Peningkatan Kreativitas dan Hasil Belajar Sejarah Indonesia Kuno Melalui Optimalisasi Model Pemecahan Masalah Kreatif Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) di Prodik Sejarah FKIP – UNS Akhmad Arif Musadad FKIP – UNS, e-mail:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar mahasiswa tentang sejarah Indonesia kuno melalui optimalisasi model pemecahan masalah kreatif dalam pembelajaran di Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS. Metode penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian meliputi mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah yang menempuh mata kuliah Sejarah Indonesia Kuno, dengan obyek penelitian: aktivitas mengajar dosen, kreativitas dan hasil belajar mahasiswa. Pendekatan penelitian ini dilaksanakan melalui partisipatif kolaboratif antara dosen pengampu, dosen pendamping (peneliti), dan mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan proses pengkajian berdaur yang meliputi tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklus I sebagai implementasi tindakan dan siklus II sebagai perbaikan. Hasil penelitian menujukkan bahwa dari satu siklus ke siklus berikutnya kreativitas dan hasil belajar mahasiswa semakin meningkat. Hal itu tercermin dari peningkatan kedisiplinan mahasiswa dalam memanfaatkan waktu belajar, kemampuan mencari dan mengumpulkan sumber, kemampuan mengidentifikasi, merumuskan dan memecahkan masalah, dan tumbuhnya ide, gagasan dari mahasiswa. Kata kunci: kreativitas belajar, hasil belajar, sejarah indonesia kuno, dan model pemecahan masalah kreatif. Abstract: The objective of research is to improve the creativity and classic Indonesian history learning achievement through optimizing the creative problem solving model in teaching-learning process in History Study Program of FKIP UNS. This study was carried out using classroom action research. The subject of research was the students of History Study Program attending classing Indonesian history course. Meanwhile the object was the teaching-learning process activity, including: lecturer’s teaching activity, students’ creativity and learning achievement. This research was carried out using collaborative participative approach between the in-charge-of lecturer, assisting lecturer (researcher), and the student so that sharing occurs in each stage of activity. This research was done using cyclical analysis process encompassing four stages of activity: planning, acting, observing, and reflection. This research was implemented in two cycles: cycle I as the implementation of action, and cycle II as improvement. The result of this research shows that from one cycle to another the student’s creativity and learning achievement improves. It is reflected from: the improvement of students discipline in utilizing learning time, capability of looking for and collecting the source, capability of identifying, formulating, and solving the problem, idea generation, students’ idea. Key words: learning creativity, learning achievement, Indonesian classic history, and creative problem solving model.
Model Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SMK Negeri Sitti Hartinah Email:
[email protected] Abstrak: Model kepemimpinan transformasional kepala sekolah terbentuk dari berbagai asp ek yaitu kompetensi, iklim organisasi sekolah dan etos kerja. Permasalahannya adalah apakah model kepemimpinan transformasional kepala sekolah dikonstruk dari dimensi kompetensi, iklim organisasi sekolah dan etos kerja. Tujuan penelitian ini mencari model kepemimpinan transformasional kepala sekolah di SMKN Tegal. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan confirmatory factor analysis. Jumlah sampel 200 orang yang dipilih secara proportional random sampling. Instrumen menggunakan kuesioner yang reliable. Penelitian menggunakan paradigma kuantitatif, menjelaskan hubungan kausal variabel melalui uji hipotesis, dengan pemodelan persamaan struktural (SEM). Hasil analisis menemukan kesesuaian model konseptual dengan model teruji bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi secara signifikan oleh; kompetensi kepala sekolah (24,5%), iklim organisasi sekolah (29,4%), etos kerja (28,1%), Model faktor kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja secara simultan berkontribusi terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah sebesar 85,6%. Implikasinya jika ingin meningkatkan kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja maka perlu dikembangkan model kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam model yang teruji ini. Berdasarkan temuan, disarankan agar kepala sekolah, memiliki keterampilan manajerial, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan peningkatan etos kerja kepala secara maksimal
Kata kunci: kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, etos kerja dan kepemimpinan tarnsformasional kepala sekolah
Abstrach: The ground reasons of this study is in what way transformational leadership is suitable to increase education quality in vocational high school. Meanwhile, the specific problems are as follows: 1) do principals’ competency variables consisting of personality, management, entrepreneurship, supervision, and social competency dimensions directly contribute and significantly influence to the principals transformational leadership?; 2) do school organizational conditions to directly contribute and significantly influence to the principals transformational leadership?; 3) do work ethics contribute and significantly influence to the principals transformasional leadership?; and 4) in what way is principals transformational leadership model suitable to increase education quality of vocational high schools’ principals. This research design was confirmatory factor analysis approach was Structural Equation Model (SEM). The result of this study shows that school principal competence contributes (24,5%) and significantly influences to school principal leadership, school organizational conditions (29,4%) and significantly influences to principal transformational leadership, meanwhile the determinant factors including school principal competence, school organizational conditions and work ethics contribute (0,856%) and significantly influence. A suitable principal transformational leadership model to develop vocational high school quality is through school organizational conditions; work ethics; principal competence rights. Based on these findings, a school principal should be guided by the main principle when he performs his work, in order to have abilities and skills in managing his school effevtively; a principal should have work-culture to achieve an effective school organizational conditions; a principal should be able to increase a culture of work ethics for school members by enhancing their presence to always come at school; has commitment to develop his school, educational institutions should arrange the planning of principals training about soft skill entrepreneurship in order they have maximal work ethics in increasing the education quality at vocational high school. Key words: principal’s competency, school organizational condition, hard-earned and principal transformational leadership.
Pengaruh Ragam Tes Performansi dan Kelompok Penilai Terhadap Fungsi Informasi Tugas Praktek Siswa SMK Wakhinuddin S. Fakultas Teknik-UNP Padang e-mail :
[email protected]; Weblog: Wakhinuddin. wordpress Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh tes performansi Skala Penilaian Pakai Pembobotan (SPPP), Skala Penilaian Tanpa Pembobotan (SPTP), penilai internal dan eksternal terhadap fungsi informasi tugas. Penelitian dilakukan pada tujuh SMK di Sumatera Barat; meliputi sampel 864 subjek dan 46 tugas. Pengambilan sampel dengan metode random sampel sederhana, penempatan subjek dengan metode random matriks sampel. Data dikumpulkan dengan tes performansi dan dianalisis dengan metode Rasch. Penelitian menggunakan Anava (desain faktorial 2x2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Fungsi informasi tugas SPPP lebih tinggi daripada fungsi informasi tugas SPTP; 2) Fungsi informasi tugas dinilai penilai eksternal lebih tinggi daripada fungsi informasi tugas dinilai penilai internal; 3) Faktor interaksi antara ragam tes performansi dan kelompok penilai mempengaruhi fungsi informasi tugas. Kata kunci: tes performansi, fungsi informasi, skala penilaian pakai pembobotan, skala penilaian tanpa pembobotan, penilai internal dan penilai eksternal. Abstract: The objective of the experimental research was to investigate the effect of weighted and unweighted performance test with rating scales, and internal and external assessors to information function of student’s tasks. The study was conducted at seven vocational schools in West Sumatera, involving 864 students and 46 tasks. The sample was drawn by using simple random sampling technique, and placement was done by means of random matrix method. Data was collected through a performance test and Rasch, and analyzed using Anova by Factorial 2x2 design. The results of the research are: 1) the information function of the weighted rating scale was more effective than the unweighted rating scale; 2) the information function of the student’s task assessed by external assessors was higher than that assessed by internal assessors; and 3) The interaction factor between types of performance test and assessor groups affected the information function of student’s task. Key words: performance test, information function, weighted rating scale, unweighted rating scale, internal assessors, external assessors
Faktor-faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Nur Berlian VA Puslitjak, Balitbang Kemdiknas Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: 1) memperoleh informasi tentang daerah-daerah yang paling rendah dalam pencapaian Wajar Dikdas; 2)mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya pencapaian Wajar Dikdas, dan 3) merumuskan alternatif upaya pemecahan masalah penuntasan Wajar Dikdas. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitif terhadap data sekunder dan dipadukan dengan pengumpulan data secara kualitatif melalui pengamatan lapangan di beberapa daerah kasus. Hasil temuan:1) Tingkat pencapaian Wajar Dikdas yang rendah didominasi oleh Kawasan Timur Indonesia (KTI), yaitu dimulai dari tingkat SD/MI, sedangkan di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) permasalahannya lebih banyak di tingkat SMP/MTs; 2) Faktor-faktor penyebab di setiap daerah cukup bervariasi antara lain faktor (a) kemiskinan penduduk, (b) kesulitan menuju sekolah, (c) kurangnya layanan pendidikan, (d) rendahnya motivasi orangtua dan siswa terhadap pendidikan, (e) kurangnya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat terhadap pendidikan, serta (f) faktor sosial budaya; 3) Alternatif upaya pemecahan masalah penuntasan Wajar Dikdas perlu didasarkan pada faktor penyebabnya, antara lain perlu penghapusan biaya pendidikan misalnya melalui pola subsidi untuk menghapus/meringankan biaya pendidikan, perlu perluasan program alternatif layanan Dikdas, perlu peningkatan sosialisasi dan penghargaan, perlu pengalokasian anggaran pendidikan dengan memprioritaskan kabupaten yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam program penuntasan Wajar Dikdas. Kata kunci: wajib belajar dan pendidikan dasar Abstract: The objectives of the study were 1) to get information about the areas with the lowest attainment of compulsory basic education (CBE) by provinces and districts, 2) to identify factors related to the low attainment CBE, and 3) to formulate an alternative problem solving efforts in completing CBE. The study based on quantitative approach to secondary data combined with qualitative research data through field observation. The findings of this research are: 1) low attainment of CBE dominated by Eastern Region of Indonesia (KTI), started from primary school level, whereas in the Western Region of Indonesia (KBI) more problems found at the secondary shool level, 2) some factors related to attainment of CBE are proverty, geographic condition, education infrastructure, motivation of parent and student, lack of support from local government and communities to education, and sosio culture of community, 3) problem solution should be based on the factors related to the problem: free basic education, education subsidy for poor people, expanding basic education services, improving socialization about CBE, budget allocation priority for poor districts, and increasing public participation in the completion of CBE program. Key words: compulsory education and basic education
Kreativitas dan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Sri Judiani Setditjen Pendidikan Dasar, Kemendiknas email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kreativitas dengan kompetensi guru SD. Penelitian dilakukan di SD wilayah Jakarta Pusat, pada semester 1 tahun ajaran 2008/2009. Metode penelitiannya adalah survei dengan teknik korelasional. Populasi penelitian adalah guru SD wilayah Jakarta Pusat, jumlah sampelnya 60 orang guru SD kelas III, IV, dan V yang diambil dengan teknik multystage random sampling. Untuk mengukur kreativitas guru SD digunakan Tes Kreativitas Verbal yang dibakukan penggunaannya di Indonesia oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Untuk mengukur kompetensi guru SD digunakan Panduan Observasi Guru oleh Kepala Sekolah, yang mengacu pada Standar Kompetensi Guru SD. Karena kedua instrumen merupakan instrumen baku, maka tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kreativitas dengan kompetensi guru SD, kadar hubungannya ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar ry = 0,704. Koefisien determinasinya (ry2) sebesar 50 yang berarti kreativitas memberikan sumbangan relatif sebesar 50% terhadap kompetensi guru SD. Dengan kata lain, kompetensi guru SD dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kreativitasnya. Kata kunci: kreativitas, kompetensi, guru, sekolah dasar
Abstract: This study is aimed at knowing whether or not there is a correlation between creativity and primary teachers’ competence. The study was conducted in the primary schools in Central Jakarta during the first semester of the academic year 2008/2009. The method used in the study is a survey with the correlation technique. The population of the study is primary school teachers. The total number of respondents is sixty, consisting of grade III, IV and grade V teachers, choosing them by using multy stage random sampling. The verbal creativity test standardized by the Faculty of Psychology of Indonesia University was also be used to measure the degree of creativity of primary school teachers whereas for measuring the primary school teachers competence, the head-teachers use a guide of teacher observation and its items refer to the standardized competences for primary school teachers. Because the two instruments are standardized and that became the reason for not conducting the try-out of the two in order to know their validity and reliability. The technique used to analyze the data were correlation and regression. The data of study shows that there is a positive and significant correlation between the creativity and the competence of the primary school teachers, and its degree of correlation is shown by coefficient correlation ry = 0.704. Coefficient determination (ry2) is 50 meaning that the creativity has relatively supported 50% to the primary school teachers. With other words, the competence of the primary school teachers can be enhanced by enhancing their own creativity. Key words: creativity, competence, teacher, primary school
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Bahasa Inggris Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SD Tulangampiang, Denpasar, Bali Ambari Sutardi Peneliti pada Pusat Kurikulum, Balitbang-Kemendiknas Abstrak: Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh informasi tentang pengembangan kurikulum Bahasa Inggris berbasis Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) di SD Tulangampiang, Denpasar Bali dan pelaksanaannya di kelas. Data dikumpulkan melalui cara studi dokumen, kuesioner, wawancara, dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru Bahasa Inggris mengembangkan kurikulum sesuai dengan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta bahan ajar dikembangkan dari lingkungan peserta didik yang disusun dengan berbagai kegiatan pembelajaran. Kata kunci: pengembangan kurikulum Bahasa Inggris dan teknologi informasi dan komunikasi Abstract: The objective of this study is to get some information concerning English curriculum development based on ICT in Tulangampiang Primary School, Denpasar-Bali and its implementation in the classroom. The data was collected by analyzing documents, distributing questionnaire, interview students and teacher, and observing the grade V. The result shows that the teachers had already developed English curriculum in line with a manual provided by BSNP, the learning-teaching materials were taken from the learners surroundings, and be arranged with a variety of learning activities. Key words: curriculum development for English language and technology communication information
Telaah Atas Konsep Sekolah Pada Buku Laskar Pelangi dan Dunia Tanpa Sekolah Mintarti, Muslihudin, dan Joko Santoso FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto e-mail:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui definisi dan makna konsep sekolah dalam buku Laskar Pelangi (LP) dan Dunia Tanpa Sekolah (DTS) serta mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi perbedaan cara memaknai konsep itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) khususnya model Van Dijk. Inti analisisnya menggabungkan tiga dimensi wacana teks, kognisi sosial, dan konteks sosial ke dalam satu kesatuan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemaknaan konsep
“sekolah” pada buku LP dan DTS. Dalam LP, sekolah dimaknai sebagai lembaga yang memerdekakan sementara dalam DTS sekolah dimaknai sebagai lembaga yang memenjarakan. Perbedaan cara pandang di antara keduanya disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial budaya pengarangnya. Andrea berasal dari keluarga miskin dalam masyarakat yang sangat tajam stratifikasi sosialnya, sementara Izza anak dari pasangan guru yang relatif mapan status sosial ekonominya. Di sekolah, keduanya menemukan kenyataan yang berbeda. Andrea bertemu dengan guru-guru yang menginspirasi, yaitu guru yang mampu menerjemahkan kurikulum sedemikian rupa sehingga melekat kuat di benak murid serta dapat membangkitkan semangat untuk keluar dari segala kesulitan. Faktor lain yaitu jumlah murid di kelas Andrea yang karena dipaksa oleh keadaan hanya berjumlah sepuluh orang. Kelas kecil ini justru dapat menciptakan interaksi antar murid yang intens, sehingga suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Sebaliknya, sebagai anak guru yang tidak asing dengan dunia sekolah Izza memiliki pengalaman tidak nyaman di tahun-tahun pertamanya masuk sekolah. Kata kunci: sekolah, memerdekakan, dan memenjarakan
Abstract: The purpose of this study was to know the definition and the meaning of school concept from the novels of Laskar Pelangi (LP) and Dunia Tanpa Sekolah (DTS) and to know the Background factors that influence the differences in putting the meanings of the concept between the two authors of the novels. The method used in this study was critical discourse analysis (CDA), especially of the model of van Dijk as the most used model. The core of the analysisis the merging of the three dimensions of discourse, namely text, social cognition and social context into one of unit analysis. The result of the analysis showed that there were differences in putting the meanings of “school” concepts between LP and DTS. In the LP, the school was being understood as me institution that give freedom, meanwhile in DTS, the school is being understood as the institution that put somebody into jail (prison). The differences in the way the put the meaning is based on the differences of the socio-cultural backgrounds of the authors. Andrea comes from the poor family in the society whose economical stratification is very sharp. In school they find out the different fact. Andrea find teachers who give him inspiration, who are capable of translating curriculum as such, therefore, it stick strongly in the brains of their student and arise the spirit to overcome all difficulties. Another factor was the number of student in Andrea’s class, only 10 students because of difficult condition. This small class even created an intensive interaction among the students, thus, more enjoyable and conducive learning condition was created. In contrast, as a son of a teacher who was very familiar with the world of education, Izza had a bitter experience in the first years of schooling. Key words: school, the freed, to put in jail
Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Model Lesson Study C. Rudy Prihantoro Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Abstrak: Lesson study (LS) adalah sebuah proses pengembangan kompetensi keprofesionalan guru secara sistematis yang bertujuan untuk menjadikan proses pembelajaran lebih baik dan efektif. Tahapan LS yaitu plan, do, see. LS mensyaratkan stabilitas kebijakan pendidikan, kurikulum fleksibel, budaya refleksi diri dan kerjasama. Kelebihan LS adalah berorientasi pada siswa, bekerja sebagai tim, mengembangkan teknik mengajar. Pengembangan LS dalam profesionalime guru yaitu merencanakan tujuan pembelajaran dan materi pokok; mengkaji dan mengembangkan pembelajaran; memperdalam penge-tahuan yang diajarkan; memikirkan tujuan jangka panjang siswa; merancang pembelajaran kolaboratif; mengkaji proses belajar, perilaku dan hasil belajar siswa; dan, mengembangkan pedagogis. LS dilaksanakan dengan membentuk kelompok LS, memfokuskan LS, merencanakan Research Lesson (RL), membelajarkan dan mengamati RL, mendiskusikan dan menganalisis RL, serta merefleksikan dan merencanakan kembali LS. Manfaat LS diantaranya memicu munculnya motivasi untuk mengembangkan diri, melatih pendidik dapat memahami peserta didik, menjadikan penelitian sebagai bagian integral pendidikan, penyebaran inovasi dan pendekatan baru, menempatkan para pendidik pada posisi terhormat. Kata Kunci : lesson study, implementasi, profesionalisme Abstract: Lesson study (LS) is a competence development process in a systematic teacher professionalism which aims to make learning better and more effective. Stages LS ie Plan, Do, See. LS requires the stability of education policy, curriculum, flexible, self-reflection and cultural cooperation. Excess LS is oriented to students, working as a team, developing a teaching technique. LS development in the professionalism of teachers is to plan learning objectives and subject matter, review and develop learning; deepen knowledge that is taught; thinking about long-term goals of students; designing collaborative learning; examines the process of learning, behavior and student learning outcomes, and, develop pedagogical. LS carried out by forming groups of LS, LS focus, Planning the Research Lesson (RL), RL teach and observe, discuss and analyze the RL, as well as reflect and plan for re-LS. LS Benefits include triggering the emergence of self-motivation to develop, train educators to “see” the learner, making research an integral part of education, dissemination of innovation and new approaches, puts educators in a respectable position. Key words: lesson study, implementation, professionalism
Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I Sekolah Dasar di Kabupaten dan Kota Tangerang Aceng Lukmanul Hakim Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang Abstrak: Pendidikan anak usia dini adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal bagi anak-anak yang berumur 0-6 tahun sebelum memasuki sekolah dasar. Lembaga ini membantu melanjutkan pendidikan yang dasardasarnya telah diletakkan oleh orang tua dalam keluarga, sedangkan Sekolah Dasar adalah lembaga pendidikan yang dipersiapkan bagi anak-anak umur 6-13 tahun guna memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Siswa sekolah dasar yang mengikuti pendidikan anak usia dini lebih berprestasi dari pada siswa yang tidak mengikutinya. Prestasi ini tidak hanya pada aspek intelektual, namun juga aspek psikomotorik, nilai dan sikap dengan perbedaan yang signifikan. Prestasi ini pun tidak hanya di Kota Tangerang, melainkan juga di Kabupaten Tangerang. Di pihak lain kepala sekolah dasar dan guru kelas I di Kota Tangerang cenderung memiliki cara pandang terhadap pendidikan lebih tinggi dari pada di Kabupaten Tangerang. Kata-kata Kunci: Pendidikan Anak Usia Dini, Prestasi Belajar.
Abstract: Early Childhood Education (ECE) is an institute carrying out a formal education for children age 0-6 before entering elementary school. This foundation aims to continue the education as well as to execute parents’s commendation that has been putting down in the family, where as the elementary school (ES) is the institution of education that prepared children age 6-13 for entering next education. The students of elementary school, who were from early childhood education have shown up achievement compared to those who were not. This achievement is not only in intellectual aspec, but in psychomotoric aspec, value and attitude with a significant performant. That achievement is not only at Tangerang City, but at Tangerang Major. On the other hand hadmaster and the teacher’s first class in elementary school at Tangerang City inclined have a way of view of education more higher than at Tangerang Major. keywords: early childhood education, learning achievement
Peran HIMPAUDI Dalam Pengembangan PAUD J.M. Tedjawati Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, Balitbang Kemdiknas Abstrak: Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang peran Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) dalam pelaksanaan PAUD, khususnya dalam hal: 1) Mensosialisasikan pentingnya PAUD yang berkualitas; 2) Melakukan pembinaan dan pengembangan organisasi secara berjenjang; 3) Menampung, memperjuangkan dan mewujudkan aspirasi para pendidik dan tenaga kependidikan Anak Usia Dini (AUD); dan 4) Memfasilitasi pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan anak usia dini. Temuan analisis tulisan ini yaitu: 1) Peran HIMPAUDI dalam mensosialisasikan program PAUD dilakukan melalui berbagai cara yaitu kegiatan bagi AUD antara lain seminar peningkatan kualitas lembaga PAUD, dan memberikan pengarahan akan persyaratan pendirian yang harus dipenuhi oleh lembaga PAUD; 2) Dalam pembinaan dan pengembangan organisasi, HIMPAUDI telah dilakukan pembentukan pengurus HIMPAUDI dari tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai tingkat kecamatan; 3) HIMPAUDI telah memperjuangkan para pendidik untuk memperoleh insentif, baik yang diterima dari Pemerintah maupun usaha yang dikembangkan oleh HIMPAUDI; dan 4) Peran HIMPAUDI dalam pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan AUD telah diwujudkan melalui: (i) Pembukaan program S1 di perguruan tinggi; (ii) Pelatihan dasar bagi pendidik AUD, pelatihan konsep PAUD dan pendekatan pembelajaran AUD; (iii) Pelatihan pengelolaan data online bagi pengurus HIMPAUDI; dan (iv) Seminar pola pembelajaran tematik pada PAUD. Kata Kunci: pendidikan anak usia dini, himpunan pendidik dan tenaga kependidikan anak usia dini Indonesia
Abstract: The purpose of this writing an article is to obtain data and information about the role of HIMPAUDI in the implementation of Early Chilhood Development (ECD), expecially to: 1) promote the importance of qualified ECD; 2)
conduct training and organizational development in stages, 3) accommodate, promote and realize the aspirations of educators and early age (AUD) child care staff, and 4) facilitate professional development of educators and early childhood education personnel. The findings of this analysis are: 1) the role of HIMPAUDI in socializing early childhood programs done through various ways namely for AUD activities (such as dancing, singing along, gymnastics), seminars on improving the quality of early childhood institutions, and provide guidance about the requirements to be met in establishing early childhood institutions; 2) in the organization training and development, HIMPAUDI has made the establishment of HIMPAUDI management in provincial, district and subdistrict level; 3) HIMPAUDI has struggled for educators to get the incentives, both received from the government and businesses developed by HIMPAUDI; and 4) HIMPAUDI role in the development of AUD professional teachers and staff has been realized through: (i) the opening of S1 programs in college; (ii) basic training for AUD educators, training of PAUD concept and AUD learning approach, (iii) Training on online data management for HIMPAUDI management, and (iv) seminars about the thematic pattern of early childhood learning.
Key words: education for early childhood, the community of educator and early childhood educator in Indonesia