatur bahwa produk hukum berupa SPPT dan SKP yang sudah jatuh tempo
“
pajakan yang telah diatur dalam Pasal 25 UU No 6 Tahun 1983 dalam UU PBB.. 2. Hak Wajib Pajak mengajukan Pembetulan atas terjadinya kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang ter da pat dalam surat ketetapan, sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 16 UU No 6 Tahun 1983. 3. Hak Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU No 6 Tahun 1983. Direktur Jenderal Pajak dapat : a. Mengurangkan atau meng hapuskan sanksi administrasi beru pa bunga, denda, dan kena ikan yang terhutang menurut ketentuan peraturan peru ndang-undangan per pa jakan dalam hal sanksi ter sebut dikenakan karena ke khilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya; b. Mengurangkan atau mem ba talkan ketetapan pajak yang tidak benar (dapat dia ju kan apabila WP belum mengajukan keberataan meskipun jangka waktu 3 (ti ga) bulan batas pengajuan keberatan telah terlampaui). 4. Hak Wajib Pajak mendapatkan pengurangan (keringan) pem ba yaran pajak yang khusus di atur dalam Pasal 36 UU PBB (tidak ada ketentuan tersebut dalam dalam UU KUP). Menteri Ke uangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhu tang : a. Karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan/ atau karena sebab-sebab ter tentu lainnya; b. Dalam hal obyek pajak ter kena bencana alam atau se bab lain yang diluar biasa. A.2. Ketentuan Formal dalam UU PBB yang diatur secara khusus diatur berlainan dengan UU KUP Dari uraian diatas, maka ketentu an formal yang diatur secara khusus berlainan dengan UU KUP adalah : 1. Ketentuan tentang pendataan Objek Pajak. Kegiatan pen da ta an merupakan implikasi dari system pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang menganut official assessment. Kewajiban pendaftaran Objek Pajak tidak mutlak merupakan beban Subjek Pajak, namun harus secara aktif dilakukan oleh kantor pajak me lalui kegiatan pendaftaran atau pendataan. 2. Ketentuan dalam penerbitan SKP, dimana pada dasarnya SKP dalam terminology UU PBB ada lah merupakan penetapan dengan sistim official assessment yang tidak mendasarkan pada data dan perhitungan WP. Oleh karena itu jenis serta besarnya sanksi dalam SKP diatur secara khusus dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) UU No 12 Tahun 1994 3. Ketentuan dalam penerbitan
Surat Tagihan Pajak (STP) yang memperhitungkan kembali pokok pajak ditambah dengan sank si administrasi berupa bu nga 2% per bulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. 4. Ke tentuan dalam penagihan aktif. SPPT dan SKP yang juga merupakan dasar penagihan pajak tidak dapat lang sung dilanjutkan tindakan penagi hannya sampai dengan Surat Paksa tanpa diterbitkan STP ter lebih dahulu. 5. Hak Wajib Pajak mendapatkan pengurangan (keringanan) pem bayaran pajak sebagaimana dia tur dalam Pasal 36 UU PBB.
B. Pemungutan PBB berdasar kan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
B.1. Pentingnya Pemahaman Undang-undang Perpajakan Dalam Penyusunan Peraturan PajakDaerah P2 Dengan diberlakukannya UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, maka pengelolaan PBB sektor perkotaan dan perdesaan (P2) pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Pengelolaan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (P3) masih menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemberian kewenangan pemungutan PBB kepada pemerintah daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu dengan cara memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berbeda dengan pemungutan PBB sektor P3 serta sektor P2 yang masih dikelola oleh pemerintah pusat, prosedur pengenaan PBB sektor P2 yang dikelola oleh pemerintah daerah mengacu kepada UU Nomor 28 Tahun 2009. Selanjutnya daerah harus membuat Peraturan Daerah sebagai landasan hukum pemungutan PBB pada suatu daerah.
Ketentuan formal maupun ketentuan material dalam pemungutan PBB yang diatur pada UU Nomor 28 Tahun 2009 pada dasarnya mengadaposi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PBB dan UU KUP. Oleh karena itu dalam penyusunan Peraturan Daerah PBB P2, sebaiknya tidak hanya mengunakan landasan hukum UU No 28 Tahun 2009 saja, tetapi hendaknya menggunakan referensi ketentuan formal dan material dalam pemungutan PBB yang telah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 1994 (UU PBB) dan UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diuabah (UU KUP). Lagkah ini ditempuh agar penyusun peraturan daerah tersbut memahami latar belakang dan filosofi setiap materi (ketentuan) yang akan dituangkan dalam Peraturan Daerah PBB P2. B.2. Pendaftaran/pendataan Objek PBB P2 dengan menggunakan SPOP Proses pemungutan PBB dimulai dengan kegiatan pendataan/ pendaftaran objek pajak atau kegiatan pendataan (meliputi minimal satu wilayah kelurahan). Berdasarkan Pasal 77 UU No 28 Tahun 2009 , yang menjadi objek pajak adalah : (1). Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki , dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh orang prinadi atau Badan kecuali diamnfaatkan untuk kegiatan usaha P3. (2). Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah : (a) jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks seperti hotel, pabrik dan empalsemen yang merupakan suatu kesatuan dengan jompleks tersebut (b) jalan tol (c) kolam renang (d) pagar mewah (e) tempat olahraga (f) galangan kapal, dermaga (g) taman mewah (h) penampungan/ kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan (i) menara Meskipun semua objek pajak dilakukan pendataan, namun tidak semua objek pajak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. ;Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) UU No 28 Tahun E d i s i IV Desember 2011
KNPK 33
Lembar PK 2009, objek yang tidak dikenakan PBB adalah : a. Digunakan untuk Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerinatah. b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; f. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Dalam penjelasan Pasal 77 ayat (3) huruf b UU No 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan dapat diketahui dapat dilihat dari Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) dan yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut, Termasuk dalam pengertian ini adalah hutan wisata milik kegara sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 83 UU No 28 Tahun 2009 mengatur tentang tata cara pen da ta an. Dengan mengadopsi Pasal 9 UU PBB, yaitu : (1). Pendataan dilakukan dengan meng gunanakan SPOP (2). SPOP harus diisi dengan jelas, be nar, dan lengkap serta ditan da tangani dan disampaikan selam bat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya.SPOP. Ketentuan mengenai Subjek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No 12 Tahun 1994 sama dengan ketentuan Subjek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU No 28 Tahun 2009, yaitu subyek pajak adalah orang atau badan yang
34 KNPK
E d i s i IV Desember2011
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. B.3. Tata Cara Penghitungan PBB P2 dan Produk Hukum Ketetapan Pajak Berupa SPPT Dasar pengenaan PBB adalah NJOP sebagaimana diatur dalam Pasal 79 UU No 28 Tahun 2009. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek khu sus dapat ditetapkan setiap ta hun. Penetapan NJOP dilakukan Kepala Daerah. Pasal 81 UU No 28 Tahun 2009 mengatur formulasi perhitungan PBB terhutang: sebagai berikut: PBB = Tarf x (NJOP-NJOPTKP) Catatan : 1. Tarip paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 UU No 28 Tahun 2009); dtetapkan dengan Peraturan Daerah 2. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kenak Pajak, besarnya Rp 10.000.000 dtetapkan dalam Peraturan Daerah. Dalam Pasal 77 ayat (4) UU No 28 Tahun 2009 selanjutnya diatur bahwa Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (JOPTKP) paling rendah sebesar Rp 10.000.000 yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Pasal 82 UU No 28 Tahun 2009 mengatur tahun pajak, saat yang menentukan pajak terhutang serta tempat pajak yang terhutang dengan mengadopsi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No 12 Tahun 1994 , yaitu : (1). Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. (2) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari. (3) Tempat pajak yang terhutang :adalah di wilayah daerah yang meliputi objek pajak B.4. Produk Hukum Ketetapan PBB P2 Berupa SKP Ketentuan penetapan PBB dalam UU PDRD serupa dengan cara penetapannya dalam UU PBB. Disamping penetapan pajak dengan
produk hukum SPPT, Dalam Pasal 84 UU No 28 Tahun 2009 diatur bahwa Kepala Daeah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKPD) dalam hal-hal sebagai berikut : a. Apabila Surat Pemberitahuan Obyek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Tegoran; b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak. Dalam penjelasan Pasal 84 UU No 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa penetapan SKPD ini hanya untuk PBB P2. Penafsiran penjelasan Pasal 84 UU No 28 Tahun 2009 ini adalah SKPD untuk PBB P2 diatur tersendiri. Ketentuan SKPD secara umum seba gaimana dalam UU No 28 Tahun 2009 diatur dalam Pasal 96 ayat 2,3, 4 dan 5 UU No 28 Tahun 2009 , yang ber bunyi: Pasal 96 ayat (2) yang berbunyi setiap WP membayar pajak yang terhutang berdasar SKP atau di bayar sendiri oleh WP berdasar pe raturan perundang-undangan per pajakan. Pasal 96 ayat (3) yang berbunyi WP yang memenuhi kewajiban perpa jakan berdasarkan penetapan Ke pala Daerah dibayar dengan meng gunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 96 ayat (4) yang berbunyi do kumen lain yang dipersamakan se bagaimana dimaksud berupa karcis dan nota perhitungan. Pasal 96 ayat (5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan meng gu nakan SPTPD, SKPDKB dan. SKPDKBT B.5. Ketentuan Pembayaran dan Sanksi Atas Keterlambatan Pembayaran PBB P2 Dari uraian sebelumnya dapat
ditasfirkan bahwa ketentuan pem bayaran atas SKPD (atau dokumen lain yang dipersamakan) dibedakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan sendiri dimana jumah yang harus dibayar menggunakan dasar sebagaimana tercantum dalam SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT. Perbedaan cara pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut mempengaruhi cara menerapkan sanksi atas keterlambatan pembayaran yang ditagih dengan STP. Sanksi atas keterlambatan pem bayaran, baik mendasarkan ke pada penetapan oleh kantor pajak ber upa ketetapan pajak maupun di bayar sendiri oleh WP mengacu kepada Pasal 100 No 28 Tahun 2009 ditagih melalui dengan STP, dengan ketentuan : (1). Dasar penerbitan STPD seba gai mana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) adalah apabila (a) pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar (b) dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran seba gai akibat salah tulis dan/atau salah hitung (c) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda (2). Besarnya sanksi yang diterbitkan dalam STP diatur dalam Pasal 100 ayat (2)., yaitu. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a dan b ditambah deng an denda administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 15 bulan sejak saat terhutangnya pajak ). (3). Besarnya sanksi yang ditagih dengan STP atas SKPD yang setelah jatuh tempo tidak diba yar, diatur dalam Pasal 100 ayat (3), yaitu dkenakan sanksi administrasi berupa bunga se besar 2% per bulan (tidak ada batasan maksimal). Catatan Da lam ketentaun UU KUP sanksi tersebut ditagih dengan STP yang dikenal dengan STP Bunga Penagihan. Selanjutnya dalam Pasal 101 ayat (1) UUNo 28 Tahun 2009 diatur sebagai berikut : Kepala daerah menentukan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terhutang paling lama 30 (tiga puluh hari) kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh WP. Pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar akan diterbitkan STPD Berdasarkan uraian diatas, maka ketentuan penerbitan STPD sektor P2 adalah sebagai berikut: (1). Atas SPPT yang sampai dengan jatuh tempo pembayaran belum dilakukan pembayaran sampai dengan jatuh tempo ditagih
“
B.6. Tata Cara Penagihan PBB P2 Ketentuan penagihan pajak dae rah sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (2) UU No 28 Tahun 2009 berbunyi:“SPPT/SKPD/SKPDKB/ SKPDKBT/STPD/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding yang me nye babkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan”. Selanjutnya diatur dalam Pasal 102 UU No 28 Tahun 2009 bahwa atas pajak yang terhutang berdasarkan SPPT/
...Sanksi atas keterlambatan pembayaran, baik mendasarkan kepada penetapan oleh kantor pajak berupa ketetapan pajak maupun dibayar sendiri oleh WP mengacu kepada Pasal 100 No 28 Tahun 2009... dengan STP sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (2) dalam hal penerbitan STP didasarkan pada pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Besarnya pajak yang harus dibayar adalah jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi 2% per bulan maksimal 15 bulan (2). Atas SKP yang sampai jatuh tem po belum dilakukan pem bayaran tetap ditagih deng an menggunakan dasar SKP tersebut. Atas sanksi keter lambatan, diterbitkan STP sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (2) dalam hal penerbitan STP didasarkan pada pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Besarnya pajak yang harus dibayar adalah jumlah pa jak yang kurang dibayar ditam bah dengan sanksi 2% per bulan maksimal 15 bulan
“
SKPD/SKPDKB/SKPDKBT/STPD/SK Pembetulan/SK Keberatan/ Putusan Banding yang tidak atau kurang diba yar oleh WP pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. Ketentuan sebagaimana dimak sud dalam Pasal 102 UU No 28 Tahun 2009 perlu dilakukan elaborasi deng an Pasal 13 UU No 12 Tahun 1994 apabila akan diterapkan untuk pena gihan PBB P2, yaitu: (1). Sebagaimana ketentuan pe na gihan dalam PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU No 12 Tahun 1994, kekurangan pemba yaran pajak sebagaimana tercan tum dalam SPPT tidak dapat diteruskan kepada tindakan pe nagihan sampai Surat Paksa. Ke ku rangan pembayaran tersebut ter lebih dahulu ditagih dengan menggunakan STP ditambah de ngan bunga 2% per bulan untuk pa ling lama 15 bulan. Setelah diter bitkan STP tersebut, baru E d i s i IV Desember 2011
KNPK 35
Lembar PK da pat ditindaklanjuti dengan dengan Surat Tegoran yang di lanjutkan dengan Surat Paksa. (2). Demikian pula atas penerbitan SKP yang tidak dibayar setelah tanggal jatuh tempo, terlebih da hulu ditagih dengan Surat Tagi han Pajak untuk menagih pajak yang tidak atau kurang dibayar. Setelah diterbitkan STP tersebut, baru dapat ditindaklanjuti deng an dengan Surat Tegoran yang dilanjutkan dengan Surat Paksa. B.7. Hak-hak Wajib Pajak PBB P2 Hak-hak wajib Pajak yang diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 adalah: 1. Hak WP mengajukan keberatan dan banding, sebagaimana dia tur dalam Pasal 103 dan 104 UU No 28 Tahun 2009. 2. Hak WP mengajukan pembetu lan, pembatalan, pengurangan kete tapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi admi nistrasi sebagaimana diatur da lam Pasal 104 UU No 28 Tahun 2009. Kepala Daerah dapat: a. Mengurangkan atau meng hapuskan sanksi administrasi be rupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang ter hu tang dalam hal sanksi ter sebut dikenakan karena ke khilafan WP dan bukan kare na kesalahannya. b. Mengurangkan atau memba talkanSPPT/SKPD/SKPDKB/ SKP DKBT/STPD/SKPDN/ SKPDLB yang tidak benar c. Mengurangkan atau memba talkan STPD d. Membatalkan hasil pemerik sa an atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau di terbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan. Demikian pula dalam Pasal 95 ayat (4) UU No 28 Tahun 2009, Peme rintah Daerah dapat juga mengatur pemberian kebijakan mengenai : a. Pemberian pengurangan, kering a nan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya b. Tata cara penghapusan piutang pa jak yang kadaluwarsa; dan/ atau
36 KNPK
E d i s i IV Desember2011
c. Asas timbal balik, berupa pem berian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak kepada kedutaan, konsulat, dan perwa kilan Negara asing sesuai dengan kelaziman internasional
C. Penutup Pemahaman mengenai ketentu an formal dan material dalam pemu ngutan suatu jenis pajak yang dija barkan pada: objek dan Subjek Pajak; dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak, penetapan pajak, tata cara pembayaran dan penagihan, sanksi administrasi harus dikuasai baik oleh pe nyusunan Peraturan Daerah PBB sektor P2 maupun petugas yang melaksanakan operasionalisasinya di lapangan. Melalui penyusunan pe rangkat ketentuan peraturan yang memadai dan jelas, maka akan dapat me minimalisasi adanya penafsiran yang berbeda antara WP dengan pe tugas pajak (fiskus). Setelah ditetapkan Peraturan Daerah pemungutan PBB Sektor P2 pada suatu daerah, agar segera di susun peraturan yang mengatur tata laksananya dalam Peraturan Kepala Daerah atau Keputusan Kepala Da erah. Penyusunan peraturan terse but mengacu kepada peraturan perundang-undangan berupa Per aturan Pemerintah, Keputusan Men teri Keuangan, Peraturan Menteri
Ke uangan, Keputusan Direktur Jen deral Pajak, Surat Edaran Direktur, dll yang selama ini dipergunakan se bagai pedoman dalam pelaksanaan administrasi PBB selama ini meliputi : m Administrasi pendataan m Administrasi penilaian m Administrasi penetapan m Administrasi pembayaran m Administrasi penagihan m Administrasi keberatan, pem be tulan, pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dan ketetapan pajak yang tidak benar, m Pengurangan, keringanan dan pem bebasan dalam hal-hal tertentu. m Aplikasi SISMIOP n
Daftar Pustaka w Undang-undang Republik Indone sia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ke tentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan w Undang-undang Republik Indone sia Nomor 12 Tahun 1984 tentang Pajak Bumi dan Bangun w Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pe rubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1984 Pajak Bumi dan Bangun w Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 ten tang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sosialisasi Kebijakan
DAK 2012 Oleh: Tanda Setya Widyaiswara Pusdiklat KNPK
S
osialisasi dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 22-23 Nopember 2012. Sungguh sebuah kehormatan bagi redaksi Majalah KNPK dapat menghadiri kegiatan bersekala nasional tersebut. Kegiatan sosialisasi DAK dibuka langsung oleh orang nomor satu diling kungan DJPK, yaitu bapak Dr. Marwanto Harjowiryono. Dalam sambutanya Dir jen Perimbangan Keuangan meng ing atkan betapa pentingnya untuk meningkatkan pengelolaan DAK. Walau kebijakan yang baru terkait DAK bisa dibilang tidak ada, namun pengelolaan DAK perlu ditingkatkan, khususnya kepatuhan pada petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh K/L. Setelah pembukaan yang ber langsung hikmat tersebut, acara dilan jutkan dengan pemaparan umum dari Direktur Dana Perimbangan bapak Pra mudjo, MSoc.Sc. Disampaikan ber ba gai hal terkait kebijakan umum tentang DAK 2012. Disampaikan juga begaimana mekanisme pengalokasian DAK 2012.
DJPK menyelenggarakan Sosialisasi Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2012. Berdasarkan UU APBN Nomor 22 Tahun 2012, menyatakan bahwa alokasi DAK tahun 2012 sebesar Rp26,115 triliun. Terkait dengan hal tersebut dan dalam rangka meningkatkan pengelolaan DAK Tahun 2012, maka DJPK sebagai unit yang mengampu pengelolaan DAK menyelenggarakan sosialisasi kebijakan DAK 2012 kepada seluruh Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota) yang mendapatkan alokasi DAK tahun 2012. Sesi selanjutnya menghadirkan pa da narasumber dari K/L yang menjadi pem bina teknis atas bidang-bidang DAK 2012 yang jumlahnya sebanyak 19 bidang. Masing-masing bidang diwa kili oleh narasumber dari K/L yang mem bidanginya yaitu, Kementerian Pen didikan Kementerian dan Ke bu dayaan, Kementerian Kesehatan, Ke me n terian PDT, Kementerian Dalam Ne geri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Ke men terian Kehutanan, Kementerian Per dagangan, Kementerian ESDM, BKKBN, Kementerian Perumahan Rak yat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Para nasasumber bergiliran untuk menyampaikan materinya dan aca ra tersebut berlangsung selama 2 hari. Disamping pemaparan tentang kebijakan DAK 2012, juga di be rikan kesempatan kepada Pemda un tuk menyampaikan pertanyaan, tang gapan dan berbagai hal yang ter kait dengan pengelolaan DAK, baik
yang telah dilaksanakan maupun ke depannya. Daerah-daerah sangat antusias un tuk mengikuti acara tersebut, acara se si tanya jawab selalu berakhir dengan masih banyaknya peserta yang belum sempat untuk mengajukan pertanyaan karena keterbatasan waktu. Untuk itu para narasumber selalu memberi ke sempatan untuk melanjutkan dis ku si nya setelah pemaparan selesai. Hari terakhir, yatu penutupan dilaku kan oleh Kasubdit DAK yang mewakili Direktur Dana Perimbangan. Dalam ke sempatan tersebut disampaikan uca pan terimakasih dan harapan kepada semua pihak untuk benar-benar dapat mengelola DAK 2012 tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam rangka meningkatkan pe layanan kepada peserta sosialisasi, pe nyelenggaran memberian seluruh materi sosialisasi baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy. De mi kian liputan sosialisasi DAK 2012 yang diselenggarakan oleh DJPK Kemente rian Keuangan.n E d i s i IV Desember 2011
KNPK 37
Lembar Kediklatan
Icebreaker, Energizer Ampuh dalam Adult Learning
Oleh: Retno Utari Widyaiswara Pusdiklat KNPK
Pembelajaran antara orang dewasa dengan anak-anak tentu berbeda. Masa kanakkanak dipenuhi dengan keingintahuan. Proses belajar anak-anak bertujuan untuk menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan, sedangkan orang dewasa lebih fokus padauntuk apa mereka belajar, sehingga mereka akan memilah pengetahuan yang hanya mereka perlukan dan terapkan.
M
ereka tidak serta merta me nerima dan menelan in formasi itu bulat-bu lat. Mereka akan mem ban dingkan dengan nilai atau norma yang melekat dalam diri mereka ata u deng an pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.Dalam memahami se suatu, anak-anak perlu penjelasan de tail, namun sekali paham mereka akan sela lu mengingatnya. Sedangkan orang dewasa kebalikannya, mereka mu dah memahami, namun dengan bertambahnya usia, mereka agak sulit meng ingatnya.Hal ini karena faktor fisik dan psikis yang mempengaruhi konsentrasinya. Bicara mengenai konsentrasi, suatu pe nelitian di Belanda menyatakan bah wa ternyata hampir tiap orang hanya mampu berkonsentrai penuh selama dua puluh menit pertama saja. Setelah itu, konsentrasinya mulai me nurun dan akhirnya akan hilang sama sekali. Oleh karena itu, jangan heran, jika dalam proses pembelajaran kita lihat peserta didik sering keluar ru angan kelas untuk menghilangkan ke bosanan entah itu sekedar ke kamar kecil atau melihat suasana lain guna mengendurkan ketegangan otot dan pikiran.
Sebuah liputan singkat atas
38 KNPK
E d i s i III Oktober 2011
Dalam pembelajaran orang dewa sa, peserta harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan. Pengajar harus meng hargai pendapat tiap peserta karena mungkin mereka mempunyai backgroundpendidikan dan pekerjaan yang berbeda. Sedangkan dalam hal me nimbulkan minat, motivasi dan
meningkatkan konsentrasi, perlu cara yang menarik untuk mengatasinya. Motivasi memang seharusnya datang dari dalam diri tiap orang, namun sebagai pengajar, kita perlu memahami kondisi merekadan mem bantu memunculkan motivasi melalui kegiatan yang menarik. Tak dapat dipungkiri, walau telah
dewasa, tiap orang tak akan terlepas dari sifat kekanakannya. Mereka perlu sesekali bermain seperti layaknya anak kecil karena bermain adalah natur mansia. Jika kita lihat murid taman ka nak-kanak, mereka selalu gembira, ak tif bermain namun tetap bisa meng ikuti apa yang diperintahkan gurunya. Jadi, tak ada salahnya jika kita selip kan suasana gembira di tengah proses pembelajaran terutama ketika kebo sanan sudah mulai muncul di antara peserta. Kegembiraan itu dapat kita wujudkan dalam suatu permainan yang disesuaikan dengan kondisi. Jadi, permainan adalah salah satu alternatif solusi mengatasi kebosanan memo tivasi dan meningkatkan konsentrasi. Dalam proses pembelajaran, misal nya diklat, selingan permainan untuk menyegarkan suasana itu dikenal dengan istilah Icebreaker. Istilah Icebreaker sebenarnya adalah kapal yang dilengkapi mesin kuat yang dapat memecah es sehingga memu dahkan navigasi. Jadi, dalam hal ini, Icebreaker merupakan cara untuk memecahkan suasana yang dingin dan kaku. Istilah Icebreakersemula yaitu cara memulai suatu percakapan dan meningkatkan mood di antara anggota dalam suatu kelompok. Ice breaker penting untuk memulai perca kapan agar dapat mengalir deng an lancar sehingga para anggota kelom pokmenjadi lebih santai dan terbuka. Dengan Ice breaker kita dapat men ciptakan suasana kelompok yang positif, mem break down hambatan sosial, mengenal satu sama lain, meng energize,memotivasi, bahkan lebih jauh lagi, membawa mereka untuk berpikir “out of the box” Semula, Ice breaker diwujudkan berupa permainan-permainan dalam pes ta atau acara informal. Terbukti, cara ini membuat suasana pesta dan acara menjadi lebih meriah. Icebreaker menjadi sarana yang dira sakan perlu untuk membangun ke akraban dan menciptakan colla borative community. Suasana ke akraban dan kegembiraan inilah yang dirasakan perlu pula diterapkan da lam acara formal seperti di sekolah, dik lat, seminar dan conference. Deng an berjalannya waktu, Icebreakerkerap menjadi kegiatan
yang diselipkan selama proses pem belajaran dalam diklat baik di awal, di tengah-tengah, diakhir sesi.Ice breaker yang well designed dan well facilitated merupakan awal yang baik untuk mengakrabkan, menarik minat dan motivasi. Berikut adalah contoh-contoh Icebreaker yang penulis kelompokkan berdasarkan ke gunaanya sebagai ajang perkenalan, energizer dan penutup (kesimpulan). 1. Perkenalan a. Sahabat baruku - Atur peserta duduk mem bentuk lingkaran - Minta peserta untuk saling berkenalan dengan peserta yang berada di sebelahnya - Dapatkan informasi me nge nai pasangan tersebut, se perti nama, pekerjaan, hobby, tempat tinggal, juga persamaan-persamaan di antara mereka - Minta tiap peserta untuk menceritakan pasangannya. b. Urutan barisan - Jika jumlah peserta banyak, bagi peserta menjadi be berapa kelompok dengan jumlah yang sama - Intruksikan kepada tiap kelompok untuk membuat barisan berdasarkan urutan kriteria tertentu tanpa ber komunikasi, misal urutan na ma, umur, berat badan (ge muk/kurus), tinggi badan, kepangkatan, masa kerja, dll Uru tan barisan’ dapat di mainkan setelah istirahatcoffee break atau makan siang.Tu ju annya untuk mengukur hu bungan interpersonal dan keakraban diantara peserta, se lain untuk refreshing sebelum memulai atau melanjutkan ma teri baru. 2. Energizer a. Menghangatkan suasana 1). Si Bolot - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Jelaskan bahwa per mai nan ini menirukan reaksi si bolot, yang jika ditanya
selalu menjawab hal yang tak ada hubungan sama se kali dan beri batas wak tu dalam menjawab. Jika peserta ditanya, mi sal nya: “Apakah anda se orang ibu?” jawaban peserta:”saya suka bero lahraga” - Pertanyaan dapat diterus kan agar peserta terkecoh, Misal: “Apakah anda seo rang ibu?”, jawaban pe serta:”saya suka ber olah raga”, lalu penanya melanjutkan:”Olah raga apa yang sering Anda la kukan?”, berharap pe serta terkecoh, dan akan menjawab:”renang” 2). Bulgarian Style - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Jelaskan bahwa permai nan ini merupakan cara menjawab ala Bulgaria. Jawaban “ya” dengan ge lengan kepala dan “tidak” dengan anggukan kepala. - Ajukan Yes-No Question kepada peserta, misal, “Apa kah Anda sakit?”, “Apakah hari ini selasa?” b. Kerja sama Tim 1). Bangkit bersama - Tunjuk dua peserta untuk duduk di lantai saling membelakangi dengan lengan saling berkaitan. - Berikan aba-aba agar pa sangan tersebut berusaha bangkit dari posisi duduk mereka tanpa melepaskan kaitan lengan hingga ber diri dengan sempurna - Jika telah berhasil, ting katkan kesulitan dengan menambah menjadi tiga, atau empat orang 2). Buta, Tuli, Lumpuh - Tunjuk tiga peserta, minta mereka berperan sebagai si Buta, si Tuli dan si Lumpuh - Jelaskan bahwa tugas E d i s i III Oktober 2011
KNPK 39
Lembar Kediklatan mereka adalah bekerja sama agar ketiganya dapat melewati lintasan yang telah ditentukan. - Keberhasilan mereka di tentukan oleh kerja sama dan cara mereka ber ko munikasi c. Komunikasi 1). Bebas berekspresi - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Siapkan sejumlah potong an kertas bertuliskan jenis emosi - Tunjuk alah satu peserta untuk mengambil kertas dan mengekspresikan emosi yang tertulis disitu, sedangkan peserta lain berusaha menebaknya. La lu lanjutkan dengan peserta berikutnya. - Usahakan pilih emosi yang sulit diperagakan, seperti, antusias, pesimis, sebal, kasihan, frustasi d. Kreativitas 1). Cerita bersambung - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Salah seorang peserta ditunjuk untuk bercerita dengan tema bebas 1-3 kalimat. - Lalu tunjuk secara acak satu peserta lain untuk melanjutkan cerita ter seb ut - Begitu seterusnya hingga seluruh peserta men da pat giliran 2). Kata baru - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Di tengah lingkaran letak kan meja, taruh sepiring kue sejumlah peserta - Minta lima peserta menu ju meja untuk ber siap mengambil kue, se men tara itu sebutsatu kata mi sal SUKAR, maka kelima peserta tersebut harus bi sa membentuk kata baru
40 KNPK
E d i s i III Oktober 2011
da ri kata SUKAR (misal: kasur, rakus, rusak, rasuk, kuras). - Beri waktu 5 detik untuk ber pikir, bagi peserta yang gagal membuat kata baru harus meletakkan kue itu kembali ke atas pi ring. - Lanjutkan permainan deng an variasi kata, se hing ga semua peserta kebagian kue e. Ketelitian 1). Hidden word - Siapkan sejumlah kalimat yang di dalamnya ter sembunyi nama binatang - Dalam waktu 30 detik, minta peserta untuk me ne mukan nama bintang yang dimaksud. l Berikanlah apa yang kau miliki, uang mau pun kepandaian l Teringatku dalamnya kasih ibu di sepanjang hidupku - Sebagai variasi, nama bi natang dapat diganti dengan nama buah, bu nga, kota, dll 2). Berapa“y”? - Minta peserta untuk menghitung berapa banyak huruf ‘Y’ dalam cerita yang dibacakan. - Bacakan cerita tersebut dengan pelan dan jelas. Sebagai contoh, “Sehari sebelum kem balinya Yanto dari Je pang, ia membeli yoyo se harga lima yen. Itu adalah yen terakhir yang dibelanjaknnya. Sekarang yanto sangat lihai memainkan yo yonya. Berkali-kali permainan yoyonya tam pil di acara yang bergengsi.” - Tanyakan tiap peserta berapa banyak huruf “Y” dalam cerita tersebut. - Peserta yang berhasil
menjawab dengan benar dapat diberikan hadiah - Permainan dapat di va riasikan dengan pencari an huruf lain, misal ‘ng, ny. f Intuisi 1). The Miracle number - Tunjuk salah satu peserta, jelaskan bahwa ini adalah telematika yaitu permainan membaca pikiran - Pandangi mata peserta tersebut, seolah-olah kita sedang membaca pikiran, lalu tulis angka 1089 di kartu dan letakkan di whiteboard dalam posisi tertutup - Minta peserta tersebut menuliskan angka sebanyak 3 digit dengan catatan angka digit pertama dan terakhir tdk boleh sama seperti 252, 757, dsb. - Mintalah dia untuk mem balikkan posisi angka yang ditulis dan melakukan peng urangan terhadap angka yang lebih kecil, misal ang ka yang dipilih 197, maka ketika dibalik menjadi 791, sehingga (791-197=594) - Selanjutnya tambahkan hasil perngurangan tadi deng an kebalikan dari hasil peng urangan itu sendiri, misal (594+495)= 1089) - Setelah itu minta ia menyebutkan hasilnya dan cocokkan dengan yang ter tulis di kartu. - Jika hasil pengurangan hanya 2 digit, maka tambah kan angka 0 di depannya. Misal jika angka yang dipilih 213, hasilnya 99 (312-213), ma ka tambahkan angka 0 di depannya, sehingga men jadi 099. Setelah itu laku kan tahap kelima, maka ha sil nya akan menjadi 1089 (099+990) 2). Jalan mundur - Minta 4 pasang peserta, yang satu sebagai ‘pejalan mun dur’ dengan mata ter tu tup, sedangkan lainn se
bagai ‘pemberi aba-aba’ - Buat lintasan garis awal dan akhir (panjangnya disesuaikan dengan ruangan kelas) - Be rikan aba-aba mulai, lalu pejalan mundur akan berjalan mundur dengan dipandu oleh pasangannya dimulai dari garis awal sampai akhir. - Peserta yang menang ada lah yang paling cepat menca pai garis akhir tanpa mence lakakan lawan g. Konsentrasi 1). Silent Countdown - Peserta diminta berdiri membentuk lingkaran - Jelaskan bahwa peserta akan berhitung mundur se cara berurutan, tapiuntuk pe serta dengan urutan kelipatan empat harus diam. - Perhitungan dimulai dengan nomor terbesar (sesuai jum lah peserta), misalnya, dua puluh, ...sembilan belas,... delapan belas,...tujuh belas,.. diam,...lima belas..., dst. - Hitungan harus cepat, tegas dan lantang dan peserta yang salah akan dihukum. 2). Test 3 menit - Siapkan lembar ‘Tes 3 menit’ (berisi 10 instruksi) sebanyak jumlah peserta. - Isi perintah tersebut adalah sebagai berikut: - Bagikan lembar ‘Tes 3 menit’ ini dalam keadaaan tertutup - Sebelum mulai, ingatkan
agar peserta teliti dan mengerjakan semua soal dengan cepat mengingat waktunya yang hanya 3 menit. - Buat suasana setegang mungkin dengan menging atkan sisa waktu. 3. Kesimpulan a. Penilaian Rekan - Buatlah kelompok berisi lima peserta dan berikan masingmasing peserta 4 kartu - Minta tiap peserta menu lis kan kesan mereka terhadap empat rekannyaselama pro ses pembelajaran, misalnya ke lebihan, kekurangan dan saran agar mereka menjadi lebih baik lagi. - Berikan kartu tersebut kepa da para peserta yang dieva luasi untuk introspeksi diri. b, Batu kenangan - Mintalah peserta membawa batu kecil yang unik dan bagilah kelompok berisi lima peserta - Jelaskan bahwa ada tiga hubungan penting dalam kehidupan yang harus selalu harmonis yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam. - Sambil memegang batu pilihannya, minta peserta menjelaskan secara singkat perbaikan diri yang akan dilakukan terkait dengan tiga hubungan itu.
1
Sebelum mengerjakan soal dibawah ini, bacalah terlebih dahulu semua perintah yang ada
2
Tulislah nama dan tanda tangan di sebelah kanan atas
3
Tulislah minimal tiga kelebihan dan kelemahan yang ada pada dirimu
4
Hitunglah 16 x 11 : 2 + 12
5
Tulislah tiga makanan kesukaanmu
6
Gambarlah sebuah segitiga sama sisi dalam lingkaran dengan ujung segitiga ke bawah
7
Hitung volume kubus dengan ukuran sisi 6,50 cm
8
Berteriaklah “HORE” sekeras-kerasnya, jika instruksi nomor 7 telah selesai
9
Lipatlah kertas ini menjadi lipatan kecil
10
Setelah itu, kerjakan nomor 2 saja!
- Jika salah satu peserta telah menjelaskan ketiga hal tersebut, minta ia me nye rahkan batu itu ke peserta disebelahnya. - Dengan dua batu di tang an nya, peserta kedua me lakukan hal yang sama dan menyerahkannya ke peserta ketiga, dan seterusnya hing ga akhirnya batu2 itu kem bali ke peserta pertama. - Minta peserta pertama mengembalikan batu-batu ke pemilik masing-masing sambil berpesan:”Simpanlah batu ini sebagai kenang2an. Se tiap Anda melihat batu ini, Anda akan mengingat apa yang telah kita pelajari selama pembelajaran ini” Apa yang penulis paparkan di atas hanyalah contoh dari Icebreaker, Tentunya dalam memilih/merancang Icebreaker, perlu dipertimbangkan tujuan dari skill atau attitude yang ingin dicapai, latar belakang serta seberapa dalam pemahaman peserta terhadap topik. Sebagai fasilitator, pengajar dituntut untuk kreatif dalam menciptakan Icebreaker dan yakin dalam memperagakannya. Jika tidak, makakegiatan ini akan sia-sia dan menjadi disaster bagi semua personil yang terlibat di dalamnya, terutama bagi si pengajar itu sendiri. Selamat berkreasi dan selamat mencoba! l Daftar Pustaka m Sugar, Steve, and Carol Willet, Games That Boost Performance: 30 Ready-to-Use Group Activities, San Fransisco, Pfeiffer, John Wiley & Sons Inc., 2005. m Bun, Hendri, 300 Game Kreatif, Yogyakarta, Gradien Mediatama, 2010 m Mindtools, Ice Breakers, Easing group contribution, http://www. mindtools.com. Diakses 29 September 2011 m Ardiani Mustikasari, 2009, Pembelajaran Orang Dewasa, http://www.edu-articles.com. Diakses 29 September 2011 E d i s i III Oktober 2011
KNPK 41
Inf Inf
Diklat Diklat
T
anpa terasa, kita sudah berada di penghujung Tahun Anggaran 2011. Tanpa terasa pula sudah 41 diklat telah diselenggarakan oleh Pusdiklat KNPK, 3 diklat saat berita ini dibuat sedang berjalan. Dari 41 diklat tersebut, 8 diklat diperuntukkan bagi pegawai Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan selebihnya merupakan diklat yang diperuntukkan bagi pegawai Ditjen Kekayaan Negara (DJKN). Berikut kami uraikan realisasi diklat pada tri wulan III dan IV Tahun Anggaran 2011:
No
Nama Diklat
1.
Asal
Jumlah Peserta
Peserta
Rencana
Realisasi
Penyegaran Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Terkait Divestasi
DJKN
30
33
2.
DTSS Pengelolaan Barang Milik Negara, Kekayaan Negara Lain-lain, dan Kekayaan Negara Dipisahkan Angkatan I
DJKN
30
31
3.
DTSS Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Terkait Aksi Korporasi
DJKN
30
30
4.
Penyegaran SIMAK BMN bagi Pengelola Angkatan II
DJKN
30
35
5.
DTSS Supervisor TIK DJKN Pemula Angkatan II
DJKN
30
29
6.
DTSS Supervisor TIK DJKN Tingkat Madya
DJKN
30
19
7.
DTSS Pengelolaan Barang Milik Negara, Kekayaan Negara Lain-lain, dan Kekayaan Negara Dipisahkan Angkatan II
DJKN
30
27
8.
DTSS Penilaian Properti Lanjutan
DJKN
30
27
9.
DTSS Beracara di Pengadilan Angkatan II
DJKN
30
27
DTSS Pemeriksa Piutang Negara Angkatan III *
DJKN
33
31
11.
DTSS Pejabat Lelang Angkatan III
DJKN
30
26
12.
DTSS Juru Sita Angkatan I
DJKN
30
28
13.
DTSS Teknik dan Model Keuangan dalam Rangka Penciptaan Nilai Perusahaan
DJKN
20
18+3 ***
14.
DTSS Juru Sita Angkatan II **
DJKN
30
22
15.
DTSS Keputusan Investasi dan Pendanaan Proyek (5-9 Des. 2011) **
DJKN
20
19+4****
16
DTSS Beracara di Pengadilan Angkatan III Des. 2011) **
(15 Nov. s.d. 6
DJKN
30
25
17
DTSS Lelang (bagi Pejabat Struktural DJKN) 2011) **
(21 s.d. 25 Nov.
DJKN
30
30
10.
JUMLAH *) Menggunakan DIPA DJKN **) Pada saat penulisan diklat tersebut sedang/akan berlangsung ***) 21 orang peserta : 3 orang WI Pusdiklat KNPK tetapi realisasi dari DJKN hanya 18 orang ****) 23 orang peserta : 4 orang WI Pusdiklat KNPK tetapi realisasi dari DJKN hanya 19 orang
42 KNPK
E d i s i IV Desember 2011
Dari diklat-diklat yang telah diselenggarakan tersebut, ada beberapa jenis diklat yang dalam kurikulum terdapat kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan diwajibkan untuk membuat laporan atas kunjungan PKL tersebut, yaitu : a. DTSS Penilaian Properti Lanjutan, lokasi PKL : KPKNL Cirebon dengan obyek penilaian Bangunan Bendung Rentang; Jalan, Jembatan, Saluran Air dan Bangunan Penunjang; Bandar Udara Cakra Buana b. DTSS Pejabat Lelang Angkatan III, lokasi PKL : KPKNL Jakarta IV dengan lokasi lelang di Jamsostek c. DTSS Juru Sita Angkatan I, lokasi PKL : KPKNL Bogor dengan target sita di daerah Cianjur dan No
Pacet d. DTSS Beracara di Pengadilan Angkatan II, lokasi PKL : Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta e. DTSS Beracara di Pengadilan Angkatan III, lokasi PKL : Pengadilan Negeri Jakarta Pusat f. DTSS Juru Sita Angkatan II, lokasi PKL : KPKNL Bekasi dengan target penyampaian surat paksa Secara keseluruhan, penyelenggaraan diklat tahun 2011 berjalan dengan tertib dan lancar meskipun terjadi beberapa kali perubahan jadwal/kalender diklat. Kekurangan tentu selalu ada dan hal tersebut semakin membuat Pusdiklat KNPK terpacu untuk semakin memberikan yang terbaik lagi untuk diklat-diklat selanjutnya.
Pada edisi ke-4 majalah KNPK ini dapat kami informasikan bahwa berdasarkan Identifikasi Kebutuhan Diklat (IKD) yang dilakukan Pusdiklat KNPK kepada DJPK dan DJKN selaku user utama, pada Tahun Anggaran 2012 Pusdiklat KNPK merencanakan akan menyelenggarakan diklat sebanyak 62 kegiatan diklat, dengan perincian 11 diklat bagi pegawai DJPK, 39 diklat bagi pegawai DJKN dan 12 diklat bagi pegawai Kementerian Keuangan. Kegiatan diklat Tahun Anggaran 2012 akan dimulai pada pertengahan bulan Januari dan diklat terakhir akan dimulai pada bulan Oktober. Berikut kami sajikan data sementara diklat yang akan diselenggarakan oleh Pusdiklat KNPK pada Tri wulan I tahun 2012, yaitu :
Nama Diklat
Waktu penyelenggara
Asal Peserta
1.
DTSS Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB bagi Pegawai DJPK
16-20 Januari 2012
DJPK
2.
Penyegaran Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB bagi Pegawai DJPK *
24-25 Januari 2010
DJPK
3.
DTSD Hubungan Keuanagn Pusat dan Daerah
24 Jan s.d. 7 Feb 2012
DJPK
4.
DTSS Akuntansi Keuangan daerah
6-15 Feb 2012
DJPK
5.
DTSS Analisis Perekonomian Daerah
20-24 Feb 2012
DJPK
6.
DTSS Penilaian Properti Dasar Angk. I
8 Feb – 13 Maret 2012
DJKN
7.
DTSS Kekayaan Negara I Angk. I
13 Feb – 2 Maret 2012
DJKN
8.
DTSS Kekayaan Negara I Angk. II
13 Feb – 2 Maret 2012
DJKN
9.
DTSS DTSS Pengeloaan Transfer Dana ke Daerah
20 Feb – 2 Maret 2012
DJPK
10.
DTSS Pejabat Lelang Angk. I
28 Feb- 4 April 2012
DJKN
11.
DTSS Analisis Laporan Keuangan Perusahaan Tk. Dasar Angk. I
5-9 Maret 2012
DJKN
12.
DTSS Penilaian Usaha Dasar
6 Mar – 5 April 2012
DJKN
13.
Penyegaran Perencanaan dan Penganggaran BMN
19-22 Maret 2012
DJKN
14.
DTSS Analisis Laporan Keuangan Perusahaan Tk. Dasar Angk. II
26-30 Maret 2012
DJKN
15.
DTSS Teknik Membuat Perjanjian bagi Pegawai DJKN
27 Maret – 4 April 2012
DJKN
*) diklat tidak diasramakan
Demikian Info diklat diakhir tahun anggaran 2011, dengan sepenggal doa dan harapan semoga penyelenggaraan diklat tahun 2012 lebih baik dari tahun 2011. Jaya selalu Pusdiklat KNPK!!
E d i s i IV Desember 2011
KNPK 43
Resensi Buku ANDRI HAKIM
HYPNOSIS IN TEACHING (Cara Dahsyat Mendidik dan Mengajar)
Oleh: Taufik Cahyo Sudrajad Widyaiswara Pusdiklat KNPK.
PENULIS: Andri Hakim BAHASA: Indonesia HALAMAN: 173 halaman PENERBIT:VISIMEDIA
Hypnosis in Teaching (Cara Dahsyat Mendidik dan Mengajar) Sebuah buku dahsyat yang ditulis oleh Andri Hakim yang merupakan seorang pela tih pikiran bawah sadar (subconscious coach). Buku ini memuat berbagai teknik hip nosis dalam proses kegiatan belajar mengajar yang efektif. Sebagai seorang
B
uku ini menjelaskan berbagai teknik agar seorang pendidik mampu unutk menguasai dan menemukan cara mengajar yang pas bagi diri dan peserta didiknya. Selain itu juga, buku ini mem bantu para pendidik dalam mengatasi permasalahan belajar-mengajar, seka ligus memberikan semangat, motivasi dan inspirasi kepada peserta didik. Buku dengan tebal tidak kurang dari 173 (seratus tujuh puluh tiga) hala man ini merupakan terobosan baru di dunia pendidikan yang meng ajarkan teknik hipnosis dalam kegi atan belajar mengajar,baik untuk ke giatan di sekolah pendidikan maupun di rumah (pendidikan orangtua) se hingga guru/pengajar proses belajar meng ajar menjadi lebih efektif. Se bagaimana disebutkan dalam biogra finya, penulis terinspirasi tentang tek nik hipnosis ini berasal dari berbagai penga lamannya ketika menempuh pendidikan di SD, SMP dan SMA serta pendidikan tinggi setelahnya. Buku ini terbagi menjadi 14 (empat belas) bab, setiap bab ditampilkan
44 KNPK
E d i s i IV Desember2011
pendidik, sudah barang tentu apabila dalam proses belajar mengajarnya mengharapkan keberhasilan yang dapat dilihat dari keseriusan dan pe ningkatan kemampuan dan prestasi dari peserta didiknya.
dengan bahasa yang simpel, mudah dan sederhana untuk dicerna pem baca. Bahkan untuk menguatkan des kripsi dan penulisannya, penulis memberikan contoh-contoh kalimat/ per kataan dalam keseharian proses belajar mengajar. Permulaan bab diulas mengenai apa itu hipnosis dan berbagai pan dangan masyarakat umum me nge nai hipnosis. Ada beberapa pandangan mengenai hipnosis, seba gaimana yang dipaparkan oleh dr. Erwin Kusuma terdapat delapan tipe pandangan yang tumbuh di masya rakat ,yaitu: tipe pandangan yang tidak tahu menahu tentang hipno sis; pandangan tidak tahu, tapi me nerapkan hipnosis; pandangan tidak mau tahu; pandangan tahu sedi kit, tetapi salah tanggap; tahu sedi kit, tapi takut mendalaminya; tahu dan menggunakannya, tetapi ti dak mengakuinya; pandangan meng gunakan hipnotis, tetapi menentang nya dan yang terakhir tipe pandangan menggunakan hipnosis secara fanatik picik.
Kata “Hipnosis (hypnosis)” yang sudah lama digunakan memiliki arti kon disi atau keadaan saat manusia cenderung lebih sugestif. Dalam hal ini ada juga sebuah fenomena trans yang terjadi akibat adanya “tidur syaraf” atau tidurnya pikiran bawah sadar seseorang. Pada kondisi tersebut, se seorang akan sangat mudah mene rima informasi dan sugesti dari luar. Menurut penulis, Hipnosis dapat juga diar tikan sebagai sebuah kondisi rileks, fokus, atau konsentrasi, yang menjadi ciri khas dari kondisi tersebut adalah sensor-sensor panca indera manusia menjadi jauh lebih aktif. Selanjutnya dijabarkan tentang fungsi hipnosis dalam proses belajar mengajar, baik dari segi pemberi ma teri (guru/dosen/orangtua) maupun penerima materi (murid/ mahasiswa/ anak). Dalam kondisi hipnosis atau ke tika seseorang mudah menerima saran, informasi dan sugesti tertentu yang mampu mengubah seseorang dari hal yang kurang baik menjadi hal yang lebih baik. Kemampuan ini terjadi karena seluruh potensi pan
caindra seseorang aktif dan mampu bekerja dengan maksimal. Untuk dapat me masu ki kondisi hipnosis ini, maka seorang pengajar harus menciptakan suasana yang nyaman untuk proses belajar-mengajar. Pada poin ini dipaparkan secara ga ris besar mengenai ciri-ciri kondisi hipnosis menu rut para ahli dan dapat diman faatkan dalam proses bela jar mengajar, sehingga pe serta didik akan lebih mudah menerima informasi/pelajaran yang diberikan. Garis be sar proses tersebut adalah: l Perhatian yang terpusat relaksasi kondisi fisik, l Peningkatan kemampuan se bagian atau seluruh panca indra, l Pengendalian refleks dan aktivitas fisik, l Respons siswa sebagai pengaruh pascahipnosis. Kondisi peserta didik yang memiliki kemampuan untuk menyerap informasi dan pengetahuan tercipta karena seluruh potensi pancaindera seseorang aktif dan mampu bekerja secara maksimal. Sehingga penciptaan kondisi tersebut penting dilakukan sebagai upaya proses hipnosis dapat diterapkan. Ada kata kunci yang diperlukan untuk mencapai kondisi dimaksud, yaitu “motivasi”. Motivasi merupakan hal penting untuk mengoptimalkan kondisi seseorang. Motivasi baik dari pengajar maupun peserta didik harus sesuai/sinkron, sehingga tujan pembelajaran dapat tersampaikan. Kondisi hipnosis dapat dibagi menjadi kondisi hipnosis ringan dan kondisi hipnosis dalam. Pada proses belajar mengajar, kondisi hipnosis ringan lebih cocok untuk digunakan dari pada kondisi hipnosis dalam. Kondisi fokus saat belajar sebenarnya adalah kondisi yang dibutuhkan oleh setiap orang agar pikirannya tidak bercabang dan tingkat emosionalnya stabil. Dalam pelaksanaan belajar mengajar dengan hipnosis ini, minimal setidaknya ada empat poin/kata kunci, yaitu:
hubungan. Komunikasi bawah sadar Komunikasi terkadang ku rang efektif dan efisien, hal ini dsebabkan tidak adanya komu nikasi bawah sadar yang mendukung terjadinya komu nikasi dua arah dari hati ke hati. Komunikasi ini dapat terjadi jika timbul adanya sebuah ke sa maan sebelum dimulainya proses belajar mengajar.
Relaxation Setiap proses belajar mengajar sebaiknya dimulai sengan kesan per tama yang menyenangkan. Baik dari segi suasana kelas, penampilan pe ngajar, ataupun kalima pembuka dari pengajar/ pendidik. Mind Focus Pikiran fokus bukan hanya sekedar mem perhatikan dan mendengar, namun merupakan sebuah pengertian mendalam dari apa yang diajarkan. Alpha State Ada beberapa pembagian kate gorisasi gelombang pikiran seseorang, yaitu conscious area (gelombang beta-normal state); sub-conscious area (gelombang alpha dan theta-hypnosis state) dan un-coscious area (gelombang deltasleep state). Hipnosis dalam kegiatan belajar me ngajar bekerja pada level ge lombang alpha. Untuk dapat meng hantarkan pada level ini seorang pendidik perlu melakukan beberapa hal, diantaranya: Mendapatkan perhatian, mem bang un tema, menampilkan struk tur dan peraturan, dan mem bangun
Dalam salah satu babnya, pe nulis juga memaparkan be be rapa teknik hipnosis untuk memperbaiki metode belajarmeng ajar yang selama ini dirasakan gagal dan tidak efektif. Beberapa teknik terse but diantaranya teknik mirroring, locking people in the box, rapport, dan eye contact. Teknik-teknik ini digunakan untuk membangun kedekatan antara pendidik dengan peserta didiknya, sehingga timbul motivasi diri dari peserta didiknya baik di luar kelas mupun di dalam kelas. Selain itu juga di bab-bab terakhir, penulis mengulas manfaat “positive statement”, sugesti positif , serta jurus/ teknik dalam mengatasi beberapa permasalahan baik pribadi pengajar/ pendidik maupun peserta didik. Penggunaan kata negatif sebaiknya dihindari, hal ini secara sadar maupun tidak sadar akan mempengaruhi kualitas pendidik maupun peserta didik. Tidak salah jika pada cover buku ini terdapat tulisan “Bacaan Wajib bagi Orangtua, Guru, & Dosen”, karena isi dari buku ini memang perlu bahkan wajib dibaca oleh para pendidik, sebagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan proser belajar mengajar serta memperkaya teknik dan metode dalam menyampaikan materi. Selain ditu dalam buku ini disertai dengan VCD yang berisi cara step by step praktik hipnosis, sehingga memudahkan bagi siapapun untuk mempraktekkannya. Jadi bagi para pendidik dan pengajar, selamat menikmati tulisan dahsyat dari Andri Hakim ini! l E d i s i IV Desember 2011
KNPK 45
Album Foto
1
Diklat Aceh - Nias (1-2-3)
2
3
Outbond KNPK Citarik
Workshop Hypnoteaching
46 KNPK
E d i s i IV Desember2011
KNPK 47
E dEEidsdi isII si iIV September III Desember Oktober2011 2011 2011
Lembar Refleksi
Catatan Akhir Tahun
S
elamat Datang Tahun 2012, semoga Kami semua lebih sukses”. Sebuah kata yang penuh semangat untuk menyambut Tahun 2012 dan meninggalkan Tahun 2011. Tahun 2011 sebuah tahun yang unik dimana didalamnya terdapat tanggal 11 bulan 11 dan dua angka terakhir dibelakang tahun juga angka 11. Tahun penuh makna, karena setiap waktu yang terlewat merupakan waktu yang berarti. Tuhan menciptakan waktu ini bukan untuk disia-siakan. Rentang waktu 1 tahun memang bukan waktu yang singkat, namun waktu dengan berlaksa peristiwa yang beraneka. Setiap diri pasti memiliki cerita yang berbeda selama 1 tahun yang telah terlewat. Dan yang pasti tidak akan pernah terjadi sesuatu yang sama dalam waktu yang berbeda. Apa yang telah terjadi takkan pernah terulang. Penyikapan atas apa yang terjadi adalah dengan sikap bijak, bahwa semua telah terjadi ‘let bygone be bygone’. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah bagaimana dapat memahami pesan-pesan Tuhan dalam segala kejadian yang telah terjadi, untuk memperbaiki apa yang akan dilakukan ke depan. Dalam kehidupan ini bisa dibilang tidak ada orang yang terus dirundung duka, juga sebaliknya tak selamanya ada orang yang berada dalam kebahagiaan. Apa yang dicita-citakan terkadang berhasil dan terkadang gagal. Sebuah rutinitas yang dilakoni oleh siapapun, hatta seorang Nabipun. Ini tentu perlu disikapi dengan seksama. Kegagalan yang terjadi ditahun lalu bukan hal yang patut disesali pada saat ini, karena bila kita mengisi hati kita dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan, kita tak memiliki hari ini untuk kita syukuri (anonym). Menjerembabkan diri pada apa yang telah terjadi akan melemahkan segalanya, hidup dalam kemunduran
48 KNPK
E d i s i III IV Oktober Desember 2011 2011
bahkan tak bisa berarti untuk hari ini sekalipun. Hidup ini terus bergerak seiring waktu yang menggelindingkannya. Masa depan hanya bisa dirajut apabila masa lalu telah menjadi sesuatu yang berarti, bukan malah yang membebani. Ada sebuah kata bijak ’Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan. Anda tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan anda sampai kamu melupakan kegagalan anda dan rasa sakit hati’. Masa lalu memang tidak musti kelabu. Pasti diantara sela-sela waktu tahun 2011 ada keberhasilan-keberhasilan yang dicapai, dan itu membanggakan. Penyikapan tehadap keberhasilan dimasa lalu juga tidak kalah pentingnya. Larut dalam rasa bangga berlebih atas kesuksesan yang diraih pada masa lalu juga dapat menjadi penghenti motivasi dan inovasi diri. Rasa bangga itu memandegkan diri ini untuk segera beranjak, bahwa esok itu berbeda dengan hari lalu. Insan-insan masa depan akan berfikir kedepan, dan selalu ingin memunculkan apa yang beda dengan masa lalu. Sedangkan pecundang hanya mengingat-ingat masa yang lalu. Dalam peribahasa Cina, umur masa lalu itu hanya sampai hari ini. ‘Jika anda ingin melihat masa lalu, lihat keadaan anda sekarang. Jika anda ingin mengetahui masa depan - lihat tindakan anda sekarang’ Tahun 2011 telah berlalu dengan segala apa yang terjadi, baik kegagalan maupun keberhasilan, baik kesedihan maupun kebahagiaan atau apapun yang paradoks, biarkan semua itu menjadi masa lalu, karena masa lalu itu tidak akan berarti untuk masa mendatang, ini seperti yang diungkapkan Edmund Burke ‘Anda tidak dapat merencanakan masa yang akan datang berdasarkan masa lalu’. Kini saatnya menyambut tahun baru 2012. Semua tidak ada yang pernah tahu, apa yang akan terjadi dimasa
depan. Untuk itu peluang siapapun untuk berhasil adalah sama. Untuk itu, tentu semua berpengharapan bahwa masa depan itu indah, cerah, bahagia kesuksesan dan semua cita-cita baik patut untuk dimohonkan. Masa depan yang baik, hanya milik orang-orang yang optimis dalam pengharapan yang positif. Samuel Rutherford seorang agamawan dan penggagas politik “Hukum adalah Raja” pernah berkata ‘Tidak ada masa depan yang gemilang bagi mereka yang telah kehilangan pengharapan dan imannya’. Ini menandakan bahwa hari depan harus diisi dengan pengharapan dan keyakinan bahwa kita bisa berbuat dan meraih yang lebih baik dihari depan. Sekali lagi diingatkan, bahwa tidak ada sesiapapun yang bisa memastikan apa yang akan terjadi kedepan. Hal ini disadari oleh Albert Einstein sehingga dia berujar ‘I never think of the future. It comes soon enough’. Namun citacita adalah motivator yang luar biasa dari dalam diri ini. Bahkan Anna Eleanor Roosevelt pendiri Freedom House berkeyakinan bahwa ‘Masa depan adalah milik mereka yang percaya tentang mimpimimpi mereka’. Sungguh menandakan bahwa betapa pentingnya untuk memiliki harapan, cita-cita, bahkan mimpi-mimpi untuk memberi arti tentang masa depan. Masa depan hanya memberi tempat untuk sukses bagi orang-orang yang tanggap atas apa yang harus dilakukannya. Mari kita ingat pesan dari penulis terkenal Amerika, William A. Feather ‘Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu’. “Selamat datang tahun 2012 dan sungguh berarti tahun 2011” (Tanda S)
Asrama Baru Pusdiklat KNPK