Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
ZAKAT TEMPAT HIBURAN MALAM (THM): TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM A. Intan cahyani Dosen Fak.Syariah dan Hukum UIN Alauddin Abstract Zakat is the third pillars of Islam after shahaadaa and pray, so that it is a very important teaching for the Muslims. Nightspots (THM) is a phenomenon that occurs in the life of society which is very difficult to be separated with the communities especially the urban spciety because in addition as a place of entertainment for people who are busy working all day in the office, it also became the work field for many people. Zakat on nightspots can not be implemented because of a strong image in the community about its illegitimacy. So it will be good to be cautious in deciding a legal decision, moreover for social dimension with mahdhah worship. Kata Kunci : zakat
Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
295
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
PENDAHULUAN
S
ecara sosiologis, zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan, dan ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Zakat adalah ibadah maliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat.1 Jadi, disamping merupakan ibadah yang berdimensi mahdhah, zakat juga berdimensi sosial. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat paham tentang kewajiban shalat dan manfaatnya dalam membentuk keshalehan pribadi. Namun tidak demikian halnya terhadap kewajiban berzakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas, kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut. Pemahaman shalat sudah merata, namun belum demikian dengan pengamalan dan motivasi zakat. Dalam sejarah penerapan zakat di Indonesia, zakat telah diatur oleh pemerintah dengan diundangkannya Undang-Undang No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Meski masih sebatas Undang-Undang yang bersifat diferensiasi yang hanya berlaku bagi umat muslim secara khusus. Hal ini berarti bahwa masalah zakat telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia secara nasional. Dan zakat, dalam realitasnya dewasa ini, telah mengalami pembaharuan dalam berbagai hal, baik itu dalam hal manajemen pengelolaannya, maupun mengenai obyek/jenis harta yang harus dizakatkan. Zakat terhadap Tempat Hiburan Malam (THM) merupakan wacana yang hangat diperbincangkan dalam tiga tahun terakhir ini. Hal tersebut mengingat THM telah berkembang/menjamur di tengah-tengah masyarakat baik itu di kotakota besar maupun di kota-kota kecil dan bahkan sampai di pelosok-pelosok desa. Atas kenyataan itulah sehingga, jika THM diwajibkan untuk mengeluarkan zakat, maka dapat memberi pemasukan yang sangat besar bagi Negara, disamping dengan adanya pajak yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga Negara Indonesia. Demikian pula yang terjadi di Sulawesi Selatan dan terkhusus di Makassar, sebagai kota besar yang dikenal dengan pintu gerbang Indonesia Timur, tidak luput dari menjamurnya Tempat Hiburan Malam (THM) di berbagai sudut kota. Hal itu merupakan konsekwensi dari sebuah kota metropolitan. Mengacu pada uraian di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: Bagaimana Zakat Tempat Hiburan Malam (THM): Ditinjau Secara Sosiologi Hukum Islam.
1Yusuf
296
Qardhawi, al-Ibadah fi al-Islam (t.t., t.p., 1993), h. 235.
Al-Risalah |
Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
PEMBAHASAN 1. Pengertian Zakat THM Dalam al-Qur‟an terdapat 32 buah kata zakat () الزكاة, bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutannya dengan memakai kata-kata yang sinonim dengannya, yaitu sadaqah 36 kali dan infak 46 kali. Dari 32 kata zakat yang terdapat di dalam al-qur‟an , 29 di antaranya bergandengan dengan kata shalat. Secara bahasa, zakat berari tumbuh, bersih, berkembang, dan berkah.2 Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Sedangkan menurut terminology syari‟ah, zakat berarti, kewajban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu.3 Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefenisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai demampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh al-Qur‟an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam. Adapun kata THM, penulis belum menemukan adanya defenisi yang terkait dengan hal tersebut. Namun berdasar pada makna umum yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka defenisi THM adalah merupakan sebuah tempat yang dibuka pada malam hari dengan tujuan untuk memberi pelayanan bagi para pengunjung yang datang untuk menghibur hati (melupakan kesedihan, dsb). Oleh pemerintah Kota Makassar berdasar atas Peraturan Daerah (Perda) No.2/2002 tentang Pengaturan dan Pemungutan Retribusi Izin Usaha Pariwisata, THM merupakan sebuah usaha yang legal karena telah mendapat izin usaha dari pemerintah terkait dengan batas waktu pengoperasiannya dan jenis usaha yang dijalankan. Batas waktu pengoperasian yang diberikan adalah dibatasi hanya sampai pukul 24.00 malam, serta tidak diperkenankan adanya perjudian, minuman keras, dan prostitusi dan lainnya yang tidak sesuai dengan Perda yang ada. Demikian pula tidak diperkenankan untuk beroperasi pada bulan Ramadhan yang dimulai dua hari sebelum masuk bulan ramadhan dan baru diperbolehkan untuk beroperasi empat hari setelah Idul Fitri.4 Artinya, untuk ramadan tahun ini THM tutup tanggal 20 Agustus dan baru buka tanggal 25 September 2009. Bukan hanya THM, semua kegiatan usaha karaoke, rumah bernyanyi keluarga, panti pijat, dan sejenisnya termasuk salon lulur untuk pria, serta tempa hiburan dalam hotel atau penginapan juga akan mendapat sanksi jika melanggar.5 2Majma‟
Lughah al-„Arabiyah, Mu’jam al-Wasith, Juz I, (Mesir Dar al-Ma‟arif, 1972), h.396.
3Ibid. 4Pemerintah
Kota Makassar-Ramadan, THM Dilarang Operasi, http: www.mkskota.go.id /index.php?option=com_content&task=view&id=1918&itemid=128&data=2008-301, diakses tanggal 12 Juli 20012. 5Metropolis Fajar, THM Melanggar Berat, Izin Langsung Dicabut, Senin 17 Agustus 2009. Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
297
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
Wacana penarikan zakat terhadap THM pernah mengemuka, yaitu dengan dibentuknya Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Zakat di DPRD Sulawesi Selatan. Namun karena yang kontra lebih banyak daripada yang pro, hingga mengakibatkan Ranperda tersebut batal dilaksanakan. 2. Tempat Hiburan Malam (THM): Tinjauan Sosiologis Secara yuridis, pengoperasian THM di Makassar adalah legal karena telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah seperti yang diungkapkan oleh M.Ruslan, ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Zakat pada Beritasore.com, Sabtu 7 Juli 2007.6 Ada beberapa alasan yang menyebabkan THM mendapatkan izin usaha pengoperasiannya. a. Tidak dapat dipungkiri bahwa THM merupakan tempat usaha yang mampu menyerap tenaga kerja bagi orang banyak. b. Tempat Hiburan Malam dapat menambah pemasukan bagi daerah (Negara), c. THM merupakan tempat hiburan (refreshing) bagi orang sibuk setelah seharian kerja di kantor (tempat kerja). Inilah yang merupakan manfaat (mashlahat) dari adanya THM tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika faktanya THM sangat membantu pemerintah dalam mengatasi tingginya angka pengangguran di kota makassar serta besarnya pemasukan (pajak) yang diberikan terhadap pemerintah, apalagi jika usul mengenai zakat terhadap THM berhasil dilakukan. Alasan ini pulalah yang menyebabkan pemerintah enggan untuk menarik izin usaha beberapa THM yang “bandel” dalam pengoperasiannya meskipun jelas-jelas didapati adanya pelanggaran yang ditemui di lapangan. Kenyataan inilah yang semakin mempersubur munculnya THM-THM di Kota Makassar, karena adanya rasa saling membutuhkan antara pemerintah serta para pengelola Tempat Hiburan Malam. Padahal kalau pemerintah ingin bersikap tegas untuk memberantas segala bentuk kemaksiatan serta segala hal yang menyertainya, hal itu bisa saja dilakukan. Yaitu dengan tidak memperpanjang izin usaha operasinya, karena izin usaha pariwisata harus terus diperbaharui tiap dua tahun, namun hal tersebut tidak dilakukan. Terlepas dari segala dampak positif yang dimiliki oleh THM, namun oleh masyarakat selalu diidentikkan dengan tempat melakukan perbuatan maksiat. Tapi anehnya, meski tempat tersebut selalu mendapat cerca dari masyarakat, namun di sisi lain juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan hadirnya tempat-tempat hiburan di kota-kota wisata sebagai tambahan atau pelengkap bagi pengunjung/wisatawan. Dan bahkan hampir di setiap pusat keramaian dilengkapi dengan THM. Sehingga berakibat pada beberapa dampak negative. Adapun dampak negatif (mafsadat) dari hadirnya THM, yaitu: 6MUI
Haramkan Zakat Dari Tempat Hiburan Malam, http://berita sore.com/2007/07/07/mui-haramkan-zakat-dari-tempat-hiburan-malam/, diakses tanggal 3 Juni 2009.
298
Al-Risalah |
Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
a. Banyaknya wanita-wanita penghibur yang menjajakan dirinya di THM b. Munculnya penyakit-penyakit yang aneh akibat dari prostitusi, misalnya AIDS. c. Merajalelanya penjualan minuman keras d. Semakin menjamurnya perjudian Dari beberapa bentuk efek negatif dari hadirnya tempat-tempat hiburan malam yang ada di Makassar sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru terdengar dan menjadi keprihatinan masyarakat. Al-Qur‟an menggambarkan secara eksplisit bagaimana prostitusi (zina),7 khamar,8 dan judi9 merupakan penyakit masyarakat yang sudah ada jauh sebelum Islam datang. Ketiganya menjadi jualan Tempat-Tempat Hiburan Malam yang ada di Makassar, meskipun dalam izin usahanya tidak mencantumkan jenis-jenis usaha tersebut. Sebab, tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum jika tanpa ketiga jenis usaha tersebut maka sebuah Tempat Hiburan Malam tidak akan mungkin ramai didatangi pengunjung. Itulah kenyataanya, fakta sosial menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih membutuhkan THM, dan kecendrungan mereka mencari THM yang memberi pelayanan “ekstra”, yaitu yang mampu menghadirkan fasilitas yang benar-benar menjadi kebutuhan mereka, seperti dengan adanya perempuan cantik yang selalu siap memberi servis “plus-plus” yang tentunya menjadi kebutuhan bagi pengunjung yang datang ke tempat itu. Atas dasar tersebut, ketika sebuah Tempat Hiburan Malam beroperasi dengan berpatokan pada batasan yang diberikan oleh pemerintah, yaitu beroperasi hanya sampai pukul 12.00 serta jenis usaha tertentu saja, atau dengan menghadirkan Tempat Hiburan Malam yang Islami, maka sudah bisa dipastikan jika THM tersebut tidak bakal ramai didatangi oleh pengunjung. Karena mereka yang datang ke tempat tersebut menginginkan suatu hal yang berbeda dari yang biasa mereka dapatkan. Semakin seronok penampilan dan cara berpakaian perempuan di tempat itu, maka akan semakin menambah daya tarik dari THM tersebut. Atau semakin banyak jenis minuman keras yang ditawarkan, maka akan semakin betahlah pengunjung yang datang. Kenyataan masyarakat tersebut dalam ilmu sosial diketahui jika merupakan ciri dari sebuah kemoderenan. Modernisasi adalah sebuah bentuk perubahan sosial, yang meliputi bidang yang sangat luas, dan salah satu kenyataan yang dihadapi yaitu menyangkut proses disorganisasi adalah proses berpudarnya atau melemahnya nilainilai dalam masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi yang nyata adalah timbulnya masalah-masalah sosial, yang diistilahkan dengan deviation (penyimpangan).10 Salahsatu bentuk penyimpangan yang terjadi dalam sebuah
7QS.
al-Nur (24): 2. al-Maidah (120): 90. 9Ibid. 8QS.
10Soerjono
Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Cet. 33; Jakarta: Rajawali Press, 2002), h.
346-347. Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
299
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
masyarakat moderen yaitu dengan tidak menjadikan agama sebagai filter dalam kehidupan sehari-hari.11 Ini pulalah yang terjadi di Makassar bagi sekelompok orang yang telah mengalami pergeseran nilai. Tempat Hiburan Malam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Agama, tidak lagi mampu membentengi diri mereka dari berbagai tindakan/pikiran buruk. Sehingga kegalauan hati hanya dapat terselesaikan di THM. 3. Zakat Tempat Hiburan Malam (THM): Tinjauan Hukum Islam Untuk menentukan kedudukan zakat THM, maka kita harus kembali memperhatikan syarat-syarat zakat mal yang telah ditetapkan oleh ulama fikih, yaitu:12 a. Syarat bagi orang yang wajib berzakat; b. Muslim c. Merdeka d. Balig/berakal b. Syarat bagi obyek yang dizakatkan; a. Milik penuh b. Cukup nishab/setiap panen c. Melebihi kebutuhan pokok d. Bukan harta yang diperoleh dengan cara haram c. Syarat sah zakat; a. Niat b. Bersifat pemilikan Berdasar atas persyaratan fikih tersebut, terdapat dua hal yang masih perlu ditelaah lebih jauh terkait dengan penerapan zakat terhadap THM, yaitu syarat sebagai muslim, dalam kedudukannya sebagai subyek zakat serta dari sumber yang dizakatkan, dalam kedudukannya sebagai obyek zakat. Faktanya, di kota Makassar kita melihat banyaknya THM yang ada itu dikelola oleh non muslim, sehingga sudah dapat dipastikan bahwa mereka tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada pula yang dikelola oleh mereka yang beragama Islam. Atas kenyataan tersebut menimbulkan perbedaan pendapat ketika akan menetapkan keharusan mengeluarkan zakat atas hasil usaha yang mereka peroleh. Pertimbangannya kemudian adalah, apakah harta yang diusahakan mereka yang beragama Islam lewat usaha Tempat Hiburan Malam tersebut wajib untuk dikeluarkan zakatnya?. Untuk dapat menjawab masalah tersebut, sebelumnya hendaklah mengklasifikasikan sebuah bisnis halalan-tayyiban (suci) yaitu bisnis yang dilakonkan sesuai dengan syari‟ah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya. Oleh Arfin Hamid dalam 11Elizabeth
K. Nottingham, Religion And Society, yang diterjemahkan oleh Abd. Muis Naharong dalam Agama Dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama (Cet. 8; Jakarta: Rajawali Perss, 2002), h. 41-59. 12Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, diterjemahkan oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fanani dalam Zakat: Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 98119. Bandingkan dengan Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun, Didi Hafidhuddin, dan Hasanuddin, dalam Hukum zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, cet. IV, (Jakarta: Mizan, 1996), h. 96-164.
300
Al-Risalah |
Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
tulisannya,13 menyatakan bahwa paling tidak melalui sedikitnya empat tahapan sebagai unsur yang saling berkait dan tidak terpisahkan, sehingga melahirkan sistem bisnis yang betul-betul sesuai syari‟ah. Beberapa tahapan itu sebagai berikut: 1. Penentuan obyek usaha (barang atau jasa), seluruhnya harus terjamin keabsahan dan kehalalannya, bukan termasuk haram lidzatihi. 2. Metode/proses pengelolaan dan menjalankan bisnis tidak terdapat unsurunsur yang diharamkan, bukan termasuk haram lighairi zhatihi. 3. Hasil/output-nya dipastikan terjamin kehalalannya. 4. Penggunaan dan pengelolaan hasil/harta itu dalam korodor limardhatilah. Dari beberapa tahapan yang tersebut di atas, nyatalah betapa untuk menetapkan sesuatu usaha haram atau halal tidak semudah yang dibayangkan, hal tersebut disebabkan karena membutuhkan kejelian, kehati-hatian, dan penguasaan kaedah-kaedah ushul fikih karena sifatnya yang kasuistik dan complicated. Sehingga, meskipun asumsi awalnya jika THM tersebut adalah bisnis, namun tidak bisa terlepas dari pemahaman bahwa sebuah bisnis pun juga diatur sangat ketat dalam hukum Islam, yakni dalam fikih muamalah pada topik al-bai’. Apalagi jika bisnis/usaha tersebut akan dijadikan sebagai obyek yang harus dikeluarkan zakatnya. Sehingga tidak benar jika ada pemahaman jika persoalan bisnis tidak diatur dalam Islam. Pada kasus THM, ketika melihat pada poin (1) maka usaha itu dikategorikan legal secara hukum dengan dasar bahwa adanya izin usaha yang diperoleh dari pemerintah (tentang batas waktu pengoperasiannya dan jenis usaha yang dijalankan), akan tetapi pada poin (2) sampai (4) umumnya pemilik usaha THM melanggar perizinan tersebut dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dan menambah jenis usahanya. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh H.A. Qadir Gassing, yang menyederhanakannya menjadi tiga poin saja, bahwa dalam Islam ada tiga patokan sesuatu itu bisa dianggap benar. Jika salah satunya tidak ada, maka sudah pasti salah, yaitu:14 1. Niatnya harus baik 2. Prosesnya benar yaitu tidak menyalahi ajaran agama 3. Tujuannya juga benar Atas dasar itulah penulis berpendapat bahwa menjadikan THM sebagai obyek zakat yang wajib ditarik keuntungannya oleh pemerintah tampaknya belum bisa atau tepatnya penulis katakan haram. Hal tersebut disebabkan karena dua hal: Pertama, adanya stigma buruk yang melekat di masyarakat dan menjadi rahasia umum bahwa THM itu adalah tempat maksiat. Hal ini disebabkan karena mereka yang masuk ke dalam THM cenderung untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral agama. Kedua, tidak diperkenankan untuk beroperasi pada bulan Ramadhan yang dimulai satu hari sebelum dan baru diperbolehkan untuk beroperasi tiga hari setelah Idul Fitri. Itu berarti THM itu identik dengan kemaksiatan, 13Arfin
Hamid, Zakat Hanya Pada Bisnis Tazkiyah, Masukan Untuk Pansus Ranperda Zakat, http://wap.fajar.co.id.news.php?newsid=37459, diakses tanggal 3 Juni 2012. 14H.A. Qadir Gassing, Jangan Bangun Daerah Dari Uang Haram, http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=37227, diakses tanggal 19 Juli 2012. Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
301
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
sebab itu pemerintah setempat menutup semua kegiatan selama bulan suci ramadhan untuk menghormati umat muslim yang sedang menjalani ibadah puasa. Atas dua hal tersebutlah yang menjadi alasan bahwa usaha THM adalah haram dan tidak dibenarkan untuk ditarik zakatnya karena zakat tidak dibenarkan bersumber dari penghasilan yang samar-samar (garar) atau hasil aktipitas kemaksiatan yang tentunya haram. Secara umum dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat muslim, bahwa segala sesuatu yang bersumber dari keharaman , maka pemanfaatan hasilnya juga haram. Terlebih lagi hendaknya dipahami bahwa untuk mensucikan harta dengan jalan berzakat sangat tidak benar jika itu dilakukan dengan harta yang kotor, yang jika penulis analogikan yaitu seseorang yang mencoba untuk bersihkan tubuh (mandi) hendaknya menggunakan air yang bersih bukannya dengan air yang kotor. Sehingga penulis beranggapan bahwa tidak ada salahnya untuk kita ihtiyaht (berhati-hati) sehingga yang lebih utama adalah tidak menarik zakat atas THM, karena sebagaimana kaedah fikih berbunyi sebagai berikut: 15
“Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya keraguan”. 16
اليقني ال يزال بالشك
املشكوك ىف وجوبه ال جيب فعله
“Yang meragukan tentang hukum wajibnya , maka tidak wajib dilakukan” Berdasar atas kaedah fikih tersebut di atas, penulis sekali lagi mempertegas bahwa keinginan untuk menarik zakat terhadap sebuah tempat usaha yang dalam hal ini sebuah Tempat Hiburan Malam, tampaknya sangat mustahil untuk dilaksanakan mengingat adanya beberapa hal yang mengindikasikan keharamannya. Bersikap hatihati terhadap sebuah keputusan hukum merupakan sebuah keniscayaan terlebih lagi mengingat hal tersebut merupakan sebuah ibadah mahdhah yang dimensi sosialnya sangat besar. Sebenarnya keinginan pemerintan untuk menarik zakat penghasilan baik itu perorangan maupun Badan Hukum adalah dibenarkan, sebagaimana dalam UU no.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,17 namun hendaknya jangan diterapkan pada level yang diselimuti oleh pandangan kontra yang terlalu tajam jika memang ada kemaslahatan yang diusung oleh pemerintah dengan zakat. Namun hendaknya mencari sumber pemasukan yang lebih halal untuk dibuatkan Ranperda Pengelolaan Zakat di Makassar, misalnya zakat profesi yang sudah jelas-jelas difatwakan kebolehannya oleh Majelis Ulama Indonesia. Akhirnya, menjadi tugas pemerintahlah untuk serius dalam menyikapi persoalan Tempat Hiburan Malam dan pemerintah hendaknya bersikap tegas dalam hal ini. Pada dasarnya, pemerintah sangat mengetahui bahwa banyak pengelola THM 15H.
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Praktis (Cet.I; Jakarta: Kencana, 2007), h. 42. 16Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar’iyyah fi al-Iashlahi al-Ra’I wa al-Ra’yah (t.t.: Dar al-Kutub al-„Arabi, t.t.), h.52. 17Yaitu pada bab IV pasal 11 ayat 2, tertuang mengenai jenis-jenis harta yang dikenai zakat, dan salah satu jenis diantaranya adalah hasil pendapatan dan jasa. Lihat, Kanwil Departemen Agama Prop. Sul-Sel, Undang-Undang RI no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Ujungpandang: 1999), h. 7.
302
Al-Risalah |
Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
yang melanggar izin usaha yang diberikan namun pemerintah enggan untuk mencabut izinnya karena mengetahui besarnya pemasukan yang diberikan kepada pemerintah. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah menginginkan agar penghasilan besar yang didapatkan oleh THM tersebut, di samping pajak, juga ditarik zakatnya karena banyak pula pengelola THM yang beragama Islam. Meskipun diketahui betul bahwa pada umumnya hasil usaha THM tersebut berasal dari aktipitas yang samar-samar, meskipun masih ada yang bersih, sehingga sangat meragukan untuk dapat ditarik zakatnya. PENUTUP THM adalah fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat sulit dipisahkan dengan masyarakat terutama masyarakat perkotaan karena di samping sebagai tempat hiburan bagi orang yang sibuk bekerja seharian di kantor, juga menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak orang, serta menjadi salah satu sumber penghasilan daerah, namun THM selama ini selalu diidentikkan dengan tempat melakukan perbuatan maksiat. Zakat THM menjadi kontropersi dalam masyarakat, di satu pihak menganggap bahwa THM diwajibkan membayar zakat dengan alasan bahwa usaha ini telah mendapat izin dari pemerintah dan pemerintah tidak akan mungkin memberikan izin jika diketahui akan membuka praktek yang bertentangan dengan ajaran agama. Kemudian di pihak lain mengatakan bahwa zakat THM hukumnya haram dengan indikatornya adalah kuatnya stigma buruk yang melekat di tengah-tengah masyarakat yang menyatakan bahwa THM adalah tempat untuk berbuat maksiat, sehingga mereka yang datang ke sana cenderung untuk berbuat maksiat, serta larangan untuk membuka THM selama dalam bulan ramadhan untuk menghormati umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Atas kenyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa zakat terhadap Tempat Hiburan Malam tidak dapat dilaksanakan, karena image kuat dalam masyarakat mengenai keharamannya. Sehingga tidak ada salahnya untuk bersikap hati-hati dalam menentukan sebuah keputusan hukum, apalagi untuk sebuah ibadah mahdhah yang berdimensi sosial. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. THM adalah fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat sulit dipisahkan dengan masyarakat terutama masyarakat perkotaan karena di samping sebagai tempat hiburan bagi orang yang sibuk bekerja seharian di kantor, juga menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak orang,. Zakat terhadap Tempat Hiburan Malam tidak dapat dilaksanakan, karena image kuat dalam masyarakat mengenai keharamannya. Sehingga tidak ada salahnya untuk bersikap hati-hati dalam menentukan sebuah keputusan hukum, apalagi untuk sebuah ibadah mahdhah yang berdimensi sosial.
Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012
303
Zakat Tempat Hiburan Malam (THM)
A. Intan Cahyani
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an Al-Karim Al-„Arabiyah, Majma‟ Lughah, Mu’jam al-Wasith, Juz I, Mesir Dar al-Ma‟arif, 1972. Az-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, diterjemahkan oleh Agus Effendi dan Bahruddin Fanani dalam Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997. Djazuli, H. A., Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Praktis, Cet.I; Jakarta: Kencana, 2007. Fajar, Metropolis, THM Melanggar Berat, Izin Langsung Dicabut, Senin 17 Agustus 2009. Jangan Bangun Daerah Dari Uang Haram, http://cetak.fajar. co.id/news. php? newsid=37227, diakses tanggal 19 Juli 2009. Kanwil Departemen Agama Prop. Sul-Sel, Undang-Undang RI no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Ujungpandang: 1999. MUI Haramkan Zakat Dari Tempat Hiburan Malam, http://berita sore.com/2007/07/07/mui-haramkan-zakat-dari-tempat-hiburanmalam/, diakses tanggal 3 Juni 2009. Nottingham, Elizabeth K., Religion And Society, yang diterjemahkan oleh Abd. Muis Naharong dalam Agama Dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Cet. 8; Jakarta: Rajawali Perss, 2002. Pemerintah Kota Makassar-Ramadan, THM Dilarang Operasi, http: www.mkskota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1 918&itemid=128&data=2008-301, diakses tanggal 12 Juli 2009. Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Cet. 33; Jakarta: Rajawali Press, 2002. Taimiyah, Ibnu, al-Siyasah al-Syar’iyyah fi al-Iashlahi al-Ra’i wa al-Ra’yah, t.t.: Dar alKutub al-„Arabi, t.t. Qardhawi, Yusuf, al-Ibadah fi al-Islam, t.t., t.p., 1993. Qardhawi, Yusuf, Fiqih Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun, Didi Hafidhuddin, dan Hasanuddin, dalam Hukum zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, cet. IV, Jakarta: Mizan, 1996. Zakat Hanya Pada Bisnis Tazkiyah, Masukan Untuk Pansus Ranperda Zakat, http://wap.fajar.co.id.news.php?newsid=37459, diakses tanggal 3 Juni 2009.
304
Al-Risalah |
Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012