TESIS
HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR
YUNETI OCTAVIANUS NYOKO
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR
YUNETI OCTAVIANUS NYOKO NIM 1292161005
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana
YUNETI OCTAVIANUS NYOKO NIM 1292161005
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 6 JUNI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.dr.D.N. Wirawan, MPH
dr.A.A.Sagung Sawitri, MPH
NIP. 194810101977021001
NIP. 196809141999032001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.dr.D.N.Wirawan, MPH
Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 194810101977021001
NIP. 195902151985102001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 2 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 1450/UN14.4/HK/2014
Ketua
: Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH
Anggota
:
1. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH 2. Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD 3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K) 4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama
: Yuneti Octavianus Nyoko
NIM
: 1292161005
Program Studi
: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis
: Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal Pasien HIV/AIDS Saat Mulai Terapi ARV Tahun 20022012 dengan Peningkatan CD4 Lebih dari 350 cell/mm3 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmuah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Denpasar,
Yuneti Octavianus Nyoko
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat memyeselesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal Pasien HIV/AIDS Saat Mulai Terapi ARV Tahun 2002-2012 dengan Peningkatan CD4 Lebih dari 350 cell/mm3 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar” ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai pembimbing I yang telah penuh perhatian telah memberi dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesarbesarnya pula penulis sampaikan kepada Ibu dr.Anak Agung Sagung Sawitri, MPH sebagai pembimbing II yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. I Ketut Suatika, SpPD(KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Ibu Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku ketua PS MIKM UNUD. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sekretariat PS MIKM UNUD, Kordinator Peminatan Epidemiologi Lapangan PS MIKM UNUD dan semua para dosen dan staf PS MIKM UNUD. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis ini, yaitu Ibu Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD, Bapak Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K) dan Ibu Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan masukan dan koreksi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Klinik Amerta, Yayasan vi
Kerti Praja Bali Bapak Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian di tempat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Kirby Institute, University of New South Wales, Sydney, Australia yang telah memberikan bimbingan dan bantuan finansial sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru, mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis untuk menyelesailan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Denpasar,
Yuneti Octavianus Nyoko
vii
ABSTRAK HUBUNGAN KONDISI MEDIS AWAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PASIEN HIV/AIDS SAAT MULAI TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DENGAN PENINGKATAN CD4 LEBIH DARI 350 cell/mm3 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR Tujuan terapi antiretroviral (ARV) adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV ketingkat yang tidak terdeteksi, mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi morbiditas serta mortalitas terkait HIV. Keberhasilan terapi ARV pada pasien di Indonesia dipantau dengan peningkatan CD4. Telah terdapat beberapa penelitian tentang peningkatan CD4 namun, masih adanya perbedaan hasil penelitian dan masih terbatasnya penelitian di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi peningkatan CD4 sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan terapi ARV. Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal dengan melakukan analisis data sekunder secara retrospektif pada kohort pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi ARV Tahun 2002-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja (YKP) Denpasar. Klinik Amerta YKP adalah salah satu lembaga nirlaba yang melakukan sejumlah program mengenai HIV/AIDS. Sampel penelitian ini adalah semua pasien berumur >15 tahun dengan CD4 saat memulai terapi ARV ≤350 cells/mm3 dan minimal mempunyai satu kali hasil tes follow up CD4. Variabel yang dianalisis adalah kondisi medis awal pasien yaitu jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO dan faktor eksternal yaitu pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV. Semua variabel merupakan kondisi pasien pada saat memulai terapi ARV. Kenaikan CD4 >350 cell/mm3 adalah CD4 ketika pasien mencapai CD4 >350 cells/mm3 selama periode penelitian, CD4 ketika pasien meninggal sebelum mencapai CD4 >350 cells/mm3 atau CD4 pasien pada kunjungan terakhir (untuk pasien yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm3,lost to follow up, dan pindah selama periode penelitian). Analisis data menggunakan metode Kaplan–Meier dan Cox proportional hazard model. 311 pasien dianalisis dan 46,0% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm3. Incidence rate kegagalan kenaikan CD4 >350 cells/mm3 adalah 219.71 per 1000 person years. Median time kenaikan CD4 >350 cells/mm3 adalah 1.4 tahun (IQR=0.7-3.0). Pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 >200 cell/mm3 mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3 dibandingkan pasien yang memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm3 (HR=3.83;95%CI=2.59-5.68;p=<0.01). Pasien dengan faktor risiko terlular HIV melalui heteroseksual dan homoseksual saat mulai terapi ARV mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm3 viii
dibandingkan pasien IDU (HR=1.85;95%CI=1.22-2.81;p=<0.001) dan (HR=1.94;95%CI=1.11-3.40;p=<0.001). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam tatalaksana terapi dan dapat dipakai sebagai bukti tambahan untuk memperluas atau meningkatkan inisiasi dini terapi ARV di Indonesia serta meningkatkan perhatian yang lebih mendalam pada pasien IDU saat melakukan terapi ARV. Kata Kunci : Terapi ARV, Longitudinal, Retrosprektif Kohort study, Peningkatan CD4.
ix
ABSTRACT THE CORELATION OF BASELINE MEDICAL CONDITION AND EKSTERNAL FACTOR OF HIV/AIDS PATIENTS WHEN STARTING RECEIVING ARV TREATMENT YEARS 2002-2012 WITH INCREASING CD4 MORE THAN 350 cells/mm3 IN CLINIC AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR The goal of antiretroviral therapy is to suppress HIV replication progression to undetectable levels, restore and maintain the immune system to improve the quality of life, reduce morbidity and mortality associated with HIV. The success of antiretroviral therapy in patients in Indonesia that monitored with increasing CD4. There have been several studies about increasing CD4 count however, the result was still contradictory and limited research about the predictore increasing CD4 in Indonesia. This study was aimed to identify predictore increasing CD4 so can improve the effectiveness of antiretroviral therapy. A longitudinal retrospective cohort study with analysis data secondary of patients HIV/AIDS who receive antiretroviral therapy in Clinic Amerta Year 2002-2012 Kerti Praja Foundation (YKP) Denpasar. Clinic Amerta YKP is a nonprofit organization that has carried out a number program concering HIV/AIDS. The sample was all patients with age > 15 years, start of antiretroviral therapy with CD4 ≤ 350 cells/mm3 and have at least one follow-up CD4 test results. Variables included in the analyses were medical condition patients: sex, age, level of HB, BB, CD4 count, types of IO and external factors: education, employment, risk factors for HIV infection, supervisor taking medication at the start of antiretroviral therapy. All variables are variables at baseline. Increasing CD4 >350 cell/mm3 was defined as when patients achieved CD4 >350 cells/mm3 during the study period, CD4 when patients die before reaching CD4 >350 cells/mm3 or CD4 patients at the last visit (for patients who did not achieved an increase in CD4 >350 cells/mm3, lost to follow-up, and moved away during study period). Data analysis was performed using the Kaplan-Meier method and Cox proportional hazards models. 311 patients were analyzed and 46.0 % of patients had increased CD4 >350 cells/mm3. Median time to achieving CD4 > 350 cells/mm3 was 1.4 years (IQR=0.7-3.0). Incidence rate patients failed to achieving CD4 > 350 cells/mm3 was 219.71 per 1000 person years. In multivariate analysis patients that starting antiretroviral therapy with CD4 levels >200 cell/mm3 most likely achieving CD4 >350 cell/mm3 compared to patients that started therapy with a CD4 <100 cell/mm3 (HR=3.83;95%CI=2.59-5.68;p=<0.01). Patients that reporting heterosexual and homosexual contact most likely achieving CD4 >350 cell/mm3
x
compared to patients with a history of injecting drugs (HR=1.85;95%CI=1.222.81;p=<0.001) and (HR=1.94;95%CI=1.11-3.40;p=<0.001), respectively. The results can be used in therapeutic management of patients and can be used as additional evidence to expand or improve early initiation of antiretroviral therapy in Indonesia as well as increasing attention in patients IDU when ARV therapy. Keywords : ARV therapy, Longitudinal, Retrosprektif Cohort Study, Increasing CD4 count.
xi
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.................................................................................. i PRASYARAT GELAR ........................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................................... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................... v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi ABSTRAK .............................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................ x DAFTAR ISI .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv DAFTAR TABEL ................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.3.2. Tujuan Umum .................................................................. 1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
1 7 9 9 9 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kenaikan Jumlah CD4 2.2. Teori Klinis Imunologi ................................................................ 2.3. Kepatuhan Minum Obat ..............................................................
11 19 25
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir ...................................................................... 3.2. Konsep ....................................................................................... 3.3. Hipotesis Penelitian ....................................................................
28 30 31
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ................................................................. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 4.3. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 4.4. Penentuan Sumber Data ............................................................. 4.4.1. Populasi ............................................................................ 4.4.2. Sampel Penelitian .............................................................
32 32 32 33 33 34
xii
4.5. Variabel Penelitian ..................................................................... 4.5.1. Variabel Bebas .................................................................. 4.5.2. Variabel Terikat ................................................................ 4.5.3. Definisi Operasional ......................................................... 4.6. Instrumen Penelitian ................................................................... 4.7. Prosedur Penelitian ..................................................................... 4.7.1. Jenis Data yang Dikumpulkan ........................................... 4.7.2. Cara Pengumpulan Data ................................................... 4.7.3. Tahap-Tahap Pengumpulan Data ...................................... 4.8. Teknik Analisis Data .................................................................. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Pasien .................................................................... 5.2. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 ......... 5.3. Hasil Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 ......... BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Variabel yang Tidak Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan Kadar CD4 >350 cell/mm3 ..................................... 6.2. Variabel yang Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan Kadar CD4 >350 cell/mm3 .......................................................... 6.3. Keterbatasan Penelitian ..............................................................
35 35 36 37 42 42 42 42 43 44
47 51 53
57 61 66
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan .................................................................................... 7.2. Saran ..........................................................................................
67 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................
69 76
xiii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Masalah yang Dihadapi Pasien Odha Berdasarkan Teori Adaptasi Roy .......................................................................... Tabel 4.1. Perhitungan Sampel Penelitian ............................................... Tabel 4.2. Definisi Operasional ................................................................ Tabel 5.1. Karakteristik Pasien HIV yang Menggunakan ARV di Klinik Amerta YKP Tahun 2002-2012 .................................... Tabel 5.2. Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 .................. Tabel 5.3. Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 ......
xiv
22 35 37 47 52 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1. Konsep Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan CD4 ............ 30 Gambar 5.1. Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Median Time Kenaikan CD4 >350 cells/mm3 ........................................... 49 Gambar 5.2. Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami Kenaikan CD4 >350 cells/mm3 .. 50
xv
DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Acquired Immunodeficiency Sindrom
ARV
: Antiretroviral
BB
: Berat Badan
CD4
: Cluster of Differentiation 4
HB
: Hemoglobin
HBV
: Hepatitis B Virus
HCV
: Hepatitis C Virus
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
HTLV-III
: Human T cell Lymphotropic Virus III
IDU
: Injecting Drugs Use
IO
: Infeksi Oportunistik
LAV
: Lymphadenopathy Associated Virus
Odha
: Orang dengan HIV/AIDS
PMO
: Pengawas Minum Obat
PS
: Pekerja Seks
VCT
: Voluntary Counseling and Testing
YKP
: Yayasan Kerti Praja
RNA
: Ribonucleic Acid (Asam Ribonukleat)
IMS
: Infeksi Menular Seksual
CST
: Care Support Treatment
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir Pengumpulan Data 2. Output STATA 3. Ethical Clearance dari Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar 4. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Provinsi Bali 5. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Kota Denpasar
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan sejak tahun 1981 dan telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat di seluruh dunia yang tidak hanya mengakibatkan kerugian di bidang kesehatan tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan demografi (UNAIDS, 2013). HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom) yang merupakan sekumpulan gejala abnormalitas imunologis dan klinis yang diakibatkan oleh HIV (Price, 1992). HIV ditularkan melalui kontak seksual, melalui transfusi darah yang terkontaminasi dan pemakaian bersama jarum suntik/IDU (injecting drugs use) serta dari ibu yang positif HIV kepada bayinya selama masa kehamilan dan perinatal (Kemenkes RI, 2011). Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan UNAIDS (2013) sampai akhir tahun 2012 sebanyak 35.3 juta orang dimana angka ini meningkat dibandingkan tahun 2001 yang dilaporkan sebanyak 29.4 juta orang. Peningkatan odha berkaitan dengan menurunnya kasus infeksi baru dan jumlah kematian akibat AIDS yang merupakan dampak dari terapi ARV pada beberapa tahun terakhir. Jumlah kasus infeksi HIV baru (new HIV infections sampai akhir 2012 dilaporkan sebanyak 2.3 juta orang dimana angka ini 33% menurun dibandingkan tahun 2001 yaitu 3.4 juta orang. Sub-Sahara Afrika merupakan wilayah dengan
1
2
kasus infeksi HIV baru (new HIV infections) yang paling tinggi yaitu mencapai 70% dari total kasus new HIV infections yang terjadi di dunia. Kawasan Asia dan Pasifik menduduki urutan kedua di dunia dengan kasus new HIV infections setelah Sub-Sahara dengan 500.000 kasus new HIV infections. Angka kematian oleh AIDS juga diperkirakan menurun menjadi 1.6 juta pada tahun 2012 dari 2.3 juta orang pada tahun 2005. Kasus AIDS pertama kali yang dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 yaitu seorang wisatawan asing yang sedang berlibur dan meningggal di Bali (Mansjoer, 2001). Berdasarkan laporan Kemenkes RI (2013), secara kumulatif sejak tahun 1987 sampai Desember 2013 kasus yang dilaporkan sebanyak 127.416 kasus HIV dan 52.348 kasus AIDS yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi kasus AIDS secara nasional adalah 22.03 per 100.000 penduduk. Dari segi jumlah kasus yang dilaporkan, Provinsi Bali dengan kasus HIV: 8.059 dan AIDS: 3.985 kasus menduduki urutan kelima setelah Papua (HIV: 14.087 dan AIDS: 10.116 kasus), Jawa Timur (HIV: 16.253 dan AIDS: 8.725 kasus), DKI Jakarta (HIV: 28.790 dan AIDS: 7.477 kasus) dan Jawa Barat (HIV: 10.198 dan AIDS: 4.131 kasus). Di Bali, dari sekian kasus yang dilaporkan sebanyak 4483 odha pernah terapi ARV dimana 2729 kasus masih mengikuti terapi ARV, 898 loss to follow up, 535 meninggal, 308 dirujuk keluar dan 13 diketahui menghentikan terapi ARV. Persentase kasus HIV/AIDS berdasarkan kabupaten di Bali yaitu Kabupaten Denpasar (40,7%), Buleleng (18,3%), Badung (14,4%), Gianyar (6,8%), Tabanan (6,1%), Jembrana (5,2%), Karangasem (3,2%), Klungkung (2,4%), Bangli (1,9%) dan 1% terlapor berasal dari provinsi lain melakukan
tes
di
Bali.
Berdasarkan
umur,
paling
banyak
terjadi.
3
pada usia produktif (20-40 tahun) yaitu 75,0%. Kasus terbanyak terjadi pada lakilaki (63,9%) dibandingkan dengan perempuan (36,1%). Persentase faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS yaitu kelompok heteroseksual (78,2%), IDU (9,5%), homoseksual (4,6%), perinatal (3,0%), biseksual (0,3%), tato (0,0%) dan 4,3 % yang tidak diketahui (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Klinik Amerta, Yayasan Kerti Praja (YKP) merupakan salah satu dari klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Provinsi Bali yang merupakan lembaga nirlaba yang didirikan pada tahun 1992 dimana memiliki tujuan untuk melakukan penelitian, memberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang komprehensif bagi masyarakat lokal di Bali. YKP telah melakukan sejumlah program mengenai HIV & AIDS, pencegahan serta terapi IMS, seperti melakukan penjangkauan, memberikan layanan klinik untuk masyarakat yang berisiko, memberikan terapi ARV dan pemantauan CD4. Sampai 11 Januari 2014 YKP telah melayani terapi ARV untuk 787 pasien, dimana 52,99% masih mengikuti ART, 19,3% telah pindah, 17,28% berhenti terapi, dan 10,67% telah meninggal (YKP, 2014). Rekam medik di YKP relatif lebih mungkin untuk diekstraksi dibandingkan dengan tempat pelayanan VCT dan terapi ARV yang ada di Denpasar. Tujuan terapi ARV adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV yaitu RNA HIV ke tingkat yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi morbiditas serta mortalitas terkait HIV (Hoy et al., 2009). Berdasarkan pedoman nasional tatalaksana klinis HIV dan terapi ARV pada orang dewasa tahun 2007
4
terapi ARV dimulai apabila odha mempunyai CD4 ≤ 200 cell/mm3 atau pasien dengan stadium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4. Pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya bertujuan untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum (Kemenkes RI, 2011). Cluster of differentiation (CD) adalah sebutan untuk T cell yang diklasifikasikan berdasarkan glikoprotein dipermukaannya. CD yang paling banyak adalah CD4 dan CD8. T cell merupakan bagian yang penting dalam imunitas seluler. T cell tidak berkontribusi terhadap produksi antibodi tetapi berinteraksi lebih langsung dengan antigen. T cell secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu T helper cell (TH) dan T cytotoxic cell (TC). TH masuk kedalam jenis CD4 dan TC kedalam jenis CD8 (Tortora et al., 2010). CD4 merupakan target utama dari virus HIV, sel ini dapat ditemukan di berbagai jaringan sehingga menyebabkan kelainan multisistem dengan gejala dan tanda klinis yang bervariasi (Abuzaitoun et al., 2000). Pada orang sehat jumlah CD4 normal adalah 800 sampai 1000 cell/mm3 (Tortora et al., 2010). Pada tahun 2011, pedoman ini mengalami perubahan, dimana terapi ARV pada odha dimulai ketika odha mempunyai CD4 ≤ 350 cell/mm3 terlepas ada tidaknya gejala klinis atau odha dengan stadium klinis 3 atau 4 berapapun jumlah CD4 (Kemenkes RI, 2011). Hal ini didasarkan pada faktor klinis bahwa pengobatan dini menyebabkan peningkatan jumlah CD4 lebih cepat. Penelitian oleh Mariam (2010) menyatakan jika pasien dapat mempertahankan jumlah CD4 di atas 500 cell/mm3 selama lebih dari lima tahun kemampuan mereka untuk bertahan hidup adalah hampir sama dengan mereka yang tidak terinfeksi dengan HIV. Pedoman mengenai pemberian terapi ARV terus mengalami pembaharuan. Pada tahun 2013 dikeluarkan surat
5
edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada bagian III (Upaya, Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) point 4 disebutkan bahwa inisiasi dini terapi ARV tanpa melihat nilai CD4 dapat diberikan kepada mereka yang positif HIV yaitu ibu hamil, pasien koinfeksi TB, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), pasien koinfeksi Hepatitis B dan C, Pekerja Seks Perempuan (PSP), Pengguna Narkoba Suntik (Penasun), odha yang pasangan tetapnya masih memiliki status HIV negatif dan tidak menggunakan kondom secara konsisten. Setelah terapi ARV dimulai, kegagalan terapi dapat didefinisikan berdasarkan kriteria klinis, imunologis maupun virologis. Pada tempat dimana tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4 dan atau viral load, maka diagnosis kegagalan terapi menurut gejala klinis dapat dilakukan. Pada tempat yang mempunyai sarana pemeriksaan CD4 dan atau viral load, maka diagnosis kegagalan terapi ditegakkan dengan panduan pemeriksaan CD4 dan atau viral load setelah pada pemeriksaan fisik dijumpai tampilan gejala klinis yang mengarah pada kegagalan terapi. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia, dimana sarana dan prasarana tidak memadai, pemantauan klinis dan pemeriksaan CD4 lebih mungkin dilakukan untuk memantau keberhasilan pengobatan karena kendala biaya pemeriksaan viral load yang mahal. Indikator kegagalan terapi dengan menggunakan pengukuran CD4 dapat dilihat dari beberapa hal yaitu jumlah CD4 pasien kembali pada nilai awal CD4 sebelum terapi atau nilai CD4 lebih rendah daripada awal terapi ARV atau CD4 menurun 50% dari nilai
6
tertinggi yang pernah dicapai selama terapi atau pasien tidak pernah mencapai jumlah CD4 >100 sel/mm3 (WHO, 2010). Berbagai penelitian menyatakan kenaikan CD4 sebagai respon tubuh terhadap terapi ARV tergantung pada jumlah viral load dan CD4 awal. Pasien dengan CD4 yang lebih tinggi pada awal pengobatan ARV memiliki respon peningkatan jumlah CD4 yang baik. Studi yang dilakukan Viard et al. (2001) menyatakan semakin tinggi jumlah CD4 odha ketika memulai terapi ARV semakin tinggi kenaikan jumlah CD4 yang mereka diperoleh, hal ini sejalan dengan penelitian oleh Boris et al. (2012) yang menyatakan pasien yang memulai terapi dengan jumlah CD4 <50 cell/mm3 berisiko empat kali tidak mencapai CD4 >200 cell/mm3 dan berisiko dua kali tidak mencapai CD4 >500 cell/mm3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi dengan CD4 >50 cell/mm3. Garcia et al. (2004) juga meyatakan pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 <500 cell/mm3 lebih cepat meningkat CD4-nya dibandingkan memulai terapi <200 cell/mm3. Penelitian lain Gandhi et al. (2006) menyatakan faktor karakteristik mempengaruhi kenaikan CD4 dimana pasien yang memulai terapi ARV pada umur lebih muda mengalami peningkatan CD4 yang lebih tinggi dibandingkan yang usianya lebih tua. Dilaporkan juga bahwa jenis kelamin mempengaruhi peningkatan CD4, dimana perempuan mempunyai peningkatan CD4 yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dilain pihak ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dan berat badan pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4 (Diego et al., 2008), jenis kelamin dan faktor risiko terinfeksi HIV pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4 (Garcia et al., 2004), anemia
7
pada saat mulai terapi dengan peningkatan CD4
(Muzah at al., 2012).
Penelititian lain yang dilakukan dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Indonesia melaporkan bahwa variabel umur, infeksi oportunistik, CD4 awal dan obat IO tidak menunjukkan hubungan dengan kenaikan CD4 (Mariam, 2010). Adanya perbedaan hasil penelitian yang ditemukan baik yang dilakukan di luar negeri maupun di Indonesia, serta masih terbatasnya penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kenaikan CD4 di Indonesia khususnya di Bali sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor yang berhubungan dengan kenaikan CD4 pada odha yang melakukan terapi ARV di Bali. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh penentu kebijakan tentang tata laksana pengobatan pasien sehingga meningkatkan efektivitas pelaksanaan terapi ARV.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV Tahun 2002-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar seperti diuraikan dibawah ini. 1.2.1.
Bagaimana kondisi awal dan faktor eksternal pasien?
1.2.2.
Berapa median waktu kenaikan CD4 >350 cells/mm3 pasien?
1.2.3.
Berapa incidence rate kenaikan CD4 >350 cells/mm3 pasien?
1.2.4.
Berapa jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm3 setiap tahun?
8
1.2.5.
Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3?
1.2.6.
Apakah ada hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ?
1.2.7.
Apakah ada hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ?
1.2.8.
Apakah ada hubungan antara berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ?
1.2.9.
Apakah ada hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ?
1.2.10. Apakah ada hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ? 1.2.11. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ? 1.2.12. Apakah ada hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ? 1.2.13. Apakah ada hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ? 1.2.14. Apakah ada hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 ?
9
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kondisi medis awal dan faktor eksternal pada pasien HIV/AIDS saat mulai melakukan terapi ARV Tahun 2002-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar.
1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV Tahun 2002-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar untuk mengetahui hal seperti diuraikan dibawah ini. 1.3.2.1.
Kondisi awal dan faktor eksternal pasien
1.3.2.2.
Median waktu kenaikan CD4 >350 cells/mm3 pasien
1.3.2.3.
Incidece rate kenaikan CD4 >350 cells/mm3 pasien
1.3.2.4.
Jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm3 setiap tahun
1.3.2.5.
Hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
1.3.2.6.
Hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
1.3.2.7.
Hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
1.3.2.8.
Hubungan anatar berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
10
1.3.2.9.
Hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
1.3.2.10. Hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 1.3.2.11. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 1.3.2.12. Hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 1.3.2.13. Hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 1.3.2.14. Hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Praktis 1. Memberikan informasi klinis tentang tata laksana pengobatan pasien 2. Memberi informasi untuk pemegang kebijakan dalam membuat kebijakan terkait terapi ARV. 1.4.2. Teoritis Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor yang berhubungan dengan kenaikan CD4.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Tujuan terapi ARV adalah untuk menekan perkembangan replikasi HIV yaitu RNA HIV ke tingkat yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV (Hoy et al., 2009). Kegagalan terapi pada pasien dapat dilihat setelah setidaknya pasien melakukan terapi ARV selama 6 bulan yang dapat didefinisikan secara klinis dengan melihat perkembangan penyakit (kegagalan secara klinis), secara virologis dengan mengukur viral load atau secara imunologis dengan penghitungan CD4. Kegagalan secara klinis dilihat berdasarkan indikasi terjadinya atau kambuhnya kondisi klinis WHO stadium 4. Kondisi ini harus dibedakan dari kondisi terjadinya immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS). Beberapa kondisi klinis WHO stadium 3 misalnya TB paru, infeksi bakteri berat bisa merupakan indikasi dari kegagalan terapi. Kegagalan imunologis dilihat berdasarkan jumlah CD4, dimana CD4 pasien kembali/lebih rendah daripada awal terapi ARV atau CD4 menurun 50% dari nilai tertinggi yang pernah dicapai selama terapi atau jumlah CD4 tidak pernah mencapai >100 cell/mm3. Kegagalan virologis dilihat berdasarkan jumlah viral load >5.000 copies/ml (WHO, 2010).
2.1. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kenaikan Jumlah CD4 Penelitian terkait faktor yang mempengaruhi CD4 telah dilakukan di luar negeri dan beberapa telah dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut
11
12
menemukan berbagai hasil. Ada faktor yang ditemukan oleh peneliti berpengaruhterhadap kenaikan CD4, namun ada juga hasil penelitian yang menemukan hasil yang berbeda dengan penelitian yang lain. Berikut hasil analisis penelitian yang berkaitan dengan kenaikan CD4 1.
Jenis Kelamin Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa jenis kelamin odha yang
melakukan terapi ARV memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah CD4. Beberapa studi menyatakan median jumlah CD4 lebih tinggi peningkatannya pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Seperti studi dari Gandhi et al. (2006),
menunjukkan bahwa perempuan memiliki median jumlah CD4 yang meningkat sebesar 346 cell/mm3 dibandingkan laki-laki dengan median jumlah CD4 yang meningkat hanya sebesar 282 cell/mm3 (p=0.02) pada minggu ke 144 terapi. Studi oleh Wolber et al. (2007), juga menyatakan median jumlah CD4 dalam periode 25 tahun terapi ARV secara signifikan lebih tinggi meningkat pada perempuan dibandingkan laki-laki (p=0.001). Penelitian lain menemukan hasil yang berbeda, seperti penelitian oleh Diego et al. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin odha yang melakukan terapi ARV dengan rata-rata peningkatan jumlah CD4 (OR=0.8;95%CI=0.5-1.4;p=0.05). Penelitian Kaufmann et al. (2005) juga menunjukkan jenis kelamin perempuan tidak terkait dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm3 selama 5 tahun terapi ARV (OR=1.07). 2.
Umur Banyak hasil penelitian yang mengatakan peningkatan umur berkaitan
dengan pemulihan kekebalan. Umur yang lebih muda pada saat melakukan terapi
13
ARV mempunyai peningkatan CD4 yang lebih baik dibandingkan yang memulai terapi dengan umur yang lebih tua. Sebuah studi oleh Muzah et al. (2012) menemukan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan rendahnya peningkatan CD4 >200 cell/mm3 (OR=1.02;p=0.028). Penelitian oleh Gandhi et al. (2006), juga menunjukkan bahwa odha yang yang memulai terapi pada usia ≤ 40 tahun (lebih muda) median jumlah CD4 meningkat sebesar 308 cell/mm3 sedangkan pada umur yang lebih tua (>40 tahun) median jumlah CD4 meningkat lebih rendah yaitu sebesar 264 cell/mm3 (p=0.03 pada minggu ke 144 terapi. Penelitian oleh Boris et al. (2012) juga menunjukkan bahwa pasien odha yang melakukan terapi ARV dengan umur ≥ 40 tahun (tua) lebih lambat mencapai CD4 >200 cell/mm3 selama 12 bulan terapi ARV (OR=2.22;95%CI:1.37-3.59;p=0.001) dan lebih lambat mencapai CD4 ≥ 500 cell/mm3 selama 30 bulan terapi ARV (OR=2,83;95%CI:1.35-5.92;p=0,0057) dibandingkan yang berumur <40 tahun (lebih muda). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Garcia et al. (2004), yang menunjukkan bahwa pasien yang memulai terapi ARV pada usia ≥ 40 tahun memiliki peningkatan yang rendah untuk mencapai CD4 >500 cell/mm3 (RR=0.77;CI=0.61-0.85) dibandingkan yang berumur <40 tahun (lebih muda). Penelitian oleh Viard et al. (2001) juga menunjukkan bahwa, usia yang lebih tua, lebih lama untuk meningkatkan CD4 >200 cell/mm3 (OR=0,6) dibandingkan yang berusia muda. Penelitian oleh Kaufmann et al. (2005) menemukan hasil yang berbeda yaitu usia yang lebih tua mempunyai hubungan yang sebaliknya mempengaruhi peningkatan jumlah CD4 >500 cell/mm3 selama 5 tahun terapi ARV (OR=1,71). Penelitian lain yang menyatakan hal yang berbeda yaitu penelitian oleh Diego et
14
al. (2008) yang menyatakan umur tua ataupun muda tidak mempengaruhi peningkatan CD4 (OR=1.00). 3.
Faktor risiko terinfeksi HIV Faktor risiko terinfeksi HIV yang dimaksud yaitu heteroseksual,
homoseksual dan juga IDU. Pekerja seks mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena HIV karna pekerja seks mempunyai perilaku berganti-ganti pasangan baik secara heteroseksual, homoseksual dan kemungkinan pekerja seks juga merupakan pengguna IDU ataupun sebaliknya dimana, penggunan narkoba jarum suntik dapat menjadi pekerja seks untuk membeli narkotika yang akan digunakan. Persentase kasus HIV paling besar terjadi pada pasien dengan orientasi seks heteroseksual dibandingkan faktor risiko terinfeksi HIV yang lainya (Kemenkes RI, 2013). Pada awal epidemi HIV/AIDS banyak diidentifikasi pada laki-laki homoseksual namun, menurut Gayle and Hill (2001) yang dikutip oleh Laksana dan Dyah (2010) saat ini heteroseksual dan IDU merupakan penyebab utama penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara, termasuk Indonesia meskipun menurut Liu et al. (2005) hal ini disebabkan oleh data tentang HIV/AIDS pada kelompok homoseksual sangat terbatas karena masyarakat masih mempunyai stigma yang tinggi terhadap kelompok ini. Faktor penularan HIV yang beragam diduga dapat berpengaruh terhadap kenaikan CD4, namun beberapa penelitian tidak menemukan hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS saat pasien melakukan terapi ARV dengan peningkatan CD4 seperti penelitian oleh Garcia et al. (2004) menemukan bahwa pasien yang memulai terapi dengan faktor risiko IDU tidak memiliki hubungan dengan peningkatan CD4 (p=0.58). Hal ini sama dengan penelitian Kaufmann et
15
al. (2005) yang menunjukkan bahwa jenis faktor risiko penularan HIV saat pasien melakukan terapi ARV tidak terkait dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm3 selama 5 tahun terapi ARV dimana homoseksual (OR=1.0), heteroseksual (OR=0.85), IDU (OR=0.74). Studi oleh Smith et al. (2004) juga menemukan bahwa kelompok risiko yaitu homoseksual tidak terkait dengan peningkatan jumlah CD4 (p=0.6). 4.
Pendidikan Pendidikan seseorang
diduga
mempunyai
hubungan dengan
hasil
pengobatan yang dilakukan seseorang. Berdasarkan penelitian Alvarez (2012) menemukan pendidikan yang rendah terkait dengan hasil akhir (peningkatan CD4) pada pasien yang melakukan pengobatan ARV. 5.
Pekerjaan Pekerjaan diduga berpengaruh terhadap hasil terapi ARV pada pasien
dengan HIV/AIDS karena dengan bekerja diduga mempengaruhi kepatuhan pasien minum obat. Kepatuhan odha minum obat ARV akan mempengaruhi keberhasilan terapi ARV yaitu menekan viral load sehingga CD4 mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2011). Namun penelitian oleh Ubra (2012) menyatakan penderita yang tidak bekerja mempunyai risiko tidak patuh minum obat ARV 0.08 kali dibandingkan yang bekerja (95%CI=0.01-0.73;p =0.003). 6.
Pengawas Minum Obat (PMO) Pengawas minum obat merupakan program yang diadaptasi dari program
pengawas minum obat di program DOTS TB. PMO merupakan orang yang mengingatkan pasien untuk selalu meminum obat ARV. PMO merupakan orang terdekat dengan pasien seperti keluarga maupun petugas kesehatan. Variabel ini
16
belum pernah diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kenaikan CD4 pada pasien odha yang melakukan terapi ARV, namun pengawas minum obat diduga dapat berpengaruh terhadap terapi ARV pada odha karena dengan adanya PMO, pasien diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat secara teratur sesuai anjuran yang diberikan sehingga dengan keteraturan dan ketepatan minum obat dapat mempengaruhi fakmokologi dan farmokinetik pasien yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan viral load (Nursalam, 2009). 7.
Kadar CD4 pada awal pengobatan Kadar CD4 sel yang rendah pada awal odha melakukan terapi ARV
dikaitkan dengan rendahnya peningkatan CD4. Sebuah studi oleh Boris et al. (2012) yang dilakukan si Afrika selatan selama 7 tahun menunjukkan bahwa orang dengan jumlah CD4 di bawah 50 cell/mm3 mempunyai risiko empat kali untuk tidak mengalami peningkatan CD4 >200 cell/mm3 (OR=4,12;95%CI:2.556.64;p<0,0001) dan berisiko dua kali tidak mengalami peningkatan CD4 >500 cell/mm3 (OR=2,06; 95%CI:1.08-3.94; p=0,0294 ) selama masa terapi 12 dan 30 bulan. Studi tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan di Swiss selama 5 tahun (Kaufmann et al., 2005) menunjukkan bahwa jumlah CD4 yang rendah pada awal terapi ARV berhubungan dengan peningkatan CD4 >500 cell/mm3 pada saat terapi ARV selama 5 tahun (OR=0.37; 95%CI=0.28-0.49; p<0.01). Beberapa penelitian yang bertolak belakang yaitu penelitian yang dilakukan di Johannesburg selama 13 bulan oleh Muzah et al. (2012) menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan CD4 yang tinggi yaitu ≥ 200 cell/mm3 justru mengakibatkan
rendahnya
peningkatan
CD4
(OR=3,02;95%CI=2,08-4,38
18
;p<0,001). Studi yang dilakukan Smith et al. (2004) di London selama 24 bulan juga menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan CD4 yang tinggi (>200 cell/mm3) berhubungan dengan rendahnya peningkatan jumlah CD4 yang lebih besar pada 3 bulan pertama terapi ARV (p=0.006). Muzah mengatakan hal ini dapat disebabkan karena dengan memulai terapi ARV pada jumlah CD4 yang tinggi akan membatasi peningkatan CD4 ke jumlah CD4 yang lebih tinggi lagi. Smith juga menjelaskan bahwa meskipun hasil penelitiannya signifikan secara statistik namun hasil penelitiannya ini mempunyai skala efek yang kecil sehingga implikasinya secara klinis mungkin akan terbatas. 8.
Berat Badan Faktor lain yang diduga memiliki hubungan dengan peningkatan CD4
adalah berat badan. Studi oleh Diego et al. (2008) menemukan bahwa berat badan yang rendah pada awal terapi berhubungan dengan penurunan jumlah CD4 (OR=0.96;95%CI=0.93-0.99). Penelitian yang dilakukan Ghate (2000) juga menemukan rendahnya berat badan pada pasien yang melakukan pengobatan ARV sangat prediktif terhadap jumlah CD4 yang rendah. 9.
Kadar Hemoglobin Pada pasien HIV/AIDS, anemia adalah kelainan hematologi yang biasa
ditemui dan yang juga memiliki dampak signifikan pada hasil klinis dan kualitas hidup. Sebuah studi oleh Muzah et al. (2012) menemukan pasien dengan anemia sedang (8.0-9.4g/dl ) pada awal pengobatan berhubungan peningkatan
CD4
mencapai
>200
cell/mm3
dengan rendahnya
(OR=2.30;95%CI=1.25-
4.59;p=0.007). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Balperio dan Rhew (2004) yang menyatakan anemia telah terbukti menjadi prediktor yang
19
signifikan dari rendahnya peningkatan CD4 pada odha yang melakukan terapi ARV. 10. Infeksi Oportunistik Menurut Ghate (2000) yang melakukan penelitian di India mengatakan adanya infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya jumlah CD4 pada pasien yang mendapat ARV. Penelitian yang dilakukan Bonnet et al. (2005) juga menemukan infeksi oportunistik mempunyai hubungan dengan rendahnya peningkatan CD4 dibandingkan
yang
tidak
mempunyai
infeksi
oportunistik
(p=0.004).
Tuberkulosis juga merupakan salah satu infeksi oportunistik. TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada odha (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes dari jumlah kasus AIDS kumulatif sejak April 1987 sampai Maret 2013 yaitu sebanyak 43.347 kasus AIDS, TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak (30,9%). Adanya koinfeksi TB-HIV merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terapi ARV pada odha. Sebuah penelitian oleh Kassa et al. (2012) menyatakan pasien HIV+TB+ mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan jumlah CD4 (r=0,76;p=0,006). Di Indonesia sebuah penelitian juga menyatakan terdapat korelasi yang cukup antara jumlah CD4 dengan jenis TB pada pasien TB-HIV di Indonesia dengan r=0,353; p=0,000 (Fredy dkk., 2012).
2.2. Teori Klinis Imunologi Pada umumnya penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien kontrol ke rumah sakit
20
menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4). Perbedaan respon imunitas tersebut menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruh CD4. Beberapa ahli menyampaikan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status imunitas seseorang. 2.2.1. Faktor yang mempengaruhi imunulogi berdasarkan ahli biomedis Dalam buku Imunologi dan Virologi oleh Radji (2010) yang di kutip oleh Sielma (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imun yaitu : a. Keturunan Genetis sangat berpengaruh terhadap sistem imun, hal ini dapat dibuktikan dangan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar homo zigot lebih rentan terhadap suatu alergi dibandingkan dengan pasangan anak kembar yang hetero zigot. Hal ini membuktikan bahwa faktor hereditas mempengaruhi sistem imun. b. Umur Umur juga mempengaruhi sistem imun, pada saat usia balita dan anak-anak sistem imun seseorang belum matang. Sistem imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali saat usia lanjut. c. Jenis Kelamin Pada saat sebelum masa reproduksi, sistem imun lelaki dan perempuan adalah sama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, sistem imun antara keduanya sangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya beberapa hormon yang muncul. Pada wanita telah diproduksi hormon estrogen yang mempengaruhi sintesis IgG dan IgA menjadi lebih banyak (meningkat). Peningkatan produksi IgG dan IgA menyebabkan wanita lebih kebal terhadap infeksi. Sedangkan pada pria telah diproduksi hormon androgen yang bersifat imuno supresan sehingga
21
memperkecil risiko penyakit auto imun tetapi tidak membuat lebih kebal terhadap infeksi. Oleh karenanya, wanita lebih banyak terserang penyakit auto imun dan pria lebih sering terserang penyakit infeksi. d. Olahraga berlebihan Olahraga berlebihan bisa membakar lebih banyak oksigen dalam tubuh. Pembakaran yang berlebihan menghasilkan radikal bebas yang menyerang sel sistem kekebalan tubuh dan menurunkan jumlahnya. e. Tidur Studi yang dilakukan oleh Michael Irwin dari Universitas California menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan perubahan dalam jaringan sitokin yaitu jaringan yang memepengaruhi produksi imun dalam tubuh. 2.2.2. Teori Adaptasi Roy Teori Adaptasi Roy menjelaskan stres juga mempengaruhi respon sistem imun, namun sebelum terjadi stres terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stres terutama pada odha yang pada akhirnya mempengaruhi respon sistem imun.
Teori ini dikembangkan oleh Roy seorang master keperawatan dan PhD Sosiologi dan temannya Dorothy E. Johnson pada tahun 1968. Teori ini menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh dimana dalam memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi untuk memelihara integritas diri terhadap keadaan rentan sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan teori ini, seseorang yang terkena sakit secara otomatis dirinya akan melakukan adaptasi terhadap penyakit tersebut. Proses adaptasi ini dipengaruhi
22
oleh 4 faktor penting yaitu dari segi manusia, psikologi, keperawatan dan lingkungan. Pada saat proses adaptasi seseorang akan mengalami masa proses belajar dimana proses membentuk persepsi, belajar serta membentuk suatu keputusan terhadap penyakit tersebut apa menerima atau tidak. Seseorang yang tidak bisa melewati proses adaptasi terhadap keadaan yang dialaminya maka akan mengalami stress yang kemudian akan mempengaruhi tingkat kesembuhan yang dapat dilihat dari respon sitem imunnya (Nursalam, 2009). Pada pasien yang didiagnosis dengan HIV/AIDS juga pasti akan mengalami masalah-masalah
terkait
penyakit
tersebut.
Masalah-masalah
tersebut
jika
dikelompokkan berdasarkan teori Adaptasi Roy yaitu:
Tabel 2.1. Masalah yang dihadapi pasien odha berdasarkan Teori Adaptasi Roy Manusia
Psikologi
Keperawatan
1. Penurunan CD4 Perasaan tak Tenaga 2. IO berdaya/putus kesehatan sistem penapasan asa Treatment (batuk kronis, Respon Regiment ISPA, TB, psikologis: pneumonia) Denial sampai sistem pencernaan depresi (BB turun, diare kronis, malabsorbsi) sistem persyarafan (neuralgia) sistem integuamen (herpes, alergi, dll)
Lingkungan Perasaan minder dan tak berguna dimasyarakat Interaksi sosial Seperti perasaan terisolasi/ditolak Dukungan masyarakat sekitar yang mempengaruhi pasien seperti perasaan memerlukan pertolongan orang lain dan distress spiritual stigma
Masalah-masalah tersebut mempengaruhi proses adaptasi yang dimana dalam proses tersebut pasien akan belajar untuk proses belajar untuk mengatur persepsi dan keputusannya terhadap penyakit HIV/AIDS yang dideritanya. Seorang pada saat
23
didiagnosis AIDS pasti mempunyai gejala fisik yang jelas seperti penurunan CD4 maupun terdapat penyakit infeksi oportunistik yang dideritanya. Pada saat pasien didiagnosis dengan keadaan seperti ini maka pasien tersebut secara otomatis akan melakukan proses adaptasi terhadap penyakit itu, namun apabila dalam proses belajarnya, pasien tersebut tidak bisa menerima keadaan tersebut (non-Adiktif) maka akan mengakibatkan tingkat stres meningkat. Pasien juga akan dihadapkan dengan masalah psikologis seperti perasaan tak berdaya/putus asa, penolakan tehadap penyakit tersebut yang berlanjut sampai depresi yang apabila pasien tidak bisa beradaptasi dengan keadaan ini maka akan stres yang ditandai dengan menolak, marah, depresi, dan keinginan untuk mati (Nursalam, 2009). Masalah lain yang juga dihadapi odha yaitu masalah dari tenaga kesehatan serta treatment yang rasakan oleh pasien. Pasien yang merasa tidak nyaman dan tidak bisa beradaptasi dengan perawatan yang diterima baik itu dari obat yang diminum maupun petugas yang memberikan pengobatan terhadap dirinya bisa menimbulkan stress yang tinggi pada pasien tersebut. Odha juga dihadapkan dengan masalah lingkungan sosial dimana odha membutuhkan dukungan dari keluarga maupun dari lingkungan sekitarnya. Keluarga yang tidak mendukung atau tidak bisa menerima keluarganya odha akan berpengaruh pada tingkat stres pasien termasuk lingkungan yang tidak bisa menerima odha dilingkungan tersebut. Pasien yang merasa ditolak akan menjadi stres. Stres memberi dampak secara keseluruhan pada individu yang juga berpengaruh respons imun (Rasmun, 2004). Dalam lingkungan masyarakat, penderita HIV cenderung dihakimi secara negatif, bahkan sering diikuti dengan tindakan diskriminasi terhadapnya (misalnya cenderung menjauhinya, bahkan bisa dipecat dari pekerjaannya). Diskriminasi tentu saja akan mengurangi kesempatan hidup yang lebih baik (life chance). Oleh karena
24
itu penderita bisa sangat menderita secara sosial, budaya, dan psikologis yang juga berpengaruh pada kesehatannya. Pasien yang dapat melakukan adaptasi diri terhadap masalah-masalah yang ada, seperti kondisi fisik yang berbeda dengan orang sehat bisa diterima oleh pasien, pasien bisa menerima dirinya terkena penyakit AIDS, pasien yang merasa nyaman selama perawatan seperti lingkungan perawatan yang terapeutik, sikap perawat yang penuh dengan perhatian, serta dapat beradaptasi dengan obat-obatan HIV/AIDS yang harus diminum setiap hari serta adanya dukungan sosial keluarga, akan mempengaruhi sikap adaptif (mengurangi stress) pasien yang tentunya akan mempengaruhi respon imun (Nursalam, 2009). Dapat dikatakan adanya dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu, hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan stress (Nurbani, 2009). Stres dikaitkan dengan respon imun karena jika pasien adaptif (stres berkurang), maka akan dapat memodulasi respon imun. Pada kekebalan seluler, Tcell (CD4) yang masih belum terinfeksi HIV dipicu untuk menghasilkan Il-2 reseptor untuk mengaktivasi NK.cell (Natural Killing Cell); IFNχ yang berfungsi membunuh virus yang masuk (Ader, 1991); sistem kekebalan Humoral, IL.2 yang terbentuk mengaktivasi NK-cells; CTL; Ig-A, menghasilkan sel B membentuk sel plasma (anti virus), sehingga terjadi apoptosis/kerusakan sel yang terinfeksi HIV (Apasou dan Sitkorsy, 1999). Sebaliknya, jika pasien stress (mal-adaptif), maka akan meningkatkan kadar kortisol dalam darah, sehingga akan menghambat respon imun seluler & humoral. Apoptosis tidak terjadi, sehingga virus mengalami proliferasi, terjadi penyebaran yang cepat (Nursalam, 2009).
25
Pada konsep psikoneuroimunologi, stres psikologis akan berpengaruh pada hypotalamus, kemudian hypothalamus akan mempengaruhi hypofise sehingga hypofise akan mengekspresikan ACTH (adrenal cortico tropic hormone) yang akhirnya dapat mempengaruhi kelenjar adrenal, di mana kelenjar ini akan menghasilkan kortisol. Apabila stres yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah banyak sehingga dapat menekan sistem imun (Clancy, 1998). Adanya penekanan sistem imun inilah nampaknya akan berakibat pada penghambatan proses penyembuhan. Sehingga memerlukan waktu perawatan yang lebih lama dan bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasikomplikasi selama perawatan (Nursalam, 2007).
2.3. Kepatuhan Minum Obat Pada saat memulai terapi ARV, kepatuhan diakui sebagai faktor penting dalam keberhasilan terapi pada odha, dimana terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dengan supresi virus HIV, menurunkan resistensi, peningkatan jumlah CD4, meningkatkan harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup (Vujovic dan Anna, 2009). Informasi yang diberikan mengenai penyakit HIV dan aturan khusus dalam menggunakan obat yang diberikan pada pasien yang akan memulai terapi ARV harus dipahami dan dimengerti pasien. Kejelasan tentang pentingnya kepatuhan meminum obat ARV adalah sangat penting. Kepatuhan minum obat berhubungan dengan karakteristik pasien, aturan dan dukungan yang kuat dari keluarga pasien. Sebuah penelitian kohort selama lima tahun mengenai kepatuhan odha dalam terapi ARV yang dilakukan di Amerika Serikat (The Multicentre AIDS Cohort Study and the Women’s Interagency HIV Study) pada wanita dan laki-laki Afrika-Amerika
26
menemukan faktor yang mempengaruhi peningkatan kepatuhan pada laki-laki adalah peningkatan umur dan bertambahnya jumlah obat yang harus diminum, sedangkan pada wanita faktor yang mempengaruhi penurunan kepatuhan adalah komsumsi alkohol dan penggunaan narkoba (Vujovic dan Anna, 2009). Faktor lain yang mempengaruhi kurangnya kepatuhan yang juga perlu di teliti lebih mendalam adalah menderita penyakit lain, tingkat pendidikan yang rendah, umur (kurang penglihatan, lupa), kondisi psikis (depresi, kurang dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat, dimensia, psikosis), kurangnya pemahaman tentang konsekuensi buruk kepatuhan, kesulitan menerima pengobatan (sulit menelan obat, jadwal minum obat harian), aturan pakai yang rumit (frekwensi pemberian obat, persyaratan makanan), efek obat yang tidak diinginkan, dan pengobatan yang melelahkan (WHO, 2008).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori di atas maka kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini yaitu: Respon sistem imun odha yang melakukan terapi ARV dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi medis awal dan faktor eksternal. Kondisi medis awal yang mempengaruhi peningkatan CD4 antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, kadar CD4 saat memulai terapi ARV dan infeksi oportunistik. Faktor-faktor ini mempengaruhi sistem tubuh yang lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi respon sistem imun dalam tubuh. Apabila faktor-faktor medis tersebut memberi pengaruh positif seperti adanya genetik yang baik, sistem imun yang telah matang, hormon dalam tubuh yang baik, kadar hemoglobin yang baik, berat badan dan kadar CD4 pada awal terapi ARV yang normal maka mempengaruhi sistem tubuh dengan baik juga dan akhirnya akan meningkatkan sistem imun. Apabila faktor-faktor tersebut memberi pengaruh negatif pada sistem tubuh maka respon sistem imun tidak akan mengalami peningkatan. Faktor eksternal juga mempengaruhi sistem imun dimana faktor eksternal ini yaitu faktor yang berasal dari luar yang juga mempengaruhi individu tersebut. Faktor eksternal yang mempengaruhi kenaikan CD4 pada odha antara lain pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, olaraga, psikologi odha, sikap perawat pada saat melakukan terapi, dan dukungan tenaga kesehatan serta
28
29
serta dukungan dari keluarga dengan adanya pengawas minum obat. Faktor-faktor ini mempengaruhi peningkatan CD4 secara tidak langsung, dimana bila faktorfaktor ini berpengaruh positif terhadap odha seperti adanya pendidikan yang baik, pekerjaan yang baik, odha tidak stres terhadap keadaannya, adanya dukungan baik dari tenaga kesehatan maupun keluarga, maka akan berdampak pada respon imun yang baik dalam hal ini yaitu peningkatan CD4. Faktor eksternal odha yang melakukan terapi ARV juga akan mempengaruhi kepatuhan minum obat. Pasien yang mempunyai faktor eksternal yang baik seperti kondisi psikologi yang baik (tidak depresi, adanya dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat) akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan yang baik. Odha yang melakukan terapi ARV dengan kepatuhan yang baik akan berdampak pada keberhasilan terapi yaitu penurunan viral load dan penurunan CD4.
30
3.2. Konsep Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu : Faktor Medis Keturunan Jenis Kelamin
Terapi ARV
Umur Kepatuhan
Kadar Hemoglobin Berat Badan Penurunan Viral Load
Kadar CD4 Infeksi Oportunistik
Peningkatan CD4 >350 cell/mm3)
Faktor Eksternal Pekerjaan Pendidikan Faktor risiko terinfeksi HIV
Olahraga Pendidikan Psikologi Sikap perawat PMO
Keterangan : = Ditel
= Diteliti = Tidak Diteliti
Gambar 3.2. Konsep Faktor yang Berhubungan dengan Peningkatan CD4
31
3.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV dari Tahun 2002-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar seperti diuraikan dibawah ini. 3.3.1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.2. Ada hubungan antara umur saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.3. Ada hubungan antara kadar hemoglobin saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.4. Ada hubungan antara berat badan saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.5. Ada hubungan antara kadar CD4 saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.6. Ada hubungan antara jenis infeksi oportunistik saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.7. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.8. Ada hubungan antara bekerja saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.9. Ada hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV saat mulai terapi ARV dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3 3.3.10. Ada hubungan antara adanya pengawas minum obat dengan peningkatan CD4 >350 cells/mm3
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian logitudinal dengan melakukan analisis data sekunder secara retrospektif pada kohort pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi ARV Tahun 200-2012 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari rekam medis (RM) pasien.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitan Penelitian dilaksanakan di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja, Denpasar, Bali 4.2.2. Waktu Penelitan Penelitan dilakukan pada bulan September 2013 – Maret 2014.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian Bidang Epidemiologi Penyakit Infeksi Menular yang menganalisis penyakit HIV/AIDS
32
33
4.4. Penentuan Sumber Data 4.4.1. Populasi dan Sampel Penelitian 4.4.1.1. Populasi a) Populasi Target Semua pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV yang berada di Provinsi Bali. b) Populasi Studi Semua pasien HIV/AIDS di Provinsi Bali yang menjalani terapi ARV Tahun 2002-2012 di Klinik Yayasan Kerti Praja. 4.4.1.2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi 1. Pasien HIV/AIDS yang sedang menjalani terapi ARV 2. Mulai pengobatan ARV dari tahun 2002-2012 3. Berumur ≥ 15 tahun b. Kriteria Eksklusi 1. Pasien dengan CD4 saat mulai terapi ARV >350 cells/mm3 2. Pasien yang hanya mempunyai 1 hasil tes CD4
34
4.4.2. Sampel Penelitian Sampel adalah populasi studi yang terpilih untuk menjadi subyek penelitian. Perhitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut :
n
( 1 / 2 2 p 2 (1 p 2 ) 1
p1
p1 (1 p1 ) p 2 (1 p 2 ) ) 2
( p1 p 2 ) 2 (OR) p 2 (OR) p 2 (1 p 2 )
Keterangan: n
= besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu Z1-
= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1
= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)
P2
= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -) Berdasarkan perhitungan rumus tersebut tersebut, dengan menggunakan
α=5%, dan β=80%, P2=0,45. P2 berasal hasil survei kecil dengan menggunakan data YKP.
Pada survei ini digunakan 20 sampel pasien dengan CD4 <100
cell/mm3. P2 yaitu proporsi paparan pasien yang tidak didapat mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3. Berdasarkan angka tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperoleh dari OR hasil penelitian terdahulu yaitu :
35
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Penelitian Nama Peneliti dan variabel
Outcome
OR
P1
n1
2x n2
CD4>200
2.22
0.64
107
214
CD4>500
2.83
0.70
61
122
CD4>200
4.12
0.77
30
60
CD4>500
2.06
0.63
120
240
CD4>200
2.13
0.65
97
194
Boris et al. (2012) Umur
Kadar CD4
Muzah al at. (2012) Anemia
Untuk mengukur pengaruh variabel sampel minimal untuk penelitian ini yaitu 240 dengan asumsi 120 untuk kelompok yang mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3 dan 120 untuk kelompok yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3. Namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan total sampling dimana semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 311 akan ikut dianalisis. Semua sampel digunakan karena terdapat beberapa data pasien yang missing dan data missing tersebut bukan pada variabel yang sama pada setiap pasien, sehingga untuk tidak mengurangi kekuatan dari penelitian ini maka semua sampel digunakan.
4.5. Variabel Penelitan 4.5.1. Variabel Bebas (Independen variabel) Jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV.
36
4.5.2. Variabel Terikat (Dependen variabel) Status peningkatan CD4 >350 cells/mm3
37
4.5.3. Definisi Operasional Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Variabel Independen - Jenis Jenis kelamin pasien Kelamin HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Instrumen
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Pengelompokan dalam Analisis
Skala Analisis
Formulir pengumpulan data
1= Laki-laki 2=Perempuan
Nominal
1= Laki-laki 2= Perempuan
Nominal
- Umur
Umur pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
Umur dalam tahun
Interval
Median, IQR 1=<30 tahun 2=30-39 tahun 3= ≥ 40 tahun
Interval dan Ordinal berdasarkan nilai median
- Hemoglobin
Kadar hemoglobin pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari
Formulir pengumpulan data
Kadar hemoglobin
Interval
Median, IQR 1=<10 gr% 2= ≥ 10 gr% 3= Missing
Interval dan Ordinal Pada penderita HIV/AIDS kadar hemoglobin
38
Variabel
Definisi Operasional
Instrumen
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
Pengelompokan dalam Analisis
rekam medik
Skala Analisis 8,5-10,0 gr%=Anemia ringan, >10 gr% =normal (WHO, 2004)
- Berat Badan
Berat badan pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
Berat badan dalam kg
Interval
Median, IQR 1=<50 kg 2=50-57 kg 3= ≥ 58 kg 4=Missing
Interval dan Ordinal berdasarkan nilai median
-Kadar CD4
Kadar CD4 pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
Jumlah CD4
Interval
Median, IQR 1=<100 cells/mm3 2=100-200 cells/mm3 3=201-350 cells/mm3 4= Missing
Interval dan Ordinal Pada orang HIV/AIDS kadar CD4 <100=berpotensi mengancam hidup 100-200=parah >200=ringan (WHO,2004)
39
Variabel
Definisi Operasional
Instrumen
Hasil Pengukuran Jenis infeksi oportunistik pasien
Skala Pengukuran Ordinal
- Jenis Infeksi Oportunistik saat mulai terapi ARV
Jenis infeksi oportunistik pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
- Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
0=Tidak lulus Ordinal SD 1=SD 2=SMP 3=SMA 4=PT 5= Missing
1= Tidak lulus SD dan SD 2=SMP 3=SMA dan PT 4= Missing
Ordinal
- Pekerjaan
Pekerjaan pasien HIV/AIDS pada saat mulai terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
Formulir pengumpulan data
Jenis pekerjaan Ordinal pasien
1= Bekerja 2=Tidak bekerja
Nominal
- Faktor Risiko
Faktor Risiko
Formulir
0= IDU
1=IDU
Ordinal
Ordinal
Pengelompokan dalam Analisis 1=Tidak ada 2=Lainnya 3=TB dan lainnya 4= Missing
Skala Analisis Ordinal
40
Variabel
Definisi Operasional
Instrumen
Hasil Skala Pengukuran Pengukuran 1=Heterosekual 2=Homosekual 3=Biseksual 4=Missing
Terinfeksi HIV terinfeksi HIV pada saat melakukan terapi ARV yang bersumber dari rekam medik
pengumpulan data
-Pengawas minum obat
Formulir pengumpulan data
0= Tidak ada 1=Ada
Formulir pengumpulan data
Jumlah CD4
Seseorang yang mengawasi dan mengingatkan pasien untuk meminum obar ARV yang bersumber dari rekam medik
Variabel Dependen Event 1. CD4 ketika pasien mencapai CD4 >350 cells/mm3 selama periode penelitian 2.CD4 ketika pasien meninggal sebelum mencapai CD4 >350 cells/mm3 3. CD4 pasien pada
Nominal
Interval
Pengelompokan dalam Analisis 2=Heteroseksual 3=Homosekual 4= Missing
Skala Analisis
1= Ada 2= Tidak Ada
Nominal
0= ≤ 350 cell/ mm3 1= >350 cell/ mm3
Nominal
41
Variabel
Definisi Operasional
Instrumen
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
kunjungan terakhir (untuk pasien yang tidak mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm3,lost to follow up, dan pindah selama periode penelitian). * Missing merupakan data pasien yang tidak lengkap dalam catatan rekam medik.
Pengelompokan dalam Analisis
Skala Analisis
42
4.6. Instrumen Penelitan Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu formulir pengumpulan data yang sudah diuji coba untuk mengumpulkan data rekam medik yang dibutuhkan. Formulir tersebut berisi data dasar berupa kondisi medis awal dan faktor eksternal pasien yang diteliti termasuk tanggal mulai terapi dan pada saat jumlah CD4 meningkat.
4.7. Prosedur Penelitan 4.7.1. Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien HIV-AIDS yang melakukan terapi ARV di klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012. Data yang diambil yaitu data jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, tingkat pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV termasuk tanggal mulai terapi dan pada saat jumlah CD4 meningkat. 4.7.2. Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medik pasien yang di ekstrak ke dalam formulir pengumpulan data. Sebelum ekstraksi data, dilakukan permohonan perijinan kepada pihak-pihak yang terkait data-data yang dibutuhkan. Pertama permohonan ijin kepada Direktur Yayasan Kerti Praja untuk melakukan penelitian dan mengambil data di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja. Kemudian mengurus ijin penelitian di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dan mengurus Ethical Clearance di komisi etik Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
43
4.7.3. Tahap-Tahap Pengolahan Data a. Editing Data pasien dari rekam medik yang telah disalin ke formulir pengumpulan data dipindahkan ke komputer (Microsoft Excel). Pada saat pemindahan data ini akan dilakukan juga pemeriksaan data yaitu apabila data yang ditemukan tidak jelas atau kurang lengkap maka akan dilakukan pengecekan lagi pada rekam medis. Untuk menjaga kerahasiaan data pasien maka formulir pengumpulan data yang telah dipindahkan ke komputer disimpan di Yayasan Kerti Praja. b. Cleaning Data yang telah dimasukkan ke komputer dicek untuk dilakukan pembersihan data dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. c. Coding Data pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan dikategorikan untuk memudahkan analisis. d. Entering Data yang telah dikategorikan dalam Microsoft Excel, kemudian dibuatkan ke dalam format Stata. e. Tabulating Data dianalisis menggunakan Stata SE 12.1 dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi, grafik dan diinterpretasikan.
44
4.8. Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan pendekatan kuatitatif yang meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat 4.8.1. Analisis Univariat Pada analisis ini, data variabel jenis kelamin, umur, kadar HB, BB, kadar CD4, jenis IO, tingkat pendidikan, pekerjaan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat saat mulai terapi ARV dianalisis secara deskriptif sehingga menghasilkan distribusi frekuensi, persentase, median, dan interquartil range. Hasil analisis disajikan dalam tabel serta diinterpretasikan. Survival analysis juga dilakukan pada tahap ini yaitu analisis untuk untuk melihat median time kenaikan CD4 >350 cell/mm3 dan incidence rate pasien yang tidak mencapai CD4 >350 cell/mm3. Analisis Kaplan-Meier juga dilakukan dalam tahap ini untuk melihat jumlah pasien yang mempunyai kesempatan mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm3 setiap tahun. Hasil analisis ini sajikan berupa grafik Kaplan-Meier serta diinterpretasikan. Data missing akan menjadi sensor dalam analisis Kaplan-Meier ini. 4.8.2. Analisis Bivariat Pada analisis ini dilakukan analisis cox proportional hazard model untuk melihat kemaknaan variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Pada analisis ini, akan diperoleh nilai HR, nilai p spesifik, dan nilai p untuk crude Hazard Ratio (HR) dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai HR digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Bila HR >1 menunjukkan bahwa variabel
45
yang diteliti meningkatkan risiko peningkatan CD4 >350 cell/mm3, bila HR <1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti menurunkan risiko peningkatan CD4 >350 cell/mm3, bila HR=1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti tidak berhubungan terhadap peningkatan CD4 >350 cell/mm3. Nilai p spesifik digunakan untuk melihat signifikansi setiap kelompok dalam variabel dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Nilai p untuk crude HR diperoleh dengan melakukan tes parm bila variabel independen berskala ordinal dengan 3 atau lebih katagori dan menggunakan test trend bila data berskala interval yang dikatogorikan menjadi dua atau lebih katagori. Nilai p untuk crude HR ini yang akan digunakan untuk melihat kemaknaan variabel independen terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Pada saat analisis untuk memperoleh p crude untuk HR, data pasien yang missing akan dikeluarkan dari model analisis sehingga data missing tidak mempengaruhi hasil analisis. Analisis di katakan signifikan bila p untuk crude HR <0.05. 4.8.3. Analisis Multivariat Pada analisis ini dilakukan analisis cox proportional hazard model, dimana variabel yang mempunyai nilai p untuk crude HR <0.2 akan dianalisis secara bersama-sama untuk melihat variabel yang paling berhubungan terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Variabel-variabel akan dimasukkan kedalam satu model cox regression dengan menggunakan metode backward dimana satu persatu variabel yang tidak signifikan (p untuk crude HR >0.05) dikeluarkan. Nilai p untuk crude HR dalam analisis ini juga diperoleh dengan menggunakan test parm dan test trend.
46
Setelah diperoleh model akhir yaitu variabel yang signifikan berpengaruh terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3, variabel yang tidak signifikan dimasukkan lagi satu per satu ke dalam model tersebut untuk menguji kembali tingkat signifikansinya. Variabel yang signifikan adalah variabel yang mempunyai nilai p untuk crude HR <0.05 setelah semua tahap tersebut dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada analisis ini akan diperoleh juga HR yang digunakan untuk melihat besarnya pengaruh terhadap kenaikan CD4 >350 cell/mm3.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Karakteristik Pasien Jumlah pasien yang tercatat menerima terapi ARV di Klinik Amerta YKP dari tahun 2002 sampai 2012 sebanyak 549 pasien. Dari jumlah pasien tersebut, 238 pasien (43,4%) tidak diikutkan dalam analisis karena memulai terapi dengan CD4 >350 cell/mm3 dan atau hanya mempunyai satu hasil tes CD4. Jumlah pasien yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu 311 pasien, dimana 75,9% pasien masih melakukan terapi ARV, 16,8% pasien telah berhenti terapi ARV dan 7,4% pasien meninggal. Tabel 5.1 Karakteristik Pasien HIV yang Menggunakan ARV di Klinik Amerta YKP Tahun 2002-2012 Karakteristik Pasien Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur <30 tahun 30-39 tahun ≥ 40 tahun Median (IQR) Pendidikan Tidak sekolah & SD SMP SMA & PT Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja
n (%) 185 (59,5) 126 (40,5) 159 (51,1) 111 (35,7) 41 (13,2) 30 (27-35)* 88 (28,3) 64 (20,6) 159 (51,1) 226 (72,7) 85 (27.3)
47
48
Faktor Risiko Terinfeksi HIV IDU Heteroseksual Homoseksual Infeksi Oportunistik Tidak ada IO non TB TB & IO lain Pengawas Minum Obat Ada Tidak Ada Kadar CD4 <100 cell/mm3 100-200 cell/mm3 201-350 cell/mm3 Median (IQR) Berat Badan 18-49 kg 50-57 kg ≥ 58 kg Missing Median (IQR) Kadar Hemoglobin <10 g/dl >10 g/dl Missing Median (IQR) Outcome
87 (28,0) 176 (56,6) 48 (15,4) 263 (84,6) 38 (12,2) 10 (3,2) 242 (77,8) 69 (22,2) 148 (47,6) 80 (25,7) 83 (26,7) 108 (32-203)* 97 (31,2) 100 (32,2) 111 (35,7) 3 (1,0) 54 (48-60)* 26 (8,4) 280 (90,0) 5 (1,2) 12,9 (11,7-14,2)*
CD4 tidak meningkat (≤ 350 cell/mm3) 3
CD4 meningkat (>350 cell/mm ) Total * median (Interquartil Range)
168 (54,0) 143 (46,0) 311 (100)
Tabel 5.1 menunjukkan, dari total 311 pasien lebih banyak pasien berjenis kelamin laki-laki (59,5%) dan berusia produktif yaitu <30 tahun (51,1%). Pasien sebagian besar mempunyai pendidikan akhir SMA (51,1%), sebagian besar pasien bekerja (72,7%). Orientasi seks pasien sebagian besar adalah heteroseksual (56,6%). Pada saat memulai terapi ARV, sebagian pasien tidak mempunyai infeksi opurtunistik (84,6%) dan mempunyai pengawas minum obat (77,8%).
49
Pengawas minum obat (PMO) adalah seseorang yang mengingatkan pasien untuk meminum obat ARV. PMO bisa berasal dari keluarga maupun petugas dari YKP. Tabel 5.1 juga menunjukkan, sebagian besar pasien memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm3 (47,6%), berat badan ≥ 58 kg (35,7%) dan dengan kadar hemoglobin >10g/dl (90,0%). Hasil analisis menunjukkan sebanyak 46,0% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm3.
Kaplan-Meier survival estimates 1.00 CD4 tidak meningkat (<350 cell/mm3) 0.75
Proportion 0.50 of Participans CD4 meningkat (>350 cell/mm 3) 0.25
0.00 2002
2004
2006
2008
2010
analysis time
Gambar 5.1 Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Median Time Kenaikan CD4 count >350 cells/mm3
Hasil analisis Kaplan-Meier pada gambar 5.1 menunjukkan median time pasien untuk mencapai kadar CD4 >350 cells/mm3 adalah 1.4 tahun (IQR=0.73.0). Incidence rate pasien
yang tidak mencapai CD4 >350 cells/mm3
berdasarkan hasil analis adalah 219.71 per 1000 person years.
50
Kaplan-Meier failure estimate 1.00
0.75
Proportion of Participans 0.50
0.25
0.00
Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami kenaikan CD4
2002
2004
311
154
2006 Analysis Time 65
2008
2010
14
3
Gambar 5.2 Kaplan-Meier Curve Survival Estimasi Jumlah Pasien yang Berisiko Mengalami Kenaikan CD4 >350 cells/mm3
Pada analisis Kaplan-Meier (Gambar 5.2) dapat dilihat jumlah pasien yang mengalami peningkatan CD4 >350 cells/mm3 terus terjadi sejak tahun memulai terapi ARV yaitu 2002 sampai 2008. Namun, dari tahun 2008 sampai tahun 2010 persentase jumlah odha yang mengalami peningkatan CD4 mempunyai persentase sama setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien yang berisiko mengalami kenaikan CD4 setiap tahunnya. Pada tahun 2004 jumlah pasien yang berisiko mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm3 berjumlah 154 pasien dari 311 pasien pada awal pengobatan. Artinya dari tahun 2002-2004 pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm3 berjumlah 157 pasien (50,5%). Pada tahun 2006 tersisa
51
65 pasien dari 154 pasien pada tahun 2004 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm3. Artinya dari tahun 2004-2006 pasien yang CD4nya meningkat >350 cells/mm3 berjumlah 89 pasien (57,85%). Pada tahun 2008 tersisa 14 pasien dari 65 pasien pada tahun 2006 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm3. Artinya dari tahun 2006-2008 pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm3 berjumlah 51 pasien (78,5%). Sejak tahun 2008 sampai batas periode penelitian, persentase jumlah pasien yang CD4 meningkat adalah sama. Dimana pada tahun 2010 tersisa 3 pasien dari 14 pasien pada tahun 2008 yang belum mengalami peningkatan jumlah CD4 >350 cells/mm3. Artinya dari tahun 2008-2010 pasien yang CD4 meningkat >350 cells/mm3 berjumlah 11 pasien (78,6%).
5.2. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 Pada analisis bivariat, variabel dikelompokkan menjadi faktor medis dan faktor eksternal. Dari tabel 5.2 dapat dilihat variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3 dari faktor medis adalah jenis kelamin, kadar CD4, kadar hemoglobin, dan dari faktor eksternal yaitu faktor risiko terinfeksi HIV.
52
Tabel 5.2 Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3
Variabel Jenis Kelamin Laki-laki (n=185) Perempuan (n=126) Umur <30 tahun (n=159) 30-39 tahun (n=111) ≥ 40 tahun (n=41) Kadar Hemoglobin <10 g/dl (n=26) >10 g/dl (n=280) Missing Berat Badan 18-49 kg (n=97) 50-57 kg (n=100) ≥ 58 kg (n=111) Missing Kadar CD4 <100 cell/mm3 (n=148) 100-200 cell/mm3 (n=80) 201-350 cell/mm3 (n=83) Infeksi Oportunistik Tidak ada (n=263) IO non TB (n=38) TB & IO lain (n=10) Tingkat Pendidikan Tidak bersekolah & SD (n=88) SMP (n=64) SMA (n=159) Pekerjaan Bekerja (n=226) Tidak bekerja (n=85) Faktor Risiko Terinfeksi HIV IDU (n=87) Heteroseksual (n=176) Homoseksual (n=48) Pengawas Minum Obat Ada (n=242) Tidak Ada (n=69)
>350 cell/mm3 n= 143 (46,0 %)
Hazard Ratio (95% CI) (n=311)
67 (36,2%) 76 (60,3%)
1 (Ref) 1.93 (1.38-2.68)
<0.001
73 (46,0%) 52 (46,9%) 18 (43,9%)
1 (Ref) 0.93 (0.65-1.32) 1.29 (0.76-2.16)
0.680 0.341
0.618
8 (30,8%) 132 (47,1%) 3 (60,0%)
1 (Ref) 1.78 (0.87-3.64) 2.72 (0.72-10.29)
0.114 0.142
0.110
47 (48,5%) 45 (45,0%) 50 (45,0%) 1 (33,3%)
1 (Ref) 1.06 (0.70-1.60) 1.30 (0.87-1.94) 0.54 (0.07-3.91)
0.784 0.205 0.540
0.209
47 (31,8%) 35 (43,8%) 61 (73,5%)
1 (Ref) 1.66 (1.07-2.57) 4.38 (2.98-6.43)
0.023 <0.001
<0.001
123 (46,8%) 16 (42,1%) 4 (40,0%)
1 (Ref) 0.87 (0.51-1.46) 0.61 (0.22-1.64)
0.597 0.326
0.5525
39 (44,3%) 33 (51,6%) 71 (44,7%)
1 (Ref) 0.94 (0.59-1.50) 0.87 (0.59-1.30)
0.815 0.505
0.7903
102 (45,1%) 41 (48,2%)
1 (Ref) 1.05 (0.73-1.50)
0.811
31 (35,6%) 89 (50,5%) 23 (47,9%)
1 (Ref) 2.25 (1.49-3.40) 2.80 (1.62-4.83)
<0.001 <0.001
115 (47,5%) 28 (40,6%)
1 (Ref) 1.25 (0.83-1.90)
0.2385
P>|z|
P>|z| Group
0.0001
53
Hasil analisis diperoleh pasien wanita lebih mungkin mengalami peningkatan
CD4
>350
cell/mm3
dibandingkan
dengan
laki-laki
(HR=1.93;95%CI=1.38-2.68;p=<0.001). Pasien yang memulai terapi dengan kadar CD4 101-200 cell/mm3 dan 201-350
cell/mm3 lebih mungkin CD4
meningkat >350 cell/mm3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm3 dengan HR=1.66;95%CI=1.07-2.57;p=0.023 dan HR=4.38;95%CI=2.98-6.43;p=<0.01 untuk masing-masing katagori. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pasien heteroseksual dan homoseksual lebih mungkin mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm3dibandingkan pasien IDU dengan
HR=2.25;95%CI=1.49-3.40;p=<0.001
dan
HR=2.80;95%CI=1.62-
4.83;p=<0.001 untuk masing-masing katagori.
5.3. Hasil Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 Variabel yang dianalisis dalam analisis multivariat adalah variabel dengan nilai p<0.2 pada analisis univariat. Variabel umur juga ikut dimasukkan dalam analisis ini karena dianggap sebagai variabel penting yang mempengaruhi peningkatan CD4. Oleh karena itu, variabel yang dianalisis yaitu jenis kelamin, umur, kadar CD4, kadar hemoglobin, dan faktor risiko terinfeksi HIV.
54
Tabel 5.3 Analisis Multivariat Hubungan Kondisi Medis Awal dan Faktor Eksternal dengan Peningkatan CD4 >350 Cell/mm3 Variabel Hazard Ratio (95% CI) * P>|z| P>|z| Group Kadar CD4 <100 cell/mm3 1 (Ref) 3 100-200 cell/mm 1.55 (1.00-2.41) 0.051 201-350 cell/mm3 3.83 (2.59-5.68) <0.001 <0.001 Faktor Risiko Terinfeksi HIV 1 (Ref) IDU 0.004 1.85 (1.22-0.81) Heterosexual 0.020 1.94 (1.11-3.40) Homosexual 0.0112 *Multivariat analisis dilakukan dengan metode backward. Variabel yang dikeluarkan secara bertahap yaitu 1: hemoglobin, step 2 : jenis kelamin, and step 3: umur
Pada analisis multivariat diperoleh kadar CD4 dan risiko terinfeksi HIV mempunyai hubungan yang signifikan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Analisis ini menunjukkan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 >200 cell/mm3 mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm3 dibandingkan pasien yang memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm3 (HR=3.83;95%CI=2.59-5.68;p=<0.001) dan pasien yang memulai terapi ARV dengan faktor risiko heteroseksual dan homoseksual mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm3 dibandingkan pasien yang memulai terapi
dengan
status
IDU
(HR=1.85;95%CI=1.22-2.81;p=<0.001
HR=1.94;95%CI=1.11-3.40;p=<0.01).
dan
BAB VI PEMBAHASAN
Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan 46% pasien mengalami kenaikan CD4 >350 cells/mm3. Hasil ini relatif rendah bila dibandingkan dengan hasil pengobatan di Swiss dimana keberhasilan kenaikan CD4 >350 cells/mm3 sekitar 83% (Kaufmann et al., 2005) dan 69% di Barcelona, Spanyol (Garcia et al., 2004). Incidence rate pasien yang gagal meningkatkan CD4 >350 cells/mm3 pada penelitian ini diperoleh 219.71 per 1000 person years. Hasil ini relatif tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Denmark yang menunjukkan incidence rate kegagalan pencapaian kenaikan CD4 adalah 4,2 per 1000 person years (Helleberg et al., 2013). Perbedaan ini bisa disebabkan adanya perbedaan karakteristik pasien di Indonesia dengan negara serta adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien minum obat di Indonesia dengan negara lain yang dapat menyebabkan masih rendahnya persentase pasien yang mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3 namun, dalam penelitian ini tingkat kepatuhan pasien tidak diteliti karena keterbatasan data. Selain itu perbedaan pedoman penatalaksanaan pemberian terapi ARV dapat mempengaruhi perbedaan ini. Perbedaan ini dapat dilihat pedoman ART yang diterbitkan Kementrian Kesehatan pada tahun 2007 menyatakan pasien dengan CD4 >350 jangan memulai pengobatan sedangkan di negara-negara memulai terapi ARV dengan CD4 < 350/mm3. Pada tahun 2011 pemberian
terapi
ARV
dapat
dimulai
55
ketika
odha
mempunyai
CD4
56
>350 cell/mm3 dan pada tahun 2013, ARV dapat diberikan tanpa melihat CD4 kepada kelompok berisiko tinggi yang positif. Penelitian ini menunjukkan efektifitas terapi ARV di Indonesia masih harus ditingkatkan. Hasil penelitian ini juga menemukan median time kenaikan CD4 >350 cells/mm3 adalah 1.4 tahun (IQR=0.7-3.0). Hasil ini sama dengan penelitian yang membandingkan peningkatan CD4 pada pasien empat kelompok pasien berdasarkan kadar CD4 awal saat memulai terapi yaitu <200 cells/mm3, 200–349 cells/mm3, 350–499 cells/mm3, and ≥ 500 cells/mm3. Hasil penelitian tersebut menunjukkan semua kelompok mengalami peningkatan CD4 yang cepat pada tahun pertama melakukan terapi ARV (Garcia et al., 2004). Jangka waktu pemulihan CD4 dapat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien yang mempengaruhi penurunan jumlah viral load pasien. Pengaruh kepatuhan terhadap viral load pasien yang mendapat terapi ARV selama 6 bulan pernah dilakukan oleh Nieuwkerk et al. (2001) di Netherlands yang menunjukkan pasien yang tidak patuh selama masa dalam terapi ARV kurang bisa mencapai viral load undetectable dibandingkan pasien yang patuh (OR=4.0;95%CI=1.4-11.6). Pasien mempunyai kepatuhan yang baik pada tahun pertama melakukan terapi. Hal ini sesuai dengan penelitian cross sectional di Semarang yang menunjukkan pengobatan terapi ARV yang harus dilakukan seumur hidup menyebabkan rasa jenuh yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat (Fithria dkk. 2011).
57
6.1. Variabel yang Tidak Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 Dalam penelitian ini variabel kondisi medis awal yang tidak berhubungan signifikan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm3 adalah jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, dan infeksi oportunistik. Variabel eksternal yang tidak berhubungan signifikan dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm3 adalah pekerjaan, pendidikan dan PMO saat mulai terapi ARV. Beberapa penelitian menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan peningkatan CD4 dimana perempuan lebih mungkin mengalami peningkatan CD4 yang tinggi dibandingkan laki-laki (Gandhi et al., 2006; Wolbers et al., 2007). Dalam penelitian ini, analisis bivariat menunjukkan pasien wanita lebih mungkin mengalami peningkatan CD4 >350 cell/mm3 dibandingkan dengan laki-laki tetapi, variabel ini menjadi tidak signifikan pada analisis multivariat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan bahwa jenis kelamin baik lakilaki maupun perempuan tidak mempunyai hubungan dengan peningkatan CD4 (Smith et al., 2004; Kaufmann et al., 2005; Diego et al., 2008). Berdasarkan hasil analisis, umur tidak berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan memulai terapi pada umur yang tua berhubungan dengan kenaikan CD4 yang rendah (Kaufmann et al., 2005; Boris et al., 2012; Muzah et al., 2012). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan tidak adanya hubungan antara umur (Smith et al., 2004; Diego et al., 2008;) terhadap kenaikan CD4.
58
Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan kadar hemoglobin dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Hasil penelitian ini bertentangan dengan sebuah penelitian longitudinal di Johannesburg (Muzah et al., 2012) serta penelitian oleh Balperio dan Rhew (2004) yang menyatakan pasien yang memulai terapi dengan anemia berhubungan dengan rendahnya peningkatan CD4. Dalam beberapa hasil penelitian menyatakan ada hubungan berat badan dengan kenaikan CD4, dimana berat badan yang rendah pada awal terapi berhubungan dengan penurunan jumlah CD4 (Ghate, 2000; Diego et al., 2008;). Dalam penelitian ini, hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara berat badan pasien dengan kenaikan CD4. TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang terjadi pada odha. Adanya koinfeksi HIV/TB merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terapi ARV pada odha seperti penelitian yang dilakukan oleh Kassa et al. (2012) dan Fredy dkk. (2012) menyatakan pasien HIV/TB mempunyai korelasi yang kuat dengan jumlah CD4. Pada penelitian ini sekitar 3,2% pasien memulai terapi dengan IO TB. Sedikitnya pasien yang memulai terapi dengan TB disebabkan di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja sebelum memulai terapi ARV, pasien dengan IO TB akan diobati terlebih dahulu TBnya. Pasien akan diberi ARV setelah IO TB sembuh. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan IO dengan peningkatan CD4 >350 cell/mm3. Hal ini berbeda dengan penelitian yang menyatakan memulai terapi dengan mempunyai infeksi opurtunistik (Ghate, 2000; Bonnet et al., 2002) mempunyai hubungan dengan rendahnya kenaikan CD4.
59
Variabel pekerjaan dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3 . Sebuah penelitian oleh Ubra (2012) menyatakan seseorang yang tidak bekerja mempunyai risiko tidak patuh minum obat ARV dibandingkan yang bekerja. Dalam hal ini pekerjaan merupakan variabel tidak langsung terhadap kenaikan CD4 dimana pekerjaan mempengaruhi kepatuhan minum obat. Kepatuhan odha minum obat ARV akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan terapi ARV (Vujovic dan Anna, 2009; Kemenkes RI, 2011). Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan pendidikan pasien dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Alvarez (2012) yang mengatakan pendidikan yaitu pendidikan yang rendah mempunyai hubungan dengan hasil akhir (peningkatan CD4) pada pasien yang melakukan terapi. PMO pada odha diharapkan dapat membantu odha menjalani terapi ARV dengan patuh. Di Klinik Amerta PMO odha berasal dari keluarga dan sebagian besar adalah petugas lapangan Yayasan Kerti Praja. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara PMO dengan kenaikan CD4 >350 cell/mm3. Hasil analisis lebih detail antara faktor risiko terinfeksi HIV, ada tidaknya PMO terhadap peningkatan CD4 >350 cell/mm3 menunjukan adanya PMO pada kelompok IDU, heteroseksual PS maupun heteroseksual non PS, dan homoseksual tidak memberikan dampak pada peningkatan CD4 yang lebih baik. Walaupun secara deskiptif, pasien IDU yang mempunyai PMO menunjukkan peningkatan CD4 yang lebih baik dibandingkan yang tidak mempunyai PMO
60
namun, hasil ini tidak signifikan secara statistik (RR=1,88; 95%CI=0.528-6.722; p=0.273). Tidak adanya hubungan PMO dengan peningkatan CD4 dapat disebabkan karena dukungan keluarga atau PMO tidak mempengaruh peningkatan kepatuhan pasien. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian secara crossectional di Klinik VCT RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar Bali yang menyatakan pada pasien baik yang patuh maupun yang tidak patuh sebagian besar memiliki dukungan yang baik dari keluarga atau PMO-nya (Susila, 2013). Hal ini bisa juga terjadi di pada penelitian ini karena mampunyai kesamaan karakteristik populasi dimana keluarga atau PMO memberi dukungan yang sama bersar pada pasien baik yang patuh maupun yang tidak patuh. Tetapi ditempat lain ditemukan adanya PMO berpengaruh terhadap terapi odha tersebut (Nursalam, 2009). Penelitian lain juga menunjukkan pasien yang memiliki PMO yang perannya kurang maksimal berisiko 3.6 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan dengan pasien yang memiliki PMO dengan peran yang baik (Pare dkk, 2012; Sumarman dan Krisnawati, 2012). Adanya perbedaan ini dapat disebabkan efektifitas PMO dalam melaksanakan perannya dalam mengawasi, mengingatkan dan memberi dorongan terhadap pasien yang melakukan terapi ARV masih kurang. Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan peran keluarga atau PMO perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan terapi pasien menjadi lebih baik. Penelitian lebih mendalam tentang efektifitas PMO dalam melaksanakan perannya dan tentang tingkat kepatuhan pasien perlu dilakukan. Penelitian dapat menggunakan metode fokus group discussion (FGD) atau survei pada pasien sehingga dapat mengetahui secara rinci pelaksanaan peran PMO. Penelitian secara prospectif juga diperlukan untuk
61
mengurangi pencatatan data dalam rekam medik yang kurang baik dalam melihat tingkat kepatuhan pasien dalam melaksanakan terapi ARV.
6.2. Variabel yang Berhubungan Signifikan dengan Peningkatan CD4 >350 cell/mm3 Pada penelitian ini ditemukan pasien yang memulai terapi dengan kadar CD4 201-350 cell/mm3 mempunyai peluang 3.83 kali mengalami kenaikan CD4 >350 cell/mm3 dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <100 cell/mm3. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang menunjukkan pasien yang memulai terapi dengan kadar CD4 yang rendah mempunyai peningkatan CD4 yang rendah (Viard et al., 2001; Garcia et al., 2004; Kaufmann et al., 2005; Wolbers et al., 2007; Boris et al,. 2012; Diego et al., 2008; Muzah et al., 2012). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain yang menyatakan memulai terapi dengan kadar CD4 tinggi (>200 cell/mm3) berhubungan dengan rendahnya kenaikan CD4 selama masa terapi 3 bulan dan seterusnya. Tetapi penelitian ini menjelaskan pengaruh faktor ini mempunyai magnitude yang kecil sehingga implikasi klinis dari temuan ini mungkin akan terbatas (Smith et al., 2004). Meskipun hasil penelitian ini masih terdapat perbedaan dengan penelitian lain, namun data ini menunjukkan pentingnya mengidentifikasi dan mengobati pasien HIV pada saat CD4 masih tinggi. Temuan ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan terapi ARV di Indonesia seperti dapat digunakan menjadi bukti untuk mendukung atau memperluas rekomendasi national dalam melakukan inisiasi awal terapi ARV.
62
Variabel lain yang mempunyai hubungan signifikan yaitu faktor risiko terinfeksi HIV, dimana pasien IDU mempunyai kemungkianan kenaikan CD4 >350 cell/mm3 lebih rendah dibandingkan pasien heteroseksual dan homoseksual. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara faktor risiko terinfeksi HIV (heteroseksual, homoseksual dan IDU) dengan peningkatan CD4 (Smith et al., 2004; Kaufmann et al., 2005). Ada beberapa kemungkinan penyebab pasien IDU mempunyai kenaikan CD4 yang lebih rendah dibandingkan heteroseksual dan homoseksual yaitu kadar CD4 awal saat mulai terapi yang rendah pada pasien IDU, adanya penyakit penyerta Hepatits C, pasien IDU lebih cenderung loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal dan adanya terapi ARV yang dilakukan bersamaan dengan rumatan metadon pada pasien IDU. Kemungkinan pertama dibuktikan dengan hasil analisis yang lebih rinci, menunjukkan bahwa diantara pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 <100 cell/mm3 terdapat sebanyak 59% adalah pasien IDU. Rendahnya kadar CD4 saat memulai terapi mempunyai hubungan dengan rendahnya peningkatan CD4. Kemungkinan kedua yaitu adanya penyakit penyerta pada IDU seperti Hepatis C yang dapat dilihat dari nilai SGOT dan SGPT yang merupakan salah satu tes laboratorium untuk mendiagnosis kerusakan liver dan untuk memantau orang dengan Hepatitis C (Spiritia, 2005). Kadar SGOT normal yaitu 5-40 unit/ml dan SGPT yaitu 5-35 unit/ml (Depkes RI, 2007b). Pasien IDU mempunyai mean kadar SGOT dan SGPT (SGOT=42,62 dan SGPT=39,68) yang lebih tinggi dibandingkan kelompok heteroseksual (SGOT=32,89 dan SGPT=32,71) dan
63
homoseksual (SGOT=27,30 dan SGPT=31,26). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat pasien IDU mempunyai kadar SGOT dan SGPT diatas normal yang menunjukkan adanya kerusakan hati pada kelompok IDU dibandingkan kelompok lain. Selain itu pada pasien IDU kadar SGOT lebih tinggi dibandingkan kadar SGPT yang menunjukkan bahwa terjadinya sirosis yang menunjukkan kerusakan hati bertambah buruk. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan IDU yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain secara bergantian berisiko tinggi terkena infeksi Hepatitis C dan 50-90% pasien HIV-IDU terinfeksi Hepatits C (Spiritia, 2005). Adanya penyakit Hepatitis C pada IDU dapat berpengaruh pada proses terapi ARV yang dijalani. Asumsi ini didukung oleh penelitian yang melaporkan Hepatitis C dan riwayat penasun secara bermakna mempengaruhi perbaikan CD4 pada 3 bulan setelah terapi ARV (Hutton et al., 2006). Penelitian oleh Braitstein et al. (2006) juga menunjukkan terdapat perbedaan perubahan kadar CD4 setelah terapi ARV antara pasien koinfeksi Hepatitis C dan tanpa koinfeksi Hepatitis C, dimana pada pasien koinfeksi Hepatitis C terjadi peningkatan kadar CD4 rerata 5,3 cell/mm3 per hari sedangkan pada tanpa koinfeksi HCV terjadi peningkatan rerata CD4 33,5 cell/mm3 per hari (p< 0,001). Demikian juga penelitian oleh Greub et al. (2000) melaporkan pasien dengan koinfeksi Hepatitis C menyebabkan rendahnya peningkatan kadar CD4 dibandingkan pasien dengan tidak Hepatitis C. Kemungkinan ketiga yaitu berdasarkan analisis lebih detail juga menunjukkan pasien IDU lebih cenderung loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal dibandingkan dengan pasien
64
heteroseksual dan homoseksual, yaitu 34,4% pada pasien IDU, 21,1% pada pasien heteroseksual dan 16,8% pada pasien homoseksual. Tingginya persentase tersebut dapat disebabkan karena adanya risiko kambuh, overdosis yang menyebabkan kematian pasien IDU maupun risiko ditangkap pihak kepolisian. Risiko kambuh pada pasien IDU memang tinggi, terutama pasien yang telah mengalami ketergantungan. Perhentian penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (napza) dapat menyebabkan gejala putus obat yang jika tidak bisa diatasi maka pasien akan kambuh menggunakan narkoba suntik lagi (Handayani, 2008). Risiko pasien IDU ditangkap kepolisian juga dapat berpengaruh terapi ARV. Di Bali, dari Agustus 2008 sampai Juli 2009 polisi mencatat terdapat 151 penangkapan obat dimana sebanyak 56 (37,1%) diidentifikasi sebagai IDU (Sawitri, 2010). Penangkapan oleh polisi dapat berpengaruh terhadap tingginya loss to follow up dan berhenti menggunakan ARV pada pasien IDU. Faktor berikutnya yaitu adanya kemungkinan overdosis yang menyebabkan kematian pada pasien IDU. Dalam penelian Mathers et al. (2012) menyatakan overdosis merupakan penyebab utama kematian pada pasien IDU selain penyakit HIV/AIDS. Hal ini didukung oleh penelitian kualitatif dengan partisipan berjumlah 6 oleh Handayani (2008) yang menyatakan overdosis sering terjadi pada IDU yang menyebabkan kematian. Dalam penelitian Handayani, dijelaskan lebih dari setengah IDU melaporkan bahwa mereka pernah mengalami overdosis sedikitnya sekali selama sebagai IDU. Kemungkinan keempat pasien IDU mempunyai kenaikan CD4 yang lebih rendah dibandingkan heteroseksual dan homoseksual yaitu adanya terapi ARV
65
yang dilakukan bersamaan dengan rumatan metadon pada pasien IDU dapat berpengaruh pada kepatuhan dan keteraturan minum obat ARV. Dalam penelitian Handayani (2008) melaporkan adanya pengurangan dosis metadon sampai 50% pada saat terapi ARV (Depkes RI, 2007a) menyebabkan timbulnya beberapa gejala-gejala yang menyebakan kesakitan pada pasien. Salah satu gejala yaitu mual pada pagi hari yang menyebabkan pasien sulit makan pagi seperti orang normal. Mual merupakan efek samping dari terapi ARV dan juga merupakan gejala putus obat selain sakit kepala, tulang merasa sakit, lemah letih lesu (WHO, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan pemberian metadon besamaan dengan evafirenz, nevirapine, atau ritonavir pada pasien IDU dapat menurunkan kadar metadon dalam plasma darah yang menyebabkan munculnya gejala putus obat (Elinore, 2007). Adanya gejala kesakitan dan mual pada pagi hari yang menyebabkan pasien IDU sulit untuk makan pagi berdampak pada pasien menjadi sulit untuk minum obat ARV dan juga berpengaruh kepada kebutuhan gizi pasien karena keapatuhan terapi ARV tidak hanya ketepatan jadwal minum obat tetapi juga terpenuhinya gizi yang baik. Selain itu gejala putus obat juga berpengaruh kepada psikologi pasien dimana pasien IDU akan mengalami stres karena setiap minum obat ARV akan merasa mual yang membuat ketidaknyamanan fisik yang akan berpengaruh juga pada tingkat kepatuhan minum obat ARV. Selain keempat kemungkinan tersebut, peneliti juga berasumsi bahwa adanya perbedaan tingkat kepatuhan antara kelompok heteroseksual, homoseksual dan IDU namun tingkat kepatuhan pasien tidak diteliti karena keterbatasan data.
66
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih mendalam dan penanganan pasien saat melakukan terapi ARV sangat diperlukan terutama pada pasien IDU saat memulai terapi ARV.
6.3. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari catatan medik secara retrospektif sehingga kemungkinan terdapat pencatatan data yang kurang baik. Selain itu terdapat beberapa variabel penting yang tidak dapat diteliti karena tidak tersedianya data variabel-variabel dalam rekam medik seperti variabel viral load (Kaufmann et al., 2005; Badri et al., 2008; Van et al., 2012), hepatitis B (Idoko et al., 2009), dan kepatuhan (Evan et al., 2004).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Setelah dilakukan penelitian pada faktor medis yang terdiri dari variabel jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, kadar CD4, infeksi oportunistik dan faktor ekternal yang terdiri dari pekerjaan, pendidikan, faktor risiko terinfeksi HIV, pengawas minum obat dapat disimpulkan varaibel yang berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cells/mm3 adalah kadar CD4 awal dan faktor risiko terinfeksi HIV dimana kenaikan CD4 lebih tinggi pada pasien yang memulai terapi ARV dengan CD4 > 200 cells/mm3 dibandingkan memulai terapi dengan CD4 <100 cell/mm3 dan kenaikan CD4 >350 cells/mm3 lebih rendah pada pasien IDU dibandingkan pasien heteroseksual dan homoseksual. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pasien IDU lebih banyak mulai terapi dengan CD4<100 cell/mm3, adanya penyakit penyerta (hepatitis C), pasien IDU lebih banyak loss to follow up, berhenti menggunakan ARV, pindah dan meninggal serta adanya terapi bersama antara ARV dan rumatan metadon. Variabel jenis kelamin, umur, kadar hemoglobin, berat badan, infeksi oportunistik, pekerjaan, pendidikan dan pengawas minum obat tidak terbukti secara statistik berhubungan dengan kenaikan CD4 >350 cells/mm3.
67
68
7.2. Saran 1. Untuk Tatalaksana Pengobatan Pasien, disarankan dalam melakukan terapi ARV, pasien dapat disarankan oleh petugas kesehatan agar memulai terapi ARV dengan kadar CD4 yang masih tinggi. 2. Untuk Pemegang Kebijakan, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti tambahan untuk memperluas atau meningkatkan inisiasi dini terapi ARV di Indonesia serta meningkatkan perhatian yang lebih mendalam pada pasien IDU saat melakukan terapi ARV. 3. Untuk Penelitian lebih lanjut jika hendak dilakukan studi lebih lanjut, maka sebaiknya melakukan penelitian dengan desain prospektif atau dengan metode fokus group discussion (FGD) maupun survei pada pasien sehingga masalah ketersediaan data dapat diatasi.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abuzaitoun OR, Hanson IC. (2000). Organ-specific manifestations of HIV disease in children. Pediatr Clin North Am, 47:109-24. Ader, R. (1991). The Influence Of Conditioning On Immune Response. 2th edition. Academic Press Inc. San Diego. Alvarez, UG. (2012). Factors associated with late presentation of HIV and estimation of antiretroviral treatment need according to CD4 lymphocyte count in a resource-limited setting: data from an HIV cohort study in india. Interdiscip Perspect Infect Dis. Apasou, S. dan Sitkorsy MV. (1999). T-cell-mediated immunity inprinciples of immuno pharmacology. Medical-Surgical Nursing. A Psychophysiologic Approach. 4th edition. Philadelphia: W.B. Saunders Co. Aruben, R. (2012). Proses stigmatisasi penderita HIV/AIDS: studi eksploratif berbasis narasi partisipan di Semarang tahun 2012. Universitas Diponegoro. Semarang. Badri M, Lawn SD, Wood R. (2008). Utility of CD4 cell counts for early prediction of virological failure during antiretroviral therapy in a resourcelimited setting. BMC infectious diseases [Internet]. Jan [cited 2014 Mar 14];8(1):89. Available from: http://www.biomedcentral.com/14712334/8/89. Balperio, PS dan Rhew DC. (2004). Prevalence and outcome of anemia in individuals with human immunodeficiency virus: a systematic review of literature. Am J Med 116: 27S-43S. Bonnet, F, Thiebaut R, Chene G, Neau D, Pellegrin JL, dan Mercie P. (2005). Determinants of clinical progression in antiretroviral-naive HIV-infected patients starting highly active antiretroviral therapy. Aquitaine Cohort, France. 1996-2002. HIV Med. 6(3):198-205. Boris, J, Danielle P, Musie G, Carmen C, Marcus A, Henry S, Richard AM, and Bruce DW. (2012). Factors predicting discordant virological and immunological responses to antiretroviral therapy in HIV-1 clade C infected Zulu/Xhosa in South Africa. PLOS ONE 7:31161. Braitstein P, Asselin JJ, Montessori V, Wood E, Yip B, Chan K, et al., (2006). The impact of the hepatitis c virus on CD4 response post initiation of highly active antiretroviral therapy among a population based hiv cohort. Arch Intern Med 221:3215-23.
70
Clancy, J. (1998). Basic Concept In Immunology: Student’s Survival Guide. New York: The McGraw-Hill Companies. Departemen Kesehatan RI. (2007a). Data HIV/AIDS Indonesia. Dirjen P2PL. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2007b). Pharmaceutical care untuk penyakit hati. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Jakarta. Diego, LC, Kristien V, Larissa O, David I, Juan E, Lynen L, Eduardo G, dan Carlos S. (2008). Predictors of CD4+ cell count response and of adverse outcome among HIV-infected patients receiving highly active antiretroviral therapy in a public hospital in Peru. International Journal of Infectious Diseases 12: 325-331. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2013). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar. Elinore, F. (2007). Interaction between buprenoprine and atazanavir or atazanavir/ritonavir. Drug alcohol depend. Available from : http://lib.bioinfo.pl/auth:Difrancesco,R. Evan W, Robert SH, Benita Y, Richard H,Michael VOS. (2004). The impact of adherence on CD4 cell count responses among HIV-infected patients. Journal of acquired immune deficiency syndromes [Internet]. [cited 2014 Mar 16];35:261–8. Available from: http://journals.lww.com/jaids/Abstract/2004/03010/The_Impact_of_Adher ence_on_CD4_Cell_Count.6.aspx. Fithria, Risha Fillah, Ahmad Purnomo, Zullies Ikawati. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan ARV (antiretroviral) pada odha (orang dengan HIV/AIDS) Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo dan Rumah Sakit Umum Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 1(2): 126-137. Fredy, Felix C, Frans Liwang, Rudy Kurniawan, Anna Uyainah ZN. (2012). The corelation between CD4+ t-lymphocyte count and tuberculosis form in TB-HIV coinfected patients in Indonesia. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 44: 122-127. Gayle, HD and GL Hill. (2001). Global Impact Of Human Immunodeficiency Virus And AIDS. Clinical Epidemiology Reviews. 14 (2): 327-335. Gandhi, RT, John S, Ellen C, David MA, Benigno R, Thomas C.M, Martin SH, Robert WS, Gregory KR, Richard BP, and the ACTG 384 Team. (2006).
71
Effect of baseline and treatment-related factors on immunologic recovery after initiation of antiretroviral therapy in HIV-positive subjects: results from ACTG 384. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 42: 426-434. Garcia, F, Elisa D Lazzari, Montserrat P, Pedro C, Gabriel M, Meritxell N, Emilio F, Esteban M, Josep M, Jose L Blanco, Jose M Miro, Tomas P, Teresa G, dan Jose M Gatell. (2004). Long-term CD4+ t-cell response to highly active antiretroviral therapy according to baseline CD4+ t-cell count. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 36(2) :702-713. Ghate, MV. (2000). Relationship between clinical conditions and cd4 counts in hiv-infected persons in Pune, Maharashtra, India. Natl Med J India. JulAug;13(4):183-7. Greub G, Ledergerber B, battegay M. (2000). Clinical progression, survival, and immune recovery during antiretroviral therapy in patients with HIV-1 and HCV co infection. Lancet 356: 1800-5. Handayani, Fitria. (2008). Studi fenomenologi tentang pengalaman ILWHA (Injecting Drug Users Living with HIV/AIDS) dalam menjalani terapi antiretroviral saat terapi rumatan metadon di RS Ketergantungan Obat Jakarta. Universitas Indonesia. Available from: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=127169&lokasi=lokal Helleberg M, Kronborg G, Larsen CS, Pedersen G, Pedersen C, Obel N, et al. (2013). CD4 decline is associated with increased risk of cardiovascular disease, cancer, and death in virally suppressed patients with HIV. Clinical Infectious Diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society of America [Internet].[cited 2014 Apr 4];57(2):314–21. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23575194. Hoy, Jenifer, Sharon Lewin, Jeffrey JP, Alan Street. (2009). Managing The Patient On Antiretroviral Therapy. In: Vujovic, O. and Anna P HIV Management in Australia a Guide For Clinical Care. ed. Australia: Australasian Society for HIV Medicine Inc, pp. 93-101. Hutton B, Mills E, Angel J, Cooper C. Angel J. (2006). CD4 T lymphocyte recovery with antiretroviral therapy in HIV-HCV coinfection. JAC 62:7329. Idoko J, Meloni S, Muazu M, Nimzing L, Badung B, Hawkins C, et al. (2009). Impact of hepatitis B virus infection on human immunodeficiency virus response to antiretroviral therapy in Nigeria. Clinical Infectious Diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society of America
72
[Internet]. [cited 2014 Mar 16];49(8):1268–73. http://cid.oxfordjournals.org/content/49/8/1268.full.
Available
from:
Kassa, Desta, Leonie Ran, Wudneh Weldemeskel, Mekashaw Tebeje, Amelewerk Alemu, Yodit Alemayehu, et al. (2012). Clinical, hemato-immunological characteristics of mycobacterium tuberculosis patients with and without HIV-1 infection: responses to six month tuberculosis treatment. Biomedicine International 3: 22-33. Kaufmann, GR, Hansjakob F, Bruno L, Luc P, Milos O, Pietro V, et al. (2005). Characteristics, determinants, and clinical relevance of CD4 t cell recovery to >500 cells/ml in HIV type 1-infected individuals receiving potent antiretroviral therapy. Clinical Infectious Diseases (CID) 41: 361–372. Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis dan Infeksi HIV dan Terapi Antiretoviral Pada Orang Dewasa. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-infeksi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Desember2013. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Laksana Agung Saprasetya Dwi dan Diyah Woro Dwi Lestari. (2010). Faktorfaktor risiko penularan HIV/AIDS pada laki-laki dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual di Purwokerto. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2: 133-123. Liu, H, H. Yang, X Li, N Wang, H Liu, B.Wang, et al. (2005). Men who have sex with men and human immunodeficiency virus/sexually transmitted disease control in China. Cell Res 15 (11-12): 858–864. Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3 Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Mariam, S. (2010). Perbandingan respon imunologi empat kombinasi antiretroviral berdasarkan kenaikan jumlah CD4 di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor periode maret 2006-maret 2010. Universitas Indonesia. Jakarta. Mathers, Bradley M, Louisa D, Chiara B, James L, Lucas W, Mathew. (2012). Mortality among people who inject drugs: a systematic review and metaanalysis. Bull World Health Organ 91:102–123
73
Muzah, BP, S Takuva, M Maskew, and S Delany-Moretlwe. (2012). Risk factors for discordant immune response among HIV-infected patients initiating antiretroviral therapy: a retrospective cohort study. Southern African Journal of HIV Medicine 13(4). Nieuwkerkk PT, Sprangers MA, Burger DM, Hoetelmans RM, Hugen PW, Dannerr SA, et al. (2001). Limited patient adherence to highly active antiretrovirall therapy for HIV-1 infection in an observational cohort study. Archh Intern Med. 161:1962-1968. Nurbani, F. (2009). Dukungan sosial pada odha. Universitas Gunadarma. Jakarta. Nursalam. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. Nursalam. (2009). Model holistik berdasar teori adaptasi (roy dan pni) sebagai upaya modulasi respons imun (aplikasi pada pasien HIV & AIDS). Universitas Airlangga. Pare, Amelda Lisu, Ridwan Amiruddin, Ida Leida. (2012). Hubungan antara pekerjaan, pmo, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien tb paru. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin. Makasar Price, SA dan Wilson LM. (1992). Phathophysiology. Clinical Concepts of Disease processes. 4th edition. Mrsby Year Book. Inc. Radji, M. (2010). Imunologi dan virologi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta. Rasmun. (2004). Stres, koping, dan adaptasi. Jakarta: Agung Seto. Sawitri, A. A. S., Blogg, J., & Angela, R. (2010). Estimating the number of the people who inject drugs in Bali. Drug and alcohol review, 31(6), 813–7. Sielma, F .(2012). Faktor yang memepengaruhi Sistem Imun. Jakarta. Smith CJ, Caroline A Sabin, Mike S Youle, Sabine K, Fiona C Lampe, S Madge, et al. (2004). Factors influencing increases in CD4 cell counts of HIVpositive persons receiving long-term highly active antiretroviral therapy. The Journal of Infectious Diseases 190: 1860- 1868. Spiritia. (2005). Serial buku kecil hepatitis virus dan hiv. Yayasan Spiritia. Sumarman dan Krisnawati Bantas. (2012). Peran pengawas minum obat dan kepatuhan periksa ulang dahak fase akhir pengobatan tuberkulosis di kabupaten bangkalan. Epidemiologi FKM Universitas Indonesia. Jakarta.
74
Surat Edaran Nomor 129 Tahun 2013 Pelaksanaan Pengendalian HIV/AIDS Dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Susila, I Gusti Ngurah Putu. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum ARV pada pasien odha di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2013. Program studi ilmu kesehatan masyarakat. Universitas udayana. Denpasar. Available from : http://www.pps.unud.ac.id/thesis/detail-922-faktorfaktoryang-mempengaruhikepatuhan-minum-arv-pada-pasien-odhadi-klinik-vctrsud-sanjiwani-gianyartahun-2013.html Tortora, J Gerard, Gerdell R Funke, Christine L Case. (2010). Microbiology An Introduction. 10th edition. United States. Pearson, pp. 487 and 542. Ubra, RR. (2012). Faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan minum ARV pada pasien HIV di Kabupaten Mimika Provinsi Papua tahun 2012. Universitas Indonesia. Jakarta. UNAIDS. (2013). Case Report United Nations Programme on HIV/AIDS. Available from: http://www.unaids.org. 12 Februari 2014. (19:00). Van Lelyveld SFL, Gras L, Kesselring A, Zhang S, De Wolf F, Wensing AMJ, et al. (2012). Long-term complications in patients with poor immunological recovery despite virological successful HAART in Dutch Athena cohort. AIDS London, England [Internet]. [cited 2013 Oct 2];26(4):465–74. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22112603. Viard, JP, Amanda M, Antonio C, Ole K, Birgit R, George P, Norbert V. (2001). Influence of age on CD4 cell recovery in human immunodeficiency virus– infected patients receiving highly active antiretroviral therapy: evidence from the EuroSIDA study. The Journal of Infectious Diseases 183:1290–4: 1290-1294. Wolbers, M, Munuel B, Bernard H, Hansjakob F, Matthias C, Barbara H et al. (2007). CD4+ t-cell increase in HIV-1 infected patient with suppressed viral load within 1 year after start of antiretroviral therapy. International Media Press 1359-6535(12): 889-897. Yayasan Kerti Praja (YKP). (2014). Profil Yayasan Kerti Praja. Available from: http://www.kertiprajafoundation.com. 28 April 2014 (13.30). WHO. (2004). Division of aids table for grading the severity of adult and pediatric adverse events 2004; clarification august 2009.Version 1.0. Available from :http://rsc.techres.com/Document/safetyandpharmacovigilance/Table_for_ Grading_Severity_of_Adult_Pediatric_Adverse_Events.pdf.
75
WHO. (2008). Guideline Antiretroviral Therapy For Hiv Infection In Adults And Adolescents. WHO. WHO. (2010). Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents Recommendations for a public health approach 2010 revision. Available from: http://www.who.int/hiv/pub/arv/adult2010/en/. 13 Mei 2014 (17:00).
76
FORMULIR PENGUMPULAN DATA PASIEN HIV/AIDS YANG MELAKUKAN TERAPI ARV TAHUN 2002-2012 DI KLINIK AMERTA YAYASAN KERTI PRAJA DENPASAR DATA DEMOGRAFI PASIEN NO 1 2 3
4 5 6
VARIABEL Nama Pasien No RM Tanggal Lahir / Umur (saat kunjungan pertama) Nama Konselor Jenis Kelamin Risiko atau Paparan (saat kunjungan pertama)
DATA
1. Risiko seksual (Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah gantiganti pasangan, bagaimana pemakaian kondom, mencari pekerja seks, mencari waria, cewek café) 2. Risiko IDU (Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah menggunakan jarum suntik, menyuntik bersama)
3. Risiko lainnya (jelaskan: misal tatto, piercing, transfuse darah)
7 8 9
Pekerjaan Pendidikan Kadar CD4
Tanggal Test CD4 Pertama Kali: Hasil: CD4 (absolute dan persen):
77
Kadar CD4+
Tanggal Kunjungan
Hasil Test
Kunjungan KeTanggal Test
Alasan Kunjungan
Tanggal Hasil Jumlah CD4
%CD4
78
Infeksi Opportunistik
Pemeriksaan Fisik Darah
Jenis IO
Tanggal Diagnosis
Berat Badan Tanggal Test
Tanggal Hasil
Hemoglobin
79
Terapi ARV
Tanggal Mulai ART
Supervisor ART atau Pengawas Minum Obat (PMO) ada/tidak
Hubungan
80
Output STATA Analisis Univariat . stset even_date , origin( start_date) fail (outcome) id (id) scale(365.25) id: failure event: obs. time interval: exit on or before: t for analysis: origin:
311 0
id outcome != 0 & outcome < . (even_date[_n-1], even_date] failure (time-origin)/365.25 time start_date
total obs. exclusions
311 311 143 764.6407
obs. remaining, representing subjects failures in single failure-per-subject data total analysis time at risk, at risk from t = earliest observed entry t = last observed exit t =
0 0 8.692676
. tab sex2 sex2
Freq.
Percent
Cum.
male female
185 126
59.49 40.51
59.49 100.00
Total
311
100.00
. tab Age2 Age2
Freq.
Percent
Cum.
<30 years old 30-39 years old >=40 years old
159 111 41
51.13 35.69 13.18
51.13 86.82 100.00
Total
311
100.00
. centile Age, centile(25 50 75)
Variable
Obs
Age
311
Percentile 25 50 75
Centile 27 30 35
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 26 29.70856 34
27 31 37
81
. tab education2 education2
Freq.
Percent
Cum.
no education & elemantary junior high school senior high school
88 64 159
28.30 20.58 51.13
28.30 48.87 100.00
Total
311
100.00
. tab occupation3 occupation3
Freq.
Percent
Cum.
work no work
226 85
72.67 27.33
72.67 100.00
Total
311
100.00
. tab risk_group3 risk_group3
Freq.
Percent
Cum.
idu heteroseksual homoseksual
87 176 48
27.97 56.59 15.43
27.97 84.57 100.00
Total
311
100.00
. tab oi2 oi2
Freq.
Percent
Cum.
none other tb and other
263 38 10
84.57 12.22 3.22
84.57 96.78 100.00
Total
311
100.00
. tab supervisior2 supervisior 2
Freq.
Percent
Cum.
yes none
242 69
77.81 22.19
77.81 100.00
Total
311
100.00
82
. tab CD4_Baseline_recode CD4_Baseline_rec ode
Freq.
Percent
Cum.
<100 cell/mm3 100-200 cell/mm3 201-350 cell/mm3
148 80 83
47.59 25.72 26.69
47.59 73.31 100.00
Total
311
100.00
. centile
CD4_Baseline, centile(25 50 75)
Variable
Obs
CD4_Baseline
311
Percentile
Centile
25 50 75
32 108 203
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 23.00829 84.70856 194.5316
42.93689 130.5829 219.9834
. tab weight_recode weight_reco de
Freq.
Percent
Cum.
18-49 kg 50-57 kg >=58 kg 9
97 100 111 3
31.19 32.15 35.69 0.96
31.19 63.34 99.04 100.00
Total
311
100.00
. centile
weight, centile(25 50 75)
Variable
Obs
weight
308
Percentile
Centile
25 50 75
48 54 60
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 47 53 59
49 55 63
. tab haemoglobin_recode haemoglobin _recode
Freq.
Percent
Cum.
<10 g/dl >10 g/dl 9
26 280 5
8.36 90.03 1.61
8.36 98.39 100.00
Total
311
100.00
. centile
haemoglobin, centile(25 50 75)
Variable
Obs
haemoglobin
306
Percentile 25 50 75
Centile 11.675 12.9 14.2
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 11.3 12.6 13.8
11.9 13.1 14.5
83
. tab outcome outcome
Freq.
Percent
Cum.
<350 cell/mm3 >350 cell/mm3
168 143
54.02 45.98
54.02 100.00
Total
311
100.00
. stsum, by (outcome) failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
outcome
time at risk
incidence rate
no. of subjects
Survival time 25% 50%
<350 cel >350 cel
486.6146475 278.0260096
0 .5143404
168 143
. .6543463
. 1.396304
. 2.956879
total
764.6406571
.187016
311
1.475702
4.030116
6.30527
Grafik Kaplan-Meier . sts graph, by (outcome) . sts graph, failure risktable ytitle (proportion of participans)
Analisis Bivariat . tab sex2 outcome, row
Key frequency row percentage
sex2
outcome <350 cell >350 cell
Total
male
118 63.78
67 36.22
185 100.00
female
50 39.68
76 60.32
126 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
75%
84
. xi:stcox i.sex i.sex2
_Isex2_1-2
failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Isex2_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -708.97106 = -708.95251 = -708.95251
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
311 143 764.6406571
=
-708.95251
_t
Haz. Ratio
_Isex2_2
1.926014
Std. Err. .3243581
z 3.89
Number of obs
=
311
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
15.10 0.0001
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.000
1.384553
. tab Age2 outcome, row
Key frequency row percentage
Age2
outcome <350 cell >350 cell
Total
<30 years old
86 54.09
73 45.91
159 100.00
30-39 years old
59 53.15
52 46.85
111 100.00
>=40 years old
23 56.10
18 43.90
41 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
2.679227
85
. xi: stcox i.Age2 i.Age2 _IAge2_1-3 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _IAge2_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -715.84663 -715.83845 -715.83845
= -715.83845
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
311 143 764.6406571
=
-715.83845
_t
Haz. Ratio
_IAge2_2 _IAge2_3
.9278241 1.286774
Std. Err. .1687669 .3406648
z -0.41 0.95
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
1.33 0.5149
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.680 0.341
.649585 .7658649
1.325242 2.161982
. xi: stcox Age2 failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -716.37869 = -716.37867 = -716.37867
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -716.37867
_t
Haz. Ratio
Age2
1.064208
Std. Err. .132668
z 0.50
Number of obs
=
311
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
0.25 0.6192
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.618
.8335137
1.358753
86
. tab oi2 outcome, row
Key frequency row percentage
outcome <350 cell >350 cell
oi2
Total
none
140 53.23
123 46.77
263 100.00
other
22 57.89
16 42.11
38 100.00
tb and other
6 60.00
4 40.00
10 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi: stcox i.oi2 i.oi2 _Ioi2_1-3 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Ioi2_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -715.84688 -715.83016 -715.83013
= -715.83013
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -715.83013
_t
Haz. Ratio
_Ioi2_2 _Ioi2_3
.868653 .6065762
Std. Err. .2312338 .3089024
z -0.53 -0.98
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
1.34 0.5107
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.597 0.326
.5155349 .2235662
1.463641 1.645753
87
. testparm _Ioi* ( 1) ( 2)
_Ioi2_2 = 0 _Ioi2_3 = 0 chi2( 2) = Prob > chi2 =
1.19 0.5525
. tab CD4_Baseline_recode outcome, row
Key frequency row percentage
CD4_Baseline_rec ode
outcome <350 cell >350 cell
Total
<100 cell/mm3
101 68.24
47 31.76
148 100.00
100-200 cell/mm3
45 56.25
35 43.75
80 100.00
201-350 cell/mm3
22 26.51
61 73.49
83 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi: stcox i.CD4_Baseline_recode i.CD4_Baseli~de _ICD4_Basel_1-3 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _ICD4_Basel_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Iteration 4: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -692.89875 = -688.85275 = -688.841 = -688.841 =
-688.841
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -688.841
_t
Haz. Ratio
_ICD4_Basel_2 _ICD4_Basel_3
1.661272 4.376091
Std. Err. .3717586 .8604664
z 2.27 7.51
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
55.32 0.0000
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.023 0.000
1.071419 2.976566
2.57586 6.433648
88
. xi: stcox CD4_Baseline_recode failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -690.10381 -689.56282 -689.56274
= -689.56274
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
311 143 764.6406571
=
-689.56274
_t
Haz. Ratio
CD4_Baseline_recode
2.107826
Number of obs
=
311
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
53.88 0.0000
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
.2132113
7.37
0.000
1.728757
. tab weight_recode outcome, row
Key frequency row percentage
weight_rec ode
outcome <350 cell >350 cell
Total
18-49 kg
50 51.55
47 48.45
97 100.00
50-57 kg
55 55.00
45 45.00
100 100.00
>=58 kg
61 54.95
50 45.05
111 100.00
9
2 66.67
1 33.33
3 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
2.570016
89
. xi: stcox i.weight_recode i.weight_recode _Iweight_re_1-9 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Iweight_re_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Iteration 4: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = = =
-716.50218 -715.31395 -715.29127 -715.29111 -715.29111
= -715.29111
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -715.29111
_t
Haz. Ratio
_Iweight_re_2 _Iweight_re_3 _Iweight_re_9
1.059106 1.297204 .5379353
Std. Err. .2215948 .2663116 .5441865
z 0.27 1.27 -0.61
Number of obs
=
311
LR chi2(3) Prob > chi2
= =
2.42 0.4895
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.784 0.205 0.540
.7028196 .8674799 .0740691
1.596007 1.939801 3.906818
. stcox weight_recode if weight_recode ~=9 failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -710.4873 = -709.69741 = -709.6974 =
-709.6974
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
308 142 753.7467488 -709.6974
_t
Haz. Ratio
weight_recode
1.139365
Number of obs
=
308
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
1.58 0.2088
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
.1182997
1.26
0.209
.9295719
1.396506
90
. tab haemoglobin_recode outcome, row
Key frequency row percentage
haemoglobi n_recode
outcome <350 cell >350 cell
Total
<10 g/dl
18 69.23
8 30.77
26 100.00
>10 g/dl
148 52.86
132 47.14
280 100.00
9
2 40.00
3 60.00
5 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi:stcox i.haemoglobin_recode i.haemoglobin~e _Ihaemoglob_1-9 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Ihaemoglob_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -714.82471 = -714.7491 = -714.74893 = -714.74893
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -714.74893
_t
Haz. Ratio
_Ihaemoglob_2 _Ihaemoglob_9
1.780192 2.71565
Std. Err. .649798 1.845646
z 1.58 1.47
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
3.51 0.1732
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.114 0.142
.8704925 .7167523
3.640565 10.28913
91
. xi:stcox haemoglobin_recode if haemoglobin_recode ~=9 failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -700.4537 = -698.9915 = -698.93585 = -698.93571 = -698.93571
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
306 140 755.1101985 -698.93571
_t
Haz. Ratio
haemoglobin_recode
1.79144
Number of obs
=
306
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
3.04 0.0814
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
.6538277
1.60
0.110
.8760654
. tab education2 outcome, row
Key frequency row percentage
education2
outcome <350 cell >350 cell
Total
no education & eleman
49 55.68
39 44.32
88 100.00
junior high school
31 48.44
33 51.56
64 100.00
senior high school
88 55.35
71 44.65
159 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
3.663263
92
. xi:stcox i.education2 i.education2 _Ieducation_1-3 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Ieducation_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -716.26822 = -716.26814 = -716.26814
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
311 143 764.6406571
=
-716.26814
_t
Haz. Ratio
_Ieducation_2 _Ieducation_3
.9454291 .874343
Std. Err. .2263353 .176069
. testparm _Ie* ( 1) ( 2)
_Ieducation_2 = 0 _Ieducation_3 = 0 chi2( 2) = Prob > chi2 =
0.47 0.7903
z -0.23 -0.67
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
0.47 0.7913
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.815 0.505
.5913597 .5892138
1.511493 1.29745
93
. tab occupation3 outcome, row
Key frequency row percentage
occupation 3
outcome <350 cell >350 cell
Total
work
124 54.87
102 45.13
226 100.00
no work
44 51.76
41 48.24
85 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi:stcox i.occupation3 i.occupation3 _Ioccupatio_1-2 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Ioccupatio_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= -716.50218 = -716.47372 = -716.47372 = -716.47372
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -716.47372
_t
Haz. Ratio
_Ioccupatio_2
1.045441
Std. Err. .1941095
z 0.24
Number of obs
=
311
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
0.06 0.8114
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.811
.7265323
1.504334
94
. tab risk_group3 outcome, row
Key frequency row percentage
outcome <350 cell >350 cell
risk_group3
Total
idu
56 64.37
31 35.63
87 100.00
heteroseksual
87 49.43
89 50.57
176 100.00
homoseksual
25 52.08
23 47.92
48 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi:stcox i.risk_group3 i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -706.44538 -706.26258 -706.26253
= -706.26253
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -706.26253
_t
Haz. Ratio
_Irisk_grou_2 _Irisk_grou_3
2.24741 2.802678
.
Std. Err. .4742309 .7794464
z 3.84 3.71
Number of obs
=
311
LR chi2(2) Prob > chi2
= =
20.48 0.0000
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.000 0.000
1.486169 1.624978
3.398569 4.833914
95
. testparm _Ir* ( 1) ( 2)
_Irisk_fact_2 = 0 _Irisk_fact_3 = 0 chi2( 2) = Prob > chi2 =
18.18 0.0001
. tab supervisior2 outcome, row
Key frequency row percentage
supervisio r2
outcome <350 cell >350 cell
Total
yes
127 52.48
115 47.52
242 100.00
none
41 59.42
28 40.58
69 100.00
Total
168 54.02
143 45.98
311 100.00
. xi:stcox i.supervisior2 i.supervisior2 _Isupervisi_1-2 failure _d: analysis time _t: origin: id:
(naturally coded; _Isupervisi_1 omitted)
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -715.95943 -715.95618 -715.95618
= -715.95618
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -715.95618
_t
Haz. Ratio
_Isupervisi_2
1.255162
Std. Err. .2668805
z 1.07
Number of obs
=
311
LR chi2(1) Prob > chi2
= =
1.09 0.2960
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.285
.8273928
1.904091
96
Analisis Multivariat . xi:stcox i.risk_group3 i.CD4_Baseline_recode i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 (naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted) i.CD4_Baseli~de _ICD4_Basel_1-3 (naturally coded; _ICD4_Basel_1 omitted) failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Iteration 4: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = = =
-716.50218 -688.02856 -683.88218 -683.87022 -683.87021
= -683.87021
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
=
311 143 764.6406571 -683.87021
_t
Haz. Ratio
_Irisk_grou_2 _Irisk_grou_3 _ICD4_Basel_2 _ICD4_Basel_3
1.853146 1.940044 1.550978 3.833546
.
Std. Err. .3949437 .5524161 .349412 .7700723
z 2.89 2.33 1.95 6.69
Number of obs
=
311
LR chi2(4) Prob > chi2
= =
65.26 0.0000
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.004 0.020 0.051 0.000
1.220396 1.110291 .9973391 2.585911
2.813962 3.389895 2.411952 5.683132
97
. xi:stcox i.risk_group3 CD4_Baseline_recode i.risk_group3 _Irisk_grou_1-3 (naturally coded; _Irisk_grou_1 omitted) failure _d: analysis time _t: origin: id:
outcome (even_date-origin)/365.25 time start_date id
Iteration 0: log likelihood Iteration 1: log likelihood Iteration 2: log likelihood Iteration 3: log likelihood Refining estimates: Iteration 0: log likelihood
= = = =
-716.50218 -685.24942 -684.60675 -684.60664
= -684.60664
Cox regression -- Breslow method for ties No. of subjects = No. of failures = Time at risk = Log likelihood
311 143 764.6406571
=
-684.60664
_t
Haz. Ratio
_Irisk_grou_2 _Irisk_grou_3 CD4_Baseline_recode
1.849831 1.933415 1.974139
Std. Err. .3936409 .5491256 .203708
.
. testparm _Iri* ( 1) ( 2)
_Irisk_fact_2 = 0 _Irisk_fact_3 = 0 chi2( 2) = Prob > chi2 =
8.99 0.0112
Number of obs
=
311
LR chi2(3) Prob > chi2
= =
63.79 0.0000
z 2.89 2.32 6.59
P>|z|
[95% Conf. Interval]
0.004 0.020 0.000
1.218983 1.108072 1.612663
2.807154 3.373511 2.416639
98
Analisis Tambahan Crosstab faktor risiko, PMO dan CD4 akhir supervisior2 * outcome * faktor_risikoPSnonPS3 Crosstabulation faktor_risikoPSnonPS3
outcome <350 cell/mm3
IDU
supervisior2
yes
Count % within supervisior2
none
Count % within supervisior2
Total
Count % within supervisior2
Heteroseksual PS
supervisior2
yes
Count % within supervisior2
none
Count % within supervisior2
Total
Count % within supervisior2
Heteroseksual non PS
supervisior2
yes
Count % within supervisior2
none
Count % within supervisior2
>350 cell/mm3
Total
48
29
77
62,3%
37,7%
100,0%
8
2
10
80,0%
20,0%
100,0%
56
31
87
64,4%
35,6%
100,0%
24
34
58
41,4%
58,6%
100,0%
5
9
14
35,7%
64,3%
100,0%
29
43
72
40,3%
59,7%
100,0%
39
38
77
50,6%
49,4%
100,0%
19
8
27
70,4%
29,6%
100,0%
99
Total
Count % within supervisior2
Homoseksual
supervisior2
yes
104
55,8%
44,2%
100,0%
16
14
30
53,3%
46,7%
100,0%
9
9
18
50,0%
50,0%
100,0%
25
23
48
52,1%
47,9%
100,0%
Count % within supervisior2
Total
46
Count % within supervisior2
none
58
Count % within supervisior2
Chi-Square Tests faktor_risikoPSnonPS3 Value IDU
Pearson Chi-Square
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
,273
,557
1
,456
1,306
1
,253
1,204
Continuity Correctionb
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Heteroseksual PS
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
1
,275
,150c
1
,698
,007
1
,933
,152
1
,697
,233
,769
,471
87
Pearson Chi-Square Continuity Correction
1,190
,484
b
100
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Heteroseksual non PS
1
,700
3,152d
1
,076
2,403
1
,121
3,240
1
,072
72
Pearson Chi-Square Continuity Correction
,148
b
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Homoseksual
1
,077
,050e
1
,823
,000
1
1,000
,050
1
,823
b
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
,059
1,000
,529
104
Pearson Chi-Square Continuity Correction
3,122
,114
,049
1
48
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,56. b. Computed only for a 2x2 table c. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,64. d. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,94. e. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,63.
,825
101
Risk Estimate faktor_risikoPSnonPS3
95% Confidence Interval Value
IDU
Odds Ratio for supervisior2
Lower
Upper
,414
,082
2,084
,779
,546
1,112
1,883
,528
6,722
1,271
,378
4,268
1,159
,538
2,494
,912
,584
1,425
,432
,169
1,105
,720
,518
1,001
1,666
,893
3,108
(yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3 N of Valid Cases Heteroseksual PS
Odds Ratio for supervisior2
87
(yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3 N of Valid Cases Heteroseksual non PS
Odds Ratio for supervisior2
72
(yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3
102
N of Valid Cases Homoseksual
Odds Ratio for supervisior2
104 1,143
,355
3,681
1,067
,603
1,887
,933
,512
1,700
(yes / none) For cohort outcome = <350 cell/mm3 For cohort outcome = >350 cell/mm3 N of Valid Cases
48
103
Analisis Kadar CD4 pada Kelompok Faktor Risiko Terinfeksi HIV . tab risk_group3 CD4_Baseline_recode, row
Key frequency row percentage
risk_group3
CD4_Baseline_recode <100 cell 100-200 c 201-350 c
Total
idu
51 58.62
21 24.14
15 17.24
87 100.00
heteroseksual
85 48.30
44 25.00
47 26.70
176 100.00
homoseksual
12 25.00
15 31.25
21 43.75
48 100.00
Total
148 47.59
80 25.72
83 26.69
311 100.00
104
SGOT dan SGPT Heteroseksual . sum sgot, detail sgot
1% 5% 10% 25%
Percentiles 14 16 17 20
50%
Smallest 13 14 15 15
Obs Sum of Wgt.
25
75% 90% 95% 99%
Largest 99 125 190 348
35 52 60 190
169 169
Mean Std. Dev.
32.88757 31.17471
Variance Skewness Kurtosis
971.8623 7.148401 67.00627
. centile sgot, centile (25 50 75)
Variable
Obs
sgot
169
Percentile 25 50 75
Centile 20 25 35.5
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 19 24 32.00141
21 29 41.02679
. . sum sgpt, detail sgpt
1% 5% 10% 25%
Percentiles 5 9 11 16
50%
Smallest 4 5 7 7
Obs Sum of Wgt.
24
75% 90% 95% 99%
Largest 112 156 183 452
37 59 71 183
169 169
Mean Std. Dev.
32.71006 40.47609
Variance Skewness Kurtosis
1638.314 7.2105 70.85721
. centile sgpt, centile (25 50 75)
.
Variable
Obs
sgpt
169
Percentile 25 50 75
Centile 16 24 37.5
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 13 20.24884 32
17 27 45
105
Homoseksual . sum sgot, detail sgot
1% 5% 10% 25%
Percentiles 14 15 16 19
50%
Smallest 14 14 15 15
Obs Sum of Wgt.
22
75% 90% 95% 99%
Largest 51 65 93 97
27 37 65 97
47 47
Mean Std. Dev.
27.29787 17.11332
Variance Skewness Kurtosis
292.8659 2.945143 11.60352
. centile sgot, centile (25 50 75)
Variable
Obs
sgot
47
Percentile 25 50 75
Centile 19 22 27
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 16.63626 21 24.66982
21 25 36
. . sum sgpt, detail sgpt
1% 5% 10% 25%
Percentiles 9 10 12 15
50%
Smallest 9 10 10 11
Obs Sum of Wgt.
24
75% 90% 95% 99%
Largest 76 80 118 129
36 68 80 129
47 47
Mean Std. Dev.
31.25532 25.48697
Variance Skewness Kurtosis
649.5856 2.310001 8.503365
. centile sgpt, centile (25 50 75)
.
Variable
Obs
sgpt
47
Percentile 25 50 75
Centile 15 24 36
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 12 18.7712 31.33964
21 32 45.45496
106
IDU . sum sgot, detail sgot
1% 5% 10% 25%
Percentiles 12 15 19 26
50%
Smallest 12 13 14 15
Obs Sum of Wgt.
32.5
75% 90% 95% 99%
Largest 114 136 163 174
48.5 80 104 174
84 84
Mean Std. Dev.
42.61905 30.21007
Variance Skewness Kurtosis
912.6483 2.429175 9.50261
. centile sgot, centile (25 50 75)
Variable
Obs
sgot
84
Percentile 25 50 75
Centile 26 32.5 48.75
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 24.99077 29 40.4563
28 37.01972 56
. . sum sgpt, detail sgpt
1% 5% 10% 25%
Percentiles 7 13 14 20.5
50%
Smallest 7 8 8 13
Obs Sum of Wgt.
28.5
75% 90% 95% 99%
Largest 107 125 140 179
48.5 77 104 179
84 84
Mean Std. Dev.
39.67857 30.91931
Variance Skewness Kurtosis
956.0039 2.067383 8.058437
. centile sgpt, centile (25 50 75)
.
Variable
Obs
sgpt
84
Percentile 25 50 75
Centile 20.25 28.5 49.25
Binom. Interp. [95% Conf. Interval] 15.99077 25.49014 39.36889
24 34.50986 64.00923
107
Analisis Status Pasien Berdasarkan Faktor Risiko Terinfeksi HIV . tab Risk_group Status_Pasien, row
Key frequency row percentage
Status_Pasien lost to f stop usin
Risk_group
still usi
Heteroseksual
139 78.98
6 3.41
10 5.68
176 100.00
Homoseksual
40 83.33
1 2.08
1 2.08
48 100.00
IDU
57 65.52
2 2.30
5 5.75
87 100.00
Total
236 75.88
9 2.89
16 5.14
311 100.00
Risk_group
Status_Pasien move away death
Total
Heteroseksual
11 6.25
10 5.68
176 100.00
Homoseksual
3 6.25
3 6.25
48 100.00
IDU
13 14.94
10 11.49
87 100.00
Total
27 8.68
23 7.40
311 100.00
Total
108
109
110