AKSELERASI PEMBERDAYAAN KOPERASI1
Oleh: ACHMAD H.GOPAR2 Pendahuluan Pemberdayaan seringkali disamaartikan dengan pembinaan. Walau dalam implementasinya seringkali tidak berbeda, namun pemberdayaan dalam banyak literatur lebih sepadan dengan kata “enabling”. Menjadi “berdaya”. Oleh karena itu pemberdayan bertujuan agar target mempunyai kemampuan untuk mendayagunakan ‘daya’ atau sumberdaya yang ada padanya. Dengan demikian pemberdayaan koperasi mengandung tujuan untuk memampukan koperasi mendayagunakan sumberdaya yang ada padanya agar bermanfaat sesuai dengan tujuan pendirian koperasi, yaitu mensejahterakan anggotanya. Dus, pemberdayaan koperasi harus sesuai dengan potensi sumberdaya yang dapat didayagunakan oleh koperasi. Artinya, pemberdayaan harus sesuai dengan kebutuhan nyata (real need) dari koperasi dalam upaya mengembangkan potensi sumberdaya yang ada padanya, bukan berdasarkan belas kasihan (charity ) kepada koperasi. Pemberdayaan yang harus tidak berdasarkan belas kasihan ini sangat penting ditekankan, karena pendekatan pemberdayaan model ‘charity’ ini menimbulkan pengeroposan moral (moral hazard), yang bukan saja memanjakan koperasi namun dalam jangka panjang akan mematikan koperasi itu sendiri. Oleh karena itu pemberdayaan model ini tidak akan menghasilkan ‘outcome’ yang berkelanjutan {sustainable}.
_______________________
1 Disampaikan pada seminar “Akselerasi Pemberdayaan Koperasi dan UKM”, di Hotel Bumi Karsa, Komplek Bidakara, Jakarta Selatan, 30Nopember 2006
2
Ir achmad H.Gopar, MA adalah meneliti madya di Kantor Kementrian Negara KUKM, mengikuti post graduate studi di center for cooperatives, University of Wisconsin, Madispn, USA 1992.
1
Mengapa Berkoperasi? Koperasi adalah badan usaha yang dimiliki, digunakan dan dikontrol oleh anggotanya. Ketika seseorang akan menjadi anggota koperasi, maka tujuannya tentu untuk mendapatkan sesuatu, walaupaun untuk mendapatkan sesuatu itu dia juga harus memberikan sesuatu pula. Namun tetap saja setiap anggota mengharapkan ‘positive net benefit’ dari keanggotaannya itu. secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap anggota mengharapkan peningkatan kesejahteraannya dengan menjadi anggota koperasi. Mengapa mereka memilih koperasi untuk mendapatkan ‘positive net benefit’ dari kegiatan ekonominya dengan koperasi? Seharusnya mereka mengerti bahwa mereka menjadi anggota koperasi karena koperasi mempunyai keunggulan tertentu dibandingkan badan usaha lainnya ( comparative advantages) yang dapat meningkatkan kemampuan kegiatan ekonominya Ini berarti bahwa mereka harus tahu bahwa koperasi mempunyai keunggulan tertentu dibandingkan badan usaha ataupun institusi ekonomi lainnya. Keunggulan komparatip ini seharusnya didayagunakan oleh anggota dan koperasi agar menjadi keunggulan yang dapat bersaing (comvetitive advantages) dengan badan usaha lainnya. Keunggulan tersebutlah sebenarnya yang merupakan “inner strength” koperasi, yang menjadi sumber kekuatan koperasi untuk dapat memberikan kemanfaatan kepada anggotanya. Apakah semua anggota koperasi akan mendapatkan manfaat berkoperasi? Tentu saja tidak semua anggota koperasi akan mendapatkan benefit dari berkoperasi. terutama bagi mereka yang tidak mempunyai kegiatan produksi, pemasaran, simpan pinjam, jasa-jasa, maupun konsumsi. Koperasi seharusnya tidak memberikan kemanfaatan apapun kepada anggota yang tidak mempunyai kegiatan ekonomi dengan koperasinya, karena jika hal itu dilakukan maka makna berkoperasi menjadi hilang. Koperasi bukan lagi menjadi badan usaha atau economic institution, tapi akan lebih mengarah kepada lembaga sosial yang memberikan ‘charity’ belaka, dan ini akan menjadi awal terjadinya pengeroposan moral yang akan menggerogoti sendi-sendi dasar berdirinya koperasi.
2
Pemberdayaan koperasi Dengan memahami makna berkoperasi yang demikian maka kita akan sepaham bahwa memberdayakan koperasi adalah memberdayakan masyarakat yang menjadi anggotanya. Nah, karena anggota koperasi ini memiliki kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan koperasinya, maka pemberdayaan koperasi seringkali hanya memperhatikan kegiatan ekonomi anggotanya tersebut, namun jarang sekali memperhatikan keunggulan komparatip yang dipunyai oleh koperasi. Pemberdayaan koperasi yang dilaksanakan selama ini umunya hanya didasarkan pada adanya kegiatan ekonomi anggota dan kegiatan koperasinya saja. Pemberdayaan koperasi di bidang produksi dilakukan dengan memfasilitasi membangun GLK, pabrik es, milk treatmen, dan lainnya. Pemberdayaan koperasi di bidang pemasaran dilakukan dengan membangunkan pasar, mengadakan pameran, studi banding, dan lain sebagainya pemberdayaan koperasi dibidang simpan pinjam dilakukan dengan cara menggelontorkan dana secara besar berupa dana bergulir kepada koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro lainya. Pemberdayaan koperasi di bidang jasa jasa, misalnya transportasi, di lakukan dengan memberikan fasilitas kemudahan bea masuk kendaraan. Pemberdayaan koperasi di bidang konsumsi dilakukan dengan memfasilitasi koperasi untuk membangun waserdanya. Selain itu pemberdayaan juga dilaksanakan untuk memperkuat sumberdaya manusia koperasi melalui pendidikan dan pelatihan. Namun pernahkah kita mendengarkan pemberdayaan dilakukan dengan dasar pemikiran untuk meningkatkan keunggulan komparatip koperasi, sehingga koperasi menjadi badan usaha yang kompetitip? Apa saja keunggulan komparatip dari badan usaha koperasi? Banyak sekali keunggulan komparatip koperasi,namun keunggulan komparatip tersebut bersifat khas terkait dengan kegiatan ekonomi anggota maupun kegiatan koperasinya. Misalnya keunggulan koparatip yang ditimbulkan oleh adanya “economies of scale”, adanya anggota yang banyak sebagai “captive market”,“massive production”, “bulk buying”, “branding strategy”,dan berbagai keunggulan lainnya yang khas sesuai dengan kegiatan ekonomi anggota dan kegiatan koperasinya. Untuk itu koperasi harus inovatip untuk mengidentifikasi keunggulan komparatip yang dipunyainya.
3
Pemberdayaan berdasarkan keunggulan komparatip
ini, dengan demikian, harus sesuai dengan keunggulan komparatip yang dipunyai koperasi, sehingga bersifat “consumer driven”, tidak bisa lagi bersifat “top down”. oleh karena itu institusi yang akan melakukan pemberdayaan koperasi harus melakukan kegiatan pendahuluan untuk menginventarisi kebutuhan riil dari koperasi yang akan diberdayakan, sehingga kegiatan pemberdayaan tersebut benar-benar bermanfaat. Koperasi dengan keunggulan komparatip yang ditimbulkan oleh adanya “economis of scale’ diberdayakan dengan memanfaatkan skala ekonomi yang meningkat karena jumlah anggota yang berkoperasi semakin besar. Misalnya, pada kegiatan pembelian dan penjualan bersama yang dapat memangkas biaya transportasi, pemangkasan biaya transaksi (transaction cost), pemangkasan biaya produksi per unit produk, dan lain sebagainya. Pemberdayaan koperasi yang mempunyai “captive market” dilakukan dengan tujuan agar koperasi dapat memanfaatkan anggotanya sebagai pasar yang pasti bagi produk jualannya. Banyak sekali cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan keunggulan komparatip dari “captive market” ini. Sehingga pemangkasan biaya dapat dilakukan secara terukur dan pasti. Melakukan “branding strategy”, misalnya, Dengan cara ini anggota dapat membeli dari koperasinya produk pabrikan yang sudah punya nama bagus (brandname)dengan harga murah, dan lebih murah lagi jikalau dapat melakukan pembelian kepabrikan dengan tanpa kemasan (packaging) dan/atau desain. Kalau anggota dapat membeli sabun lux dengan tanpa kemasan dan merk lux dengan harga yang lebih murah, kenapa tidak. Yang diinginkan anggota adalah sabunnya, bukan kemasannya yang mewah. Dengan melakukan pendataan kebutuhan anggota; harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya, koperasi dapat menyusun “delivery system” dengan baik, sehingga tidak perlu lagi membuat “stock” yang besar. Hal ini akan menghasilkan sistem arus barang, dan tentunya arus uang, yang sangat baik. Dengan arus uang yang baik, kebutuhan modal menjadi tidak perlu terlalu besar, namun akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Dengan kemajuan teknologi informasi saat ini sistem yang dibangun dapat dilakukan dengan bantuan teknologi sistem informasi, baik dengan cara membeli paket yang sudah jadi maupun dengan cara membangunnya sendiri.
4
Penggunaan kartu elekronik untuk anggota bukanlah hal yang mahal dan langka. Dengan penggunaan kartu elektronik untuk anggota, semua transaksi antara anggota dan koperasinya akan lebih mudah direkam dan diadministrasikan. Dampak lanjutnya (multiplier effects) kepada anggota akan lebih banyak lagi, karena keteraturan dan ketertiban administrasi di koperasi akan memudahkan anggota mengontrol usaha koperasi, dan yang paling penting adalah prinsip keadilan dalam pembagian sisa hasil usaha, yaitu sesuai dengan transaksi anggota dengan koperasinya, dengan mudah dapat dilakukan. Pembahasan mengenai pemberdayaan koperasi dengan memanfaatkan keunggulan komparatip ini akan menjadi sangat panjang jika kita bahas sesuai dengan keunikan (uniqueness) masing masing koperasi. Pada dasarnya setiap koperasi mempunyai keunggulan komparatip .untuk memanfaatkan keunggulan ini, sekali lagi, koperasi harus inovatip dalam upaya mengeksplorasi berbagai keunggulan komparatip yang dipunyainya, jika tidak keunggulan ini akan menjadi sia sia. Tipologi Koperasi Pemberdayaan koperasi yang mendasarkan aksinya pada potensi sumberdaya dan keunggulan komparatip koperasi menuntut adanya tipologi koperasi sesuai tingkat kebutuhan nyata dari koperasi terhadap aksi pemberdayaan. Untuk hal ini tipologi koperasi dibedakan dengan penjenisan koperasi sebagaimana yang lazim dilakukan menurut kami setidaknya ada tiga tipe koperasi yang ada di Indonesia ini, yaitu: (1) Koperasi Berdikari. Koperasi yang berdiri di atas kaki sendiri . Inilah koperasi yang sering diidentikkan dengan koperasi asli (genuine cooperative), karena koperasi tipe inilah yang sesuai dengan pengertian koperasi sebagai “self help organization”. (2)
Koperasi Bangau. koperasi ini mirip burung bangau, yang seringkali berdiri diatas satu kakinya, walaupun dia mempunyai dua kaki. pengertiannya adalah koperasi belum mampu mendayagunakan seluruh potensi sumberdaya yang ada padanya untuk menghasilkan kinerja yang maksimal.
5
(3)
Koperasi Merpati. koperasi ini mirip burung merpati, dia akan muncul kalau ada makanan yang diberikan atau dihamburkan oleh pemeliharanya. koperasi ini hanya muncul untuk memanfaatkan atau menjaring fasilitas dan bantuan dari pemerintahatau donator lainnya.
Dengan membuat tipologi koperasi yang demikian maka pemberdayaan koperasi tidak boleh bersifat umum atau generalistik lagi. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa koperasi berdikari sebenarnya tidak lagi memerlukan aksi pemberdayaan karena memang sudah mampu mengembangkan sumberdaya dan keunggulan komparatip yang ada padanya. koperasi merpati sebaiknya dihapus bukukan saja dari bumi nusantara, karena siapapun yang muncul hanya untuk mencari rente ekonomi, baik itu perorangan maupun institusi, akan menjadi beban Negara dan masyarakat. jika koperasi tipe ini dibiarkan terus ada dan bermunculan, maka akan menimbulkan “moral hazard” kepada seluruh gerakan koperasi, dan akan merusak citra koperasi sebagai institusi ekonomi yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Dengan demikian hanya koperasi tipe bangau yang cocok untuk menjadi target pemberdayaan. koperasi tipe ini memang memerlukan upaya pemberdayaan agar semua potensi sumberdaya dan keunggulan komparatip yang ada padanya dapat didayagunakan secara maksimal untuk menghasilkan “out come” yang maksimal pula.
Strategi Pemberdayaan Mengkaji pola pemberdayaan koperasi yang dilakukan pemerintah saat ini dan kebutuhan nyata dari koperasi untuk diberdayakan, nampaknya perlu dilakukan perubahan strategi pemberdayaan koperasi. pemberdayaan koperasi sudah saatnya menyesuaikan dengan kebutuhan nyata akan upaya pemberdayaan (demand driven), tidak lagi didasarkan karena adanya anggaran yang besar yang harus didelivery kepada koperasi. substansi pemberdayaan koperasi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi sumberdaya serta keunggulan komparatip koperasi. untuk melakukan pemberdayaan koperasi yang digerakan karena adanya kebutuhan nyata koperasi memang jauh lebih sulit, karena adanya kekhasan khusus untuk setiap koperasi yang berbeda dengan koperasi lainnya. strategi pemberdayaan koperasi seperti ini memerlukan jauh lebih banyak 6
institusi pendamping dan institusi penunjangnya, karena adanya keterbatasan sumberdaya manusia di pemerintah untuk melakukannya. oleh karena itu pemerintah harus mengubah “delivery mechaniam” kebijakannya dengan melibatkan lebih banyak lagi institusi pelaksanaannya. Harus diakui jumlah institusi pendangping dan penunjang yang dapat diikutsertakan dalam pemberdayaan koperasi saat ini cenderung berkurang. Institusi pelayanan pengembangan bisnis (BDS) maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) sudah semakin berkurang, baik jumlah maupun aktivitasnya. Institusi penunjang, baik ditingkat nasional apalagi ditingkat daerah, juga semakin berkurang jumlahnya. Lembaga asuransi koperasi sudah mati suri, lembaga penjaminan yang ada sudah berubah nama dan penekanan programnya, sedangkan lembaga penjaminan yang baru tidak kunjung terwujud, lembaga keuangan yang dibentuk sudah beralih focus untuk membina BPR, jejaringan institusi keuangan khusus untuk koperasi tidak pernah terwujud, apalagi impian mendirikan sebuah bank khusus untuk koperasi (bank for cooperatives), institusi IKOPIN sudah semakin dipertanyakan perannya dalam pemberdayaan koperasi, institusi mana lagi yang masih melakukan pendampingan dalam pemberdayaan koperasi, Sebagai penutup, untuk melakukan akselerasi pemberdayaan koperasi, sekali lagi ditekankan, agar pemerintah mengubah strategi kebijakan pemberdayaannya, baik itu substansinya, mekanisme pelaksanaannya maupun pengembangan institusi pelaksanaannya. kebijakan pemberdayaan sudah tidak seharusnya masih bersifat sporadis dan reaktip lagi. Hal ini perlu dilakukan agar kebijakan tersebut, sebagai salah satu subsistem kebijakan pembangunan ekonomi nasional, dapat menunjang kebijakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development),
7