Detoksifikasi Umbi Gadung dengan Pemanasan dan Pengasaman (Syafi’i, dkk.)
DETOKSIFIKASI UMBI GADUNG (Dioscorea hispida denst) DENGAN PEMANASAN DAN PENGASAMAN PADA PEMBUATAN TEPUNG
Detoxification of Gadung Tuber (Dioscorea (Dioscorea Hispida denst) denst) and Acidification by Heating a nd Acidi fication in Flour Processing Imam Syafi’i, Harijono*, Erryana Martati Jurusan Teknologi Hasil Pertanian–Fak. Teknologi Pertanian–Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang *Penulis korespondensi, email:
[email protected]
ABSTRACT Gadung (Dioscorea hispida dennst) is a starchy tuber that contains poisoneous compounds, which is cyanide compound. Therefore its diversification products are limited. Only crispy fried chip of gadung product is found in the market. Proper processing should be developed to eliminate the poisoneous compounds and to produce gadung flour which has many applications. The aim of this research was to find out an optimum pH and duration of heating to eliminate poisoneous compounds in fresh gadung in flour making process. It was suggested that heating and ph adjustment could activate endogenous enzymes that responsible for hydrolysis of cyanide compounds into free cyanide. This research used Randomized Block Design with 2 factors. The first factor was pH (4; 4.5; and 5), and the second factors was incubation time at 450C for 1, 3, and 5 hours. The result showed that incubation time and pH gave significant effect (α = 0.05) on gadung flour. Incubation time gave significant effect on moisture content, cyanide content, flour yield, sugar total content, hygroscopicity, and ash content. Meanwhile, pH value gave significant effect on cyanide and fiber content. Interaction of the two treatments gave significant differences effect on cyanide content. The best treatment based on physicochemical parameter of gadung flour was 5 hours of incubation and pH 5. It had flour characteristics as follows: 11.26% of moisture content; 19.95 ppm of cyanide content; 67.2% of starch content; 5.35% of sugar total content; 1.85% of fiber content; 3.66% of ash content; 2.59% of hygroscopicity; 9.9% of yield, and 74.91% of brightness value Keywords: yams flour, cyanide acid, endogenous enzyme PENDAHULUAN
senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan. Permasalahan mendasar pada umbi gadung adalah pemanfaatan yang terbatas pada beberapa produk olahan seperti keripik atau beras gadung. Hal ini disebabkan oleh kandungan racun yang berupa senyawa glikosida sianogenik, alkaloid dioscorin dan dehydrodioscorin, dan senyawa pahit yang terdiri dari saponin dan sapogenin (Webster et al., 1984). Akan tetapi, saat ini dioscorin,
Gadung (Dioscorea hispida dennst) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang tergolong dalam famili Dioscoreaceae. Tanaman ini seperti halnya jenis umbi yang lain mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga umbi gadung sangat potensial sebagai sumber karbohidrat non beras. Meski kandungan karbohidratnya tinggi umbi gadung juga mengandung beberapa
62
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1
(April 2009) 62 - 68
saponin dan turunannya sapogenin telah mendapat perhatian khusus karena merupakan senyawa yang berpotensi sebagai obat (Sautour et al., 2007). Gadung sebagai bagian dari keluarga Dioscorea mengandung sianida yang beracun. Akibatnya masyarakat takut untuk mengkonsumsi mengkonsumsi umbi gaung. Glukosida sianogenik merupakan prekursor sianida pada gadung (Svasty, 1999), sehingga bila terpecah secara sempurna akan menjadi sianida bebas yang berbahaya bagi kesehatan. Salah satu alternatif pengolahan umbi gadung adalah mengolahnya menjadi tepung gadung dengan pengolahan tertentu sehingga kadar sianida yang ada sesuai dengan batas kandungan yang masih aman untuk dikonsumsi. Pada beberapa golongan umbiumbian seperti pada ubi kayu terdapat senyawa glukosida sianogenik yaitu linamarin, senyawa ini akan dirombak oleh enzim endogenus yaitu linamarase menjadi sianida bebas jika umbi mengalami perusakan jaringan (Svasty, 1999). Pada umbi gadung terdapat juga senyawa glukosida sianogenik yang merupakan prekursor sianida dan beberapa golongan enzim endogenus seperti β-glukosidase, liase, dan oxinitrilase (Sautour et al., 2007). Menurut Svasty (1999), Enzim βglukosidase pada berbagai umbi-umbian mempunyai kisaran pH optimum pada pH o 0 4 sampai 6 dan suhu antara 40 C-50 C (Svasty, 1999). Apabila umbi gadung mengalami perusakan jaringan karena proses pengirisan atau penghancuran maka akan terjadi kontak antara substrat dengan enzim endogenus yang menyebabkan substrat mengalami perombakan menjadi senyawa sianida bebas yang mudah menguap dan larut dalam air. Didalam umbi gadung terdapat senyawa racun yaitu glukosida sianogenik yang senyawa ini bisa dihidrolisis oleh enzim β-glukosidase menjadi glikon serta
aglikon, reaksi selanjutnya aglikon dipecah melalui proses hidroksinitril oleh enzim liase akan menjadi asam sianida bebas dan senyawa aldehid atau keton. Untuk memberikan kondisi yang tepat bagi enzim maupun reaksi-reaksi hidrolisis senyawa racun lain maka perlu dilakukan pengaturan pH dengan menambahkan larutan asam. Larutan asam yang ditambahkan sebaiknya yang relatif aman dan tidak menimbulkan efek buruk bagi kesehatan. Asam sitrat (C6H8O7) merupakan golongan asam yang aman bagi tubuh karena bisa dimetabolisme oleh tubuh sehingga banyak digunakan dalam pengendalian pH pada makanan atau minuman ringan (Anonymous, 2007).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung yang diperoleh di Desa Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, asam sitrat, dan natrium bikarbonat, pereaksi anthrone, NaOH, asam sulfat, HCl, iodin, etanol, dan HgO (p.a.). Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk pembuatan tepung, peralatan gelas, pH meter, colour reader, dan spektrofotometer. Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pemarutan Umbi gadung segar dipilih, dibersihkan, dicuci, dikupas, kemudian diparut. Pemarutan bertujuan untuk memperkecil ukuran sehingga mempermudah proses pemisahan. 2. Pengaturan pH Pengaturan pH bahan dilakukan dengan menambahkan larutan asam sitrat 50%(b/v) sampai dicapai pH 4, 4,5, 5. 3. Pemanasan
63
Detoksifikasi Umbi Gadung dengan Pemanasan dan Pengasaman (Syafi’i, dkk.)
Proses pemanasan dilakukan dengan memasukkan puree gadung kedalam 0 penangas air pada suhu 45 C selama 1, 3, 5 jam. 4. Penetralan Proses penetralan dilakukan dengan menambahkan Natrium bikarbonat sampai pH menjadi 7. 5. Pemisahan Proses pemisahan dilakukan dengan menyaring puree umbi gadung dengan menggunakan kain saring sehingga diperoleh bahan yang terpisah dengan air. 6. Pengeringan dan Penggilingan Pengeringan dalam oven dengan suhu 0 Penggilingan 60 C selama 6 jam. dilakukan menggunakan alat penepung.
Karakteristik Umbi Gadung Karakteristik umbi gadung dapat dilihat pada Tabel 1.
segar
Tabel 1. Karakteristik umbi gadung Parameter
Komposisi
Literatur
Kadar Air
61,5%
63%
a
Pati
30,9%
32%
a
Serat
1,3%
0,98%
a
Abu
1,1%
1,2%
a
2,45%
2,1%
a
Total gula Kadar sianida Keterangan :
a
50-400 b ppm
362 ppm
Suismono (1994) dan
b
Sibuea (2002)
Kadar air tepung gadung Rerata kadar air tepung umbi gadung berkisar antara 11,26-12,34% (Gambar 1).
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor 1 adalah pengaturan pH bahan yaitu 4, 4,5 dan 5 dan faktor 2 adalah lama pemanasan yaitu 1, 3, 5 jam
K ad ar A ir (% )
13,00 12,50 12,00 11,50 11,00 10,50 10,00 1
Analisa data Metode yang digunakan untuk analisis kadar air metode termogravimetri (AOAC dalam Sudarmadji dkk., 1989), asam sianida (HCN) metode Alkali-Pikrat (Haque dan Bradbury, 2003), total gula (metode Anthrone dalam Sudarmadji, dkk, 1989), kadar serat (AOAC dalam Sudarmadji dkk, 1989), kadar pati (AOAC dalam Sudarmadji dkk, 1989). kadar abu (AOAC dalam Sudarmadji dkk, 1989), rendemen, analisis warna, dan pemilihan perlakuan terbaik metode Multiple Atribute (Zeleny, 1982) Data hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA. Bila terdapat interaksi yang nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT dan DMRT pada selang kepercayaan 5%. Perlakuan terbaik ditentukan menggunakan metode Zeleny.
3
5
Lama Pemanasan (Jam) pH 4
pH 4.5
pH 5
Gambar 1. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap kadar air tepung Kadar air tepung gadung semakin menurun dengan semakin meningkatnya lama pemanasan. Penurunan disebabkan selama pemanasan puree gadung berlangsung terjadi pelunakan tekstur sehingga diduga ikatan antar molekul air dengan berbagai komponen lainnya pada bahan menjadi lebih lemah atau lebih mudah putus. Akibatnya pada saat pengeringan, air dapat dengan mudah teruapkan. Winarno (2004) mengatakan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka molekul-molekul air yang terdapat pada jaringan, membran, ataupun kapiler pada tanaman akan mudah keluar karena dinding jaringan akan mengalami perenggangan atau pengembangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
64
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1
(April 2009) 62 - 68
sehingga kekuatan ikatan molekul air menurun.
lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 3.
Kadar sianida tepung gadung Kadar sianida terendah diperoleh pada perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam (19,948 ppm) dan tertinggi (82,350 ppm) pada pH 4 dan lama pemanasan 1 jam. Kadar sianida tepung gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 2.
K a d a r Pat i (% )
72,00 70,00 68,00 66,00 64,00 62,00 1
3
pH 4
pH 4.5
pH 5
Gambar 3. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap kadar pati tepung
100,00 Kadar HCN (ppm)
5
Lama Pemanasan (Jam)
80,00 60,00
Penurunan kadar pati dengan semakin lama waktu pemanasan terjadi karena pada proses pemanasan terjadi transfer energi panas. Akibatnya ikatan antar glukosa dalam molekul pati akan merenggang dan dengan waktu yang semakin lama terjadi pemecahan pati menjadi gula-gula sederhana seperti maltosa dan glukosa. Menurut Winarno (2004), pemanasan berpengaruh pada pemecahan pati oleh beberapa enzim endogen seperti β-amilase, ά-amilase, atau fosforilase. Semakin lama pemanasan maka semakin aktif pula enzim bekerja sehingga semakin banyak pati yang terombak menjadi senyawa monosakarida.
40,00 20,00 0,00 1
3
5
Lam a Pem anasan (Jam ) pH 4
pH 4.5
pH 5
Gambar 2. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap kadar sianida tepung Penurunan kadar sianida diduga disebabkan kondisi pH 5 merupakan kondisi optimum enzim β-glukosidase untuk merombak senyawa glikosida sianogenat menjadi senyawa asam sianida bebas melalui proses hidrolisis. Asam sianida bebas yang telah terbentuk mudah dihilangkan melalui proses pemerasan atau pengeringan karena dalam kondisi bebas asam sianida mudah larut dan menguap. Asam sianida merupakan senyawa racun yang mudah menguap, tidak berwarna dan sangat larut dalam air.
Kadar total total gula tepung Kadar total gula tertinggi (5,35 %) diperoleh pada perlakuan lama pemanasan 5 jam dengan pH bahan 5 dan terendah (4,66 %) pada perlakuan lama pemanasan 1 jam dan pH bahan 4. Kadar total gula tepung umbi gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 4.
Kadar pati tepung gadung Kadar pati tertinggi diperoleh pada perlakuan lama waktu pemanasan 1 jam dengan perlakuan pH 4, yaitu sebesar 70,46%. Kadar pati terendah diperoleh dari perlakuan lama pemanasan 3 jam dan pH 5 sebesar 65,3%. Kadar pati tepung gadung akibat perlakuan pH bahan dan
T o t a l G u la (% )
5,40
65
5,20 5,00 4,80 4,60 4,40 4,20 1
3
5
Lama Pemanasan (Jam) pH 4
pH 4.5
pH 5
Detoksifikasi Umbi Gadung dengan Pemanasan dan Pengasaman (Syafi’i, dkk.)
kandungan serat akan larut pada kondisi asam dibandingkan pada kondisi basa sehingga dalam proses akan mudah kehilangan serat pada kondisi asam (Suharto, 1991). Gambar 4. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap total gula tepung
Kadar abu tepung gadung Kadar abu tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pH 4 dan lama pemanasan 1 jam yaitu sebesar 3,78% dan terendah pada perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam sebesar 3,66%. Kadar abu tepung gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 6.
Kecenderungan kadar total gula tepung gadung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pH bahan dan lama pemanasan. Semakin lama pemanasan maka semakin banyak kandungan pati yang dirombak oleh enzim α-amilase menjadi gula-gula sederhana. Kadar serat tepung gadung gadung Kadar serat tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam yaitu sebesar 1,85% dan terendah pada perlakuan pH 4 dan lama pemanasan 1 jam sebesar 1,73%. Kadar serat tepung gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 5.
K ad ar A b u (% )
3,80
3,70 3,65 3,60 3,55 1
3
5
Lama Pem anasan (Jam) pH 4
pH 4.5
pH 5
Gambar 6. Pengaruh lama pemanasan dalam suasana asam terhadap kadar abu tepung
1,90 K a d a r S e ra t ( % )
3,75
1,85
Penurunan kadar abu disebabkan pada perlakuan pemanasan puree umbi gadung menyebabkan air terbebaskan semakin banyak. Akibatnya mineralmineral larut bersama air. Menurut Suismono (1998), penurunan kadar abu dalam bahan berbasis tepung disebabkan oleh beberapa perlakuan selama pengolahan seperti pemerasan atau pengepresan yang menyebabkan mineral akan keluar bersama air perasan.
1,80 1,75 1,70 1,65 1
3
5
Lama Pemanasan (Jam) pH 4
pH 4.5
pH 5
Gambar 5. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap kadar serat tepung Kadar serat meningkat dengan semakin lamanya pemanasan dan meningkatnya pH bahan. Peningkatan yang terjadi diduga karena serat merupakan zat yang dapat menyerap air serta dapat larut dalam senyawa asam. Serat kasar mengandung sellulose, lignin dan zat-zat lain yang belum diidentifikasi secara pasti dan sebagian besar
Daya serap uap air (higroskopisitas) Daya serap uap air (higroskopisitas) tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam yaitu sebesar 3,5% dan terendah pada perlakuan pH 4 dan lama pemanasan 1 jam sebesar 259%. Daya serap uap air tepung gadung akibat perlakuan pH bahan
66
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1
(April 2009) 62 - 68
R end em en (% )
10,00
4,00 3,00
9,80 9,60 9,40 9,20 9,00
2,00
1
1,00
3
5
Lam a Pem anasan (Jam)
0,00 1
3
pH 4
5
Lam a Pem anasan (Jam ) pH 4
pH 4.5
pH 4.5
ph 5
Gambar 8. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap rendemen tepung
pH 5
Gambar 7. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap higroskopisitas tepung
Rendemen yang rendah yang dihasilkan pada pembuatan tepung gadung disebabkan kadar air umbi sagar yang tinggi. Menurut Suismono(1998), pada proses pembuatan tepung, perlakuan pemerasan atau pengepresan untuk mengeluarkan air akan menurunkan rendemen yang berakibat pada rendahnya berat tepung yang dihasilkan.
Higroskopisitas tepung gadung semakin meningkat dengan semakin lamanya pemanasan. Peningkatan higroskopisitas disebabkan pemanasan menyebabkan granula pati terisi oleh air karena energi kinetik dari molekul hidrogen lebih besar sehingga terbentuk rongga-rongga yang berisi air. Pada proses pengeringan air menguap, mengakibatkan higroskopisitas meningkat. Menurut Winarno (2004), bila pati terkena air dingin maka granula pati akan menyerap air dan mengalami pembengkakan sebesar 30%, tetapi bila dipanaskan pada suhu 450-550C maka pembengkakan sampai 60%. Pada saat dikeringkan terbentuk rongga-rongaa dalam granula pati yang ditinggalkan oleh molekul air. Rongga-rongga ini masih mempunyai kemampuan untuk menyerap air dalam jumlah besar.
Kecerahan tepung gadung Nilai kecerahan (L*) tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pH 4,5 dan lama pemanasan 3 jam yaitu sebesar 74,83 dan terendah pada perlakuan pH 4 dan lama pemanasan 1 jam sebesar 74,1. Nilai kecerahan tepung umbi gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 9. Hasil analisa ragam menunjukkan nilai kecerahan tepung gadung akibat perlakuan pemanasan dan pH bahan tidak berbeda nyata, demikian juga interaksi antara keduanya. Nilai L* menyatakan tingkat gelap terang, dengan kisaran nilai 0–100. Nilai 0 menyatakan warna hitam atau sangat gelap, sedangkan nilai 100 menyatakan warna putih. Hal ini disebabkan pada perlakuan pemanasan digunakan suhu yang relatif rendah 0 (±45 C) sehingga tidak terjadi perubahan warna tepung akibat proses pencoklatan.
Rendemen Rendemen tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pH 4 dan lama pemanasan 1 jam yaitu sebesar 9,9% dan terendah pada perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam sebesar 9,41%. Penurunan rendemen tepung umbi gadung akibat perlakuan pH bahan dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 8.
76,00
67
N ila i k e c e ra h an
H ig ro sko p isitas (% )
dan lama pemanasan ditunjukan pada Gambar 7.
75,00 74,00 73,00 72,00 1
3
5
Lama Pemanasan (Jam) pH 4
pH 4.5
pH 5
Detoksifikasi Umbi Gadung dengan Pemanasan dan Pengasaman (Syafi’i, dkk.)
simultan. Seminar Teknologi Tepat Guna Terhadap IPTEK dan SDM dalam rangka menyongsong ekonomi daerah. Unibraw. Malang Sautour, M., A. C. Mitaine-Offer, and M.A. Lacaille-Dubois. 2007. The Dioscorea genus: a review of bioactive steroid saponins. J Nat Med. 61: 91–101 Sibuea, P. 2002. Pemanfaatan Umbi Gadung. http://Gizi. Net/Tak ada beras makan gadung/artikel.Tanggal akses 18 Maret 2007 Sudarmadji, S.B., Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. PT. Liberty, Yogyakarta Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Suismono. P.1998. Kajian teknologi pembuatan tepung gadung dan evaluasi sifat fisikokimianya. PATPI. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta Svasty, M.R. 1999. Characterization of a Novel Ratenoid β-glukosidase Enzyme and its Natural Substrat. Chulabhorn Research Institute. Bangkok. Thailand Webster, J., W. Beck, and B. Tenai. 1984. Toxicity and bitterness in Australian Dioscorea bulbifera L and Dioscorea hispida denst from Thailand. J. Agric. Food Chem. 32: 1087-1090 Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak. UMM. Press, Yogyakarta Widowati, A. 1998. Evaluasi Sifat FisikoKimia Tepung Tape Ubi Kayu. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Yogyakarta Winarno, F.G. 2004. Winarno Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc. Graw Hill, New York
Gambar 9. Pengaruh pemanasan dalam suasana asam terhadap tingkat kecerahan tepung PerlakuanTerbaik Perlakuan terbaik berdasarkan karakteristik fisikokima ditentukan melalui metode Multiple Attribute. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan dengan pH 5 dan pemanasan 5 jam dengan karakteristik sebagai berikut: kadar sianida 19,948 ppm; kadar air 11,26%; kadar pati 70,43%; kadar total gula 5,35%; kadar abu 3,65%; rendemen 9,9%; daya serap air (higroskopisitas) 2,59%; dan kecerahan (L*) 74,91%. KESIMPULAN Kombinasi perlakuan pH 5 dan lama pemanasan 5 jam merupakan kondisi yang optimal dalam pembuatan tepung gadung (Dioscorea hispida) karena produk yang dihasilkan mempunyai kandungan HCN terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2007. Asam Sitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/asam -sitrat. Tanggal akses 18 Maret 2007 Pambayaun R., U. Rasidah, dan Kurniawati. 2000. Pengaturan waktu dan laju sirkulasi larutan garam untuk detoksifikasi HCN pada pengolahan kripik gadung dengan metode kupas iris secara
68