Edi Suryanto : Aktivitas Penangkap Radikal …
AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DARI EKSTRAK FENOLIK DAUN SUKUN (Artocarpus altilis F.) Edi Suryanto1 dan Frenly Wehantouw 2 1
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi, Manado 2 Program Studi Ilmu Pangan, Program Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi, Manado
Diterima 09-01-2009; Diterima setelah direvisi 20-01-2009; Disetujui 30-01-2009
ABSTRACT Suryanto, E. and F. Wehantouw, 2009. Free radical scavenging activities of phenolic extracts from Bread Fruit Leaves. The objectives of this study was to determine phytochemicals content and free radical scavenging activities of bread fruit leaves. Bread fruit leaves were finely ground in a laboratory mill and samples was extracted with methanol, ethanol and acetone under room temperature, respectively. Analyses of phytochemicals based on total phenolic, flavonoid and condensed tannins. The radical scavenging activities of extracts were determined by 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) and the ferric reducing ability plasma assay. The highest total phenolic content was in methanol extract (EM), followed by ethanol extract (EE) and acetone extract are 179.89 ± 3.17; 152.55 ± 3.17 and 62.46 ± 1.31 mg/Kg respectively. EM possessed highest contents of total flavonoid and condensed tannins compared with EE and EA. The addition of methanol extracts of in the reaction mixture showed the highest scavenging activity in 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radical 74.80% followed by EE 71.80% and 38.80%. These result suggested that contains phenolic compounds groups having free radical scavenging activities. Keywords : bread fruit leaves, phytochemicals, phenolic extract, free radical scavenging, DPPH
PENDAHULUAN Radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan implikasi dalam sejumlah kondisi patologik dari penyakit tertentu seperti inflamasi, gangguan metabolik, penuaan selular, atherosclerosis dan karcinogenesis. ROS termasuk radikal hidroksil (•OH), radikal anion superoksida (O2•−), hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (1O2). Radikal bebas dan ROS tersebut mampu memberikan efek kerusakan pada komponen biologi seperti protein, DNA dan lipida. Kerusakan makromolekul tersebut bisa menimbulkan katarak, kanker dan penyakit pembuluh darah (Langsethm, 1995). Respirasi aerobik, yang distimulasi polimorfonuklir leukosit, makropag dan peroksisomes merupakan sumber endogenos utama oksidan yang dihasilkan oleh sel (Shahidi dan Naczk, 1995; Haliwell dan Gutteridge, 2001). Sel memiliki antioksidan alami seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, reduktase, glutation peroksidase dan antioksidan yang bisa mempertahankan dan perlidungan dari pengaruh radikal bebas. Namum, ketika radikal bebas lebih banyak daripada kemampuan pertahanan
antioksidan alami tersebut bisa mengalami gangguan sehingga memutuskan rantai reduksioksidasi normal dan mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang sering dikenal dengan stress oksidatif (Wuryastuti, 2000). Peningkatan asupan dari antioksidan bisa menjaga kecukupan status pertahanan antioksidan, yang dinyatakan sebagai keseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam organisme hidup. Peningkatan konsumsi sayuran dan buahbuahan diasosiasikan dengan rendahnya resiko dari penyakit degeneratif dan penuaan seperti kanker, penyakit kardiovaskular, katarak serta disfungsi otak dan kekebalan (Vinson et al., 1998). Pengaruh positif ini mungkin dari fitokimia antioksidan alami. Produk derivat tanaman (edibel dan non edibel) mengandung sejumlah besar fitokimia yang kaya senyawa fenolik (asam fenolik, flavonoid, tanin, lignan) dan non fenolik (karotenoid, vitamin C) yang memiliki substansi antioksidan dan aktivitas antiradikal (Shahidi dan Naczk, 1995), efek antikarsinogenik dan antimutagenik (Surh, 2003) dan potensi antiproliferatif (Shahidi, 1997). Senyawa fenolik terbukti melawan efek bahaya radikal bebas dan
Korespondensi dialamatkan kepada yang bersangkutan: * Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Kleak UNSRAT Manado, 95115. Mobile: 081356269647
1
Chem. Prog. Vol. 2, No. 1. Mei 2009
diketahui mampu menurunkan resiko kanker, penyakit jantung koroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi, dan penyakit neurodegeneratif lain yang dapat dihubungi dengan stress (Surh, 2003; Hertog et al., 1993; Ness dan Powles, 1997; Joseph et al., 1999; Watson, 2003). Selain itu, senyawa fenolik diketahui juga mempunyai sifat-sifat multifungsional seperti berperan sebagai reduktan (penangkal radikal), pengelat logam dan kuenser oksigen singlet (Pratt, 1992). Daun sukun merupakan tanaman yang termasuk famili Moraceae dan hidup setengah liar. Secara tradisional daun sukun banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengobati berbagai penyakit seperti darah tinggi, penurunan kolesterol dan jantung. Kemampuan daun sukun dalam mengobati beberapa penyakit tersebut diduga berkaitan erat dengan fitokimia antioksidan dalam tanaman tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dieksplorasi kandungan fitokimia terutama komponen fenolik dan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari daun sukun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan fenolik dan menguji aktivitas antioksidan dari daun sukun.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Sampel daun sukun diperoleh dari perkebunan masyarakat di daerah Minahasa. Beberapa bahan kimia yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berkualifikasi pro analisis: etanol, metanol, aluminium klorida, natrium karbonat, reagen Folin-Ciocalteu, vanilin, natrium nitrit, natrium hidroksida, natrium asetat, asam asetat, asam klorida, besi (III) klorida, Besi (II) sulfat diperoleh diperoleh dari MERCK (Darmstadt, Germany). 2,4,6 tri-pyridyl-s-triazine (TPTZ) diperoleh dari Fluka, Chemic AG (Deisenhoten, Switzerland). Asam galat, kuersetin, katekin, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) diperoleh dari Sigma Chemical Co, kertas saring. Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikropipet, rotary evaporator dan Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy Spectronic 501.
Preparasi dan Ekstraksi Daun Sukun Daun sukun dibersihkan dan dicuci dengan air kemudian dikeringanginkan sampai kadar air
2
< 5%. Sampel selanjutnya digiling menggunakan sampel mill hingga ukuran 40 mesh. Sepuluh gram serbuk daun sukun dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer dan diekstraksi masing-masing dengan 100 mL metanol, etanol dan aseton selama 24 jam. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya filtrat diuapkan menggunakan rotari evaporator sehingga diperoleh ekstrak metanol (EM), ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton (EA) dari daun sukun. Ketiga ekstrak kemudian ditimbang dan disimpan pada - 20 oC sebelum digunakan untuk pengujian.
Penentuan Kandungan Total Fenolik Penentuan kandungan total fenolik menurut (Jeong et al., 2004). Sebanyak 0,4 mL ekstrak daun sukun dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,1 mL air dan 0,1 mL larutan Folin-Ciocalteu reagen 50%, campuran divortex selama 3 menit. Selanjutnya, ditambahkan 2 mL larutan Na2CO3 2%, campuran disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Absorbansi larutan ekstrak dibaca pada λ 750 nm dengan spektrofotometer UV-Vis Milton Roy 501. Hasilnya dinyatakan sebagai mg asam galat/kg ekstrak.
Penentuan Kandungan Total Flavonoid Prosedur penentuan kandungan total flavonoid menggunakan metode (Zhishen et al., 1999). Satu mililiter ekstrak daun sukun ditambahkan dengan 5,7 mL akuades, 0,3 mL NaNO2 dan 3 mL aluminium klorida 10%, divortek dan didiamkan selama 5 menit. Setelah 6 menit 2 mL campuran larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL NaOH 1 M, kemudian divortek dan ditera pada λ 510 nm. Kandungan total flavonoid dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/kg ekstrak. Kurva kalibrasi dipersiapkan pada cara yang sama menggunakan kuersetin sebagai standar.
Penentuan Kandungan Tanin Terkondensasi Kandungan tanin terkondensasi sampel ditentukan menurut metode (Julkunan-Tiito, 1985). Sebanyak 0,1 mL ekstrak daun sukun diimasukkan dalam tabung reaksi yang dibungkus aluminium foil, lalu ditambahkan 3 mL larutan vanilin 4% (b/v) dalam metanol dan divorteks. Segera sesudah ditambahkan 1,5 mL HCl pekat dan divorteks lagi. Absorbansi dibaca pada λ 500 nm setelah campuran diinkubasi selama 20 menit
Edi Suryanto : Aktivitas Penangkap Radikal …
pada suhu kamar. Hasilnya diplotkan terhadap kurva standar katekin yang dipersiapkan dengan cara yang sama. Kandungan tanin terkondensasi dinyatakan sebagai mg/kg ekstrak.
Penentuan Aktivitas Penangkap Radikal Bebas DPPH Penentuan aktivitas penangkap radikal bebas DPPH menurut (Burda dan Oleszek, 2001). Dipersiapkan sebanyak 2 mL larutan 1,1-difenil2-pikrilhidrazil (DPPH) 93 µM dalam etanol dan ditambahkan 0.25 mL ekstrak daun sukun. Berubahnya warna larutan dari ungu ke warna kuning menunjukkan efisiensi penangkap radikal. Selanjutnya pada lima menit terakhir menjelang 30 menit, absorbansi diukur pada λ 517 nm dengan spektrofotometer Uv-Vis Milton Roy 501. Aktivitas penangkapan radikal bebas dihitung sebagai persentase berkurangnya warna DPPH dengan menggunakan persamaan: 1- (absorbansi sampel/absorbansi kontrol) x 100%.
Penentuan Kandungan Total Antioksidan dengan Metode FRAP Penentuan total antioksidan dalam masingmasing ekstrak ditentukan menurut Halvorsen et al. (2002). Larutan sampel sebanyak 0,1 mL ditambahkan reagen FRAP (2,5 mL buffer asetat; 2,5 mL larutan 2,4,6-tripiridil-s-triazina (TPTZ) dan 2,5 mL larutan FeCl3 6H2O) sebanyak 3 mL dalam tabung reaksi. Selanjutnya larutan dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 596 nm. Kandungan total antioksidan dinyatakan sebagai ekuivalen Fe3+ menjadi Fe2+ dalam mmol/L ekstrak. Kurva kalibrasi dipersiapkan pada cara yang sama menggunakan Fe2+ sebagai standar.
Analisa Statistika Semua eksperimen dilakukan dengan dua kali ulangan dan data yang didapat diolah menggunakan statistik (p<0,005) dilakukan menggunakan software SPSS versi 15. Duncan’s multiple range test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenol, Flavonoid dan Tanin Terkondensasi Analisis kandungan fitokimia (fenolik, flavonoid dan tanin terkondensasi) dalam penelitian berdasarkan perbedaan pelarut
pengekstrak dari daun sukun disajikan dalam tabel 1. Dari ketiga jenis pelarut yang diuji, semuanya memiliki kandungan fenolik, flavonoid dan tannin yang signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa ekstrak daun sukun yang diuji kaya dalam fitokimia fenolik, flavonoid dan tannin. Dari data secara kuantitatif menunjukkan bahwa kandungan total fenolik, flavonoid dan tanin pada ketiga pelarut kelihatan sangat berbeda. Penentuan kandungan total fenolik dilakukan untuk mengetahui potensi antioksidan dalam suatu ekstrak. Dalam penelitian ini, total fenol dalam ekstrak diukur dengan standar asam galat (mg/kg). Total fenolik dalam ekstrak ditentukan berdasarkan kemampuan senyawa fenolik dalam ekstrak yang bereaksi dengan asam fosfomolibdat–fosfotungstat dalam reagen Folin– Ciocalteu (kuning) akan mengalami perubahan warna menjadi warna biru. Kandungan total fenolik ekstrak metanol (EM), ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton (EA) dari daun sukun berturutturut adalah 179,89 ± 3,17; 152,55 ± 3,17 dan 62,46 ± 1,31 mg/kg. Ekstrak EM dikarakterisasi sebagai mempunyai kandungan total fenolik paling tinggi dibandingkan dengan EE dan AE. Besarnya total fenolik dalam pelarut metanol diduga karena senyawa fenolik dalam ekstrak bersifat polar sehingga komponen fenolik dalam ekstrak yang larut dalam metanol lebih banyak. Tingginya rendahnya kandungan total fenolik dalam ekstrak daun sukun berhubungan langsung dengan aktivitas antioksidatif dari ekstrak. Kemampuan antioksidatif dari ekstrak daun sukun disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa kimia yang dapat berperan sebagai antioksidan. Tabel 1. untuk kadungan total flavonoid dalam ekstrak daun sukun menunjukkan bahwa EM mempunyai kandungan total flavonoid tertinggi diikuti oleh EE dan EA. Total flavonoid EM, EE dan EA berturut-turut adalah 17,74 ± 0,41; 13,75 ± 0,69 dan 5,64 ± 0.98 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kandungan flavonoid dengan kandungan fenolik dari ketiga jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daun sukun. Hal ini kemungkinan disebabkan senyawa flavonoid bersifat polar sehingga daun sukun yang terlarut pada metanol lebih banyak. Menurut Larson, 1988, komponen fenolik seperti flavonoid yang dikenal sebagai antioksidan primer dari tanaman bersifat polar. Berdasarkan pengamatan dalam beberapa laporan (Tian dan White, 1994; Su et al, 2000; Sakakibara et al., 2003) bahwa pelarut polar seperti metanol dan etanol merupakan pelarut
3
Chem. Prog. Vol. 2, No. 1. Mei 2009
yang sangat luas digunakan dan efektif untuk
ekstraksi
antioksidan
dari
bahan
alam.
Tabel 1. Kandungan total fenolik, flavonoid dan tanin terkondensasi ekstrak daun sukun (EM: ekstrak metanol, EE: ekstrak etanol, EA: ekstrak aseton)
No.
Sampel
Fenolik (mg/kg)
Tanin (mg/kg)
1.
EM
179,89 ± 3,17
17,74 ± 0,41
74,80 ± 0.71
2.
EE
152,55 ± 3,17
13,75 ± 0,69
71,80 ± 0,35
3.
EA
62,46 ± 1,31
5,64 ± 0.98
38,80 ± 0,71
Kandungan tannin terkondensasi dinyatakan sebagai milligram katekin per kilogram ekstrak. Total tanin terkondensasi tertinggi ditemukan pada EM diikuti dengan EE dan EA, kandungnya berturut-turut adalah 74,80 ± 0.71; 71,80 ± 0,35; 38,80 ± 0,71 mg/kg. Ekstrak EM mengandung jumlah yang besar tannin terkondensasi daripada ekstrak yang diperoleh EE dan EA. Alasan ekstrak EM lebih besar daripada EE dan EA adalah bahwa tannin yang terdapat pada daun relatif lebih mudah larut pada pelarut yang memiliki polaritas tinggi seperti air, metanol dan etanol (Dey dan Harbone. 1989). Selain itu, daun sukun terbukti lebih mudah terekstraksi komponen fenoliknya dengan pelarut metanol daripada etanol dan aseton, terutama kelompok flavonol dan tannin. terkondensasi (Shahidi dan Naczk, 1995). Tannin merupakan bagian yang bertanggung jawab untuk rasa sepat dan berwarna coklat serta secara alamiah larut dalam air terjadi komplek polifenol yang hadir pada banyak tanaman termasuk biji dan kulit (Shahidi dan Naczk, 1995; Chung et al., 1998). Aspek kesehatan tannin telah dibahas oleh beberapa penelitian (Chung et al., 1998). Penelitian lain telah melaporkan bahwa tannin 1530 kali lebih efektif dalam penangkap radikal peroksil daripada senyawa fenolik sederhana dan trolox (Hagerman et al., 1998). Oleh karena itu, tannin bisa dipertimbangkan sebagai antioksidan biologi penting yang berpotensi.
Aktivitas Penangkap Radikal Bebas DPPH Aktivitas penangkap (scavenging) radikal bebas dari ekstrak daun sukun dievaluasi dengan pengujian radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Senyawa radikal DPPH biasanya digunakan sebagai subtrat untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan. Radikal DPPH adalah radikal bebas stabil dan menerima satu elektron atau hidrogen menjadi molekul yang stabil (Matthaus, 2002). Pengujian aktivitas penangkap radikal bebas DPPH secara spektrofotometer
4
Flavonoid (mg/kg)
dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan larutan DPPH. Perubahan absorbansi pada 517 nm digunakan untuk mengukur efek penangkapan dari ekstrak untuk radikal DPPH. Absorbansi pada 517 nm menurun sebagai reaksi antara molekul antioksidan dan radikal DPPH. Oleh karena itu, lebih cepat penurunan absorbansi lebih berpotensi ekstrak sebagai antioksidan. Hal ini ditunjukkan pula dengan perubahan warna dari ungu menjadi kuning. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH pada perbedaan pelarut dari daun sukun disajikan dalam Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas penangkapan radikal bebas berkisar dari 38,80% sampai 74,80%. Data ini mengindikasikan bahwa daun sukun yang diekstraksi dengan pelarut metanol, etanol dan aseton berbeda secara signifikan (p<0,05) pengaruh terhadap evaluasi aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH. Diantara ketiga ekstrak daun sukun yang dianalisis, ekstrak metanol (EM) menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH paling tinggi diikuti oleh ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton (EA). Hasil ini menunjukkan bahwa pelarut lebih polar seperti metanol lebih banyak mengekstrak komponenen fenolik dari daun sukun dibandingkan etanol dan aseton yang sedikit kurang polar. Dengan demikian, EM memiliki potensi besar sebagai penangkap radikal bebas DPPH dan berkemampuan tinggi untuk melepaskan atom hidrogen kepada radikal difenilpikrilhidrazil (violet) menjadi senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin (kuning) (Molyneux, 2004). Besarnya aktivitas antiradikal bebas EM disini berhubungan dengan kandungan fenolik, flavonoid dan tannin terkondensasi (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa komponen fenolik yang terdapat dalam daun sukun mampu berperan sebagai penangkap radikal bebas.
Edi Suryanto : Aktivitas Penangkap Radikal …
dari analisis kandungan total fenolik pada setiap konsentrasi ekstrak lebih besar terdapat pada EM.
Aktivitas penangkap radikal bebas (%)
100 EM
90 80 70
EE
Kandungan Total Antioksidan
EA
Penentuan kandungan total antioksidan dari ekstrak daun sukun pada penelitian ini dilakukan dengan uji ferric reducing ability flasma (FRAP). Metode FRAP dapat menentukan kandungan total antioksidan dari suatu bahan bio ekstrak berdasarkan kemampuan senyawa tersebut untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+. Intensitas warna biru dari kompleks TPTZ-Fe2+ yang merupakan dasar penentuan total antioksidan dalam metode FRAP memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 596 nm. Kandungan total antioksidan pada beberapa jenis pelarut dan beberapa konsentrasi disajikan dalam Gambar 2. Perbandingan kandungan total antioksidan dalam berbagai jenis pelarut didasarkan pada rata-rata keseluruhan perlakuan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol (EM) memiliki kandungan total antioksidan yang secara nyata lebih tinggi daripada ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton. Total antioksidan yang tinggi pada EM menunjukkan lebih banyaknya kandungan senyawa yang dapat mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ daripada EE dan EA. Senyawa pereduksi atau reduktor yang terdapat dalam daun sukun digolongkan dalam antioksidan alami.
60 50 40 30 20 10 0 50
100
150
200
500
Konsentrasi (ppm)
Gambar 1. Persentase aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH ekstrak daun sukun dari berbagai jenis pelarut dan konsentrasi (EM: ekstrak metanol, EE: ekstrak etanol, EA: ekstrak aseton)
Data ini menunjukkan bahwa ada kecendrungan naiknya konsentrasi ekstrak yang diberikan mengindikasikan kenaikan aktivitas ekstrak dalam menangkap radikal DPPH. Pada ekstrak EM pada berbagai konsentrasi (50-200 ppm) menunjukkan kecendrungan yang berbeda nyata dengan ekstrak EE dan EA. Kedua ekstrak menunjukkan kenaikan aktivitas dimulai pada konsentrasi 100 ppm sampai dengan 500 ppm. Hasil ini mengindikasikan bahwa konponen aktif diperkirakan lebih banyak terdapat pada ekstrak EM dibandingkan EE dan EA. Data ini didukung
1.6 1.4 Konsentrasi (mmol/100 mL)
Pada konsentrasi yang sama EM memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang secara signifikan lebih besar dibanding ekstrak EE dan EA (p<0,05). Selain aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH juga dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi ekstrak. Menurut Duh (1998), efek penangkapan radikal bebas DPPH meningkat dengan peningkatan jumlah ekstrak. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH umumnya naik dengan penambahan ekstrak sampai dengan konsentrasi tertentu, kemudian aktivitas akan turun dengan penambahan konsentrasi yang lebih besar lagi (Lai et al., 2001). Pada ekstrak EM menunjukkan kenaikan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dimulai dari konsentrasi 50 ppm sampai 500 ppm, kecuali untuk ekstrak EM menunjukkan aktivitas antiradikal bebas yang relatif sama dengan ekstrak EE pada tingkat konsentrasi 500 ppm (p>0,05).
1.2
EM EE
1
EA 0.8 0.6 0.4 0.2 0 50
100
150
200
500
Konsentrasi (ppm)
Gambar 2. Kandungan total antioksidan ekstrak daun sukun dari berbagai jenis pelarut dan konsentrasi (EM: ekstrak metanol, EE: ekstrak etanol, EA: ekstrak aseton)
5
Chem. Prog. Vol. 2, No. 1. Mei 2009
6
120 Ak tivitas penangkapan radikal bebas (%)
Kandungan total antioksidan dari ekstrak EM, EE dan EA pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 2. Kandungan total antioksidan ketiga ekstrak menunjukkan peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi, akan tetapi EM menunjukkan kemampuan mereduksi yang sangat linier dengan kenaikan konsentrasi sampai 500 ppm (p>0,05). Ada kecendrungan ketiga ekstrak, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin besar kandungan total antioksidannya. Pada tingkat konsentrasi yang sama, EM menunjukkan kandungan total antioksidan yang paling tinggi daripada EE dan EA. Oleh karena itu, kehadiran senyawa fenolik dalam EM mampu berperan sebagai donor elektron yang selanjutnya menghakhiri reaksi rantai radikal dengan mengubah radikal bebas menjadi produk yang lebih stabil. Shahidi dan Naczk (1995) mengemukakan bahwa senyawa yang tergolong antioksidan alami dari golongan senyawa fenolik seperti senyawa fenolik sederhana, flavonoid dan tannin. Senyawa flavonoid, fenolik sederhana dan tanin merupakan senyawa antioksidan yang mengandung struktur fenol dan memiliki beberapa gugus fungsi hidroksi yang banyak terdapat dalam tanaman, termasuk tanaman sukun. Tingginya kandungan total antioksidan pada EM diduga dikarenakan oleh tingginya kandungan total antioksidan yang terdapat pada daun sukun tersebut. Dugaan ini didasarkan pada hasil analisis kandungan fitokimia fenolik pada daun sukun yang menunjukkan sangat signifikan mengandung ketiga komponen tersebut dalam daun sukun. Penelitian lain, Wiart (2002) melaporkan bahwa tanaman sukun mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid dan fenolik sederhana. Gambar 3. menunjukkan hubungan kandungan total antioksidan dengan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dari ekstrak daun sukun. Kandungan total antioksidan meningkat dengan bertambahnya kemampuan penangkapan radikal bebas DPPH dari ekstrak. Data ini juga memperlihatkan bahwa sifat kandungan total antioksidan dalam ekstrak daun sukun sesuai dengan perkembangan kemampuan penangkapan radikal bebas.
y = 96.911x - 1.545 R2 = 0.9156
100
80
60
40
20
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Kandungan total antioksidan (mmol/100 mL)
Gambar 3. Hubungan antara kandungan total antioksidan dengan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH ekstrak daun sukun.
Nilai koefisien korelasi (R2) antara kandung total antioksidan dan kemampuan penangkapan radikal bebas ekstrak termasuk cukup tinggi, yaitu 0,9156. Nilai yang tinggi tersebut menandakan adanya hubungan linear yang sangat kuat antara kandungan total antioksidan yang terdapat dalam ekstrak daun sukun dengan kemampuan penangkapan radikal bebas DPPH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat antioksidan dari ekstrak daun sukun mempunyai hubungan dengan penangkapan radikal bebas dan total antioksidan. Oleh karena itu, ekstrak ini diperkirakan mengandung reduktan dan bereaksi dengan radikal bebas untuk menjadi radikal yang stabil dan selanjutnya mengakhiri reaksi rantai radikal tersebut. KESIMPULAN Ekstrak daun sukun menunjukkan signifikan mengandung komponen fenolik, flavonoid dan tannin terkondensasi. Ekstrak metanol memiliki kandungan yang dominan dalam komponen fenolik, flavonoid dan tannin terkondensasi daripada ekstrak etanol dan ekstrak aseton. Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antiradikal bebas DPPH dan kandungan total antioksidan tertinggi dibanding ekstrak etanol dan aseton. Ada kecenderungan semakin besar konsentrasi ekstrak daun sukun yang ditambahkan, aktivitas antiradikal bebas dan kandungan total antioksidan juga semakin besar aktivitasnya. Ada hubungan yang positif antara
Edi Suryanto : Aktivitas Penangkap Radikal …
aktivitas penangkapan radikal bebas dengan kandungan total antioksidan dari ekstrak daun sukun. DAFTAR PUSTAKA Burda, S., dan Oleszek, W., (2001) Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoids. J. Agric. Food Chem. 49: 2774-2779. Chung, K-T.; Wong, T.Y., Wei, C.-I.Y; Huang, YW.Y., Lin, Y.Y., (1998) Tannins and Human Health: A Review. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 38: 421-464. Dey, P.M. dan Harbone, J.B., (1989) Methods in Plant Biochemistry: Plant Phenolics. Academic Press, London. Duh, P.D. (1998) Antioxidant Activity of Burdock (Arctium lappa L.): Its scavenging Effect on Free Radiacal and Active Oxygen. J. Am. Oil Chem. Soc. 75: 455-461. Hagerman, A.E, Riedl, K.M, Alexander Jones, G., Sovik, K. N., Ritchard, N. T.; Hartzfeld, P. W., Riechel, T.L., (1998) Hign Molecular Wight Plant Polyphenolics (Tannins) as Biological Antioxidants. J.Agric. Food Chem. 46: 18871892. Hertog, M.G.L, Feskens, E. J. M., Hollman, P.C.H., Katan M.B. dan Kromhout, D., (1993) Dietary Antioxidant Flavonoids and Risk of Coronary Heart Disease: The Zutphen Elderly Study. Lancet. 342: 1007-1011. Julkunen-Tiitto, R. (1985) Phenolics Constituens in the Leaves of Northern Willows: Methods for the Analysis of Certain Phenolics. J. Agric. Food Chem. 33: 213-217. Jeong, S.M., Kim, S.Y., Kim, D.R., Jo, S.C., Nam, K.C., Ahn, D.U dan Lee, S.C., (2004) Effect of Heat Treatment on the Antioxidant Activity of Extracts from Citrus Peels. J. Agric. Food Chem. 52: 3389-3393. Joseph, J. A., Shukkit-Hale, B., Denisova, N.A., Bielinski, D., Martin, A. dan McEwen, J.J.; Bickford, P.C., (1999) Reversals of Age-Related Declines in Neuronal Signal Transduction, Cognitive and Motor Behavioral Deficits with Blueberry, Spinach or Strawberry Dietary Supplementation. J. Neurosci. 19: 8114-8121. Halliwel, B dan J.M.C. Gutteridge., (2001) Free Radicals in Biology and Medicine, Oxford University Press, London. Halvorsen, B. L., Holte, K., Myhrstad, M.C.W., Barikmo, I., Hvattum, E, Remberg, S.F., Wold, A.B., Haffner, K., Baugerod, H., Andersen, L.F., Moskaug, O., Jacobs, D.R. Jr. dan Blomhoff, R., (2002) A Systematic Screening of
Total Antioxidant In Dietary Plants. J. Nutrition. 132: 461-471. Lai, L-S.. Chou, S-T dan Chao, W-W., (2001) Studies on the antioxidative Actibities of Hsian-tsao (Mesona Procumbens Hemsl) Leaf Gum. J. Agric. Food Chem. 49: 963-968 Langsethm, L., (1995) Oxidants, antioxidants and disease prevention, ILSI Press, Washinton, DC. Larson, R.A. (1988) The Antioxidants of Hinghest Plants. Phytochemistry. 27: 969-977. Matthaus, B., (2002) Antioxidant Activity of Extracts Obtained from Residues of Different Oilseeds. J. Agric. Food Chem. 50: 3444-3452. Ness, A. R, Powles, J. W., (1997) Fruit and Vegetables and Cardiovascular Disease: A review. Int. J. Epidemiol. 26: 1-13. Prattt, D.E., (1992) Natural Antioxidants from Plant material. In Phenolic Compounds in Food and their Effects on Health (Vol. II). Antioxidants and Cancer Prevention; Huang, M-T., Ho, C-T., Lee, C., Eds.: ACS Symposium Series 507; American Chemical Society: Washington, DC. Sakakibara, H., Honda, Y., Nakagawa S., Ashida, H. dan Kanazawa, K., (2003) Simultaneous Determination of All Polyphenols in Vegetables, Fruits, and Teas. J. Agric. Food Chem. 51: 571581. Shahidi, F., (1997) Natural Antioxidant. Department of University of Newfoundland St. Jhon’s, Newfoundland, Canada. Shahidi, F. dan Naczk, M., (1995) Food Phenolics. Technomicpub.Co. Inc. Lancester-Basel. Surh, Y-J., (2003) Cancer Chemopreventive with Diertary Phytochemicals. Nat. Rev. Cancer, 3: 768-780. Su, Y-L., Leung, L.K., Bi, Y-R, Huang, Y. and Chen, Z-Y., (2000). Antioxidant Activity of Flavonoids Isolated from Scutellaria rehderiana. J. Am. Oil Chem. Soc. 77: 807-811. Tian, L.L. dan White, P.J., (1994) Antioxidant Activity of Oat Extract in Soybean and Cotton Seed oils J. Am. Oil Chem. Soc. 71: 1079-1086. Watson, R.R., (2003) Fungtional Food and Nutraceuticals in Cancer Prevention, Blackwell Publishing: Oxford, U.K. Wiart, C., (2002). Medicinal Plants of Southeast Asia. Prentice Hall, Malaysia. Wuryastuti, H., (2000) Stres Oksidatif dan Imflikasinya Terhadap Kesehatan. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM, Yogyakarta. Zhishen, J., Mengcheng, T., dan Jianming, W., (1999) The determination of Flavonoid Contents in Mulberry and their Scavenging Effects on Superoxide Radikal. Food Chemistry. 64: 555559.
7