Volume 15, Nomor 1, Hal.71-78 Januari – Juni 2013
ISSN:0852-8349
AKTIVITAS ENZIM DARI JAMUR Marasmius sp DALAM SERAT SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Indra Sulaksana dan Endri Musnandar Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo - Darat-Jambi ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Univeritas Jambi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aktivitas enzim ekstraseluler dalam mendegradasi serat dalam media serat sawit. Tujuan lainya yaitu mengetahui perubahan gizi media serat sawit yang ditandai dengan peningkatan protein, penurunan kadar serat, dan produksi gula reduksi. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 3x3. Faktor pertama yaitu sumber energi yaitu Dedak, molases, dan poles. Faktor kedua, yaitu tingkat urea dalam substrat, masing-masing 0% (U0), 1% (U1), dan 2% (U2). Seluruhnya terdapat 9 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang empat kali. Perlakuan yang menghasilkan panjang miselium tertinggi (pertumbuhan terbaik) kemudian diambil data per periode pertumbuhan untuk dianalisis kandungan gizi (BK, BO, dan protein), kadar ADF, dan gula pereduksi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan One Way Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan terbaik yaitu pada media serat sawit yang diberi urea 1% dan poles 10% (U1P10) dengan panjang miselium 94,25 mm. Kandungan BK dan BO pada periode pertumbuhan V adalah yang paling tinggi dengan kandungan berturut-turut 43,848% dan 4`,931%. Kandungan protein tertinggi pada periode V dengan kandungan protein 7,788%, dan yang terendah pada periode pertumbuhan I yaitu 3,5152%, sedangkan kandungan ADF paling rendah juga pada periode V yaitu 9,932% dan tertinggi pada periode I yaitu 18,683%. Kandungan produksi gula pereduksi tertinggi dicapai pada periode IV yaitu.7,475 mg/g. Dapat disimpulkan bahwa serat sawit dengan gizi terbaik untuk pakan ternak ruminansia yaitu difermentasi dengan Marasmius sp, dengan imbuhan urea 1% dan poles 10% dan diberikan pada saat jamur tumbuh sampai periode IV atau V. Kata kunci : Marasmius sp, serat sawit, gula reduksi.
PENDAHULUAN Dalam rangka efisiensi dalam pembangunan peternakan, salah satu upayanya adalah penyediaan bahan lokal yang dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak sapi. Salah satu bahan pakan lokal yang ketersidaanya melimpah dan sepanjang tahun adalah limbah kelapa sawit. Namun, pemanfaatan limbah kelapa sawit khususnya serat sawit terkendala oleh terlalu tingginya kadar serat sehingga sulit dicerna walau oleh ternak ruminansia sekalipun. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemanfaatan serat sawit
sebagai bahan pakan lokal yang sangat potensial harus diupayakan dengan menurunkan kadar seratnya. Berbagai upaya untuk menurunkan kadar serat dalam bahan pakan telah banyak dilakukan diantaranya yaitu dengan menggunakan bahan kimia seperti basa kuat atau asam kuat, tetapi penggunaan bahan kimia kurang populer dilakukan karena dianggap kurang ramah lingkungan. Alternatif lain dalam upaya menurunkan kadar serat dan anti nutrisi adalah dengan cara biologis yaitu dengan memanfaatkan aktivitas mikroba karena diharapkan mikroba dapat mereput (mendegradasi) serat secara lebih 71
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
ekonomis dan hasilnya dapat lebih bermanfaat. Penggunaan mikroba untuk meningkatkan manfaat limbah pertanian telah dilakukan terhadap bungkil biji kapok, jerami padi, dan ampas tebu. Hasilnya, limbah tersebut yang tadinya kurang bermanfaat menjadi berdayaguna karena meningkatnya nilai nutrisi (Rusdi, 1992; Santosa, 1996; Tarmidi, 1999). Bakteri dan fungi merupakan mikroba yang mampu mereput serat, bahkan setengah dari jenis fungi memiliki kemampuan mendegradasi serat. Salah satu fungi yang dapat mereput serat adalah jamur Marasmius sp. yaitu jamur dari kelompok lignophilik yang berasal dari negara Colombia, namanya belum begitu populer karena masih dianggap baru di Indonesia. Hasil penelitian mengenai jamur Marasmius sp. masih sangat terbatas. Jamur ini memiliki kemampuan memproduksi enzim yang dapat memecah bahan organik yang kandungan seratnya tinggi. Jamur Marasmius sp. untuk mendegradasi serat secara optimal memerlukan energi dan protein serta waktu yang mencukupi. Lama waktu yang dibutuhkan oleh jamur ini tergantung kepada ketersediaan energi dan protein untuk pertumbuhanya. Interaksi lamanya proses dan ketersediaan energi dan protein yang optimal diharapkan memberikan produk serat terfermentasi dengan nilai gizi yang optimal pula. Untuk menunjang pertumbuhan sel bodi jamur yang lebih cepat perlu disediakan sumber nitrogen, salah satunya yaitu urea. Urea selain sumber nitrogen untuk mempercepat pertumbuhan jamur juga dapat merenggangkan ikatan karbon dalam serat sawit sehingga kerja jamur dalam memecah serat lebih efektif. Fermentasi serat sawit oleh jamur Marasmius sp. diharapkan dapat mendegradasi serat yang kompleks menjadi lebih sederhana, zat lebih sederhana ini akan lebih mudah dicerna dan diserap oleh sistem pencernaan ternak sehingga nilai kecernaan dan nilai hayati bahan pakan akan meningkat. Melalui 78
proses fermentasi selain akan dihasilkan berupa serat sawit terfermentasi juga akan tercakup sel tubuh mikroba dan enzim yang mengandung protein serta metabolitmetabolit lainya. Dengan demikian proses fermentasi dapat menghasilkan produk akhir berupa serat sawit terfermentasi dengan kadar protein yang lebih baik serta tingkat kecernaan yang lebih tinggi. Melalui proses ini serat sawit dapat ditingkatkan nilai gunanya sebagai bahan pakan lokal untuk ternak ruminansia sehingga dapat menggantikan sebagian fungsi rumput. Keberhasilan substitusi rumput oleh serat sawit terfermentasi dapat menjadikan bahan pakan untuk ternak ruminansia akan terjaga sepanjang tahun dengan kualitas yang memadai, sehingga dapat mendorong pengembangan atau peningkatan produksi ternak ruminansia. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak serta Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Penelitian dilakukan selama 8 bulan, dimulai bulan April sampai dengan Nopember tahun 2012. Pelaksanaan Percobaan Pada percobaan ini didahului oleh pembiakan jamur Marasmius sp.. Kemudian dilakukan percobaan fermentasi sabut sawit untuk mempelajari pertumbuhan (panjang miselium) Jamur Marasmius sp. pada berbagai tingkat urea dan sumber energi berbeda. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 3x3. Faktor pertama yaitu sumber energi yaitu Dedak, molases, dan poles. Faktor kedua, yaitu tingkat urea dalam substrat, masing - masing 0% (U0), 1% (U1), dan 2% (U2). Seluruhnya terdapat 9 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang empat kali
Indra Sulaksana., dkk: Aktivitas Enzim dari Jamur Marasmius sp dalam Serat Sawit untuk Pakan Ternak Ruminansia
Setelah jamur Marasmius sp. tumbuh, setiap 2 hari diukur panjang miseliumnya sebanyak 5 kali dengan arah pengukuran berbeda menggunakan mistar. Media serat sawit yang ditumbuhi miselium terpanjang kemudian diambil sampel pada setiap fase pertumbuhan untuk dianalisis. Peubah yang diamati - Kandungan gizi serat sawit (kadar bahan kering, ADF, bahan organik, dan protein), pengukuran kandungan gizi serat sawit mengacu pada metode Van Soest (1982) - Kandungan Gula-gula reduksi, diukur mengacu pada Ahmadi, dkk. (2000) Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik yang sesuai menggunakan software program SPSS ver.11 (2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Diameter Miselium Koloni Jamur Jamur Marasmius sp. akan tumbuh pada media yang sesuai dengan memperpanjang miselium untuk mengurai substrat sebagai bahan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, semakin panjang miselium semakin besar pertumbuhannya. Menurut Garraway dan Evans (1984) besarnya diameter miselium koloni jamur menunjukkan gambaran pertumbuhan dari jamur tersebut. Diameter koloni jamur Marasmius sp pada media serat sawit dengan persentase urea dan sumber energi berbeda dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan gambaran pertumbuhan yang diperlihatkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa perlakuan U1P10 memberikan pertumbuhan jamur tertinggi,
berarti pemberian urea 1% dicampur dengan polish 10% akan menghasilkan pertumbuhan jamur yang lebih optimal dibandingkan dengan pemberian imbuhan lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian poles 10% dapat menyediakan energi yang lebih baik daripada pemberian sumber energi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena poles mengandung nutrisi yang lebih lengkap dibandingkan sumber energi lainnya, selain itu perombakan poles sebagai sumber energi agak lambat sehingga sumber energi tersedia lebih lama (Fakhri, 2008).Sedangkan penambahan molases sebagai sumber energi dalam substrat diduga lebih cepat terurai sehingga pemanfaatannya sebagai sumber energi belum maksimal. Fakhri (2008) melaporkan hasil penelitiaanya bahwa pemberian OPF (Oil Palm Frond) ditambah molases, perombakan serat kasar OPF sangat kecil dan pH OPF-nya masih tinggi, yang menunjukkan bahwa tingkat fermentasi dan jumlah mikrobanya kecil. Pemberian dedak dalam subsrat sebagai sumber energi bagi mikroba sebenarnya cukup baik karena harganya relatif murah, namun dedak kandungan seratnya masih tinggi sehingga mikroba dalam substrat tidak dapat menggunakan sumber energi dengan lebih optimal. Akibat dari pemanfaatan energi yang belum optimal tersebut maka pertumbuhan jamur yang ditunjukkan dengan diameter miselium koloni yang lebih kecil. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pemberian urea 1% memberikan rataan pertumbuhan yang terbaik. Kondisi ini karena urea sebagai sumber protein sangat diperlukan oleh jamur untuk pertumbuhannya (miselium), namun urea juga merupakan zat yang cepat terurai menjadi amoniak sehingga apabila urea terlalu banyak dalam substrat akan meracuni jamur yang mengakibatkan pertumbuhan jamur menjadi terhambat (Musnandar, 2003). Pada penelitian ini ternyata penambahan urea 1% telah mencukupi untuk pertumbuhan jamur sehingga pada penambahan 2% diameter 77
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
miseliumnya lebih kecil, sedangkan pada media yang tanpa penambahan urea, sumber nitrogen untuk pertumbuhan jamur berasal dari media namun karena kandungan nitrogen dalam media tidak terlalu tinggi (Musnandar 2003) mengakibatkan tidak mencukupi untuk pertumbuhan jamur yang maksimal sehingga diameter miselium pada perlakuan urea 0%, diameter miselium koloninya juga lebih kecil. Kandungan Bahan Kering Kandungan bahan kering dalam bahan pakan ternak menunjukkan bahwa tersedia zat makanan yang dapat digunakan oleh ternak (Soetjiharto, 1997). Dengan demikian apabila kandungan bahan kering menurun dalam suatu bahan pakan merupakan kerugian karena zat gizi yang tersedia untuk ternak lebih sedikit. Kandungan bahan kering pada setiap periode pertumbuhan jamur Marasmius sp. dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan bahan kering pada media serat sawit meningkat seiring dengan pertumbuhan jamur yaitu kandungan bahan kering terendah pada periode I dengan kandungan BK 34,534% dan tertinggi pada periode pertumbuhan V dengan kandungan BK 43,848%. Hasil berbeda dengan hasil penelitian Soetjiharto (1997) yang menyatakan bahwa jamur tanah, T. Viridae dapat mengurangi bahan kering serat fermentasi sekitar 14,28%. Perbedaan ini diduga karena pada penelitian Soetjiharto yang dianalisis hanya medianya saja sehingga hahsil fermentasi seperti gulagula sederhana dan bodi jamur tidak teranalisis. Menurut Blanchete (1994) bahwa hasil fermentasi media oleh jamur akan menghasilkan air dan molekulmolekul yang lebih rendah selain masa tubuh jamur itu sendiri. Dengan 78
dihasilkannya air maka kandungan air dalam media akan meningkat namun seiring dengan jalannya waktu fermentasi air hasil fermentasi tersebut akan menguap sehingga jumlah air akan tetap, sedangkan molekul-molekul yang lebih sederhana dan masa tubuh jamur akan bertambah sehingga kadar bahan kering media akan meningkat. Kandungan Bahan Organik Kandungan bahan organik dalam suatu bahan pakan merupakan hal penting karena bahan organik yang akan menyebabkan pertambahan masa tubuh ternak. Kandungan bahan organik serat sawit pada setiap periode pertumbuhan jamur dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2. tampak bahwa semakin tinggi periode pertumbuhan semakin tinggi kandungan bahan organik. Pada pepriode I kandungan bahan organiknya terendah yaitu 31,308% sedangkan kandungan bahan organik tertinggi pada periode pertumbuhan V yaitu 41,931%. Kondisi ini karena pada periode V merupakan pertumbuhan tertinggi sehingga masa tubuh jamur pada periode ini diudga merupakan masa tubuh terbesar, sedangkan masa tubuh jamur adalah bahan organik. Oleh karena itu, kandungan bahan organik terbesar yaitu pada periode pertumbuhan ke-V. Kandungan ADF Kandungan ADF menunjukkan kadar serat yang sulit dicerna, kandungan ADF yang tinggi dalam bahan pakan menunjukkan bahan pakan tersebut sulit dicerna. Namun demikian tergantung juga ikatan antar molekul pembentuk ADF itu sendiri, apabila antar ikatan tersebut kuat maka ADF akan semakin sulit dicerna Paterson (1985) Kandungan ADF pada
Indra Sulaksana., dkk: Aktivitas Enzim dari Jamur Marasmius sp dalam Serat Sawit untuk Pakan Ternak Ruminansia
setiap periode pertumbuhan jamur dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan data pada Tabel 3 tampak bahwa pada periode pertumbuhan V, media serat sawit memiliki kandungan ADF paling rendah yaitu 9.937% sedangkan kandungan ADF tertinggi yaitu pada media serat sawit dengan periode pertumbuhan jamur I dengan kandungan ADF 18,683%. Kondisi ini karena pada periode pertumbuhan V merupakan periode dengan pertumbuhan jamur tertinggi sehingga miselium dapat memenuhi media secara lebih sempurna dan enzim yang dapat memecah ikatan serat juga lebih banyak akibatnya kandungan ADF pada periode pertumbuhan V semakin menurun. Blanchete (1994) menyatakan bahwa enzim pemecah serat akan disekresikan oleh miselium untuk memecah serat dalam media. Selanjutnya Musnadar (2003) menyatakan bahwa enzim pemecah serat pada serat sawit fermentasi yang lebih lama sampai batas tertentu akan menghasilkan enzim lebih banyak. Kandungan Protein Protein merupakan zat pembentuk tubuh ternak sehingga protein angat penting untuk pertumbuhan ternak. Pada nilai kecernaan yang sama, kandungan protein yang lebih tinggi dalam bahan pakan dapat menunjukkan kualitas pakan yang lebih baik. Kandungan protein dalam media serat pada setiap periode pertumbuhan jamur disajikan pada Tabel 4.
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada periode V media serat sawit memiliki kandunga protein tertinggi yaitu 7,785% dan yang terendah pada periode pertumbuhan I yaitu 3,507%. Kandungan protein serat sawit pada periode V ini hampir sama dengan kandungan serat sawit hasil fermentasi hasil penelitian Musnandar (2003) yang menyatakan bahwa kandungan serat sawit fermentasi dapat mencapai 7,04 sampai 8,44%. Kandungan protein yang tinggi pada periode pertumbuhan V disebabkan pada periode ini pertumbuhan jamur tinggi sedangkan pada masa tubuh jamur terdapat protein, sehingga pada media serat sawit yang ditumbuhi miselium jamur yang lebih padat akan menghasilkan kandungan protein yang lebih tinggi. Garraway dan Evans (1984) menyatakan dalam pertumbuhanya cendawan mempergunakan karbon serta nitrogen untuk komponen sel tubuh, sehingga semakin padat konsentrasi miselium akibat pertumbuhan cendawan makin banyak nitrogen tubuh Sebaliknya pada periode I, pertumbuhan miselium koloni jamur masih rendah sehingga kandungan protein yang dikandung media masih rendah. Hasil penelitian Rusdi (1992) serta Lakoni (1998) menunjukkan bahwa substrat yang difermentasi, kandungan proteinnya meningkat. Peningkatan kandungan protein ini menunjukkan bahwa jamur dapat memanfaatkan substrat untuk membentuk jaringan atau bertumbuh. Kandungan Gula Pereduksi Kandungan gula reduksi dalam media serat sawit yang difermentasi menunjukkan bahwa terjadi aktivitas penguraian serat oleh enzim menjadi gula-gula yang lebih sederhana untuk pertumbuhan jamur. Dengan demikian, kandungan gula reduksi yang tinggi dalam media menunjukkan produksi enzim yang lebih tinggi dari lainnya. Arora dan Sandhu (1985) yang disitasi oleh Artiningsih (2006) menyatakan bahwa gula lebih diperlukan untuk pembentukan biomasa jamur daripada produksi enzim lignolitik. 77
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Kandungan gula reduksi pada setiap periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5.
3. Kandungan Protein serat sawit terbaik yaitu pada periode pertumbuhan kelima dengan kandungan 7,778% 4. Produksi gula tertinggi dicapai pada periode pertumbuhan kelima yaitu 7,475 mg/g subsrat. DAFTAR PUSTAKA
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandunga gula reduksi pada serat sawit fermentasi berkisar 2,985-7,475 mg/g. Kandunga gula reduksi ini jauh lebih rendah dari kandungan gula reduksi pada sabut hasil penelitian Dewi (2002) yaitu 27,42 mg/g substrat. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan jenis jamur yang digunakan, kondisi lingkungan maupun besarnya partikel substrat. Pada Tabel 6 juga dapt dilihat bahwa produksi gula reduksi tertinggi yaitu pada periode pertumbuhan V. Kondisi ini terjadi karena pada periode V merupakan periode pertumbuhan tertinggi atau saat pertambahan miselium terpanjang, berarti ketika itu degradasi serat menjadi gula untuk pertumbuhan jamur sedang terjadi maksimum. Akibatnya gula reduksi sebagai hasil degradasi serat juga semakin tinggi. Dewi (2002) menyatakan bahwa produksi gula reduksi akan semakin tinggi sampai waktu tertentu kemudian menurun kembali. Pola produksi gula reduksi ini ternyata sama dengan pola pertumbuhan jamur yang ditandai dengan panjang diameter miselium dari koloni jamur. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Laju pertumbuhan jamur Marasmius sp. yang diukur setiap 4 hari terdiri dari 5 periode pertumbuhan dengan diameter terpanjang yaitu pada periode kelima. 2. Kandungan ADF serat sawit terendah yaitu pada periode pertumbuhan kelima sebesar 9.932% 78
Artiningsih, T. 2006. Aktivitas lignolitik jenis ganoderma pada berbagai sumber karbon. Biodiversitas Vol. 7 (4):307-311 Blanchette, R.A. 1994. Degradation of the lignocellulose complex in wood. Can. J. Bot. 73:S999-S1010. Dewi, K.H. 2002. Pengaruh pengecilan ukuran dan sumber limbah pertanian pada hidrolisis secara enzimatik. Akta Agrosia vol.5 (1):14-21 Field, J.A., Ed de Jong, Gumersindo Feijoo-Costa and Jan, A.M de Bont. 1993. Screening for lignolytic fungi applicable to the biodegradation of xenobiotics. Trends in Biotechnology Vol. 11 No.2 (109):44-48. Fakhri, S dan Depison. 2008. Aplikasi teknologi ensilase dan pelleting dalam pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan komplit ternak ruminansia guna percepatan pertumbuhan kawasan agropolitan berbasis ternak di Kabupaten Muarto Jambi. Laporan Penelitian. Fakuyltas Peternakan Universitas Jambi, Jambi. Garraway, M.D. and R.C. Evans. 1984. Fungal Nutrition & Physiology. John Wiley & Sons, Singapore. Lakoni, E.B. 1998. Evaluasi ransum komplit dengan bahan baku limbah kakao dan kelapa sawit pada ternak sapi pedaging (in vitro). Seminar hasil-hasil penelitian LP-IPB Rayon Fak. Peternakan IPB, Bogor. Musnandar, E. 2003. Reput Hayati Sabut Sawit Oleh Jamur Marasmius Sp.
Indra Sulaksana., dkk: Aktivitas Enzim dari Jamur Marasmius sp dalam Serat Sawit untuk Pakan Ternak Ruminansia
Serta Pemanfaatanya Pada Kambing Kacang. Disertasi. Universitas Padjadjaran Bandung. Paterson, A. 1989. Biodegradation of lignin and cellulosic materials. in Biotechnology for Livestock Production. Animal Production and Health Division, FAO. Plenum Press. Reid, I.D. 1995. Biodegradation of lignin. Can. J. Bot. 73:S1011-S1018. Rusdi, U. D. 1992. Fermentasi konsentrat campuran bungkil biji kapok dan onggok serta implikasi efeknya terhadap pertumbuhan ayam Broiler. Disertasi, UNPADBandung.
Santosa, U. 1996. Efek jerami padi yang difermentasi oleh jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap penggemukan sapi jantan Peranakan Ongol. Disertasi, UNPAD-Bandung. Soetjiharto, M. 1997. Isolasi jamur tanah pendegradasi lignoselulos dan aplikasina dalam memperbaiki nilai nutrisi pakan bersabut. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Van Soest, P.J. 1982. Nutrional Ecology of the Ruminant. Ruminant metabolism nutritional strategies. Cornel Univerisity, USA.
77
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
78
Indra Sulaksana., dkk: Aktivitas Enzim dari Jamur Marasmius sp dalam Serat Sawit untuk Pakan Ternak Ruminansia
77