PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi di Wilayah KPP Wajib Pajak Besar Tahun 2012-2014) OLEH : Achmad Marjunianto (43211010094)1 Drs. Sugianto, MM2 1
Mahasiswa 2 Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana ABSTRAK Penagihan pajak masih belum efektif dilaksanakan tanpa adanya peraturan yang bersifat memaksa. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis telah diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo, tetapi kenyataannya seringkali kurang mendapat perhatian oleh wajib pajak. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar pada tahun 2012 - 2014 sebagai sampel penelitian. Metode penelitian menggunakan penelitian kausal dan metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa surat teguran dikirimkan kepada wajib pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak oleh wajib pajak. Secara umum kesadaran wajib pajak di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar masih rendah, terbukti setiap tahun wajib pajak menunggak relatif tinggi. Kata kunci : Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa, Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang melaksanakan kegiatan pembangunan, salah satunya pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Menurut Waluyo dan Ilyas (2000) dalam Ratna Puspita Sari (2014), salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Dalam rangka kemandirian, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak.Upaya tersebut dilakukan seiring dengan makin dominannya penerimaan pajak dalam RAPBN maupun APBN Indonesia beberapa tahun terakhir. Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penerimaan terpenting dalam anggaran pendapatan dan belanja. Dalam data pokok APBN 2017-2013 untuk tahun 2013 dari target penerimaan negara Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
1
sebesar 1.438 triliun, 1.077 triliun berasal dari target penerimaan perpajakan. Hal ini berarti penerimaan perpajakan berkontribusi sekitar 78% penerimaan negara. Pada tahun 2014 Penerimaan perpajakan direncanakan mencapai Rp 1.246,10 triliun, naik sekitar 169 triliun dibandingkan dengan target Perubahan 2013 sebesar Rp 1.077 triliun. Pada tahun 2014, hingga bulan November realisasi penerimaan perpajakan baru mencapai 75,40% dari target 1.077,2 triliun atau sekitar 812,1 triliun (http://economy.okezone.com/read/201 4/11/27/20/1071373/realisasi-pajak-baru-75-rp812-triliun). Masih menjadi anggapan dalam masyarakat bahwa pajak merupakan beban sehingga selalu dicari upaya untuk menghindari pajak. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan data maupun tidak melunasi pajak yang terutang tepat pada waktunya. Kondisi ini sudah diantisipasi oleh pemerintah dimana dalam sistem perundang-undangan pajak di Indonesia dengan jelas diberikan kewenangan kepada fiskus untuk melakukan tindakan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak patuh membayar pajak. Adanya upaya wajib pajak untuk menghindari pajak dan keengganan untuk membayar pajak telah menyebabkan kerugian bagi negara. Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting bagi negara dan harus segera rnasuk ke kas negara, hal ini dikarenakan kebutuhan negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesadaran rnasyarakat dalam membayar pajak, diperlukan pemahaman bagi masyarakat mengapa mereka harus membayar pajak dan apa fungsi penerimaan negara dari sektor pajak. Namun dalam perkembangannya dari tahun ke tahun tunggakan pajak yang belum lunas tidak berkurang, tetapi justru bertambah sehingga hal tersebut harus dilakukan tindakan antisipasi agar tunggakan pajak tersebut dapat dikurangi. Penagihan pajak masih belum efektif dilaksanakan tanpa adanya peraturan yang bersifat memaksa. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis telah diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sarnpai dengan tanggal jatuh tempo, tetapi kenyataannya seringkali kurang rnendapat perhatian oleh wajib pajak. Apalagi surat teguran atau surat peringatan hanya diterbitkan satu kali (Rusjdi, 2010:03). Atas dasar pertirnbangan tersebut, maka pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. UndangUndang ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan penagihan aktif, yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, serta penyanderaan. Wacana tersebut didukung oleh KPK yang mana menuturkan telah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait tunggakan pajak perusahaan yang terus membengkak. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengatakan, Pemerintah harus memaksimalkan penagihan terhadap piutang pajak yang disinyalir saldo Rp. 54 triliun dan terus meningkat pada tahun 2011 mencapai Rp. 70 triliun. Dan sebisa mungkin piutang pajak ini jangan sampai kedaluwarsa, seperti jumlah tunggakan pajak pada 2010 mencapai Rp. 2,6 triliun yang harus dihapus karena kedaluwarsa (http://tempo.co/read/news/2011/11/14/063366422/Tunggakan-Pajak-Rp70-Triliun-KPK-Surati-SBY). Tunggakan pajak yang terus meningkat juga dialami oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Setiabudi Satu, hal ini dapat dilihat dengan uraian tabel dibawah atas peningkatan secara umum jumlah Surat Teguran serta Surat Paksa dari 2010 sampai dengan 2012.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
2
Tabel 1.1 Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan dan Dibayar KPP Pratama Jakarta Setiabudi Satu Periode tahun 2010 s/d 2012 (dalam ribuan rupiah) Pelaksanaan Surat Teguran Keterangan
Evaluasi Kegiatan Penerbitan Surat Teguran
Realisasi Pencairan Tunggakan
2010
16.238.311
14.660.292
90,28%
2011
29.276.215
10.091.845
34,47%
2012
123.860.627
6.301.331
5,09%
Sumber: Adam Maulana, 2012 (dalam lembar) Pelaksanaan Surat Teguran Keterangan
Evaluasi Kegiatan Penerbitan Surat Teguran
Realisasi Pencairan Tunggakan
2010
1.408
1.196
84,94%
2011
665
435
65,41%
2012
578
86
14,88%
Sumber: Adam Maulana, 2012
Tabel 1.2 Jumlah Surat Paksa yang Diterbitkan dan Dibayar KPP Pratama Jakarta Setiabudi Satu Periode tahun 2010 s/d 2012 (dalam ribuan rupiah) Pelaksanaan Surat Paksa Keterangan
Evaluasi Kegiatan Penerbitan Surat Paksa
Realisasi Pencairan Paksa
2010
12.062.552
8.362.739
69,33%
2011
25.635.797
9.348.936
36,47%
2012
27.269.110
6.471.702
23,73%
Sumber: Adam Maulana, 2012 (dalam lembar) Pelaksanaan Surat Paksa Keterangan
Evaluasi Kegiatan Penerbitan Surat Paksa
Realisasi Pencairan Paksa
2010
248
221
89,11%
2011
251
152
60,56%
2012
524
272
51,91%
Sumber: Adam Maulana, 2012
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyo Wicaksono (2006) menunjukkan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan korelasi antara penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak cukup kuat. Serta Andi Marduati (2012) menunjukkan penagihan tunggakan pajak dengan surat teguran KPP Pratama Makassar Barat dapat disimpulkan bahwa jumlah surat teguran yang diterbitkan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dan jumlah surat paksa yang diterbitkan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak yang dilakukan DJP. Maka penelitian ini berjudul ” Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak (Studi di Wilayah KPP Wajib Pajak Besar Tahun 2012 - 2014) ”. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak? 2. Apakah terdapat pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak? Tujuan dan Kontribusi Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari penagihan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. 2. Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. Serta kontribusi penelitian ini adalah : 1. Sebagai kontribusi praktik yang mana bagi pihak akademisi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat informasi dan memberikan sumbangan dalam pengembangan teori perpajakan. Dan bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan literatur bagi bagi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. 2. Untuk kontribusi kebijakan yang mana bagi Ditjen Pajak, diharapkan peneilitian ini dapat mengambarkan perihal variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan pencairan tunggakan pajak. KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Teori Negara Kesejahteraan Menurut Kusnardi dan Bintara R. Saragih (2000) dalam Agus Surono (2013) Konsep Negara Kesejahteraan, tujuan Negara adalah untuk kesejahteraan umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Negara tersebut. Selain konsep Negara berdasarkan atas hukum (biasa disebut Negara Hukum), juga dikenal konsep Negara Kesejahteraan (welfare state), yakni suatu konsep yang menempatkan peran Negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Dilihat dari fungsi Negara yang menganut konsep Negara Kesejahteraan yang telah dikemukakan oleh Kusnardi dan Bintara R. Saragih (2000) dalam Agus Surono (2013), dapat dikatakan Negara memegang peranan penting dan telibat dalam memberikan wewenang untuk memungut pajak dari warga masyarakat. Oleh sebab itu, pajak merupakan unsur terpenting dalam melaksanakan fungsi pelayanan. Begitu pula Negara dapat dikatakan sebagai pengatur karena Negara memiliki peran penting dalam mengatur perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara untuk pembiayaan pembangunan dan pengeluaran pemerintah. Teori Negara Kesejahteraan ini dipilih karena sangat mendukung untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia melalui sektor perpajakan.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
4
Teori Kepastian Hukum Menurut Uzair dan Heru Prasetyo (2006:181 dan 203) dalam Agus surono (2013) didalam tataran Middle Range Theory digunakan teori kepastian hukum. Sistem hukum yang baik menghendaki adanya hubungan hukum yang satu dengan lainnya terjalin secara harmonis, artinya diantara pelaksanaan hukum tersebut tidak ada hal – hal yang saling bertentangan. Pemungutan pajak oleh pemerintah adalah suatu kekuasaan Negara yang sedemikian besarnya terhadap anggota masyarakatnya, dimana hukum pajak dapat diciptakan sendiri oleh Negara. Menurut Jeremy Bentham dalam Agus Surono (2013) tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. Teori Kepastian Hukum ini dipilih dikarenakan sangat penting untuk memberikan kepastian bagi Wajib Pajak, terkait dalam penagihan pajak dengan menggunakan Surat Teguran dan Surat Paksa dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara ini dapat diwujudkan untuk mensejahterakan masyarakat, mengingat sektor pajak merupakan sumber dana pembangunan yang paling utama. Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Penerimaan pencairan tunggakan pajak merupakan penerimaan yang berasal dari jumlah pajak yang tidak dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung pajak s/d tanggal jatuh tempo pembayaran. Pada hakekatnya tunggakan pajak ini merupakan pajak yang terutang atau pajak yang belum dibayar kepada negara oleh wajib pajak. Sebab-sebab meningkatnya tunggakan pajak tersebut disebabkan jumlah penetapan berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding lebih besar daripada pembayarannya, yang pada akhirnya mengakibatkan bertambahnya jumlah tunggakan yang ada. Ada beberapa hal yang mengakibatkan mencairnya tunggakan pajak, diantaranya : a. Pelunasan. b. Pelunasan tunggakan pajak dengan kompensasi. c. Keputusan penghapusan atau pengurangan ketetapan. Menurut Suparmoko (2000) dalam Irman Hernadi (2012) Penerimaan Pajak adalah sebagai penerimaan pemerintah yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjulan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah. Peran penerimaan pajak sangatlah penting jika masyarakat masih rendah dalam memahami masalah perpajakan, terutama kewajibannya dalam sistem perpajakan self assessment terebut, maka target-target penerimaan di Negara ini sulit untuk tercapai. Setiap tahunnya pemerintah menargetkan penerimaan pajak dan selalu meningkat tiap tahunnya target penerimaan Negara tersebut. Tingkat Penerimaan Pajak adalah ukuran seberapa besar pajak yang diterima oleh pemerintah yang disetorkan Wajib Pajak melalui KPP setempat atau tempat pembayaran pajak lainnya. Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada masa sekarang ini. Ini terjadi karena pajak adalah sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada negara karena merupakan cerminan dari kegotongroyongan masyarakat dalam pembiayaan Negara yang diatur oleh perundang-undangan. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya. Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
5
Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Dalam Undang-Undang KUP pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut. Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT. Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKPKB, SKPKBT atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo. Tabel 2.1 Tahapan Tindakan Penagihan Urutan
Tahapan Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Dasar Hukum
1
Penerbitan SuratTeguran atau SuratPeringatan atau surat lain yang sejenis setelah penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
7 (tujuh ) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak
Pasal 8 s.d. 11 Permenkeu No 24/PMK.03/2008
2
Penerbitan Surat Paksa
Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat teguran/surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 7 UU No 19./2000 dan pasal 15 s.d. 23 peraturan menteri keuangan nomor 24/PMK.03/2008
3
Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan
Setelah lewat 2x24 jam surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi
Pasal 12 UU Nomor 19/2000
4
Pengumuman lelang
Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 26 PMK 24/PMK.03/2008
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
6
5
Penjualan/pelelangan barang sitaan
Setelah lewat waktu 14 hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 PMK nomor 24/PMK.03/2008
Sumber: Rudy Suhartono dan Wirawan B ilyas (2010:80) Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Kegiatan penagihan pajak atas utang pajak kepada penanggung pajak bersifat terstruktur sehingga dapat diwujudkan sebagi serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sesuai jadwal penagihan ternyata penanggung pajak tetap tidak melunasi utang pajak, maka pejabat menerbitkan Surat Paksa. Terhadap Surat Paksa tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut Undang-Undang KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Tata cara pemberitahuan Surat Paksa dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara. UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang itentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa. Penelitian Terdahulu Penelitian dilakukan oleh Cahyo Wicaksono (2006) tentang penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak. Responden penelitian ini yaitu wajib pajak di KPP Pratama Jakarta SetiaBudi Satu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa surat teguran yang dikirimkan kepada wajib pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pencairan pelunasan tunggakan pajak oleh wajib pajak. Secara umum bahwa surat paksa yang dikirim kepada wajib pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pencairan/pelunasan tunggakan pajak oleh wajib pajak. Penelitian dilakukan oleh Derlina Sutria Tunas (2013) tentang efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa. Lokasi penelitian dilakukan di KPP Pratama Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa tergolong belum efektif dengan persentase efektivitas 41,26%. Penelitian dilakukan oleh Andi Marduati (2012) penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak. Lokasi penelitian dilakukan di KPP Pratama Makassar Barat. Hasil pengujian variabel surat teguran dapat disimpulkan bahwa jumlah surat teguran yang diterbitkan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dan jumlah surat paksa yang diterbitkan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Puspita Sari (2014) tentang penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan hubungan korelasi antara penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak cukup kuat.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
7
Penelitian dilakukan oleh Hasbi Rifqiansyah (2014) tentang analisis efektivitas dan kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan pajak. Lokasi penelitian dilakukan di KPP Pratama Malang Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penagihan pajak aktif secara keseluruhan belum cukup dikatakan efektif, dan kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan secara keseluruhan pajak masih sangat kurang. Rerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa merupakan tindakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tindakan penagihan pajak merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak, ini merupakan salah satu cara untuk mencapai target penerimaan pajak secara optimal. Secara ringkas, hubungan antara variabelvariabel independen terhadap variabel dependen digambarkan melalui model konseptual sebagai berikut : Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Surat Teguran Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Surat Paksa Hipotesis 1. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Dalam Undang-Undang KUP pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut. Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya. Maka dengan mekanisme tersebutlah, surat teguran diharapkan dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak sehingga dapat bertambah sesuai target (Ruri Mabruri, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Ruri Mabruri (2012) menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat teguran berpengaruh positif terhadap penerimaan tunggakan pajak. Ha1: Surat teguran berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. 2. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Tindakan penagihan pajak yang awat dilakukan oleh fiskus adalah dengan menerbitkan surat teguran kepada wajib pajak agar segera melunasi utang pajaknya. Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
8
Apabila setelah menerima surat teguran dalam jangka waktu 21 hari wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, fiskus dapat melakukan tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya Surat Paksa diharapkan wajib pajak dapat segera membayar pajak yang terutang sehingga penerimaan pajak dapat bertambah sesuai target. Penelitian yang dilakukan oleh Andi Marduati (2012) menunjukan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak. Ha2: Surat paksa berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan selesai. Untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan, tempat penelitian yang dipilih oleh penulis di KPP Wajib Pajak Besar. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kausal yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variabel) terhadap variabel terikat (dependent variabel). Dimana dalam penelitian ini, penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak di KPP Wajib Pajak Besar pada tahun 2012 – 2014. Definisi Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen dan variabel dependen. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel Independen a. Surat Teguran Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. b. Surat Paksa Surat paksa adalah surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil satu pengertian, bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo, dan Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya. Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
9
2. Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini adalah penerimaan pencairan tunggakan pajak. Penerimaan pencairan tunggakan pajak merupakan penerimaan yang berasal dari jumlah pajak yang tidak dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung pajak s/d tanggal jatuh tempo pembayaran. Pada hakekatnya tunggakan pajak ini merupakan pajak yang terutang atau pajak yang belum dibayar kepada negara oleh wajib pajak. Sebabsebab meningkatnya tunggakan pajak tersebut disebabkan jumlah penetapan berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding lebih besar daripada pembayarannya, yang pada akhirnya mengakibatkan bertambahnya jumlah tunggakan yang ada. Ada beberapa hal yang mengakibatkan mencairnya tunggakan pajak, diantaranya : a. Pelunasan. b. Pelunasan tunggakan pajak dengan kompensasi. c. Keputusan penghapusan atau pengurangan ketetapan. Menurut Suparmoko (2000) dalam Irman Hernadi (2012) Penerimaan Pajak adalah sebagai penerimaan pemerintah yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjulan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah. Peran penerimaan pajak sangatlah penting jika masyarakat masih rendah dalam memahami masalah perpajakan, terutama kewajibannya dalam sistem perpajakan self assessment terebut, maka target-target penerimaan di Negara ini sulit untuk tercapai. Setiap tahunnya pemerintah menargetkan penerimaan pajak dan selalu meningkat tiap tahunnya target penerimaan Negara tersebut. Tingkat Penerimaan Pajak adalah ukuran seberapa besar pajak yang diterima oleh pemerintah yang disetorkan Wajib Pajak melalui KPP setempat atau tempat pembayaran pajak lainnya. Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada masa sekarang ini. Ini terjadi karena pajak adalah sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada negara karena merupakan cerminan dari kegotongroyongan masyarakat dalam pembiayaan Negara yang diatur oleh perundang-undangan. Tabel 3.1 Variabel dan Skala Pengukuran Variabel
Pengukuran
Skala
Surat Teguran (X1)
Surat teguran terbit
Skala Rasio
Surat Paksa (X2)
Surat paksa terbit
Skala Rasio
Penerimaan Pencairan Tunggakan
Realisasi Penerimaan Pencairan
Pajak (Y)
Tunggakan Pajak
Skala Rasio
Populasi dan sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010;115). Populasi penelitin ini adalah tahunan laporan pajak periode 2012-2014 di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
10
Menurut Sugiyono (2010:117) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian ini sampel data yang dipergunakan adalah laporan surat teguran, surat paksa, dan penerimaan pencairan tunggakan pajak tahun 2012-2014. Peneliti menggunakan sample untuk pajak Masa selama 3 tahun, jadi sampel yang diambil sebanyak 36. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (Library research). Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari kepustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian. Serta studi lapangan yang meliputi metode observasi atau pengamatan, interview atau wawancara, dan dokumentasi. Metode Analisis Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan melakukan analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis. 1. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan statistik yang berfungsi untuk memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi dan untuk mengetahui nilai rata-rata, minimum, maksimum, dan standar deviasi dari variabelvariabel yang diteliti. 2. Uji Asumsi Klasik Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, maka harus terlebih dahulu memenuhi uji asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik pada penelitian ini yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, jika probabilitas lebih besar dari pada alpa (α = 0,05) maka asumsi normalitas terpenuhi (Ghozali, 2011). b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel indepenen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasinya antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regrasi dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). a) Jika nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10, berarti terjadi multikolinearitas.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
11
b) Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2011). c. Uji Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahankesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin -Watson (DW Test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi, diantaranya : 1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (2-du) maka koefisien autokorelasi sama dengan 0 berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih dari pada 0, berarti ada autokorelasi positif. 3. Bila nilai DW lebih dari pada (2-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada 0, berarti ada autokorelasi negatif. 4. Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (2-du) dan (dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat Grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID, dimana sumbu Y adalah prediksi dan sumbu X adalah residual. Dasar pengambilan keputusan yang diambil adalah sebagai berikut : a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). 3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau menerima hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2011). a. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh pengaruh kemampuan variabel independen (surat teguran dan surat paksa) dalam Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
12
menjelaskan variabel dependen (penerimaan pencairan tunggakan pajak). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabelvariabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas (surat teguran dan surat paksa) mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel dependen atau terikat (penerimaan pencairan tunggakan pajak). Dalam pengujian ini menggunakan ukuran secara bebas dengan signifikan sebesar 0,05 yang dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak. b) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima. c. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individu (surat teguran dan surat paksa) dalam menerangkan variasi variabel dependen (penerimaan pencairan tunggakan pajak). Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari setiap variabel independen terhadap variabel dependen, maka nilai signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. a) Jika nilai signifikan t > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. b) Jika nilai signifikan t < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. d. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah pengujian pengaruh surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. Pengujian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = α + β1X1 + β2X2 + e Keterangan : Y = Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak α = Konstanta b = Slope atau koefisien regresi atau intersep X1 = Surat Teguran X2 = Surat Paksa e = Error
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
13
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Surat Teguran 36 Surat Paksa 35 Penerimaan Tunggakan Pajak 36 Valid N (listwise) 35 Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Minimum 21,69 17,34 21,52
Maximum 27,89 31,18 28,26
Mean 25,4258 25,3316 24,7840
Std. Deviation 1,54533 2,79846 1,55456
Berikut ini merupakan hasil analisis dari tabel tersebut: 1. Dari tabel Deskriptif Statistik variabel Surat Teguran, dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa yang terkecil (Minimum) terjadi pada bulan Mei 2014 sebesar Rp. 2.641.477.058,-. Sedangkan nilai maksimum terjadi di bulan Desember 2012 yang mana sebesar Rp. 1.291.279.263.830,- serta memiliki rata-rata (mean) sebesar 25,4258 dengan standar deviasi 1,54533. 2. Dari tabel Deskriptif Statistik variabel Surat Paksa, dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa yang terkecil terjadi pada bulan Juli 2012 yaitu sebanyak Rp. 34.098.409,-. Sedangkan nilai maksimum terjadi di bulan Oktober 2012 yaitu sebesar Rp. 34.610.750.598.826,- serta memiliki rata-rata (mean) sebesar 25,3316 dengan standar deviasi 2,79846. 3. Dari tabel Deskriptif Statistik variabel Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak, dapat dilihat hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa yang terkecil (Minimum) terjadi pada bulan Mei 2012 sebesar Rp 2.213.044.471,-. Sedangkan penerimaan pencairan tunggakan pajak yang terbesar terjadi pada bulan Oktober 2013 sebesar Rp 1.872.581.617.236,- serta memiliki rata-rata (mean) sebesar 24,7840 dengan standar deviasi 1,55456. B. Uji Asumsi dan Kualitas Instrumen Penelitian 1. Uji Normalitas Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
35 ,0000000 1,50879876 ,115 ,115 -,110 2,681 ,743
14
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa Asymp.Sig. (2-tailed) Unstandardsized Residual sebesar 0,743 yang berarti nilainya lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal. Oleh karena itu, data ini telah memenuhi asumsi normalitas dan dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis regresi. 2. Uji Multikolinearitas Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients
B Std. Error (Constant) 22,033 4,452 1 Surat Teguran ,430 ,181 Surat Paksa -,119 ,201 a. Dependent Variable: Penerimaan Tunggakan Pajak Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
Collinearity Statistics Tolerance
,334 -,235
4,948 1,719 -,788
,000 ,003 ,352
VIF
,887 ,887
Berdasarkan table 4.3 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas antara variabel independen yang diindikasikan dari nilai tolerance setiap variabel lebih besar dari 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih kecil dari 10. 3. Uji Autokorelasi Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model
1 a. b.
R
,126a
R Square
Adjusted R Square
,146
,116
Std. Error of the Estimate
1,55523
Durbin-Watson
2,253
Predictors: (Constant), Surat Paksa, Surat Teguran Dependent Variable: Penerimaan Tunggakan Pajak
Berdasarkan tabel output diatas diketahui bahwa nilai Durbin Watson hitung atau adalah sebesar 2,253. Dengan demikian dapat ditentukan bahwa nilai N = 35 dan nilai k = 2. Selanjutnya pada tabel Durbin Watson kita cari nilai dL dan dU yaitu dL = 1,343 dan dU= 1,583. Diketahui nilai d = 2,253 maka kita hitung terlebih dahulu nilai (2-d) = (2-2,253) = 0,253. Berdasarkan hasil perhitungan itu maka dapat disimpulkan bahwa nilai d = 2,253 lebih besar dari nilai dU = 1,583 yang artinya tidak terdapat autokorelasi positif. Sedangkan nilai (2 – d) = 0,253 lebih kecil dari nilai dU = 1,583 yang artinya tidak terdapat autokorelasi negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada analisis regresi tidak terdapat autokorelasi.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
15
1,128 1,128
4. Uji Heteroskedastisitas Gambar 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Berdasarkan gambar 4.5 diatas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang digunakan layak untuk diteliti karena tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini. C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Koefisien Determinan (R2) Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Deteminasi
Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Std. Error of Square the Estimate a 1 ,126 ,146 ,116 1,55523 a. Predictors: (Constant), Surat Paksa, Surat Teguran b. Dependent Variable: Penerimaan Tunggakan Pajak Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0 Berdasarkan table 4.6 dapat diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0,146 atau 14,6%. Hal ini berarti bahwa 14,6% variasi Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak dapat dijelaskan oleh variabel independen Surat Teguran dan Surat Paksa. Sedangkan sisanya 85,4% (100% - 14,6%) dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Standard Error of The Estimate sebesar 1,55523, semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
16
Koefisien Relasi (R) sebesar 0,126 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah kecil karena memiliki nilai koefisien relasi kurang dari 0,5. 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji-F ANOVAb Model
Sum of Squares Df Regression 1,257 2 1 Residual 77,400 32 Total 78,658 34 a. Predictors: (Constant), Surat Paksa, Surat Teguran b. Dependent Variable: Penerimaan Tunggakan Pajak Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Mean Square ,629 2,419
F 12,260
Sig. ,003a
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 12,260 dengan probabilitas 0,003. Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka dapat dikatakan bahwa Surat Teguran dan Surat Paksa secara bersama-sama berpengaruh terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak. 3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regresi Parsial (Uji-t) Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients
B Std. Error (Constant) 22,033 4,452 1 Surat Teguran ,430 ,181 Surat Paksa -,119 ,201 a. Dependent Variable: Penerimaan Tunggakan Pajak Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 20.0
Standardized Coefficients Beta ,334 -,235
T
4,948 1,719 -,788
Sig.
,000 ,003 ,352
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran (X1) terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Dari tabel uji–t yang telah dilakukan pada variable Surat Teguran pada kolom sig tabel diatas sebesar 0,003. Hal ini berarti nilai probabilitas < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat Teguran signifikan mempengaruhi Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak. 2. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (X2) terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak Dari tabel uji–t yang telah dilakukan pada variable Surat Paksa pada kolom sig tabel diatas sebesar 0,352. Hal ini berarti nilai probabilitas > Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
17
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat Paksa tidak signifikan mempengaruhi Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak. 4. Analisis Regresi Berganda Dengan melihat tabel 4.8 di atas, dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + e Y = 22,033 + 0,430SURAT TEGURAN - 0,119SURAT PAKSA + e Keterangan : Y = Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak α = Konstanta b = Slope atau koefisien regresi atau intersep X1 = Surat Teguran X2 = Surat Paksa e = Error Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Apabila pada periode tersebut tidak dikeluarkan surat teguran dan surat paksa, maka penerimaan pencairan tunggakan pajak sebesar 22,033. 2. Apabila satu surat teguran dikeluarkan, penerimaan pajak dari pencairan tunggakan pajak akan meningkat 0,430 dan apabila satu surat paksa dikeluarkan, maka penerimaan pajak dari pencairan tunggakan pajak akan menurun 0,119. 3. Berdasarkan analisis regresi linear diatas dapat disimpulkan bahwa surat teguran adalah cara yang paling efektifitas untuk meningkatkan penerimaan pajak dari jumlah pajak yang terhutang atau menunggak. Tetapi dilihat dari hasil koefisien determinasi sebesar 14,6% berarti penagihan dengan surat teguran masih rendah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan surat teguran, surat paksa, dan penerimaan pencairan tunggakan pajak di KPP Wajib Pajak Besar dengan periode pengamatan tahun 2012 2014. Dari hasil pengujian stastistik dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar terhadap wajib pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal 2012, 2013 dan 2014 bersama-sama saling mempengaruhi terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. 2. Surat teguran yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar terhadap wajib pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal 2012, 2013 dan 2014 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. Sedangkan surat paksa tidak berpengaruh terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak dikarenakan wajib pajak Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
18
hanya dengan Surat Teguran pun sudah cukup membuat wajib pajak segera melunasi hutang pajaknya. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat dan keterbatasan penelitian yang ada, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Selalu dilakukan evaluasi terhadap efektifitas pola tagihan yang telah diterapkan, sehingga dapat ditemukan rumusan model penagihan yang strategis dan dapat menekan angka wajib pajak penunggak dari tahun ke tahun. 2. Petugas pajak dan wajib pajak merupakan mitra kerja, dengan berpedoman sebagai Mitra kerja sudah seharusnya petugas pajak memberikan pelayanan yang sebaikbaiknya sehingga tidak ada alasan wajib pajak takut bertemu dengan petugas pajak. Hal tersebut, bertujuan agar meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam menunaikan kewajibannya membayar pajak melalui kegiatan penyuluhan-penyuluhan pajak secara intensif. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan menguji variabel-variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak. 4. Pelaksanaan penagihan tunggakan pajak yang sudah baik diperlukan pelaksanaan administrasi dokumen yang tertib dan konsisten. Dengan contoh, melakukan penyimpanan data hendaknya disiplin dan konsisten dalam pengarsipan data serta dokumen surat teguran dan surat paksa baik secara manual maupun elektronik. 5. Melakukan reformasi administrasi seperti penyederhanaan prosedur perpajakan serta pembenahan sumber daya manusia melalui reformasi moral dan etika sehingga tercipta fiskus yang professional, jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan amanat yang diembannya. DAFTAR PUSTAKA Anang, Mury Kurniawan. 2011. Upaya Hukum Terkait dengan Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak. Salemba Empat. Jakarta Budi, Chandra. 2014. Target Pajak 2014 Tembus Diatas Seribu Triliun, Ini Strategi Pencapaiannya: http://www.pajak.go.id/content/target-pajak-2014-tembus-diatas-seributriliun-ini-strategi-pencapaiannya Data
Pokok APBN 2006–2013 www.fiskal.depkeu.go.id
Kementerian
Keuangan
Republik
Indonesia
http:
Erwis, Nana Andriana 2012. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Selatan. Skripsi, Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar Fidel. 2010. Cara Mudah Kencana. Jakarta
dan
Praktis Memahami
Masalah - Masalah Perpajakan. Murai
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Edisi 5. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Ilyas, Wirawan B. 2010. Panduan Komprehensif dan Pratis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ensiklopedia Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta Iyan, Billy Tansuria. 2010. Pokok-pokok KUP. Graha Ilmu. Yogyakarta Jumadil, Dani Akhir. 2014. OPINI, Realisasi Pajak Baru 75% atau Rp812 T (http://economy.okezone.com/read/2014/11/27/20/1071373/realisasi-pajak-baru-75-rp812triliun)
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
19
Mardiasmo, 2011. Perpajakan. Andi Publisher. Yogyakarta Marduati, Andi. 2012. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Barat. Skripsi, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar Mabruri, Ruri. 2012. Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Menteng I Jakarta. Skripsi, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar Paseleng, Agus, Dkk. 2013. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal EMBA. No. 4, Vol. 1 (Desember), Hlm. 2371 – 2381, Manado : Universitas Sam Ratulangi Rakhman, Abdul. 2010. Administrasi Perpajakan. Nuansa Bandung. Bandung Rifqiansyah, Hasbi, Dkk. 2014. Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Jurnal Administrasi Bisnis. No.1, Vol. 15 (Oktober), Malang : Universitas Brawijaya Rusjdi, Muhammad. 2010. PPSP Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Macanan Jaya Cemerlang. Jakarta Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Salemba Empat. Jakarta Sari, Ratna Puspita. 2013. Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok. Skripsi, Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok Shabab, Zakiah M dan Hantoro Arief Gisijanto. 2008. Pengaruh Penagihan Pajak dan Surat Paksa Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pengahsilan Badan. Jurnal Ekonomi Bisnis. No. 2, Vol. 13 (Agustus), Jakarta : Universitas Gunadarma Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung Surono, Agus. 2013. Sengketa Pajak Sebagai Upaya Penerimaan Negara. Skripsi, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta Tunas, Derlina Satria. 2013. Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Menggunakan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal EMBA. No. 4, Vol. 1 (Desember), Hlm. 1520-1531, Manado : Universitas Sam Ratulangi Wicaksono, Cahyo. 2006. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Setiabudi Satu Jakarta. Tesis, Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta
Perpustakaan Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng Gedung Tedja Buana Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Telp : 021-92983731 http://mercubuana.ac.id http://digilib.mercubuana.ac.id
20