AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA INHIBISI LIPASE DAN α-AMILASE PADA TEMPE DENGAN PENGASAMAN SPONTAN DAN PENGASAMAN DENGAN PENAMBAHAN ASIDULAN
YUNITA SITI MARDHIYYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antioksidan serta Inhibisi Lipase dan α-Amilase pada Tempe dengan Pengasaman Spontan dan Pengasaman dengan Penambahan Asidulan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016 Yunita Siti Mardhiyyah NIM F251130051
*
Pelimpahan ahak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN YUNITA SITI MARDHIYYAH. F251130051. Aktivitas Antioksidan serta Inhibisi Lipase dan α-Amilase pada Tempe dengan Pengasaman Spontan dan Pengasaman dengan Penambahan Asidulan. Di bawah bimbingan C. HANNY WIJAYA dan MADE ASTAWAN Pengubahan energi dari asupan pangan berlebih yang berdampak pada obesitas dapat ditekan dengan inhibisi enzim pencernaan seperti lipase dan αamilase. Asupan pangan yang kaya akan antioksidan diperlukan sebagai alternatif pencegahan komplikasi penyakit degeneratif yang disebabkan oleh obesitas. Kedelai dilaporkan mengandung komponen bioaktif seperti protein, saponin, isoflavon dengan kemampuan fisiologis aktif tersebut. Sekitar 50% dari kedelai di Indonesia diolah menjadi tempe. Pengolahan menjadi tempe dilaporkan mampu meningkatkan kemampuan fisiologis aktif dari kedelai. Inovasi pengasaman dengan penambahan asidulan telah dilakukan untuk mempercepat proses pengasaman dan mengatasi kegagalan dalam pengasaman spontan (fermentasi bakteri asam laktat). Proses pengolahan kedelai menjadi tempe dan metode pengasaman diduga akan memberikan perbedaan kandungan gizi dan kemampuan fisiologis aktif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi aktivitas fisiologis aktif (antioksidan, inhibisi lipase dan αamilase) tempe yang dibuat dengan pengasaman spontan dan pengasaman dengan penambahan asidulan. Penelitian terdiri atas dua tahap. Penelitian tahap satu yaitu penyiapan kedelai dan pembuatan tempe dengan berbagai cara pengasaman menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan analisis komposisi kimianya (proksimat, total isoflavon daidzein dan genistein). Terdapat empat jenis sampel yang akan dibuat, yaitu kedelai rebus (S) sebagai sampel kontrol tanpa proses pengasaman dan fermentasi, tempe dengan pengasaman spontan (fermentasi BAL) atau tempe N (natural fermentation), tempe dengan penambahan asidulan asam laktat (tempe L), tempe dengan penambahan asidulan GDL (tempe G). Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Tukey pada taraf kepercayaan 95%. Penelitian tahap dua merupakan pembuatan ekstrak dan analisis kemampuan bioaktif ekstrak yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua jenis faktor yaitu jenis sampegl (kedelai rebus atau S, tempe N, tempe L, tempe G) dan cara ekstraksi (maserasi MeOH 50% dan perebusan dalam air). Analisis ekstrak meliputi aktivitas antioksidan, inhibisi lipase dan αamilase serta dilakukan perhitungan nilai IC50 dan EC50. Analisis komponen bioaktif ekstrak berupa total protein terlarut, total saponin, total fenol, daidzein dan genistein. Data nilai EC50 aktivitas antioksidan, nilai IC50 inibisi lipase, nilai IC50 inibisi α-amilase, total protein terlarut, total saponin, total fenol, daidzein, dan genistein dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Tukey pada taraf kepercayaan 95%. Hubungan kemampuan fisiologis aktif (aktivitas antioksidan, inhibisi lipase dan α-amilase) dengan kandungan komponen bioaktif ekstrak dianalisis menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis pengasaman menghasilkan tempe dengan penampakan visual yang sesuai dengan tempe pada umumnya,
kedelai terikat dengan baik oleh miselium dan tidak terburai ketika terpotong. Hasil analisis kandungan proksimat menunjukkan perbedaan kadar lemak, protein, abu kedelai dan tempe dan juga antartempe. Terjadi peningkatan kadar lemak, protein pada tempe dibandingkan kedelai, namun terjadi penurunan kadar abu tempe dibanding kedelai. Adapun tempe dengan pengasaman asidulan (tempe L dan G) memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan tempe dengan pengasaman spontan (tempe N). Perbedaan lama perendaman menjadi penyebab hal tersebut. Komponen isoflavon daidzein dan genistein tempe meningkat dibandingkan kedelai (16.4 mg/100 g bk dan 16.7 mg/100 g bk), dengan kandungan tertinggi terdapat pada tempe G yaitu berturut-turut daidzein dan genistein yaitu 50.2 mg/100 g bk dan 45.5 mg/100 g bk. Perbedaan cara ekstraksi dan sampel menghasilkan kandungan total fenol, total protein terlarut dan total saponin yang berbeda signifikan antarekstrak. Ekstrak metanol 50% menunjukkan kandungan total fenol dan saponin yang tinggi, sedangkan ekstrak air menunjukkan kandungan total protein terlarut yang tinggi. Secara umum pada kedua jenis ekstrak (metanol 50% dan air), terjadi peningkatan total fenol dan total protein pelarut pada ekstrak tempe dibandingkan ekstrak kedelai, namun terjadi penurunan total saponin ekstrak tempe dibandingkan ekstrak kedelai. Ekstrak ketiga jenis tempe memiliki total saponin yang tidak berbeda signifikan. Kandungan total protein terlarut berturut meningkat pada ekstrak tempe L, tempe N dan tempe G. Adapun kandungan total fenol pada ekstrak tempe N lebih rendah dibandingkan ekstrak tempe dengan pengasaman asidulan (tempe L dan G). Antarekstrak tempe pengasaman asidulan (tempe L dan G) memiliki kadar total fenol yang tidak berbeda signifikan. Aktivitas antioksidan dan inhibisi α-amilase tempe lebih tinggi dan signifikan dibandingkan dengan kedelai. Tempe dan kedelai tidak memiliki perbedaan yang nyata pada aktivitas inhibisi lipase. Antara tempe pengasaman spontan (tempe N), tempe pengasaman asidulan asam laktat (tempe L) dan tempe pengasaman asidulan GDL (tempe G) tidak memiliki perbedaan yang nyata pada aktivitas antioksidan, inhibisi lipase dan α-amilase. Semua tempe menunjukkan aktivitas antioksidan moderat dengan nilai EC50 8.4-19.1 mg/mL, aktivitas inhibisi lipase yang tinggi dengan nilai IC50 0.2-6.3 mg/mL, dan aktivitas inhibisi amilase yang rendah dengan nilai IC50 555-1114 mg/mL. Komponen protein terlarut diduga berperan dalam aktivitas inhibisi lipase, demikian juga komponen fenolik berperan dalam aktivitas antioksidan. Aktivitas inhibisi α-amilase berkorelasi kuat positif dengan aktivitas antioksidan. Proses pengasaman fermentasi spontan maupun penambahan asidulan dapat digunakan untuk menghasilkan tempe dengan kemampuan fisiologis aktif antioksidan dan inhibisi lipase sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional dalam penanganan obesitas. Kata kunci: tempe, inhibisi lipase, inhibisi α-amilase, antioksidan, pengasaman kedelai
SUMMARY YUNITA SITI MARDHIYYAH. F251130051. Antioxidant Activity, Lipase and α-Amilase Inhibiton of Soybean Tempe Produced by Spontaneous Acidification and Acidifcation with Acidulant Addition. Supervised by C. HANNY WIJAYA and MADE ASTAWAN Energy conversion from over food intake that caused obesity could be reduced through inhibition of disgestive enzyme such as lipase and α-amylase. High antioxidant food intake also needed to prevent degenerative disesseas that caused by obesity. Soybean has been reported having bioactive compounds such as protein, saponin and isoflavon that show physiological active properties. About 50% of soybean in Indonesian has been processed to be tempe. Tempe processing is also reported to increase the physiological active properties of soybean. Utilization of acidulants in soybean acidification has been promoted to accelerate soybean acidification time and overcome the fail acidification process on spontaneous soybean acidification. Tempe production from soybean and variuous soybean acidification could promote different nutritious content, bioactive compound content and physicologycal activities. Hence, the aim of this research was to evaluate physicological activities (lipase inhibition, α-amylase inhibition and antioxidant activity) of tempe that produced from spontaneous acidification and asidulant utilization. The research consists of two steps. The first step was soybean preparation and tempe production with some acidification process with completely randomize design and followed by chemical composition analysis (proximate, total daidzein and genistein isoflavones). There were four samples; they were boiled soybean (S) as control without acidification and fermentation process, spontaneous acidification (fermentation) tempe (N tempe), lactic acid acidulant addition tempe (L tempe), and GDL acidulant addition tempe (G tempe). One-way analysis of variance followed by Tukey’s multicomparison test was used for comparing proximate and isoflavone data among treatments at significant p<0.05. The second step research was extraction and phychysological active analyses with factorial experiment of completely randomize design with two kinds of factors (kind of samples: S, N tempe, L tempe, G tempe and extraction methods: MeOH 50% maseration and boiling water extraction). All eight-extracts were analysed for antioxidant activity lipase and α-amylase inhibition followed by IC50 and EC50 calculation. The bioactive compound analyses were total soluble protein, total saponin, total phenol, daidzein and genistein content. Further, oneway analysis of variance followed by Tukey’s multicomparison test was used for comparing the results among treatments. Differences were considered significant at p<0.05. Pearson correlation was used to analyses the correlation between the bioactivities and the compounds in extracts. The result indicated that three kind of acidification produced tempe that same with common tempe product: full mycelium growth that bounded soybeans well and the soybean didn’t fall when being sliced. Macronutrinet analysis showed different fat, protein and ash content of soybean and tempe and also among tempe samples. Fat and protein content of tempe were increased compared
to soybean. In the other hand, ash content of tempe was lower compared to soybean. Acidulant acidification tempe (L and G tempe) had lower moisture content than spontaneous acidification tempe (N tempe). Different length of soaking time was suspected being the reason for those phenomena. Daidzein and genistein isoflavone of tempe were increase compared to soybean (16.4 mg/100 g db and 16.7 mg/100 g db, respectively), with the highest content of isoflavone was in G tempe with value daidzein and genistein were 50.2 mg/100 g db and 45.5 mg/100 g db, respectively. Variance of extraction ways and samples showed different total phenolic compound, total soluble protein and total saponin between all extracts. 50% methanol extract showed high total phenolic compound and total saponin, while water extract was high in total soluble protein content. There were increasing value of total phenolic compound and total soluble protein content in tempe extracts compared to soybean extracts, but there were decreasing value of total saponin in tempe extracts compared to soybean extracts. All there tempe extracts had total saponin value that not significantly different. Total soluble protein was increased with order as follows L tempe, N tempe and G tempe. Meanwhile, total phenolic content of N tempe extract was lower than acidulant acidification tempe extract (L and G tempe). Both acidulant acidification tempe extract (L and G tempe) have total phenolic content that not significantly different. Antioxidant activity and α-amylase inhibition acitivity of tempe samples were significantly higher than soybean. No significantly difference of lipase inhibition acitivity of soybean and tempe samples. Moreover, no significantly difference of antioxidant activity, α-amylase inhibition acitivity and lipase inhibition acitivity among all tempe samples (N tempe, L tempe and G tempe). All tempe showed moderate antioxidant activity with EC50 was 8.4-19.1 mg/mL, high lipase inhibition with IC50 was 0.2-6.3 mg/mL, and low α-amylase inhibition with IC50 was 555-1114 mg/mL. Total soluble protein compound might contributed in lipase inhibition activity, and total phenolic compound might contributed in antioxidant activity. α-Amylase inhibition activity was positively strong coreelated with antioxidant activity. It was concluded that either spontaneous acification or acidulants utilization could be use to produced tempe with high lipase inhibition and antioxidant activity that potential to be developed as functional food for combating obesity. Keywords: tempe, lipase inhibition, α-amylase inhibition, antioxidant, soybean acidification
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA INHIBISI LIPASE DAN α-AMILASE PADA TEMPE DENGAN PENGASAMAN SPONTAN DAN PENGASAMAN DENGAN PENAMBAHAN ASIDULAN
YUNITA SITI MARDHIYYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Endang Prangdimurti, M. Si
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Aktivitas Antioksidan serta Inhibisi Lipase dan α-Amilase pada Tempe dengan Pengasaman Spontan dan Pengasaman dengan Penambahan Asidulan Yunita Siti Mardhiyyah F251130051
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M Agr Ketua
Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS Anggota
Diketahui oleh:
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 30 Juni 2016
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan Juli 2014 s.d November 2015 ini ialah perbedaan proses produksi tempe dan pengaruhnya pada aktivitas fisiologis aktif, dengan judul Aktivitas Antioksidan serta Inhibisi Lipase dan α-Amilase pada Tempe dengan Pengasaman Spontan dan Pengasaman dengan Penambahan Asidulan. Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari doa dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu tercinta Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M. Agr selaku dosen ketua komisi pembimbing yang telah membimbing penelitian dan tugas akhir, tak pernah lelah menasehati, menanamkan berbagai nilai kehidupan, menegur jika salah dan menjadi ibu yang sangat peduli bagi kesuksesan hidup para CHWers. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, menasehati, berbagi cerita dan mengarahkan dalam penelitian dan penyelesaian tugas akhir. 3. Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si sebagai penguji luar komisi dan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang tesis 4. Prof Jun Kawabata and Dr Eisuke Kato from Food Biochemistry Laboratory, Graduate School of Agriculture Hokkaido University Japan as my supervisor in Hokkaido Univeristy for my PARE student exchange program started Augustus 2014 until Februari 2015. I would like to thank for their advice and guidance during the reseach in Japan and for their correction on the publication journal. 5. Pemerintah RI melalui beasiswa pendidikan master dalam negeri LPDP 20132015 sehingga penulis dapat menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. 6. Ayah Mardi Wiyono, ibu Siti Halimah, adik Yanu Rahmawati dan keluarga besar di Gresik dan Madiun yang selalu sabar menanti kelulusan dan tiada kenal memberi semangat hidup. 7. Bu Dede Adawiyah, Bu Sri, Mas Iman, Meutia dan Raudhah yang menjadi tim dalam uji sensori teh hijau Jepang CRC-Seafast sehingga menjadikan waktu dalam penantian tesis lebih bermakna. 8. Teman kos Az-Zukhruf (Mbak Nawa, Iza, Mbak Juli, Mbak Ulfa, Mbak Icha, Nurul, dll), teman sepengajian Al Khidmah Bogor, keluarga besar CHWers (Edo, Mbak Monita, Mbak Atika, Siti, Mbak Kamil, Bu Maria, Mbak Ayu, Nicky dll), teman-teman PARE periode Summer School Agustus-September 2014, teman-teman PPI Hokkaido Jepang, teman-teman awardee LPDP-IPB, teman-teman BSC 2013/2014, teman-teman IPN 2013 dan taklupa keluarga kecil Arafah (Mbak Irul, Muji, Mas Bayu, Mbak Yuni, Kak Yusnita, Windi, Om Musa, Robba dan Wahyu) atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Yunita Siti Mardhiyyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan Hipotesis Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas Antioksidan Aktivitas Inhibisi Lipase Aktivitas Inhibisi α-Amilase Pengasaman Kedelai pada Produksi Tempe 3 METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Tahapan Penelitian Penelitian Tahap 1 Penelitian Tahap 2 Rancangan Penelitian Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Gizi Kedelai dan Tempe Kandungan Isoflavon Genistein dan Daidzein pada Kedelai dan Tempe Kandungan Komponen Bioaktif Ekstrak Aktivitas Fisiologis Ekstrak Kedelai dan Tempe Aktivitas Antioksidan Aktivitas Inhibisi Enzim Lipase Aktivitas Inhibisi Enzim α-Amilase Hubungan Aktivitas Fisiologis dan Kandungan Komponen Bioaktif Ekstrak 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xv xv xvi 1 1 2 3 3 3 3 3 4 5 8 9 9 9 9 9 10 13 16 16 17 19 21 22 26 26 28 29 32 33 33 34 34 41 64
DAFTAR TABEL 1 Komponen bioaktif dengan aktivitas inhibisi berbagai enzim lipase 2 Komponen bioaktif dengan aktivitas inhibisi berbagai enzim αamilase 3 Nilai pH dari kedelai dan air perendam 4 Hasil analisis proksimat dari tempe dan kedelai rebus* 5 Kandungan komponen bioaktif dari ekstrak kedelai dan tempe 6 Kandungan daidzein dan genistein dari ekstrak kedelai dan tempe 7 Korelasi Pearson dari kemampuan fisiologis aktif (Nilai IC50 dan EC50) dari ekstrak tempe dan kedelai serta kandungan komponen bioaktif
7 7 17 19 23 25
32
DAFTAR GAMBAR 1 Jalur metabolisme lemak dalam pencernaan (Yuliana et al. 2010) 2 Jalur metabolisme karbohidrat dalam pencernaan (Yuliana et al. 2010) 3 Tahapan kerja penelitian 4 Tahapan proses penyiapan kedelai dan produksi tempe 5 Tempe dengan berbagai proses pengasaman (a) Pengasaman fermentasi spontan atau tempe N, (b) Pengasaman dengan asidulan asam laktat atau tempe L, (c) Pengasaman dengan asidulan GDL atau tempe G, (d) Penampang luar ketiga tempe. 6 Kandungan daidzein dan genistein pada tempe N, tempe L, tempe G dan kedelai (mg/100 g (bk)). Angka dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis isoflavon. 7 Nilai EC50 aktivitas antioksidan dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a-b: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak. 8 Nilai IC50 inhibisi lipase dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak. 9 Nilai IC50 inhibisi amilase dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a-b: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak.
4 6 11 12
18
22
26
28
30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hasil Uji Statistik pH Air dan Kedelai Hasil Uji Statistik Proksimat Tempe dan Kedelai Hasil Uji Statistik Daidzein dan Genistein Tempe dan Kedelai Hasil Uji Statistik Komponen Bioaktif Ekstrak Tempe dan Kedelai Kurva Standar Sovine Serum Albumin (BSA) Kurva Standar Saponin Kurva Standar Asam Galat Kurva Standar Daidzein dan Genistein Kurva Inhibisi Lipase dan Amilase Ekstrak Perhitungan EC50 Aktivitas Antioksidan dengan GraphPad Prism 6 Demo 11 Perhitungan IC50 Inhibisi Lipase dengan GraphPad Prism 6 Demo 12 Perhitungan IC50 Inhibisi Amilase dengan GraphPad Prism 6 Demo 13 Perhitungan Korelasi Pearson.
42 44 45 47 50 50 51 51 51 53 57 60 63
1
PENDAHULUAN Latar belakang
Obesitas atau kegemukan merupakan permasalahan gizi yang diyakini sebagai faktor utama pemicu berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, dan permasalahan sendi (Bray 2002). WHO (2014) mencatat 65% penduduk dunia berstatus overweight dan obesitas yang memiliki resiko kematian lebih tinggi daripada penderita kekurangan gizi. Faktor pola konsumsi pangan, seperti konsumsi berlebih makanan yang kaya lemak dan karbohidrat, menjadi penyebab obesitas selain kurangnya berolahraga (Bray 2002). Strategi penanganan obesitas melalui penghambatan pengubahan energi dari asupan pangan berlebih seperti inhibisi enzim pencernaan merupakan salah satu alternatif yang cukup menjanjikan (Yuliana et al. 2010), seperti inhibisi enzim lipase, α-amilase dan juga glukosidase. Komplikasi masalah obesitas dan berbagai penyakit degeratif perlu diimbangi dengan asupan bahan pangan kaya antioksidan (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007). Kedelai dilaporkan mengandung berbagai komponen bioaktif (protein, saponin, isoflavon) yang memiliki kemampuan fisiologis aktif dalam penanganan obesitas termasuk aktivitas inhibisi lipase, inhibisi α-amilase, dan antioksidan (Tsukamoto dan Yoshiki 2006; Maiti dan Majumdar 2012). Di Indonesia, 50% kedelai diolah menjadi tempe (Astawan 2009). Tempe dibuat melalui beberapa tahapan yang dapat dikelompokkan menjadi dua tahapan utama yaitu perlakuan pendahuluan untuk penyiapan kedelai dan fermentasi kapang (Astuti 1996). Perlakuan pendahuluan meliputi pengasaman atau perendaman, pengupasan kulit dan pemasakan. Nout dan Kiers (2005) menyatakan bahwa terdapat dua jenis fermentasi pada pembuatan tempe yaitu fermentasi kapang dan fermentasi bakteri (BAL) saat perendaman biji kedelai yang mengakibatkan pengasaman pada kedelai. Proses pengasaman merupakan salah satu proses penting dalam penyiapan kedelai sehingga menstimulus pertumbuhan kapang Rhizopus sp yang optimum. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diduga sekitar 6.45 kg (Astawan 2009). Tempe disukai karena nilai gizi yang tinggi, flavor yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kesehatan sehingga mulai banyak juga dikembangkan di luar negeri. Namun, tingginya permintaan tempe juga menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembuangan limbah air rendaman kedelai pada produksi tempe. Oleh karena itu guna mengatasi permasalahan lingkungan, mempercepat proses pengasaman dan mengatasi kegagalan dalam pengasaman tradisional yang terjadi secara spontan (fermentasi bakteri asam laktat) telah dilakukan beberapa pendekatan khususnya pada proses pengasaman atau perendaman kedelai menggunakan asidulan. Asidulan yang digunakan dalam pengasaman kedelai dapat berupa asam laktat, asam asetat, asam malat, asam propionat (Nout dan Kiers 2005) dan glucono delta lactone (GDL) (Wijaya et al. 2008). Paten invensi Wijaya et al. (2007) atau “quick tempe” diketahui dapat mempercepat proses perendaman (hanya 3.5 jam) dan dapat mengurangi dampak bahaya lingkungan akibat cemaran
2
limbah air rendaman kedelai (Wijaya 2014). Air rendaman dengan asidulan GDL dapat digunakan kembali atau sistem back slopping, sehingga menghemat penggunaan air (Utama 2014). Inovasi ini diharapkan dapat memberikan proses pembuatan tempe yang lebih cepat dan ramah lingkungan. Perbedaan proses pembuatan tempe, khususnya pada tahapan pengasaman, yaitu fermentasi spontan atau penambahan asidulan, diduga akan memberikan perbedaan kandungan gizi, komponen bioaktif dan kemampuan fisiologis aktifnya. Penelitian Seumahu et al. (2012) menunjukkan bahwa perbedaan metode produksi tempe memberikan peluang perbedaan mikroba yang ada dan berperan selama proses fermentasi tempe. Perbedaan mikroorganisme akan menentukan perbedaan aktivitas proteolitik, lipolitik dan glikolitik sehingga lebih lanjut akan memberikan perbedaan biokonversi asam lemak, asam amino, gula sederhana dan komponen lain (Caplice et al. 1999). Penelitian terkait manfaat kedelai dan tempe telah banyak dilakukan, namun belum banyak yang membahas terkait aktivitas fisiologis kedelai dan tempe dalam penanganan obesitas melalui inhibisi lipase, inhibisi amilase dan juga sebagai sumber antioksidan. Proses pengolahan kedelai menjadi tempe dan juga metode pengasaman kedelai yang berbeda juga diduga akan berpengaruh pada kandungan gizi dan kemampuan fisiologis aktif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kemampuan inhibisi lipase, inhibisi α-amilase serta aktivitas antioksidan pada tempe yang dibuat dengan pengasaman spontan dan pengasaman dengan penambahan asidulan.
Rumusan Masalah Permasalahan obesitas yang semakin marak di dunia dan juga di Indonesia dapat ditangani salah satunya dengan inibisi enzim pencernaan, seperti lipase dan α-amilase sehingga pengubahan energi dari asupan pangan berlebih dapat dikurangi. Asupan pangan yang kaya akan antioksidan juga diperlukan sebagai alternatif pencegahan komplikasi penyakit degeneratif yang disebabkan oleh obesitas. Kedelai dilaporkan mengandung komponen bioaktif seperti protein, saponin, isoflavon dengan kemampuan fisiologis aktif tersebut. Pengolahan kedelai menjadi tempe dilaporkan mampu meningkatkan kemampuan fisiologis aktif dari kedelai. Pengasaman dengan asidulan, misalnya dengan asam laktat dan GDL telah dikembangkan untuk mempercepat proses pengasaman, mengatasi kegagalan dalam pengasaman spontan (fermentasi bakteri asam laktat) dan mengatasi permasalan limbah air rendaman kedelai. Proses pengolahan kedelai menjadi tempe dan juga metode pengasaman kedelai yang berbeda diduga akan berpengaruh pada kandungan gizi dan kemampuan fisiologis aktif. Oleh karena itu, penting mengetahui kandungan gizi, komponen isoflavon, aktivitas inhibisi lipase, aktivitas inhibisi α-amilase serta aktivitas antioksidan dari kedelai dan tempe yang dibuat dengan pengasaman spontan dan penambahan asidulan.
3
Tujuan Mengevaluasi aktivitas fisiologis aktif (antioksidan, inhibisi lipase dan αamilase) tempe yang dibuat dengan pengasaman spontan dan pengasaman dengan penambahan asidulan.
Hipotesis Kedelai dan tempe memiliki perbedaan kandungan komponen bioaktif (total protein terlarut, total fenol dan saponin) sehingga memiliki kemampuan fisiologis aktif kedelai dan tempe (aktivitas antioksidan, inhibisi lipase, dan inhibisi αamilase) yang berbeda. Pengasaman spontan dan pengasaman dengan penambahan asidulan akan memberikan kemampuan fisiologis aktif yang berbeda pada tempe. Tempe pengasaman asidulan asam laktat dan tempe pengasaman asidulan GDL akan memiliki kemampuan fisiologis aktif yang berbeda.
Manfaat Penelitian Memperkaya bukti mengenai manfaat tempe bagi kesehatan terutama potensinya sebagai pangan fungsional yang dapat digunakan dalam penanganan obesitas melalui inhibisi lipase dan α-amilase. Hasil penelitian juga akan memberikan alternatif proses produksi tempe, khususnya pilihan pada proses pengasaman dengan penambahan asidulan (asam laktat dan GDL) berdasarkan informasi perbedaan kemampuan fisiologis aktif dari tempe yang dihasilkan.
2
TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas Antioksidan
Antioksidan dalam sistem biologis tubuh berperan dalam penanganan stres oksidatif sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah komplikasi berbagai penyakit degeneratif. Klaim produk pangan fungsional salah satunya merupakan sumber antioksidan. Berbagai bahan pangan telah diteliti dan diketahui merupakan sumber antioksidan yang tinggi, termasuk kedelai dan tempe (Gyorgy et al. 1964; Hoppe et al. 1997; Hubert et al.2008; Astawan et al. 2013). Tempe yang diekstrak dengan air pada suhu 100°C selama 10 menit menunjukkan aktivitas antioksidan 12-32 mg ekstrak/ml (IC50 dengan pengujian DPPH) dan total fenol sejumlah 10-23 mg GAE/g ekstrak (Koh et al. 2012). Maiti dan Majumdar (2012) menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan pada kedelai berhubungan dengan kemampuan inhibisi α-amilase. Komponen fenolik diduga berperan sebagai sumber antioksidan (Nakajima et al. 2005). Watanabe et al. (2007) menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan yang tinggi pada tempe disebabkan oleh adanya beberapa golongan komponen seperti
4
asam amino bebas, peptida dan juga komponen fenolik. Sheih et al. (2000) menambahkan bahwa hanya sepertiga dari aktivitas antioksidan tempe yang berasal dari isoflavon, adapun sisanya berasal dari peptida hasil proteolisis protein kedelai karena fermentasi mikroba. Penelitian lainnya oleh Hoppe et al. (1997) menyatakan bahwa kemampuan antioksidan dari tempe juga disebabkan karena sinergisme komponen asam amino pada tempe yang dibebaskan selama fermentasi oleh R. oligosporus dengan keberadaan tokoferol.
Aktivitas Inhibisi Lipase Lipase merupakan salah satu enzim pencernaan yang akan menghidrolisis triasilgliserol (TAG) menjadi gliserol dan asam lemak sebelum diserap oleh tubuh. Jalur metabolisme lemak melalui beberapa tahapan pencernaan melibatkan berbagai enzim pada beberapa lokasi. Dalam tubuh terdapat beberapa jenis lipase, yaitu pankreatik, endotelial, hepatik dan lipoprotein lipase (Gambar 1). Inhibisi lipase merupakan salah satu dari berbagai mekanisme yang dapat menurunkan pembentukan trigliserida dan lebih lanjut menurunkan diferensiasi adiposit atau pembentukan trigliserida hati yang merupakan tahapan krusial dalam penanganan obesitas (Yuliana et al. 2010).
Keterangan. MG: monogliserida, DG: digliseridaa, TG: trigliserida, FA: asam lemak
Gambar 1. Jalur metabolisme lemak dalam pencernaan (Yuliana et al. 2010)
5
Inhibisi enzim pankreatik lipase (EC 3.1.1.3) merupakan mekanisme yang utama dilakukan pada pengujian aktivitas antiobesitas (Lunagariya et al. 2014). Saat ini hanya Orlistat yang telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, TPD (Therapeutic Products Directorate) di Kanada, dan EMEA (European Medicines Agency) sebagai antiobesitas melalui inhibisi pankreatik lipase dan pankreatik gastrointestinal. Penggunaan Orlistat sebagai obat antiobesitas memberikan efek samping yang kurang disukai. Orlistat memberikan efek samping berupa feses cair, inkonsisten, berminyak, flatulensi, defisiensi vitamin larut lemak, dan kram perut (Kaila dan Raman 2008). Oleh karena itu, penelitian terkait komponen alami dari tanaman yang memiliki aktivitas inhibisi lipase menjadi topik yang menarik karena umumnya memiliki efek samping yang lebih rendah/tidak ada dan lebih murah dibandingkan komponen sintetik (Grover et al. 2002). Penelitian terkait komponen bioaktif yang menghambat kerja enzim lipase (Tabel 1) telah banyak dipublikasikan. Komponen yang berperan dalam inhibisi enzim lipase dapat berupa saponin, polifenol dan juga protein. Aktivitas Inhibisi α-Amilase Enzim α-amilase (EC 3.2.1.1) merupakan salah satu enzim kunci dalam pencernaan dan penyerapan karbohidrat. Enzim α-amilase memecah pati menjadi oligosakarida atau disakarida (maltosa, maltotriosa, dekstrin) sebelum lebih lanjut dicerna oleh glukosidase dan diserap tubuh dalam bentuk glukosa (monosakarida). Jumlah konsumsi karbohidrat berlebih mendorong pembentukan adiposit lemak (Gambar 2). Oleh karena itu penghambatan metabolisme lemak melalui inhibisi amilase atau glukosidase dapat memberikan manfaat dalam penanganan obesitas (Yuliana et al. 2010). Salah satu obat yang dikenal memperlambat pencernaan karbohidrat seperti menginhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase adalah acarbose (Inzucchi et al. 2012). Penggunaan acarbose memberikan efek samping yang kurang disukai sehingga mendorong penelitian terkait komponen alami inhibitor enzim karbohidrase. Efek samping penggunaan acarbose berupa gangguan pencernaan seperti kembung, perut tidak nyaman, diare dan flatulensi (Cheng dan Fantus 2005). de Sales et al. (2002) melaporkan bahwa terdapat sekitar 800 spesies tanaman yang memiliki kemampuan inhibisi enzim pencernaan karbohidrat. Beberapa komponen bioaktif dari tanaman yang seperti oregano (McCue et al. 2004), tanaman obat Ayurvedic India seperti biji Linum usitatisumum dan daun Morus alba (Sudha P et al. 2011) dan juga kedelai (McCue et al. 2005; Maiti dan Majumdar 2012) dapat menginhibisi enzim amilase. Kelompok besar komponen bioaktif turunan tamanan seperti alkaloid, glikosida, galaktomanan gum, polisakarida, hipoglikan, peptidoglikan, guanidin, steroid, glikopeptida, dan terpenoid memiliki kemampuan antihiperglikemia (Mentreddy 2007). Penelitian terkait komponen bioaktif yang menginhibisi enzim α-amilase (Tabel 2) umumnya adalah berupa komponen fenolik.
6
Gambar 2 Jalur metabolisme karbohidrat dalam pencernaan (Yuliana et al. 2010)
7
Tabel 1 Komponen bioaktif dengan aktivitas inhibisi berbagai enzim lipase Sumber Komponen bioaktif Ekstraksi Kedelai Protein Panax ginseng; Aesculus turbinate Salacia reticulata Cassia auriculata (Caesalpiniaceae) Cyclocarya paliurus Teh oolong(Camellia sinensis)
Saponin Polifenol Glikosida Saponin Theasaponin dan polifenol (theaflavin)
80% metanol Ekstrak dan ultrasonikasi Perebusan air mendidih Etanol ekstrak Perebusan air mendidih Perebusan air mendidih
Tabel 2 Komponen bioaktif dengan aktivitas inhibisi berbagai enzim α-amilase Sumber Komponen bioaktif Ekstraksi Andrographis Ekstrak etanol Paniculata Keju feta plain Ekstrak air Oregano Komponen fenolik (asam 50% Etanol rosmarinik, quercetin) Kedelai Berkorelasi dengan nilai Ekstrak air total fenol Senyawa murni flavonoid
Luteolin Genestein Daidzein
IC50 500 ug/mL. 264 mg/L 6.0μg/mL 9.1 μg/mL 0.068 μm
Pustaka Wang dan Huang 1984; Gargouri et al.1984 Karu et al., 2007 Kimura et al. 2008 Yoshikawa et al. 2002 Habtemariam 2013 Kurihara et al. 2003 Nakai et al 2005
IC50 50.9 ± 0.17 mg/ml 1179.3 ug -
Pada 5 mg/mL memberikan inhibisi berurut 100%; 25%; 50%
Pustaka Subramanian et al. 2008 Apostolidis et al. 2007 McCue et al. 2004 McCue et al. 2005; Maiti dan Majumdar 2012; Kim et al. 2000
7
8
Pengasaman Kedelai pada Produksi Tempe Perendamam kedelai dalam pembuatan tempe merupakan tahapan penting karena memiliki beberapa fungsi yaitu: (1) membantu pengupasan kulit kedelai; (2) membantu penyerapan air yang dibutuhkan pada fermentasi kapang; (3) fermentasi BAL menginduksi proses pengasaman yang terjadi secara alami dan akan menurunkan pH kedelai menjadi 4.5-5.0; (4) penghambatan pertumbuhan mikroba lain yang mengganggu pertumbuhan kapang (Steinkraus 1983). Secara tradisional proses perendaman ini dilakukan selama 12-24 jam, sampai terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat, yang ditandai dengan timbulnya busa dan air rendaman yang berbau asam. Sumber utama pertumbuhan mikrooganisme pada pengasaman kedelai adalah biji kedelai (Mulyowidarso 1989). Asam laktat merupakan jenis asam yang dominan sebagai hasil proses fermentasi bakteri pada perendaman kedelai untuk membuat tempe. Nout dan Kiers (2005) menyebutkan bahwa setelah perendaman kedelai selama 24 jam pada suhu 30°C, asam organik yang ditemukan adalah asam laktat (2.1% w/v air rendaman), asam asetat (0.3% w/v air rendaman), dan asam sitrat (0.5% w/v air rendaman). de Reu et al. (1995b) menyebutkan bahwa perbedaan asam organik pada saat perendaman kedelai akan menyebabkan perbedaan pertumbuhan kapang Rhizopus sp. Steinkraus (1983) mengemukakan bahwa di negara-negara subtropis pengasaman kedelai dalam pembuatan tempe dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan asam laktat 0.85% selama 2 jam pada suhu 25°C dan 30 menit pada suhu 100°C. Asam organik lain (selain asam laktat) yang juga dapat digunakan adalah asam asetat dan asam propionat (Nout dan Kiers 2005). De Reu et al. (1995) melaporkan bahwa di Belanda, setelah penghilangan kulit dan kotoran, proses hidrasi kedelai dilakukan dengan perebusan, pengukusan atau perendaman semalam dengan penambahan asam laktat 0-5% (b/v) atau asam asetat (<0-25% (b/v)) untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembusuk. Penggunaan asam laktat dalam pembuatan tempe juga telah dilakukan pada tempe kacang hijau. Sejumlah 60 g kacang hijau direndam dalam 500 mL air destila yang telah diasamkan dengan asam laktat dengan perbandingan 1:5 (v/v) selama 18 jam pada suhu 30°C (Starzynska-Janiszewska et al. 2014). Penggunaan glucono delta lactone (GDL) pada proses pengasaman kedelai juga diketahui menjadi solusi pembuatan tempe yang cepat dan ramah lingkungan (Wijaya et al. 2008). Inovasi ini dapat mempercepat proses produksi tempe (pada tahapan pengasaman) dari 24-36 jam menjadi hanya 2-3 jam, dan air perendamannya pun dapat dipergunakan kembali dan tidak mencemari lingkungan. Gunawan (2006) melaporkan bahwa tempe inovasi ini memiliki karakteristik sensori yang sama dengan tempe Indonesia yang dibuat dengan perendaman alami. Implementasi penggunaan GDL dalam pembuatan tempe juga berhasil diterapkan pada pengrajin tempe di Lumajang, Jawa Timur (Prawira 2012; Nurzaim 2013). Penelitian terakhir oleh Utama (2014) menunjukkan bahwa penggunakan larutan sisa perendaman (back slopping) masih dapat digunakan dalam pembuatan tempe sampai 2 kali produksi di rumah produksi tempe Lumajang.
9
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2014 – November 2015. Penyiapan sampel (kedelai dan tempe) dilakukan di Dramaga, IPB. Pengujian inhibisi lipase dan α-amilase dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan Universitas Hokkaido Jepang. Adapun analisis lain dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, dan Laboratorium Analisis Pangan Institut Pertanian Bogor.
Bahan Kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor dari Amerika dengan merek dagang Tiga Roda yang dibeli dari KOPTI-Koperasi Pengrajin Tempe Indonesia, Bogor Indonesia. Tempe dibuat di Dramaga Bogor dengan air yang digunakan selama proses merupakan air PDAM Kabupaten Bogor. Kultur campuran atau laru tempe RAPRIMA digunakan sebagai inokulum juga diperoleh dari KOPTI Bogor. Bubuk GDL (diperoleh dari PT. Halim Sakti Pertama) dan larutan asam laktat (aq) (Kanto Chem. Co., Inc.) digunakan sebagai asidulan pada pengasaman kedelai.
Alat Analisis pH pada kedelai dan air rendaman diukur dengan pH meter Orion Model 410A. Analisis isoflavon menggunakan kolom HPLC InertSustain C18 (Φ4.6x250 mm) dari GL Science Inc. (Tokyo, Japan). Pengukuran absorbansi dilakukan dengan microplate reader Synergy ™ MX (BioTek Instruments Inc., Winooski, United States) dan spektrofotometer Shimadzu 2450.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dapat dibagi menjadi dua tahapan penelitian yaitu: (1)penyiapan sampel kedelai dan pembuatan tempe; (2) ekstraksi dan analisis kemampuan fisiologis aktif kedelai dan tempe. Tahapan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3. Terdapat empat jenis sampel yang akan dibuat, yaitu kedelai rebus (S) sebagai sampel kontrol tanpa proses pengasaman dan fermentasi, tempe dengan pengasaman spontan (fermentasi BAL) diberi kode tempe N (natural fermentation), tempe dengan penambahan asidulan asam laktat (selanjutnya disebut tempe L), tempe dengan penambahan asidulan GDL (selanjutnya disebut tempe G).
10
Penelitian Tahap 1 Penelitian tahap 1 merupakan proses penyiapan kedelai, pembuatan tempe dan analisisnya. Penelitian dimulai dengan pembuatan kedelai rebus (S) dan tempe dengan tiga cara pengasaman dilanjutkan dengan analisis pH, analisis proksimat, serta analisis isoflavon tempe dan kedelai. Penyiapan Kedelai dan Pembuatan Tempe Kedelai dibersikan dan direbus selama 30 menit, kemudian dikupas kulit arinya secara manual dan kemudian dibagi menjadi empat bagian. Kedelai rebus ini atau sampel S kemudian dikukus selama 15 menit dan siapa dikeringkan. Tiga bagian lainnya diolah lebih lanjut menjadi tempe dengan berbagai proses pengasaman. Pengasaman spontan (fermentasi BAL) atau tempe N (natural fermentation) didasarkan pada metode Utama (2014) atau sesuai dengan prosedur pembuatan tempe tradisional di pengrajin tempe Lumajang. Pengasaman dengan penambahan asidulan asam laktat (selanjutnya disebut tempe L) berdasarkan formulasi pada Nout dan Kiers (2005), dan pengasaman dengan penambahan asidulan GDL (selanjutnya disebut tempe G) berdasarkan Wijaya et al. (2008). Diagram alir penyiapan kedelai dan pembuatan tempe ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis pH Analisis pH dengan pH meter (pH meter Orion Model 410A) dari air rendaman kedelai dan kedelai dilakukan sebelum dan setelah perendaman. Analisis pH kedelai dilakukan dengan menghancurkan atau melumat kedelai dengan mortar dan disuspensikan dengan akuades 1:1 (w/w). Pengeringan Sampel Sampel (kedelai rebus dan tempe matang 36 jam fermentasi) disiapkan dalam keadaan kering untuk dianalisis. Tempe matang dikukus selama 15 menit (untuk menghentikan proses fermentasi), dipotong dengan ketebalan 2 mm, dan dikeringkan dengan pengering udara kabinet pada suhu 50°C selama 8 jam bersama dengan kedelai rebus yang juga telah dikukus 15 menit. Sampel kemudian dihaluskan dengan penghalus kering sampai menjadi bubuk dan disimpan pada suhu 4°C sampai digunakan pada tahapan penelitian selanjutnya. Analisis Proksimat Tepung tempe dan kedelai yang telah dibuat kemudian dianalisis proksimat. Analisis proksimat pada tempe meliputi analisis kadar air metode oven, analisis kadar abu metode tanur, analisis kadar protein metode Kjeldahl, analisis kadar lemak metode Soxhlet berdasarkan AOAC (2000) dan analisis kadar karbohidrat by difference.
11 Penelitian Tahap 1
Kedelai
Pembuatan Tempe dengan Berbagai Pengasaman
Perebusan dan Pengupasan Kulit
Tempe Pengasaman Asidulan Asam Laktat (L)
Tempe Pengasaman Fermentasi Spontan (N)
Kedelai Rebus (S)
Analisis pH
Tempe Pengasaman Asidulan GDL (G)
Pengeringan dan Penepungan Analisis Proksimat dan Isoflavon
Sampel (4 buah) Penelitian Tahap 2
Ekstraksi
Maserasi 50% Metanol
Perebusan Air Mendidih
Ekstrak sampel (8 buah)
Analisis Kemampuan Fisiologis Aktif dan Komponen Bioaktif
Gambar 3 Tahapan kerja penelitian 11
12
Kedelai (200 g (bb))
Pencucian dan pembersihan
Perebusan selama 30 menit Pengupasan kulit kedelai
Kedelai rebus (S) Perendaman/pengasaman
Pengasaman Fermentasi Spontan (N) Air: kedelai (2:1), 24 jam
Pengasaman As.Laktat 1% (v/v) larutan asam laktat: kedelai (2:1), 3.5 jam
Pengasaman GDL 1% (b/v) larutan GDL: kedelai (2:1), 3.5 jam
Perebusan selama 30 menit Penirisan dan Pendinginan
Inokulasi dengan laru tempe RAPRIMA (0.2%) Pengemasan dalam plastik PP Fermentasi selama 36 jam, 28-37°C
Tempe N
Tempe L
Tempe G
Gambar 4 Tahapan proses penyiapan kedelai dan produksi tempe
13
Analisis Kandungan Isoflavon Kandungan total isoflavon bebas dianalisis dengan metode Wang et al. (1990). Sebanyak 1.5 gram tepung tempe hasil pengeringan ditimbang di dalam labu Erlenmeyer 50 ml, lalu ditambahkan sebanyak 6 ml HCl 1M dan 24 ml asetonitril. Sampel distirer selama 30 menit, kemudian didiamkan beberapa menit hingga mengendap. Sebanyak 1 ml supernatan diambil dan disaring dengan filter membran 0.45 mikron, dan sampel siap untuk dianalisis dengan HPLC. Standar yang digunakan adalah daidzein dan genistein, dengan kisaran konsentrasi yang digunakan yaitu 0.3125 hingga 10 ug/ml. Persamaan regresi linear untuk daidzein yaitu y = 30974x + 5354.3 dengan nilai R2 sebesar 0.9974, sedangkan persamaan regresi linear untuk genistein yaitu y = 41700x + 2963.4 dengan nilai R 2 sebesar 0.9997. HPLC yang digunakan adalah Shimadzu LC-60 menggunakan UV Detector (UV-VIS Detector SPD-10 APV) λ 254 nm dengan kolom Zorbax Eclipse XDB-C18 Analytical (4.6 mm x 150 mm) dan laju aliran 1mL/menit dan running time 10 menit. Fase gerak yang digunakan adalah metanol : ammonium asetat 1mM (6:4). Bila larutan sampel terlalu pekat, dapat diencerkan dengan menambahkan fase geraknya. Cara perhitungan : Kadar isoflavon bebas ( )
(
)
Penelitian Tahap 2 Penelitian tahap kedua merupakan tahapan inti penelitian yang berupa pengujian kemampuan fisiologis aktif kedelai dan tempe. Sampel kedelai dan tempe diekstrak untuk mendapatkan komponen bioaktifnya dan diuji kemampuan fisiologis aktifnya secara in vitro. Ekstraksi dilakukan untuk mendapat berbagai komponen bioaktif dari kedelai dan tempe, mulai dari polifenol sampai dengan protein. Terdapat dua proses ekstraksi yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu (1) perendaman atau maserasi dalam larutan metanol 50% selama 2x24 jam dan (2) perebusan dalam air mendidih selama 20 menit. Pengujian aktivitas fisiologis ekstrak terdiri atas analisis aktivitas antioksidan, inhibisi enzim pankreatik lipase dan inhibisi pankreatik α-amilase. Analisis dilakukan pada delapan sampel (empat jenis olahan kedelai dan dua jenis ekstraksi). Analisis komponen bioaktif ekstrak terdiri atas analisis total fenol (metode Folin), total saponin (reaksi vanilin dan asam sulfat), total protein terlarut (metode Bradford) dan analisis isoflavon (HPLC). Ekstraksi Ekstraksi maserasi dengan metanol 50% dilakukan dengan menimbang sejumlah 10 gram bubuk sampel kering kedelai dan tempe. Sampel kemudian diesktrak menggunakan larutan metanol 50% selama 2x24 jam pada suhu ruang. Pada ekstraksi dalam perebusan air, sejumlah 10 gram (bk) bubuk sampel kering dilarutkan dalam 100 ml air akuades (rasio sampel dan air 1:10). Proses perebusan dilakukan dalam penangas air selama 20 menit (sejak air penangas mendidih) dan dalam keadaan tertutup.
14
Ekstrak kasar (maserasi dan perebusan) kemudian disaring vakum melewati kertas penyaring atau filter paper (Whatman No. 5C, 70 mm) dan dikeringkan menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 30°C. Residu pengeringan kemudian dilarutkan kembali ke dalam larutan pengekstrak (dibuat larutan stok yang pekat) sebelum dianalisis aktivitasnya. Analisis Aktivitas Antioksidan dengan metode DPPH Analisis aktivitas antioksidan pada ekstrak tempe dan kedelai dilakukan berdasarkan metode Puchalska et al. (2014) dengan modifikasi. Sebanyak 1 ml larutan ekstrak sampel dicampur dengan 1 ml DPPH 0.2 mM dalam metanol, campuran tersebut kemudian dikocok dan dibiarkan pada suhu ruang dalam kondisi gelap selama 30 menit. Adapun kontrol negatif adalah 1 mL larutan DPPH 0.2 mM ditambahkan 1 ml metanol. Kontrol positif yang digunakan adalah L-ascorbic acid. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian dilakukan dalam tiga kali ulangan untuk setiap sampel pada tiga konsentrasi dan dilakukan penghitungan EC50. Aktivitas antioksidan dihitung dengan persamaan berikut. (
)
Analisis Inhibisi Enzim Pankreatik Lipase Analisis inhibisi enzim pankreatik lipase dilakukan berdasarkan modifikasi metode Kato et al. (2013). Larutan emulsi dibuat dari L-α-lesitin (Sigma–Aldrich; P4279, 5 mg), triolein (32 mg), dan sodium taurokolat (10 mg) dalam Tris buffer (Tris 10 mM, NaCl 149 mM, CaCl2 1.3 mM, pH 8.0, 9.0 mL) digunakan sebagai substrat. Enzim pankreatik lipase anak babi (Sigma, L3126, 4.5 mg) dilarutkan dalam larutan Tris buffer dan digunakan sebagai larutan enzim (dibuat segera setiap pengujian). Substrat (100 µL) dan sampel (50 µL, dilarutkan dalam DMSO 50%) diinkubasi dalam test-tube plastik 1.5 ml pada suhu 37°C selama 5 menit. Reaksi dimulai dengan penambahan larutan enzim (50 µL) dan dilanjutkan dengan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C. Reaksi kemudian dihentikan dengan penambahan Orlistat konsentrasi tinggi (0.5 µg/mL, 50 µL), kemudian asam lemak bebas (asam oleat) yang berhasil dihirolisis oleh lipase diekstrak menggunakan larutan heksan (600 µL). Larutan kemudian dikocok, dan lapisan heksan (300 µL) dikeringkan, dilarutkan dalam larutan 100% DMSO (100 µL), dan asam oleat yang berhasil dihidrolisis dikuantifikasi dengan tes kit NEFA Ctest Wako (Wako Pure Chem. Ind. Ltd), dan diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 550 nm. Orlistat (IC50 = 0.22 µM) digunakan sebagai kontrol positif. Pengujian dilakukan dalam dua kali ulangan untuk setiap sampel pada berbagai konsentrasi dan dilakukan penghitungan IC50. Aktivitas enzim dihitung dengan persamaan berikut. (
)
Analisis Inhibisi Enzim Pankreatik α-Amilase Inhibisi enzim pankreatik α-amilase anak babi (Porcine pancreatic aamylase atau PPA) dianalisis menggunakan modifikasi metode Bhandari dan Kawabata (2008). Sejumlah 100 µL sampel (dilarutkan dalam DMSO 50%)
15
diinkubasi dengan 150 µL larutan enzim α-amilase (0.5 unit/mL dilarutkan dalam 20 mM larutan buffer sodium fosfat, pH 6.9, dan mengandung 6.7 mM NaCl) dalam test tube plastik 1.5 ml, selama 15 menit pada suhu 37°C. Setelah preinkubasi, ke dalam larutan campuran tersebut kemudian ditambahkan dengan 250 µL dari larutan 1% pati dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit. Reaksi kemudian dihentikan dengan perebusan di dalam air mendidih selama 1 menit. Filtrasi melewati cosmosil (7SC18-OPN, Nacalai tesque 37842-11) dengan kolom (Φ0.5 x 2 cm) dilakukan, kemudian 100 µL dari filtrat kemudian ditambah dengan 2 mL pereaksi asam dinitrosalisilat (DNS) dan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit. Absorbansi kemudian diukur pada panjang gelombang 540 nm. Acarbose (IC50 = 5 µM) digunakan sebagai kontrol positif. Pengujian dilakukan dalam dua kali ulangan untuk setiap sampel pada berbagai konsentrasi dan dilakukan penghitungan IC50. Aktivitas enzim dihitung dengan persamaan berikut. (
)
Analisis Total Saponin Kandungan total saponin dianalisis dengan modifikasi metode Xi et al. (2008). Sejumlah 100 uL sampel dicampur dengan vanilin (8% b/v, 0.25 mL) dan asam sulfat (72% b/v, 2.5 mL). Campuran kemudian diinkubasi pada suhu 60°C selama 10 menit, didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 538 nm. Saponin murni (Art. 7695, Merck) digunakan sebagai standar dan kandungan total saponin dinyatakan sebagai ekuivalen saponin (g/g tempe (bk)). Analisis Total Fenol Kandungan total fenol dianalisis dengan modifikasi metode Koh et al. (2012). Sejumlah 0.5 mL sampel dicampur dengan 2.5 ml larutan Folin (1:10 dalam akuades) dan didiamkan selama 5 menit. Sejumlah 4 mL larutan Na2CO3 7.5% (b/v) kemudian ditambahkan, divorteks, dan dibiarkan pada suhu ruang dalam kondisi gelap selama 1 jam dan dibaca absorbansinya panjang gelombang 765 nm. Adapun kontrol negatif adalah 0.5 mL akuades. Asam galat digunakan sebagai standar dan kandungan total fenol dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat (mg GAE/g tempe (bk)). Analisis Kandungan Isoflavon Kandungan total isoflavon bebas dianalisis dengan metode Wang et al. (1990). Sejumlah 1 ml ekstrak metanol 50% dan air disaring dengan filter membran 0.45 mikron, dan sampel siap untuk dianalisis dengan HPLC. Standar yang digunakan adalah daidzein dan genistein. Instrumen HPLC yang digunakan adalah Shimadzu LC-60 menggunakan UV Detector (UV-VIS Detector SPD-10 APV) λ=254 nm dengan kolom Zorbax Eclipse XDB-C18 Analytical (4.6 mm x 150 mm) dan laju aliran 1 mL/menit dan running time 10 menit. Fase gerak yang digunakan adalah metanol : ammonium asetat 1mM (6:4).
16
Cara perhitungan : Kadar isoflavon bebas (
( )
)
Rancangan Penelitian Rancangan Acak Lengkap dengan variabel perlakuan sampel digunakan pada penelitian tahap satu. Terdapat empat jenis sampel yaitu kedelai rebus tanpa proses pengasaman dan fermentasi (S), tempe dengan pengasaman spontan (N), tempe dengan penambahan asidulan asam laktat (L), dan tempe dengan penambahan asidulan GDL (G). Penelitian tahap dua merupakan analisis kemampuan bioaktif ekstrak dan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah jenis sampel terdiri dari 4 taraf yaitu kedelai rebus (S), tempe dengan pengasaman spontan (N), tempe dengan penambahan asidulan asam laktat (L), dan tempe dengan penambahan asidulan GDL (G). Faktor kedua adalah jenis perlakuan ekstraksi dengan 2 taraf yaitu maserasi dalam larutan MeOH 50% dan perebusan dalam air mendidih.
Analisis Data Rancangan Acak Lengkap digunakan pada analisis pH, proksimat dan isoflavon dari kedelai dan tempe. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey jika terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% antarperlakuan sampel. Nilai IC50 pada inhibisi lipase dan α-amilase diestimasi berdasarkan kurva dose-response metode log(inhibitor) vs. normalized response-Variable slope sedangkan metode log(agonist) vs. normalized response-Variable slope digunakan untuk menentukan EC50 aktivitas antioksidan menggunakan software GraphPad Prism 6 Demo. Data hasil analisis komponen bioaktif ekstrak (total fenol, total saponin dan total protein terlarut) dan kemampuan fisiologis aktif ekstrak (EC50 aktivitas antioksidan serta IC50 inhibisi lipase dan α-amilase) yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey jika terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% antarperlakuan pada kedua faktor (ekstrak dan sampel). Hubungan kemampuan fisiologis aktif (aktivitas antioksidan, inhibisi lipase dan α-amilase) dengan kandungan komponen bioaktif ekstrak dianalisis menggunakankan korelasi Pearson dari data rata-rata delapan jenis ekstrak. Pengolahan data hasil penelitian (ANOVA dan korelasi Pearson) dilakukan menggunakan software Microsoft Excel dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi 16.0.
17
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH Pengasaman Kedelai
Kedelai dilaporkan mengandung berbagai komponen bioaktif yang memiliki kemampuan fisiologis aktif seperti antikanker, pencegahan osteoporosis, dan menurunkan resiko PJK (Isanga dan Zhang 2008). Tempe merupakan olahan kedelai yang sangat popular di Indonesia. Proses pembuatan tempe dimulai dengan tahapan penyiapan kedelai yang terdiri atas pembersihan, pengupasan kulit ari dan pengasaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai perlakuan pengasaman mampu memberikan hasil kondisi asam pada kedelai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Rhizopus sp (Tabel 3). Tabel 3 Nilai pH dari kedelai dan air perendam pH Air* pH Kedelai* Jenis Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Pengasaman Perebusan Perendaman Perendaman Perendaman Perendaman Kedua c b a b Spontan 7.2±0.0 4.5±0.3 6.8±0.0 5.3±0.2 5.5±0.2b a a a a Asam laktat 2.6±0.0 4.1±0.1 6.8±0.0 5.1±0.0 5.2±0.2a b ab a b GDL 2.8±0.0 4.3±0.1 6.8±0.0 5.8±0.0 5.7±0.1b * Data yang disajikan dalam bentuk rata-rata±SD. Angka dengan huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan analisis Tukey.
Penurunan pH kedelai dari 6.8 menjadi asam (4.5-5.0) diperlukan untuk menyediakan kondisi pertumbuhan yang sesuai untuk kapang tempe, menyeleksi mikroba yang tumbuh, dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Nout dan Kiers 2005). Nahas (1988) menunjukkan pada medium ekstrak kedelai dengan nilai pH 4-7 yang ditumbuhkan kapang tempe didapatkan pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus optimum pada pH 5.5. Nout dan Kiers (2005) juga menunjukkan bahwa pada kedelai yang tidak diasamkan akan tumbuh mikroba kontaminan yang bersifat patogen seperti Staphylococcus sp dan Bacillus sp. Oleh karena itu, kondisi asam pada kedelai harus didapatkan sebelum tahap fermentasi kapang. Pada proses pengasaman spontan, peranan mikroba penghasil asam laktat (bakteri asam laktat atau BAL) menjadi sangat kritis dalam pencapaian pH asam pada kedelai. Pada kondisi awal air perendam ataupun kedelai berada dalam kondisi pH netral, namun seiring lama perendaman akan terjadi peningkatan pertumbuhan BAL pada air rendaman dan menghasilkan asam laktat yang akan mengasamkan kedelai. Nout dan Kiers (2005) menyebutkan bahwa setelah perendaman kedelai selama 24 jam pada suhu 30°C, asam organik yang ditemukan adalah asam laktat (2.1% b/v air rendaman), asam asetat (0.3% b/v air rendaman), dan asam sitrat (0.5% b/v air rendaman). Penelitian oleh Mulyowidarso et al. (1991) menyebutkan pada pengasaman fermentasi spontan didapatkan kadar asam laktat 0.65% (b/v) dan asam malat 0.35% (b/v). Kadar dan juga jenis asam yang dihasilkan selama proses pengasaman fermentasi spontan ini
18
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, namun semua hasil penelitian menunjukkan bahwa asam laktat merupakan asam dominan. Kondisi pengasaman spontan di daerah tropis dengan suhu rata-rata 30°C selain memberikan peluang pertumbuhan mikroba yang melimpah dan sesuai (khususnya BAL) juga memberi peluang pertumbuhan bakteri patogen. Perendaman dalam waktu lama (24 jam) dan kondisi lingkungan yang sesuai memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme lain secara spontan seperti Enterobactericea, khamir, dan juga mikroba kontaminan seperti Klebsiella pneumonia, dan lain-lain (Nout dan Kiers 2005). Lebih lanjut, Mulyowidarso et al. (1998) mendapatkan bahwa pada perendaman kedelai pada suhu 37°C dan 30°C selama 24 jam selain menunjukkan pertumbukan BAL, juga menunjukkan pertumbuhan Enterobactericeae yang akan turun jumlahnya setelah 12 jam perendaman. Bahkan, perendaman suhu 20°C (daerah subtropis), Enterobactericeae akan terus tumbuh sampai 36 jam perendaman. Oleh karena itu, pengasaman dengan penambahan asidulan juga perlu dipertimbangkan sebagai alternatif pada pembuatan tempe, khususnya pada daerah subtropis ataupun daerah dingin di Indonesia. Asidulan seperti asam laktat dan GDL dilarutkan dalam air sebelum perendaman dengan kedelai, sehingga pH air perendam menjadi sangat asam. Proses difusi asam (proton H+) akan terjadi selama perendaman ke dalam kotiledon kedelai, dan juga dibantu dalam proses pemasakan/perebusan. Walaupun terdapat perbedaan signifikan pada kedelai dengan pengasaman asidulan asam laktat (p<0.05) (Tabel 3), namun semua jenis pengasaman menghasilkan tempe dengan penampakan visual yang baik (Gambar 5).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5 Tempe dengan berbagai proses pengasaman (a) Pengasaman spontan atau tempe N, (b) Pengasaman dengan asidulan asam laktat atau tempe L, (c) Pengasaman dengan asidulan GDL atau tempe G, (d) Penampang luar ketiga tempe.
19
Gambar 5 menunjukkan bahwa ketiga jenis pengasaman kedelai menghasilkan tempe dengan pertumbuhan miselium yang penuh, mengikat semua kedelai dan menutupi permukaan kedelai. Pengamatan fisik ini menunjukkan bahwa tempe yang dihasilkan normal dan sesuai deskripsi tempe kedelai (BSN 2009, CAC 2013). Pada penelitian ini hanya dilakukan pengukuran pH sebelum proses fermentasi kapang, akan tetapi tidak dilakukan pengukuran pH tempe. Proses fermentasi tempe akan menaikkan pH kedelai dari asam menjadi netral (Nout dan Kiers 2005). Hal ini terjadi akibat pemecahan protein menjadi asam amino bebas dan bahkan juga lebih lanjut membentuk senyawa amonia sehingga pH menjadi naik. Peneliti menyarankan untuk melakukan pengukuran pH tempe pada penelitian berikutnya agar diketahui apakah perbedaan asidulan yang menunjukkan perbedaan keasaman kedelai awal (Tabel 3) juga akan berdampak pada pH akhir tempe. Informasi ini juga diperlukan dalam keterkaitan karakteristik tempe (pH) dan kualitas tempe. Pengujian karakteristik tempe lainnya selain pH dapat meliputi warna, kekerasan, dan organoleptik (rasa dan aroma).
Kandungan Zat Gizi Kedelai dan Tempe Hasil analisis komponen gizi atau proksimat dari kedelai dan tempe dapat dilihat pada Tabel 4. Proses pengolahan kedelai menjadi tempe memberikan perbedaan komposisi zat gizi tempe dibanding kedelai. Berbagai proses pengasaman juga memberikan hasil komposisi zat gizi yang berbeda. Perlakuan pengasaman berpengaruh nyata terhadap kadar air tempe (p<0.05). Tempe dengan kedelai pengasaman spontan memiliki kadar air tertinggi dibandingkan dua tempe pengasaman dengan asidulan. Hal ini terjadi akibat proses perendaman yang lama (24 jam) memberikan penetrasi air ke dalam biji kedelai lebih banyak dibandingkan pada pengasaman dengan asidulan (3.5 jam). Astawan et al. (2013) menyebutkan bahwa proses perendaman berpengaruh terhadap penetrasi air ke dalam matriks biji, berpengaruh terhadap pengembangan biji dan kadar air tempe. Tabel 4 Hasil analisis proksimat dari tempe dan kedelai rebus* Kadar Kadar Kadar Kadar air Produk Abu Lemak Protein (% bb) (% bk) (% bk) (% bk) c d Kedelai rebus 3.6±0.0 23.1±0.1 45.8±0.1d Tempe N** 61.8±5.0b 2.3±0.0a 27.0±0.0c 51.0±0.0c Tempe L** 59.1±4.4a 3.1±0.0b 26.0±0.1a 48.1±0.0a Tempe G** 59.2±5.8a 3.0±0.0b 26.6±0.0b 50.2±0.0b
Kadar Karbohidrat (% bk) *** 27.4±0.1d 19.6±0.1a 22.9±0.0c 20.1±0.1b
*Data yang disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi. Angka dengan huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan analisis Tukey **Tempe N: tempe dengan kedelai pengasaman spontan, Tempe L: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan asam laktat, Tempe G: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan GDL. ***Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan by difference
20
Kedua jenis tempe dengan pengasaman asidulan tidak menunjukkan perbedaan nyata pada kadar air (p>0.05). Hal ini karena waktu perendaman yang sama pada kedua pengasaman asidulan, yaitu 3.5 jam. Waktu perendaman yang relatif singkat menyebabkan penetrasi air yang kurang sehingga kadar airnya relatif rendah dibandingkan tempe pengasaman fermentasi spontan. Walaupun demikian, kadar air ketiga jenis tempe ini masih dalam rentan standar, yaitu dibawah 65% (BSN 2009, CAC 2013). Dibandingkan semua jenis tempe, tempe dengan kedelai pengasaman spontan memiliki kandungan mineral atau kadar abu paling rendah (2.4 % bk) dan berbeda nyata (p<0.05). Semakin lama waktu perendaman maka komponen mineral yang terlarut air rendaman lebih tinggi pada tempe pengasaman fermentasi spontan. Selain faktor lama perendaman, adanya faktor pencucian pada kedelai pada pengasaman alami sebelum perebusan kedua juga menjadi faktor hilangnya komponen mineral. Fennema (1996) menyebutkan bahwa kandungan mineral dalam bahan pangan tidak dapat rusak oleh panas, cahaya, agen pengoksidasi dan pH yang ekstrim. Namun hilangnya mineral lebih disebabkan oleh pencucian atau pemisahan fisik. Kadar abu menunjukkan kandungan komponen anorganik, seperti mineral yang terdapat pada kedelai dan tempe. Proses pengolahan kedelai menjadi tempe menurunkan kadar abu dari 3.6% (bk) menjadi 2.3-3.1% (bk). Pernurunan kadar abu in terjadi akibat pelarutan komponen anorganik selama pencucian, perebusan dan juga proses fermentasi. Tempe N memiliki kadar abu terendah dibandingkan kedua tempe lainnya, proses pencucian berulang setelah perendaman memungkinkan kehilangan komponen (termasuk mineral) lebih tinggi dibandingkan tempe dengan pengasaman asidulan yang tidak mengalami pencucian setelah perendaman. Pada tempe L dan G, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar abu (p>0.05). Proses perebusan kedua menggunakan air rendaman (tidak ada pencucian) meminimalisir kehilangan mineral selama pencucian sehingga kadar abunya tinggi. Adapun jika dibandingkan dengan standar tempe (BSN 2009), kadar abu ketiga tempe sudah sesuai yaitu maksimal 4.28% (bk). Astawan et al. (2013) mendapatkan kadar abu tempe dari berbagai jenis kedelai yaitu 2.14-2.72% (bk). Kadar protein ketiga jenis tempe meningkat dibandingkan kedelai (p<0.05). Tempe yang dibuat dari kedelai dengan pengasaman spontan memiliki kadar protein tertinggi (51% bk). Nilai kadar protein ketiga tempe sesuai dengan standar tempe (BSN 2009) yaitu minimal 45.71% (bk) dan juga CODEX. CODEX menetapkan standar kadar protein minimal tempe secara regional ialah 15% (bb) atau 42.9% (bk) (CAC 2013). Nilai ini lebih rendah daripada SNI agar mutu tempe Indonesia yang masih sangat heterogen dapat diterima oleh pasar internasional. Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian lain yang menyebutkan kadar protein tempe dari berbagai jenis kedelai adalah 46.6852.70 % (bk) (Astawan et al. 2013). Peningkatan kadar protein pada tempe dibandingkan kedelai terjadi karena hilangnya beberapa komponen terlarut seperti mineral dan gula sehingga komponen lain seperti lemak dan protein prosentasenya meningkat. Fenomena yang serupa dan didapatkan peningkatan kadar protein tempe sebesar 14.35% dan 21% dibandingkan kedelai pada penelitian Vaidehi dan Rathnamani (1990) dan Ferreira et al. (2011). Peningkatan kadar protein
21
(pengukuran total N dengan metode Kjeldhal disebabkan oleh total N yang terukur pada tempe tidak hanya berasal dari kedelai, namun juga matriks mikroorganisme yang tumbuh di tempe, seperti miselium kapang, bakteri dan juga khamir. Tempe pengasaman spontan memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan tempe dengan pengasaman asidulan (Tabel 4). Peneliti menduga terjadi perbedaan pertumbuhan dan jumlah mikrooganisme dari ketiga jenis tempe, yaitu tempe N memiliki pertumbuhan mikroorganisme tertinggi diikuti tempe G dan tempe L. Seumahu et al. (2012) menunjukkan bahwa perbedaan metode produksi tempe memberikan peluang perbedaan mikroba yang ada dan berperan selama proses fermentasi tempe. Proses fermentasi spontan (tempe N) memberikan peluang pertumbuhan dan jumlah mikrooganisme yang lebih tinggi sehingga kadar protein totalnya meningkat. Fenomena serupa juga didapatkan pada hasil kadar lemak. Ketiga jenis tempe memiliki kadar lemak (26-27 % bk) lebih tinggi dibandingkan kedelai (Tabel 4). Fenomena peningkatan kadar lemak pada tempe juga dapat dijelaskan seperti peningkatan kadar protein tempe, yaitu karena adanya penurunan prosentase pada komponen lainnya dan juga akibat adanya komponen mikroorganisme pada tempe yang terukur lemaknya. Namun, ketiga nilai kadar lemak tempe berada di bawah standar tempe (BSN 2009) yaitu minimal 28.57% (bk). Adapun jika dibandingkan dengan standar tempe regional CODEX, kadar lemak pada ketiga jenis tempe sudah termasuk standar yaitu minimal 7% (bb) atau 20% (bk) (CAC 2013). Peneliti lain juga mendapatkan nilai kadar lemak yang serupa dengan penelitian ini yaitu 21.73% (Haron dan Raob 2014) dan 22.13% (Bavia et al. 2012).
Kandungan Isoflavon Genistein dan Daidzein pada Kedelai dan Tempe Salah satu keunggulan dari produk kedelai adalah kandungan komponen bioaktifnya, khususnya isoflavon. Isanga dan Zhang (2008) menyebutkan bahwa kedelai memiliki kadar isoflavon 0.1-5.0 mg/g, bergantung pada varietas kedelai. Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa semua tempe mengandung daidzein dan genistein yang lebih tinggi dibandingkan kedelai. Total daidzein dan genistein meningkat hampir tiga kali pada tempe dibanding kedelai. Hasil ini selaras dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa proses fermentasi kapang tempe dapat meningkatkan kandungan bioaktif khususnya komponen fenolik pada produk legum dan sereal (Maiti dan Majumdar 2012; Sanchez-Magana et al. 2014). Proses biokonversi isoflavon glikon menjadi aglikon dikatalis enzim βglukosidase yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus sp. dan juga perlakuan panas (Choi et al. 2007; Murphy et al. 1999).
Kandungan isoflavon (mg/100 g bk)
22
60
50.2c
50
42.8b
43.7bc
42.9b
41.9b
45.5c
40 30 20
Daidzein
16.4a 16.7a
Genistein
10 0
Kedelai rebus
Tempe N Tempe L Sampel
Tempe G
Gambar 6 Kandungan daidzein dan genistein pada tempe N, tempe L, tempe G dan kedelai (mg/100 g (bk)). Angka dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis isoflavon. Penelitian ini mendapatkan kadar daidzein tempe 42.8-50.2 mg/100 g tempe (bk) dan genistein 41.9-45.5 mg/100 g tempe, dan serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya. Haron et al. (2009) memperoleh hasil total isoflavon aglikon 54 mg/100 g tempe (bk) dengan jumlah daidzein dan genistein yang hampir sama yaitu 26±6 mg dan 28±11 mg. Efriwati dan Nuraida (2013) mendapatkan kandungan genistein tempe ialah 9.4-10.0 mg/100 g tempe (bk) dan daidzein 93.4-101.2 mg/100 g tempe (bk). Tempe dengan pengasamani spontan dan penggunaan asidulan menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kadar isoflavon tempe (Gambar 6). Tempe G memiliki kadar daidzein dan genistein lebih tinggi daripada tempe L (p<0.05). Peneliti menduga terdapat perbedaan aktivitas biokonversi isoflavon terikat menjadi isoflavon bebas pada tempe N, tempe L dan tempe G dengan aktivitas tertinggi terdapat pada tempe G sehingga tempe G memiliki kadar isoflavon tertinggi. Pengamatan visual selama fermentasi tempe, didapatkan tempe G menunjukkan suhu yang lebih panas dibandingkan tempe N dan L serta hal ini diduga sebagai indikasi aktivitas mikroorganisme yang lebih tinggi. Kusuma (2015) melaporkan bahwa tempe pengasaman GDL menunjukkan proses fermentasi lebih cepat dibandingkan tempe pengasaman spontan.
Kandungan Komponen Bioaktif Ekstrak Proses ekstraksi sampel dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan kemampuan fisiologis aktif dari tempe pada inhibisi lipase, inhibisi α-amilase dan aktivitas antioksidan. Dua jenis metode ekstraksi digunakan untuk memastikan ekstraksi dan beberapa komponen pada produk kedelai mulai dari polifenol sampai protein. Kedelai rebus juga diekstrak sebagai control produk tanpa proses fermentasi. Perlakuan esktraksi dan jenis sampel mempengaruhi total protein terlarut yang terekstrak. Ekstrak air mendidih menunjukkan total protein terlarut lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol 50% (Tabel 5). Hal ini diduga karena komponen protein yang ada pada kedelai dan tempe menunjukkan polaritas yang
23
tinggi sehingga larut pada pelarut yang sangat polar seperti air. Selain itu, proses pemanasan selama ekstraksi air juga diduga membantu pelarutan komponen protein kecil/peptida ke dalam air. Penelitian sebelumnya juga banyak menggunakan air untuk mengekstrak peptida dari kedelai dan produk olahannya (Gibbs et al. 2004; Kwon et al. 2011). Adapun komponen peptida yang larut air ini merupakan jenis peptida netral dan basa (Gibbs et al. 2004; Handoyo dan Morita 2006). Tabel 5 Kandungan komponen bioaktif dari ekstrak kedelai dan tempe Total Protein Ekstrak Sampel** Total Saponin*2 Total Fenol*3 Terlarut*1 Metanol 50% Kedelai 0.4±0.1pa 273.0±49.6qb 1.6±0.2 qa Tempe N 0.2±0.1pc 165.3±11.2qa 2.5±0.1 qb pb qab Tempe L 0.8±0.1 150.6±36.6 2.9±0.1 qc Tempe G 0.4±0.2pd 111.7±10.1qa 2.8±0.2 qc qa pb Air Mendidih Kedelai 0.5±0.0 81.1±0.7 1.4±0.1 pa Tempe N 2.7±0.2qc 64.6±5.2pa 1.7±0.1 pb qb pab Tempe L 1.3±0.3 100.7±13.0 1.9±0.0 pc Tempe G 3.2±0.2qd 63.3±8.6pa 2.1±0.1 pc 1
Data dalam satuan mg BSA/g sampel (bk) Data dalam satuan mg saponin /g sampel (bk) 3 Data dalam satuan mg GAE/g sampel (bk) *Data yang disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi. Perbedaan huruf (p-q: ekstrak, a-d: sampel) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) menggunakan analisis Tukey **Tempe N: tempe dengan kedelai pengasaman spontan, Tempe L: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan asam laktat, Tempe G: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan GDL. 2
Total protein terlarut pada tempe lebih tinggi daripada kedelai (Tabel 5) dan berbeda nyata antartempe. Hal ini karena adanya reaksi enzimatis (proteolisis) dari kapang Rhizopus sp yang memecah protein kedelai, khususnya β-conglycinin menjadi protein larut air (de Reu et al. 1995a). Tempe L memiliki kadar protein terlarut terendah dan kemudian meningkat pada tempe N dan G (tertinggi) seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi proteolitik terjadi lebih cepat pada tempe G dibandingkan tempe lainnya, sehingga dihasilkan komponen protein terlarut (protein berukuran kecil) lebih banyak pada waktu fermentasi yang sama. Kondisi proteolitik kapang ini dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, salah satunya kadar asam. de Reu et al. (1995b) mendapatkan penurunan kadar asam laktat 1.7% (b/v) pada pengasaman dengan kultur homofermentatif BAL mengakibatkan waktu lag Rhizopus oligosporus lebih pendek dibandingkan pada pengasaman yang dipercepat dengan air rendaman sebelumnya dengan kadar asam laktat 2.1% (b/v). Pada sampel tempe, pengasaman dengan asidulan GDL memberikan kadar asam laktat paling rendah atau bahkan tidak ada dibandingkan dua pengasaman lainnya. Mulyowidarso et al. (1991) menyebutkan pada pengasaman fermentasi spontan didapatkan kadar asam laktat 0.65% (b/v) dan asam malat 0.35% (b/v). Asam laktat 1% (v/v) atau 1.2% (b/v) digunakan pada pengasaman dengan asidulan asam laktat (Tempe L). Perbedaan kadar asam laktat ini memberikan perbedaan lag time pertumbuhan Rhizopus sp. sehingga tahapan pertumbuhan
24
berbeda dan hasil reaksi proteolitik juga berbeda. Kusuma (2015) melaporkan bahwa tempe pengasaman GDL menunjukkan proses fermentasi lebih cepat dibandingkan tempe pengasaman spontan. Adapun tempe L diduga memiliki pertumbuhan kapang lebih lambat dibandingkan tempe N dan G sehingga pemecahan proteinnya lebih terlambat pada waktu yang sama sehingga total protein terlarutnya sedikit. Ekstrak tempe L mengandung komponen protein terlarut berukuran besar (hidrofobik) lebih banyak dibandingkan tempe N dan G, ditunjukkan pada ekstrak metanol 50% (Tabel 5). Faktor jenis kapang yang tumbuh juga berpengaruh dalam total protein terlarut tempe. Walaupun seluruh sampel tempe menggunakan inokulum yang sama, namun diduga masih terdapat perbedaan jenis dan atau jumlah mikroba yang tumbuh akibat perbedaan proses pengolahan. Baumann dan Bisping (1995) melaporkan terdapat 36 strain dari genus Rhizopus yang berhasil diisolasi dari tempe Indonesia dengan kemampuan proteolitik yang berbeda. Strain dengan kemampuan proteolitik tinggi memberikan kemampuan membebaskan asam amino lima kali lebih tinggi daripada strain standar. Perbedaan jenis ekstrak dan sampel mempengaruhi signifikan kadar total saponin ekstrak (Tabel 5). Ekstraksi dengan metanol 50% menunjukkan kadar total saponin lebih tinggi dibandingkan dengan air mendidih. Komponen saponin merupakan komponen yang mudah larut dalam pelarut organik, seperti metanol. Perbedaan sampel juga menunjukkan perbedaan yang signifikan pada total saponin ekstrak, kedelai rebus memiliki total saponin tertinggi dibandingkan tempe N, L dan G (Tabel 5). Adapun perlakuan pengasaman antartempe tidak menunjukkan perbedaan total saponin yang signifikan. Penurunan nilai total saponin pada ekstrak tempe dibandingkan kedelai terjadi karena tahapan proses produksi tempe yang melibatkan pemanasan, fermentasi dan dan kontak air yang lebih tinggi (pencucian, perebusan) dibandingkan kedelai sehingga saponin akan larut/hilang selama proses pengolahan kedelai (Lai et al. 2013). Perbedaan jenis ekstrak dan sampel berpengaruh nyata pada kadar total fenol ekstrak (Tabel 5). Ekstrak metanol 50% menunjukkan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Hal ini sejalan dengan Hsu et al. (2010) yang menyatakan bahwa komponen fenolik (isoflavon) lebih mudah terekstrak menggunakan pelarut seperti metanol dan asetonitril, sedangkan komponen protein/peptida terlarut pada pelarut yang lebih polar seperti air. Komponen fenolik tempe lebih tinggi daripada kedelai (Tabel 5), khususnya pada kedua tempe dengan pengasaman asidulan (tempe L dan G) menunjukkan kadar total fenol lebih tinggi dibandingkan tempe N. Mikroba pada fermentasi tempe menghasilkan berbagai enzim, seperti β-glukosidase yang akan melepaskan gugus gula dari isoflavon glikosida dan meningkatkan bioavaibilitas (Yoe dan Ewe 2014). Proses fermentasi mampu meningkatkan jumlah isoflavon aglikon tempe dibandingkan kedelai (Hutabarat et al. 2001). Dey dan Kuhad (2014) menunjukkan 2-8 kali peningkatan total fenol dari serealia yang difermentasi Rhizopus sp. Selain itu, proses pemanasan dan kombinasi asam yang terjadi selama perebusan kedua pada tempe G dan L juga diduga berperan dalam pelepasan komponen fenolik dari kedelai. Secara lebih spesifik, dilakukan pengujian komponen fenolik daidzein dan genistein dari ekstrak kedelai dan tempe (Tabel 6).
25
Tabel 6 Kandungan daidzein dan genistein dari ekstrak kedelai dan tempe Ekstrak Sampel** Daidzein*1 Genistein*2 qb Metanol 50% Kedelai 0.18±0.00 0.14±0.00qc Tempe N 0.42±0.00qc 0.30±0.00qd qd Tempe L 0.25±0.01 0.13±0.01qb Tempe G 0.19±0.00qa 0.08±0.00qa ;pb Air Mendidih Kedelai 0.07±0.00 0.02±0.00pc Tempe N 0.05±0.00pc 0.02±0.00pd pd Tempe L 0.07±0.00 0.02±0.00pb Tempe G 0.03±0.00pa 0.01±0.00pa 1
Data dalam satuan mg daidzein/g sampel (bk) Data dalam satuan mg genistein /g sampel (bk) *Data yang disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi. Perbedaan huruf (p-q: ekstrak, a-d: sampel) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) menggunakan analisis Tukey **Tempe N: tempe dengan kedelai pengasaman spontan, Tempe L: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan asam laktat, Tempe G: tempe dengan kedelai pengasaman dengan asidulan GDL. 2
Ekstrak metanol 50% menunjukkan nilai kandungan daidzein dan genistein yang lebih tinggi daripada ekstrak air (Tabel 6). Hal ini karena kesesuaian polaritas dari pelarut dengan komponen yang ingin diekstrak (komponen fenolik). Hsu et al. (2010) mendapatkan bahwa untuk ekstraksi komponen fenolik dari produk pangan efektif dilakukan dengan pelarut asetonitril, aseton, metanol atau etanol dengan kombinasi air dan atau asam. Semua ekstrak air menunjukkan nilai total daidzein dan genistein yang hampir nol atau sangat rendah, sehingga kemungkinan komponen bioaktif yang akan berperan dalam aktivitas biologis ekstrak air bukan dari daidzein dan atau genistein. Tabel 6 menunjukkan bahwa ekstrak metanol 50% dari tempe N menunjukkan nilai total daidzein dan genistein tertinggi dibandingkan keempat ekstrak metanol sampel lainnya. Hasil analisis isoflavon pada ekstrak berbeda dengan nilai isoflavon tempe dan kedelai sebelumnya pada Gambar 6. Perbedaan ini disebabkan karena metode dan pelarut yang digunakan berbeda. Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa asetonitril memiliki kemampuan ekstraksi isoflavon yang lebih efektif dan memiliki nilai recovery yang lebih tinggi dibandingkan metanol. Kadar isoflavon tempe yang sebenarnya ditunjukkan pada Gambar 6, adapun Tabel 6 menunjukkan data isoflavon ekstrak tempe dan atau kedelai yang tidak merepresentasikan kadar isoflavon tempe atau kedelai secara keseluruhan. Perbedaan kadar isoflavon ekstrak tempe dan kedelai pada Tabel 6 kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kondisi pH dari ekstrak. Ekstrak tempe L dan G memiliki nilai pH yang kemungkinan lebih asam dibandingkan tempe N, namun sayang tidak dilakukan pengukuran pH ekstrak pada penelitian ini. Adapun daidzein dan genistein memiliki nilai pKa yang pada kisaran pH netral dan basa yaitu secara berturut 7.6 dan 9.2 (Liang et al. 2008; Zienloka 2003). Kondisi tersebut menyebabkan kelarutan komponen isoflavon tertinggi pada ekstrak tempe N dibandingkan kedua tempe lainnya.
26
Aktivitas Fisiologis Ekstrak Kedelai dan Tempe
EC50 Aktivitas Antioksidan Ekstrak (mg sampel bk/mL)
Aktivitas Antioksidan Tempe dan kedelai pada penelitian ini menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang moderat dibandingkan sumber antioksidan lainnya (Gambar 7). Beberapa bahan pangan yang juga memiliki nilai aktivitas antioksidan moderat antara lain ekstrak air kulit pomegranate dengan EC50=31.2 μg/mL (Hadrich et al. 2014), dan Thuo nao (produk fermentasi) dengan EC50=14.3 mg/mL (Samruan et al. 2012). Produk olahan kedelai lain seperti natto menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan EC50=0.4 mg/mL (Yang et al. 2012). Perbedaan ini disebabkan karena cara uji atau cara ekstraksi yang berbeda. Tempe memiliki nilai EC50 antioksidan yang lebih rendah daripada kedelai, sehingga lebih efektif sebagai sumber pangan antioksidan (Gambar 7). Nilai EC50 aktivitas antioksidan tempe menurun dua kali dibandingkan kedelai atau aktivitas antioksidannya meningkat dua kali. Hasil serupa didapatkan oleh Dey dan Kuhad (2014) yaitu peningkatan 2-4 kali kemampuan penangkapan radikal DPPH pada serealia yang difermentasi dengan Rhizopus sp. Ahmad et al. (2015) mendapatkan penurunan IC50 tempe dibanding kedelai dari 10 mg/mL menjadi 2.67 mg/mL. Peningkatan aktivitas antioksidan pada tempe diduga akibat proses fermentasi yang mampu mengaktifkan beberapa komponen bioaktif sumber antioksidan, seperti komponen fenolik, peptida dan juga asam amino bebas (Watanabe et al. 2007). Beberapa penelitian bahkan melakukan upaya peningkatan aktivitas antioksidan tempe dengan pengembangan tempe yang diperkaya γ-amino butyric acid atau GABA (Watanabe et al. 2007) yang juga dihasilkan selama fermentasi tempe. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
28pb
Ekstrak Metanol 50% Ekstrak Air Mendidih
30.7pb
19.1pa 14.2pa
8.4
Kedelai
11.4pa pa
Tempe N Tempe L Ekstrak Sampel
13.9pa 11.8pa
Tempe G
Gambar 7 Nilai EC50 aktivitas antioksidan dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a-b: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak. Interaksi perlakuan ekstraksi dan jenis sampel tidak memberikan pengaruh yang nyata (p=0.974) pada nilai EC50 aktivitas antioksidan kedelai dan tempe (Lampiran 10). Perbedaan jenis pelarut juga tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak. Hal ini menunjukkan kemungkinan
27
komponen yang berperan terhadap kemampuan penangkapan radikal bebas (DPPH) terdapat pada ekstrak air ataupun metanol 50%. Kandungan ekstrak sampel di Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak air mengandung komponen protein terlarut lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol 50%, sedangkan ekstrak metanol 50% mengandung total fenol dan saponin yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Komponen fenolik, khususnya isoflavon dari kedelai dan tempe berperan sebagai antioksidan melalui penangkapan radikal bebas (analisis DPPH, ABTS), reduksi radikal oksigen (analisis ORAC) ataupun reduksi logam (analisis FRAP, CUPRAC) (Lee et al. 2005). Singh et al. (2014) juga menyebutkan bahwa peptida pada produk hasil fermentasi kedelai juga memiliki aktivitas antioksidan melalui mekanisme penangkapan radikal bebas, inhibisi peroksida lemak dan kemampuan mengkelat ion logam. Adapun komponen saponin kedelai (diketahui bekerja sebagai antioksidan melalui pendonoran elektron dan reduksi logam (Yoshiki et al. 2001). Penelitian ini menggunakan analisis antioksidan DPPH karena dapat menggambarkan mekanisme antioksidan dengan sistem transfer elektron atau electron transfer (ET) dan juga system donor proton H+ atau hydrogen atom transfer (HAT) (Apak et al. 2013). Kedua jenis ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan yang sama pada analisis DPPH sehingga komponen fenolik, peptida dan juga saponin kemungkinan berperan. Gambar 7 menunjukkan bahwa jenis sampel memberikan pengaruh yang signifikan (p<0.05) pada nilai EC50 aktivitas antioksidan, yaitu ketiga jenis tempe (tempe N, L dan G) memiliki nilai EC50 aktivitas antioksidan yang lebih rendah dan signifikan dibandingkan kedelai. Ketiga jenis tempe walaupun berbeda kandungan total fenol, total protein terlarut (Tabel 5) tapi memiliki aktivitas antioksidan yang sama. Adanya sinergisme antar komponen bioaktif dalam memberikan aktivitas antioksidan dimungkinkan terjadi pada ekstrak. Proteolisis protein kedelai menjadi tempe akan menghasilkan peptida rantai pendek ataupun asam amino bebas yang memiliki aktivitas antioksidan. Gibbs et al. (2004) mendapatkan isolat peptida tempe yang dihidrolisis dengan protease membran ginjal memiliki aktivitas antioksidan sekaligus inhibisi ACE. Watanabe et al. (2007) juga mendapatkan pada ekstrak air tempe yang difermentasi dengan Rhizopus sp. memiliki aktivitas antioksidan dan diduga komponen asam amino aromatik dan peptida dengan residu His berkontribusi dalam menangkal radikal bebeas melalui mekanisme donor proton. Peningkatan kemampuan antioksidan pada tempe juga diduga akibat peningkatan komponen fenolik akibat fermentasi (Dey dan Kuhad 2014). Komponen fenolik pada produk fermentasi kapang seperti daidzein dan genistein akan memberikan donor elektron pada radikal bebas (seperti DPPH•) dan akan menstabilkan komponen radikal tersebut. Komponen fenolik pada kedelai umumnya masih dalam bentuk terikat atau glikon, sedangkan pada produk turunannya seperti tempe sudah berada dalam bentuk aglikon yang lebih aktif. Pembebasan komponen fenolik ini kemudian memberikan kemudahan untuk mendonorkan elektron sehingga dapat meningkatkan kemampuan antioksidan (Lee et al. 2005).
28
IC50 Inhibisi Lipase Ekstrak (mg sampel bk/ml)
Aktivitas Inhibisi Enzim Lipase Tempe dan kedelai menunjukkan aktivitas inhibisi enzim lipase yang tinggi dan ditunjukkan dengan nilai IC50 yang rendah (Gambar 8). Nilai IC50 inhibisi lipase tempe cukup rendah dibandingkan dengan beberapa bahan pangan lain, seperti ekstrak air mendidih dari akar tanaman Salacia reticulate dengan IC50=264 mg/L (Yoshikawa et al. 2002), teh putih dengan IC50=22 μg/mL dan teh hijau IC50=35 μg/L (Gondoin et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa kedelai dan tempe memiliki potensi dikembangkan lebih lanjut sebagai antiobesitas melalui inhibisi lipase. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Ekstrak Metanol 50% Ekstrak Air Mendidih
6.3qa 5.5qa
3.6qa 2.8qa 0.9pa Kedelai
0.5pa
0.2pa
0.3pa
Tempe N Tempe L Ekstrak Sampel
Tempe G
Gambar 8 Nilai IC50 inhibisi lipase dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak. Berdasarkan hasil ANOVA diketahui interaksi perlakuan ekstraksi dan sampel tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada nilai IC50 inhbisi lipase (Lampiran 11). Perlakuan sampel juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai IC50 inhbisi lipase. Tempe ataupun kedelai menunjukkan kemampuan inhibisi lipase yang tinggi (Gambar 8). Hal ini diduga karena komponen yang berperan pada inhibisi lipase sudah ada di kedelai dan tetap ada di tempe. Perbedaan esktrak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai IC50 inhbisi lipase (Gambar 8). Ekstrak air menunjukkan aktivitas inhibisi lipase lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol 50%. Hal ini menunjukkan bahwa komponen bioaktif dari kedelai dan tempe yang berperan dalam inhibisi lipase merupakan komponen larut air, seperti protein dan atau peptida. Hasil analisis ekstrak (Tabel 5) menunjukkan bahwa protein terlarut, saponin dan juga komponen fenolik terdapat di ekstrak kedelai dan tempe. Masing-masing ekstrak mengandung komponen protein terlarut yang berbeda signifikan, namun hal ini tidak mengakibatkan perbedaan pada nilai IC50 inhbisi lipase. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa 2-4S sedimen protein pada kedelai memiliki aktivitas inhibisi lipase (Wang dan Huang 1984). Gargouri et al. (1984) juga menyebutkan bahwa protein dengan bobot molekul 70.000 memiliki kemampuan inhibisi enzim pankreatik lipase. Fraksi protein tersebut diduga berperan dalam inhibisi lipase. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan menghasilkan protein rantai pendek atau peptide dan asam amino bebas (Handoyo
29
dan Morita 2006), sehingga nilai total protein terlarutnya lebih tinggi. Proteolisis tersebut juga diduga dapat menghidrolisis protein kedelai inhibitor lipase. Wang dan Huang (1984) menambahkan bahwa protein inhibitor lipase kedelai sensitif panas dan protease. Oleh karena itu diduga pada tempe tidak akan didapatkan nilai inhibisi lipase. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tempe juga efektif sebagai inhibitor lipase. Peneliti menduga bahwa terdapat komponen peptida hasil hidrolisis selama fermentasi yang berperan dalam inhibisi lipase atau inhibisi lipase pada tempe merupakan sinergisme dari berbagai komponen inhibitor lipase lainnya. Tempe menunjukkan kandungan komponen saponin yang signifikan lebih rendah daripada kedelai (Tabel 5), namun hal ini juga tidak menunjukkan perbedaan pada nilai IC50 inhbisi lipase. Han et al. (2000) menunjukkan bahwa saponin dapat memperlambat pencernaan lemak dengan menginhbisi enzim pankreatik lipase. Karu et al. (2007) melaporkan bahwa komponen saponin dari ekstrak metanol 80% menginhibisi lipase dengan nilai IC50 500 µg/mL. Oleh karena itu, peneliti menduga aktivitas inhibisi lipase pada tempe bukan disebabkan oleh komponen saponin. Kedelai menunjukkan kandungan total fenol yang signifikan lebih rendah daripada tempe (Tabel 5), namun hal ini juga tidak menyebabkan perbedaan nilai IC50 inhbisi lipase. Bahkan, ekstrak metanol 50% yang memiliki kandungan komponen fenolik lebih tinggi daripada ekstrak air memiliki nilai IC50 inhbisi lipase lebih tinggi atau kurang efektif daripada ekstrak air. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Yoshikawa et al. (2002), yaitu komponen polifenol dari ekstrak Salacia reticulate yang menunjukkan kandungan polifenol yang tinggi (24%) termasuk mangiferin, katekin dan tannin terkondensasi memiliki kemampuan inhibisi lipase yang tinggi. Gondoin et al. (2010) juga menunjukkan bahwa polifenol teh putih dan teh hijau menghambat enzim pankreatik lipase. Griffiths (1986) melaporkan bahwa komponen polifenol terkondensasi dapat membentuk kompleks dengan enzim/protein sehingga mengganggu kerja enzim. Namun pada penelitian ini, ekstrak dengan kandungan komponen fenolik tinggi justru memiliki aktivitas inhibisi lipase yang rendah. Peneliti menduga aktivitas inhibisi lipase pada penelitian ini tidak disebabkan oleh komponen fenolik ekstrak. Perbedaan jenis komponen fenolik diduga berpengaruh terhadap aktivitas inhibisinya pada enzim lipase. Peneliti juga menduga efektivitas komponen fenolik pada ekstrak tempe dan kedelai dalam menginhibisi enzim lipase lebih rendah dibanding komponen protein terlarut atau peptida. Aktivitas Inhibisi Enzim α-Amilase Aktivitas inhibisi α-amilase yang dimiliki kedelai dan tempe tergolong rendah dan bahkan sangat minimal, ditunjukkan dengan nilai IC50 yang tinggi (Gambar 9). Nilai IC50 inhibisi α-amilase yang didapat 1000 kali lebih tinggi dibandingkan nilai IC50 inhibisi lipase. Banyak komponen pangan lain memiliki nilai IC50 inhibisi α-amilase rendah, seperti ekstrak etanol Andrographis paniculata dengan IC50=50.9 mg/mL (Subramanian et al. 2008) dan teh hijau dengan IC50=34.9 μg/mL (Yilmazer-Musa et al. 2012). Oleh karena itu, kedelai dan tempe kurang efektif sebagai inhibitor α-amilase dibandingkan sebagai inhibitor lipase.
IC50 Inhibisi Amilase Ekstrak (mg sampel bk/mL)
30
9000
>8000qb
8000 7000
Ekstrak Metanol 50%
6000
Ekstrak Air Mendidih
5000 4000
3246.3pb
3000 2000
1006pa 940.3qa
1000
669.2pa 554.5qa
842.5pa
1114qa
0 Kedelai
Tempe N Tempe L Sampel Ekstrak
Tempe G
Gambar 9 Nilai IC50 inhibisi amilase dari ekstrak kedelai dan tempe. Angka dengan huruf berbeda (p-q: ekstrak, a-b: sampel) menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) menggunakan uji Tukey antarsampel pada tiap jenis ekstrak. Interaksi perlakuan ekstraksi dan jenis sampel berpengaruh nyata terhadap nilai IC50 inhibisi α-amilase (Lampiran 12). Tempe yang diekstrak dengan pelarut metanol 50% memiliki nilai IC50 inhibisi α-amilase lebih rendah daripada kedelai (p<0.05) (Gambar 9). Proses fermentasi tempe dapat meningkatkan kandungan komponen bioaktif tertentu dan meningkatkan aktivitas inhibisi enzim pankreatik α-amilase, khususnya komponen bioaktif yang larut dalam pelarut metanol 50%. Hasil penelitian oleh Maiti dan Majumdar (2012) pada kedelai yang diolah dengan Solid State Bioconversion (SSB) menggunakan Rhizopus sp. menunjukkan peningkatan hampir dua kali pada inhibisi enzim α-amilase (Maiti dan Majumdar 2012). Adapun antarpengasaman pada tempe tidak menunjukkan perbedaan nilai IC50 inhibisi α-amilase yang signifikan. Tempe N, L dan G memiliki nilai IC50 inhibisi α-amilase yang tidak berbeda nyata, yaitu pada rentang 554.5 – 1114 mg/mL. Efektivitas inhibisi α-amilase lebih disebabkan oleh komponen bioaktif dari tempe yang larut dalam pelarut metanol 50%. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada ekstrak metanol 50% memiliki kandungan komponen fenolik dan saponin yang lebih tinggi daripada ekstrak air. Oleh karena itu, peneliti menduga aktivitas inhibisi α-amilase pada penelitian ini dapat disebabkan oleh komponen fenolik, saponin ataupun sinergisme keduanya. Dou et al. (2013) menyebutkan bahwa komponen saponin dari obat tradisional Cina memiliki aktivitas inhibisi α-amilase dan jenis saponin yang berperan sebagai inhibitor amilase berhubungan dengan strukturnya. Adapun komponen polifenol juga diketahui memiliki kemampuan inhibisi amilase seperti katekin pada ekstrak biji anggur (Yilmazer-Musa et al. 2012) ataupun beberapa komponen flavonoid (Piparo et al. 2008). Secara keseluruhan, ekstrak tempe memiliki aktivitas fisiologis aktif (antioksidan, inhibisi lipase dan α-amilase) yang lebih tinggi dibandingkan kedelai. Tempe memiliki keunggulan aktivitas antioksidan dan inhibisi α-amilase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai, walupun aktivitas inhibisi lipasenya
31
sama. Adapun tempe juga diketahui memiliki berbagai keunggulan pada kandungan komponen gizi seperti vitamin B12, dan komponen bioaktif lain seperti GABA yang merupakan hasil metabolit dari mikroorganisme yang berperan selama fermentasi tempe (Mo et al. 2013, Watanabe et al. 2007). Selain itu, tempe juga memiliki berbagai kemampuan fisiologis aktif lain seperti antihipertensi, antidiabetes, antidiare dan lain-lain yang belum banyak diteliti (Nout dan Kiers 2005). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan tempe dengan tiga jenis proses pengasaman yaitu secara spontan atau fermentasi BAL, penambahan asidulan asam laktat dan penambahan asidulan GDL. Proses pengasaman kedelai pada tempe dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu (1)pengasaman spontan akibat fermentasi, (2)pengasaman dengan penambahan asidulan seperti asam laktat, asam malat, asam asetat dan juga GDL, (3)pengasaman dipercepat dengan menambahkan air pengasaman sebelumnya atau sistem back slopping, dan (4)pengasaman dengan penambahan kultur murni BAL seperti Lactobacillus sp. dan lain-lain (Nout dan Kiers 2005, Mo et al. 2013). Perbedaan proses pembuatan tempe, khususnya pada tahapan pengasaman, diduga dapat memberikan perbedaan mikroorganisme yang berperan dan selanjutnya mempengaruhi kandungan komponen bioaktif dan kemampuan fisiologis aktifnya. Lebih lanjut dapat dilakukan penelitian yang berfokus pada perbedaan pengasaman terhadap aktivitas fisiologis tempe lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengasaman dengan asam laktat dan GDL dapat memberikan hasil kemampuan fisiologis aktif (antioksidan, inhibisi lipase dan inhibisi α-amilase) yang sama. Penggunaan asidulan dalam pembuatan tempe akan sangat membantu dalam penyelesaian permasalahan lingkungan berupa penghematan air, pembuangan limbah dan juga mempersingkat masa produksi dan tetap memberikan kunggulan aktivitas biologis yang sama dengan tempe pengasaman spontan atau pengasaman secara tradisional. Data dari Yeong et al. (1999), menunjukkan bahwa pengrajin tempe di Kabupaten Bogor mengolah sekitar 13 ton per tahun kedelai menjadi tempe. Jumlah kedelai tersebut menghasilkan limbah padat sekitar 9.36 ton per tahun dan limbah cairnya diperkirakan sekitar 130 m2 per tahun. Wiryami (1991) menunjukkan bahwa selama pengolahan kedelai menjadi tempe dihasilkan limbah sejumlah 21.9% yang terdiri atas 8% berupa kulit, 12.2% terlarut dalam proses perebusan dan 1.7% hilang pada proses inkubasi. Pengrajin tempe tradisional di Indonesia umumnya tidak melakukan proses pengolahan limbah dan langsung dibuang secara langsung ke saluran yang ada atau ke sungai, kolam maupun danau sehingga mengotori lingkungan. Limbah ini berbau asam dan juga meningkatkan nilai BOD (Biological Oxygen Demand) air dan dapat mengganggu biota perairan (Yeong et al. 1999). Pengasaman dengan penambahan asidulan akan mengurangi jumlah air yang digunakan karena tidak perlu melakukan pencucian pasca perendaman. Selain itu teknik back slopping yang telah dicoba dengan asidulan GDL juga menunjukkan nilai keuntungan dibandingkan pengasaman tradisional (Utama 2014). Oleh karena itu, upaya pengembangan pengasaman dengan asidulan pada pembuatan tempe masih sangat terbuka luas dan berpotensi tinggi.
32
Hubungan Aktivitas Fisiologis dan Kandungan Komponen Bioaktif Ekstrak Analisis korelasi Pearson antara kemampuan fisiologis aktif ekstrak tempe dan kedelai pada kedua jenis ekstrak (air dan metanol 50%) dan kandungan komponen ekstraknya dapat dilihat pada Tabel 7. Komponen yang berkorelasi kuat terhadap aktivitas antioksidan adalah komponen fenolik (R=-0.827, p<0.05). Semakin tinggi kandungan total fenol ekstrak, maka semakin rendah nilai EC50 aktivitas antioksidan. Fermentasi meningkatkan kandungan komponen fenolik dan aktivitas antioksidan dari kacang-kacangan (Duenas et al. 2012, Dey dan Kuhad 2014). Komponen asam amino dan peptida juga diduga berperan dalam aktivitas antioksidan tempe (Watanabe et al. 2007), namun korelasinya tidak sekuat komponen fenolik. Bahkan komponen saponin menunjukkan korelasi yang berlawanan (R=0.243, p>0.05) dengan komponen fenolik dan protein terlarut, yaitu semakin tinggi komponen saponin semakin rendah nilai EC50 antioksidan ekstrak. Tabel 7 menunjukkan hanya komponen protein terlarut yang memberikan nilai korelasi negatif terhadap nilai IC50 inhibisi lipase (R=-0.588, p>0.05) walaupun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan komponen protein terlarut maka nilai IC50 inhibisi lipase semakin rendah, atau lebih efektif sebagai inhibitor lipase. Adapun komponen fenolik secara nyata (p<0.05) menunjukkan nilai korelasi positif R=0.738 yang berarti semakin tinggi kandungan komponen fenolik maka nilai IC50 inhibisi lipase juga semakin tinggi, atau kurang efektif. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa komponen saponin dan fenolik berperan dalam penghambatan enzim lipase (Yoshikawa et al. 2002), namun hal ini tidak berlaku pada ekstrak kedelai atau tempe. Tabel 7 Korelasi Pearson dari kemampuan fisiologis aktif (Nilai IC50 dan EC50) dari ekstrak tempe dan kedelai serta kandungan komponen bioaktif Nilai R EC50 dari Antioksidan IC50 dari Inihbisi Lipase IC50 dari Inhibisi α-Amilase Total Fenol Daidzein Genistein Total Saponin Total Protein Terlarut *
EC50 dari IC50 dari Antioksidan Inihbisi Lipase -0.310 -0.310 0.859** -0.220 -0.827* 0.738* -0.257 0.618 -0.125 0.495 0.243 0.519 -0.192 -0.588
IC50 dari Inhibisi α-Amilase 0.859* -0.220 -0.640 -0.283 -0.192 0.012 -0.314
Berkorelasi nyata (p<0.05) Berkorelasi nyata (p<0.01)
**
Hubungan komponen protein dan inhibisi lipase telah diteliti oleh Gargouri et al. (1984) dan didapatkan bahwa protein dengan bobot molekul 70.000 memiliki kemampuan inhibisi enzim pankreatik lipase. Adanya ikatan antara protein kedelai dengan permukaan misel merupakan mekanisme inhibisi lipase (Wang dan Huang 1984). Kerusakan misel ini menyebabkan enzim lipase tidak bisa bekerja dengan baik mencerna lemak dan kerja enzim terinhibisi. Walaupun kedelai dan tempe memiliki kemampuan inhibisi lipase yang hampir sama, namun diduga jenis protein/peptida yang berperan berbeda. Total
33
protein terlarut pada tempe lebih tinggi dibandingkan kedelai (Tabel 5), khususnya pada ekstrak air mendidih, menunjukkan hasil reaksi enzimatik pemotongan protein kedelai, sehingga dihasilkan komponen protein terlarut (protein berukuran kecil atau peptida) yang lebih banyak. Astawan (2015) menyebutkan bahwa tempe memiliki kandungan protein dan mutu protein yang lebih baik daripada kedelai. Secara spesifik Gibbs et al. (2004) melaporkan pada tempe didapatkan peptida bioaktif yang terbentuk akibat proses fermentasi tempe. Peptida atau protein berukuran kecil pada tempe tersebut diduga berperan dalam inhibisi lipase. Namun, analisis lanjut diperlukan untuk memastikan hal ini mengingat ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ekstrak kasar. Sinergisme antarkomponen dalam inhibisi enzim dimungkinkan terjadi. Nilai IC50 inhibisi α-amilase memiliki korelasi positif dengan nilai EC50 aktivitas antioksidan (R=0.716, p<0.05). Semakin rendah nilai IC50 inhibisi αamilase, maka nilai EC50 aktivitas antioksidan semakin rendah, atau sebaliknya. Berdasarkan Tabel 7, diperoleh bahwa tidak ada komponen yang memberikan hubungan signifikan (p<0.05) terhadap aktivitas inhibisi α-amilase. Semua komponen memiliki nilai R negatif dan berperan terhadap aktivitas inhibisi amilase, kecuali komponen saponin (R=0.012, p>0.05). Komponen fenol memiliki nilai korelasi paling kuat (R=-0.640, p=0.087), sehingga diduga komponen fenolik merupakan komponen yang berperan utama dalam inhibisi αamilase selain kemungkinan mekanisme sinergisme dari komponen lainnya yang juga memiliki korelasi negatif. Hal ini juga didukung oleh penelitian McCue et al. (2005) yang menyebutkan bahwa peningkatan inhibisi α-amilase berkorelasi dengan total fenol dengan nilai hubungan R=0.25 pada kedelai yang diolah SBS dengan R.oligosporus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme glucose analog diduga menjadi mekanisme dalam inhibisi enzim karboksidase seperti α-amilase (Lee dan Lee 2001).
5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Aktivitas antioksidan dan inhibisi α-amilase tempe lebih tinggi dan signifikan dibandingkan dengan kedelai. Tempe dan kedelai tidak memiliki perbedaan yang nyata pada aktivitas inhibisi lipase. Antara tempe pengasaman spontan (tempe N), tempe pengasaman asidulan asam laktat (tempe L) dan tempe pengasaman asidulan GDL (tempe G) tidak memiliki perbedaan yang nyata pada aktivitas antioksidan, inhibisi lipase dan α-amilase. Semua tempe menunjukkan aktivitas antioksidan moderat dengan nilai EC50 8.4-19.1 mg/mL, aktivitas inhibisi lipase yang tinggi dengan nilai IC50 0.2-6.3 mg/mL, dan aktivitas inhibisi amilase yang rendah dengan nilai IC50 555-1114 mg/mL. Komponen protein terlarut diduga berperan dalam aktivitas inhibisi lipase demikian juga komponen fenolik dalam aktivitas antioksidan. Aktivitas inhibisi α-amilase berkorelasi positif dan kuat dengan aktivitas antioksidan. Proses pengasaman fermentasi spontan maupun penambahan asidulan dapat digunakan untuk menghasilkan tempe dengan
34
kemampuan fisiologis aktif antioksidan dan inhibisi lipase yang tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional dalam penanganan obesitas.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan komponen gizi (misalnya vitamin B12), komponen bioaktif lain (misalnya GABA) dan kemampuan fisiologis aktif tempe lainnya (antihipertensi, antidiabetes, antidiare) akibat perbedaan proses pengasaman (fermentasi atau pengasaman spontan, penggunaan asidulan, penambahan kultur murni, dan penambahan air rendaman sebelumnya) . Lebih lanjut, menginat aktivitas inhibisi lipase pada tempe yang tinggi, dapat dilakukan penelitian yang berfokus pada komponen protein atau peptida hasil perombakan kedelai pada fermentasi tempe yang spesifik memiliki aktivitas inhibisi lipase Pengamatan lebih lanjut pada pengaruh penggunaan asidulan terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis selama pengasaman dan fermentasi tempe juga perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad A, Ramasamy K, Majeed ABA, Mani V. 2015. Enhancement of βsecretase inhibition and antioxidant activities of tempeh, a fermented soybean cake through enrichment of bioactive aglycones. Pharm Biol. 53(5):758-66 [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2000. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. 17th ed. Arlington Virginia (US): Association of Official Analytical Chemists Apak R, Gorinstein S, Bohm V, Schaich KM, Ozyurek M, Guclu K. 2013. Methods of measurement and evaluation of natural antioxidant capacity/activity (IUPAC Technical Report). Pure Appl Chem. 85(5):957998 Apostolidis E, Kwon YII, Shetty K. 2007. Inhibitory potential of herb, fruit, and fungal-enriched cheese against key enzymes linked to type 2 diabetes and hypertension. Int Food Sci Emer Technol. 8: 46–54. Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari SH, Ichsani N. 2013. Karakteristik fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari berbagai varietas kedelai. Pangan: Media Komunikasi dan Informasi. 22:241-251. Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID) :Penebar Swadaya. Astawan M, Wresdiyati T, Saragih AM. 2015. Evaluasi mutu protein tepung tempe dan tepung kedelai rebus pada tikus percobaan. J Mutu Pangan. 2(1):11-17. Astuti M. 1996. Sejarah perkembangan tempe. Di dalam: Sapuan, Soetrisno N, editor. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Tempe Indonesia
35
Bhandari MR, Kawabata J. 2006. Cooking effects on oxalate, phytate, trypsin and a-amilase inhibitors of wild yam tubers of Nepal. J Food Comp Analy. 19:524–530 Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methodfor the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Analytical Biochem. 72:248–254. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-2891-1992. Jakarta (ID): BSN [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tempe Kedelai SNI 3144. Jakarta(ID): BSN Bavia ACF, Silva CE, Ferreira MP, Santos-Leite R, Mandarino JMG, CarraoPanizzi MC. 2012. Chemical composition of tempeh from soybean cultivars specially developed for human consumption. Cienc Technol Aliment Campinas. 32(3):613-620. Bray G A. 2002 The underlying basis for obesity: Relationship to cancer. J Nutr. 132:3451-3455 Baumann U, Bisping B. 1995. Proteolysis during tempe fermentation. Food Microbiol. 12:39 Caplice E, Fitzgerald GF. 1999. Food fermentations: role ofmicroorganisms in food production and preservation.Int J Food Microbiol. 50:131–49 Chen LJ, Zhao X, Plummer S, Tang J, Games DE. 2005. Quantitative determination and structural characterization of isoflavones in nutrition supplements by liquid chromatography-mass-spectrometry. J Chromatogr. 1082:60-70. Cheng AYY, Fantus IG. 2005. Oral antihyperglycemic therapy for type 2 diabetes mellitus. Can Med Assoc J. 172: 213-226 Choi HK, Yoon JH, Kim YS, Kwon DY. 2007. Metabolomic profiling of cheonggukjang during fermentation by 1H NMR Spectrometry and Principal Components Analysis. Process Biochem. 42: 263-266 [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2013. CODEX STAN 313R-2013 Regional Standard for Tempe. CCASIA de Reu JC, ten Wolde RM, de Groot J, Nout MJR, Rombouts FM, Gruppen H. 1995a. Protein hydrolysis during soybean tempe fermentation with Rhizopus oligosporus. J Agric Food Chem. 43:2235-2239 de Reu JC, Rombouts FM, Nout MJR. 1995b. Influence of acidity and initial substrate temperature on germination of Rhizopus oligosporus sporangiospores during tempe manufacture. J Appl Bacterio. 78:200-208 de Sales PM, de Souza PM, Simeoni LA, Magalhaes PO, Silveira D. 2012. ΑAmylase inhibitors: a review of raw material and isolated compounds from plant source. J Pharm Pharmaceut Sci. 15(1):141-183 Dey TB, Kuhad RC. 2014. Upgrading the antioxidant potential of cereals by their fungal fermentation under solid-state cultivation condition. Lett Appl Microbiol. doi:10.1111/lam.12300: 1-7 Dou F, Xi M, Wang J, Tian X, Hong L, Tang H, Wen A. 2013. α-Glucosidase and α-amylase inhibitory activities of saponins from traditional Chinese medicines in the treatment of diabetes mellitus. Pharmazie. 68:300-304 Duenas M, Hernandez T, Robredo S, Lamparski G, Estrella I, Munoz R. 2012. Bioactive phenolic compounds of soybean (Glycine max cv. Merit):
36
Modification by different microbiological fermentations. Pol J Food Nutr Sci. 62(4):241-50 Efriwati, Nuraida L. 2013. Effect of two production methods on macro nutrient and isoflavones-aglycone composition in tempeh produced by household industries. Health Sci Indo. 4(2): 69-73 Fennema OR. 1996. Food Chemistry Third Adition. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Ferreira M. 2011. Changes in the isoflavone profile and in the chemical composition of tempeh during processing and refrigeration. Pesquisa Agropecuaria Brasiliera. 46:1555-1561 Gargouri Y. Julien R. Pieroni G. Verger R. Sarda L.1984. Studies on the inhibition of pancreatic and microbial lipases by soybean protein. J Lipid Res. 25:1214-1221 Gekko K, Ohmae E, Kameyama K, Takagi T. 1998. Acetonitrile-protein interactions: amino acid solubility and preferential solvation. Biochimica et Biophysica Acta.1387:195-205 Gibbs BF, Zougman A, Masse R, Mulligan C. 2004. Production and characterization of bioactive peptides from soy hydrolysate and soyfermented food. Food Res Int. 37:123-131 Gondoin A, Grussu D, Stewart D, McDougall GJ. 2010. White and green tea polyphenols inhibit pancreatic lipase in vitro. Food Res Int. 43:1537–1544 Griffiths DW. 1986. The inhibition of digestive enzymes by polyphenolic compounds. Adv Exp Med Biol. 199:509-516. Grover JK, Yadav S, Vats V. 20002. Medicinal plants of India with anti-diabetic potential. J Ethnopharm. 81: 81-100. Gunawan MDPT. 2006. Modifikasi pengasaman kimiawi dalam pembuatan tempe yang didasarkan pada aspek citarasa [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor Gyorgy P, Murata K, Ikehata H. 1964. Antioxidant isolated from fermented soybeans (tempeh). Nature. 203 (4947): 870-871. Habtemariam S. 2013. Antihyperlipidemic components of Cassia auriculata aerial parts: identification through in vitro studies. Phytother Res.27:152-5. Hadrich F, Cherif S, Gargouri YT, Asel S. 2014. Antioxidant and lipase inhibitory activities and essential oil composition of pomegranate peel extract. J Oleo Sci. 63(5):515-525 Han LK, Xu BJ, Kimura Y, Zheng YN, Okuda H. 2000. Platycodi radix affects lipid metabolism in mice with high fat diet induced obesity. J Nutr. 130:2760-2764 Handoyo T, Morita N. 2006. Structural and functional properties of fermented soybean (tempeh) by using Rhizopus oligosporus. Int J Food Propert. 9:347-355 Haron H, Ismail A, Azlan A, Shahar S, Peng LS. 2009. Daidzein and genestein contents in tempeh and selected soy products. Food Chem. 115: 13501356 Haron H, Raob N. 2014. Changes in macronutrient, total phenolic and antinutrient contents during preparation of tempeh. J Nutr Food Sci 4: 265. doi: 10.4172/2155-9600.1000265
37
He Q, Lv Y, Yao K. 2006. Effects of tea polyphenols on the activities of aamylase, pepsin, trypsin and lipase. Food Chem. 101:1178–1182 Hubert J, Berger M, Nepveu F, Paul F, Dayde J. 2008. Effects of fermentationon the phytochemical composition and antioxidant properties of soy germ. Food Chem. 109(4): 709–721. Hutabarat LS, Greenfield H, Mulholland H. 2001. Isoflavones and coumestrol in soybeans and soybean products from Australia and Indonesia. J Food Comp Anal. 14: 43–58. Hoppe MB, Jha HC, Egge H. 1997. Structure of an antioxidant from fermented soybean. JAOCS. 74:477–9 Hsu B, Inbaraj BS, Chen B. 2010. Analysis of soy isoflavones in foods and biological fluids: an overview. J Food Drug Anal. 18(3): 141-154 Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, Diamant M, Ferrannini E, Nauck M, Peters AL, Tsapas A, Wender R, Matthews DR. 2012. Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes:a patient-centered approach. Position statementof the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Studyof Diabetes (EASD). Diabetologia.55:1577–1596 Isanga J, Zhang G. 2008. Soybean bioactive components and their implication to health-a review. Food Reviews International. 24(2):252-276 Kaila B, Raman M. 2008. Obesity: a review of pathogenesis and management strategies. Can J Gastrienterol. 22:61-68 Karu N, Reifen R, Kerem Z. 2007. Weight Gain Reduction in Mice Fed Panax ginseng Saponin, a Pancreatic Lipase Inhibitor. J Agric Food Chem. 55: 2824-2828 Kato E, Nakagomi R, Gunawan MDPT, Kawabata J. 2013. Identification of hydroxychavicol and its dimers, the lipase inhibitors contained in the Indonesian spice, Eugenia polyantha. Food Chem. 136:1239-1242. Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of alphaglucosidase and amylase by luteolin, a flavonoid. Biosci Biotechnol Biochem. 64 (11): 2458-2461. Kimura H, Ogawa S, Katsube T, Jisaka M, Yokota K. 2008. Antiobese effects of novel saponins from edible seeds of Japanese horse chestnut (Aesculus turbinatablume) after treatment with wood ashes. J Agric Food Chem. 56: 4783-4788. Koh SP, Jamaluddin A, Alitheen NB, Mohd-Ali N, Yusoff HM, Long K. 2012. Nutritional values of tempe inoculated with different strains of Rhizopus: its γ-aminobutyric acid content and antioxidant property. J Trop Agric Food Sci. 40(2) : 181-192 Kurihara H, Asami S, Shibata H, Fukami H, Tanaka T. 2003. Hypolipemic effect of Cyclocarya paliurus (Batal) in lipid-loaded mice. Biol Pharm Bull. 26:383-385. Kusuma 2015. Prolonging the shelf-life of “quick tempeh” by blanching and vacuum treatments along with varying the storage temperatures [skripsi]. Jakarta (ID):Universitas Pelita Harapan Lai LR, Hsieh SC, Huang HY, Chou CC. 2013. Effect of lactic fermentation on the total phenolic, saponin and phytic acid contents as well as anti-colon cancer cell proliferation activity of soymilk. J Biosci Bioeng. 5(115): 552556
38
Lee DS, Lee SH. 2001.Genestein, a soy isoflavone, is a potent a-glucosidase inhibitor. FEBS Letters. 501; 84-86 Lee CH, Yang L, Xu JZ, Yeung SYV, Huang Y, Chen Z. 2004. Relative antioxidant activity of soybean isoflavones and their glycosides. Food Chem. 90:735-741. Liang J, Tian YX, Fu LM, Wang TH, Li HJ, Wang P, Han RM, Zhang JP, Skibsted LH. 2008. Daidzein as an antioxidant of lipid: effects of the microenvironment in relation to chemical structure. J Agri Food Chem. 56: 10376-10383. Lunagariya NA, Patel NK, Jagtap SC, Bhutani KK. 2014. Inhibitors of pancreatic lipase:state of the art and clinical perspectives. Excli J. 13:897-921 Maiti D, Majumdar M. 2012. Impact of bioprocessing on phenolic content and antioxidant activity of spy seed to improve hypoglycemic functionality. Asian J Plant Sci Res.2(2): 102-109 McCue P, Vattem D, Shetty K. 2004. Inhibitory effect ofclonal oregano extracts against porcine pancreatic amylase in vitro. Asia Pac J Clin Nutr.13: 401– 408. McCue P, Kwon YI, Shetty K. 2005. Anti-diabetic and anti-hypertensive potential of sprouted asnd solid-state bioprocessed soybean. Asian Pac J Clin Nutr. 14(2):145-152 Mentreddy SR. 2007. Medicinal plant species with potential antidiabetic properties. J Sci Food Agric. 87: 743-750. Mo H, Kariluoto S, Piironen V, Zhu Y, Sanders MG, Vincken JP, Rooijackers JW, Nout MJR. 2013. Effect of soybean processing on content and bioaccessibility of folate, vitamin B12 and isoflavones in tofu and tempe. Food Chem. 141:2418–2425 Mulyowidarso RK, Fleet GH, Buckle KA. 1989. The microbial ecology of soybean soaking for tempe production. Int J Food Microbiol. 8:35-46. Mulyowidarso RK, Fleet GH, Buckle KA. 1991. Changes in the concentration of organic acids during the soaking of soybeans for tempe production. Int J Food Sci Technol. 26:607-614. Murphy P, Song T, Buseman G, Barua K, Beecher G, Trainer D. 1999. Isoflavones in retail and institutional soy foods. J Agric Food Chem. 47:2697-2704 Nahas E. 1988. Control of lipase production by Rhizopus oligosporus under various growth conditions. J Gen Microbiol. 134: 227-233. Nakai M, Fukui Y, Asami S, Toyoda-Ono Y, Iwashita T, Shibata H. 2005. Inhibitory effects of oolong teapolyphenols on pancreatic lipase in vitro. J Agric Food Chem. 53:4593-4598. Nakajima N, Nozaki N, Ishihara K, Ishikawa A, Tsuji H. 2005. Analysis of isoflavone content in tempeh, a fermented soybean, and preparation of a new isoflavone-enriched tempeh. J Biosci Bioeng. 100 (6): 685–7. Nout MJR, Kiers JL. 2005. A review tempe fermentation, innovation, and functionality: update into the third millenium. J App Micro. 98(4):789-805. Nurzaim F. 2013. Implementasi teknologi “quick tempeh” termodifikasi pada skala industri rumah tangga dan uji awal penggunaan ulang larutan pengasam [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
39
Piparo EL, Scheib H, Nathalie F, Williamson G, Grigorov M, Chou CJ. 2008. Flavonoids for controlling starch digestion: structural requirements for inhibiting human α-amylase. J Med Chem. 51:3555-3561 Prawira IKPY. 2012. Laporan Kegiatan Uji Coba Quick Tempe di Lumajang. [Laporan Penelitian]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor Puchalska P, Marina M, García C. 2014. Isolation and identification of antioxidant peptides from commercial soybean-based infant formulas. Food Chem. 148:147–154. Samruan W, Oonsivilai A, Oonsivilai R. 2012. Soybean and fermented soybean extract antioxidant activities. Int Schol Sci Res Innov. 6(12): 1134-1137 Seumahu CA, Suwanto A, Rusmana I. 2012. Comparisonof DNA extraction methods for microbial communityanalysis in Indonesian tempeh employing amplifiedribosomal intergenic spacer analysis. Hayati J Biosci.19:93-99. Singh BP, Vij B, Hati S. 2014. Functional significance of bioactive peptides derived from soybean. Peptides. 54;171-179. Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Feremented Foods. New York (US): Marcel Dekker. Starzynska-Janiszewska A, Stodolak B, Mickoska B. 2014. Effect of controlled lactic acid fermentation on selected bioactive and nutritional parameters of tempeh obtained from unhulled common bean (Phaseolus vulgaris) seeds. J Sci Food Agr. 94:359-366. Subramanian R.Asmawi MZ, Sadikun A. 2008. In vitro α-glucosidase and αamilase enzyme inhibitory effects of Andrographis paniculata extract and andrographolide. Acta Biochimica Polonica. 55(2): 391–398 Sudha P, Zinjarde SS, Bhargava SY, Kumar AR. 2011. Potent α-amylase inhibitory activity of Indian Ayurvedic medical plants. BMC Complement Altern Med. 11(50):1-10 Tsukamoto C, Yoshiki Y. 2006. Soy saponin. Di dalam: Sugano M, editor. Soy in Health and Diseases Prevention. New York (US): CRC Press Utama QD. 2014. Implementasi dan analisis keuntungan teknologi back slopping pada pembuatan “quick tempe” skala industri rumah tangga [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor Vaidehi MP, Rathnamani A. 1990. The shelf-life of soy-sunflower tempeh and its acceptability to Indian children. Food Nutr Bull. 12 (1):53-56. Wang SM, Huang AHC. 1984. Inhibitors of lipase activities in soybean and other oil seeds. Plant Physio. 76:929-934. Wang G, Kuan SS, Francis OJ, Ware GM, Carman AS. 1990. A simplified HPLC method for the determination of phytoestrogens in soybean and its processed products. J Agric Food Chem. 38: 190-194 Watanabe N, Fujimoto K, Aoki H. 2007. Antioxidant activities of the watersoluble fraction in tempeh-like fermented soybean (GABA-tempeh). Int J Food Sci Nutr. 58(8): 577-587 [WHO] World Health Organization. 2014. Obesity and overweight. Fact sheet No 311, Reviewed May 2014. Terdapat di http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. Diakses pada tanggal 1 Juni 2014.
40
Wijaya CH. 2008. Quick Tempeh. Di dalam: Business Innovation Center. 100 Inovasi Paling Prospektif. Jakarta (ID): Kementrian Riset dan Teknologi Indonesia. Wijaya CH. 2014. Solusi Masalah Mutu, Lingkungan dan Ekonomi dengan Teknologi Tempe Cepat. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan 1 (2): 67-72. ISSN : 2355-6226 Wijaya CH, Gunawan MDPT, Kusumaningrum HD, Nurtama B. 2007. Proses pembuatan tempe melalui pengasaman kimiawi dengan menggunakan glukono delta lakton (GDL). Paten Invensi. ID P000035720 Winarno FG, Kartawidjajaputra. 2007. Pangan Fungsional dan Minuman Energi. Bogor (ID): M-BRIO Press. Wiryani E. 1991. Analisis kandungan limbah cair pabrik tempe kedelai dan upaya pengolahannya dengan proses anaerobik [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor Xi M, HaiC, Tang H, Chen M, Fang K, Liang X. 2008. Antioxidant and antiglycation properties of total saponins extracted from traditional chinese medicine used to treat diabetes mellitus. Phytother Res. 22, 228–237 Yang X, Chen J, Zhang C, Chen H, Liu Y. 2012. Evaluation of antioxidant activity of fermented soybean meal extract. Afr J Pharm Pharmacol. 6(24): 1774-1781 Yilmazer-Musa M, Griffith AM, Michels AJ, Schneider E, Frei B. 2012. Inhibition of α-amylase and α-glucosidase activity by tea and grape seed extracts and their constituent catechins. J Agric Food Chem. 60(36): 8924– 8929 Yoe SK, Ewe JA. 2014. Effect of fermentation on the phytochemical contents and antioxidant properties of food plant. Di dalam: Holzapfel W, editor. Advances in Fermented Foods and Beverages:Improving Quality, Technologies and Health Benefits. Cambrige (UK): Woodhead Publishing Yeong BY, Basry AA, Puruhita A (Eds.). 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya (ID): Universitas Katolik Widya Mandala Yoshikawa M, Shimoda H, Nishida N, Takada M, Matsuda H. 2002. Salacia reticulata and its polyphenolic constituentswith lipase inhibitory and lipolytic activities have mild antiobesity effects in rats. J Nutr.132:18191824. Yoshiki Y, Kahara T, Okubo K, Sakabe T, Yamasaki T. 2001. Superoxide and 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl radical scavaging activities of soyasaponin βg related to gallic acid. Biosci Biotechnol Biochem. 65:2162-2165 Yuliana ND, Jahangir M, Korthout H, Choi YH, Kim HK, Verpoorte R. 2010. Comprehensive review on herbal medicine for energy intake suppression. Obes Rev. 12:499-514 Zielonka. 2003. Radical scavenging properties of genistein. Free Radic Biol Med. 35:958.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1 Hasil Uji Statistik pH Air dan Kedelai ANOVA pH Air Sebelum Perendaman Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
40.472 .001 40.473
Mean Square 2 6 8
F
20.236 .000
9.106E4
Sig. .000
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Pengasaman
N
1
Asidulan Asam Laktat Asidulan GDL Fermentasi Spontan Sig.
3 3 3
2
3
2.6067 2.8100 1.000
7.2033 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA pH Air Sesudah Perendaman Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
.340 .541 .881
Mean Square 2 15 17
.170 .036
F 4.714
Sig. .026
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Pengasaman
N
1
Asidulan Asam Laktat Asidulan GDL Fermentasi Spontan Sig.
6 6 6
2
4.1417 4.3133
4.3133 4.4783 .317
.290
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA pH Kedelai Sebelum Perendaman Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
.001 .001 .002
Mean Square 2 6 8
.001 .000
F 2.824
Sig. .137
ANOVA pH Kedelai Setelah Perendaman Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
1.712 .305 2.017
Df
Mean Square 2 15 17
pH Kedelai Setelah Perendaman
.856 .020
F 42.031
Sig. .000
43
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Pengasaman
N
Asidulan Asam Laktat Fermentasi Spontan Asidulan GDL Sig.
1 6 6 6
2
5.1033 5.3133 5.8367 1.000
.055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA pH Kedelai Setelah Rebus Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
.808 .431 1.240
Mean Square 2 15 17
.404 .029
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Pengasaman Asidulan Asam Laktat Fermentasi Spontan Asidulan GDL Sig.
N
1 6 6 6
2
5.1650
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
5.4967 5.6767 .191
F 14.054
Sig. .000
44
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik Proksimat Tempe dan Kedelai ANOVA Kadar Air (bb) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
14.188 4.043 18.232
Mean Square 2 6 8
F
7.094 .674
10.527
Sig. .011
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Pengasaman
N
Asidulan Asam Laktat Asidulan GDL Fermentasi Spontan Sig.
1 3 3 3
2
59.1164 59.2234 61.8318 1.000
.986
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Kadar Abu (bk) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
1.686 .004 1.690
Mean Square 3 4 7
F
.562 .001
591.665
Sig. .000
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel
N
Tempe N Tempe G Tempe L Kedelai Sig.
1 2 2 2 2
2
3
2.3133 2.9951 3.0710 1.000
.206
3.6052 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Kadar Protein (bk) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
32.771 .005 32.776
Mean Square 3 4 7
F
10.924 .001
9.066E3
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel Kedelai Tempe G Tempe L Tempe N Sig.
N
1 2 2 2 2
2
3
4
45.8414 48.0514 50.2265 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
51.0444 1.000
Sig. .000
45
ANOVA Kadar Lemak (bk) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
18.644 .011 18.654
Mean Square 3 4 7
F
6.215 .003
2.326E3
Sig. .000
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel
N
Kedelai Tempe G Tempe L Tempe N Sig.
1 2 2 2 2
2
3
4
23.1231 26.0180 26.6081 1.000
1.000
27.0250 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Kadar Karbohidrat (bk) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
77.185 .017 77.202
Mean Square 3 4 7
F
25.728 .004
6.146E3
Sig. .000
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel Tempe N Tempe L Tempe G Kedelai Sig.
N
1 2 2 2 2
2
3
4
19.6173 20.0945 22.9355 1.000
1.000
27.4303 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Daidzein dan Genistein Tempe dan Kedelai ANOVA Daidzein Kedelai dan Tempe Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups Within Groups
1321.474
3
440.491
.130
4
.033
Total
1321.605
7
F 1.351E4
Sig. .000
46
Daidzein Kedelai dan Tempe Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel
N
1
2
3
Kedelai
2
Tempe N
2
42.8350
Tempe L
2
42.8904
Tempe G
2
16.4412
50.1941
Sig.
1.000
.989
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Genistein Kedelai dan Tempe Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
1107.886
3
369.295
3.627
4
.907
Total
1111.513
7
Genistein Kedelai dan Tempe Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Sampel
N
1
2
Kedelai
2
Tempe L
2
41.8500
Tempe N
2
43.6579
Tempe G
2
45.5198
Sig.
16.6646
1.000
.060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F 407.233
Sig. .000
47
Lampiran 4 Hasil Uji Statistik Komponen Bioaktif Ekstrak Tempe dan Kedelai Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total Protein Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model Intercept Eks_Prot Sampel_Prot Eks_Prot * Sampel_Prot Error Total Corrected Total
27.341 33.717 12.688 6.484 8.169 .395 61.453 27.736
Mean Square 7 1 1 3 3 16 24 23
3.906 33.717 12.688 2.161 2.723 .025
F
Sig.
158.129 1.365E3 513.663 87.499 110.248
.000 .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .980) Total Protein Tukey HSD Subset Sampel
N
Kedelai Tempe L Tempe N Tempe G Sig.
1 6 6 6 6
2
3
4
.42 1.03 1.47 1.000
1.000
1.81 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .025.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total Saponin Source Corrected Model Intercept Eks_sap Sampel_sap Eks_sap * Sampel_sap Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df a
68655.950 255227.040 38220.250 16843.385 13592.315 4294.790 328177.780 72950.740
a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .890)
Mean Square 7 1 1 3 3 8 16 15
9807.993 255227.040 38220.250 5614.462 4530.772 536.849
F 18.270 475.417 71.194 10.458 8.440
Sig. .000 .000 .000 .004 .007
48
Total Saponin Tukey HSD Subset Sampel
N
Tempe G Tempe N Tempe L Kedelai Sig.
1 4 4 4 4
2
87.5250 1.1495E2 1.2565E2
1.2565E2 1.7708E2 .055
.171
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 536.849. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total Fenol Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model Intercept Ekstrak Sampel ekstrak * sampel Error Total Corrected Total
9.047 141.288 3.645 4.757 .645 .271 150.606 9.318
Mean Square 7 1 1 3 3 24 32 31
1.292 141.288 3.645 1.586 .215 .011
a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .962)
Total Fenol Tukey HSD Subset Sampel Kedelai Tempe N Tempe L Tempe G Sig.
N
1 8 8 8 8
2
3
1.4788 2.0838
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .011.
2.3900 2.4525 .648
F 114.265 1.249E4 322.269 140.181 19.014
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
49
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Daidzein Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
a
Corrected Model Intercept Eks_Daid Sampel_Daid Eks_Daid * Sampel_Daid Error Total Corrected Total
.245 .407 .169 .038 .038 .000 .652 .245
7 1 1 3 3 8 16 15
.035 .407 .169 .013 .013 1.281E-5
F
Sig.
2.727E3 3.179E4 1.317E4 985.956 987.530
.000 .000 .000 .000 .000
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)
Daidzein Tukey HSD Subset Sampel
N
Tempe G Kedelai Tempe L Tempe N Sig.
1 4 4 4 4
2
3
4
.1118 .1280 .1602 1.000
1.000
1.000
.2382 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.28E-005.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Genistein Source Corrected Model Intercept Eks_Gen Sampel_Gen Eks_Gen * Sampel_Gen Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df a
.137 .134 .084 .028 .024 .000 .271 .137
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)
Mean Square 7 1 1 3 3 8 16 15
.020 .134 .084 .009 .008 1.256E-5
F 1.554E3 1.065E4 6.683E3 751.448 648.018
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
50
Genistein Tukey HSD Subset Sampel
N
1
Tempe G Tempe L Kedelai Tempe N Sig.
4 4 4 4
2
3
4
.0465 .0750 .0840 1.000
1.000
1.000
.1602 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.26E-005.
Lampiran 5 Kurva Standar Sovine Serum Albumin (BSA) Kurva Standar BSA 0.7
Absorbansi
0.6 0.5 0.4
y = 0.1986x + 0.4104 R² = 0.9888
0.3 0.2 0.1 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi BSA (mg/mL)
Lampiran 6 Kurva Standar Saponin Kurva Standar Saponin 1.000 y = 0.1324x - 0.0237 R² = 0.9943
Absorbansi
0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0 -0.200
1
2
3
4
Konsentrasi Saponin (mg/mL)
5
6
51
Lampiran 7 Kurva Standar Asam Galat
Absorbansi
Standar Asam Galat 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
y = 0.0102x + 0.0153 R² = 0.9985
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Konsentrasi asam galat (ppm)
Lampiran 8 Kurva Standar Daidzein dan Genistein Kurva Standar Daidzein
Kurva Standar Genistein
350000 300000 Luas Area
Luas Area
250000 200000 150000 y = 30947x + 5354.3 R² = 0.9974
100000 50000 0 0
5
10
450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
y = 41700x + 2963.4 R² = 0.9997
0
15
5
10
15
Konsentrasi (ppm)
Konsentrasi (ppm)
Lampiran 9 Kurva Inhibisi Lipase dan Amilase Ekstrak Kurva Inhibisi Lipase Inhibisi Lipase dari Ekstrak Metanol 50%
Soybean, MeOH N Tempe, MeOH L Tempe, MeOH G Tempe, MeOH Log. (Soybean, MeOH) Log. (N Tempe, MeOH) Log. (L Tempe, MeOH) Log. (G Tempe, MeOH)
120
Enzyme activity (%)
100 80 60 40 20 0 -20
0
0.5
1
1.5
2
Extract concentration (mg/ mL)
2.5
3
52
100
Inhibisi Lipase dari Ekstrak Air Soybean, Water N Tempe, Water L Tempe, Water G Tempe, Water Log. (Soybean, Water) Log. (N Tempe, Water) Log. (L Tempe, Water) Log. (G Tempe, Water)
Enzyme activity (%)
80 60 40 20 0 0
0.5
1
-20
1.5
2
2.5
3
Extract concentration (mg/ mL)
Kurva Inhibisi Amilase 120
Inhibisi Amilase dari Ekstrak Metanol 50%
Enzyme activity (%)
100 80 60
N Tempe, MeOH L Tempe, MeOH G Tempe, MeOH Linear (N Tempe, MeOH) Linear (L Tempe, MeOH) Linear (G Tempe, MeOH)
40 20 0 0
10
20 30 Extract concentration (mg/ mL)
40
50
Inhibisi Amilase dari Ekstrak Air
120
Enzyme activity (%)
100 80 60
N Tempe, Water L Tempe, Water G Tempe, Water Linear (N Tempe, Water) Linear (L Tempe, Water) Linear (G Tempe, Water)
40 20 0 0
10
20 30 Extract concentration (mg/ mL)
40
50
53
Lampiran 10 Perhitungan EC50 Aktivitas Antioksidan dengan GraphPad Prism 6 Demo Ulangan 1 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(agonist) vs. normalized response -- Variable slope Best-fit values LogEC50
0.542
0.2998
0.127
0.1514
0.4101
0.5274
0.2745
0.2282
HillSlope
0.9244
1.663
1.823
1.709
0.6181
0.9427
1.281
1.312
3.483
1.994
1.34
1.417
2.571
3.368
1.882
1.691
LogEC50
0.028
0.03098
0.07178
0.04022
0.01268
0.02062
0.09485
0.06076
HillSlope
0.06917
0.2287
0.5323
0.2888
0.02229
0.06858
0.4557
0.3065
EC50 Std. Error
95% Confidence Intervals LogEC50
0.1862 to 0.8977
-0.09383 to 0.6934
-0.7851 to 1.039
-0.3597 to 0.6624
0.2490 to 0.5712
0.2655 to 0.7894
-0.9307 to 1.480
-0.5438 to 1.000
HillSlope
0.04557 to 1.803
-1.242 to 4.568
-4.941 to 8.587
-1.961 to 5.379
0.3349 to 0.9013
0.07130 to 1.814
-4.510 to 7.071
-2.582 to 5.207
EC50
1.535 to 7.901
0.8057 to 4.937
0.1640 to 10.94
0.4368 to 4.596
1.774 to 3.726
1.843 to 6.157
0.1173 to 30.18
0.2859 to 10.01
Goodness of Fit Degrees of Freedom
1
1
1
1
1
1
1
1
0.9957
0.9895
0.9575
0.9845
0.9988
0.9958
0.9179
0.9634
Absolute Sum of Squares
1.908
16.73
88.3
28.21
0.3253
2.593
103
45.12
Sy.x
1.381
4.09
9.397
5.312
0.5704
1.61
10.15
6.717
3
3
3
3
3
3
3
3
R square
Number of points Analyzed
53
54 54
Ulangan 2 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(agonist) vs. normalized response -- Variable slope Best-fit values LogEC50
0.4685
0.32
0.152
0.1576
0.5132
0.5551
0.2947
0.2058
HillSlope
1.694
1.541
1.771
1.812
0.7489
0.9729
1.45
1.394
EC50
2.941
2.09
1.419
1.437
3.26
3.59
1.971
1.606
LogEC50
0.02923
0.02974
0.05841
0.04346
0.03793
0.04495
0.03736
0.06252
HillSlope
0.2304
0.1984
0.4184
0.3413
0.07323
0.1529
0.211
0.3364
Std. Error
95% Confidence Intervals LogEC50
0.09718 to 0.8399
-0.05785 to 0.6979
-0.5902 to 0.8942
-0.3946 to 0.7097
0.03122 to 0.9951
-0.01614 to 1.126
-0.1800 to 0.7693
-0.5886 to 1.000
HillSlope
-1.234 to 4.622
-0.9798 to 4.062
-3.546 to 7.087
-2.524 to 6.148
-0.1816 to 1.679
-0.9694 to 2.915
-1.231 to 4.131
-2.880 to 5.669
EC50
1.251 to 6.917
0.8753 to 4.988
0.2569 to 7.839
0.4031 to 5.125
1.075 to 9.888
0.9635 to 13.37
0.6607 to 5.880
0.2579 to 10.01
Goodness of Fit Degrees of Freedom
1
1
1
1
1
1
1
1
0.9907
0.9901
0.9707
0.9821
0.9921
0.9808
0.9864
0.9626
Absolute Sum of Squares
8.685
13.77
57.66
35.45
2.844
12.18
19.29
51.28
Sy.x
2.947
3.711
7.593
5.954
1.687
3.49
4.392
7.161
3
3
3
3
3
3
3
3
R square
Number of points Analyzed
55
Ulangan 3 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(agonist) vs. normalized response -- Variable slope Best-fit values LogEC50
0.3893
0.2713
0.08254
0.07275
0.7859
0.5971
0.3335
0.26
HillSlope
1.039
1.712
1.786
1.763
0.74
1.147
1.374
1.359
EC50
2.451
1.868
1.209
1.182
6.108
3.955
2.155
1.82
LogEC50
0.02308
0.05939
0.05771
0.04541
0.0878
0.04262
0.03116
0.04579
HillSlope
0.08233
0.4492
0.417
0.3292
0.1133
0.1789
0.1676
0.2448
Std. Error
95% Confidence Intervals LogEC50
0.09600 to 0.6825
-0.4833 to 1.026
-0.6507 to 0.8158
-0.5042 to 0.6497
-0.3297 to 1.902
0.05562 to 1.139
-0.06242 to 0.7295
-0.3219 to 0.8419
HillSlope
-0.007379 to 2.085
-3.995 to 7.419
-3.513 to 7.084
-2.420 to 5.947
-0.6995 to 2.179
-1.126 to 3.421
-0.7550 to 3.503
-1.751 to 4.470
EC50
1.247 to 4.814
0.3286 to 10.61
0.2235 to 6.543
0.3132 to 4.464
0.4680 to 79.71
1.137 to 13.76
0.8661 to 5.364
0.4766 to 6.948
Goodness of Fit Degrees of Freedom R square Absolute Sum of Squares Sy.x
1
1
1
1
1
1
1
1
0.9953
0.9633
0.9716
0.9815
0.9809
0.9828
0.9901
0.9785
3.07
63.79
53.63
35.51
4.58
13.17
12.75
27.27
1.752
7.987
7.323
5.959
2.14
3.629
3.571
5.223
3
3
3
3
3
3
3
3
Number of points Analyzed
55
56
ANOVA dari EC50 Aktivitas Antioksidan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:EC50 antioksiddan Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
a
Corrected Model 1392.849 7 Intercept 7088.989 1 AO_ekstrak 59.704 1 AO_sampel 1326.709 3 AO_ekstrak * 6.436 3 AO_sampel Error 480.083 16 Total 8961.920 24 Corrected Total 1872.931 23 a. R Squared = .744 (Adjusted R Squared = .632)
F
Sig.
198.978 7088.989 59.704 442.236
6.631 236.259 1.990 14.739
.001 .000 .178 .000
2.145
.071
.974
30.005
EC50 antioksiddan Tukey HSD Subset Sampel AO
N
1
2
L Tempe
6
9.9045
G Tempe
6
12.8342
N Tempe
6
16.6211
Kedelai
6
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 30.005.
29.3860 .188
1.000
57
Lampiran 11 Perhitungan IC50 Inhibisi Lipase dengan GraphPad Prism 6 Demo Ulangan 1 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(inhibitor) vs. normalized response -- Variable slope Best-fit values LogIC50
-0.8583
-1.079
-0.4077
-0.5479
-2.158
-1.801
-2.057
-1.781
HillSlope
-1.327
-1.649
-0.6977
-0.5639
-0.6749
-5.398
-0.8056
-1.677
IC50
0.1386
0.08339
0.3911
0.2832
0.006953
0.01581
0.00877
0.01656
LogIC50
0.07886
0.04141
0.05961
0.08247
0.1155
0.05041
0.1586
0.08718
HillSlope
0.2899
0.235
0.09119
0.08683
0.1253
2.239
0.2227
0.9378
Std. Error
95% Confidence Intervals LogIC50
-1.051 to -0.6653
-1.180 to -0.9776
-0.5732 to -0.2421
-0.7599 to -0.3359
-2.455 to -1.861
-1.961 to -1.641
-2.445 to -1.669
-2.156 to -1.406
HillSlope
-2.037 to -0.6180
-2.224 to -1.074
-0.9509 to -0.4445
-0.7871 to -0.3406
-0.9971 to -0.3528
-12.52 to 1.728
-1.351 to -0.2606
-5.712 to 2.358
IC50
0.08887 to 0.2161
0.06604 to 0.1053
0.2672 to 0.5726
0.1738 to 0.4615
0.003510 to 0.01377
0.01093 to 0.02288
0.003588 to 0.02143
0.006982 to 0.03929
Goodness of Fit Degrees of Freedom R square
6
6
4
5
5
3
6
2
0.9141
0.9814
0.965
0.9277
0.9396
0.9212
0.8642
0.9007
Absolute Sum of Squares
668.1
200
96.92
179.2
227
316.4
906.9
235.3
Sy.x
10.55
5.774
4.922
5.987
6.737
10.27
12.29
10.85
8
8
6
7
7
5
8
4
Number of points Analyzed
57
58
58
Ulangan 2 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(inhibitor) vs. normalized response -- Variable slope Best-fit values LogIC50
-0.9844
-1.371
-0.5183
-0.9295
-2.707
-1.789
-1.818
-2.174
HillSlope
-1.215
-1.22
-0.4967
-0.5589
-0.5744
-4.811
-1.093
-0.5273
IC50
0.1037
0.04255
0.3032
0.1176
0.001965
0.01625
0.0152
0.006696
LogIC50
0.09761
0.05515
0.08076
0.1209
0.1372
0.03253
0.1268
0.5307
HillSlope
0.3009
0.1753
0.07486
0.1022
0.09414
1.152
0.3428
0.3922
Std. Error
95% Confidence Intervals LogIC50
-1.223 to -0.7455
-1.506 to -1.236
-0.7425 to -0.2941
-1.240 to -0.6188
-3.059 to -2.354
-1.893 to -1.686
-2.128 to -1.508
-4.458 to 0.1094
HillSlope
-1.951 to -0.4784
-1.649 to -0.7915
-0.7045 to -0.2888
-0.8217 to -0.2961
-0.8164 to -0.3324
-8.476 to -1.146
-1.932 to -0.2538
-2.215 to 1.160
IC50
0.05981 to 0.1797
0.03119 to 0.05806
0.1809 to 0.5081
0.05752 to 0.2406
0.0008721 to 0.004426
0.01280 to 0.02062
0.007442 to 0.03107
3.485e-005 to 1.287
Goodness of Fit Degrees of Freedom
6
6
4
5
5
3
6
2
0.8819
0.9671
0.9389
0.8979
0.943
0.9672
0.9025
0.6283
Absolute Sum of Squares
842.1
238.3
103.2
255
99.36
141.2
845.1
399.7
Sy.x
11.85
6.303
5.079
7.141
4.458
6.861
11.87
14.14
8
8
6
7
7
5
8
4
R square
Number of points Analyzed
59
ANOVA dari IC50 Inhibisi Lipase Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:IC50 Inhibisi Lipase Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
a
Corrected Model 83.712 7 Intercept 100.323 1 ekstrak 67.259 1 sampel 6.047 3 ekstrak * sampel 10.406 3 Error 14.287 8 Total 198.323 16 Corrected Total 98.000 15 a. R Squared = .854 (Adjusted R Squared = .727)
11.959 100.323 67.259 2.016 3.469 1.786
F
Sig.
6.696 56.174 37.661 1.129 1.942
.008 .000 .000 .394 .201
IC50 Inhibisi Lipase Tukey HSD Subset Sampel
N
N Tempe Kedelai G Tempe L Tempe Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.786.
1 4 4 4 4
1.6351 2.2541 2.8789 3.2481 .380
60
60
Lampiran 12 Perhitungan IC50 Inhibisi Amilase dengan GraphPad Prism 6 Demo Ulangan 1 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(inhibitor) vs. normalized response -Variable slope
Not converged
Best-fit values LogIC50
1.777
1.36
1.566
1.508
1.513
1.552
1.658
HillSlope
-3.354
-2.032
-3.759
-3.878
-9.224
-2.161
-5.898
59.9
22.9
36.83
32.19
32.55
35.62
45.46
LogIC50
0.1723
0.0366
0.01942
0.01732
0.01123
0.04202
0.02304
HillSlope
2.515
0.4683
0.8008
0.7766
2.075
0.6902
1.454
IC50 Std. Error
95% Confidence Intervals LogIC50
1.356 to 2.199
1.270 to 1.449
1.519 to 1.614
1.465 to 1.550
1.484 to 1.541
1.444 to 1.660
1.598 to 1.717
HillSlope
-9.507 to 2.799
-3.178 to -0.8862
-5.718 to -1.799
-5.778 to -1.977
-14.56 to -3.891
-3.935 to -0.3867
-9.636 to -2.160
IC50
22.69 to 158.2
18.63 to 28.14
33.01 to 41.08
29.19 to 35.49
30.46 to 34.79
27.78 to 45.68
39.66 to 52.10
Goodness of Fit Degrees of Freedom
6
6
6
6
5
5
5
0.5842
0.9523
0.9405
0.9436
0.9622
0.8875
0.9258
Absolute Sum of Squares
395.9
417.7
248.7
305
328.5
408.8
75.47
Sy.x
8.123
8.343
6.439
7.13
8.106
9.042
3.885
8
8
8
8
7
7
7
R square
Number of points Analyzed
6
61
Ulangan 2 MeOH-Soybean
MeOH-Tempe N
MeOH-Tempe L
MeOH-Tempe G
Water-Soybean
Water-Tempe N
Water-Tempe L
Water-Tempe G
log(inhibitor) vs. normalized response -- Variable slope
Ambiguous
Best-fit values LogIC50
2.198
1.347
1.565
1.467
~ 1.097
1.496
1.562
1.708
HillSlope
-1.184
-2.044
-2.834
-4.42
~ -12.44
-10.86
-3.618
-2.92
157.6
22.24
36.72
29.33
~ 12.51
31.35
36.48
51.05
LogIC50
0.4591
0.03637
0.03524
0.0231
~ 306.0
0.01262
0.03087
0.07269
HillSlope
0.7634
0.4534
0.8949
1.189
~ 39072
3.099
1.2
1.136
IC50 Std. Error
95% Confidence Intervals LogIC50
1.074 to 3.321
1.258 to 1.436
1.479 to 1.651
1.411 to 1.524
(Very wide)
1.464 to 1.529
1.483 to 1.641
1.521 to 1.895
HillSlope
-3.052 to 0.6838
-3.153 to -0.9341
-5.024 to -0.6442
-7.330 to -1.509
(Very wide)
-18.83 to -2.892
-6.703 to -0.5329
0.0004141
IC50
11.87 to 2093
18.12 to 27.30
30.11 to 44.79
25.75 to 33.41
(Very wide)
29.09 to 33.78
30.39 to 43.80
33.20 to 78.50
-5.841 to
Goodness of Fit Degrees of Freedom
6
6
6
6
4
5
5
5
0.6748
0.9542
0.8969
0.9257
0.5614
0.9517
0.8794
0.8378
Absolute Sum of Squares
165.3
397.7
495.7
662
24.46
478.7
510
230.1
Sy.x
5.248
8.142
9.09
10.5
2.473
9.784
10.1
6.783
8
8
8
8
6
7
7
7
R square
Number of points Analyzed
61
62
ANOVA dari IC50 Inhibisi Amilase Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:IC50 inhibisi amilase Type III Sum of Squares
Source
df a
Mean Square
Corrected Model 9.126E7 7 1.304E7 Intercept 6.702E7 1 6.702E7 ekstrak 5869184.570 1 5869184.570 sampel 6.857E7 3 2.286E7 ekstrak * sampel 1.682E7 3 5606719.481 Error 4265670.416 8 533208.802 Total 1.625E8 16 Corrected Total 9.553E7 15 a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .916)
IC50 inhibisi amilase Tukey HSD Subset Sampel
N
1
2
L Tempe 4 6.1186E2 N Tempe 4 9.7315E2 G Tempe 4 9.7842E2 Kedelai 4 5.6231E3 Sig. .890 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 533208.802.
F 24.451 125.691 11.007 42.868 10.515
Sig. .000 .000 .011 .000 .004
63
Lampiran 13 Perhitungan Korelasi Pearson. Correlations IC50 Inhibisi Lipase IC50 Inhibisi Pearson Lipase Correlation
IC50 Inhibisi EC50 Total Amilase Antioksidan Fenol
IC50 Inhibisi Pearson Amilase Correlation Sig. (2-tailed) N EC50 Antioksidan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Total Fenol
-.310
.738
*
-.588
.519
.618
.495
.601
.455
.037
.125
.187
.103
.212
8
8
8
8
8
8
8
8
-.220
1
**
-.640
-.314
.012
-.238
-.192
.006
.087
.449
.977
.571
.648
8
8
8
8
8
8
8
**
1
-.827
*
-.192
.243
-.257
-.125
.011
.649
.562
.539
.769
-.310
.859
.455
.006
8
8
8
8
8
8
8
8
.738
-.640
-.827
*
1
-.209
.035
.576
.415
Sig. (2-tailed)
.037
.087
.011
.620
.934
.135
.307
8
8
8
8
8
8
8
8
-.588
-.314
-.192
-.209
1
-.623
-.653
-.603
.125
.449
.649
.620
.099
.079
.114
8
8
8
8
8
8
8
8
Pearson Correlation
.519
.012
.243
.035
-.623
1
.563
.644
Sig. (2-tailed)
.187
.977
.562
.934
.099
.146
.085
8
8
8
8
8
8
8
8
Pearson Correlation
.618
-.238
-.257
.576
-.653
.563
1
Sig. (2-tailed)
.103
.571
.539
.135
.079
.146
8
8
8
8
8
8
Pearson Correlation
.495
-.192
-.125
.415
-.603
.644
Sig. (2-tailed)
.212
.648
.769
.307
.114
.085
.000
8
8
8
8
8
8
8
Sig. (2-tailed) N
N
N Genistein
8
*
N
Daidzein
.601
.859
Pearson Correlation
Total Protein Pearson Terlarut Correlation
Total Saponin
Total Saponin Daidzein Genistein
-.220
1
Sig. (2-tailed) N
Total Protein Terlarut
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.974
**
.000 8
8
**
1
.974
8
64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gresik, 11 Juni 1990 dari Ayahanda Mardi Wiyono dan Ibunda Siti Halimah dan memiliki seorang adik bernama Yanu Rahmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Gresik dan melanjutkan studi S1 di IPB tahun 2008. Gelar Sarjana Teknologi Pertanian didapatkan penulis pada November 2012 dengan menempuh pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan master LPDP dalam negeri untuk program studi Ilmu Pangan di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis aktif kegiatan kemahasiswaan pascasarjana di Bogor Science Club (BSC) pada tahun 2013-2014 dan Forum Mahasiswa Ilmu Pangan (Formasip) periode 2014-2015. Penulis dan tim sejurusan menjadi juara pertama pada kegiatan Graduate Student-IPB English Debate, dengan tema How to Survive in Extreme Climate Change pada 18 Mei 2014. Penulis berkesempatan mengikuti berbagai seminar internasional seperti The 13th ASEAN Food Conference, Singapore 9-11 September 2013 dan 1st Joint ACS AGFD- ACS ICSCT Symposium Thailand, March 4-5, 2014. Kesempatan pertukaran pelajar juga didapatkan penulis selama masa perkuliahan pascasarjana melaui program PARE Hokkaido University dan IPB pada periode Agustus 2014 s.d Maret 2015. Tesis ini merupakan salah satu bagian dari keluaran program yang juga dibimbing oleh supervisor Prof Jun Kawabata dan Dr Eisuke Kato dari Food Biochemistry Laboratory, Graduate School of Agriculture Hokkaido University, Jepang. Penelitian ini telah dipresentasikan di Seminar Nasional Pangan Fungsional dan Kick Off P3FNI pada 12 Desember 2015 di Yogyakarta dan Seminar Nasional memperingati Hari Tempe Nasional pada 28 Mei 2016 di Bandar Lampung. Publikasi berupa review “KOMPONEN BIOAKTIF PADA TEMPE YANG BERPERAN DALAM PENANGANAN OBESITAS” dengan penulis Yunita Siti Mardhiyyah, C. Hanny Wijaya, dan Made Astawan akan direncanakan terbit pada Jurnal Gizi dan Pangan Volume 11, No. 2, Juli 2016.
Terakhir, penulis aktif dalam kegiatan penelitian teh hijau Jepang yang diadakan oleh Seafast IPB dengan Suntory-Chikaku Research Center UC Davis sejak Oktober 2015 sampai Juni 2016. e-mail:
[email protected]