AKSI DAN INTERAKSI CLUBBER DI TEMPAT HIBURAN MALAM (STUDI PADA DISKOTIK DINASTY KOTA CILEGON) SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian Sarjana (S-1) pada program studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Oleh : TEGUH CIPTA NIM. 6662102884
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2015
MOTTO & PERSEMBAHAN Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu. ‘Nabi Muhammad Saw’
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Kedua Orang tuaku… Bapa Bahroni, Emih Sutini dan keluargaku tercinta Serta orang-orang yang menyanyangi dan mencintaiku
ABSTRAK
Teguh Cipta. NIM 6662102884. Skripsi. Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam (Studi Pada Diskotik Dinasty Kota Cilegon). Pembimbing I : Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si dan Pembimbing II : Naniek Afrilla Framanik, S.Sos, M.Si Di dalam tempat hiburan malam seorang clubber mampu menunjukan simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber, baik dari fashion, fisik, dan kebiasaanya. Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang keranjingan dugem atau istilah lainnya dulalip (dunia kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan atau masyarakat metropolis. Dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anak- anak muda kota besar. Menurut data yang di dapatkan berdasarkan hasil observasi dilapangan, diketahui bahwa pertama, di dalam tempat hiburan malam terjadi tanggapan atau reaksi individu satu dengan yang lainnya terhadap suatu rangsangan, baik sedang tidak berkomunikasi dan sedang berkomunikasi. Sebagian dari itu, kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan seorang clubber di tempat hiburan malam pun itu dianggap sebagai sebuah perilaku. Contohnya : kegiatan yang dilakukan, seperti berjoged, berminum-minum ria, mencari pasangan, mencari kawan, berbisnis dan acara ulang tahun. Di dalam tempat hiburan malampun, seorang clubber tidak luput dari sebuah interaksi antar sesama clubber, dan interaksi yang dilakukan adalah interaksi verbal dan nonverbal. Contoh, seorang clubber saling berkenalan, mengobrol, bercanda gurau, saling sapa, memanggil sesama clubber, dan bernyanyi itu sebagian dari interaksi komunikasi verbal, dan contoh dari interaksi komunikasi nonverbal adalah cara berpakaian seorang clubber, penggunaan simbol khusus yang dibuat seorang clubber seperti meminta korek api, meminta minuman, melambaikan tangan, berjabat tangan, dan meminta tombol service pada pelayan. Setelah ditelaah inti dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama (interaksi). Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial (aksi).
Kata kunci : Clubber, Diskotik, Dugem, Aksi, dan Interaksi
ABSTRACT Teguh Cipta. NIM 6662102884. Thesis. Action and Interaction Clubbers in The Night Clubs (Studies atDynasty Club ,Cilegon). Supervisor I: Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si and Supervisor II: Naniek Afrilla Framanik, S. Sos, M.Si
In The night clubs a clubber able to show the special skills that are used identity as a clubber,even from the fashion, physical, and habist. Currently, it is not a few young people like going to clubs or is called Night Life. Clubbing is the habit of some young people or metropolitan community. Clubbing or night life gaining popularity in the arena of young people hanging to the big city. According to the result on get based on field observations, it is known that the first, in nightclubs occur responses or reactions of individuals to one another to a stimulus, either were not communication and being communicated. Most of the activities and habits that made a clubber in nightclubs was it regarded as a behavior. For example: the activities carried out, such as dance, have fun, find a mate, find a friends, business and anniversary events. In nightclubs, a clubber not escape from an interaction among fellow clubber, and any interaction is the interaction of verbal and nonverbal. For example, a clubber become acquainted, chatting, joking joke, greeting each other, calling a fellow clubber, and singing was part of the interaction of verbal communication, and examples of the interaction of nonverbal communication is how to dress a clubber, the use of special symbols that made a clubber like asking a match fire, asking for a drink, waving, shaking hands, and asked the waiter service button. Having explored the core of this research is revealing how humans use symbols that represent what they would like to in the communication process with other (interaction). The use of symbols which can indicate a specific meaning, is not a process of interpretation that is held through an official approval, but rather the result of a process of social interaction (action).
Keywords: Clubber, Disco, clubbing, Action and Interaction
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulisan panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan segala nikmat yang telah menuntun manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman penuh keimanan. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir jaman kelak. Di dalam tempat hiburan malampun, seorang clubber tidak luput dari sebuah interaksi antar sesama clubber, dan interaksi yang dilakukan adalah interaksi verbal dan nonverbal. Contoh, seorang clubber
saling berkenalan,
mengobrol, bercanda gurau, saling sapa, memanggil sesama clubber, dan bernyanyi itu sebagian dari interaksi komunikasi verbal, dan contoh dari interaksi komunikasi nonverbal adalah cara berpakaian seorang clubber, penggunaan simbol khusus yang dibuat seorang clubber seperti meminta korek api, meminta minuman, melambaikan tangan, berjabat tangan, dan meminta tombol service pada pelayan. Setelah ditelaah inti dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama (interaksi). Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial (aksi). Penyusunan
skripsi ini merupakan kajian mengenai “Aksi dan Interaksi Clubber di tempat hiburan, tepatnya di tempat Diskotik Dinasty kota Cilegon.” Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Yth. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M, Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Yth. Dr. Agus Sjafari, M, Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Yth. Neka Fitriyah, S, Sos, M, Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Yth. Puspita Asri Praceka, S, Sos., M, Ikom selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si selaku pembimbing 1 dalam skripsi ini. Terimakasih atas waktu dan nasehatnya selama penyusunan skripsi ini berlangsung. 6. Yth. Naniek Afrilla Framanik, S.Sos, M.Si selaku pembimbing 2 dalam skripsi ini. Terimakasih atas waktu, nasehat, dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini, ibu tidak pernah bosan dan berhenti memberikan yang terbaik bagi peneliti.
ii
7. Semua clubber yang peneliti hormati dan ucapkan beribu-ribu terima kasih, karena tanpa kalian skripsi ini tidak akan ada, terima kasih atas kesediannya untuk bisa di wawancarai dan dimintai informasi mengenai penelitian tentang „aksi dan interaksi‟ clubber ini. 8. Keluargaku tersayang. Terima kasih sudah memberikan semangatnya. 9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Bahroni dan mimih Sutini dan saudarasaudara yang selalu memberi dukungan dan support tiada henti dan selalu memberikan kasih sayang yang berarti buat saya, yaitu : Wa Ujang, Wa Cucu, Wa, elis, Mang Uus, Mang Ade, Bi nyai, Bi ena, Mang Adi, Ceui Ida, Baridz, Cici, dan Ani. Your parents is the best for me. 10. Teman-teman jurusan komunikasi dari angkatan 2006 sampai sekarang baik regular maupun non regular. Bangkit mahendra, Heri perdana tarigan, Ikbal fahmi, Rizki Fernando, Reja suryalaksana, Aulia hidayat, Nicko rizfyanda utama, Dindin hasanudin, Mohammad Vicky darmawan, Agung Rsjp, Ichwan adinata, Delia medina, Natasya puspa Yolanda, dan Sausan saidah salam. 11. Kawan-kawan seperjuangan dari mulai awal perkuliahan sampai sekarang, Agung Gumelar (Jidat), Muhamad Nida (Pejantan tangguh), Muhamad Fandi Setiawan (Pembicara handal yang tak bisa dikalahkan), Rangga Andriana (Dota Sejati), Achmad Ramdani Fitriyadi (Bos Bis), Dhamar Indraloka (Anak Komunitas), Septian Akbar (Anak DWP), Akmal Alamsyah (Anak Metal), Suryanto S A (Orang yang dituakan dan
iii
dihormati), Maulana Yusuf (Bos Jeans), Fahmi Malik Akbar (Pemain PES 2015), dan Putut Wiroreksono (Tukang Foto). 12. Teman-temanku yang tidak disebutkan namanya satu persatu. Atas kebaikan dan pertemanannya selama ini. Kepada semua pihak tersebut, semoga amal kebaikan yang telah dilakukan selama ini mendapat ganjaran yang setimpal dan rahmat dari Allah SWT. Tiada hal lain yang bisa penulis lakukan selain mendoakan yang terbaik untuk semuanya. Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sahih bagi berbagai pihak. Wassalamualaikum Wr. Wb
Serang, 13 Agustus 2015 Penulis,
Teguh Cipta
iv
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS .......... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN .................................... Error! Bookmark not defined. LEMBARPENGESAHANSKRIPSI…………………………………………..iii MOTTO & PERSEMBAHAN ............................................................................. ii ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix BAB I ...................................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... 7
1.3
Identifikasi Penelitian ............................................................................... 8
1.4
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.5
Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.5.1
Manfaat Teoritis ................................................................................ 8
1.5.2
Manfaat Praktis ................................................................................. 9
BAB II .................................................................................................................. 10 2.1 Interaksi Simbolik ....................................................................................... 10
v
2.1.1 Interaksionisme Simbolik ..................................................................... 14 2.1.2 Aksi dan Interaksi ................................................................................. 16 2.1.3 Analisis Percakapan .............................................................................. 19 2.3 Paradigma Konstruktivis ............................................................................. 20 2.4 Komunikasi Antar Pribadi ........................................................................... 23 2.5 Tinjauan Komunikasi .................................................................................. 26 2.5.1 Model Komunikasi ............................................................................... 27 2.5.2 Hakikat Komunikasi ............................................................................. 28 2.5.3 Definisi Komunikasi ............................................................................. 29 2.5.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal ...................................................... 31 2.5.5 Prinsip Komunikasi............................................................................... 34 2.6 Definisi Hiburan Malam ............................................................................. 39 2.6.1 Clubber.................................................................................................. 41 2.6.2 Definisi Diskotik ................................................................................... 41 2.6.3 Tempat Hiburan Malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon ..................... 42 2.7 Kerangka Penelitian dan Kerangka Berpikir ............................................... 43 2.8 Penelitian Terdahulu.................................................................................... 45 BAB III ................................................................................................................. 49 3.1 Metodelogi Interaksionisme Simbolik Riset ............................................... 49 3.2 Metode Penelitian Kualitatif........................................................................ 51 3.3 Sifat Penelitian Exploratif Kualitatif ........................................................... 54 3.4 Instrumen Penelitian Kualitatif.................................................................... 54 3.4.1 Observasi Langsung.............................................................................. 56 3.4.2 Wawancara............................................................................................ 58 3.4.3 Dokumentasi ......................................................................................... 58
vi
3.5 Informan Penelitian ..................................................................................... 58 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 62 3.6.1 Validitas Data ....................................................................................... 63 3.6.2 Triangulasi ............................................................................................ 64 3.7 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 65 3.8 Jadwal Kegiatan Penelitian.......................................................................... 65 BAB IV ................................................................................................................. 67 4.1 Profil Objeck Pebelitian .............................................................................. 68 4.1.2 Diskotik Dinasty Kota Cilegon ............................................................. 68 4.2 Pembahasan ................................................................................................. 70 4.2.1 Faktor-faktor Seseorang Melakukan Clubbing ..................................... 73 4.2.2 Aksi Clubber Di Diskotik Kota Cilegon............................................... 76 4.2.3 Interaksi Clubber Di Diskotik Kota Kota Cilegon ............................... 96 BAB V................................................................................................................. 108 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 108 5.2 Saran .......................................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 111 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 115
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 47 Tabel 3.1 Profil Informan..................................................................................... 61 Tabel 3.2 Jadwal Penelitian.................................................................................. 66
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN .................................................................. 115 Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA ........................................................ 116 Lampiran 3 Transkip Wawancara Informan 1 ................................................... 118 Lampiran 4 Transkip Wawancara Informan 2 ................................................... 121 Lampiran 5 Transkip Wawancara Informan 3 ................................................... 123 Lampiran 6 Transkip Wawancara Informan 4 ................................................... 125 Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan 5 ................................................... 127 Lampiran 8 Transkip Wawancara Informan 6 ................................................... 129 Lampiran 9 Dokumentasi Foto........................................................................... 131 Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup ................................................................... 137
ix
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Fenomena modernisasi melahirkan kehidupan yang telah banyak merubah
cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah terciptanya budaya masyarakat konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis, (Marisaduma : 2007). Fenomena ini tidaklah dianggap terlalu aneh, untuk dibicarakan dan bahkan sudah menjadi bagian dari budaya baru hasil dari para importir yaitu para penguasa industri budaya yang sengaja memporakporandakan tatanan budaya yang sudah mapan selama bertahun tahun menjadi bagian dari jatidiri bangsa Indonesia itu. Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang konon katanya lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat, bahkan masyarakat rendah status sosialnyapun dapat dengan mudah menerapkannya dalam aktifitas kehidupan. Dunia malam contohnya yang menjadi pengaruh yang sangat kuat kepada setiap lingkungan pergaulan, karena dunia malam adalah aktifitas yang ada saat malam tiba. Hiburan malam, tempat hiburan, dan para penikmatnya adalah satu paket pengisi dunia malam. Malam hari adalah milik mereka yang mencari kesenangan duniawi. Waktunya untuk bersantai dan menikmati hidup. Misalnya saja bersuka ria di berbagai klab malam, kafe, diskotik, karaoke atau pusat hiburan lainnya. Globalisasi dan perkembangan teknologi menyebabkan industri wisata 1
2
dan hiburan malam berkembang pesat di kota-kota besar, (Stevanio : 2007). Istilah dugem di kehidupan malam menjadi sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para „eksmud’ (eksekutif muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan seminggu di kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri. Di kota cilegon khususnya terdapat tempat dugem yang sering digandrungi semua kalangan, yaitu Diskotik dinasty yang berlokasi di Simpang Tiga Kota Cilegon Provinsi Banten yang hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. sebenarnya adalah tempat karaoke, hotel, dan restaurant. Akan tetapi dimalam hari mereka membuka tempat clubbing yang dimulai dari jam 23.00 WIB sampai larut malam, malahan hingga pagi jam 04.00 WIB. Dinasty adalah salah satu tempat hiburan malam di Cilegon yang minat pengunjungnya termasuk banyak dibanding tempat hiburan lainnya. Karena, penyuguhan didalamnya lebih meriah dan lebih bernuansa anak muda. Dilihat dari musik yang dimainkan lebih energic, pengunjung yang datang dari kalangan menengah ke atas, wanita cantik dan sexi menarik mata lelaki berkumpul disana, dan kebalikannya para lelaki yang menggoda membuat para wanita-wanita terpesona. Manager perusahaan diskotik dinasty bernama ibu Lisa, di dalamnya terbentuk sebuah organisasi seperti layaknya perusahaan, akan tetapi tidak menentu, yang jelas di dalam perusahaan ini ada pimpinan dan karyawan lain yang bekerja di diskotik tersebut. Dalam suatu tempat diskotik selalu ada regulasi
3
yang harus dipatuhi oleh para clubber dan pengunjung saat berada di sana. Contohnya peraturan untuk para clubber, clubber dilarang memakai sandal pada saat memasuki ruangan diskotik, dilarang memakai kaos, harus rapih, dilarang keras membawa minuman dan makanan dari luar, dilarang membawa senjata tajam, dan dilarang berbuat tindakan yang merugikan clubber lain. Itu salah satu peraturan yang tertulis ditempat hiburan malam Dinasty Cilegon Banten. Terbentuknya Diskotik Dinasty ini berawal dari hotel biasa, yang berubah menjadi hotel menengah keatas, terus seiring berkembangnya zaman, Dinasty membuka suatu tempat karaoke, yang lumayan bisa terbilang mewah dan high class. Makin kesini perusahaan Dinasty semakin maju, dan akhirnya perusahaan ini membuat suatu tempat diskotik yang letaknya di lantai 2 hotel yang pada awalnya merupakan tempat karaoke, sehingga tempat karaoke sekarang berada di lantai 1 dan hotel di lantai 3 dan di lantai 1. Dibangunnya tempat diskotik Dinasty memunculkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Dari kalangan ormas agama misalnya, mereka tidak menginginkan dibangunnya tempat diskotik ini karena bertentangan dengan ajaran agama dan kearifan lokal Banten. Selain itu, Pemerintah pun bersikeras untuk menutup tempat tersebut dikarenakan melanggar peraturan daerah No: 2/2003 tentang Penyelenggaraan Tempat Hiburan. Memang pada dasarnya pemerintah juga tidak begitu berperan dalam menangani masalah clubbing, karena sesungguhnya itu kesadaran dari diri sendiri. Tetapi pemerintah berupaya menanggulanginya dengan cara mengeluarkan RUU pornografi dan pornoaksi. Di samping itu, ada saja pihak atau kalangan yang mendukung dibangunnya tempat
4
hiburan ini, dengan alasan sebagai sarana refreshing otak dalam menghilangkan penatnya pekerjaan yang mereka hadapi dan masalah. Berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan beat yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut ‘shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka, (Malbon : 2009). Gaya hidup memiliki bermacam-macam arti. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dikatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Sedangkan umumnya orang beranggapan bahwa gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaaan waktu (aktivitas), minat tentang pentingnya lingkungannya, dan pendapat tentang dirinya sendiri dan
dunia
sekelilingnya, (Holland : 1995, Chatterton and Holland : 2001, dalam Malbon, 1999). Dari dua pendapat di atas dapat di ambil pokok dari gaya hidup, yaitu (1) pola kehidupan (2) terkait dengan aksi dan interaksi. Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang bagaimana orang menggunakan uang, waktu, dan minat serta pendapatnya terhadap hal-hal yang ada di lingkungannya. Tidaklah mengherankan jika dugem telah menjadi program rutin bagi penikmat dunia malam, maka
5
mereka rela mengalokasikan dana khusus untuk hal yang mereka sebut memanjakan diri menghilangkan penat itu, (Jackson : 2003). Di saat sebagian besar masyarakat tertidur, menyiapkan tenaga untuk keesokan harinya, dunia malam akan terus bergeliat. Menyuguhkan hal-hal menarik bagi sebagian orang yang tidak akan ditemukan bila matahari masih berada di langit. Dunia di malam hari itu ibarat ibu yang merangkul anak-anaknya dalam kenyamanan. Menyediakan berbagai fasilitas yang membuat anak-anaknya nyaman dan betah untuk berlama-lama bersamanya. Ketiadaan sengatan matahari semakin menambah gairah untuk merambah denyut malam yang masih menyisakan bulir-bulir kehidupan. Dunia di malam hari itu juga ibarat candu. Sebuah candu yang meski tidak baik bagi kesehatan dan cenderung menyakitkan, namun tetap membuat para penikmatnya ketagihan. Dunia gemerlap malam benar-benar fenomena dalam kehidupan sosial masyarakat. Seakan bintang-bintang bertaburan di langit dijadikan saksi betapa hati telah sangat terikat dengan apapun yang ditawarkan oleh gelap malam hari itu. Hati yang merasa tak sanggup bermain dan berakrab dengan sinar mentari. Hati yang lebih merasa bahagia ketika berada di antara orang-orang yang lupa dengan dirinya sendiri karena terpengaruh oleh minuman beralkohol dan makanan haram yang membuat tubuh membesar dan perut membuncit Hati merasa sangat senang bertemu dengan teman-teman yang hanya tertarik dengan isi dompet. Teman yang tak akan mendekat manakala kesedihan dan kemalangan menghampiri diri. Teman yang tak akan mengenali siapa yang pernah singgah di kehidupannya karena malam telah menghalangi penglihatannya.
6
Memperhatikan dunia tengah malam beserta para pelakunya yang beraneka rupa, watak, dan kepentingan. Selama beberapa saat, peneliti jadi salah satu penikmat hiburan malam. Semua itu dilakukan agar peneliti tahu betul bagaimana kehidupan malam di Kota Cilegon khususnya di Dinasty Club yang menurut sebagian orang fana. Tak bisa tutup mata dan telinga, dunia gemerlap tengah malam memang ada. Dunia malam adalah fenomena. Ia menyuguhkan hal "baru" dan dapat membuat orang yang tidak terbiasa Hal yang tabu menjadi biasa saja. Normanorma keagamaan sebatas „mitos‟. Miris dan terkesan menghakimi, tapi memang hal itulah yang terjadi. Orang awam yang tak pernah berpikir memasuki dunia tersebut akan berpikir apa yang telah membuat banyak orang merasa sangat bahagia dengan dunia yang begitu mengerikan itu, (Lovatt : 1996, dalam Malbon : 1999). Malam ibarat perangko dengan amplopnya bila dikaitkan dengan kehidupan orang-orang yang mementingkan apa yang ada di perut dan organ yang ada di bawah perutnya. Hal positif dan negatif selalu ada di setiap aspek kehidupan manusia. Begitupun, yang terjadi dengan dunia gemerlap malam. Kepercayaan seperti itu seolah membawa angin segar bagi pelaku dunia gemerlap yang baru dimulai pada waktu menjelang malam yang terlanjur dicap „tidak baik‟. Di balik kesan-kesan „menyeramkan‟ dari dunia malam, nyatanya dunia gemerlap malam menyuguhkan cerita-cerita penuh pelajaran yang hampir tidak dapat ditemukan di Sekolah ataupun bangku Kuliah. Khususnya, bagi mereka yang bekerja di malam hari. Misalnya, para pekerja dunia gemerlap malam yang
7
banyak ditemukan di tempat-tempat hiburan malam, seperti Diskotik dan tempattempat yang disebut kafe. Tidak semua di antara mereka ikut-ikutan menjadi „gelap‟. Ada di antara para pekerja itu yang justru sangat mencintai malam karena ia sangat mencintai pekerjaannya. Hal ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang ada di Kota Cilegon ini, Mulai dari Cafe, Club, Diskotik, dan tempat Karaoke. Tak dapat dipungkiri di Kota Cilegon ini tak pernah sepi dari kunjungan turis domestik dan manca Negara. Inilah yang membawa arus pembauran budaya asing di Kota ini, selain budaya orang-orang metropolitan yang telah terkontaminasi. Bagi orangorang yang telah terbawa arus budaya barat ini, dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi suatu konsumsi diri. Orang-orang ini disebut sebagai penikmat dunia malam. Dari dunia malam inilah muncul sebuah trend yang disebut „dugem‟ (dunia gemerlap). Maka dari itu, peneliti memfokuskan penelitian ini disalah satu tempat hiburan malam terbesar yang ada di Kota Cilegon Banten yang bernama Dynasty Club untuk mengetahui lebih dalam aksi dan interaksi komunikasi simbolik yang dilakukan para penikmat dunia malam ditempat hiburan tersebut. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, terlihat
bagaimana suatu budaya hiburan malam telah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga yang dapat dirumuskan dalam penelitian kehidupan malam ini adalah : “Bagaimana Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”.
8
1.3
Identifikasi Penelitian Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
tersebut,
peneliti
mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti kedalam identifikasi sebagai berikut : 1. Bagaimana aksi „clubber’ saat berada di Diskotik Dinasty Kota Cilegon? 2. Bagaimana interaksi yang ‘clubber’ lakukan saat berada di Diskotik Dinasty Kota Cilegon? 1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan dan identikasi masalah, maka penelitian ini
dilakukan degan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan aksi apa saja yang dilakukan ‘clubber’ di Diskotik Dinasty Kota Cilegon. 2. Untuk mendeskripsikan interaksi yang dilakukan ‘clubber’ di Diskotik Dinasty Kota Cilegon. 1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis Bagi ilmuan, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang dapat memberikan wawasan berpikir terutama berkaitan dengan “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya. Khususnya mengenai fenomena “Aksi dan Interaksi Clubber di
9
Tempat Hiburan Malam”. yang ditujukan kepada mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 1.5.2 Manfaat Praktis Menggambarkan bagi pembaca mengenai kehidupan dunia malam. Menjadi sumbangan informasi bagi keluarga atau lingkungan sekitar agar dapat memberikan pengawasan dan dukungan yang positif melihat bebasnya kehidupan dunia malam. Untuk para penikmat dunia malampun sebisa mungkin menghindari dampak-dampak negatif yang berlebihan dari aktifitas ditempat hiburan malam.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Tinjauan Pustaka ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang penulis angkat yaitu tentang Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam. Berikut penjelasan terkait teori-teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Disini peneliti menggunakan teori interaksi simbolik untuk menganalisis penelitiannya. 2.1 Interaksi Simbolik Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal balik). Tindakan sosial adalah tindakan dimana individu bertindak dengan orang lain dan pikiran. Dengan kata lain, dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksir pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Meski mereka sering terlibat dalam perilaku tanpa pikir, perilaku berdasarkan kebiasaan, namun manusia mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial, (George Ritzer dan Douglas J.Goodman, 2007 : 293) Mead juga menerobos dirinya sendiri dan membuat hidupnya sendiri menjadi objek pengenalannya yang disebut Mead Self yang dapat kita terjemahkan menjadi aku atau diri. Self dikenalnya mempunyai ciri-ciri dan status tertentu. Manusia yang ditanya siapa dia, akan menjawab bahwa ia bernama anu, beragama anu, berstatus sosial anu, dan lain sebagainya, (Effendy, 2007 : 391).
10
11
Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunia dan dia sendiri. Mead mengatakan bahwa pikiran (mind) dan aku/diri (self) dari masyarakat (society) atau proses interaksi. Bagi mead tidak ada pikiran yang lepas dari situasi sosial. Karena berpikir adalah hasil internalisasi proses interaksi dengan orang lain, (Effendy, 2007 : 392). Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat nonverbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain, (Morissan, M.A. dan Dr. Andy Corry Whardany, 2009 : 143). Definisi dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik yang dikemukakan mead adalah : 1. Mind (pikiran) : kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. 2. Self (diri pribadi) : kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian
sudut
pandang
atau
pendapat
orang
lain,
dan
teori
12
interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya. 3. Society (masyarakat) : hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Morissan, M.A. dan Dr. Andy Corry Whardany, dalam buku teori komunikasi (2009 : 143) mengemukakan bahwa ada tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain : 1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia. Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. 2. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept). Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui
13
interaksi dengan orang lain, konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role thinking–imagining how we look to another person” or ”ability to see ourselves in the reflection of another glass”. 3. Hubungan antara individu dengan masyarakat. Tema ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Pada masanya, sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada untuk penelitian studi terhadap interaksi sosial. Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok pembahasan sosiologi ialah tindakan sosial, (Kamanto Sunarto, 2004 : 37). Ahli antropologi Edward T. Hall dalam bukunya: The Hidden Dimension (1982) mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Pengamatan terhadap penggunaan ruang beserta teori-teorinya oleh Hall dinamakan proxemics. Meskipun diantara para penganut teori interaksionisme simbol terdapat perbedaan pandangan, namun semuanya memiliki tujuan yang sama intinya. Turner mencatat bahwa mereka sepakat mengenai beberapa hal. Pertama, terdapat
14
kesepakatan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu menciptakan dan menggunakan simbol. Kedua, manusia menggunakan simbol untuk saling berkomunikasi. Ketiga, manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran (role taking). Keempat, masyarakat tercipta, bertahan, dan berubah berdasarkan kemapuan manusia untuk berpikir, untuk mendefinisikan, untuk melakukan renungan, dan untuk melakukan evaluasi, (kamanto sunarto, 2004 : 233). 2.1.1 Interaksionisme Simbolik Dari sekian banyak pakar yang memberikan dasar dan yang mengembangkan interaksionisme simbolik, ada suatu pemikiran dari pakar sosiologi sosial yamg bernama George Herbert Mead mahaguru Universitas Chicago (1863-1931). Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karena pemikirannya yang luar biasa. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mulanya dan meramalkannya. Sosio dan kultural menunjukan bagaimana pelaku komunikasi memahami diri mereka sebagai makhluk-makhluk kesatuan dengan perbedaan-perbedaan individu dan bagaimana perbedaan tersebut tersusun secara sosial dan bukan ditentukan oleh mekanisme psikologis atau biologis yang tetap. Teori sosial kultural ada karena seseorang melakukan interaksi, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009) Interaksionisme simbolis merupakan sebuah cara berfikir mengenai pikiran, diri sendiri, dan masyarakat yang telah memberi kontribusi yang besar
15
terhadap tradisi sosiokultural dalam teori komunikasi. George Herbert Mead dianggap sebagai penggagas interaksionisme simbolis. Dengan dasar-dasar dibidang sosiologi, interaksi simbolik mengajarkan bahwa manusia berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu, mereka berbagi pengertian untuk istilah-istilah dan tindakan-tindakan tertentu, dan memahami kejadian-kejadian dalam cara-cara tertentu pula, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009) Sebenarnya, sebuah hasil penting dalam interaksi adalah sebuah gagasan khusus mengenai diri sendiri yaitu siapakah anda sebagai seseorang. Manford Khun dan para siswanya menempatkan diri sendiri pada pusat kehidupan sosial. Komunikasi sangat penting dari awal karena anak-anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang lain dalam lingkurang disekitar mereka. Proses bernegosiasi dengan dunia sekitar juga hadir melalui komunikasi, contohnya, seseorang memahami dan berhadapan dengan objek dilingkungannya melalui interaksi sosial. Sebuah objek dapat menjadi aspek apa saja dari realitas seseorang: sebuah barang, sebuah kualitas, sebuah kejadian, atau sebuah situasi. Satu-satunya syarat agar sesuatu bisa menjadi sebuah objek adalah bahwa seseorang harus memberi nama atau menghadirkannya secara simbolis. Oleh karena itu, objek-objek lebih dari sekadar hal-hal obyektif: mereka merupakan objek-objek sosial dan realitas merupakan totalitas dari objek-objek sosial seseorang, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009) Pelaku komunikasi tidak hanya berinteraksi dengan orang lain dan dengan objek-objek sosial: mereka juga berkomunikasi dengan diri mereka sendiri. Para pelaku komunikasi melakukan percakapan diri sendiri sebagai dari proses
16
interaksi: yaitu kita berbicara pada diri kita sendiri dan memiliki percakapan dalam pikiran kita untuk membedakan benda dan manusia. Ketika mengambil keputusan mengenai bagaimana bertindak terhadap suatu objek sosial, kita nenciptakan apa yang kita sebut Khun sebagai rencana tindakan yang dipandu oleh sikap atau pernyataan verbal yang menunjukan nilai-nilai terhadap tindakan apa yang akan diarahkan. Sebagi contoh, kuliah melibatkan rencana tindakan (sebenarnya sebuah kumpulan tindakan) yang dipandu oleh sebuah susunan sikap mengenai apa yang anda inginkan untuk keluar dari kampus. Sebagai contoh bagaimana anda terhubung dengan kuliah dapat dipengaruhi oleh sikap positif terhadap uang, karier, dan keberhasilan pribadi, ( W. Littlejohn, Stephen, 2009) 2.1.2 Aksi dan Interaksi Joel
M.Charon
dalam
bukunya
Symbolic
Interactionism
mendefinisikan interaksi sebagai “aksi sosial bersama, individu-individu berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan dengan mengorientasikan kegiatan kepada dirinya masing-masing” (mutual social action, individuals, communicating to each other in what they do, orienting their acts to each other, 1979). Teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian terutama pada dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Disini akan bermanfaat menggunakan pemikiran mead yang membedakan antara perilaku lahiriah dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir yang melibatkan simbol dan arti. Perilaku lahiriah adalah perilaku yang sebenarnya dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku lahiriah tidak melibatkan
17
perilaku tersembunyi (perilaku karena kebiasaan atau tanggapan tanpa pikir terhadap rangsangan external). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu. Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian utama teoritisi interaksionisme simbolik sedangkan perilaku lahiriah menjadi sasaran perhatian utama teoritisi teori pertukaran atau penganut behaviorisme tradisional pada umumnya, (George Ritzer dan Douglas J.Goodman, 2007 : 293) Prespektif interaksi simbolik, perilaku manusia harus di pahami dari sudut pandang subjek. Dimana teoritis interaksi simbolik ini memandang bahwa kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol, (Mulyana, 2001: 70). Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama. Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu), (Arnold M Rose 1974:143 dalam Mulyana 2001:72)
18
Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan . Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi peranan individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan sosialnya. Namun, makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil intrepetasi barunya. Dan hal tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan memikirkan alternatif kata yang akan ia ucapkan. Menurut pandangan Mead, perilaku manusia sebagai sosial dan berbeda dengan perilaku hewan yang pada umumnya ditandai dengan stimulus dan respon. Perilaku
merupakan
produk
dari
penafsiran
individu
atas
objek
di
sekitarnya.makna yang mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung.
19
2.1.3 Analisis Percakapan salah satu karya dalam komunikasi yang paling menarik dan terkenal adalah analisis percakapan. Merupakan sebuah cabang dari sosiologi yang disebut etnometologi yang merupakan penelitian mendalam tentang bagaimana manusia mengatur kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini melibatkan beberapa metode untuk melihat dengan seksama pada cara-cara manusia bekerja bersama untuk menciptakan organisasi sosial. Analisis percakapan dipandang sebagai sebuah pencapaian sosial karena mengharuskan kita melakukan sesuatu secara kooperatif melalui pembicaraan. Analisis percakapan mencoba untuk menemukan dengan tepat apa pencapaian itu dengan menguji dan seksama catatan percakapan itu sendiri. Oleh karena itu, analisis
percakapan
digambarkan
dengan
pengujian
seksama
rangkaian
pembicaraan yang sebenernya. Para analisis melihat pada segmen percakapan untuk jenis tindakan yang dicapai dalam pembicaraan, menguji apa yang pembicara lakukan ketika mereka berkomunikasi. Analisis percakapan (yang kuat dalam tradisi sosiokultural) tidak hanya berhadapan dengan perbedaan-perbedaan individu atau proses-proses mental yang tersembunyi, tetapi dengan apa yang terjadi dalam bahasa, dalam naskah, atau dalam wacana gerakan maju mundur, pergantian giliran yang dibuat pelaku komunikasi dan bagaimana mereka dapat mengatur rangkaian pembicaraan mereka seperti yang muncul dalam perilaku sebenarnya. Hal yang sangat penting dalam analisis percakapan adalah cara-cara pelaku komunikasi menciptakan stabilitas dan pengaturan dalam pembicaraan mereka. Bahkan, ketika percakapan
20
terlihat buruk pada awalnya, ada pengaturan yang mendasarinya dan hubungan untuk berbicara, serta pelaku percakapan sendiri benar-benar menciptakannya seiring mereka berjalan. Pertama-tama, analisis bekerja secara induktif dengan menguji detail dari percakapan-percakapan yang sebenarnya, dan selanjutnya menyamakan prinsip-prinsip yang ada, dimana pelaku percakapan menyusun pembicaraan mereka. Analisis percakapan berhubungan dengan beragam masalah. Pertama, hal ini berhubungan dengan apa yang ingin diketahui oleh pembicara untuk memulai percakapan atau aturan-aturan percakapan. Fitur-fitur percakapan, seperti pergantian giliran, jeda, dan celah, serta penimpaan telah menjadi ketertarikan khusus. Analisis percakapan juga berhubungan dengan pelanggaran aturan dan cara-cara manusia mencegah serta membenarkan kesalahan dalam pembicaraan. 2.3 Paradigma Konstruktivis Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma Konstruktivis. Paradigma konstruktivis yaitu Paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objecktivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara dunia sosial mereka, (Hidayat, 2003 : 3). Para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang berkontruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka
21
dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, peneliti dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang di ambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut, (patton, 2002 : 96-97). Dedi Mulyana (2003) mendefinisikan paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisnya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensi atau epistemologi yang panjang. Neuman (2003) membedakan kriteria paradigma konstruktivis dengan paradigma lainnya, yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi, paradigma konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi setiap orang. Dalam epistemologi, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan pengonstruksian makna oleh individu. Dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengonstruksian dan menggabungkannya dalam sebuah Konsensus. Penelitian ini melibatkan dua aspek yaitu hermeunetik dan dialetik. Hermeunetik adalah aktivitas dalam merangkai teks percakapan, tulisan, atau gambar. Sedangkan dialetik adalah penggunaan dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat ditelaah pemikirannya dan dapat dibandingkan dengan cara berpikir
22
peneliti. Dengan begitu harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal. Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui perilaku dan interaksi komunikasi simbolik yang dilakukan clubber ditempat hiburan malam secara subjektif. Karena, dengan paradigma konstruktivis peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih mandalam dari indiviu-individu yang diteliti. Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi
berkembang
terus.
Penelitian
kualitatif berlandaskan
paradigma
konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran. (Arifin, 2012: 140) Peneliti menerapkan paradigma konstruktivis karena peneliti ingin mendapatkan penjelasan terhadap simbol-simbol, makna dalam interaksi, dan aksi seorang clubber di tempat hihuran malam Dinasty Kota Cilegon secara mendalam dan tidak mengacu pada kenyataan yang ada akan tetapi lebih rinci sampai dengan semaksimal mungkin.
23
Peneliti akan menghubungkan aksi dan interaksi seorang clubber dengan clubber lain dan segala sesuatu yang dilakukan di tempat hiburan malam tersebut, sehingga antara kedua aspek penelitian saling berkaitan satu sama lain. Dengan menerapkan paradigma konstruktivis, peneliti akan menggunakan cara berpikir subyektif dalam memandang realitas interaksi dan aksi yang dilakukan seorang clubber di tempat hiburan malam. Subyektifitas yang dimaksud di sini, adalah sebuah kebenaran subyektif yang tergantung pada makna dalam interaksi dan aski (kebiasaan). Sehingga, subyektifitas tidak semata-mata hasil egosentris dari peneliti melainkan terdapat hal-hal yang mempengaruhi terciptanya subyektifitas tersebut. Kemudian penetapan paradigma atau perspektif nantinya akan saling berhubungan dengan metodologi penelitian, dan berkelanjutan pada pemilihan tekhnik pengumpulan data, tekhnik analisis data, sampai tekhik pengolahan data. 2.4 Komunikasi Antar Pribadi Peneliti sudah sering mendengar kalau manusia adalah makhluk sosial, terlepas dari manusia yang juga merupakan makhluk yang senang mengagungagungkan privasi yang konon dimilikinya. Syarat mutlak bagi kita manusia untuk menyosialkan diri dengan manusia lain dilingkungan kita adalah dengan jalan berkomunikasi. Baik secara verbal yang melibatkan kata-kata maupun juga komunikasi non verbal yang hanya mempersilakan tubuh kita untuk berbicara. Komunikasi antar pribadi terjadi apabila ada dua individu yang saling berinteraksi dalam satu waktu dan terjadi suatu proses timbal balik di antara mereka berdua. Penjelasan gampang dari jenis komunikasi ini, paling mudah kita lihat dari dua orang pemuda - pemudi yang sedang kasmaran. Serangkaian proses
24
komunikasi yang mereka praktikkan adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi juga mampu untuk mengawali dan mengembangkan peradaban manusia . Juga mampu membantu individu untuk mengenal diri dan lingkungannya. Hal ini, menurut peneliti, sesuai dengan realitas di kehidupan nyata saat seseorang mulai merasa akan sesuatu saat seseorang lain membantu menyadarkannya lewat pesan komunikasi. Komunikasi-komunikasi sosial yang lain tidak akan terbentuk tanpa adanya komunikasi antar pribadi ini. interpersonal atau sering kita sebut dengan komunikasi antarpribadi merujuk pada komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan (berger, 1979; Dainton dan Stafford, 200). Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh joseph A Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”. (Devito, 1989 : 4) sebagai “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. Berdasarkan definisi Devito itu, komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan seperti sedang bercakap-cakapan dan bertukar pikiran satu sama lainnya. Pentingnya
situasi
komuniukasi
antarpribadi
ialah karena
proses
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada secara monologis. Monolog menunjukan suatu
25
bentuk komunikasi yang dimana seorang bicara, yang lain mendengarkan; jadi tidak terdapat interaksi. Yang aktif hanya komunikator saja, sedangkan komunikan bersifat pasif, (Onong Uchjana Effendy, 2000 : 60) Dialog atau percakapan adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda. Masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis Nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Di situ terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan oleh status sosial ekonomi atau yang lainnya melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia, (Onong Uchjana Effendy, 2000 : 60) Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya. 1) komunikasi diadik komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu. Situasi komunikasi seperti itu akan Nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga, maupun dalam bentuk kelas dan seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan
26
terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik (Devito, 1979 :14) 2) Komunikasi Triadik Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan pada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. 2.5 Tinjauan Komunikasi Setelah menelaah penataan pesan dalam suatu komunikasi, yakni mengemas pikiran sebagai isi pesan dengan bahasa sebagai lambang, sambil melakukan pertimbangan nilai logika, etika, dan estetika. Yang semuanya itu adalah proses psikologis, maka kini tibalah saatnya untuk menelaah proses mekanistik, ketika pesan ditransmisikan oleh komunikator dengan indera bibir atau lengan untuk diterima komunikan dengan indera telinga, atau mata. Proses perjalanan pesan dari seseorang kepada orang lain, atau dalam bahasa komunikasi dari komunikator ke komunikan, kini bukan lagi proses psikologis, tetapi proses sosiologis.
27
Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik ini dinamakan interaksi simbolik. Apabila interaksi simbolik ini menjadi istilah komunikasi dan sosiologi, tidak perlu diherankan, sebab komunikasi dan sosiologi bersifat interdisipliner; objek materialnya sama, yakni manusia, tegasnya perilaku manusia. Interaksi sombolik dikatakan perpaduan dari perspektif sosiologis dan perspektif komunikologis, oleh karena itu interaksi adalah istilah dan garapan sosiologi, sedangkan simbolik adalah istilah dan garapan komunikologi atau ilmu komunikasi, (Onong Uchjana Effendy, 2007 : 390). 2.5.1 Model Komunikasi Model interaksional memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, dan integratif. Semua terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Dalam model interaksional ini menggunakan teori interaksional simbolik, (Mulyana, 2008 : 131). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamus. 2001: 438), definisi interaksi adalah hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antarhubungan dan definisi simbolis (Kamus. 2001: 1066) adalah sebagai lambang, menjadi lambang, mengenai lambang. Model ini menganggap bahwa manusia adalah figur yang aktif. Kualitas simbol itu terdiri dari kata interaksional, jadi model ini sepenuhnya berbeda
28
dengan interaksi biasa yang ditandai dengan pertukaran stimulus response. Model ini dikembangkan oleh George Herbert Mead, yang memiliki murid bernama Herbert Blumer. perspektif simbol interaksi lebih dikenal pada sosiologi walaupun masih memiliki banyak pengaruh di disiplin ilmu yang lain, (Mulyana, 2008 : 132). Model ini beranggapan bahwa orang sebagai komunikator itu aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menunjukan perilaku yang rumit, dan sulit untuk diprediksi. Di dalam konteks ini, Blumer menunjukan tiga premis yang menjadi dasar dalam model ini. Yang pertama, perilaku manusia berdasarkan pengertian yang diberikan individu kepada lingkungannya. Yang kedua, pengertian itu mempunyai hubungan langsung dengan interaksi sosial yang individu lakukan terhadap lingkungannya. Dan yang terakhir, pengertian itu diciptakan, dipertahankan, dan dirubah oleh proses penafsiran yang individu lakukan dalam rangka untuk menjaga hubungan dengan lingkungan sosialnya, (Wiryanto, 2004 : 11). 2.5.2 Hakikat Komunikasi Hakikat komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain untuk mencapai tujuan tertentu. Manusia hidup dalam dunia komunikasi. Setiap hari dan setiap saat manusia melakukan aktifitas komunikasi, berbicara dengan anggota keluarga, tetangga, dan rekan sejawat. Pada saat berbicara dengan diri sendiri, meyakinkan diri dalam memutuskan sesuatu, manusia melakukan komunikasi, (Mulyana, 2008 : 41).
29
Pada
sebuah
organisasi,
manusia
memecahkan
masalah
atau
mengembangkan ide-ide atau inovasi, saling berinteraksi dalam komunikasi kelompok atau organisasi. Jika berinteraksi dengan pihak lain yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, maka manusia sudah melakukan komunikasi. Isi dari interaksi antarmanusia adalah komunikasi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia baik perseorangan, kelompok, atau pun organisasi dalam ilmu komunikasi disebut tindakan komunikasi, (Mulyana, 2008 : 42). 2.5.3 Definisi Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti „sama‟. Communico, communication, atau communicare yang berarti „membuat sama‟ (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal terssebut, seperti dalam kalimat „kita berbagi pikiran‟, ‟kita mendiskusikan makna‟, dan „kita mengirimkan pesan‟, (Mulyana, 2008 : 46). Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
30
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal. Teknik berkomunikasi adalah cara atau seni penyampaian pesan yang dilakukan seorang komunikato sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan pearsaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, dan anjuran. komunikasi dilihat dari tingkat observasi atau derajat keabstrakannya menyatakan bahwa komunikasi itu adalah proses menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam suatu kehidupan. Dan komunikasi dilihat dari tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untung mendapatkan saling pengertian satu sama lainnya, (Vardiansyah, 2004 : 9). Banyak pakar yang menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata yang kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi, (Cangkara, 2007 : 1). Dari pengertian-pengertian komunikasi sebagaimana diutarakan di atas, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan
31
persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam „bahasa komunikasi‟ komponenkomponen tersebut adalah sebagai berikut. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan. Pesan
: Pernyataan yang didukung oleh lambing atau isi.
Komunikan : Orang yang menerima pesan. Media
: Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila
komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Efek
: Dampak sebagai pengaruh dari pesan.
Dell Hymes (1973), ahli antropologi budaya memandang komunikasi sebagai unsur penting dalam memahami suatu budaya. Ia menyebutkan empat komponen komunikasi: pesan komunikasi, serta peserta komunikasi, sandi yang digunakan, serta media atau saluran. Sebagai petunjuk untuk penelitian, kita dapat menggunakan komponen-komponen komunikasi yang lazim yaitu komunikator, pesan, media, komunikate, dan analisis konteks pada penelitian komunikasi intercultural, (Mulyana, 2008 : 244). 2.5.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal Sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam symbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami.
David K. Berlo (1960)
menyatakan bahwa Didalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita tidak dapat membedakan pengertian antara symbol dan kode. Bahkan banyak orang yang menyamakan kedua konsep itu. Simbol adalah lambang yang memiliki suatu
32
objeck, sementara kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti, (Cangkara, 2007 : 97-98). Pada hakikatnya bahwa pemberian nama simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada satu masyarakat. Disatu sisi kode pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, verbal dan nonverbal. Dalam arti singkat kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sedangkan yang masuk kategori nonverbal adalah mimik, gerakgerik, serta suara, (Vardiansyah, 2004 : 62). Verbal Suatu sistem simbol verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan symbolsimbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individu kita, (Mulyana, 2008 : 260-261). Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan tranmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi, menurut barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati, pengertian, kemarahan, dan kebingungan, (Mulyana, 2008 : 266).
33
Dalam arti sebenarnya verbal menggunakan bahasa yang dimana bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Benyamin Lee Whorf (1956) menyatakan bahwa Dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain. Bahasa bukan hanya membagi pengalaman, tetapi juga membentuk pengalaman itu sendiri dalam setiap aktivitas sehari-harinya, (Cangkara, 2007 : 101). Nonverbal Menurut Larry A. Samovar dan Richard E, mengatakan bahwa secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, dan kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, (Mulyana, 2008 : 343). Edwart T. Hall menamai bahasa nonverbal sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal
34
dan iyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi, (Mulyana, 2008 : 344). Manusia dalam berkomunikasi selain memakai komunikasi verbal juga memakai komunikasi nonverbal. Nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Hal menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen dari bahasa verbal, 38 persen dari vokal suara dan 55 persen dari ekpresi raut muka. Jadi bisa dikatakan bahwa nonverbal memiliki efek yang sangat kuat dalam berkomunikasi, (Cangkara, 2007 : 1). Dari
studi
yang
telah
dilakukan
bahwa
komunikasi
nonverbal
dikelompokan dalam beberapa bentuk, seperti: gerakan badan (ekpresi muka, tubuh daerah kepala bergerak seperti mengangguk, dan menggunakan tubuh bagian kaki atau tangan untuk memukul meja dan memendang sesuatu), gerakan mata (mengedip, lirikan mata yang banyak sekali mengandung arti), sentuhan (salaman dan bergandengan tangan), tekanan atau irama, diam, postur tubuh, (Cangkara, 2007 : 105-110). 2.5.5 Prinsip Komunikasi Prinsip-prinsip komunikasi menjadi sebuah hal yang penting untuk dijelaskan sama pentingnya dengan penjabaran terkait pengertian komunikasi. Prinsip 1 : Komunikasi adalah suatu Proses Simbolik Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan Simbolisasi atau penggunaan lambang. Lambang atau
35
simbol yang ada di sekitar tempat hiburan malam adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya. Misalkan, pengunjung menggunakan simbol atau lambang meminta minuman di bartender, say hello dengan clubber lain, dan segala kegiatan yang menggunakan simbol nonverbal. Hakikatnya kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata dan abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut. Prinsip 2 : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi Pada prinsipnya komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Sehingga, semua aspek gerak kita dapat diartikan menjadi sebuah komunikasi. Sebenarnya kita mengkomunikasikan banyak pesan. Pada observasi awal yang dilakukan, ditemukan bar di area pinggir, tempat dance floor, tempat live Dj, dan para pengunjung yang menikmati clubbing. Para pengunjung seperti wanita contohnya, dengan pakaian dress sexi dan pakaian terbuka, para lelaki yang high class menunjukan aura kepada para wanitanya. Itu semua menandakan bahwa mereka ingin menunjukan komunikasi dan mencari komunikasi. Gerak-gerik para pengunjung baik lelaki maupun wanita, dan Dj yang sedang bermain, bartender yang menyediakan minuman untuk para pengunjung, itu adalah awal dari sebuah komunikasi yang nantinya akan berlanjut pada suatu interaksi, baik verbal maupun nonverbalnya.
36
Prinsip 3 : Komunikasi itu berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali. Hal ini terjadi di lokasi penelitian ketika pengunjung datang dan melihat isi ditempat hiburan malam seperti orang kebingungan, mungkin karena pengunjung itu baru pertama kali kesitu. Dan pada saat itu ada karyawan yang bekerja di tempat hiburan itu, karyawan itu memulai komunikasi dengan berkata „malam mba/mas, mau pesen minuman, open table, atau apa‟. Itu contoh dari sebuah awal komunikasi yang tanpa disengaja, dan akhirnya pengunjung bertanya-tanya pada karyawan disitu, dan karyawannyapun menjelaskan kepada pengunjung tersebut. Prinsip 4 : Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik/ruang, waktu, sosial dan psikologis. Jika dihubungkan dengan objek penelitian, Interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan pengunjung dan pengunjung dengan para pekerja di lingkungan tempat hiburan malam berada dalam konteks ruang sosial dan psikologis yang sama, karena mereka satu tempat dan satu lingkungan yang sama yaitu didalam tempat hiburan malam. Prinsip 5 : Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi Secara harfiah orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain dapat di paparkan bahwa komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Kita dapat meprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.
37
Ditemukan pula fenomena yang serupa dengan pemaparan tersebut, jika pengunjung menggunakan bahasa daerah yang medok, orang disitu bisa memprediksi bahwa orang itu dari kampung, pengunjung yang memakai kaos dan sandal itu sudah bisa dikategorikan orang kampung dan tidak punya pengalaman dalam hal clubbing, karena sebenarnya tempat hiburan malam juga mempunyai aturan-aturan yang harus dipatuhi ketika masuk kedalamnya. Misalkan, tidak membawa minuman makanan dari luar, dilarang memakai kaos, dan memakai sandal, dan sebagainya. Jika ada orang yang melanggar peraturan yang dibuat, itu sudah bisa dikategorikan orang awam yang baru masuk tempat hiburan malam. Prinsip 6 : Komunikasi itu bersifat sistemik Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Komunikasi terjadi dalam lingkup dua sistem dasar operasinya yaitu sistem internal dan ekseternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh seorang individu ketika berkomunikasi atau dikenal juga dengan frame of reference dan frame of experience. Sistem eksternal adalah sistem yang berasal dari lingkungan sekitar dan mempengaruhi pola komunikasinya. Seperti terlihat ketika para pengunjung saling berinteraksi satu sama lain, mereka akan merasa nyaman dan merasa nyambung jika pengalaman diluar dari tempat hiburan malam satu pemikiran, apalagi jika yang di obrolkan sama-sama menyukai isi dalam obrolan itu, maka mereka akan menerima makna atas simbolsimbol yang terbangun tersebut.
38
Prinsip 7 : semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektiflah Komunikasi Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Ketika
didalam tempat hiburan malam terjadi interaksi antar
pengunjung, dan pengunjungnya itu dari daerah yang sama dengan bahasa yang sama juga. Komunikasi akan terjalin efektif dan lancar. Tetapi, jika para pengunjung berinteraksi berbeda daerah dan bahasa, akan menemukan kesulitan pada saat berinteraksi, dan yang ada akan saling mencari pengertian satu sama lain. Karena dalam suatu tempat, suatu bahasa khusus sangat penting digunakan, jika tidak bisa menguasai bahasa khusus dan menyesuaikannya, sebaiknya menggunakan bahasa international yaitu bahasa nonverbal. Prinsip 8 : Komunikasi bersifat Nonsekuensial Beberapa pakar komunikasi mengakui sifat sirkuler atau dua arah komunikasi ini, misalnya Frank Dance, Kincaid dan Schramm yang mereka sebut model komunikasi antarmanusia yang memusat, dan Tubss. Komunikasi sirkuler ditandai dengan adanya anggapan kesetaraan antar peserta komunikasi, perose komunikasi berjalan timbal balik (dua arah), dalam praktiknya tidak lagi membedakan pesan dengan umpan balik, komunikasi yang
39
terjadi jauh lebih rumit. Misalkan ketika pengunjung yang tidak tahu (baru pertama) saling berinteraksi dengan pengunjung yang berpengalaman ditempat hiburan malam saling menanyakan sesuatu, maka orang yang berpengalaman akan menceritakan dan menjawab apa yang ditanyakan oleh pengunjung yang tidak tahu itu. 2.6 Definisi Hiburan Malam Di dalam kehidupan malam, Tempat hiburan (diskotik) sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi bahkan melakukan lobi bisnis. Dulu hiburan malam selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dapat membuat orang larut dalam suasana. Seiring perkembangan zaman, hiburan malam mengalami banyak pergeseran karena tidak semua orang suka musik semacam itu. Pada hakikatnya suasana yang hingar bingar bukan lagi daya tarik utama. Dunia malam adalah aktifitas yang ada saat malam tiba. Hiburan malam, tempat hiburan, dan para penikmatnya adalah satu paket pengisi dunia malam. Malam hari adalah milik mereka yang mencari kesenangan duniawi. Waktunya untuk bersantai dan menikmati hidup. Misalnya saja bersuka ria di berbagai club malam, cafe, diskotik, Karaoke atau pusat hiburan lainnya. Globalisasi dan perkembangan teknologi menyebabkan industri wisata dan hiburan malam berkembang pesat di kota-kota besar, (Stevanio, 2007 : 17).
40
Istilah ini dugem di kehidupan malam menjadi sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para eksmud (eksekutif muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan seminggu di kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri, (Ghazali : 2004). Berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan bit yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut „shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka, (Malbon : 2009). Mayoritas para Clubbing adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek, properti, kendaraan, hingga perangkat clubbing itu sendiri, (Stevanio, 2007 : 209). Kaum clubbers secara logis dalam konteks ini adalah kaum plagiator yang mengimpor secara mentah-mentah gaya hidup dunia barat kedalam kehidupan sosial mereka. Di kalangan para clubbers, ada tiga narasi yang selalu melandasi cara pandang dan perilakunya, yakni gaul, funcy, dan happy dimana kesemuanya berlabuh pada satu narasi besar (grand naration) yakni gensi. Tidak jelas siapa yang mulai melontarkan dan mempopulerkan istilah tersebut, (Stevanio, 2007 : 209).
41
2.6.1 Clubber Clubbers adalah sebutan bagi mereka-mereka yang datang ke Night Club untuk Clubbing. Kendati demikian, tidak semua orang yang datang ke Night Club adalah Clubbers sejati, (Stevanio, 2007 : 209). Bisa saja ada diantaranya yang hanya
ikut-ikutan,
hanya
ingin
tahu
atau
hanya
ingin
sekedar
melepas kepenatan sementara. Jika diperhatikan, masing-masing para Clubbers memiliki ciri, tingkah laku atau karakter tersendiri saat berada di dalam Night Club. 2.6.2 Definisi Diskotik Diskotik adalah sebuah tempat hiburan atau klub dengan rekaman musik yang dimainkan oleh disc jockey melalui sistem PA, bukan sebuah band di atas panggung. Kebanyakan DJ live, meskipun kadang-kadang ada event live gigs. Dari techno-rave-reggaetone-rock, tergantung event harian. Volume pasti hingarbingar (memang bukan tempat untuk ngobrol arisan). Dance floor biasanya ada di tengah, dengan bar area di pinggir. Biasanya spot untuk duduk sering disebut „lounge area’ di dalam suatu club. Jadi memang ada bagian porsi dan fungsi terbagi dalam gedung dalam tempat yg sama. Kebanyakan masuk Club bayar entrance, jarang yg gratis (kecuali buat cewek. Hidangan kebanyakan varietas minuman meskipun kadang-ladang ada cemilan gratis. Intinya memang minum sampai asik, goyang nikmatin musik, bersosial, dan pulang. Buka paling pagi biasanya jam 23, tutup sampai sekitar jam 4. Tergantung tempatnya dan pas lagi ada event ditempat tersebut.
42
2.6.3 Tempat Hiburan Malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon Diskotik dinasty yang berlokasi di Simpang Tiga Kota Cilegon Provinsi Banten yang hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. sebenarnya adalah tempat karaoke, hotel, dan restaurant. Akan tetapi dimalam hari mereka membuka tempat clubbing yang dimulai dari jam 23.00 WIB sampai larut malam, malahan hingga pagi jam 04.00 WIB. Dinasty adalah salah satu tempat hiburan malam di Cilegon yang minat pengunjungnya termasuk banyak dibanding tempat hiburan lainnya. Karena, penyuguhan didalamnya lebih meriah dan lebih bernuansa anak muda. Dilihat dari musik yang dimainkan lebih energic, pengunjung yang datang dari kalangan menengah ke atas, wanita cantik dan sexi menarik mata lelaki berkumpul disana, dan kebalikannya para lelaki yang menggoda membuat para wanita-wanita terpesona. Kota Cilegon kian hari makin ramai tempat hiburannya. Apalagi hotelhotel kini makin bertambah jumlahnya. Kehidupan kota besar ini tak hanya pada siang hari. Tapi pada malam hari juga semarak, menggeliat, terutama lokasi hiburan malam yang makin meningkat jumlahnya dan makin berani suguhan hiburannya. Kaum adam dan kaum hawa yang lazimnya bekerja siang hari, tapi kali ini mereka berkeliaran di tengah malam sampai subuh di lokasi hiburan malam. Siang hari wanita dan laki-laki malam ini tidur. Tapi malam hari mulai pukul 22.30 WIB mereka bekerja lepas di tempat-tempat hiburan malam.
43
Jam operasi kalau ditentukan Pemkot Cilegon batasnya sampai pukul 02.00 malam, tapi ada tempat hiburan malam di Pekanbaru yang tetap operasi sampai pukul 05.00 subuh bahkan sampai pukul 06.00 pagi. Sehingga suara dentuman musik diskotik berlaga dengan suara adzan Subuh pukul 05.00 WIB. 2.7 Kerangka Penelitian dan Kerangka Berpikir Dari tinjauan kepustakaan dan kerangka teori serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut maka dikembangkan suatu Kerangka Konsep Penelitian. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antar konsep atau antar variabel yang akan diamati (diukur) melalui suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin mencoba memaparkan “Aksi dan Interaksi Simbolik clubber di Tempat Hiburan Malam” melalui teori interaksi simbolik dengan menggunakan paham konstruktivis dan tradisi sosiokultural. Berangkat dari pemahaman dan aspek teori tersebut yang berada pada tataran kajian komunikasi dan pendekatan-pendekatan sehingga menjadi sebuah informasi kebenaran yang valid dan ilmiah. Peneliti membuat suatu kerangka berpikir untuk menjelaskan keseluruhan dari semuanya secara singkat dalam bentuk deskriptif dan kerangka. Dalam hal ini, peneliti mebahas tentang “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”. Tidak dapat dipungkiri di Kota Cilegon ini tak pernah sepi dari kunjungan turis domestik dan manca Negara. Inilah yang membawa arus pembauran budaya asing di Kota ini, selain budaya orang-orang metropolitan yang telah terkontaminasi.
44
Penelitian ini menganalisis aksi dan interaksi di suatu tempat hiburan malam di DIskotik Dinasty, Yang menjadi tujuan peneliti mengenai judul ini adalah untuk mengetahui aksi dan interaksi apa saja yang dilakukan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon. Teori yang digunakan adalah teori interaksi simbolik dan tradisi komunikasi yang digunakan adalah sosiokultural. Fenomena yang akan diteliti adalah aksi dan interaksi, poin-poin aksinya itu sendiri adalah mind, self, society dan poin-poin dari inetraksi adalah verbal dan nonverbal. Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol dan bahasa yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama clubber. Penggunaan simbol dan bahasa itu juga yang dapat menunjukan sebuah makna tertentu. Kerangka Berpikir Objek Kajian : Judul : Aksi dan Interaksi Simbolik Clubber di Tempat Hiburan Malam
Fenomena Yang Akan Diteliti 1. Aksi apa saja yang dilakukan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon. 2. Interaksi apa saja yang dilakukan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon.
Aksi : Kegiatan clubber,mind, self, society Interaksi : Verbal – Bahasa dan bahasan yang di obrolkan clubber Nonverbal – Penampilan Fisik, bahasa tubuh, dan sentuhan
Objeck Penelitian : Seorang clubber atau orang yang sering dugem di tempat hiburan malam Dinasty Kota Cilegon
Penelitian tentang Aksi dan Interaksi clubber ini di analisis menggunakan Teori Interaksi Simbolik erbert Mead”
45
2.8 Penelitian Terdahulu Terdapat dua penelitian yang dianggap relevan dan ada keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan penulis. Peneliti pertama atas nama Seviria Marlina Panjaitan dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitiannya berjudul : Konflik Seorang Clubber (sebuah tinjauan study kasus) tahun 2009-2010, Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fenomena dan konflik mengenai kehidupan seorang clubber, penelitian ini memakai Teori Interaksi simbolik, sosiokultural, dan teori konflik. Metode penelitian kualitatif, tradisi fenomenologi, dan paham konstruktivis juga menjadi acuan dalam penelitian ini. Hasil penelitiannya adalah, peneliti mengetahui apa saja yang mendasari seseorang menjadi clubber, konflik yang terjadi didalam diri seorang clubber, peneliti juga mengetahui apa saja kebiasaan, perilaku, dan interaksi seorang clubber yang dilakukan ditempat hiburan malam. Aktivitas ini adalah kegiatan utama para clubber pada saat dugem dan mampu membuat para clubber merasa senang dan terlebur dalam suasana malam hingga lupa waktu. Para clubber merasa bahwa pada saat dugem, mereka dapat memperoleh kepuasan, kesenangan, informasi, dan citra diri. Melalui dugem para clubber
merasa
memperoleh
kepuasan
dan
menghilangkan beban pikiran yang mereka rasakan.
kesenangan
yang
mampu
46
Peneliti yang kedua bernama Muhammad Liyansyah dari Fakultas Sosial Antropologi Universitas Sumatera Utara, penelitiannya berjudul : Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif
Tentang Kegiatan Dugem di Retro
Spective) tahun 2008-2009, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang siapa saja yang disebut sebagai clubbers? Apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem? dan apa yang diperoleh clubbers dari kegiatan dugem?, Teori yang digunakan adalah Teori Interaksi Simbolik, Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data , metode yang digunakan adalah observasi semi-partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa yang disebut para clubber adalah para penikmat kehidupan malam yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan teman-temannya di sebuah diskotik dengan segala aktivitas didalamnya. Kegiatan yang biasa dilakukan clubbers pada saat dugem adalah ngobrol, minum, dan dance (jojing). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dugem merupakan salah satu dari berbagai gaya hidup yang dianut oleh masyarakat perkotaan khususnya para penikmat dunia malam. Para clubbers umumnya menjadikan dugem sebagai cara mereka memperoleh hiburan dan kesenangan. Clubbers terdiri dari
berbagai
golongan, mulai dari siswa hingga pekerja, generasi muda hingga yang tua, dan dari yang kaya hingga yang miskin. Beranekaragamnya latar belakang para clubber ini kemudian menciptakan tipe-tipe clubbers yang berada di dalam diskotik sesuai dengan prilaku mereka
47
Untuk lebih bisa dimengerti, peneliti membuat suatu tabel dan menggabungkan kedua penelitian terdahulu ini menjadi satu, agar yang membaca bisa melihat lebih jelas perbandingan kedua penelitian ini. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
ITEM
Peneliti A
Peneliti B
1. Judul
Konflik Seorang Clubber (sebuah tinjauan study kasus)
Dugem Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retro Spective)
2. Tahun
2009-2010
2008-2009
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fenomena dan konflik mengenai kehidupan seorang clubber
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang siapa saja yang disebut sebagai clubbers ? Apa saja yang dilakukan clubbers saat dugem ? dan apa yang diperoleh clubbers dari kegiatan dugem ?
4. Teori
Teori Interaksi simbolik, sosiokultural, dan teori konflik
Teori Interaksi Simbolik
5. Metode Paradigma
Metode penelitian kualitatif, tradisi fenomenologi, dan paham konstruktivis
Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data , metode yang digunakan adalah observasi semi-partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka.
6. Hasil Penelitian/kesi mpulan
1. Hasil penelitiannya adalah, peneliti mengetahui apa saja yang mendasari seseorang menjadi clubbers, konflik yang terjadi didalam diri seorang clubbers, peneliti juga mengetahui apa saja kebiasaan,
1. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa yang disebut para clubbers adalah para penikmat kehidupan malam yang memilih cara menghabiskan waktunya dengan berkumpul dengan
48
perilaku, dan interaksi seorang clubber yang dilakukan ditempat hiburan malam 2. Aktivitas ini adalah kegiatan utama para clubber pada saat dugem dan mampu membuat para clubber merasa senang dan terlebur dalam suasana malam hingga lupa waktu. Para clubber merasa bahwa pada saat dugem, mereka dapat memperoleh kepuasan, kesenangan, informasi, dan citra diri. Melalui dugem para clubber merasa memperoleh kepuasan dan kesenangan yang mampu menghilangkan beban pikiran yang mereka rasakan.
teman-temannya di sebuah diskotik dengan segala aktivitas didalamnya. Kegiatan yang biasa dilakukan clubbers pada saat dugem adalah ngobrol, minum, dan dance (jojing). 2. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dugem merupakan salah satu dari berbagai gaya hidup yang dianut oleh masyarakat perkotaan khususnya para penikmat dunia malam. Para clubber umumnya menjadikan dugem sebagai cara mereka memperoleh hiburan dan kesenangan. Clubbers terdiri dari berbagai golongan, mulai dari siswa hingga pekerja, generasi muda hingga yang tua, dan dari yang kaya hingga yang miskin. Beranekaragamnya latar belakang para clubber ini kemudian menciptakan tipetipe clubbers yang berada di dalam diskotik sesuai dengan prilaku mereka
7. Persamaan
Sama-sama menggunakan teori interaksi simbolik. Dan membahas tentang clubbing, clubber, dan hiburan malam
Menggunakan teroi yang sama yaitu interaksi simbolik, tetapi penelitian yang B tidak menggunakan teori konflik.
8. Perbedaan
Penelitian A ini lebih kepada seseorang melakukan clubbing didorong factor internal dan external
Kalau penelitian B, meneliti apa saja yang dilakukan clubber ditempat hiburan malam, dan apa saja yang menjadi kebiasan ditempat hiburan malam.
9. Sumber
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Fakultas Sosial Antropologi Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Interaksionisme Simbolik Riset Interaksionisme simbolik riset adalah salah satu model penelitian yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding penelitian naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan fenomenologi, interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri yaitu paradigma konstruktivis. Model penelitian ini mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkan pada interaksi kultural antar personal, sekarang telah berhubungan dengan aspek masyarakat dan atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau awalnya lebih banyak dimanfaatkan oleh penelitian sosial, namun selanjutnya juga diminati oleh peneliti budaya. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi budaya antar warga setempat. Pada saat berkomunikasi jelas banyak menampilkan simbol yang bermakna, karenanya tugas peneliti menemukan makna tersebut. Pemaknaan memang tidak mengandalkan pandangan subjektif murni dari pemilik budaya, melainkan menggunakan wawasan intersubjektif. Artinya,
49
50
peneliti berusaha merekonstruksi realitas kegiatan yang terjadi melalui interaksi antar sesama clubber. Pada saat interaksi itu terjadi, peneliti bisa melakukan umpan balik berupa pertanyaan-pertanyaan yang saling menunjang. Pancinganpancingan pertanyaan peneliti yang menggelitik, akan memunculkan makna dalam sebuah interaksi antar clubber. Penafsiran bukanlah tindakan bebas, melainkan perlu bantuan yang lain, yaitu sebuah interaksi. Melalui interaksi seseorang dengan orang lain, akan terbentuk pengertian yang utuh. Penafsiran semacam ini menurut Moleong (2001:11) lebih esensial dalam interaksi simbolik. Oleh karena interaksi menjadi paradigma konseptual yang melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, atau lingkungan fisiknya. Konsep teoritik mungkin bermanfaat, namun hanya relevan sepanjang memasuki proses pendefinisian. Implikasi interaksi simbolik menurut Denzin (Mulyana, 2002:149) perlu memperhatikan tujuh hal, yaitu: (1) simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas, (2) peneliti harus memandang dunia atas dasar sudut pandang subjek, (3) peneliti harus mengaitkan simbol dan subjek dalam sebuah interaksi, (4) setting dan pengamatan harus dicatat, (5) metode harus mencernunkan proses perubahan, (6) pelaksanaan harus berbentuk interaksi simbolik, (7) penggunaan konsep awalnya untuk mengarahkan kemudian ke operasional, proposisi yang dibangun interaksional dan universal.
51
3.2 Metode Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan setting penelitian, dan mampu melakukan penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, (Sugiyono, 2012 : 3-4). Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah studi eksploratif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan interaksi suatu unit social, individu, lembaga, kelompok, masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Bodgan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur peneliitian yang menghasilkan data dari hasil eksplorasi peneliti berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, (Kriyantono, 2008 : 58-60). Kelebihan dalam penelitian kualitatif adalah, sebuah metode yang berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara
52
menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (Miles and Huberman, 1994 : 6-7) Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisisis terhadap kenyataan sosial yang menajdi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, (Hadjar, 1996 : 33-34). Pendekatan ini merupakan suatu metode penelitian yang diharapkan dapat menghasilkan suatu deskripsi tentang ucapan, tulisan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat atau suatu organisasi, (Bogdan dan Taylor, 1992 : 21-22, Fatchan, 2001 : 1). Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti dengan rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Menurut Jane Richie (2007), penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dari kajian tentang definisi tersebut dapatlah disisntesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, (Lexy J.Moleong, 2004 : 6). Subyantoro dan Suwarto (2006 : 72) menyatakan bahwa penelitian adalah peyelidikan ilmiah, yaitu penyelidikan yang dilakukan dengan mempergunakan
53
prosedur tertentu, atau prosedur yang sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh ilmu pengetahuan. Salah satu tuntutan tersebut adalah bahwa penelitian harus berusaha memperoleh generalisasi (sifat yang berlaku umum). Sedangkan menurut Nazir (2005 : 84) penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Pada metode kualitatif data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Karena penelitian kualitatif tidak hanya mengkritisi yang terlihat saja, melainkan yang tidak terlihat juga. Pendekatan ini dirasakan peneliti lebih sesuai untuk mendapatkan data yang sahih dan reliable tentang aspek-aspek yang diteliti, yakni mengamati dan memahami interaksi dan aksi (bahasa verbal, nonverbal, dan kegiatan atau kebiasaan) seorang clubber di tempat hiburan malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon. Pada penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan interaksi dan aksi seorang clubber yang ada ditempat hiburan malam sesuai dengan paradigma dan teori yang peneliti pakai, dan segala keunikan yang terjadi di dalam penelitian ini. Peneliti juga akan semaksimal mungkin mempelajari penelitian ini agar tercapai suatu penelitian yang sesuai dengan prosedur penelitian. Selain untuk mencari tau dan mendeskripsikan segala sesuatu kegiatan dan interaksi clubber, peneliti akan menjelaskan apa saja yang ada ditempat hiburan malam, siapa saja yang ada di dalamnya, dan seberapa penting bagi mereka dunia malam itu.
54
3.3 Sifat Penelitian Eksploratif Kualitatif Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksploratif kualitatif. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik. Menurut Subyantoro dan Suwarto (2006 : 74) bahwa Penelitian eksploratif kualitatif disebut juga penelitian penjajagan atau penelitian penelitian penjelajahan (explorative research), merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan mencari masalah dan fenomena baru dalam mengisi kekosongan atau kekurangan dari pengetahuan, baik yang belum maupun yang telah ada. Penelitian ekploratif kualitatif bertujuan memperdalam pengetahuan tentang suatu fenomena yang terjadi di sekeliling kita dalam rangka merumuskannya menjadi sebuah karya tulis yang terperinci. Selanjutnya, dapat juga dipakai untuk dapat mengembangkan suatu hipotesis. penelitian ini juga bertolak dari masalah, tetapi keadaan masalahnya masih terbuka dan belum mempunyai hipotesis. Oleh karena itu, bila masalahnya telah berkembang maka hipotesis pun dapat berkembang setelah penelitian eksploratif kualitatif selesai, (Subyantoro dan Suwarto, 2006 : 74). 3.4 Instrumen Penelitian Kualitatif Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus „divalidasi‟ seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
55
selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya, (Sugiyono, 2012 : 222). Emory (1985), mengatakan bahwa Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian. Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi istrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik, semua fenomena ini bisa juga disebut variabel penelitian, (Sugiyono, 2012 : 102). Maka dari itu pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan
56
data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. 3.4.1 Observasi Langsung Observasi
langsung
merupakan
cara
pengambilan
data
dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluann tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini di gunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”. Maksudnya adalah data yang dihimpun oleh peneliti merupakan hasil dari pengamatan. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap observasi data dan observasi objek penelitian. Data yang diobservasi merupakan data yang sebelumnya telah dituliskan pada tinjauan pustaka mengenai komunikasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi
antarbudaya,
interaksi,
interaksi simbolik, selanjutnya dilakukan observasi objek penelitian dengan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan clubber yang ada di tempat hhiburan malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon. Memperhatikan dunia tengah malam beserta para pelakunya yang beraneka rupa, watak, dan kepentingan. Selama beberapa saat, peneliti jadi salah satu penikmat hiburan malam. Semua itu dilakukan agar peneliti tahu betul bagaimana kehidupan malam di Kota Cilegon khususnya di Dinasty Club yang
57
menurut sebagian orang fana. Tak bisa tutup mata dan telinga, dunia gemerlap tengah malam memang ada. Dunia malam adalah fenomena. Ia menyuguhkan hal "baru" dan dapat membuat orang yang tidak terbiasa Hal yang tabu menjadi biasa saja. Normanorma keagamaan sebatas „mitos‟. Miris dan terkesan menghakimi, tapi memang hal itulah yang terjadi. Orang awam yang tak pernah berpikir memasuki dunia tersebut akan berpikir apa yang telah membuat banyak orang merasa sangat bahagia dengan dunia yang begitu mengerikan itu. Hal ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang ada di Kota Cilegon ini, Mulai dari Cafe, Club, Diskotik, dan tempat Karaoke. Tak dapat dipungkiri di Kota Cilegon ini tak pernah sepi dari kunjungan turis domestik dan manca Negara. Inilah yang membawa arus pembauran budaya asing di Kota ini, selain budaya orang-orang metropolitan yang telah terkontaminasi. Bagi orangorang yang telah terbawa arus budaya barat ini, dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi suatu konsumsi diri. Orang-orang ini disebut sebagai penikmat dunia malam. Dari dunia malam inilah muncul sebuah trend yang disebut „dugem‟ (dunia gemerlap). Maka dari itu, peneliti memfokuskan penelitian ini disalah satu tempat hiburan malam terbesar yang ada di Kota Cilegon Banten yang bernama Dynasty Club untuk mengetahui lebih dalam aksi dan interaksi komunikasi simbolik yang dilakukan para penikmat dunia malam ditempat hiburan tersebut.
58
3.4.2 Wawancara Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal untuk dimuat. Atau Menurut Theo Stokkink, Wawancara bertujuan memberikan fakta, alasan, atau opini untuk sebuah topik tertentu dengan menggunakan kata-kata yang dibuat narasumber sehingga pendengar dapat membuat satu kesimpulan. Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara langsung kepada orangorang yang ada ditempat hiburan malam. Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mendapatkan data yang sifatnya primer dan jelas berkaitan dengan frame of experiece dari narasumber. 3.4.3 Dokumentasi Dokumentasi adalah sebuah bahan yang berbentuk seperti majalah, koran, foto, dan berkas-berkas lainnya. Dari uraian di atas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting dalam suatu media massa yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian dan sebuah bukti otentik dilapangan yang dibuktikan dengan sebuah foto. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”. 3.5 Informan Penelitian Informan adalah orang yang di wawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara, informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan
59
memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian disebut dengan informan penelitian dan menjadi salah satu hal yang sangat penting. Sebab tanpa adanya narasumber sangat mustahil untuk dapat mencapai dari tujuan penelitian, (Burhan Bungin., 2007 : 208). Sebelum menentukan informan penelitian, peneliti menentukan tekhnik penentuan informan penelitian terlebih dahulu, yaitu dengan menggunakan tekhnik Snowball Sampling. Snowball Sampling digunakan karena pengambilan sampel sumber data pada awalnya berjumlah besar dan semakin lama menjadi kecil sebab sumber data yang sedikit mampu memberikan data yang memuaskan. Sehingga untuk menentukan informan yang selanjutnya dapat di peroleh informasi dari informan sebelumnya. Peneliti menentukan informan berjumlah 15 orang, semuanya pelaku didalam hiburan malam atau bisa kita singkat dalam sebutan clubber. Selain itu kegunaan purposive Sampling yaitu untuk meningkatkan informasi yang diperoleh dari sampel yang sedikit, sehingga walaupun sample sedikit namun data yang diperoleh akan menyeluruh (holistic). Dengan sebelumnya menentukan kriteria-kriteria sampling terlebih dahulu, dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh peneliti. Dan data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Maka dari itu, sebelum diadakan wawancara peneliti
60
sudah terlebih dahulu melakukan observasi langsung ke tempat yang akan diteliti, (Burhan Bungin, 2007 : 220). S. Nasution (1998) juga menjelaskan bahwa penentuan informan dianggap telah memadai jika data telah jenuh ditambah informan selanjutnya tidak lagi menambahkan informasi baru. Artinya adalah data sudah jenuh dan estafet informan sudah dapat diputus ketika tidak lagi memberikan informasi tambahan atau baru. Sugiyono dalam bukunya metode penelitian Kualitatif dan R&D, telah mengklasifikasikan kriteria informan penelitian sebagai berikut : 1. Informan adalah mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya. 2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. 3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri. 5. Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam narasumber. Penentuan Informan (responden)
61
Dalam penelitian ini responden yang kami gunakan sebagai narasumber adalah : Informan : Orang yang menyukai hiburan malam atau bisa disebut dengan panggilan ‘clubber’. Orang atau pelaku yang melakukan kegiatan ditempat hiburan malam, dan menyukai hal-hal yang berbau dengan dunia clubing. Tabel 3.1 Profil Informan 1. Informan clubber kategori keatas, yaitu (Suku VIP dan Suku Ketua) Nama
Umur
Status Pekerjaan
Jean Martin
29
Wiraswasta
Desi Dwi M.H
28
Wiraswasta
2. Informan clubber kategori menengah, yaitu (suku PR „public relations‟ dan Suku Sok Cool) Nama
Umur
Status Pekerjaan
Dina Kirana
27
Pegawai Bank
Imelda Nasya
26
Pegawai Swasta
62
3. Informan clubber kategori kebawah, yaitu (Suku Orang setia dan Suku Pak Eko) Nama
Umur
Status Pekerjaan
Erlanda Putra
26
Pegawai Swasta
Dani Ramdhani
27
Pegawai Sipil
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tekhnik Analisis data adalah suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir ( 2007) bahwa tujuan eksploratif kualitatif ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dari rumusan di atas dapat kita tarik garis besar bahwa analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan dari hasil wawancara dan foto. Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan
63
mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara eksploratif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif, (Dedi Supriadi, 2006.158). 3.6.1 Validitas Data Validitas data adalah suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur), maksudnya apakah instrumen yang digunakan betul-betul tepat untuk mengukur apa yang akan di ukur. Namun, Kerlinger (1986) menjelaskan bahwa validitas instrumen tidak cukup ditentukan oleh derajat ketepatan instrumen untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi perlu juga dilihat dari tiga kriteria yang lain, yaitu appropriatness, meaningfullness, dan usefulness, (Sugiyono, 2012 : 114). Appropriatness menunjukkan kelayakan dari tes sebagai suatu instrumen, yaitu seberapa jauh instrumen dapat menjangkau keragaman aspek perilaku ‘clubber’ ditempat hiburan malam. Meaningfullness menunjukkan kemampuan instrumen dalam memberikan keseimbangan antara peneliti dengan yang diteliti soal-soal
pengukurannya
berdasar
tingkat
kepentingan
dari
setiap
fenomena. Usefullness to inferences menunjukkan sensitif tidaknya instrumen dalam menangkap fenomena perilaku, interaksi komunikasi simbolik, dan tingkat ketelitian yang ditunjukkan dalam membuat kesimpulan, (sugiyono, 2012 : 115). Kegunaan validitas data itu sendiri adalah : 1. Untuk mengungkap fenomena yang akan di ukur.
64
2. Untuk mengetahui perilaku apa saja yang dilakukan clubber ditempat hiburan malam, dilihat dari segi verbal dan nonverbalnya. 3. Untuk mencari tahu interaksi apa saja yang dilakukan sesama „clubber’ satu sama lain ditempat hiburan malam. 3.6.2 Triangulasi Pada hakikatnya triangulasi merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data, (Moleong J. Lexy, 2008 : 4-5). Norman K. Denkin mengatakan bahwa triangulasi di gunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: 1. Triangulasi metode 2. Triangulasi antar-peneliti
65
3. Triangulasi sumber data 4. Triangulasi teori Dari ke empat triangulasi di atas, peneliti lebih cocok pada triangulasi yang kedua. Yaitu Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi, (Lexy, 2008 : 5). 3.7 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis ambil di salah satu tempat hiburan malam yang bernama “DinastyX3” simpang tiga Kota Cilegon Banten yang lokasinya hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. 3.8 Jadwal Kegiatan Penelitian Penelitian dilakukan dtempat hiburan malam Dinasty X-3 Cilegon. Peneliti memiliki jadwal setiap hari rabu malam kamis dan hari sabtu malam minggu, artinya peneliti meneliti seminggu 2 kali dalam mencari data. Jadwal penelitian ini dibuat supaya peneliti memiliki acuan atau target waktu yang terstruktur agar penelitian dapat diselesaikan bukan hanya tepat waktu tapi juga diwaktu yang tepat. Sehingga, penelitian dapat terfokus dan tidak ada waktu yang terbuang
66
percuma selama berlangsungnya proses penelitian. Kalenderisasi penelitian dibuat sebagai berikut : Tabel 3.2 Jadwal Penelitian No
Keterangan
1
Penyusunan Bab 1-3
2
Outline
3
Observasi Lapangan
4
Pembuatan Bab 4-5
5
Sidang Skripsi
JAN FEB MART APRL MEI JUNI
BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada BAB I, yaitu Bagaimana Aksi dan Interaksi di Tempat Hiburan Malam (Studi Pada Diskotik Dinasty Kota Cilegon). Hasil penelitian ini diperoleh dari teknik wawancara dengan informan sebagai bentuk pencarian data dan observasi langsung dilapangan yang kemudian peneliti analisis. Analisis ini berfokus pada para clubber yang ada ditempat hiburan malam Dinasty Kota Cilegon, yang kemudian dikaitkan dengan beberapa unsur atau identifikasi masalah. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dan lisan didasari oleh orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh). Jadi, tidak dilakukan proses isolasi pada objek penelitian kedalam variabel dan hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Untuk tahap analisis, yang dilakukan peneliti adalah membuat daftar pertanyaan untuk wawancara, pengumpulan data, dan analisis data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk dapat mengetahui sejauhmana yang diberikan informan penelitian, peneliti menggunakan beberapa tahap : 1. Menyusun draft pertanyaan wawancara dari unsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan.
67
68
2. Melakukan wawancara dengan clubber di Diskotik Dinasty Kota Cilegon yang telah di tetapkan sebagai informan penelitian. 3. Melakukan observasi langsung dilapangan untuk melengkapi data-data yang berhubungan dengan penelitian. 4. Memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan. 5. Menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan, agar pembahasan lebih sistematis dan terarah, maka peneliti membagi dalam tiga pembahasan, yaitu : a. Profil subjek penelitian b. Hasil penelitian c. Pembahasan 4.1 Profil Objeck Penelitian 4.1.2 Diskotik Dinasty Kota Cilegon Diskotik dinasty yang berlokasi di Simpang Tiga Kota Cilegon Provinsi Banten yang hanya berjarak seratusan meter dari Masjid Al'Hadid. sebenarnya adalah tempat karaoke, hotel, dan restaurant. Akan tetapi dimalam hari mereka membuka tempat clubbing yang dimulai dari jam 23.00 WIB sampai larut malam, malahan hingga pagi jam 04.00 WIB. Dinasty adalah salah satu tempat hiburan malam di Cilegon yang minat pengunjungnya termasuk banyak dibanding tempat hiburan lainnya. Karena, penyuguhan didalamnya lebih meriah dan lebih bernuansa anak muda. Dilihat dari musik yang dimainkan lebih energic, pengunjung yang datang dari kalangan
69
menengah ke atas, wanita cantik dan sexi menarik mata lelaki berkumpul disana, dan kebalikannya para lelaki yang menggoda membuat para wanita-wanita terpesona. Manager perusahaan diskotik dinasty bernama ibu Lisa, di dalamnya terbentuk sebuah organisasi seperti layaknya perusahaan, akan tetapi tidak menentu, yang jelas di dalam perusahaan ini ada pimpinan dan karyawan lain yang bekerja di diskotik tersebut. Dalam suatu tempat diskotik selalu ada regulasi yang harus dipatuhi oleh para clubber dan pengunjung saat berada di sana. Contohnya peraturan untuk para clubber, clubber dilarang memakai sandal pada saat memasuki ruangan diskotik, dilarang memakai kaos, harus rapih, dilarang keras membawa minuman dan makanan dari luar, dilarang membawa senjata tajam, dan dilarang berbuat tindakan yang merugikan clubber lain. Itu salah satu peraturan yang tertulis ditempat hiburan malam Dinasty Cilegon Banten. Terbentuknya diskotik Dinasty ini berawal dari hotel biasa, yang berubah menjadi hotel menengah keatas, terus seiring berkembangnya zaman, Dinasty membuka suatu tempat karaoke, yang lumayan bisa terbilang mewah dan high class. Makin kesini perusahaan Dinasty semakin maju, dan akhirnya perusahaan ini membuat suatu tempat diskotik yang letaknya di lantai 2 hotel yang pada awalnya merupakan tempat karaoke, sehingga tempat karaoke sekarang berada di lantai 1 dan hotel di lantai 3 dan di lantai 1. Dibangunnya tempat diskotik Dinasty memunculkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Dari kalangan ormas agama misalnya, mereka tidak
70
menginginkan dibangunnya tempat diskotik ini karena bertentangan dengan ajaran agama dan kearifan lokal Banten. Selain itu, Pemerintah pun bersikeras untuk menutup tempat tersebut dikarenakan melanggar peraturan daerah No: 2/2003 tentang Penyelenggaraan Tempat Hiburan. Memang pada dasarnya pemerintah juga tidak begitu berperan dalam menangani masalah clubbing, karena sesungguhnya itu kesadaran dari diri sendiri. Tetapi pemerintah berupaya menanggulanginya dengan cara mengeluarkan RUU pornografi dan pornoaksi. Di samping itu, ada saja pihak atau kalangan yang mendukung dibangunnya tempat hiburan ini, dengan alasan sebagai sarana refreshing otak dalam menghilangkan penatnya pekerjaan yang mereka hadapi dan masalah. 4.2 Pembahasan Untuk dapat memecahkan identifikasi masalah, yaitu mengetahui aksi apa saja yang dilakukan clubber dan proses interaksi simbolik para clubber. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teori interaksi simbolik. Teori interaksi simbolik digunakan karena teori ini mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Mengenai hasil dari proses penelitian yang telah berjalan sedemikian rupa, peneliti tuliskan sebagai berikut, (Effendy, 2007). Seperti yang dijelaskan oleh Herbert Mead mengenai asumsinya mengenai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. Percakapan peneliti dengan informan diatas, menjelaskan bahwa seorang clubber mampu menggunakan simbol yang mereka
71
keluarkan untuk berinteraksi dengan individu lain, dan menunjukan bahwa dirinya seorang clubber. Penjelasan mead berlanjut dengan pernyataan seperti ini, bahwa pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Kalimat yang harus digaris bawahi adalah pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi. Seseorang yang melakukan clubbing atau sering kita sebut clubber itu, melakukan interaksi satu sama lain untuk menyatukan makna sehingga terjadilah kesamaan makna atau satu pemikiran. Kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, di dalam tempat hiburan malam seseorang clubber mampu menunjukan simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber, baik dari fashion, fisik, dan kebiasaanya. Data hasil observasi yang peneliti dapatkan, bahwa seorang clubber tidak ada identitas mutlak diliat dari berbagai aspek, mungkin saja ada beberapa aspek
72
yang masuk dalam kategori seorang clubber biasanya. Dilihat dari fashion : perempuan memakai dress, pakaian berani terbuka, sepatu highhils, pria : kemeja, celana jeans, sepatu. Arti self dalam diri seorang clubber sangat luas dan berbeda-beda, karena setiap clubber pasti refleknya, kebiasaannya, kegiataannya juga akan berbedabeda. Ditempat hiburan malam khususnya, kegiatan kebiasaan seorang clubber a selalu melakukan kegiatan berminum-minuman ria, berjoged, dan mencari pasangan, beda dengan seorang clubber b yang biasanya dia melakukan kegiatan minum-minum saja dan menikmati suasana didalam tempat hiburan malam. Hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Dijelaskan dalam singkat menurut mead fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Dihubungkan dengan observasi dan data yang didapat, bahwa tidak semua orang terpengaruh oleh proses budaya sosial mereka pada saat di tempat hiburan malam yang nantinya dibawa kedalam kelompok masyarakat. Dari 6 orang yang menjadi fokus wawancara peneliti, 4 informan tidak membawa kebiasaan dan perilaku mereka pada saat di tempat hiburan malam lalu dibawa ke dalam
73
kehidupan bermasyarakat, dan yang 2 informan terpengaruh proses sosial yang dilakukan ditempat hiburan malam dan mengimplementasikannya dikehidupan bermasyarakat. Pada masanya, sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada penelitian studi terhadap interaksi sosial. Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok pembahasan sosiologi ialah tindakan sosial, (Kamanto Sunarto, 2004 : 37). Ahli antropologi Edward T. Hall dalam bukunya: The Hidden Dimension (1982) mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Pengamatan terhadap penggunaan ruang beserta teori-teorinya oleh Hall dinamakan proxemics. 4.2.1 Faktor-faktor Seseorang Melakukan Clubbing Clubbing merupakan istilah prokem khas anak muda yang berarti suatu dunia malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sesaat, (Stevanio : 2007). Faktor yang mempengaruhi generasi muda untuk melakukan clubbing adalah faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang berasal dari individu berhubungan dengan minat, motivasi, dan sikap (untuk hidup funcy dan happy). Adapun faktor eksternal berasal dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (berhubungan dengan pergaulan individu). Ketika peneliti bertanya, “Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam?”, Informan Erland Menjawab :
74
“dari lingkungan tempat gua ngumpul bareng kawan-kawan, awalnya ada acara ulang tahun ditempat dugem itu, biasalah pesta-pesta anak muda, padahal gua pertama waktu itu masuk tempat dugem, tapi langsung senang masuk kelingkungan sini.”
Lain halnya dengan informan saya yang bernama imel bahwa pada saat dia menjadi seorang clubber dikarenakan penat pekerjaan dan dilingkungan keluarganya, maka dari itu informan yang satu ini memilih tempat dunia malam untuk mengekpresikan sebagian aktivitasnya di selang penat dan sumpeknya kerja. “…dulu saya bisa dibilang kuper (kurang pergaulan), pada saat itu kuliah pulang kuliah pulang, dan pada saat kerjapun sama halnya pada saat saya kuliah, selesai kerja ya pulang. Disitu saya merasakan kejenuhan, dan pada saat saya curhat mengenai kejenuhan ini pada teman saya, teman saya mengajak saya ketempat hiburan malam Dinasty yang berada di Kota Cilegon, itulah awalnya saya menginjakan kaki ketempat hiburan malam…” Pernyataan di atas menyebutkan bahwa Faktor yang mempengaruhi generasi muda untuk melakukan clubbing adalah faktor intern dan ekstern. Dari hasil wawancara pada informan yang bernama erland peneliti bisa melihat bahwa erland mengenal dunia gemerlap malam dari lingkungan tempat dia menongkrong dengan alasan ajakan teman atau bisa kita sebut faktor extern, dan informan yang kedua bernama imel mengenal dunia gemerlap malam dari teman dengan alasan penat kerjaan dan sumpek di lingkungan rumah, ini bisa kita sebut factor intern. Perdana (2004) dalam bukunya yang berjudul „Dugem : ekspresi cinta, seks, dan jati diri‟ menjelaskan wujud ekspresi dari ketiga narasi tersebut. Hal tersebut
merupakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
melakukan clubbing. Adapun faktor-faktornya adalah.
generasi
muda
75
1. Gaul Gaul, istilah „gaul‟ berasal dari kata baku „bergaul‟ atau „pergaulan‟ yaitu sebuah sistem sosial yang terbentuk melalui interaksi, komunikasi dan kontak sosial yang melibatkan lebih dari satu orang. Akan tetapi dalam komunitas clubbing, istilah gaul bukan lagi menjadi media sosialisasi untuk melengkapi fitrah kemanusiaannya, melainkan kebanyakan telah menjadi ajang pelampiasan hawa nafsu. Kebanyakan bentuk „gaul‟ ini justru menjadi pintu gerbang bagi lahirnya generasi-generasi penganut seks bebas, pecandu narkoba, hingga pelacuran dan penjahat sosial. 2. Funcy Istilah
funcy
secara
aksiologis
tanpa
memperdebatkan
wacana
epitemologisnya, istilah funcy selalu berlekatan dengan istilah „gaul‟. Pemaknaan
funcy
selalu
dipertautkan
dengan
bentuk-bentuk
eksperimentasi yang tanpa landasan argumentasi yang jelas, sekedar mencari sensasi dan pelampiasan emosi-emosi jiwa yang tidak terkendali. Ini bisa dilihat dari hasil eksperimentasi mereka dalam hal kostum, kendaraan, fisik dan gaya hidup. 3. Happy Happy, istilah happy berasal dari bahasa inggris yang berarti bahagia, selalu bahagia. Dengan „bergaul‟, berinteraksi dan membaur dalam warna komunitas „bergaul‟nya, kaum remaja merasa menemukan jati diri yang tepat dengan selera dan jiwa mudanya daripada apa yang didapatkan dari lingkungan keluarga. Mereka merasa menemukan kebahagiaan sejati disini
76
yaitu bebas berbuat apa saja, banyak teman, termasuk bebas menyalurkan gelora libido seksualnya. 4.2.2 Aksi Clubber Di Diskotik Kota Cilegon Golongan apa saja yang masuk ketempat hiburan malam? dan siapa saja orang yang ada di tempat hiburan malam? Berdasarkan pengamatan Peneliti, di dalam tempat hiburan malam ada seorang Dj (Disk Jockey) yang memainkan musik menghentak dan memberikan lagu jenis trance (musik dugem yang berirama cepat) dan house (musik dugem yang berirama kencang dengan bass yang sangat menonjol), bartender (sebagai penyaji dan pelayan minuman), wanita pemandu pendamping yaitu sekumpulan wanita yang suka menemani para pria untuk berminum-minuman dan berjoged, dan selanjutnya ada wanita striptis (wanita yang sering berjoged diatas meja dan tiang khusus yang telah di sediakan), mereka bisa mngekpresikan goyangan mereka yang membuat para clubber takjub dan bergairah meliatnya. Suku atau etnis menurut perspektif teori situasional, merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas diri seseorang yang akhirnya dari pengaruh itu terbentuk suatu kelompok baru yang sering kita sebut suku. (Simatupang, 2003).
77
para Clubbers Dapat di Bedakan Menjadi Beberapa Golongan: 1. VIP Golongan ini adalah orang yang paling dihormati di dalam Club, biasanya adalah owner club itu sendiri atau keluarganya. Bisa juga clubber-clubber tajir yang sudah menghabiskan ratusan juta untuk clubbing dan sudah cukup kenal dengan owner club tersebut. 2. Ketua Golongan ini cukup banyak menghabiskan uang untuk clubbing tapi kurang kenal, bahkan tidak kenal dengan owner club. Biasanya mereka membawa cukup banyak teman dan semua biaya ditanggung oleh dia sendiri. Cukup sering kelihatan berada di club dan kenal dengan beberapa waitress. 3. PR (Public Relations) Golongan ini biasanya sering sok asyik dan terkadang bersikap kalau dia benar-benar adalah PR yang sudah biasa dengan keadaan di club tersebut. Biasanya temannya lebih dari satu group dengan meja yang berlainan, golongan ini akan mondar mandir dari satu meja ke meja lainnya untuk terlihat asyik di mata teman-temannya, tetapi malah lebih terlihat sok sibuk. 4. Sok Cool Golongan ini biasanya hanya duduk atau berdiri diam dengan tangan dilipat didepan dada atau dimasukkan kekantong celana. Gerakannya
78
hanya sebatas hentakan telapak kaki depan di lantai mengikuti hentakan musik. Kurang jelas apa maksud dari suku ini untuk berada di club. 5. Orang Setia Golongan ini biasanya terlihat di depan tempat jual tiket masuk bisa sendirian bisa juga berkelompok, kadang-kadang terlihat sedang menelepon atau Smsan, dan sekali-kali melihat jam dengan wajah resah, terlihat jelas kalau suku ini sedang menunggu temannya. Tetapi menunggu teman bukan karena solidaritasnya yang tinggi melainkan menunggu untuk dibayarin masuk. Biasanya orang yang ditunggu Si „orang setia‟ ini adalah Si „ketua‟ dan Si „VIP‟. 6. Pak Eko Alias Paket Ekonomis, biasanya golongan ini minum atau „nyimeng‟ dulu diluar, kalo udah high/tinggi Baru masuk ke club. Jadinya tinggal minum sedikit atau tidak perlu minum sama sekali di dalam, karena minuman didalam club biasanya lebih mahal. Setelah itu mereka tinggal dancing di dance floor. Menurut data yang didapatkan berdasarkan hasil observasi dilapangan, diketahui bahwa pertama, di dalam tempat hiburan malam terjadi tanggapan atau reaksi individu satu dengan yang lainnya terhadap suatu rangsangan, baik sedang tidak berkomunikasi dan sedang berkomunikasi. Sebagian dari itu, kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan seorang clubber ditempat hiburan malam pun itu di anggap sebagai sebuah perilaku. Contohnya : kegiatan yang dilakukan, seperti
79
berjoged, berkenalan, mengobrol (bercengkrama), berminum-minum ria, mencari pasangan, mencari kawan, berbisnis dan acara ulang tahun. Itu semua telah menjadi kebiasaan seorang clubber dan penghuni tempat hiburan malam. Karena, seperti yang sampaikan oleh sodara martin (27). “…yang pasti, ketika gua ketempat dugem, gua beli minuman, ya kalau ada barang gua pake, udah enak ya gua joged, sekalian nyari cewe. begitu-begitu aja sebenernya kegiatan clubbermah, happy bareng temen dan yang lainnya”
Informan yang bernama Martin ini mempunyai kebiasaan hanya berminum-minum ria, berjoged, dan ajang mencari wanita jika sedang di dalam tempat hiburan malam, dan yang jelas dia menekankan bahwa tempat hiburan malam atau diskotik itu tempat happy bareng teman-teman. Menghilangkan kejenuhan atau justru telah menjadi kebiasaan mendatangi tempat hiburan malam tentunya membawa keasyikan tersendiri. Salah satu tempat yang paling banyak di pilih oleh kawula muda adalah diskotik. Diskotik yang banyak menyajikan paket acara hiburan menjadi daya tarik utama mulai dari sexy dancer’s sampai dengan mendatangkan DJ (Disc Jockey) yang bertarap nasional hingga internasional, (Andy Stevanio, 2007 : 193). Data dari observasi ini, peneliti melihat segala sesuatu yang dikerjakan dan dilakukan clubber dilihat dari perilaku dan kegiatan yang dilakukan, itu berbeda tiap orangnya.seperti, ada yang minum, ada yang main perempuan, ada yang joged saja, dan ada yang semuanya dilakukan. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh informan saya bernama Dina Kirana (24).
80
“Saya lebih suka happy bareng teman-teman, sekedar minum, dan tidak terlalu mabuk parah, ya sebisa mungkin saya Kontrol, agar bisa menikmati pestanya hehehe”
Dina kirana adalah pegawai salah satu bank swasta yang ada di cilegon, dia sangat senang jika menyempatkan waktunya untuk clubbing bareng temantemannya untuk menghilangkan penat, untuk sekedar minum-minum, menikmati party, berjoged dengan hentakan lagu house musik yang diaminkan oleh Dj. Hal tersebut berbeda dengan yang diungkapkan oleh Desy (27) “…yah, sayang amat kalau kita kesini Cuma sekedar minum ga mabuk hehe, saya sih biasanya sekalian nyari cowo hehe, ga munafik lah, semua orang juga pasti kaya gitu”
Hal ini diperkuat oleh pernyataan informan lainnya yang bernama martin (27). Informan yang bernama desi ini, tidak berbeda jauh dengan informan saya yang bernama martin, dia ditempat hiburan malam mempunyai kebiasaan mencari pasangan untuk nantinya diajak kencan lebih lanjut. Dia juga berkata bahwa sayang rasanya jika sedang di diskotik kita tidak mabuk-mabukan, menurut peneliti mungkin itu telah jadi hal yang wajib bagi dia sebagai seorang clubber. Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal balik). Tindakan sosial adalah tindakan dimana individu bertindak dengan orang lain dan pikiran. Dengan kata lain, dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksir pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Meski mereka
81
sering terlibat dalam perilaku tanpa pikir, perilaku berdasarkan kebiasaan, namun manusia mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial. Teori interaksi simbolik memusatkan perhatian terutama pada dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Disini akan bermanfaat menggunakan pemikiran mead yang membedakan antara perilaku lahiriah dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir yang melibatkan simbol dan arti. Perilaku lahiriah adalah perilaku yang sebenarnya dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku lahiriah tidak melibatkan perilaku tersembunyi (perilaku karena kebiasaan atau tanggapan tanpa pikir terhadap rangsangan external). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu. Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian utama teoritisi interaksionisme simbolik sedangkan perilaku lahiriah menjadi sasaran perhatian utama teoritisi teori pertukaran atau penganut behaviorisme tradisional pada umumnya. 1. Mind Seperti yang dijelaskan oleh Herbert Mead mengenai asumsinya mengenai (Mind) kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. Pada saat itu peneliti bertanya, “apa alasan anda menggunakan simbolsimbol komunikasi?” informan martin menjawab: “agar pada saat berkomunikasi berjalan dengan lancar, dimana obrolan gua dengan kawan gua bisa saling dimengerti dan mempunyai makna yang sama. Kadangkala kan bahasa verbal aja tidak cukup digunakan untuk
82
berkomunikasi, maka dari itu sangat penting bagi gua untuk menggunakan simbol nonverbal untuk lebih menjelaskan pada saat mengobrol atau berinteraksi dengan yang lain” Senada dengan apa yang disampaikan informan yang bernama desi atas jawaban dari pertanyaan peneliti bahwa : “simbol nonverbal dilakukan untuk menghindari hal-hal yang nantinya tidak bisa dimengerti pada saat berkomunikasi. Ditempat hiburan malam biasanya simbol nonverbal lebih sering digunakan dibandingkan verbal, karena musik yang sangat kencang dan menghentak mengganggu pada saat berinteraksi”
Penjelasan mead berlanjut dengan pernyataan seperti ini, bahwa pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan Simbolisasi atau penggunaan lambang. Lambang atau simbol yang ada di sekitar tempat hiburan malam adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya. Misalkan, pengunjung menggunakan simbol atau lambang meminta minuman di bartender, say hello dengan clubber lain, dan segala kegiatan yang menggunakan simbol nonverbal.
83
Peneliti
bertanya,
“seberapa
penting
penggunaan
simbol
dalam
komunikasi?” informan Dina Kirana menjawab: “sangat penting, karena dunia malam sangat exlusive, karena simbol yang digunakan pada saat di tempat hiburan malam berbeda dengan tempat yang lain”. Pertanyaan kedua peneliti lontarkan pada informan yang bernama dina kirana ini, “memang apa bahasa dan simbol khusus clubber pada saat berkomunikasi ditempat hiburan malam?” Dina Kirana menjawab kembali : “pada saat meminta korek api, meminta minuman, menekan tombol service pada saat di dalam room, melambaikan tangan kepada clubber lain sebagai tanda ajakan, berjoged, dan mengedipkan mata pada clubber lain yang tandanya mengajak berkenalan lebih dekat” Sama halnya dengan apa yang di sampaikan informan yang bernama imel bahwa : “bahasa khusus yang biasanya gua pake seperti, Blur cuy, aman ga nih, masih sehat???, kata kata itu yang sering dikeluarkan pada saat ditempat hiburan malam” Dunia gemerlap ini semakin banyak diminati kaum muda yang tinggal di metropolis ini. Liat saat weekend (libur akhir pecan). Lokasi yang menyediakan hiburan malam di Kota Cilegon selalu ramai di padati remaja. Apalagi, jika lokasi hiburan malam itu mendatangkan artis ibu kota terkenal atau Dj dari luar daerah, pengunjung akan semakin ramai. Tak peduli berapa mahal tiket masuk yang harus di beli. Peneliti bertanya, “sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam?” informan Dani Ramdhani menjawab :
84
“udah lumayan lama, 2 tahunan lah, awalnya ada acara party kampus, terus berkelanjutan akhirnya sering dugem bareng kawan-kawan, malahan tiap ada acara ulang tahun atau acara apa saja di adainnya ya ditempat hiburan mala mini” Sama halnya dengan apa yang disampaikan oleh informan yang bernama erland : “gua udah lima tahun menjalani aktivitas sebagai seorang clubber, pada saat awal kuliah sampai saat ini gua kerja padahal awalnya ajakan temen, tapi pada saat itu gua langsung ketagihan dan sering meluangkan waktu untung dating ke tempat hiburan mala mini” Seperti yang dituturkan salah satu manajemen marketing sebuah hiburan malam Diskotik Dinasty Kota Cilegon, di Diskotik tempatnya bekerja, hiburan musik menjadi suguhan utama. Yang paling paten, pengunjungnya dilarang membawa minuman dan makanan dari luar dan dilarang memebawa senjata tajam. Tidak bisa dipungkiri, dugem lambat laun telah menjadi gaya hidup yang aman dan nyaman untuk dinikmati remaja yang tinggal di kota metropolis ini. Dan tak dipungkiri, alcohol dan seks bebas amat dekat dengan gaya hidup semacam itu. Tapi itu semua lagi-lagi tergantung pada pribadi masing-masing untuk tidak terjerumus alcohol dan seks bebas. Pertanyaan selanjutnya peneliti lontarkan mengenai pembahasan di atas, “apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? Dan apakah anda meminum alcohol, memakai narkoba, dan melakukan seks bebas? “informan martin menjawab : “yang pastinya banyak teman, fun, dan tidak jenuh. Tapi bukan berarti sebelum gua kenal dugem tidak banyak teman, tapi setelah kenal dugem, teman gua makin banyak, ketemu kecengan (pasanga perempuan), dan rekan yang bisa gua ajak berbisnis. Kalau masalah gua mabok dan make
85
narkoba itumah pasti, gua yakin sebagian besar orang yang ketempat hiburan malam make barang itu, tapi gua bisa ngontrolnya, kalau maslaah seks bebasmah privasi dong bro,masing-masing aja”
Lain halnya dengan apa yang disampaikan oleh informan yang bernama Dina Kirana : “yang gua rasakan sebenernya biasa saja, tapi yang sedikit perubahan setelah gua jadi clubber ya jadi penyeimbang kerja keras dengan hiburan sebanding, karena lu tau sendiri bahwa kerjaan gua sebagai teller di bank sangat berat, maka dar itu gua butuh aktivitas hiburan di sela-sela kerja gua”
Pada prinsipnya komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Sehingga, semua aspek gerak kita dapat diartikan menjadi sebuah komunikasi. Pada observasi awal yang dilakukan, ditemukan bar di area pinggir, tempat dance floor, tempat live Dj, dan para pengunjung yang menikmati clubbing. Para pengunjung seperti wanita contohnya, dengan pakaian dress sexi dan pakaian terbuka, para lelaki yang high class menunjukan aura kepada para wanitanya. Itu semua menandakan bahwa mereka ingin menunjukan komunikasi dan mencari komunikasi. Peneliti bertanya, “ bagaimana cara menarik perhatian seorang clubber lain di tempat hiburan malam?” informan Dina Kirana menjawab : “biasanya mentraktir minuman untuk memulai obrolan, tapi kebanyakan lebih ke pribadi masing-masing, orang kan beda-beda cara pendekatannya. Contoh sederhananya gua, gua selalu caper untuk dapet perhatian cowo yang gua ingin ajak kenalan make isyarat-isyarat gitulah, ga secara langsung”
86
Berbeda dengan jawaban informan martin : “yaelah, di tempat dugem masih aja jaim, ga usah munafik entar kesamber orang duluan, langsung aja sikat, deketein, sok kenal so dekat, terus ajak kenalan, hehe “ Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali. Hal ini terjadi di lokasi penelitian ketika pengunjung datang dan melihat isi ditempat hiburan malam seperti orang kebingungan, mungkin karena pengunjung itu baru pertama kali kesitu. Dan pada saat itu ada karyawan yang bekerja disitu, karyawan itu memulai komunikasi dengan berkata „malam mba/mas, mau pesen minuman, open table, atau apa‟. Itu contoh dari sebuah awal komunikasi yang tanpa disengaja, dan akhirnya pengunjung bertanya pada karyawan disitu, dan karyawannyapun menjelaskan kepada pengunjung tersebut. Dunia gemerlap, adalah istilah popular untuk menunjukan gaya hidup remaja di kota besar pada akhir pecan. Jumat malam, selepas kuliah dan kerja, digunakan sebagian orang untuk melepas ketegangan dan kepenatan setelah 5 hari kuliah dan kerja dengan mendatangi tempat-tempat hiburan. Kafe,, bar, mall, diskotik, tempat billiar, dan tempat hiburan malam lainnya padat dengan orangorang berdugem dihari itu.sekedar kumpul dengan teman, mencari kenalan, menikmati musik, melepas penat, hingga minum minuman beralkohol. Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik/ruang, waktu, sosial dan psikologis. Jika dihubungkan dengan objek penelitian, Interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan pengunjung dan pengunjung dengan para pekerja di lingkungan tempat hiburan malam berada dalam konteks ruang sosial dan
87
psikologis yang sama, karena mereka satu tempat dan satu lingkungan yang sama yaitu didalam tempat hiburan malam. Remaja masa kini tertarik pada segala hal yang bersangkutan dengan musik, kerlap kerlip lampu beraneka warna, dan berbagai gerak tarian. Mereka menyenangi ruang remang-remang dengan musik yang hingar-bingar dan pergi ke tempat-tempat hiburan malam untuk bersenang-senang. Remaja menemukan rasa aman pada musik, dan bagi para pecinta musik, tempat hiburan malam merupakan panggung utama. Pada saat itu peneliti bertanya, “dimana saja biasannya anda melakukan clubbing? dan apa saja yang membedakan anda setelah menjadi seorang clubber dan sebelum menjadi seorang clubber? Informan imel menjawab : “biasanya sih kalau gua clubbing yang deket deket aja, di cilegon di dynasty ini, kadang ke anyer, kadang kebandung dan ke jakarta itu juga kalau ada event gede aja. Kalau di bilang perbedaan sebelum dan setelah jadi clubber, ya pasti berbeda, dulu gua bisa di bilang cupu, kuper lah hahaha, sekarang bisa jaga penampilan dan banyak temen”
Senada dengan apa yang disampaikan informan bernama Desi : “kalau guasih clubbing dimana aja, seringnya di bandung dan Jakarta, tapi di cilegon juga hampir lumayan sering juga. Soalnya kan gua asli serang, pasti kebanyakan ya gua clubbing disini juga bareng anak-anak. Perubahan yang terjadi setelah gua jadi seorang clubber ya bisa dilihat dari style dan fashion. Dulumah gua ga se sexi dan se menor ini hehehe”
Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Komunikasi terjadi dalam lingkup dua sistem dasar operasinya yaitu sistem internal dan ekseternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa
88
oleh seorang individu ketika berkomunikasi atau dikenal juga dengan frame of reference dan frame of experience. Sistem eksternal adalah sistem yang berasal dari lingkungan sekitar dan mempengaruhi pola komunikasinya. Seperti terlihat ketika para pengunjung saling berinteraksi satu sama lain, mereka akan merasa nyaman dan merasa nyambung jika pengalaman diluar dari tempat hiburan malam satu pemikiran, apalagi jika yang di obrolkan sama-sama menyukai isi dalam obrolan itu, maka mereka akan menerima makna atas simbolsimbol yang terbangun tersebut. Karena, bukan berarti orang yang sering clubbing itu berperilaku dan mempunyai kebiasaan tidak menyenangkan jika di kehidupan bermasyarakat. Pada saat itu peneliti bertanya, “bagaimana cara anda berkomunikasi diluar tempat hiburan malam, yaitu dengan masyarakat? Dani ramdhani menjawab : “ya seperti biasanya, berkomunikasi tanpa ada gangguan apapun. Gua sih propesional aja, ketika gua sedang di tempat hiburan malam dan ketika gua diluar tempat hiburan malam”
Senada dengan apa yang disampaikan informan yang bernama erland : “tidak ada perubahan sama sekali ketika gua ngobrol di tempat dugem ya gua propesional ngobrol dengan kawan gua tentang sekitar dunia malam, dan ketika gua di masyarakat ya sebisa mungkin gua ga bawa obrolan ketika gua ngobrol ditempat hiburan malam, simpel coy”
Rasa penasaran memang salah satu awal perkenalan para remaja laki-laki dan perempuan dengan adanya dunia malam tersebut, ada pula yang disebabkan oleh ajakan teman. Namun, ada juga yang mengatakan alasan mereka menjadikan clubbing sebagai gaya hidup dikarenakan adanya gengsi dan ingin disebut „gaul‟.
89
Sehingga gaya hidup seperti ini sudah bisa menjadi trend berharga di kalangan mereka. Bahkan menjadi semacam kebutuhan yang harus terlaksana sebagai media penghiburan diri. Bagi para remaja saat ini, hiburan malam tersebut dapat membawa pengaruh negatif dan positif ke dalam kehidupan mereka, salah satu dampak negatifnya adalah masuknya seseorang kedalam gaya hedonisme. Hedonisme adalah sebuah gaya hidup dimana penganutnya berfikir kalau hidup adalah untuk bersenang senang, foya-foya dan menghamburkan uang. Contoh dampak negatif lain dari clubbing adalah dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan. Kegiatan yang dilakukan malam hari ini, dimana seharusnya tubuh kita beristirahat, ditambah banyaknya asap rokok di dalam ruangan, minuman beralkohol, dan juga sudah menjadi rahasia umum banyaknya pengedar dan pengguna narkoba di dalam club-club malam. Dampak positifnya
dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti
lakukan adalah banyaknya link dan chanel untuk berbisnis, banyak ketemu orangorang penting didalam sana, pikiran jadi fresh dan ringan, beban masalah hidup berkurang, dan pergaulan semakin luas, karena tidak semua kegiatan yang dilakukan ditempat hiburan malam itu berdampak negatif bagi seseorang yang ada didalamnya. Semuanya kembali pada diri masing-masing. Jika, kita dapat memanfaatkan hiburan ini secara bijak dan bertanggung jawab juga benar-benar memanfaatkannya sebagai media untuk melepaskan rasa jenuh dari aktivitas sehari-hari.
90
2. Self Kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, di dalam tempat hiburan malam seseorang clubber mampu menunjukan simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber, baik dari fashion, fisik, dan kebiasaanya. Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang keranjingan dugem atau istilah lainnya dulalip (dunia kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan atau masyarakat metropolis. Entah sejak kapan istilah dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anak- anak muda kota besar. Peneliti bertanya, “seperti apa siombol-simbol khusus yang digunakan seorang clubber untuk menunjukan identitasnya?” Informan Dina Kirana menjawab : “sebenernya biasa saja seperti orang pada umumnya, tapi yang paling menonjol ya dari simbol-simbol dalam obrolan yang menunjukan bahwa dia doyan masuk ketempat hiburanmalam dan dugem, bisa juga kita liat simbol yang menunjukan bahwa seorang menyukai dugem di lihat dari setelan pakaian yang dipakai dan musik yang dia suka dengerin dan dia suka”
Senada dengan apa yang disampaikan oleh informan bernama Imel bahwa : “dilihat dari musik yang sering didengerin tiap hari, dan pakaian yang di kenakan, dan kebiasaan orang yang menyukai dugem itu lebih menarik perhatian dengan style metroseksualnya kalau laki-laki dan style seksinya kalau perempuan”
91
Ditemukan pula fenomena yang serupa dengan pemaparan tersebut, jika pengunjung menggunakan bahasa daerah yang medok, orang disitu bisa memprediksi bahwa orang itu dari kampung, pengunjung yang memakai kaos dan sandal itu sudah bisa dikategorikan orang kampung dan tidak punya pengalaman dalam hal clubbing, karena sebenarnya tempat hiburan malam juga mempunyai aturan-aturan yang harus dipatuhi ketika masuk kedalamnya. Misalkan, tidak membawa minuman makanan dari luar, dilarang memakai kaos, dan memakai sandal, dan sebagainya. Jika ada orang yang melanggar peraturan yang dibuat, itu sudah bisa dikategorikan orang awam yang baru masuk tempat hiburan malam. Waktu saat itu peneliti bertanaya, “seperti apa fashion seorang clubber wanita dan pria informan Desi menjawab : “biasanya wanita memakai dress/pakaian terbuka disbanding biasanya (sexi), dengan perpaduan make up glamour dan sepatu highhills. Kalau pria simpel aja sih yang sering gua liatmah, celana jeans, sepatu, kemeja rapih. Karena kita tau bahwa sebenernya tempat yang kita anggap bebas ngapa ngapain ini tetap mempunyai peraturan di dalamnya. Kaya gaboleh make kaos, make sandal dan yang lainnya lah, intinya rapih”\
Jawaban dari Desi telah mewakili pertanyaan dari kelima informan yang lainnya, Karena hampir semuanya berkata demikian. Bahwa sebebas-bebasnya tempat hiburan malam pasti mempunyai batasan dan aturan main didalamnya, seperti perilaku kita, sikap kita, dan pakaian yang kita kenakan. Kalau diamati, penampilan anak-anak yang suka dugem juga sangat khas, mereka itu menyukai dandanan yang modis, seksi, metroseksual, gemar begadang,punya bahasa pergaulan sendiri, dan tidak keberatan merogoh koceknya
92
hingga berapapun demi membayar cover charge yaitu tarif masuk dan makanan yang mereka nikmati di tempat clubbing (begitu mereka menyebut aktivitas kumpul-kumpul di tempat hiburan malam). Peneliti bertanya, “ seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria?” informan martin menjawab : “tidak ada ciri khusus sebenernya, semuanya sama aja, ya kan semua orang dan siapa aja yang seneng dugem, udah pasti dia jadi seorang clubber, tidak harus ganteng aatau cantik ajalah haha”
Berbeda dengan apa yang disampaikan informan yang bernama Erland : “ya kalau wanita lebih terbuka aja biasanya dalam berpakaian dan pria lebih rapih dan metroseksual penampilannya”
Informan Dina Kirana juga memberikan jawaban yang berbeda bahwa : “tidak ada batasan dan ciri fisik khusus seorang clubber wanita maupun pria menurut guamah, karena kadang yang ganteng rapih dan cantik itu orang gapunya (kere maksudnya) dan Cuma ngikut-ngikut aja dugemnya, tapi yang penampilannya biasa dan gembel biasanya dia orang yang punya modal gede dan biasanya bayarin orang-orang di tempat dugem itu”
Pada dasarnya orang yang masuk ketempat hiburan malam itu adalah orang yang tingkat ekonominya menengah keatas, akan tetapi seiring perkembangan zaman, para pengusaha hiburan malam khususnya Dinasty Kota Cilegon ini mempermudah orang untuk masuk ketempat tersebut, tanpa harus ada batasan apapun. Sekarang ini orang-orang kelas bawah, menengah, dan ataspun sudah bisa menikmati clubbing di tempat hiburan malam.
93
3. Society Hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Dijelaskan dalam singkat menurut mead fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Di hubungkan dengan observasi dan data yang didapat, bahwa tidak semua orang terpengaruh oleh proses budaya sosial mereka pada saat di tempat hiburan malam yang nantinya dibawa kedalam kelompok masyarakat. Dari 6 orang yang menjadi fokus wawancara peneliti, 4 informan yaitu Jean Martin, Dina Kirana, Imel, Erland tidak membawa kebiasaan dan perilaku mereka pada saat di tempat hiburan malam lalu dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat, dan yang 2 informan yaitu Desi dan Dani Ramdhani terpengaruh proses sosial yang dilakukan ditempat hiburan malam dan mengimplementasika di kehidupan bermasyarakat. Peneliti bertanya pada saat itu, “hal apa saja yang membedakan anda sebagai clubber dengan ketika anda sebelum menjadi clubber? Dan bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat, Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? informan Martin menjawab :
94
“dulu memang sebelum gua menajadi clubber Cuma anak skateboard yang Cuma nongkrong dan maen skate tiap sore sampe malem, dan waktu itu gua ga minum (mabuk), pulang juga jam 10 udah dirumah, tapi setelah menjadi seorang clubber dan doyan hiburan malam jadi malah sebaliknya. Pulang malem, minum (mabuk), dan pada saat kenal dunia itu gua pun berenti maen skate karena udah beda tongkrongan hehe, waduh terlalu bego bagi gua kalau kenakalan gua dan kebiasaan gua ditempat hiburan malam dibawa-bawa ke kehidupan masyarakat hehe propesional aja”
Hasil jawaban wawancara dari informan martin telah mewakili tiga orang yang tidak terpengaruh proses sosial atau tidak membawa kebiasaan dan perilaku mereka pada saat di tempat hiburan malam lalu dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat, beda dengan apa yang disampaikan informan Desi dan Dani Ramdhani pada saat peneliti bertanya “Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat?” : Informan Desi : ”ya gimana, gua orangnya blak-blakan, gu munafik juga, ya kalau misalkan ada yang mau menerima gua syukur engga juga ga apa-apa, lagian gua ga ganggu hidup mereka. Kalau masalah komunikasi dengan masyarakat ya biasa aja kaya orang pada umumnya cuma kalau udah nimbrung sama temen-temen di lingkungan luar kecuali tempat dugem gua suka agak kebawa-bawa kebiasaan yang tadinya suka gua lakuin ditempat dugem, reflek aja gitu. Kaya model ngeroko, pakean rada terbuka.”
Informan Dani Ramdhani : “kalau bicara masalah gimana gua komunikasi sama masyarakat ya seperti biasanya,ga ada masalah, Cuma kalau masalah apakah kebiasaan gua ditempat dugem suka dibawa ke lingkungan masyarakat ya biasa aja juga sih bagi gua, karena emang udah biasa, dan orang-orang udah tau juga gua suka ketempat clubbing, jadi emang udah bukan rahasia lagi, beda dengan orang yang gamau diketahuin kenakalan diluar rumahnya. Kalau gua santai aja selagi ga mengganggu. Missal kaya gua minum dengan tementemen gua dilingkungan rumah gua, maen sama cewe, atau ngobrolin cewe ditempat dugem”
95
Pada masanya, sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada penelitian studi terhadap interaksi sosial. Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok pembahasan sosiologi ialah tindakan sosial, (Kamanto Sunarto, 2004 : 37). Ahli antropologi Edward T. Hall dalam bukunya: The Hidden Dimension (1982) mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Pengamatan terhadap penggunaan ruang beserta teori-teorinya oleh Hall dinamakan proxemics. Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Komunikasi terjadi dalam lingkup dua sistem dasar operasinya yaitu sistem internal dan ekseternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh seorang individu ketika berkomunikasi atau dikenal juga dengan frame of reference dan frame of experience. Sistem eksternal adalah sistem yang berasal dari lingkungan sekitar dan mempengaruhi pola komunikasinya. Seperti terlihat ketika para pengunjung saling berinteraksi satu sama lain, mereka akan merasa nyaman dan merasa nyambung jika pengalaman diluar dari tempat hiburan malam satu pemikiran, apalagi jika yang di obrolkan sama-sama menyukai isi dalam obrolan itu, maka mereka akan menerima makna atas simbolsimbol yang terbangun tersebut. Karena, secara harfiah orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain dapat di paparkan bahwa komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Kita dapat meprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.
96
Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu berhubungan dengan minat dan dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai dengan perasaan hati. Selain itu, faktor intern individu melakukanclubbing dipengaruhi sikap. Sikap lebih cenderung berhubungan dengan kepribadian individu dalam menentukan suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya (Piliang, 2006). Dilanjutkan oleh Piliang (2006) bahwa faktor ektern merupakan faktor di luar individu yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ekstern ini dibedakan atas faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan keluarga yang kurang harmonis berdampak pada anggota keluarga untuk mencari kesenangan di luar rumah dan clubbing merupakan satu pilihan untuk mencari kesenangan tersebut. Adapun faktor lingkungan sosial merupakan faktor sosial individu dalam kegiatannya sehari-hari. Individu yang memiliki sifat tidak tetap pendiriannya akan mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan sosial, di mana individu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Apabila lingkungan sosial cenderunng dalam kehidupan clubbing, maka ada kemungkinan besar individu tersebut juga masuk dalam lingkungan yang menyenangi gaya hidup clubbing. 4.2.3 Interaksi Clubber Di Diskotik Kota Kota Cilegon Hakikat komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain untuk mencapai tujuan tertentu. Manusia hidup dalam dunia komunikasi. Setiap hari dan setiap saat manusia melakukan aktifitas komunikasi, berbicara dengan anggota keluarga, tetangga, dan
97
rekan sejawat. Pada saat berbicara dengan diri sendiri, meyakinkan diri dalam memutuskan sesuatu, manusia melakukan komunikasi, (Mulyana, 2008 : 41). Di dalam tempat hiburan malampun, seorang clubber tidak luput dari sebuah komunikasi antar sesama clubber, dan komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi verbal dan nonverbal. Contoh, seorang clubber saling berkenalan, mengobrol, bercanda gurau, saling sapa, memanggil sesama clubber, dan bernyanyi itu sebagian dari interaksi komunikasi verbal, dan contoh dari interaksi komunikasi nonverbal adalah cara berpakaian seorang clubber, penggunaan simbol khusus yang dibuat seorang clubber seperti meminta korek api, meminta minuman, melambaikan tangan, berjabat tangan, joged, dan meminta tombol service pada pelayan. Pada saat itu peneliti bertanya, “komunikasi verbal atau nonverbal yang sering anda gunakan ditempat hiburan malam?” Informan desi menjawab : ”kalau masalah bahasa sih tergantung yah, kadang ngobrol kadang pake bahasa gerakan tubuh, tapi lebih sering ngobrol, tapi kalau ga jelas baru pake gerakan tubuh, kaya misalkan mimic muka sama gerakan tangan gitulah, hehe”
Senada dengan apa yang dikatakan informan yang bernama dina kirana :
“kalau guasih lebih ke verbal ya, karena kan ga semua orang bisa nerima dan ngerti dengan bahasa tubuh atau simbol yang gua maksudkan, tapi sesekali lah ngegunain bahasa nonverbal, ketika gua sama temen gua lagi
98
jauh jaraknya atau biasanya gua lakuin bahasa tubuh atau gerak gerik gitu, ketika ngeliat cowo ganteng hahaha”
Lain halnya dengan informan martin dan erland bahwa mereka punya jawaban sendiri atas pertanyaan yang peneliti lontarkan. Informan martin menjawab :
“nah kalau gua lebih suka bahasa gerak tubuh atau make simbol soalnya ditempat dugem itu rusuh, musik keras, orang-orang nyanyi dan teriakteriak, mana kedengeran disaat seperti itu gua ngobrol biasa, bisa abis suara gua. Ya tapi adakalanya juga gua pake bahasa verbal, mungkin ketika gua di bartender dan suasana agak tidak berisik
Informan erland menambahkan atas jawaban martin diatas :
“kalau guasih dua duanya gua pake, Cuma yang sering gua gunain ya bahasa gerak tubuh atau isyarat, musik disini keras bro, lu percuma teriak juga, kecuali alunan lagu Dj lagi berenti sejenak, ya tapi bahasa isyarat gua juga dibantu sama bahasa verbalnya, agar lebih dimengerti kalau ngobrol”
Komunikasi Interaksi adalah proses dimana setiap individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Komunikasi interaksi terjadi karena adanya proses atau
99
pertukaran informasi antara satu individu dengan individu lainnya atau satu kelompok dengan kelompok lainnya dan akhirnya menciptakan „feedback‟ atau umpan balik. Umpan balik adalah komunikasi yang diberikan pada sumber pesan oleh penerima pesan untuk menunjukan pemahaman. Kebanyakan orang berpikiran negatif tentang seseorang yang masuk kedalam tempat hiburan malam, orang itu berpikir bahwa apa saja yang mereka lakukan di tempat hiburan malam, manfaat apa juga yang di dapat, dan apa yang mereka obrolkan di tempat hiburan malam. Hasil observasi yang dilakukan peneliti, bahwa semua orang yang ada ditempat hiburan malam itu tidak semuanya melakukan hal negatif dan tidak mempunyai kepentingan. Banyak sekali sebagian orang melakukan perbincangan bisnis di tempat hiburan malam. Kalau berbicara manfaat, manfaat itu relatif untuk semua orang. Ada yang bahagia dan ceria setelah seseorang ketempat hiburan malam, banyak juga yang mempunyai teman baru, pacar baru, dan rekan bisnis baru. Itulah hasil pertukaran komunikasi yang terjadi dan obrolan yang bermanfaat pada saat ditempat hiburan malam. Manusia memecahkan masalah atau mengembangkan ide-ide atau inovasi, saling berinteraksi dalam komunikasi kelompok atau organisasi. Jika berinteraksi dengan pihak lain yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, maka manusia sudah melakukan komunikasi. Isi dari interaksi antarmanusia adalah komunikasi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia baik perseorangan, kelompok,
100
atau pun organisasi dalam ilmu komunikasi disebut tindakan komunikasi, (Mulyana, 2008 : 42). Teori di atas mengatakan bahwa orang dikatakan interaksi apabila masingmasing melakukan aksi dan reaksi, seorang clubber berinteraksi dengan clubber lain adalah salah satu contoh aksi dari teori diatas, dan reaksinya adalah saling menanggapi atau umpan balik yang berlangsung dalam obrolan tersebut, aksi disini pula bisa berupa isi dalam obrolan yang berlangsung antar sesame clubber. Peneliti bertanya, “apa yang di perbincangkan dalam obrolan di tempat hiburan malam? Informan dani menjawab : “ya biasanya, kalau gua ngomongin cewe di sekitar tempat dugem ini, ngobrolin apa aja sih sebenernya, yang namanya ngobrolmah kemanamana, kadang-kadang juga ya gua ngobrolin bisnis kalau ada itu juga”
Sama halnya dengan jawaban dari informan imel :
“kalau cewe itu gajauh dari bahas cowo pembahasannya, hahaha, ga munafik lah, ya sekitar obrolin hubungan masing-masing pacarnya aja, tapi kalau lagi jomblo ya ngomongin cowo yang disini hehe, sekalian nyari dan minta dikenalin temen, kalau bahas bisnis atau yang lebih serius biasanya ditempat karaokenya, kan masalahnya disinimah berisik sama musik”
101
Lain halnya dengan apa yang dikatakan informan martin :
“obrolan gua selain bahas cewe ya lebih kebisnis, karena kerjaan gua EO yam au gamau bahas kerjaan ditempat kaya ginian, dan guapun sering banget ketemu klien buat ngobrolin kerjaan ditempat dugem ini”
Wilbur Schramm (1954) mengemukakan bahwa kita juga harus mengamati hubungan antara seorang pengirim dan penerima. Model komunikasi interaksional yang menekankan proses komunikasi dua arah dari pengirim kepada penerima dan sebaliknya dari penerima kepada pengirim. Interaksional mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi baik pengirim maupun penerima dalam sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus. Satu elemen penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan balik atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik dapat berupa verbal maupun non-verbal, sengaja maupun tidak sengaja. Umpan balik juga membantu para komunikator untuk mengetahui apakah pesan mereka tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Dalam model interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, bukan pada saat pesan sedang dikirim. 1. Verbal Sebagai makhluk sosial dan komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. Interaksi Verbal adalah suatu sistem simbol verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan
102
aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individu kita, (Mulyana, 2008 : 260261). Di dalam tempat hiburan malam banyak sekali orang-orang berinteraksi satu sama lain, bukan hanya satu atau dua orang saja, mungkin belasan hingga puluhan orang melakukan interaksi, dan interaksi yang mereka lakukan semuanya mengguanakan bahasa verbal. Misalkan cara mereka berkenalan, mengobrol, memanggil, bernyanyi, teriak, dan yang lainnya. Peneliti bertanya, “seberapa penting penggunaan simbol bahasa dalam komunikasi?” informan Desi menjawab : “kalau menurut gua sangat penting sekali, karena kita ngerumpi dan ngobrol bareng temen-temen menggunakan simbol bahasa, karena bagi gua itu sebagian dari representasi diri kita, semua orang gua yakin seperti itu juga pemikirannya”
Sama halnya dengan jawaban dari informan Dina bahwa :
“ditempat dugem itu eklusive, masa iya kita ditempat dugem Cuma diem diem aja, dan Cuma joged. Ya enggalah, pastinya kita ngobrol dan berkomunikasi dengan orang lain, mau itu ngobrol bisnis, kenalan, atau curhat sekalipun”
Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan tranmisi informasi. Naming atau labeling suatu fungsi yang dimana pada saat berkomunikasi kita bisa tahu siapa yang sedang kita
103
ajak bicara dan berinteraksi, setelah interaksi itu berlangsung di dalam obrolan terdapat tranmisi informasi yaitu penyampaian informasi atau pesan dari satu sama lain yang sedang berlangsungnya komunikasi. Interaksi verbal yang dilakukan di tempat hiburan malam kurang efektif, peneliti tidak yakin jika pesan dan informasi itu sampai tepat tujuan. Suara gaduh, musik kencang, sound bass yang mendengung keras dari alat Dj yang dimainkan sangat menggangu untuk berinteraksi menggunakan bahasa verbal. Mungkin inilah salah satu kelemahan dari bahasa atau simbol verbal didalam tempat hiburan malam. Peneliti bertanya, “bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan efektif di tempat hiburan malam?” informan martin menjawab : “yang pasti, kita harus tau dulu yah siapa yang jadi lawan bicara kita. Gua sih enjoy aja sama semua orang juga, asalkan nyambung dan pembahasannya tepat ga kemana-mana. Dan yang paling penting artikulasi kita, bahasa kita harus dapat dimengerti oleh lawan bicara kita pada saat berkomunikasi”
Senada dengan apa yang dikatakan oleh informan erland bahwa :
“se-efektif-efektifnya ya namanya juga ditempat hiburan malam coy, ya pasti rada keganggu dengan musik Djnya, yang pasti nada kita dan bahasa kita yang dikeluarin harus lebih kencang dari biasanya, kita harus tau dulu siapa yang kita ajak ngobrol, dan kita harus jelas dengan apa yang nanti bakal kita bicarakan”
Dalam arti sebenarnya verbal menggunakan bahasa yang dimana bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Benyamin Lee Whorf
104
(1956) menyatakan bahwa Dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain. Bahasa bukan hanya membagi pengalaman, tetapi juga membentuk pengalaman itu sendiri dalam setiap aktivitas sehari-harinya, (Cangkara, 2007 : 101). 2. Nonverbal Interaksi Nonverbal adalah interaksi yang dimana manusia dalam berinteraksi
selain memakai komunikasi verbal juga memakai komunikasi
nonverbal. Nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Hal menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen dari bahasa verbal, 38 persen dari vokal suara dan 55 persen dari ekpresi raut muka. Jadi bisa dikatakan bahwa nonverbal memiliki efek yang sangat kuat dalam berkomunikasi, (Cangkara, 2007 : 1). Pada saat itu peneliti bertanya, “mengapa bahasa verbal digunakan ditempat hiburan malam?” informan Dani menjawab : “suara ditempat dugem berisik, jadi make bahasa isyarat, apalagi musik bass Dj menggelegar gitu, lagian ga akan kondusif kalau Cuma pake bahasa biasa, ya kenapa make bahasa nonverbal , agar lebih mudah aja gua ngobrol sama orangnya”
Senada dengan jawaban dari informan yang bernama Dina bahwa :
“yang namanya cewe doyan ngomong, kalau Cuma ngomong doang gamake simbol atau bahasa gerakan tubuh, mana bisa ngerti lawan bicara
105
kita, ya mungkin untuk lebih menyempurnakan bahasa verbal, soalnya tempat hiburan malam kan beda sama tempat yang lain, bukan kafe atau tempat nongkrong yang lain, disini berisik tapi santai menurut gua hahaha”
Dari
studi
yang
telah
dilakukan
bahwa
komunikasi
nonverbal
dikelompokan dalam beberapa bentuk, seperti: gerakan badan (ekpresi muka, tubuh daerah kepala bergerak seperti mengangguk, dan menggunakan tubuh bagian kaki atau tangan untuk memukul meja dan memendang sesuatu), gerakan mata (mengedip, lirikan mata yang banyak sekali mengandung arti), sentuhan (salaman dan bergandengan tangan), tekanan atau irama, diam, postur tubuh, (Cangara, 2007 : 105-110). Bahasa nonverbal memiliki efek yang sangat kuat dalam berkomunikasi, (Cangkara, 2007 : 1). Didalam tempat hiburan malam, bahasa isyarat sangat efektif dilakukan untuk berinteraksi dibandingkan dengan bahasa verbal, karena lebih mudah dimengerti dan dipahami. Contoh seorang clubber berjoged, mengedipkan mata pada wanita lain, berkenalan dengan berjabat tangan dan isyarat tangan, meminta minuman dengan bahasa tangan, meminjam korek api dengan menggunakan isyarat tangan, melambaikan tangan jika sudah tidak kuat, menggerakan tangan di atas jika sedang berjoged ria, seorang clubber laki-laki memegang tangan wanita untuk mengajak dance, memeluk, memncium dan hal lainnya yang menggunakan isyarat tubuh dan gerakan tubuh. Peneliti bertanya, “seberapa penting penggunaan simbol nonverbal dalam berkomunikasi ditempat hiburan malam, dan seperti apa bahasa khusus seorang clubber?” informan martin menjawab :
106
“pentinglah, kalau di kafe iya aja kita teriak juga ke denger, kalau disini kita teriak ya abis suara, orangnya ga dateng-dateng, biasanya lebih ke tepuk tangan dan melambaikan tangan, soalnya para pelayan ditempat hiburan malam itu kerjanya liatin orang disitu, dan keliling-keliling. Itu sih sebagian dari service juga kayanya, kaya gua nih contohnya, sebelum kenalan sama cewe, biasanya gua lirik-lirikan mata, terus kepojok atau ketempat yang agak longgar, baru kenalan, jarang orang kenalan langsung deketin”
Sama halnya dengan jawaban dari informan yang bernama desi bahwa :
“untuk lebih memudahkan komunikasi, biar isi dan informasi yang di obrolin nyambung, ga kemana mana, ya biasanya disaat bahasa doang ga jelas, bahasa isyaratlah yang menyempurnakannya, kalau kata gua sih lebih ke menghindari hal-hal yang nantinya ga dimengerti pada saat obrolan berlangsung”
Komunikasi memiliki beberapa pengertian, antara lain merupakan suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. (Rogers & D. Lawrence Kincaid, 1981). Selain itu, ahli lainnya mengungkapkan komunikasi sebagai “Bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.” (Shannon & Weaver, 1949). Umumnya, bila seseorang menangkap pesan yang tidak sesuai antara pesan verbal dan non-verbal, orang tersebut cenderung mempercayai pesan nonverbalnya. Salah satu alasannya adalah bahwa isyarat non-verbal memberi informasi mengenai tujuan dan respon emosional. Dengan demikian dapat dilihat
107
bahwa isyarat pesan non-verbal lebih berpengaruh dalam sebuah proses komunikasi daripada isyarat verbalnya. Hal ini dikarenakan isyarat non-verbal lebih mewakili aspek psikologis atau emosional, baik yang disadari ataupun yang tidak disadari.
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Setelah peneliti melakukan penelitian tentang Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam (Studi pada Diskotik Dinasty Kota Cilegon), yang hasilnya telah penulis aplikasikan ke dalam skripsi ini pada bab sebelumnya, penulis pun telah dapat menarik kesimpulan yang mengacu kepada tujuan penelitian, kesimpulan tersebut sebagai berikut : 1. Aksi yang dilakukan clubber Menurut data yang di dapatkan berdasarkan hasil observasi dilapangan, diketahui bahwa pertama, di dalam tempat hiburan malam terjadi tanggapan atau reaksi individu satu dengan yang lainnya terhadap suatu rangsangan, baik sedang tidak berkomunikasi dan sedang berkomunikasi. Sebagian dari itu, kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan seorang clubber di tempat hiburan malam pun itu dianggap sebagai sebuah perilaku. Contohnya : kegiatan yang dilakukan, seperti berjoged, berkenalan, mengobrol (bercengkrama), berminum-minum ria, mencari pasangan, mencari kawan, berbisnis dan acara ulang tahun. Di dalam tempat hiburan malam juga seorang clubber mampu menunjukan simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber, baik dari fashion, fisik, dan kebiasaanya. Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang keranjingan dugem atau istilah lainnya dulalip (dunia kelap kelip
108
109
malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda perkotaan atau masyarakat metropolis. Entah sejak kapan istilah dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anak- anak muda kota besar. 2. Interaksi yang dilakukan clubber Di dalam tempat hiburan malampun, seorang clubber tidak luput dari sebuah interaksi antar sesama clubber, dan interaksi yang dilakukan adalah interaksi verbal dan nonverbal. Contoh, seorang clubber
saling berkenalan,
mengobrol, bercanda gurau, saling sapa, memanggil sesama clubber, dan bernyanyi itu sebagian dari interaksi komunikasi verbal, dan contoh dari interaksi komunikasi nonverbal adalah cara berpakaian seorang clubber, penggunaan simbol khusus yang dibuat seorang clubber seperti meminta korek api, meminta minuman, melambaikan tangan, berjabat tangan, dan meminta tombol service pada pelayan. Setelah ditelaah inti dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama (interaksi). Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial (aksi). 5.2 Saran 1. Teoritis Bagi ilmuan, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang dapat memberikan wawasan berpikir terutama berkaitan dengan “Aksi dan Interaksi
110
Clubber di Tempat Hiburan Malam”. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya. Khususnya mengenai fenomena “Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan Malam”. yang ditujukan kepada mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Praktis Menggambarkan bagi pembaca mengenai kehidupan dunia malam, menjadi sumbangan informasi bagi keluarga atau lingkungan sekitar agar dapat memberikan pengawasan dan dukungan yang positif melihat bebasnya kehidupan dunia malam, untuk para penikmat dunia malampun sebisa mungkin menghindari dampak-dampak negatif yang berlebihan dari aktifitas ditempat hiburan malam.
DAFTAR PUSTAKA Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada. Deddy Mulyana, Deddy. 2008. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Emka, Moammar.2007. Jakarta Undercover. Jakarta:Gagas Media Emka, Moammar. 2009. Tumpang Tindih. Jakarta:Gagas Media J. Moleong Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. J. Moleong Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Joseph, Devito. 2007. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta:Professional Books. Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi. “Fenomenologi” konsepsi, pedoman, dan contoh penelitiannya. Bandung: PT.Widya Padjadjaran. L. Stewart Tubbs dan Sylvia Moss. 1996. Human Communication:Konteks- Konteks Komunikasi. Bandung:Remaja Rosdakarya.
111
112
M.A. Morissan dan Corry, Andy Whardany. 2009. Teori Komunikasi. Bogor:PT.Ghalia Indonesia. Mulyana, Deddy. 2006. Metode penelitian kualitatif. Bandung:PT. remaja rosdakarya Purwasito, Andrik. 2003. Komunikasi Multikultural. Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta. Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research & Evaluation Method. Thousand oak: sage publications Ritzer, George dan J. Douglas, Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Prenada Media Group. Sunarto, Kamanto. 2004. Buku Pengantar Sosiologi. Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:PT.Alfabeta. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta. Stevanio, Andy. 2007. Under Seventeen. Yogyakarta:Pustaka Anggrek Supriadi, Dedi. 2006. Pokonya Kualitatif (dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif). Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya. Taylor, A. 1977. Communicating. Engle wood cliffs: prentice-hall, inc
113
Uchjana, Onong Effendy. 2007. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung:PT.Citra Aditya Bakti. Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor:PT.Ghalia Indonesia. Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:PT.Grasindo. W. Stephen Littlejohn. 2008. Teori Komunikasi “Theories of human communication”. Jakarta:PT. Salemba Humanika. Website dan Blog : http://mohiyosrosyid.wordpress.com (Tanggal 27-09-2013 jam 22:00 WIB) http://www.facebook.com/notes/fesbuk-banten-news/akan-direlokasitempat-hiburan-malam-di-cilegon-tidakmemilikizin (Tanggal 19-04- 2014 jam 12.00
WIB)
http://mediabanten.com/content/lagi-tempat-hiburan-malam-di-cilegonlanggar-perda (Tanggal 22-04-2014 jam 16:00 WIB) http://indonesiarayanews.com/read/2013/11/28/89310/pemkot-cilegontutup- tempat-hiburan-malam (Tanggal 27-04-2014 jam 15:00 WIB) http://www.radarbanten.com/read/berita/10/8893/Hiburan-Malam-diCilegon-Langgar-Perda.html (Tanggal 28-04-2014 jam 17:00 WIB) http://indah-arista-p.blog.ugm.ac.id/2011/11/09/budaya-clubbing-diindonesia/ (Tanggal 10-05-2014 Jam 19:13)
114
http://library.ikippgrismg.ac.id/docfiles/fulltext/697c1e7c0a727579.pdf (Tanggal 20- 05-2014 Jam 21:47) http://www.anneahira.com/dunia-malam.htm jam 14:38 tanggal 23-052014
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN PENELITIAN CLUBBER DI TEMPAT HIBURAN MALAM DISKOTIK DINASTY KOTA CILEGON No
Nama
Golongan
Umur
Pekerjaan
1
Jean Martin
VIP
29
Wiraswasta
2
Desi Dwi M.H
Ketua
28
Wiraswasta
3
Dina Kirana
PR
27
Pegawai Bank
4
Imelda Nasya
Sok Cool
26
Pegawai Swasta
5
Erlanda Putra
Orang Setia
26
Pegawai Swasta
6
Dani Ramdhani
Pak Eko
27
Pegawai Sipil
Keterangan : Nama-nama di atas adalah nama informan yang telah peneliti teliti setelah terjun kelapangan, dan di mintai informasi sedalam-dalamnya. Akan tetapi, sumber data yang di dapat bukan hanya dari informan yang telah disebutkan di atas saja, informan pendukung lainnya yang tidak sengaja peneliti telitipun menjadi informasi tambahan untuk kelengkapan data dalam penelitian ini.
115
116
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA 1. Judul Penelitian
: Aksi dan Interaksi Clubber di Tempat Hiburan
Malam (Studi pada Diskotik Dinasty Kota Cilegon) 2. Fokus Wawancara : 1. Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 2. Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 3. Makna simbol-simbol Interaksi Clubber (Society) 3. Kategorisasi Pertanyaan : - P1 (Pertanyaan 1) : Pertanyaan untuk Clubber kategori keatas, yaitu (Suku VIP dan Suku Ketua) - P2 (Pertanyaan 2) : Pertanyaan untuk Clubber kategori menengah, yaitu (suku PR „public relations’ dan Suku Sok Cool) - P3 (Pertanyaan 3) : Pertanyaan untuk Clubber kategori kebawah, yaitu (Suku Orang setia dan Suku Pak Eko)
Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi?
117
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 1. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? 2. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? 3. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? 4. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria?
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 1. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? 2.
Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? 3. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? 4. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat?
118
Lampiran 3 Transkip Wawancara Informan 1 Hasil wawancara dari informan yang bernama Jean Martin (29), dia adalah informan yang tergolong kedalam golongan VIP. Wawancara ini dilakukan pada saat ditempat hiburan malam Dinasty Kota Cilegon, di sela-sela informan saya ini sedang santai dan menikmati malamnya, wawancara ini dilakukan pada tanggal 20 desember 2014 jam setngah satuan tepatnya. - P1 (Pertanyaan 1) : - Pertanyaan untuk informan yang bernama Jean Martin (VIP) Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? dari mulai SMA sampai sekarang, 5 tahun – 6 tahunanlah. 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? Awalnya penasaran, terus diajak temen, dan akhirnya ketagihan 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? Ya, ga ada alesan kongkrit, Cuma buat happy aja 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? banyak teman,fun, tidak jenuh intinya 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? dari teman dan pergaulan aja 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? dijakarta, serang, bandung 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? sok kenal sok dekat, caranya ya dideketin, dan nantinya berkenalan 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? banyak, bahasa gaul, bahasa anak muda zaman sekarang lah
119
9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? dulu guasih ga minum, dan ga main malem, ga ada waktu, tapi sekarang sebaliknya 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? Penting, karena untuk lebih mempermudah berkomunuikasi 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? karena bahasa verbal tidak akan efektif digunakan ditempat dugem 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Ketika bahasa verbal tidak dapat dimengerti 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Agar pada saat berkomunikasi lancer
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? setelan rapih, berkemeja, bagi pria. Dan menggunakan pakaian sexi dan agak terbuka bagi perempuan 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Pada saat meinta minuman, menyapa, dan berkenalan 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? Tidak ada ciri khusus, susah membedakannya menurut gua. 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? Priamah yang penting rapih sih, kemeja sama sepatu, kalau perempuan pake dress dan highhils biasanya
120
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? ya untuk lebih mempermudah berkomunikasi agar dapat menunjukan diri seorang clubber 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? agar apa yang dikatakan pada saat berkomunikasi dapat dimengerti 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? S ya seperti biasanya ga ada yang berbeda 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? Ya galah, gua professional aja
121
Lampiran 4 Transkip Wawancara Informan 2 - Pertanyaan untuk informan yang bernama Desi Dwi M.H (Ketua) Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? 8 tahun 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? pada saat ulang tahun temen pas SMA 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? karena lingkungan gua 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? biasa aja 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? dari temen dan tongkrongan biasanya 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? bandung, Jakarta, cilegon 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? sok cool, PDKT, dan tatapanmata sih biasanya mah 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? banyak lah, bahasa tongkrongan dan bahasa gaul biasanya 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? temen, pacar, temen bisnis, banyak 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi?sangat penting, soalnya dunia malam sangat digandrungi banyak orang 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? karena untuk lebihmemudahkan berkomunikasi 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Pada saat bahasa verbal tidak bisa dimengerti 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Untuk menghindari hal-hal yang nantinya tidak dimengerti pada saat berkomunikasi
122
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? biasanya sih lebih ke musik yang didengerinnya dan pergaulannya 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Meminta sesuatu pada pelayan, meminta korek, dan berjoged 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? Tidak menentu semua orang berbeda-beda 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? Perempuan biasa pakean sexi dan agak terbuka, kalau cowo berkemeja asalkan rapih bisa aja Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? tidak semua orang unjuk gigi untuk menunjukan dirinya seorang clubber, alami dan bawaan orangnya 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? bawaan lingkungan biasanya 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? Professional biasa aja kaya orang pada umumnya 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? haha gua sih ga munafik, kadang gua suka bawa kehidupan malam ke masyarakat hehehe, ya namanya reflek
123
Lampiran 5 Transkip Wawancara Informan 3 - P2 (Pertanyaan 2) : - Pertanyaan untuk informan yang bernama Dina Kirana (PR) Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? 7 tahunan 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? awalnya kerja di EO, terus ya keterusan dan keasyikan disini 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? karena gaya hidup gua disini 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? tidak ada perubahan biasa aja 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? dari lingkungan kerja 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? Jakarta, bandung, serang, cilegon, anyer 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? biasanya dimulai dari obrolan ringan, dan neraktir minuman biasanya 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? are you oke bro, banyak sekali bahasa gaul dan bahasa anak muda sekarang 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? banyak relasi, temen bisnis, dan temen biasa 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? Penting, karena dunia malam eklusive 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? karena tempat hiburan malam beda dengan tempat lain 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Selama berinteraksi dengan clubber lain 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Menghindari hal-hal yang konotatif dan tidak dimengerti
124
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? tidak ada, biasa saja kaya orang pada umumnya, tapi mungkin musik kesukaan yang dia suka biasanya 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Meminta korek api, meminta minuman, dan menekean tombol service jika sedang di room 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? Tidak ada batasan, kadang yang keliatan penampilan gembel dia sebenernya bos 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? Seperti clubber pada umumnya, cewe ya highhills, dress, sexi, kalau pria rapih, kemeja dan sepatu Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? alamiah, muncul dengan sendirinya 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? karena memang terjadi dengan sendirinya 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? Seperti biasa saja, gua sih selalu menempatkan diri dengan professional dimana saja gua berdiri 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? oh tidaklah, saya kan mempunyai pekerjaan diluar ini
125
Lampiran 6 Transkip Wawancara Informan 4 - Pertanyaan untuk informan yang bernama Imelda Nasya (Sok Cool) Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? 2tahunan 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? , tadinya sih ulang tahun temen, eh ketagihan akhirnya karena suasananya 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? kalaua bicara alesan sih ga ada, Cuma saya gua seneng hiburan aja 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? banyak temen, dan kenalan 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? dari temen dan pergaulan tempat gua nongkrong 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? bandung dan cilegon aja 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? biasa kenalan berjabat tangan 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? banyak, kebanyakan sih bahasa gaul rempong gitulah 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? dapet pasangan, dapet rekan bisnis, dan banyak temen 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? Sangat penting karena simbol itu kana da maknanya 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? karena jika Cuma bahasa doang ga akan kedengeran ditempat dugemah 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Pada saat bahasa biasa tidak kondusif biasanya 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Untuk lebih memperjelas interaksi yang dilakukan
126
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? dilihat dari pergaulan dan musik yang didengerin 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Banyak, bukan hanya pada saat meminta minuman aja, tapi ada bahasa seperti blurrrr coy, masih kuat ga, haha biasanya gitu, 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? ya relative, semua tampilan fisik bisa aja jadi seorang clubber 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? rapih pastinya mau cewe atau cowo juga, cewe ya dress, cowo ya kemeja Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? untuk lebih mempermudah aja pada saat mengobrol, dan tanpa disadari juga sih, dengan sendirinya 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? agar komunikasi lebih kondusif atuh 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? biasa aja tuh 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? ya enggalah, masa dibawa bawa kehidupannya, ya kalau dimasyarakat ya biasa layaknya orang biasa,hehehe
127
Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan 5 - P3 (Pertanyaan 3) : - Pertanyaan untuk informan bernama Erlandra Putra ( Orang Setia) Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? 5tahunan 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? diajak temen tongkrongan 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? sumpek dengan kerjaan 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? lebih enjoy dan fun 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? lingkungan tongkrongan 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? Jakarta, bandung, cilegon 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? sok kenal, sok dekat 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? adalah pasti, banyak bahasa tertntu, seperti (enakin, takis, dan lain-lain) 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? mempunyai banyak teman 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? Sangat penting, soalnya musik disini terlalu kenceng 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? ya biar kondusif lah ngobrolnya 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Ya pada saat berkomunikasi dengan clubber lain lah 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Takutnya ga kedengeran, biar mudah aja interaksinya
128
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? berkemeja rapih, setelan metroseksual 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Pada saat meminta korek dan memanggil karyawan 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? mau clubber cowo atau cewe sama aja, mata sayu, bergairah, lemes, dan enak lah mukanya haha 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? ya kalau perempuan lebih berani terbuka biasanya, kalau pria ya biasa rapih Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? untuk menunjukan bahwa dirinya seorang clubber sungguhan 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? penting, untuk mempermudah komunikasi 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? biasa aja lah haha 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? enggalah, masa iya sih gua bawa gaya gua dikehidupan malam ke kehidupan masyarakat
129
Lampiran 8 Transkip Wawancara Informan 6 - Pertanyaan untuk informan yang bernama Dani Ramdhani (Pak Eko) Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Interaksi Simbolik Clubber (Mind) 1. Sudah berapa lama anda berkecimpung di dunia gemerlap malam? udah lumayan lama, hampir 2 tahunan lah 2. Bagaimana proses anda menjadi seorang clubber? biasa diajak temen 3. Apa alasan anda menjadi seorang clubber? penasaran gua hahaha 4. Apa yang anda rasakan setelah menjadi seorang clubber? biasa aja,Cuma biar ga bête, cari suasana baru 5. Darimana anda mengetahui dunia gemerlap malam? dari lingkungan dan kawan-kawan gua 6. Dimana saja anda melakukan clubbing? cilegon dan jakarta 7. Bagaimana cara menarik perhatian seseorang clubber lain di tempat hiburan malam? ya biasa, caper haha 8. Apakah ada bahasa lain atau berbeda di tempat hiburan malam? biasa sih kaya tempat tongkrongan yang lain 9. Hal apa saja yang anda dapatkan setelah anda menjadi seorang clubber? punya temen, pacar, temen bisnis, kerjaan haha 10. Seberapa penting penggunaan simbol dalam komunikasi? Sangat penting, soalnya agar mudah dimengerti 11. Mengapa pesan nonverbal digunakan ditempat hiburan malam? suara ditempat dugem berisik, jadi biar jelas aja 12. Biasanaya kapan anda menggunakan komunikasi simbolik? Pada saat bahasa biasa ga kondusif lah biasanya 13. Apa alasan anda menggunakan simbol-simbol tersebut dalam komunikasi? Mempermudah interaksi sesame clubber
130
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-unsur Interaksi Simbolik Clubber (Self) 14. Seperti apa simbol-simbol khusus yang digunakan identitas diri sebagai seorang clubber? tidak ada simbol yang menonjol mau cewe atau cowo, tapi kalau cowo ya metroseksual dan cewe sexi aja haha 15. Seperti apa bahasa khusus seorang clubber pada saat berkomunikasi, untuk meanggil pelayan saat meminta minuman atau memanggil clubber lain? Menggunakan bahasa isyarat untuk memanggil pelayan, memanggil kawan, dan meminta korek biasanya ehehe 16. Seperti apa ciri-ciri tampilan fisik seorang clubber baik wanita maupun pria? intinya mau cewe, mau cowo, ya bergairah, happy, ada yang mabuk ada yang engga, 17. Seperti apa fashion seorang clubber wanita maupun pria? rapih, kemeja ya biasanaya cowo tuh, tapi kalau cewe, sexi, terbuka dan pakaiannya keliatan gitulah hahaha
Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Makna Simbol-imbol Interaksi Clubber (Society) 18. Mengapa menggunakan bahasa khusus dalam berinteraksi di tempat hiburan malam? ga munafik, nyari perhatian dari orang lain aja 19. Mengapa
simbol
nonverbal
sangat
penting
digunakan
dalam
berkomunikasi ditempat hiburan malam? sebenernya ga ada bahasa khusus, Cuma bahasa gaul yang biasa digunakan ditempat dugem aja 20. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan masyarakat? biasa aja guamah, kaya hidup biasanya, mau di tempat dugem mau dimasyarakat guamah disamain 21. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat hiburan malam kedalam kehidupan masyarakat? yaelah, sama aja, ga muna guamah, mau orang lain bilang apa juga, gua gapeduli, hehehe
131
Lampiran 9 Dokumentasi Foto FOTO-FOTO HASIL DI TEMPAT PENELITIAN
132
133
134
135
136
137
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI Nama Lengkap
: teguh Cipta
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir
: Majalengka, 23 Maret 1992
Alamat
: Blok Mekarsari RT/RW 001/001 Kel.Katuri Kec.Cikijing Kab.Majalengka
Email
:
[email protected]
Perguruan Tinggi
: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Jurusan
: Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Public Relations)
Tahun masuk kuliah
: 2010
Agama
: Islam
B. KELUARGA Nama Ayah
: Bahroni
Pendidikan Ayah
: SMA Sederajat
138
Nama Ibu
: Sutini
Pendidikan Ibu
: SMA Sederajat
C. PENDIDIKAN
Pendidikan Formal
Nama Sekolah
Tahun
SD
Kasturi 2 Majalengka
1998 - 2004
SMP
Cikiing 1 Majalengka
2004 - 2007
SMA
1 Talaga Majalengka
2007 - 2010
Perguruan Tinggi
Universitas Sultan 2010 - Sekarang Ageng Tirtayasa
Pendidikan Informal
Penyelenggara
Tahun
(Seminar/Kursus/Train ing) Pelatihan Kepemimpinan HMJ Komunikasi 1 (Jurusan Ilmu Komunikasi)
2012
Pelatihan Kepemimpinan BEM FISIP Untirta dan 2 dan 3 BEM UNIV Untirta
2013
Pelatihan Legislatif
DPM FISIP dan DPM UNIV Untirta
2014
Pelatihan Legislatif
DPR RI
2014
D. MINAT / KEAHLIAN Minat / Keahlian dan Hoby saya terdapat pada bidang : 1. Olahraga 2. Musik 3. Travelling 4. Bisnis dan wirausaha 5. Game 6. Nonton
139
7. Kuliner E. PENGALAMAN ORGANISASI Organisasi yang pernah saya ikuti, dalam ataupun luar kampus (Organisasi internal / external) adalah : 1. DPM FISIP UNTIRTA (2011-2013) 2. BEM FISIP UNTIRTA (2014-2015) 3. FRONT AKSI MAHASISWA (FAM) F. PENGALAMAN KERJA Pengalaman kerja yang saya miliki sampai saat ini adalah : 1. Magang di Sekda Walikota Serang 2. Menjadi Pengurus Event Organizer (EO) G. PENCAPAIAN DAN PRESTASI Pencapaian yang telah berhasil saya raih sampai dengan saat ini adalah : 1. Penerima Beasiswa Olahraga Cabang Bulutangkis Jawa Barat 2. Pemenang Futsal tingkat SMA Sewilayah 3 Cirebon 4. Pemenang Bulutangkis Ganda Pria Piala Bupati Majalengka 5. Pemenang Festival BAND INDIE antar SMA se Jawa Barat 6. Penerima Beasiswa PPA (Prestasi) FISIP UNTIRTA Semua keterangan yang saya tulis pada riwayat hidup ini telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maaf bila terdapat kekurangan dan saya ucapkan terima kasih. Serang, 13 Agustus 2015
Teguh Cipta