KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO
Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Dengan peran penting tersebut, para petani tembakau dituntut untuk meningkatkan produksi serta menjaga kualitasnya sehingga memenuhi permintaan pasar. Dalam pelaksanaan budidaya tembakau, salah satu kendala yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produk tembakau adalah adanya penyakit layu bakteri. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum (Smith, 1986 dalam Semangun, 2000). Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan pada pertanaman tembakau hingga mengalami kematian mencapai 50 – 60% (Putri, 2011). Serangan penyakit layu bakteri di kabupaten Probolinggo sampai bulan Agustus 2013 mencapai 882,7 Ha (769,45 Ha pada tingkat serangan ringan dan 113,25 Ha pada tingkat serangan berat) dari total areal pertanaman tembakau 9754,15 Ha (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, 2013). Berdasarkan data tersebut dapat dipersentasekan luas serangan layu bakteri di kabupaten Probolinggo mencapai 9,05%.
Karakteristik Penyebab Penyakit Layu Bakteri Bakteri berbentuk batang, berukuran 0,5 – 0,7 x 1,5 -2,0 µm, tidak berspora, tidak berkapsula, bergerak dengan satu bulu cambuk (flagel) yang terdapat diujung, aerob, gram negatif, bereaksi positif pada uji katalase dan oksidase, mereduksi nitrat, tidak dapat mendegradasi
gelatin, dapat bertahan dalam media cair dengan konsentrasi NaCl lebih dari 2% (Semangun, 2001; Olson, 2005).
Gejala Penyakit Layu Bakteri Semangun (2001) menyebutkan bahwa kelayuan tidak terjadi dengan tiba-tiba. Pada tingkat permulaan sering terjadi kelayuan sepihak. Bagian yang tidak layu dapat berkembang terus sehingga daun menjadi tidak setangkup (simetris). Sering pada tingkat permulaan tanaman tampak layu pada siang hari yang panas, dan tampak segar kembali sore harinya. Pada bagian yang layu daging daun di antara tulang-tulang daun atau di tepi daun menguning, kemudian mengering dan menjadi seperti selaput. Akhirnya seluruh daun layu dan tanaman mati. Kalau tanaman yang sakit layu dicabut, tampak bahwa sebagian atau seluruh akarnya berwarna cokelat dan busuk. Pada serangan yang lanjut, bila pangkal batang dipotong dan agak ditekan akan keluar lendir (nenes) berwarna putih kotor dari bidang potongan. Lendir ini mengandung berjuta-juta bakteri. Empulur batang membusuk, sehingga pada tingkat yang lanjut pangkal batang menjadi berongga. Penyakit
layu
bakteri
pada
tembakau
yang
ditemukan
di
Probolinggo memiliki gejala daun layu, daging daun di antara tulangtulang daun menguning, dan di tepi daun mengering (gambar 1a.). Pada pangkal batang tembakau berwarna cokelat gelap dan kebasahan (gambar 1b.)
Gambar 1. Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tembakau di Probolinggo. a. Tampak seluruh tanaman, b. Bagian pangkal Pangkal batang tembakau yang bergejala layu setelah dipotong secara melintang pada bagian empulur berwarna cokelat kehitaman (gambar 2 a.). Potongan pangkal batang setelah ditekan dan dimasukkan ke dalam air jernih terdapat awan bakteri berwarna putih (oose) yang mengandung suspensi bakteri (gambar 2b.)
Gambar 2. Potongan melintang pangkal batang tembakau. a. Empulur batang tembakau berwarna cokelat kehitaman, b. awan bakteri berwarna putih (oose)
Hasil Pengamatan di Laboratorium Potongan batang tembakau setelah diisolasi dan dimurnikan pada media NA diperoleh hasil koloni bulat, tepi rata, permukaan cembung, koloni berlendir dan berwarna putih susu (gambar 3b). Menurut Goto (1992), strain patogen yang kuat pada media agar berbentuk fluidal (berlendir) dan tidak tembus cahaya.
Gambar 3. Koloni bakteri penyebab layu pada tanaman tembakau pada media NA. a. Makroskopis, b. Mikroskopis perbesaran 10 dengan 4 kali zoom Sedangkan pada media spesifik TZC diperoleh hasil koloni bulat, tepi rata, permukaan cembung, berlendir, koloni berwarna putih susu pada bagian tepi dan merah pada bagian tengahnya (gambar 4b). Menurut Olson (2005), setelah 2 hari dalam media TZC bakteri R. solanacearum yang virulen menunjukkan bentuk koloni yang besar, permukaan berbentuk elevasi (cembung), berlendir, dan sebagian atau seluruh koloni berwarna putih atau dengan warna merah terang pada bagian tengahnya. Sedangkan koloni bakteri yang tidak virulen berwarna merah gelap, seringkali dengan warna kebiru-biruan pada bagian tepinya.
Gambar 4. Koloni bakteri penyebab layu pada tanaman tembakau pada media TZC. a. Makroskopis, b. Mikroskopis perbesaran 10 dengan 2 kali zoom Uji Gram Uji gram penting dilakukan untuk membedakan bakteri penyebab penyakit tanaman kedalam dua kelompok besar, yaitu gram positif dan gram negatif. Uji gram dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik KOH, dan teknik pewarnaan gram. Uji
gram
dengan
teknik
KOH
dilakukan
dengan
cara
mencampurkan 1 ose penuh bakteri dengan dua tetes KOH 3%. Bakteri gram negatif ditunjukkan dengan berlendir jika ose diangkat, sedangkan bakteri gram positif tidak berlendir (Schaad dkk., 2000). Pada uji gram dengan teknik KOH diperoleh hasil campuran bakteri dan KOH menjadi berlendir ketika diangkat dengan jarum ose (gambar 6a.). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang berhasil diisolasi dari batang tembakau bergejala layu di Probolinggo merupakan bakteri gram negatif. Uji gram dengan teknik pewarnaan adalah suatu teknik untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni grampositif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding selnya. Uji gram dengan teknik pewarnaan membutuhkan empat reagen, yaitu zat warna
utama
(Kristal
violet),
senyawa
yang
digunakan
untuk
mengintensifkan warna utama (larutan iodine), pencuci yang digunakan
untuk melunturkan zat warna utama (alkohol dan aseton), serta zat warna kedua/ cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan alkohol (Wikipedia, 2013). Hasil uji gram dengan teknik pewarnaan untuk bakteri gram positif berwarna ungu sampai biru kehitaman, sedangkan gram negatif berwarna merah (Schaad dkk., 2000). Hasil uji gram bakteri hasil isolasi dari batang tembakau bergejala layu di Probolinggo dengan metode pewarnaan menunjukkan warna merah. Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa bakteri hasil isolasi dari batang tembakau bergejala layu di Probolinggo merupakan bakteri gram negatif.
Gambar 5. Hasil uji gram bakteri penyebab layu pada tanaman tembakau di Probolinggo, a. uji dengan teknik KOH, b. uji dengan teknik pewarnaan gram (perbesaran 1000 dengan 2 kali zoom) Uji Hipersensitif Uji hipersensitif adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui patogenesitas patogen (kemampuan patogen dalam menyebabkan penyakit). Teknik pengujian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan suspensi
patogen
pada
tanaman
sukulen
muda
kemudian
menginkubasikan tanaman tersebut dalam suhu yang sesuai (Schaad, dkk., 2000). Suswanto dkk. (1996) menggunakan tanaman tembakau
sebagai tanaman indikator untuk uji hipersensitif. Dalam uji ini, respon hipersensitif ditunjukkan dengan terjadinya pencoklatan daun pada daerah yang diinokulasi bakteri yang diakibatkan kematian lokal jaringan daun (nekrosis). Hasil uji hipersensitif bakteri dari batang tembakau bergejala layu di Probolinggo menunjukkan jaringan daun tembakau yang telah diinokulasi dengan suspensi bakteri berubah warna menjadi lebih terang (berselaput) setelah diinkubasi 2 hari (gambar 6a), dan kemudian mengering (nekrotik) setelah diinkubasi 7 hari (gambar 6b). Berdasarkan uji tersebut, diketahui bahwa, bakteri yang berhasil diisolasi dari batang tembakau bergejala layu di Probolinggo bersifat patogenik.
Gambar 6. Uji hipersensitif pada daun tembakau. a. gejala daun tembakau setelah inkubasi 2 hari, b. gejala daun tembakau setelah inkubasi 7 hari.
Daftar Pustaka Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabay. 2013. Data Laporan Bulanan Kabupaten Probolinggo. BBPPTP Surabaya. Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press, Inc. Tokyo.
Olson,
H.A. 2005. Ralstonia solanacearum. http://www.cals.ncsu.edu/course/pp728/Ralstonia/Ralstonia_solana cearum.html. Diakses Pada Tanggal 10 Agustus 2013. Putri, P.N. 2011. Kemampuan antagonistik Aktinomicetes Gua Kapur Terhadap Ralstonia solanacearum dan Potensinya sebagai Biopestisida. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Schaad, N.W., J.B. Jones, and W. Chun. 2000. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. Third edition. American Phytopathological Society, APS Press, St. Paul. Semangun, H. 2000. Penyakit –Penyakit Tanaman Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ___________. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suwanto, A., B. Friska, dan I. Sudirman. 1996. Karakterisasi Pseudomonas fluorescens B29 dan B39; Profil DNA Genom, Uji Hipersensitivitas, dan Asai Senyawa Bioaktif. Hayati 3 (1):15 – 20p. Wikipedia. 2013. Pewarnaan Gram. http://id.wikipedia.org/wiki/Pewarnaan_Gram. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2013.
Oleh: Fathul Mukaromah, SP POPT Ahli Muda Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya