BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46. Cibinong 16911 Telepon. (021) 875 2062-2063. Faksimile. (021) 875 2064 PO. Box. 46 CBI http://www.big.go.id
KEPUTUSAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 28.1
TAHUN 2016
TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2016-2019 KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, dimana setiap Kementerian/Lembaga berkewajiban menyiapkan Rancangan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga yang digunakan sebagai bahan penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN);
b.
bahwa dalam rangka transparansi untuk menciptakan clean government dan good governance serta dalam rangka akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, maka dipandang perlu untuk menetapkan Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2016-2019;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial tentang Rencana Strategis Badan Informasi Geospasial Tahun 2016-2019;
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 4286);
2.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 4421);
£$lKeputusan Kepala BIG ' Nomor 28. 1 Tahun 2016
1 dari 3
Mengingat
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 4700);
4.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lambaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
6.
Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial;
7.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial;
8.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial;
9.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial;
10. Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 10 Tahun 2013 tentang Visi dan Misi Badan Informasi Geospasial;
Memperhatikan
1.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tehun 2004, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;
2.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
tJ"#2Keputusan Kepala BIG Nomor 28. 1 Tahun 2016
I999
tentang
2 dari 3
MEMUTUSKAN: Menetapkan
KEPUTUSAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2016-2019
KESATU
a.
b.
Menetapkan Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019 sebagaimana tercantum dalam buku Revitalisasi Rencana Strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial 20162019. Buku Revitalisasi Rencana Strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial 2016-2019 sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA
Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019 memuat Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis, Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka, Regulasi dan Kerangka Kelembagaan.
KETIGA
Sekretaris Utama dan Deputi wajib menyusun Rencana Strategis di unit kerjanya dengan mengacu pada Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019.
KEEMPAT
Setiap Unit Kerja Eselon II wajib menyusun Rincian Rencana Kegiatan dengan mengacu Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019 dan Rencana Strategis pada lingkup unit kerjanya.
KELIMA
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Cibinong pada tanggal 2 September 2016 KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,
-££8Keputusan Kepala BIG Nomor 2 8 . 1 Tahun 2016
3 dari 3
KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2015 2019 merupakan arah strategis BIG 5 (lima) tahun kedepan dalam mendukung terwujudnya pembangunan nasional berdasarkan Nawa Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 – 2019. Renstra ini merupakan Renstra kedua semenjak transformasi Badan Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) menjadi BIG yang dibentuk sebagai pelaksanaan amanat pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011 mengenai BIG. Renstra BIG tahun 2013 - 2014 sebelumnya masih menyisakan beberapa permasalahan yang harus diselesaikan pada Renstra periode ini, sehingga sesuai prinsip peningkatan yang berkesinambungan maka Renstra BIG tahun 2015 2019 ini harus mampu menyelesaiakan permasalahan tersebut guna meningkatkan peran
informasi
geospasial
dalam
pembangunan
nasional.
Dalam
perkembangannya, BIG melakukan revitalisasi atas Renstra yang telah disusun tahun 2015 yang lalu. Hal ini dikarenakan BIG mengalami beberapa perubahan lingkungan strategis, dimana perubahan terbesar adalah berpindahnya BIG dari awalnya berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menjadi berada dibawah Kementerian Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Kementerian
PPN)/Kepala
Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas). Hal ini tentunya merubah orientasi strategi BIG dari awalnya berbasis institusi penelitian menjadi lembaga penyedia informasi geospasial dalam mendukung pembangunan berbasis kewilayahan. Visi BIG yang harus dicapai tahun 2019 adalah “Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia”. BIG berupaya untuk selalu meningkatkan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional melalui penyelenggaraan informasi geospasial yang terintegrasi. Renstra BIG disusun dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan eksternal serta lingkungan internal organisasi termasuk perubahannya i
agar strategi yang disusun dapat diterapkan dengan baik dan menjawab permasalahan bangsa. Hal ini dilakukan agar Renstra BIG tahun 2016 - 2019 realistis sehingga dapat diimplementasikan, sebab permasalahan utama dalam pengelolaan strategi terletak pada pelaksanaan strategi tersebut. Renstra ini merupakan deskripsi tentang apa yang ingin dicapai BIG melalui serangkaian upaya strategis dan sistematis. Roadmap strategi serta standar kinerja yang ditetapkan pada Renstra ini menjadi tolak ukur pencapaian BIG dari waktu ke waktu hingga periode Renstra ini selesai. Keselarasan Renstra ini dengan Nawa Cita yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015 - 2019 serta kebijakan nasional lain terkait
BIG
diharapkan
dapat
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan khususnya di bidang informasi geospasial. Akhirnya saya berharap Revitalisasi Renstra BIG tahun 2016 - 2019 ini dapat menjadi awal yang baik bagi BIG untuk menyatukan tekad dan semangat melalui kerja nyata. Kolaborasi antar elemen baik internal maupun eksternal BIG menjadi kunci utama keberhasilan pelaksanaan Renstra ini, sehingga mampu mewujudkan visi BIG tahun 2019 dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional.
Cibinong, ..... September 2016 Kepala Badan Informasi Geospasial
Priyadi Kardono
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Kondisi Umum ............................................................................................... 2 1.1.1 Evaluasi Capaian Renstra BIG Terdahulu ......................................... 3 1.1.2 Evaluasi Capaian Reformasi Birokrasi (RB) BIG Gelombang II .... 29 1.1.3 Aspirasi Masyarakat ......................................................................... 32 1.2 Potensi dan Permasalahan ............................................................................ 34 1.2.1 Potensi dan Permasalahan Internal................................................... 34 1.2.2 Potensi dan Permasalahan Eksternal ................................................ 48 1.2.3 Analisis SWOT ................................................................................ 63 BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS .......................... 77 2.1 Visi ............................................................................................................... 77 2.2 Misi .............................................................................................................. 78 2.3 Tujuan .......................................................................................................... 80 2.4 Sasaran Strategis .......................................................................................... 82 2.5 Sistem Nilai .................................................................................................. 86 BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ........................................................................ 88 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ......................................................... 88 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Badan Informasi Geospasial (BIG) ............... 93 3.3 Kerangka Regulasi ..................................................................................... 102 3.4 Kerangka Kelembagaan ............................................................................. 102
iii
BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN .................... 104 4.1 Target Kinerja ............................................................................................ 104 4.2 Kerangka Pendanaan .................................................................................. 108 BAB 5 PENUTUP............................................................................................... 110
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Titik Kontrol yang Dirawat dan Dibangun BIG Periode 2013 – 2014 ....................................................................................................................... 13 Tabel 1.2 Peta RBI Skala Kecil dan Menengah untuk Kepentingan Perencanaan Pembangunan. .................................................................................. 16 Tabel 1.3 Peta RBI Skala Besar untuk Kepentingan Penyusunan RDTR Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota. ................................... 18 Tabel 1.4 Peta LPI dan Peta LLN ......................................................................... 20 Tabel 1.5 Pilar Batas Wilayah Negara .................................................................. 22 Tabel 1.6 Hasil evaluasi Menpan RB terhadap implementasi RB BIG ................ 30 Tabel 1.6 Strategi S-O ........................................................................................... 73 Tabel 1.7 Strategi W-O ......................................................................................... 74 Tabel 1.8 Strategi S-T ........................................................................................... 75 Tabel 1.9 Strategi WT ........................................................................................... 76 Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Sasaran Strategis, dan Target ...... 84
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ina-Geoportal ..................................................................................... 7 Gambar 1.2 Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia .............................................. 13 Gambar 1.3 Sebaran Pembangunan Titik Pantau Geodinamika dan Deformasi Tahun 2014............................................................................................................ 14 Gambar 1.4 Distribusi Jaringan CORS ................................................................ 14 Gambar 1.5 Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di Indonesia ............... 15 Gambar 1.6 Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia .................................... 15 Gambar 1.7 Distribusi JKVN Orde 1 dan 2 di Indonesia .................................... 15 Gambar 1.8 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000 hingga Tahun 2014............. 17 Gambar 1.9 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000 hingga Tahun 2014............. 17 Gambar 1.10 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:5.000 hingga Tahun 2014............. 19 Gambar 1.11 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:10.000 hingga Tahun 2014........... 19 Gambar 1.12 Indeks Peta LPI sampai Tahun 2014 .............................................. 21 Gambar 1.13 Indeks Peta LLN Skala 1:500.000.................................................. 21 Gambar 1.14 Indeks Peta Batas RI-Malaysia Skala 1:50.000 ............................. 23 Gambar 1.15 Lokasi Kegiatan CBDRF RI-PNG ................................................. 23 Gambar 1.16 Lokasi Pemasangan Pilar Batas RI-RDTL ..................................... 24 Gambar 1.17 Peta JBM RI-Malaysia 26 .............................................................. 25 Gambar 1.18 Peta PIPIB Versi ke-6 .................................................................... 26 Gambar 1.19 Peta One Map Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut ..................... 26 Gambar 1.20 Satu Peta Karakteristik Laut Nasional ........................................... 27 Gambar 1.21 Satu Peta Habitat Lamun Nasional................................................. 27 Gambar 1.22 Satu Peta Mangrove Nasional ........................................................ 27 vi
Gambar 1.23 Peta Multirawan Bencana Alam di Provinsi Jawa Tengah ............ 28 Gambar 1.24 Contoh Peta Konflik Penguasaan Lahan ........................................ 28 Gambar 1.25 Peta Terumbu Karang..................................................................... 28 Gambar 2.1 Peta Strategi BIG ............................................................................... 83 Gambar 3.1 Peran Strategis Informasi Geospasial dalam Pembangunan Nasional................................................................................................................. 91 Gambar 3.2 Kerangka strategi BIG tahun 2015-2019.........................................101 Gambar 3.3 Rumah strategi BIG ......................................................................... 100 Gambar 3.4 Roadmap strategi BIG ..................................................................... 101
vii
BAB 1 PENDAHULUAN
Rencana
Strategis
(Renstra)
Badan
Informasi
Geospasial
(BIG)
mengambarkan upaya strategis yang akan dilakukan BIG dalam mewujudkan visi BIG tahun 2019. Renstra BIG ini juga merupakan salah satu bagian dari suatu rangkaian rencana strategis nasional dalam mewujudkan Nawa Cita untuk mencapai visi nasional tahun 2019 sesuai koridor yang telah disepakati dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Renstra BIG yang disusun harus menjadi acuan seluruh unit kerja di lingkungan BIG dalam menentukan program hingga kegiatan masing-masing unit kerja agar terwujud kesamaan gerak dan kesamaan agenda perubahan dalam mewujudkan visi BIG tahun 2019 tersebut. Renstra BIG yang telah disusun untuk periode 5 (lima) tahun tidak menutup kemungkinan dapat mengalami perubahan, penyesuaian, maupun penguatan untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis organisasi yang terjadi antara tahun 2015 hingga tahun 2019. Perubahan lingkungan strategis tersebut umumnya diikuti dengan perubahan kebijakan (emerging strategy), baik di tingkat nasional hingga tingkat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P). Renstra ini adalah Renstra versi kedua yang merupakan bentuk revitalisasi Renstra BIG dikarenakan terjadinya perubahan lingkungan eksternal. Renstra versi pertama yang disusun sebelumnya masih menggunakan asumsi bahwa BIG berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Hal ini berarti orientasi Renstra versi pertama lebih mengarah kepada peran BIG sebagai salah satu Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) penelitian dengan fokus utama adalah melakukan penelitian dalam mendukung riset, teknologi, dan pendidikan tinggi nasional. Kemudian pada tahun 2016, BIG mengalami pergeseran peran dimana BIG tidak lagi berada dibawah koordinasi Kemenristek Dikti, melainkan berpindah menjadi dibawah koordinasi
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Kemen
1
PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas). Hal ini berarti bahwa peran BIG tidak lagi dominan dalam bidang penelitian, melainkan lebih didorong kepada pemanfaatan informasi geospasial (IG) untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional berbasis kewilayahan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu upaya revitalisasi terhadap Renstra BIG versi pertama untuk disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis maupun perubahan kebijakan yang berdampak terhadap BIG. Revitalisasi Renstra BIG tahun 2016-2019 ini merupakan penguatan, khususnya pada aspek arah kebijakan dan strategi serta sasaran strategis, sasaran program, dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja dan targetnya. Selain itu, kerangka pendanaan secara otomatis juga akan mengalami perubahan khususnya alokasi anggaran yang sudah diarahkan sesuai prinsip money follow program, sehingga fokus utama anggaran adalah untuk mengeksekusi Renstra BIG. Secara garis besar bab ini dibagi ke dalam 2 (dua) subbab, yaitu kondisi umum serta potensi dan permasalahan. Kondisi umum berisi tentang kinerja BIG selama ini serta aspirasi masyarakat terhadap layanan dan regulasi terkait penyelenggaraan informasi geospasial oleh BIG, sedangkan potensi dan permasalahan berisi hasil analisis terhadap lingkungan strategis BIG. 1.1
Kondisi Umum Kondisi umum menggambarkan kondisi BIG saat ini, meliputi apa yang telah dicapai BIG pada Renstra periode sebelumnya. Hal ini untuk memastikan peningkatan berkesinambungan (continuous improvement) terhadap pelaksanaan strategi, program dan kegiatan agar cita-cita jangka panjang dapat terwujud. Kondisi umum digambarkan dalam 3 (tiga) kelompok kondisi yang berbeda, yaitu pencapaian BIG terhadap sasaran strategis Renstra terdahulu, kemajuan BIG dalam melaksanakan reformasi birokrasi BIG tahun 2010-2014 dan Reformasi Birokrasi BIG tahun 2015-2019 yang telah dilaksanakan, serta harapan masyarakat terhadap penyelenggaraan IG oleh BIG. Ketiga kondisi umum tersebut menjadi bahan pertimbangan BIG dalam penyusunan Rencana Strategis BIG tahun 2015 – 2019. 2
1.1.1 Evaluasi Capaian Renstra BIG Terdahulu Pencapaian BIG (BIG) dilihat berdasarkan sasaran-sasaran strategis yang tercantum dalam Rencana Strategis BIG tahun 2013 – 2014. Pencapaian tersebut didasarkan atas hasil penelaahan terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BIG tahun 2013 dan 2014. Uraian pencapaian dibagi ke dalam 6 segmen sesuai dengan jumlah sasaran strategis. A.
Penyelenggaraan IG yang telah bereferensi tunggal dan mengacu pada aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG Penyelenggaraan IG yang bereferensi tunggal dan mengacu pada aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG perlu didorong untuk meningkatkan kemudahan, kecepatan, dan efektivitas integrasi informasi geospasial tematik (IGT) dan pemanfaatan IG oleh masyarakat, sektor swasta, instansi pemerintah. Segmen pertama ini dibagi menjadi 4 (empat) sub-segmen yang menggambarkan pencapaian
penyelenggaraan
IG
yang
telah
mengacu
pada
aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG yaitu 1)
Peraturan untuk mengoptimasi penyelenggaraan IG secara nasional Sebagian
besar
kebutuhan
peraturan
terkait
penyelenggaraan IG yang ditargetkan untuk dipenuhi dalam periode 2013-2014 telah berhasil terealisasi. Beberapa diantaranya masih dalam bentuk rancangan karena konsensus terkait penetapannya belum tercapai. Berbagai peraturan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
b.
Peraturan Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013.
c.
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). 3
d.
Peraturan Kepala BIG Nomor 1 Tahun 2014 tentang Sistem Sertifikasi di Bidang Informasi Geospasial.
e.
Peraturan Kepala BIG Nomor 4 Tahun 2014 tentang Lembaga Pengembangan Jasa Informasi Geospasial.
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
g.
Standar terkait penyelenggaraan IG, yaitu 25 Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK), 4 (empat) Standard Operating Procedure (SOP), 32 rancangan standar nasional Indonesia (RSNI), dan 17 standar nasional Indonesia (SNI).
2)
K/L/P penyelenggara IG yang mengacu pada informasi geospasial dasar (IGD) Satu peta adalah peta tematik tunggal dengan tema tertentu yang disusun bersama pemangku kepentingan dengan mengacu pada IGD dan standar metodologi yang telah ditentukan. Penetapan kebijakan satu peta (one map policy) sehingga penyelenggaraan IG nasional dapat mengacu pada satu referensi peta, satu standar, satu database, serta satu portal. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya penyelenggaraan IGT yang tumpang tindih, ego sektoral K/L/P dalam menjalankan pemerintahan, dan ketidakseragaman peta yang dapat membingungkan pengguna, serta mempermudah proses integrasi berbagai peta tematik/IGT sektoral. Terhitung sejak tahun 2013, jumlah K/L/P penyelenggara IGT yang ditargetkan untuk berkontribusi dalam penyusunan satu peta telah terpenuhi. Berikut adalah K/L/P yang telah menggunakan IGD sebagai acuan dalam melakukan pemetaan tematik untuk keperluan masing-masing K/L/P tersebut: a.
Kementerian Dalam Negeri
b.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
c.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 4
d.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
e.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
3)
f.
Kementerian Pertanian
g.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
h.
Kementerian Kesehatan
i.
Kementerian Perhubungan
j.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
k.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
l.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
m.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
n.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
o.
BIG
p.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
q.
Badan Pusat Statistik
r.
Dinas Pendidikan
s.
Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL
t.
Direktorat Topografi TNI AD
Pemda penyelenggara IG yang mengacu pada IGD Pada skala kabupaten, 10 pemerintah kabupaten/kota di 2 provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah menyelenggarakan IGT sumber daya terpadu yang mengacu pada IGD. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan jumlah pemda yang diharapkan untuk menerapkan konsep satu peta dalam periode tahun 2013 – 2014. Sepuluh kabupaten/kota yang terlibat dalam penyelenggaraan IGT sumber daya terpadu untuk kebutuhan penataan ruang dan pembangunan wilayah adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Gresik,
Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Mojokerto,
Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan. 4)
Masyarakat penyelenggara IG yang mengacu pada IGD 5
Sesuai target capaian yang ditetapkan oleh Pimpinan BIG, pada lingkup masyarakat sudah terdapat 4 organisasi non-pemerintah yang terlibat dalam penyusunan satu peta. Kedua organisasi non-pemerintah tersebut adalah The Nature Conservancy, Wetlands International, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Center for International Foresty Research (CIFOR). The Nature Conservancy terlibat dalam penyusunan Satu Peta Habitat Lamun Nasional. Wetlands International terlibat dalam penyusunan Satu Peta Penutup Lahan Nasional dan Satu Peta Mangrove Nasional. WALHI turut berpartisipasi dalam membuat peta wilayah masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan Sekombulan (Kalimantan), dan CIFOR memetakan tentang persebaran penjualan pasar berdasarkan ukuran pasarnya serta jenis komoditi yang dijual, persebaran perdagangan NTFP yang dikompokkan berdasarkan nilainya, dan intensitas perdagangan NTFP di daerah B.
Penggunaan IG di lingkungan pemerintah dan masyarakat Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) mengamanatkan agar setiap K/L,
pemerintah
daerah
provinsi,
dan
pemerintah
daerah
kabupaten/kota menjadi simpul jaringan atau institusi yang bertanggung
jawab
dalam
penyelenggaraan
pengumpulan,
pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran, dan penyebarluasan data dan IG tertentu. Terkait dengan hal tersebut, dalam peraturan yang sama, BIG ditunjuk sebagai penghubung simpul jaringan yang memiliki tugas untuk membangun dan memelihara sistem akses jaringan IGN. Dengan terintegrasinya simpul jaringan dalam satu wadah
Ina-Geoportal,
diharapkan
ketersediaan
IG
semakin
komprehensif dan siap pakai, serta lebih mudah diakses. 1)
K/L yang terhubung sebagai simpul jaringan IG
6
Hingga tahun 2014, sudah terdapat 16 K/L yang menjadi simpul jaringan, namun baru 15 diantaranya yang sudah terintegrasi dan IG yang dihasilkan dapat diakses melalui InaGeoportal
(http://tanahair.indonesia.go.id)
seperti
pada
Gambar 1. 1.
Gambar 1. 1 Ina-Geoportal
Kelimabelas K/L yang sudah terkoneksi tersebut adalah: a.
Badan Pertanahan Nasional
b.
Badan Pusat Statistik
c.
Komisi Pemilihan Umum
d.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
e.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
f.
Kementerian Dalam Negeri
g.
Kementerian Kehutanan
h.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
i.
Kementerian Lingkungan Hidup
j.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
k.
Kementerian Perhubungan
l.
Kementerian Pertahanan
m. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal n.
Kementerian Pekerjaan Umum
o.
Kementerian Pertanian
7
Sementara itu, satu simpul lainnya yang belum terkoneksi adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2)
Pemerintah daerah yang terhubung sebagai simpul jaringan IG Sejak tahun 2013, dalam kurun waktu 2 tahun, BIG sudah berhasil menghubungkan sebanyak 114 simpul jaringan daerah. Keseluruhan simpul jaringan tersebut tersebar di 11 provinsi, dengan komposisi 11 pemerintah daerah provinsi, 85 pemerintah daerah kabupaten, dan 18 pemerintah kota. Keberhasilan tersebut dicapai BIG melalui penyelenggaraan sosialisasi mengenai JIGN dan bimbingan teknis dalam rangka meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menjadi simpul jaringan.
C.
Reformasi Birokrasi di BIG Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (RB BIG) merupakan gerakan reformasi birokrasi instansi pemerintah yang merupakan
bagian
dari
reformasi
birokrasi
nasional
untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas. Berdasarkan asesmen yang dilakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) terhadap implementasi RB BIG tahun 2014 dan 2015, BIG telah berhasil meningkatkan indeks reformasi birokrasi dari 45,15 pada tahun 2014 menjadi 60,61 pada tahun 2015. Capaian reformasi birokrasi BIG 2 (dua) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.2.
8
Perbandingan capaian reformasi birokrasi BIG tahun 2014 dan tahun 2015
70 60
26.63
50
Nilai komponen hasil
40
21.77
Nilai komponen pengungkit
30
33.97
20
23.37
10 0 Nilai 2014
Nilai 2015
Gambar 1. 2 Perbandingan capaian RB BIG tahun 2014 dan tahun 2015.
Capaian RB BIG tahun 2015 mengalami peningkatan, baik pada nilai komponen pengungkit maupun pada nilai komponen hasil. Peningkatan terbesar terdapat pada komponen pengungkit yang mengalami kenaikan sebesar 45,36% sedangkan komponen hasil hanya mengalami peningkatan sebesar 22,32%. D.
Kapasitas sumber daya manusia dan industri IG nasional Saat ini Indonesia mengalami keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan industri IG. Terkait dengan hal tersebut, UU Nomor 4 Tahun 2011 mengamanatkan adanya pengaturan lebih lanjut terkait SDM dan badan usaha penyelenggara IG. Amanat tersebut telah dilaksanakan melalui penetapan Perka BIG Nomor 1 Tahun 2014 yang berisi tentang lembaga yang berwenang melakukan akreditasi kepada lembaga penyelenggara sertifikasi profesi IG, ketentuan-ketentuan umum akreditasi dan sertifikasi, sertifikasi produk IG dan instrumen IG kepada penyedia jasa IG, dan akreditasi kepada lembaga pelatihan/kursus. Dengan tersedianya sistem sertifikasi dan akreditasi di bidang IG, diharapkan kapasitas SDM dan industri di bidang IG tumbuh dan dapat mendukung
9
ketersediaan IG yang dibutuhkan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional maupun masyarakat pada umumnya. 1)
Lembaga akreditasi lembaga sertifikasi profesi IG Dalam Perka BIG No. 1 Tahun 2014 disebutkan perlunya dibentuk Lembaga Pengembangan Jasa Informasi Geospasial (LPJIG) yang akan memiliki tugas mengakreditasi lembaga sertifikasi kompetensi tenaga profesional, lembaga sertifikasi penyedia
jasa,
lembaga
pelatihan/kursus,
dan
produk/instrumen IG. Namun demikian, target terbentuknya lembaga tersebut belum terealisasi hingga akhir tahun 2014. Hal ini disebabkan masih perlunya mempertajam kajian tentang bentuk organisasi dan standar biaya agar nantinya LPJIG mempunyai kedudukan yang kuat dan dapat berfungsi optimal. 2)
Lembaga sertifikasi profesi IG Untuk dapat memberikan layanan sertifikasi, lembaga sertifikasi profesi IG perlu terlebih dahulu mendapatkan akreditasi LPJIG. Namun seperti telah disebutkan sebelumnya, LPJIG sendiri belum terbentuk sampai akhir tahun 2014. Oleh karena itu, target tersedianya lembaga sertifikasi profesi IG juga tidak terpenuhi.
3)
Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung simpul jaringan, BIG bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan membangun Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS). Pusat tersebut secara umum bertugas melakukan pembinaan kepada simpul jaringan yang berada di sekitar tempat PPIDS berada. Hingga akhir tahun 2014, telah terdapat 10 PPIDS yang terbentuk. Tiga di antaranya terbentuk pada tahun 2014 dan jumlah tersebut merupakan pencapaian yang paling tinggi dalam pembentukan PPIDS dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ketiga PPIDS 10
yang baru terbentuk itu adalah PPIDS Universitas Diponegoro di Provinsi Jawa Tengah, PPIDS Universitas Tanjungpura di Provinsi Kalimantan Barat, dan PPIDS Universitas Udayana di Provinsi Bali. 4)
Kajian standar kompetensi kerja nasional/profesi bidang IG Kajian tentang standar kompetensi kerja nasional/profesi bidang IG dibutuhkan untuk menjadi dasar dalam penyusunan peraturan Kepala BIG tentang sertifikasi penyedia jasa di bidang IG. Kajian tersebut berisi: 1) ketentuan umum, seperti Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, kompetensi di bidang IG, sertifikasi tenaga profesional di bidang IG, sertifikat kompetensi di bidang IG, SKKNI bidang IG, standar khusus, standar internasional, harmonisasi SKKNI, lembaga sertifikasi kompetensi IG, dan akreditasi; dan 2) ketentuan khusus, seperti tujuan dari sertifikasi kompetensi di bidang IG, pengembangan sertifikasi kompetensi bidang IG yang meliputi pengembangan standar kompetensi, pengembangan skema sertifikasi di bidang IG, penerapan sertifikasi kompetensi di bidang IG dan harmonisasi, serta pengakuan sertifikasi kompetensi di bidang IG; dan 3) ketentuan lainnya, seperti pembiayaan, pengawasan, serta sanksi administratif. Dimulai pada tahun 2013, kajian ini selesai sesuai target pada tahun 2014. Saat ini telah disusun 6 (enam) standar kompetensi yang terdiri dari standar kompetensi Survei Terestris, Hidrografi, Fotogrametri, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografis, dan Kartografi.
E.
Cakupan IGD yang akurat dan terkini/mutakhir Dalam UU Nomor 4 Tahun 2011, IGD diartikan sebagai IG yang berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama. Yang termasuk dalam kategori IGD adalah: 11
1)
Jaring kontrol geodesi (JKG) yang meliputi Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN); dan
2)
Peta dasar yang meliputi Peta Rupabumi Indonesia (RBI), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). Penyelenggaraan
IGD
diharapkan
dapat
mendorong
terealisasinya sistem referensi geospasial tunggal yang menjamin integritas penyelenggaraan IGT oleh berbagai pihak dan juga memenuhi kebutuhan peta dasar dalam berbagai resolusi dan skala, mencakup seluruh wilayah darat dan wilayah laut nasional, untuk dijadikan acuan dalam penyelenggaraan IGT. 1)
Titik kontrol geodesi dan geodinamika sebagai referensi tunggal dalam penyelenggaraan IG Untuk mendapatkan IGD yang akurat, mutakhir, dan komprehensif, BIG melakukan perawatan dan pembangunan titik kontrol geodesi dan geodinamika. Perawatan dilakukan untuk menjaga agar alat pada stasiun/titik kontrol terkait tetap dapat berfungsi dengan baik dan memberikan data yang akurat dan terkini, sementara pembangunan titik kontrol bertujuan untuk mendapatkan data geodesi yang lebih komprehensif. Data geodesi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pemetaan dan survei rekayasa oleh pemerintah maupun swasta, serta sebagai landasan pengembangan infrastruktur data spasial nasional (IDSN). Sampai akhir tahun 2014, BIG telah berhasil merawat
dan
membangun
titik
kontrol
geodesi
dan
geodinamika lebih dari jumlah yang ditargetkan. Rincian dari titik kontrol yang dirawat dan dibangun BIG selama kurun waktu 2 tahun sejak tahun 2013 adalah seperti tercantum dalam Tabel 1.1 berikut.
12
Tabel 1.1 Titik Kontrol yang Dirawat dan Dibangun BIG Periode 2013 – 2014 Titik Kontrol Geodesi dan Geodinamika
2013
2014
Bangun
Rawat
Bangun
Rawat
-
1
-
-
10
20
11
-
Stasiun Indonesia CORS
-
118
3
118
Stasiun Jaring Pasang Surut Real Time Nasional
3
113
2
117
200
-
10
43
213
252
26
278
Stasiun Permanen Gayaberat Titik Pantau Geodinamika dan Deformasi
Sistem Referensi JKHN dan JKVN Total
Geodesi
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014
Berikut daftar distribusi jaringan titik kontrol geodesi dan geodinamika: a.
Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia hingga tahun 2014
Gambar 1. 3 Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia.
13
b.
Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia sampai dengan tahun 2014
Gambar 1. 4 Sebaran Pembangunan Titik Pantau Geodinamika dan Deformasi Tahun 2014.
c.
Distribusi Jaringan CORS sampai dengan tahun 2014
Gambar 1. 5 Distribusi Jaringan CORS.
14
d.
Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di Indonesia sampai dengan tahun 2014
Gambar 1. 6 Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di Indonesia.
e.
Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia sampai dengan tahun 2014
Gambar 1. 7 Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia
f.
Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia s/d tahun 2014
Gambar 1. 8 Distribusi JKVN Orde 1 dan 2 di Indonesia
15
2)
Cakupan wilayah dan kedetilan IG RBI sebagai acuan penyelenggaraan IG Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 diamanatkan bahwa aspek kewilayahan (spasial) harus diintegrasikan ke dalam kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkat pemerintahan. Tujuan diintegrasikannya aspek kewilayahan dalam kerangka perencanaan pembangunan adalah
untuk
mendukung
koordinasi
antar
pelaku
pembangunan dan sinergi antar daerah dalam mencapai tujuan nasional. Selanjutnya, untuk mendukung dijalankannya amanat UU tersebut di atas, BIG melakukan kegiatan pemetaan dan pemutakhiran peta RBI skala kecil dan menengah. Selama periode 2013 – 2014, peta RBI skala kecil dan menengah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Peta RBI Skala Kecil dan Menengah untuk Kepentingan Perencanaan Pembangunan.
*NLP: Nomor Lembar Peta
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014
Berikut daftar indeks peta RBI skala kecil dan menengah: a.
Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000 hingga Tahun 2014
16
Gambar 1. 9 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000 hingga Tahun 2014.
b.
Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000 hingga Tahun 2014
Gambar 1. 10 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000 hingga Tahun 2014.
Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota yang dibutuhkan dalam penyusunan peraturan zonasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengindikasikan dibutuhkannya IGD
skala
besar
1:5.000.
Hal
ini
dikarenakan
RDTR
kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota sehingga memiliki informasi dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dan membutuhkan
17
skala ketelitian peta yang lebih besar. Untuk kepentingan penyusunan RDTR Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, sejak tahun 2013 BIG telah menghasilkan peta RBI skala besar dengan rincian seperti tertera dalam Tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Peta RBI Skala Besar untuk Kepentingan Penyusunan RDTR Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014
18
Berikut daftar indeks peta RBI skala besar yang telah dibuat oleh BIG: a.
Indeks Peta Rupabumi skala 1:5.000 hingga tahun 2014
Gambar 1. 11 Indeks Peta Rupabumi skala 1:5.000 hingga tahun 2014
b.
Indeks Peta Rupabumi skala 1:10.000 hingga tahun 2014
Gambar 1. 12 Indeks Peta Rupabumi skala 1:10.000 hingga tahun 2014
3)
Cakupan wilayah dan kedetilan IG LPI dan LLN sebagai acuan penyelenggaraan IG Menurut UU No. 4 Tahun 2011, Peta LPI adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir, sedangkan Peta LLN adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut. 19
Tujuan penggunaan peta LPI adalah untuk mendukung perencanaan tata ruang pulau dan wilayah pesisir/pantai, zonasi pesisir, pemetaan batas wilayah daerah, mitigasi bencana,
dan
perencanaan
pembangunan
infrastruktur.
Sementara itu, penggunaan peta LLN ditujukan untuk mendukung perencanaan pembangunan sektor kelautan dan ekonomi kawasan pulau-pulau kecil, pemetaan batas wilayah daerah dan negara, mitigasi bencana, dan perencanaan pembangunan
infrastruktur.
Terkait
dengan
pemetaan
lingkungan pantai Indonesia dan lingkungan laut nasional yang dilakukan oleh BIG, pada tahun 2013 dan 2014 jumlah Peta LPI dan LLN yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 1.4 berikut. Tabel 1.4 Peta LPI dan Peta LLN Peta
Skala
2013
LPI
1:25.000
Selat Sunda
4
1:50.000
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan
40
1:250.000
Sulawesi bagian utara dan tengah
10
1:50.000
Kepulauan Seribu
4
1:500.000
Seluruh Indonesia
44
1:25.000
Teluk Jakarta
4
1:50.000
Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Barat
40
1:250.000
Selat Makassar, Nusa Tenggara Timur, Pulau Halmahera, dan Papua Barat
10
1:50.000
Karimunjawa
4
LLN
2014
LPI
LLN
Wilayah
Jumlah NLP
Tahun
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014
Berikut daftar indeks peta LPI dan LLN sebagai acuan penyelenggaraan IG yang telah dibuat BIG: 20
a.
Indeks Peta LPI hingga tahun 2014
Gambar 1. 13 Indeks Peta LPI sampai tahun 2014
b.
Indeks Peta LLN skala 1:500.000
Gambar 1. 14 Indeks Peta LLN skala 1:500.000 sampai tahun 2014
4)
Cakupan IG batas wilayah yang akurat dan mutakhir Penegasan batas wilayah, baik batas wilayah daerah (administrasi) maupun negara dibutuhkan untuk mendukung pembangunan nasional. Batas wilayah administrasi dibutuhkan dalam pengaturan tata ruang, pertahanan keamanan, tata kelola pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam, pelayanan administrasi
kependudukan,
pelayanan
administrasi
pertanahan, perizinan pertambangan, pelaksanaan pemilihan umum
(Pemilu)/pemilihan
kepala
daerah
(Pilkada),
perhitungan dana alokasi umum (DAU), pembentukan daerah otonom baru, dan lain sebagainya. Sementara itu, selain dibutuhkan untuk mendukung beberapa hal tersebut di atas, 21
batas wilayah negara juga dibutuhkan khususnya untuk mengatasi masalah yang memerlukan penyelesaian diplomatik. Dalam penentuan batas administrasi daerah, peran BIG adalah mengekstrasi batas indikatif yang dibutuhkan dalam penegasan batas daerah. Jika batas indikatif yang dihasilkan BIG disetujui oleh daerah-daerah yang berbatasan, selanjutnya berdasarkan batas indikatif tersebut, Kementerian Dalam Negeri akan menegaskan/menetapkan batas wilayah daerahdaerah yang berbatasan dengan mengeluarkan peta batas definitif. Berikutnya, untuk dapat mengekstrasi batas indikatif administrasi daerah, BIG melakukan pembuatan Peta Koridor Kabupaten/Kota. Sebagai capaiannya, pada tahun 2013 dihasilkan 15 NLP segmen batas kabupaten dan 3 NLP segmen batas provinsi di Provinsi Kalimantan Tengah, dan tahun 2014 dihasilkan 13 segmen batas kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam hal batas wilayah negara, Common Border Datum Reference Frame (CBDRF) adalah titik acuan/referensi yang disepakati bersama oleh negara-negara yang berbatasan untuk digunakan dalam pengelolaan kawasan batas negara. Representasi dari titik-titik referensi batas wilayah ini di lapangan adalah dalam bentuk tugu, monumen, atau pilar. Dalam pemasangan pilar batas CBDRF, BIG melakukannya di 3 wilayah perbatasan negara, yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Jumlah pilar batas negara yang terpasang di ketiga wilayah perbatasan tersebut sejak awal tahun 2013 hingga akhir tahun 2014 telah melebihi jumlah yang ditargetkan. Berikut detil jumlah pilar batas wilayah yang BIG pasang antara tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada
Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Pilar Batas Wilayah Negara Batas Negara Indonesia - Malaysia (RI - Malaysia) Indonesia - Papua Nugini (RI - PNG) Indonesia - Republik Demokratik Timor Leste
Jumlah Pilar 2013 35
2014 35
5
5
80
80
22
(RI - RDTL) Total
120
120
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014
Berikut daftar cakupan IG batas wilayah pada tahun 2014: a.
Indeks Peta Batas RI-Malaysia skala 1:50.000
Gambar 1. 15 Indeks Peta Batas RI-Malaysia skala 1:50.000
b.
Lokasi kegiatan CBDRF RI-PNG
Gambar 1. 16 Lokasi kegiatan CBDRF RI-PNG
23
c.
Lokasi pemasangan pilar batas RI-RDTL
Gambar 1. 17 Lokasi pemasangan pilar batas RI-RDTL
Masih terkait dengan batas wilayah negara, BIG juga menyediakan Peta Batas Wilayah Negara di daratan dalam bentuk Peta Joint Border Mapping (JBM). Maksud dari dibuatnya Peta JBM ini adalah untuk menyediakan IG wilayah perbatasan yang dapat digunakan sebagai bahan perundingan bilateral dengan ketiga negara yang berbatasan dengan Indonesia. Dalam tahun 2014, BIG baru bisa menghasilkan Peta untuk Koridor Perbatasan RI-Malaysia dan RI-PNG. Peta JBM RI-Malaysia sebanyak 10 NLP, dan Peta JBM RI-PNG sebanyak 5 NLP. Peta tersebut dapat terlihat pada Gambar 1. 18.
24
Gambar 1. 18 Peta JBM RI-Malaysia 26
F.
Informasi geospasial tematik terintegrasi yang akurat Terkait penyelenggaran IGT, menurut UU No. 4 Tahun 2011, BIG dapat menyelenggarakan IGT yang belum diselenggarakan oleh K/L/P
lain,
mengintegrasikan
diselenggarakan
oleh
K/L/P
lebih menjadi
dari
satu
IGT
yang
1
IGT
baru,
dan
mengintegrasikan IGT yang diselenggarakan oleh lebih dari satu K/L/P menjadi 1 IGT baru. Hal ini dapat mendukung penyediaan produk IGT terintegrasi yang dibutuhkan untuk menjawab isu-isu strategis pembangunan nasional yang terkait dengan ketahanan pangan, perubahan iklim, kebencanaan, swasembada garam, dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain dibutuhkan untuk menjawab isu-isu strategis pembangunan nasional, IGT terintegrasi juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan penyusunan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota. 25
Pada periode tahun 2013 – 2014, BIG berhasil membuat 6 IGT terintegrasi. Produk IGT terintegrasi dihasilkan BIG melalui kerja sama kelompok kerja IGT nasional. Sesuai arahan kebijakan satu peta, proses pengintegrasian berbagai peta tematik sektoral (IGT) mengacu pada IGD dan standar. Berikut keenam IGT terintegrasi yang telah di-launch secara nasional dalam skema one map policy. 1)
Peta Moratorium Ijin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut (PIPIB)
Gambar 1. 19 Peta PIPIB versi ke-7
2)
Peta One Map Penutup Lahan Nasional Skala 1:250.000
Gambar 1. 20 Peta One Map Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut
26
Gambar 1. 21 Satu Peta Karakteristik Laut Nasional
Gambar 1. 22 Satu Peta Habitat Lamun Nasional
Gambar 1. 23 Satu Peta Mangrove Nasional
27
3)
Peta Multirawan Bencana Alam
Gambar 1. 24 Peta Multirawan Bencana Alam di Provinsi Jawa Tengah
4)
Peta Konflik Lahan
Gambar 1. 25 Contoh Peta Konflik Penguasaan Lahan
5)
Peta Terumbu Karang
Gambar 1. 26 Peta Terumbu Karang
28
1.1.2 Evaluasi Capaian Reformasi Birokrasi (RB) BIG Gelombang II Reformasi birokrasi (RB) BIG gelombang II dilakukan dalam rangka mewujudkan upaya pemerintah untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) serta melakukan pembaruan serta perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam suatu kerangka reformasi birokrasi nasional (RBN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB). GDRB sendiri merupakan rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional (RBN) untuk kurun waktu 2010-2025. Dalam implementasinya, GDRB memiliki 3 (tiga) sasaran yaitu: terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Setiap sasaran yang ada di GDRB memiliki indikator-indikator yang terukur untuk mengetahui sejauh mana pencapaian sasaran tersebut. Sasaran pertama, terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN memiliki dua indikator yaitu indeks persepsi korupsi (IPK), dan opini BPK terhadap laporan keuangan instansi. Sasaran kedua, terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat memiliki dua indikator yaitu integritas pelayanan publik, dan peringkat kemudahan berusaha. Sasaran ketiga, meningkatnya kapasitas dan kapabilitas akuntabilitas kinerja birokrasi memiliki indikator indeks efektivitas pemerintahan, serta instansi pemerintah yang akuntabel. Dalam
mendukung
upaya
pelaksanaan
GDRB,
Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyusun Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB). RMRB sendiri merupakan sebagai bentuk operasionalisasi dari GDRB yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. RMRB berisi rencana rinci pelaksanaan RB dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya dengan sasaran per tahun yang jelas.
29
Pada periode 2010-2014, pelaksanaan RMRB telah memasuki gelombang II yang diatur dalam PermenPAN-RB No.20 Tahun 2010. Di dalam RMRB gelombang II terdapat 8 area perubahan meliputi program manajemen perubahan, program penataan peraturan perundang-undangan, program penataan dan penguatan organisasi, program penataan tata laksana, program penataan sistem manajemen SDM aparatur, program penguatan pengawasan, program penguatan akuntabilitas kinerja, program peningkatan kualitas pelayanan publik, serta satu program monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Berdasarkan
hasil evaluasi pelaksanaan RB BIG tahun 2014,
pelaksanaan RB BIG mendapatkan nilai 45,14 dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 60,61. Penilaian tersebut didasarkan pada pencapaian target 8 area perubahan serta satu monitoring dan evaluasi. Detail hasil evaluasi terhadap capaian RB BIG tahun 2014 dan tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Hasil evaluasi Menpan RB terhadap implementasi RB BIG No
Komponen Penilaian
A 1
Pengungkit Manajemen Perubahan Penataan Peraturan 2 Perundang-undangan Penataan dan Penguatan 3 Organisasi 4 Penataan Tatalaksana Penataan Sistem 5 Manajemen SDM 6 Penguatan Akuntabilitas 7 Penguatan Pengawasan Peningkatan Kualitas 8 Pelayanan Publik Sub Total Komponen Pengungkit B Hasil Kapasitas dan 1 Akuntabilitas Kinerja Organisasi Pemerintah Yang Bersih 2 dan Bebas KKN Kualitas Pelayanan 3 Publik Sub Total Komponen Hasil
Indeks Reformasi Birokrasi
Nilai Maks.
Nilai % 2014 Capaian
Nilai 2015
% Capaian
5
2.74
54.8
3.59
71.78
5
2.09
41.8
2.09
41.8
6
0.99
16.5
1.99
33.17
5
2.63
52.6
3.47
69.35
15
5.25
35
10.98
73.22
6 12
2.39 4.18
39.83 34.83
3.61 4.35
60.2 36.22
6
3.1
51.67
3.89
64.62
60
23.37
38.95
33.97
62.82
20
13.41
67.05
13.66
68.32
10
1.5
15
5.52
55.23
10
9.45
94.5
7.45
74.5
40
24.36
60.9
26.63
66.59
100
47.73
47.73
60.61
60.61
30
Komposisi nilai reformasi birokrasi BIG pada tahun 2015 sebesar 60,61 terdiri dari nilai 33,97 untuk pencapaian program dan kegiatan yang terdapat dalam komponen pengungkit serta 26,63 untuk pencapaian komponen hasil yang merupakan representasi dari sasaran reformasi birokrasi. Kedua komponen tersebut terlihat mengalami peningkatan dibanding nilai tahun 2014, walaupun peningkatan capaian kedua komponen tersebut tidak berarti seluruh sub-komponen mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, pencapaian reformasi birokrasi untuk setiap program dapat digambarkan Gambar 1.27.
Kriteria hasil (40%) Kapasitas dan akuntabilitas organisasi (68,32%)
Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (55,23%)
Kualitas pelayanan publik (74,50%)
Nilai RB: 60,61 (B)
Kriteria pengungkit (60%) Penataan dan penguatan organisasi (33,17%) Penataan sistem manajemen SDM (73,22%)
Penataan peraturan perundang- = undangan (41,75%)
Penataan tatalaksana (69,35%)
Penguatan pengawasan (36,22%)
Penguatan akuntabilitas (60,20%)
Peningkatan kualitas layanan publik (64,82%)
Manajemen perubahan (71,78%)
Gambar 1. 27 Pemetaan hasil asesmen reformasi birokrasi BIG
Gambar 1.27 menunjukkan capaian RB setiap sub-komponen dari setiap komponen RB BIG yang dinilai, serta perbandingan capaian nilai RB tahun 2015 terhadap tahun 2014. Tiga (3) area perubahan, yaitu penataan dan penguatan organisasi, penataan peraturan perundangundangan, serta penguatan pengawasan memperoleh nilai dibawah indeks RB BIG tahun 2015 (60,61). Hal ini berarti bahwa ketiga area perubahan tersebut perlu mendapat perhatian dan menjadi fokus utama dalam implementasi RB BIG tahun 2016 hingga tahun 2019. Sedangkan pada 31
kriteria hasil, kondisi pemerintahan yang bersih dan bebas KKN juga masih berada dibawah indeks RB BIG tahun 2015, sehingga perlu dioptimalkan melalui optimasi pelaksanaan kriteria pengungkit yang terkait dengan kondisi tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan area perubahan reformasi birokrasi diantaranya dengan penerapan quick wins. Quick wins diharapkan dapat memberikan momentum awal yang positif dan juga kepercayaan diri untuk melaksanakan reformasi birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan. Keluaran dari pelaksanaan quick wins adalah perbaikan sistem
dan
mekanisme
kerja
atau
produk
utama
dari
Kementerian/Lembaga sesuai tupoksinya. Pedoman pelaksanaan quick wins sendiri diatur dalam Buku 7, Permenpan-RB No.13 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh BIG, rumusan program quick wins yang diusung oleh BIG adalah peningkatan layanan akses terhadap informasi geospasial melalui penyediaan layanan data online yang dapat diakses melalui Ina-Geoportal. 1.1.3 Aspirasi Masyarakat Pada bagian ini akan diuraikan tentang aspirasi masyarakat terhadap BIG yang secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu pemenuhan barang publik, layanan publik, dan regulasi dalam lingkup kewenangan Kementerian/Lembaga. Adapun yang termasuk dalam kategori masyarakat adalah K/L/P. Berikut adalah harapan masyarakat terhadap BIG: A.
Pemenuhan Kebutuhan Barang Publik Data dan IG Berikut adalah identifikasi kebutuhan data dan IG yang keberadaannya diinginkan oleh masyarakat luas, antara lain: 1)
Peta perubahan iklim (climate change).
2)
Integrasi peta daerah rawan bencana/multihazard map (gempa bumi, longsor, banjir, tsunami, kebakaran hutan, dan lain-lain).
3)
Peta batas negara (darat/laut) dan batas administrasi daerah.
4)
Peta wilayah perbatasan negara dan daerah (darat dan laut).
32
5)
Peta LPI khususnya di wilayah pantai yang berpotensi besar di dalam pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat.
6)
Peta lereng, penutup lahan, sistem lahan, seabed cover.
7)
Atlas Nasional Indonesia, Atlas for Child, Atlas for Visually Impairment.
8)
Neraca sumber daya alam darat dan laut.
9)
Data pemantauan pergerakan lempeng bumi.
10)
Pemutakhiran jaringan geodesi nasional melalui teknologi GPS selain Navstar GPS seperti Galileo, Glonass, dan lain-lain.
11)
Environmental sensitivity indexes.
12)
Sertifikasi profesi di bidang IG.
13)
Kontribusi dalam pemetaan emisi gas karbon.
14)
Pemetaan tata ruang kabupaten/ kota dan tata ruang kawasan.
15)
Model spasial dinamis untuk perencanaan pembangunan.
16)
Deskripsi geografi setiap pulau, desa, dan ekosistem.
17)
Jaringan infrastruktur dan sistem peringatan dini tsunami berupa stasiun GPS kontinyu dan stasiun pasang surut laut digital.
B.
Pemenuhan Kebutuhan Layanan Publik Selain dari sisi keberadaannya, maka dari sisi perolehannya masyarakat menginginkan data dan IG diperoleh dengan cara: 1)
Pelayanan prima.
2)
Pelayanan secara elektronik (e-service).
3)
Mendekatkan jarak antara produsen dengan pengguna melalui pendirian Sentra Peta untuk penjualan produk.
4)
Menjadikan produk BIG lebih terbuka dan mudah diakses secara elektronik.
5) C.
Pemberian tarif nol rupiah untuk produk yang dihasilkan BIG.
Pemenuhan Kebutuhan Regulasi Data dan IG Regulasi terhadap keberadaan data dan IG yang diperlukan oleh masyarakat, antara lain berupa:
33
1)
Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebarluasan (distribusi), dan penggunaan IG.
2)
Spesifikasi teknis berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).
1.2
Potensi dan Permasalahan Identifikasi potensi dan permasalahan merupakan langkah bagi organisasi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan tantangan yang akan dihadapi. Hal ini perlu dilakukan supaya organisasi dapat menentukan langkah-langkah strategis yang realistis untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi organisasi.
1.2.1 Potensi dan Permasalahan Internal Analisis terhadap potensi dan permasalahan internal BIG dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BIG. Analisis dilakukan dengan metode perbandingan antara fakta-fakta internal dengan teori, best practice, target internal, institusi sejenis, atau pendapat pakar yang relevan. Fakta-fakta tersebut meliputi aspek SDM, budaya organisasi, proses organisasi, pembuatan kebijakan, anggaran, koordinasi, dan layanan publik. a.
Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia BIG merupakan salah satu modal utama dalam menjalankan organisasi BIG untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengelolaan SDM BIG harus selaras dengan reformasi birokrasi BIG yang diatur dalam program penataan SDM aparatur BIG. Penilaian reformasi birolrasi untuk program tersebut serta pencapaian BIG pada aspek SDM menunjukkan adanya potensi kekuatan maupun permasalahan yang harus dikelola dengan baik agar BIG dapat mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsinya. Potensi kekuatan pada aspek sumber daya manusia yang dimiliki BIG adalah perencanaan SDM, dimana BIG telah melakukan perencanaan
kebutuhan
pegawai
sesuai
dengan
kebutuhan. 34
Perencanaan kebutuhan pegawai yang dilakukan didahului dengan melakukan analisis jabatan, analisis beban kerja, evaluasi jabatan hingga rencana distribusi pegawai ke masing-masing unit kerja. Bahkan untuk evaluasi jabatan telah dilakukan pada seluruh unit kerja yang ada di BIG. Proses penerimaan pegawai juga telah dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel serta bebas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, secara kualitas BIG telah memiliki SDM yang kompeten di bidang informasi geospasial. Beberapa tenaga ahli BIG di bidang informasi geospasial bahkan telah mendapat pengakuan baik pada skala nasional maupun internasional. Permasalahan pada aspek SDM yang dimiliki BIG saat ini didominasi pada aspek pengelolaan SDM. Pengembangan pegawai berbasis
kompetensi
(competency-based
human
resource
management) belum sepenuhnya diterapkan di seluruh unit kerja. Hanya sebagian kecil unit kerja yang telah menerapkan pola pengembangan pegawai berbasis kompetensi ini. Promosi jabatan tinggi secara terbuka juga belum dilakukan dengan optimal di lingkungan BIG, walaupun BIG telah menyusun kebijakan yang mengatur pelaksanaan promosi jabatan tinggi secara terbuka di lingkungan BIG. Pengelolaan kinerja individu secara terintegrasi belum dilakukan di lingkungan BIG, sehingga pengukuran kinerja individu masih dilakukan dengan menggunakan kehadiran pegawai. Permasalahan lain terkait aspek SDM adalah kuantitas SDM. Walaupun BIG memiliki SDM berkualitas di bidang informasi geospasial sebagai potensi kekuatan, namun BIG menghadapi permasalahan jumlah SDM. Berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukan, jumlah SDM BIG saat ini belum memenuhi jumlah SDM yang dibutuhkan untuk menjalankan seluruh tugas dan fungsi BIG secara optimal. Selain itu, Sistem Informasi Kepegawaian belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu penyebab utamanya adalah sistem informasi tersebut belum dapat diakses secara optimal.
35
Terdapat beberapa permasalahan teknis maupun operasional dalam implementasi sistem informasi tersebut. b. Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan perekat seluruh elemen penting dalam organisasi. Budaya organisasi ini memegang peranan penting dalam menjalankan suatu organisasi. Budaya organisasi untuk institusi pemerintahan tercermin dalam internalisasi sistem nilai (values) yang disepakati dan dipahami bersama. Selain itu, pelaksanaan reformasi birokrasi merupakan proses dalam membentuk budaya organisasi pemerintahan yang unggul, transparan dan akuntabel. Badan Informasi Geospasial memiliki potensi kekuatan serta permasalahan dalam aspek budaya organisasi. Potensi kekuatan yang dimiliki adalah BIG telah memiliki tim reformasi birokrasi sebagai tim perubahan organisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan BIG. Tim perubahan memegang peranan penting dalam keberhasilan pengelolaan perubahan di suatu organisasi. Tim perubahan
merupakan
sekumpulan
pegawai
yang
bersedia
mendedikasikan waktunya untuk membantu melaksanakan proses perubahan organisasi secara bertahap. Konteks perubahan yang dilakukan untuk pemerintahan adalah pelaksanaan reformasi birokrasi yang terdiri dari 4 (empat) gelombang dan dilakukan dalam waktu 25 tahun. Untuk itu, memiliki tim perubahan merupakan modal dasar dan fondasi bagi perubahan itu sendiri. Walaupun tim perubahan telah dibentuk, namun BIG masih menghadapi beberapa permasalahan. Tim reformasi birokrasi yang merupakan tim perubahan belum melaksanakan sebagian besar tugas sesuai rencana kerja tim reformasi birokrasi BIG, termasuk belum melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja tersebut. Agen perubahan sebagai perpanjangan tangan tim perubahan di unit kerja juga belum dibentuk secara formal. Hal ini menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pelaksanaan roadmap reformasi birokrasi di lingkungan BIG, yaitu quick win tidak sesuai 36
dengan ekspektasi atau tidak dapat diselesaikan dalam waktu cepat, serta sosialisasi dan internalisasi roadmap reformasi birokrasi belum dilakukan untuk sebagian besar unit kerja. Selain itu, sistem nilai yang telah dicanangkan BIG belum terinternalisasi secara keseluruhan. Jika dilihat dari budaya organisasi, kemampuan SDM BIG dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi masih kurang dan masih perlu ditingkatkan. Penegakan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai juga belum optimal dilakukan pada sebagian besar unit kerja di lingkungan BIG. Hal ini disebabkan
permasalahan
sosialisasi
dan
internalisasi
serta
pengawasan yang belum dilakukan secara optimal. c.
Layanan Publik UUD 45 Pasal 30 mengamanatkan bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Pentingnya pelaksanaan layanan publik pada kementrian/lembaga dipertegas dengan adanya Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Penegasan lainnya tentang layanan publik juga tergambar dari masuknya pelaksanaan layanan prima sebagai salah satu indikator inti keberhasilan program RB. Capaian pelaksanaan layanan publik yang dilakukan oleh BIG tercermin dari nilai pelaksanaan layanan publik yang dikeluarkan oleh KemenPAN-RB.
Penilaian
layanan
publik
dilakukan
dengan
mempertimbangkan 5 (lima) kriteria yaitu standar pelayanan, budaya pelayanan prima, pengelolaan pengaduan, penilaian kepuasan terhadap pelayanan, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam peningkatan mutu layanan publik. Kelima kriteria tersebut secara akumulatif membentuk nilai pencapaian layanan publik, dimana nilai yang diberikan KemenPAN-RB sebesar 3,89 dari nilai maksimal 6,0. Hal ini menandakan layanan publik yang dilaksanakan BIG sudah cukup baik namun perlu terus ditingkatkan secara berkesinambungan.
37
Adapun dasar pembobotan nilai didapatkan dari keselarasan antara implementasi layanan publik dengan kepatuhan terhadap amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan penilaian KemenPAN-RB, buruknya pencapaian 5 (lima) kriteria layanan publik disebabkan karena terdapat ketidakmaksimalan dalam implementasi masing-masing sub-kriteria. Kriteria pertama yaitu standar pelayanan, ketidakoptimalan BIG terjadi karena hanya sebagian kecil jenis layanan yang telah disosialisikan terhadap total keseluruhan jenis layanan yang ada, hal tersebut tidak selaras dengan pasal 22 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Disamping itu penelaahan dan perbaikan atas standar pelayanan belum dilakukan secara berkala dan/tidak melibatkan stakeholders sehingga hal tersebut tidak selaras dengan pasal 20 (1) dan (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun pada kriteria pertama ini, BIG juga memiliki kelebihan yang dapat dikaterogrikan sebagai kekuatan BIG. Kelebihan tersebut adalah terdapatnya standar pelayanan publik adalah sebagian besar jenis layanan sudah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) pelayanan, dimana hal ini selaras dengan pasal 15 (1) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kriteria
kedua
implementasi
budaya
pelayanan
prima,
ketidakoptimalan implementasi layanan publik terjadi karena tiga hal. Pertama, sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan budaya prima hanya dilakukan sebagian kecil, hal ini tidak selaras dengan pasal 15 butir b dan butir c UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kedua, belum diterapkannya sistem reward and punishment sesuai standar. Hal tersebut tidak selaras dengan pasal 11 (2) dan (3) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamatkan perlu adaya sistem penghargaan bagi yang berprestasi serta pemberian hukuman bagi yang melanggar ketentuan penyelenggaraan layanan publik. Ketiga,
layanan terpadu hanya mencakup sebagian kecil
pelayanan. Hal tersebut tidak selaras dengan pasal 9 (1) UU No. 25 38
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan sistem layanan sebaiknya dilakukan terpadu untuk kemudahan pelayanan publik. Ketidakoptimalan pada kriteria ketiga yaitu pengelolaan pengaduan disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama yaitu belum terpenuhinya SOP tentang pengaduan pelayanan, hal tersebut tidak selaras dengan pasal 37 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan bahwa penyelenggara layanan publik harus mengatur mekanisme pengelolaan pengaduan. Faktor kedua yaitu evaluasi atas penganangan keluhan belum dilakukan secara berkala, dimana hal tersebut tidak selaras dengan amanat pasal 37 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dimana penyelenggara layanan wajib menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan. Ketidakoptimalan pada kriteria keempat yaitu penilaian kepuasan terhadap pelayanan, terjadi karena survei kepuasan masyarakat terhadap layanan BIG tidak dilakukan secara berkala serta tidak dapat diaksesnya hasil survei kepuasan masyarakat. pengelolaan pengaduan dimana tindak lanjut atas pengaduan layanan telah dilakukan pada sebagian besar pengaduan yang ada, hal tersebut selaras dengan pasal 36 (3) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun disisi lain, kelebihan yang dimiliki BIG pada kriteria pengelolaan pengaduan dimana tindak lanjut atas pengaduan layanan telah dilakukan pada sebagian besar pengaduan yang ada, dapat menjadi kekuatan bagi BIG. Hal tersebut selaras dengan pasal 36 (3) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Kriteria kelima yaitu pemanfaatan teknologi dalam layanan publik dimana BIG tidak melakukan perbaikan terus menerus terhadap teknologi tersebut. Namun BIG memiliki kelebihan yang dapat dijadikan
kekuatan
memberikan
layanan
dalam
hal
dimana
pemanfaatan sebagian
besar
teknologi
dalam
layanan
sudah
memanfaatkan teknologi informasi, salah satunya adalah mekanisme
39
layanan publik Ina-Geoportal yang memberikan kemudahan akses bagi pengguna, dan kepemilikian data public domain dalam berbagai skala. Hal tersebut selaras dengan pasal 23 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Selain 5 (lima) hal yang telah dijabarkan tersebut, terdapat beberapa hal lain yang menghambat pengingkatan kualitas pelayanan publik. Pertama, pembayaran online (e-payment) belum terfasilitasi dengan baik. Kedua, sosialiasi kepada pengguna tentang PP tarif produk dan jasa belum optimal dan menyeluruh dimana hal tersebut tidak selaras dengan pasal 22 (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mewajibkan penyelenggara layanan publik wajib mempublikasikan layanannya secara jelas dan luas. d. Tata Laksana Tata laksana/proses organisasi (business process) merupakan sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Penataan tata laksana sangat perlu dilakukan untuk mengakomodasi perubahan arah strategis organisasi dan merespon perubahan lingkungan yang berasal dari dalam dan/atau luar organisasi. Tujuan dilakukannya penataan tata laksana adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen organisasi sehingga birokrasi yang professional, pelayanan optimal, dan masyarakat yang sejahtera dapat dicapai. Berdasarkan hasil penilaian reformasi dan birokrasi yang dilakukan terhadap BIG, diketahui bahwa BIG memiliki permasalahan dalam penataan tata laksana organisasi dimana hanya sebagian kecil unit organisasi yang sudah memiliki peta proses organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi, artinya masih banyak unit kerja yang belum memiliki peta proses organisasi yang sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing unit tersebut. Hal tersebut berdampak pada kinerja BIG dimana saat ini kemampuan BIG dalam menghasilkan
40
IGD belum memenuhi kebutuhan dan sebagian besar IG belum dimutakhirkan. Peta proses organisasi yang telah dimiliki oleh sebagian kecil dari unit organisasi tersebut sebagian besar telah dijabarkan dalam bentuk SOP yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari unit kerja. Peta proses bisnis yang telah dijabarkan dalam bentuk SOP tersebut telah diterapkan oleh sebagian besar unit kerja. Sayangnya, efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis dan prosedur operasional yang telah disusun dan diterapkan oleh unit kerja belum dievaluasi secara berkala. Hal ini menyebabkan efisiensi dan efektivitas serta hasil penerapan dari peta proses bisnis dan prosedur operasional tidak dapat diketahui. Dengan demikian, perbaikan terhadap proses bisnis dan prosedur operasional akan sulit dilakukan karena tidak memiliki dasar/acuan yang valid. Sesuai dengan INPRES No.3 tahun 2003, pemerintah harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan harus segera melaksanakan
proses
transformasi
menuju
e-government.
E-
government sendiri merupakan penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah dalam memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. BIG selaku LPNK, saat ini sudah memiliki rencana pengembangan e-government di lingkungan instansi. Pengembangan e-government
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan
penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Hal ini telah sesuai dengan INPRES Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Disamping sudah memiliki perencanaan eGov, BIG juga telah memiliki infrastruktur informasi geospasial dengan kapasitas dan kapabilitas yang terbaik di Indonesia untuk mendukung rencana pengembangan eGov yang telah disusun sebelumnya. Saat ini BIG telah memanfaatkan teknologi informasi baik dalam menjalankan proses organisasi maupun dalam pelayanan publik. Salah satu bentuk 41
pemanfaatan teknologi yang telah dilakukan BIG adalah menyediakan stasiun pasang surut online yang mendukung Ina-TEWS (Tsunami Early Warning System). e.
Pembuatan Kebijakan Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah, penataan peraturan perundang-undangan
bertujuan
untuk
meningkatkan
efektivitas
pengelolaan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Pengelolaan peraturan perundang-undangan dikatakan efektif apabila tidak terdapat tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Salah satu langkah untuk menghindari tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan perundang-undangan adalah dengan melakukan harmonisasi. Harmonisasi peraturan perundangundangan dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: 1)
Identifikasi
peraturan
perundang-undangan
yang
tidak
harmonis/tidak sinkron. 2)
Analisis peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/ tidak sinkron.
3)
Pemetaan
peraturan
perundang-undangan
yang
tidak
harmonis/tidak sinkron. 4)
Revisi peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/tidak sinkron. Berdasarkan hasil evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun
2014, keempat tahapan harmonisasi tersebut telah dilaksanakan dengan baik oleh BIG walaupun belum dilaksanakan secara menyeluruh untuk peraturan perundang-undangan terkait dengan informasi geospasial. Hal tersebut menjadi satu dasar yang kuat bagi BIG sebagai LPNK yang salah satu fungsinya adalah perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial.
42
Keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008. Dalam UU tersebut didefinisikan bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU terkait serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Diungkapkan dalam UU tersebut bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Langkah awal penerapan keterbukaan informasi publik adalah dengan menetapkan kebijakan mengenai keterbukaan informasi publik oleh pimpinan instansi pemerintah. Pembuatan kebijakan dapat dimulai dengan mengidentifikasi informasi yang dapat diketahui oleh publik dan bagaimana mekanisme penyampaian informasi tersebut. Mengacu pada hal tersebut, BIG telah memiliki kebijakan keterbukaan informasi publik berupa Peraturan Kepala BIG Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik Di BIG. Hal ini menunjukan komitmen BIG dalam rangka memberikan pelayanan publik yang prima. Selain adanya keterbukaan informasi publik, penanganan pengaduan masyarakat juga dibutuhkan dalam rangka memberi pelayanan publik yang prima. Hal ini diperlukan supaya setiap instansi pemerintahan dapat menangkap keluhan-keluhan masyarakat dengan baik. Penanganan pengaduan masyarakat akan berguna sebagai alat perbaikan terus-menerus terhadap pelayanan publik. Berdasarkan hasil evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun 2014, BIG telah membuat kebijakan terkait penanganan pengaduan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik juga membutuhkan standar mengenai kualitas pelayanan dalam rangka mewujudkan layanan yang
43
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Oleh karena itu, standar pelayanan publik yang ada harus memuat informasi mengenai kejelasan biaya, waktu, dan persyaratan perijinan. Dalam hal ini, BIG telah memiliki kebijakan mengenai standar pelayanan publik yang jelas. Melalui keterbukaan informasi publik, penanganan pengaduan masyarakat yang baik, dan standar pelayanan yang jelas diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik. Hal ini selaras dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik. Sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara sebagai penyelenggara pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh BIG terkait keterbukaan informasi publik, penanganan pengaduan masyarakat, dan standar pelayanan merupakan salah satu kekuatan BIG dalam melaksanakan pelayanan publik. Namun demikian, masih terdapat beberapa kebijakan yang belum dibuat oleh BIG, antara lain kebijakan penanganan gratifikasi, penanganan benturan kepentingan, kompetensi jabatan, dan penelitian. Beberapa kebijakan yang belum dibuat tentu saja dapat menjadi salah satu penghambat pelayanan publik. Sebagai contoh, apabila terjadi kasus gratifikasi di BIG, maka tidak ada payung hukum yang dapat menjadi pedoman penyelesaian kasus tersebut. Hal ini dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh BIG. Dari sisi penelitian, seharusnya seluruh penelitian yang dilakukan oleh BIG harus mendukung perbaikan pelayanan publik bahkan mendukung kebijakan strategis yang akan 44
diambil oleh BIG. Saat ini, penelitian yang dilakukan oleh para peneliti BIG belum sepenuhnya mendukung hal-hal tersebut karena belum adanya kebijakan terkait penelitian. Melihat kondisi ini, tentunya BIG tidak boleh hanya berhenti sampai pembuatan kebijakan, perlu ada sistem pengawasan yang kuat dari sisi implementasi serta evaluasi berkala mengenai kebijakankebijakan yang telah dibuat. Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada masing-masing instansi pemerintah. Dengan adanya pengawasan yang kuat maka tingkat penyalahgunaan wewenang pada masing-masing instansi pemerintah diharapkan dapat menurun. Menurut hasil evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun 2014, sistem pengawasan dalam bentuk monev di BIG masih cukup lemah. Mengingat pentingnya sistem pengawasan yang kuat, hal ini tentunya harus menjadi poin penting dalam perbaikan organisasi ke depan. f.
Koordinasi Kolaborasi yang sinergis antar seluruh unit kerja dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang optimal dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam mewujudkan kolaborasi yang sinergis tersebut, dibutuhkan koordinasi yang baik antar seluruh unit kerja. Pada kenyataannya, saat ini koordinasi antar beberapa unit kerja di BIG masih belum optimal. Beberapa unit kerja masih bekerja tanpa mempertimbangkan korelasi tugas dan fungsinya dengan unit kerja lain. Dengan demikian, kinerja keseluruhan unit kerja menjadi tidak optimal sehingga berpotensi tidak tercapainya tujuan organisasi. Kolaborasi yang sinergis dengan pihak ekternal juga seringkali diperlukan untuk mendukung ketercapaian tujuan organisasi. Sejalan dengan itu, kolaborasi dengan pihak eksternal menjadi hal yang penting
untuk
mendukung
percepatan
pembangunan
jaringan
informasi geospasial nasional (JIGN) yang menyediakan IG yang berkualitas, mudah diakses, dan mudah diintegrasikan untuk keperluan pembangunan nasional. Untuk mendukung percepatan 45
pembangunan JIGN di daerah, BIG membutuhkan kolaborasi dengan pihak yang akan menjadi perpanjangan tangannya dalam melakukan penguatan kelembagaan penyelenggaraan IG. Saat ini, dalam membangun perpanjangan tangan di daerah, BIG telah menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Penguatan kelembagaan penyelenggaraan IG yang diharapkan dari perguruan-perguruan tinggi tersebut adalah dalam hal pengembangan simpul jaringan yang berada di sekitar wilayah perguruan tinggi terkait. Dalam kerja sama tersebut, BIG membentuk Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) yang diberikan kewenangan untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti penelitian terkait penyelenggaraan informasi geospasial, pelatihan dalam rangka peningkatan jumlah SDM yang kompeten di bidang IG, dan pemberian konsultasi teknis terkait pembangunan simpul jaringan. g.
Penganggaran & Pengelolaan Keuangan Terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk membiayai anggaran belanja negara (kapasitas fiskal) menuntut pemerintah untuk melakukan
prioritisasi
kegiatan
pembangunan
nasional
dan
pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Efektif di sini dapat diartikan
bahwa
dana
yang
dialokasikan
semuanya
dapat
dimanfaatkan (tidak terdapat idle money) dalam pencapaian sasaran strategis sebagaimana tercantum dalam rencana strategis masingmasing K/L/P, sementara efisien dapat diartikan bahwa sumber dana dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya strategis. Untuk menjawab tantangan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga mengamanatkan diterapkannya penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting). Peraturan tersebut menyatakan bahwa sedikitnya terdapat 3 prinsip yang harus terpenuhi dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja, yaitu:
46
1)
Anggaran program dan kegiatan dialokasikan berdasarkan tugas-fungsi unit kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi (money follow function);
2)
Anggaran dialokasikan dengan berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented); dan
3)
Pengelolaan anggaran dilakukan secara fleksibel dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Dengan melihat inefektivitas dan inefisiensi pengalokasian
anggaran yang terjadi di BIG, dimana: 1)
Anggaran tidak dapat memenuhi kegiatan yang sifatnya prioritas,
2)
Pola realisasi anggaran rendah dari awal sampai tengah tahun, tetapi melonjak ketika memasuki akhir tahun (slow backloaded),
3)
Penyerapan anggaran belum optimal dibanding Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa saat ini pengalokasian anggaran
di BIG belum memenuhi prinsip penganggaran berbasis kinerja. Dampak tidak dipenuhinya prinsip penganggaran berbasis kinerja yang sebagaimana disebutkan sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, berpotensi pada dikenakannya sanksi pemotongan anggaran belanja dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun anggaran berikutnya oleh Kementerian Keuangan. Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan keuangan, menurut penjelasan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa terkait tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Keempat opini yang dimaksud adalah 1) wajar 47
tanpa pengecualian; 2) wajar dengan pengecualian; 3) tidak wajar; dan 4) menolak memberikan opini. Terkait pernyataan profesional pemeriksa atas hasil audit laporan keuangan tersebut, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2014 terdapat daftar opini BPK yang menunjukkan adanya penurunan akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh BIG. 1.2.2 Potensi dan Permasalahan Eksternal Analisis terhadap potensi dan permasalahan eksternal BIG dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan yang akan dihadapi BIG. Analisis dilakukan dengan metode mengidentifikasi fakta-fakta eksternal kemudian melihat dampak secara umum terhadap sektor IG dan secara khusus terhadap BIG. Fakta-fakta tersebut meliputi aspek politik dan keamanan, teknologi, regulasi, sosial dan lingkungan hidup, dan ekonomi. a.
Politik dan Kemanan Dilantiknya Presiden Indonesia terpilih untuk periode 20142019 membawa perubahan signifikan, terutama dalam fokus pembangunan
nasional.
Arah
pembangunan
nasional
yang
sebelumnya berorientasi pada pembangunan di darat, bergeser menjadi pembangunan yang berorientasi pada sektor kemaritiman. Hal tersebut tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan negara dengan laut terluas di Asia. Dampak lain dari perubahan orientasi pembangunan juga tercermin dari meningkatnya peran informasi geospasial ke tatanan yang lebih strategis, hal tersebut dipertegas oleh fakta bahwa saat ini sektor geospasial secara eksplisit tercantum khusus dalam nawacita buku II tahun 2015-2019. Ini berarti bahwa IG akan menjadi salah satu landasan dalam perencanaan pembangunan nasional antar wilayah, sehingga BIG sebagai lembaga pemerintah penyelenggara IG nasional dapat berkontribusi melalui kebijakan penyelenggaraan IG.
48
BIG sebagai lembaga pemerintah yang menerima mandat penyelenggaraan IG berpotensi untuk mendukung pembangunan sektor kemaritiman. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan muatan lebih besar pada penyelenggaraan IG sektor kemaritiman dalam rencana strategis (Renstra) lembaga. Salah satu langkah kongkret yang dapat dilakukan BIG dalam pencapaian renstra yaitu dengan mengarahkan fokus penelitian ke bidang kemaritiman. Dampak lain dari perubahan orientasi pembangunan juga tercermin dari meningkatnya peran informasi geospasial ke tatanan yang lebih strategis, hal tersebut dipertegas oleh fakta bahwa saat ini sektor geosiasial secara eksplisit tercantum khusus dalam nawacita buku II tahun 2015-2019. Ini berarti bahwa IG akan menjadi salah satu landasan dalam perencanaan pembangunan nasional, sehingga BIG sebagai lembaga pemerintah penyelenggara IG nasional dapat berkontribusi melalui kebijakan penyelenggaraan IG. Dalam rangka optimasi kontribusi IG terhadap pembangunan nasional, salah satu kebijakan yang diusung oleh BIG adalah kebijakan satu peta (one map policy) sehingga penyelenggaraan IG nasional dapat mengacu pada satu referensi peta, satu standar, satu database, serta portal. Kebijakan satu peta yang merupakan kepemilikan tunggal dari BIG berpotensi mendorong BIG menjadi pembina bagi penyelenggara IG nasional dan menjadi acuan bagi penyelenggara IG baik pemerintahan, perseorangan dan swasta melalui IG yang terintegrasi. Namun terdapat tantangan yang dihadapi BIG dalam mewujudkan hal tersebut diantaranya adalah integrasi informasi geospasial tematik (IGT) dan penetapan wali data yang belum selesai dilakukan. Potensi sebagai Pembina penyelenggara IG Nasional tidak hanya dilakukan untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional,
namun
juga
dilakukan
dalam
rangka
menyambut
implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) on surveying
49
di ASEAN. Implementasi MRA tersebut akan berefek pada liberalisasi jasa surveying geospasial di ASEAN dimana SDM IG di Indonesia harus mempersiapkan diri dalam persaingan dengan SDM IG ASEAN. Dengan adanya fenomena tersebut, BIG berpotensi mengembangkan lembaga pelatihan nasional bidang survei dan pemetaan karena hingga saat ini kebutuhan terhadap pengembangan serta pengelolaan, termasuk di dalamnya sertifikasi, SDM bidang survei dan pemetaan nasional. Tidak hanya berkontribusi terhadap arah pembangunan nasional, kontribusi IG juga dibutuhkan dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Fakta tentang terselenggaranya United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang mengatur tentang batas wilayah negara dan batas landas kontinen suatu negara, menjadikan IG sebagai acuan dalam penetapan batas wilayah dan batas kontinen suatu negara. Namun saat ini, pemetaan mengenai batas wilayah negara belum dapat dipenuhi kebutuhannya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, BIG dapat melakukan langkah-langkah percepatan penyediaan kajian teknis yang akan menjadi dasar perundingan batas wilayah termasuk batas laut negara, sehingga IG yang dihasilkan berpotensi menjadi bahan/sumber negosiasi bagi klaim perluasan wilayah laut Indonesia. Bentuk lain dari peran IG terhadap kedaulatan Indonesia dapat diwujudkan dengan mengidentifikasi zona maritim Indonesia. Saat ini, Indonesia tidak bisa lepas dari fakta bahwa manuver politik dari Negara-negara tetangga seperti Republik Rakyat China (RRC) dan Australia yang melakukan deklarasi sepihak mengenai Identification Maritime Zone (IMZ) telah mengancam kedaulatan Indonesia. Australian IMZ yang menetapkan zona maritimnya sejauh 1000 mil dari garis pantai pulau terluar, mencakup beberapa wilayah di Indonesia seperti: 1)
Seluruh provinsi Bali
2)
Seluruh provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB); 50
3)
Seluruh provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT);
4)
Seluruh provinsi Maluku;
5)
Seluruh provinsi Maluku Utara;
6)
Sebagian provinsi Jawa Timur, dan
7)
Keseluruhan pulau Papua Terhimpitnya Indonesia oleh dua zona maritim negara-negara
tetangga, mengharuskan Indonesia mengambil sikap tegas dan langkah-langkah strategis untuk menjaga kedaulatan negara. Namun, penggunaan IG di Indonesia belum memasuki fase identifikasi zona maritim negara. Maka, BIG sebagai penyelenggara IG nasional berpotensi untuk melakukan identifikasi zona maritim Indonesia sebagai masukan strategis terkait geostrategi dan geopolitik terhadap kedaulatan Indonesia. b. Ekonomi Negara-negara di kawasan ASEAN membuat kesepakatan kemitraan untuk meningkatkan daya saing ASEAN di dunia. Ada 3 (tiga) aspek kemitraan yang akan dilakukan negara ASEAN, yaitu kemitraan di bidang politik dan keamanan dalam bentuk ASEAN Political-Security Community (ASPC), kemitraan di bidang ekonomi dalam bentuk ASEAN Economic Community (AEC) serta kemitraan di bidang sosial budaya dalam bentuk ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC). ASEAN Economic Community (AEC) akan diterapkan mulai tahun 2015 ini, sedangkan ASEAN Political-Security Community (ASPC) dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC) akan segera diterapkan pada tahun 2020 mendatang. ASEAN Economic Community (AEC) yang mulai diterapkan tahun ini memungkinkan terjadinya aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja ahli serta modal. Hal ini berarti penghambat perdagangan dan investasi termasuk sumber daya manusia yang selama ini ada akan hilang karena ASEAN telah menjadi suatu komunitas yang terpadu dan terintegrasi. Fakta ini menimbulkan 51
potensi berupa peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, khususnya bagi sektor informasi geospasial di Indonesia. Diterapkannya
AEC
akan
berdampak
pada
masuknya
perusahaan multinasional penyedia barang dan jasa di bidang informasi
geospasial
dari
kawasan
ASEAN
sehingga
dapat
memperketat persaingan sektor penyedia informasi geospasial dalam negeri. Hal ini memberikan potensi peluang bagi BIG karena dengan meningkatnya jumlah penyedia barang dan jasa di bidang informasi geospasial, kebutuhan akan penyedia barang dan jasa dapat terpenuhi dengan harga yang kompetitif sehingga dapat mempercepat produksi dan memenuhi kebutuhan informasi geospasial nasional. Selain itu, penerapan AEC diprediksi mampu meningkatkan pemanfaatan informasi geospasial. Hal ini dapat memicu peningkatan jumlah penyelenggara informasi geospasial nasional khususnya dari swasta. Sehingga, penyelenggaraan informasi geospasial dapat dilakukan lebih optimal dan mendukung pembangunan nasional. Selain menimbulkan potensi, penerapan AEC juga dapat menimbulkan permasalahan dan tantangan bagi sektor informasi geospasial. AEC memungkinkannya terjadinya aliran bebas sumber daya manusia (SDM) informasi geospasial antar negara-negara ASEAN. Hal ini berarti bahwa SDM di bidang informasi geospasial dari negara-negara ASEAN dapat masuk dan bekerja di Indonesia. Dampaknya adalah meningkatnya persaingan SDM informasi geospasial dalam negeri dengan SDM informasi geospasial dari negara ASEAN. Selain itu, aliran bebas SDM informasi geospasial ini juga membuka peluang bagi tenaga ahli informasi geospasial dalam negeri untuk pindah dan bekerja di negara-negara ASEAN. Hal ini menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi BIG untuk dapat mempertahankan tenaga ahli informasi geospasial agar dapat tetap mengabdikan keahliannya untuk informasi geospasial nasional.
52
Peran informasi geospasial di Indonesia semakin penting dan strategis, khususnya bagi pembangunan nasional. Bahkan buku II rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2015 – 2019 memuat peran informasi geospasial dalam sub bab tersendiri. Dalam buku II nawacita tersebut dijelaskan bahwa informasi geospasial dapat digunakan untuk pemerataan pembangunan antar wilayah serta pembangunan ekonomi yang difokuskan pada sektor pangan, energi, maritim dan kelautan, serta pariwisata. Hal ini berdampak terhadap meningkatnya permintaan informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT) pada skala yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Selain itu, informasi geospasial juga dapat digunakan untuk mendukung kebijakan percepatan
pembangunan
berbasis
wilayah,
seperti
kebijakan
percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia, Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan lain sebagainya. Kontribusi yang dapat diberikan
adalah
penyelenggaraan
informasi
geospasial
dapat
difokuskan sebagai dasar dalam percepatan pembangunan berbasis wilayah melalui program kerja sama maupun pelaksanaan program lintas nasional, sehingga terjadi pergeseran prioritas informasi geospasial ke skala besar sesuai dengan kebutuhan. Namun hal ini juga memberikan tantangan khususnya bagi BIG dimana informasi geospasial termutakhir skala besar belum tersedia sesuai kebutuhan. Permasalahan dan tantangan informasi geospasial lainnya yang harus segera ditanggulangi adalah jumlah dan jenis usaha penyedia barang dan jasa di bidang informasi geospasial tidak sebanding dengan tuntutan penyediaan informasi geospasial seperti diamanatkan di dalam UU Informasi Geospasial. Keterbatasan jumlah dan jenis usaha penyedia barang dan jasa di bidang informasi geospasial menyebabkan penyediaan informasi geospasial sulit dilakukan, sehingga menyebabkan lambatnya produksi informasi geospasial nasional dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini berdampak terhadap
53
biaya penyediaan informasi geospasial yang relatif tinggi dikarenakan sedikitnya penyedia informasi geospasial. Informasi geospasial sebenarnya dapat dimanfaatkan secara luas, termasuk dalam melakukan perkiraan ekonomi. Tingkat akurasi proyeksi maupun prediksi ekonomi nasional sangat bergantung kepada ketersediaan informasi, salah satunya adalah informasi geospasial, misalnya untuk mengetahui sebaran distribusi SDA, SDM, kepadatan penduduk, industri,
dan lain-lain. Namun tantangan
pemanfaatan informasi geospasial untuk proyeksi dan prediksi ekonomi adalah informasi geospasial yang dihasilkan belum sepenuhnya mengacu pada satu standar nasional. Selain itu, banyak informasi geospasial yang belum dimutakhirkan dan divalidasi. Sehingga hal ini mempengaruhi kualitas informasi geospasial yang diberikan. c.
Sosial Dinamika
perkembangan
masalah
sosial
yang
semakin
kompleks perlu diantisipasi agar tidak memberikan dampak yang merugikan pada masyarakat secara luas. Terkait dengan hal tersebut, maka diperlukan perencanaan yang lebih komprehensif dalam memitigasi dampak dari berbagai masalah yang dalam beberapa waktu terakhir berangsur-angsur mengalami eskalasi, seperti masalah kesehatan, pendidikan, imigran gelap dan/atau perdagangan manusia, narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), dan kesenjangan ekonomi. Perencanaan yang lebih menyeluruh dan terpadu tentunya perlu ditunjang oleh informasi yang lengkap dan handal. Hal ini mendorong
munculnya
kebutuhan,
tidak
hanya
untuk
mengintegrasikan data tabular dengan data geospasial, tetapi bahkan mengintegrasikan beberapa IG terkait masalah sosial kemasyarakatan yang saling berkorelasi. Kebutuhan IG yang terintegrasi tersebut memberikan tantangan kepada BIG untuk membangun koordinasi
54
yang optimal dengan berbagai
K/L/P terkait dalam mendorong
penyediaan dan integrasi informasi geospasial. Konflik
agraria
akibat
tumpang
tindih
antara
konsesi
pengelolaan lahan/wilayah oleh masyarakat dengan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan, izin usaha pertambangan, dan/atau konsesi lainnya merupakan bentuk masalah sosial yang berbeda dengan beberapa masalah sosial yang telah disebutkan sebelumnya. Masalah ini justru muncul karena ketersediaan berbagai IG terkait konsesi pengelolaan lahan yang tumpang tindih, namun tidak seragam. Ketidakseragaman IG yang tersedia tersebut menyebabkannya menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga setiap IG dianggap tidak valid untuk digunakan sebagai dasar pengelolaan lahan. Hal tersebut berpotensi pada tidak terpenuhinya kewajiban perencanaan daerah yang berbasiskan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai amanat dari Pasal 152 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kondisi ini tentunya memberikan tantangan bagi BIG sebagai penyelenggara IG untuk mendorong penyediaan IG yang mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal (one map policy) agar IG
yang
disediakan
oleh
berbagai
konsesi
dapat
dipertanggungjawabkan dan diintegrasikan. d. Teknologi Pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi terjadi sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya inovasi dari produk teknologi yang beredar di pasaran. Fenomena perkembangan teknologi yang sedang hangat di masyarakat adalah Unmanned Aerial Vehicles (UAV), atau lebih sering dikenal dengan sebutan drone. Secara harafiah UAV berarti pesawat tanpa awak atau pesawat nirawak yang merupakan sebuah mesin terbang yang berfungsi melalui kendali jarak jauh dengan menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya.
55
Pada awalnya penggunaan terbesar dari drone ini adalah di bidang militer, tetapi saat ini drone justru menjadi popular untuk teknologi akuisisi data citra. Pemotretan udara dengan menggunakan drone menjadikan data yang diperoleh lebih detil, real time, cepat, dan lebih murah. Hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi BIG dalam rangka menyediakan data geospasial yang akurat, cepat, dan komprehensif. Di sisi lain, ada hal yang perlu menjadi perhatian khusus oleh BIG dengan berkembangnya teknologi akuisisi data tersebut. Salah satunya adalah sampai saat ini Indonesia belum memliliki standar akurasi geometris yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan data geospasial. Selain tren penggunaan drone, teknologi yang berkembang cukup pesat adalah Global Navigation Satelite System (GNSS). GNSS merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi dalam satuan ilmiah di bumi. Sejak 5 (lima) sampai 10 tahun terakhir GNSS sudah menjadi teknologi standard yang dibenamkan pada sejumlah smartphone. Teknologi GNSS dalam smartphone saat ini sudah dimanfaatkan secara luas, salah satunya adalah melalui fasilitas share location. Hal ini dapat mendukung pemenuhan kebutuhan data geospasial melalui akuisisi data geospasial, sehingga berkontribusi dalam meningkatkan kelengkapan informasi geospasial. Perkembangan teknologi tidak hanya terjadi pada hardware, tetapi juga pada software. Perkembangan 10 tahun terakhir menunjukkan adanya pertumbuhan pemanfaatan teknologi open source, yaitu teknologi yang diciptakan bersama untuk digunakan secara tanpa biaya. Teknologi ini dapat digunakan secara luas dalam mendukung
penyelenggaraan
informasi
geospasial,
misalnya
pembuatan aplikasi peta gratis berbasis mobil technology dimana masing-masing pengguna dapat memberikan data maupun informasi
56
terkait lokasi spesifik dalam melengkapi data maupun informasi geospasial. Perkembangan solusi open source di bidang geospasial yang semakin pesat ini berdampak positif terhadap sektor geospasial. Dengan demikian, sektor ini memiliki alternatif solusi yang akan digunakan dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Selain memiliki alternatif solusi, dengan penerapan solusi open source organisasi dapat melakukan penghematan. Hal ini menjadi peluang tersendiri bagi BIG, dimana BIG dapat menggunakan aplikasi open source dan standar-standar penyelenggaraan IG (open standard). Perkembangan tekologi open source memicu berkembangnya trend crowdsourcing, yaitu pengembangan layanan, ide atau konten yang dilakukan oleh sekelompok orang secara virtual (online). Sehingga hal ini berdampak terhadap penyelenggaraan IG, dimana penyelenggaraan IG tersebut dapat dilakukan oleh komunitas (pemetaan partisipatif), K/L/P, maupun swasta untuk kepentingannya masing-masing. Dengan demikian BIG harus mampu melakukan positioning dan menentukan peran serta tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan informasi geospasial skala nasional. Pengelolaan data dewasa ini sudah semakin maju, dimana akuisisi data yang sebelumnya dilakukan hanya dari sumber data yang diketahui (misalnya Kantor BIG), saat ini dapat diperoleh dari berbagai sumber melalui internet. Tren ini disebut big data, dimana kemampuan analisis yang dimiliki big data dapat dengan sendirinya menentukan pola yang dibutuhkan dalam pengolahan data tersebut. Hal ini, tidak dapat dilakukan oleh teknologi data mining, dimana pada data mining pola data harus ditentukan terlebih dahulu serta datanya diambil dari sumber data yang telah ditentukan. Menanggapi hal tersebut, BIG harus mampu mengembangkan infrastruktur dan kompetensi sehingga potensi yang dimiliki dari data yang “besar” tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Selain itu,
57
big data yang lengkap dan komprehensif memungkinkan BIG untuk menggunakan kekuatan analisis pola untuk pengambilan keputusan terkait pengembangan produk sesuai kebutuhan pengguna. Perkembangan teknologi tidak hanya di pengumpulan data geospasial, tetapi juga pada visualisasinya. Hal ini ditandai dengan perkembangan tren visualisasi dari pemetaan dua dimensi (2D) menuju pemetaan tiga dimensi (3D) atau bahkan pemetaan empat dimensi (4D). Perkembangan teknologi visualisasi yang sangat signifikan mengakibatkan pergeseran tren dari pemetaan dua dimensi (2D) ke arah pemetaan tiga dimensi (3D) bahkan ke pemetaan empat dimensi (4D). Para pengguna menginginkan model pemetaan 3D yang lebih kompleks, terukur dan lebih realistis khusunya untuk wilayah perkotaan, dimana dengan ketersediaan peta 3D pengguna dapat melakukan perencanaan dan manajemen yang efektif serta untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Dengn demikian maka kebutuhan dan permintaan pengguna terhadap visualisasi peta geospasial 3D bahkan 4D yang nyata dan terukur semakin meningkat. Hal
ini
merupakan
suatu
tantangan
bagi
BIG
agar
dapat
mengembangkan potensi dalam memproduksi peta 3D bahkan peta 4D, khususnya peta geospasial tematik, sehingga layanan yang diberikan kepada customer semakin komprehensif. Berbicara terkait infrastruktur, saat ini BIG menghadapi tantangan dimana IG yang dihasilkan belum dapat diakses secara optimal, terutama untuk pengguna di daerah. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur TI di daerah yang tidak merata. e.
Lingkungan Hidup Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merupakan fokus dalam nawacita 2015 – 2019. Dalam mencapai daya saing kompetitif perekonomian, tren pembangunan tersebut salah satunya menekankan pada pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang secara berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan antara 58
pemanfaatan dan kelestariannya. Konsep pembangunan ekonomi hijau (green economy development) tersebut mendorong penggunaan IG untuk pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang lebih optimal. Oleh karenanya, BIG dituntut untuk dapat memastikan ketersediaan IG terintegrasi yang merepresentasikan inventarisasi, kondisi/cadangan, alokasi, dan informasi lainnya terkait SDA oleh K/L/P yang berwenang (wali data). Selain IG terintegrasi, IG yang secara berkesinambungan merekam dinamika SDA, termasuk pengelolaan dan pemanfaatannya, juga dibutuhkan untuk mendukung perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang efektif. Dengan demikian, ukuran IG yang perlu disimpan dari waktu ke waktu akan mengalami peningkatan. Hal ini tentunya memberikan tantangan kepada BIG untuk memastikan ketersediaan data center yang dapat menghadapi tantangan kapasitas IG yang terus bertumbuh. f.
Regulasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang menjelaskan bahwa sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Tertuang pada pasal 31 bahwa perencanaan pembangunan nasional harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk juga di dalamnya data dan informasi geospasial. Diperkuat oleh UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial harus diintegrasikan ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka
59
perencanaan pembangunan di semua tingkat pemerintahan serta PP Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Ruang Hal yang sama diamanatkan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 274 mengenai perencanaan pembangunan daerah harus didasarkan pada data dan informasi yang dikelola dalam sistem informasi pembangunan daerah. Pada pasal 392 dijelaskan lebih rinci mengenai informasi pembangunan daerah. Informasi tersebut memuat informasi perencanaan pembangunan daerah yang mencakup kondisi geografis daerah, demografi, potensi sumber daya daerah, ekonomi dan keuangan daerah, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial dalam penentuan tata ruang, baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam pasal 20 ayat (1) dinyatakan bahwa kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional harus mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya adalah ketersediaan data dan informasi. Disamping itu, penataan ruang yang diselenggarakan juga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)
Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
2)
Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan
keamanan,
lingkungan
hidup,
serta
ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan 3)
Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan di atas
dapat disimpulkan bahwa ada potensi peningkatan permintaan informasi geospasial yang mendukung pembangunan nasional, provinsi, kabupaten/kota, sampai ke desa. Salah satu contohnya adalah 60
peningkatan permintaan asistensi/konsultasi terkait teknis pemetaan ruang dan rupabumi oleh K/L/P. Peningkatan ini tidak hanya dari segi kuantitas, tapi juga kualitas karena mengingat posisi informasi geospasial yang strategis dalam pembangunan. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang bahwa informasi geospasial yang disediakan harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam rangka peningkatan kualitas informasi geospasial, memungkinkan kerjasama strategis BIG dengan Badan Pusat Statistik (BPS)
untuk
menyediakan
informasi
geospasial
yang
lebih
komprehensif. Seperti yang dicantumkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP Nomor 60 Tahun 2014 Pasal 12 ayat (7) bahwa data jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis bersumber dari BPS. Apabila BIG dapat memanfaatkan hal ini, yaitu mengombinasikan data statistik dan data spasial, niscaya informasi yang disediakan bagi pembangunan nasional akan semakin komprehensif. Kualitas informasi geospasial yang tinggi tidak lepas dari penyelenggaraan informasi geospasial yang optimal. Dimulai dari pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial dan informasi geospasial, penyimpanan dan pengamanan data geospasial dan informasi geospasial, penyebarluasan data geospasial dan informasi
geospasial,
sampai
dengan
penggunaan
informasi
geospasial. Hal ini akan terhambat apabila terdapat salah satu proses organisasi atau lebih yang masih tergantung dengan K/L/P lain. Dalam UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan pasal 15 sampai 23 membahas mengenai kegiatan penginderaaan jauh. Tergambar bahwa salah satu hasil penginderaan jauh adalah data citra satelit, mulai dari citra resolusi tinggi, citra resolusi menengah, dan citra resolusi rendah. Pada dasarnya data citra merupakan data geospasial, yaitu data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang
61
berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. Disamping itu, PP Nomor 6 tahun 2012 menyatakan bahwa kebutuhan nasional data citra satelit resolusi tinggi harus menggunakan data citra yang di terima oleh lembaga terkait. Dengan demikian, terdapat indikasi ketergantungan BIG dalam hal pengumpulan data citra satelit pada K/L/P sehingga dapat menghambat penyelenggaraan informasi geospasial oleh BIG. Dengan kondisi seperti ini, BIG perlu mengambil langkah aktif dalam rangka optimasi penyelenggaraan informasi geospasial. Kerjasama strategis dengan K/L/P terkait proses pengumpulan data geospasial, spesifik pada pemanfaatan teknologi pengumpulan data citra satelit merupakan salah satu peluang yang dapat diambil oleh BIG. Hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk memperkuat tugas dan fungsi BIG sebagai penyelenggara informasi agar tugas dan fungsinya tidak diambil alih K/L/P lain. Penguatan tugas dan fungsi BIG memerlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menetapkan bahwa aparatur sipil negara merupakan profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan
dirinya
dan
wajib
mempertanggungjawabkan
kinerjanya dan menerapkan prinsip sistem merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara. Sistem merit sendiri adalah sebuah sistem yang mengatur perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang
dimiliki
oleh
calon
dalam
rekrutmen,
pengangkatan,
penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Melalui penerapan sistem tersebut memungkinkan BIG mendapatkan SDM yang benar-benar kompeten di bidangnya.
62
Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Badan publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Informasi publik yang dimaksud adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan
publik
yang
berkaitan
dengan
penyelenggara
dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, BIG sebagai salah satu instansi pemerintah penyedia informasi geospasial harus mampu menyediakan informasi geospasial yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Dalam hal ini informasi geospasial memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pembangunan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, cara penyampaian informasi tersebut harus cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. 1.2.3 Analisis SWOT Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal yang telah dilakukan, maka didapatkan 20 kekuatan, 35 kelemahan, 27 peluang, dan 22 tantangan. Masing-masing kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Kekuatan Kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai berikut: 63
1)
Perencanaan
kebutuhan
pegawai
telah
dilakukan
sesuai
kebutuhan, didahului dengan analisis jabatan, analisis beban kerja hingga rencana distribusi pegawai. 2)
Proses penerimaan pegawai juga telah dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel serta bebas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
3)
Evaluasi jabatan telah dilakukan pada seluruh unit kerja yang ada di BIG.
4)
BIG telah memiliki SDM yang kompeten di bidang informasi geospasial.
5)
Beberapa tenaga ahli BIG di bidang informasi geospasial telah mendapat pengakuan baik pada skala nasional maupun internasional.
6)
BIG telah memiliki tim reformasi birokrasi sebagai tim perubahan organisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan BIG.
7)
Harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan melalui tahap identifikasi, analisis, dan pemetaan serta revisi terhadap seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan informasi geospasial yang tidak harmonis telah dilakukan dengan baik.
8)
BIG telah memiliki kebijakan keterbukaan informasi publik berupa Peraturan Kepala BIG Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik Di BIG.
9)
Memiliki kebijakan mengenai: a. penanganan pengaduan masyarakat, dan b. standar pelayanan yang jelas.
10)
Sebagian besar jenis layanan sudah memiliki SOP untuk pelayanan.
11)
Tindak lanjut atas pengaduan pelayanan telah dilakukan untuk sebagian besar pengaduan yang ada.
12)
Sebagian
besar
layanan
sudah
memanfaatkan
teknologi
informasi.
64
13)
Mekanisme layanan publik sudah dibuat melalui Ina-Geoportal, dimana hal ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat yaitu kemudahan akses.
14)
BIG memiliki data yang bersifat public domain dalam berbagai skala.
15)
Sebagian besar peta proses organisasi telah dijabarkan dalam bentuk SOP.
16)
SOP telah diterapkan oleh sebagian besar unit kerja.
17)
BIG selaku Lembaga Pemerintah Non Kementerian saat ini sudah memiliki rencana pengembangan e-Government di lingkungan instansi.
18)
BIG telah memiliki infrastruktur informasi geospasial dengan kapasitas dan kapabilitas yang terbaik di Indonesia.
19)
BIG memiliki stasiun pasang surut online yang mendukung InaTEWS (Tsunami Early Warning System).
20)
Terselenggaranya kerja sama dengan perguruan tinggi melalui pembangunan PPDIS dalam rangka penguatan kelembagaan di daerah.
b. Kelemahan Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai berikut: 1)
Pengembangan pegawai berbasis kompetensi (competencybased human resource management) belum sepenuhnya diteriapkan di seluruh unit kerja.
2)
Promosi jabatan tinggi secara terbuka belum dilakukan dengan optimal di lingkungan BIG.
3)
Pengelolaan kinerja individu secara terintegrasi belum dilakukan di lingkungan BIG.
4)
Jumlah SDM BIG saat ini belum memenuhi jumlah SDM yang dibutuhkan untuk menjalankan seluruh tugas dan fungsi BIG.
5)
Sistem informasi kepegawaian belum dapat diakses secara optimal. 65
6)
Tim reformasi birokrasi yang merupakan tim perubahan belum melaksanakan sebagian besar tugas sesuai rencana kerja tim reformasi birokrasi BIG, termasuk belum melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja.
7)
Agen perubahan sebagai perpanjangan tangan tim perubahan di unit kerja belum dibentuk secara formal.
8)
Roadmap reformasi birokrasi BIG belum dilakukan secara optimal terkait: a. Quick wins yang tidak sesuai dengan ekspektasi atau tidak dapat diselesaikan dalam waktu cepat. b. Sosialisasi dan internalisasi roadmap reformasi birokrasi belum dilakukan untuk sebagian besar unit kerja.
9)
Kemampuan SDM BIG dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi masih kurang dan masih perlu ditingkatkan.
10)
Penegakan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai juga belum optimal dilakukan pada sebagian besar unit kerja di lingkungan BIG.
11)
Sosialisasi dan internalisasi serta pengawasan belum dilakukan secara optimal.
12)
Belum melaksanakan monev terkait pelaksanaan kebijakan keterbukaan
informasi
publik,
dan
penataan
peraturan
perundang-undangan. 13)
Belum membuat kebiijakan tentang penanganan gratifikasi.
14)
Penelitian yang dilakukan BIG belum sepenuhnya mendukung perbaikan pelayanan publik dan kebijakan strategis BIG.
15)
Hanya sebagian kecil jenis layanan yang telah disosialisasikan dibandingkan dengan keseluruhan standar pelayanan yang ada.
16)
Reviu dan perbaikan atas standar pelayanan belum dilakukan secara berkala dan/atau tidak melibatkan stakeholders, misalnya reviu terhadap perbaikan & SOP pelayanan.
17)
Hanya sebagian kecil sosialisasi/pelatihan yang dilakukan dalam upaya penerapan budaya pelayanan prima.
66
18)
Pelaksanaan layananan publik belum menerapkan sistem reward and punishment sesuai standar.
19)
Layanan terpadu hanya mencakup sebagian kecil pelayanan.
20)
SOP pengaduan pelayanan yang tersedia belum memenuhi seluruh kebutuhan pengaduan pelayanan.
21)
Evaluasi atas penanganan keluhan belum dilakukan secara berkala.
22)
Survey kepuasan masyarakat terhadap layanan BIG tidak dilakukan secara berkala.
23)
Hasil survey kepuasan masyarakat tidak dapat diakses.
24)
Perbaikan terhadap teknologi informasi yang digunakan dalam pelayanan publik belum dilakukan secara terus menerus.
25)
Mekanisme pembayaran online (e-payment) belum terfasilitasi dengan baik.
26)
Sosialisasi kepada pengguna tentang PP tarif terkait produk dan jasa yang dilayani belum dilaksanakan secara optimal dan menyeluruh.
27)
Hanya sebagian kecil unit organisasi yang sudah memiliki peta proses organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi.
28)
Efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis dan prosedur operasional yang telah disusun dan diterapkan oleh unit kerja belum dievaluasi secara berkala.
29)
Sebagian besar IG belum temutakhirkan.
30)
Kemampuan BIG dalam menghasilkan IGD belum memenuhi kebutuhan.
31)
Koordinasi antar unit kerja di BIG belum optimal.
32)
Unit kerja masih bekerja tanpa mempertimbangkan korelasi tugas dan fungsinya dengan unit kerja lain.
33)
Saat ini pengalokasian anggaran di BIG belum memenuhi prinsip penganggaran berbasis kinerja.
34)
Opini BPK yang menunjukkan adanya penurunan akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh BIG.
67
35)
Penyerapan anggaran BIG belum optimal dibandingkan dengan LPNK yang berada di bawah pembinaan Kemenristek Dikti (peringkat 6 dari 7).
c.
Peluang Peluang-peluang yang dapat diambil oleh BIG adalah sebagai berikut: 1)
Diterapkannya AEC akan memperketat persaingan sektor penyedia jasa geospasial dalam negeri.
2)
Kebutuhan akan penyedia barang dan jasa dapat terpenuhi dengan harga yang kompetitif.
3)
Penyelenggaraan informasi geospasial dapat dilakukan lebih optimal dan mendukung pembangunan nasional.
4)
Meningkatnya permintaan informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT) pada skala yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional.
5)
Penyelenggaraan IG dapat difokuskan sebagai dasar dalam percepatan pembangunan berbasis wilayah melalui program kerjasama maupun pelaksanaan program lintas nasional.
6)
Peningkatan permintaan asistensi/konsultasi terkait teknis pemetaan ruang dan rupabumi oleh K/L/P.
7)
Meningkatnya tuntutan ketersediaan informasi geospasial yang berkualitas (akurat dan dapat dipertanggungjawabkan).
8)
Dalam
rangka
peningkatan
kualitas
IG,
memungkinkan
kerjasama strategis BIG dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
menyediakan
informasi
geospasial
yang
lebih
komprehensif. 9)
Memungkinkan kerjasama strategis dengan K/L/P terkait proses pengumpulan data geospasial, spesifik pada pemanfaatan teknologi pengumpulan data.
10)
Memungkinkan BIG mendapatkan SDM yang benar-benar kompeten di bidangnya melalui penerapan Sistem Merit.
68
11)
BIG dapat mengarahkan fokus penelitian ke bidang kemaritiman untuk mendukung perencanaan pembangunan Indonesia.
12)
BIG
berpotensi
untuk
mendukung
pembangunan
sektor
kemaritiman dengan memberikan muatan lebih besar pada penyelenggaraan IG sektor kemaritiman dalam rencana strategis (Renstra) lembaga. 13)
Jika BIG berada dibawah Kementrian PPN peran koordinasi akan lebih kuat, terutama dalam mendukung pelaksanaan nawacita.
14)
BIG menjadi pembina bagi penyelenggara IG nasional yang menjadi acuan bagi penyelenggara IG nasional yang terintegrasi.
15)
BIG dapat melakukan langkah-langkah percepatan penyediaan kajian teknis yang akan menjadi dasar perundingan batas wilayah laut negara.
16)
IG yang dihasilkan BIG berpotensi menjadi bahan/sumber negosiasi bagi klaim perluasan wilayah laut Indonesia.
17)
IG akan menjadi salah satu landasan dalam perencanaan pembangunan nasional.
18)
BIG sebagai penyelenggara IG nasional berpotensi untuk melakukan identifikasi zona maritim Indonesia sebagai masukan strategis terkait geostrategi dan geopolitik terhadap kedaulatan Indonesia.
19)
BIG berpotensi mengembangkan lembaga pelatihan nasional bidang survey dan pemetaan.
20)
Meningkatnya
kebutuhan
terhadap
pengembangan
serta
pengelolaan, termasuk di dalamnya sertifikasi, SDM bidang survey dan pemetaan nasional. 21)
BIG menjadi pembina bagi penyelenggara IG nasional yang menjadi acuan bagi penyelenggara IG nasional yang terintegrasi
22)
Informasi geospasial yang dikeluarkan oleh BIG dapat menjadi acuan bagi penyelenggara informasi geospasial baik dari pemerintahan, perseorangan, dan swasta.
69
23)
BIG dapat menggunakan Unmanned Aerial Vehichle (UAV) untuk pengambilan data geospasial, sehingga data yang dihasilkan oleh BIG semakin lengkap, komprehensif, dan berkualitas tinggi.
24)
BIG dapat memanfaatkan fasilitas GNSS yang terdapat dalam smartphone dalam melakukan akuisisi data geospasial,
25)
BIG dapat memperluas layanannya ke platform mobile, sehingga layanan publik yang diberikan semakin luas, dan komprehensif.
26)
BIG dapat menggunakan aplikasi open source dan standarstandar penyelenggaraan IG (open standard).
27)
Lengkap
dan
komprehensifnya
data
yang
dimiliki
memungkinkan BIG untuk mengambil keputusan terkait pengembangan produk berdasarkan analisis tren kebutuhan konsumen. d. Tantangan Tantangan-tantangan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai berikut: 1)
Meningkatnya persaingan SDM informasi geospasial dalam negeri dengan SDM informasi geospasial dari negara ASEAN.
2)
Aliran bebas SDM informasi geospasial membuka peluang bagi tenaga ahli informasi geospasial dalam negeri untuk pindah dan bekerja di negara-negara ASEAN.
3)
Informasi geospasial termutakhir skala besar belum tersedia sesuai kebutuhan.
4)
Biaya
penyediaan
informasi
geospasial
relatif
tinggi
dikarenakan sedikitnya penyedia informasi geospasial. Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya produksi informasi geospasial nasional. 5)
Informasi geospasial yang dihasilkan belum sepenuhnya mengacu pada satu standar nasional, dimutakhirkan, dan
70
divalidasi sehingga mempengaruhi kualitas informasi geospasial yang diberikan. 6)
Dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang beririsan dengan peran BIG memungkinkan tugas dan fungsi BIG diambil alih oleh K/L/P lain.
7)
Ketergantungan BIG dalam hal pengumpulan data citra satelit pada K/L/P lain sehingga dapat menghambat penyelenggaraan informasi geospasial oleh BIG.
8)
Terdapat potensi produk informasi geospasial dari BIG tidak bisa
dimanfaatkan
pengguna
(karena
keterlambatan
&
kelambatan penyediaan, kesulitan akses, dll). 9)
BIG belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan peta batas wilayah negara terkait peta pulau-pulau kecil terluar dan wilayah administrasi nasional.
10)
Pencapaian target BIG dalam hal pemetaan rupabumi belum optimal.
11)
Pencapaian target BIG dalam hal pemetaan lingkungan pantai belum optimal.
12)
Integrasi IGT belum selesai dilakukan.
13)
Penetapan wali data belum selesai dilakukan.
14)
Indonesia belum memliliki standar akurasi geometris yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan data geospasial.
15)
BIG harus mampu melakukan positioning dan menentukan peran serta tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan informasi geospasial skala nasional.
16)
BIG agar dapat mengembangkan potensi dalam memproduksi peta 3D bahkan peta 4D, khususnya peta geospasial tematik, sehingga layanan yang diberikan kepada customer semakin komprehensif.
17)
BIG harus dapat mengembangkan infrastruktur dan kompetensi sehingga potensi yang dimiliki dari data yang besar tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
71
18)
IG yang dihasilkan BIG belum dapat diakses secara optimal oleh pengguna (khususnya dari daerah).
19)
Perlunya membangun koordinasi yang optimal dengan berbagai K/L/P terkait dalam mendorong penyediaan dan integrasi informasi geospasial.
20)
BIG sebagai penyelenggara IG harus mendorong penyediaan IG yang mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal (one map policy) agar IG yang disediakan oleh berbagai konsesi dapat dipertanggungjawabkan dan diintegrasikan.
21)
BIG dituntut untuk dapat memastikan ketersediaan IG terintegrasi
yang
merepresentasikan
inventarisasi,
kondisi/cadangan, alokasi, dan informasi lainnya terkait SDA oleh K/L/P yang berwenang (wali data). 22)
BIG harus memastikan ketersediaan data center yang dapat menghadapi tantangan kapasitas IG yang terus bertumbuh.
72
Kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dimiliki BIG menjadi dasar disusunnya strategi yang akan diimplementasikan BIG dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Strategi-strategi tersebut adalah strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T, dan strategi W-T. Strategi S-O merupakan strategi yang dibuat dengan memanfaatkan kekuatan (strength) internal yang dimiliki BIG untuk mengambil keuntungan dari peluang (opportunity) eksternal yang ada. Strategi S-O tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.7. Tabel 1.7 Strategi S-O
STRENGTHS STRATEGI S-O a. Membangun kerja sama strategis dengan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan lembaga pelatihan nasional di bidang penyelenggaraan informasi geospasial. b. Mengoptimalkan pola rekrutmen SDM BIG sesuai dengan prinsip Sistem Merit (UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
OPPORTUNITIES
Sipil Negara). c. Menyempurnakan proses organisasi penyelenggaraan IG BIG. d. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SI/TI dalam mendukung layanan public. e. Membangun kerja sama strategis dengan K/L/P dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi geospasial. f. Menyusun rencana induk penelitian yang selaras dengan Renstra BIG. g. Mengembangkan mobile application untuk pengumpulan data geospasial dan penyebarluasan informasi geospasial.
73
Strategi W-O merupakan strategi yang disusun dengan mengatasi kelemahan (weakness) internal BIG untuk mengambil keuntungan dari peluang (opportunity) eksternal yang ada. Strategi W-O tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.8. Tabel 1.8 Strategi W-O
WEAKNESSES STRATEGI W-O: a.
Mengoptimalkan pola pengembangan SDM BIG sesuai dengan prinsip Sistem Merit (UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara).
b.
Meningkatkan koordinasi dengan K/L/P dalam rangka
OPPORTUNITIES
optimasi pengumpulan data geospasial. c.
Menerapkan manajemen perubahan di lingkungan BIG
d.
Meningkatkan kesadaran peneliti tentang tema. penelitian yang mendukung pencapaian visi BIG
e.
Mendorong akselerasi pelaksanaan program RB di lingkungan BIG.
f.
Menginternalisasi budaya kerja BIG dalam mendorong penyelenggaraan informasi geospasial BIG yang optimal.
g.
Menambah jumlah SDM untuk penyelenggaraan informasi geospasial.
h.
Melakukan strategic meeting di level pimpinan tinggi secara berkala untuk menelaah eksekusi strategi.
74
Strategi S-T merupakan strategi yang disusun dengan memanfaatkan kekuatan (strength) yang dimiliki BIG untuk menghadapi
tantangan/ancaman
(threat)
yang
berasal
dari
lingkungan eksternal BIG. Strategi S-T tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.9. Tabel 1.9 Strategi S-T
STRENGTHS STRATEGI S-T: a.
Mengalihdayakan pengembangan peta IGT 3D dan 4D kepada pihak ketiga.
b. Membuat kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan IG. c.
Menyusun human resource master plan SDM informasi geospasial nasional yang memberi nilai tambah.
d. Meningkatkan employee engagement. THREATS
e.
Melakukan harmonisasi tusi dengan K/L terkait dalam rangka positioning dalam penyelenggaraan informasi geospasial skala nasional.
f.
Mengoptimalkan koordinasi dengan K/L/P terkait dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini bencana alam.
g. Menciptakan varian produk informasi geospasial yang mudah diakses. h. Menyelenggarakan seminar tentang penyelenggaraan informasi geospasial. i.
Meningkatkan kompetensi SDM dalam menganalisis data dan informasi geospasial yang berasal dari big data.
75
Strategi W-T merupakan strategi yang disusun dengan mengatasi kelemahan (weakness) internal BIG untuk menghadapi tantangan/ancaman (threat) yang berasal dari lingkungan eksternal BIG. Strategi W-T tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.10. Tabel 1.10 Strategi WT
WEAKNESSES STRATEGI W-T: a.
Menyelaraskan rencana induk TIK dengan rencana strategis BIG.
THREATS
b.
Meningkatkan koordinasi internal dan eksternal dalam rangka penyediaan dan pemutakhiran informasi geospasial.
c.
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur informasi geospasial untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan penyelenggaraan informasi geospasial.
d.
Penguatan pengendalian internal dan eksternal.
76
BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS
2.1
Visi Visi suatu organisasi merupakan cita-cita atau kondisi masa depan organisasi yang diharapkan terjadi. Visi dalam instansi pemerintahan harus dapat menggambarkan dampak (impact) secara nasional, dimana visi K/L/P harus selaras dengan visi Presiden terpilih yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015-2019. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) serta rapat pimpinan yang diselenggarakan dalam penyusunan Renstra ini, maka visi BIG yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2019 adalah: “Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia” Visi diatas mengandung 2 (dua) kata kunci penting, yaitu "menjadi integrator
penyelenggaraan
informasi
geospasial"
serta
"landasan
pembangunan Indonesia". Makna visi BIG berdasarkan dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial BIG tidak hanya menjadi penyelenggara, namun juga berperan sebagai
integrator
dalam
mengintegrasikan
penyelenggaraan
informasi geospasial. BIG sebagai integrator memiliki arti bahwa BIG harus mampu menjadi institusi penggerak utama (prime mover) dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Menjadi penggerak utama yang dimaksud adalah BIG menjadi bagian penting dan strategis dari pembangunan Indonesia. Bentuk lain penggerak utama adalah
BIG
dapat
menjadi
konsultan
bagi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam bidang informasi geospasial. Secara umum, BIG harus beorientasi kepada pemenuhan 77
kebutuhan pengguna dan mampu membuat terobosan kreatif (creative breakthrough) sebagai upaya menjadi penggerak utama penyelenggaraan informasi geospasial. b.
Penyelenggaraan
informasi
geospasial
sebagai
landasan
pembangunan Indonesia Informasi geospasial yang dihasilkan BIG harus dapat digunakan sebagai dasar dan fondasi untuk pembangunan nasional. Hal ini tergambar dengan pemanfaatan IG sebagai bentuk dukungan terhadap agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu: •
Pemerataan pembangunan antar wilayah (penentuan tata ruang (nasional, provinsi, kabupaten/kota)
•
Penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar bagi masyarakat
•
Peningkatan ekonomi secara merata yang fokus pada sektor pangan, energi, maritim dan kelautan serta pariwisata. Hal ini dapat ditandai dengan penurunan GINI Index nasional.
c.
Penyelenggaraan informasi geospasial Penyelenggaraan informasi geospasial sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospaasial adalah: •
Pengumpulan data geospasial
•
Pengolahan data geospasial dan informasi geospasial
•
Penyimpanan dan pengamanan data geospasial dan informasi geospasial
2.2
•
Penyebarluasan data geospasial dan informasi geospasial
•
Penggunaan informasi geospasial
Misi Misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Selain itu, misi mencerminkan upaya-upaya strategis yang akan dilakukan organisasi serta paradigma dan 78
jati diri organisasi. Misi dibuat untuk membangun kesamaan gerak dan komitmen seluruh elemen organisasi. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) dalam rapat pimpinan BIG, maka misi BIG adalah: 1)
Meningkatkan
sinergi
proaktif
dalam
penyelenggaraan
informasi geospasial nasional. Sinergi proaktif, menggambarkan peran aktif BIG sebagai penggerak
utama
(prime
mover)
penyelenggaraan
informasi
geospasial. BIG dapat meningkatkan bahkan menciptakan sinergi positif dengan K/L/P serta proaktif terhadap perubahan lingkungan. Dalam hal ini, BIG menjadi inisiator yang proaktif dalam membangun sinergi positif dalam bentuk koordinasi dengan K/L/P supaya koordinasi yang dilakukan mampu: ü
Mendorong percepatan produksi IG nasional
ü
Menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG
ü
Mendorong
penggunaan
IG
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat 2)
Mengintegrasikan informasi geospasial agar dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional. Nilai tambah bagi pembangunan nasional, menggambarkan dampak yang signifikan dari IG yang dihasilkan oleh BIG bagi pembangunan nasional. Dalam hal ini sesuai dengan cita-cita BIG yaitu IG dapat digunakan sebagai landasan untuk pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan IG yang bernilai tambah tentunya IG yang dihasilkan BIG telah memenuhi kriteria kualitas yang tinggi. BIG tidak hanya memproduksi IG yang sifatnya rutin, tetapi juga memproduksi IG yang dapat dimanfaatkan untuk menjawab isu-isu strategis.
3)
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan informasi geospasial nasional. Kapasitas menggambarkan
dan
kapabilitas
ketersediaan
dan
penyelenggaraan kemampuan
IG,
infrastruktur 79
informasi geospasial yang dimiliki BIG selalu dapat mengikuti perubahan
kebutuhan
IG
nasional
dengan
kualitas
terbaik.
Infrastruktur IG yang dimaksud adalah kebijakan, kelembagaan, teknologi, standar, dan sumber daya manusia. Dengan kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan IG yang terus-menerus meningkat, maka penyelenggaraan IG dapat berjalan dengan optimal. 4)
Optimasi pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy) dalam meningkatkan pemanfaatan informasi geospasial dalam pembangunan Indonesia. Optimasi pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy) dilaksanakan berdasarkan amanat Peraturan Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Hal ini dilakukan untuk memastikan integrasi dan sinkronisasi IG dalam mendukung pembangunan nasional berbasis kewilayahan. Selain itu kebijakan satu peta ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang menghambat pembangunan nasional, seperti konflik lahan yang masih terjadi hingga saat ini. Pemetaan tematik yang dilakukan diatas peta dasar yang sama (superimpose) serta integrasi peta tematik untuk mendukung pembangunan nasional merupakan upaya integrasi dan sinkronisasi yang menjadi bagian penting dalam pelaksanaan kebijakan satu peta.
2.3
Tujuan Tujuan organisasi (strategic goals) adalah penjabaran misi yang merupakan bentuk lebih sempit dari visi organisasi. Tujuan organisasi memperjelas visi dan misi organisasi yang sudah ditentukan, untuk itu maka pernyataan tujuan organisasi harus mengacu kepada kata kunci visi dan misi organisasi. Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan, maka tujuan BIG yang harus terwujud pada tahun 2019 adalah:
80
1)
Terwujudnya
penyelenggaraan
informasi
geospasial
yang
mengacu kepada satu referensi tunggal, satu standar, satu database dan satu geoportal. Penyelenggaraan IG dikatakan sudah optimal dan dilaksanakan secara efektif dan efisien jika memenuhi 4 (empat) kondisi. Kondisi pertama adalah penyelenggaraan IG mengacu kepada satu referensi tunggal, yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) untuk pembuatan peta serta Informasi Geospasial Dasar (IGD) sebagai landasan dalam membuat Informasi Geospasial Tematik (IGT). Kondisi kedua adalah penyelenggaraan IG mengacu kepada satu standar, yaitu standar penyelenggaraan IG yang dikeluarkan oleh BIG. Kondisi ketiga adalah penyelenggaraan IG harus mengacu kepada satu database geospasial yang sama, dalam hal ini adalah Katalog Unsur Geografi Indonesia (KUGI). Sementara kondisi keempat adalah penyelenggaraan IG harus mengacu kepada satu geoportal yang sama, yaitu Ina-Geoportal yang dikelola oleh BIG. 2)
Tersedianya infrastruktur informasi geospasial yang handal dan mudah diakses. Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) merupakan salah satu dari 5 (lima) pilar informasi geospasial. IIG memegang peranan penting dalam penyelenggaraan IG secara keseluruhan. Ketersediaan IIG yang handal dan mudah diakses sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan IG dibutuhkan untuk dapat menghasilkan IG yang berkualitas.
3)
Terintegrasinya
informasi
geospasial
sesuai
kebutuhan
pembangunan nasional. Salah satu fokus utama dalam kebijakan satu peta adalah mengintegrasikan IG berdasarkan tema sehingga tidak terjadi tumpang
tindih
dalam
pemanfaatan
IG
untuk
mendukung
pembangunan nasional. Integrasi IG ini tentunya dilakukan dengan asumsi IGT yang dibuat sudah mengacu kepada IGD.
81
2.4
Sasaran Strategis Sasaran strategis merupakan gambaran kondisi yang harus terpenuhi dalam rangka mewujudkan strategi organisasi. Sasaran strategis BIG adalah: 1)
Meningkatnya pemanfaatan IG dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional berbasis kewilayahan (Nawa Cita).
2)
Terwujudnya
integrasi
IG
dalam
pemenuhan
kebutuhan
pembangunan nasional. 3)
Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG.
4)
Tersedianya
kebijakan
yang
relevan
dengan
kebutuhan
penyelenggaraan IG yang sesuai dengan agenda prioritas nasional. 5)
Terwujudnya satu IGD sebagai referensi nasional yang menjadi acuan penyelenggaraan IG.
6)
Terwujudnya satu database geospasial yang menjadi acuan penyelenggaraan IG.
7)
Terwujudnya satu geoportal yang menjadi acuan penyelenggaraan IG.
8)
Dimanfaatkannya inovasi, teknologi, metode, dan metodologi dalam mempercepat penyelenggaraan IG.
9)
Meningkatnya kepatuhan penyelenggaraan IG sesuai standar penyelenggaraan IG.
10)
Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai roadmap Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2015 2019.
Dalam rangka menghindari multi tafsir atas sasaran strategis yang masih bersifat strategis, maka perlu diterjemahkan ke dalam rencana aksi. Salah satu tools yang dapat digunakan dalam menerjemahkan strategi menjadi rencana aksi adalah Balanced Scorecard (BSC). Mengacu pada strategi yang telah disusun, maka dengan menggunakan BSC, peta strategi BIG dapat dilihat pada Gambar 2.1.
82
LEARN & GROWTH PERSPECTIVE
INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE
CUSTOMER PERSPECTIVE
STAKEHOLDER PERSPECTIVE
PETA STRATEGI BSC KEPALA BIG (LEVEL 0) SS1. Meningkatnya pemanfaatan IG dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional berbasis kewilayahan (Nawa Cita) K/L, Pemda, dan Masyarakat SS2. Terwujudnya integrasi IG dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan nasional
Perumusan kebijakan IG SS4. Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggaraan IG yang sesuai dengan agenda prioritas nasional
SS3. Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG
Penyelenggaraan IG
Pengendalian kebijakan IG
SS7. Terwujudnya satu geoportal yang menjadi acuan penyelenggaraan IG SS5.Terwujudnya satu IGD sebagai referensi nasional yang menjadi acuan penyelenggaraan IG
SS6. Terwujudnya satu database geospasial yang menjadi acuan penyelenggaraan IG
SS9. Meningkatnya kepatuhan penyelenggaraan IG sesuai standar penyelenggaraan IG
SS8. Dimanfaatkannya inovasi, teknologi, metode, dan metodologi dalam mempercepat penyelenggaraan IG
REVOLUSI MENTAL SS10. Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai roadmap Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2015 - 2019
Gambar 2.1 Peta Strategi BIG
Peta strategi menggambarkan hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis pada satu maupun antar perspektif yang ada pada BSC. Sasaran strategis yang telah dihasilkan harus dapat diukur pencapaiannya, untuk itu perlu disusun suatu ukuran keberhasilan untuk masing-masing sasaran strategis. Penjabaran sasaran strategis, indikator keberhasilan, dan target yang akan dicapai BIG pada tahun 2015-2019 dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
83
Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Sasaran Strategis, dan Target Sasaran Strategis
IKSS
SAT
Target 2016
2017
2018
2019
%
23%
26%
29%
32%
2
Jumlah integrasi IGT seluruh provinsi (34 provinsi) yang dihasilkan untuk mendukung pembangunan nasional.
Jumlah
17/8 5 tema per 1 wilayah *
53/8 5 tema per 2 wilayah **
77/85 tema per 2 wilayah ***
85/8 5 tema per 3 wilayah ****
3
Indeks kepuasan pengguna terhadap produk dan layanan BIG.
Skala likert 1-5
4
4
4
4
4
Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan IG dibanding total kebijakan yang dibuat.
%
80%
100 %
100%
100 %
5
Rasio IGT K/L/P yang mengacu kepada IGD terhadap total IGT yang diselenggarakan K/L/P.
%
50%
60%
70%
80%
STAKEHOLDER PERSPECTIVE
S S 1
Meningkatnya pemanfaatan IG dalam pelaksanaan agenda prioritas nasional berbasis kewilayahan (Nawa Cita).
1
Rasio program prioritas pembangunan nasional yang memanfaatkan IG terhadap total program prioritas pembangunan nasional pada tahun berjalan.
CUSTOMER PERSPECTIVE
S S 2
Terwujudnya integrasi IG dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan nasional.
S S 3
Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG.
INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE
S S 4
Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penyelenggara an IG yang sesuai dengan agenda prioritas nasional
S S 5
Terwujudnya satu IGD sebagai referensi nasional yang menjadi acuan penyelenggara -an IG
84
Sasaran Strategis
IKSS
SAT
Target 2016
2017
2018
2019
INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE
S S 6
S S 7
Terwujudnya satu database geospasial yang menjadi acuan penyelenggaraan IG
Terwujudnya satu geoportal yang menjadi acuan penyelenggaraan IG
S S 8
Dimanfaatkann ya inovasi, teknologi, metode, dan metodologi dalam mempercepat penyelenggaraan IG
S S 9
Meningkatnya kepatuhan penyelenggaraan IG sesuai standar penyelenggaraan IG
6
Rasio IG yang sesuai dengan Katalog Unsur Geografi Indonesia (KUGI) terhadap seluruh IG yang dikeluarkan K/L/P
%
10%
15%
30%
50%
7
Pemenuhan Service Level Agreement (SLA) layanan INAGeoportal BIG.
%
95%
96%
97%
99%
Tingkat penerimaan pengguna (user acceptance) terhadap konten INA-Geoportal.
%
80%
85%
90%
95%
9
Rasio inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi yang dimanfaatkan untuk mempercepat penyelenggaraan IG dibanding total inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi penyelenggaraan IG yang dihasilkan.
%
5%
5%
5%
5%
1 0
Rasio K/L/P penyelenggara IG yang patuh terhadap standar terkait penyelenggaraan IG terhadap total K/L/P penyelenggara IG
%
15%
20%
25%
30%
8
85
Sasaran Strategis
IKSS
SAT
Target 2016
2017
2018
2019
71,0 9 (BB)
81,0 4 (A)
83,19 (A)
85,3 (A)
LEARN AND GROWTH PERSPECTIVE
S S 1 0
2.5
Terselenggara nya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai roadmap Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2015 2019
11
Nilai Reformasi Birokrasi BIG
Nilai RB
Sistem Nilai Sistem nilai menggambarkan budaya organisasi yang diharapkan berkembang dalam organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuannya. Sistem nilai pada prinsipnya merupakan aspek yang menjadi perekat antara elemen strategis organisasi, yaitu strategi, struktur organisasi, kebijakan dan sistem, sumberdaya manusia (jumlah dan kompetensi) serta gaya manajemen (management style) yang diterapkan. Sistem nilai BIG yang disepakati adalah SIAP KERJA, yaitu: 1)
Kolaborasi (SI) Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus mampu berkolaborasi satu sama lain dalam menyelesaikan tugas dan fungsinya
maupun
dalam
mengatasi
setiap
hambatan
dan
permasalahan yang ada. Kolaborasi berarti antar pihak yang berkolaborasi harus berperan aktif dan saling mendukung satu sama lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 2)
Adaptif (A) Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus mampu adaptif, yaitu secara cepat mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Adaptif bermakna luas, dimana penyesuaian
86
perubahan yang terjadi tidak hanya dalam konteks individu namun juga dalam konteks organisasi. 3)
Profesional (P) Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus mampu mengerjakan seluruh pekerjaan sesuai profesi yang dimiliki dengan kompetensi dan integritas yang tinggi.
4)
Kerja cerdas (KERJA) Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus mampu bekerja berdasarkan prioritas secara efektif dan efisien.
87
BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
Arah kebijakan dan strategi merupakan serangkaian upaya strategis yang dilakukan organisasi untuk mewujudkan visi. Arah kebijakan disusun sebagai koridor untuk memastikan agar strategi dapat berjalan sesuai arah yang sudah ditentukan. Strategi organisasi dikembangkan dengan mempertimbangkan dinamika lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi, baik global, regional maupun nasional. Suatu arah kebijakan dan strategi kementerian/lembaga yang baik adalah arah kebijakan dan strategi yang selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional. Keselarasan ini penting untuk memastikan apa yang dilakukan oleh BIG sejalan dengan pembangunan nasional. Subbab berikut akan membahas arah kebijakan dan strategi nasional, arah kebijakan dan strategi BIG, kerangka regulasi serta kerangka kelembagaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Renstra ini. 3.1
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Arah kebijakan dan strategi nasional tertuang dalam dokumen nawacita tahun 2015 - 2019 yang terdiri dari buku 1, buku 2 dan buku 3. Berdasarkan nawacita tahun 2015 - 2019, visi pembangunan nasional adalah: "Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong " Untuk mencapai visi tersebut, maka misi pembangunan nasional tahun 2015 - 2019 adalah: a.
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
88
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. b.
Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum.
c.
Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
d.
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
e.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
f.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
g.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Strategi pembangunan nasional untuk mencapai visi dan misi
pembangunan tahun 2015 - 2019 dilakukan melalui 3 (tiga) dimensi pembangunan nasional, yaitu: a.
Dimensi pembangunan manusia, yang terdiri dari pendidikan, kesehatan, perumahan dan mental/karakter.
b.
Dimensi pembangunan sektor unggulan, yang terdiri dari sektor kedaulatan
pangan,
kedaulatan
energi
dan
ketenagalistrikan,
kemaritiman dan kelautan serta pariwisata dan industri. c.
Dimensi pemerataan dan kewilayahan, yang terdiri dari pemerataan antar kelompok pendapatan serta pemerataan antar wilayah meliputi wilayah desa, pinggiran, luar jawa dan kawasan timur. Dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional, pemerintah
menetapkan prioritas yang tertuang dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan nasional (Nawa Cita), yaitu: a.
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
b.
Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
c.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 89
d.
Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
e.
Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
f.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
g.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik.
h.
Melakukan revolusi karakter bangsa.
i.
Memperteguh
kebhinekaan
dan
memperkuat
restorasi
sosial
Indonesia. Informasi geospasial memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional. Buku 2 nawacita tahun 2015-2019 meletakkan informasi geospasial sebagai landasan utama dalam pembangunan wilayah dan tata ruang. Percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia (KTI) dengan tetap mempertahankan momentum pertumbuhan kawasan barat Indonesia (KBI) menjadi fokus utama dalam pembangunan wilayah dan tata ruang. Peran Informasi Geospasial menjadi sangat penting dalam mendukung upaya pemerataan pembangunan antarwilayah, termasuk pembangunan desa, penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar bagi masyarakat, serta pembangunan ekonomi yang difokuskan pada sektor pangan, energi, maritim dan kelautan, serta pariwisata. Peran tersebut diantaranya dapat diberikan dalam bentuk pemetaan rupabumi, pemetaan tata ruang, pemetaan batas wilayah, pemetaan tematik, serta pemetaan kelautan dan lingkungan pantai. Untuk itu, peta dasar skala besar 1:5000 sangat diperlukan dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota. Namun jika dilihat lebih lanjut, peran informasi geospasial sebenarnya dapat
diperluas
pembangunan
dengan
nasional
memberikan maupun
kontribusi
stabilitas
yang
terhadap menjadi
dimensi prasyarat
pembangunan yang berkualitas. Gambar 3.1 menunjukkan peran strategis informasi geospasial dalam pembangunan nasional.
90
VISI DAN MISI REPUBLIK INDONESIA
NAWA CITA • • • •
DIMENSI PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
DIMENSI PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
• Pemerataan antar kelompok pendapatan • Perbatasan negara dan daerah ter@nggal • Pembangunan pedesaan dan perkotaan • Pengembangan konek8vitas nasional
• Kedaulatan pangan • Kedaulatan energi dan ketenagalistrikan • Kemari@man dan kelautan • Pariwisata • Kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus
Revolusi mental Pembangunan pendidikan Pembangunan kesehatan Pembangunan perumahan dan pemukiman
PRASYARAT PEMBANGUNAN NASIONAL (KONDISI PERLU) KEPASTIAN DAN PENEGAKAN HUKUM
KEAMANAN DAN KETERTIBAN
POLITIK & DEMOKRASI
TATA KELOLA & RB
INFORMASI GEOSPASIAL TERINTEGRASI Gambar 3.1 Peran Strategis Informasi Geospasial dalam Pembangunan Nasional
Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa informasi geospasial terintegrasi menjadi landasan/fondasi dalam pelaksanaan 2 (dua) dari 3 (tiga) dimensi pembangunan nasional yaitu dimensi pembangunan sektor unggulan serta dimensi pemerataan dan kewilayahan. Kontribusi informasi geospasial terintegrasi dalam dimensi pembangunan sektor unggulan adalah untuk mendukung pelaksanaan kedaulatan pangan, kemaritiman dan kelautan serta kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus. Sedangkan kontribusi informasi
geospasial
terintegrasi
dalam
dimensi
pemerataan
dan
kewilayahan adalah untuk mendukung kedaulatan perbatasan negara dan daerah tertinggal serta pembangunan pedesaan dan perkotaan. Kontribusi BIG pada dimensi pembangunan sektor unggulan dalam mendukung kedaulatan pangan adalah pemanfaatan informasi geospasial untuk mengukur luas sawah secara akurat dalam rangka mengendalikan konversi lahan padi. Selain itu, pada dimensi ini BIG juga berkontribusi dalam mendukung prioritas kemaritiman dan kelautan, meliputi:
91
1.
Menyediakan informasi geospasial untuk konektivitas (tol) laut serta pembangunan/pengembangan pelabuhan.
2.
Menyediakan informasi geospasial seluruh pulau di wilayah NKRI.
3.
Menyediakan informasi geospasial batas laut NKRI sebagai dasar dalam melakukan perundingan batas laut.
4.
Menyediakan informasi geospasial tata ruang laut dan zona pesisir untuk kepentingan tata ruang, konservasi serta rehabilitasi laut dan lingkungan pantai. Sedangkan kontribusi BIG dalam mendukung pembangunan kawasan
industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam rangka pembangunan sektor unggulan adalah: 1.
Menyediakan informasi geospasial untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pada kawasan industri/KEK.
2.
Menyediakan informasi geospasial untuk menghitung Neraca Sumber Daya Alam (NSDA).
3.
Menyediakan
informasi
geospasial
terintegrasi
untuk
skenario
pengembangan wilayah kabupaten/kota. Kontribusi BIG pada dimensi pemerataan dan kewilayahan untuk mendukung kedaulatan perbatasan negara dan daerah tertinggal adalah menyediakan informasi geospasial batas wilayah negara. Selain itu, pada dimensi ini BIG juga berkontribusi dalam mendukung pembangunan pedesaan, yaitu: 1.
Menyediakan informasi geospasial untuk penegasan batas wilayah, kewenangan serta administrasi pemerintahan desa.
2.
Menyediakan informasi geospasial sarana dan prasarana pedesaan.
3.
Menyediakan informasi geospasial tata ruang pedesaan untuk melindungi lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan produktif dan lahan konservasi. Selain mendukung 2 (dua) dimensi pembangunan nasional, Informasi
geospasial
juga
turut
berkontribusi
dalam
mendukung
prasyarat
pembangunan nasional meliputi kepastian dan penegakan hukum, keamanan 92
dan ketertiban, politik dan demokrasi serta tata kelola dan reformasi birokrasi. Kebutuhan informasi geospasial dalam mewujudkan ketiga prasyarat pembangunan nasional tersebut harus selalu dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dan permintaan. Selain itu, pada tahun 2016 dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 9 tahun 2016 tentang tentang Percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Perpres tersebut mengamanatkan 5 (lima) hal penting yang diharapkan dari BIG, yaitu:
3.2
1.
Mewujudkan IGT perencanaan ruang
2.
Mewujudkan IGT potensi kawasan
3.
Menyusun grand design kebijakan satu peta berkelanjutan
4.
Mewujudkan IGT satu peta
5.
BIG mengawal integrasi dan singkronisasi IGT
Arah Kebijakan dan Strategi Badan Informasi Geospasial (BIG) Berdasarkan arah kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam nawacita tahun 2015 -2019 serta dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan internal maupun eksternal organisasi, maka kerangka strategi Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2015-2019 dapat dilihat pada Gambar 3.2. Kebijakan satu peta (one map policy)
Reformasi Birokrasi (RB) BIG dalam mewujudkan: • Pemerintahan yang bersih dan akuntabel • Birokrasi yang efek6f dan efisien • Birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas
Informasi Geospasial Tema8k (IGT) yang terintegrasi sesuai kebutuhan Penyelenggaraan IG yang didukung oleh peneli8an (applied research)
Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) yang handal, sesuai standar, satu database, dan mudah diakses melalui satu geoportal.
Pemanfaatan informasi geospasial dalam: • Mewujudkan kedaulatan pangan. • Mewujudkan kedaulatan kemari8man dan kelautan • Mewujudkan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) • Mewujudkan pembangunan pedesaan.
Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang menjadi acuan (satu referensi)
• Mewujudkan kedaulatan daerah perbatasan
Gambar 3.2 Kerangka strategi BIG tahun 2015-2019
93
Outcome/impact berdasarkan
nasional
kontribusi
BIG
yang bagi
ingin
diwujudkan
pembangunan
oleh
nasional
BIG adalah
pemanfaatan informasi geospasial untuk 5 (lima) aspek, yaitu: 1.
Mewujudkan kedaulatan pangan.
2.
Mewujudkan kedaulatan kemaritiman dan kelautan.
3.
Mewujudkan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
4.
Mewujudkan pembangunan pedesaan.
5.
Mewujudkan kedaulatan daerah perbatasan. Untuk mencapai outcome/impact nasional tersebut, maka kebijakan
satu peta (one map policy) perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan. Sehubungan dengan kebijakan satu peta tersebut, maka ada 3 (tiga) hal penting yang harus terwujud, yaitu: 1.
Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang terintegrasi sesuai kebutuhan
2.
Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) yang handal, sesuai standar, satu database, dan mudah diakses melalui satu geoportal.
3.
Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang menjadi acuan (satu referensi). Percepatan implementasi kebijakan satu peta membutuhkan adanya
inovasi dalam setiap proses penyelenggaraan IG, dimana perkembangan teknologi sudah memungkinkan dilakukannya percepatan implementasi penyelenggaraan IG sehingga mampu menghasilkan IG berkualitas dengan waktu yang lebih cepat. Untuk itu, maka diperlukan penyelenggaraan IG yang didukung oleh penelitian (applied research) dalam rangka menghasilkan inovasi maupun alih teknologi yang dibutuhkan dalam mendukung penyelenggaraan IG tersebut. Selain itu, reformasi birokrasi di lingkungan BIG juga perlu dilakukan secara konsisten dan menyeluruh agar pemerintahan yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien serta birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas dapat terwujud. Kerangka strategi ini juga menjadi koridor BIG dalam menyusun arah kebijakan dan strategi hingga rencana kerja tahunan untuk dapat mewujudkan visi BIG tahun 2019.
94
Berdasarkan kerangka strategi tersebut, maka arah kebijakan BIG 5 (lima) tahun kedepan adalah: a.
Optimasi penyelenggaraan informasi geospasial terintegrasi sesuai agenda prioritas nasional Penyelenggaraan
informasi
geospasial
telah
diamanatkan
melalui UU nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, dimana penyelenggaraan informasi geospasial yang perlu dioptimalkan meliputi pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial dan informasi geospasial, penyimpanan dan pengamanan data geospasial dan informasi geospasial, penyebarluasan data geospasial dan informasi geospasial, serta penggunaan informasi geospasial. Arah kebijakan ini akan dilakukan melalui 3 (tiga) strategi, meliputi: 1)
Integrasi informasi geospasial tematik dalam mendorong pemanfaatan IG untuk pembangunan nasional Integrasi dilakukan guna mendorong pemanfaatan IG sebagai salah satu landasan dalam pembangunan nasional. Proses pengintegrasian dilakukan dengan kegiatan superimpose diatas peta rupabumi Indonesia (RBI). Strategi integrasi dilakukan melalui: •
Percepatan IGT satu peta sesuai kebutuhan pembangunan nasional.
•
Meningkatkan koordinasi dengan K/L/P terkait dalam rangka optimasi penyelenggaraan IGT potensi kawasan.
•
Mengoptimalkan koordinasi dengan K/L/P dalam rangka penyelenggaraan IGT perencanaan ruang.
•
Memastikan penyelenggaraan IGT satu peta dilakukan secara berkelanjutan.
•
Harmonisasi
penyelenggaraan
IGT
nasional
dalam
mewujudkan kedaulatan pangan, kedaulatan maritim dan kelautan, pembangunan kawasan industri dan kawasan 95
ekonomi khusus, pembangunan pedesaan serta kedaulatan wilayah perbatasan. 2)
Meningkatkan
akurasi
dan
ketersediaan
Informasi
Geospasial Dasar (IGD) Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, salah satu asas penyelenggaraan IG yaitu keakuratan. Keakuratan memastikan bahwa penyelenggaraan IG harus diupayakan untuk menghasilkan DG dan IG yang teliti, tepat, benar, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan, termasuk kebutuhan pembangunan prioritas nasional. Guna mendorong ketersediaan dan peningkatan akurasi IGD dapat dilakukan melalui: •
Optimasi pemanfaatan kerangka kontrol geodesi sebagai suatu sistem referensi tunggal.
•
Optimasi
pemanfaatan
peta
dasar
sebagai
acuan
penyelenggaraan IG nasional. •
Akselerasi produksi IGD sesuai tingkat ketelitian yang dibutuhkan
dalam
mewujudkan
kedaulatan
pangan,
kedaulatan maritim dan kelautan, pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, pembangunan pedesaan serta kedaulatan wilayah perbatasan. •
Quality control dan quality assurance terpadu dalam meningkatkan kualitas IGD yang dihasilkan.
3)
Meningkatkan aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur informasi geospasial. Ketersediaan akses terhadap IG yang dihasilkan salah satunya dipengaruhi oleh kehandalan infrastruktur. Terminologi infrastruktur IG seperti tercantum pada Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial adalah 96
sarana dan prasarana yang digunakan untuk memperlancar penyelenggaraan IG. Infrastruktur IG terdiri atas kebijakan, kelembagaan, teknologi, standar, dan sumber daya manusia. Strategi peningkatan aksesabilitas dan kehandalan infrastruktur IG dilakukan melalui: •
Standardisasi penyelenggaraan IG sebagai perwujudan implementasi IG satu standar.
•
Optimasi aktifitas dan konektivitas simpul jaringan nasional sebagai enabler penyelenggaraan IG nasional.
•
Mewujudkan satu database dan satu geoportal dalam penyelenggaraan
IG
nasional
sebagai
bagian
dari
implementasi kebijakan satu peta.
4)
Mendorong penelitian terapan (applied research) sebagai langkah kritis dalam percepatan penyelenggaraan IG Penelitian merupakan aspek penting dalam mendukung penyelenggaraan informasi geospasial. Penelitian dilakukan untuk dapat meningkatkan inovasi produk maupun teknologi informasi geospasial. Melalui penelitian, diharapkan dapat mendorong percepatan penyelenggaraan IG melalui: •
Implementasi
grand
design
penelitian
BIG
dalam
memberikan nilai tambah bagi penyelenggaraan IG. •
Meningkatkan kompetensi dan motivasi peneliti dalam melakukan penelitian terapan.
•
Mengarahkan program pengembangan peneliti untuk menciptakan inovasi teknologi, metodologi maupun metode dalam mempercepat produksi IG.
b.
Optimasi pelaksanaan reformasi birokrasi BIG tahun 2015-2019 dengan mengutamakan peningkatan kualitas pelayanan publik dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, efektif dan efisien 97
Reformasi birokrasi BIG merupakan upaya komprehensif dalam memperkuat kapasitas dan kapabilitas BIG. Program reformasi birokrasi BIG terdiri dari 8 (delapan) program serta 1 (satu) monitoring dan evaluasi (monev), meliputi program manajemen perubahan,
program
penataan
peraturan
perundang-undangan,
program penataan dan penguatan organisasi, program penataan tata laksana, program penataan sistem manajemen SDM aparatur, program penguatan pengawasan, program penguatan akuntabilitas kinerja serta program peningkatan kualitas layanan publik. Hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi BIG gelombang II menunjukkan bahwa pencapaian reformasi birokrasi di lingkungan BIG masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, pelaksanaan reformasi birokrasi pencapaian
2015-2019
berikutnya
gelombang
II
agar
harus
mengacu
reformasi
pada
birokrasi
posisi secara
berkelanjutan dapat berjalan sesuai dengan kerangka reformasi birokrasi nasional (RBN). Arah kebijakan terkait pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan BIG ini dilaksanakan melalui 2 (dua) strategi, yaitu: 1)
Mendorong akselerasi pelaksanaan program reformasi birokrasi di lingkungan BIG Akselerasi pelaksanaan program reformasi birokrasi dilakukan berdasarkan hasil penilaian evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi 2015-2019 di lingkungan BIG. Akselerasi dilakukan pada program yang pencapaiannya masih jauh dari target yang diharapkan. Akselerasi program reformasi birokrasi di lingkungan BIG meliputi: •
Implementasi roadmap reformasi birokrasi BIG yang selaras dengan roadmap reformasi birokrasi nasional tahun 2015-2019.
•
Mendorong pengelolaan reformasi birokrasi BIG dengan sistem hybrid dimana pengelolaan reformasi birokrasi BIG 98
dilakukan terpusat sedangkan pelaksanaan reformasi birokrasi BIG dilakukan pada tingkat Satuan Kerja atau unit kerja eselon II (Pusat dan Biro). •
Menentukan layanan publik unggulan BIG.
•
Optimasi pemanfaatan TIK dalam reformasi birokrasi BIG melalui perluasan pemanfaatan e-Government BIG.
2)
Memperkuat
peran
dan
fungsi
inspektorat
dalam
meningkatkan pengawasan internal dan akuntabilitas pemerintahan Fungsi inspektorat dalam melakukan pengawasan internal belum berjalan secara optimal. Beberapa permasalahan yang terjadi seperti opini BPK "Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)" pada laporan keuangan serta penegakan kode etik yang belum optimal terjadi dikarenakan pengawasan internal tidak berjalan optimal, konsisten dan berkelanjutan. Penguatan yang dimaksud tidak hanya pada aspek tugas dan fungsi inspektorat saja, namun juga meliputi aspek kelembagaan inspektorat serta aspek sumber daya manusia inspektorat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk itu, penguatan inspektorat dilakukan melalui: •
Penerapan sistem pengawasan internal berbasis risiko.
•
Perubahan paradigma supervisi menjadi evaluasi internal, dengan mengedepankan evaluasi terhadap keuangan (audit keuangan) maupun evaluasi terhadap kinerja organisasi (audit kinerja).
•
Pemberdayaan agen perubahan (change agent) sebagai Aparatur Pengawas Internal pemerintah (APIP) di seluruh unit kerja.
•
Peningkatan jumlah maupun kompetensi auditor BIG.
•
Penetapan dan penerapan audit charter.
99
Seluruh arah kebijakan dan strategi yang ditetapkan memiliki prioritas pelaksanaan yang berbeda. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki BIG menyebabkan BIG perlu menyusun prioritas tersebut kedalam sebuah roadmap strategi BIG, seperti ditunjukkan pada Error! Reference source not found..
Visi BIG 2019: Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia
Terintegrasinya IGT sesuai kebutuhan pembangunan nasional.
Meningkatnya aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur informasi geospasial
Meningkatnya akurasi dan ketersediaan IGD
Tersedianya inovasi teknologi, metodologi dan metode penyelenggaraan IG melalui peneli@an terapan (applied research). Terwujudnya penguatan peran dan fungsi inspektorat dalam melakukan pengawasan internal dan mewujudkan akuntabilitas BIG.
Terwujudnya reformasi birokrasi di lingkungan BIG
Gambar 3.3 Rumah strategi BIG
Untuk mempermudah dalam menyusun prioritas, maka digunakan metode rumah strategi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Jika digunakan logika pembangunan suatu rumah, maka pondasi adalah prioritas pertama yang harus dibangun. Selanjutnya kolom akan berdiri diatas pondasi dan balok akan diletakkan melintang diatas kolom. Baru kemudian atap dapat dibangun dan diletakkan diatasnya. Dalam rumah strategi, atap merupakan visi BIG yang ingin dicapai BIG 5 (lima) tahun kedepan. Untuk mencapai visi tersebut, maka prioritas pertama yang harus dicapai adalah terwujudnya reformasi birokrasi di lingkungan BIG dan terwujudnya penguatan peran dan fungsi inspektorat dalam melakukan pengawasan internal dan mewujudkan akuntabilitas BIG. Prioritas berikutnya adalah tersedianya inovasi teknologi, metodologi dan metode penyelenggaraan IG melalui 100
penelitian terapan (applied research). Prioritas selanjutnya sebelum visi tercapai adalah terintegrasinya IGT sesuai kebutuhan pembangunan nasional, meningkatnya aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur informasi geospasial, serta meningkatnya akurasi dan ketersediaan IGD. Jika digambarkan berdasarkan waktu, maka roadmap strategi BIG 5 (lima) tahun kedepan dapat digambarkan berikut ini.
+ Con
vem pro m I us nuo
ent
2017
2018 ² Terintegrasinya IGT sesuai kebutuhan pembangunan nasional
2019 Visi BIG : Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia
² Meningkatnya aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur informasi geospasial
2016
² Meningkatnya akurasi dan ketersediaan IGD
² Terwujudnya reformasi birokrasi di lingkungan BIG. ² Tersedianya inovasi teknologi, metodologi dan metode penyelenggaraan IG melalui peneliIan terapan (applied research).
2015 ² Terwujudnya penguatan peran dan fungsi inspektorat
Gambar 3.4 Roadmap strategi BIG
Pada Gambar 3.4 terlihat penjabaran visi menjadi pernyataan tujuan (destination statement) untuk setiap tahunnya. Roadmap ini menunjukkan tahapan pencapaian visi secara jelas sehingga apa yang harus dicapai BIG setiap tahun dalam rangka mewujudkan visi BIG dapat terpetakan berdasarkan prioritas. Roadmap strategi BIG menggunakan prinsip peningkatan secara berkesinambungan (continuous improvement) seperti layaknya rumah, dimana pondasi harus tetap ada hingga rumah selesai dibangun. Sehingga apa yang dicapai pada tahun 2015 akan terus dan harus dipertahankan hingga visi terwujud pada tahun 2019.
101
3.3
Kerangka Regulasi Visi, misi, tujuan, sistem nilai serta arah kebijakan dan strategi baru yang disusun dalam Renstra ini tentunya membutuhkan adanya penyesuaian maupun penyusunan regulasi sebagai dasar hukum. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap Undang-Undang nomor 4 tahun 2014 tentang informasi geospasial beserta turunannya. Selain itu, berdasarkan Renstra yang disusun tentunya terdapat perubahan tugas dan fungsi maupun penyesuaian terhadap struktur organisasi BIG saat ini. Oleh karena itu perlu juga dilakukan peninjauan ulang terhadap Peraturan Presiden nomor 94 tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial. Hingga saat ini, BIG masih melakukan policy research (policy analysis and policy making) dalam rangka identifikasi dan pemetaan kebutuhan
peraturan
perundang-undangan
yang
dibutuhkan
dalam
mendukung pelaksanaan Renstra ini. Sehingga sub bab kerangka regulasi belum dapat sepenuhnya dilengkapi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Renstra ini. 3.4
Kerangka Kelembagaan Struktur organisasi yang baik adalah struktur organisasi yang selaras dengan Renstra organisasi, sesuai dengan prinsip structure follow strategy. Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui apakah struktur organisasi saat ini masih cukup relevan untuk mendukung pelaksanaan Renstra BIG tahun 2015 - 2019. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam dokumen Renstra juga dibutuhkan perubahan tugas dan fungsi serta perpindahan kementerian pembina LPNK dari Kemenristek dan Dikti ke Kementerian PPN. Hingga saat ini, BIG masih melakukan proses restrukturisasi organisasi guna mendukung Renstra BIG tahun 2015 - 2019. Kerangka kelembagaan dalam bentuk struktur organisasi baru beserta tugas dan fungsinya akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Renstra ini, namun
102
detail desain struktur organisasi beserta argumentasi akan disusun dalam naskah akademik yang terpisah dari dokumen Renstra ini.
103
BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
Manajemen kinerja merupakan proses yang dilakukan organisasi untuk membangun kesepakatan bersama mengenai apa yang ingin dicapai, apa ukuran pencapaiannya, dan bagaimana mencapainya. Dalam program RB diamanatkan bahwa penguatan akuntabilitas kinerja ditandai dengan adanya sistem manajemen kinerja yang terukur. Target kinerja dan kerangka pendanaan merupakan alat yang digunakan sebagai panduan implementasi strategi organisasi sehingga kinerja organisasi dapat terukur. Target kinerja memastikan bahwa setiap sasaran strategis dapat diukur keberhasilannya. Kerangka pendanaan memastikan bahwa strategi dapat dieksekusi sesuai anggaran yang ada. Target kinerja dan kerangka pendanaan disusun dengan mempertimbangkan kemampuan dari organisasi serta kebijakan nasional yang mengatur hal tersebut. Bab ini akan menjabarkan mengenai target kinerja dan kerangka pendanaan yang dibutuhkan BIG dalam rangka eksekusi strategi. 4.1
Target Kinerja Target kinerja merupakan standar kinerja yang disepakati bersama oleh organisasi untuk dilaksanakan pada periode tertentu. Target kinerja BIG digambarkan dengan indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) yang menjadi ukuran pencapaian setiap sasaran strategis BIG. Terdapat 11 IKSS yang menjadi target kinerja BIG, penjelasan setiap IKSS sebagai berikut: a.
IKSS1. Rasio program prioritas pembangunan nasional yang memanfaatkan IG terhadap total program prioritas pembangunan nasional pada tahun berjalan Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara jumlah program prioritas pembangunan nasional (kedaulatan pangan, kedaulatan maritim dan kelautan, pembangunan kawasan industri dan
104
105
kawasan ekonomi khusus, pembangunan pedesaan serta kedaulatan wilayah perbatasan) yang menanfaatkan IG dengan total program prioritas pembangunan nasional tahun berjalan. Target dari indikator tersebut mencapai 23% pada tahun 2016 dan meningkat 3% setiap tahun menjadi 26% (2016), 29% (2018) dan 32% pada akhir periode perencanaan 2019. b.
IKSS2. Jumlah integrasi IGT seluruh provinsi (34 provinsi) yang dihasilkan untuk mendukung pembangunan nasional. Indikator tersebut mengandung arti bahwa jumlah intergrasi IGT yang berhasil dilakukan BIG dalam mendukung pembangunan nasional. Pengintegrasian IGT difokuskan berdsarkan wilayah dalam satu tahun, dimulai oleh wilayah Kalimantan pada tahun 2017, diikuti oleh wilayah Sulawesi dan wilayah Sumatera, wilayah Papua dan wilayah Maluku pada tahun 2018, dan wilayah Jawa, Bali serta Nusa Tenggara diakhir 2019. Sehingga ditargetkan pada tahun 2015 terselesaikan 17/85 tema per-satu wilayah (Kalimantan), sebanyak 53/85 tema per-dua wilayah (Sulawesi dan Sumatera). Pada tahun 2017 ditargetkan 77/85 tema per-dua wilayah (Papua dan Maluku). Pada tahun 2019, ditargetkan keseluruhan dari 85 tema IGT akan selesai (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara).
c.
IKSS3. Indeks kepuasan pengguna terhadap produk BIG Indikator tersebut mengandung arti bahwa persepsi kepuasan pengguna terhadap produk yang diberikan BIG diukur dalam skala likert 1 sampai 5. Skala 1 merepresentasikan sangat tidak puas, 2 merepresentasikan tidak puas, 3 merepresentasikan cukup puas, 4 merepresentasikan puas dan 5 merepresentasikan sangat puas. Indikator kepuasan pengguna ditargetkan stabil dari tahun ke tahun yaitu pada skala 4.
d.
IKSS4. Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan IG dibanding total kebijakan yang dibuat. 105
106
Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggara IG (pengumpulan DG, pengolahan DG dan IG, penyimpanan dan pengamanan DG dan IG, penyebarluasan DG dan IG serta penggunaan IG), yaitu K/L/P, orang perseorangan, kelompok orang, badan usaha, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mahasiswa, terhadap total kebijakan IG yang dikeluarkan BIG. Bentuk dari kebijakan IG dapat berupa norma, standar, prosedur, kebijakan (NSPK) maupun peraturan kepala (Perka). Target dari capaian indikator ini sebesar 80% pada tahun 2016 dan meningkat stabil sebesar 100% pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. e.
IKSS5. Rasio IGT K/L/P yang mengacu kepada IGD terhadap total IGT yang diselenggarakan K/L/P. Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara perbandingan jumlah penyelenggaraan IGT (pengumpulan DG, pengolahan DG dan IG, penyimpanan dan pengamanan DG dan IG, penyebarluasan DG dan IG serta penggunaan IGT) oleh K/L/P yang mengacu pada IGD terhadap total IGT yang dikeluarkan K/L/P dan BIG. Mengacu pada IGD yang dimaksud adalah pembuatan IGT yang dilakukan oleh K/LP berdasarkan peta dasar yang dihasilkan BIG. Target dari indikator tersebut sebesar 50% pada tahun 2016 dan meningkat sebesar 10% per tahun sehingga mencapai 80% pada tahun 2019.
f.
IKSS6. Rasio IG yang sesuai dengan Katalog Unsur Geografi Indonesia (KUGI) terhadap seluruh IG yang dikeluarkan K/L/P Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara IG yang dikeluarkan oleh K/L/P dan sesuai dengan KUGI terhadap total IG yang dikeluarkan K/L/P. Mengacu pada Perka BIG Nomor 12 Tahun 2013 tentang Standar Prosedur Penyimpanan dan Mekanisme Penyimpanan untuk Pengarsipan Data Geospasial dan Informasi Geospasial, KUGI adalah standardisasi struktur penyimpanan DG dan 106
107
IG digital dalam perangkat elektronik. Target kinerja yang ditetapkan pada tahun 2016 sebesar 10%, pada tahun 2017 sebesar 15%, meningkat menjadi 30% di tahun 2018, dan mencapai angka 50% pada tahun 2019. g.
IKSS7. Pemenuhan Service Level Agreement (SLA) layanan INAGeoportal BIG Indikator tersebut mengandung arti pemenuhan kontrak BIG sebagai penyedia layanan INA-Geoportal terhadap pengguna INAGeoportal terkait tingkat (mutu) layanan. Pemenuhan kontrak BIG tersebut direpresentasikan dalam bentuk persentase (%) pemenuhan kontrak mutu layanan. Target kinerja yang ditetapkan adalah 95% pada tahun 2016, meningkat menjadi 96% pada tahun 2017, sebesar 97% pada tahun 2018, dan 99% pada tahun 2019.
h.
IKSK9. Rasio inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi yang dimanfaatkan untuk mempercepat penyelenggaraan IG dibanding total inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi penyelenggaraan IG yang dihasilkan Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi yang dimanfaatkan guna percepatan penyelenggaraan IG terhadap total inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi penyelenggaraan IG yang dihasilkan. Pemanfaatan ditargetkan stabil sebesar 5% dari periode 2016 hingga periode 2019.
i.
IKSK10. Rasio K/L/P penyelenggara IG yang patuh terhadap standar terkait penyelenggaraan IG terhadap total K/L/P penyelenggara IG Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara jumlah K/L/P penyelenggara IG yang menyelenggarakan IG sesuai standar menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial terhadap total K/L/P penyelenggara IG. Kepatuhan terhadap standar ditargetkan sebesar 15% pada tahun 2016, 107
108
meningkat 5% disetiap tahunnya menjadi 20% pada tahun 2017, sebesar 25% pada tahun 2018, dan 30% pada tahun 2019. j.
IKSS11. Nilai Reformasi Birokrasi BIG. Nilai Reformasi Birokrasi (RB) BIG 2015-2019 berdasarkan asesmen dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Nilai total RB terdiri dari: •
Predikat AA untuk nilai RB: 86% - 100%
•
Predikat A untuk nilai RB: 76% - 85%
•
Predikat B untuk nilai RB: 66% - 75%
•
Predikat CC untuk nilai RB: 51% - 65%
•
Predikat C untuk nilai RB: 31% - 50%
•
Predikat D untuk nilai RB: 0% - 30% Pada indikator ini, BIG menargetkan meningkatnya nilai RB
dati tahun ke tahun. Dimulai pada tahun 2015, nilai RB BIG diharapkan telah mencapai nilai 51, kemudian 71,09 pada tahun 2016. Pada tahun 2017 nilai RB sudah harus mencapai predikat A dengan nilai 81,04, dan terus meningkat pada tahun 2018 yaitu 83,19. Di akhir periode Renstra ini ditargetkan tetap pada predikat A, tetapi nilainya meningkat menjadi 85,3. 4.2
Kerangka Pendanaan Pendanaan kegiatan penyelenggaraan Informasi Geospasial di BIG adalah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari rupiah murni, Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN), Pinjaman dan/atau Hibah Dalam Negeri (PHDN), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, pemerintah daerah serta pihak swasta dimungkinkan untuk memberikan kontribusi penyelenggaraan informasi geospasial dengan biaya sendiri namun tetap merujuk pada ketentuan peraturan yang berlaku.
108
109
Kebutuhan anggaran yang tercantum dalam lampiran dokumen Renstra BIG Tahun 2015-2019 ini merupakan kebutuhan optimal penyelenggaraan IG yang disinkronkan dengan realitas kemampuan sumber daya yang tersedia, baik di internal BIG maupun di dunia industri. Demikian juga dengan capaian output yang dicantumkan merupakan target optimal yang mengacu ke anggaran yang dialokasikan. Dengan kata lain, target capaian output disesuaikan dengan realitas alokasi anggaran yang diterima oleh BIG.
109
BAB 5 PENUTUP
Rencana strategis (Renstra) BIG tahun 2016-2019 menggambarkan arahan strategis bagi seluruh unit kerja yang ada di BIG dalam melaksanakan tugas dan fungsinya lima tahun kedepan. Renstra ini disusun melalui serangkaian langkah sistematis dan melibatkan seluruh elemen organisasi dengan menggunakan Focus Group Discussion (FGD). Penyusunan Renstra ini mempertimbangkan beberapa aspek strategis, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 – 2019, hasil evaluasi pencapaian Renstra terdahulu, kondisi global, regional, dan nasional di bidang geospasial, program RB tahun 2015-2019, aspirasi masyarakat, kebijakan-kebijakan di bidang geospasial serta perubahan lingkungan eksternal organisasi yang berdampak terhadap BIG, khususnya perpindahan Kemenristek Dikti ke Kementerian PPN/Kepala Bappenas sebagai kementerian koordinator LPNK untuk BIG. Visi yang merupakan cita-cita organisasi, harus dapat dieksekusi bersamasama oleh seluruh komponen organisasi. Oleh karena itu, keberhasilan pencapaian visi BIG tersebut sangat bergantung pada komitmen seluruh komponen organisasi untuk terus-menerus berusaha mencapai sasaran dan target masing-masing unit kerja. Selain itu, persamaan persepsi mengenai pentingnya Renstra bagi seluruh komponen organisasi juga akan mendorong keberhasilan Renstra ini. Dalam eksekusinya, tentu tidak lepas dari perubahan-perubahan lingkungan yang tak terduga. Untuk itu maka organisasi harus dapat beradaptasi dengan cepat agar kinerja organisasi tetap optimal.
110
111
Permasalahan klasik dalam manajemen strategis adalah mampu memiliki perencanaan (Renstra) yang baik, namun bermasalah dalam eksekusinya. Organisasi dapat membuat suatu dokumen perencanaan secara komprehensif, sistematis dan melibatkan berbagai unsur dalam memperoleh strategic insight guna mempertajam strategi yang disusun. Namun justru permasalahan terbesarnya adalah merealisasikan seluruh rencana strategis tersebut pada tingkat operasional, sehingga strategi yang direncanakan dapat berjalan dan mencapai visi yang diharapkan. Untuk itu, eksekusi Renstra perlu menjadi perhatian manajemen BIG yang harus dipantau secara periodik. Pengendalian atas eksekusi Renstra perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar seluruh strategi, program dan kegiatan dapat dilaksanakan sesuai koridor kebijakan dalam mencapai visi BIG 5 (lima) tahun mendatang.