173'
psi 1°
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT ARV
Oleh:
BACHTIAR SUGIARTO
9919016098
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2004
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT ARV Skripsi
Diqiukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenu!ti Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Oleh
BACHTIAR SUGIARTO Nll'.1: 9919016098
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing II
Pembimbing I
~fa77_~~u2 Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T
~
Dra. Fivi Nurwianti, M.Si
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatl!Hah Jakarta 1425 H/ 2004 M
Pengesahan Panitia Ujian Skripsi yang berjudul KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDERITA HIV/AIDS DALAM MENGGUNAKAN OBAT ARV telah diujikan dalam Sidang Munaqayah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 September 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 9 September 2004 Sidang Munaqasyah
Ketua mer 9gkap anggota
Ora.
e artati M. Si NIP.~ 0215938
ah M. Psi 38773 Anggota
Penguji I
Dra\:~.s;
Penguji II
Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi.T
NIP. 150215283
Pembimbing I
~~
Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi.T
Pembimbing II
urwianti, M. Si
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, yang telah memberikan kesabaran, kekuatan, keyakinan, kesehatan dan rasa optimisme sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini, meski prosesnya tak semudah dari apa yang diperkirakan sebelumnya.
Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya yang telah memberi warna dan cahaya dalam Islam sebagai agama yang di Ridhoi-Nya.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Psikologi, selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Peneliti selaku penulis merasa tidaklah mudah untuk menyajikan sebuah skripsi sebab sebagaimana yang penulis alami pada saat ini, penyusunan ini banyak menemui kendala-kendala yang penulis hadapi.
Terlepas dari semua itu, penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak, masih banyak kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karna itu penulis mengharapkan sekali khususnya kepada pembimbing memberikan
saran-saran dan kritik yang dapat menunjang atas kelancarari tugas sebagai penulis skripsi ini dan ucapan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu. Ora. Hj. Netty Hartati, M. Si beserta Staf Dekanat dan Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah membantu penulis dalam proses akademik. 2. Dasen Pembimbing I. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T, dan dosen pembimbing II lbu Ora. Fivi Nurwianti , M. Si atas arahan, saran dan bimbingannya yang tutus kepada penulis selama proses pembuatan skripsi berlangsung. 3. Pihak YPI yang telah membantu proses perizinan dan mba juju, serta I
rekan -rekan yang bersedia untuk diwawancarai. 4. Ayahanda dan Bunda tercinta atas doa dan dukungannya kepada penulis secara moril maupun materil. Semoga Allah mencintai kita semua dan segenap pengorbanan selama ini menjadi amal shaleh kelak. 5. Kakakku Mas Pray yang sangat baik disaat kesulitan dan adik perempuanku Prima Setiana Dewi . Be the best for your life. 6. Teman - teman angkatan 99 semoga tali ukhuwah diantara kita tetap terjaga. 7. Iqbal, lpul, Nabil, Ila, Novi, Bowo, Ari, dan temen - temen kelas lainnya. Terima kasih atas semua inspirasi dan kebersamaan selama ini.
8. Adik - adik, semoga apa yang kita harapkan pada "dunia psikologi" ini dapat tercapai. Terima kasih atas bantuannya selama ini kepada Dwi, saat pelajaran statistik dan PSP dan juga saat hunting subjek penelitian.
Serta berbagai pihak yang telah membantu proses penelitian hingga dapat menjadi sebuah karya tulis; dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 30 Agustus 2004
Penulis
DAFTAR ISi
Halaman
Kata Pengantar Daftar lsi
iii
Daftar Tabel
iv
Daftar Grafik
v
PENDAHULUAN
BAB I
A. Latar Belakang
1
B. Pembatasan Masalah
16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
17
D. Sistematika Penulisan
18
TINJAUAN TEORI
BAB II I
A. Konflik
20
1. Pengertian Konflik
20
2. Tipe-tipe Konflik
22
B. Pengambilan Keputusan
32
1. Pengertian Pengambilan Keputusan
32
2. Strategi Pengambilan Keputusan
3
3. Tahap - tahap Pengambilan Keputusan
36
C. HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS
39 39
2. Fase-fase perjalanan virus sampai dengan tahap AIDS
44
3. Pendemi AIDS
46
4. Orang Dengan HIV/AIDS
48
5. VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan Tes HIV/AIDS D. Obat HIV/AIDS (ARV:Anti Retroviral)
51 55
E. Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan Obat ARV BAB Ill
BABIV
67
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
70
B. Teknik Pengumpulan Data
72
C. lnstrumen Pengumpulan Data
76
D. Analisis Data
76
E. Tahapan Penelitian
78
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum subjek
80
B.
Penyajian dan Analisis Data
83
1. Kasus Fraz
83
2. Kasus Adi
101
3. Kasus Yos
122
C. Perbandingan antar kasus 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
136 136
2. Gambaran Pengalaman Subjek Dalam Memutuskan Menggunakan ARV
140
3. Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan untuk mulai menggunakan Obat ARV
BABV
Daftar Pustaka Lampiran
141
PENUTUP A. Kesimpulan
148
B. Diskusi
151
C. Saran
153
Daftar Gambar dan Tabel
1. Gambar kasus Franz
100
2. Gambar kasus Adi
121
3. Gambaran Kasus Yos
135
4. Tabel IV.1 Tabel latar belakang umum subjek
82 136
5. Tabel IV.2 Pengalaman subjek untuk menggunakan ARV
139
6. Tabel IV.3 Tabel Konflik Approach - Avoidance
142
7. Tabel IV.4 Tabel Pengambilan Keputusan: Tahapan -tahapan dan Strategy
144
ABSTRAKSI A) Fakultas Psikologi B) September 2004 C) Bachtiar Sugiarto D) Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita HIV/AIDS Dalam Menggunakan Obat ARV E) xi + 158 + lampiran F) Hidup dengan kondisi terinfeksi HIV adalah tidak mudah. Kondisi ini bertambah berat bila orang yang telah terinfeksi menjadi parah atau harus menggunakan obat ARV. Obat ARV dapat mencegah efek buruk dari virus HIVyaitu kematian, namun demikian obat ini memiliki keterbatasan keterbatasan. Obat ini memiliki efek positif sekaligus efek negatif. Hal inilah yag mendorong peneliti untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu : 1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? 2. Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan resiko yang harus diterima? Penelitian in menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan studi kasus. Subjek dalam penelitian in berjumlah tiga orang, terdiri dari dua orang yang telah menggunakan ARV dan satu orang yang belum menggunakan ARV. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dalam menganalisis data-data yang diperoleh peneliti menggunakan analisis pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa alasan subjek menggunakan ARV adalah faktor kondisi yang telah mendesak dan agar terhindar dari resiko terburuk yaitu kematian. Sementara subjek yang belum menggunakan ARV adalah karena belum disarankan dokter dan meyakini serta telah menjalani pengobatan altematif selain ARV. Setelah subjek terinfeksi menimbulkan efek sosial, ekonomi dan psikologis pada diri subjek. Setelah subjek disarankan atau diharuskan menggunakan ARV, subjek mengalami konflik karena kondisi dilematis. Subjek ingin hidup panjang tanpa ARV tapi dalam analisis dokter kecil kemungkinannya, sedangkan biila menggunakan ARV artinya siap dengan konsekuensi konsekuensinya. Konflik ini dijelaskan berdasarkan teori Kurt Lewin yaitu konflik Appoarch-Avoidance atau mendekat - menjauh. Konflik ini menghadapkan subjek pada valensi positif dan negatif dalam memutuskan menggunakan ARV. Pengambilan Keputusan berjalan seiring dengan
proses berlangsungnya konflik. Ada lima tahap pengambilan keputusan yang dilakukan yaitu : penilaian masalah, survey alternatif pilihan, menimbang seluruh alternatif, membuat komitmen, dan penerimaan umpan balik. Pengambilan Keputusan untuk menggunakan ARV cenderung menggunakan wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy akan memilih altematif pilihan yang dapat membawa ada hasil yang paling diinginkan tanpa memperdulikan resiko yang nantinya diterima. Dua subjek memilih menggunakan ARV dan satu subjek tidak untuk mengatasi masalah atau mencapai keinginan. Subjek yang menggunakan ARV tidak menyesal atas keputusannya bahkan bersyukur dengan kondisi kesehatannya sekarang. Di masa datang ke dua subjek ini akan terus menggunakan ARV dan membantu teman-temannya yang telah disarankan menggunakan ARV untuk mendapatkan ARV seperti mereka. Subjek lain yang belum menggunakan ARV menemukan cara lain selain ARV, ia senang dengan kondisi sekarang dan berharap kondisinya tidak berubah bahkan bertambah baik. Di masa datang ia akan terus dengan pengobatan alternatif seperi sholat tahajud, ruqyah, dzikir dan obat-obatan tradisional G) 8-ahan bacaan : 29 ( 1964 - 2004)
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi telah datang, itulah anggapan bagi banyak orang. Pada kenyataannya bahkan sejak beberapa tahun lalu sebenarnya Indonesia telah masuk ke dalam era globalisasi, hal ini bisa dicontohkan dengan Indonesia sejak lama telah menggunakan tenaga kerja asing, produk-produk asing, jasa-jasa asing dan budaya asing telah banyak mempengaruhi sebagian masyarakat Indonesia. Selain itu telah banyak perusahaan - perusahaan asing berdiri di Indonesia sejak lama. Era Globalisasi terutam_a globalisasi informasi merupakan era keterbukaan segala macam bentuk akses hasil akal budi manusia seperti teknologi, informasi, pendidikan, budaya, barang barang dan jasa-jasa. Globalisasi menyebabkan keseragaman antar bangsa, sesuatu yang dianggap maju atau berguna akan diikuti atau ditiru oleh bangsa lain.
Di era globalisasi ini segala yang bermunculan di belahan bumi manapun dapat sangat singkat kita ketahui. Dunia tidak lagi terlihat jauh dan terpisah. Di era ini kita seperti keluarga besar yang dapat dengan cepat mengetahui
2
keadaan anggota keluarga lainnya. Dalam era globalisasi, jarak bukan menjadi kendala lagi, karena produk teknologi dapat mengantarkan kita kemanapun dan dapat memberikan informasi apapun yang kita inginkan dalam waktu singkat.
lnformasi terkini tentang penyakit yang kian berkembang salah satunya adalah penyakii AIDS dan penelitian ini berkenaan dengan penyakit AIDS namun dari segi psikologis. Sejak lama kita telah mendengar tentang informasi penyakit AIDS yang menjangkit negara lain dan belum ada di Indonesia. Namun sekarang kita merasa penyakit ini sangat dekat berada di sekeliling kita, bahkan AIDS merupakan ancaman yang sangat mungkin telah \.
masuk ke dalam rumah kita.
Seiring berkembangnya dunia pengobatan, semakin banyak ditemukan pula jenis- jenis penyakit atau jenis - jenis virus baru. Dahulu orang tidak mengenal AIDS, flu burung, penyakit Lupus dan penyakit sapi gila. Sekarang penyakit ini sangat dikenal masyarakat di negara manapun dan telah menjadi masalah dunia. Wabah penyakit dapat menembus batas- batas negara seiring dengan mobilisasi makhluk seperti manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan sebagai agen penularan. Cukup banyak penyakit yang pada jaman dahulu sangat mematikan namun kini telah ditemukan obatnya seperti TBC, cacar, malaria, radang paru-paru dan sebagainya.
3
Dalam pandangan agama manusia diciptakan untuk diuji kesabaran dan ketaatan kepada Allah AWT. Ujian pada manusia bermacam - macam, salah satunya melalui penyakit yang dideritanya. Ujian ini untuk menilai tingkat kesabaran dan keikhlasan kepada Allah SWT. Seperti dalam hadis disebutkan:"Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya maka dia akan menerima keridlaan Allah, dan barangsiapa yang murka {tidak ridha), dia akan memperoleh kemurkaan Allah. {H.R. lbnu Majah dan Tarmidzi) dan dalam al Quran dijelaskan," Berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan:" sesungguhnya kami milik Allah,dan kepadanya-Nya kami kembali". {Q.S. Al Baqarah 155-156)
Salah satu hikmah diturunkan penyakit pada diri seseorang adalah untuk mengurangi dosa-dosa yang telah ia lakukan dan agar kembali ingat kepada Allah. Hal ini seperti dijelaskan dalam hadis, 'Tidak ada suatu musibah yang menimpa seorang mukmin walaupun hanya tertusuk duri bahkan lebih dari itu, kecuall Allah tingkatkan derajatnya dan dihapuskan dosanya".{H.R.Muslim). Setiap penyakit yang diturunkan Allah pasti disertai obatnya, banyaknya orang menderita penyakit dan tidak kunjung sembuh dikarenakan belum menemukan obatnya dan Allah belum mengangkat penyakit yang ada didalam tubuh. Seperti dijelaskan dalam hadis,
4
"Berobatlah kamu, karena Allah Ta'ala tidak mendatangkan penyakit melainkan telah mendatangkan pula obatnya. Hanya satu penyakit yang tidak ada obatnya, yakni tua". (H.R.Ahmad) dan hadis,"Bagi tiap-tiap penyakit ada obatnya, maka kalau bertemu penyakit dengan obatnya sembuhlah ia dengan izin Allah". (H.R. Muslim)
Permasalahan berkembangnya suatu wabah penyakit di suatu negara dapat mempengaruhi ketidakstabilan negara lain baik itu dalam hal ekonomi maupun sosial politik. Hal ini menarik untuk dikaji artinya kita tidak bisa diam I
saja melihat fenomena berkembangnya suatu penyakit atau virus pada suatu negara tertentu karena dalam waktu sangat dekat penyakit atau virus tersebut akan ada di negara kita. Globalisasi seharusnya menyebabkan kita peduli dengan kondisi negara lain.
Salah satu hal yang sangat menarik adalah perkembangan penyakit HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang paling ditakuti penyebarannya. Laju penyebaran HIV/AIDS sejalan dengan globalisasi, dengan mudahnya ia masuk kesuatu negara dan berkembangbiak berlipat - lipat dalam tubuh manusia. Virus HIV/AIDS ini jika telah masuk kedalam tubuh manusia maka selamanya tubuh itu tak akan lepas dari virus tersebut dan hampir semua orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS berujung pada kematian yang mengenaskan.
5
Cara kerja virus HIV/AIDS adalah dengan memakan sel darah putih inangnya(manusia) dimana sel darah putih ini berfungsi sebagai zat anti bodi pelindung tubuh dari benda benda asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus, bakteri dan penyebab penyakit lainnya. Se! darah putih akan melawan dengan membunuh benda- benda asing tersebut sehingga organ vital pada diri manusia terlindungi. Tentu bisa dibayangkan bila orang tanpa memiliki sel darah putih tentu benda - benda asing (virus, kuman - kuman, bakteri) akan merajalela merusak tubuh.
Sampai saat ini pendemi AIDS global tidak menunjukkan tanda - tanda mereda, 5 juta orang terinfeksi HIV di seluruh dunia dan 3 juta Jainnya telah meninggal dan ini merupakan angka tertinggi selama ini. Angka ini dilaporkan dalam "AIDS Epidemic Update 2003", laporan yang lebih mendalam pada global HIV/AIDS Epidemic oleh Joint United Programme on HIV/AIDS (UNA/OS) dan World Health Organitation (WHO) dalam hari AIDS sedunia baru-baru ini tanggal 1 Desember.(Support, 2003:34).
Menurut laporan terbaru, diperkirakan 40 (antara 34 dan 46) juta orang hidup dengan HIV diseluruh dunia, termasuk 2,5 (antara 2, 1 dan 2,9) juta anakanak dibawah umur 15 tahun. Secara global, diperkirakan 5 (4,2- 5,8) juta orang baru terinfeksi dan 3 (2,5 - 3,5) juta orang meninggal karena AIDS di tahun 2003. Negara Afrika, daerah yang paling rentan dari seluruh dunia
6
terhitung lebih 3 juta orang terinfeksi baru dan telah terjadi 2,3 juta kematian karena AIDS. Setiap hari di tahun 2003 diperkirakan 14 ribu orang terinfeksi oleh HIV. Lebih dari 95 % dari mereka berada dalam negara berpenghasilan rendah dan menengah. (Support , 2003: 34).
Pendataan perkembangan AIDS di Indonesia yang belum begitu jelas ini dikarenakan lokasi penyebaran yang sangat luas dan banyaknya kasus yang tidak melapor. Atau kasus penderita HIV baru diketahui setelah penderita mau dirawat karena gejala HIV/AIDS sudah demikian tampak namun dapat diperkirakan saat ini terdapat 130.000 Odha di seluruh Indonesia (meskipun jumlah yang dilaporkan hanya 3.492 Odha hingga September 2003.(Support, 2003).
Seiring jumlah penderita HIV/AIDS yang bertambah dengan pesatnya, telah ditemukan obat HIV/AIDS yang disebut obat ARV (Antiretroviral). ARV adalah obat yang berfungsi menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV. Terapi (ART) dengan mengkombinasikan beberapa obat ARV bertujuan untuk mengurangi viral load uumlah virus dalam darah) agar menjadi sangat renda~
atau dibawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang
lama. (Depkes RI, 2003)
8
Mulai menggunakan ARV bukanlah hal yang mudah karena Obat ARV tidak dijual bebas dan harus dengan izin dokter khusus dan bimbingan konselor. Namun dalam dunia medis pengobatan terbaik dan termaju untuk menangani virus HIV/AIDS adalah dengan terapi obat ARV ini. Di negara maju umumnya telah menggunakan obat ARV untuk mengobati HIV/AIDS. Walaupun demikian, pengobatan seperti vitamin - vitamin tertentu dan juga pengobatan tradisional baik itu berupa ramu-ramuan, terapi pijat, akupuntur, tenaga dalam dan segala bentuk cara pengobatan diluar standar medis tetap bisa menjadikan pilihan bagi beberapa penderita terutama penderita yang tidak memiliki biaya yang cukup atau yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan obat ini. Tidak sedikitjuga orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS pasrah dengan nasibnya sehingga ia enggan berobat apalagi mereka mengetahui cepat atau lambat mereka akan meninggal juga .
Pengambilan k9putusan untuk mulai menggunakan ARV harus didiskusikan dengan beberapa pihak antara lain pihak dokter, konselor atau pendamping, dan pihak keluarga. Pengambilan keputusan tidak dapat langsung diputuskan karena harus mendengarkan beberapa pendapat dari pihak tersebut, selain itu juga banyak hal- hal yang dipertimbangkan seperti besarnya biaya, efek samping dari penggunaan obat ARV yang terus menerus. Pengambilan keputusan mulai menggunakan ARV juga harus mempertimbangkan keterbatasan yang dimiliki dari obat ARV tersebut seperti ARV tidak mampu
9
memberantas virus, jenis HIV yang resisten sering muncul terutama jika kepatuhan pasien pada terapi tidak hampir sempuma (95 % atau lebih). Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah lanjut. Kepatuhan pada terapi jangka panjang adalah sulit; semakin lama kepatuhan cenderung semakin menurun. Selain itu penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi dan efek samping jangka pendek sering terjadi. (Depkes RI, 2003)
Penggunaan ARV atau terapi antiretroviral di negara maju menyebabkan penurunan drastis morbiditas dan mortalitas akibat AIDS serta menimbulkan pemulihan kembali sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah CD4 ratarata 100 - 200 pada tahun pertama. Pasien dengan kemajuan seperti ini dapat menghentikan profilaksis primer atau sekunder unruk beberapa infeksi oportunistik.(Depkes RI , 2003).
Ada beberapa perbedaan antara negara kita dengan negara maju mengenai akses obat ARV ini. Di negara maju produksi ARV telah sangat masa1 dan harganya terjangkau sehingga akses terhadap obat ini mudah. Selain itu sistem penanganan di rumah sakit telah terbangun dengan baik serta partisipasi masyarakat sangat positif baik itu dalam hal upaya pencegahan maupun kepedulian dalam berbagai bentuk terhadap penderita HIV/AIDS. Of negara maju terkenal dengan budaya disiplin dan kunci dari keberhasilan
10
terapi ARV adalah disiplin diri dalam masa terapi yang berlanjut terus menerus seumur hidup. Sementara di negara kita baru pada tanggal 8 Desember 2003 obat ARV dapat di produksi sendiri yaitu oleh PT. Kimia Farma. Obat ini semakin mudah didapat dan dengan harga yang lebih terjangkau yaitu berkisar Rp.400.000 - Rp.600.000 untuk konsumsi sebulan. Sebelumnya, sejak tahun 2001 Odha membeli obat ARV generik import dari India seharga Rp. 650.000, melalui Pokdisus AIDS FKUl/RSCM Jakarta. Beberapa tahun sebelumnya hanya sedikit Odha yang mampu membeli ARV jenis paten karena harganya luar biasa mahal yaitu, 4 - 6 juta rupiah per bulan. (Support, 2003). Namun demikian obat ARV masih berpusat di kota kota besar saja dan penanganan terapi harus dilakukan di rumah sakit besar di kota atau klinik - klinik yang fokus untuk menangani kasus HIV/AIDS.
Dalam hal harga obat dan biaya terapi masih dirasakan sangat mahal bagi". sebagian besar penderita HIV/AIDS di Indonesia apalagi bila ditambah dengan biaya untuk obat - obatan penyakit oportunistik. Biasanya pengobatan untuk penyakit - penyakit lainlah yang menyebabkan biaya pengobatan behambah mahal.
Ketika seseorang diharuskan untuk mengikuti terapi ARV mungkin yang pertama kali terlintas adalah mahalnya harga, sulitnya mendapatkan obat tersebut karena keterbatasan tempat-tempat yang menyediakannya dan
11
ditambah lagi besamya biaya pengobatan untuk infeksi oportunistik dari HIV dan juga efek samping dari ARV. ARV ini sebagai obat penekan jumlah virus dalam tubuh jLlga mempunyai efek samping yang berbeda bagi setiap individu penggunaanya seperti muntah-muntah, gatal-gatal dan sebagainya. Untuk itu penggunaan ARV harus benar-benar dikontrol baik oleh pihak keluarga maupun dokter, maka penggunaan obat ARV harus benar- benar dari resep dokter dan tidak bisa menggunakan fotocopy resep hal ini karena kerasnya efek samping obat ARV. (Support, 2003)
Pengguna obat ARV tidak hanya berdomisili di Jakarta saja atau di kota besar saja, tapi juga di luar Jakarta atau di pedesaan. Penderita HIV/AIDS yang berasal dari luar Jakarta karena keterbatasan tenaga medis harus menebus resep ke dokter yang ada di Jakarta atau dokter yang ada di kota besar. Kesemuanya itu selain memakan biaya yang besar juga check up untuk terapi ARV harus terus menerus dan harus di bawah pengawasan dokter yang ahli dalam bidang HIV/AIDS.
Terdeteksinya seseorang terinfeksi HIV/AIDS menimbulkan konflik yang sangat besar dalam diri penderita bahkan sampai pada keadaan konflik memilih antara terus menjalankan hidup ini atau berakhir disini saja (putus asa yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri). Hampir semua orang yang terdeteksi pada awalnya menolak dan tidak percaya atas nasib yang
12
mereka alami. Seakan - akan Tuhan telah berlaku tidak adil pada diri mereka.Sering timbul pemberontakan dalam diri penderita HIV/AIDS seperti mengasingkan diri, menutup diri dari pergaulan, tidak mau makan, tidak lagi menjalankan usaha atau pekerjaan karena stress atas nasib yang menimpanya .
Setelah penderita HIV/AIDS berusaha menerima dirinya kembali, timbul upaya untuk menjalani pengobatan walau mereka tahu bahwa penyakit yang mereka terima secara medis belum ada obatnya. Obat tercanggih saat ini hanya berfungsi memperfambat perkembangan virus. Bagi sebagian penderita HIV/AIDS lainnya meyakini bahwa segala penyakit pasti ada obatnya dan mereka berusaha terus mencari obat atau orang yang memiliki kemampuan mengobati.
Pengobatan dengan terapi ARV memiliki resiko mulai dari ringan hingga berat, namun tidak menggunakan ARV pun penuh resiko, mencari cara pengobatan lain yang belum jelas hasil risetnya atau pembuktiannya juga jauh beresiko. Bahkan menjadi kekonyolan apalagi penderita HIV/AIDS tidak berobat sama sekali, tidak berbuat apa-apa itu bisa dikatakan pasrah pada nasib dan membiarkan tubuh berjuang sendiri dengan anti bodinya yang pada kenyataannya antibodi tersebut habis sedikit demi sedikit dimakan oleh I
virus HIV.
13
Pilihan menjalankan terapi ARV ini biasanya akan menimbulkan konflik. Penderita HIV Positif harus terus mengkonsumsi ARV seumur hidup, terus mengeluarkan biaya tidak hanya untuk obat ARV namun juga untuk tenaga konselor, tenaga dokter dan pengobatan efek samping dari obat ARV dan infeksi oportunistik akibat virus HIV. Proses pengobatan yang sepanjang I
hayat dapat menambah rasa bersalah kepada banyak pihak terutama kepada keluarga karena harus terus menyiapkan dana untuk pengobatan seumur hidup. Hal ini sangat terasa pada keluarga yang kurang mampu ataupun keluarga ekonomi menengah.
Selain itu yang menjadi pertimbangan lagi adalah ketatnya proses terapi. Terapi ini memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, obat harus terus diminum pada jangka waktu tertentu dan itu dilakukan seumur hidup. Penderita HIV Positif harus terus berada dibawah bimbingan konselor dan dokter artinya ia harus terus melapor secara berjangka. Kegiatan pelaporan ini baik itu ke dokter atau ke konselor bisa menjadi rutinitas yang bisa saja membosankan. Melihat tingginya resiko yang harus dipikul maka dalam memulai terapi ARV sangat diperlukan dukungan dari keluarga dan umumnya faktor keluarga merupakan faktor terbesar bagi penderita HIV Positif untuk mau bangkit dan berdamai dengan penyakitnya dan berusaha hidup positif serta produktif mengisi " sisa-sisa " hidupnya. Alangkah disayangkan bila keluarga tidak mendukung pengobatan atau bahkan ketika
14
anggota keluarga terdeteksi HIV Positif sudah tidak menghiraukan karena alasan aib keluarga, membuat malu dan sebagainya.
Melihat besarnya manfaat dari obat ARV namun harus menerima konsekuensi yang harus dipikul membuat penderita HIV/AIDS berada dalam situasi konflik. Sangat mungkin konflik seputar penggunaan ARV akan terus muncul sepanjang hidup karena konsumsi ARV terus menerus menyebabkan masalah - masalah yang tidak sedikit seperti masalah ekonomi, masalah kedisiplinan atau kebosanan dalam menjalankan terapi, masalah kelangkaan keters·ediaan obat ARV di Indonesia, masalah resistensi virus dan masalah penyakit oportunistik serta penyakit -penyakit lainnya. Manfaat dan konsekuensi dari penggunaan ARV menyebabkan kondisi dilematis bagi penderita HIV/AIDS. Kebutuhan ARV harus dibayar mahal dengan konsekuensi - konsekuensi yang harus ditanggung oleh penderita HIV/AIDS. Problem pada masing - masing subjek sangat mungkin berbeda-beda karena latar belakang kondisi yang berbeda - beda. Misalkan saja penderita HIV/AIDS di negara maju seperti di Amerika Serikat mungkin tidak begitu mempermasalahkan ketersediaan obat ARV karena produksi ARV disana sangat melimpah dan dari segi ekonomi dana untuk terapi ARV sangat terbantu dengan intervensi pemerintah atau bahkan pemerintah memberikan jaminan keuangan bagi penderita HIV/AIDS bila dana tersebut memang
15
dalam rangka pengobatan dan menunjang kelangsungan kehidupan penderita HIV/AIDS.
Kondisi penderita HIV/AIDS di Indonesia tentu sangat menarik karena perbedaan serta keunikan latar belakang baik itu ekonomi, budaya, karakter dan kebijakan - kebijakan pemerintah yang ada. Begitu banyaknya permasalahan seputar terapi ARV menyebabkan peneliti tertarik meneliti hal ini, yaitu mengenai bagaimana penderita HIV/AIDS mengatasi konflik dan I
mengambil keputusan untuk memulai menggunakan ARV sebagai pilihan terapi untuk menemaninya sepanjang hidup.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Perumusan Masalah
Berdasar latar balakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses konflik terjadi pada penderita HIV/AIDS dalam pengambilan keputusan untuk memulai menggunakan obat ARV? Untuk menjawabnya pembahasan akan diarahkan untuk memahami dinamika konflik dan pengambilan keputusan yang mengantarkan mereka pada pilihan mau mengkonsumsi ARV pada waktu yang telah ditentukan.
16
2.
Mengapa sebagian penderita HIV/AIDS memutuskan untuk mulai mengkonsumsi ARV padahal cukup banyak prosedur, efek samping dan resiko yang harus diterima? Untuk menjawab pertanyaan ini, pembahasan akan diarahkan untuk menemukan faktor- faktor yang menyebabkan mereka melakukan tindakan tersebut.
2. Pembatasan Masalah Agar jelas arah penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan pada masalah yang akan diteliti yaitu: 1. Konfiik yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan dalam lapangan kehidupan seseorang ketika ada daya - daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik itu terjadi ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon daya - daya tersebut secara simultan. 2. Pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah pemilihan salah satu diantara sejumlah alternatif pilihan dan memikul tanggung jawab atas keputusannya itu. Dalam batasan ini, unsur pemilihan dan tanggung jawab mendapat penekanan. Jika individu yang bersangkutan tidak sampai terlibat dalam memikul tanggung jawab tersebut, maka ia tidak ikut atau tidak perlu menanggung konsekuensi dari keputusannya , maka dengan kata lain ia tidak tergolongkan sebagai pengambil keputusan.
17
3. AIDS yang dimaksud disini adalah sekumpulan gejala penyakit atau sindrom yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan penderita HIV/AIDS disini adalah orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS positif melalui pengetesan laboratorium dan sekarang berada pada tahap HIV positif. 4. ARV yang dimaksud disini adalah terapi obat - obatan retroviral (ART) . ARV ini berupa obat-obatan penghambat replikasi (penggandaan diri) virus HIV/AIDS sehingga jumlah virus HIV/AIDS dapat ditekan hingga tidak terdeteksi dalam darah. namun demikian obat ini tidak dapat membunuh virus HIV/AIDS secara total, virus masih tetap ada dan sangat mungkin berkembang biak bila terjadi resistensi terhadap obat ARV ini. I
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1. Dinamika Konflik dan proses pengambilan keputusan penderita HIV Positif untuk mulai mengkonsumsi ARV. 2.
Faktor - faktor yang menyebabkan penderita HIV Positif memutuskan untuk mulai mengkonsumsi obat ARV.
18
2. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup mendalam mengenai sikap seorang penderita HIV Positif dalam mengambil keputusan dilematis atas kehadiran obat ARV yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya namun memiliki efek dan resiko yang harus siap dihadapi. Sedangkan dari segi praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi bidang penanganan orang dengan HIV/AIDS seperti konselor HIV/AIDS pada instansi negeri, swasta maupun LSM - LSM atau kita - kita sebagai individu yang peduli kepada peningkatan kualitas hidup penderita HIV Positif. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai referensi untuk memahami kasus dalam konseling yang berkenaan dengan pasien atau klien yang terkena HIV/AIDS. Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi penentu kebijakan dan pihak terkait dalam memberikan masukan tentang kondisi yang terjadi sebenarnya seputar penyediaan ARV dan respon penderita HIV/AIDS terhadap ARV ini.
D. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas lima bab, yaitu: Bab I Pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah; perumusahan dan pembatasan masalah; tujuan dan manfat penelitian, serta sistematika penulisan.
19
Bab II Tinjauan teori yang meliputi : konflik; pengertian konflik; tipe konflik pengambilan keputusan; definisi pengambilan keputusan; strategi pengambilan keputusan; tahap-tahap pengambilan keputusan; HIV/AIDS; pengertian HIV/AIDS; fase-fase AIDS; pendemi AIDS; ODHA; VCT; obat ARV; konflik dan pengambilan keputusan penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV BAB Ill. Metodologi Penelitian yang meliputi: subjek penelitian; teknik pengumpulan data; instrumen pengumpulan data; analisis data; dan tahapan penelitian. Bab IV Hasil penelitian, penyajian dan analisis data dan perbandingan antar kasus. Bab V Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu teori-teori konflik, pengambilan keputusan, obat AIDS (ARV), dinamika konflik dan pengambilan keputusan pada penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV.
A. Konflik 1. Pengertian Konflik Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konflik yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Teori Konflik Kurt Lewin dianggap lebih tepat dan lengkap untuk menjelaskan dan menjabarkan konflik internal yang terjadi pada individu dalam hal ini penderita HIV/AIDS. Ada beragam definisi - definisi konflik dalam disiplin ilmu psikologi dan salah satu yang cukup populer adalah definisi yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Dijelaskan olehnya bahwa konflik adalah keadaan daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. (Atkinson, 1964).
Dalam Ensiklopedi Psikologi dijelaskan, bahwa konfik adalah suatu keadaan individu yang dihadapkan kepada dua atau lebih tujuan (pilihan) dan individu
21
harus memilih satu atau beberapa pilihan tersebut. Lazarus (1976) menjelaskan bahwa konflik dapat timbul sebagai akibat adanya kebutuhan internal atau motif yang saling bertentangan, tuntutan eksternal yang tidak sesuai, dan adanya pertentangan kebutuhan internal dengan tuntutan eksternal. Ada dua kategori konflik, yang pertama bersifat internal dan yang kedua bersifat interpersonal. Konflik internal menunjukkan adanya pertentangan dalam individu yang disebabkan adanya dua tuntutan yang saling bertentangan dalam pencapaiannya. Sementara konflik interpersonal terjadi bila ada benturan antara tujuan yang ingin dicapai seseorang dengan tujuan yang ingin dicapai oleh orang lain. (Myers, 1986)
Para ahli psikologi merumuskan konflik terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan untuk merespons daya-daya secara simultan. Dalam ilmu Psikologi biasanya digolongkan menurut positif atau negatif nilai-nilai pada pilihan yang efektif (Atwater, 1983). Dalam situasi konflik yang terjadi akibat daya-daya yang bertegangan inilah seseorang mengarahkan pilihan sebagai solusi konflik bagi dirinya terlepas dari pendapat orang lain apakah tetap atau tidak tapi konflikjyang diselesaikan menunjukan nilai-nilai dan kualitas diri dalam mengatasi konflik. Lewin menambahkan bahwa konflik terjadi pada lapangan kehidupan seseorang. Lapangan kehidupan seseorang terdiri dari orang itu sendiri (person) dan lingkungan psikologisnya (psychological environment) yang ada padanya pada suatu saat tertentu. (Sarlito Wirawan,
22
2000). Dengan demikian dapat dibuat batasan bahwa pengertian konflik adalah suatu ke.adaan dalam lapangan kehidupan seseorang karena ada I
daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama akibat adanya dorongan internal dan tuntutan eksternal yang berbeda. Konflik itu sendiri terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simulatan.
2. Tipe - Tipe Konflik Lewin mendefinisikan konflik sebagai suatu keadaan dimana ada daya daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kirakira sama. Berdasarkan jenis daya yang terfibat di dalamnya, konflik dibagi menjadi beberapa tipe. Tipe - tipe tersebut adalah:1. Konflik antara dayadaya yang menimbulkan pergerakan, 2. Konflik antara daya yang menimbulkan pergerakan dan daya yang menghambat, dan 3. Konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain. Ketiga tipe konflik ini akan diutarakan satu persatu. (Atkinson, 1964)
1) Konflik antara Daya-daya yang menimbulkan Pergerakan (Conflict between Two or More Driving Forces) Konflik tipe pertama ini adalah konflik antara dua atau lebih driving forces (daya yang mendorong). Dalam hal ini, seseorang berada diantara dua
23
valensi positif atau negatif yang masing - masing terpisahkan satu sama lain. Pada tipe pertama ini, dapat terjadi empat kemungkinan situasi konflik, yaitu: a. Konflik mendekat-mendekat (appoarch-approach conflict) Dalam konflik ini, seseorang (P) berada diantara dua valensi positif yang sama kuat. Contohnya, seorang penderita HIV/AIDS harus memilih antara pergi dengan teman-temannya sesama penderita HIV/AIDS ke psikolog yang dapat memberikan motivasi hidup atau pergi menonton acara pagelaran budaya karya - karya penderita HIV/AIDS. Konflik terjadi jika daya menuju pergi ke psikolog sama kuatnya dengan daya menuju ke pagelaran budaya karya penderita HIV/AIDS. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jik.a valensi wilayah yang dituju menguat dan jarak psikologis menuju wilayah itu berkurang. Jika hal tersebut
te~adi,
maka konflik ini terselesaikan.
Dalam perilaku nyata, penyelesaian konflik di atas berlangsung dalam dua bentuk, pertama: konflik diselesaikan dengan memuaskan/memenuhi tujuan di satu wilayah terlebih dahulu baru kemudian ke wilayah Jain. Kedua, konflik diselesaikan dengan memilih salah satu wilayah dan meninggalkan wilayah yang lain. Dibandingkan dengan tipe konflik lainnya, konflik seperti ini biasanya tidak berlangsung Jama dan mudah untuk dipecahkan .
24
b.
Konflik menjauh-menjauh (avoidance -avoidance conflict) Dalam konflik ini, P berada di antara dua valensi negatif yang sama kuat. Pada kasus penderita HIV/AIDS sangat mungkin sering terjadi. P berada diantara 2 valensi negatif. P akan bertambah parah jika tidak mengkon.sumsi obat-obatan yang mahal. Daya - daya dalam lapangan I
kehidupan P berupaya untuk tidak sakit parah dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Namun jika P mengikuti daya pertama yaitu berusaha tidak bertambah parah maka daya tersebut akan berbenturan dengan daya kedua yang menghindari mengkonsumsi obat-obat yang mahal. Demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian P berada dalam konflik antara berusaha tidak parah penyakitnya (dengan konsekuensi mengkonsumsi obat-obatan yang mahal) atau tidak mengkonsumsi obat-obatan (dengan konsekuensi penyakitnya bertambah parah). Konflik ini bisa bertahan lama jika ia tetap berada di tengah-tengah antara mengerjakan tugas dan menghindari hukuman. Keadaan semacam ini disebut keadaan keseimbangan yang semu (quasi state of equilibrium). Dua bentuk perilaku dapat muncul sebagai akibat dari
keadaan ini. Bentuk pertama adalah kebimbangan perilaku dan pemikiran. Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan P ; P terombang - ambing antara melakukan satu hal dengan hal yang lain. Kebimbangan terjadi karena kuatnya daya suatu wilayah akan meningkatkan
25
begitu P bergerak mendekatinya. Ketika P mendekati salah satu wilayah yang bervalensi negatif, P akan merasakan adanya peningkatan daya tolak dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu, namun ketika ini dilakukan, secara bersamaan P justru mendekati wilayah kedua yang juga bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal ini membuat konflik menjadi stabil.
Kemungkinan bentuk kedua adalah tindakan meninggalkan wi!ayah terjadinya konflik (leaving the field). Dalam kondisi ini, jumlah daya yang dihasilkan justru menggerakkan P ke arah yang secara simultan meninggalkan dua wilayah bervalensi negatif tersebut. Secara teoritis, seseorang dapat menyelesaikan konflik menjauh-menjauh dengan cara seperti ini. Namun seringkali tindakan ini justru memiliki konsekuensi yang lebih buruk dari alternatif yang sudah ada. Terakhir dapat disebutkan bahwa tindakan "leaving the field" menggambarkan keadaan di mana seseorang lari dari kenyataan (night from reality) dan sering menjadi ciri dari perilaku orangorang yang terperangkap dalam konflik pelik semacam ini.
Banyak keadaan emosi yang intens dibangkitkan oleh konflik menjauhmenjauh. Jika kedua wilayah yang bervalensi negatif memproduksi rasa takut dan bersifat mengancam, seseorang dapat terperangkap diantara keduanya
26
dan mengalami ketakutan. atau sebaliknya, ia mungkin menjadi marah dan benci terhadap situasi yang memerangkapnya. c. Konflik mendekat - menjauh (approach - avoidance conflict) Dalam konflik ini P menghadapi valensi positif dan negatif yang sama, contohnya seorang penderita HIV/AIDS (P) bekerja di sebuah salon, sebagian daya mengarahkan P untuk bekerja di salon itu dengan giat bahkan lembur namun daya lain menghambat P karena P tidak boleh kerja terlalu berat, P harus menjaga kondisi tubuhnya agar tidak terkena penyakit menular lainnya. P akan bekerja keras dan bila letih atau sudah terasa lelah ia berhenti dan setelah beberapa waktu ia bekerja keras lagi, ia akan mencoba bekerja terus dan kemudian istirahat, hal ini membentuk keseimbangan (equilibrium) dan menyebabkan konflik mendekat - menjauh menjadi konflik yang stabil. Konflik in~ merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan penyebabnya, orang yang bersangkutan tertarik sekaligus menghindar dari suatu wilayah yang sama karena wilayah tersebut bervalensi positif, P mendekatnya tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada diwilayah itu menjadi lebih kuat. Jika pada satu titik ketika mendekati wilayah itu valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, P akan berhenti mencapai wilayah tersebut, karena wilayah yang menjadi tujuan tidak dapat tercapai, P bisa mengalami frustasi.
27
Seperti halnya konflik menjauh - menjauh, kebimbangan juga kerapkali terjadi pada konflik mendekat-menjauh, artinya seseorang yang berada dalam konflik akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai saat valensi negatifnya menjadi lebih kuat dan ia mundur. Namun demikian, sering kali pada valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya mendekati wilayah tersebut. Dalam ha! ini orang tersebut dapat kewilayah yang dituju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu - ragu bila dibandingkan wilayah tersebut tidak beNalensi negatif.
Perlu ditambahkan, bahwa ketika wilayah dituju akhirnya bisa dicapai, kemungkinan frustasi tetap ada, bahkan pada beberapa waktu setelah tujuan itu tercapai orang tersebut mungkin masih merasa tidak nyaman. Karena valensi negatif yang ditetapkan telah ada kuat di wilayah itu baik seseorang mengalami frustasi karena ia mencapai tujuan dengan lambat maupun karena tidak mencapai tujuan sama sekali. Reaksi emosional seperti takut, marah, dan benci, biasanya menyertai konflik mendekat - menjauh.
Sebelum masuk pada penjelasan tentang konflik mendekat-menjauh ganda, perlu diperhatikan catatan Lewin berikut ini. Konflik menjauh-menjauh dan mendekat - menjauh yang telah dijelaskan di atas, hanya dapat terjadi kalau batas-batas (barrier) dalam kondisi kokoh pada lapangan kehidupan sehingga tidak ada daya yang bisa keluar dari wilayah-wilayah terjadi konflik.
28
Misalkan pada penderita HIV/AIDS yang bekerja keras untuk mendapatkan uang namun dilarang untuk terlalu berlebih-lebihan dalam bekerja. Konflik mendekat -menjauh terjadi sangat jelas bila batas - batas (banier) yang kokoh pada lapangan kehidupannya seperti tidak ada lagi dana bantuan lain, tidak ada kawan yang dapat membantu, sistem sosial yang tidak mempermasalahkan seperti misalnya pelarangan bekerja bagi penderita HIV/AIDS di tempat publik. Kestabilan sebetulnya akan lebih cepat terpecahkan jika ada situasi-situasi yang berubah seperti tunjangan negara negara atau jaminan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS. Dengan demikian, kestabilan konflik sebetulnya akan lebih cepat terpecahkan jika terjadi beberapa perubahan situasi. Pertama, jika batas tidak kuat dan ada wilayah lain yang bervalensi positif, maka daya akan berpindah ke wilayah I
yang terakhir ini. Terjadilah substitusi dan konflik pun berakhir. Kedua, salah satu daya berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan
(lokomosi) pun terjadi mengikuti arah daya tersebut.
d. Konflik mendekat - menjauh ganda (multiple approach - avoidance
conflict) Konflik mendekat - menjauh ganda mengindikasikan seseorang yang berada di antara dua wilayah, yang masing - masing memiliki valensi positif dan negatif sekaligus. P menghadapi valensi positif dan negatif pada satu jurusan dan menghadapi pula valensi positif dan negatif
29
pada jurusan yang lain. Banyak keputusan - keputusan yang besar dalam hidup yang melibatkan konflik semacam ini. Sebagai contoh seorang penderita HIV/AIDS memilih terapi ARV untuk kelangsungan I
kehidupannya. Penggunaan ARV ini memiliki valensi positif baginya karena memberikan stabilitas dan rasa aman, karena ia mendapatkan obat tercanggih untuk menangani AIDS, disamping ia juga tidak mempermasalahkan dana. Dilain pihak, penggunaan obat ARV bervalensi negatif karena dengan begitu ia harus menghentikan terapi alternatif yang sangat disukainya dan cukup berkhasiat. Karena memiliki keinginan untuk hidup lebih berkualitas dan sehat , ia tertarik menggunakan obat ARV tetapi juga ia tidak ingin pengobatan alternatifnya dihentikan karena sejauh ini cukup ada perubahan walau tidak terlalu besar.
Menurut Atwater, setiap pilihan wilayah dalam konflik ini mengandung konsekuensi positif dan negatif. Akibatnya, pengambilan keputusan menjadi lebih sukar. Dampak buruk yang paling sering terjadi dari konflik ini adalah : kebimbangan diantara alternatif - alternatif yang ada tanpa pernah mencapai keputusan, memutuskan dengan terburu - buru tanpa dasar yang rasional; atau membiarkan orang lain membuatkan keputusan untuk kita. (Atwater, 1983)
30
2) Konflik antara Daya yang Menggerakan dan Daya yang Menghambat
(Conflict between Driving Forces and Restraining Forces) Tipe konflik yang kedua adalah konflik antara driving forces (daya yang menggerakan) dan restraining forces (daya yang menghambat). Konflik ini berbeda dengan konflik mendekat - menjauh yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada konflik mendekat - menjauh, dan konflik - konflik lainnya yang berada dalam tipe pertama, semua daya yang terlibat merupakan
driving forces. Telah dijelaskan, driving forces adalah daya yang mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah tertentu. Sedangkan restraining force.s adalah batas - batas (barrier) fisik atau sosial yang dapat I
menghambat pergerakan. Artinya, daya ini sama sekali tidak mengarahkan pergerakan, namun berpengaruh terhadap driving forces.
Kadangkala, seseorang (P) terhalang oleh batas - batas (barrier) tertentu dari upayanya untuk mendekati suatu goal bervalensi positif atau untuk menghindari wilayah bervalensi negatif. Dalam situasi seperti ini, P akan berulang kali mencoba mengitari dan kemudian melintasi barrier tersebut, dengan kata lain "bernegosiasi", untuk mencapai (valensi positif) atau meninggalkan (valensi negatif) wilayah yang bersangkutan. Jika upaya itu gaga!, barrier itu sendiri lama kelamaan akan bervalensi negatif. Upaya P untuk mendekati barrier cendrung makin berkurang dan perlahan - lahan ia akan meninggalkan wilayah itu (leaving the field). la mungkin akan kembali
31
dan mencoba kembali, tetapi jika tetap saja gagal, ia akan secara permanen meninggalkan wilayah tersebut. Lewin menambahkan, gagalnya negosiasi untuk keluar dari barrier wilayah bervalensi negatif sering menghasilkan keadaan ketegangan emosional yang tinggi. (Sarlito Wirawan,2000).
3) Konflik antara Daya yang Berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya
yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need Forces and Induced Forces) Tipe konflik pertama dan kedua di atas biasanya merupakan pertentangan antara dua daya yang berasal dari kebutuhan orang yang bersangkutan
(forces corresponding to a person's own needs) atau dua daya yang berasal dari orang lain (induced forces). Adapun tipe konflik yang ketiga, merupakan pertentangan antara sebuah daya yang bersifat own need forces dan sebuah daya lain yang bersifat induced forced. Sebagai contoh, keinginan seorang anak/penderita HIV/AIDS (P) bertentangan dengan harapan orang tuanya (0). Orang tua (0) memiliki kekuasaan yang lebih besar, oleh karenanya O
dapat menciptakan induced driving/restraining forces yang sesuai dengan kehendak 0 sendiri. Si anak/penderita HIV/AIDS (P) dapat berupaya melawan atau meruntuhkan kekuasaan orang tuanya, setidaknya di dalam area konflik tersebut. Namun jika upaya ini gagal, P mungkin akan mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain. Atau mungkin juga, P akan berhenti melawan karena kekuatan 0 terlalu besar.
32
Konflik pada akhirnya menghadapkan seseorang pada situasi untuk memilih. Dalam situasi itulah, pengambilan keputusan diperlukan. Pengambilan keputusan merupakan bagian dari penyelesaian masalah yang merupakan suatu tindakan memilih dari lebih satu alternatif kemungkinan pllihan. Jika kadar konflik yang dialami makin meninggi, seorang penderita HIV Positif akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Secara umum penderita HIV Positif memiliki dua pilihan pada kasus pemakaian ARV. Pertama, mengkonsumsi ARV dan kedua tidak mengkonsumsi ARV. Disinilah harus mengambil keputusan, dengan pertimbangan bahwa hal itu adalah bagian dari upaya penyelesaian masalahnya.
B. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian P·engambilan Keputusan 1
Beberapa ahli memberikan batasan mengenai pengambilan keputusan (decision making). Di antaranya adalah : 1) Pengambilan keputusan adalah sejenis pemecahan masalah yang menimbulkan beberapa alternatif pilihan, yang mengharuskan kita untuk memilih diantara beberapa pilihan. 2) Pengambilan keputusan adalah bagian dari pemecahan masalah. Disini, memilih alternatif tertentu adalah dengan memberikan
33
seseorang pada tindakan yang mengharuskan untuk memilih.(David L Watson, 1984). 3) Pengambilan keputusan adalah proses yang berkembang pada pemecahan masalah. Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai tindakan untuk memilih di antara alternatif pilihan masalah. (Clifford T.Morgan dkk, 1986).
Batasan - batasan di atas memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses atau bagian dari pemecahan masalah. Secara umum, masalah adalah setiap konflik atau pertentangan antara satu situasi dengan situasi lain yang ingin dicapai yaitu yang menjadi goal atau tujuan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian, proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah bersifat terarah pada tujuan dan didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi kesenjangan antara satu hal dengan yang lain. (Morgan, 1986)
Keputusan yang diambil beraneka ragam. Tapi ada tanda- tanda umumnya: 1). keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; 2). keputusan selalu rnelibatkan pilihan dari berbagai alternatif; 3). keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. (Jalaluddin Rakhmat, 1998).
34
2. Strategi Pengambilan Keputusan
Atwater mengklasifikasikan strategi pengambilan keputusan berdasarkan unsur resiko yang terlibat di dalamnya: 1) Wish Strategy. Memilih altematif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan, tanpa memperhatikan resiko. 2) Escape Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi kecenderungannya untuk dapat terhindar dari hasil yang buruk. 3) Safe Strategy. Memilih alternatif pilihan yang paling tinggi kecenderungannya untuk mencapai keberhasilan. 4) Combination
Strategy.
Memilih
alternatif
pilihan
yang
tepat.
Mengkombinasikan kemungkinan untuk memperoleh hasil. Yang paling diinginkan (high desireability) dengan probabilitas peluang tertinggi (high probability). (Atwater, 1984)
Dapat dikatakan pengambilan keputusan seseorang ditentukan oleh strategi yang digunakannya untuk mengambil keputusan. Setiap orang melakukan strategi pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki kemampuan yanig berbeda-beda dalam mengambil keputusan terhadap berbagai sitasi yang dihadapi. Oleh karena itu, walaupun strategi pengambilan keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli, strategi pengambilan keputusan lebih bersifat unik. (Atwater, 1984).
35
Atwater mengingatkan bahwa tujuan pengambilan keputusan adalah untuk memperoleh h~1sil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan. Dalam pengertian ini, " baik " atau " buruk" nya suatu keputusan tergantung pada individu yang bersangkutan dan situasi yang dihadapi. Gambaran pola pengambilan keputusan seseorang lebih merupakan kombinasi unik dari strategi - strategi yang dilakukannya. Penelitian ini berusaha menggali gambaran pengambilan keputusan secara individual, dengan metode yang memungkinkan tergalinya keunikan individual. (Atwater, 1984)
Kadangkala seseorang melakukan strategi yang sama pada waktu, situasi, atau lingkungan yang berbeda. Namun demikian strategi pengambilan keputusan dapat berubah-ubah. Seseorang dapat melakukan strategi yang berbeda-beda dalam berbagai situasi atau situasi yang sama di waktu yang berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa pola pengambilan keputusan seseorang bersifat dinamis. Oleh karena itu, selain berusaha mendapatkan gambaran pengambilan keputusan, penelitian ini juga berusaha mendapatkan gambaran dinamika pengambilan keputusan masing-masing respond en
36
3. Tahapan Pengambilan keputusan Para ahli umumnya mengartikan pengambilan keputusan sebagai cara memecahkan masalah dengan memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada (Du Brin, 1983: Morgan, King dan Robinson, 1984). Adapun proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: (Du Buin. 1980) a. Tahap input. Pada tahap ini individu menemukan atau diberi suatu persoalan.berpangkal dari persoalan tersebut, diketahui adanya satu atau beberapa keputusan yang harus diambil. b. Tahap throughput (decision making stages). Pada tahap ini masalah sudah dikenali, kemudian berlangsung rangkaian proses pengambilan keputusan yang saling tumpang tindih, yaitu menjernihkan persoalan menemukan berbagai alternatif-alternatif tersebut, mengambil keputusan, mengevaluasi hasilnya. c. Tahap out put. Dari konflik keputusan yang diambil, subjek merasakan konsentrasinya berupa hasil yang optimal, memuaskan, atau kurang memuaskan . Janis dan Mann seperti dikutip dalam Atwater, merumuskan adanya lima tahap pengambilan keputusan yang kerap dilakukan dalam membuat keputusan - kePjutusan sulit. Rumusan tahap ini mencakup keputusan keputusan yang diambil mulai dalam masalah penyakit beresiko kematian
37
hingga keadaan darurat nasional. Lima tahap tersebut adalah (Atwater, 1983) : 1) Menilai masalah. Meliputi pengenalan terhadap masalah, tujuan dari penyelesaian dan menjaga agar tidak terjadi asumsi yang salah atau oversimplifikasi terhadap masalah yang kompleks. Pertanyaan kunci: I
"Resiko apakah yang mungkin timbul jika tidak berbuat apa - apa atau jika tidak melakukan perubahan?" 2) MelihaUsurvey alternatif - alternatif pilihan yang ada. Hal yang paling dibutuhkan dalam tahap ini adalah sikap keterbukaan dan fleksibilitas dengan perhatian untuk mengumpulkan informasi mengenai seluruh kemungkinan altenatif, baik yang telihat nyata maupun tidak. Pertanyaan kunci: "Apakah seluruh alternatif yang ada telah dipertimbangkan ?" 3) Menimbang alternatif. Seluruh pilihan dievaluasi berdasarkan konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan. Mengenai konsekuensi, yang terutama dilihat adalah kemungkinan manfaat dan pengorbanan yang harus diterima. Pertanyaan kunci : " Alternatif manakah yang terbaik ?" 4) Membuat komitmen. Penumpukan ketegangan karena mempertimbangkan banyaknya altenatif hanya bisa diselesaikan dengan membuat komitmen. Namun demikian, masih ada kemungkinan bahaya untuk bertindak secara impulsif dalam
38
mengambil keputusan. Pertanyaaan kunci :" Kapankah saya dapat mengimplementasikan alternatif terbaik yang telah diambil dan membiarkan orang lain tahu keputusan saya ? " 5) Menerima umpan balik meskipun negatif. Setiap keputusan mengandung resiko. Oleh karena itu, adalah penting untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin timbul. Reaksi tersebut memang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya dengan berubah pikiran atau sebaliknya membenarkan pikiran sendiri atau mengabaikan kritik-kritik yang bermanfaat. Pertanyaan kunci : "Apakah resiko yang ada demikian seriusnya jika saya tidak berubah ? Apakah resiko itu menjadi lebih serius jika saya tidak berubah ? "
Disamping tahapan - tahapan di atas Janis dan Mann mengeniukakan 7 kriteria untuk menguji efektifitas pengambilan keputusan : 1) Secara menyeluruh melihat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan 2) Mempertimbangkan seluruh tujuan yang akan dicapai dan nilai - nilai yang terkandung dalam setiap pemilihan 3) Secara hati - hati menimbang kerugian yang akan dihadapi, memperkirakan resiko -resiko yang belum pasti, baik konsekuensi positif maupun negatif
39
4) Secara intensif mencari informasi baru yang relevan untuk. evaluasi lanjut 5) Membuka diri memperhitungkan informasi baru walaupun informasi itu tidak mendukung pilihan yang disukainya 6) Menilai kembali konsekuensi positif dan negatif setiap pilihan termasuk pilihan yang semula tidak diterima sebelum mengambil keputusan akhir 7) Membuar langkah - langkah tindakan dan rencana yang terperinci dengan mempertimbangkan kemungkinan tindakan antisipatif. (Janis & Mann,1979)
C. HIV/ AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Virus HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Prancis pada seorang pasien limfadenopati, Oleh karena itu kemudian dinamakan LAV (Lumph Adenopathy Virus). Kemudian pada bu Ian Maret 1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa pada penderita AIDS yang kemudian disebut HTLV-111. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi lnternasional memberikan nama baru HIV (Human
40
Immunodeficiency Virus) yang sampai saat ini secara resmi digunakan. (Depkes RI, 2003)
AIDS merupakan singkatan dari Acruired lmmuno Defficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala penyakit atau sindrom yang disebabkan oleh retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini disebabkan karena virus yang disebut HIV (Human lmunodeficiency Sydrome). Pada orang yang sehat, terjadinya infeksi dapat dilawan oleh suatu sistem pertahanan dalam tubuh yang disebut sebagai sistem kekebalan tubuh (immune body system). Sistem kekebalan tubuh ini bekerja untuk mengenali benda asing yang masuk (misalnya bakteri, virus dan lain-lain) dan selanjutnya membentuk antibodi untuk melawan benda asing tersebut. Tiap penyakit merangsang pembentukan antibodi yang spesifik terhadapnya. (Depkes , 1989).
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang mengunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. (Depkes RI, 2003). Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan merusak salah satu jenis dari sel - sel putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam kelompok limfosit yang disebut sel T-4 atau sel T-penolong (T - helper), atau disebut juga sel CD-4 (Depkes RI, 1997). Pada AIDS komponen yang diserang adalah limfosit T-
41
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Terdapat banyak fungsi penting limfosit T - helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi
Kemampuan HIV melumpuhkan dan membunuh sel-sel ini mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh sistem kekebalan tubuh manusia. Keadaan ini menjadikan Odha sangat rentan terhadap infeksi yang mengenainya. lnfeksi yang menyerang pada sistem kekebalan tubuh lemah disebut infeksi oportunistik (opportunistic infections). Dengan kata lain, HIV bukan merupakan penyebab langsung dari kematian, tetapi dengan kehadirannya I
yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, menyebabkan penyakit - penyakit lain mudah menyerang tubuh. (Schoub, Berry D, 1994)
Keunikan dari virus ini dibandingkan virus penyakit lain adalah adanya masa laten (asymptomatic stage) sekitar 5 tahun. Pada masa ini Odha tidak menyadari dirinya telah terinfeksi karena belum adanya kerusakan fisik nyata, namun ia telah mampu menularkan virus ini kepada orang lain. Pada masa laten ini (disebut tahap HIV positif) Odha tidak berbeda dengan orang lain yang sehat, ia masih dapat melakukan aktifitas biasa sehari - hari. Melalui tes laboratorium saja dapat diketahui adanya virus dalam tubuhnya. Ketidaktahuan ini dapat menyebabkan ketidakhati-hatian pada Odha dan
42
akhirnya meningkatkan resiko penularan infeksi HIV ke orang lain. Setelah masa tanpa gejala ini, barulah Odha masuk pada tahap AIDS dimana mulai muncul gejala-gejala yang ditandai oleh beberapa penyakit sebagai akibat makin melemahnya sistem kekebalan tubuh. (Schoub, Berry, 1994).
Dalam kondisi normal jumlah CD-4 dalam tubuh berjumlah sekitar 1000 ul. Namun ketika virus HIV mulai masuk kedalam tubuh dan secara selektif menyerang CD4 maka jumlahnya akan berkurang secara progresif. Pada awal fase asymptomatic, jumlahnya CD-4 dalam tubuh adalah 500 ul. Jumlah ini akan berkurang sampai dengan 200 ul pada fase AIDS. Pada jumlah ini sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, sehingga menyebabkan penderitanya (Odha) menjadi sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit oportunistik, seperti Herpes Zoster, Sarcoma Karposi, TBC dll. (Stewart, 1997).
Penularan HIV/AIDS tidak mudah dan terjadi begitu saja .Virus HIV hidup dan berkembang di cairan - cairan dalam tubuh seperti darah, sperma, dan cairan vagina. Berkaitan dengan media hidup HIV, maka penularannya pun bersifat spesifik, yaitu HIV menular melalui a). hubungan seksual, baik homo atau hetero dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa memakai pelindung, b). melalui tranfusi darah yang telah tercemar HIV, c). melalui ibu hamil yang telah terinfeksi kepada janin yang sedang dikandungnya, dan d).
43
melalui alat suntik yang dipakai berulang-ulang dan telah tercemar HIV (Inter Drug User). Virus ini tidak terbukti ditularkan melalui kontak sosial biasa
seperti; hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS, bersenggolan dan bersentuhan dengan Odha, berjabatan tangan, berciuman, makan dan minum dari tempat yang sama, melalui gigitan serangga dan berenang bersama (Depkes RI, 1997).
Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA keputusan dalam bentuk DNA yang kemudian diinteraksikan keputusan dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang, dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk menggandakan dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri - ciri HIV. HIV dapat diteimukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfost B, sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan sperma yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya. (Depkes RI, 2003)
Sistem manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh, kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan
44
terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan fungsi-fungsi komponen sistem lainnya. Pada AIDS komponen yang diserang adalah limfost T helper yang memiliki reseptor VD 4 di permukaannya. Terdapat banyak fungsi penting limfosit T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Oleh karena itu pada pasien AIDS terdapat kelainan pada fungsi limfosit T, limfosit B, monosit, makrofag dan sebagainya. (Depkes RI, 2003)
2. Fase - fase perjalanan virus sampai dengan tahap AIDS
Perjalanan virus HIV sampai dengan tahapan AIDS terbagi menjadi beberapa fase, yaitu : lnfeksi awal HIV : Masa sebelum timbulnya respin antibodi biasanya antara 6 -12 minggu yang sering disebut sebagai periode jendela (window period). Pada masa ini seorang yang diuji darahnya dapat menunjukan hasil yang negatif. Untuk itu perlu dilakukan tes ulang. Biasanya selama 3-5 tahun setelah terinfeksi, timbul pembengkakan kelenjar getah bening secara menyeluruh yang tidak menimbulkan rasa nyeri. Pembengkakan kelenjar getah bening ini dapat terus berkembang dan menetap selama beberapa bulan bahkan
45
sampai beberapa tahun. Pada masa ini, seorang pengidap HIV sudah dapat menularkannya pada orang lain. Gejala HIV atau disebut juga PGL (Persistent Generalized Lymphadenopaty).
Yaitu gejala - gejala infeksi HIV yang timbul setelah masa window period berlalu, antara lain pembengkakan kelenjar
getah bening di bagian leher, ketiak atau selangkangan, demam atau influenza, berkeringat pada malarn hari, berat badan turun tanpa sebab yang jelas serta diare. Gejala AIDS atau ARC (AIDS Related Complex). Pada tahap ini, virus sudah merusak sistem kekebalan tubuh. Gejala infeksi lanjutan pada tahap ini antara lain; selalu merasa lelah, mencret terus menerus lebih dari sebulan, demam dan berkeringat di malam hari, berat badan turun lebih dari 10 % berat normal, infeksi rongga mulut. Pembengkakan kelenjar getah bening bisa terus berlanjut pada tahap ini. Tahap AIDS (Full Blow). Merupakan akhir dari perjalanan iiiifeksi HIV. Hal ini ditujukan dengan adanya satu atau beberapa infeksi oportunistik, seperti; peneumonia diare persisten, sarcoma karposi dan infeksi dari sistem saraf. Sistem kekebalan tubuh sudah lumpuh sama sekali. lnfeksi oportunistik juga mematikan menyerang tubuh penderita,
46
antara lain: radang/kanker paru-paru kanker kulit dan infeksi ~ongga
mulut, TBC serta Herpes .
AIDS Tahap Lanjutan atau AIDS Dimentia Complex.Pada tahap ini HIV telah mencemari darah yang masuk ke otak dan menghancurkan sel-sel otak. Hal ini menyebabkan gejalagejala antara lain, kebingungan, daya ingat penderita melemah bahkan rusak sama sekali, proses daya pikir juga rusak, perilaku menjadi kacau, perubahan pada kepribadian menjadi pikun atau pelupa sebelum waktunya, dan tidak mampu mengontrol (emosi) diri (Depkes RI, 1998).
3. Pendemi AIDS Sejak tahun 1987 hingga akhir September 2003, Depkes melaporkan 2685 kasus HIV/ AIDS, namun sebenarnya diperkirakan sekitar 80.000-120.000 orang. Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Mei 2003), pada 3 tahun terakhir ini fase epidemik HIV/AIDS di Indonesia telah berubah dari "low" menjadi "concentrated" karena terdapat prevalensi HIV di atas 5 % di beberapa wilayah/kelompok masyarakat terdapat peningkatan seroprevalensi HIV yang sangat pesat di kalangan pecandu narkoba, yaitu 48 % di OKI Jakarta dan 53 % di Bali. sebuah hasil tes HIV secara sukarela (VCT) yang dijalankan Yayasan Pelita llmu di Jakarta bahkan menunjukkan sebanyak 93 % pecandu narkoba diketahui terinfeksi HIV. Tingginya
47
prevalensi HIV dikalangan pengguna narkoba bisa menimbulkan resiko cukup besar terjadinya penularan HIV dari pasangan pengguna narkoba ke bayi mereka. (Support, 2002). Penyebaran yang tinggi ini juga diperkuat dari hasil pendataan oleh Depkes yaitu hingga Maret 2002 telah tercatat terdapat 2187 kasus HIV positif dan 689 kasus AIDS yang tersebar 24 provinsi di Indonesia. Dengan demikian jumlah keseluruhan kasus HIV/AIDS adalah 2876 kasus. (Depkes Rl,2002).
Kasus penularan HIV/AIDS dikalangan pecandu narkoba suntik atau IOU
(Inter Drug User) meningkat sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari proporsi keseluruhan jumlah kasus HIV/AIDS, dimana 668 kasus dianta.ranya berasal dari faktor resiko penyalahgunaan narkoba suntik. Selanjutnya, hubungan seks memberi kaitan lagi antara penyalahgunaan obat dan infeksi HIV. Dalam suatu survey pernah dilakukan di 13 kota besar di Indonesia sebagian besar pecandu narkoba suntik melaporkan tidak pernah memakai kondom dengan pasangan tetapnya. Karena IOU tidak hanya melakukan hubungan seks dengan IOU lain, maka mereka sering menjadi jembatan penting bagi penyebaran HIV ke masyarakat umum (Depkes RI, 2002)
Sementara penyebaran pada ibu hamil dimana dalam studi prevalensi pada ibu hamil di Pro1pinsi Riau pada tahun 1998/1999 menunjukkan bahwa 0,35 % ibu hamil telah terinfeksi HIV, sedangkan di Propinsi Papua sebesar 0,25 %.
48
Sebuah hasil konseling dan testing HIV secara sukarela (VCT) kepada ibu hamil di Jakarta menunjukan bahwa sebanyak 2,86% ibu hamil diketahui HIV positif. (Support, 2003).
4. Orang dengan HIV/AIDS ( ODHA) I
Pengertian Odha dibedakan dari Ohida. Odha (Orang dengan HIV/AIDS). merujuk pada individu yang teinfeksi HIV, baik yang masih pada tahap HIV positif maupun yang sudah masuk pada tahap AIDS, sedangkan Ohida (Orang hidup dengan HIV/AIDS) merujuk pada individu - individu lain yang terkena pengaruh secara tidak langsung dari penyakit ini seperti keluarga, teman Odha, relawan dan lain - lain (Support, no.11, 1995).
Orang dengan HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit terminal yang lain seperti kanker, stroke, infeksi HIV mempengaruhi keseluruhan hidup Odha, seperti perubahan status emosional, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya perilaku hidup sehat, perubahan tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematiannya (Hoffman, 1996).
Keluarga yang mengetahui salah satu anggota keluarganya terinfeksi HIV/AIDS akan mengalami beban mental yang berat. Hal ini disebabkan
49
karena penyakit HIV/AIDS sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Selain itu keluarga membayangkan biaya pengobatan yang tinggi untuk memperpanjang harapan hidup anggota keluarganya yang terinfeksi HIV, hal lain adalah menghadapai kemungkinan pengucilan oleh masyarak terhadap keluarga. Hal tersebut merupakan sumber stres bagi keluarga Odha (Depkes, 1997).
Demikian pesatnya epidemi AIDS memberikan masalah sosial yang sangat luar biasa artinya beban psikologis bagi penderita HIV/AIDS, keluarganya dan lingkungan sekitarnya sangat besar, hal ini menyebabkan ketidakstabilan tatanan masyarakat lebih spesifik lagi tatanan keluarga dalam masyarakat. Sebagai contoh sebagian masyarakat masih beranggapan penyakit AIDS adalah penyakit kutukan, masyarakat menilai demikian karena cara penyebarannya sebagian besar melalui hubungan seksual dan jarum suntik untuk menggunakan narkoba.Tapi apapun faktor penyebab seseorang menderita HIV/AIDS tetap akan menimbulkan stigma negatif bagi penderitanya.
Masyarakat menganggap bahwa orang yang menderita AIDS adalah manusia yang menjijikan, kotor dan berdosa. Pengetahuan masyarakat yang terbatas mengenai penyakit AIDS menimbulkan kesan bahwa Odha ini telah dihukum Tuhan. Mereka dianggap telah melakukan dosa besar dan
50
menimbulkan rasa malu bagi masyarakat, karenanya Odha harus dijauhi atau dikucilkan.
Berbagai stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS menimbulkan konflik hubungan antar penderita dengan masyarakat terutama masyarakat yang mencap mereka dengan stigma-stigma negatif. Hal ini tentu disayangkan disaat penderita HIV/AIDS membutuhkan sandaran, dukungan penguatan atas apa yang menimpa dirinya malahan diperberat dengan hambatan sosial I
yang harus diatasinya. Penderita HIV/AIDS dalam dirinya sendiri bergejolak serangkaian beban psikologis yang sangat besar apalagi setelah dirinya mengetahui dirinya mengidap virus HIV/AIDS yang mematikan ini.
Konflik dalam diri penderita HIV/AIDS menjadi demikian kompleks, selain itu mereka terbebani rasa sakit yang diderita juga mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Berbagai macam masalah menjadi konflik yang tidak mudah diselesaikan. Karena masalah yang dihadapi adalah kebutuhan dasar yang benar-benar harus dipenuhi seperti rasa aman, nyaman, bebas dari ketakutan, kebutuhan diterima masyarakat, kebutuhan untuk dihargai dan diperlakukan layak sebagai manusia. Penderita HIV/AIDS harus menghadapi tekanan - tekanan dan merespon daya - daya tersebut secara simultan. Begitu besarnya masalah atau konflik yang dihadapi menuntut penderita HIV/AIDS memiliki keyakinan yang kuat akan nilai-nilai, prinsip - prinsip,
51
norma-norma, karena nilai - nilai inilah mereka dapat terus bertahan. Konflik yang tercipta karena faktor luar dan dalam ini menyebabkan konflik internal dalam diri penderita HIV/AIDS menjadi kompleks.
Berbagai macam masalah dapat mempengaruhi kehidupan penderita, sangat mungkin penderita HIV/AIDS menghentikan pengobatan karena sudah tidak dihargai dan ia merasa dunia tidak menerima kehadirannya lagi. Disaat penderita HIV/AIDS mengalami frustasi akan diikuti menurunnya kondisi tubuh dan pada saat tertentu ia harus menjalani terapi yang benar - benar baik karena kondisi tubuhnya terus menurun, terapi itu antara lain terapi ARV. Namun memutuskan memulai menjalani terapi ARV tidak mudah apalagi bila penderita pasrah dan merasa tidak ada harganya lagi di dunia ini. Penderita HIV/AIDS harus memberikan respons bagaimana mensikapi kehadiran virus tersebut dan bagaimana ia mensikapi lingkungan sosial setelah mengetahui dirinya telah terinfeksi. Hal ini tidak mudah karena sikap tentu berhubungan dengan nilai-nilai yang dianutnya, sikap tentu berhubungan dengan karakter yang telah terbentuk dan pada setiap orang berbeda-beda dan sikap tentu mempertimbangkan respons lingkungan.
5. VCT (Voluntary counseling and testing) dan Tes HIV/AIDS Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu
52
klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Voluntary counseling and testing (VCT) dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan
tes sukarela, artinya sama dengan VCCT: voluntary dan confidential counseling and testing. VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela
dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di labolatorium. Tes HIV dilakukan setelah terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT penting karena : 1) Merupakan pintu masuk keseluruh layanan HIV/AIDS I
2) Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV/AIDS. 3) Mengurangi stigma masyarakat 4) Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental 5) Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikososisal.
53
Tujuan Khusus VCT bagi ODHA : 1) Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi HIV. Kurang dari 2,5 % orang yang diperkirakan telah terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi. 2) Mempercepat diagnosis HIV. Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi setelah mencapai tahap simtomatik dan masuk ke stadium AIDS, bahkan dalam keadaan hampir meninggal. 3) Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan mencegah terjadinya infeksi lain pada ODHA ODHA yang belum mengetahui dirinya ternfeksi HIV tidak dapat mengambil manfaat profilaksis terhadap infeksi oportunistik, yang sebetulnya sangat mu rah dan efektif. Selain itu, mereka juga tidak dapat memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan lagi. 4) Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral. 5) Agar virus tidak menjadi resisten dan efektivitas obat dapat dipertahankan diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan. Kepatuhan tersebut didorong oleh pemberian informasi yang lengkap dan pemahaman terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh pendamping.
55
Konseling pra dan pasca tes HIV penting dilakukan, mengingat diagnosi HIV/AIDS terhadap Odha akan menimbulkan tekanan dan kecemasan psikologis akibat perlakuan lingkungan yang diskriminatif serta infeksi HIV yang terus bertahan seumur hidup. Konseling tidak haya memberikan informasi kepada Odha mengenai HIV/AIDS dan penularannya, tetapi juga mengkaji kemungkinan sumber infeksi Odha dan perilaku pencegahannya, menggali kemungkinan adanya hambatan budaya dan nilai-nilai perubahan perilaku, memberikan dukungan bagi Odha dalam kesedihannya merencanakan agar Odha dapat menerima kenyataan hidup dan memantapkan jaringan dukungan sosial baik fisik maupun emosional bagi Odha (Damayanti, 2000).
D. Obat HIV/AIDS (ARV : Anti retrivoral) Saal ini memang belum ada obat yang bisa menyembuhkan HIV/AIDS. Namun fakta menyebutkan bahwa obat anti retroviral (ARV) secara signifikan telah menurunkan angka kematian, memperpanjang masa hidup, meningkatkan kualitas hidup Odha, serta mengubah HIV/AIDS dari penyakit mematikan (fatal condition) menjadi sebuah penyakit kronis yang bisa ditangani.
56
Dalam majalah Support dikutip bahwa kondisi Indonesia diperkirakan saat ini terdapat 130.000 Odha di seluruh Indonesia (meskipun jumlah yang dilaporkan hanya 3.492 Odha hingga September 2003). Sebanyak 10 % diantaranya (13.000) diperkirakan telah butuh ARV. Namun menurut data Pokdisus AIDS FKUl/RSCM, baru 1.100 Odha yang telah mengkonsumsi ARV hingga Desember 2003. (Support, 2003).
Odha yang disiplin minum ARV menunjukan hasil yang memuaskan, menurut Prof. Dr Zubairi Djoerban,(Ketua Harian Pokdisus), sekitar 150 Odha di Indonesia yang rutin minum ARV setiap hari, jumlah viral Load-nya Qumlah HIV di tubuh) undetectable atau tidak bisa dideteksi lagi, kondisi tubuhnya nampak gagah dan segar, seperti orang yang tidak terinfeksi HIV, meskipun bukan berarti itu telah sembuh dari HIV ujar Djubari. (Support, 2003)
ARV (antiretroviral) adalah obat yang dapat langsung menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV. Terapi Antiretroviral (ARV) dengan mengkombinasi beberapa obat ~RV bertujuan untuk mengurangi viral load Qumlah virus dalam darah} agar menjadi sangat rendah atau di bawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu lama. Sa at ini ada tiga golongan ARV yang tersedia di Indonesia :
1. Nuc/eoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI): obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
57
perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus I
dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk zidovudine (ZDV atau AZT) lamivudine (3TC), didanosine (ddl) zalcitabine (ddC), stavudine (d4T), dan abacavir (ABC). 2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI): obat
ini berbeda dengan golongan ini termasuk nevirapine (NVP), efavirenz (EFV) dan delavirdine (DLV). 3. Protease Inhibitor (Pl): obat ini bekerja menghambat enzim
protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam golongan ini temasuk indinavir (IDV), nelfinavir (NFV), saquinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan lopinavir /ritonavir (LPV Ir). Obat - obat tersebut tersedia dalam bentuk paten dan generik. Harga obat generik jauh lebih murah dibandingkan obat paten. Hanya sebagian dari obat di atas tersedia di Indonesia dalam bentuk paten maupun generik.
ARV dapat juga dipakai untuk mencegah infeksi HIV misalnya setelah tusukan jarum suntik yang tercemar HIV pada petugas kesehatan atau kasus perkosaan oleh tersangka yang dicurigai terinfeksi HIV. lni disebut profilaksis pasca pajanan (PEP= post exposure prophylaxis). ARV juga dapat dipakai untuk mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi. (Depkes RI, 2003)
58
Bila CD4 ditubuh seseorang rusak akibat infeksi virus HIV akan timbul ganguan imunitas yakni munculnya infeksi-infeksi seperti jamur, TBC, dan lain-lain. Pemeriksan CD4 tempatnya masih terbatas. Saat ini hanya ada di RS Dharmais. Harga pemeriksaan Rp.150.000. Namun menurut Dr. Samsulridjal Djauzi mengemukakan bahwa pemeriksaan CD 4 bukan satusatunya indikator untuk terapi obat AIDS (antiretroviral atau ARV} bagi Odha tetapi juga diberikan bila ada gejala infeksi oportunistik walaupun CD4 masih tinggi (diatas 200)," ujarnya. (Support, 2003).
Penggunaan obat ARV harus dalam bentuk terapi artinya pengobatan adalah untuk jangka panjang dan terus menerus diawasi oleh dokter dan dibantu oleh konselor. Tujuan terapi Antiretroviral adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV, memperbaiki mutu hidup, memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan dan menekan replikasi virus semakimal mungkin dalam waktu yang lama.
Indonesia sekarang telah dapat membuat obat ARV yang dibuat oleh PT. Kimia Farma. Ada beberapa hal khusus ARV produksi lokal ini. Pertama, untuk memproduksinya Kimia Farma harus mendatangkan bahan baku khusus dari lndi;3, Cina ataupun Korea Selatan. Kedua Kimia Farma membuat pabrik khusus untuk memproduksi ARV tersebut, tidak menyatu dengan tempat produksi obat-obatan penyakit lain. Ketiga Badan
59
Pengawasan Obat dan Makanan DEPKES RI memberikan ARV buatan Kimia Farma secara khusus atau terbatas. Maksudnya obat-obatan itu tidak bisa dijual di apotik-apotik di seluruh Indonesia, hal ini dikarenakan produksinya bukan untuk tujuan komersial melainkan untuk live saving ODHA. (Support, j
2003)
Dasar - dasar yang perlu diperhatikan dalam keputusan untuk Terapi Antiretroviral (ART) : 1) HIV bereplikasi dengan cepat dan terus - menerus sejak awal infeksi. Pada seorang yang terinfeksi HIV, sedikitnya sepuluh miliyar virus dibuat dan dihancurkan setiap hari. Walaupun ada replilkasi yang cepat, sebagian besar pasien tetap sehat selam bertahun-tahun sekali pun tanpa terapi antiretroviral. 2) Replikasi HIV yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh semakin berat dan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik, kanker, penyakit syaraf, wasting(kehilangan berat badan tanpa alasan jelas) dan berakhir dengan kematian. 3) Viral load menunjukkan tingginya replikasi HIV dan kecepatan penghancuran sel CD4, sedangkan penurunan jumlah CD4 menunjukkan tingkat kerusakan pada sistem kekebalan yang disebabkan oleh HIV.
60
4) Tinggi - rendahnya viral load menunjukan cepat-lambatnya perjalanan penyakit dan kematian. Pemeriksaan jumlah CD4 dan viral load secara berkala Gika dapat dilakukan) dapat menentukan arah perkembangan penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan untuk mengetahui kapan sebaiknya memulai atau mengubah regimen ARV. 5) Penurunan sistem kekebalan dia antara orang yang terinfeksi HIV dapat berbeda-beda. Keputusan untuk memulai pengobatan dilakukan berdasarkan jumlah CD4 dan viral load Qika mungkin dilakukan) atau limfosit total serta gejala klinis. 6) Terapi kombinasi antiretroviral dapat menekan replikasi HIV sampai di bawah tingkat yang dapat dideteksi oleh tes yang peka. Penekanan virus secara efektif ini mencegah timbulnya virus yang resisten terhadap obat dan menunda perkembangan penyakit. J"adi penekanan virus secara maksimal menjadi tujuan terapi. 7) Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV secara terus-menerus adalah memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan dan tidak pernah dipakai sebelumnya. Oba! tersebut tidak boleh menimbulkan resistensi silang (cross resistant) dengan obat yang pernah dipakai. 8) ARV yang digunakan dalam terapi kombinasi harus berdasarkan jadwal dan dosis yang optimal. Sampai saat ini pengetahuan tentang
61
mekanisme kerja dan jenis ARV masih terbatas dan dilaporkan adanya resistensi silang pada obat - obat tertentu. 9) Wanita seharusnya menerima ART yang optimal tanpa memperhatikan status kehamilannya . 10)Prinsip yang sama diberlakukan juga pada pemberian ARV untuk anak maupun orang dewasa yang terinfeksi HIV, walaupun pengobdtan pada anak yang terinfeksi HIV perlu mendapatkan pertimbangkan khusus. 11)0rang dengan HIV, walaupun dengan viral load yang tidak terdeteksi, harus dianggap tetap menular. Mereka harus diberi konseling agar menghindari hubungan seks atau penggunaan narkotika suntik yang dapat menularkan HIV dan pathogen menular lain. 12)ART harus dipakai terus - menerus dengan kepatuhan yang sangat tinggi, walaupun sering dijumpai efek samping.Keterlibatan pasien dan pendampingannya (keluarga, pasangan teman) sangat penting dalam semua pertimbangan dan keputusan untuk memulai ART. Hubungan baik antara pasien dan dokternya sangat diperlukan .
Keterbatasan ART (Anti Retroviral Therapy) Walaupun ART sudah menjadi kunci dalam penatalaksanaan penyakit HIV, ada beberapa keterbatasan :
62
1) ART tidak mampu memberantas virus. Terapi ini gaga! mengendalikan viremia dalam kurang - lebih sepertiga pasien pada uji klinis. Viremia cepat meningkat kembali setelah berhenti terapi, atau menghentikan salah satu obat dalam kombinasi. Pasien harus melanjutkan terapi seumur hidup agar memperoleh manfaatnya yang optimal. 2) Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan pasien pada terapi tidak hampir sempurna (95 % atau lebih). Kegagalan lebih mungkin terjadi pada tahap penyakit yang sudah lanjut. Kepatuhan pada terapi jangka panjang adalah sulit; semakin lama kepatuhan cendrung semakin menurun. 3) Penularan HIV melalui prilaku yang beresiko dapat terus terjadi, walaupun viral load tidak terdeteksi. Jenis virus yang resisten terhadap semua obat dalam regimen ART dapat ditularkan ke orang lain melalui perilaku berisiko. 4) Efek samping jangka pendek akibat ART sering terjadi, mulai dari yang ringan termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala, sampai yang berat, misalnya hepatitis akut, reaksi hipersensitif dan sindrom Stevens Johnson. Sedangkan efek samping jangka menengah baru mulai diketahui, misalnya resistensi insulin, asidosis laktat, hiperlipidemia dan perpindahan lemak dalam tubuh (lipodistrofi. lipoatrofi). Efek samping jangka panjang belum diketahui. Selain
63
efeksamping dapat pula ditemukan interaksi dengan obat dipakai untuk penyakit lain, misalnya TB. 5) Pada saat ini di Indonesia hanya ada sedikit pilihan untuk pasien yang gagal dengan pengobatan regimen baku atau mengalami efek samping yang berat. (Oepkes RI, 2003) T abel manfaat dan Keterbatasan ARV
ManfaatART
Keterbatasan ART
Morbiditas dan mortalitas menurun
Tidak menyembuhkan, obat harus
i
diminum seumur hidup. Efek pada sebagian besar, tetapi tidak semua pasien. Prognosis jangka panjang belum diketahui
Penekanan virus terus-menerus
Oibutuhkan kepatuhan yang sangat
selama beberapa tahun dapat dicapai
tinggi. Pemantauan ketat dibutuhkan
oleh cukup banyak pasien
agar terapi dapat diubah jika resistensi berkembang Jenis virus yang resisten dapat ditularkan melalui hubungan seks yang beresiko
Pasien yang menerima ART tetap
Efek samping beberapa regimen
produktif
dapat mengurangi mutu hidup
64
Sistem kekebalan tubuh mulai pulih
lnfeksi oportunistik masih dapat
dan ini mengurangi kebutuhan akan
terjadi, terutama jika terapi dimulai
profilaksis terhadap infeksi
dengan jumlah CD4 yang rendah
oportunistik Mengurangi penularan HIV dari ibu-
Penularan dari ibu- ke-bayi masih
ke - bayi
tetap dapat terjadi
Mengurangi biaya rawat inap dan
Biaya terus-menerus untuk obat dan
memelihara anak yatim piatu
pemantauan terapi
Ketersediaan ART mendorong orang
Layanan bermutu dan terjangkau
dengan HIV untuk meminta tes HIV
dibutuhkan untuk meyakinkan
dan mengungkapkan status HIV-nya
konseling dan tindak lanjut medis
sukarela
ART diindikasikan untuk mereka yang memenuhi kriteria sbb: 1) lnfeksi HIV telah dikonfirmasi dengan tes antibodi 2) Keputusan untuk memulai menggunakan ART diambil setelah pasien dan keluarga/pendamping mendapatkan informasi yang lengkap tentang dana yang dibutuhkan, jaminan kepatuhan berobat yang tinggi, efek samping yang mungkin terjadi dll. 3) lndikasi laboratorium atau klinis sbb:
65
a. Penyakit HIV stadium IV WHO tanpa memperhatikan jumlah CD4; atau b. Jika tes CD 4 dapat dilakukan, ART sebaiknya dimulai sebelum jumlah CD 4 turun di bawah 200; atau c. Jika tes CD4 tidak dapat dilakukan, ART sebaiknya dimulai jika infeksi HIV memenuhi klasifikasi klinis stadium II atau Ill WHO, dengan limfosit total dibawah 1200.
Persyaratan untuk pemberian ART Persyaratan berikut penting untuk pemberian ART secara baik : 1) Tes HIV secara sukarela disertai konseling (VCT) yang mudah dijangkal.i untuk mendiagnosa HIV secara dini. 2) Tersedia dana yang cukup untuk membiayai ART selama sedikitnya satu tahun. 3) Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll. 4) Konseling lanjutan untuk memberikan dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serata untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART. 5) Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.
66
6) Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat HIV. 7) Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV. 8) Tersedianya tim kesehatan terpadu termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan sebaya. 9) Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebarluaskan informasi dan pedoman baru. 1O)Obat ARV diresepkan/digunakan secara rasional sesuai pedoman yang berlaku.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pelaksanaan ART secara efektif adalah rumit dan jika tidak dilaksanakan dengan baik, dapat berdampak buruk pada penanggulangan HIV/AIDS yaitu memicu tumbuhnya resistensi obat. Beberapa aspek ART berubah secara cepat, misalnya penemuan obat baru, perubahan regimen, penurunan harga obat, munculnya resitensi obat, dll. Karena itu, dokter yang meresepkan ART harus sering mengikuti perkembangan ilmiah terbaru. Protokol untuk ART harus diperbaharui. Pelaksanaan ART secara efektif membutuhkan tingkat komitmen yang tinggi dari petugas kesehatan manusia, pasien dan pendampingnya.
67
E. Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita I
HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV Keputusan seorang penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan obat ARV tidak datang begitu saja tiba-tiba. Memutuskan untuk menggunakan obat ARV sebagai pilihan terapi tidaklah sama dengan menggunakan obat lain. Seperti telah diuraikan, penggunaan obat ARV didasari oleh berbagai ketentuan tujuan dan syarat yang digariskan dalam peraturan penanganan medis dan sosial. Oleh karena itu ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan obat ARV, ia harus mempertimbangkan dahulu secara mendalam dan harus dengan persetujuan dokter serta keluarga. Disamping · itu, ia juga perlu memikirkan konsekuensi - konsekuensi yang akan dihadapi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial.
Pilihan menjalankan terapi ARV ini biasanya akan menimbulkan konflik. Penderita HIV Positif harus terus mengkonsumsi ARV seumur hidup, terus mengeluarkan biaya tidak hanya untuk obat ARV tapi juga untuk tenaga konselor, tenaga dokter dan pengobatan efek samping dari Obat ARV dan infeksi oportunistik. Dari proses pengobatan yang sepanjang hayat dapat menambah rasa bersalah kepada banyak pihak terutama kepada keluarga karena harus terus menyiapkan dana untuk pengobatan seumur hidup. Hal
68
ini sangat terasa pada keluarga yang kurang mampu ataupun keluarga ekonomi menengah.
Selain itu yang menjadi pertimbangan lagi adalah ketatnya proses terapi. Terapi ini memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi, obat harus terus diminum pada jangka waktu tertentu dan itu dilakukan seumur hidup. Penderita HIV Positif harus terus berada di bawah bimbingan konselor dan dokter artinya ia harus terus melapor secara berjangka. Kegiatan pelaporan ini baik itu ke dokter atau ke konselor bisa menjadi rutinitas yang bisa saja membosankan.
Melihat dari besarnya manfaat dari obat ARV namun seimbang pula dengan konsekuensi yang harus dipikul membuat penderita HIV/AIDS berada dalam situasi konflik. Sangat mungkin konflik seputar penggunaan ARV akan terus muncul sepanjang hidup karena konsumsi ARV terus menerus menyebabkan masalah - masalah yang tidak sedikit seperti masalah ekonomi, masalah kedisiplinan atau kebosanan dalam menjalankan terapi, masalah kelangkaan ketersediaan obat ARV, masalah resistensi virus dan masalah penyakit oportunistik serta penyakit - penyakit lainnya.
Kondisi
dilemati~ dimana kebutuhan obat ARV sangat vital bagi
kelangsungan hidup penderita HIV/AIDS namun harus dibayar sangat mahal
69
dengan segenap problem yang akan dihadapi saat atau setelah mulai mengkonsumsi ARV ini. Problem pada masing- masing subjek sangat mungkin berbeda-beda karena latar belakang kondisi yang berbeda-beda. Misalkan saja penderita HIV/AIDS di negara maju seperti di Amerika Serikat mungkin tidak biegitu mempermasalahkan ketersediaan obat ARV karena produksi ARV disana sangat melimpah dan dari segi ekonomi dana untuk terapi ARV sangat terbantu dengan intervensi pemerintah atau bahkan pemerintah memberikan jaminan keuangan bagi penderita HIV/AIDS bila dana tersebut memang dalam rangka pengobatan dan menunjang kelangsungan kehidupan penderita HIV/AIDS.
BAB Ill
METODOLOGIPENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berupaya memahami gejala tingkah laku manusia menurut penghayatan sang pelaku atau pun melalui sudut pandang subjek penelitian. (Suharsimi Arikunto, 1995)
Pemilihan pendekatan kualitatif ini memungkinkan peneliti memahami gejala yang dialami subjek, memfokuskan pada proses-proses yang terjadi dalam diri individu, dan memandang individu serta lingkungannya sebagai suatu kesatuan. Hal itu penting agar dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan subjek yang merupakan gambaran utuh dari penghayatan subjek terhadap keadaan yang dialaminya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini akan mengambil bentuk studi kasus. Studi kasus lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan pertanyaan "how" dan "why" dan bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki serta fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer atau masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Pendekatan ini tidak
71
memiliki kontrol alas kejadian - kejadian yang (telah) berlangung, studi kasus juga dapat memberi nilai tambah pada pengerahan kita secara unik tentang fenomena individual dan dapat digeneralisasikan ke proposisi teoritis. (Robert K. Yin, 2000)
Dalam proses studi kasus, teknik yang dipakai adalah wawancara mendalam (in depth- interview), untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat dan
mendalam terh<:\dap peristiwa yang dialami dan dirasakan subjek. Disamping itu juga dilakukan observasi selama wawancara yang memungkinkan peneliti memperoleh data yang sifatnya nonverbal, antara lain: ekspresi, wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, serta setting ruangan. Observasi ini penting dilakukan sebagai pendukung dan penguatan keobyektifan dan keakuratan proses pengambilan data.
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan data yang peneliti peroleh. Secara harfiah, penelitian deskriptif mengenai situasi -situasi atau kejadiari - kejadian tertentu sehingga diperoleh deskripsi yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. (Sumadi Suryabrata, 1998)
72
Dalam penelitian deskriptif terdapat adanya kemungkinan pandangan um um bahwa individu merupakan totalitas dengan lingkungannya. Bukan hanya perilaku yang diamati sekarang saja yang harus diinterpretasikan dari individu, tetapi juga masa lalu lingkungannya, emosinya, jalan pikiran dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Dengan demikian peneliti dapat mengambil kesimpulan tepat "mengapa" individu berbuat seperti itu. Sedangkan kelemahan dari penelitian deskriptif ini diantaranya adalah tidak memungkinkannya dilakukan generalisasi, hal ini dikarenakan riwayat seseorang merupakan pengalaman unik hanya bagi orang yang bersangkutan dan tidak berlaku bagi orang lain.(Suharsimi Arikunto, 1995).
A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah Yayasan Pelita llmu, sebuah Yayasan Sosial yang bergerak menangani berbagai permasalahan HIV/AIDS, beraktifitas di JI. Kebon Baru IV No.16, Asem Baris, Jakarta 12830. Mengenai sampel penelitian ini menggunakan "purposive sampling" artinya sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan karakteristik yang sudah ditentukan. Menurut Straukss tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal subjek yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian kualitatif. Apabila data yang diperoleh telah cukup mendalam maka dapat diambil subjek dalam jumlah kecil, misalnya pada penelitian yang menggunakan wawancara mendalam. Suatu penelitian studi kasus dapat menggunakan satu sample saja asalkan
73
data yang didapatkan sudah cukup. Meski demikian harus ada jumlah subjek yang signifikan agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Jumlah sample dalam penelitian berjumlah 3 orang. Karakteristik subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Berusia antara 17 - 40 tahun. Kebanyakan penderita HIV/AIDS pada rentang usia ini dan umumnya yang aktif di Yayasan adalah remaja/pemuda. 2) Telah berstatus HIV/AIDS positif 3) Terdaftar di Yayasan Pelita llmu baik itu sebagai anggota maupun pen gurus 4) Subjek l,i belum menggunakan (mengkonsumsi) obat ARV, namun dalam tahap pertimbangan dan subjek II, telah menggunakan obat ARV, artinya subjek telah memutuskan dengan beragam pertimbangan untuk menggunakan ARV. 5) Berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Jakarta menjadi sample bagi kasus penderita HIV/AIDS di kola besar lainnya di Indonesia.
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pendekatan kualitatif, metode yang umumnya digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, dan peninjauan berbagai dokumen yang relevan mengenai subjek. Dalam penelitian ini, metode
74
pengumpulan data utama yang akan digunakan adalah wawancara, sedangkan sebagai metode penunjang adalah metode observasi.
Wawancara adalah sebuah percakapan tata,p muka, dengan tujuan untuk memperoleh informasi faktual untuk menilai kepribadian seseorang (J.P.Chaplin 1987, hal 285). Wawancara adalah pertemuan tatap muka antara pewawancara (interviewer) dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban relevan sesuai permasalahan penelitian kepada seseorang yang diwawancara (interviewee). (Fred N. Kerlinger).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi antara wawancara bebas dengan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaanya, pewawancara membawa pedoman wawancara yang merupakan garis - garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan untuk melengkapi data-data yang diperlukan. (Suharsimi Arikunto, 1998). Wawancara dijalankan sesuai dengan pedoman yang dibuat dan dilakukan secara santai diselingi humor. Karena subjek umumnya remaja atau anak muda maka wawancara yang terstruktur dan kaku tidak tepat.
75
Kelancaran wawancara sangat dipengaruhi oleh adanya rapport. Rapport adalah suatu situasi di mana telah terjadi hubungan psikologis antara pewawancara dengan subjek/responden, yaitu rasa curiga responden telah hilang, dan antara responden dan pewawancara telah terjalin suasana komunikasi secara wajar dan jujur. Rapport adalah suasana atau atmosfir yang wajar dalam berbincang-bincang, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau yang ditanamkan ke dalam suatu wawancara. (Moh. Nazir, 1983).
Selain mengumpulkan data dengan wawancara dilakukan pula observasi untuk melengkapi data-data yang secara verbal tidak tersampaikan. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi sistematis, yaitu suatu teknik observasi yang dilaksanakan dengan menggunakan pedoman observasi sebagai instrumen pengamatan, (Suharsimi Arikunto, 1998) ..Observasi dilakukan berdasarkan pedoman observasi yang I
telah dibuat artinya dalam pengamatan dilapangan peneliti berusaha mengungkapkan aspek - aspek tertentu yang tidak terungkap dalam wawancara. Pengamatan hanya sebatas hal- hal yang ada di pedoman observasi namun tetap masih terbuka dengan fakta-fakta di lapangan yang menguatkan hasil penelitian. Dengan observasi diharapkan peneliti dapat lebih menangkap intensitas emosi subyek terhadap pengalaman pengalamannya serta hal - hal lain yang tidak tercakup dalam informasi
76
verbal yang diberikan subjek sehingga dapat memperkaya data yang diperoleh.
C. lnstrumen Pengumpulan Data lnstrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang berlaku sebagai pegangan peneliti dalam wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan untuk mengingatkan peneliti akan aspek - aspek yang perlu digali dari subyek, serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisis data. Pedoman ini disusun berdasarkan konsep - konsep teoritis yang telah dibangun dalam Bab II.
Lembar observasi berisikan pedoman untuk mengamati tempat wawancara, gambaran fisik subjek, gangguan selama wawancara, sikap subjek selama jalannya wawancara, serta proses wawancara dari awal hingga akhir . Alat pengumpulan data menggunakan tape recorderdan buku catatan.
D. Analisis Data Analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas. Menurut Matthew B. Miles dan A. Micheal Huberman, ada tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dan terjalin sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam analisa data, yaitu : reduksi
77
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. (Mathew B. Miles, A. Micheal Huberman, 1992)
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara diverifikasi. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Proses penarikan kesimpulan/ verifikasi dapat dilakukan tergantung pada besarnya data kumpulan - kumpulan catatan- catatan di lapangan pengkodean, penyimpanan, kecakapan peneliti, namun seringkali kesimpulan tersebut telah dirumuskan oleh peneliti sejak awal.
Data - data
yani~
telah terkumpul melalui wawancara kemudian dipindahkan
kedalam transkip verbatim. Penulisan transkip ini didasarkan pada kerangka teori dan pedoman wawancara. Setelah dari transkip lalu dibuat ringkasan dari setiap kasus dan dikumpulkan aspek - aspek penting yang relevan dengan penelitian untuk dianalisis. Data - data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan diberi kode (reduksi data) serta penjelasan
78
singkat untuk miempermudah proses interpretasi sesuai dengan outline analisis data (penyajian data). Setelah data dikelompokan berdasarkan outline kemudian dilakukan analisis terhadap masing-masing kasus. Hasil analisis tersebut lalu dirangkum dan disimpulkan. Mengenai hal-hal yang umum yang ada pada setiap kasus dan hal-hal khusus pada masing-masing kasus akan dicatat sebagai bahan penarikan kesimpulan. Analisis kasus ini semua mengacu pada kerangka teori dan permasalahan penelitian.
E. Tahapan Penelitian 1. Tahapan Persiapan Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan persiapan yang melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai salah seorang responden yang sesuai dengan karakteristik sampel untuk mengetahui permasalahan-permasalahan apa saja yang kerap terjadi pada responden, dan kendala-kendala apa saja yang mungkin dihadapi oleh peneliti. Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara, lembar observasi. tape recorder, dan buku catatan. Selain itu penelit! mencoba membangun rapport dengan subjek penelitian agar subjek penelitian merasa nyaman dan bersikap terbuka.
79
2. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan wawancara dengan subjek penelitian dilakukan dengan sekali pertemuan persubjek dan bila ada kekurangan data maka akan dilanjutkan via telepon kepada subjek bersangkutan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi paparan dan pembahasan yang disusun secara sistematis dari kasus - kasus yang dialami masing-masing subjek. Bab ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi gambaran umum ke tiga subjek dan analisis masing-masing kasus yang akan disajikan satu per satu. Kasus - kasus tersebut akan dianalisis dengan menggunakan kerangka teoretis yang telah diuraikan dalam landasan teori. Di dalamnya terdapat pula bagian-bagian yang dirasa penting untuk diangkat berdasarkan kemunculannya dalam data hasil penelitian.
Adapun dalam bagian kedua berisi gambaran umum ketiga subjek dan perbandingan antar kasus dari ketiga subjek tersebut. Pada perbandingan antar kasus akan dilihat kesamaan dan perbedaan dari ketiga kasus. Nama subjek, tempat-tempat tertentu, dan orang - orang yang telibat dalam kasus akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subjek dan pihak-pihak lain yang terkait. Masing-masing kasus pada bagian pertama akan dianalisis dengan sistematika seperti sebagai berikut :
81
A. Gambaran umum subjek dalam tabel B. Penyajian dan Analisis Data Penyajian dan Analisis Data akan dibuat dalam susunan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Wawancara 2. Hasil Observasi 3. Latar Belakang Subjek 4. Masa Awai Terinfeksi HIV/AIDS 5. Masa setelah hasil tes HIV positif
- - - 1 ) . Sikap setelah positifHIV 2). Perasaan sebagai Odha
6. Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV 1) lnformasi dan Persepsi tentang ARV 2) Kondisi Kesehatan Awai sebelum mengkonsumsi ARV 3) Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARY 4) Pengambilan Keputusa·n menggunakan ARV 5)
Strategi Pengambilan keputusan
7. Masa pasca mengunakan ARV (pasca pengambilan keputusan) 1) Dampak konflik dan pengambilan keputusan menggunakan ARV 2) Pandangan masa depan; kemungkinan untuk terus menggunakan/tidak menggunakan lagi
82
C. Perbandingan antar kasus
1.Gambaran Subjek Penelitian 2.Gambaran Pengalaman Subjek dalam Memutuskan Menggunakan ARV 3.Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK 1
Gambaran um um masing-masing subjek disajikan dalam tabel berikut ini:
Fraz
Adi
Yos
Umur
28
37
29
Domisili
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Latar belakang
Religius dan
Sang at
Dari keluarga baik-
keluarga
perhatian
mengutamakan
baik, ibu sangat
pendidikan
sayang
Ag a ma Pendidikan
Ekonomi keluarga
Formal, hingga
Umum, dan
Formal, hingga
perguruan
pesantren,
perguruan tinggi
tinggi
perguruan tinggi
Menengah atas
Menengah bawah
Menengah atas
83
Profesi
Konselor AIDS
KonselorAIDS,
Konselor AIDS,
penulis
peg.swasta
Status
Belum nikah
menikah
Belum nikah
Positif HIV
2003
2001
1999
Menggunakan
2003
Bel um
2000
ARV
menggunakan
B. Penyajian dan Analisis Data
1. KASUS FRAZ
1. Pelaksanaan Wawancara :
Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 24 Juli 2004 Waktu : 09:00 - 10:20 2. Hasil observasi selama proses wawancara
Fraz adalah seorang pria berkulit putih dengan rambut cepak. fraz terlihat agak gemuk. Fraz berpenampilan sederhana dengan menggunakan kaos dan celana hitam. Saat wawancara Fraz bersikap terbuka dan ramah. Setiap pertanyaan dijawab dengan lancar tanpa kesan menutup-nutupi. Fraz duduk dengan santai namun beberapa kali mencondongkan tubuhnya ke depan.Sikap Fraz tampak sangat hangat dan bersahabat. Fraz terlihat
84
emosional bila pembicaraan tentang masa lalu saat ia menggonakan narkoba, nasib teman-teman Odha lainnya serta kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan ketersediaan ARV. Fraz terlihat bersemangat dalam hidup dan tidak terlihat beban bahwa dirinya adalah Odha.
3. Latar belakang Subjek
Fraz adalah berasal keluarga besar dan juga keluarga yang baik-baik. Orang tuanya beragama Islam dan telah pergi haji. Pendapat orang tuanya di lingkungan sangat didengar oleh masyarakat. Orang tua Fraz merupakan sesepuh di masyarakat. Kakak-kakak Fraz tergolong berhasil dan mapan, ada yang berprbfesi sebagai dosen di Universitas terkemuka di Bandung, sebagian berprofesi sebagai wiraswastawan dan pegawai swasta. Fraz dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki dasar agama yang cukup kuat. Kedua orang tua Fraz sangat menekankan ajaran agama dalam keluarga. Fraz menempuh pendidikan seperti lainnya dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Masa pendidikan Fraz dilewati dengan wajar dan lancar, Fraz pun mendapatkan pendidikan agama yang memadai disamping pendidikan formal. Selain pendidikan formal,Fraz mendapatkan pendidikan madrasah selama 5 tahun dan Fraz termasuk pandai, ia pernah masuk peringkat 3 besar di sekolahnya.
85
Fraz sebelum mengkonsumsi narkoba rajin sholat, dan Fraz sering melakukan sholat Shubuh dan Maghrib di masjid. Dalam keluarganya Fraz mengaku paling pandai membaca tajwid dan sering kali orang tuanya diberitahu bila ada kesalahan dalam pembacaan al Quran. Fraz suka berteman, ia berteman dengan siapa saja dan bergaul seperti biasa. Setelah lulus SMA, Fraz masuk perguruan tinggi swasta di kawasan Depok mengambil jurusan akuntansi. Karena alasan tempat tinggal yang jauh dari kampus Fraz mengontrak rumah sebagai tempat kos bersama teman teman lainnya. Di rumah kos inilah Fraz merasakan kebebasan. Rumah kosnya sangat strategis dan dijadikan tempat kumpul-kumpul serta tempat mampir teman-teman mahasiswa, bahkan rapat-rapat senat sering diadakan pula disini.
Di minggu pertama setelah Fraz menempati kos, Fraz langsung mengenal narkoba dari teman - temannya. Narkoba saat itu sangat marak, dan saat itu yang terkenal adalah jenis Amfetamin. Pada awal mengkonsumsi narkoba Fraz mengakui langsung suka dan saat itu juga ia merasa kecanduan. Setelah itu setiap malam Fraz mengkonsumsi narkoba. Pada tahun 1999, kebiasaan Fraz mengkonsumsi narkoba diketahui keluarga. Setelah Fraz diketahui mengkonsumsi narkoba ia tidak dibolehkan lagi tinggal di tempat kos. Lalu ia kembali kerumahnya dan tinggal bersama orang tua. Namun lingkungan tempat tinggal Fraz terdapat banyak narkoba karena tempat
86
tinggalnya dekat dengan kawasan Roxy, Jakarta Pusat dan Fraz akhirnya belum bisa lepas dari narkoba.
Perilaku Fraz yang tidak mau berubah menyebabkan dirinya pernah diusir dari rumah. Lalu Fraz tinggal ditempat bandar selama 3 bulan. Pada tahun 1999, Fraz mulai merasakan kejenuhan. Fraz mulai sadar dan berfikir setelah melihat teman - temannya banyak yang meninggal satu-persatu karena OD (Over Oasis ), lalu banyak teman-temannya yang tertangkap polisi bahkan tertembak. Mengenai uang untuk membeli obat-obatan Fraz jarang meminta uang kepada orang tua untuk membeli narkoba, uang keperluan narkoba ia dapatkan dari usahanya sendiri dan dari pergaulan dengan teman-temannya termasuk dengan para bandar. Fraz mengakui bahwa pecandu yang hidup dengan bandar akan sejahtera artinya kebutuhan narkoba akan si:llalu terpenuhi.
Di tahun 1999 inilah ia benar - benar merasakan kejenuhan. Fraz teringat perkataan Prof. Dadang Hawari bahwa siapapun tidak akan bisa terlepas dari narkoba kecuali kesadaran dari diri sendiri ingin berhenti. Dan Fraz sadar kecanduan tidak bisa dihentikan dengan paksaan kecanduan hanya bisa berhenti oleh keinginan kuat dari si pecandu sendiri. Di tahun 1999 Fraz merasakan kehidupan yang benar-benar berat yang membuat Fraz cukup stres. Fraz stres karena kuliahnya tidak selesai, kakaknya koma di rumah
87 'i.
''-
sakit karena narkoba juga dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu Fraz ditinggalkan oleh pacar yang dicintainya dan Fraz merasa telah banyak mengecewakan orang tua dan saudara-saudaranya.
Di tahun 1999, Fraz bertekad memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi narkoba. Setelah memutuskan berhenti, waktu Fraz digunakan untuk menemani kakaknya yang koma di rumah sakit. Kakak Fraz juga pecandu dan telah terinfeksi HIV/AIDS. Di saat menunggu kakaknya yang sakit inilah Fraz merasakan sugesti yang sangat kuat untuk relaps (kembali mengkonsumsi narkoba setelah beberapa waktu berhenti). Di saat inilah ia merasakan sakaw yang menurutnya sangat sakit dan menyiksa dan Fraz mengaku dirinya dalam mengatasi rasa sakit akibat sakaw ini tidak menggunakan obat apapun. la berfikir jika ia kembali memakai narkoba lagi ia akan merasakan sakaw lagi dan ini benar-benar sangat menderita. Hal ini -yang makin menguatkan Fraz untuk berhenti. Di saat menunggu kakaknya sakit, godaan untuk kembali menggunakan narkoba kembali sangat banyak. Fraz sering menjumpai narkoba saat ia harus membeli obat untuk kakaknya atau saat Fraz bertemu dengan teman-temannya. Ketika Fraz memutuskan berhenti, teman-teman Fraz merasa kecewa namun mereka tidak bisa memaksa Fraz untuk mengkonsumsi lagi.
88
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS
Ketika Fraz menjadi pecandu Fraz sering menggunakan jarum suntik secara bergantian baik itu sesama teman mahasiswa yang juga pecandu maupun orang lain bahkan dengan orang asing. Namun demikian Fraz tidak mengetahui dari siapa virus ini masuk. Fraz memiliki pacar namun hubungan dengan pacar sebatas wajar-wajar saja dan Fraz tidak pernah berhubungan intim dengan siapapun termasuk dengan pacarnya. Fraz sangat yakin dirinya terinfeksi saat ia bergantian jarum suntik dengan orang lain.
Pada tahun 1999, Fraz tes VCT, kesadaran untuk tes HIV datang dari diri sendiri karena ia merasa perilakunya beresiko seperti hal kakaknya yang telah terbaring di rumah sakit karena terinfeksi HIV. la tahu ia pernah bergantian jarum suntik dengan orang lain bahkan dengan orang asing. Setelah Fraz menyadari dirinya beresiko terinfeksi HIV/AIDS, ia diam-diam tes HIV tanpa memberitahukan kepada orang tuanya. Tes HIV ia lakukan setelah kakaknya sembuh dan pulang dari rumah sakit.
Ketika Fraz tes HIV, Fraz merasa kesal dengan konselor karena Fraz merasa ditakut-takuti dan membuat Fraz sangat ngeri akan apa yang mungkin telah menimpa dirinya. Fraz sebenarnya berharap konselor memberikan alternatif solusi, motivasi dan bukan malah menakut-nakuti. Apalagi saat itu obat-obatan untuk HIV/AIDS masih jarang dan jika ada hanya
89
yang paten dan itu mahal harganya. Tes pertama hasil Fraz dinyatakan I
negatif dan menurut Fraz mungkin saat itu fase Window Priode. Lalu Fraz tes lagi ke dokter. Setelah hasil tes diketahui, dokter tidak memberitahukan hasilnya dan dokter mengatakan bahwa ia sehat dan boleh melakukan kegiatan seperti biasa. Fraz merasa tidak puas karena dokter tidak memberitahukan hasilnya, lalu Fraz melewati hari demi hari dengan tanda pertanyaan apakah ia terinfeksi HIV atau tidak. Namun demikian setelah pengetesan kesehatan itu Fraz tetap dipantau. Lalu Fraz mulai merasakan sakit - sakitan. Fraz kemudian tes HIV/AIDS lagi, dan hasilnya positif.
5. Masa setelah hasil tes HIV/AIDS 1). Sikap setelah positif HIV Fraz tidak terkejut alas apa yang ia terima karena ia telah menyadari tandatanda yang ada pada dirinya dan Fraz menyadari dirinya sangat mungkin sama seperti apa yang dialami kakaknya itu. Setelah dinyatakan positif, Fraz merasa lega karena telah ada kepastian tentang kondisi dirinya. Namun demikian setelah ia dinyatakan positif ia mengurung diri namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah hasil pengetesan keluar, Fraz lalu memberitahukan kepada orang tua dan beberapa kakaknya yang menurutnya akan mendukung. Fraz hingga kini belum membuka diri kepada masyarakat di sekitar rumah tinggalnya karena Fraz tidak mau keluarganya
90
diganggu oleh orang - orang yang belum memahai AIDS dengan benar dan memiliki pandangan negatif terhadap Odha.
2). Perasaan sebagai Odha Fraz tidak merasa terbebani dengan statusnya sebagai Odha karena setelah ia terbukti HIV positif, hari-harinya ia isi dengan membantu sesama teman Odha lainnya dan melakukan kegiatan yang positif di sanggar. Bahkan kini Fraz telah menjadi salah satu pengurus harian di sana. Namun demikian Fraz masih khawatir terhadap diri dan juga keluarganya bila banyak orang tahu tentang status dirinya sebagai Odha. Oleh karenanya hingga sekarang Fraz hanya mau terbuka kepada orang-orang tertentu saja. Hingga kini lingkungan tempat tinggalnya bersama dengan keluarga belum mengetahui jika dirinya Odha. Fraz merasa sekarang malah bersyukur telah diberikan peringatan Allah sehingga Fraz merasa dirinya sekarang jauh lebih berguna dan tenang. Fraz bahkan tidak sempat memikirkan dirinya Odha, Fraz sangat sibuk menangani teman-temannya sesama Odha yang masih terbaring di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan.
Fraz pernah mendapatkan beragam reaksi lingkungan terhadap dirinya. Mulai dari orang-orang yang dapat menerimanya hingga orang-orang yang I
mengusirnya dari rumah kontrakan yang ia sewa bersama dengan teman Odha lainnya. Bahkan rumah kontarakan Fraz sendiri pernah mau dibakar
91
oleh masyarakat sekitar. Fraz bersyukur lingkungan keluarga dapat menerima Fraz dengan baik termasuk orang tuanya dan beberapa kakakkakak. Namun hingga kini ada beberapa kakaknya yang belum mengetahui tentang dirinya karena Fraz khawatir jika ia memberitahukan tentang kondisi dirinya,
kakak-~akaknya akan memberikan sikap negatif.
6. Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV
1).lnformasi dan persepsi tentang ARV Pada tahun 1999 berita tentang ARV sering terdengar dan ARV menjadi pemberitaan yang hangat yang seringkali dibahas. Fraz mendapatkan informasi ARV dari bacaan yang ia baca, selain itu informasi ARV ia dapatkan dari kakaknya yang berprofesi sebagai dokter serta konselor Fraz sendiri. Pemahaman Fraz tentang ARV sangat berbeda saat awal ia menggunakan ARV dengan sekarang. Saat awal ia menggunakan ARV, pengetahuan seputar ARV sangat terbatas yaitu ARV harus diminum seumur hidup, mahal, dan memiliki efek samping dari ringan hingga berat. Namun kini karena ia juga sebagai pendamping dan aktivis di LSM pemahaman tentang ARV bertambah luas .
Persepsi Fraz tentang ARV adalah ARV merupakan jalan keluar yang baik bila saatnya tiba memang harus digunakan, yaitu bila CD4 antara 200 kebawah atau memiliki penyakit oportunistik yang banyak. Fraz merasa ARV
92
telah banyak membantunya bahkan membuat hidupnya kembali normal dan dapat menjalankan aktivitas seperti orang - orang lain. Fraz menyadari ARV tidak dapat menyembuhkan AIDS, fungsi ARV hanya menekan jumlah virus yang ada dalam tubuh.
2). Kondisi kesehatan awal sebelum mengkonsumsi ARV Sebelum mengkonsumsi ARV, Fraz memiliki CD4 hanya sebanyak 12 sementara CD4 orang normal adalah diatas 500. Dan terakhir tes setelah Fraz menggunakan ARV ,CD 4 nya sekitar 217 dan kini Fraz bisa beraktifitas seperti biasa. Sebelum mengkonsumsi ARV, Fraz memiliki penyakit oportunistik yang banyak, tubuh Fraz penuh dengan koreng yang tak kunjung sembuh. Fraz saat itu hanya bisa jalan beberapa meter saja karena setelah itu dadanya terasa sesak, rambutnya rontok seperti orang yang tengah menjalankan kemoterapi. Fraz dalam waktu satu.minggu menggunakan ARV, Fraz mengakui dirinya berangsur-angsur membaik.
3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV Setelah Fraz terbukti terinfeksi HIV/AIDS, ia lalu berusaha menjalani pengobatan yang bisa membuatnya bertahan hidup. Saat itu kondisi Fraz terus menurun dan kondisinya sangat rentan serta sangat mudah dimasuki berbagai macam penyakit. Pada saat di rumah sakit setelah hasil tes HIV membuktikan bahwa CD4 hanya tinggal 12, lalu dokter menyarankan Fraz
93
harus segera menggunakan obat ARV. Lalu setelah itu Fraz berdiskusi dengan pihak keluarga dan berfikir selama tiga hari. Fraz mengetahui melakukan pengobatan dengan ARV tidak mudah terutama masalah biaya, infeksi oportunistik yang akan dialami serta pengobatan yang harus dijalani seumur hidup. Setelah kurang lebih tiga hari berunding dengan pihak keluarga dan keluarga Fraz menyetujuinya, Fraz bersedia untuk memulai mengkonsumsi ARV. Pada awalnya Fraz khawatir akan makin memberatkan kondisi keluargil namun bila tidak menggunakan ARV nyawa Fraz akan terancam.
Fraz mengalami konflik setelah dokter menyarankan untuk menggunakan ARV secepatnya. Konflik ini tidak mudah bagi Fraz. Namun karena kondisi Fraz yang sangat disarankan untuk mengunakan ARV secepatnya menyebabkan Fraz lebih memilih menggunakan ARV daripada tidak menggunakan atau mencari pengobatan cara lain. Situasi yang dialami Fraz adalah Konflik seputar penggunaan ARV, yaitu menggunakan ARV atau tidak. Dalam perspektif Psikologi Lapangan situasi tersebut dinamakan konflik mendekat-menjauh(approach-avoidance conflict). Konflik menurut Lewin adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik itu sendiri terjadi ketika seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon daya-daya secara simultan. Dalam diri Fraz terdapat daya-daya yang
94
bertentangan arah yaitu daya-daya untuk menggunakan ARV dan daya-daya yang mengarah tidak menggunakan ARV. Dengan adanya daya-daya dalam diri Fraz ini , Fraz merasa tertekan namun ia harus memilih salah satunya. Fraz menghadapi valensi positif dan juga negatif pada wilayah yang sama yaitu ARV. Menurut Lewin, Konflik ini merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan. Penyebabnya orang bersangkutan mengindari sekaligus tertarik pada wilayah yang sama. Hal ini terjadi pada diri Fraz. Ketika wilayah ARV bervalensi negatif, Fraz ingin menjauhi, tapi bila dijauhi, valensi positif yang ada di wilayah itu menguat. Terjadi keseimbangan semu yang menyebabkan konflik Fraz menjadi stabil. Keseimbangan semu dapat memunculkan dua bentuk perilaku. Pertama inkonsistensi dan kedua leaving
the field. Pada kasus Fraz yang terjadi tampaknya adalah inkonsistensi. Setelah Fraz memutuskan menggunakan ARV, ia tetap memakai ARV namun tetap membawa keraguan atau kekhawatiran dalam dirinya. Dukungan penuh dalam keluarga membuat valensi positif terhadap ARV menguat, Fraz semakin ingin menggunakan ARV. Tapi disatu sisi Fraz tetap khawatir tentang efek samping yang akan ia terima, selain itu ia merasa tambah membebani keluarga serta Fraz harus menggunakan ARV ini seumur hdup. Fraz mengalami kebimbangan sebelum ia memutuskan menggunakan ARV.
4). Pengambilan keputusan menggunakan ARV Tahap - tahap pengambilan Keputusan
95
a. Penilaian masalah Tahap ini adalah tahap Fraz berusaha mengenali masalahnya dan menilai seberapa besar masalah yang dihadapi. Permasalahan yang tjmbul ini sesungguhnya dapat dilihat dari resiko yang dapat terjadi bila tidak menggunakan ARV. Fraz bila tidak menggunakan ARV kemungkinan besar secara perhitungan medis hidupnya akan bertambah buruk, hal ini dikarenakan kondisi Fraz yang sudah sangat lemah dan Fraz memilih banyak infeksi oportunistik. Di satu sisi Fraz tidak tahu cara lain untuk mengatasi penyakitnya dan seperti yang dikatakan Fraz, dirinya tidak mempercayai pengobatan alternatif. Fraz merasa kondisi saat harus memutuskan menggunakan ARV adalah darurat dan nyawa Fraz akan terancam bila tidak diambil keputusan yang cepat. Fraz harus memutuskan dengan tepat dengan mempeftimbangkan resiko dan konsekuensi - konsekuensi yang harus dihadapi.
b. Survey alternatif - alternatif pilihan Setelah menerima saran dari dokter untuk menggunakan ARV, Fraz berdiskusi dengan pihak keluarganya. Fraz merasa pilihan menggunakan ARV adalah yang terbaik dan dapat dipertanggung jawabkan secara medis. Fraz tidak terlalu banyak memikirkan teknik pengobatan yang lainnya karena Fraz harus cepat mengambil keputusan dan jika tidak nyawanya akan terancam. Fraz tidak berfikir sama sekali dengan pengobatan alternatif
96
seperti jamu-jamuan, reflexiologi dan sebagainya. Saat itu yang dipikirkan adalah bagaimana caranya agar ia bisa selamat dan tidak meninggal. Fraz lebih meyakini medis daripada pengobatan alternatif. Dari pemikirannya itu, Fraz memiliki dua pilihan tidak menggunakan ARV, atau menggunakan ARV.
c. Menimbang seluruh alternatif pilihan Seluruh pilihan dievaluasi dalam tahap ini berdasarkan konsekuensi dan kemungkinannya untuk dilakukan. Mengenai konsekuensi, yang terutama dilihat adalah manfaat dan pengorbanan yang harus diterima. Dari segi manfaat Fraz memandang menggunakan ARV lebih besar manfaat dari pada tidak menggunakan ARV. Walaupun Fraz mendapatkan dukungan keluarga namun demikian Fraz harus menyiapkan dana terus menerus selama ia hidup. Mengenai kemungkinan untuk dilaksanakan, ia mengakui kedua pilihan itu sebenarnya sama-sama berat tapi jika tetap tidak menggunakan ARV maka nyawanya akan terancam dan pengobatan lain masih diragukan olehnya. Fraz merasa setelah berdiskusi dengan keluarga, dirinya akan didukung oleh keluarga dan ia sendiri akan terus mencari jalan keluar untuk mendapatkan dana untuk membeli ARV. Akhirnya Fraz memilih untuk mengggunakan obat ARV.
97
d. Membuat komitmen Fraz setelah disarankan oleh dokter untuk secepatnya berunding dengan keluarga untuk mencari pemecahan dan kesepakatan. Fraz bersama keluarga berunding selama kurang lebih tiga hari. Setelah mendapat ijin serta dukungan dari keluarga dan mendapat dukungan dari saudara-saudaranya, Fraz memutuskan untuk menggunakan obat ARV
e. Penerimaan umpan balik Tahapan ini dilewati Fraz dengan tidak mengalami banyak kendala karena beberapa hal, d1iantaranya adalah jenis ARV yang dikonsumsi Fraz cocok dan tidak menimbulkan efek samping yang berat. Fraz mengalami efek samping dari ARV yaitu anemia atau kekurangan darah, selain itu Fraz merasa penurunan fungsi syaraf motorik. Efek samping lainnya Fraz cepat capek bila banyak berjalan. Namun ada efek samping yang menyenangkan yaitu meningkatnya nafsu makan. Fraz dari awal menggunakan ARV hingga saat wawancara mendapat bantuan dari LSM asing untuk mengkonsumsi ARV gratis selama satu setengah tahun. Hal positif setelah menggunakan ARV, tubuh Fraz bertambah sehat dan gemuk dan Fraz dapat melakukan aktivitas seperti biasa lagi. lnformasi yang mudah didapat seputar ARV membuat Fraz lebih nyaman dalam mengkonsumsi ARV. Aktivitas sebagai relawan AIDS inilah yang menyebabkan Fraz selalu mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan HIV/AIDS
98
2). Strategi Pengambilan keputusan Tahap - tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Fraz memperlihatkan bahwa ia cendrung menggunakan wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy ini akan memilih alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan tanpa memperhatikan resiko. la sadar bahwa keputusan untuk menggunakan ARV akan mendatangkan resiko yang tidak sedikit. Namun dengan keputusan itu ia berharap dapat bertahan hidup dan hidup lebih baik serta berkualitas. Baginya harapan ini lebih baik untuk dicapai, untuk itu ia berani mengambil resiko apapun.
7. Masa Pasca menggunakan ARV
1). Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV Pada saat wawancara,Fraz sudah satu tahun mengkonsumsi ARV. la mengatakan bahwa dirinya merasa lega dan jauh lebih baik. Hidup Fraz jauh lebih sehat. Selain itu Fraz menerima efek samping yaitu anemia dan penurunan fungsi syaraf motorik dari ARV ini. Namun demikian Fraz senang karena ia bisa bertahan hidup dan kesehatannya kian membaik. Hingga kini Fraz masih mengkonsumsi ARV dengan 3 kombinasi, obat ini ia minum satu hari dua kali dan ia jalankan dengan cukup disiplin. Sehari - haii Fraz harus membawa ARV di dalam tasnya dan Fraz telah terbiasa dengan jadwal minum obat yang harus dipatuhinya, Fraz merasa minum obat tidak lagi membebankan seperti pada awalnya. Fraz telah merasa ARV adalah bagian
99
dari dirinya yang harus ia bawa - bawa dan harus terus diingat. Fraz bersyukur dengan kondisinya sekarang dan merasa ARV sangat berperan hingga kondisinya seperti sekarang ini.
2. Pandangan Terhadap Masa Depan Selama wawancara, Fraz bercerita bahwa dirinya sekarang jauh lebih baik dan ia terus mengkonsumsi ARV. Hari - harinya ia isi dengan kegiatan yang padat di sanggar dan berbisnis. Selain itu Fraz mendampingi teman - teman odha yang memiliki masalah dan menemani teman-teman Odha yang berada dirumah sakit untuk dicarikan jalan keluarnya. Fraz akan terus mengkonsumsi ARV walau bantuan dari lembaga asing sebentar lagi akan habis. Fraz tidak ada niat sama sekali untuk berhenti mengkonsumsi ARV karena menurutnya berhenti mengkonsumsi ARV sama saja membiarkan I
virus HIV berkembang biak dalam tubuhnya. Dan ini berarti kematian. Fraz akan terus mengkonsumsi ARV kedepan dan Fraz akan berusaha dapat terus mengkonsumsi ARV nantinya. Namun Fraz berharap ARV semakin berkembang sehingga ia dapat mengurangi penggunaan ARV dan efek samping obat dapat diminimalisir atau bahkan tidak ada.
100
GAMBARAN KASUS FRAZ Latar Belakang Pribadi: a. keluarga : baik-baik. religius b. pendidikan: Formal dan 1nadrasah c. agan1a : rajin ibadah d. pergaulnn: berteman dengan siapa saja e. ekonon1i : 1nenengah atas
+
Latar Belakang Terinft::ksi HIV: a. A\\'al: berte1nan dt::ngan te111an negatif b. Proses : 1ninu111. putau. suntik c. Akhir: terint't::ksi HIV positif
i Test VCT I HIV: a. Telah 111erasa n1c1niliki gejala AIDS b. Pengalan1an kakak c. Hasil test : Positif
+
Tan tang.an ()dha Kepatuhan minu1n obat Diskriminasi EtCk sa1nping
--
Masa setelah status HIV Positif: a. sikap sett::lah terinft::ksi : U\val kaget b. agama: peningkatan c. ekonon1i : pengeluaran tinggi. dana cukup d. sosial : 1nengala1ni diskrin1inasi
Latar Belakang Menggunakan ARV : -kondisi tubuh CD4 12.infeksi oportunistik -kurang yakin dengan non medis -didukung seluruh keluarga
Valensi negatif ARV harus disiplin dirninun1 seun1ur hidup efek smnping
.
Rcsolusi Kontlik Valensi + 111enguat
KONFLIK
i I
diri sendiri keluarga te1nan di
LSM
Vale nsi positif ARV
-
I
l Makin aktif di LSM AIDS
cocok dengan &D\T
Pengrunbilan keputusan =
WISH STRATEGY I.
Penilaian masalah Mendesak n1enggunakan ARV
2.
Survey pilihan-pilihan Pakai ARV Tidak pakai ARV
3.
Pertimbangan
Hidup sehat Meninggal
Dampak Kontlik dan Pandangan n11:1sa depan: Ti:rus n1enggunakan ARV
Makin sehat
gejala AIDS hi Jang banyak bukti
--
Approach-Avoidance
Pakai ARV
Motivasi
Pengambilan keputusan
4.
Manfaat : sehat dan psikologis Jega
5.
Peruhahan: n1inum ARV setian hari
Buat komitmen 3 hari setelah disarankan
Umpan balik Positif: badan sehat
101
2. KASUS ADI
1. Pelaksanaan Wawancara Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 20 Juli 2004 Waktu : 15:00 - 17:00
2. Hasil Observasi selama proses wawancara Adi adalah seorang pria berkulit coklat kehitam-hitaman. Ukuran badannya sedang, tidak terlalu tinggi. Adi suka berpakaian santai seperti kaos dan perpenampilan sederhana. Sikapnya menunjukan sikap kebapak-bapakan dan bersahabat. Adi terlihat cukup terbuka dan sangat senang untuk diwawancarai. Adi saat diwawancarai terlihat sangat santai dan lancar dalam menjawab pertanyaan peneliti. Adi tidak menceritakan mengapa dirinya terinfeksi HIV/AIDS sebelum sebelum peneliti menanyakannya. Hal ini menyebabkan dirinya terlihat belum sepenuhnya terbuka dengan pewawancara terutama hal-hal yang sangat pribadi.Namun demikian Adi I
sangat antusias untuk bercerita tentang terapi alternatif yang dipilihnya.
3. Latar belakang Subjek Adi adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayah ibunya beragama Islam. Bapaknya dan saudara keturunan bapak sangat religius dan
102
mengutamakani pendidikan agama. Hampir semua saudara-saudara dari bapak sekolah di sekolah agama. Sementara lbu memiliki darah bisnis. Keluarga lbu banyak yang berhasil pada bisnis hiburan, seperti perfilman atau persinetronan. Adi dari kecil hingga besar dibesarkan dalam keluarga yang memiliki pemahaman agama yang kuat, Adi lahir di Bali karena ayahnya berasal dari Bali. Ketika SMP dan SMA, Adi pindah ke Banyuwangi ikut dengan neneknya. Di sana Adi sekolah di pesantren yang terkenal. Adi memiliki hobi membaca, berenang dan naik gunung dan semuanya hoby ini terpenuhi dari kegiatan sekolah yang diikutinya yaitu Pramuka. Selain itu Adi pernah mengikuti juga pencak silat. Terlilhat dari gaya bicara Adi, Adi terlihat sangat supel, ramah dan bersifat terbuka. Hal ini wajar saja sehingga Adi memiliki pergaulan serta wawasan yang luas. Pekerjaan Adi kini sebagai konselor AIDS dan penulis buku terutama yang berkenaan dengan AIDS dan agama.
Adi sebagian besar masa remajanya dihabiskan di pesantren. Hal ini menyebabkan ia akrab dengan lingkungan agama. Setelah lulus sekolah Adi mengajar bahasa Arab, hingga murid Adi mencapai limapuluhan namun setelah mulai menyatakan secara terbuka dirinya terinfeksi HIV/AIDS, muridmurid Adi mengundurkan diri satu persatu. Latar belakang pergaulan Adi banyak diisi dengan kegiatan keorganisasian. Adi mengakui dirinya sangat terbuka atau bersifat ekstrovet, ia senang berdiskusi atau ngobrol -ngobrol
103
dengan orang lain untuk bertukar wawasan atau keilmuan. Adi sangat menyukai organisasi terutama yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan petualangan, di sekolah Adi ikut pramuka dan pencak silat.
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS
Suatu ketika Adi berkenalan dengan seorang wanita yang Adi tidak tahu bahwa wanita tersebut terinfeksi HIV. Adi menikahi wanita tersebut sebagai istri kedua. lstri pertama Adi bertempat tinggal di kota yang berbeda. Sejalan berjalannya waktu istri Adi mulai sakit-sakitan. Akhirnya setelah istrinya di tes terbukti bawa istrinya positif terinfeksi HIV. Saat itu Adi juga dites bersamasama namun Adi hasilnya negatif, Adi meyakini dirinya masuk ke fase Window Priode. Setelah itu istri Adi meninggal dunia kemudian Adi tes lagi dan hasilnya Adi positif terinfeksi HIV. Adi meyakini bahwa dirinya terinfeksi dari istrinya. Mengenai kebiasaan hidup Adi mengakui dirinya sangat benci narkoba apalagi untuk menggunakannya. Bahkan Adi tidak suka dengan rokok dan juga kopi. Adi meyakini ia tertular virus HIV/AIDS dari istrinya yang kedua ini.
Sebelum Adi mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS , Adi telah mengetahui seputar penyaki!t AIDS dari buku -buku dan bacaan yang ia baca. Karena pengetahuan inilah Adi memberanikan diri mengajak istrinya untuk mengetes bersama-sama untuk mengetahui apakah benar diri mereka
104
berdua telah terinfeksi. Pada awalnya istri Adi menolak, namun setelah dibujuk akhirnya istrinya tidak keberatan. Hasil tes menunjukan istri Adi positif terinfeksi HIV sementara Adi negatif.
Adi tidak kaget dengan hasil tes tersebut. Adi telah mengetahui gejalagejala bahwa diri istrinya telah terinfeksi dan Adi juga mengaku setelah terbukti dirinya terinfeksi HIV dirinya tidak kaget atau terkejut. Setelah hasil tes yang kedua keluar dan Adi dinyatakan HIV positif Adi lalu memberi tahu ke istri pertama. Selanjutnya ke orang terdekat lainnya seperti ayahnya lalu adik-adiknya. Sikap keterbukaan Adi menunjukan sikap keterbukaan Adi terhadap orang-orang terekatnya memeperligatkan Adi tidak mau membohongi siapapun dan ia siap mendapatkan reaksi apapun dari orang lain. Setelah Adi membuka diri kepada keluarga, Adi mulai membuka diri kepada masyarakat . Adi mengaku membuka diri pertama kali pada tahun 2002 bulan Mei di depan acara pertemuan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
5. Masa setelah hasil tes HIV positif
1). Sikap setelah positif HIV Setelah Adi menerima hasil tes HIV, Adi mengaku dirinya tidak terkejut. Adi sudah menyadari sebelumnya bahwa sangat mungkin ia terinfeksi melihat dari gejala-gejala yang ada pada dirinya. Ketika Adi mengetahui hasil tes
105
positif yang ia khawatirkan adalah istrinya yang pertama ikut tertular. Namun ketika diketahui istrinya tidak tertular Adi sangat lega dan bersyukur. Adi sangat bersyukur karena diingatkan tuhan tanpa melibatkan istrinya mengalami hal yang sama. Di sini Adi terlihat merasa bertanggung jawab dan lebih bersalah bila istri ikut terinfeksi karena perbuatan Adi seorang. Adi sangat bersyukur kepada Allah setelah mengetahui istrinya tidak terinfeksi. Dari segi ibadah dan hubungan dengan tuhan, Adi merasakan perkembangan yang positif. Adi merasakan dirinya ditegur oleh Allah dan Allah masih sayang kepadanya. lstri Adi pada awalnya sangat kecewa atas apa yang terjadi, impiannya tentang rumah tangga yang normal tidak seperti dulu lagi. Namun sikap istri menunjukkan kesabaran dan keikhlasan yang tinggi. Hal ini membuat Adi sangat terharu dan memotivasi Adi menjadi lebih baik lagi. Setelah Adi mengetahui dirinya terinfeksi, Adi takut bila orang lain dapat tertular olehnya terutama istri, anak dan keluarganya. Setelah Adi mengetahui AIDS hanya tertular melalui cairan tertentu Adi merasa lega. Adi memahami AIDS tidak tertular melalui air mata, cairan hidung, ludah dan AIDS tidak melalui udara juga dengan bersentuhan.
2).Perasaan sebagai Odha Adi tidak merasa berbeda dengan orang pada umumnya dan Adi sangat tidak ingin orang lain membedakan antara Odha dengan bukan Odha. Karena baginya orang dengan HIV/AIDS atau tidak memiliki hak dan
106
kewajiban yang sama. Semua hal yang bisa dilakukan orang normal bisa pula dilakukan oleh Odha. Perbedaannya adalah orang dengan HIV/AIDS tidak boleh menularkan virusnya kepada orang lain dan harus terus menjaganya. Adi mengatakan bahwa dirinya setelah membuka diri ke masyarakat luas dirinya mengalami diskriminasi dari lingkungannya, namun demikian hal ini tidak membuat Adi menjauh atau memusuhi lingkungannya. Adi berusaha ni1emahami sikap orang-orang tersebut terhadap dirinya. Adi memahami sikap mereka selama ini dikarenakan salahnya atau kurangnya informasi tentang HIV/AIDS itu sendiri. Hal ini yang menyebabkan Adi terus berusaha menjelaskan secara proporsional tentang HIV/AIDS dan berusaha menghilangkan "mitos - mitos" yang negatif dan tidak benar sedikit demi sedikit di masyarakat.
6. Konflik dan Pengambilan Keputusan menggunakan ARV 1). lnformasi dan persepsi tentang ARV
Setelah Adi menyadari dirinya terinfeksi, Adi mencari tahu tentang penyakitnya dan bagaimana pengobatannya. Adi mengakui bahwa informasi banyak ia dapatkan dari buku-buku dan majalah. Adi jarang bertanya kepada dokter karena menurutnya dokter - dokter sendiri masih banyak yang tidak faham. Adi mengetahui telah ditemukan obat yang dapat menghambat replikasi HIV/AIDS dalam tubuh yaitu ARV atau anti retroviral.
107
Kesenangannya membaca dan meneliti menyebabkan Adi memahami baik buruknya ARV dan sejauh mana keterbatasan-keterbatasan ARV.
Adi memahami bahwa ARV cocok bagi sebagian orang tapi tidak cocok bagi sebagian yang lain. ARV telah banyak menyelamatkan banyak orang dan banyak orang bisa hidup walau terinfeksi HIV/AIDS karena terus mengkonsumsi ARV. Kesenangan Adi dalam membaca dan melakukan eksplorasi membuat Adi memiliki persepsi tersendiri tentang AIDS dan ARV. Setelah Adi membaca dan mempelajari tentang ARV, Adi menganggap ARV itu bagus dan bisa dijadikan sebagai cara yang tepat bagi banyak orang untuk bertahan hidup walau telah terinfeksi HIV/AIDS. Namun demikian Adi menganggap bahwa ARV itu adalah tetap obat, dan obat-obatan kimia itu juga merupakan racun bagi tubuh. Maka Adi memahami semakin banyak orang mengkonsumsi obat termasuk obat ARV sama saja orang itu sebenarnya memasukkan racun dalam tubuhnya. Adi masih terus menunggu perkembangan ARV dan ia sampai sekarang belum mengkonsumsi ARV. Bila perkembangan ARV semakin bagus dan efek samping berkurang bahkan tidak ada , Adi mengatakan suatu saat mungkin ia akan mengkonsumsi ARV.
Adi senang melakukan studi literatur, dari studi literatur yang dilakukan, Adi memahami ARV memiliki efek samping dari mulai ringan hingga beret. Adi
108
membaca hasil penelitian yang dilakukan peneliti independen di luar negeri bahwa ARV selain positif juga memiliki efek samping seperti pengeroposan tulang sumsum dan ini sangat berbahaya karena tulang sumsung adalah pusat pembuat sel darah putih alami. Selain itu ARV dapat menyebabkan gagal hati, kematian mendadak dan anemia. Adi mengetahui ada sekitar 26 efek samping yang mungkin terjadi pada diri Odha bila mengkonsumsi ARV. Banyaknya ditemukan kasus efek samping ARV menyebabkan Adi kurang begitu tertarik terhadap ARV dan Adi menjadi takut bila nanti diharuskan menggunakan ARV disaat kondisi tubuhnya menurun. Adi memahami untuk mengkonsumsi ARV tidak mudah dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti CD4 dibkwah 200, atau memiliki penyakit oportunistik lebih dari satu. Selain itu, sebelum memulai mengkonsumsi ARV harus dicek dulu fungsi ginjal, fungsi hati dan fungsi otak. Selain itu yang membuat Adi khawatir bila mengkonsumsi ARV adalah dirinya memiliki penyakit serosis hati atau radang hati. Adi mengatakan bahwa bila disuruh memilih menggunakan ARV atau tidak ia cenderung memilih tidak menggunakannya. Hal ini karena ia memahami ada dua cara menghadapi HIV/AIDS yaitu dengan menekan jumlah virus dalam tubuh dengan ARV dan dengan immunomodulatoryaitu meningkatkan jumlah sel darah putih dengan obat-obatan medis maupun non medis. Adi lebih memilih cara yang kedua.
109
2). Kondisi kesehatan awal sebelum mengkonsumsi ARV Adi mengatakan bahwa terakhir tes, CD4 nya sebanyak 400 lebih , sementara ia miemahami orang normal di Indonesia CD4nya berjumlah antara 400 - 1200. Adi bersyukur CD4 cukup tinggi dan masuk dalam kategori normal seperti orang biasa. Namun demikian Adi terus berusaha mempertahankan jumlah CD4nya atau bahkan meningkatkan lebih banyak lagi. Adi mengaku kondisinya yang makin membaik dan ini salah satunya karena ia melakukan terapi alternatif seperti dengan mengkonsumsi bawang putih setiap hari, mengkudu, dan Adi selalu melaksanakan sholat tahajud dan Ruqyah (doa-doa khusus). Adi percaya terapi tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan Adi membuktikannya sendiri. Kepercayaannya itu lebih mantap setelah tes terakhir yaitu CD 4 nya termasuk kategori normal. Adi mengatakan dirinya mengalami penyakit Herpes dan bila Herpes ini kambuh sangat mengganggu. Adi mengetahui virus Herpes tidak bisa hilang dalam tubuh dan Herpes menyerang bila daya tahan tubuhnya menurun. Selain itu Adi mengalami sakit di tenggorokan terutama saat menelan. 3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV Adi mengatakan bahwa ia belum memiliki penghasilan tetap. Pekerjaan yang ia lakukan adalah sebagai relawan dan konselor AIDS, selain itu ia juga sebagai penulis buku. Adi mengakui dari segi ekonomi, keluarganya sederhana bahkan cenderung kekurangan. Profesinya yang ia jalani bukan
110
karena orientasi uang melainkan pengabdian dirinya kepada kemanusiaan. Untuk mengobati penyakit-penyakitnya Adi berusaha mencari obat yang terjangkau harganya. Pengobatan untuk mengatasi virus HIV ia berusaha mencari cara yang murah namun tetap efektif. Adi tidak sanggup bila harus membeli obat-obatan atau suplemen-suplemen yang mahal, karena selain dari profesinya tidak mencukupi ia juga harus menghidupi istri dan seorang anaknya. Di sini Adi terlihat tegar dan tidak berputus asa. Adi berusaha mencari alternatif lain untuk malawan penyakitnya.
Kondisi Adi memang belum dianjurkan untuk mengkonsumsi ARV, apalagi Adi mengaku ia sangat takut terhadap efek samping yang mungkin terjadi bila ia memakai ARV. Kekhawatiran Adi sangat beralasan melihat banyak kasus-kasus mengenai efek samping dari ARV. Selain itu ia mempunyai penyakit serosis hati. Adi pernah menyaksikan temannya meninggal di depannya sendiri karena trombosit turun drastis sementara ketersediaan darah saat itu di rumah sakit habis dan penurunan trombosit ini disebabkan karena efek samping dari ARV. Adi juga menyaksikan efek samping lain seperti Anemia, rambut rontok dan teman-temannya sering berganti kombinasi ARV karena tidak cocok.
Adi menyadari untuk mengkonsumsi ARV harus dipertimbangkan secara I
mendalam lahir maupun batin. Adi merasa tidak sanggup bila harus
111
mengkonsumsi ARV karena harga ARV termasuk tinggi bagi dirinya. Bila ia harus mengkonsumsi ARV itu artinya ia harus menyiapkan dana setiap bulan untuk membeli ARV dan ini harus dilakukan seumur hidup. Adi menganggap ARV masih berupa eksperimen walaupun kian waktu terus bertambah maju. Adi merasa bila dirinya mengkonsumsi ARV itu berarti ia sebagai kelinci percobaan atas 1ARV yang masih dalam tahap penyempurnaan dan ia tidak mau dirinya dikendalikan oleh ARV, setiap hari harus mengkonsumsi ARV dan tidak mau dirinya dibayangi dengan resistensi virus bila tidak tepat waktu min um obat ARV. Namun demikian disatu sisi Adi pun ingin seperti temantemannya yang cocok dengan obat ARV. Badannya bertambah gemuk dan segar. la senang melihat teman-temannya yang dulu CD4nya 12 atau bahkan 4, meningkat drastis setelah mengkonsumsi ARV. Banyak pula ia lihat teman-temannya semakin sehat hari demi hari bahkan ada temannya yang virus HIV dalam dirinya tidak terdeteksi lagi. Disini Adi mengalami konflik, disatu sisi ia ingin seperti teman-temannya yang cocok dengan ARV tapi disisi lain ia takut karena melihat teman-temannya yang menderita bahkan meninggal karena mengkonsumsi ARV. Selain itu ia pun tidak sanggup untuk membeli ARV karena keterbatasan ekonomi yang ia miliki.
Konflik yang dialami Adi dalam persfektif psikologi lapangan disebut konflik mendekat - menjauh (approach - avoidance). Adi ingin seperti temantemannya yan9 cocok menggunakan ARV namun Adi menjadi ragu-ragLL
112
karena teman-teman yang lain tidak cocok dengan ARV dan ia melihat sendiri temannya meninggal karena efek samping ARV. Kebimbangan dan kekhawatiran Adi mencerminkan adanya valensi positif dan negatif pada ARV. Dikatakan oleh Lewin, jika valensi yang ada pada suatu wilayah negatif, maka daya-daya yang ada akan menghindarkan atau menjauhi wilayah tersebut. Hal ini tampak pada pemikiran Adi untuk belum menggunakan ARV, karena jika ia menggunakan ARV itu berarti ia memiliki resiko dan harus siap dengan efek samping bila ARV tidak cocok dengan dirinya.
Di sisi lain ARV memiliki valensi positif, yaitu adanya harapan untuk hidup lebih sehat lagi dan memiliki CD4 yang tinggi serta ada kemungkinan virus dalam tubuh Adi tidak terdeteksi lagi. Konflik yang dialami Adi adalah konflik yang sulit untuk diputuskan karena disatu sisi ARV memiliki hal positif disisi lain negatif. Konflik ini sebenarnya belum benar-benar terjadi karena Adi belum dianjurkan mengkonsumsi ARV oleh dokter dan secara hitungan medis Adi masih bisa bertahan tanpa ARV. Namun konflik ini terjadi saat Adi berfikir bila mana kondisi tubuhnya tidak sebaik sekarang, dan konflik ini dapat terjadi bila Adi memiliki keinginan lebih sehat lagi seperti temantemannya yang cocok menggunakan ARV. Selain itu konflik ini untuk saat sekarang masih teratasi karena ada alternatif pilihan yang dapat dipilih Adi yaitu Adi tidak menggunakan ARV tapi menggantinya dengan terapi alternatif seperti dzikir, ruqyah dan sholat tahajud. Sejauh ini Adi melaksanakan terapi
113
alternatif ini dan hasilnya Adi tetap sehat hingga sekarang. Adi mengakui setelah ia menjalankan terapi alternatif ini CD4 nya meningkat dan kondisi kesehatan lebih baik, Adi juga mengakui terapi yang dijalankannya juga membuat pikiran dan perasaan menjadi tenang.
Lewin menjelaskan konflik mendekat-menjauh seperti yang telah dijelaskan di atas hanya dapat terjadi kalau ada batasan-batasan (barrier) yang kokoh pada lapangan kehidupan pada diri bersangkutan sehingga tidak ada daya yang bisa keluair dari wilayah-wilayah terjadinyak. Dengan demikian, kestabilan konflik sebetulnya akan cepat terpecahkan jika terjadi beberapa situasi. Pertama jika batas tidak kuat dan ada wilayah lailn yang bervalensi positif, maka daya akan berpindah ke wilayah yang terakhir ini. Terjadilah substitusi dan konflik pun berakhir. Kedua, salah satu daya berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan (lokomosi) pun terjadi mengikuti arah daya tersebut. Pada kasus Adi batasan menggunakan ARV tidak kuat karena ada wilayah lain yang bervalensi positif yaitu pengobatan alternatif yang juga sama efektif dan diyakini oleh Adi, Kebutuhan ARV mendapatkan substitusi oleh pengobatan alternatif dan konflik pun berakhir
4). Pengambilan keputusan Tahap-tahap Pengambilan keputusan a. Penilaian Masalah
114
Adi mengaku masalah terbesar bila ia harus menggunakan ARV adalah dana dan efek samping. Penghasilan Adi yang terbatas dan hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari menyebabkan Adi mencari alternatif lain. Dana merupakan masalah yang cukup besar bagi Adi untuk menjaga tubuh agar selalu sehat saja memerlukan dana yang tidak sedikit. Selain itu Adi masih takut terhadap efek samping bila ia mengkonsumsi ARV, hal ini ia ketahui dari literatur yang ia baca dan pengalaman teman-temannya yang sudah menggunakan ARV.
Adi memiliki penyakit lever dan ini menjadi pertimbangan pula dalam mengkonsumsi obat-obatan medis terutama ARV. Selain itu Adi masih memiliki jumlah CD4 yang cukup yaitu 400, artinya ia belum dianjurkan untuk menggunakan ARV. Tindakan yang Adi lakukan kini adalah mempertahankan jumlah CD 4. Adi meyakini bahwa setiap penyakit itu datang dari Allah dan Allah pula yang memberikan obatnya, dan Allah tidak menguji seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan orang tersebut. Hal ini yang membuat Adi tidak pernah berputus asa.
Adi mempercayai terapi alternatif itu tidak memiliki efek samping yang berbahaya. Adi meyakini HIV/AIDS bisa diatasi dengan cara lain seperti terapi alternatif dengan mengkonsumsi tanaman tradisional, seperti bawang putih, mengkudu, jinten hitam. Selain itu adapun terapi lain yang ia percayai
115
adalah terapi sholat malam (tahajud) dan terapi ruqyah. Semua terapi ini ia laksanakan dan ia merasakan keefektifannya. Hal ini pula yang menyebabkan ia tidak langsung menyetujui menggunakan ARV.
b. Survey alternatif - alternatif Pilihan Setelah Adi terbukti terinfeksi HIV ia berusaha terus mencari informasi apa itu AIDS dan bagaimana mengobatinya. Adi mencari informasi hampir di semua literatur, baik itu literatur medis modern, tradisional bahkan literatur keagamaan. Adi memahami bahwa dunia medis modern telah menemukan ARV dan sangat banyak orang-orang asing seperti orang Amerika, lnggris, Perancis telah mengkonsumsi ARV dan hasilnya sangat menggembirakan. Adi juga telah ~nemahami bahwa obat-obatan tradisionalpun bisa meningkatkan sel darah putih dan daya tahan tubuh, selain itu pengobatan tradisional memiliki resiko atau efek samping yang ringan.
Selain pengobatan modern, pengobatan Timur atau tradisional Adi juga tertarik mempelajari pengobatan cara Nabi Muhammad SAW atau pengobatan Islam. Dari tiga pilihan yang telah ia pelajari masing-masing menurutnya ada kelebihan dan kekurangannya. Hingga sekarang lebih meyakini terapi tradisional dan terapi agama, terapi ini telah Adi jalankan hingga sekarang. Baginya terapi ARV adalah terapi yang mahal dan memiliki
I I6
efek samping. Selain itu ARV adalah obat kimia yang dipahaminya sama seperti racun bagi tubuh.
c. Menimbang Seluruh Alternatif Pilihan Setelah Adi mempelajari tentang HIV/AIDS, pengobatannya dan bagaimana hidup dengan AIDS, Adi lebih dapat bersikap proporsional. Adi tidak seperti dulu saat awal terinfeksi HIV yaitu takut dengan "mitos-mitos" seputar AIDS. Adi juga telah mempelajari terutama dari bacaan-bacaan baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. Pilihannya tentang pengobatan AIDS yang ia alami lebih kepada konsekuensi - konsekuensi yang mungkin terjadi dan kemungkinan-kemungkinan pilihan itu dapat dilakukan. Mengenai konsekuensi, yang terutama dilihat dari manfaat dan pengorbanan yang yang harus diterima. Dari segi manfaat Adi mungkin bisa lebih sehat lagi dari sekarang seperti keadaan teman-temannya yang cocok dengan ARV. Namun demikian Adi merasa ARV masih banyak efek samping yang harus dipertimbangkan. Selain itu konsekuensi lain adalah Adi nantinya harus menyiapkan dana untuk mengkonsumsi ARV selama hidup.
Adi juga melihat konsekuensi yang diterima dari menggunakan terapi non ARV itu lebih ringan dan dari segi hasil sama efektifnya. Adi telah merasakan dan mencoba sendiri efektifitas terapi non ARV atau terapi alternatif dan Adi merasakan sendiri terapi ini cukup efektif. Hal ini yang menyebabkan Adi
117
terus menjalankan terapi alternatif. Adi sejauh ini terus mengikuti perkembangan pengobatan ARV, Adi berharap kemajuan pengobatan ARV semakin pesat sehingga ARV dapat lebih murah lagi dan efek samping ARV menjadi sangat ringan atau bahkan tidak ada sama sekali. Adi mengatakan jika ARV semakin baik dan bila kondisinya mengharuskan mengkonsumsi, maka Adi kemungkinan menggunakan terapi ARV, dan Adi akan tetap menjalankan terapi alternatif dan terapi religius .
d. Membuat Komitmen Adi belum membuat komitmen untuk menggunakan ARV karena Adi belum disarankan untuk menggunakan ARV. Hal ini dikarenakan CD4 nya normal yaitu 400 dan juga ia lebih memilih pengobatan alternatif. Baginya membuat komitmen menggunakan ARV sangat berat dan harus mempertimbangkan banyak hal seperti, dana dan efek samping dari ARV itu sendiri. Sampai penelitian berlail1gsung Adi lebih meyakini pengobatan alternatif sebagai terapi yang baik dan efektif dan juga tidak memiliki efek samping.
e. Penerimaan Umpan Balik Sampai saat ini kondisi Adi terlihat sehat CD4 nya terakhir ditest berjumlah 400. Adi merasa baginya terapi tradisional seperti bawang putih, mengkudu dan sebagainya serta terapi religius seperti, sholat tahajud, ruqyah dan dzikir memberikan kesembuhan bagi penyakitnya. Adi mengaku tidak hanya
118
penyakit fisik saja yang sembuh tapi juga ia mendapatkan ketenangan jiwa, ketrentaman hati dan juga ketenangan pikiran.
Penyakit Adi yang masih sering kambuh adalah herpes. Adi mengatakan herpes ini kan muncul bila kondisi tubuh Adi menurun dan Adi menyadari hal ini salah satunya disebabkan jiwanya sedang tidak tenang. Adi merasa kondisinya menurun bila ia tidak konsisten menjalankan tahajud atau dzikir dan ruqyah. Adi mengatakan jika ia sedang jarang tahajud, badan dan pikiran terasa tidak "karu-karuan". Kondisi ini ia alami juga bila ia mulai berbuat salah seperti berbuat dosa dan maksiat.
5). Strategi Pengambilan Keputusan Tahap-tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Adi memperlihatkan bahwa ia cenderung menggunakan Wish Strategy. Seseorang yang menggunakan strategi ini akan memilih alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan tanpa memperhitungkan resiko. Adi yakin bahwa terapi yang dipilih dan dipraktekannya dapat membawa hasil yang paling diinginkan dan Adi menganggap mengkonsumsi obatobatan atau tanaman tradisional walau tidak enak bahkan pahit adalah resiko. Namun resiko ini tidak seberapa dibandingkan khasiat yang ia dapatkan dari tanaman tradisional tersebut. Selain itu terapi tahajud dan ruqyah atau dzikir bagi Adi bukanlah resiko melainkan kebutuhan yang harus
119
dipenuhi karena tidak hanya menyehatkan fisik tapi juga menyehatkan jiwa dan pikiran.
7. Masa Pasca Pengambilan Keputusan
1). Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan Pada saat wawancara Adi belum mengkonsumsi ARV, Adi merasa belum saatnya mengkonsumsi ARV yang menurut Adi ada beberapa alasan, pertama CD4 yang dimiliki Adi masih diatas 400, kedua ia masih sangat takut terhadap efek samping yang mungkin terjadi bila ia mengkonsumsi ARV dan Adi tidak memiliki cukup biaya untuk membeli ARV. Hingga sekarang ini Adi berusaha untuk terus mempertahankan kesehatannya terutama jumlah CD4 nya agar tidak turun sehingga ia tidak diharuskan mengkonsumsi ARV. Dan bila jumlah CD 4 nya suatu saat sekitar 200, Adi berupaya tetap mencari alternatif lain yang lebih aman dan dengan biaya terjangkau. Adi berusaha untuk tidak mengkonsumsi ARV sampai kapanpun. Adi mungkin akan mengkonsumsi ARV bila ada kemajuan seperti efek samping yang makin sedikit dan juga dengan biaya yang terjangkau. Sampai saat ini Adi terus menunggu dan menanti perkembangan ARV dan ia selalu berharap I
ARV semakin baik lagi mutu dan kualitasnya dan juga murah dan Adi berharap vaksin AIDS yang ia ketahui dari literatur yang ia baca cepat ditemukan.
120
Adi sekarang tetap mengalami herpes. Selain itu ia sering mengeluarkan keringat malam saat malam hari. Selain itu Adi mengalami sakit saluran I
pernapasan. Adi bila ada keluhan atau menderita penyakit langsung konsultasi kedokter langganannya dan Adi selalu berusaha patuh untuk mengikuti saran dan nasihat dokternya.
2). Pandangan Terhadap Masa Depan Adi merasa bersyukur dengan kondisinya sekarang, kesehatannya yang terus terjaga hingga sekarang ia percayai adalah hasil dari terapi alternatif yang telah dan sedang ia jalankan terus menerus. Adi mengatakan kepada orang lain bahwa tanpa ARV pun orang HIV positif bisa bertahan hidup dan terus terjaga kesehatannya. Bagi Adi , ARV penting tapi tidak segala-galanya. Dan masih ada alternatif-alternatif lain selain ARV. Harapan Adi kedepan ia masih bisa konsisten menjalankan terapinya terutama terapi tahajud dan ruqyah. Selain itu Adi berusaha terus mengkonsumsi obat-obat tradisional atau obat-obatan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Adi memiliki keinginan menulis buku dan menjelaskan kepada masyarakat tentang manfaat dari sholat tahajud dan juga ruqyah. Namun demikian, kedepan Adi mungkin saja mengkonsumsi ARV bila dirinya diharuskan menggunakan ARV oleh dokter dan juga perkembangan ARV telah maju, seperti efek samping yang ringan atau bahkan tidak ada dan juga harga ARV yang terjangkau.
121
GAMBARAN KASUS Latar Bdakang Prihadi:
kcluarga : baik~baik. religius pcndidikan : Formal dan pcsantren agama : r~iin ibadah dan fahain agmna pergaulan: tenrnn knlangan agan1a. luas t'konomi : pas·pasan
a. h.
c. d. c.
i Latar
Bela~ang
Terinfeksi HIV: Awai: n1crantau mt!ninggalkan istri I Proses : tncnikahi wanita terinfoksi HIV Akhir : terinfoksi HIV positif
a. h.
c.
.J, Test VCT I HIV:
a. b. a.
Tclah n1crasa men1iliki gejala AIDS
tt:s bersama istri Hasil test : Positif
i Tantangan Odha
-
-
diskriminasi pcngeluaran tinggi belum at.la pcngha<;ilan tctap
-
tvtasa sctelah status HIV Positif: sikap setdnh terinfcksi : biasa saja a. agama : mi;:ningkat h. c. ckonomi : pengeluaran tinggi. dana tidak
cukup d.
sosial : mcngalami diskrlmina<>i
Motivasi
1--
+
I
- yakin dengan n1edis dan non med is -ada terapi alternatif -didukung scluruh keluarga tidak ada dana
-
I WISH STRATEGY
I.
.
Pandangan masa dcpan: Kcmungkinan mcnggunakan ARV bila altcniatiftidak cfcktif Jagi. CD4 dibawah 200. mcmpcrkenalkan lcrapi altcrnatif scbagai solusi
I
~
.J,
I
Tidak pakai ARV
+
ingin lebih sehat
Pcngmnbilan keputusan =
KONFLIK
Approach-Avoidance Rcsolusi Konllik Ynlcnsi - n1cnguat
agama
ARV
-
,
.J,
temandi LSM literature
-
-kondisi tubuh CD4 400
.
diri sendiri istri I
Valensi positif banyak tc1nan cocok dengan
Latar belakang belun1 n1enggunakan .1\.RV : Valensi ncgatif ARV - Efok s:unping - Dana yang bt:sar Ada tt:rapi alternatif
-
I
Dnn1pak Konflik dan Pcngambilan keputusan Manfaat : schat dan psikologis tcnang Pen1balum:Disiplin terapi altcrnatif dun scmakin yakin
2.
Penilaian masalah Belum snatnya minum ARV Pcngobatan altcmatif Dana terbatas Survey pilihan-pilihan PakaiARV
3. ,
4. 5.
Tidak pakai ARV Terapi alternatif Pertimbangan Hidup sehat Mcninggal perlahan Hidup sehat Buat komitmen Memilih terapi alternatif U111pan balik Positif: badan schat.tcnang Ncgatif: -
122
3. KASUS YOS
1 . Pelaksanaan Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada tanggal : 24 Juli 2004 Waktu : 10:30 - 12:00
2. Hasil observasi selama proses wawancara
Yos adalah orang pria yang berperawakan cukup tinggi dengan sikap badan tegap. Kulitnya agak hitam dan berpenampilan cukup menarik. Yos berpakaian kaos putih dengan celana jeans biru. Sepertinya Yos menyukai baju santai namun tetap memberikan kesan sporty. Yos bersikap santai saat diwawancarai. la berusaha menjelaskan setiap pertanyaan tanpaterkesan menutup-nutupi. Sepanjang wawancara berlangsung, Yos tidak terlihat emosional terhadap topik-topik yang diutarakan. Semua pertanyaan dijawab dengan biasa - biasa saja dan santai. Yos terlihat tidak memiliki beban yang berat, Yos terkesan santai, humoris dan "menikmati hidup".
3. Latar belakang Subjek
Usia Yos sekitar 29 tahun dan Yos belum menikah. Yos berprofesi sebagai pegawai disebuah perusahaan swasta. Selain itu Yos aktif sebagai pengurus dan juga relawan AIDS di suatu LSM yang bergerak dibidang penanganan
123
kasus HIV/AIDS. Yos berasal dari keluarga baik-baik dan cukup berada. Keadaan keluarga Yos baik dan Yos mengakui ibunya sangat perhatian kepadanya. Yos merasakan kasih sayang penuh dari keluarga terutama dari ibunya. Yos memiliki banyak saudara, hubungan Yos dengan saudarasaudaranya baik-baik saja. Waiau hubungannya baik, Yos lebih terbuka ngobrol dan kumpul - kumpul dengan teman-temannya. Pemahaman Yos terhadap agama kurang dan ia mengakui bahwa dalam melaksanakan sholat lima waktu hingga kini masih sering bolong - bolong. Yos sangat menyukai olah raga terutama olah raga Basket dan Yos pernah masuk ke dalam tim basket di sekolahnya.
Yos memiliki latar belakang pergaulan yang luas, hal ini dikarenakan sifat Yos yang supel dan "rame" ketika gabung dengan teman -temannya. Yos mengatakan dirinya memiliki beraneka macam teman mulai da.ri teman yang baik -baik dan juga teman-teman yang bandel seperti teman - teman yang perokok dan peminum atau pemabuk. Yos mengaku lebih menyukai berteman dengan teman yang bandel karena Yos menganggap mereka lebih "keren".
4. Masa awal terinfeksi HIV/AIDS Yos mengaku sejak SD sudah mulai merokok. Kebiasaan sejak kecil dengan hal-hal yang agak dilarang membuat sikap Yos terbiasa dengan hal-
124
hal yang dilarang lainnya. Apalagi Yos sendiri mengakui dirinya itu bandel dan tidak suka diberitahu orang lain. Kebiasaan negatif yang Yos lakukan sebenarnya untuk penampilan atau gaya hidup agar lebih "keren" dan juga untuk memenuhi rasa penasaran pada sesuatu yang belum pernah dicobanya.
Lingkungan pergaulan Yos dengan teman-teman membuat Yos larut dengan kebiasaan -kebiasaan buruk tersebut. Hingga akhirnya Yos I
mengenal narkoba yaitu pete atau putaw pada tahun 1994. Sejak tahun 1994 Yos mulai "make" putaw dengan dihisap dan 6 bulan kemudian Yos mulai "make" putaw dengan cara disuntikkan kebadannya. Setelah Yos
menggunakan putaw dengan cara disuntik, Yos terbiasa shearing atau bergantian jarum suntik dengan sesama pemakai narkoba lainnya. Yos mengakui dirinya terinfeksi HIV melalui teman-temannya sesama pemakai narkoba.
Pada tahun 1999, kebiasaan Yos mengkonsumsi narkoba diketahui keluarga. Keluarga Yos kaget dan kecewa dengan apa yang terjadi pada Yos. Setelah Yos ketahuan kecanduan narkoba Yos masuk ke tempat Rehabilitasi Titian Respati yang terletak di Sawangan, Bogor. Sebelum Yos dapat mengikuti program rehabilitasi Yos diwajibkan tes medical atau tes kesehatan dan salah salah satunya tes HIV. Hasil tes menunjukan Yos
125
terbukti positif terinfeksi HIV. Sikap Yos setelah menerima tes pada awalnya agak terkejut namun setelah itu biasa saja. Yos menyadari dirinya dulu melakukan perilaku beresiko dan selain itu gejala -gejala HIV/AIDS telah ia rasakan sebelumnya yaitu mulai tahun 1998. Yos mulai menyadari dar. curiga dirinya terinfeksi ketika Yos mau menyumbangkan darahnya pada saat kegiatan donor darah. Di tempat kegiatan donor darah, Yos membaca poster di tembok yang berisikan informasi AIDS, lalu Yos mencocokan gejala-gejala yang tertulis di poster tersebut dengan gejala-gejala yang ada pada dirinya. Setelah Yos membanding-bandingkan gejala-gejala pada dirinya, Yos merasakan gejala-gejala pada dirinya sebagian sama dengan yang tertulis di poster tersebut, Yos ketika itu memiliki gejala keluar keringat pada malam hari dan diare. Yos mengakui perilakunya berubah setelah menjadi pecandu. Setelah menjadi pecandu sifat Yos menjadi apatis atau mudah putus asa. Selain itu ia menjadi " tunnel vision" artinya ia tidak memikirkan apapun efeknya dan yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya bisa "make "putaw lagi.
Yos pada tahun 1998 curiga dan khawatir bahwa dirinya telah terinfeksi HIV/AIDS karena kebiasaan mengkonsumsi narkoba dengan jarum suntik bergantian, namun kecurigaan ini ia biarkan saja hingga pada tahun 1999 terbukti melalui tes HIV. Yos melakukan tes HIV/AIDS karena diwajibkan
126
sebelum masuk ke pusat rehabilitasi pecandu narkoba oleh Yayasan Titian Respati, Sawangan Bogor.
5 Masa setelah hasil tes HIV positif 1). Sikap setelah Positif HIV Yos mengatakan bahwa dirinya tidak kaget bahkan relatif biasa saja ketika hasil tes menunjukan dirinya HIV Positif. Hal itu dikarenakan sejak tahun lalu ia telah merasakan gejala- gejala HIV/AIDS pada dirinya dan Yos sedikit banyak telah mengetahui informasi AIDS dan penularannya. Sikap Yos setelah HIV Positif menunjukan dirinya meneraima apa yang terjadi. Yos menganggap semuanya telah terlanjur terjadi dan ia harus bagaimanapun I
menerimanya. Yos berusaha untuk tidak "down" atau putus asa karena ia menyadari bila putus asa dan tidak berusaha terus bangkit, virus HIV dalam dirinya akan berkembang biak dengan pesat dan itu berarti kematian semakin cepat datang.
2). Perasaan sebagai Odha Yos merasa biasa-biasa saja seperti orang pada umumnya. Yos memahami secara fisik dirinya tidak ada keterbatasan dan sama seperti orang lain yang tidak terinfeksi HIV/AIDS. Yos menyadari perbedaannya hanyalah ia berusaha menjaga dan tidak boleh menularkan virus ke orang lain. Yos merasa tidak mendapatkan diskriminasi sebagai Odha, baik itu dari
127
keluarganya maupun dari lingkungannya. Sikap keluarga biasa saja terhadap dirinya. Hingga saat ini Yos baru bisa terbuka kepada keluarga dan temanteman dekatnya. Yos tidak mau memberitahukan dirinya Odha kepada semua orang karena ia menyadari masih banyak orang yang memberikan penilaian salah terhadap Odha, ia berusaha untuk menjaga ketenangan dirinya dan agar keluarganya tidak terganggu. Yos tidak merasakan diskriminasi termasuk dengan teman-teman kerjanya. Yos seperti biasa kerja setiap hari dan bekerja seperti layaknya orang lain. Yos mengatakan bila ia mau membina hubungan khusus dengan lawan jenisnya ia terus terang dengan statusnya sebagai Odha.
6 Konflik dan Pengambilan keputusan menggunakan ARV 1). lnformasi dan persepsi tentang ARV Yos mengetahui informasi tentang HIV/AIDS dan juga ARV dari majalah, koran-koran dan juga dari dokter yang merawatnya. Pada awal menggunakan ARV, informasi seputar ARV masih sangat sedikit diterima Yos. Yos pada awalnya mengetahui bahwa ARV dapat meningkatkan kekebalan tubuh dari dokternya dan Yos juga diberitahu bahwa ARV memiliki efek samping dan belum tentu cocok bagi Yos. Namun hal ini tidak menjadi masalah bagi Yos dan bagi Yos terpenting dirinya bis.a sehat seperti orang normal walau menggunakan ARV terus menerus seumur hidup. Yos mengakui saat awal mau menggunakan ARV yang terpikirkan adalah
128
harus tepat waktu dalam menggunakan ARV dan terus disiplin dalam meminumnya. lni yang membuat Yos merasa berat memutuskan, la khawatir tidak bisa meminumnya dengan teratur.
2). Kondisi kesehatan awal sebelum menggunakan ARV Sejak tahun 1998 Yos telah memiliki tanda-tanda HIV/AIDS namun ia kurang memperhatikannya. Yos saat itu telah mengaalami diare dan keluar keringat pada malam hari tanpa sebab-sebab yang jelas. Yos tidak mengetahui apakah tambah kurus atau tidak saat itu karena Yos sebelumnya memang sudah kurus karena sering mengkonsumsi narkoba. Yos mengetahui kekebalan tubuhnya menurun ketika hasil tes menunjukan CD4nya hanya sekitar 200, sementara viral load Uumlah virus dalam darah) mencapai 1500. Kondisi inilah yang menyebabkan dokter menganjurkan Yos menggunakan ARV sebelum kpndisi tubuh Yos makin memburuk.
3). Konflik yang terjadi ketika akan menggunakan ARV Yos mengatakan sebelum memutuskan menggunakan ARV ia berunding dengan keluarga. Setelah berunding dan keluarga menyetujui, Yos mulai menggunakan ARV. Saal itu saran dokter benar-benar dipertimbangkan karena kondisi Yos memenuhi syarat untuk menggunakan ARV. Yos dan keluarga sangat percaya kepada medis terutama dokter. Yos dan keluarga tidak terlalu lama berunding karena meyakini adalah yang terbaik bagi diri
129
Yos. Oalam diri Yos sempat ada kebimbangan yaitu disatu sisi ia ingin menggunakan ARV tapi ia khawatir dirinya tidak patuh dan tidak disiplin untuk minum ARV setiap harinya dan hal ini akan berakibat fatal menurutnya. Selain itu Yos juga memikirkan obat ARV harus diminum seumur hidup. Konflik Yos terjadi dalam diri Yos dalam Psikologi Lapangan disebut konflik mendekat-menjauh (approach - avoidance conflict). Yos ingin menggunakan ARV agar dapat hidup sehat dan terhindar dari kematian karena ARV dapat menurunkan jumlah virus dalam tubuh Yos. Namun Yos ragu apakah dirinya mampu menaati prosedur -prosedur menggunakan ARV, Yos khawatir dirinya tidak bisa mematuhinya. Kebimbangan dan kekhawatiran Yos mencerminkan ada valensi negatif dan valensi positif pada ARV. ARV disatu sisi bervalensi positif bagi Yos yaitu ARV bisa menekan jumlah virus dan Yos dapat kembali hidup wajar lagi dan disisi yang lain ARV memiliki valensi negatif yaitu meminum ARV memerlukan kedisiplinan tinggi dan ini bisa menjadi beban tersendiri. Bila ARV tidak diminum tepat waktu akan dapat berakibat fatal yaitu resistensi virus terhadap obat dan artinya virus akan bertambah kuat dan banyak.
4). Pengambilan Keputusan menggunakan ARV Sebelum Yos memutuskan menggunakan ARV ia melakukan tahapan tahapan pengambilan keputusan sebagai berikut:
130
a. Penilaian Masalah Yos menyadari dirinya telah terinfeksi HIV/AIDS dan hal ini masalah yang sangat serius menyangkut hidup dan mati, kondisi Yos mulai menunjukan gejala-gejala AIDS mengharuskan tindakan yang tepat. Yos menyadari CD4 di bawah normal serta virus HIV/AIDS dalam darah sudah banyak bereplikasi. Yos menilai dirinya harus segera menggunakan ARV sebelum kondisi fisiknya menurun. Yos menganggap mengatasi virus HIV inilah prioritas utama sehingga organ-organ tubuhnya dapat diselamatkan. Setelah Yos mendapat saran dari dokter untuk menggunakan ARV, Yos beranggapan dokter tersebut memberikan solusi terbaik bagi dirinya dan dokter lebih tahu tentang penyakit Yos dari pada diri Yos sendiri. Yos menilai menggunakan ARV adalah sebuah solusi yang paling tepat agar ia bisa sehat kembali, namun demikian Yos khawatir terhadap peraturan penggunaan ARV yang sangat ketat selain itu Yos khawatir terhadap efek samping yang mungkin terjadi bila ARV tidak cocok dengan dirinya. Yos menilai menggunakan ARV adalah cara yang paling tepat, sebab Yos tidak tahu cara lain ""jalaupun memiliki konsekuensi risiko yang harus diterima.
b. Survey alternatif-alternatif pilihan Setelah Yos terbukti terinfeksi HIV, Yos disarankan dokternya untuk menggunakan obat ARV. Yos meyakini dokter lebih memahami bagaimana yang terbaik bagi diri Yos. Yos setelah berunding sesaat dengan keluarga,
131
Yos menyetujui untuk menggunakan obat ARV untuk mengobati
i
penyakitnya. Yos tidak melakukan survey alternatif pilihan. Ketika Yos mengetahui ARV adalah jalan keluar terbaik Yos mempercayai dan langsung menggunakannya. Hal ini disebabkan pula pada latar belakang Yos dan keluarga yang lebih mempercayai medis dibandingkan non medis. Yos tidak melihat alternatif-alternatif lain selain ARV dan Yos langsung mempercayai ARV adalah yang terbaik dan tepat.
c. Menimbang seluruh alternatif pilihan Yos mengakui dirinya lebih percaya medis daripada pengobatan-pengobatan lainnya. Dalam dunia medis, ARV adalah solusi yang paling tepat untuk menghilangkan gejala-gejala AIDS, Yos setelah disarankan dokter langsung mempercayainya. Yos khawatir bila dirinya tidak bisa menggunakan ARV secara disiplin. Yos tidak mempertimbangkan hal-hal lain untuk mengobati dirinya selain ARV. Yos melakukan pertimbangan berdasarkan konsekuensi dan kemungkinannya. Yos meyakini dengan ARV ini ia lebih pasti dan yakin akan efek yang positif yang akan ia terima karena ARV adalah obat yang sudah teruji secara medis kedokteran. Yos merasa bila tidak mengkonsumsi ARV virus dalam dirinya akan cepat berkembang biak dan itu artinya Yos akan cepat meninggal. Yos merasa bersyukur karena keluarga mau mendukung masalahnya terutama dalam penyediaan ARV ini.
132
d. Membuat komitmen Yos tidak lama memutuskan untuk menggunakan ARV setelah Yos berunding dengan keluarga tentang bagaimana efek samping dan bagaimana agar disiplin mengkonsumsi. Yos langsung membeli ARV dan menggunakannya. Komitmen menggunakan ARV dibuat Yos dalam waktu yang relatif cepat karena Yos tidak mempertimbangkan hal-hal lain diluar ARV. Yos hanya mempertimbangkan bagaimana agar ia bisa terus mengkonsumsi ARV tepat waktu. Kondisi keluarga seperti ekonomi keluarga yang mapan, orang tua yang mendukung serta adik Yos yang berprofesi dokter juga mendukung membuat Yos cepat membuat komitmen keputusan menggunakan ARV. Yos sadar bahwa keputusan untuk menggunakan ARV akan mendatangkan resiko tidak sedikit. Namun dengan keputusan itu ia berharap dapat hidup dengan wajar dan sehat.
5). Strategi Pengambilan keputusan Tahap - tahap pengambilan keputusan yang ditempuh Yos memperlihatkan bahwa ia cenderung menggunakan wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy akan memilih alternatif pilihan yang dapat membawa hasil yang paling diinginkan tanpa memperhatikan resiko. Baginya, harap<:1n in lebih baik untuk dicapai, untuk itu ia berani mengambil I
resiko apapun.
133
7 Masa pasca pengambilan keputusan 1). Dampak konflik dan pengambilan keputusan Pada saat wawancara Yos telah mengkonsumsi ARV, Yos merasakan badannya jauh lebih sehat dan Yos sangat senang terhadap kesehatannya sekarang. Dan jrang lebih menggembirakan lagi terakhir ia tes darah jumlah CD 4 nya 900 lebih. Dan Yos tidak lagi sekurus dulu. Badan Yos seimbang dan proposional Yos pun terlihat segar dan cerah. Yos mengakui secara psikologis lebih tenang dan Yos merasa badan ia tidak ada apa-apa lagi. Efek samping yang pernah Yos rasakan setelah mengkonsumsi ARV, Yos terkena anemia dan di opname selama seminggu. Selain itu hingga kini Yos telah menggunakan perubahan kombinasi ARV karena beberapa kali tidak cocok dengan tubuhnya. Yos mengkhawatirkan bila ia terus berganti-ganti kombinasi, lalu kombinasi ARV habis. Sedangkan kombinasi selalu diubah bila tubuh merasa tidak cocok atau virus AIDS telah resisten. Namun pernah optimis dengan ARV karena pernah virus HIV sampai tidak terdeteksi dalam dirinya. Yos sering mendengar keberhasilan teman-temannya dan ada temannya yang CD 4 nya tinggal dua saja namun setelah mengkonsumsi ARV meningkat drastis. Selain itu untuk meningkatkan kesehatannya Yos melengkapi terapinya dengan terapi tradisional yaitu dengan tanamantanaman tradisional. la berusaha terus rutin memakan mahkota dewa yang dapat memperbaiki fungsi hati. Yos mengatakan ARV telah menjadi bagian
134
dalam dirinya, bila ia lupa minum ia merasakan ada yang hilang dalam dirinya.
2). Pandangan kedepan Yos berpandangan akan terus mengunakan ARV dan Yos berharap ia tidak ganti kombinasi-kombinasi lagi. Yos khawatir jika sering ganti-ganti kombinasi akan berakibat buruk pada diri Yos dan suatu saat kombinasi itu tidak ada yang lain. Setelah Yos mencoba mahkota dewa dan berefek positif pada diri Yos terutama hati, Yos ingin lebih sering dan teratur mengkonsumsinya. Yos tidak pernah berfikir akan berhenti menggunakan ARV karena ia meyakini bila dirinya berhenti menggunakan ARV sama saja meninggal perlahan-lahan. Yos berharap ia bisa terus berperan berjuang bersama teman-teman Odha untuk memajukan perkembangan AIDS terutama membantu orang yang telah terinfeksi HIV. Selain itu Yos akan terus bekerja untuk menafkahkan dirinya dan juga untuk membeli ARV.
135
GAMBARAN KASUS VOS Latar Belakang Pribadi: a. keluarga : baik-baik, ibu penuh kasih sayang pendidikan : Formal b. agama: sholat bolong-bolong c. pergaulan: memilih teman-ten1an negatif d. ekonomi : menengah atas
'·
i
Latar Bdakang Terinfeksi HIV: a. Awai : bertcman dengan teman yang negatif Proses : 1nerokok, n1inum. putau. suntik b. Akhir : terinfeksi HIV positif c.
i Test VCT I HIV: b. Tclah n1crasa mcmiliki gejala AIDS Test Medical scbelun1 rchabilitas c. d. Hasil test : Positif
i lv1asa setelah status HIV Positif: sikap setelah tcrinfeksi : biasa saja a. agama : biasa saja h. c. ekonmni : pengcluaran tinggi. dana cukup sosial : tidak mcngalami diskriminasi d.
Tantangan Odha Kepa!Uhan minum obat Berganti-gmui kombinasi
-
Motivasi diri sendiri - ibu dan adik - te1nan di
LSM
i Latar Belakang t-.-lenggunakan ARV: -kondisi tubuh CD4 200. viral load 1500 -kurang )'Ukin dL'ngan non n1L'dis -pcrcaya ki!pada snrun doktL'r -didukung seluruh keluarga
t
Valcnsi ncgatif ARV harus disiplin di111inun1 SCUlllUr
hidup
I
i
I Pakai ARV i
Rcsolusi Konllik Vaknsi + n1cnguat
ARV
ARV
KONFLJK Approach-A voidanct:
clt:k.smnping: ancn1ia
Pandangan masa dcpan: Terus menggunakan ARV lvlcnggunakan tanaman obattradisional Tidak herhcnti mcnggunakan
~
Valensi positif ARV - kondisi tubuh n1en1baik - gejaln AIDS menghlang banyak bukti cocok dengan
-
I
Dainpak Kontlik dan Pengambilan keputusan Manfaat : sehat dan psikologis lega Perubahan:Disiplin 1ninmn ARV,percaya tanaman tradisional
Pengambilan keputusan = WISH STRATEGY I. Penilaian 1nasalah
Scbelmn terlambat menggunakan ARV
..._
2.
3.
4. 5.
Survey pilihan-pilihan Pakai ARV Tidak pakai ARV Pertimbangan Hidup sehat Meninggal perlahan Buat komit.Jnen Langsung setelah terbukti HIV+ Umpan balik Positif: badan sehat Negatif: anemia dan_g ganti-ganti
136
C. Perbandingan antar kasus 1. Gambaran Subjek Penelitian Gambaran latar belakang subjek secara ringkas dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini : Fraz
Adi
Yos
Umur
28
37
29
Domisili
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Sangat Latarbelakang
Religius dan
keluarga
perhatian
mengutamakan
Dari keluarga baik-
pendidikan
baik, ibu sangat
Agama dan
sayang
perhatian Latar belakang
Baik, pernah di
Sangat baik,
agama
madrasah
pesantren
Menengah atas
Menengah bawah
Ekonomi keluarga
Pendidikan
Formal, kuliah tidak selesai
Profesi
Konselor AIDS
Status
Belum nikah
Um urn, pesantren. Kuliah SI
kurang
Menengah atas
Formal hingga perguruan tinggi
Konselor AIDS,
Konselor AIDS,
penulis
peg.swasta
menikah
Belum nikah
137
2. Gambaran pengalaman subjek dalam memutuskan menggunakan ARV
Fraz, Adi dan Yos sama-sama telah merasa diri mereka telah terinfeksi HIV/AIDS sebelum pembuktian melalui tes HIV. Ketiga - tiganya bersikap cenderung biasa dan tidak terkejut setelah mengetahui terinfeksi. Kondisi Fraz dan Yos sudah disarankan mengkonsumsi ARV, bahkan Fraz saat itu memiliki CD4 hanya 12 dan mengalami penyakit oportunistik. Fraz dan Yos telah dianjurkan dokter dan memenuhi syarat menggunakan ARV. Sementara Adi, kondisi kesehatannya lebih baik, yakni CD4 nya diatas 200.
I
Fraz dan Yos memiliki latar belakang yang mirip dalam hal pemahaman terhadap pengobatan medis. Fraz dan Yos meyakini apa yang disarankan dokter adalah yang terbaik bagi mereka dan solusi pengobatan medis adalah paling tepat. Sementara Adi meyakini pengobatan non medis sama efektif bahkan tanpa efek samping.
Adi memiliki latar belakang yang paling berbeda dengan Fraz dan Yos. Adi berlatar belakang pesantren dan lingkungan yang sangat religius. Kesenangannya mempelajari literatur-literatur menyebabkan Adi memilih pemahaman yang luas tentang banyak hal terutama tentang penyakit dan macam-macam pengobatannya. Dari hasil studi dan kajiannya, Adi sangat tertarik pada pengobatan non medis. Setelah Adi terinfeksi HIV/AIDS, Adi
138
menjalankan terapi alternatif untuk menjaga kesehatannya. Terapi alternatif yang dijalani yaitu terapi bawang-putih, jinten, mengkudu serta terapi spiritual seperti sholat tahajud, dzikir dan ruqyah. Adi merasakan keefektifan terapi ini semua.
Keluarga Fraz dan Yos mendukung untuk menggunakan ARV. Dukungan itu membuat Fraz dan Yos mau menggunakan ARV. Dukungan yang terbesar bagi Fraz dan Yos secara nyata dan sangat menentukan adalah dukungan financial atau keuangan. Namun demikian Fraz dapat menggunakan ARV untuk saat ini dengan mendapatkan bantuan dari LSM asing untuk menggunakan ARV selama satu setengah tahun. Sementara itu untuk menggunakan ARV, Adi tidak memiliki cukup dana. Adi menyadari itu dan Adi mencari cara lain. Dilihat dari latar belakang agama Adi dan Fraz memiliki latar belakang yang kuat namun hal ini belum dapat mencegah untuk tidak melakukan ha! ha! yang tidak baik seperti mengkonsumsi narkoba yang dilakukan oleh Fraz . Sedangkan Adi melakukan nikah mut'ah karena ia mengetahui dalil yang membolehkannya namun demikain sebagian ulama tidak membolehkan nikah mut'ah. Sementara Yos memiliki latar bekalang agama yang kurang. Dari sebelum ia terinfeksi HIV/AIDS hingga sekarang kewajibannya menjalankan sholat lima waktu sering ia tinggalkan. Untuk lebih jelasnya proses yang dialami masing -masing subjek dapat dilihat pada label IV.2 dibawah ini
139
Tabel IV.2. Gambaran Pengalaman Subjek untuk menggunakan ARV Fraz
Adi
Yos
Proses memulai
Tes HIV,
Tes HIV, belum
Tes medical
ARV
disarankan oleh
disarankan,
sebelum msuk
dokter, dialog
menjalankan terapi
rehab,disarankan
dengan keluarga,
alternatif dan
dokter, keluarga
keluarga
efektif,belum
mendukung,
mendukung
menggunakan
menggunakan ARV
ARV Alasan; harapan
I
Terhindar dari
Ingin sehat tan pa
Menghindari dari
resiko kematian
efek samping dan
resiko terburuk
Harga:terjangkau
mu rah
Harga: terjangkau
Keluarga
Kesehatan masih
Keluarga:
mendukung
baik
mendukung
Tidak percaya non
Keluarga
Tidak percaya non
med is
mendukung
med is
Percaya alternatif efektif
Masa memulai
3 hari setelah
Belum
Langsung
ARV
disarankan dokter
menggunakan
menggunakan ARV
ARV
setelah disarankan
Medis, tradisional
Sebatas medis
Pengetahuan pengobatan
Sebatas medis
dan agama
140
Tabel IV.2. Sesungguhnya menggambarkan proses memutuskan mulai menggunakan ARV atau tidak. Proses menggunakan ARV cenderung menguat bagi ke tiga subjek bila kondisi kesehatan menurun. Fraz dan Yos memiliki kondisi yang hampir sama sebelum menggunakan ARV yaitu kondisi fisik lemah dengan CD 4 dibawah 200, Secara khusus dapat diperhatikan kondisi Fraz sangat mendesak untuk memulai menggunakan ARV. Saat itu kondisi Fraz sangat buruk melebihi Adi dan Yos . Pada kasus Yos yang meninjol adalah antisipasi terhadap kejadian yang terburuk yang akan dapat terjadi pada Yos. Kondisi Adi paling berbeda baik itu secaara kesehatan, wawasan ilmu pengobatan dan ekonomi. Hal yang perlu diperhatikan: 1.
Fraz dan Yos sudah dalam kondisi disarankan menggunakan ARV sedangkan Adi belum disarankan.
2.
Alasan terhindar dari resiko kematian pada Fraz dan Yos. Pada Adi resiko terburuk bisa diantisipasi dengan cara lain
3.
Secara khusus Adi selain belum saatnya, la memahami pengobatan lain. Adi menemukan substitusi untuk ARV
4.
Kesamaan: sama didukung keluarga dan tidak dapat diputuskan sendiri
141
3. Dinamika Konflik dan Pengambilan Keputusan untuk mulai menggunakan ARV 1.Tipe dan Proses Konflik Aspek gambaran ideal tentang obat "idaman" terhadap penyakit yang dialami subjek, mengantarkan subjek pada konflik dalam menggunakan ARV. Dalam hal ini semua subjek memiliki konflik yang sama ketika ingin menggunakan ARV yaitu approach-avoidance conflict atau konflik mendekat menjauh. Konflik ini akan dijelaskan sebagai berikut Fraz, Adi dan Yos menghadapi valensi positif dan negatif pada wilayah yang sama yakni ARV. Pada Fraz valensi' positif adalah kondisi tubuhnya sangat mendesak untuk mulai menggunakan ARV dan juga seluruh keluarganya mendukung. Sedangkan valensi negatifnya adalah Fraz khawatif terhadap efek samping dan peraturan minum ARV yang sangat ketat. Pada kasus Adi, ARV memiliki valensi positif bagi dirinya karena ARV dapat membuat dirinya lebih sehat dan ARV banyak juga yang cocok dengan teman-temannya. Namun Adi memiliki valensi negatif terhadap ARV yaitu, bila menggunakan ARV berarti I
Adi harus siap dengan efek samping dan juga valensi negatif lainnya Adi tidak memiliki dana cukup untuk membeli ARV dan Adi telah mendapatkan pengobatan pengganti I substitusi yaitu dengan terapi alternatif (bawang putih dan terapi agama).
142
Pada kasus Yo~ valensi positifnya adalah dirinya dapat sembuh bila minum ARV dan virus dalam darah dapat ditekan sehingga tidak begitu membahayakan dirinya. Sementara valensi negatifnya adalah keketatan untuk meminum setiap hari selain itu ada resiko virus imun pada ARV tertentu dan selanjutnya berganti-ganti jenis ARV. Tabel.IV.4. Konflik Appoarch - Avoidance Subjek
·-·-··
Tipe
Fraz Konflik
App -Avoid Menghindari
Wilayah
Val. Positif
resiko kematian
ARV
Val. Negatif
lnkonsistensi
Efek samping Prosedur ketat
Yos
Adi App -Avoid Lebih sehat Teman-teman banyak yang cocok Efek samping Dana
App -Avoid Menghindari dari resiko kematian
Prosedur ARV ketat
lngin ARV tapi
Bimbang bila
Ing in
takut resiko
kondisi tubuh
menggunakan
menurun dan
ARVtapi
Keseimbangan
melihat teman
khawatir tidak
semu
yang cocok
disiplin
***
***
Leave the field
***
Dari tabel tersebut dapat dilihat pada semua subjek secara umum beranggapan sama terhadap ARV yaitu memiliki valensi positif yaitu membuat badan lebih sehat dan mengurangi resiko kematian akibat infeksi
143
oportunistik. Valensi negatif secara umum sama yaitu efek samping dan pengobatan yang seumur hidup. Pada Adi valensi negatif ditambah dana yang tidak mencukupi dan selain itu ia memiliki substitusi ARV berupa pengobatan alternatif yang sudah dijalaninya bertahun-tahun dan hasilnya baik. Dari tabel tersebut dapat pula dilihat beberapa kesamaan yaitu subjek sama-sama mengalami keseimbangan semu. Penyelesaian dari dua subjek (Fraz dan Yos) terjadi karena salah satu daya dalam konflik yaitu daya keinginan hidup dan sehat menjadi lebih kuat dibandingkan resiko menggunakan ARV. Sedangkan Adi diselesaikan dengan adanya substitusi ARV berupa pengobatan alternatif yang terus dijalaninya.
2. Pengambilan Keputusan Setiap penyelesaian konflik merupakan bagian dari upaya pemecahan masalah. Dalam upaya inilah, terkandung pula aspek-aspek pengambilan keputusan. Seperti telah disebutkan pengambilan keputusan adalah suatu proses atau bagian dari upaya pemecahan masalah yang merupakan suatu tindakan memilih salah satu diantara sejumlah pilihan dengan disertai tanggung jawab atas pilihan yang diambil. Tahapan pengambilan keputusan dijelaskan melalui tabel berikut ini :
144
Tabel IV.4 Pengambilan keputusan: Tahap - tahap dan Strategi
1.
3
Adi
Yes
Harapan : ingin sehat, tidak ada efeksamping Nyata: sakit dan harus segera diatasi Resiko: efek samping, seumur hidup,resistensi virus
Harapan ingin sehat, bisa disiplin minum obat Nyata: sakit, CD4 200 Resiko: seumur hidup, efek samping, resistensi virus
Pertimbangan
+ menjadi sehat tapi
Harapan ingin sehat,dana cukup dan konsisten dengan cara alternatif Nyata: CD4 baik, dana kurang, mengetahui terapi substitusi Resiko:kondisi tubuh menu run 1. Mengunakan ARV 2. tidak menggunakn ARV 3. terapi alternatif + menjadi sehat tapi
seluruh
diminum seumur hidup
mahal dan menerima
harus disiplin dan
alternatif
- tidak minum obat
efek samping
seumur hidup
seumur hidup tapi
- tidak minum obat
- tidak dengan ARV
resiko kematian
seumur hidup,mahal
tapi harus siap segala
tidak terkenaefek
resiko
Pengenalan masalah I
2
Fraz
Survey alternatif pilihan
1.
2.
menggunakan ARV tidak menggunakan ARV
1.
2.
menggunakan ARV tidak menggunakan ARV
+ menjadi sehat tetapi
samping tapi resiko penurunan kesehatan
4
Membuat komitmen
3 hari setelah disarankan dokter
Memilih pengobatan non ARV hingga sekarang
5
Penerimaan umpan balik
Positif: sehat Negatif : ada efek samping
Strateqi
Wish stratenv
Positif:lebih sehat Negatif : infeksi oportunistik tetap ada Wish strategy
Keterangan + = konsekuensi positif - = konsekuensi negatif
Langsung menggunakan ARV setelah disarankan dokter Positif: sehat Negatif: efek samping,ganti kombinasi Wish strategy
145
Tahap ke 1 : Fraz dan Yos memiliki kesamaan mereka harus segera mengambil keputusan untuk menggunakan ARV. Selain itu kondisi Fraz dan Yos sedang sakit dan CD 4 nya dibawah normal. Selain itu Fraz dan Yos memilik cukup dana untuk mengkonsumsi ARV. Fraz dan Yos mengetahui resiko yang harus diterima. Pilihan mereka lebih menggutamakan keselamatan jiwa dan kehidupan yang lebih baik. Sementara Adi memiliki kondisi kesehatan yang leibh baik dari Fraz dan Yos. Adi belum disarankan menggunakan ARV. Adi telah menemukan bahwa pengobatan non ARV pun bisa menyehatkan dan juga tidak ada efek samping Tahap ke 2 : ketika subjek sama-sama memiliki pilihan. Fraz dan Yos memiliki pilihan menggunakan ARV atau tidak. Fraz dan Yos dari awal tidak meyakini pengobatan altenatif yang dapat mengatasi penyakitnya. Sementara Adi memiliki pilihan menggunakan pengobatan alternatif. Adi meyakini pengobatan alternatif bila dijalankan dengan konsisten dan sungguh sungguh dapat mengobati penyakitnya. Tahap ke 3 : tampak bahwa ketiga subjek yakin dengan pilihannya dan hal ini kemudian berpengaruh pada tahap ke 4. Tahap ke 4: Fraz dan Yos tidak berfikir lama. Mereka memutuskan untuk menggunakan ARV setelah berunding dengan keluarga. Sedangkan Adi semakin meyakini pengobatan alternatif yang dijalaninya dan ia akan semakin rajin menjalaninya. Adi ingin orang lain memilih hal yang sama dengan Adi.
146
Tahap ke 5 : ketiga subjek mendapatkan umpan balik positif yaitu kondisi fisik yang membaik. Fraz dan Yos mendapatkan umpan balik negatif yaitu efek samping dari ARV sedangkan Adi tidak ada umpan balik negatif atas pilihannya.
Dari seluruh tahap yang ditempuh oleh ketiga subjek terlihat kesamaan dalam startegi p1engambilan keputusan. Mereka sama-sama menggunakan Wish Strategy. Seseorang yang menggunakan Wish Strategy akan memilih alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan, tanpa memperdulikan resiko. Strategy ini tampak pada ketiga subjek. Apapun resiko yang nantinya diterima. Mereka memutuskan berdasarkan hal yang membuat mereka lebih baik.
3. Dampak Konflik dan Pengambilan keputusan Setelah ketiga subjek memutuskan pilihannya untuk menggunakan ARV atau tidak. Ketiga subjek bisa menjalani hidup dengan lebih baik, sehat dan lega. Fraz merasa lebih sehat dan dapat kembali beraktifitas seperti orang normal. Adi merasa tetap sehat dan CD4 tetap tinggi dan Yos merasa dirinya harus bersyukur ARV cocok dan ia menjadi lebih sehat. Setelah Fraz dan Yos memilih menggunakan ARV, mereka terus mengkonsumsi ARV seumur hidup dan harus tepat waktu minum ARV setiap harinya. Fraz dan Yos harus siap terhadap efek samping ARV dan resistensi dengan ARV lama. Sedangkan
147
Adi, terus menjalankan terapi alternatif seperti makan bawang putih, mengkudu, sholat tahajud, dzikir dan Ruqyah.
4. Pandangan terhadap masa depan: Fraz dan Yos tidak berfikir sama sekali untuk berhenti menggunakan ARV karena bagi mereka berhenti menggunakan ARV berarti membiarkan virus berkembang biak. Adi terus konsisten dengan pengobatan alternatif. Karena selama ini berefek positif. Namun demikian Adi mungkin menggunakan ARV suatu saat bila kondisi tubuhnya melemah dan perkembangan ARV terus bertambah baik.
BABV Kesimpulan, Diskusi dan Saran
A. Kesimpulan
1. Konflik dan pengambilan keputusan untuk mulai menggunakan ARV Alasan subjek untuk menggunakan ARV, selain karena terpaksa oleh keadaan kondisi fisik yang mendesak sehingga mereka memutuskan untuk menggunakan !'.\RV juga agar hidup mereka bisa lebih baik dan normal. Tapi untuk menggunakan ARV tidak mudah dan harus dengan syarat - syarat tertentu serta harus mau menerima konsekuensi dari efek samping ARV itu sendiri.
Pengambilan keputusan berjalan seiring dengan proses berlangsungnya Konflik. Dari lima tahap pengambilan keputusan, tiga tahap pertama bersinggungan dengan masa-masa dimana Konflik masih berlangsung. Adapun dua tahap yang terakhir memperlihatkan secara lebih detail bagaimana konflik itu diselesaikan dan konsekuensi yang mengikutinya untuk dihadapi. Konflik yang terjadi pada semua subjek menurut Lewin adalah Konflik approach-avoidance atau mendekat-menjauh yaitu adanya daya-daya yang bertentangan arah dengan kekuatan yang kira-kira sama.
149
Daya-daya yang bertentangan ini menyebabkan subjek mengalami dilema. kebingungan atau kebimbangan. Konflik dapat selesai setelah salah satu daya lebih kuat dari daya yang bertentangan lainnya. Konflik menggunakan ARV pada awalnya selesai ketika keputusan bulat telah dibuat. Namun konflik seputar ARV tetap akan terjadi selama hid up karena efek virus, perkembangan virus HIV dan kondisi tubuh yang tidak selalu sama dari hari kehari. Hal ini menyebabkan timbulnya permasalan baru pasca pengambilan keputusan. Permasalahan yang muncul pasca pengambilan keputusan dari seluruh subjek antara lain mengenai efek samping yang bebeda-beda dari masing-masing subjek, Kondisi fisik yangt tidak selalu stabil dan hal ini dapat menyebabkan datangnya infeksi oportunistik atau penyakit -penyakit baru . Selain itu masalah lain dari masing - masing subjek adalah mengenai dana . Pada penderita HIV/AIDS secara otomatis memerlukan dana yang lebih besar untuk merawat tubuh untuk melawan virus HIV yang ada di dalam tubuh walaupun dana dapat dikurangi dangan megngunakan pengoabatna tradisional. Hal karena Odha harus mengkonsumsi gizi cukup selain itu dibutuhkan vitamin dan mineral yang dapat menjaga stamina dan meningkantkan kekebalan tubuh.
Pengambilan keputusan untuk menggunakan ARV, cenderung menggunakan wish strategy. Seseorang yang menggunakan wish strategy akan memilih
alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan
150
tanpa memperdulikan resiko yang nantinya diterima, subjek memilih menggunakan atau tidak menggunakan ARV untuk mengatasi masalah dan mencapai keinginannya.
Subjek yang menggunakan ARV memiliki keinginan tetap terus menggunakan ARV. Keinginan ada karena mereka sadar bahwa ARV efektif menekan virus HIV/AIDS dalam diri mereka . Hanya saja mereka khawatir virus HIV sedikit demi sedikit resisten dan juga timbul efek samping. Dilain pihak ada pula subjek yang tidak atau belum menggunakan ARV. Ketidakmauan ini kemungkinan karena subjek lebih memilih pengobatan altenatif yang tidak beresiko, murah dan tidak ada efeksamping. Dukungan keluarga dalam memulai menggunakan ARV sangat besar dan menentukan.
D~kungan yang penting adalah dukungan dana.
Namun
demikian keputusan tetap diambil berdasarkan pilihan subjek sendiri. Pihak dokter dan keluraga hanyalah faktor-faktor pendukung untuk menggunakan ARV sementara keputusan tetap pada subjek sendiri. Subjek tidak mendapatkan paksaan melainkan kesadaran sendiri setelah mempertimbangakan seluruh resiko dan kemungkinan pilihannya untuk dilaksanakan.
151
2. Faktor penyebab Hasil analisis memperlihatkan adanya dua aspek penting yang mengantarkan subjek pada keingingan menggunakan ARV. Dalam hal in1 kedua aspek tersebut dapat dipandang sebagai faktor utama : 1. untuk menghindari resiko yang fatal atau kematian 2. tidak ada pilihan yang lebih meyakinkan selain ARV
B. Diskusi Dari hasil penelitian ini dapt dilihat bahwa pada umumnya subjek, mulai mau tes setelah dirinya masuk ke fase gejala Al OS. Hal in bisa berakibat fatal dan sangat merugikan diri mereka sendiri juga orang lain. Ketersediaan ARV merupakan hal yang sangat urgen bagi penderita HIV/AIDS apalagi bagi mereka yang telah masuk ke fase AIDS. Ada dua hal yang baik untuk didiskusikan dan diperjuangkan. Pertama, bagaimana ARV dapat dinikmati oleh orang yang sudah disarankan atau diharuskan karena hal ini menyangkut nyawa. Kedua, mencari solusi alternatif selain ARV. Banyak pengobatan yang belum tergali yang bersumber dar tanam-tanaman, terapi pemijatan, tenaga dalam dan juga pengobatan yang bersumber dari agama. Seiring peningkatan kasus HIV/AIDS dimana jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak dan mengalami perkembangan yang sangat cepat di negara berkembang termasuk Indonesia. Kasus HIV/AIDS menuntut penanganan dan perhatian yang serius. Sangat diperlukan langkah- langkah-nyata dan
152
cepat agar perkembangan HIV/AIDS dapat ditekan. Penekanan berkembangannya kasus HIV/AIDS itu salah satunya dengan memberikan informasi yang proporsional dan tepat tentang HIV/AIDS kepada semua masyarakat. Terutama di Indonesia, kasus HIV/AIDS berkembang karena minimnya informasi tentang HIV/AIDS dan informasi bagaimana penularannya. Pendidikan rakyat Indonesia yang sangat rendah dan terbelakang serta luasnya daerah Indonesia menyebabkan penginformasi bahaya HIV/AIDS kurang dapat dipahami oleh banyak orang.
Ada satu hal yang menarik yaitu berkembangan kasus HIV/AIDS seiring dengan menurunnya nilai- nilai moral dan agama di Indonesia, seperti hasil penelitian terhadap orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS sebagian besar mereka terinfeksi karena hubungan seks yang tidak aman dan melanggar agama serta moral selain itu juga karena penggunaan narkoba. Narkoba yang menjadi pintu masuk efektif bagi virus HIV/AIDS pun harus ditangani secara serius. Narkoba bukan hanya meningkatkan penderita HIV/AIDS juga meningkatkan kemiskinan dan kemelaratan bangsa ini.
153
C. Saran Selama menjalani penelitian ada beberapa hal yang menjadi cacatan penulis yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya: 1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam jumlah subjek yang lebih banyak agar hasil penelitian lebih beragam dan dapat menjelaskan lebih banyak dinamika konflik dan pengambilan keputusan pada orang dengan HIV/AIDS. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya dengan melakukan observasi yang lebih mendalam sehingga permasalahan subjek lebih dalam terungkap dan hasilo observasi dapat menguatkan serta melengkapi hasil wawancara. 3. Orang dengan HIV/AIDS ketika telah memerlukan atau telah disarankan dokter untuk menggunakan ARV sebaiknya terlebih dahulu memahami seluruh resiko dan konsekuensi yang mungkin timbul sehingga siap menerima segala kemungkinan setelah menggunakannya. 4. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya mempelajari pengobatan lain diluar ARV baik itu untuk menyembuhkan atau menjaga kesehatan tubuh. 5. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya lebih mendekatkan dirinya kepada Allah karena walau bagaimanapun ia telah menjadi sesuatu
153
C. Saran Selama menjalani penelitian ada beberapa hal yang menjadi cacatan penulis yang sekiranya idapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya: 1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam jumlah subjek yang lebih banyak agar hasil penelitian lebih beragam dan dapat menjelaskan lebih banyak dinamika konflik dan pengambilan keputusan pada orang dengan HIV/AIDS. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya dengan melakukan observasi yang lebih mendalam sehingga permasalahan subjek lebih dalam terungkap dan hasilo observasi dapat menguatkan serta melengkapi hasil wawancara. 3. Orang dengan HIV/AIDS ketika telah memerlukan atau telah disarankan dokter untuk menggunakan ARV sebaiknya terlebih dahulu memahami seluruh resiko dan konsekuensi yang mungkin timbul sehingga siap menerima segala kemungkinan setelah menggunakannya. 4. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya mempelajari pengobatan lain diluar ARV baik itu untuk menyembuhkan atau menjaga kesehatan tubuh. 5. Orang dengan HIV/AIDS ada baiknya lebih mendekatkan dirinya kepada Allah karena walau bagaimanapun ia telah menjadi sesuatu
154
yang "beda" dan harus menyiapkan apapun nanti dimasa depan termasuk setelah kematian yang akan datang bagi setiap orang. 6. Melihat dari perspektif Psikologi Agama dan Psikologi Pendidikan, penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan serta pemahaman yang selama ini didapat subjek tidak dapat mencegah dari perbuatan perbuatan tidak baik. Diperlukan peninjauan kembali pada diri subjek dalam kaitannya dengan pemahaman terhadap aspek moral dan agama. Ada pula baiknya kita meninjau sistem pendidikan dan pengajaran agama sehingga dapat diterima lebih baik lagi. 7. Melihat begitu berkembangnya jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS dan juga efek sosial dari kejadian tersebut diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat baik itu mulai dari pemerintah, kaum akademisi, LSM-LSM, orang-orang medis, masyarakat luas dan individu - individu untuk mengatasinya secara bersama-sama. Sedangkan langkah terbaik untuk dilakukan adalah hilangkan diskriminasi di masyarakat sehingga Odha dapat berperan wajar di masyarakat tanpa dicurigai atau dianggap aib bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Rita. L, 1991, Pengantar Psikologi, Jakarta, Erlangga Atkinson J.W.An lntroducton to Motivation, 1964, New York: Nan Nostran Reinhold Arikunto, Suharsimi, 1995, Manajemen Penelitian, Get 3, (Jakarta: Rineka Cipta). Atwater, Eastward, 1983, Psychology of Adjustment Prentic)
2"d· Edition (New Jersey:
Atkinson J.W, 1964, An Introduction to Motivation, New York: Van Nostran Reinhold Bart Smet, 1994, Psikologi Kesehatan, Jakarta, Grasindo Chatib, Suryatini B, Agustus 1998, Skripsi Dukungan Sosial yang dibutuhkan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS ), UI Depok Chaplin J.B. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemah, 1987, Jakarta, PT. Grafindo Persada. · Daradjat, Zakiah (1996), I/mu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Salaby. Departemen Kesehatan RI (2003), Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA lkatan Sarjana Psikologi Indonesia (1996), JPM: Jurna/ Psikologi Dan Masyarakat 2, PT. Grasindo. Kerlinger, Fred, N, Asas -asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajahmada University Pess Marshall, C dan Rossman, 1995,G. B, Designing Quallitative Research 2th. Edition, (London : Sage Publications) Mann L. dan Janis ,L. 1979, Decision Conflict (New York Free Press)
Making a Psychological Analysis of
Miles B. Mathew, A. Michal Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumbertentang Metode-metode Baru, Jakarta: UIP Moleong, Lexy J, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, , Bandung, Rosdakarya. Morgan, Clifford T, dkk, 1986, Introduction to Psychology,._ Singapore, Mc Graw Hill,lnc. · Muzaham, Fauzi 1995, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta, UI Press I
Nazir.Moh, 1983, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia. Rakhmat Jalaludio,1998, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya, Cet.12 Rom Harre dan Roger Lamb, 1986, Ensiklopedi Psikologi, Jakarta, Arcan Sarwono, Sarlito Wirawan, 2000, Teori - teori Psikologi Sosial, Jakarta, Rajawa(J Press Schellenberg, James A, 1997, Tokoh - tokoh Psikologi Sosial, Jakarta, Bumi Aksara Scoub, Barry D, 1994. AIDS dan HIV in Perspective,Adi Guide to Understanding the Virus and It's Consequences, Cambridge, Cambridge University Press.
Suryabrata, Sumadi, 1998, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Rajawali Pres Tjokronegoro, Arjatmo dkk. 1992, Seluk Beluk AIDS Ketahui, Fak. Kedokteran UI
yang Perlu Anda
Watson, David.L.1984, Social Psychology, Scienceand Application, Gleview lllionis: Scott, Foresman & Company. Winarno, Thomas 1980, Perkembangan Pribadi dan Kesehatan Mental, Bandung, Jemmars Yin, K. Robert 2000, Studi Kasus, Jakarta, Raja Grafindo.
Lembaran Observasi
Subjek: Tanggal: Jam:
Tempat:
Catatan Lapangan
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca dan kehadiran pihak lain di sekitar tempat wawancara
2. Gambaran fisik dan penampilan subjek
3. Ringkasan sikap subjek selama jalannya wawancara ( suara, intonasi, sikap tubuh, antusiasme, sikap kepada interviewer,dll)
4. Gangguan I hambatan selama wawancara
5. Catatan khusus selama wawancara
Pedoman Wawancara Konflik dan Pengambilan Keputusan Penderita HIV/AIDS untuk mulai menggunakan Obat ARV Latar Belakang Subjek
1. Bisa anda ceritakan bagaimana keberagamaan anda sebelum terkena HIVI AIDS ! 2. Bisa anda ceritakan bagaimana hubungan dengan orang tua,keluarga dan temanteman! 3. Bisa anda ceritakan bagaimana anda bisa terkena HIVI AIDS ! Sikap setelah terkena HIV/AIDS
1. 2. 3. 4.
Bagaimana sikap anda setelah terkena HIVI AIDS, bagaimana perasaan anda! Apa yang anda lakukan setelah anda tahu bahwa anda telah terkena HIVI AIDS ? Berapa lama anda menerima diri anda kembali setelah anda tahu terinfeksi HIV? Siapa yang anda beritahu terlebih dahulu setelah anda tahu terinfeksi HIV/AIDS? I
Perasaan sebagai Odha
1. Bagaimana perasaan anda setelah terkena HIV I AIDS jika dibandingkan ketika anda belum terkena ? 2. Bagaimana reaksi lingkungan terhadap anda , orang tua , kakak , adik, saudara, teman ? 3. Apa ada perasaan yang begitu menekan pada diri anda terkait sikap orang lain terhadap diri anda ? 4. Apakah anda takut menulari orang lain saat anda bergaul dengan orang itu ? 5. Apa yang membuat anda berbesar hati atau yang membuat anda sernangat dalam menjalankan kehidupan ini ? Sikap anda saat mulai I akan menggunakan obat ARV
I. 2. 3. 4. 5.
Dari mana anda tahu tentang ARV Apakah anda telah menggunakan ARV ? Apa yang anda ketahui tentang ARV? Apa yang anda ketahui tentang efek samping dari penggunaan ARV? Apa yang menjadi pertimbangan anda saat anda mau mulai mengkonsumsi ARV? Pertimbangan ekonomi apakah ha! yang penting dan sangat mempengaruhi dalam memulai mengkonsumsi ARV Pertimbangan visi hidup apakah itu penting untuk dapat bertahan Pertimbangan agama apakah ha! yang penting Pertimbangan kesehatan , kondisi kesehatan yang dirasa kian menurun
Pertimbangan efeksamping dari obat ini apakah menjadi pertimbangan utama Pertimbangan adanya obat - obatan selain terapi ARV seperti dengan obat - obatan medis lainnya maupun dengan pengobatan alternatifke orang pintar, dengan ramuan - ramuan , tenaga dalam dsb. Peran - peran orang atau lembaga disekitar Odha
I. Apakah peran konselor sangat penting atau sangat anda butuhkan , dalam bentuk apa konselor membantu anda ? 2. Apakah peran Iembaga LSM pemerhati Penderita HIV I AIDS penting , apa yang anda dapat kan dari LSM tersebut 3. Apakah nasehat dokter sangat mempengaruhi segala aktivitas anda , seperti misalnya anda dilarang merokok, anda harus makan yang bergizi ? 4. Kepada siapa anda sering mencurahkan isi hati anda? Hal - ha! apa yang menjadi pertimbangan saat anda akan menggunakan obat ARV? Hal - hal yang mendukung anda untuk menggunakan obat ARV apasaja ? Hal - ha! yang mendukung anda untuk tidak atau membuat anda ragu atau membuat anda tidak sepenuh hati menggunakan obat ARV Bisa anda ceritakan bagaimana langkah - langkah anda sebelum anda mulai mengkonsumsi ARV apa yang anda lakukan, apa berdiskusi
Proses terjadinya konflik 1. Apakah setelah anda tahu tentang manfaat danjuga resiko atau efeksamping atau konsekuensi yang anda hadapi terjadi sulit memutuskan , artinya anda harus memikirkan , tidak dapat langsung memutuskan dan harus berdiskusi
2. Apakah pertentangan I pertirnbangan itu sulit atau keputusan itu tidak !ah mud ah untuk di tetapkan ? 3. Bagaimana langkah - langkah anda menyelesaikan konflik ini ( konflik memutuskan penggunaan ARV ) 4. Setelah memilih langkah tersebut , bagairnana rasanya ? Apakah anda telah merasa terbebas dari konflik I masalah yang anda hadapi ? Mengapa ?
Pengambilan Keputusan untuk menggunakan obat ARV Unsur - unsur pengambilan keputusan : I. Hal - hal apa saja yang anda rasakan se 2. bagai masalah, sehingga sulit bagi anda untuk memutuskan memulai menggunakan obat ARV ? 3. Hal/ situasi I kondisi apa yang sebenarnya anda harapkan, artinya agar masalah itu terpecahkan ? 4. Dan ha! I situasi I kondisi apa yang pada kenyataannya anda hadapi ? 5. Apa ada cara lain selain menggunakan ARV untuk mengatasi HIV/AIDS, dan apakah anda memilihnya ? 6. Apa yang menyebabkan anda memutuskan untuk menggunakan ARV? Strategi Pengambilan keputusan
l. Pada waktu hendak mengambil keputusan , untuk setiap alternatif pilihan, konsekuensi apa yang anda perkirakan akan dihadapi ? Seberapa besar konsekuensi itu ? 2. Untuk setiap aiternatifpilihan, manfaat apa saja yang anda perkirakan bisa diperoleh? Seberapa besar manfaat itu ? Tahap - tahap pengambilan keputusan Penilaian Masalah 1. Terhadap masalah anda dalam memulai menggunakan obat ARV, menurut anda resiko apa yang mungkin tirnbul jika anda tidak berbuat apa - apa ( tidak melakukan perubahan ? Resiko apa yang mungkin tirnbul jika anda tidak menggunakan obat ARV, misalnya dengan pengobatan alternatifmaupun medis? 2. Jika anda memilih menggunakan obat ARV , apakah resikonya lebih besar/berat atau lebih ringan, dan bagaimana bila dibandingkan manfaatnya? Mengapa?
Survey altematif -altematif pilihan
I. Apakah semua altematif sudah dipertirnbangakan ? 2. Darimana saja alternatif itu anda dapatkan?
Menimbang seluruh alternatif pilihan 1. Berdasarkan konsekuensi dan kemungkinannya, altematif mana yang menurut anda paling baik untuk dilakukan? Mengapa?
Membuat Komitmen 1. Setelah mendapatkan jalan keluar, berapa lama kernudian anda memutuskan melaksanakannya? Mengapa ? 2. Kapan tepatnya anda menemukan salah satu altematif sebagai pilihan terbaik ? Dan kapan akhirnya anda kemudian menjalankan pilihan itu ?
Pcnerimaan Umpan balik 1. Bagaimana tanggapan lingkungan sosial terutarna keluarga terhadap keputusan anda untuk menggunakan obat ARV ? 2. Umpan balik apa saja yang bersifat negatif? Dari siapa saja? Bagairnana anda rnenghadapinya? Seberapa besar pengaruhnya bagi anda 3. Umpan balik apa saja yang bersifat positif?Dari mana saja? Bagaimana anda menghadapinya? Seberapa besar pengaruhnya bagi anda? 4. Setelah menggunakan ARV, pemahkah terpikir: apakah resiko yang ada demikian seriusnya kalau anda tetap memakai obat ARV ? Seberapa serius ?Dan apa dampaknya ? 5. Setelah anda menggunakan obat ARV, apakah resikonya meajadi lebih serius seperti efek samping dan dana yang sernakin besar ? Seberapa serius dan apa dampaknya?
Pasca Pengambilan keputusan ( Masa setelah menggunakan obat ARV) 1. Secara umum ,bagaimana rasanya setelah rnemutuskan menggunakan obat ARV? Hal positif apa yang anda dapatkan ? Apa pula ha! negatif yang didapatkan ? 2. Setelah memutuskan menggunakan obat ARV , bagaimana kehidupan anda kini ? 3. Hal - ha! apa saja yang berubah? Apa yang anda peroleh dari keputusan ini? Resiko I konsekuensi apa yang anda tenggung ? Mengapa demikian ? 4. Bagaimana pandangan anda untuk masa depan? Adakah kemungkinan untuk berhenti menggunakan obat ARV ?
CATATAN SUBJEK
\Jarna / lnisiul 1L'n1s l\.ela111in l \I ii ~I ~1 (I I''
•\l;11n:il I )()1Jllsii1
'end id i kan (Co rmal/i nfo rtna I) l)1..'kerjaa1l
Status 1111·