KEBERKAHAN MAKKAH DAN MADINAH
Office :
www.nava-tour.com
Gerbang Utama Bintaro Jaya Jl. Kesehatan Raya No.25 Bintaro Jakarta Selatan 12330 Telp : 021-7388-9208 HP : 0812 8860 3456
DAFTAR ISI Daftar Isi ..…………………………………………………………….………………………..….………….. 1 Keberkahan Di Baitullah ………………………………………………………………………...…………… 2 Sejarah Masjid Jin …………………………………………………….………………………..…………….. 3 Seputar Makam Baqi' Al-Gharqad ………………………………………………………………..…………. 5 Masjid Ali bin Abi Thalib ……………………………………………..…………………………..…………. 6 Masjid Abu Bakar Shiddiq …………………………………………………………………..……………….. 6 Masjid Umar bin Khathab ……………………………………………………………………….…………… 7 Masjid Al-Ghamamah ………………………………………………………………… ……….……………. 8 Masjid Al-Qiblatain ……………………………………………………………….…… ……..…………….. 9 Masjid As-Sajdah ……………………………………………………………….…………..……………….., 9 Masjid Al-Ijabah ……………………………………………………………………………………………... 10 Masjid Al-Jum'ah …………………………………………………………………………………………….. 11 Masjid Quba ………………………………………………………………………………………………….. 11 Pintu-Pintu Masjid Nabawi ………………………………………………………………………………...… 12 Menara Azan Masjid Nabawi Pada Masa Rasulullah …………………………………………………….….. 14 Kubah-Kubah Masjid Nabawi ……………………………………………….……………………………….. 15 Pilar-Pilar Utama Masjid Nabawi ………………………………………………………………...………….. 16 Mihrab-Mihrab Masjid Nabawi ……………………………………………………………………………... 17 Makam Rasulullah SAW ……………………………………………………….…………………………….. 18 Kubah dan Payung Raksasa di Masjid Nabawi ………………………………………………………………. 18 Pembangunan Masjid Nabawi pada Masa Rasulullah ……………………………..………………………… 19 77 Keistimewaan Kota Madinah ………………………………………………………….…………..……… 19 Sejarah Kota Jeddah ………………………………………………………………………………………….. 24 Kisah Gua Tsur …………………………………………………………………………….………………… 26 Dua Pintu Ka'bah …………………………………………………………………………………………….. 30 Tempat-Tempat Mustajabah di Tanah Suci ………………....……………………………………………….. 30 Jabal Rahmah …………………………………………………...……………………………………………. 32 Raudhah, Taman Surga ………………………………………….…………………………………………… 33 Bir Thaflah ……………………………………………………….………………………..…………………. 34 Maqam Ibrahim ………………………………………………….…………………………………………… 35 Keistimewaan Ka'bah ………………………………………………….…………………………………….. 36 Kisah Sumur Zamzam ……………………………………………….…..…………………………………… 37 Sekilas Tentang Makkah Al-Mukarramah …………………………….……………….…………………….. 38 Masjid Nabawi Masjid Sang Rosul …………………………………….…………………………………….. 39 Sejarah Pembangunan Baitul Haram ………………………………….………..………………………….... 39 Jabal Tsur, Bukti Keajaiban Allah …………………………………….….………………………………….. 40 Keistimewaan Miqat di Ji'ranah …………………………………………....………………………………… 42 Menara Jam 'Sahabat' Masjidil Haram ………………………………….……………………………………. 43 Doa Tawaf dari Adam dan Ibrahim ………………………………………….………………………………. 44 Jejak Haji Siti Hajar ………………………………………………………….………………………………. 46 Sa'i Mencari ………………………………………………………………….……………………………… 48 Saat Rasul Membangun Masjid Nabawi …………………………………….……………………………….. 49 Sejarah Jabal Uhud ………………………………………………………….…….…………………………. 49
1
Keberkahan Di Baitullah Allah SWT menyatakan bahwa bait-Nya (rumah-Nya) penuh berkah. Berkah ialah suatu karunia yang diberikan lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Misalnya, ada seorang yang menanam gandum. Biasanya sepetak sawah menghasilkan 500 kilogram gandum. Tapi ternyata sepetak sawahnya itu memberikan hasil 1.500 kilogram gandum. Itulah yang dikatakan berkah. Artinya, sesuatu yang memberikan karunia, dan memberikan apa yang di atas karunia juga. Dalam Al-Hajjul Mabrur karya Prof Dr M Mutawalli asy-Sya‟rawi disebutkan, Baitul Haram memang telah memberikan keberkahan yang melimpah ruah, entah itu keberkahan ridha, keberkahan perlindungan dari manusia, keberkahan iman yang menyusup ke seluruh jiwa, keberkahan rasa takut kepada Allah SWT, dan keberkahan menumpas rasa sombong dan takabur dalam jiwa. Walhasil, semua orang yang berada dalam Baitul Haram merasa sama dengan saudara-saudaranya yang lain yang ada di sana. "Tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya hanya dikarenakan oleh tingginya jabatan, harta yang banyak, atau karena perbedaan warna kulit dan asal keturunan," kata asy-Sya'rawi. Di samping itu juga terdapat keberkahan lainnya. Di Baitullah, shalat seseorang dinilai dan diganjar dengan seratus ribu kali. Nah, kalau sekali shalat diganjar dengan seratus ribu kali, dan melakukan kebaikan lainnya juga diganjar dengan seratus ribu kali, sementara pekerjaan yang sama yang dilakukan di luar Baitullah biasanya hanya dilipatgandakan sepuluh kali, maka hal itu dinamakan keberkahan. Di antara keberkahan lainnya adalah kelapangan dada semua orang yang datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji ketimbang dari berbagai sarana dan prasarana yang ada. Meskipun sarana sudah ditingkatkan demikian rupa, tapi tidak akan dapat memberikan pelayanan yang memadai terhadap para tamu yang datang dari lima benua. Namun tokh, mereka yang datang itu tetap berlapang dada. Kita melihat puluhan orang tidur dengan damai dan nyenyak dalam satu kamar. Padahal kalau di luar Makkah, tidur berdua saja rasanya sudah gerah. Keberkahan lainnya juga dalam menunaikan ibadah haji. Anda merasa terkendali dari berbagai perbuatan dosa. Kalau anda bisa melindungi diri dari perbuatan dosa dan durhaka kepada Allah meskipun hanya beberapa saat, itu namanya suatu keberkahan. Prof Dr M Mutawalli asy-Sya‟rawi dalam Al-Hajjul Mabrur mengatakan, dalam menunaikan ibadah haji, Allah SWT berkenan memberikan keberkahan kepada anda dalam berbagai waktu. "Sehingga pada waktuwaktu itu anda hanya melakukan pekerjaan yang baik-baik saja," ujarnya. Padahal, pekerjaan yang baik-baik itu di Baitul Haram dilipatgandakan tanpa batas dan tanpa bilangan pahalanya, seperti yang dikatakan Rasulullah SAW, “Haji yang mabrur tidak ada ganjarannya yang sesuai melainkan surga.” Dengan demikian berhaji/umroh dan berada di Baitul Haram memiliki keberkahan yang luas sekali, memanjang dari dunia hingga akhirat. Allah SWT menginginkan agar manusia mengikuti ajaran-Nya. Hampir tidak pernah manusia mendapat kesempatan baik mengikuti ajaran-Nya lebih daripada waktu menunaikan ibadah haji. 2
Belum mendengar panggilan adzan, mereka sudah pergi berlari-lari ke Masjidil Haram. Lalu duduk bertasbih, bertahmid, berdoa, shalat, thawaf dan membaca Alquran untuk menunggu waktu shalat tiba. Mereka merasa sayang meninggalkan waktu shalat berjamaah atau mengisi waktunya dengan sia-sia, apalagi bermaksiat kepada Allah SWT yang rasanya amat tidak mungkin. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mula pertama dibangun untuk manusia (beribadah) ialah (Baitullah) di Makkah, yang diberi berkah dan (jadi) petunjuk untuk semesta alam.” (QS. Ali Imran: 96). Kata “al-alamin” adalah jamak dari kata alam. Alam ialah selain dari Allah yang terdiri dari berbagai jenis makhluk-Nya, yakni alam malaikat, alam jin, alam manusia, dan sebagainya. Maksudnya, keimanan sudah Allah taburkan ke seluruh alam-Nya di antara berbagai jenis makhluk-Nya. Di musim haji, semua jenis makhluk-Nya berdatangan dari berbagai penjuru alam-Nya untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Sejarah Masjid Jin Masjid Jin adalah sebuah masjid yang terletak di Kampung Ma‟la, tidak jauh dari pekuburan Kota Makkah. Penamaan masjid tersebut dengan Masjid Jin terkait erat dengan suatu peristiwa yang sangat langka dan penting yang berkaitan dengan bangsa jin dan dakwah Islam. Peristiwa yang dimaksud adalah masuk Islamnya serombongan jin di masjid tersebut setelah mereka mendengar dan menghayati lantunan ayat-ayat suci Alquran yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan itu, para jin berbaiat (berjanji setia) untuk beriman kepada Allah SWT, mengikuti ajaran Islam, dan menyebarkan agama Allah di kalangan mereka. Oleh sebab itu, masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Al-Bai‟ah, yakni masjid tempat serombongan jin melakukan baiat. Peristiwa besar ini diungkapkan oleh Allah SWT dalam Alquran surat Al-Ahqaf ayat 29-32: “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Alquran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)!” “Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Alquran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” “Hai kaum kami terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” Dalam suatu riwayat yang dimuat Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi yang berasal dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa peristiwa pertemuan antara Rasulullah SAW dan serombongan jin itu terjadi ketika Rasulullah SAW dan serombongan sahabat sedang dalam perjalanan menuju Pasar Ukkaz. 3
Ketika sampai di daerah Tihamah, Rasulullah SAW dan rombongannya berhenti untuk melaksanakan Shalat Fajar. Rupanya, shalat Fajar yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut mengakibatkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri dengar oleh para syetan (jin yang kafir). Bahkan, syetansyetan (jin-jin kafir) yang sedang mencoba mencuri berita tersebut mendapat lemparan bintang- bintang sehingga terpaksa pulang ke tempat kaumnya. Sesampai di tempat kaumnya, syetan-syetan (jin-jin kafir) tersebut ditanya oleh kaumnya, “Apa yang menyebabkan kalian terhalang mendapat berita langit?” Mereka menjawab, “Kami terhalang mendapatkan berita langit, bahkan kami dikejar oleh bintang-bintang.” Kaum syetan menjawab, “Tidak mungkin ada halangan antara kita dengan berita langit. Pasti ini ada sebabnya!” Pimpinan mereka memerintahkan, “Menyebarlah kalian ke barat dan ke timur. Carilah penghalang tersebut!” Lalu syetan-syetan (jin-jin) tersebut menyebar ke seluruh pelosok jagad mencari penyebab terhalangnya berita langit tersebut. Sebagian di antara mereka sampai ke daerah Tihamah tempat Rasulullah SAW dan para sahabat berhenti. Ketika itu Rasulullah SAW tengah melakukan shalat Subuh. Para jin tersebut mendengar dan memerhatikan dengan seksama bacaan Rasulullah SAW. Kemudian mereka berkata, “Demi Allah, pasti inilah yang menyebabkan kita terhalang dari berita langit.” Mereka sangat kagum terhadap ayat-ayat Alquran yang mereka dengar. Mereka mengimaninya. Mereka lalu pulang ke kaumnya dan menyampaikan kejadian yang mereka alami. Kaum mereka pun menerima dan mengimani ajaran yang dibawa tersebut. Peristiwa ini pula yang melatarbelakangi turunnya Alquran surah al-Jin ayat 1. Ayat ini menginfomasikan kepada Nabi Muhammad SAW tentang peristiwa alam gaib yang terjadi di sekeliling Rasulullah SAW dan para sahabat ketika itu. Rasulullah SAW kemudian menyampaikan pemberitahuan Allah SWT tersebut kepada para sahabat dan umat Islam. Dalam surah Al-Jin, Allah SWT memberikan informasi, “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Alquran), lalu mereka berkata: „Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman ke padanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak.” Kata jin secara kebahasaan mengandung makna ketertutupan atau ketersembunyian. Para pakar memberikan bermacam-macam definisi tentang jin. Muhammad Farid Wajdi menyatakan jin adalah makhluk yang terbuat dari hawa atau api, berakal, tersembunyi, dapat membentuk diri dengan berbagai bentuk, dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat. Sayyid Sabiq mendefinisikan jin dengan sejenis ruh yang berakal, berkehendak, mukallaf (dibebani tugastugas oleh Allah) sebagaimana manusia, tetapi mereka tidak berbentuk materi sebagaimana bentuk materi yang dimiliki manusia, yakni luput dari jangkauan indra atau tidak dapat terlihat sebagaimana keadaannya yang sebenarnya atau bentuknya yang sesungguhnya dan mereka mempunyai kemampuan untuk tampil dalam berbagai bentuk.
4
Seputar Makam Baqi' Al-Gharqad Menurut bahasa, Baqi‟ berarti tempat di mana terdapat tunggul berbagai jenis pohon. Dari arti itulah dinamakan Baqi‟ Al-Gharqad. Al-Gharqad adalah pohon berduri yang sangat besar. Baqi‟ Al-Gharqad adalah pemakaman penduduk Madinah dan berada di dalam Kota Madinah. Amr bin Nu‟man pernah meratapi kaumnya. Mereka memasuki kebun mereka di sebagian peperangan. Mereka kemudian menutup gerbang kebun lantas bertempur. Kaum Amr tidak membuka gerbang kebun hingga sebagian dari mereka terbunuh. (Yaqut Al-Hamawi, Mu‟jam Al-Buldan, jilid I, hlm 472). Baqi‟ Al-Gharqad terletak di sebelah timur Masjid Nabawi. Ini adalah pemakaman penduduk Madinah sejak zaman Rasulullah SAW hingga kini. Lebih dari 10.000 sahabat, Ahli Bait, keturunan, paman, dan istri Rasulullah (selain Khadijah dan Maimunah) serta para tabi‟in dimakamkan di sana. Berbagai sumber sejarah menunjukkan bahwa yang pertama kali dikubur di tempat suci itu adalah sahabat yang mulia, Utsman bin Mazh‟un. Kemudian di sampingnya dimakamkan Ibrahim, putra Rasulullah. Dahulu, Baqi‟ Al-Gharqad adalah kebun dengan banyak pepohonan berduri. Namun, karena kaum Muslimin ingin sekali dikuburkan di Baqi‟ mereka pun menebang pepohonan yang ada di sana untuk dijadikan pemakaman. Rasulullah SAW sendiri sering pulang pergi ke Baqi‟. Beliau pergi ke Baqi‟ malam hari, lalu berdoa dan memohonkan ampunan bagi penghuninya. Nafi‟ meriwayatkan dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mampu meninggal di Madinah, hendaklah dia meninggal di Madinah. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi siapa saja yang meninggal di sana.” (HR. Ahmad). Umar RA berkata, “Ya Allah, karuniakanlah aku mati syahid di jalan-Mu. Cabutlah nyawaku di negeri RasulMu.” (HR. Bukhari). Abdullah bin Dinar meriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, “Akulah manusia pertama yang akan keluar dari bumi, kemudian Abu Bakar, Umar, lalu penghuni Baqi‟ dan mereka dihimpun bersamaku. Lantas, aku menunggu penduduk Makkah sehingga aku berkumpul dengan mereka di antara Dua Tanah Suci.” (HR. At-Tirmidzi). Aisyah mengatakan bahwa, ketika malam gilirannya, Rasulullah pergi di akhir malam menuju Baqi‟ dan berkata, “Semoga keselamatan tercurah pada kalian, wahai penghuni rumah kaum mukmin. Kami dan kalian akan bertemu esok hari (hari Kiamat), dan sebagian dari kita akan mengharapkan syafaat dari sebagian yang lain. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi‟ Al-Gharqad.” (Sunan As sughra, An-Nasa‟i).
5
Masjid Ali bin Abi Thalib Masjid Ali bin Abi Thalib terletak di Jalan Al-Munakhah arah barat dari Masjid Nabawi, kurang lebih sejauh 400 meter, dekat dengan gang Ath-Thayyar. Lokasi ini merupakan salah satu tempat Rasulullah pernah shalat „Id. Dinisbahkan kepada Ali bin Abu Thalib, barangkali karena dia juga pernah mengimami shalat kaum Muslimin di tempat ini. Masjid ini dibangun pada masa Umar bin Abdul Aziz memerintah Madinah. Kemudian direnovasi oleh Gubernur Dhaigham Al-Manshuri, Gubemur Madinah tahun 881 H. Setelah itu juga direhab oleh Sultan Abdul Majid I, tahun 1269 H. Masjid ini berbentuk persegi panjang. Dari timur ke barat, panjangnya 35 meter dan lebar sembilan meter. Terdiri dari satu serambi yang berakhir dari dua arah; timur dan barat dengan satu kamar kecil. Mihrabnya berada di tengah dinding kiblat. Tingginya mencapai tiga meter. Cekungannya kira-kira 1,25 meter. Menara masjid berdiri tegak di sebelah timur dekat dengan jalan masuk masjid, tidak terlalu tinggi dan memiliki satu balkon. Berakhir dengan bentuk kerucut dari logam. Masjid Ali bin Abi Thalib dibangun dengan batu basal dan dicat dengan warna putih. Dinding sebelah timurnya dihias dengan batu hitam.
Masjid Abu Bakar Shiddiq Masjid Abu Bakar Shiddiq berada di sebuah jalan lebar di barat daya Masjid Nabawi, dekat dengan Masjid AlGhamamah. Masjid ini merupakan salah satu tempat yang pernah digunakan untuk shalat „Id oleh Rasulullah dan Abu Bakar Shiddiq, kemudian nama masjid ini pun dinisbahkan kepadanya. Masjid Abu Bakar Shiddiq dibangun pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Lalu direnovasi oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1254 H. Masjid Abu Bakar Shiddiq berbentuk segi empat. Panjang rusuknya sembilan meter. Dibangun dengan batu basal. Bagian dalam dicat dengan wama putih. Jalan masuknya berada di dinding selatan. Di sebelah kanan dan kiri jalan masuk terdapat dua jendela persegi panjang. Jalan masuk langsung mengantarkan jamaah menuju ruang shalat. Ruang shalatnya beratapkan kubah yang dari dalam, tingginya mencapai 12 meter. Di bagian atas leher kubah terdapat delapan jendela kecil untuk
6
penerangan. Mihrabnya terletak di tengah dinding masjid sebelah selatan dengan tinggi ± 2 meter. Luas cekungan (celah) mihrab sekitar 80 cm. Menara adzannya berada di sudut timur laut. Bagian fondasinya memiliki area persegi empat. Terdapat tiang silinder di tengahnya dan berakhir dengan muqamas penyangga balkon. Di atas tiang silinder itu dilapisi logam berbentuk kerucut dengan bagian paling atas berbentuk bulan sabit. Di arah timur Masjid Abu Bakar terdapat teras persegi panjang dengan panjang dari utara ke barat mencapai 13 meter dan lebar enam meter. Pintu dari arah utara menghampar ke halaman Masjid Al-Ghamamah. Dinding sebelah timur dilapisi batu hitam. Kubah menaranya dicat dengan warna putih sehingga dua warna terpadu dengan serasi dan indah.
Masjid Umar bin Khathab Masjid Umar bin Khathab tertetak di arah barat daya Masjid Nabawi, dekat dengan Masjid Al-Ghamamah. Dari barat mengarah ke Jalan Quba‟, dari utara mengarah ke halaman Masjid Al-Ghamamah, dari sisi timur mengarah ke Wadi Bathhan. Masjid ini dibangun oleh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad As-Salawi, tahun 850 H, di lokasi yang diduga pernah menjadi tempat shalat „Id Rasulullah juga Umar bin Khathab. Untuk itu, masjid ini dinisbahkan kepada Umar bin Khathab. Selanjutnya, masjid ini direnovasi oleh Sultan Mahmud II tahun 1254 H, lalu diperbarui oleh putranya, Sultan Abdul Majid I, tahun 1266 H. Masjid ini berbentuk persegi empat, panjang sisinya kira-kira delapan meter. Dibangun dengan batu basal. Bagian dalam masjid dicat dengan wama putih dan dipoles dengan kapur. Masjid ini diberi atap kubah yang tingginya dari dalam kira-kira 12 meter, dihiasi dengan ornamen tanaman yang indah. Mihrabnya berada di tengah dinding selatan masjid. Di samping kanan dan kirinya terdapat dua jendela persegi panjang. Di hadapannya, pada bagian utara, terdapat dua jendela. Di tengah kedua jendela tersebut terdapat jalan masuk. Pada bagian utara masjid terdapat halaman terbuka berukuran 12 x 13 meter. Menara adzan terletak di sudut barat laut. Tingginya kira-kira mencapai 15 meter. Bagian bawah menara berbentuk persegi empat setinggi pagar. Di atasnya terdapat badan menara yang berbentuk persegi delapan dengan tinggi kira-kira sama dengan bagian bawahnya, dan diakhiri dengan balkon. Bagian atasnya berbentuk silinder yang berakhir dengan logam berbentuk kerucut, dan dimahkotai bulan sabit.
7
Masjid Al-Ghamamah Masjid Al-Ghamamah terletak di barat daya Masjid Nabawi, berjarak 500 meter dari Bab As-Salam. Lokasi ini adalah tempat terakhir Rasulullah shalat „Id. Dinamakan dengan Al- Ghamamah karena konon ada awan (ghamamah) yang memayungi Rasulullah dari sinar matahari saat beliau shalat. Masjid Al-Ghamamah dibangun pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz di Madinah. Kemudian direnovasi oleh Sultan Mamalik, Hasan bin Muhammad Qalawun Ash-Shalihi tahun 761 H. Pada masa Sultan Inal (tahun 861 H) dilakukan perbaikan-perbaikan. Setelah itu, Sultan Abdul Majid I melakukan renovasi secara sempurna hingga masa kini, selain perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid dan Pemerintahan Arab Saudi. Masjid Al-Ghamamah ini berbentuk persegi panjang, terdiri dari dua bagian; jalan masuk dan aula shalat. Jalan masuknya berbentuk persegi panjang dengan panjang 26 meter dan lebar empat meter. Diberi atap dengan lima kubah bola. Memiliki lengkungan runcing. Di bagian atasnya terdapat kubah tengah yang terpasang di atas jalan masuk masjid bagian luar. Kubah-kubah ini lebih rendah dari enam kubah yang membentuk atap aula shalat. Jalan masuk terbuka di bagian utara di jalan raya melalui lengkungan runcing. Sementara aula shalat memiliki panjang 30 meter dan lebar 15 meter aula ini dibagi menjadi dua serambi dan diatapi dengan enam kubah dalam dua barisan yang sejajar. Yang paling besar adalah kubah mihrab. Pada dinding aula shalat bagian timur terdapat dua jendela persegi panjang. Pada bagian atasnya terdapat dua jendela kecil dan di atasnya lagi terdapat jendela ketiga berbentuk bulat. Hal yang sama juga terdapat pada aula shalat bagian barat. Mihrab Masjid Al-Ghamamah berada di tengah dinding aula shalat bagian selatan. Di samping mihrab terdapat mimbar pualam yang memiliki sembilan tangga. Bagian atasnya terdapat kubah berbentuk kerucut. Pintunya berasal dari kayu yang dihias dengan khat Utsmani. Sementara itu, menara azannya berada di sudut barat laut. Bagian bawah menara berbentuk persegi empat setinggi masjid. Kemudian berubah bentuk menjadi persegi delapan, dan berakhir Di bagian luar, Masjid Al-Ghamamah dihiasi dengan lapisan batu basal hitam. Sementara itu, bagian atas kubahnya dipoles dengan warna putih. Di bagian dalam, dinding dan cekungan kubah dipoles dengan warna putih. Tiang-tiang penyangga masjid dipoles dengan warna hitam sehingga memberikan pemandangan indah pada masjid dengan dua warna yang serasi.
8
Masjid Al-Qiblatain Masjid Al-Qiblatain terletak di daerah Bani Salamah di atas bukit kecil Herrat Wabrah di barat laut Madinah. Secara pasti Masjid Al-Qiblatain berada di Jalan Khalid bin Al-Walid berpapasan dengan Jalan Raya Sulthanah (pusat perdagangan di Madinah). Masjid ini dekat sekali dengan Jalan Raja Abdullah dari arah barat. Luas masjid mencapai 3.920 meter persegi. Pada bagian atasnya terdapat dua kubah; yang pertama berdiameter delapan meter, dan yang kedua berdiameter tujuh meter. Tinggi masing-masing kubah mencapai 17 meter. Nama Masjid Al-Qiblatain sesuai dengan riwayat dalam Shahjh Al-Bukhari, dari Al-Barra‟ bin Azib bahwa ketika Rasulullah datang ke Madinah, beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Beliau ingin sekali menghadap ke Ka‟bah. Untuk itu, Allah menurunkan firman-Nya, “Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi.” (QS. Al-Baqarah: 144). Beliau pun diperintahkan menghadap Ka‟bah. Seorang lelaki shalat Asar bersama beliau. Kemudian lelaki itu keluar dan melihat kaum Anshar sedang shalat. Lelaki itu pun berkata bahwa dia shalat bersama Nabi menghadap Ka‟bah. Mendengar itu, mereka yang sedang shalat Asar segera berputar menghadap arah Ka‟bah saat rukuk. Di dalam Sunan An-Nasa‟i melalui riwayat Abu Sa‟id bin Al-Ma‟la disebutkan bahwa shalat yang dilaksanakan saat itu adalah shalat Zhuhur. Sa‟id berkata, “Aku dan sahabatku adalah orang pertama yang shalat menghadap Ka‟bah.” Beberapa ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka‟bah diturunkan kepada Rasulullah. Beliau pun shalat Zhuhur di masjid Bani Salamah, dan masjid itu dinamakan Masjid AlQiblatain. (Tafsir Ibnu Katsir, surah Al-Baqarah, ayat 144).
Masjid As-Sajdah Masjid As-Sajdah berjarak 900 meter di utara Masjid Nabawi. Masjid ini memiliki banyak nama. Di antaranya adalah Masjid As-Sajdah atau Masjid Asy-Syukr. Dinamakan demikian karena Rasulullah Saw pernah sujud syukur di tempat itu ketika mendapat kabar gembira dari Jibril, bahwa Allah akan memberikan rahmat dan keselamatan kepada orang yang mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah. Hal itu disebutkan dalam hadits masyhur yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf. 9
Kini masjid tersebut terkenal dengan nama Masjid Abu Dzar. Akan tetapi, peneliti sejarah Kota Madinah, Dr Tanidhab Al-Faidi, mengungkapkan bahwa penamaan masjid yang terletak di Jalan Abu Dzar Al-Ghifari ini dengan nama Masjid Abu Dzar merupakan kesalahan fatal. Sebab, nama masjid itu sebenarnya adalah Masjid As-Sajdah atau Masjid Asy-Syukr. Dinamakan demikian karena Nabi SAW pernah bersujud sangat lama saat shalat di masjid ini hingga sebagian sahabat menyangka beliau telah wafat. Melihat pentingnya sejarah, masjid ini dipugar dan diperluas dengan gaya arsitektur modern pada masa Kerajaan Arab Saudi; luasnya mencapai 182,2 meter persegi. Pada pilarnya terdapat menara yang indah. Di masjid itu selalu dilaksanakan shalat berjamaah lima waktu. Al-Ala‟ bin Abdurrahman meriwayatkan dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Seseorang yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (Sunan AdDarimi, jilid II, hlm. 217).
Masjid Al-Ijabah Masjid Al-Ijabah berjarak 385 meter di utara Baqi‟ dan berada di Jalan Raya As-Sittin. Jarak dengan Masjid Nabawi—setelah perluasan—hanya sekitar 580 meter. Masjid ini milik Bani Muawiyah bin Malik bin Auf dari suku Aus. Dalam Shahih Muslim, Amir bin Sa‟dari menuturkan dari ayahnya, “Suatu hari Rasulullah datang dari AlAliyah. Beliau melewati masjid Bani Muawiyah. Beliau masuk masjid itu dan shalat dua rakaat. Kami pun ikut shalat bersama beliau. Rasulullah berdoa lama sekali, lalu menuju kami.” “Beliau mengatakan, „Aku meminta tiga hal kepada Rabbku. Tetapi, hanya dua hal dikabulkan, dan satu hal tidak diperkenankan. Aku meminta agar umatku tidak dibinasakan dengan paceklik. Permintaanku pun dikabulkan." "Aku memohon agar umatku tidak ditenggelamkan. Permohonanku pun dikabulkan. Aku mengharap agar permusuhan umatku tidak terjadi antarsesama mereka, tetapi permintaanku tidak dikabulkan.” Malik meriwayatkan dari Abdullah bin Jabir bin Atik, dia berkata, “Abdullah bin Umar datang kepada kami di Bani Muawiyah—salah satu desa kaum Anshar—dan bertanya, „Apakah kalian tahu di mana dulu Rasulullah shalat di masjid kalian ini?‟ Aku menjawab, „Ya.‟ Lalu aku menunjuk ke satu arah. Dia kembali bertanya, „Apakah engkau tahu tiga hal yang diminta oleh Rasulullah?‟ Aku menjawab, „Ya, aku tahu. Beliau berkata, „Beri tahu aku tiga hal itu!‟ Aku berkata, „Rasulullah berdoa agar tidak dikalahkan oleh musuh dari golongan orang kafir. Dan agar tidak dibinasakan dengan paceklik. Keduanya dikabulkan oleh Allah.
10
Rasulullah juga berdoa agar permusuhan umatnya tidak terjadi antar sesama mereka. Tetapi, permohonan ini tidak dikabulkan.‟ Ibnu Umar berkata, „Engkau benar. Sehingga peperangan, fitnah, dan perselisihan terus berlangsung hingga Hari Kiamat nanti.
Masjid Al-Jum'ah Ketika Rasulullah berhijrah, beliau masuk di perbatasan Madinah pada hari Senin, Rabiul Awwal 1 H. Saat itu beliau singgah di Quba selama empat hari hingga Jumat pagi, bertepatan dengan tanggal 16 Rabiul Awwal pada tahun yang sama. Beliau kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Tidak jauh dari Quba, waktu shalat Jumat telah masuk. Beliau pun shalat di Wadi Ranuna. Di tempat shalat Jumat Rasulullah itu kemudian dibangun Masjid Al-Jum‟ah (Jumat). Masjid tersebut dibangun dari pecahan bebatuan. Pembangunan Masjid Al-Jum‟ah ini diulang beberapa kali hingga tahun 1409 H. Raja Fahd bin Abdul Aziz memerintahkan perluasan bangunan dengan merobohkan masjid lama, kemudian dilengkapi beberapa fasilitas pendukung, seperti asrama untuk imam dan muadzin, perpustakaan, madrasah menghafal Alquran, mushala untuk wanita, tempat wudhu, dan toilet. Akhirnya, Masjid Al-Jum‟ah mampu menampung 650 jamaah, padahal dulu tidak mampu memuat lebih dari 70 jamaah. Masjid ini memiliki menara tinggi yang sangat indah dan kubah utama tepat di atas area shalat bagian tengah, ditambah dengan empat kubah kecil.
Masjid Quba Ibnu Ishaq menyebutkan, Rasulullah membangun Masjid Quba untuk Bani Amr bin Auf. Ibnu Abu Khaitsamah menuturkan bahwa ketika Rasulullah mendirikan Masjid Quba, beliaulah yang pertama kali meletakkan batu tepat di kiblatnya. Abu Bakar lalu datang membawa batu dan meletakkannya. Dilanjutkan Umar yang meletakkan batu di samping batu Abu Bakar. Setelah itu, kaum Muslimin beramai-ramai membangunnya. Al-Khathabi menginformasikan dari As-Syamusy binti An-Nu‟man, “Tatkala Rasulullah membangun Masjid Quba, beliau datang membawa batu yang diikatkan di perutnya lalu meletakkannya. Seorang pria kemudian 11
datang hendak mengangkatnya, tetapi dia tidak kuat. Rasulullah pun menyuruh lelaki itu meninggalkannya dan mengambil batu lain.” As-Suhaili menuturkan, “Ini adalah masjid pertama yang dibangun dalam Islam. Mengenai penghuni Masjid Quba, Allah SWT berfirman, “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS. At-Taubah: 108). Penghuni tersebut berada di dalam masjid yang didirikan atas dasar takwa. Abu Sa‟id Al-Khudri meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya tentang masjid yang didirikan atas dasar takwa. Rasulullah menjawab, “Itu adalah masjidku ini (Masjid Nabawi).” Dalam riwayat lain, beliau menjawab, “Di atas bumi itu terdapat banyak kebaikan. Allah SWT berfirman, “Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS. Attaubah: 108). Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah bertanya kepada Bani Amr bin Auf, “Bagaimana cara kalian bersuci agar dipuji Allah?” Mereka menjawab, “Bersuci dengan air setelah bersuci dengan batu.” Rasulullah berkata, “Itulah yang benar. Bersucilah dengan cara demikian.” As-Suhaili mengatakan, “Kedua hadits itu tidak kontradiktif, karena keduanya (Masjid Nabawi dan Masjid Quba) sama-sama didirikan atas dasar takwa. Namun, firman Allah SWT, „Sejak hari pertama,‟ mengindikasikan Masjid Quba. Karena pembangunannya dilakukan pada hari pertama Rasulullah tiba di Madinah.” Al-Qasim bin Abdurrahman menuturkan, “Ammar bin Yasir adalah orang yang pertama kali membangun masjid Allah yang digunakan untuk shalat.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Arubah. Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa hadits Ammar ini mengenai berita pembangunan masjid Madinah. Sebaliknya, As-Suhaili menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba. Sebab, Ammarlah yang mengisyaratkan kepada Nabi untuk membangun masjid tersebut. Ammar pula yang mengumpulkan bebatuan untuk Nabi ketika beliau membangun masjid itu. Beliau meminta Ammar untuk menyempurnakan pembangunannya. Abdullah bin Umar menuturkan, “Dulu, Rasulullah mengunjungi Masjid Quba dengan naik kendaraan atau berjalan kaki, kemudian shalat dua rakaat di dalamnya,” (Mutafaq alaihi). Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah mendatangi Masjid Quba setiap hari Sabtu dengan naik kendaraan atau berjalan kaki. Ibnu Umar juga pernah melakukannya.
Pintu-Pintu Masjid Nabawi Ketika Nabi berhijrah ke Madinah, beliau membangun masjid dengan tiga pintu. Pertama, pintu bagian selatan saat kiblat masih menghadap Baitul Maqdis di arah utara. Kedua, pintu di bagian timur yang dinamakan dengan Bab Nabi, juga disebut dengan Bab Utsman, yang kemudian dikenal dengan sebutan Bab Jibril.
12
Ketiga, pintu di sebelah barat yang dinamakan dengan Bab Atikah karena dekat dengan rumah Atikah binti Abdullah bin Yazid bin Muawiyah. Sekarang pintu itu terkenal dengan nama Bab Ar-Rahmah. Bersamaan dengan perubahan arah kiblat, pintu bagian selatan diubah, sehingga berada di bagian utara Masjid Nabawi. Kedua kusen pintu bangunan ini menggunakan batu. Ketika memperluas Masjid Nabawi, Khalifah Umar bin Khathab RA menambahkan tiga pintu, sehingga masjid ini memiliki enam pintu. Dua pintu berada di bagian timur, yaitu Bab Jibril dan Bab An-Nisa‟. Pintu kedua disebut dengan Bab An-Nisa‟ karena perkataan Umar, “Andai saja kalian peruntukkan pintu ini untuk para wanita.” Dua pintu lagi berada di bagian barat, yaitu Bab Ar-Rahmah dan Bab As-Salam. Dua pintu lainnya berada di bagian utara yang tidak bernama. Sementara pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, pintu-pintu Masjid Nabawi tetap sebagaimana pada masa Umar bin Khathab. Perluasan kembali dilakukan pada masa Al-Mahdi Al-Abbasi (161-165 H), jumlah pintu ditambah menjadi 24 pintu: 8 pintu di bagian timur, 8 pintu di bagian barat, 4 pintu di bagian utara, dan 4 pintu di bagian selatan. Pada masa Mamalik, sebagian besar pintu ini ditutup dan hanya 4 pintu utama yang dirawat serta dijaga; Bab Jibril, Bab An-Nisa‟, Bab As-Salam, dan Bab Ar-Rahmah. Pintu yang paling panjang dan indah adalah Bab As-Salam. Pintu ini memiliki daun pintu yang terbuat dari kayu. Di atasnya terdapat ukiran dari tembaga kuning. Pada saat melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, Sultan Abdul Majid (1265-1277 H) menambah 5 pintu di bagian utara yang dikenal dengan Bab Al-Majid atau Bab At-Tawasul. Perluasaan Saudi pertama tetap menjaga kelima pintu ini dan menambahkan 5 pintu yang serupa. Yaitu, Bab Malik Abdul Aziz, terletak di bagian sayap timur pemisah antara dua halaman; Bab Malik Sa‟ud yang berhadapan dengan Bab Malik Abdul Aziz di bagian barat; Bab Utsman dan Bab Umar yang berada di bagian utara Masjid Nabawi. Pada tahun 1408 H, pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, dibukalah pintu baru di bagian timur bangunan Sultan Abdul Majid yang dinamakan dengan Bab Baqi‟ dan terletak berhadapan dengan Bab As-Salam. Perluasan oleh Raja Fahd memasukkan sejumlah pintu modern ke dalam bagian pembangunannya. Yaitu Bab Umar, Bab Utsman, Bab Al-Majid, Bab Malik Abdul Aziz, dan Bab Malik Sa‟ud. Pada bangunan yang baru, dibangun pula 7 gerbang masuk yang luas: 3 di bagian utara, 2 di bagian selatan, dan 2 di bagian barat. Di setiap gerbang terdapat 7 pintu; 2 pintu saling berjauhan, dan di antara kedua pintu itu terdapat 5 pintu yang saling berdampingan. Pintu-pintu ini dibuat dari kayu yang diproduksi oleh pabrik kayu terbaik di dunia. Satu kayu lebarnya mencapai 3 meter dan tingginya 6 meter, dilapisi dengan perunggu (bronz), sehingga terlihat sangat serasi dan indah. Di tengahnya tertulis dalam bahasa arab “Muhammad Rasulullah Sallallahu „alaihi wasallam”, pada bagian atasnya terdapat panel batu tertulis firman Allah “Udkhuluha bisalamin aminin” (Masuklah ke dalamnya dengan aman sentosa).
13
Menara Azan Masjid Nabawi Pada Masa Rasulullah Pada masa Nabi SAW, sebelum ada syariat azan, muadzin Rasulullah menyeru kaum Muslimin dengan seruan, “Ash-Shalatu jami‟ah (mari shalat berjemaah)!” Kaum Muslimin pun segera berkumpul. Azan baru disyariatkan ketika arah kiblat dipindah ke Ka‟bah. Rasulullah sangat memerhatikan masalah azan ini. Saat itu, sebagian kaum Muslimin mengusulkan agar ada media guna menyeru orang-orang untuk shalat berjamaah. Sebagian mengusulkan terompet, sebagian lainnya menyarankan lonceng. Pada saat demikian, Abdullah bin Zaid Al-Khazraji datang pada Rasulullah SAW dan berkata, “Tadi malam aku bermimpi. Ada seorang pria berpakaian hijau membawa lonceng di tangannya. Aku pun bertanya, „Apakah engkau menjual lonceng itu?‟ Dia balik bertanya, „Untuk apa?‟ Aku menjawab, „Untuk memanggil orang-orang shalat berjamaah. ‟ Dia berkata, „Maukah kuberi tahu media yang lebih baik daripada lonceng?‟ Aku bertanya, „Apa itu?‟ Dia mengatakan, „Serukanlah Allahu Akbar, Allahu Akbar—hingga akhir azan.” Mendengar cerita itu, Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah, mimpi itu benar. “Berdirilah bersama Bilal. Ajarkanlah azan itu padanya. Suruh dia menyeru orang-orang dengan lafaz-lafaz azan itu. Sebab, suaranya lebih keras daripada suaramu.” Ketika Bilal mengumandangkan azan, Umar bin Khathab mendengar seruan itu dari rumahnya. Dia pun segera pergi menemui Rasulullah. Umar berkata, “Wahai Nabi Allah, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, aku telah bermimpi seperti mimpi yang dialami Abdullah bin Zaid Al-Khazraji.” Mendengar itu, Nabi SAW berkata, “Segala puji bagi Allah, hal itu lebih menguatkan.” Pada masa Rasulullah, Masjid Nabawi—begitu pula pada masa Khulafaur Rasyidin—belum memiliki menara azan yang bisa dinaiki oleh muazin untuk mengumandangkan azan. Dulu, Bilal bin Rabah mengumandangkan azan Subuh dari atas rumah salah seorang wanita Bani Najjar. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair, dari seorang wanita Bani Najjar yang berkata, “Rumahku adalah bangunan paling tinggi di sekitar masjid. Setiap pagi, Bilal mengumandangkan azan Subuh dari atas rumahku. Pada waktu sahur, Bilal datang. Lalu dia duduk di rumah menunggu fajar. Ketika sudah melihat fajar, dia menegakkan badannya kemudian berdoa, „Ya Allah, sungguh aku memuji-Mu dan meminta pertolongan-Mu dari kaum Quraisy untuk menegakkan agama-Mu.‟ Setelah itu dia mengumandangkan azan.” Para ahli sejarah menyebutkan bahwa dulu Bilal mengumandangkan azan di atas tiang di rumah Abdullah bin Umar. Bilal naik ke tangga ketujuh tiang itu di samping Masjid Nabawi. Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa kebutuhan untuk mengumandangkan azan dari tempat tinggi mendorong kaum muslimin di Madinah memindahkan azan dari atap masjid ke atap rumah sekitar masjid yang lebih tinggi. Kemudian mereka kembali menggunakan atap masjid dengan menambah ketinggiannya. Setelah itu, mereka membangun menara azan yang berbeda-beda ketinggiannya.
14
Kubah-Kubah Masjid Nabawi Halaman Masjid Nabawi dihiasi beberapa kubah indah yang memancarkan kesan sakral dan penuh keagungan. Kubah pertama yang dibangun di Masjid Nabawi berada di atas kamar Rasulullah pada abad ke-7 H atas perintah Sultan Al-Manshur Qalawun Ash-Shalihi dari Dinasti Mamalik, tepatnya tahun 678 H. Kubah tersebut kemudian dikenal dengan nama Kubah Hijau. Dari bawah, kubah tersebut berbentuk persegi empat, sedangkan dari atas berbentuk persegi delapan. Kubah Hijau itu terbuat dari kayu-kayu yang ditegakkan di atas tiang-tiang bangunan kamar Rasulullah, dan dilapisi lempengan-lempengan timah agar air hujan tidak merembes ke dalam kamar beliau. Pada tahun 881 H, setelah masjid direnovasi, Sultan Qait Bay memutuskan untuk menghilangkan atap kayu kamar Nabi SAW dan menggantinya dengan kubah tipis. Setelah itu, dipasang kubah di atas kamar beliau kira-kira menutupi sepertiga luasnya, mulai dari timur makam bagian kaki. Lalu dipasang kubah untuk menutupi kamar dari arah barat, juga kubah lain dari arah makam bagian kepala dengan bebatuan berwarna hitam dan putih yang diukir. Di atas kubah, dipasang lambang bulan sabit dari kuningan. Kubah tersebut dipoles dengan kapur sehingga berwarna putih dan menjadi indah. Kubah ini selamat dari kebakaran yang melanda Masjid Nabawi pada tahun 886 H, tetapi kubah di atasnya terbakar. Karenanya, Sultan Qait Bay melakukan renovasi pada tahun 892 H dan membangun lagi kubah itu dengan batu bata, juga memasang tiang-tiang penyangga. Sesaat kemudian, terlihat retakan di bagian atas kubah, perbaikan pun dilakukan lagi hingga benar-benar menjadi kukuh. Selanjutnya, di atas Mihrab Utsman juga dibangun kubah, atap di antara Kubah Hijau dan dinding bagian barat juga dibangun kubah besar yang dikelilingi tiga kubah. Di atas Bab As-Salam bagian dalam juga dibangun dua kubah. Kubah-kubah tersebut dilapisi marmer berwarna hitam dan putih, lalu diberi berbagai macam hiasan. Pada tahun 1119 H, Sultan Mahmud I menambahkan barisan tiang yang menopang atap di arah kiblat masjid, beberapa kubah juga dipasang di atasnya. Tahun 1228 H, Sultan Mahmud II memperbarui kubah di atas makam dan mengecatnya dengan wama hijau sehingga kubah itu terkenal dengan nama Kubah Hijau, padahal sebelumnya dikenal dengan nama Kubah Putih atau Biru. Beberapa orang menamainya dengan Kubah AlFaiha‟ (kubah yang luas). Kemudian Sultan Mahmud II berencana menutupi seluruh atap masjid dengan kubah, namun tidak dilaksanakan karena khawatir pembangunan kubah-kubah itu bisa merusak Kubah Hijau. Masjid masih dalam kondisi seperti itu hingga masa Sultan Abdul Majid. Pada tahun 1264-1277 H, seluruh atap masjid ditutup kubah yang dilapisi lempengan- lempengan timah. Saat itu jumlah kubah mencapai 170 buah. Kubah tertinggi adalah Kubah Hijau, lalu kubah di atas Mihrab Utsman, kubah di atas Bab As-Salam, dan kubah-kubah yang lain ketinggiannya hampir sama. Sebagian kubah ada yang dilengkapi dengan jendela-jendela dari kaca berwarna, di dalamnya dihiasi dengan beragam ukiran dan kaligrafi Alquran yang sangat indah. 15
Sejak awal berdirinya Kerajaan Arab Saudi hingga sekarang, telah dilakukan renovasi terhadap kubah-kubah masjid berkali-kali. Renovasi terakhir dilakukan pada masa Khadim Haramain Raja Fahd bin Abdul Aziz pada tahun 1404 H saat warna timah telah berubah. Warnanya pun kemudian dipoles lagi agar tampak seperti semula.
Pilar-Pilar Utama Masjid Nabawi Berikut ini pilar-pilar utama Masjid Nabawi: 1. Pilar Al-Mukhallaqah: tiang yang melekat pada mihrab Nabi SAW di arah kiblat. Dinamakan AlMukhallaqah yang berarti „harum‟ karena Nabi pernah melihat dahak di tiang tersebut sehingga merasa tidak nyaman. Beliau lalu membersihkan dan memberikannya wewangian, dan beliau merasa senang dengan hal itu. 2. Pilar Aisyah: tiang yang berada di tengah Raudhah. Dulu, Nabi menjadikannya sebagai tempat shalat sesaat setelah kiblat dipindah ke Masjidil Haram.
3. Pilar At-Taubah: dinamakan juga dengan Pilar Abu Lubabah. la adalah pilar keempat dari sebelah timur mimbar. Dinamakan demikian karena seorang sahabat bernama Abu Lubabah Al-Anshari mengikat dirinya di tiang tersebut sebagai bentuk pertaubatan kepada Allah atas dosa yang dilakukannya, kemudian akhirnya dia dilepaskan. 4. Pilar As-Sarir: tiang yang menempel dengan jendela kamar Nabi dari arah selatan. Dinamakan Pilar AsSarir yang bermakna „alas tidur‟ karena ketika Nabi i‟tikaf di masjid, di dekat tiang itu diletakkan alas tidur beliau. 5. Pilar Al-Mahras atau Al-Hars: pilar yang terletak di belakang Pilar At-Taubah di sebelah utara. Disebut dengan Al-Mahras yang artinya „tempat penjagaan‟ karena dulu para sahabat duduk di dekat pilar tersebut untuk menjaga Nabi. 6. Pilar Al-Wufud: tiang yang menempel dengan jendela kamar Nabi SAW. Disebut demikian yang artinya „tamu utusan‟ karena dulu Nabi duduk di dekat pilar itu ketika menerima utusan dari kabilah-kabilah Arab yang datang kepadanya. 7. Pilar Murabba’ah Al-Qabr: bermakna „segi empat di dekat makam‟. Sebab, pilar ini terletak di barat laut kamar Rasulullah. 8. Pilar Tahajud: pilar yang berada dekat dengan tempat Rasulullah SAW melaksanakan shalat Tahajud.
16
Mihrab-Mihrab Masjid Nabawi Menurut bahasa, al-mihrab berarti bagian depan dan tempat paling utama dari bangunan rumah, atau tempat shalat imam dalam masjid. Kata mihrab disebutkan empat kali dalam Alquran. Nabi pernah shalat menghadap Baitul Maqdis sekitar 16 atau 17 bulan. Setelah beliau hijrah ke Madinah, kiblat masjid berada di bagian belakang, dari arah utara berhadapan dengan pintu Utsman di dekat pilar kelima, sebelah utara Pilar Aisyah RA. Setelah kiblat berpindah ke Masjidil Haram, beliau pun memindahkan kiblat masjid dari utara ke bagian selatannya. Beliau shalat di dekat Pilar Aisyah selama dua atau empat bulan, kemudian maju ke Pilar AlMukhallaqah dan shalat di sana selama beberapa hari. Tempat shalat beliau ini akhimya dibangun menjadi mihrab. Ketika Umar bin Khathab melakukan perluasan masjid, mihrab dipindahkan ke ujung bangunan baru di arah selatan. Tatkala Utsman melakukan perluasan masjid, mihrab dipindahkan lagi, dan mihrab inilah yang ada sampai sekarang. Di masa Nabi, Khulafaur Rasyidin, dan setelahnya, mihrab masjid belum berbentuk ruangan cekung di tembok. Berbagai referensi sejarah menyatakan bahwa mihrab yang berbentuk ruangan cekung di tembok baru mulai ada pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayah pada tahun 8891 H/707-710 M. Al-Walid memerintahkan Gubernur Madinah saat itu, Umar bin Abdul Aziz untuk merenovasi masjid. Jadi, mihrab Masjid Nabawi sebelum renovasi pada masa Al-Walid adalah tempat biasa, tidak ada penanda khusus di dinding kiblat dan tidak ada ruangan berbentuk cekung di tembok. Ini berdasarkan perkataan Umar bin Abdul Aziz, “Berkumpullah! Hadirilah pembangunan mihrab agar kalian nanti tidak berkata, „Umar telah mengubah mihrab kita!” Lalu, setiap kali mengambil batu dari susunan bangunan mihrab, dia pasti meletakkan batu yang lain untuk menggantikan posisinya. Dalam perkembangannya, kaum Muslimin menghiasi mihrab-mihrab masjid dengan hiasan-hiasan islami, seperti kaligrafi ayat-ayat Alquran yang diletakkan di bagian depan masjid. Ini sesuai dengan makna kata almihrab sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Juga bertujuan untuk memberi penanda khusus arah kiblat yang wajib dituju ketika shalat. Beberapa Mihrab Masjid Nabawi:
Mihrab Nabi yang berada di Raudhah, di sebelah kiri mimbar. Mihrab Utsman, yaitu dinding di arah kiblat masjid, tempat shalat imam sekarang. Mihrab Sulaiman, dikenal juga dengan nama mihrab Al-Hanafi yang terletak di sebelah barat mimbar. Mihrab Fathimah, terletak di selatan mihrab Tahajud di dalam Al-Maqshurah. Mihrab Syekh Al-Haram, terletak di belakang Dakkah Al-Aghwat, dibangun ketika masjid mengalami perluasan pada masa Sultan Abdul Majid.
17
Makam Rasulullah SAW Kamar Rasulullah adalah tempat yang dihuni Nabi bersama Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq RA. Posisinya berada di tenggara Masjid Nabawi. Kamar ini dibangun bersamaan dengan pembangunan Masjid Nabawi. Bahan bakunya terdiri dari tanah liat, batu bata, dan pelepah kurma, lalu ditutup dengan kain dari bulu hewan. Luasnya tidak lebih dari 3,5 x 5 meter. Pintunya terbuat dari kayu jinten saru (Juniperus Communis) atau jati yang menjadi jalan menuju Raudhah di dalam masjid. Rasulullah wafat dan dimakamkan di arah kiblat kamar ini. Setelah itu, bagian utara kamar ini menjadi tempat tinggal Aisyah RA. Ketika wafat, Abu Bakar dimakamkan di samping Rasulullah dengan jarak satu hasta. Posisi kepalanya sejajar dengan pundak Rasulullah. Dan ketika Umar bin Khathab RA wafat, dia dimakamkan di dekat Abu Bakar dengan jarak satu hasta. Posisi kepalanya sejajar dengan pundak Abu Bakar. Saat itu, bagian utara masih tetap menjadi tempat tinggal Aisyah RA hingga akhir hayatnya. Ketika Aisyah wafat, dia dimakamkan di Baqi dan setelah itu tidak ada lagi yang mendiami kamar Rasulullah SAW.
Kubah dan Payung Raksasa di Masjid Nabawi Kubah dan payung raksasa yang ada di Masjid Nabawi merupakan sebuah inovasi zaman modern. Sebanyak 27 kubah yang menghiasi atap-atap Masjid Nabawi dapat digeser untuk memperlancar sirkulasi udara secara alami ke dalam bangunan masjid. Sementara itu, saat terik matahari begitu panas, kubahkubah itu bergeser menutup atap sehingga jamaah yang ada di dalam bangunan terlindungi dari sengatan panas matahari. Membuka dan menutup kubah-kubah ini dapat dilakukan secara manual maupun otomatis. Kubah seberat delapan puluh ton ini memiliki luas alas sepanjang 18 x 18 meter. Terletak 3,55 meter dari permukaan atap atau 16,65 meter di atas permukaan lantai masjid. Garis tengah kubah adalah 7,375 meter, sedangkan tinggi kubah 4 meter. Jika dibuka atau ditutup secara manual maka membutuhkan waktu setengah jam, sedangkan apabila dibuka atau ditutup secara otomatis cukup dengan setengah menit. Bagian dalam kubah terbuat dari bahan kayu dari Maroko, termasuk ukiran yang melingkupinya dikerjakan oleh para seniman Maroko. Bagian luar kubah dilapisi ubin granit.
18
Di bawah kubah terdapat tatanan batu mengilap dengan dominasi warna biru, menyerupai batu mulia. Untuk menambah eksotisme, setiap kubah dilapisi 2,5 kilogram emas kualitas terbaik. Di puncak kubah, terdapat logam perunggu pilihan yang tahan karat.
Pembangunan Masjid Nabawi pada Masa Rasulullah Ketika Rasulullah tiba di Madinah saat berhijrah, hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid, yaitu Masjid Nabawi. Adapun tempat yang dipilih untuk membangun masjid itu merupakan “pilihan” unta beliau saat pertama kali berhenti di Madinah. Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah mengatakan, masjid tersebut menjadi tempat shalat bagi seluruh kaum Muslimin Madinah. “Sebelumnya, lokasi itu merupakan lahan kosong yang ditumbuhi beberapa pohon kurma dan dijadikan kuburan beberapa orang musyrik.” Rasulullah membeli tanah itu dari pemiliknya, yaitu dua orang anak yatim dari Bani Najjar. Beliau pun mengajak para sahabat untuk meratakan dan memfungsikan lahan tersebut. Pembangunan masjid pun dimulai. Rasulullah sendiri yang memimpin pembangunannya. Masjid tersebut dibangun menggunakan bebatuan, lumpur, batang kurma, dan dedaunan pohon kurma. Awalnya, luas masjid itu sekitar 60 x 70 hasta (sekitar 30 x 35 meter). Rasulullah menghadapkan masjid itu ke arah Baitul Maqdis sebagai kiblat pertama orang Islam. Pembangunan masjid ini selesai dalam waktu yang cukup singkat. Setelah itu, kaum Muslimin pun melaksanakan shalat di dalamnya dan diimami langsung oleh Rasulullah.
77 Keistimewaan Kota Madinah Jutaan umat Islam di seluruh dunia yang melaksanakan ibadah umrah dan haji, pasti menyempatkan diri berziarah ke Madinah. Walaupun berziarah ke Madinah sebenarnya bukanlah termasuk dalam rukun atau syarat sahnya ibadah haji dan umrah. Hal tersebut disebabkan Kota Madinah benar-benar istimewa. Inilah beberapa keistimewaannya: 1. Allah menjadikan Madinah sebagai tempat masuk yang benar. Allah SWT berfirman, “Dan katakanlah (Muhammad), Ya Rabbku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar…” (QS. Al-lsra‟: 80). Allah SWT menjadikan Madinah sebagai Tanah Haram sebagaimana ditegaskan melalui sabda Rasulullah, “Madinah itu Tanah Haram dan aman.” 2. Diharamkan membawa senjata ke Madinah dengan tujuan berperang atau membunuh, begitu pula di Makkah Al-Mukarramah. 19
3. Diharamkan mengambil barang temuan, kecuali bagi orang yang telah mengumumkan barang temuan tersebut hingga batas waktu yang telah ditentukan agama. Larangan ini juga berlaku di Makkah AlMukarramah. 4. Diharamkan berburu dan mengejar hewan buruan, sebagaimana halnya di Makkah. 5. Diharamkan menebang pohon dan memotong rumput yang ada di Madinah, baik bagi orang yang sedang berihram maupun bagi orang yang sedang tidak berihram. 6. Diharamkan memindahkan tanah dan bebatuan yang ada di Madinah dan Makkah keluar Tanah Haram. 7. Madinah di-idhafah-kan kepada Allah. Menurut pendapat beberapa ahli tafsir, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah, “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian dapat berhijrah (berpindah- pindah) di bumi itu?” (QS. An-Nisa‟: 97). 8. Madinah di-idhafah-kan kepada Nabi SAW. Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah SWT, “Sebagaimana Rabbmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran,” (QS Al-Anfal: 5). Juga sabdanya, “Madinah itu Tanah Haramku.” 9. Allah SWT memilih Madinah sebagai tempat hijrah, tempat tinggal, dan tempat meninggal Nabi SAW. 10. Allah SWT menjadikan Madinah sebagai tempat kelahiran Islam. 11. Penaklukan banyak negara melalui Madinah. 12. Keinginan besar Nabi SAW dan para sahabat untuk meninggal di Madinah, dan dipandang baik berdoa untuk mati di Madinah. 13. Rasulullah berdoa agar beliau dapat mencintai Madinah sebagaimana beliau mencintai Makkah atau lebih dari itu. 14. Rasulullah mempercepat kendaraannya ketika melihat dinding Madinah, saat datang dari perjalanan. Hal itu karena kecintaannya pada Madinah. 15. Madinah memiliki banyak nama yang menunjukkan kemuliaannya. Sungguh, tidak ada kota atau negara yang memiliki banyak nama seperti Madinah. 16. Madinah diberi nama Thaibah dan Thabah (baik dan subur). Allahlah pemberi nama Madinah dengan nama tersebut. Hal ini merupakan pemuliaan dari Allah terhadap kota yang sangat dicintai Nabi SAW tersebut. 17. Di dalam Taurat, Madinah diberi nama Mu‟manah, Mahbubah, dan Marhumah. 18. Kehidupan yang nyaman di Madinah. 19. Rasulullah banyak mendoakan Madinah. 20. Terdapat banyak berkah di Madinah, baik dalam sha‟, mud, timbangan, maupun buah-buahan. 21. Di Madinah terdapat berkah yang berlipat ganda, seperti yang terdapat di Makkah. 22. Madinah itu harum dan keharumannya menyebar, meskipun tidak ada wewangian.
20
23. Madinah bagaikan ubupan (alat peniup api) tukang besi yang setiap saat menghilangkan bagian buruk dan kotor, terutama saat kemunculan Dajjal. 24. Madinah dapat menghilangkan dosa, sebagaimana ubupan menghilangkan kotoran-kotoran perak. Oleh karena kehidupan di Madinah keras dan sulit, jiwa manusia dapat terlepas dari ajakan, kejahatan, dan kecenderungan hawa nafsunya, lalu jiwa itu menyisakan jiwa yang baik. 25. Wabah penyakit berpindah dari Madinah ke Juhfah. 26. Madinah ditaklukkan dengan keimanan dan Alquran, sedangkan daerah lain dengan pedang. 27. Sebelum Makkah ditundukkan, kaum Muslimin wajib hijrah dan bermukim di Madinah demi menolong Nabi serta menghibur hatinya. Sementara setelah peristiwa Fathu Makkah, disunahkan untuk hijrah dan bermukim di sana. Orang yang hijrah ke Madinah sebelum Fathu Makkah diharamkan untuk kembali ke Makkah dengan tujuan bermukim, seperti yang ditegaskan jumhur ulama. Namun, dia diberikan keringanan untuk tinggal di Makkah selama tiga hari setelah melaksanakan manasik haji. 28. Keimanan berkumpul di Madinah. 29. Madinah selalu dipenuhi para malaikat. Kota itu dijaga malaikat sehingga tidak ada wabah dan Dajjal yang masuk ke Madinah. 30. Madinah menjadi Darul Islam selama-lamanya. Setan putus asa untuk menjadi makhluk yang disembah di Madinah. 31. Orang-orang kafir dilarang memasuki Madinah, begitu pun Kota Makkah. 32. Penduduk Madinah diberikan keistimewaan dengan tempat miqat terjauh demi menambah pahala mereka. 33. Terdapat perbedaan pendapat untuk memulai dari Makkah atau Madinah bagi orang yang hendak melaksanakan haji. Sebagian sahabat memulai dari Madinah ketika melaksanakan haji. Mereka berkata, “Kami memulai (haji) dari tempat Rasulullah berihram.” 34. Madinah dan Makkah dapat menggantikan posisi Masjidil Aqsha bagi orang yang bemadzar untuk melaksanakan shalat atau beriktikaf di Masjidil Aqsha. Tidak ada masjid yang dapat menggantikan Masjidil Aqsha selain Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. 35. Dosa kecil di Madinah dicatat sebagai dosa besar. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang berbuat dosa di Madinah…” Dosa dalam sabda beliau itu mencakup dosa kecil juga. Karena itu, dosa tersebut akan dibalas dengan balasan dosa besar karena kecerobohan dan sikap meremehkan orang yang berbuat dosa di Madinah. 36. Disunahkan untuk tidak berkendara di Madinah bagi orang yang tidak berhalangan, seperti yang dilakukan oleh Imam Malik. 37. Disunahkan untuk mandi besar ketika hendak memasuki Madinah. 38. Disunahkan untuk keluar dari Madinah melalui sebuah jalan, lalu kembali ke Madinah jika memungkinkan melalui jalan yang lain (berbeda), jika ditakdirkan kembali ke Madinah lagi. 39. Jika bernazar untuk memberikan wewangian di Masjid Nabawi, nazar itu harus dilakukan menurut sebagian ahli fikih. 21
40. Jika bernazar untuk mengunjungi atau melaksanakan shalat di Masjid Nabawi, nazar itu harus dilakukan berdasarkan hadits Nabi. Dilarang bepergian (untuk mencari keutamaan shalat) ke masjid tertentu, kecuali ke tiga masjid: (1) Masjidil Haram, (2) Masjid Nabawi, dan (3) Masjidil Aqsha (HR. Muslim). 41. Mengucapkan salam berulang kali kepada Nabi bagi selain penduduk Madinah, dan tidak bagi penduduk Madinah—menurut pendapat Imam Malik dan yang lainnya—kecuali penduduk Madinah itu bepergian atau datang dari perjalanan. Tetapi, menurut Imam Zarkasyi Asfi, yang benar adalah disunahkan untuk mengucapkan salam berulang kali bagi penduduk Madinah dan bagi selain penduduk Madinah. 42. Madinah dikhususkan sebagai tempat seorang lelaki saleh yang keluar dari Madinah karena dibunuh oleh Dajjal, dan tidak ada yang dapat mengalahkannya kecuali dia. Dia adalah lelaki terbaik. Kemudian Allah menghidupkan kembali lelaki itu, dan Dajjal tidak mampu untuk membunuhnya kembali. 43. Allah SWT memilih penduduk Madinah untuk menjadi penolong Allah dan Rasulullah sehingga mereka menjadi ahli penolong dan tempat berlindung. 44. Disunahkan untuk bermukim di dekat Madinah karena dapat meningkatkan derajat dan kewibawaan. 45. Rasulullah SAW memberikan syafaat dan bersaksi terhadap orang yang sabar menghadapi segala rintangan dan kesulitan yang terjadi di Madinah serta orang yang mengembuskan nafas terakhirnya di kota mulia itu. Disunahkan untuk berada di Madinah agar dapat meninggal di sana. 46. Madinah menggabungkan banyak desa. Madinah juga tidak boleh disebut Yatsrib karena namanya adalah Madinah. 47. Penduduk Madinah merupakan penduduk yang mendapatkan syafaat pertama dari Nabi 48. Setelah itu baru penduduk Makkah. 49. Pahala kebaikan yang dilakukan di Madinah dilipatgandakan, seperti shalat, berpuasa, dan bersedekah. 50. Tidak ada seseorang pun yang bemiat jahat kepada penduduk Madinah, kecuali akan melebur seperti meleburnya garam dalam air. 51. Diharamkan berbuat dosa atau melindungi orang yang berbuat dosa di Madinah. 52. Jika ada orang yang meninggalkan Madinah karena tidak menyukai kota tersebut, Allah pasti mengganti dengan orang yang lebih baik daripada orang tersebut. 53. Madinah tidak pernah sepi dari ulama, orang bijak, dan orang yang taat beragama hingga Hari Kiamat. Ulama Madinah dan keilmuannya lebih tinggi tingkat keutamaannya dibanding keutamaan dan keilmuan ulama selain Madinah. 54. Peringatan yang sangat pedih bagi orang yang menzhalimi atau menakut-nakuti penduduk Madinah. 55. Jika ada kafir Dzimmi yang meninggal di salah satu Tanah Haram, maka kuburannya harus digali dan dipindahkan ke luar Tanah Haram. 56. Siapa di antara kaum Muslimin yang meninggal di Madinah, dia akan dibangkitkan dari kuburan sebagai bagian dari orang yang aman (dari siksa). 57. Hamba Allah yang paling mulia adalah mereka yang dimakamkan di Madinah. Begitu juga Ahli Bait, para sahabat, dan orang-orang terbaiki setelah generasi sahabat. 22
58. Di Madinah, ada manusia terbaik. Di sana, dimakamkan orang-orang terbaik dari umat Islam, mulai dari generasi sahabat sampai generasi selanjutnya. Sebab, seseorang tidak akan dikuburkan, kecuali di bumi tempat dia diciptakan. 59. Di Madinah terdapat syahid terbaik yang mengorbankan jiwa mereka untuk Allah, di hadapan dan disaksikan Rasulullah SAW. Kesaksian Rasulullah SAW terhadap para syuhada pada peristiwa Perang Uhud di Madinah. Madinah penuh dengan para syuhada. Penduduk Madinah dimuliakan karena mereka tetangga Rasulullah. 60. Pada akhir zaman, kaum Muslimin akan dikepung di Madinah. 61. Pada akhir zaman sekelompok tentara akan keluar dari Madinah, untuk menolong kaum Muslimin di kawasan Syam. Mereka adalah penduduk bumi terbaik saat itu. 62. Allah memilih Madinah sebagai tempat masjid Rasulullah SAW saat beliau bersabda kepada kaum Anshar ketika mereka memegang tali kekang unta, “Biarkanlah unta itu yang memilih karena ia telah diperintah.” 63. Masjid Nabawi yang berada di Madinah dibangun dengan tangan Rasulullah dibantu oleh para sahabat. 64. Pendirian Masjid Nabawi berdasarkan takwa sejak hari pertama. 65. Madinah merupakan wilayah pertama yang memiliki masjid untuk seluruh kaum Muslimin. 66. Masjid Nabawi merupakan masjid terakhir para nabi dan masjid Nabi SAW. Karena itu, Masjid Nabawi adalah masjid yang paling berhak untuk diziarahi. 67. Masjid Nabawi adalah satu di antara tiga masjid yang wajib didatangi jika sudah bernazar untuk datang. 68. Madinah memiliki sebidang tanah paling mulia di muka bumi yang kini menjadi tempat pemakaman Rasulullah SAW. 69. Shalat di Masjid Nabawi lebih utama daripada seribu kali shalat di selain Masjid Nabawi, kecuali Masjidil Haram Makkah. Keutamaan tersebut meliputi shalat fardhu dan shalat sunah. 70. Siapa saja yang shalat sebanyak empat puluh kali (waktu) secara berturut-turut di Masjid Nabawi, akan dibebaskan dari api neraka, diselamatkan dari siksa, dan dijauhkan dari kemunafikan. 71. Siapa saja yang keluar dari rumahnya dalam kondisi suci menuju Masjid Nabawi, kedudukannya sama dengan orang yang berhaji. 72. Shalat Jumat satu kali di Masjid Nabawi pahalanya sama dengan seribu kali shalat Jumat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram. 73. Berpuasa Ramadhan di Madinah pahalanya sama dengan berpuasa seribu Ramadhan di luar Madinah. 74. Kiblat Masjid Nabawi dan Masjid Quba merupakan kiblat paling lurus di muka bumi. 75. Di antara mimbar Masjid Nabawi dan rumah Rasulullah terdapat Raudhah yang hanya terdapat di Madinah. 76. Perluasan Raudhah termasuk bagian antara Hujrah Asy-Syarifah dan tempat shalat Id Nabi, kini dibangun Masjid Al-Ghamamah. Hal itu merupakan karunia dari Allah SWT.
23
77. Mihrab Nabi SAW tidak perlu diijtihadkan karena merupakan kebenaran yang pasti, begitu pun dengan Masjid Quba. Sebab, yang menentukan keduanya adalah Nabi SAW melalui petunjuk Malaikat Jibril.
Sejarah Kota Jeddah Jeddah berasal dari bahasa Arab “Jaddah” atau “Juddah” yang berarti nenek. Konon, nama ini dihubungkan dengan suatu klaim bahwa nenek moyang manusia, Hawa, dikuburkan di daerah ini. Oleh sebab itu, kota Jeddah ini menjadi salah satu tempat ziarah yang bisa dikunjungi oleh setiap wisatawan atau jamaah haji dan umrah. Kota Jeddah adalah sebuah kota metropolitan di Arab Saudi. Secara geografis kota ini terletak di sebelah pantai timur Laut Merah pada 309 garis BT dan antara 21-289 garis LU, persisnya di daratan rendah pinggir Laut Merah, ±75 Km dari Kota Suci Makkah. Ikhwan dan Abdul Halim dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah menyebutkan, kota ini memiliki dua iklim cuaca, yaitu musim panas dan musim dingin. Musim panas terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September dengan suhu 35-42 Celcius dan musim dingin terjadi pada bulan November sampai dengan Februari dengan suhu 10-25 Celcius. Berdasarkan sensus penduduk tahun lalu, ditemukan bahwa penduduk Kota Jeddah telah mencapai 1,5 juta jiwa. Penduduk kota ini cukup heterogen, karena di dalamnya terdapat berbagai macam suku bangsa di dunia, seperti Arab, Persia, Indonesia, India, Negro, bangsa-bangsa Eropa dan lain-Iain. Kota yang luasnya ± 3.500 kilometer persegi ini tampak padat dan marak dengan kehidupan yang hingar bingar. Dalam sejarah, daerah Jeddah ini pada awalnya digunakan oleh suku Qudha‟ah untuk beristirahat usai berburu ikan. Lambat laun akhirnya mereka jadikan sebagai perkampungan mereka dan selanjutnya mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ahmad Al-Santanawy dalam kitab Dairah Al-Ma‟arif Al-lslamiyah menyebutkan, bahwa sejak tahun 648 M kota ini menjadi kota pelabuhan bagi Makkah dan sekitarnya, yaitu sejak diresmikan oleh Utsman bin Affan (Khalifah Rasyidah ke-3) pada masa pemerintahannya. Dan sejak itu pula, kota ini semakin maju dan memberikan kontribusi sangat besar bagi setiap golongan yang menguasainya, terutama bagi perkembangan perekonomian bangsa Arab dan umat Islam. Sebelum pusat kekuasaan Islam pindah ke Damsyiq (Damaskus) dan Baghdad, Kota Jeddah menjadi sangat penting bagi kekuasaan Islam saat itu. Demikian pentingnya kota tersebut, oleh Nasir Khasrow, seorang penulis Persia yang pernah mengunjungi kota ini pada tahun 1050, disebut sebagai kota yang kuat, yang dikelilingi oleh benteng-benteng yang kokoh. “Penduduknya mencapai 5.000 jiwa. Di kota tersebut belum terdapat tumbuh-tumbuhan, sehingga semua kebutuhannya didatangkan dari luar,” jelas Khasrow.
24
Sekitar Abad ke-15, seiring dengan Vasco da Gama menemukan Tanjung Pengharapan, Jeddah menjadi salah satu pelabuhan yang diincar oleh armada Portugis untuk dijadikan daerah koloni dan pusat kekuatan. Jeddah pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk dari Mesir dan sebagai gubernurnya adalah Husein Al-Kurdi. Husein adalah sosok yang gigih menentang penjajahan Portugis. Pada tahun 1517 Jeddah jatuh ke tangan Turki, dan setelah Turki menyerah kepada Inggris (1910-1925), kota ini merupakan bagian dari kerajaan Hijaz. Selanjutnya, Jeddah berada di bawah kekuasaan Abdul Aziz Ibnu Saud dan dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan kerajaan Arab Saudi. Renovasi dan modernisasi Kota Jeddah sebenarnya dimulai setelah usai perang dunia kedua. Pembangunan gedung-gedung dan jalan-jalan dilakukan secara bertahap dan berjalan dengan cepat karena disokong oleh dana yang besar. Dana tersebut diperoleh dari hasil kekayaan alam yang dimiliki oleh kerajaan Arab Saudi yang demikian melimpah ruah, terutama dari sektor penghasilan minyak bumi. Seiring dengan itu, wajah kota ini berubah dari wilayah gersang dan buruk menjadi kota yang indah dan sejuk dipandang mata. Pembangunan gedung-gedung dan jalan-jalan yang membelah kota melancarkan roda komunikasi, sehingga Jeddah berubah menjadi sebuah kota metropolitan. Sebagai kota pelabuhan dan perdagangan, kota ini disibukkan oleh kegiatan bongkar muat barang, baik impor maupun ekspor. Dari sinilah masuknya barang-barang luar negeri untuk keperluan pembangunan dan kebutuhan rakyatnya. Dari pelabuhan Jeddah juga dikapalkan komoditi ekspor berupa minyak, gom arab, kulit binatang dan mutiara, hasil kerajinan, seni anyaman, tembikar, pakaian, barang-barang keagamaan, perikanan, pencarian mutiara dan lain-lain. Dengan demikian, Jeddah mampu memberikan devisa yang sangat besar bagi pembangunan dan kemajuan perekonomian negara Arab Saudi. Jeddah juga berfungsi menjadi tempat penyaluran sebagian kekayaan yang dimiliki Arab Saudi ke negara-negara Islam, baik dalam bentuk kontrak kerja, bantuan, maupun pinjaman. Ketika Portugis memonopoli perdagangan, Jeddah telah menampakkan peranannya sebagai pusat komersial disamping sebagai pelabuhan haji. Kota ini merupakan pelabuhan transit bagi kapal-kapal dagang, baik dari Mesir, India, dan Timur Jauh. Ketika Terusan Suez dibuka pada 1869, Jeddah semakin penting peranannya sebagai pelabuhan utama yang harus dilalui oleh kapal-kapal dagang dari berbagai negara. Disamping posisinya sebagai kota Pelabuhan dan perniagaan, Jeddah juga berfungsi sebagai kota pusat kegiatan pemerintahan dan kota diplomatik bagi pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Di kota ini terdapat istana raja dan kantor Departemen Luar Negeri Arab Saudi serta kantor perwakilan negara-negara asing dan badan-badan internasional lainnya. Pintu masuk ke Arab Saudi ini sering dijadikan sebagai lokasi pertemuan para pemimpin bangsa, khususnya negara-negara Islam untuk membicarakan berbagai persoalan yang terkait dengan Islam. Beberapa kantor badan internasional ditemukan di kota ini, seperti Organisasi Penyiaran Negara Islam, Badan Dana Ilmu, Teknologi dan Pembangunan, Badan Solidaritas Islam, Bank Pembangunan Islam, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan lain-lain. 25
Seiring dengan itu, Kota Jeddah sekarang telah menjadi kota bebas terbuka untuk perhubungan dan perdagangan internasional, sehingga menjadi kota bisnis terbesar di Timur Tengah. Di mana-mana tampak bangunan tinggi, perkantoran, pertokoan, supermarket dan hotel yang megah karena pada umumnya penduduk dari berbagai negara Teluk sengaja datang ke Jeddah untuk berbelanja. Dalam kaitannya dengan ibadah haji, Kota Jeddah berfungsi sebagai salah satu Miqat Makani dalam pelaksanaan ihram bagi ibadah haji. Jamaah haji Indonesia yang memasuki Kota Mekkah dengan menggunakan fasilitas pesawat terbang menggunakan Kota Jeddah sebagai tempat memulai ihram. Keputusan ini ditetapkan oleh pihak pemerintah Indonesia sejak tahun 1980 berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Disamping jamaah haji Indonesia, hampir semua jamaah haji dan umrah juga singgah di sini, karena kota ini adalah tempat transit jamaah haji. Menurut catatan, dalam satu tahun lebih kurang dari dua juta orang jamaah haji berkunjung ke Tanah Suci melalui Kota Jeddah. Khusus untuk pengangkutan jamaah haji, pemerintah Arab Saudi telah membangun pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Pelabuhan udara yang dibangun dinamakan Bandara King Abdul Aziz yang terletak beberapa kilometer dari Kota Jeddah. Bandara King Abdul Aziz merupakan sebuah pelabuhan udara yang sangat megah, indah dan menakjubkan. Penggunaan bendara tersebut dimulai sejak diresmikannya pada tahun 1981. Pada tahun itu pula, MUI mengeluarkan fatwa tentang sahnya Bandara King Abdul Aziz sebagai Miqat Makani bagi jamaah haji Indonesia. Dengan demikian, sejak saat itu tempat memulai ihram bagi jamaah haji Indonesia beralih dari Kota Jeddah ke Bandara King Abdul Aziz. Kota Jeddah sedikitnya memiliki tiga julukan, antara lain: 1) Sang Pengantin Putri Merah. Julukan ini diberikan karena kecantikan dan keindahannya. 2) Pintu Gerbang Dua Tanah Haram. Julukan ini diberikan karena letak geografisnya sebagai pintu masuk ke Makkah dan Madinah, terutama melalui jalur laut dan udara. 3). Kota di tengah-tengah pasar. Julukan ini diberikan karena fungsinya sebagai pusat kegiatan bisnis dan perdagangan tingkat dunia.
Kisah Gua Tsur Gua Tsur adalah sebuah gua yang terletak sekitar tujuh kilometer dari Makkah ke arah Thaif. Gua Tsur berada di salah satu puncak Jabal Tsur, sebuah gunung yang yang cukup tinggi, terjal dan berbatuan. Struktur dan bentuk gunung ini menyulitkan para peziarah untuk mendaki sampai ke Gua Tsur. Bahkan, upaya pendakian gunung tersebut sering mendatangkan bahaya dan korban jiwa. Gua ini mempunyai dua pintu masuk yang terletak di bagian depan dan bagian belakangnya. Sepintas kilas, bentuk gua ini menyerupai bentuk kuali. 26
Dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah karya Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag disebutkan, sejarah Gua Tsur sangat erat kaitannya dengan sejarah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. “Di dalam Gua Tsur inilah Nabi Muhammad SAW beserta Abu Bakar bersembunyi dan beristirahat selama tiga hari dalam perjalanan hijrah tersebut.” Sejarah hijrah sendiri dimulai ketika kaum kafir Quraisy sudah sampai kepada puncak kedengkian dan kemarahan mereka melihat perkembangan ajaran Islam yang semakin pesat di kalangan suku Quraisy sendiri. Bahkan telah pula memiliki basis yang kuat di Kota Yatsrib (Madinah). Dalam musyawarah yang panjang dan alot di Darun Nadwah, para pemuka Quraisy akhirnya memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Algojo yang akan melakukan pembunuhan adalah para pemuda perkasa yang berasal dari tiap-tiap kabilah Quraisy yang dilengkapi dengan sebilah pedang tajam. Para pemuda ini disuruh untuk melakukan pembunuhan secara serempak dan bersama-sama. Hal ini bertujuan agar Bani Hasyim dan Bani Muthallib (kabilah dari mana Nabi Muhammad SAW berasal) tidak berani untuk menuntut balas, sebab semua kabilah Quraisy terlibat dalam pembunuhan tersebut. Rencana busuk kaum kafir Quraisy tersebut atas izin dan pertolongan Allah, akhirnya tercium oleh Rasulullah SAW. Rasulullah mendapat izin dari Allah untuk melaksanakan hijrah ke Madinah dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada malam hari yang telah ditetapkan, para pemuda Quraisy mengepung rumah Nabi SAW dari segala penjuru. Rasulullah menyadari hal itu dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Lewat tengah malam, Nabi SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat perbaringan dan memakai selimut yang biasa beliau gunakan. Rasulullah pun keluar rumah dengan hati yang mantap. Atas kekuasaan Allah, tidak seorang pun dari pemuda yang mengepung tadi melihat kepergian Nabi Muhammad SAW. Konon, Nabi Muhammad masih sempat menyiramkan pasir ke kepala para pemuda tersebut sambil membacakan ayat Alquran surah Yaasin ayat 9: “Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” Rasulullah SAW menuju rumah Abu Bakar lalu keduanya keluar dari jendela belakang dan terus berjalan ke arah selatan menuju Gua Tsur. Di dalam Gua Tsur inilah Nabi Muhammad beserta Abu Bakar bersembunyi dan beristirahat selama tiga hari dalam perjalanan hijrah tersebut. Menurut suatu riwayat, waktu Nabi Muhammad keluar menuju Gua Tsur itu, para pemuda Quraisy masih tertidur semuanya, mereka baru terbangun setelah Nabi Rasulullah berlalu dan mendapati kepala mereka penuh dengan pasir berdebu. Mereka baru sadar bahwa mereka telah tertidur dan tertipu. Tidak ada yang tahu tempat persembunyian Rasulullah dan Abu Bakar, kecuali Abdullah bin Abu Bakar, Asma‟ binti Abu Bakar, Aisyah binti Abu Bakar, dan pembantu mereka bernama Amir bin Fuhaira. Merekalah yang sangat berjasa membantu Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar. “Abdullah bertugas mencari informasi tentang kaum kafir Quraisy. Sehari-harinya dia berada di tengah-tengah kaum kafir Quraisy untuk mendengar sikap dan rencana yang akan mereka laksanakan,” tulis Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah.
27
Malam harinya, seluruh informasi tersebut disampaikan kepada Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Sedangkan Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakar di sekitar Gua Tsur, memerah susu dan menyiapkan daging untuk makanan Nabi SAW dan Abu Bakar, dengan dibantu oleh Asma‟ dan Aisyah. Disamping itu, Amir bertugas menghapus jejak Abdullah yang keluar masuk tempat persembunyian dengan cara mengembalakan kambingnya di jalan yang dilalui Abdullah sehingga jejak Abdullah terhapus. Setelah kaum kafir Quraisy mengetahui bahwa buruan mereka telah berhasil meloloskan diri, mereka lalu mengerahkan semua kekuatan untuk mengejar dan mencari Nabi Muhammad SAW. Segala tempat di berbagai arah mereka sisir dan selidiki satu per satu dengan tanpa mengenal lelah. Di antara pasukan Quraisy ada yang datang mendekati Gua Tsur. Mereka menghunus pedang sambil mondar-mandir mencari dengan penuh selidik ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua itu mereka bertemu dengan seorang pengembala, lalu mereka bertanya, “Apakah Muhammad dan Abu Bakar dalam gua itu?” Jawab penggembala, “Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.” Ketika mendengar jawaban gembala itu, Abu Bakar berkeringat. Ia khawatir, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Abu Bakar menahan nafas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersungguh-sungguh berdoa dan merapatkan tubuhnya kepada Abu Bakar seraya berbisik ke telinganya, “Jangan bersedih. Tuhan bersama kita.” Dalam beberapa hadits ada juga diceritakan bahwa ketika terasa oleh Abu Bakar orang-orang Quraisy semakin dekat, ia berkata dengan berbisik, “Kalau mereka ada yang mencoba melihat ke bawah, pasti dia akan melihat kita.” Nabi Muhammad SAW berkata, “Abu Bakar, jika kau menduga kalau kita hanya berdua, ketiganya adalah Allah.” Orang-orang Quraisy tersebut lalu menaiki Gua Tsur, tapi kemudian ada yang turun lagi. Di antara mereka ada yang bertanya kepada yang lain. “Kenapa engkau tidak menengok ke dalam gua itu?” Jawabnya, “Ada sarang laba-laba di tempat itu, kelihatannya sudah ada sejak Muhammad lahir.” Yang lain berkata, “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi, tidak mungkin ada orang di dalamnya.” Menurut Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah, melihat kondisi gua itu, orang-orang Quraisy semakin yakin bahwa di dalam gua tersebut tidak ada manusia. “Di mulut gua ada dua cabang batang pohon kayu yang terkulai. Tidak mungkin orang masuk ke dalam gua itu kalau tidak dengan menyingkirkan dahan-dahannya. Melihat hal tersebut, mereka tidak jadi memasuki gua dan surut kembali.” Ketika Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mendengar seruan mereka agar kembali ke tempat semula, kepercayaan dan iman Abu Bakar bertambah besar kepada Allah SWT dan kepada Rasul-Nya. Rasulullah dan Abu Bakar memuji Allah SWT dengan mengucap takbir, sebagai tanda syukur kepada-Nya.
28
Jika peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di Gua Tsur ketika peristiwa hijrah memang benar-benar terjadi, maka itu merupakan suatu mukjizat dari Allah SWT. Begitu Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar masuk Gua Tsur, laba-laba yang sebelumnya tidak bersarang di mulut gua, dengan cepat menganyam sarangnya guna menutup mulut gua dan menyelamatkan orang yang ada di dalam gua itu. Dua ekor burung dara juga datang dan bertelur di jalan masuk ke dalam gua. Sebatang pohon tumbuh dan menjulaikan dahan-dahannya ke mulut gua. Cuplikan peristiwa hijrah terjadi di Gua Tsur tersebut diabadikan Allah dalam Alquran surah al-Anfal ayat 30: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” Sedangkan peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar selama dalam gua diabadikan dalam Alquran surah at-Taubah ayat 40: “Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika berada dalam gua, di waktu dia berkata pada temannya; “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” “Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Pada hari ketiga, sebagai dikisahkan dalam Ensiklopedi Haji dan Umrah karya Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag, setelah Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengetahui bahwa situasi sudah cukup aman, orang yang sudah disewa sebelumnya dipanggil untuk datang membawa unta yang akan ditunggangi Nabi SAW dan Abu Bakar. Asma binti Abu Bakar datang membawa makanan dan perbekalan lainnya. Karena tidak ada tempat menggantungkan makanan, maka Asma‟ merobek ikat pinggangnya untuk tempat menggantungkan makanan di pundak unta. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW beserta Abu Bakar melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib (Madinah) dengan menempuh jalan yang tidak lazim dilalui orang dan didampingi oleh seorang penunjuk jalan, Abdullah dari Banu Du‟il. Setelah menempuh perjalanan yang disertai dengan pengalaman menegangkan dan penderitaan, sampailah Rasulullah SAW ke Yatsrib. Kalau dari Makkah Nabi Muhammad SAW diburu dan mau dibunuh, di Yatsrib (yang kemudian diubah dengan Madinah), Rasulullah disambut dengan perasaan sangat gembira dan penghormatan yang tinggi. Peristiwa persembunyian Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah ke Yatsrib menjadikan gua tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi. Sehingga sangat menarik minat para peziarah untuk dapat melihatnya secara langsung dan mengambil hikmah dari napak tilas perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya tersebut.
29
Dua Pintu Ka'bah Ka'bah menjadi pusat kegiatan jamaah haji saat berada di Tanah Suci. Thawaf berkeliling kubus hitam itu dilakukan untuk memuliakan nama Allah SWT. Baitullah sebenarnya terdiri atas dua pintu, tetapi pintu yang selalu digunakan keluar masuk Ka'bah terletak di samping Hajar Aswad. Pintu Ka'bah ini dibuat dari bahan emas murni 99 karat dengan total berat mencapai 280 kg. Nilai harga pintu itu 14.420.000 riyal. Jarak pintu dari lantai thawaf 2,25 meter. Sedangkan, panjang daun pintu mencapai 3,06 meter dan lebarnya 1,68 meter. Dalam perjalanan sejarahnya, pintu Ka'bah telah berubah-ubah baik bentuk, sendi, maupun bahan bakunya. Pintu yang ada sekarang merupakan hadiah dari Khalid bin Abdul Aziz, Raja Saudi. Sebagian ulama memfatwakan sunah masuk ke Ka'bah. Alasannya, sewaktu penaklukan Makkah, Rasulullah SAW juga masuk ke Ka'bah. Rasulullah pun pernah bersabda, “Siapa yang masuk ke Baitullah berarti dia masuk ke dalam kebaikan, keluar dari kejahatan, dan dia mendapat ampunan.” (HR Thabrani dari Ibnu Abbas). Ketika masuk ke Ka'bah, Rasulullah menjaga adab dengan membaca takbir, tasbih, tahlil, tahmid, doa, dan istighfar. Saat ini, hampir tak mungkin bagi para jamaah haji biasa untuk memasuki Ka'bah yang pintunya selalu terkunci. Namun, Rasulullah telah memberi contoh. Ketika suatu hari Aisyah RA, istrinya, ingin masuk ke Ka'bah, Rasulullah menyuruhnya shalat di Hijir Ismail. Sang Nabi bersabda, “Jika engkau ingin memasuki Ka'bah, masuklah ke Hijir Ismail karena ia merupakan Baitullah.” Sabda Rasulullah tersebut bermanfaat untuk memudahkan umat memasuki Ka'bah dan menghindarkan mereka dari berbagai akibat negatif berdesak-desakkan dan berebut untuk masuk ke Ka'bah. Hijir Ismail yang terletak di sebelah utara pun dapat menjadi pilihan karena bagian tersebut dahulu masuk ke pondasi Ka'bah.
Tempat-Tempat Mustajabah di Tanah Suci “Jika hamba-Ku bertanya tentang-Ku, maka jawablah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan setiap doa mereka jika mereka mau berdoa.” (QS. Al-Baqarah: 186). Begitulah janji Allah SWT dalam Alquran, Dia akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Tapi tentu saja, kita sebagai hamba perlu tahu terlebih dahulu, doa seperti apa yang akan diterima Allah. Keberuntungan besarlah bagi mereka yang berangkat ke Tanah Suci. Karena di sana ada beberapa tempattempat mustajabah. Jika berdoa di sana, ada jaminan doa mereka akan diterima Allah. Tempat-tempat mustajabah tersebut antara lain: 1. Multazam
30
Multazam adalah tempat di antara pintu Ka‟bah dan Rukun Hajar Aswad. Secara harfiah Multazam bermakna tempat yang amat diperlukan. Tempat inilah yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai tempat yang paling mustajabah untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda, “Multazam adalah tempat doa yang mustajab (terkabul), tidak seorang pun hamba Allah yang berdoa di tempat ini tanpa terkabul doanya.” Rasulullah sendiri setiap kali sampai di tempat ini langsung menempelkan dada, wajahnya atau pipi beliau. Kemudian beliau meratap dalam doa. Dalam kitab Akhbar Makkah diterangkan bahwa ketika Nabi Adam selesai melakukan thawaf (yang pertama kali), ia langsung melakukan shalat dua rakaat di depan pintu Ka‟bah, terus berdiri di Multazam dan berdoa, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui segala apa yang aku rahasiakan dan segala apa yang aku lakukan secara nyata, terimalah pengaduanku. Engkau Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwaku dan segala apa yang ada padaku, ampunilah dosa-dosaku.” “Engkau Maha Mengetahui apa yang aku perlukan, berikanlah kepadaku apa yang aku minta. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang memenuhi hati dan keyakinan yang mantap benar sehingga menyadarkan aku bahwa tidak ada yang mencelakakanku kecuali apa yang telah Engkau pastikan untukku, dan menyadarkan aku sehingga aku rela atas apa yang Engkau tetapkan untukku.” Setelah bedoa seperti di atas, Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Wahai Adam, kau telah berdoa dengan beberapa permintaan, aku penuhi semua permintaan itu. Dan siapa pun dari anak-anakmu yang berdoa dengan doamu itu, pasti aku hilangkan keresahan dan kesedihannya, dan Aku kembalikan apa yang hilang dari padanya, dan Aku cabut dari hatinya perasaan miskin, dan aku jadikan kaya ia dalam kenyataan, dan aku sukseskan perdagangan untuknya, sehingga kekayaan dunia berdatangan kepadanya walaupun tanpa ia kehendaki.” 2. Hijr Ismail Hijr Ismail adalah bangunan terbuka, berbentuk setengah lingkaran, berada di sebelah sisi barat Ka‟bah. Disebut Hijr Ismail karena merupakan tempat berteduh Nabi Ismail Dan Siti Hajar. Hijr Ismail juga merupakan salah satu tempat yang mustajabah untuk berdoa. Jika ingin shalat di dalam Ka‟bah cukup shalat di Hijr Ismail ini. Seperti sabda Nabi SAW ketika Aisyah RA minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke Ka‟bah untuk shalat, maka Nabi SAW membawa Aisyah ke Hijr Ismail, dan bersabda, “Shalatlah kamu di sini kalau ingin shalat di Ka‟bah, karena ini termasuk sebagian dari Ka‟bah.” (HR Tirmidzi). Dalam buku Sejarah Kota Makkah disebutkan bahwa panjang Ka‟bah adalah tiga meter ke arah Hijr Ismail. Dikarenakan adanya pemugaran oleh kaum Quraisy dan sifat bakhilnya saat itu, maka Ka‟bah menjadi lebih kecil seperti bangunan sekarang. Jadi, Hijr Ismail yang masih dianggap masuk Ka‟bah seperti yang ditunjukkan Rasulullah tersebut adalah tiga meter dari tembok Ka‟bah yang berhadapan dengan Hijr Ismail. Panjang Hijr Ismail sekitar tujuh meter dari tembok Ka‟bah sampai lengkung setengah lingkaran. 3. Maqam Ibrahim Maqam berarti tempat pijakan. Maqam Ibrahim adalah batu yang dipergunakan Nabi Ibrahim untuk berpijak ketika membangun Ka‟bah. Menurut salah satu riwayat, batu ini merupakan salah satu batu yang turun dari surga seperti halnya Hajar Aswad. 31
Batu pijakan ini layaknya seperti tangga elevator yang bisa naik dan turun. Ketika Nabi Ibrahim membangun Ka‟bah—saat tembok Ka‟bah ditinggikan—batu pijakan tersebut juga ikut naik. Pada batu ini terdapat bekas telapak kaki Nabi Ibrahim AS. Disunahkan shalat dua rakaat setelah selesai thawaf di belakang Maqam Ibrahim ini. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat mustajabah untuk berdoa. Tempat Mustajabah di Masjid Nabawi Sama halnya dengan Masjidil Haram, seluruh tempat di Masjid Nabawi pada dasarnya merupakan tempat mustajabah untuk berdoa. Namun demikian, ada juga tempat yang secara khusus disebutkan dalam hadis bahwa Raudhah merupakan tempat yang paling mustajabah di dalam Masjid Nabawi. Raudhah adalah ruang di antara mimbar dan makam Rasulullah SAW. Keutamaan tempat ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di antara rumah dan mimbarku adalah taman di antara taman-taman surga, dan mimbarku di atas telagaku.” Ada pendapat bahwa tempat ini kelak akan berpindah ke akhirat. Ibnu Hajar mengemukakan, rahmat dan anugerah kebahagiaan yang turun ke tempat tersebut seperti yang turun ke taman surga, disebabkan karena dzikir kepada Allah SWT yang dilakukan terus-menerus di tempat itu. Ia menambahkan bahwa ibadah yang dilakukan di Raudhah akan membawa pelakunya ke surga.
Jabal Rahmah Jabal Rahmah adalah bukit kecil yang terletak di sebelah timur Padang Arafah. Bagi jamaah haji mengunjungi Jabal Rahmah ibarat pelengkap berhaji. Sebuah hadis Rasulullah SAW menerangkan, Jabal Rahmah adalah tempat mustajab dan makbul bagi orang yang memanjatkan doa layaknya Padang Arafah. Di Jabal Rahmah, kebanyakan ja maah haji yang mempunyai anak berdoa agar buah hatinya segera mendapat jodoh. Tak jarang pula mereka yang masih berstatus lajang memanjatkan doa yang sama. Adapun bagi jamaah haji yang sudah memiliki pasangan hidup biasanya berdoa agar Allah SWT memberikan kelanggengan rumah tangga mereka sampai maut memisahkan. Semua doa merujuk pada peristiwa Adam dan Hawa yang terekam dalam Alquran. Saat hari biasa, perjalanan ke Jabal Rahmah bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit dari Kota Makkah. Untuk sampai ke puncak Jabal Rahmah, pengunjung harus menapaki anak tangga sejumlah 168 buah. Bila di luar musim haji, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke puncak Jabal Rahmah hanya lima menit. Namun, saat puncak musim haji, waktu yang ditempuh bisa mencapai 15 menit sampai 20 menit. Bagi jamaah haji yang tergolong sepuh, sebaiknya saat mendaki tidak sendirian karena kondisi tangga agak terjal.
32
Jamaah haji biasanya memanfaatkan waktu ke Jabal Rahmah saat menjalankan puncak haji di Padang Arafah, sehari sebelum Hari Raya Idul Adha. Biasanya, jamaah ke Jabal Rahmah antara waktu Zuhur sampai Maghrib. Meski termasuk wilayah Padang Arafah, kondisi Jabal Rahmah tidak setandus yang dibayangkan. Hamparan tanah luas Jabal Rahmah dipenuhi dengan tanaman yang dinamai pohon Soekarno. Nama Soekarno merujuk pada jasa presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan penyumbang bibit tanaman yang tersebar di Padang Arafah, termasuk Jabal Rahmah. Soekarno memberikan sumbangan ratusan bibit tanaman kepada Pemerintah Ke rajaan Arab Saudi saat berkunjung ke Tanah Suci. Kendati memiliki sejarah utama bagi kehidupan manusia di muka bumi, pemeliharaan dan perawatan Jabal Rahmah tampak jauh dari serius. Di bukit mustajab itu banyak terdapat grafiti liar berupa coretan-coretan spidol dan cat semprot beraneka warna. Kebanyakan tulisan ter susun dari huruf-huruf hijaiyah atau bahasa Arab. Tugu monumen Jabal Rahmah yang bercat dasar putih tak lolos dari coretan-coretan liar pengunjung nakal. Di sekitar tugu juga kerap terdapat pedagang kaki lima yang menjajakan barang-barang, seperti tasbih, peci haji, siwak, dan parfum khas tanah Arab.
Raudhah, Taman Surga Raudhatul Jannah atau disebut Raudhah merupakan suatu tempat di dalam Kompleks Masjid Nabawi. Di tempat itu, jamaah haji memanjatkan doa dengan khusyuk, mengikuti sunah Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW memberi nama tempat tersebut Raudhatul Jannah atau Taman Surga. Semula lokasi Raudhah berada di luar Masjid Nabawi atau tepatnya di antara rumah Nabi dan mighrab di masjid. Namun seiring perluasan Masjid Nabawi yang telah dilakukan beberapa kali, lokasi itu saat ini berada di dalam masjid. Dahulu, Nabi Muhammad sering duduk untuk membacakan wahyu dan mengajarkannya kepada sahabatnya di Raudhah. Nabi pernah bersabda, “Antara kamarku dan mimbarku terletak satu bagian dari taman surga.” Sedangkan kamar yang dimaksud sekarang menjadi makam Nabi, sesuai wasiatnya yang mengatakan, “Tidak dikuburkan seorang Nabi, kecuali di tempat dia meninggal.” Berdasarkan hadis itulah kebanyakan umat Islam berusaha untuk bisa berada di Raudhah. Jamaah berupaya melaksanakan shalat di tempat itu. Mereka berharap dengan bisa berada di salah satu taman surga tersebut nantinya akan dimasukkan sebagai ahli surga. Selanjutnya, mereka akan berziarah ke makam Nabi dan dua sahabat yang dimakamkan di sebelahnya; Abu Bakar Asshidiq dan Umar bin al-Kattab. Ruangan itu tidak seberapa luas, tak lebih 144 meter persegi. Saat ini, lokasi tersebut ditandai lima pilar besar berwarna putih dengan kaligrafi khas yang indah. Bagian lantainya digelar ambal berwarna putih, juga dengan 33
ornamen unik yang khas dan berbeda dengan warna ambal yang digelar di lantai bagian lain di Masjid Nabawi. Sudah menjadi pemandangan umum, setiap musim haji tiba para jamaah yang singgah di Madinah akan berebut untuk bisa masuk ke lokasi itu. Bukan hanya jamaah, melainkan petugas dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) juga memanfaatkan berbagai peluang dan kelonggaran waktu untuk menyempatkan beribadah di Raudhah. Meskipun jamaah Indonesia belum tiba, jamaah negara lain, seperti dari Turki dan Iran, yang tiba di Madinah maupun warga asli Saudi juga ikut memenuhi ruangan itu. Tetap sulit juga mencari tempat shalat yang nyaman apalagi sekadar duduk-duduk untuk membaca ayat-ayat Alquran; salah-salah kita akan terinjak orang yang ingin masuk. Tak jarang, kita diminta petugas ketertiban masjid untuk segera keluar, memberi kesempatan bagi yang lain.
Bir Thaflah Di Ji‟ranah, ada tempat yang banyak dikunjungi jamaah yang hendak berihram. Tempat itu adalah sebuah sumur yang letaknya tak jauh dari Masjid Ji‟ranah. Sumur itu bernama Bir Thaflah. Kaum Muslimin meyakini, sumur ini bukan sumur biasa, melainkan sumur istimewa. Menurut riwayat, keberadaan sumur ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah SAW. Saat itu, ketika kehabisan air seusai Perang Hunain, Rasulullah bersama para pejuang Islam berhenti di Ji‟ranah untuk membagi-bagikan hasil kemenangan. Karena persediaan air habis dan di sana tidak ada sumur, Rasulullah memukulkan tongkatnya dan serta-merta keluarlah air yang menjadi cikal bakal sumur ini. Sejak itu, hingga saat ini air di Bir Thaflah tak pernah kering. Air sumur ini juga diyakini berkhasiat sebagai penyembuh penyakit. Karena keistimewaannya, sumur ini senantiasa menarik minat jamaah untuk mengunjunginya. Untuk menghindarkan kemusyrikan dan pengkultusan bahwa sumur itu seakan-akan keramat, Pemerintah Arab Saudi memasang sebuah papan peng umuman di dekat sumur tersebut. Disebutkan di situ bahwa air di Bir Thaflah adalah air biasa sebagaimana air pada umumnya. Bir Thaflah terletak di sebuah desa bernama Ji‟ranah. Desa ini berjarak sekitar 26 km dari Kota Makkah. Pada mulanya, Ji'ranah merupakan nama yang diberikan kepada seorang perempuan yang mengabdikan dirinya menjaga dan membersihkan sebuah masjid yang terdapat di desa tersebut. Paling tidak, ada dua persoalan hubungan antara kampung Ji‟ranah dengan pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Pertama, Ulama Mazhab Syafi‟i berpendapat, Ji‟ranah merupakan salah satu tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah miqat [miqat makani), khususnya bagi penduduk Kota Makkah. Tempat ini berada di perbatasan tanah geografis (wilayah) Kota Makkah dan berjarak lebih kurang 26 km di sebelah selatan Kota Makkah. Rasulullah SAW sendiri memulai ihramnya dari tempat tersebut. (HR alBukhari dan Muslim). 34
Oleh karena itu, ketika memasuki kampung Ji‟ranah, setiap jamaah haji atau umrah harus memakai pakaian ihram (baju suci) dan berniat melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Maqam Ibrahim Maqam Ibrahim adalah sebuah prasasti yang berbentuk kotak dengan dua lubang di atasnya. Lubang itu berbentuk pahatan yang mengikuti jejak kaki Nabi Ibrahim saat membangun baitullah, Ka‟bah, di Makkah Al-Mukarramah. Jadi, Maqam Ibrahim artinya tempat Nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Ka‟bah bersama anaknya, Nabi Ismail. Saat ini, Maqam Ibrahim diletak kan dalam rumah kaca di samping Mul tazam, Ka‟bah. Siapa pun yang berthawaf (baca: keliling mengitari Ka‟ bah) di Masjdil Haram dan berada dekat bangunan rumah Allah tersebut, ia akan bisa melihat Maqam Ibrahim. Warna Maqam Ibrahim menyerupai warna perunggu, agak kehitam-hitaman. Cetakan kaki Nabi Ibrahim terbuat dari besi. Adapun rumah kaca sengaja dibuat untuk menghindari kerusakan prasasti jejak kaki Sang Pembangun Ka‟bah, Nabi Ibrahim AS. Sama halnya dengan Hajar Aswad, posisi Maqam Ibrahim yang menempel di Ka‟bah memiliki keistimewaan. Jika Hajar Aswad mengandung sunah penghormatan dengan cara mencium atau mengusapnya, Maqam Ibrahim dihormati dengan melakukan shalat sunah di belakangnya. Saat musim haji, tentu bukan perkara mudah untuk bisa shalat sunah tepat di belakang Maqam Ibrahim. Selain dijaga petugas, ada larangan terhadap jamaah agar tidak berdoa di depan Maqam Ibrahim. Alasannya, berdoa di depan Maqam Ibrahim dikhawatirkan mengandung penyembahan dan penghormatan yang berlebihan pada prasasti tersebut. Tidak heran kalau petugas di sana selalu menghalau jamaah yang terlihat berdoa di depan Maqam Ibrahim. Petugas biasanya memberi peringatan jika Maqam Ibrahim hanya sebatas untuk dilihat, bukan untuk disembah. Terlepas dari itu semua, prasasti Maqam Ibrahim mengandung muatan sejarah yang tak ternilai. Prasasti jejak kaki Ibrahim itu menunjukkan betapa Nabi Ibrahim membangun Ka‟ bah dengan tangannya sendiri. Batu-batu yang digunakan juga bebatuan yang dibawa sang putra, Nabi Ismail. Setiap kali bangunan Ka‟bah bertambah tinggi, semakin tinggi pula tempat pijakan Nabi Ibrahim. Di atas makam yang ditandai dengan sebuah batu dari surga ini pula Nabi Ibrahim menyerukan manusia supaya datang menunaikan ibadah haji. Seperti dituliskan di atas, sesungguhnya keberadaan Maqam Ibrahim memiliki beberapa keutamaan, antara lain sebagai tempat shalat sunah setelah jamaah menunaikan thawaf tujuh putaran dan sebelum menuju bukit Safa-Marwah. Bahkan, ada doa khusus sebelum dan sesudah shalat sunah di belakang Maqam Ibrahim. Tentu saja, doa khusus itu berada di antara doa-doa pribadi jamaah kepada Allah SWT. Maqam Ibrahim juga diyakini sebagai salah satu tempat mustajab untuk memanjatkan doa. Tentu, selain Multazam, Hijr Ismail, dan Jabal Rahmah (Padang Arafah). 35
Menurut sejarah Islam, telapak kaki Nabi Ibrahim sangat mirip dengan telapak kaki Rasulullah SAW. Adapun bentuk jejak kaki di Maqam Ibrahim memiliki kedalaman yang berbeda. Satu bagian sedalam 10 sentimeter, sedangkan satu bagian lagi sedalam sembilan sentimeter. Panjang jejak adalah 22 sentimeter, sedangkan lebarnya 11 sentimeter. Berdasarkan ukuran tersebut, ahli sejarah Islam Sheikh Mohd Tahir Al Kurdi memperkirakan, Nabi Ibrahim memiliki ukuran tubuh yang lebih kurang sama dengan kebanyakan manusia saat ini. Orang yang pertama kali menghiasi Maqam Ibrahim adalah Khalifah al-Mahdi al-Abbasi. Karena Maqam merupakan jenis batu yang mudah rapuh, al-Mahdi khawatir ia akan hancur berkeping-keping. Dia pun mengalokasikan seribu dinar untuk pemeliharaannya. Dengan anggaran tersebut, dia menghiasi Maqam agar lebih kuat dari bagian bawah hingga bagian atas. Pada masa pemerintahan Khalifah alMutawakkil, ditambahkan emas pada hiasan tersebut. Ini terjadi pada permulaan tahun 236 H. Pada 256 H, hiasan al-Mahdi dilepas untuk diperbaiki. Hiasan yang berfungsi sebagai pelindung Maqam ini, diperbarui agar lebih kuat. Selain itu, ditambahkan emas dan perak pada hiasan pertamanya. Kemudian dibuatkan dua bingkai, yaitu bingkai dari emas seberat 992 mitsqal dan bingkai dari perak. Dalam proses perbaikan, Maqam dibawa ke kantor pemerintahan. Beberapa bahan tertentu dicampur, lalu direkatkan pada Maqam hingga menempel sempurna. Pada 255 H, terdapat tujuh potong perhiasan hilang ketika dilepas untuk diperbaiki. Orang yang melakukan pekerjaan ini dengan tangannya sendiri adalah Basyar al-Khadim, maula Amir Mukminin al-Mu'tamid alAbbasi. Setelah perekatnya diperkuat dan hiasannya dirangkai kembali, Maqam pun dibawa kembali ke tempatnya pada 256 H.
Keistimewaan Ka'bah Pertama, Ka‟bah merupakan titik sentral bumi berdasarkan beberapa alasan. Berikut ini beberapa alasan yang paling populer: 1. Berdasarkan pengamatan DR Husein Kamaluddin, Kota Makkah Al-Mukarramah berada di puncak jantung dunia yang melintasi semua tepian benua. Hasil ini diperoleh ketika dia mempersiapkan penelitian penetapan arah-arah yang akurat ke kiblat dari beberapa kota utama di seluruh dunia dengan menggunakan komputer. Berikut sejumlah temuannya: Wilayah di sekitar Makkah Al-Mukarramah dibagi secara rapi dan teratur. Kota yang disucikan ini dianggap sebagai pusat bumi. Inilah salah satu sebab pengalihan kiblat dari Baitul Maqdis ke Makkah Al-Mukarramah. Kota Makkah terletak di pusat bumi. Allah SWT berfirman, “Demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) „umat pertengahan‟, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kalian (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang.” (QS al-Baqarah: 143). Garis bujur yang melintasi Kota Makkah seharusnya menjadi garis dasar penetapan waktu. Arnold Keysrling, seorang ilmuwan Barat, mengatakan garis bujur kota Makkah seharusnya menjadi garis penentuan waktu internasional sebagai ganti Greenwich. 36
2. Matahari berada tepat secara vertikal di atas Ka‟bah sebanyak dua kali dalam setahun. Pada waktu itu, bayangan segala sesuatu mengarah ke arah kiblat. Kedua, keajaiban posisi Ka‟bah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 96-97). Apabila Maqam Ibrahim termasuk tanda-tanda yang nyata di Masjidil Haram, maka tanda nyata terpenting di Masjidil Haram adalah Ka‟bah sebagai kiblat bagi seluruh kaum Muslimin di belahan timur dan barat bumi. Oleh karena itu, betapa pentingnya umat Islam berkiblat pada sudut-sudut Ka‟bah. Setelah mengukur sudut-sudut kemiringan Ka‟bah pada 1410 H, seorang insinyur Arab Saudi, Muhammad alMu‟tazz, menyimpulkan bahwa poros bangunan Ka‟bah yang menyambungkan antara Rukun Iraqi dengan Rukun Yamani menunjuk ke arah utara magnet disertai sedikit kemiringan pada arah timur yang diperkirakan sekitar 3,5◦. Rukun Iraqi lebih condong ke arah utara, tepat ke arah Madinah Al-Munawwarah. Keberadaan Ka‟bah yang terletak di tengah-tengah bumi menjadikannya sebagai kompas yang menuntun seluruh alam dalam derajat keimanan sekaligus materi. Rukun Iraqi yang menunjuk ke arah utara merupakan pembenaran terhadap firman Allah SWT pada ayat terdahulu.
Kisah Sumur Zamzam Diriwayatkan sebuah kisah tentang sumur Zamzam di dalam Shahih Al-Bukhari, Kitab Ahadits Al-Anbiya‟, “Setibanya Nabi Ibrahim AS di Makkah bersama Hajar dan putra mereka, Ismail, dia meninggalkan mereka berdua tanpa siapa pun. Saat itu, Hajar hanya membawa sebuah kantong kecil yang terbuat dari kulit berisi air, sehingga tidak heran kalau isinya cepat habis. Setelah pamit, Ibrahim segera pergi tanpa menoleh ke arah Hajar yang berkali-kali mencoba memanggilnya. Sebelumnya, Ibrahim telah memberi tahu istrinya bahwa dia melakukan hal tersebut demi melaksanakan perintah Allah. Hajar pun bisa menerimanya dan merasa senang. Ibrahim terus berlalu hingga jarak memisahkan mereka. Ketika merasa bahwa mereka sudah tidak dapat melihatnya lagi, Ibrahim lalu memanjatkan doa, “Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37). Setelah persediaan air habis, sang bayi mulai menangis. Tidak tega mendengar tangisan bayinya. Hajar lantas menyumbat telinganya. Dia segera pergi mencari air. Mula-mula dia mendaki Bukit Shafa kemudian turun menuju Bukit Marwa. Dia bolak-balik melakukan perjalanan antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali seperti ritual sa‟i yang disyariatkan sesudahnya.
37
Sesampai di Bukit Marwa pada kali terakhir, tiba-tiba dia mendengar suara yang berujar, “Tolonglah jika ada kebaikan pada dirimu.” Ternyata pemilik suara itu adalah Malaikat Jibril. Jibril pun menghentakkan tumitnya di lokasi tempat sumur Zamzam sekarang berada. Seketika, air memancar dari perut bumi. Dengan sigap, Hajar menumpukkan pasir di sekelilingnya untuk menjaga aliran air sambil berteriak, “Zammazamma, zammazamma!” Yang dalam bahasa Suryani artinya „berkumpullah‟. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati ibu Ismail. Seandainya dia membiarkan air itu ada, pasti akan menjadi mata air yang mengalir.” Artinya, bahwa air akan muncul ke permukaan dan bukan di bawah tanah seperti sekarang.
Sekilas Tentang Makkah Al-Mukarramah Provinsi Makkah Al-Mukarramah merupakan salah satu wilayah administratif di Kerajaan Arab Saudi yang mencakup beberapa kota di dalamnya. Pusat pemerintahan terletak di Kota Makkah, yang dipimpin oleh Pangeran Khalid Al-Faishal bin Abdul Azis Alu Sa‟ud. Kota Makkah Al-Mukarramah (Ummul Qura) terletak di sebelah barat Kerajaan Arab Saudi. Daerah ini dianggap memiliki struktur geologi yang sangat rumit. Kota Makkah berada di ketinggian lebih dari 300 meter di atas permukaan laut. Kota ini merupakan kota berpenduduk terbanyak ketiga di Arab Saudi. Luas pemukiman Kota Makkah mencapai sekitar 6,5 hektar. Jalan utama menuju Makkah dari arah barat yaitu melalui Kota Jeddah sejauh 75 kilometer. Jeddah merupakan pintu gerbang Makkah dari laut maupun udara. Dari arah tenggara, Makkah dibatasi oleh Thaif di atas ketinggian Pegunungan Hijaz yang berjarak sekitar 80 kilometer. Sementara di sebelah utara, terdapat Kota Madinah Al-Munawwarah yang berjarak sekitar 430 kilometer. Dari aspek geologis, Kota Makkah terletak dalam formasi Perisai Arab yang terbentuk dari bebatuan dasar kuno yang membentuk sebagian pegunungan yang mengelilingi kota. Gunung-gunung ini menutupi sebagian besar Kota Makkah, sisanya ditutupi oleh beberapa lembah. Umumnya, lembah ini mengikuti pergerakan belahan dan rekahan-rekahan yang terjadi pada Perisai Arab ini selama kurun waktu yang sangat lama pada masa lampau. Makkah dianggap beriklim transisi, antara pengaruh iklim Laut Tengah dan iklim musim. Di musim panas, wilayah ini dipengaruhi oleh Jabhah Al-Madariyah. Tingkat suhu berbeda dari satu musim ke musim lainnya. Di musim panas suhunya dapat mencapai 48◦ Celcius. Sedangkan di musim dingin mencapai 18◦ Celcius. Adapun hujan yang turun di Kota Makkah merupakan hujan gurun. Intensitas hujan ini biasanya tidak beraturan, baik volume maupun waktunya.
38
Masjid Nabawi Masjid Sang Rosul Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah Masjid Quba. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah tiba di Madinah setelah hijrah dari Makkah pada 622 M. Disebut Masjid Nabawi karena Nabi Muhammad SAW selalu menyebutnya dengan kalimat, “Masjidku”. Masjid Nabawi juga merupakan tempat ibadah terpenting kedua setelah Masjidil Haram. Jutaan orang berkunjung setiap tahun, menyaksikan makam Nabi, tempat tinggal Nabi, melihat kota lahirnya peradaban Islam yang menjadi agama rahmat bagi seluruh alam. Lokasi masjid Nabawi dulunya adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin Amr. Rasulullah membeli tanah ini untuk dibangun masjid dan kediaman Beliau. Selama sembilan tahun di awal pembangunannya, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya ada sedikit penerangan dengan membakar jerami. Di salah satu sisi masjid dibangun rumah Nabi SAW. Di sisi lain ada bagian yang digunakan untuk tempat tinggal fakir miskin yang tidak memiliki rumah. Orangorang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid. Masjid Nabawi kini 100 kali lebih besar dibandingkan saat pertama kali dibangun. Walaupun tak disebutkan dalam Alquran seperti Masjid Quba, Masjid Nabawi memiliki banyak keistimewaan. Dalam sebuah riwayat, Rasul pernah bersabda, “Shalat di masjidku ini lebih utama daripada shalat seribu kali di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” Riwayat lain menyebutkan, “Barang siapa shalat di masjidku 40 waktu tanpa terputus, maka ia pasti selamat dari neraka dan segala siksa dan selamat dari sifat munafik.” Jamaah tak perlu khawatir akan kepanasan ketika shalat di Masjid Nabawi. Seluruh ruangannya dingin karena dari 2.554 buah tonggaknya terdapat ventilasi AC yang memancarkan udara sejuk. Berziarah ke masjid Nabawi ini termasuk ibadah. Penyataan ini sesuai dengan sabda Rasul, “Janganlah kau mementingkan bepergian kecuali kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsa.”
Sejarah Pembangunan Baitul Haram Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rumah yang mulamula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. 39
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 96-97). Kedua ayat ini mengisyaratkan dengan jelas bahwa rumah ibadah yang dibangun pertama kali di bumi adalah Baitullah. Kedua ayat ini pun menjelaskan tentang keeucian dan kehormatan yang terdapat padanya, beserta berbagai petunjuk, bukti, dan jejak yang ada padanya. Di antaranya adalah Maqam Ibrahim. Al-Mawardi meriwayatkan dari Atha‟, dari Ibnu Abbas, bahwa tatkala Adam diturunkan dari surga ke bumi, Allah SWT berfirman kepadanya, “Wahai Adam, pergilah dan dirikanlah sebuah rumah untuk-Ku. Lalu berthawaflah padanya. Sebutlah nama-Ku di dekatnya, sebagaimana engkau saksikan para malaikat melakukannya di seputar Arsy.” Adam pun memijakkan kakinya di muka bumi. Setiap tepat yang dilewatinya kelak menjadi wilayah-wilayah yang berpenghuni. Ketika Adam sampai di lokasi Baitullah yang suci, Jibril memukulkan kedua sayapnya di bumi. Lalu, menyembullah fondasi yang tertancap erat dari atas lapisan bumi yang ketujuh. Para malaikat melemparkan kepadanya batu berat yang tidak akan sanggup diangkat oleh 30 orang laki-laki. Kemudian Adam membangun Baitullah dengan batu yang berasal dari lima gunung: Hira, Thur Sina, Lebanon, Jud, dan Thur Zait. Sedangkan batu pertamanya berasal dari gunung Hira. Sebagian riwayat menyatakan, telah diturunkan sebuah kemah dari surga untuk Adam. Kemah tersebut dipasang di lokasi Ka‟bah agar Adam dapat tinggal di dalamnya dan berthawaf di sekelilingnya. Kemah tersebut tetap berada di sana sampai Adam wafat. Setelah itu, barulah Allah mengangkatnya. Riwayat ini disampaikan melalui jalur Wahb bin Munabbih. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa telah diturunkan bersamanya Baitullah. Di sanalah Adam dan anak cucunya yang beriman melakukan thawaf. Namun, ketika bumi tenggelam oleh air bah, Allah mengangkat Baitullah ke langit. Baitullah itulah yang disebut dengan Baitul Ma‟mur. Riwayat ini berasal dari Qatadah seperti yang ditulis Al-Halimi dalam kitabnya, Minhaj Ad-Din. Al-Halimi mengatakan bahwa pengertian yang dikatakan Qatadah tentang „telah diturunkan Baitullah bersama Adam‟ yakni diturunkan pula bersamanya ukuran rumah yang dibangun, baik panjang, lebar, maupun tingginya. Kemudian diperintahkan kepada Adam, “Bangunlah sesuai dengan ukurannya. Perhatikan posisinya, yaitu sekitar lokasi Ka‟bah.” Dia pun membangunnya di sana. Inilah pembangunan yang dilakukan Adam, dan kelak akan diteruskan oleh Ibrahim. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)
Jabal Tsur, Bukti Keajaiban Allah Ketika memandang lepas di Kota Makkah, terlihat beberapa bukit batu. Di antara dataran tinggi bebatuan tersebut, tepatnya jika memandang ke arah selatan, ada bukit yang menjadi saksi sejarah keajaiban yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Bukit 40
tersebut adalah Jabal Tsur. Bukit ini mempunyai tiga puncak yang saling berdekatan dan menyambung. Bukit itu termasuk salah satu yang tertinggi di Kota Makkah. Di puncaknya, ada sebuah gua yang sangat bersejarah, yakni Gua Tsur. Para jamaah haji maupun umrah pada umumnya selalu mengunjungi lokasi ini ketika sedang berada di Tanah Suci. Di gua yang berada di Jabal Tsur itulah Rasulullah SAW diselamatkan dari orang Quraisy yang mengejarnya. Dalam buku Ensiklopedi Haji dan Umrah tercatat pada 622 Masehi, ketika itu Rasulullah dan para sahabatnya akan melakukan hijrah dari Kota Makkah menuju ke lokasi baru yang nantinya bernama Madinah. Hijrah ini dilakukan karena Rasululah mendapatkan banyak ancaman dari kaum kafir. Masa itu merupakan waktu yang kelam bagi umat Islam. Masa yang sangat sulit untuk menegakkan agama Allah. Bahkan dalam musyawarah yang panjang di Darun Nadwah, para pemuka Quraisy memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Mereka mengirimkan para pemuda perkasa yang berasal dari tiap-tiap kabilah Quraisy untuk menjadi algojo. Masing-masing dilengkapi dengan sebilah pedang. Alasan keterlibatan lebih dari satu kabilah agar Bani Hasyim dan Bani Muthallib, Kabilah Rasulullah berasal, tidak menuntut balas. Sebab, mayoritas kabilah Quraisy terlibat. Pada malam yang telah ditetapkan para pemuda ini mengepung rumah nabi dari segala penjuru. Lewat tengah malam, Nabi Muhammad SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat pembaringan dan memakai selimut yang biasa dipakai Rasulullah SAW. Atas kekuasaan Allah tak seorang pun di antara para musuhnya yang melihat kepergian Nabi Muhammad SAW. Beliau lalu menuju rumah sahabatnya Abu Bakar untuk melarikan diri ke arah Jabal Tsur. Setelah tersadar, para pemuda Quraisy ini kemudian masuk ke rumah. Alih-alih menemukan Rasulullah, mereka hanya melihat Ali bin Abi Thalib yang berpura-pura menggantikan nabi tidur. Rasulullah pun terus diburu oleh para kaum kafir di Makkah. Mereka mengejar dan berusaha untuk membunuhnya. Rasulullah dan sahabat yang menemaninya, Abu Bakar Ra, terus berlari dan menyelamatkan diri. Meski berat dalam memperjuangkan tegaknya Islam, Rasulullah tetap teguh berjuang dan tak pernah lelah berdoa. Ketika dikejar oleh kaum Quraisy di sekitar Jabal Tsur, Rasulullah pun menemukan Gua Tsur. Gua ini tidak terlalu besar, hanya cukup dimasuki orang tanpa berdiri tegak. Selama tiga hari tiga malam Rasulullah bersembunyi di sana. Keajaiban pun terjadi. Pertolongan Allah SWT kepada Rasulullah muncul ketika sangat dibutuhkan. Saat kaum Quraisy tiba di depan gua, secara ajaib terdapat sarang laba-laba yang menutup mulut gua, juga sarang burung merpati. Dalam waktu yang sangat singkat, makhluk-makhluk Allah ini berusaha melindungi Rasulullah dengan membuat sarang besar yang biasanya harus dibuat dalam waktu yang lama. Pengorbanan dilakukan Abu Bakar Ra. Saat berada di dalam gua yang sempit itu, dengan kondisi tubuh yang lelah karena berlari dari kejaran kaum kafir, ia tak memperlihatkan rasa letih di depan Rasulullah. Ia pun mempersilakan Rasulullah SAW untuk tidur di pangkuannya. 41
Saat itu, tiba-tiba keluar seekor ular berbisa dari lubang di dalam gua. Abu Bakar berusaha menghalaunya agar ular tersebut tak mendekati Rasulullah. Malang, justru dialah yang tergigit ular berbisa itu. Ia langsung mengigil dan demam karena gigitan ular tersebut. Meski keringat dingin mengucur dari wajah dan tubuhnya, ia tetap bergeming, tak ingin membuat tidur Rasulullah terganggu. Pengorbanan lain juga dilakukan Asma binti Abu Bakar RA. Perempuan salihah ini berusaha selalu memberikan suplai makanan kepada Rasulullah yang sedang bersembunyi di dalam gua. Risiko besar dihadapinya, ia selalu mengendap-endap agar tidak ketahuan kaum kafir saat menuju Gua Tsur. Oleh karena itu, gua sempit ini bukan sembarang gua. Di sanalah pernah terjadi sebuah peristiwa yang memperlihatkan perjuangan penegakan Islam pada masa awalnya. Gua ini menjadi saksi bisu pengorbanan kaum Muslim juga wujud nyata pertolongan Allah, sebuah keajaiban akan datang bagi hambanya yang sedang dalam kesulitan. Peristiwa tersebut tertuang dalam Alquran, tepatnya di surah at-Taubah ayat 40. Di dalamnya dijelaskan, “Bila kamu tidak mau menolong Rasulullah maka Allah SWT telah menjamin menolongnya ketika orang-orang kafir. mengusirnya berdua dengan sahabatnya. Ketika keduanya berada dalam gua, dia berkata kepada sahabatnya „janganlah engkau berdukacita karena Allah SWT bersama kita‟. Lalu Allah SWT menurunkan ketenangan hati kepada (Muhammad) dan membantunya dengan pasukanpasukan yang tiada tampak olehmu. Dijadikan-Nya kepercayaan orang-orang kafir paling rendah dan agama Allah SWT menduduki tempat teratas, Allah SWT Maha perkasa lagi Mahabijaksana.
Keistimewaan Miqat di Ji'ranah Ji‟ranah, adalah sebuah desa yang berjarak sekitar 26 km dari Kota Makkah. Nama ini pada mulanya adalah sebuah nama yang diberikan kepada seorang wanita yang mengabdikan dirinya menjaga dan membersihkan sebuah masjid yang terdapat di desa tersebut. Paling tidak, ada dua persoalan hubungan antara kampung Ji‟ranah dengan pelaksanaan Ibadah Haji dan Umrah. Pertama, oleh Ulama Mazhab Syafi‟i berpendapat, Ji‟ranah merupakan salah satu tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah miqat [miqat makani), khususnya bagi penduduk Kota Makkah. Tempat ini berada di perbatasan tanah geografis (wilayah) kota Makkah dan berjarak lebih kurang 26 km di sebelah selatan kota Makkah. Rasulullah SAW sendiri memulai Ihram-nya dari tempat tersebut. (HR. alBukhari dan Muslim). 42
Oleh karena itu, ketika memasuki kampung Ji‟ranah, setiap jamaah haji atau umrah harus memakai pakaian “ ihram ” (baju suci) dan berniat melaksanakan ibadah haji atau umrah. Berbeda dengan ulama Mazhab Syafi‟i, ulama Mazhab Hanafi berpendapat, khusus penduduk kota Makkah, sebaiknya ihram dimulai/ dilaksanakan di Tan‟im, juga salah satu daerah yang berada di luar kota Makkah yang jaraknya lebih kurang 5 km dari Makkah. Dalilnya, karena Rasulullah SAW memerintahkan Abdurrahman bin Abi Bakar untuk ber-ihram dari Masjid „Aisyah di Tan‟im (HR al-Bukhari dan Muslim). Jika dari Tan‟im tidak bisa, menurut mereka, boleh dilakukan dari Ji‟ranah. Kemudian jika tidak bisa juga boleh dari Hudaibiyah, yaitu sebuah desa di sebelah Utara kota Makkah yang sekarang diberi nama dengan asy-Syumaisyiyah. Jarak asy-Syumaisyiyah dari kota Makkah adalah 23 km. Menurut ulama Mazhab Maliki, seseorang yang melaksanakan ibadah haji atau umrah boleh menggunakan miqat Ji 'ranah atau Tanim. Dari segi fadhilah, berarti Ji‟ranah tidak berbeda dengan tempat-tempat miqat lainnya, seperti Bier „Ali (Zul Hulaifah), Tanim, Hudaibiyah (asy- Syumaisyiyah), Rabigh, al-Juhfah, Yalamlam, Qarnu al-Munazil, dan Zatu lrq. Justru dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Ji‟ranah memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan tempat-tempat miqat lainnya. Kedua, disamping sebagai tempat melakukan ibadah miqat, kampung Ji'ranah merupakan salah-satu dari beberapa tempat tujuan wisata atau perziarahan oleh para wisatawan atau jamaah Haji dan Umrah yang ada di sekitar Kota Makkah. Di kampung Ji‟ranah ini bisa ditemukan beberapa tempat wisata atau perziarahan. Salah satunya adalah sebuah masjid dan sebuah sumur yang dikenal dengan Bir Thaflah. Menurut sejarah, sumur (Bir Thaflah) ini dahulunya terjadi sebagai salah satu mukjizat Rasulullah SAW dikala beliau bersama para pejuang Islam lainnya berhenti untuk membagi- bagi harta ghanimah sebagal hasil dari kemenangan mereka pada Perang Hunain yang baru saja mereka menangkan. Namun karena persediaan air mereka habis, sementara Nabi dan para sahabat lainnya dalam kondisi sangat kehausan, dan di sekitarnya tidak ditemukan air. Nabi Muhammad SAW memukulkan tongkatnya. Berkat kekuasaan Allah SWT, dengan serta merta terpancarlah air yang sangat banyak sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ajaibnya, sampai sekarang air sumur tersebut tidak pernah kering dan sering dipercaya oleh sebagian orang, bahwa airnya bisa dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit.
Menara Jam 'Sahabat' Masjidil Haram Kini, wajah dari Masjidil Haram berubah. Jika dulu hanya ada bangunan yang mengelilingi Ka‟ bah, sekarang ada sebuah gedung pencakar langit yang tinggi menjulang di dekatnya. Seperti seorang sahabat, menara itu pun berdiri seakan melindungi Masjidil Haram. Gedung yang belum rampung dibangun ini adalah Menara Clock Royal. Bangunan setinggi 600 meter itu merupakan bangunan tertinggi kedua di dunia setelah Burj Khalifa di Dubai. 43
Walaupun pembangunannya belum selesai, Menara Jam Makkah sudah dioperasikan sejak dua tahun lalu, tepatnya pada Kamis 12 Agustus 2010. Bangunan ini dibangun Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud me lalui hibah dari Yayasan Raja Abdul Aziz. Menara ini menggunakan kepakaran juru tera Jerman dan dibangun oleh Saudi Bin laden Group dengan melibatkan 250 pekerja ahli Muslim. Gedung ini sebenarnya adalah sebuah hotel yang di atasnya dibuat menara jam layaknya Big Ben di London. Selain memajang jam yang besarnya enam kali lebih besar dari Big Ben, menara ini juga dilengkapi dengan pengeras suara yang bisa memperdengarkan azan hingga tujuh kilometer jauhnya. Selain itu, gedung ini dipercantik dengan 21 ribu lampu merah dan hijau di puncak menara yang menyala saat azan berkumandang. Lampu ini bisa dilihat dari jarak 30 kilometer. Tulisan syahadat dan Allah pun tertulis di atasnya. Tulisan ini bisa dilihat dari jarak 25 ki lometer. Tak hanya itu, pun caknya pun dilapisi emas dengan sebuah simbol bulan sabit yang ber tengger. Untuk menghindari kemacetan, juga akan dibangun terowongan yang menghubungkan Mina Mudzalifah dan Arafah. Disediakan dua lift yang dapat mengantar pengunjung hingga ke sebuah anjungan yang terletak lima meter di bawah jam. Secara keseluruhan, proyek ini diprediksi selesai pada 2016. Menara jam ini nantinya diharapkan dapat menjadi patokan waktu alternatif selain Greenwich Mean Time (GMT) di Inggris yang sudah berusia 126 tahun sejak 1884. Persidangan di Doha pada 2008 silam menyatakan, Makkah adalah titik pusat bumi sebenarnya. Menara jam menggunakan standar sendiri atau Saudi Standard Time yang tiga jam lebih dulu daripada standar GMT. Keberadaan menara ini juga dapat mengurangi kasus jamaah haji dan umrah yang tersesat. Jamaah hanya perlu berjalan menuju pelataran jam yang letaknya berhadapan dengan Pintu 1 Masjidil Haram bila terpisah dari rombongan. Tak jauh dari pelataran itu, ada pintu keluar, di antara pusat perbelanjaan Bin Dawood dan Hotel Hilton, menuju jalan besar Ibrahim Khalil. Jalan ini menghubungkan kawasan tersebut dengan daerah Mismalah, Bakhutmah, dan beberapa tempat pemondokan lain.
Doa Tawaf dari Adam dan Ibrahim Allah SWT menyebut Masjidil Haram dengan sebutan Baitullah sebanyak 15 kali dan menyebutnya dengan sebutan lainnya, yang kesemuanya mengagungkan dan membesarkan arti rumah ini (Ka'bah). 44
Semua manusia diserukan menghormati, meng-agungkan, & memuliakannya, kemuliaan dan kelebihannya.
mengingat kedudukan,
Pada musim haji seperti sekarang ini di sekeliling Ka'bah selalu dipadati para jamaah. Jamaah yang thawaf tak pernah sepi. Bahkan hampir selama 24 jam di sekeliling bangunan Ka'bah yang diselungkupi kain berwarna hitam bertuliskan Arab itu, ribuan kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia tak putus-putusnya melakukan tawaf (keliling Ka'bah tujuh kali). Ibnu Umar RA menceritakan: ''Dahulu, apabila Rasulullah SAW melakukan tawaf yang pertama adalah tawaf Qudum atau tawaf Selamat Datang. Berikutnya beliau melakukan Sai (berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah).'' Karena itu, bagi jamaah yang baru tiba di Mekah dianjurkan untuk segera menunaikan tawaf Qudum (keliling Ka'bah tujuh kali putaran) atau tawaf penghormatan kepada Baitullah -- kecuali mereka yang sedang berumrah. Yang terakhir ini melaksanakan tawaf untuk umrah. Selain tawaf Qudum dan tawaf untuk umrah, ada lagi yang namanya tawaf ifadah (tawaf untuk haji), tawaf wada' (tawaf perpisahan), dan tawaf sunat. Tawaf sunat adalah tawaf yang dapat dikerjakan pada setiap kesempatan dan tidak harus diikuti dengan sai. Bahkan tawaf sunat ini juga menggantikan shalat tahiyatul masjid di Masjidil Haram. Syarat-syarat dan tata cara tawaf antara lain: berniat, memulai dari garis coklat tanda batas putaran thawaf yang letaknya searah Hajar Aswad. Menghadap ke Ka'bah dan ber-istilam (mengangkat tangan kanan ke arah Hajar Aswad dan memberi isyarat mengecupnya sambil mengucapkan: Bismillahi Wallahu Akbar. Kemudian memulai putaran pertama sambil membaca doa, sampai di Rukun Yamani. Teruskan dengan putaran berikutnya sampai selesai tujuh putaran yang akan berakhir di Hajar Aswad. Menurut Ibnu Abbas RA, manusia pertama yang melakukan haji dan thawaf adalah Nabi Adam AS. Kala itu Nabi Adam melakukan haji dengan berthawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali putaran. Pada saat Nabi Adam tengah berthawaf ia didatangi oleh para malaikat dan berkata: ''Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Sesungguhnya kami telah melaksanakan ibadah haji di Baitullah ini sejak 2000 tahun sebelum kamu.'' Adam bertanya: ''Pada zaman dahulu, doa apakah yang kalian baca pada saat thawaf?'' Malaikat menjawab: ''Dahulu kami mengucapkan ; Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar.'' Adam berkata, tambahkanlah dengan ucapan: ''Wa la haula wa la quwwata illa billah.'' Maka selanjutnya para malaikat pun menambahkan ucapan itu. Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah Nabi Ibrahim AS menerima perintah membangun kembali Ka'bah, ia kemudian melaksanakan ibadah haji. Pada saat tawaf itulah Nabi Ibrahim juga didatangi oleh para malaikat seraya mengucapkan salam kepadanya. Lalu Ibrahim pun bertanya kepada mereka: ''Dahulu, apakah yang kalian baca saat tawaf?'' Mereka menjawab: ''Dahulu sebelum bapakmu Adam kami membaca: 'Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar.' Lalu Adam menyuruh kami menambahkan: 'Wa la haula wa la quwwata illa billah'.''Selanjutnya Ibrahim berkata: ''Tambahkanlah bacaan kalian dengan Al 'aliyyi al 'adzim.''
45
Kemudian para malaikat pun melaksanakannya. Dan hingga sekarang doa itulah yang dibaca oleh kaum muslimin saat melakukan thawaf. Doa itu: ''Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar. Wa la haula wa la quwwata illa billah Al aliyyi al adzim.''
Jejak Haji Siti Hajar Setelah Nabi Ibrahim menempatkan istri dan anaknya didekat Ka'bah, dia langsung kembali ke Syam. Hajar berlari mengikutinya dan bertanya, "Hai suamiku, akan kemana kau! Mengapa aku dan anakmu kau tinggalkan disini! Tempat yang kosong tidak ada apa-apanya!". Berulang kali, Hajar mengatakan seperti itu sambil berjalan mengikuti Nabi Ibrahim berjalan. Ternyata Nabi Ibrahim tidak sanggup menoleh apalagi menjawab. Matanya menerawang kedepan dengan pandangan melompong, kalau ia bukan seorang Nabi, mungkin sudah meleleh air matanya mendengar suara-suara istri yang dicintainya. Hajar menanyakan lagi "Apakah Allah yang menyuruhmu agar kau lakukan ini ? Ya, jawab Nabi Ibrahim dengan singkat. Kalau begitu, Allah pasti tidak menyianyiakan kami, sahut Hajar". Ia pun kembali ke tempat anaknya di dekat Ka'bah. Setelah sampai diperbatasan, sebagai seorang suami sekaligus seorang Bapak, Nabi Ibrahim tidak kuat menahan gemuruh perasaan hatinya, lalu berhenti dan menghadap arah Ka'bah, mengangkat kedua tangannya dan berdoa : ''Ya Allah aku tempatkan sebagian keturunanku dilembah yang tidak mempunyai tanamtanaman, didekat rumah-Mu yang dihormati, agar mereka mendirikan shalat, maka jadilah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur". (Al-Quran, Surah Ibrahim, Ayat 37). Perbekalan Hajar, air dan kurma akhirnya habis. Air susu pun sudah tidak keluar lagi. Ismail pun menangis karena lapar. Hajar berusaha mendapatkan minuman dan makanan. Ia berjalan ke bukit Shafa dan menaikinya kemudian melepaskan pandangannya kedepan jauh-jauh, kekiri, kekanan, barangkali ada orang yang dapat dimintakan pertolongan. Lalu, ia berjalan dengan setengah berlari menuju bukit Marwa. Kemudian ia lakukan seperti di bukit Shafa. Namun tidak ia temukan air dan makanan atau orang yang dapat diminta tolong, walaupun bolak-balik antara Shafa dan Marwa ia lakukan sampai tujuh kali. Akhirnya, ia merasakan bahwa usahanya sudah maksimal, lalu kembalilah ia ketempat anaknya. Kemudian malaikat Jibril datang dan dengan kakinya Jibril menghentak tanah, sehingga keluar air Zamzam yang kemudian dipakai oleh Hajar dan anaknya minuman. Dengan air zamzam mereka hidup berhari-hari. Malah sebagian riwayat berbulan-bulan. Peristiwa bolak-balik antara Shafa dan Marwa inilah yang diabadikan oleh Islam sebagai ibadah Sa'i yang termasuk dalam rangkaian ibadah Haji dan Umrah.
46
Kemudian lokasi kedua tempat ini disebut Mas'a (tempat Sa'i). Adapun Mas'a dan kedua bukit ini sekarang sudah berada dalam bangunan Masjid Al-Haram. Namun hukumnya masih memakai hukum bahwa lokasi itu adalah lokasi di luar Masjid, sehingga wanita yang sedang menstruasi boleh berada dilokasi ini. Allah SWT berfirman, ” Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‟i antara keduanya. dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah: 158). Bukit Shafa dan Marwa terletak di sebelah timur Masjidil Haram. Keduanya termasuk syiar agama, di mana seluruh jamaah haji diharuskan mengerjakan sa‟i sebanyak tujuh putaran, berdasarkan firman Allah di atas. Keduanya merupakan anak bukit yang terletak di tengah-tengah kota Makkah dan dikelilingi oleh rumahrumah penduduk Makkah, di antaranya Darul Arqam, Dar As-Saib bin Abu As-Saib Al-Aidzi, Dar Al-Khuld, dan lain-lain. Bukit Shafa berada dalam satu rangkaian dengan Jabal Abu Qubais, sedangkan Bukit Marwa masih satu rangkaian dengan Jabal Qa‟aiqa‟an. Kedua gunung tersebut terkenal di Kota Makkah. Pengamalan sa‟i merujuk pada masa Nabi Ibrahim. Al-Qurthubi menyebutkan alasan lain tentang penamaan ini. Dia mengatakan di dalam tafsirnya, “Asal kata „Shafa‟ secara etimologi berarti batu licin, yaitu nama sebuah bukit terkenal di Makkah. Marwa juga nama sebuah bukit. Disebut Shafa karena dulu Adam AS pernah berdiri di atasnya. Sementara Hawa berdiri di atas Marwa, sehingga dinamakan dengan nama perempuan. Wallahua‟lam. Shafa dan Marwa memiliki arti penting di dalam jiwa bangsa Arab. Keduanya pun memiliki kedudukan tinggi di dalam sejarah kaum Muslimin, bahkan dalam sejarah umat manusia seluruhnya. Keduanya termasuk peninggalan yang agung, tempat-tempat suci, dan kenangan bersejarah yang diabadikan oleh Islam di dalam kitab-Nya yang mulia. Kaum Muslimin diwajibkan untuk melaksanakan sa‟i di antara keduanya serta berhenti sejenak untuk mengenang Adam dan Hawa yang pernah berdiri di atasnya—sebagaimana disebutkan dalam sebagian khabar. Selain itu, sa‟i bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap nikmat Allah SWT yang dilimpahkan kepada Hajar dan putranya, Ismail, juga kepada umat manusia sesudah mereka. Nikmat berupa mata air Zamzam untuk Hajar seetelah dia berusaha mencari sumber air dengan berjalan bolak-balik antara Bukit Safah dan Marwa. Di dalam Shahih al-Bukhari terdapat sebuah riwayat Ibnu Abbas dengan status marfu‟. Di sini disebutkan, Ibrahim meninggalkan Hajar bersama putranya, Ismail, yang masih menyusu di suatu tempat di Makkah. Dia hanya meninggalkan untuk mereka satu kantor kurma dan satu wadah tempat minum. Ketika air dalam kantong itu habis, Hajar dan putranya pun mulai merasa haus. Hajar memandangi putranya yang menggeliat kehausan. Tak tega melihat anaknya dalam keadaan demikian, dia segera pergi dan mendapati Shafa, bukit terdekat. Dia pun menaikinya, lalu berdiri di atasnya. Kemudian dia memandang sekeliling, mungkin ada orang di sana.
47
Ternyata dia tak melihat seorang pun. Lantas, dia menuruni Bukit Shafa dan menuju Bukit Marwa. Dia pun berdiri di Bukit Marwa dan melihat apakah ada seseorang. Di sana juga tidak terlihat seorang pun. Dia terus melakukan hal itu sebanyak tujuh kali. Ibnu Abbas meriwayatkan, Nabi bersabda, “Karena itulah, orang-orang melaksanakan sa‟i di antara keduanya.” Sumur air zamzam dalam sejarahnya bermula dari kegelisahan Siti Hajar bersama putranya, Ismail, yang ditinggal Nabi Ibrahim AS di sebuah padang tandus. Cerita Siti Hajar yang ditinggal Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam Alquran surah al-Maidah (14) ayat 37. Karena bekalnya habis, Siti Hajar berusaha mencari makanan atau orang-orang yang kemungkinan berada di sekitarnya. Ia pun berlari ke Bukit Marwah, balik lagi ke Bukti Shafa, dan kembali lagi ke Bukit Marwah. Tercatat, tujuh kali dirinya bolak-balik bukit Shafa-Marwah. Apa yang dilakukan Siti Hajar itu kini menjadi salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan umat Islam yang melaksanakan haji, yaitu sai. Setelah lelah bolak-balik dari bukit Shafa ke Marwah, Siti Hajar mendengar perintah untuk melihat putranya yang sedang menangis dan mengentak-entakkan kakinya ke tanah. Ternyata, entakan kaki Ismail AS berhasil mengeluarkan air yang berlimpah. Siti Hajar pun kemudian berkata, "zamzam (berkumpullah)," hingga akhirnya air berkumpul dan dinamakan zamzam. Munculnya air dari bekas entakan Nabi Ismail ini kemudian memicu hadirnya serombongan burung-burung di sekitarnya. Melihat adanya burung ini, para kafilah yang juga sedang mencari air segera menuju tempat burung-burung beterbangan itu. Inilah sekelumit singkat awal mula munculnya sumur zamzam. Setelah sekian ribu tahun, konon sumur zamzam ini kemudian tertutup karena tidak ada yang merawatnya. Maka, kakek Nabi Muhammad AS, Abdul Muthalib, bernazar untuk menggalinya kembali apabila dirinya dikaruniai banyak anak dan akan mengurbankan salah satunya. Doanya dikabulkan Allah SWT dan ia mempunyai 10 orang anak. Kemudian, Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya. Tapi, ia ragu siapa yang akan dijadikan kurban. Lalu, diundilah hingga kemudian muncul nama Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW. Keraguan makin memuncak karena ia sangat menyayangi putra bungsunya ini. Setelah berkali-kali nama Abdullah muncul, ada yang mengusulkan agar nama Abdullah diundi dengan unta. Setelah berkali-kali diundi, selalu muncul nama Abdullah, jumlah onta yang akan dijadikan kurban ditambah hingga 100 ekor unta. Dan, pada undian berikutnya, akhirnya muncullah nama unta yang akan dikurbankan. Karena doanya dikabulkan dan Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya, dia pun menggali sumur zamzam tersebut. Karena itu, sumur zamzam disebut pula dengan sumur gali (Dug Water Well).
Sa'i Mencari Ibadah Sa'i adalah berlari-lari kecil di antara Bukit Shafa dan Marwah. Sebagaimana diabadikannya proses pencarian (usaha) air oleh Siti Hajar untuk dirinya dan anaknya, Ismail, menurut Ali Syariati, ibadah Sa'i intinya adalah sebuah pencarian.
48
Sa'i digambarkan sebagai sebuah gerakan yang memiliki tujuan dan digambarkan dengan gerak berlari-lari serta bergegas-gegas. Menurut Syariati, Sa'i inilah yang dikatakan sebagai haji, yaitu sebuah tekad untuk melakukan gerak abadi ke suatu arah yang tertentu. ''Sa'i adalah perjuangan fisik. Sa'i berarti mengerahkan tenaga di dalam pencarian (usaha) untuk menghilangkan lapar dan dahaga yang engkau tanggungkan beserta anak-anakmu,'' ujarnya. Karena itu, sudah seharusnya setiap jamaah haji maupun umrah untuk menghayati makna terdalam dari pelaksanaan ibadah Sa'i. ''Ia adalah sebuah bentuk usaha yang harus dilaksanakan oleh umat manusia. Bila tidak berusaha, ia sengsara dalam kehidupannya. Jangan pernah berpikir tentang hasilnya. Pasrahkan semuanya pada Allah, karena hanya Dia tempat manusia berpasrah,'' tulis Ali Syariati dalam bukunya Hajj. Seperti kehidupan di dunia, kata Syariati, Sa'i adalah gambaran hidup manusia di dunia dalam berusaha. ''Apa yang dilakukan Siti Hajar--seorang budak dari Ethiopia, yang kemudian diperistri oleh Ibrahim--dalam mencari air untuk minum dirinya dan Ismail, benar-benar bersifat materiil, kebutuhan yang dimiliki manusia,'' katanya menegaskan.
Saat Rasul Membangun Masjid Nabawi Ketika Rasulullah tiba di Madinah saat berhijrah, hal pertama yang dilakukan Baginda Nabi adalah membangun masjid, yakni Masjid Nabawi. Tempat yang dipilih untuk membangun masjid itu merupakan pilihan unta Nabi saat pertamakali berhenti di Madinah. Masjid tersebut menjadi tempat shalat bagi seluruh kaum muslimin Madinah. Sebelumnya, lokasi itu merupakan lahan kosong yang ditumbuhi beberapa pohon kurma dan dijadikan kuburan beberapa orang musyrik. Rasulullah membeli tanah itu dari pemiliknya, yaitu dua anak yatim dari bani Najjar. Rasulullah kemudian mengajak para sahabat untuk meratakan dan memfungsikan lahan tersebut. Pembangunan masjid pun dimulai. Rasulullah yang memimpin pembangunannya. Masjid tersebut dibangun menggunakan bebatuan, lumpur, batang, dan dedauanan pohon kurma. Awalnya, luas masjid itu sekitar 60x70 hasta (sekitar 30x35 meter). Rasulullah menghadapkan masjid itu ke arah Baitul Maqdis sebagai kiblat pertama orang Islam. Pembangunan masjid ini selesai dalam waktu yang cukup singkat. Setelah itu, kaum Muslimin pun melaksanakan shalat didalamnya dan diimami langsung oleh Rasulullah.
Sejarah Jabal Uhud Jabal Uhud, termasuk salah satu bukit yang sangat memiliki nilai sejarah penting dalam sejarah Islam. Di bukit ini, terjadi peperangan yang sangat memilukan dalam sejarah Islam. Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW, bertempur habis-habisan dengan kaum musyrikin Kota Makkah.
49
Kisah pilu ini, digambarkan oleh Rasul dengan menyebut bukit ini sebagai bukit yang nantinya akan bisa dilihat di Surga. Jadi, umat Islam yang kini akan melaksanakan ibadah haji dan menyempatkan diri untuk berziarah ke Bukit Uhud, insya Allah saat berada di Surga juga akan menyaksikan kembali bukit ini. Kepiluan Nabi Muhammad di Bukit Uhud, tak lepas dari kisah pertempuran yang terjadi di kawasan ini. Dalam pertempuran itu, ratusan sahabat nabi gugur. Termasuk juga paman Rasul, Hamzah bin Abdul Muthalib, gugur dan dimakamkan di bukit ini. Bahkan, Nabi Muhammad SAW mengatakan, kaum Muslimin yang gugur dan dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada pada burung hijau yang melintasi sungai Surgawi. Burungburung itu memakan makanan dari buah-buahan yang ada di taman surga, dan tak akan pernah kehabisan makanan. Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu. Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625. Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit. Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang. Namun, kemanangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Nabi Muhammad SAW telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi. Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda. Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib. Nabi SAW sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut. 50
Kematian paman nabi ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini. Dalam pertempuran itu, Nabi Muhammad SAW juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah. Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan. Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain. Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana. Namun demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah haji/umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut. Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah kepada para syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasul wafat. Bahkan, dikisahkan bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya telah mendekati Uhud. Bukit Uhud tersebut, bila dilihat dari kejauhan berwarna agak kemerahan dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Jabal ini merupakan bukit terbesar di Madinah yang terletak sekitar lima kilometer dari pusat Kota Madinah. Ketinggian buktik, sekitar 1.050 meter. Bentuk Jabal Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung. Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya 'bukit menyendiri'. Sebelum dibangun jalan baru yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah oleh pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang hendak menuju Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu. Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.
51