AKIBAT HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Grobogan)
RENDY WAHYU PERMADI NIM: 11100051
ABSTRACT : The legal consequences of land purchase agreement under the hand region remains Grobogan is still valid, as already fulfilled his legal requirement that purchase according BAL material and formal requirements that are cash, bright and real. In addition, the sale has been qualified under Section 1320 purchase requirement validity of the agreement. But to obtain the transfer of rights over land and behind the name must have a deed made by PPAT due to transfer of land through land sales must be evidenced by a deed made by PPAT. Legal power purchase agreement under the ground in the hands of the proof in the event of a dispute legal force in the land purchase agreement under which the hand can be performed by the buyer in order to purchase land PPAT deed can be done without having the force of law is certain to face village head , the buyers and the sellers directly overlooking the village head, as head of the village is considered the person who knows the law to declare their intent was. Then by the seller made a stamped certificate stating that he really had handed his property in perpetuity to the buyer. The deed was signed by the buyer and the Village Head and witnessed by two witnesses are competent by law. Keywords: Legal Due Land Purchase Agreement Under Hand
LATAR BELAKANG Masyarakat, perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan pemilikan hak, yaitu dengan melalui jual beli. Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan, jika seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. Selanjutnya Pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk
1
2
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang dari tanggan penjual ke tanggan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada hakekatnya perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat (Jual beli) dan yang kedua, tahap penyerahan (levering) benda yang menjadi obyek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut. Berdasarkan UUPA jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal–pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebut sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan sebagai suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, dan hibah wasiat. Jadi, walaupun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Obyek dari jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan adalah tanah bekas hak-hak Indonesia atas tanah yang lebih dikenal dengan tanah adat atau tanah bekas hak milik adat, yang demi penyederhanaan cara pendaftaran, maka bukti hak dimaksud dapat dijadikan dasar untuk penegasan hak oleh kepala kantor pendaftaran tanah. Syarat-syarat mengenai asal-usul tanah atau data tanah, dapat diperoleh dari Buku C desa, yaitu buku yang ada atau dimiliki oleh desa
3
yang berisi tentang data tanah yang ada di desa yang bersangkutan. Dalam Buku C desa tersebut akan terlihat asal-usul kepemilikan tanah.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat disusun permasalahan. Bagaimanakah akibat hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan
wilayah Kabupaten Grobogan?.
Bagaimanakah kekuatan hukum
perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pembuktian apabila terjadi sengketa?
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yuridis sosiologis akan ditinjau mengenai identifikasi hukum yaitu, seberapa jauh pemberlakuan aturan atau norma yang tidak tertulis dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan seberapa jauh efisiensi hukumnya yakni sejauh mana produk hukum itu berjalan dalam masyarakat” (Soerjono Soekanto, 1986:10). Sifat deskriftif ini ditekankan untuk memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diselidiki.1 Dalam penulisan hukum ini akan menguraikan mengenai akibat hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan wilayah kabupaten Grobogan. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder, terdiri dari Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, Bahan Hukum Tersier
1
Handari Nawawi, 1995, Metode Penelitian Hukum, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal. 31
4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Wilayah Kabupaten Grobogan Jual beli tanah di bawah tangan di wilayah Kabupaten Grobogan sebagai contoh adalah di Desa Sedadi Kecamatan Panawangan dan di Desa Krangganharjo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan masih terjadi. Hal ini adanya praktek jual beli tanah di bawah tangan. Praktek jual beli tanah dengan cara selembar kwitansi dan melalui Kepala Desa. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa (Kades) Ibu SULISTYOWATI, SP.d, beliau menjelaskan : yaitu bahwa masyarakat Desa Sedadi ini masyarakatnya masih memilih menggunakan praktek jual beli tanah di bawah tangan karena prosesnya yang mudah, cepat selesai dan biayanya sedikit. Sebenarnya beliau sudah menganjurkan kepada masyarakat, agar melakukan jual beli tanah sebaiknya dilakukan ke PPAT sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun masyarakat masih memilih jual beli tanah secara bawah tangan (Wawancara dengan Ibu SULISTYOWATI, SP.d Kepala Desa, hari Jumat, tanggal 4 Desember 2014). Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kaur Pemerintahan Sedadi, Bapak MUDIN SARLAN memberikan contoh kasus praktek jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di Desa Sedadi dan beliau juga menyarankan penulis, untuk menemui Ketua RW dan Ketua RT agar dapat ditemukan data yang benar, tentang siapa saja masyarakat di Desa Sedadi yang melakukan praktek jual beli tanah di bawah tangan.
5
Jual beli tanah di bawah tangan selain Desa Sedadi Kecamatan Panawangan dan Desa Krangganharjo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan juga masih banyak terjadi. Hal ini dilakukan karena dengan alasan yang sama yaitu dengan biaya murah, para pihak masih ada hubungan saudara dan prosesnya lebih cepat. Jual beli tanah di bawah tangan tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak dan melakukan proses jual beli yang rumit. Dengan menghadirkan kedua belah pihak penjual dan pembeli, Kepala Desa dan saksi-saksi baik itu dari perangkat desa maupun tetangga dan dengan menandatangani surat pernyataan maka proses jual beli tanah tersebut dianggap sah. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kaur Pemerintahan Desa Sedadi yaitu Bapak Mudin Sarlan, beliau mengatakan bahwa masyarakat Desa Sedadi lebih memilih paraktek jual beli tanah di bawah tangan daripada ke PPAT. Hal ini karena letak dari Desa Sedadi yang jauh dari kota, prosesnya yang lama dan biaya yang mahal (Hasil wawancara penulis dengan Kaur pemerintahan Desa Sedadi Bapak Mudin Sarlan, pada tanggal 4 Desember 2014) Sebenarnya beliau sudah menyarankan kepada masyarakat Desa Sedadi untuk melakukan jual beli tanah ke PPAT tetapi masyarakat Desa Sedadi ini masih saja melakukan praktek jual beli tanah di bawah tangan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kaur pemerintahan Desa Sedadi, penulis diberi contoh kasus praktek jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di Desa Sedadi ini. Selain itu juga, penulis diberi saran agar menghadap Ketua RW dan Ketua RT untuk mengetahui secara pasti adanya jual beli tanah di
6
bawah tangan. Karena menurut beliau, jual beli tanah di Desa Sedadi bisa melalui kepercayaan masing-masing pihak, melalui selembar kwitansi dan melalui Kepala Desa. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Sedadi dan di Desa Krangganharjo Kabupaten Grobogan telah
diuraikan tersebut di atas bahwa akibat hukum
perjanjian jual beli tanah di bawah tangan wilayah Kabupaten Grobogan, yaitu : 1. Akibat Hukum Dari Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan di Desa Sedadi Transaksi jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di Desa Sedadi Kecamatan Panawangan. Ibu Sulistyowati selaku Kepala Desa Sedadi
berpendapat kalau transaksi di desa lebih efektif untuk
masyarakat di desa Sedadi ini, karena dihadiri oleh Kepala Desa, saksi dari desa sendiri selain ada saksi dari pihak masing-masing juga ada saksi yang dihadirkan dari perangkat desa sendiri serta tetangga yang telah dikenal oleh yang bertransaksi tersebut, sehingga mereka merasa lebih nyaman. Akibat hukumnya pada kasus transaksi jual beli tanah baik melalui selembar kwitansi maupun melalui Kepala Desa, akan tetap sah karena masih ada bukti kwitansi yang ditanda tangani oleh para pihak yaitu penjual (dihadiri oleh suami isteri) dan pembeli (dihadiri oleh suami isteri), maupun yang melalui Kepala Desa dengan membuat surat pernyataan telah terjadi jual beli tanah yang dihadiri oleh kedua belah pihak, Kepala Desa dan saksi dari perangkat desa serta tetangga dari tempat tanah berada. Kemudian para pihak disini menandatangani surat pernyataan tersebut. Meskipun sah akan tetapi akibat hukum dari jual beli
7
tanah di bawah tangan masih tetap kalah karena tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Jual Beli tanah di bawah tangan menurut pendapat Ibu Sulistyowati selaku Kepala Desa mengatakan, bahwa tidak ada masalah, akan tetapi beliau tetap menyarankan kepada masyarakat atau pihak-pihak yang akan melakukan jual beli tanah untuk tetap ke PPAT untuk membuat sertipikat jika sudah ada biaya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Akibat Hukum Dari Jual Beli Tanah Di Bawah di Desa Krangganharjo Masih adanya masyarakat yang melakukan proses jual beli tanah di bawah tangan menurut pandangan Bapak Suparmin selaku Kasi Pemerintahan Desa Krangganharjo Kecamatan Toroh selama ini masyarakat melakukan proses tersebut aman-aman saja dan tidak ada sengketa sampai pada saat ini. Karena pada umumnya proses jual beli yang terjadi di desa ini ketika kesepakatan terjadi antara penjual dan pembeli, maka semua ahli waris juga ikut menandatangani surat pernyataan. Sehingga hal ini dilakukan untuk menguatkan bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah yang dijual. Akibat hukum dari proses jual beli tanah ini adalah sah karena telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga sah juga untuk peguasaan haknya. Akan tetapi dari segi hukumnya belum sah karena belum ada sertipikat (Hasil wawancara penulis dengan Sekdes Desa Krangganharjo, Bapak Haryanto pada tanggal 04 Desember 2014).
8
3. Akibat Hukum Dari Jual Beli Tanah Ditinjau Dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Grobogan Menurut Ibu Heni Artati, SH selaku Kasi Pemerintahan BPN (Badan Pertanahan Nasional) menanggapi masalah jual beli tanah di bawah tangan seharusnya proses ini sudah tidak ada. Kenyataannya masih ada yang melakukan proses jual beli tanah dengan cara tersebut (jual beli tanah di bawah tangan), dikarenakan masyarakat merasa biaya yang tidak sesuai dengan biaya yang tercantum, seperti adanya biaya tambahan yang tidak terduga, juga prosesnya terlalu rumit.
B. Kekuatan Hukum Perjanjian Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Dalam Pembuktian Apabila Terjadi Sengketa Menurut Nur Susanti, untuk mempermudah masyarakat agar jual beli tanah tidak dilakukan dengan kepercayaan maupun melalui kwitansi, adapun cara pembuatan alat bukti jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan, yaitu : 1. Pihak yang bersangkutan baik itu pihak penjual maupun pembeli datang kekantor desa atau kelurahan untuk membuat kesepakatan mengukur tanah yang akan dijual dan Kepala desa atau lurah dan perangkat-perangkat desa disini juga sebagai saksi, 2. Setelah tanah diukur, kemudian data ditulis dalam buku khusus desa, 3. Setelah selesai pembeli wajib membayar uang wajib dan uang sukarela,
9
4. Setelah melakukan pembayaran para saksi yang hadir dalam jual beli tanah tersebut menandatangani surat pernyataan jual beli tanah tersebut.2 Upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli agar jual beli tanah yang dilakukan dibawah tangan (tanpa akta pejabat pembuat akta tanah) dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti. 1. Persiapan Sebelum Akta Jual Beli Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sebelum akta jual beli dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka diisyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : a. Jika tanahnya sudah bersertifikat : sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya, b. Jika tanahnya belum bersertifikat : surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, dinamakan Surat Keterangan Berleter C dan surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli. 2. Cara Memperoleh Alat Bukti Sertifikat Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah termasuk jual beli tanah, seharusnya dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2
Nur Susanti, 2008, Praktek Jual Beli Tanah Dibawah Tangan dan Akibat Hukumnya , Semarang : Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hal 99
10
Seharusnya dalam melaksanakan transaksi jual beli tanah pihak penjual dan pembeli datang menghadap bersama-sama kekantor PPAT, untuk membuat Akta Jual Beli Tanah. PPAT adalah Pejabat Umum yang dianggap oleh Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang mempunyai kewenangan untuk membuat peralihan hak atas tanah, termasuk jual beli tanah. a. Persyaratan Pembuatan Akta Jual Beli di Kantor PPAT Menurut Nathalia (2010:31-32) Saat menghadap ke PPAT untuk membuat akta perjanjian Jual Beli Tanah, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh pihak-pihak yang terkait, yaitu : 1) Pihak Penjual,diharapkan membawa: a) Sertifikat asli hak atas tanah yang akan dijual. b) Kartu Tanda Penduduk, c) Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, d) Kartu Keluarga. 2) Pihak Pembeli, diharapkan membawa : a) Kartu Keluarga, b) Kartu Tanda Penduduk, c) Uang pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai di hadapan PPAT b. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Persiapannya adalah :
11
1) Sebelum membuat akta jual beli, PPAT harus melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke Kantor Pertanahan terkait, 2) Penjual harus membayar Pajak Penghasilan, 3) Calon pembeli dapat membuat pernyataan, bahwa dengan membeli tanah tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum. 4) Surat pernyataan dari penjual, bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa. 5) Pejabat Pembuat Akta Tanah akan menolak pembuatan akta jual beli apabila tanah yang akan dijual sedang dalam sengketa. c. Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Syarat pembuatan akta : 1) Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis, 2) Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, 3) PPAT membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta tersebut, 4) Apabila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli, maka akta ditandatangani oleh penjual dan calon pembeli, saksisaksi, serta PPAT,
12
5) Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran tanah atau balik nama, 6) Kepada penjual dan pembeli, masing-masing diberikan salinannya. d. Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan. 1) Menggunakan jasa PPAT Setelah
membuat
akta
jual beli,
PPAT
kemudian
menyerahkan berkas akta jual beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Berkas yang diserahkan meliputi: a) Surat Permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli, b) Akta Jual Beli PPAT, c) Sertifikat hak atas tanah, d) Kartu Tanda Penduduk pembeli dan penjual, e) Bukti Pelunasan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) 2) Pembeli Mengajukan Sendiri Dalam hal ini, pembeli mengajukan sendiri proses balik nama, maka berkas jual beli yang ada pada PPAT diminta, kemudian untuki selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan melampirkan : a) Surat pengantar dari PPAT,
13
b) Sertifikat asli, c) Akta Jual Beli dari PPAT, d) Identitas diri penjual,
pembeli atau
kuasanya
dengan
melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk, e) Surat kuasa,jikapermohonannya dikuasakan kepada orang lain, f) Bukti pelunasan SSB (surat setoran) Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) g) Bukti pelunasan SSP (Surat Setoran Pajak) Pajak Penghasilan (PPh) h) SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) PBB tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memilik SPPT, maka perlu keterangan dari lurah atau kepala desa terkait. Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya oleh Kantor Pertanahan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru. Nama pemegang hak lama (Penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta
14
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu empat belas hari pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertanahan terkait.3 Dengan demikian bahwa jika perjanjian jual beli tanah dilakukan sebelum adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997 dan belum bersertifikat, maka tidak perlu menggunakan akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melainkan dari BPN menggunakan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (Sporadik) yang diketahui atau ditandatangani oleh pemerintahan desa setempat. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan sebagai berikut: 1. Akibat hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan
wilayah
Kabupaten Grobogan adalah tetap tetaplah sah, karena sudah terpenuhinya syarat sahnya jual beli menurut UUPA yaitu syarat materiil dan formil yang bersifat tunai, terang dan riil. Selain itu juga jual beli tersebut sudah memenuhi syarat jual beli menurut Pasal 1320 syarat sahnya perjanjian. Memperoleh pemindahan hak atas tanah dan balik nama harus memiliki
3
Eko Yulian Isnur, 2009, Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah ,cetakan ke-3, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, Hal 71.
15
akta yang dibuat oleh PPAT karena pemindahan hak atas tanah melalui jual beli tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, 2. Kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pembuktian apabila terjadi sengketa Kekuatan hukum dalam perjanjian jual beli tanah di bawah tangan yang dapat dilakukan oleh pihak pembeli agar jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan menghadap ke Kepala desa, pihak pembeli dan pihak penjual menghadap langsung Kepala desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum untuk menyatakan maksud mereka itu. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta bermaterai yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli. Akta tersebut ditandatangani oleh pembeli dan Kepala Desa dan disaksikan oleh dua orang saksi yang cakap menurut hukum. Dengan ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Pelaksanaan jual beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain, yaitu dari pihak penjual kepada pihak pembeli tanah. Dalam proses pelaksanannya tidak mungkin dilaksanakan balik nama tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka berdasarkan ketentuan perbuatan hukum jual beli tanah yang
16
dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta tanah dibuktikan dengan Akta Jual Beli tanah yang dibuat oleh PPAT, 2. Oleh karena hal tersebut ada beberapa hal yang menurut saya, perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari semua pihak baik Camat selaku Pejabat yang paling dekat dengan masyarakat, hendaknya sering mengadakan penyuluhan hukum mengenai peraturan yang berlaku bagi kepentingan masyarakat banyak, maupun masyarakat sebagai pihak yang akan melakukan pengalihan atau pihak yang akan menerima hak hendaknya mencari informasi terlebih dahulu pada Kantor Pertanahan setempat.
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad , 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Achmad Rubaie, 2007, Hukum Pengadasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang: Bayumedia Publishing Achmad Rubaie, 2011, Hukum Pengadasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang: Bayumedia Publishing. Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, Jakarta : Ghalia Indonesia Agus Yudha Hermoko, 2008, Asas Proporsionalitas Dalamn Kontrak Komersial, Yogyakarta : Laksbang Mediantama. Bachsan Mustafa, 1984, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Jakarta : CV. Remaja Bachtiar Effendi, 1980, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya. Bandung. Alumni Bambang Tri Cahyo, 1983, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Bandung : CV. Remaja Karya BN. Marbun 2009, Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum, Jakarta, PuspaSwara
17
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta : Penerbit Djambatan, Jakarta, edisi revisi, cetakan ke-9 Boedi Harsono, 2004, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta : Penerbit Djambatan, Jakarta Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Djoko Prakoso dan Budian Adi Purwanto, 1993, Masalah Ganti Rugi dalam KUHAP, Jakarta, Bina Aksara Eko Yulian Isnur, 2009, Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah ,cetakan ke3, Yogyakarta: Pustaka Yustisia Handari Nawawi, 1995, University Press
Metode Penelitian Hukum,
Yogyakarta: Gadjah Mada
Handari Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Yustisia Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni Nur Susanti, 2008, Praktek Jual Beli Tanah Dibawah Tangan dan Akibat Hukumnya , Semarang : Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Purwahid patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari Undang-Undang), Bandung : Mandar Maju R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian , Jakarta : Internusa Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Mataram: Sinar Grafika Setiawan, R., 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta, Bandung. Soemitro Ronny Hanitijo S, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia UI – Press Sudaryo Soimin, 1994, Status Tanah Dan Pembebasan Tanah, Jakarta : Sinar Grafika Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika
18
Urip Santoso, 2007, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group Wiryono Prodjodikoro, 2004, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Banmdung : Bale Bandung. Yan Pramadya Puspa, 2008, Kamus Hukum Edisi Lengkap, Aneka Ilmu,Semarang,.
PERUNDANG-UNDANGAN : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Berkas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah. Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 26/ DDA/ 1970 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah.