“Aku bukan peraih nobel, tapi seolah mimpi-mimpi gilaku adalah lebih dari sekedar nobel” “Aku bukan peraih nobel, tapi seolah mimpi-mimpi gilaku adalah lebih dari sekedar nobel”. Tahun 1997-1998 adalah momentum awal kelahiran seorang pemimpi miskin yang tidak pernah menyerah atas nasib yang orang-orang bilang akan sulit untuk dirubah. Mengapa demikian? Jika momen itu tidak pernah terjadi, maka aku tidak akan pernah seperti ini dan menulis kisah untuk dipamerkan sebagai inspirasi dan motivasi. Senin, 1 Maret 2010, saat jam menunjukkan angka 23.20 W.I.B, aku harus mencoba mengingat apa yang terjadi dengan 13 tahun yang lalu. Aku hanya sekedar menjadi kutu buku yang terpinggirkan atas perawakan pemalu, kalem, minder dan tanpa kharisma sosial. Sakit perut, jantung berdebar dan bicara terbata-bata adalah tiga hal wajib yang pasti ada dalam setiap penampilanku di depan kelas. Bukan keluarga, bukan siapa-siapa yang membisikkan agar aku mencoba merubah keadaan, tapi ombak-ombak hati yang melahirkan gelombang suara gagah dan berani, “It’s time to change yourself”. Ada kesal berkecamuk saat tahu bahwa aku tidak terpilih sebagai anggota tim cerdas cermat SLTPN 2. Kesal yang menjadikan aku bosan dengan pernyataan ini, “Diam adalah Emas”. Aku lulus meski bukan jadi bintang yang bersinar, tapi aku pergi meninggalkan aku yang dulu dan menuju dunia baruku, aku yang sekarang. SMUN 2 adalah sekolah yang menghadiahkan aku berjuta senyum dan harapan. Inilah tempat aku mulai bermimpi akan keindahan dunia jika terwujud. Momen perubahan yang begitu cepat dan dahsyat tersebut bukan untukku, tapi ku hadiahkan untuk keringat Ibunda dan Ayahanda yang bercucuran deras tanpa keluh kesah. Beasiswa, cerdas cermat, cepat tepat, lomba senam, mengarang, bahasa inggris, puisi, dan debat, baik tingkat sekolah, kecamatan, provinsi dan pulau sumatera adalah bonus dari kerasnya hati untuk berubah menjadi insan yang lebih berkualitas. Pada jam 23.56 W.I.B ini, 11 tahun yang lalu, momen dimana sekolah mempercayai aku untuk menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Bukan hanya gelar itu yang menjadi spesial, tapi aku masih mengingat dengan jelas air mata Ibunda yang mengalir saat beliau ikut menyaksikan prosesi itu disaat mengandung anaknya yang ke-6 atau adikku yang ke-5 yang diberi nama Almara Mizan, nama pemberian dariku. Aku harus percaya sebagai tanda syukur atas apa-apa yang telah terpatri dalam goresan hidup ini setelah sakit yang hampir menunda kelulusan sekolah, yang menghujam perjuangan mempersembahkan yang terbaik dan yang bisa meruntuhkan mental untuk terus melanjutkan mimpi karena masih belum apa-apa. Tahun 2000, aku berpikir bahwa ini pasti akan berakhir, dan aku merenung bahwa aku harus kemana setelah ini. Aku bangga meskipun Ayah hanyalah seorang supir, tapi kebanggaan itu tidak bisa kutukar dengan uang yang bisa mengantarkan aku melanjutkan momen itu. Apa aku bisa menukar mimpi-mimpi gilaku? Apa tubuhku mulai dirajut selimut benalu? Aku sadar bahwa orang tua akan marah jika aku mengalah. Mereka akan berkorban segila mungkin seperti mimpi gilaku, hingga mendewakan manusia-manusia kaya atas nama sebuah hutang. Teruk nian nasibmu kawan. “Allah, tolong hamba”. Aku sudah terlanjur jauh melangkah, tak kan perlu kuundur lagi. Lewat kekuatan-Nya, aku kembali mendapat kepercayaan untuk bertarung. Meskipun aku bisa menjadi pecundang, tapi apakah haram jika aku mencoba? Huruf keempat untuk “D”, mundur satu huruf untuk “C” dan huruf ke-18 untuk “R”. Ibu Yustri, jika aku tidak salah, begitulah sosok guru BP yang kukagumi itu. Beliau yang mengenalkan tiga huruf yang jika dirangkai menjadi DCR. Singkatan dari Darmasiswa Caltex Riau. Program beasiswa yang diberikan kepada 60 pelajar berprestasi se-
provinsi Riau sebagai bagian dari kepedulian perusahaan minyak dan gas terbesar di Indonesia tersebut untuk memajukan dan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Aku terjemahkan demi menyambut mimpi-mimpi mereka termasuk mimpi gilaku untuk Indonesia yang lebih baik. Aku terpilih untuk mewakili sekolah menuju pertarungan tingkat kabupaten. Tuhan mengabulkan janjiku dalam percakapan dengan-Nya dan aku dinyatakan lolos seleksi sebagai peringkat pertama dari 6 perwakilan kabupaten Bengkalis dimana 5 lainnya adalah srikandi-srikandi berbakat. Proses panjang tidak berhenti disini, karena aku harus memastikan bahwa aku bisa meraih sekurang-kurangnya peringkat 3 dari 60 peserta agar mimpi kuliah di pulau Jawa dapat menjadi kenyataan. Aku berangkat menuju kota Rumbai yang ditempuh selama ± 3 jam dari Duri, kota kelahiranku sekitar 25 tahun yang lalu. Pertarungan yang terjadi sangatlah berat bagiku. Aku harus menaklukkan serentetan soal-soal yang baru pertamakali aku kenal dalam ruangan yang sangat dingin hingga menusuk semua bagian kulit. Meskipun selesai, keraguan itu sangat mencekam. Aku berdiri diantara kelemahanku dan mimpi gila yang tak sebanding. Masa pengumuman itu tiba. Aku semakin khawatir dalam tekanan karena Bpk. Rozikin, kepala sekolah yang semula tidak bisa hadir namun akhirnya datang untuk melihat hasil perjuanganku. Pengumuman pemenang dimulai dari urutan rangking terakhir. Aku menangis bahagia seraya mengucap syukur atas kebesaran dan kasih sayang Allah atas hamba-Nya saat namaku disebut sebagai salah satu penerima beasiswa peringkat III yang memastikan aku memperoleh sejumlah Rp. 30.000.000 selama 4 tahun (8 semester). Aku jelas bahagia, tapi mungkin tidak dengan kepala sekolah, karena tentu dia ingin aku bisa jadi yang terbaik. “Ah, mungkin ini hanya perasaanku saja”. Tapi jika Bapak tahu apa yang terjadi saat ini, inilah yang terbaik yang bisa aku lakukan. Kabar bahagia ini menjadi air mata anugerah khusunya buat Ibuku. Sekali lagi ini kado dari anakmu yang mungkin tidak akan pernah bisa membalas jasa-jasamu selama mengandung dan membesarkanku. Semangatku hingga ke ubun-ubun. Berbekal pengalaman menjadi pemenang lomba mengarang tentang kaitan minyak bumi dan Alquran yang diselenggarakan oleh pengurus Masjid Agung Usuludin dan PT. CPI, aku mengenal tentang dunia geologi dan perminyakan yang mengubah pendirianku dari pilihan Jurusan Ekonomi menjadi Jurusan Teknik Geologi. Kesempatan kembali datang saat UGM menawarkan program masuk lewat jalur Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD) dengan pilihan Jurusan Teknik Geologi. Nasib berkata lain, keberuntunganku terputus disini. Aku dinyatakan tidak lulus seleksi, namun aku tidak serta merta menyerah. Pengalaman mengerjakan soal-soal uji coba UMPTN di lembaga MITRAGAMA dan PRIMAGAMA dimana aku sudah bergabung dengan lembaga tersebut sejak kelas 1 SMU caturwulan akhir hingga akhir kelas III, aku memberanikan diri mengikuti UM-UGM yang digelar pertama kali hampir di seluruh provinsi besar di Indonesia. Perjuangan 8 kali naik angkot menuju dan kembali dari lokasi tes yaitu di stadion Rumbai dan menginap di kos teman adalah keseruan yang tidak tergambarkan. Meski sempat melancong ke PRIMAGAMA Bogor untuk mengikuti program persiapan UMPTN, akhirnya aku diterima di Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Airmata Ibu, Ayah dan keluarga melepas kepergian anaknya untuk menimba ilmu di negeri seberang. Aku harus rela berpisah demi meraih mimpi-mimpi gila lainnya di kota Gudeg, Yogyakarta. Sejak itu pula aku jarang pulang ke rumah karena alasan biaya dan berlebaran seorang diri tanpa berteman keluarga. Aku diantar oleh omku menggunakan kereta ekonomi. Aku langsung jatuh cinta sejak menginjakkan kaki pertama kali di kota tersebut. Hingga kini aku justru lebih sering bolak balik Jakarta-Yogyakarta dibanding Jakarta-Riau. Mimpi gila berikutnya adalah bagaimana agar aku bisa menciptakan sejarah baru agar dapat lulus kurang dari 4 tahun dan menjadi lulusan tercepat
sepanjang sejarah berdirinya Jurusan Teknik Geologi FT UGM. Misi ini bukan hanya untuk kepentingan pribadi tetapi lebih sebagai motivasi dan inspirasi kepada mahasiswa-mahasiswa lain agar dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan program kurikulum yang telah ditetapkan. Aku yang menganut paham “study oriented” mulai tergoda dengan interaksi sosial yang juga harus dibangun agar kehidupan menjadi lebih berwarna. Akhirnya aku berani membenamkan diri dalam organisasi diantaranya HMTG FT UGM, BEM KMFT UGM, FORHIMAGI, AAPG SC UGM dan SP2MP (Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pembelajaran) UGM. Untuk yang terakhir, aku mendapatkan banyak hal selama 1 tahun mengikuti program tersebut diantaranya menjadi trainer success skills, memperkuat kepribadian dan jati diri, melatih kepemimpinan, kerjasama kelompok dan komunikasi. Selama tahun 2004-2006, ada hal yang unik bagiku dan aneh bagi orang lain bahwa aku selalu ingin menjadi ketua dalam setiap kepanitiaan yang aku ikuti. Alhasil, 8 kegiatan berjalan dengan baik dan yang paling berkesan adalah Olimpiade Mahasiswa Geologi Indonesia yang mengelaborasi 55 orang watak yang berbeda dan akhirnya mampu menghadirkan kegiatan yang luarbiasa dengan pencapaian dana sebesar Rp. 45.000.000. Pengalaman memimpin inilah yang membuat aku bermimpi menjadi menteri ESDM RI. “Ini terdengar gila, tapi aku sudah terlanjur gila”. Jadwal kuliah yang padat dimana ada 4-5 praktikum di setiap semester tidak pernah meruntuhkan semangat tarungku, aku justru terus menambah kesibukan dengan menjadi asisten di 4 laboratorium yang berbeda. Jika masih saja kalian bertahan dengan “Diam adalah Emas”, maka masih kurangkah ini?. Dana beasiswa yang aku terima dari DCR setiap tahun adalah tangan-tangan malaikat yang menggelitikku untuk terus bergerak mewujudkan mimpi-mimpi gila itu. Kesibukan yang berlebihan memberi dampak yang kurang baik terhadap kesehatan. Aku sering masuk dan keluar rumah sakit. Ini yang membuat aku resah karena telah merepotkan banyak orang. Tapi aku senang dan bangga memiliki mereka, teman-teman luarbiasa pemberian Tuhan. Keberuntungan kembali menghampiriku, saat aku dipastikan bisa mengerjakan tugas akhir dengan biaya yang sepenuhnya ditanggung oleh anggaran dana penelitian fakultas. Ini berkat beliau, Ibu A. Dewi Titisari, dosen pembimbing tugas akhir dan wanita yang berjiwa besar. Aku seolah meluncur cepat diatas papan ski dan bongkah-bongkah salju yang berhamburan. Adrenalinku makin menggebu untuk segera menulis sejarah. 25 Juli 2007 diatas tulisan berjudul “Karakteristik, Genesa dan Pemanfaatan Batupasir Greywacke Daerah Igirtipis, Desa Penusupan, Kec. Sruweng, Kab. Kebumen, Propinsi Jawa tengah”, aku dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Ini kado untuk wajah-wajah yang meragukan mimpi gilaku. 3 tahun 10 bulan, angka yang karenanya kupertaruhkan semua, rasa penat ini melahirkan sejarah. “Ya Allah, maafkan hamba jika saat ini belum bisa membalas kemuliaan dan keagungan-Mu yang terus berdiri diatas mimpi-mimpi yang takluk karena kokohnya keyakinan”. Sekali lagi momen ini untuk Ibu dan ayah. Aku akan terus memberi kalian meski tidak ada permintaan karena setiap permintaanku pasti kalian penuhi. Momen ini juga membuat aku memberi hormat pada tim DCR, jika bukan karena kepedulian kalian, aku bisa menjadi tua dengan mimpi sebagai bantalku tapi kini aku terus muda dengan mimpi-mimpi baru untuk waktu hidupku yang masih tersisa. Jiwa menjadi pengajar, motivator dan inspirator yang lahir karena kisahku adalah untuk siapapun baik yang butuh atau tidak. Aku memastikan agar lebih banyak yang yakin dengan kemiskinannya, baik harta atau hati untuk menjadi bagian dari sejarah. Aku semakin dekat dengan pengangguran, hal klasik bagi lulusan muda yang maunya macam-macam. 2 bulan setelah wisuda periode Agustus, waktu yang sangat lama pagi pencari kerja, aku dipanggil untuk mengikuti tes psikologi perusahaan tambang minyak Negara. 2 bulan menunggu paska tes tersebut, aku beranikan diri menembus kejamnya Jakarta. Aku benar-benar dalam lingkaran jiwa yang terganggu, “Kapan aku bisa kirim duit
padamu, Ibu”. Adikku yang kedua diterima di Jurusan Filsafat UGM bertepatan dengan kelulusanku. Uang dari mana, karena dia tidak seberuntung diriku. Di Bogor, Aku tertekan atas kebaikan Omku dan keluarganya, selama aku hanya bisa menunggu. Aku coba melamar ke Bank Mandiri, tapi aku tidak hadir dalam panggilan tesnya. Hingga suatu masa aku diantar oleh tante Nova, istri dari Omku menuju tempat yang diberi nama Kemang. Geoprolog mengundangku untuk bergabung dalam seleksi menjadi salah satu pegawai mereka. Ini adalah harapanku meski aku tidak yakin bahwa ini adalah mimpiku. Aku justru berpikir, “Harusnya Ku terima tawaran dari Pak Widi untuk menjadi dosen, tapi terlambat”. Tiada kabar, bahkan pupus mimpi itu saat ku tahu salah satu seniorku dinyatakan lulus ke tahap berikutnya namun namaku tak hadir dalam daftar. Desember 2007, Geoprolog meminta kehadiranku dalam tes kesehatan di Rumah Sakit SOS Internasional. Aku senang meski aku masih berharap lain. 10 menit setelah Geoprolog meneleponku, aku mendengar nada panggil dari seorang Bapak dari bagian kemahasiswaan Gedung Rektorat UGM. Aku mulai tahu bahwa saat titik terendah ragu dan pasrah itu mendera, kita harus tetap yakin akan mimpi dan cita. Aku dinyatakan lulus seleksi dan diundang hadir dalam tahapan seleksi selanjutnya di Yogyakarta. “It’s amazing”. Semangatku yang menyentuh titik nadir kembali membumbung di awang-awang. Paska tes kesehatan, aku langsung menuju kota gudeg yang kucinta dengan kereta api Senja Utama Yogya. Aku kembali dan semoga kembali yang gemilang. Aku menumpang di rumah teman dekatku yang juga satu jurusan denganku namun dia belum lulus saat itu. Aku kembali bersyukur atas orang-orang berhati mulia ini, Tuhan kembali menghadiahkannya. Tahapan seleksi bahasa inggris, wawancara HRD dan tes kesehatan dijalani dengan baik dan lancar dan terbukti aku pun lulus untuk berhadapan dengan rintangan akhir yaitu tahapan wawancara user. Dari 10 kandidat akhir, hanya dua yang diterima sebagai ahli geologi Perusahaan Minyak Negara. Puji Syukur karena akhirnya aku adalah satu diantaranya, berita yang aku baca dari sebuah amplop saat aku dan teman-teman bermain bulutangkis. Pada saat yang sama, aku dipastikan menjadi penerima beasiswa S-2 di jurusan Petroleum Geosciences Universiti Teknologi Malaysia. Setelah berdebat dengan hati, orang tua memintaku untuk bekerja agar dapat memperbaiki kesehatan. Aku paham dan aku tahu apa yang tersirat lebih dari sekedar kesehatan dari statusku sebagai anak pertama dari 7 bersaudara. Aku bergabung dengan 115 calon pekerja hasil seleksi seluruh Indonesia yang akan ditempa dalam program Bimbingan Profesi Sarjana (BPS). Hal yang paling luarbiasa adalah aku menjadi satu-satunya calon pekerja yang menempuh perjalanan terbanyak. Perhatikan jalur berikut ini : Jakarta Palembang – Prabumulih – Palembang – Jakarta – Pekanbaru – Lirik – Pekanbaru – Batam – Palembang – Prabumulih – Palembang – Jakarta. Semua ditempuh dalam rentang Februari-Maret 2008 dengan biaya perusahaan. Ini terjadi karena hal kecil yaitu kesalahpahaman penempatan daerah on the Job Training dimana seharusnya aku ditempatkan di kantor pusat Jakarta. Terlepas dari itu, aku kembali menjadi pemimpi miskin yang beruntung. 28 Juli 2008, tanggal penobatan dan aku resmi menjadi pegawai tetap. Aku diangkat sebagai development geologist. Aku terdaftar sebagai ahli geologi termuda departemen Eksplorasi dan Pengembangan Usaha Paska 3 tahun, Akhirnya aku pindah ke Fungsi transformasi yakni Fungsi yang menjadi fasilitator perubahan perusahaan menjadi kelas Dunia tahun 2014. Pekerjaan yang dapat menyambung mimpiku dan sekolah 6 adik-adikku hingga aku ingin ayah beristirahat dari pekerjaan untuk mulai menikmati hari tua. Pekerjaan ini juga yang turut mengantarkan aku untuk terus dapat mengunjungi kota Yogyakarta baik sebagai pengajar maupun
motivator di almamaterku, semua berdiri diatas niat dan keinginan berbagi tentang merajut mimpimimpi gila dalam kemiskinan harta dan hati. Bahwa kesuksesan ini adalah berkat manusia bertangan dan berhati mulia yang sempat dikenalkan Allah kepadaku, dan sudah sepatutnya pula kini aku menjadi seperti mereka. Yayasan “2003dansahabat” yang telah berumur 1 tahun 2 bulan ini adalah media bagiku dan teman-teman angkatan 2003 Jurusan TGL FT UGM yang telah sukses dalam karirnya untuk berperan serta dalam mewujudkan mimpi-mimpi gila generasi penerus bangsa yang mungkin tidak seberuntung aku. Aku dan bersama 35 teman-teman alumni lainnya bergandengan tangan memperkaya wawasan mahasiswa Teknik Geologi FT UGM melalui program Workshop Geologi Berbasis Industri selama satu semester (Februari-Juli 2010). Ini juga menjadi bagian dari usaha untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak bangsa yang harus lebih baik dari pendahulunya. Atas semua perjalanan yang begitu berharga ini, Engkau beri diam, aku belajar. Engkau beri bintang, aku kejar. Engkau beri sakit, aku bertahan. Mimpiku menjadi yang terbaik di sekolah, engkau kabulkan. Mimpiku untuk kuliah di universitas terbaik di Indonesia dengan paket beasiswa DCR, engkau berikan. Mimpiku untuk menulis sejarah sebagai lulusan tercepat, engkau hadirkan. Mimpiku untuk bekerja di perusahaan kebanggaan negeri, engkau ciptakan. Aku tetap bisa jadi pengajar meskipun aku bukan dosen. Aku pun senang jadi motivator bagi teman-teman yang kini turut menyusul sukses. Jika aku banyak meminta, apakah aku salah dan berdosa meminta lagi? Tuhan, engkau beri aku miskin, aku jadi bermimpi gila-gilaan. Jika energi adalah nyawa kehidupan bangsa ini, maka dari sanalah aku ingin bermimpi menjadi menteri ESDM yang tidak pasang badan karena jabatan, tapi pasang hati karena amanah, mengabdi karena peduli dan menulis sejarah yang belum kunjung hadir di negeri ini. Aku belum bersyukur padamu, inilah yang tidak aku impikan. Aku harus sadar bahwa dari sekarang aku harus dalam kenyataan untuk lebih bersyukur pada-Mu. Aku juga harus sadar jika menikah adalah kenyataan bagiku. Dekatkankan aku akan jodoh itu & selebihnya aku ingin membahagiakan orangtuaku, karena kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan-Mu juga. Aku ingin kau jemput dalam keadaan bertasbih, bertahmid & bertahlil memuji kebesaran-Mu & apa yang aku lakukan adalah sejatinya bermanfaat bagiku, orang tuaku, keluarga dan saudara-saudaraku di hari perhitungan kami kelak. Kemenangan mimpi ini akan sia-sia jika akhirnya aku kalah dalam perhitungan-Mu. Terimakasih Ibu dan Ayah atas pengorbanan darah yang tak tergantikan. Semoga nanti kita bisa punya rumah sendiri. Aku coba terus hadirkan senyum hingga kalian ke surga. Terimakasih yang teramat tinggi kepada “Ar-Razzaqu, Sang Maha Pemberi Rejeki”. Aku pun tidak salah jika bukan atas perjuangan kalian, mimpi-mimpi gila itu bisa jadi berhamburan dan bertabrakan berkeping-keping menjadi debu. “Aku bukan peraih nobel, tapi mimpi-mimpiku lebih dari sekedar nobel”. Jika aku berhak memberi nobel, katakanlah aku berhak, maka 3 huruf yang berhak mendapatkannya adalah “DCR”. Karena kalianlah aku bisa mewujudkan mimpi-mimpi gila dan kurang lebih 600 generasi muda dalam satu dasawarsa ini meraih hal serupa, 600 mimpi bahkan lebih, 600 kebahagiaan bahkan lebih, 600 kekuatan untuk Indonesia yang lebih baik. Jika kata “Lanjutkan” bukan menjadi pilihan, maka berisaplah mimpi-mimpi gila pemuda terkubur bersama kemiskinan harta dan hati. *Tulisan ini dibuat untuk dipublikasikan dalam buku 10 tahun DCR dan Riau Pos. *Tulisan ini ditulis awal 2010, dan Alhamdulillah mimpi yang ditulis itu terwujud di tahun 2011. Alhamdulillah kami sudah punya rumah sendiri.