Jurnal Pengendalian Hayati (2008) 1(2), 98-103
Aktivitas Pseudomonas Pendar Fluor Dalam Mengendalikan Penyebab Penyakit Patik (Cercospora nicotianae) Pada Tembakau Hardian Susilo ADDY Jurusan Hama dan Penyakit Tumb han Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jl. Kalimantan 37 Jember 68121
ABSTRACT This study was conducted for tenth month in laboratory and greenhouse of Plant protection Department of Agriculture Faculty Jember university. This research was coonducted by two step in vitro including identification and screening in laboratory,and in vivo including induce systemic resistant and leaf interaction of antagonist against patogen. The result show that activities of fluorescent pseudomonad in vitro against C. nicotianae was by production antibiotic, proteases and siderophore. Antagonistic invitro was effective under 20-30OC temperatures. Influence of iron concentration at 5, 50 and 100 µM was affect on antagonist by siderophore, more high concentration less ability to suppress C. nicotianae growth. In greenhouse test, all isolate was shown ability to control C. nicotianae by induce plant resistant and by antibiosis activities. Keyword(s) : fluorescent pseudomonads, C. nicotianae, Biocontrol Activity PENDAHULUAN Penyakit patik pada tembakau disebabkan oleh jamur Cercospora nicotianae merupakan satu dari beberapa penyakit penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tobaccum) yang tergolong patogen terbawa udara (airborne patogen) dan menyebabkan kerugian yang sangat besar baik secara ekonomis dan sosial. Pengendalian patogen penyakit patik C. nicotianae dengan cara rotasi tanaman dan kimiawi kurang efektif dan berdampak negatif bagi lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan di antaranya dengan memanfaatkan bakteri antagonis seperti pseudomonas pendar fluor. Diketahui bahwa bakteri ini dapat hidup di rizosfer, filoplen dan filosfer tanaman. Untuk mengatasi kerugian akibat penyakit patik ini maka perlu adanya upaya pengendalian. Upaya pengendalian dengan cara kultur teknis seperti rotasi tanaman dan secara kimiawi dengan fungisida sintetik masih kurang efektif. Diketahui bahwa jamur ini mempunyai beberapa tanaman inang lain misalnya terung (Solanum melongena L.), cabai (Capsicum anuum L.), dan Kecubung (Datura stramonium) (Dalmadiyo, 1999; Lucas, 1975; Erwin, 2002) yang merupakan tempat bertahan bagi jamur selama bukan musim tanam tembakau (Vermeulen, 1999). Penggunaan fungsida sintetik telah banyak dilaporkan menimbulkan risiko terhadap mutu daun tembakau terutama adanya penumpukan residu fungisida yang semakin tinggi, dan juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, untuk menghindari dampak negatif pengendalian kimiawi maka diperlukan upaya pengendalian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan agensia pengendali hayati. Pseudomonas pendar fluor (fluorescent pseudomonads) merupakan kelompok bakteri yang banyak digunakan ADDY
sebagai agensia pengendali hayati dan dikenal pula sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Sigee, 1993). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri dari kelompok ini mampu mengendalikan penyebab jamur penyakit baik yang terbawa tanah (Whippes, 2001; Kazempour, 2004) maupun terbawa udara (Blakeman, 1985; Abdel-Sater, 2001). Kemampuan bakteri antagonis bertahan hidup di rizosfer dan filosfer merupakan salah satu faktor penting dalam mengendalikan patogen yang menginfeksi pada daun. Park et al. (1991) dan Wilson et al. (1992) melaporkan bahwa bakteri pseudomonas mampu bertahan hidup baik di rizosfer maupun di filosfer tanaman. Pemanfaatan pseudomonas pendar fluor sebagai agensia pengendali hayati telah banyak dilakukan karena kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antimikrobia seperti siderofor, antibiotik, senyawa volatil, asam sianida (Whippes, 2001; de Boer et al., 2003; Kazempour, 2004). BAHAN DAN METODE Pengadaan Isolat patogen dan bakteri antagonis. Isolasi penyebab penyakit patik pada tembakau dilakukan dengan cara mendesinfeksi bercak dengan 0,5% sodium hipoklorida dan dibilas dengan air steril, selanjutnya inkubasikan selama 72 jam dalam petridish yang berisi kertas saring steril yang telah dilembabkan dengan aquades untuk memicu pembentukan konidia. Bagian bercak kemudian diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril dan divortek. Sebanyak 1 mL suspensi konidia diratakan dalam petridish yang berisi medium PDA (potato dextrose agar) dan diinkubasikan selama 24 jam, untuk sporulasi biakan dari PDA dipindahkan dalam medium V8 dan diinkubasikan selama 4 hari (Okori et al., 2003). 98
ADDY
Bakteri pseudomonas pendar fluor diisolasi dari daerah risosfer dan filosfer (permukaan daun) tanaman tembakau yang sehat. Setelah dikeringanginkan, sebanyak satu gram akar (dipotong 1 cm) atau tanah dimasukan dalam erlenmeyer yang berisi larutan bufer fosfat pH 7,0 sambil digojok dengan rotary shacker pada 150 rpm selama 30 menit. Selanjutnya 1 mL larutan dituang ke dalam medium King’s B yang sudah memadat, lalu diratakan ke seluruh permukaan media dengan deckglassky dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dan menghasilkan pendar ungu di bawah cahaya ultra violet dengan panjang gelombang 362 nm digunakan untuk pengujian lanjutan. Pengujian In Vitro. Uji kemampuan antagonis Pseudomonas pendar fluor dilakukan pada medium King’s B dan PDA. Masing-masing bakteri pseudomonas pendar fluor dititikkan pada empat sisi diagonal peteridish dan pada bagian tengah diletakkan kultur jamur penyebab penyakit patik (diameter 0,8 cm) dan diinkubasikan selama 7 hari. Pengamatan dilakukan dengan mengitung zona penghambatan jamur setiap harinya. Uji Pengaruh substansi volatil terhadap C. nicotianae dilakukan dengan menggoreskan bakteri antagonis (106 CFU/ml) pada medium King’s B dan 5 mm cakra miselium C. nicotianae berumur 4 hari di tumbuhkan pada PDA. Kemudian kedua petridish dihadapkan dengan tujuan untuk mencegah kontak langusung antara bakteri antagonis dan patogen, lalu bagian ujung pertemuan dua petridish tersebut ditutup atau dibalut dengan parafilm untuk mencegah hilangnya senyawa volatil yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen. Biakan diinkubasikan selama 6 hari pada 26oC dan diamati pertumbuhan patogennya. Kontrol merupakan perlakuan tanpa inokulasi bakteri antagonis pada medium King’s B. Pengaruh ion besi (Fe+3) pada uji antagonistik pseudomonas pendar fluor tehadap C. nicotianae dilakukan mengikuti Pumarino (1995), menggunakan larutan FeCl3.H2O dengan konsentrasi 5, 50 dan 100 µM. Masing-masing konsentrasi ditambahkan pada medium King’s B yang selanjutnya satu ose bakteri antagonis digoreskan sepanjang 3 cm pada sisi medium dan 5 mm cakra miselium patogen berumur 4 hari di tumbuhkan dengan jarak 5 cm dari goresan bakteri. Pengamatan dilakukan terhadap zona hambatan dan dibandingkan dengan kontrol (perlakuan tanpa inokulasi bakteri). Produksi protease dan kitinase masing dilakukan pada medium SMA (Skim Milk Agar) dan medium kitin dengan cara menggoreskan bakteri antagonis pada medium tersebut dan diinkubasikan selama 48 jam. Kemampuan menhasilkan protease dan kitinase ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri. Pengaruh suhu terhadap antagonisme in vitro dilakukan pada medium PDA. Masing-masing bakteri pseudomonas pendar fluor digoreskan memanjang (+ 3 JPH (2008), 1, 98-103
Aktivitas Pengendalian Pseudomonas Pendar Fluor
cm) pada sisi petridish dan pada sisi yang lain (jarak 5 cm dari goresan bakteri) diletakkan kultur jamur penyebab penyakit patik (diameter 0,8 cm) sedangkan kontrol adalah perlakuan tanpa bakteri antagonis dan diinkubasikan selama 7 hari pada perlakuan suhu yang berbeda (20, 30 dan 40o C). Pengamatan dilakukan pada kemampuan pertumbuhan jamur dan zona hambatan yang terbentuk. Pengujian di rumah kaca. Induksi ketahanan sistemik dilakukan dengan cara menyiramkan suspensi bakteri pseudomonas pendar fluor yang telah diperbanyak dalam medium air pepton dengan keraparan 2 x 108 CFU/ml pada daerah perakaran sebanyak 250 mL dengan interval penyiraman 1 minggu sekali. Setelah 1 minggu suspensi konidia jamur pada kerapatan 2 x 104 sel/ml disiramkan pada daun tembakau. Pengamatan kemampuan menginduksi ketahanan sistemik dilakukan berdasarkan intensitas serangan hingga 30 hari setelah perlakuan dengan interval 3 hari sekali dengan menggunakan persamaan ; Dengan skala 0 (tidak ada bercak), 1 (bercak 1 – 20 % dari luasan daun), 2 (bercak 21 – 40 % dari luasan daun), 3 (bercak 41 – 60 % dari luasan daun), 4 (bercak 61 – 80 % dari luasan daun), 5 (bercak lebih dari 81 % dari luasan daun) di mana IS = intensitas serangan, n = jumlah daun yang menunjukkan gejala, v = skala keparahan penyakit teramati, N = jumlah daun yang diamati dan Z = skala keparahan penyakit tertinggi. Untuk mengetahui kemampuan bakteri pseudomonas pendar fluor mengendalikan C. nicotianae dengan aplikasi dipermukaan daun, maka dilakukan pengujian interaksi antara antagonis dan patogen mengikuti AbdelSater (2001). Pengujian dilakukan dengan 3 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan berupa penyemprotan daun dengan suspensi bakteri antagonis (106 CFU/ml) tiap 3 hari sekali (S1), tiap 6 hari sekali (S2) dan tiap 10 hari sekali (S3) sedangkan kontrol penyemprotan daun dengan air steril. Tanaman tembakau yang berumur satu bulan di inokulasikan dengan suspensi konidia C. nicotianae (104 sel/ml) dengan cara menggores daun tembakau dengan jarum ose steril, lalu diteteskan dengan suspensi konidia. Aplikasi atau perlakuan dimulai setelah inokulasi patogen. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali selama 2 bulan dengan menghitung jumlah bercak dengan persamaan intensitas serangan seperti tersebut di atas. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Bakteri Pseudomonas pendar fluor dan uji aktivitas penghambatan C. nicotianae secara in vitro. Sebanyak 5 isolat bakteri pseudomonas pendar fluor masing-masing 3 isolat dari perakaran (N77A, N80A, N82A) dan 2 isolat dari permukaan daun (PF 24-4D, PF 249D) dipilih dari 50 isolat hasil isolasi digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan morfologi koloni pada
99
ADDY
medium tumbuh menunjukkan bahwa semua bakteri yang digunakan merupakan kelompok dari pseudomonas pendar fluor karena menampakkan pendar fluor pada medium King’s B ketika diamati di bawah sinar UV. Hal ini sesuai dengan Schaad et al., (2001) bahwa semua bakteri yang tergolong dalam pseudomonas pendar fluor akan menghasilkan pigmen pendar fluor ketika terkena sinar UV dengan panjang gelombang 362 nm.
Aktivitas Pengendalian Pseudomonas Pendar Fluor
hydrogen sianida yang efektif dalam mengandalikan patogen tumbuhan seperti Pythium ultimum, Rhizoctonia. solani, and Verticilium dahlia.
A
Untuk mengetahui aktivitas pengendalian penyebab penyakit patik oleh isolat-isolat pseudomonas pendar fluor secara in vitro menggunakan media biakan maka dilakukan beberapa pengujian yang di antaranya pengujian antibiosis, pengujian pembentukan senyawa volatil antifungi, deteksi kitinase, protease, antibiotik, pengaruh ion besi dan suhu terhadap penghambatan C. nicotianae.
B
Gambar 1. Grafik pertumbuhan jamur pada pengujian antibiosis
Mekanisme antibiosis ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan bagi pertumbuhan jamur (Gambar 1.), dan pada penelitian ini digunakan dua sisi untuk aplikasi bakteri sehingga apabila bakteri tersebut memiliki aktivitas antibiosis maka arah C. nicotianae tidak ke tempat bakteri melainkan tempat lain yang tidak ada bakteri antagonisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum semua bakteri pseudomonas pendar fluor yang digunakan memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Cercospora nicotianae. Kemampuan terbaik ditunjukkan oleh strain 249D dan N80A yang mampu menekan pertumbuhan jamur hingga 100%. Kemampuan inilah yang dijadikan dasar untuk aplikasi di lapangan. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh isolat bakteri ketika diuji kemampuannya dalam membentuk substansi volatil beracun (anti jamur) terhadap pertumbuhan jamur C. nicotianae (Gambar 2). Hasil menunjukkan bahwa isolate 249D dan N80A merupakan isolate bakteri yang memiliki kemampuan terbaik dalam menghasilkan substansi volatil beracun. Korelasi positif ini ditunjukkan dengan tingginya persentase penghambatan jamur yaitu masing-masing mencapai 100%. Menurut Ownley and Windham (2003) bahwa bakteri pseudomonas pendar fluor memiliki kemampuan menghasilkan senyawa volatile yang dapat berupa Amonia, alkil piron dan JPH (2008), 1, 98-103
Gambar 2. Pengujian pembentukan substansi volatil antijamur terhadap pertumbuhan hifa C. nicotianae (A) dan grafik pertumbuhan jamur pada hari ke-7 (B).
Besi merupakan substansi penting bagi mikroba termasuk pseudomonas pendar fluor kaitannya dengan kegiatan respirasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa makin tinggi konsentrasi besi yang ditambahkan pada medium uji makin rendah persentase penghambatan jamur C. nicotianae (Gambar 3). Hasil juga menunjukkan bahwa bakteri-bakteri yang diisolasi dari permukaan daun (24-4D dan 249D) cenderung lebih tinggi persentase penghambatannya pada medium uji dibandingkan dengan bakteri yang diisolasi dari daerah perakaran (N77A, N80A, dan N82A). Masih belum diketahui hal yang menjadi penyebab, tapi diduga hal ini disebabkan karena keterlibatan siderofor. Nielands (1981) mengatakan bahwa pada kondisi-kondisi miskin ion besi, beberapa mikroorganisme akan menghasilkan senyawa yang diperlukan untuk tetap dapat memperoleh ion besi yang dikenal dengan
100
ADDY
siderofor. Press et al. (2001) menambahkan bahwa salah satu keuntungan dengan dihasilkannya siderofor adalah kemampuannya yang bersifat sebagai antimikrobia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Di duga, makin tinggi konsentrasi besi yang ditambahkan maka makin tersedia pula ion besi bagi bakteri sehingga siderofor yang dihasilkan pun akan berkurang, yang akhirnya menyebabkan kemampuan penghambatan bakteri ini terhadap C. nicotianae menurun. Hal ini sesuai dengan penemuan Rachid and Ahmed (2005) bahwa makin tinggi penambahan ion besi menyebabkan menurunnya produksi siderofor oleh bakteri Pseudomonas fluorescens. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masing-masing strain memiliki kemampuan yang berbeda-beda kaitannya dengan produksi siderofor ini.
Aktivitas Pengendalian Pseudomonas Pendar Fluor
Tabel 1. Kemampuan bakteri pseudomonas pendar fluor memproduksi enzim kitinase, protease dan antibiotik pada medium uji. Strain PF
Aktivitas fisiologis PF dalam produksi …. Kitinase Protease Antibiotik N77-A + + N80-A + + N82-A + + 249D + + 24-4D + + Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali
Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap penghambatan jamur C. nicotianae secara in vitro Gambar 3. Pengaruh penambahan konsentrasi Besi pada Medium uji King’s B terhadap kemampuan isolat pseudomonas pendar fluor dalam menghambat C. nicotianae.
Kemampuan lain dari bakteri pseudomonas pendar fluor yang berkaitan dengan aktivitas pengendalian penyakit patik lainnya adalah kemampuan memproduksi sejumlah substansi ekstraselular sepert enzim kitinase, protease dan antibiotik (Compant et al., 2005). Berdasarkan pengujian secara in vitro menggunakan medium pengujian ditunjukkan bahwa semua strain isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini tidak memproduksi enzim kitinase namun mampu memproduksi protease dan antibiotik. Kemampuan menghasilkan enzim kitinase menurut Gupta et al., (2005) dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas hifa jamur target seperti perforasi, lisis dan terfragmentasi. Serupa dengan enzim kitinase, protease dan antibiotik merupakan salah satu substansi kunci yang menentukan mekanisme antibiosis. Menurut Yen et al., (2005) bahwa protease dan antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa M-1001 mampu menekan jamur patogen layu Fusarium solani. Haas and Keel (2003) menambahkan bahwa antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri dari kelompok pseudomonas pendar fluor kaitannya dengan mekanisme dan aktivitas penghambatan patogen dapat berupa phenazines, 2,4diacetylphloroglucinol, pyoluteorin, pyrrolnitrin, lipopeptida, dan hydrogen sianida. JPH (2008), 1, 98-103
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan pengendalian patogen tumbuhan jika menggunakan agens hayati. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa suhu 40OC merupakan suhu terekstrim bagi perkembangan bakteri antagonis karena menyebabkan bakteri tersebut tidak tumbuh. Tidak tumbuhnya bakteri pada medium uji menyebabkan kemampuan penghambatannya pun tidak tampak (Gambar 4). Hasil juga menunjukkan bahwa secara umum aktivitas penghambatan jamur C. nicotianae dapat berlangsung dengan baik pada suhu 20–30OC dengan persentase penekanan mencapai lebih dari 50%. Hal ini sesuai pernyataan Landaa et al. (2004) bahwa pertumbuhan dan produksi antibiotic pyoverdin oleh Pseduomonas fluorescens yang efektif dilakukan pada suhu 20-30OC, bahkan pada kisaran tersebut kemampuan menekan Fusarium oxysporum f. sp. ciceris race 5 secara in vitro. Uji aktivitas penghambatan C. nicotianae di rumah kaca Bakteri antagonis, selain memiliki kemampuan penghambatan secara in vitro di laboratorium, perlu juga untuk dilakukan pengujian aktivitas penghambatan secara in vivo di rumah kaca untuk mendapatkan gambaran umum tentang aktivitas penghambatan 101
ADDY
Aktivitas Pengendalian Pseudomonas Pendar Fluor
pseudomonas pendar fluor. Pengujian secara in vivo dilakukan berkaitan langsung dengan tanaman inang patogen patik tembakau. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas penghambatan bakteri pseudomonas pendar fluor dalam menekan penyabab penyakit patik tembakau baik berupa induksi ketahanan tanaman dan antibiosis di permukaan daun. Hasil menunjukkan bahwa secara umum perlakuan bakteri pseudomonas pendar fluor pada perakaran tanaman tembakau yang diinokulasi dengan konidia C. nicotianae mampu menekan perkembangan penyakit patik hingga 50% dibandingkan dengan kontrolnya. Hasil juga menunjukkan bahwa aplikasi bakteri pseudomonas pendar fluor strain PF-24-4D mampu menekan keparahan penyakit patik terbaik (Gambar 5). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa semua bakteri yang diaplikasi pada perakaran mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit patik.
Gambar 5. Pengaruh induksi ketahanan tanaman oleh pseudomonas pendar fluor terhadap keparahan penyakit patik
Hal ini sesuai dengan Van Loon et al. (1998) bahwa induksi ketahanan tanaman merupakan mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen yang dipicu oleh organisme maupun lingkungan yang ekstrim. Terbentuknya ketahanan sistemik dikarenakan senyawa ekstraselular bakteri yang berupa asam salisilat (SA, siderofor, antibiotik dan lipopolisakarida (LPS) (van Loon et al., 1998). Mekanisme induksi ketahanan tanaman ini lebih lanjut menurut Bakker et al. (2003) merupakan satu mekanisme pengendalian yang mampu mengendalikan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen terbawa tanah maupun patogen yang terbawa udara.
Gambar 6. Pengaruh aplikasi bakteri pseudomonas pendar fluor dan waktu penyemperotan terhadap keparahan penyakit patik pada tembakau.
Pengujian di rumah kaca tentang pengaruh aplikasi bakteri pseudomonas pendar fluor dan waktu penyemperotan terhadap keparahan penyakit patik pada tembakau ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil menunjukkan bahwa pengaruh waktu aplikasi bakteri memberikan pengaruh yang nyata terhadap keparahan penyakit dan waktu munculnya gejala pertama kali. Masing-masing perlakuan 3, 6 dan 10 hari sekali penyemprotan memberikan pengaruh yang berbeda nyata, makin jarang penyemprotan dilakukan makin cepat dan parah gejala penyakit ang tampak. Hasil juga menunjukkan bahwa strain 24-4D lebih stabil dan baik dibandingkan dengan strain N77A. Aplikasi bakteri 244D dengan interfal 3 hari sekali memberikan hasil perlindungan keparaha penyakit terbaik dibandingkan dengan interfal 6 dan 10 hari sekali. Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Akivitas bakteri pseudomonas pendar fluor dalam penghambatan penyebab penyakit patik di laboratoriun adalah antibiosis melalui penghasilan antibiotik, gas volatil, produksi enzim protease dan siderorofor. Keragaman unsur besi dan kondisi suhu mempengaruhi kemampuan penekanan perkembangan penyakit patik secara in vitro. Akivitas bakteri pseudomonas pendar fluor dalam penghambatan penyebab penyakit patik di rumah kaca adalah antibiosis dan siderofor. Strain 24-4D merupakan strain terbaik dalam induks ketahanan sistemik dan antibiosis terhadap penekan penyakit patik di rumah kaca. DAFTAR PUSTAKA Abdel-Sater, M. A. 2001. Antagonistic interactions between fungal patogen and leaf surface fungi of onion (Allium cepa L.). Pakistan Journal of Biological Science 4:838-842.
JPH (2008), 1, 98-103
102
ADDY
Aktivitas Pengendalian Pseudomonas Pendar Fluor
Bakker, P. A. H. M., L. X. Ran, C. M. J. Pieterse and L. C. van Loon. 2003. Understanding the involvement of rhizobacteria-mediated induction of systemic resistance in biocontrol of plant diseases. Can. J. Plant Pathol. 25:5–9. Blakeman, J. P. 1985. Ecological succession of leaf surface microorganisms in relation to biological control. In Windelss C.E., Lindow, S.E., eds. Biological control on the phylloplane. St. Paul, MI:Amer. Phytopathol. Soc. de Boer, M., P. Bom, F. Kindt, J.J.B. Keurentjes, L. van der Sluis, L.C. van Loon and P.A.H.M. Bakker. 2003. Control of Fusarium wilt of radish by combining Pseudomonas putida strain that have different disease-suppressive mechanisms. Phytopathology 93:626-632. Dalmadiyo, G. 1999. Pengendalian penyakit tembakau secara terpadu. Pros. Semiloka Teknologi Tembakau. Malang, 31 Maret 1999. Balai Penelitian Tembakau dan Serat Malang, Malang. 14-30. Erwin. 2002. Bercak daun si perusak kualitas tembakau cerutu. Available at: http://www.tanido.com. Diakses : 10 Februari 2006. Gupta,
C. P., B.Kumar, R. C. Dubey and D. K. Maheshwari. 2006. Chitinase-mediated destructive antagonistic potential of Pseudomonas aeruginosa GRC1 against Sclerotinia sclerotiorum causing stem rot of peanut. BioControl 51 (6) : 821-835
Haas D. and C. Keel. 2003. Regulation of antibiotic production in root-colonizing Pseudomonas spp. And relevance for biological control of plant disease. Annual Review of Phytopathology. 41: 117-153
Chile, Universidad de Chile, Facultad de Ciencias Agrarias y Forestales. . Rachid, D and B. Ahmed. 2005. Effect of iron and growth inhibitors on siderophores production by Pseudomonas fluorescens. African Journal of Biotechnology 4 (7) : 697-702. Schaad, N.W. 2001. Initial Identification of Common Genera. In: Schaad, N. W., J. B. Jones. And W. Chun (Eds). Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. 3rd edition. APS Press. St. Paul. Minnesota. Sigee, D. C. 1993. Bacterial Plant Pathology: Cell and Molecular Aspect. Cambridge University Press. Cambridge. van Loon L.C., Bakker P.A.H.M., Pieterse C.M.J. 1998. Systemic resistance induced by rhizosphere bacteria. Annu. Rev. Phytopathol. 36:453-483. Vermeulen, H. 1999. Cercospora nicotianae Ellis & Everhart the fungal patogen causing frogeye and barnspot lessions on tobacco leaves. Ceramah Ilmiah di Balai Penelitian Tembakau Deli. 31 Maret 1999. PT. Perkebunan Nusantara II Medan, Medan. Whippes, J.M. 2001. Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. Journal of Experimental Botany 52:487-511. Yen, Y., P.L. Li, C.L. Wang and S.L. Wang. 2006. An antifungal protease produced by Pseudomonas aeruginosa M-1001 with shrimp and crab shell powder as a carbon source. Enzyme and Microbial Technology, 39:311-317
Kazempour, M. N. 2004. Biological control of Rhizoctonia solani, the causal agent of rice sheath blight by antagonistics bacteria in greenhouse and field conditions. Plant Pathology Journal 3:88-96 Lucas, G. B. 1975. Diseases of Tobacco. 3rd Edition. Biological Consulting Association. Raleigh, North Carolina. Okori, P., P.R. Rubaihayo, J. Fahleson, E. Adipala, and C. Dixelius. 2003. Assessment of genetic variation among East African Cercospora zeaemaydis populations. African Crop Science Journal 11:75-85. Park, J.L, R.E. Rand and E.B. King. 1991. Biological control of phytium damping-off and Aphenomyces root rot of peas by application of Pseudomonas cepacia or P. fluorescens to seed. Plant Dis. 75:987-992. Pumarino, A. 1995. Evaluación in vitro del control biológico de la Fusariosis del fréjol. Tesis (Memoria de Título Ingeniería Agraria). Santiago,
JPH (2008), 1, 98-103
103