Malam ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku merasa terganggu dengan suara petir yang saling bersahutan tanpa irama yang jelas. Ditambah lagi, Hujan yang disertai angin kencang membuat suhu malam ini seperti di kutub. Dinginnya bukan main. Mama Nike yang berada disampingku sudah tertidur pulas . aku jadi bingung terjaga di malam hari tanpa ada teman bicara membuatku jadi bosan. Tak ada aktifitas yang bisa kulakukan. Dalam kondisi terbaring diatas ranjang mataku selalu mengawasi setiap sudut kamar. “Brukkk... Brukk... Brukk...!!”. terdengar suara orang sedang melompatlompat. Aku ketakutan. Jantungku berpacu dengan cepat. Bulu kudukku merinding.
Badan terasa berat. Mataku menatap pintu kamar tanpa berkedip. Aku yakin itu pasti Niko. Aku jadi takut kalau Niko masuk ke kamar ini. Perlahan-lahan suara itu terdengar samar-samar dan hilang begitu saja. Kurasa Niko sudah pergi. Kucoba beranikan diri melihat keluar kamar untuk memastikannya. Dan ternyata benar, Niko sudah pergi. Hanya ada jejak tanah yang tertinggal di lantai. Sepertinya ini tanah kuburan. Tapi, tanah yang kulihat seperti menuju ke suatu tempat. Aku jadi makin penasaran. Kulangkahkan kakiku mengikuti jejak kotornya lantai. Sesampainya diruang tamu langkah kakiku terhenti. Ada sebuah pemandangan yang tak lazim hampir membuatku mati ketakutan. Dihadapanku dengan jarak 5
langkah terlihat jelas sosok pocong Niko sedang berdiri tegak menatap dinding dengan tatapan serius, untung dia tidak menyadari kehadiranku. Tanpa pikir panjang aku segera bersembunyi dibalik kursi dan sesekali mengintipnya. Terasa aneh bagiku, Niko terus menatap dinding dengan waktu yang cukup lama. Sebenarnya ada apa dengan dinding itu? Kucoba untuk mengingat sesuatu... Dan.... Aku baru sadar... Bukankah dinding itu seharusnya ada photo yang terpajang di dinding itu. Tapi sayang, Photo itu sudah pecah dan disimpan oleh mama Nike di gudang. Jangan-jangan Niko berpikir kalau photo itu sengaja kami buang. -Plek.... Tiba-tiba mati lampu. Seperti orang buta. Semua yang kulihat berwarna hitam. Indera penglihatanku
tidak berfungsi kalau gelap begini. Aku ingin lari menuju kamar. Tapi, mustahil untuk kulakukan, tentunya aku akan menabrak dinding. Terpaksa aku merangkak seperti bayi sambil meraba-raba lantai untuk sampai ke kamar tanpa harus diketahui oleh Niko. Aku kelelahan dan badanku terasa berat. Nafasku terengah-engah seperti kekurangan oksigen. Baru kali ini aku merasa lelah seperti ini. Tak sanggup rasanya aku merangkak sampai ke kamar, punggungku sakit. Tanganku yang terus meraba-raba lantai tak sengaja menyentuh sesuatu yang berukuran 40x40cm tergeletak begitu saja dilantai. Itu adalah cermin. Saat cermin itu kupungit. Tiba-tiba....”jegerrrr....!!” terdengar suara petir dan rumah ini sekejap menjadi terang karena pantulan cahaya kilat. Beberap
detik rumah ini terlihat terang dan aku sempat melihat ke dalam cermin ada bayangan pocong duduk di punggungku. “MAMMAAAAA....!!!”. Gila! Saat aku menyadari ada pocong duduk di atas punggungku, sekujur tubuhku membatu. Tidak bisa bergerak sama sekali. Ingin teriak sekali lagi memanggil mama Nike tapi bibir terlanjur membisu. Yang bisa kulakukan hanya memejamkan mata dan berharap ruangan ini tetap gelap sampai menjelang fajar. Tidak bisa kubayangkan apa jadinya kalau ruangan ini tiba-tiba terang dan pocong itu masih duduk di punggungku. Aku bisa mati ketakutan
Dalam kegelapan Kudengar langkah kaki seseorang mendekati diriku. Orang itu
datang membawa cahaya yang terang. Dan cahaya itu ia pantulkan ke wajahku hingga membuat mataku silau. Dengan lembutnya ia memanggil namaku,"Dinda". Saat kubuka kedua mataku ini, keluarlah air mataku dengan deras. Ternyata orang itu adalah mama Nike, ku lihat tangannya menggenggam senter. Seketika rasa takutku hilang begitu saja saat mama Nike memelukku. "Dinda tadi teriak manggil mama? Kenapa, Nak?" "Tadi Dinda mau minum malahan mati lampu. Makanya Dinda teriak manggil mama". Terpaksa aku bohong pada mama Nike. Sebenarnya, aku ingin cerita tentang apa yang kualami tadi. Tapi, aku takut membuat mama Nike sedih kalau tahu anaknya jadi pocong penasaran. Lebih baik
cerita ini kusimpan sendirian.
Mama Nike memang ibu idaman semua anak. Dia memperlakukanku sangat baik, seolah-olah aku ini anak kandungnya. Tangan kanannya merangkul pundakku dan menuntunku kembali ke kamar. Setiap langkah kami selalu diterangi oleh senter yang di genggam oleh Mama Nike *** Hari ini aku bolos sekolah dengan alasan sakit. Padahal kondisi badan sehat. Aku bolos bukan untuk menjadi anak brandal apalagi berlagak sok gaul. melainkan kondisi pikiranku yang harus kubuat tenang. Aku masih shock dengan kejadian semalam hingga jadi stres begini. Sangking stresnya sampai malas untuk bangun dari tempat tidur. Tapi, saat kulihat layar HP ada 1 pesan masuk dari
mama Nike :
Dinda, sayang. Maafin mama ya berangkat kerja ga bangunin kamu. Oh iya Mama udah bikinin kamu susu coklat sama nasi goreng kesukaan kamu. Jangan lupa dimakan ya, nak. Love you.
Pesan dari mama Nike membuatku jadi semangat untuk meninggalkan tempat tidur dan pergi ke dapur untuk makan. Sayangnya langkah kakiku terhenti di ruang tamu. Pandanganku tiba-tiba menatap dinding dan pikiranku mulai mempengaruhi diriku untuk pergi ke gudang. Entah kenapa aku jadi ingin mengambil photo itu dan memajangnya kembali. Tapi, disisi lain aku merasa takut. Aku takut kalau di dalam gudang ada pocong.
"TING... TONG".
Kudengar suara orang memencet bel rumah. Kulihat dari balik kaca ternyata Nita. Dengan senang hati aku mempersilahkannya untuk masuk. Kedatangan Nita bagiku sebuah anugrah terindah saat ini. Aku jadi bisa memanfaatkannya untuk menemaniku pergi ke gudang. Bisa dibilang aku seperti mendapat sebuah keberuntungan. Tapi, Wait..... ini kan jam 09:00 wib. Mataku secara reflek menatap jam dinding. Sedangkan sekolah memulai pelajaran jam 07:15 wib. Dan penampilan Nita berseragam sekolah dengan lengkap. Jangan-jangan dia bolos juga sepertiku. Ah sudahlah, bagiku itu tidak penting. Yang penting saat ini adalah Nita bisa kumanfaatkan hari ini. Hehehe..... Tanpa basa-basi aku meminta tolong Nita untuk
menemaniku ke gudang, Nita pun meng-iyakan kemauanku. Dan senangnya bukan main, pintu gudang tidak terkunci.
"Nit! Pokoknya lu harus pegangin ini pintu. Jangan sampe ketutup. Oke beibih!”
"Oke deh beibih". Nita pun membalas omonganku dengan menekuk semua jarinya kecuali jempol sambil mengedipkan matanya. Alasanku menyuruh Nita untuk tetap berdiri di dekat pintu karena aku takut pintu itu akan menutup dengan sendirinya. Maklum aku ini korban film horor.... tanpa waktu yang lama photo itu kudapatkan dengan mudah. Dan kurasa aku bisa merasa sedikit tenang untuk saat ini.
"Din, kacanya kok pecah". Nita
kebingungan dengan bingkai photo yang kupegang sudah retak. "Waktu itu photonya jatuh". "Ohhhh gitu..... oh iya din. Gua boleh kepo engga?" "Mau kepoin apa, Nit?" Sikap Nita membuatku merasa ada yang aneh dengannya. "Din. Niko sebenernya jadi pocong kan?" Pertanyaan Nita yang sangat frontal membuatku shock. Aku menatap mata Nita dan Nita balik menatap mataku. Kami terdiam begitu saja saling menatap satu sama lain. Tak ada jawaban yang kuberikan pada Nita. "Bruk". Terdengar suara benda terjatuh "NITA LARIIIII....!!!" Suara itu mengagetkanku, aku pun langsung lari
membawa photo. Nita yang tak tahu apa-apa hanya bisa mengikutiku lari sesuai dengan perintahku. Sesampainya di ruang tamu aku dan Nita kehabisan nafas. Masih dalam rasa penasaran yang tinggi Nita kembali memberi pertanyaan yang sama. Awalnya aku tidak mau jujur berhubung Nita adalah sepupuku dan aku tahu betul kalau dia bukan tipe orang yang bermulut ember. Aku pun menceritakan semuanya kepada Nita. Setelah Nita mendengar semua ceritaku. Aku pun balik bertanya,"Lu tau Niko jadi pocong dari siapa?". Pertanyaanku tidak dijawab oleh Nita. Dia malah membuka tas lalu mengambil handphone dan headset miliknya. Kedua benda itu disatukan, lalu Nita menyuruhku untuk mendengarkan sebuah lagu. Sungguh
konyol. Aku bertanya tentang apa? Kenapa disuruh mendengarkan sebuah lagu? Aku pun menolak. Tapi Nita terus mendesakku. Katanya ada lagu yang mewakili isi hatiku saat ini. Karena Nita terus memaksaku. Aku pun menuruti apa maunya.
"Semalem Niko dateng nemuin gue. Dia marah banget sama gue, Din. Katanya gue ga boleh ngejodohin lu sama siapapun? Termasuk sama Samuel. Karena status lu masih pacaran sama Niko. Dia juga ngancem bakalan terus nemuin gue,kalo, gue masih nekat buat ngejodohin elu. Bukan cuman gue doang yang dia datengin. Samuel juga. hari ini Samuel ga masuk sekolah karena tingkahnya aneh, kaya orang gila. Dan gue yakin itu pasti karena ulah Niko. Sebenernya gue mau ngomong ini secara langsung tapi
gue takut. Gue takut kalo Niko tahu dan marah ke gue"
Ternyata yang ingin Nita sampaikan bukan sebuah lagu melainkan rekaman suara Tania. Mendengar cerita Tania membuat mataku berkaca-kaca. Ada rasa kasihan dengan kondisi mereka yang jadi ketakutan karena ulah Niko. Tak ku sangka kelakuan Niko seperti ini. Padahal semasa hidupnya dia bukan tipe orang yang suka mengancam orang lain. Kondisiku membuat Nita jadi sedikit iba. Dia memelukku dan berkata," yang sabar ya, din. Masih ada gue kok yang mau bantu lu buat nyelesain semua masalah ini".