AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI METANOL KAYA KUERSETIN DARI KULIT BATANG Manilkara zapota
SWIRA EKALINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
2
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol Kaya Kuersetin dari Kulit Batang Manilkara zapota adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2017 Swira Ekalina NIM G451130151
4
RINGKASAN
SWIRA EKALINA. Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol Kaya Kuersetin dari Kulit Batang Manilkara zapota. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Resistensi suatu bakteri terhadap kebanyakan antibiotik semakin meningkat dan beberapa jenis infeksi baru semakin bermunculan membutuhkan penanganan yang serius. Obat antibakteri alternatif semakin dibutuhkan. Sawo manila (Manilkara zapota) merupakan tumbuhan dengan akar, bunga, daun dan kulit batangnya telah teruji memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Kelompok senyawa dari tumbuhan ini selain triterpenoid yang mungkin memiliki aktivitas antibakteri belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mencirikan fraksi terpilih dari ekstrak pelarut terpilih kulit batang M. zapota guna menentukan senyawa aktif antibakteri yang berperan tersebut. Rancangan penelitian diawali dengan maserasi kulit batang M. zapota menggunakan pelarut air, metanol, etanol dan aseton. Selanjutnya dihitung rendemen setiap ekstrak dan dilakukan uji antibakteri dengan metode difusi cakram serta mikro-dilusi. Ekstrak pelarut terpilih difraksionasi bertingkat dengan n-heksana, etilasetat, dan diklorometana. Kemudian residunya dihilangkan tanin. Fraksi yang menunjukkan hasil uji antibakteri tertinggi dilanjutkan ketahap isolasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif. Terakhir, dilakukan pencirian pada fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi menggunakan Liquid Chromatography dengan Mass Spectrometer dan hasil isolasi menggunakan Fourier Tansform Infrared Spectroscopy. Secara signifikan terdapat perbedaan kemampuan sebagai antibakteri antara ekstrak air, metanol, etanol dan aseton kulit batang M. zapota. Berdasarkan jumlah rendemen dan hasil uji antibakteri, metanol merupakan pelarut terpilih untuk mengekstrak kulit batang M. zapota di antara ketiga pelarut lainnya. Fraksionasi terhadap ekstrak metanol menunjukkan peningkatan aktivitas sebagai antibakteri. Fraksi metanol bebas tanin pada konsentrasi 0.05 mg/mL dapat menghambat bakteri Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Shigella flexneri. Fraksi ini pada konsentrasi 0.2 mg/mL mampu membunuh B. cereus dan S. aureus, sedangkan S. flexneri dapat dibunuh pada konsentrasi 2.0 mg/mL. Berdasarkan pencirian senyawa, pada fraksi metanol bebas tanin dari ekstrak pelarut terpilih (metanol) kulit batang M. zapota terdapat 3',4',5,7tetrametilkuersetin diduga merupakan senyawa terpenting antibakteri dari kulit batang M. zapota. Pengujian antivitas antibakteri hasil pemisahan fraksi metanol bebas tanin dibandingkan dengan kuersetin dan kontrol positif (seperti kanamycin) perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui tingkat kemampuan fraksi tersebut sebagai antibakteri. Kata kunci: antibakteri, kuersetin, kulit batang, Manilkara zapota
5
SUMMARY SWIRA EKALINA. Antibacterial Activity of Quercetin Rich Methanol Fraction of Manilkara zapota Bark. Supervised by PURWANTININGSIH SUGITA and IRMA HERAWATI SOEPARTO. Bacterial resistance to many antibiotics continue to increase and new emerging infections become problem. Therefore effort to explore new antibacterial is in need. Sapodilla (Manilkara zapota) is a plant with roots, flowers, leaves and bark that has been reported to have antibacterial activities. The compounds which may have antibacterial activity other than triterpenoids not yet explored. This research aimed to evaluate and characterize the selected fractions of selected solvent extract of M. zapota bark to determine antibacterial active compounds its responsible. The research design begins with maceration of the bark using various solvent such as water, methanol, ethanol and acetone. Furthermore, the yield of each extract was calculated and analyzed for the antibacterial activities by disc diffusion and micro-dilution methode. The selected solvent extract then fractionated with gradient method of n-hexane, ethyl acetate and dichloromethane. Then removed its tannin from the residue. The fraction that showed the best antibacterial test results proceed to the separation stage using preparative thin layer chromatography. Lastly, the fraction that has the highest antibacterial activity was characterized using Liquid Chromatography with Mass Spectrometer and the isolated compounds was characterized using Tansform Fourier Infrared Spectroscopy. Significantly there was a difference between in the ability of the antibacterial between water extract, methanol, ethanol and acetone of M. zapota bark. Based on the total yield and the antibacterial test results, methanol was the solvent chosen to extract the M. zapota bark among the three other solvents. The fractionation of the methanol extract showed increased antibacterial activity. Tannin-free methanol fraction at a concentration of 0.05 mg/mL inhibited the growth of Bacillus cereus, Staphylococcus aureus and Shigella flexneri. This fraction at a concentration of 0.2 mg/mL it eliminate B. cereus and S. aureus, while S. flexneri can be removed at a concentration of 2.0 mg/mL. Based on the characterization of compounds, the tannin-free methanol fraction of the methanol extract of M. zapota bark was 3',4',5,7tetramethylquercetin that was responsible as the most important antibacterial compound. After further efforts recommended to test antibacterial activity from separating result tannin-free methanol fraction, compared with quercetin and positive control (such as kanamycin) is necessary to do. This is to know the ability level of that fraction as antibacterial. Keywords: antibacterial, bark, Manilkara zapota, quercetin
6
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
7
AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI METANOL KAYA KUERSETIN DARI KULIT BATANG Manilkara zapota
SWIRA EKALINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Aulia Ilmiawati, SSi MSi
9
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol Kaya Kuersetin dari Kulit Batang Manilkara zapota. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS dan Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Terima kasih juga kepada Prof Dr Dyah Iswantini, MScAgr selaku Ketua Program Studi Magister Kimia, jajaran staf laboratorium kimia organik, rekan-rekan kelas program studi magister kimia, dan seluruh pihak yang telah membantu hingga penelitian ini terselesaikan. Ungkapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Tentunya kepada suami tercinta yang selalu memberikan dukungan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis, civitas akademika dan para pembaca. Sehingga mampu memberikan informasi untuk memperluas khasanah keilmuan di masa mendatang. Bogor, Juni 2017 Swira Ekalina
11
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Hipotesis 2 METODE Peralatan dan Bahan Lokasi dan Waktu Penelitian Penyiapan Bahan Kadar Air (AOAC 2005) Ekstraksi, Fraksionasi dan Pemisahan Uji Aktivitas Antibakteri Inokulasi Bakteri pada Media NA Metode Difusi Cakram (Parhusip et al. 2008) Metode Mikro-Dilusi (Batubara et al. 2009) Analisis Statistik Pencirian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Simplisia dan Rendemen Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Fitokimia Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Fraksi Ekstrak Metanol Kulit Batang M. zapota Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Ekstrak Metanol Kulit Batang M. zapota Pencirian Fraksi Metanol BT Pemisahan dan Pencirian Fraksi pada Rf 0.14 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 7 8 10 10 12 14 17 17 17 18 20 27
12
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Fitokimia ekstrak kulit batang M. zapota dengan pelarut air, metanol, etanol dan aseton Aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang M. zapota menggunakan pelarut air, metanol, etanol dan aseton dengan metode difusi cakram Aktivitas antibakteri fraksi ekstrak kasar metanol dari kulit batang M. zapota dengan metode difusi cakram dan mikro-dilusi Fragmentasi beberapa senyawa kuersetin yang pernah dilaporkan
8 9 11 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Rendemen ekstrak kulit batang M. zapota dengan pelarut air, metanol, etanol dan aseton Profil KLT fraksi metanol BT dengan eluen eluen n-heksana : EtOAc (7:3) Kromatogram fraksi metanol BT (A) dan spektrum massa puncak senyawa pada menit 16.83 dalam kromatogram fraksi metanol BT (B) Dugaan fragmentasi senyawa 3',4',5,7-tetrametilkuersetin Profil KLT fraksi metanol (A), tanin (B) dan fraksi metanol BT (C) dengan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA, 4:1:5) Hasil analisis FTIR fraksi pada Rf 0.14 Hasil analisis FTIR monomer kuersetin dan polikuersetin (A), kuersetin murni (B) dan kuersetin, silika-kuersetin 15%, silikakuersetin 10%, silika-kuersetin 5% dan silika (C)
7 10 12 13 14 15
16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Uji Fitokimia Bagan Alir Penelitian Hasil Analisis Kadar Air Analisis statistika pada signifikansi 1% dan 5% mengunakan metode analysis of variance (ANOVA) one-way layout. profil KLT fraksi bebas tanin dengan berbagai eluen, Kiri: di bawah sinar UV λ254nm, kanan: di bawah sinar UV λ366nm
21 21 23 24 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Mikroorganisme dapat hidup dimana saja dan berkembang biak dengan sangat mudah dalam waktu yang sangat singkat. Infeksi akibat mikroorganisme seperti bakteri adalah penyebab utama berbagai penyakit menular dan dapat mematikan. Infeksi baru semakin bermunculan dan resistensi bakteri terhadap banyak antibiotik semakin meningkat (Kong dan Ryu 2015). Masalah ini menjadi salah satu fokus penanganan yang serius oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2016. Manilkara zapota (sawo manila) merupakan tumbuhan kaya aktivitas biologis, salah satunya sebagai antimikrob. Ekstrak akar, bunga, daun dan kulit batang M. zapota telah teruji memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Tumbuhan M. zapota dilaporkan sangat efektif sebagai antibakteri untuk berbagai spesies bakteri gram positif dan negatif (Bhargavi et al. 2013; Islam et al. 2013; Priya et al. 2014; Abu-Osman et al. 2011). Meskipun demikian, penelitian-penelitian tersebut hanya terbatas pada ekstrak kasarnya saja. Berdasarkan penelitian ekstrak etil asetat yang dilakukan Abu-Osman et al. (2011) dan ekstrak etanol oleh Islam et al. (2013), diketahui bahwa ekstrak dari kulit batang M. zapota mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan daunnya. Ekstrak etil asetat daun M. zapota pada konsentrasi 30 mg/mL tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap seluruh bakteri uji. Bakteri uji yang digunakan, yaitu Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Sarcina lutea, Escherchia coli, Salmonella typhi, Shigella dysenteriae, Shigella sonnei, dan Shigella shigae. Ekstrak kulit batang M. zapota menunjukkan aktivitas antibakteri yang berbeda dari daunnya. Ekstrak kulit batang M. zapota pada konsentrasi 30 mg/mL menghasilkan zona hambat 8-9 mm. Ekstrak ini pada konsentrasi 60 mg/mL menghasilkan zona hambat hingga 13 mm (Abu-Osman et al. 2011). Ekstrak etanol daun M. zapota pada konsentrasi 40 mg/mL menunjukkan zona hambat hingga 9 mm, sedangkan ekstrak kulit batangnya menunjukkan zona hambat hingga 13.5 mm (Islam et al. 2013). Bakteri uji yang digunakan pada penelitian Islam et al. (2013) antara lain, yaitu S. aureus, Streptococcus agalactiae, B. cereus, B. megaterium, B. subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, E. coli, Shigella flexneri, S. dysenteriae, S. sonnei, Shigella boydii dan S. shigae. Kaneria dan Chanda (2012) melakukan ekstraksi bertahap daun M. zapota menggunakan pelarut dengan kepolaran bertingkat, yaitu petrolium eter, toluena, etil asetat, aseton, dan air. Uji aktivitas antibakteri dilakukan untuk setiap ekstrak pelarut yang dihasilkan. Bakteri uji yang digunakan yaitu B. megaterium, B. subtilis, Corynebacterium rubrum, S. aureus, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter freundii, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis dan Salmonella typhimurium. Ekstrak etil asetat dan toluena tidak menunjukkan aktivitas antibakteri pada semua bakteri uji, tetapi ekstrak petrolium eter mampu menghambat pertumbuhan bakteri K. pneumonia. Ekstrak air aktif terhadap bakteri C. rubrum, S. aureus, S. epidermidis, K. pneumonia, P. mirabilis dan S. typhimurium. Adapun ekstrak aseton pada penelitian Kaneriadan Chanda
2
(2012) menunjukkan aktivitas pada semua bakteri yang diujikan, kecuali C. freundii dan E. aerogenes. Ekstrak air dari akar M. zapota dengan konsentrasi 100 mg/mL menghasilkan zona hambat 18 mm terhadap E. coli dan 11 mm terhadap S. aureus (Bhargavi et al. 2013). Ekstrak metanol dan air dari bunganya menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis, S. aureus, S. typhi dan P. aeruginosa (Priya et al. 2014). Meskipun demikian, di antara pelarut etanol, air, aseton dan metanol belum diketahui manakah pelarut terbaik untuk mengekstrak kulit batang M. zapota sebagai antibakteri. Sebanyak 13 senyawa triterpenoid telah diisolasi dari kulit batang M. zapota. Senyawa tersebut terdiri dari 6 senyawa taraksastana triterpenoid dan 7 senyawa lupana triterpenoid. Sebanyak dua senyawa lupana triterpenoid merupakan senyawa baru triterpenoid pentasiklik (3-acetyltaraxer-14-en-12-one dan 3-hydroxy-7-oxolup-20(29)-en-28-oic acid). Toze et al. (2015) telah menguji aktivitas antibakteri 13 senyawa tersebut terhadap B. subtilis, S. aureus dan E. coli. Nilai konsentrasi hambat minimum yang diperoleh yaitu lebih besar dari 1 mg/mL. Tumbuhan M. subsericea merupakan tumbuhan pada genus yang sama dengan M. zapota. Ekstrak daun, kulit batang dan buahnya telah dilaporkan mampu menghambat S. aureus, namun tidak mampu menghambat E. coli. Ekstrak daun, kulit batang dan buah M. subsericea pada konsentrasi 100 mg/mL menghasilkan zona hambat terhadap S. aureus berturut-turut 7 mm, 8 mm dan 6 mm. Hasil analisis senyawanya menunjukkan bahwa diduga ester triterpenoid merupakan senyawa aktif antibakteri dari M. subsericea (Fernandes et al. 2013). Sejumlah penelitian pada ekstrak tumbuhan M. zapota menunjukkan bahwasanya ekstrak kulit batang M. zapota sangat berpotensi sebagai agen antibakteri. Meskipun demikian, belum pernah dilaporkan kajian mengenai kelompok senyawa selain triterpenoid sebagai agen antibakteri dari M. zapota. Penelitian menyangkut tumbuhan M. zapota sebagai antibakteri di Indonesia hanya terbatas pada ekstrak kasar buah dan kulit batangnya saja. Penelitian untuk mengetahui senyawa aktif antibakteri dari kulit batang M. zapota belum pernah dilakukan di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Barat, padahal tanaman ini relatif mudah ditemukan di daerah tersebut. Hal tersebut menjadi fokus permasalahan, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mencirikan senyawa aktif antibakteri fraksi dari ekstrak pelarut terpilih kulit batang M. zapota.
Rumusan Masalah Akar, bunga, daun dan kulit batang M. zapota telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Ekstraksi bagian tumbuhan ini menggunakan pelarut aseton, etanol, metanol dan air menunjukkan aktivitas antibakteri yang tinggi. Pada ekstraksi menggunakan pelarut etanol dan etil asetat, aktivitas antibakteri dari ekstrak kulit batangnya lebih tinggi daripada ekstrak daunnya. Senyawa triterpenoid hasil isolasi dari kulit batang M. zapota dilaporkan memiliki bioaktivitas sebagai antibakteri. Senyawa triterpenoid juga diduga merupakan senyawa aktif antibakteri dari M. subsericea. Kelompok senyawa selain triterpenoid yang mungkin memiliki aktivitas antibakteri belum pernah
3
dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencirian senyawa metabolit sekunder fraksi dari ekstrak pelarut terpilih kulit batang M. zapota yang berperan aktif sebagai antibakteri.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mencirikan senyawa aktif antibakteri fraksi ekstrak pelarut terpilih kulit batang M. zapota.
Hipotesis
H0 Ha
Hipotesis penelitian ini adalah: : tidak ada perbedaan kemampuan sebagai antibakteri antara ekstrak air, metanol, etanol dan aseton kulit batang M. zapota : ada perbedaan kemampuan sebagai antibakteri antara ekstrak air, metanol, etanol dan aseton kulit batang M. zapota
METODE Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan peralatan gelas, jarum ose, oven, penguap putar, plat kromatografi lapis tipis (KLT) tipe GF-254 dan peralatan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Pencirian senyawa menggunakan instrumen Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) model Bruker Tensor 27 dan Liquid chromatography mass spectrometry (LC-MS) dengan detektor photodiede-array tandem quadrupole dan sumber ionisasi Electrospray ionization (ESI). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang M. zapota. Bahan pelarut yang digunakan aseton, metanol, etanol, air, n-heksana (n-Hex), etil asetat (EtOAc), diklorometana (DCM), dimetilsulfoksida (DMSO), kloroform, n-butanol dan amil alkohol. Beberapa reagen yang digunakan yaitu amonia, asam sulfat, HCl, asam asetat, NH4OH, reagen Meyers dan Wagners, besi(III)klorida, dan aluminium klorida. Untuk uji bakteri menggunakan nutrient broth (NB), nutrient agar (NA) dan kontrol positif kanamycin. Adapun bakteri uji gram positif B. cereus (ATCC: 10876) dan S. aureus (ATCC: 6538) serta gram negative S. flexneri (ATCC: 12022) diperoleh dari Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC).
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Organik Departemen Kimia dan Laboratorium Bakteriologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga Bogor pada bulan Februari 2015 sampai Agustus 2016.
4
Penyiapan Bahan Pohon M. zapota diperoleh dari desa Pemenang Timur, kecamatan Pemenang, kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini berada 1 m di atas permukaan laut dan berjarak ± 1 km dari pantai. Kulit batang M. zapota yang dipilih adalah kulit batang tua, bersisik, berwarna coklat, kering hingga akan terlepas dari batangnya dan dengan ketebalan 0.35-1.25 cm. Kulit batang tersebut dibersihkan, dikeringkan mengunakan oven angin kering pada suhu 37─40oC, kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk. Serbuk selanjutnya disimpan pada wadah yang bersih dan kering hingga siap diekstraksi dan digunakan dalam proses selanjutnya.
Kadar Air (AOAC 2005) Sebanyak 1 g kulit batang M. zapota basah dan 0.8 g simplisia kering dimasukkan dalam cawan porselen. Sebelumnnya, cawan dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit hingga bobotnya konstan. Cawan berisi sampel dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pemanasan kembali dilakukan hingga diperoleh bobot sampel yang konstan. Kadar air contoh ditentukan dengan persamaan: Kadar Air (%) =
Keterangan =
𝐴−𝐵 𝐴
× 100%
(1)
A: bobot sampel sebelum perlakuan (g) B: bobot sampel setelah perlakuan (g) Ekstraksi, Fraksionasi dan Pemisahan
Serbuk kulit batang M. zapota kering sebanyak 100 g diekstraksi dengan metode maserasi masing-masing menggunakan 300 mL pelarut aseton, etanol, metanol dan air. Proses ini dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam (Hossain et al. 2012) sebanyak dua kali. Hasil ekstraksinya difiltrasi dengan kertas saring dan dipekatkan menggunakan penguap putar. Ekstrak yang telah pekat dilakukan penghitungan rendemen ekstrak, uji antibakteri dan uji fitokimia (Lampiran 1). Uji antibakteri pada penelitian ini meliputi difusi agar dengan metode cakram dan mikro-dilusi. Metode difusi agar (cakram) berguna dalam penapisan aktivitas antibakteri ekstrak kasar dan fraksi. Metode mikro-dilusi berguna untuk menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) sampel terhadap bakteri uji. Ekstrak terpilih diperoleh berdasarkan jumlah rendemen terbanyak dan hasil uji antibakteri tertinggi. Pelarut terpilih digunakan untuk ekstraksi 2 kg kulit batang M. zapota. Ekstraksi 2 kg kulit batang M. zapota dengan pelarut terpilih (metanol) dilakukan 3 tahap. Pada setiap tahap menggunakan sampel-pelarut dengan nisbah 1:3. Selanjutnya dipekatkan menggunakan penguap putar kemudian dilakukan proses fraksionasi.
5
Proses fraksionasi diawali dengan melarutkan ekstrak metanol menggunakan pelarut dengan kepolaran terendah (Harborn 1987). Sebanyak 10 g ekstrak kasar metanol dilarutkan dalam n-heksana. Tahap ini dilakukan secara berulang kali sampai ekstrak metanol bebas dari senyawa nonpolar yang dapat larut dalam n-Hex. Fraksi terlarut dalam n-Hex dan residu ekstrak dipisahkan menggunakan kertas saring. Sebanyak 7.41 g residu ekstrak yang tidak larut dalam n-Hex dilarutkan dalam etil asetat (EtOAc) dan DCM secara bertahap. Proses pelarutan sama dengan pelarutan menggunakan n-Hex. Dari proses pelarutan dengan EtOAc dan DCM diperoleh fraksi EtOAc, fraksi DCM dan fraksi metanol (Lampiran 2). Fraksi metanol merupakan ekstrak metanol yang tidak terlarut dalam n-Hex, EtOAc maupun DCM. Fraksionasi dilanjutkan dengan tahap pemisahan tanin dari fraksi metanol. Tahap ini dilakukan dengan cara melarutkan 5.09 g fraksi metanol ke dalam 1 mL metanol, selanjutnya ditambahkan dengan 50 mL aseton. Endapan tanin (fraksi tanin) yang terbentuk dipisahkan dengan kertas saring. Penambahan aseton dilakukan secara berulang hingga tidak terbentuk endapan tanin (modifikasi Januar 2013). Filtrat bebas tanin dipekatkan dan diperoleh fraksi metanol bebas tanin. Fraksi n-Hex, EtOAc, DCM, metanol, tanin dan fraksi metanol bebas tanin dilakukan uji antibakteri. Fraksi terpilih selanjutnya dilakukan analisis pencirian senyawa dan tahap pemisahan. Tahap pemisahan fraksi terpilih (fraksi metanol bebas tanin) dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Tahap ini diawali dengan pencarian eluen terbaik yang dapat memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam fraksi. Eluat yang terkandung dalam noda silika diambil dengan metode maserasi. Eluat dipekatkan dan selanjutnya dilakukan analisis pencirian senyawa.
Uji Aktivitas Antibakteri Inokulasi Bakteri pada Media NA Sebanyak 15 mL media agar (NA) disiapkan pada cawan petri berdiameter 90 mm (Nathan et al. 1978). Satu jarum ose (10μL) bakteri uji (bakteri gram positif dan negatif) ditambahkan ke 30 mL NB dan dicampur merata. Setelah bakteri uji di dalam NB mencapai kekeruhan 0.6-0.8 McFarland, sebanyak 100 μL campuran ini ditambahkan ke setiap cawan petri berisi media NA yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian diputar-putar hingga bercampur secara merata (Gonzales et al. 2014). Metode Difusi Cakram (Parhusip et al. 2008) Metode difusi cakram dilakukan dengan cara membasahi cakram dengan antibakteri standar sebagai kontrol positif (kanamycin 25 mg/mL). Cakram juga dibasahi 10μL sampel (ekstrak kasar berbagai pelarut dan fraksi) dengan berbagai konsentrasi yang akan diuji aktivitasnya dalam menghambat bakteri. Uji ini dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk setiap sampel. Setelah cakram-cakram tersebut telah kering, cakram diletakkan (menggunakan pinset steril) di atas media NA yang telah diinokulasi bakteri uji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18─24 jam untuk pertumbuhan bakteri. Kemudian diamati diameter zona
6
hambat di sekeliling cakram. Zona hambat tersebut menunjukan efektivitas penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa aktif antibakteri pada cakram yang telah terdifusi ke dalam media NA. Metode Mikro-Dilusi (Batubara et al. 2009) Setiap sampel (ekstrak kasar berbagai pelarut dan fraksi) diencerkan dalam DMSO menjadi berbagai konsentrasi (0.05-4.00 mg/mL). Pada setiap sumur plat mikro dimasukkan 100 μL NB, 100 μL bakteri uji (kekeruhan 0.6-0.8 McFarland) dan 20 μL sampel. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Konsentrasi terkecil yang tetap jernih merupakan KHM. Selanjutnya ke dalam 100 μL campuran yang tetap jernih ditambahkan 100 μL NB. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Konsentrasi terkecil yang tetap jernih merupakan KBM.
Analisis Statistik Analisis statistik pada penelitian ini dilakukan pada signifikansi 1% dan 5%. Analisis ini menggunakan metode analysis of variance (ANOVA) one-way layout untuk menganalisis aktivitas antibakteri yang bergantung pada faktor pelarut. Hipotesis nihil (Ho) diterima jika indeks homogenitas yang dicari (Fhitung) lebih kecil dari indeks homogenitas pada tabel (Ftabel).
Pencirian Pencirian senyawa antimikrob dari kulit batang M. zapota dilakukan dengan instrumentasi FTIR dan LC-MS. Pada FTIR menggunakan rentang spektrum 7500-370 cm-1 dan standar KBr beam splitter. Pada LC-MS, detektor yang digunakan adalah detektor photodiede-array yang dihubungkan ke detektor quadrupole. Sumber ionisasi yaitu electrospray ionization (ESI) dioperasikan menggunakan mode ionisasi positif (+1) pada suhu 150oC. Kolom pemisahan menggunakan Water AccQ∙Tag Ultra (2.1 mm×100 mm, 1.7 𝜇m). Suhu kolom sebesar 55oC. Fase gerak menggunakan (A) campuran akuabides dan asam formiat dan (B) asetonitril. Volume injeksi sebanyak 1 𝜇L dengan laju alir 0.7 mL/menit. Analisis dilakukan menggunakan peranti lunak Waters MassLynx dan QuanLynx serta ditambah dengan literatur senyawa dari Chemsdraw dan Massbank.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Simplisia dan Rendemen Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Kadar air sampel M. zapota sebelum dikeringkan sebesar 19.30% ± 0.99 (Lampiran 3). Nilai ini merupakan kadar air yang relatif besar untuk bobot sampel yang akan digunakan. Sampel perlu dikeringkan terlebih dahulu. Sampel kulit batang
7
terluar M. zapota dengan ketebalan 0.35-1.25 cm dikeringkan dan dibuat menjadi serbuk. Kadar air sampel kering sebesar 1.46% ± 0.41 (Lampiran 3). Selain sebagai faktor koreksi jumlah rendemen, nilai ini mengindikasikan bahwa sampel tahan terhadap bakteri dan dapat disimpan dalam waktu 1 sampai 3 tahun pada suhu ruang (Herawati 2008), sehingga layak sebagai bahan baku obat herbal. Sejumlah 100 g sampel dimaserasi secara terpisah dengan pelarut air, metanol, etanol dan aseton, kemudian ekstrak pekat kasarnya ditentukan rendemennya. Hasil rendemen ekstrak ditunjukkan pada Gambar 1.
Rendemen (%)
4,17 3,61 2,57
ekstrak air
2,26
ekstrak metanol
ekstrak etanol
ekstrak aseton
Gambar 1 Rendemen ekstrak kulit batang M. zapota dengan pelarut air, metanol, etanol dan aseton Rendemen ekstrak kulit batang M. zapota pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kemampuan pelarut metanol dalam mengekstrak senyawa dari kulit batang M. zapota lebih tinggi dibandingkan etanol, air dan aseton secara berturut-turut. Metanol merupakan pelarut terpilih dalam mengekstraksi kulit batang M. zapota. Metanol mampu melarutkan hampir semua komponen baik yang bersifat polar, semipolar maupun nonpolar (Al-Ashary et al. 2010), Ekstraksi dengan metanol menghasilkan jumlah rendemen terbanyak (4.17%) dibandingkan tiga pelarut lainnya. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini lazim digunakan. Pemilihan pelarut dalam ekstraksi mempertimbangkan titik didih pelarut. Aseton, metanol dan etanol memiliki titik didih berturut-turut 56oC, 65oC dan 79oC. Titik didih ketiganya lebih rendah dibandingkan air (100oC). Ekstraksi menggunakan pelarut dengan titik didih yang rendah dapat memudahkan dalam penguapan pelarut dari ekstraknya. Penguapan pelarut yang memiliki titik didih tinggi dapat beresiko merusak senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak akibat pemutusan ikatan antar atom.
Fitokimia Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Uji fitokimia dilakukan pada ekstrak air, metanol, etanol dan aseton untuk mengetahui secara kualitatif golongan senyawa yang terkandung pada kulit batang M. zapota . Hasil uji fitokimia setiap ekstrak kasar berbagai pelarut ini ditunjukkan pada Tabel 1.
8
Tabel 1 Fitokimia ekstrak kulit batang M. zapota dengan pelarut air, metanol, etanol dan aseton Metabolit Hasil Uji Kualitatif Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan sekunder Berbagai Pelarut Ekstrak Air Ekstrak Ekstrak Ekstrak Metanol Etanol Aseton Flavonoid + + + + Alkaloid + + + + Saponin + + + + Tanin + + + + Steroid + + + Terpenoid + + + Keterangan: + = terdeteksi, - = tidak terdeteksi
Berdasarkan hasil uji fitokimia setiap ekstrak kasar berbagai pelarut (Tabel 1) dapat ditentukan secara kualitatif golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Secara umum, dapat diketahui bahwa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid dan terpenoid terkandung dalam ekstrak metanol, etanol dan aseton. Hasil uji fitokimia ekstrak air positif mengandung flavonoid, alkaloid dan saponin namun negatif terhadap golongan terpenoid dan steroid. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol dari kulit batang M. zapota yang telah dilaporkan Islam et al. (2013) positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Sampel kulit batang M. zapota tersebut berasal dari Rajshahi, Bangladesh. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol dari kulit batang M. zapota yang telah dilaporkan Hossain et al. (2012). Hasil penapisan fitokimia Hossain et al. (2012) positif mengandung tanin, saponin, dan flavonoid, namun negatif terhadap alkaloid dan steroid. Pada penelitian Hossain et al. (2012) sampel kulit batang M. zapota berasal dari Khulna, Bangladesh. Perbedaan kandungan metabolit sekunder dipengaruhi oleh perbedaan letak geografis, iklim, suhu dan kandungan hara tempat tumbuh tanaman. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari desa Pemenang Timur, kecamatan Pemenang, kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini berada 1 m di atas permukaan laut dan berjarak ± 1 km dari pantai. AktivitasAntibakteri Ekstrak Kulit Batang M. zapota dengan Berbagai Pelarut Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang M. zapota menggunakan pelarut air, metanol, etanol dan aseton dengan metode difusi cakram ditunjukkan pada Tabel 2. Data Tabel 2 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol lebih tinggi dibandingkan etanol, aseton dan ekstrak air. Seluruh ekstrak kasar pelarut tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif B. cereus dan S. aureus, namun tidak menghambat bakteri gram negatif S. flexneri. Bakteri gram negatif S. flexneri lebih resisten dibandingkan bakteri gram positif. Kondisi ini karena membran plasma pada bakteri gram positif dilindungi lapisan peptidoglikan saja, sedangkan bakteri gram negatif dilindungi lapisan peptidoglikan serta membran luar yang terdiri dari lipoprotein, fosfolipid dan lipopolisakarida (Poeloengan dan Praptiwi 2010).
9
Tabel 2 Aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang M. zapota menggunakan pelarut air, metanol, etanol dan aseton dengan metode difusi cakram Ekstrak Rerata Diameter Zona Hambat (mm) pada Konsentrasi (mg/mL) Berbagai kanamycin 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 40.0 Pelarut (25.0) B. cereus Air 8.5 Metanol 6 6.75 7.75 8 8.25 13.05 31 Etanol 5.5 6 6.5 8.2 8.25 12.25 Aseton 5.5 6 6.5 12.25 S. aureus Air 8.5 Metanol 7.5 8 8 8.5 10 20 Etanol 5.5 7 7.75 8.25 9 Aseton 6 6 6 9 S. flexneri Air Metanol 30 Etanol Aseton Keterangan: - = tidak terdeteksi, kanamycin (25.0) = kontrol positif (kanamycin) pada konsentrasi 25.0 mg/mL. Bakteri Uji
Aktivitas penghambatan ekstrak metanol terhadap B. cereus (Tabel 2) lebih tinggi dibandingkan ekstrak EtOAc kulit batang dan daun M. zapota hasil penelitian Abu-Osman et al. (2011). Zona hambat sebesar 11 mm dihasilkan untuk B. cereus pada konsentrasi 60 mg/mL ekstrak EtOAc kulit batang, sedangkan ekstrak EtOAc daun tidak menghasilkan zona hambat hingga konsenrasi 90 mg/mL (Abu-Osman et al. 2011). Zona hambat sebesar 10 mm untuk S. aureus pada konsentrasi 40 mg/mL ekstrak metanol kulit batang (Tabel 2), sedangkan pada konsentrasi 100 mg/mL ekstrak air akar M. zapota menghasilkan zona hambat sebesar 11 mm (Bhargavi et al. 2013). Nilai ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit batang M. zapota lebih berpotensi dibandingkan ekstrak air akar M. zapota pada penelitian Bhargavi et al. (2013). Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antibakteri (Tabel 2) yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol kulit batang M. zapota dengan konsentrasi 40 mg/mL pada penelitian Islam et al. (2013), yaitu sebesar 9 mm untuk S. aureus dan B. cereus. Zona hambat sebesar 13 mm dihasilkan untuk S. flexneri pada penelitian Islam et al. (2013), sedangkan ekstrak metanol penelitian ini tidak menghasilkan zona hambat untuk S. flexneri. Perbedaan ini dimungkinkan akibat berbedanya kandungan senyawa dan konsentrasi senyawa aktif antibakteri pada sampel penelitian ini dibandingkan penelitian Islam et al. (2013). Perbedaan ini dimungkinkan pula akibat perbedaan sumber bakteri. Bakteri pada penelitian ini bersumber dari American Type Culture Collection (ATCC) yang diperoleh dari IPBCC, sedangkan bakteri pada penelitian Islam et al. (2013) bersumber dari Microbial Type Culture Collection (MTCC) yang berasal dari India. Data aktivitas antibakteri ekstrak kasar berbagai pelarut dengan metode difusi cakram pada konsentras 2.5-100 mg/mL dianalisis statistik. Hasil analisis statistik (Lampiran 4) pada signifikansi 1% maupun 5% menunjukkan Fhitung lebih besar dari Ftabel maka Ho ditolak. Indeks homogenitas yang dicari (Fhitung) berada pada daerah penerimaan Ha baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Artinya, secara signifikan terdapat perbedaan kemampuan sebagai antibakteri antara ekstrak air, metanol, etanol dan aseton kulit batang M. zapota.
10
Fraksi Ekstrak Metanol Kulit Batang M. zapota Fraksionasi dilakukan dengan melarutkan ekstrak metanol menggunakan pelarut dengan kepolaran terendah n-heksana (Harborn 1987), kemudian etil asetat kemudian DCM secara berturut-turut. Metode ini berguna untuk memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses fraksionasi dilanjutkan dengan tahap pemisahan tanin dari fraksi metanol. Hasil fraksionasi diperoleh fraksi n-heksana (n-Hex), fraksi etil asetat (EtOAc), fraksi DCM, fraksi metanol, fraksi tanin dan fraksi metanol bebas tanin. Fraksionasi 10 g ekstrak metanol menghasilkan 2.59 g fraksi n-Hex (25.9%), 2.18 g fraksi EtOAc (21.8%), 0.14 g fraksi DCM (1.4%), 5.09 g fraksi metanol (50.9%), 4.63 g tanin (46.3%), dan 0.56 g fraksi metanol bebas tanin (5.6%). Tanin merupakan fraksi dengan rendemen tertinggi dibandingkan fraksi-fraksi lainnya. Pada tumbuhan tanin berfungsi mengikat senyawa-senyawa kimia pada jaringan tumbuhan melalui ikatan hidrogen (Harborn 1987). Pemisahan tanin dengan melarutkan 5.09 g fraksi metanol ke dalam 1 mL metanol, selanjutnya ditambahkan aseton untuk mengendapkan tanin. Proses pemisahan tanin menghasilkan fraksi metanol yang bebas tanin. Ketidakadaan tanin pada fraksi metanol bebas tanin dibuktikan dengan mengelusi fraksi ini dengan eluen n-hex : EtOAc (7:3). Profil KLT fraksi metanol bebas tanin dengan eluen n-heksana : EtOAc (7:3) ditunjukkan pada Gambar 2.
Tidak terdapat noda berpendar biru λ256nm λ366nm Gambar 2 Profil KLT fraksi metanol bebas tanin dengan eluen eluen n-hex : EtOAc (7:3) Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada Rf sama dengan nol tidak terdapat noda berpendar biru di bawah sinar ultra violet (UV, λ366nm). Artinya, tidak tedapat tanin pada fraksi metanol bebas tanin. Menurut Hidayat (2016) tanin memberikan noda berpendar biru di bawah sinar UV λ366nm pada KLT dengan eluen n-heksana : EtOAc (7:3). Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Ekstrak Metanol Kulit Batang M. zapota Fraksi n-Hex, EtOAc, DCM, metanol, tanin dan fraksi metanol bebas tanin dilakukan uji antibakteri. Hasil aktivitas antibakteri fraksi-fraksi ekstrak metanol kulit batang M. zapota ditunjukkan pada Tabel 3. Data Tabel 3 menunjukkan bahwa pada fraksi n-Hex, EtOAc maupun fraksi DCM tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Fraksi akhir metanol yang telah dibebaskan
11
taninnya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan fraksi metanol yang belum dibebaskan tanin. Pemisahan tanin penting dilakukan karena tanin dapat mengikat senyawa kimia melalui ikatan hidrogen (Harborn 1987), sehingga mempersulit dalam proses pemisahan senyawa. Tabel 3 Aktivitas antibakteri fraksi ekstrak kasar metanol dari kulit batang M. zapota dengan metode difusi cakram dan mikro-dilusi
Bakteri Uji
B. cereus
S. aureus
S. flexneri
Fraksi
n-Hex EtOAc DCM Metanol Tanin Metanol BT n-Hex EtOAc DCM Metanol Tanin Metanol BT n-Hex EtOAc DCM Metanol Tanin Metanol BT
Metode difusi cakram Rerata Diameter Zona Hambat (mm) pada Konsentrasi (mg/mL) Kanamycin Fraksi (25.0) (40.0) 31 11 12 14.5 20 10 11 13.5 30 11 11 12
Metode mikro-dilusi Aktivitas Antibakteri (mg/mL) KHM
KBM
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
1.0 1.0 0.2 2.0 1.0 0.2 3.0 3.0 2.0
Keterangan: BT = bebas tanin, - = tidak terdeteksi, kanamycin (25.0) = kontrol positif (kanamycin) pada konsentrasi 25.0 mg/mL, Fraksi (40.0) = setiap fraksi ekstrak metanol pada konsentrasi 40.0 mg/mL, KHM = konsentrasi hambat minimum, KBM = konsentrasi bunuh minimum
Aktivitas antibakteri fraksi metanol bebas tanin lebih tinggi dibandingkan fraksi EtOAc dari ekstrak etanol daun M. zapota pada hasil penelitian Rahman et al. (2015). Zona hambat fraksi metanol bebas tanin yang berkisar antara 12-14.5 mm (Tabel 3) sangat berbeda dari hasil yang diperoleh Rahman et al. (2015) berkisar antara 9-10 mm untuk bakteri yang uji, yaitu B. cereus, S. aureus, S. boydii, S. dysenteriae, B. megaterium, B. subtilis, Sarcina lutea, E, coli, P. aeruginosa, S. paratyphi, S. typhi, Vibrio parahemolyticus dan Vibrio mimicus. Bakteri-bakteri tersebut diperoleh dari koleksi Universitas Dhaka, Bangladesh. Meskipun bakteri-bakteri tersebut diperoleh dari sumber yang berbeda dengan bakteri pada penelitian ini, namun secara umum berdasarkan data Tabel 3 aktivitas antibakteri fraksi metanol bebas tanin lebih tinggi dibandingkan fraksi EtOAc. Hal ini akibat fraksi metanol bebas tanin dari kulit batang dimungkinkan mengandung senyawa antibakteri dan konsentrasi yang berbeda dengan fraksi EtOAc dari daun.
12
Aktivitas antibakteri fraksi metanol bebas tanin lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antibakteri beberapa senyawa triterpenoid murni hasil isolasi kulit batang M. zapota pada penelitian Toze et al. (2015). Nilai KHM fraksi metanol bebas tanin yaitu 0.05 mg/mL (Tabel 3) menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan nilai KHM yang diperoleh Toze et al. (2015), yaitu lebih besar dari 1 mg/mL. Bakteri uji yang digunakannya yaitu B. subtilis, S. aureus, dan E. coli. Bakteri B. subtilis merupakan bakteri yang satu genus dengan B. cereus sedangkan E. coli merupakan bakteri yang satu famili dengan Shigella. Fraksi metanol bebas tanin menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan tanin dan fraksi metanol. Tahap selanjutnya, pencirian senyawa antibakteri dilakukan pada fraksi metanol bebas tanin.
Pencirian Fraksi Metanol Bebas Tanin Analisis LC-MS dilakukan pada fraksi terpilih, yaitu fraksi metanol bebas tanin. Hal ini karena fraksi metanol bebas taninmenunjukkan zona hambat tertinggi. Selain itu, menunjukkan nilai KHM serta KBM terendah dibandingkan fraksi-fraksi lainnya. Sample Fraksi 4_160524_1
1: Scan ES+ BPI 8.81e7
16.83
Kelimpahan (%)
%
100
15.99
5.27 0.92
11.80
3.43
18.33
14.99
21.68 30.72
35.41
0
Time 5.00
A
10.00
15.00
Sample
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Waktu (menit)
Fraksi 4_160524_1 101 (16.827)
1: Scan ES+ 8.81e7
359.3065
100
%
Kelimpahan (%)
299 179
301
151
360.2552 353.2341 188.0810 361.2673
102.9426
522.3723
0
m/z 100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
m/z B Gambar 3 Kromatogram fraksi metanol bebas tanin (A) dan spektrum massa puncak senyawa pada menit 16.83 dalam kromatogram fraksi metanol bebas tanin (B)
13
Berdasarkan hasil analisis LC-MS fraksi metanol bebas tanin (Gambar 3), kromatogramnya menunjukkan banyak puncak hingga waktu retensi (Rt) 50 menit. Puncak dengan kelimpahan tertinggi (mendekati 100%) pada Rt 16.83 menit. Puncak pada Rt 0.92, 3.43, 11.8, 14.99, 18.33, 21.68, 30.72 dan 35.41 menit memiliki kelimpahan sekitar 11% dan puncak pada Rt 5.27 dan 15.99 menit dengan kelimpahan sekitar 20%. Hasil fragmentasi spektrum massa puncak pada Rt 16.83 menit memiliki kemiripan 81% dengan 3',4',5,7-tetrametilkuersetin pada database ID TY000124. Senyawa tersebut memiliki rumus molekul C19H18O7 dan massa molekul (m/z) sama dengan 358.3065. Tabel 4 Pola fragmentasi 3',4',5,7-tetrametilkuersetin dan beberapa senyawa kuersetin yang pernah dilaporkan Senyawa kuersetin Pola fragmentasi (kelimpahan (%)) a,b Kuersetin 301, 179 (100), 151 (60) Kuersetin-3-metil etera 315, 300, 271, 255, 151 (<1) Kuersetin-dimetil etera 329, 314, 299 (48), 285, 271, 243, 151 (<1) a Kuersetin-tetrametil eter 359, 344, 329, 301, 179 (<1), 151 (<1) Kuersetin-3-O-neohesperidosidab 300, 271, 255, 179 3',4',5,7-tetrametilkuersetin 361.3, 360.3, 359.3, 353.2, 301, 299, 188.0, 179, 151 dan 102.9 Keterangan: (a Falcao et al. 2013) dan (b Chen et al. 2015)
Spektrum massa fragmentasi puncak pada Rt 16.83 menit terdapat m/z 361.3, 360.3, 359.3, 353.2, 301, 299, 188.0, 179.0, 151 dan 102.9. Setiap spektrum massa merupakan massa molekul ditambah satu. Fragmen dengan m/z 301, 299, 179 dan 151 memiliki kesamaan dengan pola fragmentasi beberapa senyawa kuersetin yang pernah dilaporkan Falcao et al. (2013) dan Chen et al. (2015) (Tabel 4). B A
C -2CH3 -2CH2 -H
-CH3 -3CH2
B
B A
-1,3B
C
-2H
A
C
-1,2B
Gambar 4 Dugaan fragmentasi senyawa 3',4',5,7-tetrametilkuersetin
14
Senyawa Kuersetin dan kuersetin-3-O-neohesperidosida telah dilaporkan memiliki fragmen m/z 179 dan 151. Fragmen m/z 179 terbentuk akibat pemutusan H atau CH3 pada cincin A dilanjutkan dengan pemutusan 1,2 cincin B. Fragmen m/z 151 terbentuk akibat pemutusan H atau CH3 pada cincin A dilanjutkan dengan pemutusan 1,3 cincin B (Chen et al. 2015). Spektrum m/z 361.3 dan 360.3 dideduksikan sebagai isotop dari [C19H18O7]·+. Kation radikal C19H18O7 m/z 359.3 merupakan massa dari molekul asal ditemukan sebagai puncak tertinggi pada spektrum massa. Pola fragmentasi senyawa 3',4',5,7tetrametilkuersetin dengan m/z 301, 299, 179 dan 151 memiliki kesamaan dengan pola fragmentasi beberapa senyawa kuersetin yang pernah dilaporkan ditunjukkan pada Gambar 4. Senyawa flavonoid dan kuersetin telah banyak dilaporkan sebagai suatu agen antibakteri. Kuersetin dapat menghambat pertumbuhan spesies bakteri patogen pada mulut, yaitu Streptococcus mutan, Streptococcus sobrinus, Streptococcus sanguis, Lactobacillus acidophilu, Porphyromonas gingivalis dan Actinobacillus actinomycetemcomitans (Shu et al. 2011). Kuersetin sebagai kontrol positif pada konsentrasi 10 mg/mL telah dilaporkan menghasilkan zona hambat sebesar 20 mm pada bakteri B. subtilits, S. aureus dan E. coli (Abd-Allah et al. 2015). Senyawa 3-(kuersetin-8-il)-2,3-epoksiflavanona hasil oksidasi kuersetin menunjukkan zona hambat sebesar 15 mm terhadap bakteri S. aureus pada konsentrasi 10 mg/mL (Ramos et al. 2006). Pemisahan dan Pencirian Fraksi pada Rf 0.14 Proses pemisahan senyawa aktif antibakteri diawali dengan pencarian eluen terbaik untuk memisahkan senyawa pada fraksi metanol bebas tanin. Fraksi metanol bebas tanin diamati profil pemisahan senyawa-senyawanya menggunakan berbagai eluen tunggal dan kombinasi (Lampiran 5). Penggunaan eluen tunggal nheksana, EtOAc dan DCM tidak mampu mengelusi fraksi metanol bebas tanin. Penggunaan eluen tunggal etanol dan metanol dapat mengelusi fraksi metanol bebas tanin, namun kombinasi eluen-eluen tersebut tidak menunjukkan adanya pemisahan senyawa. Eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA, 4:1:5) merupakan eluen terbaik untuk memisahkan senyawa pada fraksi metanol bebas tanin.Eluen ini juga dapat memisahkan senyawa pada ekstrak metanol dan fraksi-fraksi lainnya (Lampiran 5). Ekstrak metanol dan fraksi-fraksinya diduga mengandung senyawa-senyawa fenolik. Menurut Harborn (1987) eluen ini dapat memisahkan senyawa-senyawa fenolik dengan baik.
A B C D E F (λ Di bawah sinar UV 254nm) G
A B C E UV F (λ G366nm) Di bawahDsinar
Gambar 5 Profil KLT fraksi metanol (A), tanin (B) dan fraksi metanol bebas tanin (C) dengan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA, 4:1:5)
15
Noda Rf 0.14 terdapat pada fraksi metanol, fraksi tanin dan fraksi metanol bebas tanin yang telah teruji aktif antibakteri (Tabel 3, Gambar 5), namun noda ini tidak ditemuakan pada fraksi n-hex, EtOAc dan DCM (Lampiran 5). Pemisahan noda Rf 0.14 dilakukan dengan metode KLTP. Metode ini dipilih karena rendemen fraksi metanol bebas tanin kecil, yaitu 0.56 g dan eluen yang digunakan memiliki titik didih yang tinggi. Eluen dengan titik didih yang tinggi dapat mempersulit dalam penguapan eluen dari eluatnya. Titik didih n-butanol, air dan asam asetat adalah 118 oC, 100 oC dan 118 oC berturut-turut. Eluen-eluen dengan titik didih yang tinggi dapat digunakan dalam pemisahan senyawa-senyawa kimia dengan metode KLTP (Harborn 1987). Sebanyak 0.56 g fraksi metanol bebas tanin dipisahkan menggunakan metode KLTP dengan eluen BAA. Fraksi pada Rf 0.14 diperoleh sebanyak 11.54 mg (2.06 % dari fraksi metanol bebas tanin). Hasil analisis FTIR fraksi pada Rf 0.14 ditunjukkan pada Gambar 6.
Kelimpahan (%)
C=O OH
C-O-C
C=C
Panjang Gelombang (cm-1)
Gambar 6. Hasil analisis FTIR fraksi pada Rf 0.14
Hasil analisis FTIR fraksi pada Rf 0.14 menunjukkan beberapa gugus fungsi dan ikatan antar atom. Puncak kuat dan lebar 3421.83 menunjukkan adanya gugus O-H. Puncak 1732.96 menunjukkan adanya regangan C=O. Kombinasi dua puncak 1050.90 dan 1025.98 menunjukkan regangan simetrik C-O-C. Gugusgugus fungsi O-H, C=O dan C-O-C terkandung dalam senyawa 3',4',5,7tetrametilkuersetin. Gugus fungsi O-H terdapat pada C3, C=O pada C4 dan gugus fungsi C-O-C terletak pada C3', C4', C5 dan C7. Spektrum hasil analisis FTIR fraksi pada Rf 0.14 memilliki kesamaan dengan spektrum kuersetin yang telah dilaporkan Bruno et al. (2010) dan Catauro
16
et al. (2015). Hasil analisis FTIR kuersetin yang telah dilaporkan Bruno et al. (2010) dan Catauro et al. (2015) ditunjukkan pada Gambar 7.
Kelimpahan (%)
C=O
(Aa)
Kelimpahan (%)
C=O (Bb)
Kelimpahan (%)
C=O
(Cb) Panjang Gelombang (cm-1) Keterangan: (a Bruno et al. (2010)) dan (b Catauro et al. (2015))
Gambar 7 Hasil analisis FTIR monomer kuersetin dan polikuersetin (A), kuersetin murni (B) dan kuersetin, silika-kuersetin 15%, silika-kuersetin 10%, silika-kuersetin 5% dan silika (C) Data pada Gambar 7 menunjukkan bahwa puncak kuat dan lebar 34063448 mengindikasikan adanya gugus OH dan puncak 1666-1730 mengindikasikan
17
adanya gugus C=O pada kuersetin. Pergeseran spektrum gugus fungsi kuersetin dikarenakan kuersetin berikatan dengan kuersetin atau senyawa lainnya (Bruno et al. 2010; dan Catauro et al. 2015).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil pencirian senyawa fraksi metanol bebas tanin dari ekstrak pelarut terpilih (metanol) kulit batang M. zapota memiliki kromatogram spektroskopi massa dengan kelimpahan mendekati 100% pada Rt 16.83 menit. Senyawa tersebut diduga 3',4',5,7-tetrametilkuersetin merupakan senyawa terpenting antibakteri dari kulit batang M. zapota.
Saran Pengujian antivitas antibakteri fraksi Rf 0.14 hasil pemisahan fraksi metanol bebas tanin perlu dilakukan. Antivitas antibakteri fraksi Rf 0.14 dibandingkan dengan kuersetin dan kontrol positif (seperti kanamycin). Hal ini untuk mengetahui tingkat kemampuan fraksi tersebut sebagai antibakteri.
18
DAFTAR PUSTAKA Abd-Allah WA, Awad HM, Abdel-Mohsen MM. 2015. HPLC Analysis of Quercetin and Antimicrobial Activity of Comparative Metanol Extracts of Shinus molle L.Int J Curr Microbiol App Sci. 4(11):550-558. Abu-Osman M, Abdul-Aziz M, Rowshanul-Habib M, Rezaul-Karim M. 2011. Antimicrobial investigation on Manilkara zapota (L) P royen. IJDDR. 3(1):185-190. Al-Ashary MN, Supriyanti FMT, Zackiyah. 2010. Penentuan pelarut terbaik dalam mengekstraksi senyawa bioaktif dari kulit batang Artocarpus heterophyllus. J Sains Teknol Kim. 1(2):150-158. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. AOAC 950.46 (B) 2005. Maryland (US): AOAC. Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant activities. J Wood Sci. 55:230-235.doi:10.1007/s10086-0081021-1. Bhargavi S, Kanakaiah B, Sowmya DK, Ravi B, Nama S. 2013. An evaluation of the antibacterial activity of root extracts of Manilkara zapota against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. IJP. 4(3):171-173. Bruno FF, ADAMTROTTA, Fossey S, Nagarajan S, Nagarajan R, Samuelson LA, Kumar J. 2010. Enzymatic Synthesis and Characterization of PolyQuercetin. JMS.47:1191–1196. Catauro M, Papale F, Bollino F, Piccolella S, Marciano S, Nocera P, Pacifico S. 2015. Silica/quercetin Sol–Gel Hybrids as Antioxidant Dental Implant Materials. Sci. Technol. Adv. Mater. 16(3):035001. Chen Y, Yu H, Wu H, Pan Y, Wang K, Jin Y, Zhang C. 2015. Characterization and Quantification by LC-MS/MS of the Chemical Components of the Heating Products of the Flavonoids Extract in Pollen Typhae for Transformation Rule Exploration. Molecules. 20:18352-18366. Falcão SI, Vale N, Gomes P, Domingues MRM, Freire C, Cardoso SM, VilasBoas M, 2013. Phenolic Profiling of Portuguese Propolis by LC–MS Spectrometry: Uncommon Propolis Rich in Flavonoid Glycosides. Phytochem Anal. 24(4):309-18.doi:10.1002/pca.2412. Fernandes CP, Corrêa AL, Lobo JFR, Caramel OP, Almeida BF, Castro ES, Souza KFCS, Burth P, Amorim LMF, Santos MG, Ferreira JLP, Falcão DQ, Carvalho JCT, Rocha L. 2013 Triterpene Esters and Biological Activities from Edible Fruits of Manilkara subsericea (Mart.) Dubard, Sapotaceae. BioMed. 2013(280810):1-7.doi.org/10.1155/2013/280810. Gonzales, Maria-Victoria M., Tolentino, Angelina G. 2014. Extraction and isolation of the alkaloids from the samanea saman (acacia) bark: its antiseptic potential. IJSTR. 3(1):120-124. Harborn JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
19
Herawati H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. J Lit Pert. 27(4):124-130. Hidayat S. 2016. Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L) dan Aktivitas Sitotoksiknya pada Sel Murin Leukemia P-388 [tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian bogor. Hossain MH, Jahan F, Islam MS, Howlader, Kanti-Dey S, Hira A, Ahmed A, Sarkar RP. 2012. Evaluation of Anti-inflammatory Activity and Total Flavonoids Content of Manilkara zapota (Linn) Bark. IJPPR. 2(1):35-39. Islam MR, Parvin MS, Banu MR, Jahan N, Das N, Islam ME. 2013. Antibacterial and phytochemical screening of ethanol extracts of Manilkara zapota leaves and bark. IJPS. 3(6):394-397. Januar SE. 2013.Komponen Kimia Fraksi Polar Ekstrak Metanol Buah Sinyo Nakal (Duranta repens) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian bogor. Kaneria M, Chanda S. 2012. Evaluation of antioxidant and antimicrobialproperties of Manilkara zapotaL (Chiku) leaves by sequential soxhlet extraction method. APJTB. S1526-S1533. Kong M, Ryu S. 2015. Bacteriophage PBC1 and Its Endolysin as an Antimicrobial Agent against Bacillus cereus. AEM. 81(7):2274-2283. Nathan P, Law EJ, Murphy DF, MacMillan BG. 1978. A laboratory method for selection of topical antimicrobial agents to treat infected burn wounds. Burns. 4(3):177-187. Parhusip AJN, Handayani R, Vilona. 2008. Kajian aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai pengawet alami pada mi basah. JITP. 6(2):25-43. Poeloengan M, Praptiwi. 2010. Antibacterial activity test of mangosteen (Garcinia mangostana Linn) peel. Med Lit Kes. 2:65-69. Priya P, Shoba FG, Parimala M, Sathya J. 2014. Antioxidant and antibacterial properties of Manilkara zapota (L) royen flower. IJPCR. 6(2):174-178. Rahman SMA, Ganguly A. 2015. Evaluation of The Cytotoxic, Antimicrobial, Antioxidant, Anthelmintic and CNS Depressant Activities of Manilkara zapota Leaf (Sapotaceae). WJPR. 4(1):272-283. Ramos FA, Takaishi Y, Shirotori M, Kawaguchi Y, Tsuchiya K, Shibata H, Higuti T, Tadokoro T, Takeuchi M. 2006. Antibacterial and Antioxidant Activities of Quercetin Oxidation Products from Yellow Onion (Allium cepa) Skin. J Agric. Food Chem. 54(10):3551-3557. Shu Y, Liu Y, Li L, Feng J, Lou B, Zhou X, Wu H.2011. Antibacterial activity of quercetin on oral infectious Pathogens. AJMR. 5(30):5358-5361. doi:10.5897/AJMR11.849. Toze FAA, Fomani M, Nouga AB, Chouna JR, Kouam, Waffo AFK, Wansi JD. 2015. Taraxastane and Lupane Triterpenoids from the Bark of Manilkara zapota. IRJPAC. 7(4): 157-164. World Health Organization. 2016. Antibiotic resistance. Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/antibiotic-resistance/en/ pada 11-01-2017.
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Uji Fitokimia Flavonoid (Harborn 1987) Sepuluh mL etil asetat ditambahkan ke 0.2 g sampel dan dipanaskan dalam bak air selama 5 menit. Campuran didinginkan, disaring dan filtrat digunakan untuk pengujian. Pengujian dilakukan dengan metode uji amonium. Uji amonium: sekitar 4 mL filtrat dikocok dengan 1 mL larutan amonia encer 10% (v/v). Lapisan dipisahkan dan warna kuning pada lapisan amonia menunjukkan adanya flavonoid Alkaloid (Harborn 1987) Sebanyak 0.2 gram sampel dimasukkan ke dalam labu dan ditambahkan ke dalamnya 20 mL asam sulfat encer 5% (v/v) dalam etanol dan kemudian dipanaskan dalam bak air mendidih selama 5 menit. Campuran disaring dan filtrat yang dipisahkan ditambahkan dengan 2 tetes reagen Mayers dan Wagners dalam tabung. Warna oranye menunjukkan hasil positif. Saponin (Harborn 1987) Dua puluh mL air ditambahkan 0.25 g dari sampel dalam gelas kimia, direbus dan disaring untuk uji buih. Uji buih dilakukan dengan cara: 5 mL filtrat diencerkan dengan 20 mL air dan dikocok dengan kuat. Buih stabil (busa) menunjukkan adanya saponin. Tanin (Harborn 1987) Sebanyak 0.1 gram sampel direbus dengan 5 mL air disaring dan filtrat digunakan untuk melakukan uji klorida. Beberapa tetes besi dari besi(III)klorida 1% ditambahkan ke 3 mL filtrat dalam tabung reaksi. Endapan hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin. Steroid dan Terpenoid (Ciulei 1984). Sebanyak 0.1 g sampel diekstraksi dengan n-heksan ± 2 mL, disaring. Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan dikeringkan di atas cawan porselin, ditambahkan dengan 3 tetes anhidrida asetat (Ac2O) dan 1 tetes asam sulfat pekat (H2SO4 pekat). Hasil positif mengandung senyawa golongan triterpenoid ditunjukkan dengan timbulnya cincin kecoklatan atau violet. Sedangkan hasil positif mengandung senyawa golongan steroid ditunjukkan dengan timbulnya cincin biru kehijauan.
22
Lampiran 2 Bagan Alir Penelitian Sampel kering Maserasi sampel-pelarut (1:3)
Ekastra k air
Ekastra k etanol
Ekastrak metanol
Dihitung rendemen ekstraksi
Ekastrak aseton
Uji aktivitas antibakteri
Uji fitokimia
Sampel kering (2 Kg)
Metanol pelarut terbaik
Maserasi sampel-pelarut terbaik Ekstrak metanol 125.46g
Ekstrak metanol (10
dilarutkan dalam n-hekasana Larut nheksana (2.59 g)
Residu A
dilarutkan dalam EtOAc Larut EtOAc (2.18 g)
Residu
dilarutkan dalam DCM Larut DCM ( 0.14g)
Residu C
dihilangkan tanin
Tanin (4.63g)
Bebas tanin (0.56g)
Dipisahkan dengan KLTP Residu D
Noda Rf =
Terekstrak aseton = 2.86mg
Terekstrak asTerekstrak asasetat 35% = asetat 35% = 11.54mg
karakterisasi
23
Lampiran 3 Hasil Analisis Kadar Air Bobot (g) Bobot sampel Kadar air (%) sampel kering (g) cawan basah 1 21.9667 1.0000 0.8182 18.18 2 21.3969 1.0001 0.8011 19.9 3 28.1033 1.0001 0.8020 19.81 Rerata ± SD 19.30 ± 0.99 Contoh perhitungan: 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 Kadar air (%) = × 100% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ Ulangan
= Rerata = SD
1.0000−0.8182 1.0000
(18.18+19.9+19.81)% 3
=√∑𝑖=𝑛 𝑖=1
|𝑥𝑖−𝑥̅ |2 𝑛−1
× 100% = 18.18%
= 19.30%
(18.18−19.3)2 +(19.9−19.3)2 +(19.81−19.3)2
=√
3−1
= 0.99
Bobot awal (g) Bobot akhir Kadar air (%) Cawan Sampel sampel (g) 1 26.7559 0.7997 0.7806 1.91 2 24.2657 0.8002 0.7865 1.37 3 19.5671 0.7894 0.7784 1.1 Rerata ± SD 1.46 ± 0.41 Contoh perhitungan: 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 Kadar air (%) = × 100% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 Ulangan
= Rerata = SD
0.7997−0.7806 0.7997
(1.91+1.37+1.1)%
=√∑𝑖=𝑛 𝑖=1
3 |𝑥𝑖−𝑥̅ |2 𝑛−1
× 100% = 1.91%
= 1.46% (1.91−1.46)2 +(1.37−1.46)2 +(1.1−1.46)2
=√
3−1
= 0.41
24
Lampiran 4 Analisis statistikpada signifikansi 1% dan 5% mengunakan metode analysis of variance (ANOVA) one-way layout.
SStotal = ∑𝑝𝑖=1 ∑𝑛𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 2 − SSfaktor = ∑𝑝𝑖=1
2
[∑𝑛 𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 ] 𝑛
−
𝑁 2 𝑝 [∑𝑖=1 ∑𝑛 𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 ]
SSresidu = ∑𝑝𝑖=1 ∑𝑛𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 2 − ∑𝑝𝑖=1 𝑆𝑆
/(𝑝−1)
Fhitung = 𝑆𝑆𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟/(𝑁−𝑝) = 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
2
𝑝
[∑𝑖=1 ∑𝑛 𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 ]
= 11601.96 − 8761.57 = 2840.39 = 9309.38 − 8761.57 = 547.81
𝑁 2 [∑𝑛 𝑘=1 𝑥𝑖𝑘 ]
547.81⁄ 3 2292.58⁄ 124
𝑛
= 11601.96 − 9309.38 = 2292.58
= 9.8765
Ftabel = F{(1-α), (p-1), (N-p)} = F (0.99 dan 0.95, f1 = 3, f2 = 124) = 3.9416 dan 2.6328 Pada signifikansi 1% maupun 5% Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak. Indeks homogenitas yang dicari (Fhitung) berada pada daerah penerimaan Ha baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Keterangan: SStotal = Variansi total, SSfaktor = variansi antar faktor, SSresidu = variansi dalam faktor (residual), n = banyaknya observasi setiap level, p = berbagai level dari suatu faktor tunggal, N = total observasi (np).
25
Lampiran 5 Profil KLT fraksi metanol bebas tanin dengan berbagai eluen, kiri: di bawah sinar UV λ254nm, kanan: di bawah sinar UV λ366nm
n-hex
EtOAc DCM etanol Eluen tunggal di bawah sinar UV λ254nm
metanol
n-hex
EtOAc DCM etanol Eluen tunggal di bawah sinar UV λ366nm
metanol
Di bawah sinar UV (λ254nm)
Di bawah sinar UV (λ366nm)
Eluen kombinasi (7:3) berturut-turut Etil asetat : metanol, DCM : metanol, dan kloroform : metanol.
26
A
B
C D E F G H Di bawah sinar UV (λ254nm)
I
J
A
B
C D E F G H Di bawah sinar UV (λ366nm)
I
J
Keterangan eluen: A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
A
N-butanol, asam asetat, air (4:1:5) tanpa homogenisasi N-butanol, etanol, air (4:1:2.2) HCl pekat, asam asetat, air (3:30:10) HCl 1% Amil alkohol, asetat, air (2:1:1) metanol, asam asetat, air (19:10:71) N-butanol, NH4OH 2M (1:1) asam asetat 50% asam asetat 10% N-butanol, HCl 2M (1:1)
B C D E F G Di bawah sinar UV (λ254nm)
A B C D E F G Di bawah sinar UV (λ366nm)
Profil KLT ekstrak metanol kulit batang M. zapota dan fraksi-fraksinya dengan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA, 4:1:5); ekstrak metanol (A), fraksi n-Hex (B), fraksi EtOAc (C), fraksi DCM (D), fraksi metanol (E), tanin (F) dan fraksi metanol bebas tanin (G)
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mantang Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat) pada tanggal 16 Januari 1988 dari ayah Suhro Wirdi dan Ibu Sawiyah. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram (UNRAM), masuk pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2011. Agustus 2013 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) di program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan sponsor Beasiswa Pascasarjana dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui program beasiswa BPPDN. Jurnal Antibacterial Activity of Quercetin Rich Methanol Fraction of Manilkara zapota Bark telah berstatus accepted akan di terbitkan pada jurnal International Journal of Agriculture and Biosciences.