PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas Agung Nugroho Divisi Peny. Tropik & Infeksi Bag. / SMF Ilmu penyakit Dalam FK-UNSRAT / RSUP. Prof. Dr. R.D. kandou Manado
PENDAHULUAN • HIV adalah masalah infeksi utama di negara berkembang karena : Penyebarannya cepat & luas Terutama Mengenai usia muda, wanita dan anaknya Berdampak besar pada sosial, ekonomi, psikologis Masih mendapat stigmata dan diskriminasi luas Morbiditas dan mortalitas tinggi • Banyak masalah diagnosis dan penatalaksanaan HIV di negara berkembang dengan sumber daya terbatas
Diagnosis HIV/AIDS di negara berkembang • Diagnosis sering terlambat karena : Diagnosis klinis dini sulit karena periode asimptomatik yang lama. Pasien enggan / takut periksa ke dokter Sering pasien berobat pada stadium AIDS dengan infeksi oportunistik yang sulit didiagnosis karena : kurang dikenal manifestasi klinis atipikal sarana diagnostik kurang
DIAGNOSIS Klinis Curiga AIDS secara klinis : • Batuk lebih dari 2 – 3 minggu • Penurunan berat badan menyolok > 10 % • Panas > 1 bulan • Diare > 1 bulan • Perhatikan : kandidiasis oral • Herpes zooster yang luas, kambuhan • Sariawan rekuren dan berat
DIAGNOSIS klinis Curiga AIDS secara klinis : • Penyakit kulit :
• • • •
dermatitis seborroik kambuhan, psoriasis prurigo noduler, dermatitis generalisata
TB ekstrapulmonal : limfadenitis TB, efusi pleura TB, TB intestinal, TB peritoneal, TB kulit TB paru + kandida oral TB – MDR , TB-XDR
Limfadenopati generalisata Infeksi jamur kambuhan ( kandidiasis vagina / keputihan ) pada alat kelamin wanita Pneumonia berat berulang Pasien TBC terutama :
DIAGNOSIS Curiga HIV secara klinis : • Riwayat perilaku seksual • Riwayat penggunaan narkoba • Riwayat pekerjaan : pelaut, sopir truk, dll • Riwayat bekerja di daerah endemis dengan perilaku risiko tinggi • Riwayat transfusi • Perhatikan ciri khas / tanda kelompok risiko misal : tato , perilaku tertentu • Sekarang HIV sudah berkembang pada bukan kelompok risti misal ibu rumah tangga
DIAGNOSIS Laboratorium HIV 2. Diagnosis Laboratorium : Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot ( untuk konfirmasi ) Deteksi virus : RT- PCR, antigen p24 • Indikasi : Pasien secara klinis curiga AIDS Orang dengan risiko tinggi Pasien infeksi menular seksual Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT ) Pasangan seks atau anak dari pasien positip HIV
DIAGNOSIS laboratorium • Perhatikan negatif palsu karena periode jendela
Pada risiko tinggi , tes perlu diulang 3 bulan kemudian, dan seterusnya tiap 3 bulan. • Hati-hati positif palsu terutama pada pasien yang asimptomatik.
Pemeriksaan serologi harus dikonfirmasi dengan western blot, atau setidaknya harus dengan strategi 3 test dengan metode berbeda yang melibatkan ELISA.
Tes serologis strategi III tes 1 (T1) positif
negatif
tes 2 ( T2 ) Positif
negatif
laporkan negatif
ulangi T1, T2 T1+T2+
T1+T2-
T1-T2-
Tes 3 (T3) T1+T2+T3+
Positif
T1+T2-T3+ T1+T2+T3indeterminate
laporkan negatif T1+T2-T3risiko tinggi indeterminate
risiko rendah anggap negatif
DIAGNOSIS • Sebelum tes harus dikonseling dulu dan harus menandatangani surat persetujuan (inform consent ) Konseling dapat dilakukan di : klinik Voluntary Conseing and testing (VCT ) oleh konselor terlatih Tempat praktek, puskesmas oleh petugas kesehatan terlatih secara
provider initiative testing and conseling
( PITC ). • Jaga kerahasiaan status pasien
Penatalaksanaan di negara berkembang • Pengobatan suportif : Sebagian besar pasien malnutrisi : perlu dukungan nutrisi Multivitamin : B-complex, C, E, selenium Fawzi et al. N Engl J Med 2004 ;351(1): 23-32
• • • • •
Pengobatan simptomatik Dukungan psikososial : depresi, ansietas Pengobatan Infeksi Oportunistik ( IO ) Pencegahan IO : kotrimoksasol Pengobatan antiretroviral ( ARV )
Perawatan pasien HIV • Hindari stigmata & diskriminasi pasien • Jaga kerahasiaan status pasien • Jangan takut merawat pasien, risiko tertular pada petugas kesehatan sangat rendah • Rawat pasien dengan empati, jangan mendakwa/menghakimi perilaku pasien • Deteksi adanya depresi dan ansietas Putus asa sering membunuh pasien lebih cepat dari penyakitnya sendiri
Diagnosis & penatalaksanaan infeksi oportunistik Infeksi oportunistik ( IO ) tersering di Indonesia : • Infeksi saluran napas : Tuberkulosis paru & ekstraparu t.u. limfadenitis TB Pneumosistis pneumonia ( PCP ) Pneumonia bakteri berat
• Infeksi mulut & saluran cerna : Kandidiasis mulut ( tersering ) & esofagus Diare kronis : TB-intestinal, berbagai parasit
• Susunan saraf pusat ( neuro-AIDS ) Toksoplasma ensefalitis Kriptokokkus meningitis
• Mata : sitomegalovirus retinitis
Algoritme diagnosis & penatalaksanaan infeksi saluran napas / TB pada pasien HIV sakit berat
DANGER SIGNS Respiratory Rate>30/minute T>39 Celsius Pulse>120/min Unable to walk unaided
Algoritme diagnosis & penatalaksanaan infeksi saluran napas pada pasien HIV positif rawat jalan
Pengobatan antiretroviral (ARV ) ARV replikasi virus ↓ penularan
imunitas seluler risiko infeksi oportunistik mortalitas morbiditas
hidup lebih lama kualitas hidup membaik
Memulai ARV • Paling penting : Pasien harus sudah siap ; hambatan terhadap kepatuhan berobat seumur hidup harus sudah dapat diatasi • Sebelum mulai ARV perlu dilakukan : Konseling tentang ARV dan kepatuhan berobat Menilai ada tidaknya hambatan terhadap kepatuhan Risiko toksisitas jangka pendek dan panjang Penilaian awal laboratorium : CD4 dan viral load ( bila memungkinkan ) Darah lengkap, profil lipid, gula darah, fungsi hepar/ginjal
Jangan memulai ARV jika: • Pasien tidak memiliki motivasi • Pengobatan tidak dapat terus menerus seumur hidup • Tidak dapat memonitor • Gangguan fungsi ginjal / hati berat • Penyakit oportunistik / infeksi oportunistik terminal / tak dapat disembuhkan, misal : limfoma maligna
INDIKASI MULAI ARV WHO 2009 Untuk negara berkembang
Amerika serikat DHHS 2008
Stadium IV ( AIDS ) Mulai ARV Tanpa memandang CD4
- Riwayat diagnosis AIDS - HIV-associated nefropathy /HIVAN
Stadium III Mulai ARV TB paru, pneumonia berulang
Asimptomatik, CD4 < 350
Stadium I dan II Terapi hanya bila CD4 < 350
Ibu hamil
Koinfeksi Hepatitis B bila indikasi terapi antivirus
Indikasi mulai ARV • Pada CD4 : 350 – 500 sel/ml, dapat dipertimbangkan pemberian ARV bila : Penurunan CD4 > 100 / tahun CD4 < 17 % Viral load > 100.000 kopi/ml Keinginan pasien dengan adherance kuat Ibu hamil
DHHS 2008 : Aidsinfo.nih.gov
Indikasi mulai ARV Gejala & tanda klinis berkaitan HIV / AIDS
Ya
tidak
Mulai ARV
periksa CD4
CD4 < 350 Mulai ARV
350 – 500 periksa viral load
VL<100.000 ARV tunda kecuali
CD4 100/th., koinfeksi HBV/HCV
VL >100.000 ARV disarankan
CD4>500 ARV ditunda awasi ketat CD4 bila VL>100.000
Pedoman Terapi ARV • Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat • Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut: “ HAART “ (Highly Active Anti Retroviral Therapy) • Kombinasi ARV lini pertama pasien naïve ( belum pernah pakai ARV sebelumnya ) yang dianjurkan: 2 NRTI + 1 NNRTI • Di Indonesia : - lini pertama : AZT + 3TC + EFV atau NVP - alternatif : d4T + 3TC + EFV atau NVP AZT atau d4T + 3TC + 1 PI (LPV/r) • Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan ok risiko cepat terjadi resistensi bila sering lupa minum obat
Masalah pengobatan ARV & profilaksis 1. Resistensi ARV • Penyebab utama : kepatuhan / adherence rendah • Faktor risiko : usia muda, narkoba aktif masalah psikososial-finansial terutama depresi kurang motivasi & dukungan, kurang pengawasan dari petugas medis / lay support
Masalah pengobatan ARV & profilaksis • Efek samping obat terutama alergi obat ruam kulit : rifampisin, kotrimoksasol, nevirapin mual, muntah, sakit kepala : AZT, LPV/r Gangguan fungsi hati / ikterik : NVP, rifampisin anemia , leukopenia : AZT, kotrimoksasol • Interaksi obat lain dengan ARV : rifampisin dengan NVP antijamur : ketokonazole, itrakonazol antidepresan : trisiklik, SSRI benzodiazepin : diazepam, alprazolam
Masalah pengobatan ARV • Efek samping obat sering : anemia + leukopenia akibat AZT ruam kulit ringan – berat karena NVP , ABC hepatotoksik : sering NVP, bila koinfeksi HBV / HCV bersama dengan anti-TB bersama obat antijamur Ggn. saluran cerna : rifampisin, AZT neuropati : d4T, ddI
Hambatan pengobatan ARV di negara berkembang
• Kekurangan tenaga medis & infrastruktur medis • Keterbatasan fasilitas monitoring efektifitas terapi • Biaya pengobatan menentukan pilihan regimen • Ko-infeksi TB-HIV
Rangkuman • Diagnosis HIV sulit, perlu kecurigaan klinis • Penyebab kematian pasien HIV adalah IO terutama TBC. • Perlu kolaborasi TB-HIV / Kolaborasi VCT/CST dengan program DOTS-TB • Diagnosis dan terapi IO pada stadium lanjut (AIDS) sulit, kompleks, sering mahal. Usahakan deteksi pada stadium dini. • Pengobatan ARV kompleks, banyak efek samping. Sebaiknya dimulai di klinik Care Support and Treatment (CST) HIV/AIDS
TERIMA KASIH