OPTIMASI PENURUNAN HCN PADA UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst) DENGAN PERENDAMAN AIR KAPUR OPTIMIZATION HCN REDUCTION IN Dioscorea hispida Dennst USING LIME SOLUTION Devi Liana Rosa 1)*, Nur Hidayat2), Wignyanto2) Jurusan Teknologi Industri Pertanian – FTP – Universitas Brawijaya 2)Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian – FTP – Universitas Brawijaya *
[email protected] 1)Alumni
Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan solusi optimal dari kedua faktor yaitu konsentrasi Ca(OH)2 dan waktu perendaman. Rancangan penelitian menggunakan tahap pengumpulan data dan hasil analisis yang menggunakan metode permukaan respon (RSM). Pada pengolahan data optimasi dilakukan dengan menggunakan program Desain-Expert 7.0.1. Berdasarkan pengolahan data tersebut, didapatkan solusi optimal dari penurunkan kadar sianida terhadap umbi gadung dengan perendaman air kapur dengan kombinasi dua faktor yaitu konsentrasi Ca(OH) 2 22% dan lama waktu perendaman 72 jam. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan penurunan kadar sianida (CN) hingga 15,720 ppm dan dapat menurunkan kadar air hingga 11,046%. Pada kondisi awal kadar sianida (CN) sebesar 60,31 ppm dan kadar air awal sebesar 75,5%, dengan nilai Desirability mencapai 0,915 yang berarti tingkat ketepatan optimasinya tinggi. Kata kunci: Umbi Gadung, Asam Sianida (HCN), Konsentrasi Ca(OH)2, Waktu Perendaman, Optimasi Abstract The purpose of the research is two find the optimization from two factors Ca(OH) 2 concentration and time of soaking. This researche used response surface method (RSM). The Optimization data was done by Desain-Expert 7.0.1. The optimal solution from HCN reduction was showed 22% concentration of Ca(OH)2 and soaking time 72 hours. This combination could reduce sianida acid until 15,720 ppm and water 11,046%. In first condition cyanide was 60,31 ppm and water 75,50% with a desirability value reached 0.915 which means a high degree of accuracy optimization. Keywords: Dioscorea hispida Dennst, Cyanide Acid (HCN), Ca(OH)2, Soaking Time, Optimization
PENDAHULUAN Di Indonesia, gadung biasanya dikonsumsi setelah direbus, dikukus atau digoreng atau bahkan menjadi kerupuk gadung dengan kandungan mineral dan vitaminnya cukup tinggi. Pada dasarnya umbi gadung memiliki kandungan karbohidrat, serta kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan airnya cukup tinggi ± 78% (Prastyo dan Triaji, 2011). Gadung juga mengandung racun yang berupa senyawa HCN (asam sianida) yang berbahaya bagi orang yang mengkonsumsinya. Kandungan racun umbi gadung berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme (anti makan, keracunan, bahkan manusiapun bisa mengalami ini), yaitu jenis racun dioscorin (racun penyebab kejang), diosgenin (antifertilitas) dan dioscin yang
dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah – muntah (Koswara, 2012). Penghilangan racun – racun pada umbi gadung yang biasanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah dengan menggunakan cara tradisional yaitu dengan cara merendam irisan umbi gadung dalam air yang mengalir, penyerapan dengan abu dan perendaman pada air kapur. Salah satu senyawa yang racun dalam umbi gadung adalah glukosida sianogenetik. Senyawa ini disusun dari satu molekul glukosa dan komponen agliko. Sianogen adalah senyawa yang berpotensi sebagai toksikan dan dapat terurai menjadi asam hidrosianida (HCN) (Alma’arif, dkk. 2012).
Perendaman umbi gadung dengan air kapur (Ca(OH)2) merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kandungan racun asam sianida yang terdapat dalam umbi gadung. Air kapur (Ca(OH)2) bersifat higroskopis (menarik air) dan dapat menaikkan pH serta merusak dinding sel sehingga mengalami plasmolisis (pecahnya membrane sel karena kekurangan air) (Makfoeld, dkk. 2002). Hal ini yang dapat menyebabkan glukosida sianogenik terdegredasi membentuk HCN yang dapat berikatan dengan Ca dan langsung larut. BAHAN dan METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 – November 2014. Penelitian pendahuluan berupa persiapan sampel dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Pengujian HCN pada gadung yang dilaksanakan pada Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I Jl. Surabaya No. 2A Malang dan Badan Penelitian Umbi-Umbian dan Kacang-Kacangan (BALITKABI) Kendal Payak Malang. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan yaitu umbi gadung, Ca(OH)2, dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timabangan digital, pisau, ember, kompor, gelas beker, pisau, parut kripik, gelas ukur. Alat yang digunakan untuk pengujian berupa spektrofotometer UVVis. Pelaksanaan Penelitian Alur kerja pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Perlakuan untuk menentukan batas atas dan batas bawah konsentrasi Ca(OH)2 yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.2. Perlakuan untuk menentukan batas atas dan batas bawah pada waktu perendaman pada umbi gadung dilihat pada Gambar 3.3.
Mulai Perumusan masalah Studi literatur Penetuan hipotesis dan metode rancangan percobaan
Penelitian pendahuluan Penetuan batas atas dan batas bawah konsentrasi Ca(OH)2 Penetuan batas atas dan batas bawah waktu perendaman Pengolahan dan analisis data Hasil Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian. Umbi gadung Dikupas
Kulit
Diiris 1-2 mm Ditimbang 500gr Ca(OH)2 10%, 18%, 20%, 22%, 24%, 26% dan Air 1L
Direbus selama 1 jam Didinginkan hingga suhu kamar Diambil air hasil rebusan ±150 ml Dianalisis HCN
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Penentuan Batas Atas dan Batas Bawah Konsentrasi Ca(OH)2. Umbi gadung
Dikupas Ca(OH)2 24% Air 1L
Kulit
Diiris 1-2 mm Ditimbang 500 gram Direbus selama 1 jam Didiamkan selama 24jam, 48 jam, 72 jam, 92 jam, 120 jam Dianalisa HCN
Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Penentuan Batas Atas dan Batas Bawah Waktu Perendaman.
Rancangan percobaan Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode permukaan respon (RSM). Faktor yang berpengaruh pada destilasi molekuler adalah Konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu perendaman. Percobaan ini menggunakan rancangan komposit terpusat (central composite design) dengan mengunakan 2 faktor, masingmasing perlakuan dibagi menjadi dua level. Sesuai dengan rancangan komposit 2 faktor maka pengulangan dilakukan pada titik tengah sebanyak 5 kali. Faktor Konsentrasi Ca(OH)2 (A), dengan nilai batas atas 24% dan batas bawah 22% menghasilkan nilai tengah (titik pusat) yaitu 23%. Faktor waktu perendaman (B) dengan nilai batas atas 48 jam dan batas bawah 72 jam menghasilkan nilai tengah (titik pusat) yaitu 60 jam. Sesuai dengan rancangan faktorial 2k maka nilai α dipilih k = 2 adalah 2k/4 = 22/4 = 20,5 =1,414. Maka akan terbentuk rancangan percobaan pada tabel 3.3 Tabel 3.3 Rancangan Komposit Terpusat
HASIL dan PEMBAHASAN Karakteristik Awal Umbi Gadung Tabel 4.1 Karakteristik Awal Umbi Gadung
Karakteristik awal umbi gadung yang telah diteliti oleh Ari (2009) mengandung kadar air pada umbi gadung sebelum mengalami perlakuan sebesar 78%,
sedangkan pada umbi gadung yang digunakan memiliki kadar air sebesar 75,50% dengan umur 3 – 4 bulan, sehingga kandungan air pun lebih sedikit. Karakteristik awal kadar sianida yang terdapat pada umbi gadung sebesar 60,31 ppm dengan umur 3 – 4 bulan, sedangkan menurut Djaafar dkk (2009) kandungan sianida pada umbi gadung segar pada umur 6 – 7 bulan sebesar 124 ppm. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dengan varietas yang sama, semakin tua umur gadung maka semakin tinggi kadar HCN yang terkandung didalamnya. Karakteristik Pengolahan
Umbi
Gadung
Setelah
Respon Penurunan Kadar Sianida (CN) Tabel 4.2 Data Respon Kadar Sianida (CN)
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa hasil penurunan kadar sianida paling tinggi terjadi pada konsentrasi Ca(OH)2 23% yaitu sebesar 79,41% namun padakonsentrasi 24% penurunan kadar sianida menjadi semakin rendah yaitu 37,32%. Hal ini disebabkan karena air kapur memiliki kemampuan untuk mengubah tekstur umbi gadung semakin keras sehingga sianida yang seharusnya terserap air kapur tidak dapat terserap atau sianida tertahan dalam umbi gadung, selain itu kondisi kapur (CaO) yang digunakan masih mengandung zat – zat mineral lain yang mungkin dapat menghambat proses penyerapan sianida yang terdapat pada gadung. Selain itu juga ada titik jenuh saat proses penyerapan CN oleh Ca(OH)2 sehingga Ca(OH)2 mengalami penurunan tingkat
penyerapan CN. Menurut Ngasifudin (2006) bahwa terjadinya peningkatan kadar sianida dimungkinkan karena semakin banyak penambahan Ca(OH)2 semakin banyak pula kalsium yang mengikat sianida sehingga sianida yang terlepas dari tubuh gadung semakin banyak pula. Namun bila penambahan Ca(OH)2 terlalu tinggi akan terjadi titik kejenuhan pengikatan kalsium terhadap sianida sehingga menyebabkan semakin lamban bahkan pada kondisi tertentu akan berhenti tidak ada pengikatan kalsium terhadap sianida pada gadung. Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) untuk respon penurunan kadar sianida diketahui bahwa A, dan A2 menunjukkan nilai yang signifikan (P<0,05). Nilai A didapatkan sebesar 0,0104 yang berarti konsentrasi Ca(OH)2 berpengaruh sangat nyata secara liniear terhadap penurunan kadar sianida, sedangkan nilai A2 yang berarti nilai kuadratik didapatkan sebesar 0,0094 yang berarti penambahan konsentrasi Ca(OH)2 juga sangat berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar sianida. Pada nilai B, dan B2 didapatkan sebesar 0,8253 dan 0,1718 yang artinya lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar sianida dan tidak ada interaksinya. Persamaan garis kuadratik pada hasil penelitian dapat disajikan sebagai berikut: Kadar sianida = 3917,39 – 317,67A1 – 10,59B1 + 0,36AB + 6,57A12 + 0,019B12 Dengan R2 = 0,80. Model grafik yang terbentuk dari persamaan tersebut tersaji pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Model Grafik Penurunan Kadar Sianida (CN)
Pada model kuadratik (Gambar 4.1) menunjukkan bahwa penurunan kadar sianida semakin tinggi konsentrasi Ca(OH)2 maka akan semakin rendah penurunan kadar sianida jika waktunya makin lama namun pada waktu kurang dari 60 jam nampak bahwa peningkatan air kapur tidak menunjukkan peningkatan kadar sianida, bahkan pada kadar air kapur 22% tampak bahwa semakin lama perendaman akan menurunkan HCN yang terkandung. Hal ini dikarenakan kondisi kapur yang digunakan masih terdapat zat – zat mineral lain yang mungkin dapat menghabat proses penyerapan kadar sianida yang terdapat pada umbi gadung tersebut, menurut Djaafar dkk (2009) bahwa kondisi kapur pada umumnya memiliki kemurnian ±92% sehingga masih ada zat – zat minarel lain yang menempel pada kapur. Selain itu, disebabkan karena air kapur memiliki kemampuan untuk mengubah tekstur umbi gadung semakin keras sehingga sianida yang seharusnya terserap air kapur tidak dapat terserap atau sianida tertahan dalam umbi gadung. Sesuai dari persamaan tersebut, kadar sianida sangat dipengaruhi oleh konsentrasi Ca(OH)2 dan dapat dilihat pada persamaan tersebut bahwa X1 memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 317,67 sedangkan X12 memiliki nilai sebesar 6,57 dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi Ca(OH)2 sangat berpengaruh nyata pada penurunan kadar sianida dari pada waktu perendaman. Respon Penurunan Kadar air Tabel 4.3 Data Respon Kadar Air
Tabel 4.3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu perendaman terhadap kadar air keripik gadung. Penurunan kadar air terbesar diperoleh dari perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 24% dan lama waktu perendaman 72 jam yaitu sebesar 13,06%. Penurunan terkecil yang diperoleh dari perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 23% dan lama waktu perendaman 60 jam yaitu sebesar 11,00%. Data respon penurunan kadar air yang diperoleh digunakan dalam analisis statistika untuk mengoptimasi variabel proses konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu perendaman. Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) untuk respon kadar air diketahui bahwa nilai AB menunjukkan nilai yang signifikan (P<0,05) yaitu sebesar 0,0202. Model grafik yang terbentuk tersaji pada Gambar 4.2.
Optimasi Respon Kadar Sianida (CN) dan Kadar Air Tujuan dari penelitian ini adalah mencari solusi optimal dari respon penurunan kadar sianida (CN) dan kadar air dalam batas konsentrasi Ca(OH)2 dan waktu perendaman pada daerah percobaan yang lebih luas. Batasan – batasan yang digunakan dalam optimasi ini adalah faktor yang digunakan dalam rancangan percobaan. Sehingga nilai perlakuan sesuai dengan perlakuan dalam penelitian. Tabel 4.4 Batas Optimal Respon Penurunan Kadar Sianida (CN) dan Kadar Air
Keterangan : 1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Lebih Penting 5. Sangat Penting
Tabel 4.5 Solusi Optimal Hasil Komputasi Design Expert 8.0.7.1 Trial Gambar 4.2 Model 2FI Penurunan Kadar Air
Pada model 2FI (Gambar 4.2) pada konsentrasi Ca(OH)2 yang rendah yaitu 22% menunjukkan bahwa waktu perendaman tidak berpengaruh namun pada konsentrasi Ca(OH)2 tertinggi yaitu 24% menunjukkan semakin lama waktu perendaman kadar air semakin meningkat. Pada waktu perendaman yang lebih rendah yaitu 48 jam menunjukkan bahwa konsentrasi Ca(OH)2 tidak berpengaruh namun pada waktu perendaman tertinggi yaitu 72 jam menunjukkan semakin besar konsentrasi Ca(OH)2 maka seakan semakin meningkat kadar air, hal ini disebabkan karena kemampuan CaO dalam menyerap air tidak lagi maksimal karena kandungan air yang berlebih sedangkan kondisi CaO yang lebih sedikit.
Dalam optimasi yang dilakukan berdasarkan batasan standar penelitian maka diperoleh nilai Desirability sebesar 0,915 atau 91,50%. Solusi optimal yang dihasilkan ialah dengan konsentrasi Ca(OH)2 22% dan lama waktu perendaman 72 jam. Berdasarkan solusi optimal diketahui kadar sianida (CN) bisa diturunkan hingga 15,720 ppm dari kadar sianida awal 60,31 ppm sedangkan kadar air bisa turun hingga 11,05% dari kadar air awal 75,50%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi Ca(OH)2 22% dan lama waktu perendaman 72 jam bukanlah solusi yang sebenarnya. Hal ini disebabkan masih adanya perlakuan – perlakuan yang dapat mempengaruhi proses penurunan tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan hingga mencapar optimasi 100%. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Solusi optimum untuk menurunkan kadar sianida terhadap umbi gadung dengan perendaman air kapur dengan kombinasi dua faktor yaitu konsentrasi Ca(OH)2 22% dan lama waktu perendaman 72 jam. Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar sianida (CN) hingga 15,720 ppm dan dapat menurunkan kadar air hingga 11,046%. Pada kondisi awal kadar sianida (CN) sebesar 60,31 ppm dan kadar air awal sebesar 75,50%. Kombinasi dengan kedua faktor tersebut telah mencapai nilai ketepatan sebesar 0,915 atau 91,50%, karena semakin mendekati 1 atau 100% maka semain tinggi nilai ketepatan. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya pada saat perebusan tidak terlalu lama sehingga kondisi umbi gadung tidak terlalu lembek. Pada saat perendaman tidak terlalu lama agar tidak mengalami kejenuhan pada Ca(OH)2 saat proses penyerapan CN pada umbi gadung. Selain itu, kapur yang digunakan sebaiknya memiliki tinggkat kemurnian yang lebih tinggi karena dapat membantu penurunan kadar sianida lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Alma’arif, A.L., Wijaya, A., dan Murwono, D. 2012. Penghilangan Racun Asam Sianida (HCN) Dalam Umbi Gadung Dengan Menggunakan Bahan Penyerapan Abu. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri 1(1): 14-20 Ari, C. 2009. Bukti Sahih Gadung Antidiabetes. Trubus-478/XL. Djaafar, T.F., Rahayu, S., dan Gardjito, M. 2009. Pengaruh Blanching Dan Waktu Perendaman Dalam Larutan Kapur Terhadap Kandungan Racun Pada Umbi dan Keripik Gadung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 28 (3): 192-198 Koswara, S. 2012. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian, Bagian: Pengolahan Umbi Gadung. http:// seafast.ipb.ac.id. Bogor Agricultural University. Bogor Makfoeld, D., Djagal, W. M., Pudji, H., dan Sri A. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta Ngasifudin, S. 2006. Penentuan Efisiensi Pemisahan Sianida Pada Pengolahan Umbi Gadung (Dioscorea Hispida). Seminar Nasional II SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. Prastyo, D.H dan Triaji, W. 2011. Penurunan Sianida Umbi Gadung Dengan Proses Leaching dan Pengukusan Sebagai Bahan Dasar Tepung. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang