PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
GERSON RAMANDEY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis di Kabupaten Nabire Papua adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam pustaka dibagian akhir dari tugas ini.
Bogor, 9 Desember 2005
Gerson Ramandey NRP. A 154 040 195
i
ABSTRAK RAMANDEY, Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire, dibimbing oleh NELSON ARITONANG sebagai Ketua dan EKAWATI SRI WAHYUNI Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Propinsi Papua turut memberikan wacana baru dalam pola pembangunan nasional dari top down menjadi bottom up, dimana masyarakat mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta sebagai subyek pembangunan. Namun pada era globalisasi ini kasus HIV/AIDS lebih meningkat di Propinsi Papua dan Indonesia pada umumnya. Pendekatan yang di dalam penelitian kajian ini adalah pendekatan partisipatif, maksudnya dalam memperoleh data dilakukan kerjasama dengan pihak responden pada saat observasi dan wawancara dan kerjasama dengan pihak informan melalui diskusi kelompok terarah. Sedangkan tujuan penelitian dalam kajian ini yaitu mengevaluasi program pengembangan masyarakat khususnya dalam pencegahan HIV/AIDS, kemudian menganalisis hambatan dalam pengelolaan organisasi serta menyusun strategi dan program penguatan kapasitas yayasan dalam pencegahan HIV/AIDS. ODHA (Orang Dengan HIV./AIDS) tidak menghadapi masalah kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Nabire termasuk daerah strategis dan daerah transit dengan memiliki sumberdaya alam yang tersedia seperti misalnya tambang emas, sehingga menarik banyak pencari lapangan pekerjaan dan salah satunya , sebagai pekerja “pendulang emas tradisional,” yang gampang dan cepat menguntungkan serta mempengaruhi terbentuknya perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi yang menyebabkan meningkatnya penderita HIV/AIDS . Para ODHA mengalami depresi (sedih dan stress) karena terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat serta bertentangan dengan HAM. Hal tersebut disebabkan warga masyarakat belum paham tentang HIV/AIDS, karena Pemerintah dan LSM/yayasan kurang efektif melakukan sosialisasi, dan kampanye publik berbasiskan masyarakat secara profesional. Yayasan Primari sebagai LSM peduli AIDS belum memiliki SDM yang memadai, disebabkan oleh sebagian anggota pengurus belum berpengalaman berorganisasi karena kurang peningkatan keterampilan dan pengetahuan, akibatnya pengelolaan organisasi kurang optimal dan kurangnya kerjasama, untuk lebih efisien dalam pencegahan HIV /AIDS. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan : (1) Observasi; (2) Wawancara Mendalam; (3) Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion); (4) Penelusuran data sekunder melalui berbagai sumber. Analisis data dilaksanakan secara kualitatif, dan data dapat dikelompokkan melalui table serta perancangan program dilaksanakan melalui identifikasi masalah yang dilanjutkan pada saat diskusi kelompok. Hasil tinjauan evaluasi pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis, menunjukkan bahwa masih lemahnya manajemen yayasan terutama disebabkan oleh ketrampilan staf yang belum berpegalaman , maupun prasarana dan sarana yang masih terbatas, restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan mempengaruhi anggota pengurus yang tidak disiplin. Sehingga strategi yang diharapkan melalui hasil FGD (Focus Group Discussion) yaitu penguatan kapasitas yayasan melalui program pelatihan: “Manajemen Proyek dan Organisasi” Bagi Pengurus Yayasan dan Program pelatihan: “Pendampingan Dan Konseling” bagi kader masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire. GERSON
ii
@ Hak Cipta Milik Gerson Ramandey, Tahun 2005. Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopi, microfilm dan sebagainya
iii
PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV/AIDS ( ODHA) DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
GERSON RAMANDEY
Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Magister Profesional Pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
iv
Judul Tugas Akhir
: PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA ) DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
Nama
: GERSON RAMANDEY
NRP.
: A. 154 040 195
Disetujui oleh Komisi
Drs. Nelson Aritonang, MSSW
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS
Tanggal ujian : 9 Desember 2005
Pembimbing
Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus :
v
PRAKATA
Puji Syukur
sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya,
maka penulisan tugas akhir
pengembangan masyarakat dengan judul: “Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire”, berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan ini sebagai tugas akhir pengembangan masyarakat merupakan tugas dan kewajiban bagi mahasiswa Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai aplikasi
dari materi
perkuliahan yang telah diperoleh dengan melakukan pemetaan sosial masyarakat, dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan serta kajian dalam kaitannya dengan perencanaan program sebagai upaya pengembangan masyarakat. Penulisan tugas akhir ini telah diselesaikan dengan baik atas bantuan berbagai pihak baik dukungan moral maupun material mulai sejak pengkajian sampai penulisan laporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Drs. A. Nelson Aritonang, MSSW dan Ibu Dr.Ir.Ekawati Sri Wahyuni, MS. sebagai komisi pembimbing, disela berbagai kesibukan senantiasa meluangkan waktu dan tiada hentinya telah memberikan berbagai saran dan masukan untuk penyempurnaan kajian ini. 2. Bapak Ketua Program Studi dan dosen-dosen yang mengasuh program studi Pengembangan Masyarakat yang telah membekali penulis dengan ilmu- ilmu pengembangan masyarakat, pada Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh pendidikan pascasarjana. 3. Bapak Drs. H. Chusman Jusuf, selaku Kepala Balatbang Departemen Sosial RI, yangt telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana S-2. 4. Bapak Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial STKS) Bandung
(
dan Bapak Drs. Ajat Sudrajat, M.Pd selaku Ketua Jurusan
vi
Pengembangan Sosial Masyarakat STKS Bandung , yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pascasarjana. 5. Bapak Anselmus Petrus Youw selaku Bupati Kabupaten Nabire, atas rekomendasi dan dukungannya pada
penulis, sehingga dapat mengikuti pendidikan
pascasarjana. 6.
Bapak Kepala Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire beserta jajarannya, atas perkenan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik.
7. Bapak dr. Linggawijaya, selaku Direktur Pelaksana Yayasan Primari Nabire beserta anggota pengurus yayasan, atas bantuan yang tiada terhingga, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian kajian dengan baik. 8. Bapak dan Ibu Tokoh Masyarakat, LMA Suku Mee, Petugas Sosial Distrik Nabire dan Para ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis Nabire, atas kesediaannya untuk memberikan berbagai informasi yang sangat berharga dalam penelitian kajian pengembangan masyarakat. 9. Isteri tercinta
T. Maryani, SF. dan anak-anakku tersayang
Novela serta saudara-saudara
Rio, Adithia, dan
yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat , sehingga kajian ini dapat terselesaikan pada waktunya. 10. Rekan-rekan Angkatan II Magister Pengembangan Masyarakat IPB – STKS Serta berbagai pihak, atas dukungan dan bantuannya, sehingga kajian ini penulis dapat menyelesaikan pada waktunya. Semoga kajian ini memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang meneliti lebih lanjut dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, 9 Desember 2005. Gerson Ramandey NRP. A.154040195
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serui Kabupaten Yapen Waropen Propinsi Papua pada tanggal 8 Agustus 1955 di Distrik Waropen Bawah dari pasangan Bapak Yermias Ramandey dan Ibu Veronika Sawaki. Pada tahun 1964 menyelesaikan SR Doorp School 3th di Paradoi Waropen Bawah dan tahun 1968
menyelesaikan SD YPK Mambor di Nabire.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama ( SMP) di SMP YPK Nabire. Pada tahun 1974 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Nabire. Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan
Sarjana Muda Jurusan Pendidikan Sosial Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Cendrawasih Jayapura. Pada tahun 1986 penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda STKS Bandung. Pada tahun 1988 penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Kesejahteraan Sosial pada STKS Bandung. Sejak tahun 1982 hingga 2000 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Irian Jaya di Jayapura dan pada tahun 2001 sebagai pegawai daerah ditempatkan di Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Nabire. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Konsentrasi
Bogor
pada
Pekerjaan
Pascasarjana Sosial
tahun
Magister 2004
Pengembangan
dengan
Beasiswa
Masyarakat pendidikan
pascasarajana dari Departemen Sosial Republik Indonesia.
viii
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
………………………………………………………. ………………………………………………………. ………………………………………………….
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …………………………………………………… 1.2. Masalah Kajian ………………………………………………….. 1.3. Tujuan Kajian ………………………………………………….. 1.4. Manfaat Kajian …………………………………………………. 1.5. Ikhtisar ……………………………………………………………. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguatan Kapasitas ………………………………………………. 2.2. Pencegahan ODHA ……………………………………………… ….. 2.2.1. Pencegahan ……………………………………………………. 2.2.2. Pengertian HIV/AIDS………………………………………….. 2.2.3. Dampak Orang Dengan HIV/AIDS ………………………… 2.3. Organisasi Sosial ……………………………………………………. 2.4. Pengertian Pemberdayaan …………………………………………. 2.5. Modal Sosial ………………………………………………….…….… 2.6. Pengembangan Masyarakat ………………………………………… 2.6. Kerangka Pemikiran …………………………………………….. 2.8. Ikhtisar ......................................................................................... III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Metode Kajian ……………………………………………………. . 3.2. Tempat dan Waktu Kajian ………………………………………….. 3.3. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….. 3.3.1. Pengamatan atau Observasi ………………………………… 3.3.2. Wawancara ……………………………………………… 3.3.3. Diskusi Kelompok ………………………………………….. 3.3.4. Studi Dokumentasi ………………………………………… 3.4. Penetapan Subyek Kajian Dan Informan …………………………. 3.5. Pengolahan Data …………………………………………………. 3.6. Metode Perancangan Program …………………………………… 3.7. Ikhtisar ……………………………………………………………….. IV. PETA SOSIAL KELURAHAN KARANG TUMARITIS 4.1. Gambaran Umum Lokasi …………………………………………. 4.2. Masalah sosial ………………………………………………………… 4.3. Kependudukan ……………………………………………………….. 4.4. Sistem Ekonomi …………………………………………………… 4.5. Struktur Komunitas …………………………………………….. 4.6. Kelembagaan Dan Organisasi Sosial ……………………………..
xii xiii xiv 1 3 3 4 4 6 7 7 8 9 10 11 12 13 14 15 18 18 19 19 20 21 21 22 23 24 26 28 29 30 33 36 38
ix
Halaman
4.7. Sumber Daya Lokal…………………………………………………….. 4.8. Konflik Sosial Dalam Masyarakat …………………………………….. 4.9. Ikhtisar …………………………………………………………………
40 41 51
V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. Analisis Kapasitas Kelembagaan …………………………………... 5.1.1. Pengelolaan Organisasi .………………. …………………..… 5.1.2. Kerjasama …………………………………………………….. 5.1.3. Kepemimpinan …………………………………………………. 5.1.4. Penggalangan Dana ……………………………. ………... 5.1.5. Kemitraan ……………………………………………………… 5.2. Analisis Pelaksanaan Program .……. ……………………………….. 5.2.1.Program Pencegahan HIV/AIDS ……… ……………………... 5.2.2.Program Bantuan UEP(Usaha Ekonomis Produktif)…………. 5.2.3.Program Pelayanan Kesehatan Dan Bantuan Obat……….… 5.3. Pengembangan Ekonomi Lokal ……………………………………… 5.4. Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial ………………………... 5.5. Kebijakan dan Perencanaan Sosial………………………………….. 5.6. Gambaran Umum Keberadaan Ya yasan …………………………… 5.6.1. Visi dan Misi Serta Tujuan Yayasan …………………………. 5.6.2. Pendekatan Yang Digunakan Yayasan ……………………… 5.6.3. Struktur Organisasi Yayasan ………………………………….. 5.6.4. Karakteristik Pengurus Yayasan ……………………………… 5.6.5. Sumber Pembiayaan …………………………………………. 5.7. Ikhtisar ………………………………………………………………
54 56 58 60 60 63 63 65 67 68 69 69 71 72 72 73 73 75 76 78
VI. RENCANA PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) 6.1. Analisis Masalah Dan Faktor Yang Berpengaruh ………………….. 6.2. Analisis Pemecahan Masalah ………………………………………… 6.3. Penguatan Kapasitas Yayasan …………………………………….. 6.3.1. Latar Belakang Rancangan Program………………………… 6.3.2. Tujuan Dan Sasaran . ……. ………………………………... 6.3.3. Penyusunan Rancangan Program…………………………… 6.3.4. Pengembangan Jaringan Kerja ………………………………. 6.4. Program Pelatihan Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat …………………………………………........ 6.4.1. Tujuan Dan Sasaran …………………………………………. 6.4.2. Strategi ………………………………………………………… 6.4.3. Fasilitator ……………………………………………………… 6.4.4. Program Pelatihan Anggota Pengurus …………………….. 6.5. Ikhtisar …………………………………………. …………………..
84 88 90 91 93 94 97 99 99 100 100 101 104
x
Halaman
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan …………………………………………………………. 7.2. Rekomendasi ………………………………………………………
106 106
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. LAMPIRAN- LAMPIRAN ……………………………………………………….
108 111
xi
DAFTAR
TABEL
Nomor Halaman
1
Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan masyarakat …………..
19
2
Jenis, Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data
………………………
22
3
Jenis Data Dan Jumlah Informan ………………………………………..
23
4
Komulatif Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Suku Di Nabire …………….
30
5
Komposisi Penduduk Menurut Umur,dan Jenis kelamin Di Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004 ……………………….
31
Kepentingan Dan Kebutuhan Pihak Konflik Tentang Pergantian Pimpinan Kolektif di Karang Tumaritis- Nabire …………
49
7
Hasil Penggalangan Dana Yang Diselesaikan, Th. 2002-2003
……
61
8
Hasil Penggalangan Dana Tahun 2003 – 2004 ……………………….
61
9
Gambaran Program Pencegahan HIV/AIDS Di Kelurahan Karang Tumaritis…………………………………………..
65
Karakteristik Pengurus Primari Menurut Jabatan Dalam Organisasi ………………………..........................................................
75
11
Pengembangan Kemampuan (Capacity Building)
76
12
Nilai Aset Berdasarkan Sumber Dana / Penyumbang…………………..
77
13
Prioritas Permasalahan Pokok dan Upaya Pemecahan … …………..
89
14
Rencana Program Penguatan Kapasitas Yayasan Dalam Pencegahan ODHA ………….. …………………………………..
94
Silabus Kurikulum latihan Manajemen Proyek Dan Organisasi Bagi Pengurus Yayasan .……………………………………………….
103
Silabus Kurikulum latihan Pendampingan Dan Konseling Bagi Kader Masyarakat ……………………………………………………
104
6
10
15 16
17
……………… ….
Jadwal Tentative Latihan Manajemen Proyek Dan Organisasi Bagi
Pengurus Yayasan dan Kader Masyarakat …………………………….…
104
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Nomor
1
Alur Pemikiran Penguatan Kapasitas Yayasan Dalam Pencegahan ODHA …………………………………………..
15
Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat Dan Anggota Pengurus Yayasan ……………………………………………………..
20
Kelompok Diskusi Terarah Di Balai Kelurahan Dan Kantor Yayasan ………………………………………………………
25
4
Denah Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis Nabire………………...
29
5 …. 6
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin…………………………….
32
Penduduk menurut tingkat pendidikan……………………………….
33
7
Penduduk menurut matapencaharian………………………………..
34
8
Sketsa Pemetaan Konflik …………………………………… …….
42
9
Pandangan ODHA Terhadap Keluarga & Masyarakat serta Perilaku ODHA Terhadap Diri Mereka Sendiri ………………..
43
10
Pandangan Keluarga & Masyarakat Terhadap Diri ODHA ………..
44
11
Alat Bantu Bawang Bombai
………………………………………..
45
12
Alat Bantu Pohon Konflik …………………. ………. ……………….
47
13
Poster AIDS Di Sudut Jalan & Diskusi Interaktif Suku Mee ………..
66
14
Penyuluhan HIV/AIDS ( Permainan KIE, Perpustakaan Mini dan MOS – SMU ) …………………………………………………….
66
15
KSM-UEP Pedagang Sayur ( Payung ) ……………………………
67
16
Sanitasi Lingkungan (Sarana Air Minum) dan bantuan obat
…….
68
17
Struktur Organisasi Yayasa Primari Nabire
……………….. …. . .
74
18
Kantor Yayasan Primari Nabire Dan Gedung Prim
……………..
74
19
Penyampaian Laporan & Penyusunan Rancangan Program ……..
91
20
Pembahasan
95
2 3
Program Dan Pelatihan ………………………………
xiii
21
Bagan Pengembangan Jaringan Kerja Yayasan Primari
……………
98
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1
Pedoman Wawancara
…………………………………………..
112
2
Peta Wilayah Kabupaten Nabire Dan Peta Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis …………………………………………………………. 3
………………………..
121
Foto-Foto (Kantor Kelurahan, Pasar dll.) 122
4
Foto- Foto Yayasan Primari
………………………………………
123
5
Foto-Foto Teknik Pengumpulan Data Di Lapangan: Wawancara, Dan Diskusi FGD (Focus Group Discussion)
124
……………………
6
Foto-Foto Kegiatan Yayasan Lainnya ………………………….. 7
125
Undangan Rapat Pertemuan Untuk Diskusi Kelompok (Daftar Hadir ) ………………………. 126
xiv
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan era globalisasi turut memberikan wacana baru dalam pola pembangunan nasional dari top down menjadi bottom up, di mana masyarakat mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta sebagai subyek pembangunan.
Namun dalam
era globalisasi tersebut juga meningkatnya arus
mobilitas penduduk dan terjadi pula meningkatnya kasus HIV/AIDS di Propinsi Papua dan Indonesia pada umumnya. Kabupaten Nabire termasuk daerah strategis di teluk cenderawasih yang letaknya di antara kedua
ibu kota Propinsi
yakni
propinsi Papua dibagian timur dan Propinsi Irian Jaya Barat di bagian barat sebagai peluang
meningkatnya arus mobilitas penduduk ke Nabire baik dengan
penerbangan udara setiap bulan yang ke Nabire dan menetap penduduk antara 473 – 868 jiwa sedangkan setiap bulan untuk pelabuhan laut bertambahnya penduduk antara 583 – 2756 jiwa (data mobilitas penduduk, 2002/2003). Kabupaten Nabire juga termasuk daerah transit
atau masyarakat mengatakannya Nabire
sebagai “pintu gerbang” bagi kabupaten lainnya melalui penerbangan udara dan jalan darat (program jalan trans Irian) sejak tahun 1988, misalnya
Nabire ke
Kabupaten Paniai (jalan darat), dan transportasi udara ke Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Wasior, Kabupaten Timika, Kabupaten Jayapura. Kabupaten Nabire memiliki sumberdaya alam tersedia diantaranya berupa
“
tambang emas” serta termasuk daerah transit tersebut, menarik banyak pendatang ke daerah tersebut sebagai pencari lapangan pekerjaan, salah satunya sebagai “pendulang emas tradisional”, sehingga terbentuk banyak perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Persoalan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial, dan ekonomi. Persoalan ini menjadi berat karena Pemerintah Daerah dan LSM/Yayasan
kurang efektif
melakukan sosialisasi dan kampanye publik tentang HIV/AIDS kepada masyarakat dan keluarga, sehingga masih banyak masyarakat belum paham tentang HIV/AIDS, akibatnya sering terjadi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA yang dirawat di
2 rumah dan di rumah sakit. Kabupaten Nabire pada Distrik Nabire terdapat tujuh kelurahan yang sebagian penduduk terjangkit pengidap HIV/AIDS dan salah satu diantaranya yakni Kelurahan Karang Tumaritis yang terpilih sebagai sampel penelitian, dengan alasan penduduk kelurahan ini terdapat banyak pengidap HIV/AIDS, yakni HIV sebanyak empat belas orang dan pengidap AIDS 48 serta jumlah keseluruhan
enampuluh orang. Sedangkan pengidap HIV/AIDS di
Kabupaten Nabire berjumlah seratus empat belas orang yang terdiri dari HIV sebanyak empat puluh dua orang dan AIDS sebanyak tujuh puluh dua orang. Sedangkan Kelurahan Karang Tumaritis populasi HIV/AIDS
pada tahun 2005
pengidap HIV/AIDS berjumlah enampuluh dua orang (54,38 %). Untuk jelasnya data HIV/AIDS secara terperinci dapat diketahui pada tabel empat (Komulatif kasus HIV/AIDS berdasarkan suku di Nabire ). Yayasan Primari salah satu diantara LSM/yayasan lainnya yang peduli terhadap AIDS, pada kenyataannya masih kurang efektif dalam penanganannya, karena pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan kurang kerjasama anggota pengurus. Hal ini disebabkan sebagian anggota pengurus belum berpengalaman dalam berorganisasi dan masih berperilaku tidak disiplin. Sebagian anggota yang belum berpengalaman dan perilaku yang tidak disiplin tersebut disebabkan belum restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan, sehingga dapat mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan. Untuk itu perlunya terobosan pemerintah guna penguatan kapasitas Yayasan Peduli AIDS seperti Yayasan Primari dalam mengikutkan anggota pengurus melalui pelatihan di bidang program dan administrasi, untuk peningkatan SDM dalam keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat melakukan pengelolaan organisasi yang optimal sebagaimana yang diharapkan. Dukungan penguatan kapasitas organisasi sosial atau yayasan melalui pelatihan anggota pengurus dan kader masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang strategis
dan potret keikutsertaan masyarakat
dalam tanggung jawab sosial terhadap pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. Sesuai uraian tersebut, “jika kurangnya peningkatan keterampilan dan pengetahuan maka akan mempengaruhi pengelolaan organisasi yang kurang optimal, dan kurang kerjasamanya anggota pengurus yang tidak disiplin dapat menghasilkan pekerjaan yang tidak memuaskan, sesuai penetapan jadwal pelaksanaan sebelumnya.” Untuk itu adanya perhatian bahwa peningkatan keterampilan dan pengetahuan, serta dukungan prasarana dan sarana sebagai faktor penentu
bagi kemajuan suatu
3 organisasi. Begitupun juga kurangnya penerapan peraturan kepegawaian dan restrukturisasi organisasi
yayasan yang sangat berpengaruh terhadap seluruh
aktivitas lainnya walaupun indikasi psikologisnya kecil, namun semakin lama akan muncul juga segi efeknya, karena saling terkait satu sama lainnya. Yayasan Primari adalah salah satu yayasan yang bergeraki di bidang pelayanan kesehatan masyarakat “membantu
sesuai dengan visi dan tujuan gerakan yayasan Primari yakni pemerintah
di
bidang
kesehatan
masyarakat
dan
bantuan
kemanusiaan.”
1.2. Masalah Kajian Berkaitan dengan latar belakang tersebut, maka fokus pada rumusan masalah pokok kajian: “Bagaimana Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire ?” Untuk penguatan kapasitas yayasan, maka perlunya peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam bidang program dan administrasi melalui On-the job training bagi anggota pengurus, sehingga dapat melakukan pengelolaan organisasi yang optimal dan kerjasama dengan KPAD ( Pemerintah Daerah) secara efektif untuk melakukan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi, lokakarya atau penyuluhan
serta
membantu ODHA di masyarakat. Berdasarkan gambaran
tersebut , dapatlah dirumuskan masalah kajian sebagai berikut : 1. Bagaimana permasalahan dan performa yayasan dalam penguatan kapasitas yayasan. 2. Sejauhmanakah dalam penguatan kapasitas yayasan, hambatan atau masalah apa apa yang mempengaruhi dalam pengelolaan organisasi. 3. Bagaimana strategi dan program yang tepat dalam penguatan
dan
pengembangan yayasan ini. 1.3. Tujuan Kajian Dari latar belakang tersebut, secara umum tujuan kajian adalah merumuskan strategi penguatan kapasitas Yayasan Primari dalam pencegahan HIV/AIDS(ODHA) di Kelurahan Karang Tumaritis. Untuk merumuskan strategi tersebut, maka secara khusus tujuan kajian ini adalah : 1. Menganalisis hambatan atau masalah yang dihadapi pengurus yayasan dalam pengelolaan organisasi.
4 2. Mengkaji aktivitas yayasan khususnya pengelolaan organisasi yang optimal dalam cara penyusunan program, kepemimpinan dan penggalangan dana maupun pengembangan jaringan kerja / kemitraannya. 3. Menyusun strategi
dan
perancangan program dalam penguatan kapasitas
yayasan untuk pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis. 4. Menyusun rancangan program pelatihan pengurus dan kader masyarakat untuk strategi program penguatan kapasitas yayasan dalam rangka pecegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis.
1.4. Manfaat Kajian Untuk kajian ini dapat dikemukakan
mengenai manfaat praktis, manfaat
akademis, dan manfaat strategis yaitu : 1. Manfaat praktis, adalah memberikan gambaran yang komprehensip terhadap penguatan kapasitas yayasan Primari, khususnya pengelolaan organisasi dan penyusunan rancangan program untuk terwujud pencegahan HIV/AIDS dan memotivasi tumbuhnya kepedulian masyarakat terhadap upaya pencegahan dan pemberdayaan ODHA. 2. Manfaat akademis , berupa bahan referensi dalam peningkatan keterampilan dan
pengetahuan
pengurus
yayasan
baik
teori
dan
praktek
untuk
pengembangan masyarakat secara partisipatif. 3. Manfaat strategi, berupa kontribusi terhadap berbagai strategi upaya penguatan kapasitas yayasan, agar pengelolaan organisasi yang optimal dan perancangan program
untuk pencegahan
AIDS serta semakin kurangnya stigma dan
diskriminasi yang terjadi terhadap ODHA.
1.5. Ikhtisar Dari bagian pendahuluan telah diuraikan mengenai latar belakang, masalah kajian, tujuan kajian dan manfaat kajian serta ikhtisar. Pendahuluan lebih mengutarakan bahwa berlakunya Undang-Undang monor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan era globalisasi di Kabupaten Nabire memberikan wacana baru dan perubahan diberbagai aspek bidang kehidupan, termasuk lunturnya nilai-nilai adat- istiadat dari budaya
masyarakat suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis.
Nabire termasuk daerah transit dan strategis serta memiliki sumber daya alam tersedia dapat mempengaruhi tingginya arus mobilitas penduduk sebagai pendatang baru dan juga pencari lapangan pekerjaan di daerah tersebut, di antaranya sebagai
5 pekerja: “pendulang emas tradisional.” Oleh karena itu terbentuknya perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi yang tidak terkontrol tersebut mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS. Persoalan meningkatnya penderita HIV/AIDS
tidak hanya menimbulkan
masalah kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial dan masalah ekonomi. Persoalan ini menjadi berat karena pemerintah dan LSM/Yayasan belum serius secara efektif melakukan sosialisasi, kampanye publik dan konseling
kepada
masyarakat dan keluarga. Akibat masyarakat dan keluarga belum paham tersebut dapat memberikan dampak yakni sering terjadi stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat dan keluarga terhadap ODHA yang dirawat di rumah dan di rumah sakit. Yayasan Primari merupakan LSM peduli terhadap AIDS pada kenyataannya kurang efektif dalam pencegahan AIDS, karena pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan kurang kerjasamanya anggota pengurus. Hal tersebut disebabkan juga oleh anggota pengurus yang belum peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta belum berpengalaman berorganisasi, sering
menghasilkan pekerjaan yang
tidak memuaskan. Yang diharapkan dalam mendukung
penguatan kapasitas
yayasan ini yaitu adanya peningkatan kemampuan indivisu personal, peningkatan kemampuan kelembagaan dan peningkatan kemampuan masyarakat (masyarakat dan keluarga). Ketiga hal tersebut perlu diperhatikan untuk secara
bertahap
direncanakan dalam pelaksanaannya agar mempercepat aktivitas sesuai prosedur birokratis
dalam manajemen organisasi yang lebih efisien.
Oleh sebab itu masalah yang dihadapi tersebut, tidak secara otomatis dilaksanakan secepatnya karena saling terpengaruh satu sama lainnya. Untuk itu perlunya
kegiatan
peningkatan anggota pengurus dan pengembangan
kelembagaan yayasan dan kemampuan masyarakat sangat dibutuhkan adanya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan dalam mendasari berbagai konsep dan teori yang akan dikaji secara mendalam, untuk meningkatkan penguatan organisasi dan komunitas lokal. Berkaitan dengan masalah kajian dan tujuan kajian, maka dikemukakan tinjauan pusataka sebagai teori yang mendukung masalah yang dibahas dalam kajian pengembangan masyarakat.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Penguatan Kapasitas Penguatan adalah suatu proses upaya yang sistematis menjadikan ketahanan sosial suatu masyarakat menjadi lebih baik, dinamis, berdaya dan kuat dalam menghadapi berbagai pemenuhan kebutuhan dan tantangan-tantangan atau hambatan yang dapat mempengaruhi eksistensinya (Prasodjo, Imam, 2004: 33 ). Pengembangan
kapasitas menunjuk pada upaya untuk mendukung organisasi
memberikan kontribusi dalam mencari alternatif pembangunan. yang
dikutip kembali oleh (Nasdian dan Utomo,
Menurut Maskun
2004: 18),
mengatakan:
Pengembangan kapasitas masyarakat merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatankekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya sumberdaya manusia kapasitas
menjadi suatu local capacity.
menurut Eade dan William dalam
“ …Strengthening priorities
sehingga
people’s
ekonomi
capacity to
dan
Penguatan
Shaughnessy (1999:5), adalah :
determine their
own values and
and to organize themselves to act on these, which is the basic for
development.” (“…memperkuat kapasitas orang-orang untuk menentukan nilai-nilai dan prioritas mereka dan untuk mengatur diri mereka sendiri serta yang merupakan dasar dari
bertindak dalam kegiatan
pengembangan.”). Selanjutnya dari
sumber yang
sama juga dikemukakan bahwa ada tiga elemen sebagai penguatan kapasitas, adalah : 1. Pembangunan manusia terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan, makanan, ketrampilan teknis. 2. Restrukturisasi organisasi pemerintahan dan swasta untuk menciptakan pekerja yang terampil dapat berfungsi sosial secara efektif. 3. Kepemimpinan politik yang memahami bahwa institusi merupakan satu kesatuan yang rentan dan mudah hancur.
Oleh karena itu
memerlukan pengembangan
kegiatan yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan ketiga elemen penguatan kapasitas tersebut di atas, maka perlu penguatan kapabilitas karakteristik personal selaku pengurus organisasi disegi
7 kesehatan, pendidikan dan kertrampilan teknis serta dukungan finansial bagi kemajuan organisasi. Kemudian restrukturisasi organisasi dapat bermanfaat dalam penempatan personal sesuai dengan keahlian ( the right man on the right place ) agar dapat berfungsi dalam aktivitas organisasi seperti semangat dan kemampuan kerjasama
akan
meningkatkan
mutu
yang
dicapai
secara
terus-menerus.
Selanjutnya kepemimpinan politik diperlukan seseorang yang seni dan kreatif serta mengatur masalah tanpa suatu alat dan memerintah tanpa bicara , menjadi tenang , konsisten serta menugaskan pekerjaan kepada bawahan/anggota sesuai kebiasaan sehingga kewajiban dapat dilaksanakan tanpa ketegangan. Pendapat lain juga dikatakan bahwa yang dimaksud Capacity Building adalah untuk menggambarkan serangkaian tindakan mulai dari mengembangkan kapasitas / kemampuan manusia secara langsung, restrukturisasi organisasi dan pemasaran tenaga kerja. Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang secara efektif dan efisien. Oleh karena itu menurut Supeno, (2002), penguatan kapasitas berarti adanya perubahan perilaku untuk : 1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Dengan demikian pengembangan kapasitas organisasi sosial dapat memanfaatkan sumber lokal yang tersedia dalam suatu komunitas untuk mendorong peningkatan aktivitas organisasi atau kelompok kemitraan dalam pemecahan masalah yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.2. Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) 2.2.1. Pencegahan Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina atau sewaktu menyandang sesuatu masalah), seperti pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah menyesatkan seseorang dalam kehidupannya. Pencegahan (preventive) menurut Gosita, Arif , (2004: 8 ), bahwa kata pencegahan berarti
mengadakan usaha perubahan yang positif. Dengan mengubah perilaku
8 kriminal, maka lebih dahulu kita mengubah lingkungan ( abstrak dan kongkret ) dan mengurangi hal yang mendukung perbuatan kriminal tersebut serta menambah risiko yang dikandung
pada suatu perbuatan kriminal (tidak merehabilitasi si pelaku
kriminil). Usaha pencegahan kriminalitas bergantung pada dua aspek perbaikan lingkungan tersebut di atas, terutama yang berperilaku menyimpang perlu diawasi dan nilai sesungguhnya yang ikut berpengaruh adalah respons adaptasi pada suatu situasi lingkungan. Dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu hasil dari lingkungannya. Menurut pandangan seorang biolog, bahwa susunan fisik seseorang adalah suatu adaptasi terhadap pengaruh lingkungan. Dengan demikian, pengertian pencegahan
dapat berarti luas, dan memperhitungkan perkembangan hidup
manusia yang berhubungan erat dengan lingkungan (yang abstrak dan konkrit) dengan titik berat pada hari ini dan hari kemudian seseorang.Untuk itu usaha pencegahan dapat pula mempercepat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan kehidupan lingkungan yang lebih baik.
2.2.2. Pengertian HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Icqired Immuno Defisiency Syndrome yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh manusia, sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya akan tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tahan tubuhnya tidak rusak. HIV adalah nama virus penyebab AIDS atau disebut Human Immuno Deficiency Virus .( Richardson, Diane, 3:2002). Cara penularan AIDS melalui hubungan seks (homo maupun heteroseksual) dengan orang yang mengidap HIV ( Benoit , Ferry and John, Cleland, 14;15, 1995 ), dan akan terjadi transpusi darah, dimana darah mengandung HIV serta alat suntik atau tusuk lainnya (akupuntur dll), bekas dipakai orang lain. Orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan menjadi pembawa dan penular HIVAIDS selama hidupnya. AIDS bila diterjemahkan bebas sekumpulan segala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang didapat dari faktor luar (bukan bawaan sejak lahir). Jadi, sebenarnya AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita (Trijatno Rachimbadhi, dalam Yatim, Danny Irawan, 5; 1995). Infeksi kuman bentuk ini disebut sebagai infeksi oportunistik. Pengidap AIDS sebagian besar penderita
9 sebelumnya terinfeksi virus HIV. Penyakit ini menyebabkan kematian pria kelompok usia produkitif antara 25 – 44 tahun, yang sangat merugikan sumber daya pembangunan suatu daerah.( Yatim, Danny Irawan, 2:1995). Penyakit AIDS tak seorang pun tahu berasal darimana. Penyakit AIDS merupakan penyakit serius dan meresahkan masyarakat, oleh karena itu perlu disikapi secara serius dan kontinyu.
2.2.3. Dampak Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA ) Seseorang
baru bisa ketahuan
terinfeksi HIV atau tidak hanya dapat
diketahui setelah melakukan tes darah yang biasa disebut
Tes HIV. Untuk itu
dapatlah dikemukakan mengenai dampak yang dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) secara garis besar meliputi 4(empat) hal pokok yaitu : a. Masalah psikologis yaitu adanya reaksi psikologis pada setiap ODHA saat pertama kali mengetahui tertular HIV dan timbul berbagai reaksi misalnya murung, putus asa,
dan kadang-kadang
membiarkan orang lain
ikut
ada keinginan
untuk balas dendam dengan
tertular. Berdasarkan hasil wawancara: menurut
pengalaman ODHA kepada para ODHA mengatakan bahwa masalah psikologis yang dihadapi mencakup empat tahap yakni depresi (kaget, sedih dan stress); penolakan (menolak bahwa dirinya
sakit atau terkena HIV, karena kenyataan
merasa sehat); tawar menawar ( di sini ia mulai berpikir untuk tetap sehat atau dibiarkan dengan konsekuensi); dan yang terakhir “penerimaan”, ( di mana seseorang terkena HIV mulai menerima keadaan dirinya dan berupaya untuk memelihara kesehatannya, termasuk untuk tidak menularkan kepada orang lain). Namun pada tahap terakhir kalau susah berobat karena obatnya mahal, maka ingin membalas dendam dengan
memberi kesempatan bergaul dengan siapa untuk
melakukan seksual. b. Masalah fisik/kesehatan yang utama adalah bagaimana agar bisa hidup secara sehat, masalah yang terkait dengan akses pada pelayanan obat dan masalah pemenuhan obat Antiretroviral/ARV yang saat ini cukup mahal (sekitar
Rp.
600.000,- per bulan ). c. Masalah sosial ekonomi, mencakup 3( tiga) hal pokok yakni : (1) adanya penerimaan
keluarga
/masyarakat
(untuk
menghilangkan
pengucilan
dan
stigmatisasi & diskriminasi) dalam lapangan pekerjaan; (2) Adanya kemudahan akses pada pelayanan kesehatan/pengobatan yang terbebas dari diskriminasi; (3)
10 perlunya sarana untuk konsultasi dan bimbingan yang menjembatani ODHA untuk sumber-sumber pendukung kebutuhan ODHA. d. Non psikologis adalah berkaitan dengan masalah relasi dengan keluarga, yakni bila ODHA setelah mengetahui bahwa dirinya terkena HIV maka dapat memberitahukan kepada keluarganya, dan pada mulanya keluarga tidak percaya, tetapi dengan pemberitahuan tenaga medis akhirnya benar-benar yakin. Langkah selanjutnya keluarga
mulai menghindari kontak (stigma dan diskriminasi terjadi)
dengan ODHA dan memisahkan
barang lain yang digunakan atau pergi tidur
dengan teman ODHA lainnya yang tidak begitu jauh dari rumah keluarga namun selalu diberikan bantuan makan dan bantuan lainnya termasuk
obat serta
perawatannya ke rumah sakit, agar dapat sembuh.
2.3. Organisasi Sosial Organisasi sosial (ORSOS) adalah lembaga/Yayasan/Perkumpulan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Yayasan adalah suatu kumpulan beberapa orang yang badan hukum dan tidak beranggota serta dikelola seluruh untuk tujuan sosial dengan mengupayakan pelayanan dan bantuan seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, memberikan bantuan pengembangan masyarakat dibidang ekonomis produktif dan sebagainya. Selanjutnya pengertian Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota (Hariyanto, 2002: 23). Organisasi Sosial adalah organisasi formal yang fungsi utamanya menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial dan ditujukan untuk memecahkan masalah dan atau memenuhi kebutuhan masyarakat ( Suharto; Edi, 1997 : 331 ).
Di Indonesia organisasi sosial menunjuk pada lembaga-lembaga
pelayanan kesejahteraan sosial yang dikelola oleh masyarakat, seperti Panti Asuhan, Panti Sosial Jompo yang dibawah yayasan tertentu. Sedangkan pengertian organisasi sosial menurut Depsos RI (1997:48 ) sebagai berikut : “ Organisas i sosial adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat sendiri baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Kesejahteraan Sosial.”
11 Organisasi sosial yang dimaksud berada di Desa / Kelurahan
yang memiliki
pimpinan, pengurus dan anggota penduduk setempat serta bergerak dibidang UKS, berdasarkan rasa pada kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan warga Desa/Kelurahan. Selanjutnya menurut Bakke dalam Sutarto, ( 1993: 30 ) dikatakan bahwa : “Organisasi sosial adalah suatu sistem yang kontinyu dari aktivitas orang-orang yang berbeda dan terkoordinasikan yang memakai, mengubah, dan memadu bersama-sama suatu perangkat khusus dari orang, barang, modal, pemikiran dan sumber-sumber alam ke dalam suatu ketunggalan, keseluruhan pemecahan masalah yang fungsinya adalah memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia tertentu dalam saling pengaruh dengan berbagai sistem lain dari aktivitas-aktivitas dan sumber-sumber manusia di dalam lingkungan khususnya.” Sehubungan dengan pandangan di atas, maka organisasi sosial merupakan suatu sistem yang berlangsung secara kontinyu dan terkoordinasi dalam mengemban fungsi dan tugas pokoknya perlu ditingkatkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dengan pemecahan masalah dapat memuaskan kebutuhan masyarakat berdasarkan aktivitas dan sumber-sumber masyarakat dilingkungan sosialnya. Keberhasilan ORSOS diupayakan untuk bersinergi dalam mengemban fungsi dan peranannya sampai sejauhmana dapat memberdayakan masyarakatnya secara individu keluarga dan masyarakat luas pada umumnya. Berkaitan dengan itu, maka menurut Triguno, ( 1995: 38;), mengatakan bahwa upaya untuk mencapai pengelolaan organisasi yang tingkat
optimal, maka bawahan harus secara psikologis
terlibat dalam
aktivitas partisipasional , artinya dapat memiliki kecerdasan dan kehendak untuk melakukan aktivitas bersifat gotong-royong atau kerjasama mereka akan menjadi lebih kreatif. Untuk itu dalam praktek kepemimpinan ( leadership), harus mengakui bahwa
orang-orang atau bawahannya memiliki keterampilan dan kemampuan
selain
apa yang dapat mereka kerjakan dengan tangan. Karena dengan
kemampuan untuk berpikir, dapat
menciptakan ide-ide baru, memprakarsai
prosedur baru serta cara-cara kerja mutakhir dalam pengelolaan organisasi yang optimal.
2. 4. Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment peningkatan
kekuasaan
dalam arti
(power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak
12 beruntung (disadvantaged). disadvantaged,
Empowerment aims to
increase the power of
menurut Ife , Jim, 1995. Selanjutnya Rappaport (1984) yang
diungkapkan kembali oleh Suharto, (1997) mengatakan bahwa “Pemberdayaan adalah suatu cara di mana rakyat, oraganisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya”. Pada proses pemberdayaan, yang harus diciptakan adalah saling ketergantungan satu sama lainnya artinya semua unsur stakeholder harus bekerja sama secara harmonis dan hanya dengan kerjasama harmonis inilah kekuatan akan mudah dimiliki semua pihak. Selanjutnya menurut Owin, Jamasy (2004 : 39 ), mengatakan bahwa … melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya ( mempunyai kekuatan ). Kekuatan dapat diketahui dari aspek fisik dan material, aspek ekonomi serta pendapatan, dan kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumber daya manusia ), dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan berdaya yang dimaksudkan anggota organisasi atau yayasan berdaya atau kemandirian anggota pengurus, bila pimpinan tidak ada ditempat bisa melaksanakan tugasnya secara mandiri.
2.5. Modal Sosial Penguatan kapasitas bisa dilakukan dengan memanfaatkan modal sosial yang dimiliki
masyarakat
itu sendiri. Modal sosial adalah
norma-norma dan
jaringan-jaringan kerja yang membuat orang bertindak kolektif. (Narayan dan Woolcock dalam Nuryana, 2002 :19). Menurut Portes yang dikutip Nasdian dan Utomo (2004:20) sumber dari modal sosial dapat bersifat consummatory yaitu nilainilai sosial budaya dasar dan solidaritas dan dapat berupa instrumental yakni pertukaran yang saling menguntungkan dan rasa saling percaya. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa modal sosial dapat diketahui dari aktivitas organisasi sosial dan kebutuhan ekonomi yang dapat terwujud dengan pengembangan kapasitas lokal (locality capacity ). Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat, terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat. Organisasi lokal merupakan modal sosial yang memiliki kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasinya dan kebutuhan masyarakat.hubungan antar
13 individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat. Senada dengan pendapat tersebut, maka
modal sosial (social capital) menurut
Woolcock (1998) dikutip oleh Nasdian dan Utomo (2004 : 21), bahwa modal sosial adalah informasi, norma dan kepercayaan yang timbal balik yang melekat dalam suatu jaringan sosial, sehingga modal sosial dapat dilihat dari empat dimensi yaitu : (1) integrasi (integration), yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan tetangga sekitarnya. (2) Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. (3) Integritas organisasional (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. (4) Sinergi (synergy) yaitu rotasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas (statecommunity relation). Memperhatikan pandangan tersebut, maka dimensi pertama dan kedua merupakan tingkat horizontal sesuai dengan tempat kajian yang mana masyarakatnya terjadi ingroup kuat dan diatur oleh kelembagaan adat serta dimensi ketiga dan ke empat pada tingkat vertikal mempunyai rasa kekerabatan yang terikat oleh norma dan nilai. Namun selalu berhubungan dengan masyarakat lainnya untuk mengalami
kemajuan sama dengan masyarakat lainnya. Kehidupan sosial
budayanya selalu berjiwa agresif dapat menyesuaikan dengan inovasi dari luar. 2.6. Pengembangan Masyarakat Membangun masyarakat menurut pandangan Nurdin, ( 1998 )pada hakekatnya, adalah usaha manusia untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu setiap manusia adalah perubahan struktur masyarakat bagi berhasilnya kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya menurut pendapat yang sama, mengtakan bahwa konsep pengembangan masyarakat sebagai proses yang merupakan perubahan dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik, perubahan dari satu atau dua orang maupun lebih yang mempunyai otoritas dalam pengambilan keputusan untuk kerjasama. Berkenaan dengan kajian ini, maka – pengembangan masyarakat adalah untuk mengatasi masalah yang dihadapi yayasan Primari dalam pencegahan HIV/AIDS
di kelurahan tersebut. Dengan
perencanaan program penguatan kapasitas yayasan akan terwujud dalam pengembangan masyarakat untuk aktif bersama-sama melakukan pencegahan HIV/AIDS.
14 2.7. Kerangka Pemikiran Salah satu sebab meningkatnya orang dengan HIV/AIDS adalah munculnya pekerja pendatang ke wilayah tersebut yang tidak terkontrol kehidupannya. Kemudian Nabire
termasuk daerah strategis yang menambah arus mobilitas
penduduk yang tinggi, kemudian sebagi kabupaten daerah transit bagi kabupaten di daerah pedalaman pegunungan tengah Papua juga Nabire memiliki sumberdaya alam yang tersedia berupa tambang emas, sehingga menarik banyak orang dari wilayah lain datang ke daerah tersebut untuk bekerja sebagai “pendulang emas tradisional” dan memperoleh keuntungan. Akibat dari banyaknya jumlah pekerja pendatang tersebut telah terbentuk banyak perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol itu dapat meningkatnya jumlah penderita
HIV/AIDS. Persoalan meningkatnya jumlah
penderita HIV/AIDS tidak hanya menimbulkan persoalan kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang serius. Persoalan itu menjadi berat karena banyak masyarakat belum paham tentang HIV/AIDS disebabkan oleh pemerintah dan LSM/Yayasan belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan keluarga, juga akibat lainnya sering terjadi stigmatisasi dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat terhadap ODHA. Kemudian ada kemungkinan meningkatnya HIV/AIDS disebabkan juga oleh pengaruh nilai budaya luar terhadap masyarakat lokal dan pengetahuan masyarakat yang sangat terbatas dapat menyebabkan pengaruh terhadap banyak remaja dan pemuda untuk mendapatkan uang dengan melalui praktek seksual.
Yayasan Primari yang selama ini bergerak dibidang pelayanan
kesehatan masyarakat dan bantuan kemanusiaan, dalam upaya pencegahan HIV/AIDS yang dilaksanakan tersebut masih kurang efektif penanganannya. Maksudnya warga masyarakat perlu dilibatkan dan dilatih serta diberikan tugas dan tanggung jawab agar melanjutkan pencegahan dilingkungannya, sehingga adanya pemahaman masyarakat dan keluarga serta berkurangnya jumlah penderita AIDS dan mencegah tidak terjadi stigma dan diskriminasi terhadap para ODHA. Hal tersebut diketahui bahwa sebagian anggota pengurus yang tidak disiplin dan menyelesaikan
pekerjaan
yang
tidak
memuaskan.
Untuk
itu
peningkatan
kemampuan anggota pengurus dalam bidang program dan administrasi , melalui On-the job training dan perubahan struktur organisasi yang baru, sangat diharapkan untuk lebih efektif dalam pengelolaan organisasi yang optimal. Dengan peningkatan keterampilan kerja anggota pengurus melalui pendidikan dan latihan atau on-the job
15 training dalam bidang penyusunan program dan administrasi, maka meningkatnya profesionalisme anggota pengurus
dalam
upaya penggalangan dana dan laporan
penulisan proyek proposal maupun
tahunan
terselesaikan tepat waktunya.
Kemudian terbinanya anggota pengurus untuk mendukung program kemitraan dengan instansi teknis pemerintah untuk mencapai tujuan kegiatan sesuai visi dan misi yayasan. Pengelolaan organisasi yang kurang optimal akan mempengaruhi kerjasama yang rendah diantara anggota pengurus akan menghasilkan pekerjaan yang tidak memuaskan. Dengan demikian keberhasilan peningkatan kemampuan anggota pengurus dapat mendukung penyusunan perancangan program maupun kemitraan yang semakin baik untuk mencapai keberhasilan penggalangan dana serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusive. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka alur kerangka pemikiran dalam kajian ini, sebagai berikut: BAGAN ALUR PEMIKIRAN PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
PERFORMA
YAYASAN : 1. Pengelolaan Organisasi Yang Kurang Optimal. 2. Kurang Kerjasama
MASALAH ODHA MASYARAKAT: 1. Pengaruh Nilai Budaya Luar 2. Kurangnya Pengetahuan
PENGUATAN
YAYASAN : YAYASAN: 1.Program 2.Kepemimpinan 3.Penggalangan Dana 4.Kemitraan
MASYARAKAT: 1.Pengetahuan 2.Gaya Hidup 3.Kesehatan 4.Peran Sosial
1.Kapasitas Penyusunan Rancangan Program 2.Kapasitas Pengembangan Jaringan Kerja
MASYARAKAT : 1. Kapasitas Pengetahuan Tentang HIV/AIDS 2. Kapasitas Kepedulian Masyarakat
Gambar 1. Alur Pemikiran Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire.
2.8. Ikhtisar Pada bagian ini dapat dikemukakan mengenai konsep dan teori dari para ahli yang berkaitan dengan kajian pengembangan masyarakat, khususnya pokok
16 pemikiran tentang : penguatan kapasitas, pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) , organisasi sosial ( arti organisasi sosial dan arti yayasan) , pengertian pemberdayaan, modal social, pengembangan masyarakat dan kerangka pemikiran. Kekuatan –kekuatan adalah sumberdaya alam dan sumber daya manusia , sumber daya ekonomi yang semuanya menjadi suatu local capacity atau kekuatan local. Sehubungan dengan itu, maka penguatan kapasitas yayasan adalah perubahan perilaku individu, perubahan organisasi
( kelembagaan) dan perubahan system
masyarakat untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien dalam arti pengelolaan organisasi dan kerjasama anggota pengurus. Oleh karena itu pandangan Supeno, bahwa penguatan kapasitas berarti perubahan perilaku untuk : (1) meningkatkan kemampuan individu (pengetahuan, keterampilan dan sikap); (2) meningkatkan kemampuan kelembagaan ( organisasi dan manajemen , keuangan dan budaya); (3) meningkatkan kemampuan
masyarakat ( kemandirian, keswadayaan dan
mengantisipasi perubahan).Ketiga hal tersebut dalam pengelolaan organisasi perlu diperhatikan bagi kemajuan organisasi tersebut. Jika tidak diperhatikan, maka akan berakibat fatal atau terjadi kegagalan dalam pengembangan organisasi itu sendiri ke depan dan
pengembangan masyarakat akan terjadi hambatan dalam
pelaksanaannya. Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA )
lebih
menguraikan tentang konsep pencegahan, pengertian HIV/AIDS, dampak orang dengan HIV/AIDS ( ODHA). Selanjutnya Gosita, Arif, bahwa konsep pencegahan ( preventive ) berarti mengadakan perbaikan dan usaha perubahan yang positif yakni sebelum mengubah perilaku
criminal, maka lebih dahulu kita mengubah
lingkungannya baik secara abstrak, misalnya sosialisasi, kampanye public, maupun pengawasan ketat terhadap keluyuran pada malam hari, pencegahan diskriminasi terhadap ODHA HIV/AIDS
melalui konseling
terjadi setelah seseorang
pada keluarga. Dampak
Orang Dengan
melakukan tes darah atau tes HIV, maka
diketahui para ODHA mulai merasa kurang percaya bila terkena HIV/AIDS. Tetapi setelah diketahui dengan surat resmi dari rumah sakit baru yakin bahwa tubuhnya terkena HIV. Hal ini membuat para ODHA terjadi dampak : masalah psikologis, masalah kesehatan (fisik) dan masalah sosial ekonomi. Masalah sosial mencakup : 1) penerimaan keluarga/masyarakat; (2) pelayanan kesehatan dan pengobatan; (3) untuk sumber-sumber pendukung kebutuhan ODHA. Organisasi sosial (ORSOS) adalah lembaga/yayasan /perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum semuanya merupakan
17 sarana partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial masyarakat. Yayasan adalah suatu kumpulan beberapa
orang yang berbadan hukum
yang
terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial., keagamaan, dan kemanusiaan.(Hariyanto, 2002). Sehubungan dengan itu maka Yayasan Primari
mulai kegiatan pelaksanaannya
pada tanggal 20 Mei 1999 di Kabupaten Nabire, tetapi juga di Kabupaten Paniai khususnya terdapat masyarakat suku Mee maupun masyarakat non suku Mee. Konsep pemberdayaan
memperhatikan kepada anggota
pengurus
setelah
mengikuti pendidikan dan latihan. Selanjutnya menurut Owin , Yamasy, 2004, bahwa
pendekatan
kekuatan). Untuk itu
pemberdayaan,
yaitu masyarakat berdaya (mempunyai
anggota pengurus
setelah mengikuti pelatihan di bidang
program dan administrasi
dalam peningkatan pengetahuan dan
keterampilan
berarti memiliki kemampuan dalam bekerjasama di antara anggota pengurus yang lain maupun
lebih eksis
dalam pengelolaan
organisasi untuk
meningkatkan
kemampuan masyarakat berupa pemahaman tentang bahaya AIDS. Modal sosial dalam kajian ini yakni agar memanfaatkan norma/ budaya lokal sebagai system sumber yang
dapat bermanfaat guna untuk mempercepat
dalam rangka
pencegahan HIV/AIDS serta Narkoba. Sistem sumber yakni merupakan sarana yang penting
untuk
memberikan jalan keluar bagi kelayan
dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang tadinya tidak diketahuinya. Misalnya pesta adat Yuwo merupakan modal sosial yang belum banyak dimanfaatkan segi positipnya akan menunjang
warga masyarakat yang mengalami kesulitan. Namun melalui pesta
adat Yuwo yang dilakukan dua tahun sekali tersebut, maka warga masyarakat yang mengalami kekurangan atau kesulitan dalam biaya anak sekolah, mereka tertolong itu sesuai dengan kebutuhan yang ada. pengurus dan
Peningkatan kemampuan
kader masyarakat merupakan
anggota
program strategis yang perlu
diperjuangkan dalam bentuk proyek proposal dalam rangka penguatan kapasitas yayasan dalam pencegahan HIV/AIDS termasuk juga kurangnya pengembangan kelembagaan seperti prasarana dan sarana yang masih terbatas
dan
mempengaruhi keaktifan anggota pengurus dalam penyusunan rancangan program dan kurangnya kerjasama anggota pengurus. yayasan perlu
Untuk itu
penguatan kapasitas
memperkuat kearifan tradisi masyarakat dan budaya
dalam pengembangan masyarakat
sebagai derajat kekuatan
diharapkan bagi kemajuan daerah tersebut.
suku Mee
(power), yang
18
III. METODOLOGI
KAJIAN
3.1. Metode Kajian Metode kajian yang digunakan adalah
kajian komunitas eksplanasi, yaitu
pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang berbagai aspek sosial komunitas melalui eksplanasi (menjelaskan) faktor penyebab suatu kejadian/gejala sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab akibat berkenaan dengan suatu kejadian atau gejala sosial melalui data kualitatif. Kajian ini difokuskan bagaimana penguatan kapasitas yayasan dalam pengelolaan organisasi dan kerjasama yang lebih optimal, baik dalam penyusunan rancangan program maupun penggalangan dana dan kemitraan, yang mendukung penguatan kapasitas yayasan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam pencegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis. Dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat memproleh informasi secara mendalam dan mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh dari pola perilaku, tindakan dan interaksi anggota pengurus yayasan tersebut. Dengan mempertimbangkan aras kajian tersebut, maka tipe kajian ini menggunakan aras kajian subyektif-mikro, yaitu upaya memahami sikap, pola perilaku dan upaya-upaya yang ada berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan, dengan menggunakan strategi studi kasus ( Sitorus dan Ivanovich, 2004 ). 3.2. Tempat dan Waktu Kajian Alasan pemilihan tempat kajian, karena telah diketahui bahwa generasi muda dari warga suku
sebagian
Mee pada Kelurahan Karang Tumaritis Distrik
Nabire terdapat banyak pengidap atau penyandang HIV/AIDS sebanyak enam puluh dua orang, yang terdiri dari HIV sebanyak empat belas orang dan AIDS sebanyak
empat puluh delapan orang, serta yang sudah meninggal sebanyak
sepuluh orang. Kajian
dilaksanakan di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten
Nabire. Pelaksanaan pemetaan sosial komunitas dilakukan pada bulan Nopember 2004, pelaksanaan evaluasi program pengembangan masyarakat dilakukan pada bulan Februari 2005 , di mana pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas yayasan
19 sudah berjalan selama satu tahun. Penulisan
sampai dengan kolokium dan
pengumpulan data dan penulisan laporan kajian dilakukan mulai bulan juni 2005, serta rincian jadwal ada pada tabel berikut. Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Di Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004 / 2005
NO.
K e gia t a n
2004 11
1.
Pemetaan Sosial
( PL I )
2.
Evaluasi Program
( PL II )
3.
12
2005 2
6
7
8
10
11
Pengumpulan Data Kajian : a. Pelaksanaan Wawancara
4.
b. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Penulisan Laporan
5.
Penggandaan Laporan KPM
3.3. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian lapangan adalah data primer dan sekunder. Data primari adalah data yang diperoleh dari informan dan hasil pengamatan lapangan. Data sekunder adalah diperoleh dari data statistik, dokumen/laporan, literatur atau publikasi yang diperoleh dari kelurahan atau instansi teknis terkait serta yayasan seperti monografi kelurahan, laporan tahunan, dokumen lainnya
3.3.1. Pengamatan atau Observasi Pengamatan langsung dilapangan
yaitu
mengamati
kondisi fisik sarana
dan prasarana Kelurahan, khususnya pengelolaan aktivitas organisasi dari yayasan dan kerjasama inter dan antar pengurus organisasi
dalam melakukan kegiatan
subyektif-mikro untuk pelayanan masyarakat; Pengamatan langsung dilapangan atau observasi langsung. Obsevasi langsung menurut Adimihardja dan Hikmat (2004), merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat dan lingkungan alam yang berkaitan dengan proses dialog. Observasi Langsung, adalah mengadakan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses terhadap
kondisi
pengurus
20 organisasi dan kondisi masyarakat dengan proses dialog
pada pertemuan
bersama. Dalam observasi langsung ke lokasi penelitian selama beberapa waktu sesuai kalender kegiatan hingga data dirasakan cukup terpenuhi. Adapun untuk penelusuran data sekunder yang diperoleh dari :
(a) Kantor Kelurahan Karang
Tumaritis. (b) Ketua RW 01, RW 02 dan RW 04. (c) Petugas Sosial Distrik( PSD ). (d) Sekretariat Yayasan Primari Nabire. (d) Jaringan kerja kemitraan lainnya.
3.3. 2. Wawancara Wawancara mendalam, yaitu
cara
pengumpulan
dengan permasalahan kajian melalui temu pengkaji dengan
data yang berkaitan
muka/temu wicara yang dilakukan
tineliti (informan). Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan
struktur tertentu tetapi terpusat pada satu pokok tertentu. Menurut Sitorus dan Ivanovich, (2004); wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang antara peneliti dan subyek tineliti. Melalui wawancara mendalam yakni menggali informasi secara mendalam dari subyek informan yang dipilih sehingga mendapatkan data yang lengkap. Untuk memudahkan pengumpulan data, pengkaji membuat pedoman wawancara. Dalam wawancara mendalam terjadi komunikasi timbal balik antara informan dan pengkaji secara tertulis maupun
guna memperoleh data primer
baik
lisan berdasarkan fakta dan pengalaman untuk proses
perencanaan program. Sebagai titik perhatian dalam penelitian adalah masalah dan upaya pencegahan orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ). Pelaksanaan wawancara pada empat lokasi yaitu di Kelurahan Karang Tumaritis pada tokoh masyarakat dan para ODHA, kemudian di Kantor Yayasan Primari pada anggota pengurus, di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire pada seksi pencegahan penyakit menular maupun di RSUD Nabire dan Puskesmas Karang Tumaritis untuk memperoleh data yangt akurat yang akan disesuaikan dengan kegiatan FGD yang diadakan. Untuk itu sebagai contoh gambar foto ditampilkan kegiatan wawancara dengan kedua informan yakni anggota pengurus yayasan dan tokoh masyarakat guna memperoleh data secara akurat, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2:
Wawancara dengan Tokoh Masyarakat dan anggota pengurus yayasan, Juli 2005.
21 Pelaksanaan wawancara di kantor yayasan Primari, tempat sekretariat yayasan, di rumah tokoh masyarakat, dan informan lainnya yang berkaitan dengan masalah pengkajian tersebut. Dari hasil pelaksanaan identifikasi masalah dapat dihubungkan klarifikasinya melalui diskusi kelompok terarah ( focus
group discussion ) atau
disingkat FGD di balai kelurahan dan kantor yayasan.
3.3.3. Diskusi Kelompok ( Group Discussion ). Diskusi Kelompok, yaitu suatu metode pengumpulan data yang
bisa
terbuka, meluas dan tidak terkontrol. Menurut Sumardjo dan Saharuddin (2005), hasil dari kegiatan diskusi kelompok digunakan untuk mengevaluasi atau melengkapi data sebelumnya. Focus Group Discussion (FGD ) ; dari sumber yang sama (2005 ), merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan sebagai pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu kelompok untuk membahas masalah khusus seperti
bagaimana
penguatan kapasitas yayasan untuk
pencegahan masalah sosial HIV/AIDS. Diskusi ini dilakukan secara aktif oleh setiap peserta dalam setiap kelompok untuk membahas suatu topik yang telah ditentukan. Diskusi ini akan dilakukan berkali-kali sesuai jadwal pertemuan di RW 01 Balai Pertemuan Kelurahan Karang Tumaritis dan Kantor Yayasan Primari Nabire. 3.3.4. Studi Dokumentasi /Studi Arsip Studi dokumentasi atau kajian dokumentasi dilakukan dengan menelaah beberapa laporan atau catatan termasuk foto yang relevan dengan masalah pengkajian. Sehingga diperoleh informasi data profil kelurahan mengenai jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan lembaga sosial dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat yakni Yayasan Primari yang ada di Kelurahan, sebagai potensi sosial yang membantu pengembangan masyarakat. Studi dokumentasi juga memperoleh data melalui instansi dan lembaga pemerintah seperti misalnya melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire dan Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Nabire. Untuk lebih jelasnya jenis dan sumber data yang dikumpulkan bisa dilihat pada tabel 2 berikut:
22 Tabel 2 : Jenis ,Sumber dan Teknik Pengumpulan Data, Thn 2005.
Jenis Data
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data P GD W SD
Sumber Data
A.YAYASAN : ( Pengelolaan Organisasi ) : 1.Penyusunan RancanganProgram 2.Kepemimpinan 3.Penggalangan Dana 4.Jaringan Kerja Kemitraan B. MASYARAKAT : 1. Pengetahuan Tentang HIV/AIDS 2.Kepedulian Masyarakat Terhadap HIV/AIDS
1. Pengelola Yayasan 2. Anggota Pengurus
3. PSD(Petugas Sosial Distrik ). 1. Pengelola Yayasan 2. Lurah ; 3. PSD; 4. Tokoh Masyarakat 5. Para ODHA
f.C
f.B 1
f.A 1
f.C
f.C f.C f.C
f.B 1 f.B 1 f.B 2
f.A 3 f.A 1 f.A 2
f.C f.D f.D
f.C
f.B 1
f.A 4
f.D
f.C
f.B 1
f.A 4
f.D
Keterangan Tabel 2 : W P GD SD f.B1 f.B2 f.C f.D
= = = = = = = =
Wawancara f.A1 = wawancara pada pengurus yayasan Pengamatan f.A2 = PSD (Petugas Sosial Distrik) Group Discussion f.A3 = Tokoh Masyarakat Studi Dokumentasi f.A4 = Masyarakat ( Ketua RW dan ODHA Pedoman Diskusi Kelompok Identifikasi Masalah ( Lampiran 6 ) Pedoman Diskusi Kelompok rancangan program ( Lampiran 7 ) Pedoman Observasi ( Lampiran 8 ) Pedoman Studi Dokumentasi ( Lampiran 9 )
3.4. Penetapan Subyek Kajian Dan Informan Penetapan informan seluruhnya sebanyak delapan belas orang. Dalam pelaksanaan penelitian pada subyek kajian untuk pengumpulan data baik melalui wawancara mendalam maupun diskusi yang dilakukan tersebut, maka penetapan informan disesuaikan dengan topik diskusi maupun penelusuran data saat kajian. Penetapan
sampel dilakukan berdasarkan
purposive sampling
yakni hanya
ditujukan kepada orang-orang yang langsung berkenaan dengan kegiatan penguatan kapasitas yayasan. Bila diperhatikan kepengurusan Yayasan Primari jumlah seluruhnya yang tetap aktif sebanyak enam orang anggota yang tetap dan sebelas
orang anggota tidak tetap. Namun yang ditetapkan
adalah pengelola yayasan sebanyak
delapan orang.
sebagai informan
Sedangkan penetapan
informan lainnya didasarkan kepada teknik snowballing, yakni Lurah Karang Tumaritis, Ketua RW 01, RW 02 dan RW 04 sebagai tokoh masyarakat dan para ODHA serta Petugas Sosial Distrik satu orang maupun anggota diskusi lainnya
23 dapat disesuaikan dengan jumlah informan yang ditentukan yaitu seluruhnya berjumlah delapan belas informan dalam penelitian seperti terlihat
pada tabel
berikut: Tabel 3. : Jenis Data Dan Jumlah Informan Tahun 2005 No.
Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
1.
Yayasan : (Pengelolaan Organisasi)
a. b.
Penyusunan Program Kepemimpinan
c.
Penggalangan Dana
d.
Jaringan Kerja Kemitraan
2.
Masyarakat :
a.
Pengetahuan HIV/AIDS
b.
Kepedulian Masyarakat Terhadap ODHA
Rancangan
Sumber Data
Jumlah Informan 8 orang
Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan & PSD
2 orang 10 orang
Tentang
Diskusi Kelompok Diskusi Kelompok FGD Diskusi Kelompok Dan Wawancara Mendalam. Jumlah
:
Pengelola Yayasan, Ketua RW ,tokoh masyarakat serta PSD Lurah, Ketua RW & tokoh masyarakat dan Para ODHA
6 orang
4 orang
18 orang
3.5. Pengolahan Data Pengolahan data adalah memasukkan data ke tabulasi atau komputer serta dibuat tabel frekuensi dan tabel silang. Sebelumnya data sudah harus diedit baik pada tahap pengisian kuesioner, pengkodean, maupun pada tahap pemindahan lembaran kode ke komputer (Sitorus
dan
Ivanovich , 2004: 25 ).
Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam bentuk satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding (Moleong, 2004 ).
Dengan demikian pengolahan data disesuaikan dengan
kebutuhan dari kajian. Untuk menganalisis penguatan kapasitas yayasan digunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati dilapangan. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah dengan mengolah dan
24 menganalisis data dengan menggunakan tabulasi frekwensi, seperti data jumlah penduduk
menurut
kelompok
umur,
tingkat
pendidikan,
disajikan
dengan
menggunakan tabel.
3.6. Metode Perancangan Program Metode perancangan program dalam kajian ini menggunakan metode Logical Framework Analysis (LFA) seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo dan Saharudin, 2004) dengan tahapan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : Tahap Pertama : Melaksanakan analisis masalah melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan Partisipatory Assesment Method (Metode Partisipatori asesmen) yang menghasilkan prioritas masalah. Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi dan permasalahan yang dihadapi pengurus yayasan dan masyarakat yang dimulai dengan pertemuan secara terpisah antara manajer yayasan dan anggota yayasan maupun pertemuan dengan tokoh masyarakat serta PSD (Petugas Sosial Distrik) terhadap perkembangan yayasan dalam penanganan HIV/AIDS. Selanjutnya akan diutarakan
sesuai dengan identifikasi masalah tersebut pada saat diskusi
kelompok yang diikuti sebanyak delapan belas orang. Dari hasil diskusi diolah berulang-ulang dalam proses pengujian data melalui klarifikasi data yang dilakukan melalui diskusi kelompok serta mengidentifikasi jaringan sosial diantara anggota dan pengurus, sebagai potensi untuk melihat jalinan hubungan kekerabatan atau jaringan kerja
yang mempengaruhi keberlanjutan
yayasan tersebut dalam
pencegahan AIDS. Adapun hasil yang diperoleh adalah kesepakatan program
penguatan
kapasitas
yayasan
pengembangan masyarakat dan menjadi
Primari
cukup
tanggung jawab
potensial
anggota
bahwa untuk
pengurus
yayasan serta perlu dukungan dari pihak tokoh masyarakat selaku Ketua RW di Kelurahan tersebut. Tahap Kedua : Melaksanakan analisis tujuan. Analisis yang telah dirumuskan, maka langkah selanjutnya, melaksanakan analisis tujuan melalui Partisipatory Assesment Method dan diskusi kelompok parsial serta diskusi kelompok seluruh anggota dan pengurus, sehingga memperoleh analisis tujuan yang akan dirumuskan bersama. Tahap Ketiga : Melaksanakan analisis alternatif berdasarkan analisis tujuan yang dirumuskan pada tahap pendahuluan. Pada tahap ini dirancang bersama komunitas sektor informal, analisis alternatif untuk memilih beberapa pokok kegiatan penting
25 dari beberapa alternatif yang ada, untuk dilakukan melalui diskusi kelompok yang selanjutnya dilaksanakannya melalui Partisipatory Assesment Method Tahap Keempat : Menyusun analisis pihak terkait berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan pada tahap wawancara. Tahap ini disusun matrik mengenai siapa saja pihak terkait (stakeholder) yang dimanfaatkan dalam perancangan program serta dianalisis mengenai kekuatan dan dampaknya masing-masing pihak terkait Tahap Kelima : Menyusun perencanaan program berdasarkan hasil diskusi dan tanggapan hasil diskusi tersebut. Kegiatan ini pada dasarnya dilaksanakan untuk memperoleh informasi atau data tentang keaktifan anggota pengurus yayasan berkaitan dengan pengelolaan organisasi baik secara kuantitas maupun kualitas dalam melaksanakan kegiatan pencegahan HIV/AIDS di daerah perkotaan, khususnya di Kelurahan Karang Tumaritis. Penyusunan program digunakan metode diskusi, dengan melakukan pertemuan pengurus dengan
Ketua RW dan tokoh
masyarakat, serta semua informan lainnya yang telah ditentukan. Kegiatan diskusi dilaksanakan
pada dua tempat yaitu pertama dilaksanakan di Balai Kelurahan
Karang Tumaritis pada hari Sabtu, 30 Juli 2005, kedua dilaksanakan di Kantor Yayasan Primari pada hari Selasa, 2 Agustus 2005 (foto terlampir). Dari pertemuan ini peserta diberikan kesempatan menanggapi topik pembahasan, dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok terarah” (Focus Group Discussion). Pada pertemuan tersebut
peserta diminta menuliskan kegiatan yang diinginkan dalam rangka
penguatan kapasitas yayasan.
Gambar 3 : Kelompok Diskusi Terarah di Balai Kelurahan Dan Kantor Yayasan.
Selama
kegiatan
diskusi
kelompok
terarah
berlangsung
para
peserta
menandatangani daftar hadir yang telah disiapkan peneliti. Setelah tujuan kegiatan teridentifikasi kemudian menentukan indikator dan melaksanakan penyusunan
26 program serta merancang waktu pelaksanaan program bersamaan dengan sumber biaya kegiatan. Dari hasil pertemuan diskusi kelompok terarah atau FGD ( Focus Group Discussion) tersebut, pada akhirnya menghasilkan suatu rancangan program dan kebutuhan anggaran terperinci sesuai dengan kegiatan. Dalam proses perancangan program maka penulis lebih menggunakan metode perancangan program dengan teknik
PRA dengan asumsi bahwa hasil
yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah perencanaan yang mencerminkan kebutuhan/aspirasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat. Untuk pengamatan bagi penguatan kapasitas yayasan itu sendiri yakni mengenai
bagaimana
keaktifan
anggota pengurus dalam pengelolaan organisasi sesuai sistem manajemen yang strategik seperti internal organisasinya ( surat-menyurat, pengelolaan keuangan, pertanggungjawaban laporan dan lainnya ) serta
manajemen kinerjanya atau
keterampilan kerja dari anggota pengurusnya. Melalui pembahasan dalam rangka merumuskan penguatan kapasitas yayasan yaitu dibahas secara partisipasi melalui Focus Group Discussion ( FGD), yang dilakukan pada hari pertama di Balai Kelurahan Karang Tumaritis dihadiri pengurus yayasan dan tokoh masyarakat serta para ODHA , kemudian pada hari yang kedua dilakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Yayasan Primari. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini dilaksanakan secara partisipatif melalui diskusi kelompok , kemudian merumuskan rencana program serta
mencapai hasil kesepakatan mengenai
rancangan program yang digunakan untuk penguatan kapasitas yayasan tersebut, dapat dibacakan untuk diketahui semua peserta diskusi. Selanjutnya dari hasil diskusi ini disesuaikan dengan hasil observasi, wawancara dengan berbagai pihak. Sedangkan data sekunder diperoleh di kantor kelurahan, kantor yayasan , KPAD(Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) Kabupaten Nabire, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten dan RSUD Nabire. 3.7. Ikhtisar Pada bagian metodologi kajian ini secara ringkas dikemukakan mengenai metode kajian; tempat dan waktu kajian; teknik pengumpulan data yang meliputi : pengamatan atau observasi, wawancara, diskusi kelompok, studi dokumentasi/studi arsip; penetapan subyek kajian dan informan; pengolahan data; dan
metoda
perancangan program, serta ikhtisar. Metode kajian dapat digunakan untuk pencarian pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai aspek sosial budaya
27 dan ekonomi yang ada pada kajian komunitas eksplanasi dan pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh terhadap pola perilaku dan interaksi di antara pengurus yayasan maupun dalam pengembangan organisasi khususnya sebagai modal sosial dalam pengembangan masyarakat . Pendekatan kelembagaan
berkaitan dengan
pengembangan masyarakat digunakan pendekatan partisipatif, yakni selain semua informan terlibat juga pada saat diskusi kelompok terarah wawancara secara lisan. Tempat dan waktu memperoleh data
kajian yang penting
dikemukakan di sini yaitu tempat
melalui observasi pada lingkungan di wilayah kelurahan (
balai/kantor kelurahan) dan kantor Yayasan Primari. Sedangkan waktu pelaksanaan kajian yakni terdiri dari : pemetaan sosial pada bulan Nopember 2004 sebagai pratikum pertama; evaluasi program pengembangan masyarakat sebagai pratikum kedua yang dilakukan pada dilaksanakan
bulan pebruari 2005, sedangkan pratikum ketiga
pada bulan Juli 2005 adalah pengumpulan data
dilaksanakan
kegiatan observasi langsung di kelurahan dan di kantor yayasan. Kemudian wawancara
dilaksanakan
kepada enam responden yaitu pengurus yayasan
sebanyak tiga orang , dua petugas rumah sakit, serta satu orang tokoh masyarakat. Selanjutnya data sekunder dapat diperoleh melalui laporan tahunan, dokumentasi pada instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Nabire dan Puskesmas Karang Tumaritis . Kemudian diskusi kelompok terarah dilakukan pada dua lokasi yaitu diskusi pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 30 Juli 2005 di Balai Kelurahan Karang Tumaritis dan dihadiri peserta sebanyak delapan belas orang yang dibagi dalam dua kelompok diskusi dan setiap kelompok terdiri dari
sembilan anggota kelompok .
Sedangkan diskusi
kelompok terarah dilakukan di Kantor Yayasan Primari pada hari Selasa tanggal 2 Agustus 2005 dengan peserta sebanyak delapan belas orang dan juga dibagi dalam dua kelompok. Selanjutnya
metode perancangan program
merupakan
kegiatan peserta diskusi dalam memahami topik yang di diskusikan, kemudian peserta dapat merumuskan dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan pada saat diskusi tersebut. Hasil diskusi yang tersebut para peserta merumuskan dan menyusun suatu
rancangan program
bersama, merancang program pelatihan
anggota pengurus dan latihan kader masyarakat.
28
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN KARANG TUMARITIS
4.1. Gambaran Umum Lokasi Peta Sosial Kelurahan Karang Tumaritis sebagai salah satu kelurahan dari sembilan kelurahan yang terletak di sebelah Selatan ibukota Distrik Nabire. Kelurahan ini secara administrasi pemerintahan maka dengan batas-batas letak wilayah kelurahan sebagai berikut : Sebelah timur
;
Desa Kali Harapan;
Sebelah barat
: Kelurahan Wonorejo;
Sebelah utara
: Kelurahan Karang Mulia;
Sebelah selatan
: Kelurahan Girimulyo.
Kemudian Luas wilayah kelurahan adalah 325,70 ha, terdiri dari empat RW dan delapan RT dan beriklim tropis serta merupakan penduduk asli 80 % suku Mee. Letak kelurahan strategis berdekatan dengan jalan raya Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai. Keadaan tanah termasuk datar tetapi bila curah hujan cukup tinggi maka di dataran rendah tertentu yang berdekatan dengan sungai akan terjadi genangan air dan setelah dua jam kemudian akan surut airnya, karena air mengalir ke daerah sungai dan langsung ke laut. Waktu tempuh ke Kantor Distrik
lebih
kurang sepuluh menit dan ke Kantor Bupati sepuluh menit. Sedangkan taxi/angkut sebagai alat transportasi angkutan kota yang selalu menghubungkan kota pemerintahan atau kelurahan lainnya selalu tersedia baik kendaraan roda empat maupun
ojeg masih ada hingga larut malam. Sarana angkutan umum lainnya
seperti sepeda, sepeda motor, taxi, truk yang
ada setiap saat dan tidak ada
kendala bagi warga penduduk dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Untuk sarana angkut hanya tersedia mulai jam 06.30 hingga jam 20.00, sedangkan taxi hingga jam 21.30. wilayah
Lokasi kelurahan termasuk daerah cukup ramai dan berada di
tengah kota kabupaten serta merupakan zona bisnis ekonomi, karena
mempunyai pasar sentral nomor dua sebelah selatan dari kota kabupaten dan fasilitas pendukung lainnya seperti perkantoran, puskesmas, sekolah, pertokoan/ perdagangan, komunikatif
tempat
peribadatan maupun diapit oleh dua jalan raya yang
lancar dengan kendaraan lalulintas setiap harinya,
tetapi
pada
malam hari terjadi suasana sepih, sebab kendaraannya semakin berkurang.
29
Denah Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis Nabire
Gambar : 4. Denah Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis, 2004. Ditinjau dari segi akses, maka antara Kelurahan Karang Tumaritis dengan pusatpusat pemerintahan Kabupaten Nabire, maka jarak tempuh kelurahan dari Kantor Distrik /Kecamatan dua Km, kemudian dari Kantor Bupati Nabire dua Km.
Waktu
tempuh kantor kelurahan ke kantor Distrik dan Kantor Bupati Nabire sepuluh menit. Dari Kelurahan Karang Tumaritis dengan jarak tempuh delapan belas jam ke ibu kota Propinsi Papua yakni Jayapura dapat menggunakan kapal laut PELNI, sedangkan menggunakan pesawat terbang dengan jarak tempuh satu jam lima puluh menit.
4.2. Masalah Sosial Masalah sosial yang sementara menjadi fokus
perhatian
di Kelurahan
Karang Tumaritis adalah masalah kenakalan remaja dan meningkatnya penyandang masalah sosial HIV/AIDS.
Warga masyarakat lokal , khususnya orang dengan
HIV/AIDS ( ODHA), pada Kelurahan Karang Tumaritis sebanyak enam puluh dua orang yang terdiri dari HIV : empat belas orang dan AIDS sebanyak empat puluh delapan orang. Meningkatnya masalah sosial HIV/AIDS pada sebagian warga di Kelurahan tersebut, disebabkan munculnya pekerja pendatang ke wilayah tersebut yang tidak terkontrol kehidupannya. Kelurahan ini letaknya strategis dekat dengan jalan raya menuju ke tempat pendulung emas tradisional dan Kabupaten Paniai, serta
terbentuknya rumah kumuh pada kelurahan tersebut dan berkembangnya
30 praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi
yang tidak terkontrol ini ,
memberikan dampak meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS. Untuk jelasnya dapat ditampilkan data tabel berikut : Tabel 4 . Komulatif Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Suku Di Nabire NO.
NAMA SUKU
HIV
AIDS
JUMLAH
% tase
1.
Mee
14
48
62
54,38*)
2.
Jawa
21
0
21
18,42
3.
Dani
1
1
2
1,75
4.
Bugis (Makasar )
0
3
3
2,63
5.
Maluku /Tanimbar
0
1
1
0,87
6.
Toraja
3
3
6
5,26
7.
Biak
1
3
4
3,52
8.
Sulawesi Utara
2
2
4
3,52
9.
Sorong
0
4
4
3,52
10.
Serui
0
1
1
0,87
11.
Moni
0
3
3
2,63
12.
Tidak diketahui
0
3
3
2,63
42
72
114
Jumlah :
Sumber Data
:
RSUD
100,00
Nabire, tahun 2004. *) = populasi lebih banyak
Secara kumulatif banyak terjadi kasus pada praktek seksual khususnya hetero seks, sehingga sering menjadi urusan adat dan terjadi pembayaran antara kedua belah pihak. Populasi penderita HIV/AIDS lebih banyak terdapat pada kelurahan ini. Jumlah penderita HIV/AIDS menimbulkan persoalan kesehatan , sosial dan ekonomi yang serius. Kemudian
banyak masyarakat belum paham tentang masalah
HIV/AIDS tersebut dan pemerintah belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan keluarga, maka sering terjadi adanya stigmatisasi dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat
terhadap ODHA yang dirawat
di rumah dan rumah sakit.
4.3. Kependudukan Penduduk Kelurahan Karang Tumaritis dulunya termasuk pemukinan sosial, sehingga dikatakan homogen karena mayoritas penduduknya adalah penduduk asli suku Mee, walaupun sekarang mulai berdatangan pendatang baru dari luar yang menambah rumah-rumah baru. Kelurahan ini terdapat tiga RW masih termasuk penduduk asli sedangkan satu RW termasuk penduduk campuran dari luar.
31 Kedatangan pendatang dari luar tidak mempengaruhi etnis budaya setempat, karena mayoritas penduduk asli mempunyai ingroup sangat kuat dalam kekerabatan mereka dan mempunyai pengaruh kebersamaan dalam berbagai aktivitas setempat untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka setiap harinya. Namun banyaknya
pendatang baru ada pengaruh nilai budaya luar seperti adanya potensi masalah sosial misalnya munculnya kenakalan remaja, prostitusi dan sebagainya. Setiap kepala keluarga pekarangan
memiliki rumah yang letaknya teratur dengan
mempunyai
dan adanya tanaman jangka panjang dibelakang rumah, tetapi
kedatangan pendatang baru
menawarkan pekarangan rumah bagian belakang
untuk menempatinya. Hal ini akan mengkhawatirkan akan terjadi perumahan yang kumuh serta justru Tetapi
mudah timbulnya konflik laten atau masalah sosial lainnya.
dengan kontak sosial dalam kehidupan bermasyarakat terjadi suatu
perubahan yang positif akan berkembang maju dalam hubungan perekonomian, pendidikan, keagamaan, pemerintahan dan sebagainya. Penduduk menurut umur dan jenis kelamin adalah laki-laki
berjumlah
1.633 orang ( 53,84 % ) dan
perempuan berjumlah 1.400 orang ( 46,16 % ), seperti terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin, di Kelurahan Karang Tumaritis. Tahun 2004. NO.
Golongan Umur (tahun )
Jenis Kelamin
Jumlah
% tase
L
%
P
%
0 - 4
78
4,78
53
3.78
131
4,33
2.
5 - 9
61
3,73
61
4,36
122
4,02
3.
10 - 14
93
5,69
79
5,64
172
5,67
4.
15 - 19
107
6,55
97
6,93
204
6,73
5.
20 - 24
111
6,80
97
6,95
208
6.87
6.
25 - 29
118
7,22
105
7,50
223
7,35
7.
30 - 34
111
6,80
109
7,78
220
7,25
8.
35 - 39
129
7,94
121
8,64
250
8,24
9.
40 - 44
142
8,69
133
9,50
275
9,06
10.
45 - 49
133
8,14
108
7,71
241
7,95
11.
50 - 54
156
9,55
108
7,71
264
8,70
12.
55 - 59
144
8,81
120
8,57
264
8,70
13.
60 - 64
135
8,26
111
7,93
246
8,11
14.
65 +
115
7,04
98
7,00
213
1.633
100
1.400
100
3.033
1.
Jumlah
7,02 100
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis, 2004
Struktur umur penduduk
Kelurahan Karang Tumaritis
pada
tabel tersebut
32 di atas menunjukkan bahwa tingkat dengan mengecilnya jumlah orang
kelahiran menurun, dengan
hal ini ditunjukkan
usia (0 - 4) tahun dan ( 5 - 9 )
tahun, sedangkan usia produktif yaitu usia (15 - 24 ) tahun
cukup banyak
Selanjutnya pada tabel usia
pada angka 30
tahun
ke atas
penduduk mempunyai jumlah usia
menunjukkan
tingkat
mobilitas
penduduk
tinggi. Bila
diperhatikan penduduk ( masyarakat ) suku Mee terhadap implikasi perubahan komposisi penduduknya, sering terjadi perubahan struktur yakni dari penduduk muda ke struktur penduduk tua, sehingga
mengakibatkan pencuitan kelompok
penduduk usia muda. Tetapi juga perubahan komposisi penduduk (masyarakat) suku Mee disebabkan terjadinya implikasi pada pencaharian lapangan kerja, dan penduduk usia muda yang mengikuti pendidikan di Nabire maupun segi kesehatan dapat mempengaruhi karena gizi yang baik terjadinya pertumbuhan penduduk semakin meningkat, seperti masyarakat suku Mee banyak yang kawin pada usia muda. Penduduk atau masyarakat suku Mee termasuk populasi penduduk yang sangat banyak dipedalaman pegunungan tengah Propinsi Papua. disebabkan
oleh
sirkulasi
atau
komutasi
penduduk
yang
Hal
bekerja
banyak yang menempuh pendidikan. Jumlah penduduk menurut jenis
ini atau
kelamin
adalah laki-laki berjumlah 1.633 orang ( 53,84 % ) dan perempuan berjumlah 1.400 orang (46,16 %), seperti
terlihat pada grafik berikut.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kelurahan Karang Tumaritis 1633 1650 1600 1550 1500 1400
1450
Jumlah
1400 1350 1300 1250 Laki-Laki
Perempuan
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004. Gambar 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah akan pemahaman tentang perkembangan kehidupan masyarakat maupun setiap informasi yang diketahui agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan tersebut. Pada kemajuan sekarang jumlah penduduk yang mengikuti
33 pendidikan
akan semakin meningkat, disebabkan arus komunikasi antara
kabupaten
dengan kota propinsi cukup lancar dibandingkan waktu sebelumnya.
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan indeks mutu hidup, karena dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan modal sosial yang dapat dipergunakan untuk memahami perkembangan atau kemajuan jaman. Apabila dilihat
dari
tingkat
pendidikannya,
maka sebagian
besar penduduk berpendidikan yaitu SD seribu enam ratus sebelas orang, SLTP enam ratus lima belas orang, SLTA tujuh ratus dua orang dan akademi empat puluh lima penduduk
orang serta
sarjana enam puluh orang orang.
berdasarkan tingkat
pendidikan
Menurut
data
tersebut dapatlah diketahui bahwa
nsebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang redah, yang mana masih banyak masyarakat belum paham tentang masalah sosial HIV/AIDS dan juga pemerintah belum melakukan sosialisasi
kepada masyarakat, sehingga terjadi
jumlah penderita HIV/AIDS. Berkaitan dengan tingkat pendidikan warga penduduk pada Kelurahan Karang Tumaritis, dapat diketahui pada grafik berikut. JUMLAH PENDUDUK MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
2000
1611
1500 1000
615
702
500 45 0
SD
SLTP
SLTA
AKADEMI
60 SARJANA
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004. Gambar 6. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
4.4. Sistem Ekonomi Berdasarkan mata pencaharian pokok penduduk banyak bertumpu
pada
sektor pertanian mayoritas 80 %, dan berdagang. Pada sektor pertanian mereka khususnya
suku
Mee
merupakan penduduk asli kelurahan
ini
termasuk
masyarakat yang rajin membuka lahan tanah dan mengolahnya untuk menanam beraneka sayur-sayuran
termasuk peternakan. Sistem
dikerjakan secara bergotong royong
pengolahan lahannya
dengan acara makan bersama
sebelum
34 pekerjaan dimulai dan sistem pengolahan tanah pertanian ini khusus untuk suku Mee sudah sejak dahulu diturunkan oleh orangtua mereka. Setelah memperoleh hasil dari lahan pertanian, maka warga masyarakat memasarkannya sendiri pasar sentral Karang Tumaritis Nabire. Setiap
kepala keluarga memiliki
di
lahan
pertanian dan juga usaha peternakan ayam dan babi. Hasil dagangannya kira-kira per kepala keluarga adalah rata-rata Rp 200.000,- sampai Rp 300.000,- pada setiap
harinya. Kemudian usaha
pertanian mengalami perubahan
sebagian warga masyarakat menjadi non-petani, seperti
PNS,
wiraswasta
pada dan
sebagainya. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian dilihat pada Gambar 7.
JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN
ABRI
1400
1234
PENSIUNAN
1200
SWASTA
1000 732
800 600
PEDAGANG PETANI BURUH TANI
260 308
400 200
PNS
91 56 108 31 78
32
103
PERTUKANGAN MAHASISWA
0
PELAJAR
JUMLAH
LAIN-LAIN
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis, Tahun 2004. Gambar 7. Penduduk Menurut Matapencaharian.
Produk pertanian yang menjadi komoditi
unggulan dan menambah pendapatan
keluarga di Kelurahan Karang Tumaritis adalah singkong, ubi jalar, jeruk manis, salak dan palawija serta pisang. Hasil dari lahan pertanian ini bisa dapat dijual ke Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai serta Kabupaten Yapen Waropen dan Kabupaten Biak Numfor. Singkong atau ubi kayu
sangat dibutuhkan oleh para
pelaku ekonomi lain seperti pengusaha pengolahan tepung tapioka , pembuat kripik singkong, usaha penggorengan. Warga masyarakat Kelurahan Karang Tumaritis lebih banyak memilih mata pencaharian sebagai pedagang sayur dan peternakan babi
yang menghasilkan lebih cepat, karena untuk mendukung biaya pendidikan
anak-anaknya, walaupun pada kenyataannya masih banyak yang belum mampu. Menurut Lurah Karang Tumaritis saat diwawancara:
35
“Adanya keterbatasan kemampuan warga masyarakat untuk menjangkau akses pada jejaring sosial (networking), menyebabkan penduduk lebih banyak memilih peternakan babi dan pedagang singkong /ubi jalar keliling baik di rumah maupun pada lima pasar di Nabire sebagai pedagang dengan modal kecil, yang pada akhirnya bisa menimbulkan permasalahan sosial dari warga yang kurang mampu karena keterbatasan modal usaha”. Adanya keterbatasan kemampuan di dalam mengakses jejaring (networking) menyebabkan penduduk berupaya dengan pemasaran hasil lahan pertanian untuk kebutuhan makan sehari maupun biaya pendidikan anak-anaknya di sekolah karena dengan modal kecil, sehingga mudah sekali mempengaruhi anggota keluarga khususnya generasi muda gampang terpengaruhi kepada permasalahan sosial seperti kenakalan remaja dan terjadi banyak anak remaja yang putus sekolah Orientasi kehidupan warga selalu berusaha untuk menunjang kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anaknya baik anaknya di sekolah maupun ada juga mengikuti pendidikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Adanya suatu kebiasaan adat dari warga penduduk asli
suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis
bagi
masyarakat petani setiap dua tahun sekali diadakan “pesta adat yuwo” yang mana mempengaruhi para petani untuk selalu berusaha menyiapkan modal agar setiap dua tahun bisa
melaksanakan acara pesta adat yuwo hanya
dilakukan oleh
penduduk suku tersebut. Untuk itu warga penduduk ini berusaha berjualan hasil lahan pertanian untuk memperoleh pendapatan yang bisa ditabungnya karena hal ini terkait dengan status sosial mereka.
4.5. Struktur Komunitas Dalam suatu masyarakat
tentu terjadi pelapisan sosial disebabkan oleh
pembagian kerja, konflik sosial dan kepemilikan pribadi mempengaruhi seseorang dalam perbedaan status sosialnya. Kelurahan Karang Tumaritis
mayoritas
penduduk asli suku Mee, walaupun kedatangan pendatang dari luar Nabire hanya sebagian kecil yang ikut bertempat tinggal di wilayah kelurahan tersebut, namun penduduk asli setempat mempunyai pengaruh yang kuat karena rasa kekerabatan dalam kehidupan mereka. Struktur masyarakat dibedakan menurut status sosialnya. Secara teoritis semua manusia hidupnya sederajat, namun kenyataannya terdapat pembedaan atau lapisan sosial sebagai gejala universal dan bagian
dari suatu
36 sistem sosial
masyarakat.
Menurut Soekanto (1990:157)
dapat menggolong-
golongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan , yakni berdasarkan : (1) kekayaan(materiil); (2) kekuasaan; (3) kehormatan dan;
(4) ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pandangan tentang pelapisan tersebut, maka di Kelurahan Karang Tumaritis masyarakat menganggap bahwa unsur utama dalam lapisan masyarakat adalah: (1) Kekayaan (materiil) : orang kaya yang menduduki lapisan
atas (
memilmodal, rumahnya bagus, dan memiliki ternak babi yang banyak). (2) Ilmu Pengetahuan: merupakan masyarakat lapisan menengah yaitu adalah pemimpin (kedudukan), kaum cendekiawan (memiliki ilmu pengetahuan luas) dan masyarakat (kehormatan).
(3)
Sedangkan lapisan bawah adalah masyarakat
biasa. Dari uraian sederhana di atas akan memberikan tersebut
yang arti sederhana
di atas merupakan gejala yang terwujud dalam sistem berlapis-lapisan
dalam masyarakat pelapisan
tokoh
suku
Mee
di Kelurahan Karang Tumaritis. Sistem
sosial tersebut terjadi perbedaan dan merupakan ukuran
biasanya digunakan
untuk menggolong-golongkan kondisi
masyarakat, agar sesuai kedudukan
yang
kehidupan dalam
(status ) sosial dan peranan
( role ).
Pada masyarakat suku Mee, unsur utama yang paling sangat menonjol dan lebih menguntungkan cepat serta merupakan kebanggaan dari masyarakat tersebut di Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai adalah peternakan babi, misalnya suatu keluarga memiliki ternak delapan puluh ekor termasuk kaya, karena seekor babi mempunyai harga tiga juta sampai empat juta rupiah atau dengan banyaknya babi dapat melaksanakan pesta perkawinan terhadap anggota keluarganya atau untuk membayar lunas mas kawin yang telah disepakati antara kedua belah pihak dalam ikatan perkawinan. Seperti dituturkan oleh Bapak
Daniel Gobay, S.Sos, saat
diwawancara : “… karena khususnya pada masyarakat suku Mee ekonomi yang menonjol dan sebagai modal budaya adalah ternak babi sejak dahulu serta berkaitan dengan adat perkawinan maupun pesta adat yuwo,sehingga tak diherankan bila setiap kepala keluarga memiliki usaha ternak babi di belakang rumahnya.” Dengan demikian pelapisan yang ada di Kelurahan Karang Tumaritis berdasarkan pada kemampuan ekonomi, dan kekuasaan ( pemimpin) atau disebut kepala suku dalam adat suku Mee, sehingga terbentuk kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah, karena unsure utama pelapisan sosial adalah kekayaan.
Suatu
37 kepemimpinan adalah hasil organisasi sosial atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Berkaitan dengan itu maka menurut Soekanto
( 1990:189) kepemimpinan
ada yang bersifat resmi ( formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan dan ada pula kepemimpinan karena pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan ( informal leadership). Bila dilihat dari pengertian serta sifat kepemimpinan tersebut, dimana sumber kepemimpinan tersebut berasal dari pengakuan masyarakat terhadap kemampuan dan keteladanan seseorang dalam melakukan peranannya ( yang lebih aktif, menonjol dan baik perilakunya dalam masyarakat). Kepemimpinan informal terbentuk berdasarkan kepercayaan masyarakat kepada seseorang yang dipercayai sebagai pemimpin sesuai dengan adat suku Mee disebut “kepala suku Mee”, sedangkan kepala sub suku
yang mewakili marganya ditunjuk sebagai
Ketua RT dan Ketua RW misalnya marga Youw membawahi beberapa marga yakni Tekege, marga Kadepa dan marga Yeimo. Secara administratif kelurahan ini dipimpin oleh seorang Lurah sebagai pemimpin formal beserta aparat yang telah ditentukan secara resmi oleh Kepala Distrik /Camat dengan Surat Keputusan Bupati Setempat, sedangkan Ketua RW ditentukan dan berasal dari kepala sub suku berdasarkan marga pada masyarakat suku Mee. Hal ini terlihat bahwa warga sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang difasilitasi misalnya
masyarakat masih memiliki partisipasi
kebersihan lingkungan dan
kebersihan jalan
oleh pemimpin tersebut,
yang tinggi
dalam
menjaga
perkompleks ataupun jalan raya
didepan rumah-rumah mereka serta keamanan lingkungan tetap dijaga oleh warga melalui kegiatan ronda malam. Tanggapan masyarakat terhadap kepemimpinan : Berdasarkan hasil wawancara, bahwa kepemimpinan seseorang dalam suatu komunitas
dibedakan atas pemimpin formal dan pemimpin informal, biasanya
pemimpin informal diakui oleh pengangkatannya melalui surat keputusan intitusi formalnya, namun pemimpin informal biasanya diakui cara kepemimpinan kepada masyarakat karena kharisma yang dimiliki sesuai budaya adat setempat. Seperti dikatakan oleh Bapak Bruno Kadepa sebagai warga RW 02 : “Sekarang masyarakat lebih suka pilih pemimpin informal dari masyarakat biasa , karena atas pengalamannya dapat meyakinkan orang, sehingga bisa dipilih sebagai pemimpin daripada kita pilih golongan orang kaya, justru dapat memanfaatkan masyarakat untuk kesempatan bagi kepentingannya Misalnya untuk iuran warga bagi kebersihan lingkungan dan siskamling, tetapi iuran tersebut diwajibkan setiap kepala keluarga tanpa mengukur kemampuan masyarakat yang
38 tidak mampu, karena pendapatan keluarga tentu sangat berbeda dan masyarakat senang pemimpin yang mengabdi kepada masyarakat.” Sikap warga masyarakat khususnya suku Mee kepada pemimpin formal sebatas kepatuhan karena jabatan, lain halnya dengan sikap masyarakat pemimpin informal, Ketua
RT,
Ketua
RW atau
terhadap
Ketua Dewan Keluarga
Mesjid, Ketua Majelis Gereja, Ketua Karang Taruna dan sebagainya,
yang mana
masyarakat lebih menghormati dan mempercayai pemimpin informal daripada pemimpin formal. Pada dasarnya masyarakat tidak sulit untuk diajak bekerja sama dan berpartisipasi seperti halnya dengan pungutan iuran untuk ronda malam dan kerja bakti secara rutin bagi kebersihan lingkungan pada setiap RT dan RW.
4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial Kelembagaan
yang
maupun yang dibentuk melakukan
berbagai
dari
tumbuh
berasal
dari masyarakat
pemerintah, semuanya
aktivitas
sosial
untuk
itu
sendiri
merupakan wadah dalam
pengembangan
masyarakat.
Kelembagaan yang ada di Kelurahan ini terdapat dua bagian besar yaitu kelembagaaan yang bersifat formal maupun kelembagaan yang bersifat informal. Menurut Howard Becker dalam Soekanto, (1990) bahwa kelembagaan sosial adalah “suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia, untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompoknya.” Untuk itu fungsi dari kelembagaan tersebut yaitu: (1)Memberikan pedoman kepada masyarakat bagaimana harus bertingkah laku atau mempunyai sikap untuk menghadapi masalah-masalah sosial di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan masyarakat.(2) Menjaga keutuhan di dalam masyarakat. (3) Memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan siste pengendalian sosial artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku masyarakatnya. Kelembagaan sosial
yang terdapat di
masyarakat memiliki penekanan akan kebutuhan pokok masyarakat, yang menurut Koentjaraningrat (1979) dalam Nasdian dan Utomo (2004: 42) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok di dalam masyarakat. Berdasarkan kebutuhan pokok tersebut dan hasil identifikasi terhadap kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Karang Tumaritis, yaitu : (1). Kelembagaan kekerabatan, yang ditandai dengan adanya berbagai kelompok arisan keluarga yang tujuannya untuk memelihara dan mempertahankan ikatan hubungan kekerabatan antar keluarga berdasarkan
39 marganya / klannya (2).Kelembagaan koperasi,
kelompok peternakan
ekonomi,
berupa
kelompok pedagang,
dan kelompok buruh tan (3) Kelembagaan
pendidikan, berupa pendidikan dasar,
menengah pertama dan atas serta taman
pendidikan kanak-kanak. (4) Kelembagaan keagamaan, berupa sekolah minggu, majelis jemaat, kelompok persekutuan bapak-bapak, kelompok persekutuan
ibu-
ibu, kelompok persekutuan pemuda dan kelompok remaja mesjid, kelompok pengajian ibu- ibu, kelompok pengajian bapak-bapak..(5). Kelembagaan politik, berupa
pemerintah
kelurahan,
kepartaian.(6)Kelembagaan
rekreasi,
berupa
kesenian daerah suku Mee. (7).Kelembagaan somatik, berupa Puskesmas. Bagi kehidupan masyarakat yang bukan Pegawai Negeri Sipil termasuk keluarga di Kelurahan tersebut kalau merasa sakit selalu berobat di Puskesmas Karang Tumaritis dapat membayar dengan harga yang murah. Untuk mempertahankan norma-norma yang ada dalam suatu komunitas, diperlukan kontrol sosial. Menurut Soekanto (1990 ), “kontrol sosial adalah segala proses, baik direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Adapun fungsi kontrol sosial di Kelurahan Karang Tumaritis adalah : (1) Kontrol terhadap kepatuhan pembayaran iuran kebersihan lingkungan dan siskamling, yang dilakukan oleh Ketua RW dan RT. (2). Pengurus koperasi menagih cicilan pinjaman koperasi. Kegiatan gotong royong dan sikap saling membantu merupakan sesuatu yang relatif dilaksanakan warga masyarakat
seperti kerja bhakti, acara pesta adat yuwo,
perkawinan adat suku Mee, kematian atau terkena musiba dapat berlangsung dengan baik, karena mempunyai kekuatan ingroup sangat tinggi. Pola pengasuhan dalam keluarga masih relatif kuat, misalnya anak-anak yatim piatu masih diasuh oleh keluarga kakak atau adiknya. Sistem kekerabatan masih kuat, hal ini dibuktikan dengan sistem pemukiman, bakar batu, perkawinan dan dalam suatu marga maka pihak laki-laki mempunyai peranan yang penting dan siapa yang tertua dalam suatu marga. Keyakinan masyarakat terhadap agama relatif homogen, karena penduduk mayoritas beragama Katolik dan Protestan, walaupun sebagian penduduk pedagang yang yang pekerjaannya sebagai pedagang dekat dengan pasar umum yang beragama Islam. Sistem keagamaan dan kepatuhan yang telah dibangun lebih menggunakan sarana ibadah yang sesuai keyakinan mereka serta dilakukan kegiatan keagamaan secara rutin. Kemudian kerukunan agama sangat tinggi, karena saling menghargai agama satu sama lainnya. Organisasi Sosial
di
40 Kelurahan Karang Tumaritis didasarkan atau prinsip keturunan patrilineal (garis keturunan ayah), karena warga masyarakatnya pada setiap keluarga memiliki marga atau clan. Tetapi dalam mengatasnamakan kepemilikan barang
umumnya barang-
dalam keluarga biasanya menggunakan nama kepala keluarga yakni laki-
laki dan bukan perempuan. Jenis keluarga yang ada adalah nuclear- family, hubungan kekerabatan selalu terikat pada extendend family, karena terikat pada marga yang sama. Kelurahan Karang Tumaritis terbentuknya organisasi sosial di masyarakat sangat membantu kehidupan setempat seperti organisasi generasi muda seperti Karang Taruna, PKK Kelurahan, partai politik, Badan Musyawarah Adat, yang semuanya telah terbentuk untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kemudian terbentuk pula yayasan-yayasan untuk meningkatkan bidang pendidikan di Kelurahan ini yaitu Yayasan Persekutuan Persekolahan Katholik ( YPPK ), menangani SD sampai dengan SLTP dan SMU. Yayasan lainnya menangani anakanak yatim piatu seperti Panti Asuhan Pondok Kasih Ibu, Yayasan Taruna Karsa , Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Karang Tumaritis dan sebagainya.
4.7. Sumber Daya Lokal Sumber daya yang dapat dimanfaatkan di Kelurahan Karang Tumaritis yaitu sumber daya manusia di mana penduduknya cukup seimbang yakni laki-laki dan perempuan
mempunyai potensi
sebagai tenaga kerja dalam pengembangan
masyarakat. Kelurahan Karang Tumaritis termasuk penduduknya adalah ulet dan rajin mengolah lahan pertanian, sehingga penduduk tersebut pada setiap kepala keluarga memiliki lahan pertanian masing-masing. Untuk melihat jumlah manusia yang ditampung di suatu wilayah, maka konsep yang dipandang lebih bermakna dari kepadatan penduduk menurut Rusli ( 2004 ) adalah konsep daya dukung ( carrying capacity ), yaitu kemampuan mendukung suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhankebutuhan manusia. Daya dukung suatu wilayah terhadap jumlah penduduk di Kelurahan Karang Tumaritis diharapkan bersifat dinamis, tidak hanya terletak pada daya dukung internal melainkan juga pada daya dukung eksternal. Tetapi penduduk di Kelurahan Karang Tumaritis yang berpenduduk sebanyak 3.033 jiwa atau 569 Kepala Keluarga
dengan luas wilayah
325,70 ha tergolong mempunyai daya
dukung yang cukup positif, dikarenakan hanya sebagian besar penduduk bermata pencaharian
sebagai
petani.
Sedangkan
sebagian
kecil
penduduk
mata
pencahariannya adalah sebagai pegawai negeri, swasta, pensiunan, sehingga daya
41 dukung lahan tidak terpengaruh terhadap kecukupan pangan penduduk Kelurahan Karang Tumaritis. Disegi lain sumber daya alam pada umumnya subur sehingga warga masyarakat dapat mengerjakan lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup
mereka.
Kemudian
yang
berkaitan
dengan
masalah
pencemaran lingkungan masih sangat kecil dan tentu sampai saat ini terdapat banyak lahan yang dilakukan pengolahannya, karena khusus masyarakat suku Mee bila mengerjakan lahan tersebut dapat dikerjakan secara gotong royong dan tentu disiapkan makanan bagi warga tani yang bekerja secara bersama-sama. Sumberdaya lokal lainnya yakni
pada wilayah kelurahan tersebut letaknya
berdekatan dengan sungai Nabire, seperti misalnya sungai tersebut memiliki potensi alam tersedia seperti batu, dan pasir sebagai bahan bangunan rumah atau pasir untuk bahan campuran aspal jalan raya dan lingkungan tempat tinggal. Namun sering warga memanfaatkan sungai Nabire sebagai tempat penggalian pasir yang dijual untuk pembuatan jalan raya atau dipergunakan oleh perusahan swasta untuk pekerjaan lainnya sebagai kebutuhan masyarakat, seperti pembuatan selokan di lingkungan penduduk atau pembuatan sumur dan sebagainya. berupa sarana dan prasarana
Fasilitas yang
di Kelurahan ini adalah sebagian penduduk telah
memiliki sarana listrik, sarana komunikasi baik sarana telephone dan prasarana jalan raya yang beraspal, tersedia sarana transportasi yaitu angkutan kota, taxi dan ojek, maupun jenis kendaraan roda empat lainnya.
4. 8. Konflik Sosial Dalam Masyarakat Perkembangan manusia yang sedang mengalami kemajuan dalam suatu perubahan sosial tentu terjadi pertentangan yang selalu dihadapkan pada konflik yang bisa merusak dan merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Konflik menurut Fischer, Simon, (2001) dimaknai sebagai hubungan antar dua pihak (individu atau kelompok) tidak sejalan.
atau lebih yang
memiliki/merasa memiliki sasaran yang
Sementara ada pandangan lain mengemukakan bahwa konflik ini
pun diartikan sebagai proses sosial membuat pelakunya saling menjauhkan diri atau proses issosiatif. Proses ini mencakup persaingan, kontraversi dan konflik. Konflik adalah suatu hal yang nature, pasti terjadi pada semua komunitas dan pada setiap waktu bila terjadi adanya persaingan dalam hal posisi, kepentingan maupun kebutuhan. Sehubungan dengan “konflik sosial dalam masyarakat “ berkaitan dengan: pemetaan konflik antara ODHA dengan
Keluarga dan masyarakat;
42 berkaitan dengan masalah stigma dan diskriminasi seperti terlihat pada sketsa berikut.
A
ISU
G
E F
B D C
H KELUARGA PIHAK LUAR
MASYARAKAT
Gambar 8 . Sketsa Pemetaan Konflik (stigma & diskriminasi keluarga dan masyarakat terhadap ODHA) Keterangan : 1. Keluarga
: Anak perempuan ( B ) / ODHA Anak laki-laki (E) Ayah (D ) Ibu (C ) 2. Rumah Sakit : Para Medis (A ) 3. Masyarakat /Pihak Luar ( F, G, H ).
= Keluarga
= Hubungan Biasa
= ODHA
= Bertentangan
Kasus konflik antar keluarga dan masyarakat terhadap penyandang HIV/AIDS, dapat diketahui seperti berikut : (a) Bagaimana pandangan orang dengan HIV/AIDS terhadap
keluarga , masyarakat; kemudian pandangan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) maupun pandangan perilaku ODHA terhadap diri mereka sendiri.; (b). Sebaliknya pandangan keluarga dan masyarakat terhadap diri
orang dengan
43 HIV/AIDS. Untuk mengetahui lebih jauh lagi bagaimana isu-isu konflik sosial yang muncul di dalam masyarakat, maka dapat dipergunakan dua alat bantu analisis yaitu: “Segitiga SPK”, dan “Analogi Bawang Bombay.” Segitiga SPK merupakan alat bantu yang memiliki tiga komponen utama yaitu : Konteks atau situasi, Perilaku mereka yang terlibat dalam konflik, dan Sikap dari masing-masing kelompok dalam menyikapi konflik yang terjadi, kemudian ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Tujuan dari penggunaan alat bantu antara lain : Pertama, untuk menidentifikasi ketiga faktor pada setiap pihak; Kedua, untuk menganalisis bagaimana
faktor-
faktor
tersebut
saling
mempengaruhi;
Ketiga,
untuk
menghubungkan faktor-faktor dengan berbagai kebutuhan dan rasa ketakutan masing-masing pihak; Keempat, untuk mengidentifikasikan titik awal intervensi dalam suatu situasi.
masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS(ODHA) di
Kelurahan tersebut SEGITIGA SPK TENTANG KONFLIK KELUARGA, MASYARAKAT DENGAN ODHA DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS DISTRIK NABIRE
a. Ditinjau dari sudut pandangan ODHA terhadap keluarga, masyarakat maupun pandangan perilaku ODHA terhadap diri mereka sendiri.
PERILAKU B. Pandangan ODHA Terhadap Keluarga dan Masyarakat: *Perubahan perilaku seks untuk mendatangkan uang *Adanya diskriminasi dalam pelayanan kesehatan *ODHA mengeluh karena obat mahal
Gambar 9.
A. SIKAP
B
Kebutuhan Pokok: Sosialisasi Dan Pemberdayaan ODHA
B. Pandangan Perilaku ODHA Terhadap diri Mereka Sendiri: *Reaksi psikologis saat pertama diketahui . kena HIV merasa murung, putus asa dan stress. *Ingin melakukan pembalasan melalui seks biar orang lain tertular. *Konsultasi medis untuk
C. KONTEKS “Masalah HIV/AIDS terkait
A.Sikap ODHA terhadap diri dengan KEMISKINAN.” mereka sendiri. *Adanya stigma dan pengucilan dari keluarga dan masyarakat. *Rasa takut bila diketahui pengidap AIDS, akan terjadi pengucilan *Ingin membalas dendam untuk menularkan HIV/AIDS kepada orang lain.
44 Dari sketsa gambar di atas dapat menunjukkan konflik dengan sudut pandang perilaku ODHA terhadap keluarga dan masyarakat dan
sikap ODHA terhadap
dirinya sendiri maupun perilaku ODHA terhadap diri mereka sendiri (keluarga dan masyarakat ). Hal ini mendasari akar konflik adalah konteks munculnya
akan
sebagai ODHA dan isu konflik . Diskriminasi terhadap ODHA dimulai dari keluarga yakni pemisahan barang setelah mendengar betul informasi dari pihak rumah sakit atau penyampaian isu semula. Pemisahan barang seperti pemisahan peralatan makan, tempat tidur, karena keluarga takut tertular penyakit AIDS dan seterusnya.
b. Ditinjau dari sudut pandang keluarga & masyarakat terhadap ODHA maupun pandangan terhadap diri mereka sendiri :
PERILAKU BB
B. Pandangan Keluarga dan.masyarakat terhadap ODHA :
B. Pandangan Perilaku Keluarga dan masyarakat terhadap diri mereka sendiri :
*Keluarga bereaksi keras mengisolir terhadap ODHA. *Keluarga memisahkan peralatan rumah tangga yang digunakan ODHA. *Tetangga dan masyarakat mendiskriminasikan ODHA dalam lapangan kerja.
KEBUTUHAN POKOK Pokok : : Sosialisasi Sosialisasi dan dan Pemberdayaa Pemberdayaa n ODHA n ODHA.
A A.Sikap keluarga dan masyarakat terhadap diri mereka sendiri : • • •
* Adanya stigma dan diskriminasi kel. dan masyarakat terhadap ODHA. * Masyarakat menghindari kontak /berdekatan bicara dengan ODHA. * Kel. dan masyarakat was-was terhadap penularan AIDS.
Keluarga dan masyarakat masih belum banyak tahu tentang HIV/AIDS dan cara penularannya. Kel. dan masyarakat memahami dan merasa malu, bila informasi medis bahwa anggota keluarga terkena AIDS. Keluarga dan masyarakat merasa takut dan khawatir bila mereka tertular AIDS.
C KONTEKS Masalah ODHA terkait Dengan Kemiskinan
Gambar 10.
Mengacu pada potensi konflik antara keluarga dan masyarakat terhadap ODHA tersebut, maka harapan dan kebutuhan dari ODHA mencakup
tiga hal
45 pokok yakni : (1) penerimaan keluarga/masyarakat untuk menghilangkan pengucilan dan diskriminasi dalam lapangan pekerjaan;(2) adanya kemudahan dalam pelayanan kesehatan baik rumah sakit maupun dokter praktek; (3) adanya sarana komunikasi dan konsultasi yang menjembatani sumber-sumber yang mendukung kebutuhan ODHA. Pengaruh konflik yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan maupun posisi masyarakat ikut menggerakkan dalam kehidupannya
konflik agar memperoleh posisi
untuk itu sebagai gambaran dapat dikemukakan
konflik
bawang bombai dapat diketahui dengan menggunakan alat bantu “Analogi Bawang Bombai”. Lapisan terakhir merupakan inti adalah kebutuhan terpenting yang harus dipenuhi atau yang harus diharapkan, seperti pada gambar berikut. ANALOGI BAWANG BOMBAY DALAM KONFLIK ANTARA KELUARGA DAN MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS NABIRE
Keluarga dan Masyarakat
Merasa takut dan khawatir tertular HIV/AIDS atas perilaku
POSISI
Penyandang HIV/AIDS
Perubahan perilaku seks Untuk mendatangkan uang
KEPENTING
KEBUTUHA
ODHA.
N Apa yang harus diharapkan
Adanya penerimaan Dari keluarga dan kemudahan akses pelayanan kesehatan
Telah ikuti sosialisasi dan upaya pencegaha n dengan tidak menyinggu ng perasaan ODHA .
SOSIALISASI DAN PEMBERDAYAAN ODHA
SOSIALISASI DAN PEMBERDAYAAN ODHA
Gambar 11. Alat Bantu Bawang Bombai
46 Alat bantu ini dengan analogi bawang bombai dan lapisan-lapisannya. Lapisan luar merupakan posisi-posisi yang dimuka umum yang mudah diketahui dan dilihat pada saat konflik, sedangkan lapisan kedua atau kepentingan merupakan lapisan yang bisa diketahui secara spontan, karena saat terjadi secara spontanitas pada saat itu, kemudian ada kemungkinan bisa muncul lagi, sebab terkait dengan berbagai pihak di masyarakat yang mempunyai marga yang sama.. Analisa bawang bombay dapat digunakan untuk memahami posisi masing-masing pihak konflik untuk daerah Papua terkait dengan marga akan cepat diketahui masalah karena ada unsur kepentingan serta kebutuhan masing-masing dalam situasi konflik, agar mencari titik kesamaan antara keluarga, masyarakat dengan pengidap HIV/AIDS. Selanjutnya konflik yang terkait dengan para ODHA dengan masyarakat pada saat proses pemilihan pimpinan kolektif melalui pembentukan kelompok kegiatan terjadi konflik kedua belah pihak diantara mereka yakni antara tokoh pemuda dengan tokoh masyarakat yang telah lama menjadi isu yang hangat dalam berbagai kegiatan masyarakat. Pengertian konflik itu sendikri menurut Prasodjo dalam Nasdian (2004) adalah “benturan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih yang disebabkan
adanya
perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan sumber daya”. Pengertian lain dari konflik
menurut Nasdian dan Kolopaking (2004) adalah “perseturuan yang
melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki tujuan, kepentingan, sistem nilai yang tidak berkesesuaian (incompatible)”.
Begitupun juga dengan
pengaruhnya nilai
budaya luar yang mempengaruh suatu komunitas untuk berkonflik pada pergantian pimpinan kolektif. a. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik. Pihak Kelurahan yang merupakan aparat pemerintah dan berperan sebagai fasilitator
serta
sebagai koordinator
tingkat kelurahan dalam pelaksanaan
pembangunan perumahan, yang kurang memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini terjadi karena
kurangnya komunikasi
antara pihak kelurahan dengan warga
masyarakat setempat. Kurangnya koordinasi dan
transparansi
dalam rangka
pelaksanaan pembangunan rumah-rumah bencana dan juga kegiatan pembangunan lainnya, seperti tidak cepat mengupayakan pencegahan masalah ODHA untuk didiskusikan bersama warga yang ada.
47
b. Masalah Inti Konflik. Pelaksanaan pembangunan tidak memperhatikan permasalahan/kebutuhan warga, yaitu : (1) pembangunan rumah bencana alam tidak selesai. (2) kurangnya ketegasan dukungan terhadap pencegahan AIDS ditingkat mengenai
RW/RT. Untuk itu
konflik dapat dikemukakan melalui alat bantu pohon konflik seperti
terdapat pada gambar berikut.
Pengaruh Luar
EFEK
Nilai
Budaya
Meningkatnya HIV /AIDS
MASALAH INTI Tidak Adanya Kepercayaan Aspirasi warga tidak ditanggapi pihak kelurahan
P E N Y E B A B
Lurah Tidak selesaikan Masalah Pembangunan Rumah Bencana Alam
Kurangnya Koordinasi
Kurangnya Transparansi
Kurangnya Komunikasi
Diskriminasi dan Stimatisasi terhadap ODHA
Pihak Kelurahan hanya memperhatikan kepentingannya
Gambar 12. Alat Bantu Pohon Konflik Warga Berkaitan Dengan Masalah HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis, 2005.
48
Pembangunan rumah bencana alam dalam pelaksanaannya kurang adil dalam pemerataan pembagiannya kepada masyarakat, sehingga menjadi isu yang laten di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti ada warga yang rumah tidak rusak, tetapi mendapat rumah baru, sedangkan ada warga yang rumahnya rusak akibat bencana justru tidak mendapat rumah, di mana letak keadilannya. Isu konflik yang nyata ini ditemui peneliti sewaktu melakukan praktikum ke tiga di Kelurahan Karang Tumaritis , kemudian mendengarkan langsung dari warga setempat. c. Efek Utama Lain Yang Muncul Dari Masalah Inti. Namun
pada
saat mengadakan penelitian dapat diketahui sesuai
wawancara yakni tidak dikerjakan secara swadaya tetapi dikerjakan oleh masingmasing pemilik rumah Peneliti bertanya kepada yang bersangkutan bahwa rumah Bapak mengapa dikerjakan sendiri, katanya : “sekarang Lurah kurang mengadakan pertemuan,” untuk bantuan bencana yakni pada mulanya memang dikerjakan karena adanya pembagian bahan makanan, tetapi setelah tidak ada pembagian bantuan barang atau beras, maka pekerjaan pembangunan rumah bencana tersebut tidak diteruskan, sehingga masing-masing keluarga dapat melaksanakan”.
Efek munculnya pembangunan fisik rumah bencana tersebut tidak dilaksanakan secara bersama dan menjadi tanggungan kepala keluarga. d. Kepentingan Dan Kebutuhan Pihak-Pihak Yang Berkonflik. Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang berbeda antara pihak yang berkonflik dan dapat digambarkan dengan menggunakan matrik. Adapun tujuan
alat bantu tersebut adalah : (1)
memahami berbagai kepentingan dan kebutuhan pihak yang berkonflik; (2) untuk mencari titik kesamaan di antara pihaqk-pihak yangt berkonflik yaitu kebutuhan terciptanya
yang sehat , nyaman dan sejahtera gagal dan tidak membawa
perubahan masyarakat kearah kemajuan. Pergantian pimpinan kolektif yakni Lurah Karang Tumaritis yang baru dimusyawarakan ditingkat kelurahan kemudian diusulkan ke kabupaten untuk ditetapkan sesuai dengan surat keputusan Bupati dan juga berdasarkan kesepakatan tim pemilihan pimpinan kolektif di tingkat bawah
49 yakni dikelurahan. Adanya isu konflik antara lain “pergantian pimpinan kolektif atau juga konflik yang terjadi berkepanjangan atau konflik laten akibat kecemburuan terhadap pelanggaran pada nilai dan norma yang bertentangan dengan adat setempat, seperti tindakan para ODHA, yang mengakibatkan dampak munculnya diskriminasi dan stigmatisasi dari keluarga dan masyarakat. Sebaliknya elite lokal memandang bahwa para tokoh muda merasa bahwa tokoh muda masih “ hijau” dan belum memiliki pengalaman di masyarakat. Masing-masing mempertahan status sosialnya, sebagaimana terlihat pada tabel 6. Tabel 6: Kepentingan Dan Kebutuhan Pihak Konflik Tentang Pergantian Pimpinan Kolektif di Karang Tumaritis - Nabire. Elite Lokal
Tokoh Muda
Posisi : Apa yang dikatakan tentang yang Posisi: Apa yang dikatakan tentang yang diinginkan. diinginkan. • Tidak perlu membentuk kelembagaan • Kelembagaan baru diperlukan sesuai baru dengan arah pengembangan • Tokoh lama yang berpengalaman masyarakat perlu menjadi pimpinan kolektif. • Tokoh lama dianggap berpengalaman, • Tokoh muda dianggap masih hijau dan namun masih ada catatan kurang belum berpengalaman yang lua baik., • Siapapyun yang terpilih menjadi pimpinan kolektif , yang penting aspiratif, kreatifr, inovatif dan memiliki komitmen kuat kedepan tentang keluarga kurang mampu Kepentingan: Apa yang sebenarnya Kepentingan: Apa yang sebenarnya diinginkan. diinginkan • Transparansi dan demokrasi dalam • Memanfaatkan tokoh yang proses pemilihan pimpinan kolektif berpengalaman • Memberikan proses pembelajaran • Mendayagunakan kelembagaan yang kepada keluarga kurang mampu. sudah lama • Memberi kesempatan kepada yang punya komitmen ke depan untuk mengembangkan masyarakat tanpa memandang status sosial • Membentuk kelembagaan baru yang bertumpu pada pengembangan kelompok Kebutuhan : Apa yang seharusnya dimiliki.
•
Sarana untuk mengentaskan keluarga kurang mampu
Kebutuhan: Apa yang seharusnya dimiliki.
• • •
Keluarga kurang mampu yang berdaya Keluarga kurang mampu punya asset untuk mengakses sumber modal Kelembagaan yang kuat dibangun secara aspiratif dan demokratif dari bawah.
50 4.9. Ikhtisar Dari hasil pemetaan sosial di Kelurahan Karang Tumaritis yang telah diuraikan
di atas, mengenai gambaran umum lokasi, kependudukan, mata
pencaharian, tingkat pendidikan, struktur komunitas, kelembagaan dan organisasi sosial serta sumber daya lokal sebagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk pengembangan masyarakat. Potensi lokal tersebut ada yang telah memadai, namun ada pula yang perlu ditelusuri secara mendalam dan diperbaiki kondisinya. Untuk itu dikembangkan
lebih
lanjut
baik
melalui
pemerintah
lokal,
maupun
dapat
memanfaatkan kelembagaan masyarakat untuk pengembangan masyarakat. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia merupakan kekuatan lokal yang sangat berguna bagi kemajuan masyarakat di kelurahan tersebut
serta faktor
pendukung dalam pengembangan masyarakat. Kelembagaan yang tumbuh berasal dari masyarakat itu sendiri maupun yang dibentuk oleh pemerintah, merupakan wadah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas sosial dalam rangka pengembangan masyarakat. Kelembagaan sosial tersebut antara lain berupa Persekutuan Kaum Bapak, Sekolah Minggu, Pengajian Kaum Bapak, Karang Taruna, kelompok kepemudaan lainnya merupakan wadah yang mendukung kebutuhan hidup masyarakat dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu pada masyarakat suku Mee memiliki kelembagaan sosial adat seperti pada setiap dua tahun diadakan “pesta adat yuwo” untuk menyelesaikan masalah adat perkawinan, melunasi utang , juga budaya bakar batu merupakan suatu ciri khas kebanggaan dan tanda persekutuan suku Mee baik di daerah pedalaman Paniai maupun di dataran pantai kota Nabire. Budaya “bakar batu” dengan bahan pokok wajib dipersiapkan merupakan bahan makanan yang dikonsumsikan adalah ubi kayu, talas, daun ubi, daun pepaya sedangkan bahan lain yang mahal seperti daging babi atau ayam dibebankan kepada keluarga yang dianggap mampu atau terpandang status sosial ekonominya. Untuk itu budaya kekerabatan yang dimiliki masyarakat suku Mee selalu dilaksanakan dalam dua tahun dilaksanakan melalui Pesta adat Yuwo merupakan kebanggaan tersendiri masyarakat suku Mee dengan biaya penyelenggaraan cukup besar. Maksudnya dengan budaya pesta adat yuwo dapat mengikat rasa persaudaraan mereka semakin kuat adat-istiadatnya suku tersebut dan semakin adanya rasa tolong-menolong kepada anggota warga yang masih berkekurangan atau kurang mampu menyelesaikan masalahnya, baik dibidang perkawinan atau juga biaya pendidikan
anak-anaknya. Masyarakat suku Mee
51 termasuk suku yang paling besar mendiami daerah pedalaman pegunungan tengah di Papua yakni di Kabupaten Paniai dan sebagian mendiami di Kabupaten Nabire dan pusat lokasi bermukim di Kelurahan Karang Tumaritis. Fasilitas berupa sarana dan prasarana
yang ada
seperti lahan, listrik, telephone dan transportasi,
pendidikan, pertokoan, perkantoran, fotokopi, perbengkelan kendaraan roda empat, roda dua bahkan sepeda biasa termasuk pasar dan lainnya, semua merupakan faktor
pendukung
masyarakat
untuk
meningkatkan
partisipasi
terhadap
pengembangan masyarakat maupun pendukung lainnya seperti Puskesmas dalam pencegahan
HIV/AIDS.
Melihat
kondisi
kenyataan
tersebut,
maka
upaya
pengembangan masyarakat diperlukan adanya penguatan kapasitas yayasan, sebagai lembaga swadaya masyarakat, sehingga pengelolaan organisasi yang optimal mungkin untuk pencegahan AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis. Begitupun juga potensi penduduk baik dari jumlah penduduk, pendidikan, tempat ibadah serta modal sosial lainnya yang dimiliki cukup mendukung masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kaitannya dengan perkembangan kasus HIV/AIDS, Nabire termasuk dalam urutan keempat setelah kota-kota lainnya di Propinsi Papua. Untuk itu kegiatan pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan oleh Yayasan Primari semakin dikenal oleh masyarakat di Kabupaten Nabire dan dikatakan bahwa Primari merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat
yang khusus menangani pengidap
ODHA di Nabire. Konflik sosial dalam masyarakat dimulai dari pemetaan konflik tentang isu konflik terjadi antara petugas medis/rumah sakit dengan
para ODHA
dan keluarga termasuk juga masyarakat tetangga sebagai tetangga ikut mendengar isu tersebut, dengan demikian sering terjadi
stigmatisasi dan diskriminasi dari
keluarga dan masyarakat terhadap ODHA. Konflik sosial dalam masyarakat lebih ringkas menguraikan tentang pemetaan konflik, SPK Segitiga Konflik yang meliputi :
pandangan keluarga dan masyarakat terhadap ODHA
sebaliknya; alat bantu
bawang bombai tentang konflik yang meliputi posisi, kepentingan dan kebutuhan, pohon konflik mengenai pembangunan rumah bencana alam yang diperhatikan pimpinan kelurahan serta HIV/AIDS. Kemudian
konflik
kurang
kurangnya pemahaman terhadap bahaya
kebutuhan dan kepentingan untuk pergantian
pimpinan kolektif yakni Lurah Karang Tumaritis perlu diganti karena Lurah yang lama
kurang memperhatikan keluhan masyarakat setempat.
Oleh karena itu
pemetaan sosial lebih memberikan gambaran secara umum mengenai aktivitas masyarakat
dalam
pengembangan masyarakat melalui kelembagaan sosial
52 yang
ada
untuk
meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupan mereka.
Kelembagaan yang tumbuh berasal dari masyarakat itu sendiri maupun yang dibentuk oleh pemerintah semuanya merupakan wadah bagi perbaikan kehidupan masyarakat
dalam meningkatkan aktivitas sosial dalam rangka pengembangan
masyarakat. Kelembagaan social tersebut antara lain berupa Persekutuan Kaum Bapak,
Sekolah Minggu, Pengajian
Quran Kaum Bapak, Remaja Mesjid dan
Karang Taruna (kelembagaan remaja dan pemuda) semuanya merupakan modal social masyarakat dalam rangka pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis Nabire. Disamping itu pula khususnya masyarakat suku Mee di kelurahan tersebut memiliki kelembagaan sosial adat yang dilaksanakan sekali dalam setiap dua tahun oleh seluruh masyarakat suku Mee di Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai . Kegiatan kelembagaan sosial adat ini dilakukan berbentuk “ pesta adat yuwo.”
Maksud pelaksanaan pesta adat yuwo merupakan
kegiatan budaya
kebanggaan masyarakat suku Mee baik orang dewasa, remaja dan pemuda dengan tujuan agar masyarakat yang kurang mampu dapat tertolong, biaya pendidikan anak dapat terbantu dan lunas, mas kawin dari perkawinan adat dapat teratasi secara baik antara kedua bela pihak. Pada acara tersebut dilakukan acara bakar batu sebagai acara makanan adat secara bersama antara kepala suku, kepala sub suku dengan masyarakat biasa dengan tekad saling tolong menolong satu sama lainnya. Budaya bakar batu dengan bahan pokok yaitu yang di siapkan sebagai makanan yang akan dibakar yaitu babi lima ekor, singkong satu karung, talas, ubi jalar ( petatas ) dua karung tipe lima puluh kilo, sayur-sayuran seperti daun papaya, daun ubi jalar, sayur kangkung, sayur bayam secukupnya, sayur daun singkong kemudian sayur dan daging sudah ditaburi semua bumbu yang dibutuhkan agar hasilnya dirasakan menjadi lesat bagi penduduk suku tersebut. Makanan melalui budaya bakar batu dan pesta adat yuwo merupakan ciri khas masyarakat suku Mee dan suku Lani/Dani di daerah pedalaman pegunungan tengah Propinsi Papua dan dalam kegiatan acara apapun bentuknya selalu ditemui acara budaya bakar batu, yang penting kuncinya adalah terdiri dari lima keluarga sampai seratus kepala keluarga.
Oleh karena itu
pesta adat yuwo dan budaya bakar batu
bagi
masyarakat suku Mee merupakan modal sosial dan gerakan sosial masyarakat untuk meningkatkan rasa kekerabatan suku tersebut , rasa persaudaraan, rasa kesatuan terhadap sesama warga masyarakat suku Mee di wilayah setempat khususnya masyarakat di Kelurahan tersebut. Selanjutnya pada gambaran umum
53 kelurahan terdapat sumber daya lokal seperti pada kelurahan tersebut telah tersedia telephone umum, wartel,
foto copy, tempat perbaikan bahan elektronik,
perbengkelan sepeda, sepeda motor , tempat penjualan bensin dan minyak tanah untuk masyarakat umum, pertokoan, pasar, perkantoran dan termasuk Kantor dan Kesatuan Angkatan Darat yakni Komando Militer Kesatuan Yonif 753 untuk tiga kabupaten
yang kantor dan asramanya
berada di lokasi Kelurahan Karang
Tumaritis Nabire. Kemudian sumber daya lokal lainnya seperti terdapat lembaga pendidikan dari Taman Kanak-Kanak Nabire yang kedua di kelurahan
hingga SMU Adilur Nabire, pasar sentral
tersebut. Kemudian kelembagaan keagamaan
terdapat jenis tempat ibadah yang sangat arstektur bangunan yang cukup indah baik tempat ibadah mesjid maupun tempat ibadah gereja semua tersedia pada kelurahan
tersebut. Pengembangan
ekonomi masyarakat
pada umumnya
masyarakat suku Mee selalu berdagang di pasar sentral Karang Tumaritis Nabire. Dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS bagi
keluarga-keluarga masyarakat
suku Mee, maka berbagai kegiatan yang dilakukan yayasan Primari dalam rangka Memberikan motivasi dan dorongan bagi kehidupan keluarga
khususnya
pemeliharaan kesehatan rumah tangga yang harmonis, kehidupan seksual yang wajar dan menciptakan lingkungan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Untuk mendukung perihal tersebut, maka Yayasan Primari dalam upaya pencegahan HIV/AIDS tersebut juga mempunyai rencana untuk tahun 2006 perlu di galakan pengembangan masyarakat yang salah satu kegiatannya adalah
memberikan
konseling bagi keluarga untuk selalu meningkatkan ketahanan keluarganya melalui fungsi
keagamaan, kasih saying, pelestarian lingkungan keluarga yang selalu
kreatif dan produktif dalam meraih masa depan keluarga yang bahagia sejahtera dan bermartabat sesuai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Upaya pencegahan HIV/AIDS
dan kegiatan lainnya yang selama ini diperjuangkan
Yayasan Primari dan kegiatan lainnya merupakan
program pengembangan
masyarakat yang selama di laksanakan untuk menjadikan keluarga yang dapat melindungi dirinya serta lembaga keluarga yang kuat dan mencegah HIV/AIDS. Namun sampai saat kini yayasan tersebut belum meningkatkan kinerjanya untuk melaksanakan upaya pengembangan masyarakat , karena yayasan sendiri masih mengalami keterbatasan di bidang disebabkan
penyusunan program dan
administrasi
anggota pengurus yang belum terlatih dan prasarana dan sarana
belum memadai, sehingga dalam pelaksanaannya masih kurang efektif.
54
V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Evaluasi terhadap program yang pernah dilaksanakan sebelumnya , khususnya di Kelurahan Karang Tumaritis
terdapat tiga program yang secara
ringkas yaitu : (1) program pencegahan HIV/AIDS tahun 2003/2004; (2) program UEP (Usaha Ekonomis Produktif); (3) program pelayanan kesehatan dan bantuan obat. Berdasarkan ketiga program yang telah dilaksanakan oleh yayasan maupun yang dilaksanakan juga berbentuk kerjasama, yang pada hakekatnya membantu pemerintah
dalam
mempercepat
proses
pembangunan
khususnya
pengembangan masyarakat. Kegiatan pengembangan masyarakat
yang sementara ini dilakukan oleh yayasan
pada
umumnya,
khususnya di bidang upaya
pencegahan masyarakat terhadap HIV/AIDS maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang menuju kemandirian. Untuk itu di dalam analisis terhadap penguatan kapasitas yayasan/ kelembagaan, maka kerjasama di antara anggota pengurus
maupun
kerjasama
antar
pihak
sangat
penting,
misalnya
pengembangan masyarakat dalam pengembangan ekonomi masyarakat melalui proyek peningkatan UEP dalam peningkatan pendapatan keluarga masyarakat tani di kelurahan tersebut.
5.1. Analisis Kapasitas Kelembagaan Penguatan kapasitas kelembagaan baru sebatas penguatan pada kegiatan program seperti ketiga jenis program yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan
HIV/AIDS, namun pada kenyataannya bahwa untuk penguatan
kapasitas kelembagaan pada saat penelitian dapat diketahui bahwa belum dilaksanakan seperti contohnya : (1) Yayasan belum memiliki fasilitas kerja atau prasarana dan sarana yang belum memadai sehingga mempengaruhi disiplin kerja dan hasil pekerjaan tidak memuaskan; dalam
restrukturisasi organisasi
(2) Belum adanya perubahan
yang memudahkan kerangkapan tugas dan
kurang mengembangkan kepribadian seseorang untuk menuju kedewasaannya,
55 seperti dapat
belajar
kepegawaian, yang komunikasi
bekerjasama; (3) Belum penerapan
berpengaruh
internal
sering
terhadap anggota
peraturan
pengurus yang kurang
terhambat pekerjaan dan akhirnya
tidak
menghasilkan pekerjaan yang tidak memuaskan. Yayasan Primari termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) dan merupakan organisasi sosial bersifat independen dan tidak berafiliasi pada suatu kekuatan politik serta berusaha menciptakan usaha-usaha dana dan upaya untuk melaksanakan program-program nyata yang menyentuh hidup orang banyak serta membantu meningkatkan kesejahteraan
dan kemandirian masyarakat.
Secara operasional yayasan ini mulai lebih aktif sejak tahun 1999 dan berusaha menciptakan sumber-sumber dana dan melaksanakan program-program yang nyata serta mewujudkan peranserta masyarakat dalam membantu pemerintah dan menyentuh hidup orang banyak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Menyadari segala keterbatasan yang dimiliki, maka yayasan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya, agar mengalami kemajuan sebagaimana yang diinginkan atau diharapkan pengurus yayasan. Primari adalah satu diantara yayasan lainnya yang berupaya membantu pemerintah dibidang kesehatan masyarakat dan bantuan kemanusiaan serta masyarakat menganggap Primari adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani HIV/AIDS di Kabupaten Nabire. Pelaksanaan kegiatan evaluasi pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis Pencegahan
dalam Praktek Lapangan II
adalah : Program
Orang Dengan HIV/AIDS. Dari program yang telah dievaluasi
tersebut, maka dapat diketahui bahwa
ada dua hal utama yang dirasakan
yayasan dan merupakan pokok masalah yang menghambat kegiatan selama ini yaitu : (1) Kerjasama anggota pengurus Berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara dapat diketahui bahwa kurangnya kerjasama disebabkan anggota pengurus yang belum berpengalaman berorganisasi. Sebagai contohnya setiap tugas yang dipercayakan untuk mengerjakannya sering mengalami keterlambatan dan mempengaruhi waktu kegiatan yang telah ditetapkan. Secara psikologis dan mental terlihat dalam pekerjaan mereka kurang menciptakan iklim yang baik , sehingga mempengaruhi perkembangan organisasi yang kurang optimal, misalnya salah seorang anggota pengurus diberi tugas menyusun RAK ( Rencana Anggaran Kegiatan), dengan
56 contoh perhitungan telah diserahkan, dan telah ditentukan waktu hanya dua hari dengan target harus selesai, tetapi diserahkan pada hari keempat. Hal ini kurang disiplin dalam menyelesaikan tugas administrasi tidak tepat waktunya maupun pengaruhnya terhadap pengelolaan organisasi yang kurang optimal. Apabila kurang cepat diselesaikan, maka perlunya mengajak teman kerjanya agar bersama-sama secara berpatisipasi dapat mengerjakan tugas secepatnya. (2) Penyusunan program. Sesuai hasil wawancara diketahui bahwa anggota pengurus kurang paham dalam penyusunan program karena belum memiliki keterampilan dan pengetahuan sehingga kurang paham dalam penyusunan rancangan program, misalnya ditugaskan seseorang anggota pengurus sebagai koordinator, dan mengajak teman lainnya sebagai pemberi input untuk melakukan penulisan “proyek proposal” dan contohnya
,pembuatan pelaporan yang kurang sistematis, dan
kurang paham
dalam penulisan proyek proposal, serta sering terlambat dalam menyampaikan laporan minggu selama tugas di lapangan. Sesuai hasil wawancara dengan pimpinan yayasan yang mengatakan bahwa: “Evaluasi menunjukkan masih lemahnya manajemen Primari, terutama disebabkan oleh keterampilan dan pengetahuan staf(anggota pengurus) yang belum memadai, juga tenaga yang terampil sangat dibutuhkan, mengingat volume kegiatan kadang tertumpuk serta sering terjadi kerangkapan tugas yang mana kurang mencapai hasil yang diharapkan, namun tetap melaksanakan tugasnya karena waktu terus berganti. Kadangkala pendelegasian tugas yang tidak berjalan, sebagian menunjukkan disiplin yang lemah dan komunikasi internal yang kadang-kadang terhambat waktu kegiatan.”
Kemajuan lain dari kegiatan yayasan yaitu makin baiknya kemitraan Primari dengan berbagai instansi teknis terkait maupun lembaga-lembaga lain baik di nusantara maupun bantuan dari lembaga-lembaga internasional.
5.1.1. Pengelolaan Organisasi Sumberdaya anggota pengurus mempunyai tingkat pendidikan sangat memungkinkan, namun kurangnya keterampilan dibidang program dan belum pengalaman, sehingga
kurang paham dalam
penulisan proposal project untuk
menciptakan sumber-sumber dana melalui sesuatu pekerjaan. Pengelolaan organisasi yang kurang optimal dapat berpengaruh terhadap koordinasi yang kurang
57 efektif dengan kemitraan, untuk melakukan komitmen (kesungguhan) dalam sesuatu kegiatan program sering mengalami keterlambatan atau juga ketinggalan. Karena anggota pengurus kurang kerjasama dalam menyusun rancangan program yang tidak efektif, untuk menghubungkan berbagai informasi dari kemitraan dalam mencapai kesepakatan kerja. Hal ini sesuai informasi bahwa sering terjadi anggota pengurus kurang aktif karena tempat tinggal yang agak jauh dan terhambat oleh masalah transportasi sehingga keaktifannya sering mengalami keterlambatan untuk melaksanakan aktivitas organisasi. Berdasarkan sebagian uraian tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan beberapa
kelemahan dan kekuatan
dalam
pengelolaan organisasi yang kurang olptimal , sebagai berikut : 1) Kelemahan : a) Kemampuan sumberdaya manusia mengenai mental budaya kerja kurang terlatih untuk kesetiaan bertahan kerja dalam persaingan. b) Administrasi pembukuan dan manajemennya masih sederhana, sehingga masih mengandalkan “kepercayaan” dan “dukungan” pimpinannya. c) Ketrampilan kerja staf (anggota pengurus) yang belum berpengalaman, sehingga untuk mengakses secara cepat sesuatu tugas menurut prosedur kerja kadangkala kurang memuaskan dalam penyelesaian pekerjaan.. d) Pendelegasian tugas yang diberikan kepada staf
tidak berjalan sesuai
waktunya. e) Sebagian staf (anggota pengurus) menunjukkan disiplin yang lemah
dan
komunikasi internal yang kadang-kadang terhambat pekerjaan. f) Keterbatasan sumber dana dan sumberdaya manusia kurang kreatif, menyebabkan sebagian kegiatan yang diharapkan harus selesai pada tahun 2004 tetapi tidak selesai dan tertunda waktu kegiatan hingga bulan Januari sampai Februari 2005 2) Kekuatan :
a) Yayasan Primari makin dikenal sebagai LSM yang bergerak dibidang HIV/AIDS.
b) Sementara itu secara internal , kemajuan yang dirasakan adalah ketersediaan sarana perkantoran sebagai sentral kegiatan organisasi dan program yang semakin baik.
58 c) Kemajuan yang dirasakan antara lain makin baiknya kemitraan Primari dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga lain sebagai penyumbang dana, memiliki program serupa dengan Primari ( lembaga-lembaga internasional).
d) Kepercayaan yang kuat anggota pengurus terhadap pimpinan dapat dijadikan modal kerja dalam pengambilan keputusan, kepercayaan terhadap pimpinan, sesuai pula dengan “kesepakatan bersama. 5.1.2. Kerjasama Kerjasama merupakan nilai yang sangat penting dan mempunyai pengaruh terhadap kualitas kerja maupun dalam proses sistem manajemen khususnya manajemen serba sasaran, misalnya manajemen proses pengelolaan keuangan, proses pendelegasian tugas administrasi seperti surat menyurat, yang semuanya berakibat dan saling berpengaruh untuk mencapai hasil sesuatu pekerjaan yang lebih efektif dan efisien menurut prosedur birokrasi atau penjenjangan dalam sesuatu organisasi.
Dengan kerjasama yang baik akan memungkinkan orang
dapat berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk mencapai
perubahan dalam segala aktivitas. Untuk itu pada kenyataannya masih terdapat kerjasama yang kurang diantara
anggota pengurus yang berpengaruh terhadap
perkembangan organisasi yang kurang optimal, misalnya kerjasama dalam menyesaikan tugas yang perlu segera diselesaikan untuk realisasi kegiatannya. contohnya: penyusunan rencana program misalnya, dalam penulisan proposal proyek untuk penggalangan dana, sering terhambat dalam merencanakan rincian biaya kegiatan maupun cara pertanggung jawaban biaya kurang sistematis maupun cara menyusun rumusan kegiatan dengan alokasi dananya masih sederhana sehingga sering terlambat menginformasikan dan sebagainya. Menurut salah seorang manajer program HIV/AIDS Saudara Mujiharto mengatakan sebagai berikut: : “… kerjasama staf ( anggtota pengurus) selama ini yang saya rasakan dan lihat, bahwa pada umumnya kami mengalami kesulitan untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan sering tertundah waktu kegiatan mengingat anggota pengurus tidak menyelesai tugas secepatnya sehingga jadwal kegiatan tertundah dan undangan untuk kegiatan terpaksa, kami membuat ulang dan pemberitahuan kembali kepada pihak kemitraan yang diajak kerjasama pada sesuatu pekerjaan/kegiatan tertentu.” Tetapi kerjasama dengan instansi teknis maupun lembaga-lembaga lainnya dapat terlaksana dengan lancar, namun kadangkala
pada saat yang lain
anggota
59 pengurus tidak aktif, sehingga tertundah waktu kegiatan. Sering kegiatan terhambat adalah kegiatan rutin administrasi di kantor, sedangkan jika kegiatan menyangkut proyek yang operasionalnya mengandung dana untuk anggotga pengurus akan memperoleh upah kerja pada setiap program yang dilaksanakan, maka kerjasama semakin lancar. Tetapi jika belum ada kegiatan proyek yang dilaksanakan yayasan, maka keaktifan staf (anggota pengurus ) sering kurang aktif atau tidak hadir selama dua atau tiga hari, kecuali temannya mengingatkan, baru aktif kembali dan bekerja di kantor. Untuk itu dapat dikemukakan mengenai kelemahan dan kekuatan dalam kerjasama sebagai berikut: 1) Kelemahan : a) Pelaksanaan kegiatan
bila
mengandung nilai-nilai ekonomis,
maka
kerjasama anggota lebih aktif dan adanya iklim kerja bersaing. b) Kerjasama anggota pengurus untuk memberikan gagasan dalam penyusunan rancangan program masih sangat terbatas. c)
Kerjasama anggota pengurus
dalam mempercepatkan
pendelegasian
sesuatu tugas dari pimpinan yayasan masih terlambat. d) Kurangnya kerjasama dalam menciptakan suasana atau lingkungan kerja yang kondusive 2) Kekuatan : a) Kerjasama staf (anggota pengurus) dengan pimpinan dalam kegiatan proyek memudahkan saling membantu b) Kerjasama anggota pengurus dengan pimpinan dalam menciptakan situasi yang kolaboratif dan bukan saling bersaing. c) Sebagian
anggota pengurus
masih saling mengerti dan merasakan
pentingnya kerjasama terutama sifat-sifat toleransi dan kesabaran. d) Pengurus mempunyai kemampuan (keterampilan kerja) dapat mendorong partisipasi berpikir untuk
menyelesaikan tugas bagi kemajuan organisasi
secara keseluruhannya. Tetapi banyak kegiatan dari sesuatu proyek yang dilaksanakan tersebut, belum seimbang dengan sumberdaya anggota pengurus yang belum berpengalaman dan tenaga yangt terbatas memberikan peluang bagi anggota pengurus dalam melakukan
kegiatan secara
berangkap
dan memperoleh banyak keuntungan
misalnya dibidang penyusunan program kegiatan sering mengalami keterlambatan menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepada, sehingga untuk cepatnya
60 diselesaikan dua orang, bisa dilakukan oleh tiga orang, namun dapat menghambat pekerjaan masing-masing sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian Yayasan Primari
mengalami permasalahan pada “lemahnya
pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan
kurangnya kerjasama”, sangat
berpengaruh terhadap berbagai aktivitas yang dihadapi untuk dilaksanakannya. Hal ini disebabkan oleh anggota pengurus yang belum berpengalaman karena kurang peningkatan keterampilan dalam bidang program maupun administrasi. Evaluasi menunjukkan bahwa
dua hal yang menjadi masalah pokok
yakni
kurang
keterampilan dibidang program dan kurangnya kerjasama anggota pengurus, sehingga belum memperlancar proses administrasi yang mendukung kinerja kerja dalam pengelolaan organisasi yang lebih optimal.
5.1.3. Kepemimpinan Masalah kepemimpinan selalu diperbincangkan orang sepanjang jaman. Oleh sebab itu pendidikan, pengalaman dan wawasan yang lebih luas dari pemimpin Yayasan Primari menunjukkan kepatuhan bekerjasama dengan anggota pengurus dengan sabar menjalankan aturan organisasi sesuai prosedur penjenjangan yang ada. Pimpinan yayasan dengan tingkat pendidikan seorang dokter dan bukan pegawai negeri sipil, yang bergerak dibidang keswastaan. Selama menjadi pimpinan yayasan terdapat kemajuan antara lain dalam segi kemitraan Yayasan dengan instansi teknis terkait dan lembaga-lembaga
lain yang memiliki program serupa
semakin terjalin baik. Adanya kepercayaan anggota pengurus kepada pemimpin secara formal maupun informal telah melandasi aktivitas kehidupan dari kegiatan yayasan, baik dalam proses pengambilan keputusan , pembagian kerja, pembahasan program
maupun dalam perencanaan penganggaran kegiatan
program dan pengendalian/evaluasi kegiatan serta upaya penggalangan dana kegiatan bagi yayasan.
5.1.4. Penggalangan Dana Pelaksanaan kegiatan untuk penggalangan dana pada umumnya dilakukan bersama anggota pengurus dengan penulisan proposal project dan menyampaikan kepada pihak penyumbang dana atau kemitraan. Penggalangan dana dilakukan dengan koordinasi pihak instansi terkait, seperti bantuan sumbangan dana dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire dan di Jakarta, juga dilakukan kerja sama
61 dengan lembaga-lembaga lain di luar negeri seperti dari pihak bantuan kemanusiaan internasional dari Canada, Belgia, Perancis dan Belanda. Seperti tabel tujuh berikut. Tabel : 7. Hasil Penggalangan Dana Yang Diselesaikan , 2002-2003. No.
Pendana ( Funder )
Masa Proyek ( Project Duration )
Jumlah Anggaran ( Budget amount ) IDR
1.
AusAID Wat San
Februari
June 2002
Rp.
197.500.000
2.
USAID / PATH
February 2001 – August 2002
Rp
91.065.600
10.118.40
3.
Medecins du Monde /France Instansi Pemda
March
2001 -
Rp
266.841.800
29.649.09
May
2001 - April
2002
Rp
67.800.000
7.533.33
May
2002 -
2003
Rp
64.000.000
7.111.11
4.
2001 –
Ekuivalen dalam USD ( equivalent in USD ) 21.944.44
April 2002
April
5.
USAID/FHI - ASA
January
2002-Desember 2002
Rp
227.680.000
25.297.78
6.
Canada Fund
January
2002 – January 2003
Rp
109.482.000
12.164.67
7.
Dinas Kesehatan
May
2002 -
Rp
57.349.250
6.372.14
8.
Lainnya ( others)
May
2001 - April
Rp
40.297.230
4.477.47
Rp
1.081.718.650
120.190.96
April 2004 2002
JUMLAH TOTAL
Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire , 2005. . Keterangan : Mata Uang : Rupiah; Custency : IDR ;
1 USD = IDR 9000.
Atas kemitraan tersebut dapat menghasilkan dukungan program untuk membantu kegiatan di bidang HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, seperti table berikut. Tabel : 8. Hasil Penggalangan Dana Tahun 2003 - 2004 No.
Pendana
Pengeluaran ( expenses )
(Funder )
Dana Proyek ( Project Fund ) Jumlah
Anggaran
(Total
Budget) IDR
(
585.500.308.39
Ekuivalen USD (equivalent in USD) 65.055.59
(
274.502.657.48
30.500.30
455.614.000
50.624
3.
Pemda ( KPAD )
40.000.000,00
4.444.44
64.000.000
7.111
4.
Dinkes
34.500.000,00
3.833.33
57.349.250
6.372
25.136.020.00
2.792.89
40.297.230
4.477
959.638.985,87
106.626.55
23.193.679,820
257.707
1.
Cordaid
IDR
1.702.107.502
Ekuivalen USD ( equivalent in USD ) 189,123
Belanda) 2.
Cordaid Belanda )
(Health
Office ) 5.
Perorangan (Individuals) JUMLAH TOTAL
Sumber data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005
Masa Proyek (Pr oject Duration)
Agustus 2002 – Juli 2005 Februari 2003 – Januari 2005 Januari 2004 (Kerjasama ) Januari 2004 (Kerjasama ) Februari 2004 (Kerjasama )
62
Dalam proses penyampaian proposal poject kepada pihak penyumbang dana, seperti ditujukan kepada instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang memiliki program serupa dengan programYayasan Primari. Data tabel delapan menunjukkan hasil penggalangan dana untuk tahun 2003 - 2004 sejumlah dana Rp 959.638.985,87 terdiri dari dana yang dikelola oleh Yayasan Primari sendiri sebesar Rp 860.002.965.,70. dilaksanakan dari tahun 2003 - 2004, merupakan dana bantuan lembaga internasional
dari organisasi kemanusiaan yakni Cordaid (
Belanda), seperti terlihat pada tabel tujuh tersebut di atas. Penggalangan dana berasal dari instansi pemerintah dan lembaga-lembaga internasional untuk masa proyek 2002 – 2003, sebesar Rp 1.081.718.660,- atau USD 120.190.96. Untuk penghimpunan modal maka Primari telah
menunjukkan kemampuannya untuk
berusaha mengatasi bila ada masalah yang dihadapinya, walaupun masih adanya pengeluaran serta selalu menggunakan pembukuan atau pencatatan sesuai tugas staf pengurus dalam pembagian kerjanya.
Kemudian pendana lainnya yakni dari
Pemda dalam hal ini KPAD, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire berjumlah Rp 74.500.000,- tahun 2004, merupakan dana yang dilaksanakan secara kerjasama, maksudnya dana diatur dengan kegiatan dari yayasan dengan kerjasama salah satu instansi pendana dan dipertanggung jawabannya oleh instansi yang pemberi dana tersebut.
Sedangkan
sumbangan
individual
sejumlah
Rp
25.136.020,00
dilaksanakan untuk kegiatan yayasan. Selain bantuan sumbangan dana tersebut, maka Yayasan Primari juga melakukan kavetaria dan karoke
pada gedung
usaha-usaha lain serupa bisnis melalui
Prim maupun melalui warnet dan fotokopi
Primata Nabire. Hasil penggalangan dana melalui “pendanaan proyek” ( project funding) dalam kegiatan tahun 1999 – 2003 telah diselesaikan beberapa kegiatan antara lain : (1) Program pencegahan HIV/AIDS; penyakit menular lainnya seperti kelembagaan
(2) Program penanggulangan
diare, malaria dan pnemonia.
(3) Kegiatan
seperti anggota pengurus yang mengikuti diklat, lokakarya dan
studitur ke Jakarta, Jayapura dan Merauke. (4) Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan di masyasrakat pada dua kelurahan ( foto terlampir). ( 5) Administrasi dan kesejahteraan pengurus yayasan. (6) Fasilitas pendukung kegiatan yayasan. Upaya penggalangan dana untuk tahun 2003 – 2004/2005 telah dilaksanakan sebagian , namun masih ada dua proyek yang dilaksanakan sampai bulan Januari 2005, dengan jenis kegiatan yaitu : Kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi
63 lingkungan, pencegahan HIV/AIDS dan penanggulangan penyakit menular lainnya, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan/Puskesmas untuk penyelenggaraan pos – pos kesehatan (obat). 5.1.5. Kemitraan Yayasan Primari kemitraan
dalam membuka jaringan kerja ( networking )
merupakan kegiatan utama untuk
atau
memperoleh modal yang dapat
menunjang program kerja yang telah direncanakan
bersama.
Oleh karena itu
kemajuan yang dapat dicatat antara lain makin baiknya kemitraan yang dibangun oleh Primari dengan instansi teknis pemerintah maupun lembaga-lembaga lain misalnya
bantuan dari lembaga-lembaga internasional, yang memiliki program
serupa dengan kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Primari Nabire. Kemitraan Primari dengan lembaga-lembaga internasional khususnya
berkaitan dengan
kegiatan pencegahan HIV/AIDS dan pemeliharaan kesehatan masyarakat misalnya penanggulangan diare, malaria, dan pnemonia
serta peningkatan air bersih dan
sanitasi lingkungan maupun pembangunan rumah Honai
yang berventilasi, dan
peningkatan kelembagaan yaitu peningkatan ketrampilan anggota pengurus.
5.2. Analisis Pelaksanaan Program Kegiatan evaluasi pelaksanaan pencegahan dan pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis, dilaksanakan dengan bentuk program terdiri dari tiga program yang secara ringkas yaitu : “program pencegahan/penyuluhan dan program bantuan kelompok usaha ekonomis produktif serta program pelayanan kesehatan masyarakat seperti penyedian air minum dan bantuan obat untuk penanggulangan penyakit menular yakni malaria, diare, pnomenia dan HIV/AIDS. Adapun kegiatan pencegahan HIV/AIDS kepada masyarakat suku Mee dan warga masyarakat lainnya, yang diprakarsai Yayasan Primari dan kerjasama instansi terkait maupun bantuan dari lembaga-lembaga internasional.
Kegiatan program
pencegahan/ penyuluhan yang dilakukan dalam pencegahan HIV/AIDS
masih
bersifat parsial , artinya meliputi kegiatan ceramah, diskusi dan permainan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
dilakukan
kurang melibatkan masyarakat
dalam kegiatan, sehingga sebagai tindak lanjut kegiatan di Rukun Wilayah kurang dilakukan dengan baik serta kurang tenaga pendamping kegiatan atau kader
64 masyarakat. Selanjutnya program bantuan kepada kelompok usaha ekonomis produktif dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten. Kegiatan usaha ekonomis produktif keluarga muda mandiri (KMM) sebanyak
dilaksanakan kepada
lima Kelompok dan para ODHA tujuh
kelompok, kemudian setiap kelompok terdiri dari lima orang.dalam satu RT. Sedangkan program
perawatan kesehatan dan bantuan obat yayasan
kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional yaitu penyedian air bersih dan sanitasi lingkungan maupun bantuan obat kepada keluarga serta bantuan obat Antiretroviral (ARV). Pelaksanaan program-program tersebut telah dilaksanakan atas kerjasama yayasan dengan pihak terkait maupun lembaga-lembaga internasional pada tahun 2003 – 2004 . Kegiatan yang dilakukan yaitu penyediaan air bersih dan kebersihan lingkungan secara partisipasi dan
pemberian bantuan obat-obatan
kepada keluarga dan obat Antiretoviral bagi para ODHA. Adapun program pencegahan
HIV/AIDS
pemerintah dan lembaga-lembaga internasional
yang telah dilakukan oleh terdiri dari
tiga program
sebagaimana dikemukakan di atas dilakukan atas kerjasama dan juga bantuan langsung kepada warga masyarakat termasuk para ODHA di kelurahan tersebut. Program yang dilaksanakan tahun 2003 dan 2004 dapat diketahui secara ringkas pada tabel berikut. Tabel 9. Gambaran Program Pencegahan HIV/AIDS Di Kelurahan Karang Tumaritis No.
Program/Thn Pelaksanaan 2
Sasaran
1.
Progam Pencegahan/Penyuluhan 2003 s/d 2004
Keluarga,ODHA, Pelajar/siswa, tomas & remaja, pemuda
2.
Program UEP(Usaha
Keluarga dan Para ODHA, Remaja Putus Sekolah Keluarga dan Para ODHA
1
Ekonomis Produktif)
3.
Program Pelayanan Kesehatan dan bantuan obat
3
Sumber : Data Yayasan Primari, 2005
Sumber Dana 4
Mekanisme
Tipologi
5
6
Instansi/KPAD Dan Lembaga – lembaga internasdional Instansi Teknis Pemerintah
Kerjasama, Penyumbang program
Partisipasi, Fungsional
Kerjasama
Partisipasi, Fungsional
Instansi Pemerintah dan lembagalembatga internasional
Kerjasama, Penyumpang Program
Partisipasi, Fungsional
65 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada program pencegahan berbentuk penyuluhan dan ekonomis
bantuan kegiatan pengembangan masyarakat
produktif
sesuai
pengamatan
lapangan
kurang
berupa usaha terlatih
tenaga
pendampingan bagi kegiatan yang dilaksanakan pada kelurahan tersebut, dan warga setempat mengalami kesulitan serta kurang terbimbing atau termotivasi atas perkembangan untuk lebih berhati-hati dan lebih eksis bagi kemajuan kelompok usahanya. 5.2.1. Program Pencegahan/Penyuluhan HIV/AIDS Kegiatan
program
pencegahan/
penyuluhan
yang
dilakukan
dalam
pencegahan HIV/AIDS masih bersifat parsial , artinya meliputi kegiatan ceramah, diskusi
dan
permainan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
kurang melibatkan masyarakat dalam kegiatan, sehingga
dilakukan
sebagai tindak lanjut
kegiatan di Rukun Wilayah kurang dilakukan dengan baik serta kurang tenaga pendamping kegiatan atau petugas kader masyarakat. Selanjutnya bantuan
kepada kelompok usaha ekonomis produktif
program
dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten. Kegiatan usaha ekonomis produktif dilaksanakan kepada keluarga kurang mampu sebanyak lima Kelompok dan para ODHA tujuh kelompok, kemudian setiap kelompok terdiri dari lima orang.dalam satu RT. Sedangkan program
perawatan kesehatan dan bantuan obat yayasan
kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional yaitu penyedian air bersih dan sanitasi lingkungan maupun bantuan obat kepada keluarga serta bantuan obat Antiretroviral (ARV). Pelaksanaan program-program tersebut telah dilaksanakan atas kerjasama yayasan dengan pihak terkait maupun lembaga-lembaga internasional pada tahun 2003 – 2004. Kegiatan program pencegahan/ penyuluhan yang dilakukan dalam pencegahan HIV/AIDS masih bersifat parsial , artinya meliputi kegiatan ceramah, diskusi Edukasi)
dilakukan
dan
permainan KIE ( Komunikasi, Informasi dan
kurang melibatkan masyarakat dalam kegiatan, sehingga
sebagai tindak lanjut kegiatan di Rukun Wilayah kurang dilakukan dengan baik serta kurang tenaga pendamping kegiatan atau petugas kader masyarakat. Selanjutnya program bantuan kepada kelompok usaha ekonomis produktif dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten. Kegiatan usaha ekonomis produktif dilaksanakan kepada keluarga kurang mampu sebanyak
66 lima Kelompok dan para ODHA tujuh kelompok, kemudian setiap kelompok terdiri dari lima orang pada satu RT. Sedangkan program perawatan kesehatan dan bantuan obat yayasan kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional yaitu penyedian air bersih dan sanitasi lingkungan maupun bantuan obat kepada keluarga serta bantuan obat Antiretroviral (ARV). Pelaksanaan program-program tersebut telah dilaksanakan atas kerjasama
yayasan
dengan pihak terkait
maupun
lembaga-lembaga internasional pada tahun 2003 – 2004.
Gambar 13. Poster AIDS di Sudut Jalan Dan Diskusi Interaktif suku Mee
Kemudian Pencegahan AIDS kepada Tokoh Masyarakat dan Ketua RW, Ketua RT di Kelurahan Karang Tumaritis.
Gambar 14. Penyuluhan HIV/AIDS berupa pemainan KIE, perpustakaan mini dan Masa Orientasi Siswa ( MOS) SMU
Kegiatan program pencegahan/ penyuluhan yang dilakukan dalam pencegahan HIV/AIDS masih bersifat parsial , artinya meliputi kegiatan ceramah, diskusi dan permainan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dilakukan kurang melibatkan masyarakat dalam kegiatan, sehingga
sebagai tindak lanjut kegiatan di Rukun
Wilayah kurang dilakukan dengan baik serta kurang tenaga pendamping kegiatan atau petugas kader masyarakat.
67 5.2.2. Program Bantuan USEP (Usaha Ekonomis Produktif ) Pelaksanaan kegiatan program bantuan USEP bagi keluarga yang termasuk anggota keluarga
pengidap HIV/AIDS
dan Lanjut Usia Produktif
dapat
dikemukakan sebagai berikut : 1. KSM Dalam UEP (Usaha Ekonomis Produktif )
.
Untuk bantuan usaha ekonomis produktif yang mendapat
bantuan dari
Dinas Kesejahteraan Sosial dan kerjasama dengan Yayasan Primari melakukan kegiatan kepada keluarga kurang mampu yang anggota keluarga terkena pengidap HIV/AIDS dan narkoba sebanyak dua belas kelompok atau enam puluh orang yang tersebar pada delapan RT dan setiap kelompok lima orang dengan jenis usaha yaitu kelompok pedagang sayur-sayuran dua kelompok, peternakan babi dua kelompok, dan perkiosan empat kelompok, dan kelompok BBM (bensin dan minyak tanah) empat kelompok. Jenis bantuan tersebut merupakan bantuan hibah untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka. Sebagai contoh dapat terlihat kelompok USEP pedagang sayur yang menggunakan payung dan selalu berusaha melakukan usaha penjualan di pasar sentral Kelurahan Karang Tumariktis Nabire, seperti terlihat pada gambar berikut.,
Gambar 15. KSM –UEP Pedagang Sayur( Payung)
2. Kelompok USEP Remaja Putus Sekolah Untuk bantuan usaha ekonomis produktif merupakan bentuk bantuan hibah kepada remaja putus sekolah kepada
sepuluh kelompok USEP dengan jenis
usaha yaitu jenis usaha BBM (bensin dan minyak tanah) tiga kelompok, jenis usaha perkiosan tiga kelompok, jenis usaha peternakan babi empat kelompok. Kemudian setiap kelompok terdiri dari lima orang dan kelompok usaha produktif ini tersebar pada delapan RT di Kelurahan Karang Tumaritis. Kelompok USEP Remaja Putus
68 Sekolah tersebut, mengalami masalah sos ial “kenakalan remaja “ seperti kegiatan narkoba dan praktek prostitusi. Untuk itu dari Petugas Sosial melakukan
data
( identifikasi) dalam rangka sebagai kelompok USEP pada remaja putus sekolah. Pelaksanaan bantuan kelompok usaha ekonomis produktif kepada remaja putus sekolah, sehingga tidak melakukan masalah sosial seperti praktek prostitusi untuk mendapatkan uang serta memperoleh pendapatan dalam menunjang kebutuhan hidupnya. Upaya pengentasan anak putus sekolah
dapat hidup mandiri
sebagaimana yang diinginkannya. Kelompok usaha produktif dengan susunan pengurus
terdiri
dari
ketua,
sekretaris,
bendahara
dan
anggota.
Dalam
perkembangan kelompok usaha produktif tersebut selalu diberikan bimbingan lanjut. 5.2.3. Program Pelayanan Kesehatan Dan Bantuan Obat Program pelayanan kesehatan yaitu dilakukan kegiatan sanitasi lingkungan berupa bimbingan keluarga dengan penyediaan sarana air bersih pada beberapa yang sulit memperoleh air minum serta kegiatan tersebut merupakan kemitraan yayasan dengan lembaga-lembaga internasional agar lingkungan yang bersih dan tersedianya air bersih atau air minum pada suatu lingkungan yang menjangkau tiga keluarga. Adapun bentuk penyediaan sarana penampungan air minum seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 16. Sanitasi Lingkungan (Sarana Air Minum) Dan bantuan obat
Kegiatan sanitasi lingkungan adalah penyediaan air bersih di Kelurahan Karang Tumaritis berkaitan dengan program pelayanan kesehatan masyarakat dan terkait juga dengan upaya pencegahan AIDS tersebut. Disamping kegiatan bantuan obat penanggulangan penyakit menular seperti malaria, diare, pnominea , kepada warga masyarakat suku Mee dan masyarakat lainnya yang mengalami sakit, serta juga
69 para ODHA dari suku Mee diberikan bantuan obat Antiretroviral ( ARV ), serta pemasangan poster AIDS di sudut kota atau dipersimpangan jalan (foto gambar 9).
5.3. Pengembangan Ekonomi Lokal. Usaha perbaikan penghasilan yang dikembangkan ODHA merupakan aktivitas ekonomi. Dalam hal ini para ODHA berupaya mengembangkan strategi nafakah melalui program yang dilakukan oleh yayasan dan instansi pemerinta maupun lembaga-lembaga laiknnya , untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sekaligus guna memperbaiki taraf kehidupannya. Dampaknya terhadap dirinya dengan semangat dan keinginan dalam pelaksanaan usaha ekonomi produktif, karena dengan modal usaha dan ketrampilan dapat merubah pola hidupnya dan mengembangkan usahanya untuk menjawab kebutuhan dan kesejahteraannya. Manfaat
usaha
ekonomi
produktif
yakni
merasakan
bertambah
penghasilannya dalam satu bulan sangat bervariasi dan belajar meraih peluang dan kesempatan, jika dibandingkan dengan penghasilan mereka sebelum menjadi anggota kelompok usaha produktif yang mendapatkan uang hanya mengharapkan pemberian dari orangtua mereka, dan sebagainya. Melalui program bantuan usaha ekonomis produktif mereka belajar cara memanfaatkan jaringan yang lebih luas serta mengakses potensi ekonomi lokal. Untuk itu melalui pemasaran hasil dalam meraih hasil yang memberikan keuntungan bagi kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian menurut hemat penulis bahwa modal usaha yang diperoleh berupa bantuan stimulans maupun ketrampilan atau sesuatu nilai (value) yang telah dimiliki individu atau kelompok sebelumnya merupakan modal sosial yang dijadikan sebagai kekuatan (power) untuk meraih keberuntungan bagi kehidupannya, dengan ketentuan bahwa suatu usaha tidak lain memenuhi beberapa kriteria antara lain : (1) bantuan disesuaikan dengan kebutuhan dan ketrampilan; (2) bantuan berorientasi pada pasar; dan (3) bantuan disesuaikan dengan potensi dan sumber daya lokal.
5.4. Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial Program pencegahan HIV/AIDS merupakan modal sosial yang sangat membantu pemahaman masyarakat terutama
para pengidap ODHA sekaligus
sebagai gerakan Sosial masyarakat dalam meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat bersama-sama secara partisipatif melakukan pencegahan ODHA
di masyarakat. Pemerintah perlu
70 memberikan dukungan dan meningkatkan LSM/Yayasan sebagai modal sosial untuk lebih melaksanakan berbagai kegiatan preventive ( pencegahan ) berupa sosialisasi dan kampanye publik dalam rangka pemahaman masyarakat terhadap bahaya HIV/AIDS.
Melalui modal sosial yang telah ada dan tumbuh dimasyarakat baik
berupa nilai-nilai adat istiadat setempat, perlu ditingkatkan untuk membantu kehidupan bermasyarakat maupun bidang keagamaan merupakan modal sosial yang perlu ditingkatkan dalam berbagai gerakan sosial untuk membantu dalam pelaksanaan pencegahan HIV/AIDS maupun kegiatan usaha-usaha produktif yang dapat menguntungkan bagi kehidupan
masyarakat setempat. Dalam proses
sosialisasi tersebut tidak jarang berbenturan dengan sistem nilai individu yang ada dimasyarakat terlebih lagi yang berkaitan dengan pemberdayaan ODHA. Dalam kaitannya dengan pemasaran hasil, maka lebih jauh Iver (dalam Soerjono Soekamto, 1986) menyatakan bahwa anggota-anggota dalam suatu kelompok akan mengalami hubungan timbal balik, saling mempengaruhi serta akan membuat tumbuh kembangnya kesadaran untuk saling tolong menolong. Selain itu Cooley (dalam Soerjono.S., 1986) juga menambahkan bahwa dengan terbentuknya kelompok maka tujuan anggota secara individu menjadi tujuan kelompok. Sehubungan dengan modal sosial menurut tokoh masyarakat di Kelurahan ini mengatakan bahwa : “… nilai-nilai adat istiadat masyarakat suku Mee merupakan modal masyarakat yang harus ditanamkan kepada anak-anak selaku generasi muda, agar jangan dilupakan karena dengan nilai-nilai adat istiadat sebagai pedoman hidup yang sangat dihargai dan menjadi adat budaya masyarakat secara turun temurun serta digunakan selama manusia itu berada.” Sehubungan dengan pengembangan modal sosial dan pendapat tokoh masyarakat, maka pemerintah lokal maupun lembaga adat suku Mee perlu mengupayakan kembali nilaik-pnilai kemanusiaan yang hakiki yakni pulihnya keadilan, kejujuran, kepercayaan, dan kepeduliaan kita sebagai manusia. Karena dalam pelaksanaan program pencegahan HIV/AIDS diperlukan adanya pemahaman darik masyarakat untuk lebih (honesty) dan
meyakinkan dan melindungi dirinya dan kejujuran
kepercayaan ( trust) merupakan modal sosial yang dimiliki
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya lebih baik. Kemudian dengan kehadiran lembaga bagi ODHA untuk memanfaatkan sebagai jaringan mitra kerja, mitra informasi untuk menjembatani ODHA untuk mendukung kebutuhannya, baik
71 kebutuhan kesehatan phisik, psikologis, maupun kebutuhan sosdial ekonomi. Dengan demikian menurut hemat penulis bahwa pengembangan masyarakat para ODHA sebagai anggota kelompok dapat mengembangkan ketrampilan yang lebih mudah merubah pola perilaku individu dalam kelompok usaha produktif semakin belajar partisipatif untuk mendukung kebutuhan psikologis, sosial dan ekonomi agar memahami jati diri kemandiriannya melalui kemajuan kelompok dalam meraih keberhasilan. Program pencegahan HIV/AIDS yang dilaksanakan merupakan salah satu bentuk gerakan sosial untuk menyadarkan pemahaman masyarakat agar dimengerti dan adanya upaya untuk menghindarkan diri dan menghargai nilai-nilai budaya local yang sangat menunjang kebutuhan hidup masyarakat .
5.5. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Kebijakan program pencegahan yang dilakukan atas kerjasama yayasan dan instansi pemerintah dan proses perencanaan yang panjang namun selalu mengacu kepada pendekatan partisipatif dimasyarakat agar kegiatan pencegahan HIV/AID tidak hanya bersifat top-down, yang sering dirancang dari atas, tetapi sebaiknya top down dihindarkan, sehingga bottom-up lebih dimasyarakatkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Dalam upaya pencegahan HIV/AIDS, maka setiap tahun anggaran diperlukan dukungan kebijakan dan perencanaan program pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan secara terpadu guna mencegah perlakuan diskriminatif terhadap ODHA, baik dalam upaya akses pada pelayanan kesehatan, hubungannya dengan keluarga dan masyarakat, maupun akses pada lapangan pekerjaan dan usaha sesuai dengan kapasitas ODHA. Kegiatan terpadu mengandung dua indikasi pengertian. Pertama, kegiatan dengan melibatkan berbagai kepentingan antar instansi secara terpadu mengandung pengertian bahwa adanya kerja sama dalam kesamaan persepsi baik melalui pelayanan
dan bantuan
maupun pemberdayaan terhadap ODHA, sehingga
terintegrasi kepentingan politik, sosial dan ekonomi.
Memperhatikan masalah dan
harapan dan kebutuhan ODHA, maka menurut hemat penulis yakni diperlukan adanya kebijakan Pemerintah ( eksekutif dan legislatif) untuk keterpaduan kegiatan baik penyebaran informasi dan edukasi maupun sosialisasi tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit lainnya, agar masyarakat lebih memahami bahaya HIV/AIDS, sehingga tidak lagi terjadi diskriminasi terhadap ODHA. Berkaitan dengan proses perencanaan, maka tenaga kader masyarakat dari pihak masyarakat yang
72 peduli terhadap kemajuan warganya adalah tenaga yang ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan, dengan
sehingga
masyarakat
dapat memiliki kemampuan untuk lebih komunikatif
dalam
merancang,
melaksanakan,
mengelola
dan
mempertanggung jawabkan upaya pengembangan diri masyarakat secara sosial dan ekonomi. Kebijakan dan perencanaan sosial
sesuai dengan era otonomi
khususnya dapat bermanfaat untuk menumbuhkan otonomi perilaku manusianya secara pribadi dan sosial melalui keaktifannya dalam kegiatan kelompok usaha produktif yang termotivasi keinginannya untuk memahami dan menyadari status sosial dan menemukan jati dirinya sebagai manusia di masyarakat lokal setempat
5.6. Gambaran Umum Keberadaan Yayasan Sesuai sejarah pembentukan yayasan, maka Primari merupakan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi sosial yang bersifat independen dan nirlaba, tidak berafiliasi pada suatu kekuatan yang tumbuh dan bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat dan pelayanan kemanusiaan serta tidak menginduk kepada suatu golongan suku, agama, atau partai politik tertentu. Yayasan Primari bebas dalam segala hal seperti yayasan sosial lainnya dan bebas pajak penghasilan. Yayasan ini menjamin kepastian hukum, sehingga kepengurusan Primari berusaha mengikuti UU No. 16/2001 tentang Yayasan, meskipun hingga saat ini belum sesuai sepenuhnya. Namun Primari
sesuai akta notaris pendirian telah disahkan pada
tanggal 20 Mei 1999 dalam bentuk Yayasan. Yayasan ini memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta memiliki Dewan Pendiri sesuai dengan akte notaris dan Badan Pengurus Yayasan bertanggung jawab kepada Dewan Pendiri. Kekayaan yayasan, hanya dipergunakan untuk membiayai kepentingan program sosial kemanusiaan agar mencapai tujuan yayasan dengan fasilitas pendukung adalah sebuah kantor, sebuah gedung serbaguna prim, sebuah fotokopi dan sablon primata serta peralatan kerja lainnya terdapat pada (lampiran ). 5.6.1. Visi dan Misi serta tujuan Yayasan Visi Yayasan Primari adalah mewujudkan masyarakat yang mandiri dibidang kesehatan dan kesejahteraan, yang mampu menolong diri mereka sendiri dalam menangani masalah kesehatan dan sosial. Misi Yang Ingin Dicapai adalah: (1) Menerapkan program-program pelayanan kesehatan dasar, yang berfokus pada penanggulangan penyakit menular (Malaria dan HIV/AIDS). (2) Mendidik dan
73 memperkuat ketahanan keluarga dan masyarakat untuk melindungi diri dari bahaya penyakit menular. (3) Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesehatan lingkungan serta bantuan kemanusiaan Tujuan yayasan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dalam aktivitas pembangunan nasional secara menyeluruh dan membantu pemerintah dibidang kesehatan masyarakat dan bantuan kemanusiaan dalam usaha untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar melindungi dirinya dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. masyarakat
Sasaran gerakan Primari adalah keluarga dan
maupun anak-anak sekolah diwilayah perkotaan dan penjangkauan
masyarakat pedesaan terpencil yang menjadi prioritas khususnya pencegahan HIV/AIDS, penyakit malaria, diare dan pnemonia. Sedangkan sasaran dibidang kelembagaan adalah prioritas pada peningkatan ketrampilan dan pengetahuan staf bagi organisasi serta upaya jaringan kerja ( networking) dalam penggalangan dana untuk memperlancar administrasi dan pelaksanaan kegiatan program.
Sasaran
gerakan yayasan dapat disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang terdapat pada struktur organisasi dan dijabarkan melalui kegiatan program/proyek di masyarakat. 5.6.2. Pendekatan yang digunakan Yayasan Pendekatan yang digunakan Primari dalam pelaksanaan program-program adalah pertama : peningkatan kemampuan anggota pengurus dalam pengetahuan dan ketrampilan
agar menciptakan sumber-sumber dana untuk
berusaha
melaksanakan program-program yang nyata dalam aktivitas pembangunan; kedua : menyusun rancangan program dengan beralih kepada pendekatan bottom up melalui pelatihan dan pendidikan,
permasalahan sosial, dan peningkatan
pendapatan masyarakat; ketiga : membantu pemerintah dalam menciptakan kegiatan penyuluhan dan penjangkauandesa/kampung terpencil yang letaknya jauh dari pusat kota, konseling kepada para ODHA yang mengalami stress psikologis akibat diskriminasi dan stigmatisasi dari keluarga dan pengembangan media KIE (Komunikasi Informasi Edukasi), pengadaan sarana, penyelenggaraan seminar dan pertemuan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. 5.6.3. Struktur Organisasi Yayasan Struktur organisasi menurut akta pendirian hukum, maka sejak terbentuk yayasan primari pada tahun 1999, namun dalam pelaksanaan penempatan personal
74 anggota pengurus pelaksana, baru dimulai sejak
8 Agustus 2000 dengan
pembagian kerja menurut struktur organisasi seperti berikut.: Bagan Struktur Organisasi Kepengurusan Yayasan Primari Nabire.
Gambar: 17. Struktur Organisasi Yayasan Primari Nabire.
Struktur organisasi yayasan mengalami tiga kali perubahan dan pada perubahan yang kedua kalinya dibentuk pada bulan September 2004, seperti terlihat pada bagan struktur organisasi kepengurusan
primari tersebut.
Sedangkan sentral
kegiatan organisasi dalam menunjang kelancaran administrasi dan pelayanan masyarakat, yayasan ini memiliki kantor tersendiri seperti pada gambar berikut.
Gambar: 18. Kantor Yayasan Primari Nabire dan Gedung Prim
Kantor Primari
bentuk bangunannya semi permanen sebagai pusat kegiatan
organisasi yang letaknya berjauhan dari gedung prim sebagai pusat kegiatan “Komunikasi-Informasi-Edukasi ( KIE ) “ untuk informasi mengenai HIV/ AIDS. Gedung serbaguna ini diberi nama Prim dimulai
pada bulan Mei 2004.
Sebagai tempat bersantai menikmati hidangan makan atau menyanyi dengan iringan karoke untuk
datangnya banyak pengunjung diharapkan dapat memperoleh
75 informasi tentang HIV/AIDS. dan masalah-masalah sosial lainnya. Gedung Prim mulai digunakan sejak bulan Mei 2004 pada setiap hari kerja dengan waktu jam 10.00 - 12.00 baik pagi atau malam hari. 5.6.4. Karakteristik Pengurus Yayasan Karakteristik pengurus yayasan, sedangkan
bisa diketahui dari usia, dan lamanya bekerja di
pengurus yayasan menurut jenis kelamin terdiri dari lima
perempuan dan sebelas orang laki-laki dengan usia antara dua puluh lima sampai 39 tahun, serta pendidikan formal meliputi: SMA/SMU, SMK, D III sampai S1. Untuk jelasnya karakteristik subyek kajian selengkapnya seperti berikut
Tabel 10. Karakteristik Pengurus Primari Menurut Jabatan Dalam Organisasi.
No.
1.
N a m a
2
Jenis Kelamin
Umur
3
4
Pendidikan
Lama Di Yayasan / Tahun
Status Perka winan
5
6
7
Jabatan Dalam Organisasi
8
1.
Linggawijaya, dr.
L *
39
S1
6
Kwn
Direktur
2.
Marthen Blegur
L *
34
SMK
6
Kwn
Manajer Keuangan
3.
Rachmi Sari Sain
P
32
SMU
3
-
Staf Keuangan
4.
Krisna Tohariadi
L*
38
SMK
6
Kwn
Manajer Administrasi
5.
Margariani
P
23
SMU
3
-
Staf Administrasi
6.
Paikem (Wiwin)
P
30
SMU
5
Kwn
Kafe Prim
7.
Mujiharto, Ir.
L*
35
S1
3
Kwn
Manajer Program
8.
Tri Kurniawati
P*
32
DIII Gz
3
Kwn
9
Yudi Mariani
L
25
S1
2
-
10.
L*
36
S1
6
Kwn
11.
Usman Fabanyo,Drs Thomas Ara Kian
L*
37
DIII Pt
6
Kwn
12.
Triyogo Pambudi
L
26
SMU
4
-
Manajer Program Malaria Staf Program Malaria Manajer Program Paniai Manajer Program Wilayah Enarotali Staf Program CepLAS
13.
Corry Pekei
P
29
SMK
4
Kwn
Staf Program PIA
.14.
Parjan
L
32
SMK
4
Kwn
15.
M. Syukur
L
27
S1
3
-
16.
Paulus Yandedai
L
28
SMA
3
-
Staf Lapangan Enarotali Manajer Program Wil.Sugapa/Homeo Staf Lapangan Homeo
Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005. Keterangan : L / P * adalah anggota pengurus tetap pada yayasan.
Karakteristik pengurus Yayasan Primari seperti terdapat pada tabel tersebut di atas, maka sumber daya anggota pengurus mempunyai tingkat pendidikan sangat
76 memungkinkan pemahaman tentang pentingnya berorganisasi dalam memperlancar kerjasama maupun menyusun rancangan program untuk pembuatan proyek proposal dalam menciptakan sumber-sumber dana pada sesuatu pekerjaan. Selanjutnya segi pendidikan non formal terdapat sebagian yayasan
yang
mengikuti
pendidikan
dan
latihan
anggota pengurus
serta
lokakarya
untuk
pengembangan kemampuan, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 11. Pengembangan Kemampuan( Capacity Building). No
Tahun
Nama Latihan Ketrampilan
1.
2000
2.
2000
3.
2001
4.
2002
5.
2003
Pelatihan Penatalaksanaan Klinis HIV/AIDS di Nabire Pelatihan Konseling HIV/AIDS Tenaga Medis Desa/Kelurahan di Nabire Pelatihan Penanganan ODHA di Yogyakarta Pelatihan Petugas Pencegahan AIDS Lingkungan Remaja di Jayapura Pelatihan Konselor HIV di Jayapura
6.
2003
7.
2003
8.
2003
9.
2004
Pelatihan Manajemen Keuangan di Jayapura Lokakarya:Results Base Management di Perdhaki Pusat Jakarta Studi Tur : Media KIE di Bandung dan di Yoyakarta ( Keg. Magang ) Lokakarya : Perencanaan dan Manajemen Proyek di Jakarta
Lamanya Latihan 8 hari
Jumlah Terlatih 4 orang
10 hari
3 orang
Dinas Kesehatan Propinsi Papua RSUD Nabire
8 hari
2 orang
Depkes RI
10 hari
2 orang
7 hari
1 orang
7 hari
1 orang
5 hari
1 orang
10 hari
1 orang
Dinkesos Propinsi Papua Program ASA/FHIUSAID Kantor Direktorat Keuangan Jayapura Cordaid kerjasama Perdhaki Jakarta Depkes RI
5 hari
1 orang
Penyelenggara
Cordaid kerjasama Perdhaki Jakarta
Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005.
5.6.5. Sumber Pembiayaan Sumber pembiayaan yang menunjang kegiatan-kegiatan Primari rangka penyelenggaraan gerakan
dalam
pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang
Tumaritis dan beberapa kelurahan lain pada Distrik Nabire adalah bantuan berasal dari
lembaga-lembaga internasional dan bantuan pemerintah daerah / Dinas
Kesehatan Nabire serta perorangan dan usaha serupa bisnis dari yayasan sendiri. Kemajuan yang dapat dicatat antara lain makin baiknya jaringan kerja kemitraan (networking) dari Primari untuk “penggalangan dana” dengan instansi terkait maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki progran serupa dalam pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria). Oleh karena itu “upaya penggalangan dana” juga merupakan salah satu prioritas dari kegiatan yayasan untuk peningkatan ketrampilan staf dalam bidang program dan administrasi serta petugas lapangan di masyarakat. Adapun nilai aset berdasarkan sumber dana / penyumbang untuk pencegahan
77 penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria) yang dilaksanakan oleh Yayasan pada tahun 2003 - 2004 seperti pada tabel berikut :
Tabel 12. Nilai Aset Berdasarkan Sumber Dana / Penyumbang ( Assets value based on funding sources / contributors )
NO.
Sumber Dana / Penyumbang ( Funding Source / Contributor )
Perkiraan Nilai Dalam Rupiah ( in IDR )
( Estimated value ) Ekuivalen dalam USD ( Equivalent in USD )
1.
Cordaid ( Belanda)
156.255.250
17,362
2.
Primari
109.343.500
12,149
3.
MDM / France (Perancis)
26.222.500
2,914
4.
Canada Fund (Kanada)
21.308.000
2,368
5.
AusAID
20.700.000
2,300
6.
ACF/ France ( Perancis )
15.040.000
1,671
7.
Dinas Kesehatan Nabire
15.000.000
1,667
8.
Perorangan (Individuals)
2.520.000
280
9.
ASA / FHI - USAID
2.000.000
222
368.389.250
40,932
Total
Sumber Data: Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005. * ) 1 USD = Rp. 9.000,Adapun nilai aset sumber dana penyumbang seperti terdapat pada tabel tersebut merupakan
jaringan kerja (networking) dari Primari untuk tahun 2003 – 2004
dengan instansi terkait maupun lembaga-lembaga lainnya, yang memiliki program serupa dalam pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria). Kemudian yang lebih banyak memberikan sumber dana lebih banyak yaitu lembaga-lembaga internasional. Dengan demikian penyumbang dana
nilai aset sumber dana yang berasal dari para
dapat menunjang program pencegahan
peningkatan Usaha Ekonomis Produktif pelayanan kesehatan masyarakat
HIV/AIDS, program
( UEP ) dan program peningkatan
dan bantuan obat bagi perawatan kesehatan
masyarakat . Disamping itu juga dana tersebut dimanfaatkan bagi peningkatan kelembagaan
seperti
pengadaan prasana dan
sarana
yayasan yang dapat
menunjang pelaksanaan aktivitas kegiatan yayasan serta peningkatan perubahan dalam kesejahteraan anggota pengurus atau upah kerja, selaku karyawan atau staf pekerja pada yayasan tersebut. Oleh karena itu kesejahteraan anggota pengurus dapat berpengaruh sekali dalam menunjang gerakan sosial menuju kemandirian masyarakat dalam rangka pengembangan masyarakat di kelurahan tersebut.
78
5.7. Ikhtisar Bagian ini lebih menguraikan mengenai bagaimana evaluasi mengenai program pengembangan masyarakat antara lain : analisis kapasitas kelembagaan dan analisis pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Untuk itu dapat dikemukakan lebih dahulu tentang : analisis kapasitas kelembagaan , terdiri dari : pengelolaan organisasi, kerjasama, kepemimpinan, penggalangan dana, kemitraan, kemampuan sumberdaya manusia yang tidak berpengalaman berorganisasi, karena kurangnya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang
program dan
administrasi, khususnya melalui pendidikan dan latihan atau disebut : On-the job training.
Hal ini menunjukkan perilaku yang tidak disiplin dan juga komunikasi
internal yang kadang-kadang menghambat pelaksanaan pekerjaan yang tidak memuaskan.
Masalah kepemimpinan pada umumnya anggota pengurus masih
menurut kepada
kepemimpinan yang ada dalam pemberian tugas tentu dapat
diselesaikannya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat melalui ketiga proyek yang dilaksanakan di Kelurahan tersebut adanya partisipasi aktif atau kerjasama pihak terkait seperti pihak pemberi dana dan warga ikut aktif sehingga dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Namun pada kenyataannya pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan tersebut belum terlaksana secara khusus menyentu para kondisi
para ODHA secara
keseluruhan, sehingga ada kemungkinan mudah untuk berkembang lagi kegiatan yang negative dari masyarakat seperti misalnya
bisa terjadi meningkatnya
HIV/AIDS jika tidak ditunjang dengan program rutin pencegahan HIV/AIDS dari Jakarta atau Propinsi kepada masyarakat di setiap wilayah kabupaten dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Dinas Kesejahteraan Sosial & Keluarga Berencana Kabupaten Selanjutnya dikemukakan mengenai : analisis pelaksanaan program pengembangan masyarakat, di antaranya:
(1) program pencegahan/penyuluhan HIV/AIDS tahun
2003/2004; (2) program UEP (Usaha Ekonomis Produktif); (3) program pelayanan kesehatan dan
bantuan obat. Program pengembangan masyarakat khususnya
mengenai proyek pencegahan/penyuluhan HIV/AIDS yang dilaksanakan berbentuk penyuluhan, permainan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) dan diskusi pada beberapa sekolah SMU dan siwa SLTP maupun guru-guru BP SMU, kemudian penyuluhan kepada semua siswa kelas tiga SMU bersama tokoh-tokoh masyarakat dan khususnya kegiatan ini dilakukan di Kelurahan Karang Tumaritis. Kegiatan
79 pencegahan HIV/AIDS merupakan
kegiatan gerakan sosial masyarakat dalam
meningkatkan kemampuan masyarakat maupun gerakan sosial dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
Kelurahan Karang Tumaritis memiliki
kelembagaan
pendidikan dari Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Umum ( SMU ). ( 2) Program UEP ( Usaha Ekonomis Produktif) yang dilakukan kepada keluarga kurang mampu dan keluarga yang anggota keluarga terkena pengidap AIDS serta lanjut usia produktif
dan remaja putus sekolah ( yatim piatu ).
Pelayanan kesehatan dan bantuan obat. Program
(3) Program
pelayanan kesehatan
dilaksanakan penyediaan air besih yaitu pembuatan tempat penampungan air bersih pada setiap lingkungan RT dimanfaatkan oleh tiga keluarga. Peningkatan sanitasi lingkungan yakni pekerjaan tempat penampungan aikr bersih dilengkapi dengan pembuatan sumur dan kamar mandi umum . Dalam setiap RT terdapat tempat penampung air bersih sebanyak lima puluh lima buah. Program pengembangan masyarakat di bidang peningkatan sanitasi lingkungan khususnya sub kegiatan pengadaan air bersih pada segi fungsionalnya dapat berguna bagi kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut. Kemudian pemberian bantuan obat penanggulangan penyakit menular lainnya seperti malaria, diare, pnominea. Kemudian diberikan bantuan obat Antiretroviral (ARV) kepada para ODHA untuk proses penyembuhannya. Pemberian bantuan obat disediakan pada pos obat yang berada di setiap RT. Selanjutnya pengembangan ekonomi lokal yakni adanya usaha ekonomis produktif dikembangan kelompok swadaya masyarakat
dipertimbangkan sesuai
dengan potensi lokal atas jenis usahanya untuk peluang pasarnya cukup jelas, walaupun terjadi persaingan
sebagai pengalaman. Program bantuan Usaha
Ekonomis Produktif ( UEP) merupakan program yang sangat membantu warga masyarakat, yaitu : (1) menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan kesempatan
berusaha;
(2)
menggerakkan
kembali
ekonomi
rakyat
dan
meningkatkan daya beli masyarakat serta perubahan perbaikan pendapatan keluarga; (3) meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang pelayanan kesehatan dan pengadaan sarana penampungan air bersih bagi masyarakat. Manfaat usaha pengembangan ekonomi local produktif dirasakan oleh masyarakat suku Mee yakni merasakan bertambahpenghasilan dalam satu bulan sangat bervariasi dan belajar meraih hasil bagi usaha mereka maupun keuntungan bagi kesejahteraan hidup keluarga mereka. Selanjutnya modal usaha yang
diperoleh
berupa bantuan
80 stimulant maupun keterampilan yang dimiliki merupakan suatu nilai ( value ) yang telah lama dimiliki setiap anggota kelompok usaha untuk kemajuan
kelompok usahanya. Dalam
mengembangkan
upaya pengembangan
program
diharapkan untuk meningkatkan kematangan emosional, dan kedewasaan (fisik dan mental) yang tidak diperoleh di lingkungan sekolah , maka adanya kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam membina kesadaran , sikap dan pelestarian lingkungan hidup dan pola hidup keluarga menuju keluarga sejahtera. Untuk itu kegiatan Yayasan Primari selalu agresif dalam meningkatkan pengembangan
masyarakat
pengembangan
ekonomi
local
dalam
peningkatan
pelayanan
kesehatan,
serta upaya pencegahan dengan kerjasama
berbagai pihak berupaya untuk berjuang
melakukan
berbagai kegiatan
pengembangan masyarakat baik dalam hal pencegahan HIV/AIDS maupun dalam upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga dibidang pendidikan,
keagamaan
maupun dalam pengembangan kesehatan keluarga untuk melindungi dirinya. Pengembangan
modal
sosial
dan
gerakan
sosial,
senantiasa
mempertimbangkan potensi dalam masyarakat, menjembatani kelembagaan yang terkait dengan publik, pemerintah, swasta lainnya, pasar, pertokoan di wilayah kelurahan tersebut. Mengingat kelurahan Karang Tumaritis termasuk wilayahnya memiliki mobilitas dan dinamika masyarakat cukup agresif dan tersedia potensi sehingga bisa dikatakan semua tersedia. Dalam pelaksanaan pengembangan modal sosial sebenarnya adanya rasa kepedulian, keikhlasan, dan kebersamaan telah berlangsung dalam kehidupan budaya masyarakat tani suku Mee di kelurahan tersebut.
Kemudian gerakan sosial
masyarakat pertanian sebagai
masyarakat adalah mengarah kepada
gerakan meningkatkan kesejahteraan keluarga
mereka, agar dapat membantu kesehatan anggota keluarga, biaya pendidikan anak yang sekolah, biaya persiapan anak yang mau melakukan hajat perkawinan dan pernikahan di gereja serta peningkatan usaha peternakan babi dan ayam yang telah lama diturunkan oleh orang tua mereka sebelumnya. Untuk itu modal sosial melalui kelompok usaha ekonomis produktif merupakan suatu gerakan sosial untuk mengacu pada gerakan perubahan kondisi kehidupan mereka dan juga perubahan nilai budaya, norma
dan system kepercayaan
maupun perubahan tingkat
pendidikan yang dialam setiap anggota warga masyarakat setempat. Kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat
melalui kelompok usaha swadaya
masyarakat merupakan kegiatan yang dilaksanakan
pada hubungan-hubungan
81 aktif, partisipatif dalam
rangka memperkuat modal sosial suatu masyarakat lokal
dalam pengembangan masyarakat selanjujtnya. Kebijakan dan perencanaan sosial
melalui program pengembangan
masyarakat yang digulirkan dengan tujuan untuk menunjang kondisi kehidupan yang lebih baik, namun dalam pelaksanaan khususnya proses perencanaan yang mengarah
kepada
pendekatan
partisipatif.
Proses
perencanaan
selalu
memperhatikan proses tahapan setiap kegiatan agar dapat terlaksana secara efektif sebagaimana yang diharapkan bersama. Kebijakan yang telah dilakukan atas kerjasama antara yayasan dan lembaga-lembaga internasional sangat membantu kehidupan masyarakat, karena program yang dilakukan oleh lembagalembaga internasional memiliki program sama dengan program yayasan. Hal ini merupakan kegiatan yang dikoordinasikan agar dalam perencanaan sosial dapat digulirkan kepada
partisipasi masyarakat
untuk
menunjang
program
pengembangan masyarakat di daerah setempat khususnya di Kelurahan tersebut. Kebijakan dan perencanaan sosial sesuai dengan era otonomi khususnya dapat bermanfaat untuk menumbuhkan otonomi perilaku kelompok usaha produktif yang termotivasi keinginannya untuk memahami dan menyadari status sosial dan menemukan jati dirinya sebagai manusia di masyarakat lokal setempat. Kebijakan dan perencanaan sosial teknis
terkait maupun
dilaksanakan atas kerjasama yayasan dengan instansi lembaga-lembaga internasional
dapat mendukung
perencanaan program yayasan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS agar ODHA
dapat tertangani dan
para
memperoleh perawatan kesehatan maupun
memperoleh bantuan pengobatan serta setelah selesai memperoleh kesempatan berusaha pemberdayaannya oleh yayasan atau instansi teknis di Kabupaten Nabire.
Evaluasi
program
pengembangan
masyarakat
dalam
upaya
pengembangan ekonomi lokal, pengembangan modal sosial dan gerekan sosial, kebijakan dan perencanaan sosial semuanya merupakan program pengembangan masyrakat yang dilaksanakan
kelembagaan sosial masyarakat di antaranya
Yayasan Primari Nabire untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan
lembaga swadaya
peran sosial masyarakat dalam rangka membantu pemerintah
daerah serta menciptakan lapangan pekerjaan bagian masyarakat dalam hal ini anggota pengurus dalam perbaikan penghasilan dan upaya pencegahan bahaya HIV/ AIDS terhadap resiko penularan penyakit HIV/AIDS.
82 Gambaran umum keberadaan yayasan lebih menguraikan tentang visi, misi dan tujuan yayasan, serta sasaran dibidang kelembagaan maupun bagaimana cara penggalangan dana untuk mendukung program pengembangan masyarakat di kelurahan tersebut. Adapun tujuan gerakan yayasan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri
dalam aktivitas pengembangan masyarakat secara
menyeluruh dan membantu pemerintah dibidang kesehatan masyarakat dan bantuan kemanusiaan serta adanya peran sosial masyarakat juga agar masyarakat melindungi dirinya dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Kuasa. Kemudian sasaran gerakan adalah keluarga dan masyarakat maupun anak-anak sekolah di kelurahan tersebut dapat dilakukan pencegahan terhadap kenakalan remaja dan narkoba yang dapat mengakibatkan bahaya HIV/AID. Kegiatan sasaran gerakan sosial dengan kegiatan kemitraan yaitu kampanye publik dan penyuluhan masyarakat dan para siswa
HIV/AIDS bagi tokoh
kelas tiga SMU serta remaja dan pemuda melalui
kegiatan perkemahan di halaman tempat ibadah Karang Tumaritis Nabire. Selanjutnya pendekatan yang digunakan yayasan adalah pendekatan partisipatif antara
yayasan dengan
instansi teknis terkait dan
lembaga-lembaga swasta
lainnya di dalam negeri maupun luar negeri. Struktur organisasi dapat berfungsi untuk memperkecil fungsi gerak personal dalam kegiatan untuk pelaksanaan
tugas pokoknya. Selanjutnya
administrasi dan organisasi
memperjelas
Yayasan Primari memiliki
sentral
pada sebuah kantor yayasan yang cukup bagus
untuk memperlancar pelaksanaan tugas pengembangan masyarakat. Yayasan Primari merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang banyak berkencimpung dibidang HIV/AIDS dengan memiliki enam belas orang personal yang saling kerjasama untuk melakukan program pengembangan masyarakat sesuai dengan “ kesepakatan bersama” dan sebanyak enam manajer dan pimpinan telah mengikuti pendidikan dan latihan sedangkan sepuluh orang belum mengikuti pendidikan dan latihan. Selanjutnya sumber pembiayaan yakni diperoleh dari instansi teknis pemerintah maupun bantuan proyek dari lembaga-lembaga internasional dan bantuan
dana
yang
diperoleh
tersebut
pengembangan masyarakat termasuk ODHA) serta peningkatan
dipergunakan
untuk
program
pencegahan orang dengan HIV/AIDS (
prasarana dan sarana
kesejahteraan anggota pengurus yayasan.
kelembagaan/yayasan dan
83
VI. RENCANA PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA )
Sebagaimana yang dengan
penguatan
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud
kapasitas
yayasan
menggambarkan serangkaian tindakan guna
merupakan
suatu
kegiatan
untuk
mengembangkan kapasitas anggota
pengurus yayasan dalam peningkatan ketrampilan kerja dibidang program dan administrasi , restrukturisasi organisasi atau memperbaiki struktur organisasi serta pendelegasian tugas dan wewenang lebih baik, penyusunan rancangan program maupun pengembangan jaringan kerja. Berkaitan dengan pokok-pokok pikiran dan pengamatan
lapangan
menggambarkan
tersebut,
serangkaian
maka tindakan
Capacity mulai
Building dari
adalah
untuk
mengembangkan
kapasitas/kemampuan manusia secara langsung , restrukturisasi organisasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat. Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang secara efektif dan efisien. Untuk itu ada tiga elemen yang mendukung dalam penguatan kapasitas yaitu : 1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Sehubungan dengan pandangan tersebut di atas, maka dalam penguatan kapasitas yayasan, lebih diperhatikan
pengembangan yayasan dalam hal in peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan staf (anggota pengurus) serta peningkatan organisasi kedepan yaitu perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat agar kinerja anggota pengurus lebih aktif diberbagai aktivitas yayasan untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Didalam penguatan kapasitas kelembagaan , dalam hal ini
penguatan kapasitas yayasan memerlukan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang terwujud dalam kepercayaan tugas atas pekerjaan yang dilaksanakan, kerja sama anggota pengurus, perubahan
84 perilaku dan efisiensi
kegiatan dalam mendukung pengelolaan organisasi yang
diharapkan. Dengan demikian proses administrasi dan aktivitas organisasi lainnya dapat berjalan secara efektif mungkin untuk memperkuat yayasan Primari, seperti semangat bekerja sama, komunikatif dan aktif kehadirannya untuk menyelesaikan pendelegasian tugas dan wewenang yang dipercayakan pimpinan kepadanya.
6.1. Analisis Masalah Dan Faktor Yang Berpengaruh Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan pihak yayasan telah teridentifikasi permasalahan yang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya , namun perlu dipertegaskan kembali diantaranya dapat dikemukakan
sebagai
berikut:
a. Masalah kemampuan individu Rendahnya
pengetahuan
dan
keterampilan
dibidang
program
dan
administrasi dapat mengakibatkan : (1) Pendelegasian pekerjaan tidak diselesaikan tepat waktunya. (2) Kemampuan kerjasama diantara individu belum ditumbuhkan. (3) Perilaku kerja yang kurangnya cepat komunikatif dapat menghambat pekerjaan yang dipercayakan. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan dapat mempengaruhi pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan juga disebabkan oleh kurang kerjasama anggota pengurus, untuk
menyelesaikan
Berdasarkan
sesuatu
pekerjaan
yang
dipercayakan
kepadanya.
rendahnya pengetahuan dan keterampilan dibidang program dan
administrasi, maka yang diharapkan adalah melalui pelatihan manajemen proyek dan organisasi bagi anggota pengurus untuk adanya pemahaman tentang pendelegasian tugas , kemudian akan mengerti akan kemampuan kerjasama yang mencerminkan rasa kebersamaan , kesetiaan serta mendorong kerjasama , keterbukaan akan mendukung disiplin kerja yang koordinatif untuk mencapai hasil yang efektif . Dengan demikian untuk meningkatkan hubungan kerja antar anggota pengurus untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu program.
b. Masalah kemampuan kelembagaan Terbatasnya
pengetahuan
dan
pengalaman
anggota
pengurus
dalam
berorganisasi. menyebabkan : (1) Kurangnya cepat bertukar informasi tentang cara kerja
atau
tidak
belajar
dari
teman
sekerjanya.
(2)
kurang
cepat
85 mengoperasionalkan sarana komputer yang tersedia dan sering tidak aktif masuk kantor atau juga terlambat ke kantor. (3) Prasarana dan sarana yang masih terbatas dapat mempengaruhi aktivitas kegiatan seperti : komputer terbatas, sarana transportasi masih kurang dan komplek perumahan belum memadai. (4) Rencana restrukturisasi organisasi yayasan belum dilaksanakan, sehingga masih terjadi pelaksanaan tugas tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta mudah terjadi tumpang tindih tugas karena waktu kegiatan yang mendesak. (5) Belum menerapkan peraturan kepegawaian yayasan, untuk meningkatkan disiplin anggota pengurus dan
komunikasi internal yang sering terhambat
dalam mempercepat
pelaksanaan pekerjaan. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dalam proses kemampuan kelembagaan, maka perlu mengadakan restrukturisasi organisasi ini penting guna memberikan suasana kerja yang baru, akan menambah insentif menjadi lebih baik dan mendorong produktivitas dan integritas anggota pengurus untuk penuh kesetiaan melaksanakan pekerjaan hingga selesai tepat waktunya.
c. Masalah kemampuan masyarakat Kemampuan
dalam
pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan
kurangnya kerjasama, sangat berpengaruh terhadap kualitas program pencegahan HIV/AIDS, maupun kurang sosialisasi, dan belum adanya kampanye publik yang berbasiskan masyarakat secara professional, masyarakat belum paham tentang bahaya
dapat menyebabkan banyak
HIV/AIDS di masyarakat,
sehingga
banyak terjadi berbagai masalah yaitu : 1). Lingkungan keluarga; Dalam lingkungan keluarga yaitu (1) Terjadinya stigma dan diskriminasi dalam keluarga dan masyarakat; (2) kurangnya bimbingan perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga. (3) kurangnya pembinaan keagamaan kaitannya dengan ODHA dan HAM. 2). Lingkungan Sekolah; Kegiatan pencegahan di lingkungan sekolah : (1) kurangnya pencegahan AIDS bagi pelajar dan siswa di sekolah. (2) kurangnya peningkatan pengetahuan kesehatan dan reproduksi kaitannya dengan narkoba, dan AIDS melalui kurikulum pendidikan sekolah. 3). Lingkungan
Masyarakat; Selanjutnya permasalahan HIV/AIDS yang semakin
meningkat karena : (1) Kurangnya partisipasi kampanye publik AIDS, seperti : penerangan keliling di wilayah perkotaan;
penyebaran
majalah dinding AIDS
melalui media umum; sandiwara radio dan langeng suara lewat radio pemerintah
86 setempat. (2) Kurangnya kepedulian masyarakat dalam peningkatan pencegahan diskriminasi dan stimatisasi terhadap ODHA di RW dan RT. (3)Terbatasnya kader masyarakat untuk kegiatan konseling AIDS bagi keluarga.
Berkaitan dengan
masalah-masalah yang berpengaruh terhadap pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan kurangnya kerjasama untuk, penguatan kapasitas yayasan dalam rangka pencegahan HIV/AIDS, juga disebabkan oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya
kinerja anggota pengurus dapat berakibat
terhadap
penyelesaian pekerjaan yang tidak memuaskan.
d. Analisis Faktor Pendorong Dari Dalam Faktor pendorong dari dalam yaitu “adanya keinginan yang kuat untuk peningkatan kesejahteraan anggota” dan
kesepakatan
bersama
dari semua
anggota pengurus yayasan untuk “bersedia dengan tekun berusaha mengabdikan dirinya sesuai dengan kesepakatan bersama”, yang dinyatakan pada hari Rabu tanggal 19 Mei tahun 2004, melalui suatu “Rapat Tahunan,” dengan tempat rapat di Kantor Yayasan Primari Nabire. Sehingga anggota pengurus tidak merasa bosan bila tugas yang dilaksanakan
tersebut
bukan merupakan paksaan, tetapi
merupakan suatu kewajiban sesuai dengan pernyataan “Kesepakatan Bersama.” Selain kesepakatan bersama, juga berkaitan pula dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Primari serta tata tertib Untuk
itu
“kesepakatan
bersama,” merupakan
nilai
kerja
yayasan.
dan modal sosial yang
sebagai faktor pendorong dari dalam perlu diresapi hati sanobari setiap anggota pengurus yayasan, dengan jenis kesepakatan bersama yaitu : “Pada hari ini rabu tanggal 19 bulan Mei tahun 2004 bertempat di Kantor Primari Nabire jalan tugu girimulyo nabire dengan menyepakati bersama hasil Rapat Tahunan LSM Primari Ke V antara lain : (1) Meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajiban masing-masing. (2) Menyeimbangkan hak -hak dan kewajiban dalam bekerja, dengan peraturan kepegawaian dan mengacu kepada AD dan ART, Operaturan Kepegawaian dan Tata Tertib Bekerja di Kantor. (3) Menerapkan struktur organisasi yang baru dan menjalankan konsekwensi dari perubahan-perubahan lain yang dihasilkan dari Rapat Tahunan. Demikian “kesepakatan bersama” ini kami buat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun.” Berkaitan dengan faktor pendorong dari dalam, maka anggota pengurus baru sering mengalami kesulitan dibandingkan anggota pengurus lama yang dulunya
87 sebagai pendiri yayasan tersebut,
telah memiliki berbagai pengalaman dalam
berorganisasi. Sedangkan anggota pengurus
lainnya sebanyak sepuluh orang
adalah anggota baru yang belum berpengalaman dalam organisasi. wawancara diperoleh dari
Direktur Yayasan Primari
Hasil
Bapak Linggawijaya
mengatakan sebagai berikut : “tenaga kerja sebagai anggota pengurus baru yang bekerja selama tiga tahun mengalami keterlambatan dalam pekerjaan, hal tersebut disebabkan oleh belum mengikuti sesuatu pelatihan dibidang administrasi, sehingga dalam melaksanakan sesuatu tugas yang dipercayakan, kadang-kadang tidak selesai suatu pekerjaan yang tertunda, dapat menghambat jadwal kegiatan yang telah direncanakan dan juga prasarana dan sarana yayasan belum memadai.” Faktor penghambat dari dalam tersebut ,kadang-kadang terdapat
anggota
pengurus baru kurang disiplin dalam pekerjaannya juga kurang pengalaman dapat mempengaruhi penundaan waktu terhadap pekerjaan maupun kegiatan operasional program di lapangan ( masyarakat).
e. Analisis Faktor Penghambat Dari Luar Adapun faktor penghambat dari luar antara lain: “ yayasan ini belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap sebagai fasilitas pendukung pekerjaan bagi kegiatan yayasan,” misalnya kendaraan roda empat baru satu buah yang belum mencukupi volume pekerjaan bersifat pelayanan masyarakat. Hal ini sering menyebabkan sebagian anggota pengurus kurang aktif. Kemudian disebabkan juga “masalah transportasi” seperti tempat tinggal sebagian anggota pengurus mempunyai jarak dengan kantor yayasan sekitar tiga sampai empat kilo. Sedangkan sebagian anggota lainnya tempat tinggalnya masih berdekatan dengan kantor yayasan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kepada manajer program mengatakan bahwa : “sebagian anggota pengurus kadang-kadang kurang aktif, disebabkan oleh yayasan ini belum memiliki sarana transportasi untuk membantu saudara-saudara anggota pengurus yang tempat tinggalnya jauh, mengakibatkan sering tidak masuk kantor dan kadang-kadang datangnya terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan juga agak terhambat pekerjaan lainnya, menyebabkan tertunda rencana kegiatan.” Untuk itu menurut informasi pimpinan yayasan bahwa pada tahun 2006 akan terjadi perubahan pengurus struktur baru sesuai dengan apa yang dikatakan: the right man
88 on the right place, yakni orang bekerja sesuai dengan skill atau keahliannya masingmasing dalam satu kesatuan yang lebih efektif. Sehubungan dengan peningkatan kemampuan kelembagaan, dikemukakan oleh salah seorang tokoh masyarakat yakni Bapak GL. Goo, sewaktu pelaksanaan diskusi bersama, antara lain sebagai berikut : “Yayasan Primari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang saat sekarang banyak bergerak dibidang kemanusiaan dan kesehatan masyarakat khususnya lebih banyak menangangi masalah sosial HIV/AIDS menolong masyarakat yang khususnya menderita AIDS , sehingga kami masyarakat suku Mee sangat mendukung pekerjaan yang dilakukannya, namun sering mengalami iketerbatasan dana pendukung dalam pelayanan masyarakat tersebut, maksudnya bila ada dana yang memungkinkan, maka akan masyarakat bersama yayasan melakukan kerjasama dalam pencegahan narkoba dan HIV/AIDS ” Antusias masyarakat sangat besar kepada yayasan tersebut karena selain bergerak dibidang HIV/AIDS juga membantu masyarakat untuk penanggulangan penyakit menular lainnya seperti malaria, diare dan pnemonia maupun kegiatan sanitasi lingkungan misalnya penyediaan air bersih.
6.2. Analisis Pemecahan Masalah Tahap yang dilakukan bersama yayasan dan masyarakat untuk menganalisis masalah dan merumuskan
masalah secara partisipatif serta dapat mengetahui
upaya pemecahan masalah yang disusun secara sistematis untuk menentukan rencana program kegiatan. Adapun merumuskan masalah-masalah pokok antara lain : (1) rendahnya pengetahuan dan keterampilan staf; (2) sebagian anggota pengurus yang belum berpengalaman; (3) kurangnya penguatan kapasitas kelembagaan; (4) kurang efektifnya pencegahan HIV/AIDS; (5) perilaku staf yang tidak disiplin; (6) belum memiliki prasarana dan sarana yang memadai. Dari keenam permasalahan pokok tersebut , dapat dibahas mengenai “penyebabnya” serta menetapkan secara bersama
tentang “upaya pemecahan”. Analisis pemecahan
masalah tersebut dapat di bahas dalam bentuk diskusi kelompok secara partisipatif untuk menemukan upaya pemecahannya. Dari analisis pemecahan masalah, dapatlah ditetapkan skala prioritas permasalahan pokok penguatan kapasitas yayasan. Tahapan analisis permasalahan dilaksanakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh yayasan,
89 sehingga masalah yang muncul mengakibatkan
keberlangsungan yayasan tidak
terhambat kegiatan operasional dan mempengaruhi perilaku anggota pengurus tidak disiplin karena belum diterapkan peraturan kepegawaian. Oleh karena itu melalui analisis prioritas permasalahan yayasan yang dilakukan melalui diskusi kelompok dapatlah ditentukan prioritas masalah seperti terlihat pada tabel 13. Tabel 13. Prioritas Permasalahan Pokok Dalam Pencegahan ODHA Permasalahan
Penyebab
1. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus 2. Anggota pengurus yang belum berpengalaman 3. Belum memiliki prasarana dan sarana aktivitas yayasan 4. Perilaku sebagian anggota pengurus yang tidak disiplin
Upaya Pemecahan Masalah
Anggota pengurus belum mendapat pelatihan berorganisasi Kurangnya kerja sama anggota pengurus belum ditumbuhkan Dana operasional yayasan Yang tidak memadai Belum restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan
Peningkatan kemampuan anggota pengurus melalui pelatihan Adanya dukungan dana dari dana kemitraan untuk anggota pengurus mengikuti pembinaan budaya kerja Alokasi dana dari dana sejahtera untuk pengadaan prasarana dan sarana Perlunya restrukturisasi organisasi dan diterapkan peraturan kepegawaian yayasan
Sumber : Dari Hasil Kajian di Lapangan, 2005
Prioritas permasalahan tersebut lebih jauh dikemukakan oleh salah seorang tokoh masyarakat yakni Bapak GL. Goo, sewaktu pelaksanaan diskusi bersama, antara lain sebagai berikut : “Yayasan Primari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang saat sekarang banyak bergerak dibidang kemanusiaan dan kesehatan masyarakat khususnya lebih banyak menangangi masalah sosial HIV/AIDS menolong masyarakat yang khususnya menderita AIDS , sehingga kami masyarakat suku Mee sangat mendukung pekerjaan yang dilakukannya, namun sering mengalami iketerbatasan dana pendukung dalam pelayanan masyarakat tersebut, maksudnya bila ada dana yang memungkinkan, maka akan masyarakat bersama yayasan melakukan kerjasama dalam pencegahan narkoba dan HIV/AIDS ” Antusias masyarakat sangat besar kepada yayasan tersebut karena selain bergerak dibidang HIV/AIDS juga membantu masyarakat untuk penanggulangan penyakit menular lainnya seperti malaria, diare dan pnemonia maupun kegiatan
sanitasi
lingkungan misalnya penyediaan air bersih. Berkaitan dengan peningkatan kinerja anggota pengurus
dalam mencapai tujuan
organisasi yang secara efektif dan
efisien. Maka kerja sama pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga lainnya untuk
90 pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis ,dengan sendirinya proses administrasi
dalam aktivitas organisasi perlu adanya kerja sama untuk
memperkuat lembaga-lembaga sosial di komunitas lokal. Begitupun juga Yayasan Primari perlu mengikut serta anggota pengurusnya melalui pelatihan atau kursus ketrampilan dari instansi pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan keterampilan kejuruan dalam rangka peningkatan kemampuan individu yaitu staf ( anggota pengurus),
agar memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang diharapkan
maupun sikap
budaya kerja sama dengan organisasi/yayasan yang telah maju
secara mandiri, atau juga ke luar daerah seperti ke daerah lainnya dalam rangka peningkatan mutu kerja lebih baik.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka
menurut Eade, 1997: 2-3 yang dalam Nasdian dan Utomo ( 2004: 16), dikatakan bahwa : “ pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan di mana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.” Jadi sementara terdapat kapasitas dasar tertentu sosial, ekonomi, politik dan praktek) di mana pembangunan itu bergantung , juga mencari dukungan organisasi untuk bekerja demi keadilan sosial yang berkelanjutan.” Dari pandangan tersebut, maka Yayasan Primari perlu peningkatan jaringan kerja ( networking ) atau kemitraan yang ada dalam koordinasi kegiatan dan melalui kerjasama tersebut ataupun juga
pendekatan lembaga-lembaga
lain yang
menyelenggarakan ketrampilan kejuruan, untuk peningkatan keterampilan kerja staf (anggota pengurus) yayasan dalam rangka pengembangan organisasi
atau
yayasan.
6.3. Penguatan Kapasitas Yayasan Penguatan kapasitas
merupakan suatu proses
peningkatan perubahan
perilaku individu, organisasi dan system masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu dalam analisis tujuan di dalam perancangan program penguatan kapasitas yayasan perlu dilakukan. Sesuai pandangan penguatan kapasitas yayasan
lebih efektif dan efisien, hanya terletak pada
keaktifan pengurus yang mampu dan terampil, agar melaksanakan tugasnya baik administrasi maupun upaya pencegahan dalam rangka pengembangan masyarakat.
ODHA dan penyakit menular lainnya
91
Gambar 19. Penyampaian Laporan & Penyusunan Rancangan Program , 2005.
Pada saat peneliti mengadakan diskusi bersama pengurus yayasan tersebut, dapat diketahui berbagai informasi dari pimpinan yayasan ( Direktur Yayasan) bahwa banyak masalah yang selama ini dihadapi dan dirasakan sebagai kendala dalam program pelatihan pengurus yayasan, yang mana perlu dilakukan berbagai perubahan secara bertahap. Dalam perancangan program pelatihan yang partisipatif perlu sekali melibatkan semua anggota pengurus dan warga lokal serta pihak lain yang sering dilibatkan supaya bersama-sama mengevaluasi kegagalan kegiatan tahun sebelumnya dan menginformasikan faktor-faktor positif untuk penyusunan program berikutnya. Berdasarkan permasalahan pokok tersebut, juga pada saat dilakukan Focus Group Discussion ( FGD ) yaitu diskusi
kelompok terarah yang
bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan mengenai permasalahan pokok yang diperoleh juga dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap anggota pengurus yayasan, tokoh masyarakat maupun petugas Oleh karena itu langkah selanjutnya adalah penyusunan
puskesmas/rumah sakit. program dan strategi
penguatan kapasitas yayasan.
6.3.1. Latar belakang rancangan program Berdasarkan masalah pokok kajian ini yaitu bagaimana penguatan kapasitas yayasan untuk pengembangan pengurus, maka telah dilakukan serangkaian kajian mulai dari pemetaan sosial, evaluasi program, analisis program pengembangan masyarakat serta analisis faktor-faktor yang berkaitan dengan yayasan dan alternatif kegiatan dalam memperhatikan perkembangan yayasan, kemudian diidentifikasi beberapa permasalahan yang merupakan penghambat bagi keberlanjutan yayasan tersebut.
92 Upaya pemecahan masalah yang ada, perlu dilakukan pendekatan secara terus-menerus dalam berbagai aspek untuk diketahui jalan keluar masalahnya , dan hal ini tentu sesuai dengan pandangan Nasdian dan Utomo (2004) bahwa dalam pengembangan modal sosial dan komunitas terdapat tujuh pendekatan yang khas dan unik untuk setiap komunitas dan modal sosial, yaitu :
(1) kepemimpinan
komunitas (community leader), (2) dana komunitas (community funds), (3) sumber daya material (community material ), (4) pengetahuan komunitas (community technology), (5) proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making), (6) teknologi komunitas (community technology); (7) organisasi komunitas ( Community organization). Memperhatikan pendekatan tersebut, maka diidentifikasi kelembagaan lokal yaitu yayasan sebagai modal sosial dalam rangka pengembangan masyarakat, sangat dipengaruhi oleh adanya kepercayaan (trust) yang dimiliki warga setempat maupun masing-masing anggota pengurus terhadap kepengurusan yayasan baik dalam kegiatannya secara formal maupun informal. Untuk itu ketujuh pendekatan tersebut dapat mendukung kajian
pengembangan masyarakat, baik anggota
pengurus maupun informasi yang menunjang setiap bidang tugasnya. Oleh karena itu kreatif dalam kerjasama merupakan model partisipatif secara manajerial untuk mempercepat arus suatu proses. Hal tersebut terletak pada keaktifan pengurus yang mampu dan terampil, agar melaksanakan tugasnya baik administrasi maupun upaya pencegahan HIV/AIDS. Untuk menunjang kapasitas yayasan tersebut, maka dapatlah mengikuti berbagai pertemuan dan pembahasan yang berkaitan dengan tugas kelembagaan
maupun
pengembangan masyarakat khususnya
bidang
penelitian dalam pencegahan orang dengan HIV/AIDS. Kerja sama merupakan nilai-nilai penting dan merupakan nilai-nilai partisipasi yang mendasari karakteristik suatu proses manajemen yang mempunyai pengaruh mendalam pada kualitas kerja, penerimaan perubahan, tingkat kesetiaan dan produktivitas kerja dapat menciptakan iklim yang lebih efektif. Selanjutnya dalam penghimpunan dana atau penggalangan dana melalui kemitraan kerja maupun pendekatan koordinatif selalu memperhatikan solidaritas yang tinggi di antara kemitraan sebagai relasi sosial untuk mendorong terbentuknya komunikasi partisipatif dapat menunjang kecerdasan sekerja akan semakin aktif untuk menyelesaikan secara cepat pada tugas yang dipercayakan atasan kepada bawahannya. Oleh karena itu dalam penyusunan rancangan program perlunya juga pendamping atau kader masyarakat yang nantinya
93 membantu yayasan di lingkungan kelurahan. Sehingga pada saat diskusi bersama warga dan anggota pengurus yayasan telah disepakati bersama
untuk
setiap
lingkungan di kelurahan dapat menyiapkan seseorang yang akan mengikuti program pelatihan dan setelah selesai dapat membantu yayasan untuk menyambungkan berbagai informasi ke setiap keluarga dalam rangka pencegahan AIDS atau penyakit menular lainnya, maupun dalam penyampaian laporan kejadian di lingkungan masing-masing pada kelurahan dimaksud. 6.3. 2.Tujuan dan Sasaran Tujuan disusunnya rancangan program penguatan kapasitas yayasan adalah untuk penguatan kelembagaan yayasan . Rancangan program ini juga merupakan rangkaian strategi yang dapat menguatkan kapasitas yayasan untuk melaksanakan program pencegahan HIV/AIDS Sasaran rancangan program pada dasarnya adalah agar yayasan dapat merencanakan
program-program
pencegah
masalah
HIV/AIDS,
perawatan
kesehatan ODHA, bantuan obat ARV, dan pemberdayaan para ODHA. maupun penyuluhan lainnya, seperti : kampanye publik AIDS melalui media radio pemerintah berupa sandiwara radio, langeng suara dalam rangka hari AIDS Sedunia. Untuk lebih jelasnya dapatlah dikemukakan rancangan program penguatan kapasitas yayasan untuk pencegahan ODHA sebagai berikut. Sehubungan dengan diskusi penguatan yayasan untuk pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Untuk itu menurut ungkapan dari salah seorang tokoh masyarakat suku Mee yakni Bapak J.G. Goo sebagai peserta diskusi di Balai Kelurahan, mengatakan : “Semoga diskusi tentang program pencegahan AIDS dapat dilaksanakan , agar banyak orang penyandang HIV/AIDS dapat tertolong dan dengan membuat rancangan program ini mereka dapat diupayakan pemberdayaannya dan kita selaku warga masyarakat bersama-sama membantu dalam pencegahannya. Karena para penyandang AIDS di kelurahan ini, saya merasa susah sebab banyak yang menderita AIDS dan masih terjadi kenakalan remaja.” Dari diskusi diskusi kelompok kembali semua peserta, adanya kesepakatan bersama mengenai perancangan program penguatan kapasitas yayasan dengan melibatkan anggota pengurus dan tokoh masyarakat serta kemitraan lainnya. Dalam pembahasan
dan diskusi kelompok dapat menghasilkan rancangan program
94 penguatan kapasitas yayasan , meliputi : (1) Pembenahan manajemen organisasi; (2)
Peningkatan
intensitas
kerjasama
diantara
anggota
pengurus;
(3)
Pengembangan Jaringan Kerja; (4) Pelatihan bagi anggota pengurus dan kader masyarakat.(5) Peningkatan kemampuan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel empat belas berikut. Tabel : 14. Rencana Program Penguatan Kapasitas Yayasan Dalam Pencegahan ODHA Prioritas
Strategi
Langkah-langkah Kegiatan
Strategi
(Program)
Penangg
Alokasi
Jadwal
ung
Dana
Waktu
jawab
1
2
3
1.Pembenaha n Manajemen Organisasi Yayasan
Penguatan Kapasitas Manajemen Organisasi
2.Peningkat an intensitas kerjasama diantara anggota pengurus
Meningkatkan Derajat perasaan kesatuan yang memiliki partisipasi dalam organisasi
3.Pengemban gan Jaringan Kerja
Meningkatkan modal kegiatan dan kerjasama kemitraan
4.Pelatihan bagi anggota pengurus dan kader masyarakat
Meningkatkan Pengetahuan dan ketrampilan anggota pengurus dan kader masyarakat, serta kelembagaan/organis asi Peningkatan pemahaman dan pengetahuan keluarga dan masyarakat
5.Peningkatan kemampuan masyarakat
4
5
6
jadwal pertemuan secara rutin (staf matting)dan monitor aktivitas kegiatan AIDS 2.Mengadakan Sosialisasi dan menyusun job discription kegiatan sesuai program 3.Membuat restrukturisasi organisasi dan peraturan kepegawaian yayasan 1. Mengadakan pertemuan secara rutin untuk tingkatkan pengertian antar individu, sifat-sifat toleransi, dan kesabaran. 2.Menurunkan tingkat konflik dan persaingan negatif 3. Mengembangkan iklim kerja yang kreatif dalam menyusun program secara partisipatif 1.Menyusun proposal project 2.Memupuk koordinasi dengan pihak kemitraan dan penggalangan dana.
Direktur, Manajer dan beberapa anggota pengurus
Primari
Setiap awal bulan
Manajer dan Anggota Penguru s
Primari dan Kemitraan
2kali kegiatan dalam sebulan
Direktur dan Manajer Program
Primari dan Kemitraan
Aktivitas sesuai kegiatan periodik
1.Menyusun program pelatihan pengurus dan kader masyarakat 2.Membuat perencanaan kegiatan partisipatif
Manajer dan anggota penguru s
Primari Lurah Setempat
Bulan Februari 2006
1.Mempersiapkan bahan sosialisasi 2.Mengadakan Sosialisasi dan kampanye publik AIDS pada keluarga dan lembaga masyarakat
Manajer dan anggota penguru s
Primari Dan kemitraan Dan Lurah /RW
2kali dalam sebulan
1.Mengadakan
6.3.3. Penyusunan Rancangan Program Pelaksanaan penyusunan rancangan program berbagai teknik
dan strastegi
yayasan sangat dibutuhkan
yang merupakan ketrampilan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain atau semua peserta rapat pertemuan dalam melakukan kerjasama , diskusi, tanggapan/penyampaian pendapat yang menunjang dalam
95 rumusan kegiatan dari suatu
penyusunan program. Pada saat rapat pertemuan
pengurus yayasan, seperti terlihat digambar tersebut, dapat dimulai dengan tanda tangan daftar hadir,
setelah itu dilangsungkan dengan
penyampaian laporan
tahunan kerja selama periode tahun anggaran 2003/2004 yang telah dilaksanakan dan laporan keuangan serta evaluasi kegiatan dan ditanggapi tingkat kesulitannya.
Gambar. 20. Pembahasan Program dan Pelatihan, 2005
Dalam pelaksanaan penyusunan program yang berkaitan dengan visi dan misi yayasan serta informasi data lapangan yang diperoleh dari masyarakat maupun perencanaan kegiatan program yang akan dilaksanakan, maupun kegiatan program yang belum ada realisasi kegiatannya mengingat keterbatasan dana dan waktu, sehingga perlu direncanakan ulang untuk tahun anggaran berikutnya.
Kemudian
baru diadakan pembahasan dan penyusunan rancangan program kerja baru secara bersama. Untuk penyusunan program tahun anggaran 2004/2005 tersebut, ternyata yang hadir hanya sebagian akan mempengaruhi ketidaktahuan dan pemahaman secara bersama dalam proses pelaksanaannya. Adapun
diskusi pembahasan
kegiatan-kegiatan rancangan program Yayasan Primari antara lain :
a. Program Pencegahan HIV/AIDS 1) Menjalankan kegiatan komprehensif untuk pencegahan AIDS pada kelompok tertular, meliputi : konseling/tes sukarela serta perawatan dan dukungan bagi ODHA, termasuk kegiatan bantuan ARV (Antiretroviral). 2) Kemitraan dengan KPAD untuk melaksanakan program 100 % di lokalisasi WTS
dan
ditempat-tempat
hiburan
serta
memberi
dukungan
untuk
pelaksanaannya, termasuk program pemasaran sosial kondom pada kelompok berisiko tertular, dan malam renungan AIDS Nusantara di Nabire. 3) Menerapkan
program lanjutan pendidikan kesehatan reproduksi HIV/AIDS,
96 terutama melalui kurikulum sekolah di Nabire (setiap kelurahan/kampung) dan di Enarotali. Kegiatan ini berlangsungmerupakan
merupakan kegiatan lanjutan yang sedang
bantuan
program
dari
Cordaid
(organisasi
kemanusiaan dari Belanda). 4) Menyelenggarakan agenda rutin kegiatan kampanye publik HIV/AIDS melalui publikasi keliling, brosur, sablon kaos dan kegiatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2005.
b. Program Penyakit Menular Lainnya Melanjutkan proyek yang sedang dilaksanakan atas bantuan dana Cordaid untuk penanggulangan penyakit menular lainnya seperti
diare, malaria dan
pnemonia di Nabire dan Paniai, dengan kegiatan antara lain : Pos Obat Desa, Cegah penyakit lewat anak sekolah, Honai berventilasi, kelambu celup, pencegahan malaria oleh kader masyarakat dan petugas penyuluh, studi pengumpulan data, dan pengembangan media KIE yang lebih intensif.
c. Program Diklat Kelembagaan Program diklat kelembagaan yakni peningkatan ketrampilan Staf dalam bidang program dan administrasi/manajemen organisasi serta ketrampilan kerja di lapangan dalam rangka pengembangan masyarakat, melalui : a) On the job training, penulisan proposal, laporan, pembekalan kunjungan lapangan, ketrampilan komputer dan bahasa Inggris. b) Mengikuti diklat di luar organisasi dan
memperbanyak
kepustakaan
mini
berkaitan
dengan
program
pencegahan/penanggulangan. c) Memperbaiki struktur organisasi yayasan maupun
menerapkan peraturan kepegawaian
tentang tertib pekerjaan dan
personal yang bertanggung jawab. d) Pendelegasian tugas dan wewenang lebih lebih jelas pada struktur organisasi. e) Adanya upaya peningkatan prasarana dan sarana yayasan sebagai fasilitas penunjang aktivitas kerja.
d. Program Upaya Penggalangan Dana Dalam pelaksanaan program upaya penggalangan dana, yang akan dimanfaatkan Yayasan Primari untuk : (a) memperbaiki pengelolaan Kafe Prim, usaha fotokopi dan sablon primata. (b) menyusun proposal kegiatan untuk diajukan/diusulkan kepada lembaga-lembaga pendana/penyumbang dana.
97 (c) Menyusun sketsa
pengembangan jaringan kerja antar kemitraan dalam
rancangan program kerja dengan yayasan.
6. 3.4. Pengembangan Jaringan Kerja Dalam pengembangan jaringan kerja sangat diperhatikan lebih utama dari yayasan untuk menunjang kegiatan organisasi maupun administrasi serta pelayanan masyarakat. Kerjasama atau partisipasi anggota pengurus yayasan untuk meningkatkan kesatuan dan partisipasi dalam aktivitas organisasi
dalam
mengembangkan iklim kerja yang kreatif dan menguntungkan pengembangan jaringan kerja baik informal dalam administrasi yayasan maupun secara formal dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya. Pengembangan jaringan kerja bagi yayasan tersebut semakin baik dan di mana wujudnya yakni terjadi adanya penyumbang sumber dana baik dari instansi teknis di daerah seperti Dinas Kesehatan Kabupaten dan KPAD ( Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) maupun jaringan kerja dengan P:emerintah Daerah Propinsi Papua yang selama waktu sebelumnya cukup membantu yayasan tersebut. Oleh sebab itu, menurut Jumayar, Marbun, ( 2003: 47), pengembangan jaringan kerja (networking) adalah suatu strategi jaringan untuk menjalin relasi guna memberoleh bantuan baik secara informal maupun secara formal dari pihak lain ( misalnya teman, tetangga dan sanak saudara lainnya). Berkaitan dengan itu maka yayasan ini telah banyak menjalin kerja sama
misalnya
dengan pihak Perdhaki Pusat di Jakarta sehingga
mengikutkan anggota pengurus dalam kegiatan lokakarya mengenai : Results Base Management, selama lima hari di Jakarta tahun 2003. Pengembangan jaringan kerja dilakukan menyangkut pelatihan keterampilan, lokakarya, studitur baru dilaksanakan atau dilibatkan pengurus yayasan
hanya terbatas pada pimpinan
yakni Direktur, dan manajer sedangkan staf (anggota ) belum ada yang ikut dan hal tersebut akan mempengaruhi kinerja dan motivasi kerja yang kurang efektif. Strategi jaringan bagi petugas
dilapangan perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang luas agar para pendamping, kader masyarakat mudah segera dipercaya masyarakat dalam melakukan
merebut hati dan
bimbingan, arahan
kepada
keluarga, karena akan memberikan saran yang terbaik bagi penerima pelayanan ( Yusuf, Chusnan , 2003: 59 ). Dengan membuka jaringan para kader masyarakat dapat memberikan penjelasan yang baik , tentang maksud, tujuan dan cara-cara mengikuti apa yang ditawarkannya.
98 BAGAN PENGEMBANGAN JARINGAN KERJA YAYASAN PRIMARI
LMBG INTER
DYS PMD / KPAD
M A-U
DINKES / DINKESOS
SAL S-Ku MP
SP
MP
PL
SA
SA
MP
SP
KETERANGAN :
PL
SP
PL
Lembaga-Lembaga Internasional ( Penyumbang Dana ) Pemda / KPAD & Instansi Terkait (Penyumbang Dana) Manajer Administrasi/Usaha & Manajer Program Staf Keuangan ( S-Ku ) Staf Adm ( SA ) & Staf Adm / Logistik ( SAL ). Dan Staf Program (SP) & Petugas Lapangan (PL)
DYS = Direktur Yayasan; MP = Manajer Program; MA-U (Manajer Admn. Dan Usaha)
Gambar 21 : Bagan Pengembangan Jaringan Kerja Yayasan Primari, 2005.
Keterampilan yang dimaksudkan dalam jaringan kerja ini antara lain yakni dalam pemecahan masalah yang muncul selama proses pengembangan masyarakat. Strategi pengembangan jaringan kerja pengembangan
untuk meningkatkan
masyarakat khususnya pencegahan
upaya kerjasama kemitraan.
jangkauan upaya
HIV/AIDS maupun dalam
Maka model jaringan kerja
perlu dibangun sejak
melakukan relasi dan merupakan kunci keberhasilan dan kepercayaan kegiatan
99 yayasan pada berbagai dunia usaha yang akan membantu sebagai penyumbang program untuk menunjang
program pengembangan masyarakat. Kerjasama ini
pertama, untuk optimal dalam arti efektif dan pengerahan sumber daya organisasi dalam menyelesaikan tugas administrasi serta kerjasama dalam pembuatan proyek proposal serta menyempurnakan koordinasi dengan cara proses kerja di antara anggota pengurus ; kedua, untuk memenuhi kepentingan pelanggan dalam jaringan kerja, agar menghasilkan sesuatu yang bermutu yakni penyumbang dana . Strategi Jaringan yaitu menjalin relasi baik secara informal di antara anggota pengurus dengan para manajer serta masyarakat
suku Mee
atau
untuk memperoleh
bantuan maupun secara formal dengan lingkungan kelembagaan lainnya sebagai penyumbang dana dan kerjasama dalam program.
6.4. Program Pelatihan Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat. 6.4.1. Tujuan dan Sasaran a . Tujuan Tujuan disusunnya rancangan program pelatihan ini secara umum
adalah
untuk penguatan kapasitas yayasan dalam pencegahan orang dengan HIV/AID (ODHA). Sedangkan tujuan program pelatihan secara khusus yaitu Pertama: untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus, agar dapat mampu meningkatkan kinerjanya guna melakukan program pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis khususnya dan sebagai faktor kekuatan yayasan dalam pengembangan masyarakat di Kabupaten Nabire. Kedua: menyadari pentingnya kedudukan dan keterampilan teknis dan pengetahuan anggota pengurus yayasan dan kader masyarakat dalam bimbingan/konseling sebagai pelaksana pencegahan HIV/AIDS. Ketiga, :pelatihan kader masyarakat sebagai partner kerja yayasan yang berada di tingkat kelurahan, serta nantinya saling membantu dan sekaligus memperkuat kapasitas yayasan ditingkat kelurahan dalam data dan informasi serta bimbingan keluarga di masyarakat. Keempat, dapat meningkatkan komunikasi saling tukar informasi atau gagasan yang dapat membuka wawasan teman sekerja , sehingga kecerdasan bekerja lebih kreatif dalam menunjang sesuatu pekerjaan cepat diselesaikan.
100 b. Sasaran Sasaran dari rancangan program pelatihan tersebut dapatlah dikemukakan sebagai berikut : 1. Anggota pengurus
yayasan, dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam menghadapi goncangan dan stress (ekonomi dan non ekonomi) serta mampu meningkatkan jaringan usahanya maupun jaringan kerja untuk menguatkan kapasitas kelembagaan sosial /yayasan. 2. Pengurus yayasan dapat memiliki kemampuan dibidang program dan administrasi , khususnya melalui on-the job training agar dapat lebih eksis melaksanakan kegiatan program pengembangan masyarakat, khususnya pencegahan HIV/AIDS atau ODHA. ditingkat kelurahan 3. Sebagai kader masyarakat ditingkat kelurahan dapat menambah pengalaman dan keterampilan kerja di masyarakat dan bekerja sama dengan yayasan maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. 4. Pihak terkait yang ada ditingkat
kelurahan
sebagai peran serta
pendamping lokal masyarakat dalam pengembangan
komunitas
dan akan
terwujud lebih efektikf. 5. Sebagai tenaga konseling yang dapat membantu keluarga dalam menjelaskan dan membimbing keluarga/anggota keluarga keluarga dan mencegah
agar peningkatan kesehatan
berbagai penyakit menular bagi keselamatan
generasi penerus pembangunan .
6.4.2. Strategi Strategi pelatihan yang digunakan adalah metode pembelajaran partisipatif dengan memberikan suasana belajar secara aktif melalui pembahasan kasus, role playing, simulasi serta pemecahan masalah . Penerapan strategi ini perlu ditunjang dengan bahan peragaan mengenai bahasan yang akan dilatihkan serta tinjauan lapangan sebagai bahan perbandingan, kemudian membuat laporan mengenai hasil peninjauan lapangan tersebut, untuk didiskusikan atau permainan role playing.
6.4. 3. Fasilitator Program pelatihan pengurus yayasan dan kader masyarakat difasilitasi oleh fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program pencegahan HIV/AID. Dengan demikian dengan rancangan program dapat
101 memberikan bekal bagi anggota pengurus untuk meningkatkan mutu pengetahuan dan kemampuan teknis dibidang pencegahan AIDS dan yang lebih penting lagi yaitu mampu berkomunikasi untuk saling tukar informasi atau gagasan sehingga menunjukkan partisipatif yang lebih aktif
untuk menguatkan kapasitas yayasan,
dengan memerlukan kepribadian individu yang selalu membutuhkan pengalaman kerja yang menyenangkan diantara anggota lainnya. Untuk itu sangat dibutuhkan kecerdasan bekerja secara teknis untuk partisipasi aktif yang diharapkan peran dalam lingkungan kerja setiap organisasi termasuk yayasan sebagai lembaga swadaya masyarakat ditingkat kelurahan tersebut. Program pelatihan ini difasilitasi oleh fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program. .
6.4.4. Program Pelatihan Anggota Pengurus a. Permasalahan Prioritas a.1.Rendahnya pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus a.2.Penyebab adalah anggota pengurus yang belum mengikuti pelatihan
b. Penyelesaian Masalah 1). Nama Pelatihan : Latihan Manajemen Proyek Dan Manajemen Organisasi 2). Maksud Latihan
:
Latihan manajemen proyek dan manajemen organisasi sebagai
suatu
forum komunikasi untuk : a) Memantapkan dan memperdalam rasa tanggungjawab terhadap tugas dan fungsinya serta kerjasama yang menciptakan semangat atau komitmen bersama terhadap penyelesaian pekerjaan b) Untuk praktis
memperluas dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen proyek, sehingga
dapat meningkatkan
kesanggupan untuk mengelola suatu kegiatan yang dilakukannya terkait dengan upaya pencegahan ODHA. 3). Tujuan Latihan : 3.1.
Tujuan umum adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis
serta kesanggupan
mengelola
organisasi
dilaksanakannya.
untuk memimpin kegiatan dan
dan kegiatan-kegiatan proyek yang
102 3.2.
Tujuan khusus adalah membekali anggota pengurus ( peserta) agar mampu : a). Menyadari akan tugas & fungsinya sebagai anggota pengurus. b). Untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan c). Untuk menyelenggarakan administrasi organisasi yayasan dalam kesetiaan terhadap
tugas dengan komitmen pada
keakraban, senang kerjasama, dan sikap kebersamaan. 4). Peserta Latihan. 4.1.
Pengurus organisasi dan tokoh masyarakat (kader masyarakat).
4.2.
Petugas Sosial Distrik dan Ketua RW/RT
4.3.
Peserta latihan memenuhi syarat kesehatan dan bersedia mengikuti ketentuan selama pelatihan berlangsung.
4.4.
Jumlah peserta untuk setiap kali kegiatan yakni tiga puluh orang
4.5.
Pemanggilan peserta latihan melalui undangan dan panggilan mengisi formulir pernyataan bersedia sebagai peserta
latihan.
5) Pelaksanaan Latihan. 5.1. Panitia Penyelenggara Latihan a) Penanggung jawab adalah yayasan penyelenggara kegiatan. b) Penanggung jawab Teknis Latihan Pertanggung jawab administrasi penyelenggaraan selama latihan serta laporan kegiatan maupun pertanggung jawabannya. 5.2. Waktu dan tempat latihan. a) Waktu latihan berlangsung selama lima belas hari yang meliputi seratus dua puluh jam latihan
@
45 menit.
b) Tempat latihan di lokasi kelurahan dan disesuaikan kondisi setempat yang dianggap cukup representatif untuk penyelenggaraan latihan. 5.3. Fasilitator/Pelatih a) Pelatih inti adalah terdiri dari mereka yang telah mengikuti latihan manajemen proyek dan berpengalaman
dibidang organisasi
kemasyarakatan. Pelatih tamu/penceramah
terdiri dari petugas-
petugas instansi teknis yang erat kaitannya dengan isi latihan b) Team
pelatih/fasilitator
minimal
terdiri
dari
lima
5.4. Biaya Latihan: Sumber biaya dari swadaya yayasan.
orang.
103 Selanjutnya
dapatlah dikemukakan hasil diskusi bersama pengurus
Yayasan bersama tokoh masyarakat, dan petugas sosial distrik melalui Diskusi kelompok terarah ( Focus Group Discussion), pada hari Sabtu, 30 juli 2005. dengan menghasilkan suatu “rancangan program pelatihan seperti berikut: Tabel 15.. Silabus Kurikulum latihan “ Manajemen Proyek Dan Organisasi” Bagi Pengurus Yayasan Jam NO.
Pokok
Materi
I
UNIT
DASAR
II
UNIT INTI
Materi Latihan 1. 2. 3. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
III
UNIT PENUNJANG
14. U.U. Perkawinan 15. Keluarga & Kehidupan Kemasyarakatan : a.Kepedulian Sosial Masyarakat b. Kamtibmas Lingkungan c.Gizi & Kesehatan Lingkungan 16.Lain-lain : a.Pembukaan b.Kegiatan Kelompok c.Evaluasi d.Pembulatan latihan e.Penutupan latihan
J u ml a h Keterangan
Pembinaan Mental Petugas Pembinaan Keagamaan Pembinaan Usaha Pemecahan Masalah Kepemimpinan Pengelolaan Keuangan Teknik Pendekatan Pimpinan Teknik Penyusunan Proposal Teknik Manajemen Proyek Kewiraswastaan/ekonomi Bimbingan Manajemen Organisasi Pemberdayaan ODHA Teknik Pengumpulan Data &Penyampaian Hasil Teknik Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan Praktek Lapangan Dan Diskusi
jam
: “ Materi latihan disesuaikan dengan kondisi daerah.”
Sumber : Dari Hasil Rumus di Lapangan, 2005 Jam Latihan Harian JAM
KE I II III Istrahat IV V VI Istrahat VII VIII Istrahat IX X
J A M 08.00 08.45 09.30 10.15 10.30 11.15 12.00 12.45 16.00 16.45 17.30 19.00 19.45
-
08.45 09.30 10.15 10.30 11.15 12.00 12.45 16.00 16.45 17.30 19.00 19.45 20.30
Teori
Latihan Praktek
3 4
-
4 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 -
3 3 3 2 2 3 3 2 2 4
2
-
2 2 2
-
-
17
63
57
104
Tabel 16. Silabus Kurikulum Latihan “Kader Pendampingan Dan Konseling” Bagi Kader Masyarakat. NO.
Pokok Materi
I
Unit
Dasar
II
Unit
Inti
Materi Latihan
a. b 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
III
Unit
Penunjang
Penghayatan Kehidupan sehari-hari .Pengenalan Kebutuhan, Masalah dan cara pemecahan masalah Pengetahuan Komunitas &Keluarga Keterampilan Pendekatan Petugas Pendampingan dan Konseling Pemulihan Kemampuan Kelayan Pemberdayaan ODHA Teknik Identifikasi Masalah , Pelaporan dan Evaluasi Teknik Motivator, Katalisator, Dinamisator Praktek Pemeriksaan Kesehatan dan Bantuan Obat Pembentukan Kelompok Usaha Produktif
1. 2.
Praktek Pendekatan dan Konseling Teknik Bimbingan Kesehatan dan Laporan Harian/ Mingguan 3. Lain-lain : a. Pembukaan c. Diskusi d. Roll Playing e. Evaluasi f. Pembulatan latihan g. Penutupan Latihan Jumlah Jam Keterangan : Materi disesuaikan dengan kondisi daerah setempat
Jam
Latihan Praktek
Teori 2 4 2 2 3 2 2 1
2
2 2 2 1
2
1
2
3
5
27
13
Tabel 17. Jadwal Tentative Latihan Manajemen Proyek Dan Organisasi Bagi Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat Dalam Pencegahan HIV/AIDS Tingkat Kelurahan.
Hari/Tanggal Senin, 3 Oktober 2005 4 Oktober 2005
Jam Dimulai dari Jam 16.00 WIT sampai selesai 08.00 – 08.45 08.45 – 09.30 09.30 - 10.15 10.15 - 10.30
Materi Latihan Penerimaan dan registrasi para peserta , perkenalan dan dilanjutkan dengan Pengarahan Latihan Persiapan Pembukaan Upacara Pembukaan Sda Istirahat
Pelatih /Penceramah Panitia
Panitia
Keterangan : Ini pembuatan contoh Jadwal tentative ini disesuaikan dengan jam latihan harian tersebut di atas dan kondisi daerah setempat.
6.5. Ikhtisar Pada bagian ini dapatlah dikemukakan secara ringkas mengenai pokok-pokok pandangan yang menekankan kepada tiga elemen yang mendukung penguatan kapasitas
yayasan yaitu kemampuan individu, kemampuan kelembagaan dan
kemampuan masyarakat. Dari ketiga elemen tersebut perlu diperhatikan oleh suatu organisasi baik kelompok formal maupun kelompok non formal, agar dapat
105 mendukung kemajuan dan penguatan kapasitas suatu organisasi. Bila ketiga elemen tersebut kurang diperhatikan maka organisasi tersebut akan mengalami kegagalan dan yayasan
organisasi akan bubar. Oleh sebab itu penguatan kapasitas
diperlukan perencanaan secara bersama dan didiskusikan untuk
memahami pendapat anggota pengurus lainnya , sehingga mencapai tingkat kesepakatan bersama, sebelum melakukan penyusunan program pengembangan masyarakat. Analisis masalah dan faktor yang berpengaruh terdiri dari : masalah kemampuan individu ( penekanan pada penyelesaian tugas tepat pada waktunya, dan individu secara pribadi perlu ditumbuhkan, perilaku individu dalam perilaku yang kurang komunikatif terhambat dalam menghasilkan pekerjaan yang kurang memuaskan);
masalah
kemampuan
kelembagaan
yakni
belum
adanya
restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan serta prasarana dan sarana yang belum memadai
atau kurang mendukung;
masalah kemampuan masyarakat yakni masyarakat kurang informasi tentang bahaya HIV/AIDS dan hal ini menyebabkan meningkatnya HIV/AIDS, karena disegi lain pemerintah dan
LSM/Yayasan
belum melakukan sosialisasi dan
kampanye publik AIDS kepada keluarga , sekolah dan masyarakat. Disamping itu juga kurangnya yayasan melakukan penyuluhan melalui radio pemerintah atau melakukan sandiwara radio dan Langeng suara tentang bahaya AIDS . Analisis pemecahan masalah yaitu: (1)
adanya peningkatan
kemampuan
anggota
pengurus melalui pendidikan latihan; (2) adanya dukungan dana dari kemitraan dalam pengembangan kemampuan belajar secara efektif ; (3) adanya dukungan prasarana dan sarana kerja yang memadai untuk memperlancar suatu proses; (4) perlunya restrukturisasi
organisasi dan penerapan peraturan kepegawaian
yayasan. Rancangan program
penguatan kapasitas
yayasan dan meliputi :
priorotas strategi, program dan langkah-langkah kegiatan, penanggung jawab, alokasi dana dan jadwal waktu . Penyusunan rancangan program meliputi : program pencegahan HIV/AIDS; program penanggulangan penyakit lainnya; program diklat pengembangan kelembagaan; upaya penggalangan pengembangan jaringan kerja;
dana ;
atau kemitraan. Selanjutnya contoh program
pelatihan: “ manajemen proyek dan organisasi,” serta program“pendampingan dan konseling bagi keluarga dan masyarakat, “ bagi kader masyarakat.
106
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Dari hasil kajian mengenai hasil kajian mengenai pencegahan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) melalui penguatan kapasitas yayasan di Kelurahan Karang Tumaritis Nabire, maka dapat ditarik kesimpulan sebagaik berikut : 1. Pemetaan sosial dan evaluasi program
menunjukkan bahwa para ODHA
sering mengalami depresi ( rasa murung, sedih dan stress) karena setelah mengetahui terkena HIV dan terjadinya stigma dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat. 2.
Meningkatnya HIV/AIDS di Nabire khususnya di Kelurahan Karang Tumaritis karena terpengaruh kepada nilai budaya luar, dengan merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol dan juga masyarakat belum paham tentang bahaya penyakit HIV/AIDS disebabkan pemerintah dan LSM/Yayasan kurang melakukan sosialisasi kepada keluarga.
.
3.
Yayasan Primari sebagai LSM peduli AIDS, memiliki SDM anggota pengurus yang belum memadai, sehingga sebagian anggota pengurus menunjukkan kurang disiplin dan komunikasi internal yang sering menghambat pekerjaan untuk pengelolaan organisasi yang kurang optimal.
4.
Kemajuan yang dirasakan oleh Yayasan Primari antara lain semakin baiknya kemitraan kerja dengan berbagai instansi terkait maupun lembaga-lembaga internasional yang bergerak dibidang bantuan kemanusiaan yang memiliki program serupa dapat membantu kegiatan yayasan, sehingga melakukan pelayanan masyarakat untuk pencegahan AIDS, dan penanggulangan penyakit menular lainnya, maupun pengembangan masyarakat dibidang sanitasi lingkungan.
7.2. Rekomendasi Untuk mendukung terlaksananya program pencegahan HIV./AIDS di Nabire, maka rekomendasi yang diharapkan dalam alternatif kebijakan yaitu : 1. Untuk meningkatkan profesionalisme dan pengelolaan organisasi yang optimal, maka perlunya peningkatan keterampilan dan pengetahuan di bidang “program
107 dan administrasi” melalui on the job training dan perlunya restrukturisasi organisasi , sehingga terciptanya lingkungan kerja yang kondisive sesuai dengan nilai-nilai kesepakatan bersama pengurus yayasan tersebut. 2. Yayasan Primari perlu memperhatikan bahwa perancangan program pelatihan pengurus dan latihan kader masyarakat merupakan strategi penguatan kapasitas yayasan, khususnya bagi anggota pengurus dan kelembagaan/yayasan untuk pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. 3. Pengembangan
jaringan
kerja
merupakan
sistem
sumber
yang
perlu
dimanfaatkan untuk peningkatan prasarana dan sarana dalam menunjang proses manajemen yang lebih efektif dan terciptanya kerjasama anggota pengurus yang disiplin untuk mencapai pekerjaan yang memuaskan. 4. Perlunya Pemerintah Daerah dan LSM/Yayasan lebih serius dalam pencegahan HIVAIDS yakni peningkatan sosialisasi dan lokakarya maupun kampanye publik kepada masyarakat serta mencegah diskriminasi yang terjadi terhadap diri ODHA , karena bertentangan
dengan
HAM serta
perlunya pemberdayaan
ODHA.
5.
Digalakkannya lagi penyuluhan/sosialisasi secara kontinyu kepada keluarga, orang tua, dan lapisan masyarakat baik melalui media cetak, media lainnya, seminar, diskusi maupun sarasehan terhadap pencegahan HIV/AIDS di daerah setempat.
108
DAFTAR
PUSTAKA
Adimihardja, Kusnaka, dan Harry, Hikmat, 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung. Benoit Ferry dan Cleland John, 1995, Sexual Behaviour And Developing World, WHO., First Published, Hong Kong. Darmawan, HCB., 2004, Lembaga Swadaya Masyarakat, Nurani, Menggapai Kesetaraan, Kompas, Jakarta.
AIDS
In
The
Menyuarakan
Ekawati Sri Wahyuni, 2004, Pedoman Teknis Menulis Skripsi, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Dan Ekonomi, Fakultas Ilmu Pertanian, IPB, Bogor. Fisher Simon, ., 2001, Pengelolaan Konflik Ketrampilan & Strategi Untuk Bertindak,SMK Grafika Desa Putra, Jakarta. Gunawan Ingkokusumo, dkk, 1996, AIDS di Irian Jaya, Seri Kumpulan Edisi Pertama, PKBI Irian Jaya, Jayapura.
Kliping,
Gosita, Arif,2004, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karang ), Edisi Ketiga, PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta. Hariyanto, 2002, Yayasan Dahulu & Sekarang, (Dilengkapi Dengan Naskah Lengkap U.U.16 Tahun 2001 Tentang Yayasan), Pustaka Damar, Jakarta. Hetifah Sjaifudian, 2002, Inovasi, Partisipasi Dan Good Governance, 20 Prakarsa Inovatif Dan Partisipatif di Indonesia, Trust Advisory Group, Bandung. Ife Jim , 1995, Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Pratice, Longman Australia Pty, Ltd. Melbourne Jumayar ,Marbun, 2003, Jaringan Kerja dan Relasi Pertolongan, SEMA Group- STKS Press, Bandung. Lubis Djuara, 2004, Pedoman Penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Moleong, Lexi, J., 2000, Rosdakarya, Bandung.
Metodologi Penelitian Kualitatif,
PT.
Remaja
Nasdian, Fredian Tonny dan Bambang S. Utomo., 2005, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, Tajuk Modul SEP-51C, IPB, Bogor. Nasdian, Ferdian Tonny dan Dharmawan, Hadi Arya, 2004, Sosiologi Untuk Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-51-B, Bogor.
109 Nasution, S., 1996, Metode Penelitian Bidang Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. Nitimihardjo Carolina, Nurmala, P., Fahrudin Adi, 2004, Perilaku Manusia Dalam Lingkungan Sosial,Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-523 , Bogor. Owin ,Jamasy , 2004, Keadilan, Pemberdayaan Kemiskinan, Penerbit Belantika, Jakarta.
Dan
Penanggulangan
Prasodjo, Imam, 2004, Pengembangan Jaringan Pranata Sosial Dala Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat Perspektif Empiris, Pusbang Tansosmas (BPPS) Depsos RI, Jakarta. Rianingsih,Djohani, 1996, Berbuat Bersama Berperan Serta, Acuan Penerapan, Participatory Rural Aqppraisal, Studio Driya Media, Bandung Richardson, Diane, 2002, Perempuan dan AIDS, Yogyakarta.
Media
Pressindo,
Bernas,
Saharuddin, 2004, Metode – Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB,Tajuk Modul SEP-579, Bogor Soetarto, Endriatmo, 2004, Analisis Sosial, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Sitorus dan Agusta, 2004, Metodologi Kajian Komunitas, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB,Tajuk Modul SEP- 527, Bogor. Suharto, Edi, 1997, Pembangunan Kebijakan Spektrum Pemikiran, LSP-STKS, Bandung
Sosial
------------------, 2004, Model Analisis Kebijakan Sosial STKS- Press, Bandung Soekanto., S., 1990, Yogyakarta.
& Pekerjaan Sosial, Integratif, Model Aksi,
Sosiologi Suatu Pengantar, Gajah Mada University Press,
Sumardjo dan Saharuddin,2004, Metode-Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat,Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-523, Bogor. Sumarti ,Titik dan Wahyuni , Ekawati Sri, Perspektif Gender Dalam Pembangunan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP- 522, Bogor. Supeno, 2002, Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan, Catholic Services, Jakarta.
Relief
110 Sutarto, 1995, Dasar – Dasar Press, Yoyakarta.
Organisasi, Cet. XVII, Gajah Mada University
Shaughnessy dan Carter, Helen , (1999), Principles And Practice, Australia.
Capacity Building A new approach
Siahaan, Rondang M.,2003, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial , Puslitbang UKS Departemen Sosial RI, Jakarta. Triguno, 1996, Budaya Kerja, Menciptakan Lingkungan Yang Kondisive Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, ARNOOR Bappenas Bidang Administrasi/Sekretaris MENPAN, Jakarta. Yatim ,Dani Irawan,1995, Strategi Komunikasi Presna, LP3ES, Jakarta.
Mengenai AIDS di Indonesia,
Yuhana, Ida dan Prasodjo, Nuraini W., 2004, Pengelolaan Konflik Solsial, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-51D, IPB, Bogor. Yulianan , Sri Sugiyati, Azhan, Sahamin., 1997, Aktivita Sosial , Kanwil DepSos Propinsi Sumatera Selatan, Sumatera. Yusuf ,Chusnan,2003, Kemiskinan Dan Keberfungsian Sosial, LSP STKS- Kerjasama BPPS - Departemen Sosial, RI, Jakarta.
111
LAMPIRAN : DAFTAR KODE INSTRUMEN DAN BANYAKNYA INFORMAN No.
Kode Instrumen
Partisipasi
Form A A1
Banyaknya
Wawancara Mendalam Pengurus Yayasan
8 orang
A2
Petugas Sosial Distrik ( PSD )
1 orang
A3
Tokoh Masyarakat
2 orang
1. 2. 3. A4
Masyarakat (Ketua RW dan Para ODHA )
7 orang
4. Form B B1
Jumlah : Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion / FGD ) Peserta FGD Topik: Assesment Partisipatori
18 orang
5. Kelompok I - Anggota pengurus yayasan - Pengelola Yayasan Kelompok II -Pengurus Yayasan dan PSD - Ketua RW 01, Ketua RW 02, Ketua RW 04 - Tokoh Masyarakat Kelompok III - Pengelola Yayasan dan Lurah - Anggota Pengurus Yayasan & Tokoh Masyarakat
B2
Jumlah : Peserta FGD Topik: Perencanaan Program
3 orang 2 orang 2 orang 3 orang 3 orang 2 orang 3 orang 18 orang
6. Peserta FGD Topik : Rencana Program Peningkatan Anggota Pengurus Yayasan Kelompok I - Anggota Pengurus Yayasan - Pengelola Yayasan & Ketua RW Kelompok II -Pengelola & PSD -Ketua RW 01, Ketua RW 02, Ketua RW 04
Form C 7. Form 8.
D
-Tokoh Masyarakat Kelompok III - Pengelola Yayasan - Anggota Pengurus & Tokoh Masyarakat Jumlah : Pengamatan : Anggota Pengurus & Pengelola Yayasan Studi Dokumentasi: PSD , Lurah dan Ketua RW
2 orang 3 orang 2 orang 3 orang 4 orang 2 2 18 8
orang orang orang orang
5 orang
112
Lampiran : 2 KUESIONER PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV./AIDS(ODHA)
PENC
DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE WAWANCARA UNTUK PENGURUS YAYASAN PET I. N N U A J S P P P P
T
PETUNJUK : Wawancara Mendalam Untuk Pengurus Yayasan. KARAKTERISTIK INFORMAN. Nomor Informan : ……………………………………………………………………... Nama Informan : ……………………………………………………………………... Umur : ……………………………………………………………………. Agama : ……………………………………………………………………. Jenis kelamin : …………………………………………………………………….. Status Perkawinan : ……………………………………………………………………... Pendidikan Formal : …………………………………………………………………….. Pendidikan Non Formal : ……………………………………………………….……………. Pekerjaan Pokok Suami/Istri : … ……………………………………………………………….. Pekerjaan Sambilan Suami/Istri : ……………………………………………………………………. Lamanya di Yayasan : …………………………………………………………………….. Jabatan Dalam Organisasi : …………………………………………………………………….. Nama Enumerator
: ……………………………………………………………………..
Tanggal Wawancara
: .…………………………………………………………………...
Diperiksa
: ……………………………………………………………………
Oleh
T
Tanggal
: ……………………………………………………………………
K
Keterangan
: ……………………………………………………………………
MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT SEKOLAH PASCASARJANA K0SENTRASI PEKERJAAN SOSIAL ( STKS – IPB) INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
II. PENGELOLAAN ORGANISASI A. Latar Belakang Yayasan. 1. Sejak kapan yayasan tersebut dilaksanakan ? 2. Bagaimana Visi Yayasan dan Misi yang ingin dicapai ? 3. Siapa saja sebagai pengurus Yayasan dan berapa anggota pengurus ? 4. Berapa orang Badan Pengurus Yayasan ? 5. Apakah semua anggota pengurus melaksanakan iuran anggota ? 6. Bagaimana ART dan AD Yayasan Bapak/Ibu/Sdr. ? 7. Apakah Yayasan Bapak/Ibu/Sdr. diakui ijin operasionalnya ? 8. Sejak kapan yayasan Bapak/Ibu/Sdr. mulai dilakukan ? 9. Bagaimana struktur organisasi yayasan (Fotocopy ) B. Menyusun Rancangan Program
113 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Apakah Bapak/Ibu/Sdr. bersama anggota telah menyusun rancangan program sesuai misi yayasan? Bagaimana pembagian kerja dalam mengelola kegiatan administrasi sesuai struktur organisasi dari yayasan Bapak/Ibu/Sdr. ? Bagaimana rencana program jangka pendek dan jangka panjang dalam pencegahan HIV/AIDS ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah mengarahkan anggota melalui rapat pengurus untuk pembahasan dan penyusunan rancangan program pencegahan HIV/AIDS? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. telah menyusun jenis kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr bisa sebutkan program - program yayasan yang pernah dilaksanakan termasuk pencegahan HIV/AIDS ? Menurut Bapak/Ibu/Sdr. program apa saja yang perlu dikembangkan dalam rangka sosialisasi HIV/AIDS ditingkat RW dan RT pada Kelurahan tersebut ? Bagaimana penilaian Bapak/Ibu/Sdr. terhadap rancangan program bersifat “top down” yang dikendalikan pimpinan atau bersifat sentralisasi tanpa melibatkan anggota ? Bagaimana harapan Bapak/Ibu/Sdr.perencanaan program pengembangan yayasan kedepan ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah bersama masyarakat membuat pedoman praktis perencanaan partisipatif untuk pencegahan HIV/AIDS ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. bersama masyarakat telah mengidentifikasi masalah dan merumuskan prioritas sasaran dalam penanganannya ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. telah memperoleh dukungan penentu kebijakan dalam strategi penggalangan dana untuk sosialisasi dan pemberdayaan ODHA ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr bersama masyarakat telah membuat perencanaa partisipatif akan kebutuhan tenaga, alat, waktu dan biaya untuk penyelenggaraan pencegahan HIV/AIDS ?
C. Kepemimpinan. 1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. untuk pembagian kerja melalui pengampilan keputusan dengan anggota pengurus dalam suasana partisipasi ? 2. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. sering membutuhkan input dari anggota untuk 3. merencanakan program sesuai jenjang prosedur yang ada? 4. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah melakukan motivasi atau dorongan kerja dalam pembahasan rencana kegiatan pencegahan HIV/AIDS ? 5. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. membantu anggota pengurus bila mengalami 6. permasalahan yang sangat mendesak ? 7. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. saling membantu anggota untuk mampu 8. menciptakan situasi yang kolaboratif dalam mendukung program pencegahan HIV/AIDS ? 9. Berapa kali Bapak/Ibu/Sdr. memberikan kewenangan sebagai wakil organisasi dalam mengikut pertemuan/rapat pembahasan program AIDS ? D. Penggalangan Dana 1. Dari mana Bapak/Ibu/Sdr. dalam memperoleh sumber dana sebagai modal dalam kegiatan pencegahan AIDS dan berapa besar yang diperoleh ? 2. Bagaimana mekanisme dalam memperoleh modal tersebut ? 3. Apakah dalam yayasan ini terdapat donatur tertentu untuk pencegahan AIDS? (Sebutkan berapa rupiah bantuannya) ! 4. Bagaimana mekanisme cara menghimpun dana kegiatan pencegahan AIDS ? 5. Digunakan untuk apa dana bantuan tersebut ? 6. Apa manfaatnya yang Bapak/Ibu/Sdr. rasakan dari dana tersebut setelah melaksanakan kegiatan pelayanan masyarakat termasuk pencegahan AIDS ? 7. Kesulitan / hambatan apa yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr. dalam penggalangan dana bantuan tersebut ? 8. Apa harapan Bapak/Ibu/Sdr. dari penggalangan dana tersebut ? 9. Bagaimana pengelolaan dana tersebut baik dalam pembukuan/pencatatan maupun pengeluarannya secara akuntabilitas dalam penggunaannya ? 10. Berapa besar pengeluaran dalam setiap kegiatan pencegahan HIV/AIDS ? 11. Bagaimana pola pengeluaran dana perkegiatan ?
114 E. Jaringan Kerja Kemitraan 1. Bapak/Ibu/Sdr. bagaimana sosialisasi/penyebarluasan informasi dalam jaringan kerja pencegahan HIV/AIDS ? 2. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. melakukan model jaringan kerja kemitraan antar ORSOS secara koordinatif dalam pencegahan Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. mekanisme untuk menentukan mitra kerja dalam evaluasi kegiatan atau penggalangan dana ? 3. Menurut Bapak HIV/AIDS ? 4. Apa menurut Bapak/Ibu/Sdr. komunikatif yayasan dengan masyarakat dapat membantu berbagai informasi dalam upaya pencegahan HIV/AIDS ? 5. Bagaimana bentuk jaringan kerja masyarakat luas dalam pelaksanaan penggalangan dana program pencegahan HIV/AIDS ? 6. Bagaimana manfaat yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr.dalam membangun jejaring (networking) untuk upaya pencegahan HIV / AIDS ? 7. Pihak-pihak mana saja yang terkait dalam jaringan kerja untuk pencegahan HIV/ AIDS ? 8. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui terjadinya jaringan kerja dalam pencegahan HIV / AIDS ? 9. Bagaimana hambatan/kesulitan yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr. dalam pengembangan jaringan kerja pencegahan HIV/AIDS ? 10. Bagaimana hubungan antar Orsos dalam pembahasan program bersama untuk pencegahan HIV/AIDS
FORM A 2
Lampiran 3.:
KUESIONER PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ODHA DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN WAWANCARA PETUGAS INSTANSI / KELURAHAN PETUNJUK
: Untuk Wawancara Mendalam dengan :
1. Petugas Sosial Distrik ( PSD ) 2. Lurah Karang Tumaritis I. INFORMAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama : ……………………………………………………………… Jabatan : …………………………………………………. Nama Instansi : ………………………………………………… Alamat Instansi : …………………………………………………. Nama Enumerator : …………………………………………………. Tanggal Wawancara : ………………………………………………………
7. 8. 9.
Diperiksa Oleh: …………………………………………………… Tanggal : …………………………………………………… Keterangan: …………………………………………………….
PERTANYAAN : A. Kebijakan Pemerintah Daerah. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Apakah ada kebijakan khusus yang memberikan perhatian pada Yayasan ? Jika adanya perhatian berupa apa ? Apakah Bapak /Ibu/Sdr. ketahui sejak kapan dilakukan ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. mengertahui mekanisme pelaksanaannya ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui hasil yang diperoleh ? Bagaimana struktur organisasi instansi dengan koordinasi kerja terkait pada yayasan ini ? Di mana mekanisme kerja dalam posisi terkait yang mengelola yayasan dan birokrasinya ?
115 8. 9.
Apakah Bapak/Ibu/Sdr. rasakan bahwa koordinasi terhambat pengelolaan organisasi yayasan ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. sarankan agar lebih efektif mendukung pengelolaan organisasi ?
B. SDM Pengurus 1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu berapa orang jumlah pengurus yang mendukung 2. koordinasi pengelolaan yayasan di sini ? 3. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu berapa lama bekerja sebagai petugas 4. ditingkat distrik maupun di kelurahan 5. Bagaimana bentuk koordinasi dalam pembagian tugas pengelolaan 6. organisasinya ? 7. Apakah ada hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaan tugas ? 8. Apa ada kemudahan pelaksanaan tugas dalam mendukung tugas pokok ? C. 1. 2. 3.
Prasarana /Sarana Adakah bantuan fasilitas dari instansi yang dapat digunakan yayasan ? Sejak kapan dan berapa lama bantuan tersebut telah digunakan ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui ada bantuan dana yang digunakan untuk membantu aktivitas pengelolaan yayasan tersebut ? 4. Jika ada bantuannya, berapa besarnya ?
Lampiran : 4
FORM A 3 PANDUAN WAWANCARA
TOKOH MASYARAKAT PETUNJUK : Untuk wawancara mendalam dengan :
Tokoh Masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis INFORMAN Nama Jabatan Alamat
: ……………………………………………… : …………………………………………… : ………………………………………………
PERTANYAAN : 1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. mengenai pengelolaan organisasi yayasan ini ? 2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. mengenai aktivitas yayasan ini ? 3. Bagaimana kondisi kehidupan anggota pengurus yayasan tersebut ? 4. Bagaimana relasi anggota pengurus yayasan dengan masyarakat ? 5. Apa permasalahan yang dapat diketahui pada yayasan ini ? 6. Manfaat apa yang dirasakan dengan kehadiran yayasan ini ? 7. Apa harapan Bapak/Ibu/Sdr. terhadap kehadiran yayasan tersebut ?
Lampiran : 5.
FORM A 4 PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN Primari DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
MASYARAKAT PETUNJUK : Untuk wawancara mendalam dengan : 1. Ketua RW ( RW 01; RW 02; & RW 04 2. Para ODHA. I. INFORMAN
116 Nama Jabatan Alamat
: ……………………………………………… : ……………………………………………… : ……………………………………………
II. MASYARAKAT. A. Kesadaran Dalam Pencegahan Bahaya AIDS
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12.
Apakah Apakah Bapak/Ibu/Sdr. sering mengatur waktu untuk kegiatan anak ? Apa menurut Bapak/Ibu/Sdr. bahwa masyarakat pemuda/remaja boleh mengikuti mode bisa saja, namun sesuai dengan norma dimasyarakat ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu adanya larangan penjualan miras di masyarakat ? Kapan penertibannya ! Pernah Bapak menasehati generasi muda yang sering berkeluyuran pada malam hari ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui ada patroli dari pihak yang berwajib pada malam hari ? Bagaimana pembinaan remaja dan pemuda dalam upaya pencegahannya ? Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. bentuk pencegahan apa yang dilakukan oleh pihak adat terhadap AIDS ? Bagaimana pandangan Bapak/Ibu/Sdr. agar penyadaran AIDS, melalui sosialisasi ? Bapak/Ibu/Sdr merasakan perlu adanya peraturan yang melarang tindakan diskriminasi terhadap ODHA? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah diadakan penyuluhan AIDS di kelurahan ini ? Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr mengetahui pelaksanaannya dan siapa saja penyelenggaranya? Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk apa penyelenggaraannya ?
B. Kepedulian Perubahan Lingkungan Dalam Tertib Keamanan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Apa Bapak/Ibu/Sdr. mempunyai peran serta dalam membantu tetangga yang kena musibah ? 2. Bagaimana peran serta Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk pencegahan HIV/AIDS dilingkungan tempat tinggal ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. tentang cara pencegahan HIV/AIDS secara efektif dilingkungan tempat tinggal ? Menurut Bapak/Ibu/Sdr. upaya apa yang harus dilakukan untuk keberlanjutan pencegahan seperti penyuluhan penyadaran, kewaspadaan/mawas diri ? Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. mengenai pencegahan perlu perbaikan lingkungan dengan sistem pengawasan dan patroli ? Bagaimana pandangan Bapak/Ibu/Sdr. perlu adanya pencegahan HIV/AIDS melalui perbaikan lingkungan ? Bagaimana bentuk perbaikan lingkungan untuk pencegahan HIV/AIDS ? Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr.tahu diadakan perbaikan lingkungan dalam rangka pencegahan AIDS ? Dari mana dana yang dapat digunakan untuk membantu perbaikan lingkungan ?
C. Pencegahan Dalam Perlakuan Diskriminatif Terhadap ODHA.
1. Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr perlu adanya peraturan yang sifat larangan adanya tindakan yang mengandung diskriminasi terhadap ODHA ? 2. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr. tahu bahwa ada larangan yang mengandung tindakan diskriminatif terhadap ODHA ? 3. Kapan menurut Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk apa tindakan preventif diskriminatif yang dilakukan untuk perlindungan ODHA ? 4. Menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr. bila tindakan preventif diskriminatif belum dilaksanakan , maka apa tindakan alternatif lainnya ? Sebutkan !
117
Lampiran : 6
FORM
B 1
PANDUAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH ( FOCUS GROUP DISCUSSION ) TOPIK : ASSESMENT PARTISIPATORI DISKUSI : Lokasi : …………………………………………………… Hari : …………………………………………………… Tanggal : …………………………………………………… Jam : …………………………………………………… Hadir Berjumlah : ………………orang Status/Jabatan yang hadir : Pengurus : …. …. orang Anggota : ……… orang Petugas Instansi : …….. orang Petugas Kelurahan : …….. orang Tokoh Masyarakat : …….. orang Tokoh Informal : ……. orang Masyarakat : …….. orang Petugas Diskusi : ( Contoh: Daftar Hadir )
No.
Tugas
Nama
Instansi
Tanda Tangan
Pemimpin Diskusi
PARTISIPATORY ASSESSMENT 1. Pencatat Diskusi 2.
METHOD
I. Assesment partisipatori
A. Menemukenali Masalah 1. Bagaimana kondisi , situasi dan masalah pengelolaan organisasi yang ada pada pengurus yayasan ? 2. Upaya apa yang telah dilakukan yayasan tersebut untuk mengatasi masalahnya ? 3. Hambatan apa yang tidak dapat diatasi oleh yayasan tersebut ? Lengkapi dengan menggunakan : 1. Penataan lingkungan kerja dan Akses Kepemilikan 2. Bagaimana melihat cara menata hubungan kerja antara anggota maupun 3. kemampuan ketrampilan kerja yang dimiliki anggota dan motivasi kerjasama? 4. Klasifikasi Kesejahteraan. 5. Apa indikator sendiri untuk menentukan kesejahteraan anggota secara social bagi anggota pengurus ? 6. Masalah individu dan organisasi. 7. Apa masalah yang dirasakan individu sebagai anggota maupun fasilitas kerja yang kurang mendukung ? 8. Masalah kerjasama : Apakah yang mendorong kerjasama anggota untuk lebih efektif ? B. Menemukenali Potensi Organisasi: 1. Bagaimana potensi yayasan dan potensi anggota pengurus yayasan ? 2. Bagaimana potensi pelayanan publik dan pencegahan AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis ? 3. Program apa saja yang sudah pernah diselenggarakan oleh yayasan ? 4. Bagaimana nilai atau tradisi apa yang dianut pengurus yayasan ? 5. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang berlaku pada yayasan ? C. Menganalisis Masalah dan Potensi 1. Apa faktor-faktor penyebab masalah pengelolaan oraganisasi pada yayasan ? 2. Bagaimana hubungan kerja antar penyebab masalah pengelolaan organisasi pada yayasan ? 3. Bagaimana menentukan fokus masalah ? 4. Bagaimana menentukan potensi yang mungkin digunakan dan cara
118 memobilisasi potensi yang tersedia dalam memajukan yayasan ? D. Pemilihan Solusi / Pemecahan Masalah. 1. Bagaimana menentukan langkah-langkah yang perlu diambil guna mangatasi masalah pengelolaan organisasi yang ada ? 2. Bagaimana menentukan potensi dan teknis kerja dengan mempertimbangkan kemampuan anggota pengurus, biaya, tingkat pelayanan operasional dan perubahan perilaku serta hal lainnya yang turut mempengaruhi dalam proses pemecahan masalah pada pengelolaan organisasi dari yayasan ?
Lampiran
FORM
: 7
B 2
PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN Primari DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
Petunjuk
:
FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION)
PANDUAN DISKUSI KELOMPOK Dilakukan di pimpin oleh TERARAH peneliti dan dibantu enumeratordengan unsur-unsur sebagai berikut :
TOPIK
Materi
:
RENCANA PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN ANGGOTA PENGURUS YAYASAN DAN KADER MASYARAKAT
:
I. PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENGEMBANGAN YAYASAN
1. Penentuan Topik Merupakan hasil analisa situasi terdahulu mengenai kondisi faktual dan hasil yang dicapai serta permasalahan pengelolaan organisasi dan keterkaitan dengan HIV/AIDS yang dihadapi bila kegiatan akan dilakukan. Metode : Curah pendapat 2. Analisis Masalah Bersama-sama merumuskan inti, sebab dan akibat masalah pengelolaan organisasi Metode : Diskusi kelompok dan Pleno 3. Analisis Tujuan Bersama-sama mengidentifikasikan komponen tujuan umum, tujuan khusus dan sasaran Metode dan media : Curah pendapat dan pleno 4. Analisis Alternatif Sasaran a. Dapat menidentifikasi berbagai alternatif sasaran b. Dapat merumuskan prioritas sasaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan Metode dan Media : Diskusi Kelompok dan Pleno 5. Analisis Stakeholders a. Menganalisis stakeholders yang mempengaruhi dalam meningkatkan kemampuan personal pengurus berkaitan penguatan kapasitas yayasan dan pencegahan AIDS. a. Mengidentifikasi stakeholders yang berhubungan dengan kegiatan penguatan kapasitas yayasan maupun kegiatan pencegahan HIV/AIDS. b. Mengidentifikasi stakeholders potensial yang memberikan kontribusi dalam kegiatan penguatan kapasitas yayasan terhadap pencegahan HIV/AIDS. d. Metode dan Media : Diskusi Kelompok dan Pleno. 6. Merumuskan Indikator Sumber pembuktian dalam mengukur kerjasama antara atasan dan anggota untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan penguatan kapasitas organisasi bagi pengurus yayasan, maupun upaya pencegahan HIV/AIDS Metode dam media : Diskusi kelompok dan pleno 7. Rumusan Logistik
119 Merumuskan kebutuhan tenaga, alat, waktu dan biaya yang mendukung pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas organisdari bagi pengurus yayasan maupun upaya pencegahan HIV/AIDS Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno 8. Penentuan level intervensi Menentukan pada tingkat mana intervensi penguatan kapasitas yayasan akan dilakukan pada tingkat anggota pengurus sendiri atau kelurahan Metoda dan media : Diskusi kelompok 9. Penyusunan Rencana Operasional Merumuskan rencana kegiatan yayasan dan pengembangan jaringan kerja dalam upayapencegahan HIV/AIDS Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno 10. Merancang Monitoring dan Evaluasi Program Merumuskan langkah-langkah monitoring dan evaluasi kegiatan program pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan yayasan Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno Lampiran
: 8
PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV/AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
FORM C
PANDUAN PENGAMATAN ( OBSERVASI )
PETUNJUK : Untuk melaksanakan pengamatan pada situasi dan kondisi : 1. Anggota Yayasan Primari 2. Pengurus/Pengelola Yayasan Primari INFORMAN
Nama Alamat
: ………………………………………………………… : ………………………………………………………… PELAKSANAAN PENGAMATAN
Hari / Tanggal : ……………………………………………………….. Waktu : ……………………………………………………….. Pengamat : ……………………………………………………….. PEDOMAN PENGAMATAN
I. Kapasitas Yayasan A. Situasi dan kondisi organisasi/ yayasan 1. Kondisi Fisik a. Memiliki kantor/sekretariat tersendiri b. Memiliki kantor/sekretariat di rumah ketua 2. Fasilitas kerja yang dipergunakan pada sekretariat yayasan a. Sarana kerja yang tersedia b. Sarana kerja yang ada merupakan bantuan ( dari mana ). 3. Aktivitas anggota pengurus dalam kegiatan sekretariat : a. Memiliki peralatan adminitrasi (Komputer, mesin ketik ). b. Memiliki peralatan penyimpanan administrasi ( lemari, meja, kursi ) c. Memiliki telephone sendiri dan televisi 4. Aktivitas yayasan dalam menghimpun modal kegiatan melalui jaringan kerja : a. Membuat proposal project ke Pemda ( KPAD ). b. Hubungan kerjasama kegiatan dengan instansi/swasta c. Memperjuangkan proposal data AIDS ke tingkat propinsi B. Situasi dan kondisi tempat tinggal anggota pengurus dengan skretariat yayasan. 1. Rumah anggota pengurus dengan sekretariat berdekatan 2. Rumah anggota pengurus dengan sekretariat berjauhan C. Kepengurusan Yayasan 1. Organisasi Yayasan a. Memiliki struktur organisasi (berapa kali perubahan struktur kepengurusan yayasan ).
120 b. Memiliki struktur organisasi dan program kerja 2. Administrasi a. Memiliki agenda surat keluar dan masuk serta ekspedisi surat b. Memiliki ekspedisi surat dan lainnya belum tersedia 3. Buku Penuntun Penanganan AIDS a. Memperoleh buku penuntun pada pelatihan HIV/AIDS b. Hanya memperoleh buku penuntun dari pemerintah II. Karakteristik Anggota Pengurus 1. Anggota pengurus yang ikut diklat : a. Mengikuti diklat manajemen organisasi ( …orang ) b. Mengikuti diklat konseling HIV/AIDS (… orang ) 2. Pekerjaan Pokok Pengurus : a. Pekerjaan pokok swasta : ……… orang b. Pegawai Negeri Sipil : …… orang c. Ibu Rumah Tangga : …….. orang 3.Tingkat pendidikan anggota pengurus : a. Pendidikan S1 : ……… orang b. Pendidikan SLTA/SMU : …….. orang
c. Pendidikan SMP Lampiran
: ………
orang. FORM D
: 9
PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN PENGAMATAN ( OBSERVASI ) INSTANSI / KELURAHAN
PETUNJUK : Untuk melaksanakan pengamatan pada situasi dan kondisi 1. Petugas Sosial Distrik ( PSK ) 2. Lurah Karang Tumaritis Dan Ketua RW INFORMAN
Nama
: ……………………………………………
Jabatan
: …………………………………
Nama Instansi
: ……………………………………………
Alamat Instansi
: ……………………………………………
PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI I. DATA TENTANG POTENSI KELURAHAN
1. Peta Kelurahan dan Dena Letak Kelurahan 2. Data Kependudukan dan Geografis Wilayah 3. Mata Pencaharian Penduduk 4. Lembaga Pembangunan Masyarakat ( LPM ). 5. Data Organisasi Sosial / Yayasan/LSM II. PROGRAM – PROGRAM PEMERINTAH PADA KELURAHAN
1. Program pembinaan Organisasi Sosial 2. Program pembinaan organisasi pemuda ( Karang Taruna ) 3. Bimbingan pencegahan kenakalan remaja (narkoba ) dan HIV/AIDS III. DATA LAINNYA
1. 2. 3. 4.
Data Data Data Peta
pemberdayaan Keluarga Muda Mandiri keluarga prasejahtera dan keluarga kelembagaan komunitas lokal Sosial
121
PETA WILAYAH KABUPATEN NABIRE PROPINSI PAPUA
PETA LOKASI
KELURAHAN KARANG TUMARITIS KAB. NABIRE
122
Gbr.: Kantor Kelurahan, Pasar, UEP Peternakan Babi dan Pendataan Para ODHA
123
FOTO-FOTO YAYASAN PRIMARI ( KANTOR, STRUKTUR ORGANISASI, RAPAT PENGURUS YANG MELAKUKAN DISKUSI PENYUSUNAN PERANCANGAN PROGRAM DALAM RANGKA PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN, 2005
124
FOTO-FOTO BERKAITAN DENGAN KEGIATAN YAYASAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA DI LAPANGAN (WAWANCARA) DAN DISKUSI KELOMPOK
FOTO-FOTO KEGIATAN WAWANCARA DAN FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION) DI KANTOR YAYASAN PRIMARI, BALAI KELURAHAN KARANG TUMARITIS, RUMAH SAKIT NABIRE, DINAS KESEHATAN, PUSKESMAS DAN DI RUMAH TOKOH MASYARAKAT SUKU MEE NABIRE, 2005
125
FOTO-FOTO KEGIATAN YAYASAN LAINNYA DALAM RANGKA PENCEGAHAN HIV / AIDS DAN PEMBERIAN OBAT -OBATAN
126
127
128
129
130
131
I. PENDAHULUAN
132
1.1. Latar Belakang Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan era globalisasi turut memberikan wacana baru dalam pola pembangunan nasional dari top down menjadi bottom up, di mana masyarakat mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta sebagai subyek pembangunan.
Namun dalam
era globalisasi tersebut juga meningkatnya arus
mobilitas penduduk dan terjadi pula meningkatnya kasus HIV/AIDS di Propinsi Papua dan Indonesia pada umumnya. Kabupaten Nabire termasuk daerah strategis di teluk cenderawasih yang letaknya di antara kedua
ibu kota Propinsi
yakni
propinsi Papua dibagian timur dan Propinsi Irian Jaya Barat di bagian barat sebagai peluang
meningkatnya arus mobilitas penduduk ke Nabire baik dengan
penerbangan udara setiap bulan yang ke Nabire dan menetap penduduk antara 473 – 868 jiwa sedangkan setiap bulan untuk pelabuhan laut bertambahnya penduduk antara 583 – 2756 jiwa (data mobilitas penduduk, 2002/2003). Kabupaten Nabire juga termasuk daerah transit
atau masyarakat mengatakannya Nabire
sebagai “pintu gerbang” bagi kabupaten lainnya melalui penerbangan udara dan jalan darat (program jalan trans Irian) sejak tahun 1988, misalnya
Nabire ke
Kabupaten Paniai (jalan darat), dan transportasi udara ke Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Wasior, Kabupaten Timika, Kabupaten Jayapura. Kabupaten Nabire memiliki sumberdaya alam tersedia diantaranya berupa “ tambang emas” serta termasuk daerah transit tersebut, menarik banyak pendatang ke daerah tersebut sebagai pencari lapangan pekerjaan, salah satunya sebagai “pendulang emas tradisional”, sehingga terbentuk banyak perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Persoalan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial, dan ekonomi. Persoalan ini menjadi berat karena Pemerintah Daerah ( KPAD) dan LSM/Yayasan kurang efektif melakukan sosialisasi dan kampanye publik tentang HIV/AIDS kepada masyarakat dan keluarga, sehingga masih banyak masyarakat belum paham tentang HIV/AIDS, akibatnya sering terjadi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA yang dirawat di rumah dan di rumah sakit. Kabupaten Nabire pada Distrik Nabire terdapat tujuh kelurahan yang sebagian penduduk terjangkit pengidap
133 HIV/AIDS
dan salah satu diantaranya yakni Kelurahan Karang Tumaritis yang
terpilih sebagai sampel penelitian, dengan alasan penduduk kelurahan ini terdapat banyak pengidap HIV/AIDS, yakni HI V sebanyak 14 orang dan pengidap AIDS 48 serta jumlah keseluruhan 62 orang. Sedangkan pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Nabire berjumlah 114 orang yang terdiri dari HIV sebanyak 42 orang dan AIDS sebanyak 72 orang. Sedangkan Kelurahan Nabire
pada tahun 2005 pengidap
HIV/AIDS berjumlah 62 orang. Yayasan Primari salah satu diantara LSM/yayasan lainnya yang peduli terhadap AIDS, pada kenyataannya masih kurang efektif dalam penanganannya, karena pengelolaan organisasi yang kurang optimal dan kurang kerjasama anggota pengurus. Hal ini disebabkan sebagian anggota pengurus belum berpengalaman dalam berorganisasi dan masih berperilaku tidak disiplin. Sebagian anggota yang belum berpengalaman dan perilaku yang tidak disiplin tersebut disebabkan belum restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan, sehingga dapat mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan. Untuk itu perlunya terobosan pemerintah guna penguatan kapasitas Yayasan Peduli AIDS seperti Yayasan Primari dalam mengikutkan anggota pengurus melalui pelatihan di bidang program dan administrasi, untuk peningkatan SDM dalam keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat melakukan pengelolaan organisasi yang optimal sebagaimana yang diharapkan. Dukungan penguatan kapasitas organisasi sosial atau yayasan melalui pelatihan anggota pengurus dan kader masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang strategis
dan potret keikutsertaan masyarakat
dalam tanggung jawab sosial terhadap pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka sebagai alasan penting dalam kajian ini adalah: pertama, perlunya peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam bidang program dan administrasi melalui, On-the job training : misalnya penulisan proposal proyek, laporan , pembekalan kunjungan lapangan, keterampilan komputer dan bahasa Inggris. Disamping itu
jika ada kesempatan mengikuti
pelatihan diluar organisasi yang dilaksanakan oleh instansi terknis dan lembaga lainnya.
Kedua,
pengidap HIV/AIDS pada setiap tahun semakin bertambah
populasinya, sehingga perlunya dukungan pemerintah untuk penguatan kapasitas LSM/Yayasan peduli AIDS
dalam melakukan pemahaman kepada masyarakat
melalui sosialisasi atau kampanye publik setempat.
untuk pencegahan HIV/AIDS di daerah
134 Dengan demikian
perlunya peningkatan kerterampilan dan pengetahuan
anggota pengurus, serta dukungan prasarana dan sarana sebagai fasilitas kerja yayasan yang memadai, maka semakin efektif pula pengelolaan organisasi yang optimal dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis.
1.2. Masalah Kajian Berkaitan dengan latar belakang tersebut, maka fokus pada rumusan masalah pokok kajian: “Bagaimana Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Dalam Pencegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire ?” Untuk penguatan kapasitas yayasan, maka perlunya peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam bidang program dan administrasi melalui On-the job training bagi anggota pengurus, sehingga dapat melakukan pengelolaan organisasi yang optimal dan kerjasama dengan KPAD ( Pemerintah Daerah) secara efektif untuk melakukan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi, lokakarya atau penyuluhan
serta
membantu ODHA di masyarakat. Berdasarkan gambaran
tersebut , dapatlah dirumuskan masalah kajian sebagai berikut : 1. Bagaimana permasalahan dan performa yayasan dalam penguatan kapasitas yayasan. 4. Sejauhmanakah
dalam
perancangan program, faktor-faktor
apa yang
mempengaruhi keberlanjutan yayasan ini 5. Bagaimana strategi dan program yang tepat dalam penguatan
dan
pengembangan yayasan ini 1.3. Tujuan Kajian Dari latar belakang tersebut, secara umum tujuan kajian adalah merumuskan strategi penguatan kapasitas Yayasan Primari Dalam pencegahan
HIV/AIDS di
Kelujrahan Karang Tumaritis. Untuk merumuskan strategi tersebut, maka secara khusus tujuan kajian ini adalah : 5. Menganalisis hambatan atau masalah yang dihadapi pengurus yayasan dalam pengelolaan organisasi. 6. Mengkaji aktivitas yayasan khususnya pengelolaan organisasi yang optimal dalam cara penyusunan program, kepemimpinan dan penggalangan dana maupun pengembangan jaringan kerja / kemitraannya.
135 7. Menyusun strategi
dan
perancangan program dalam penguatan kapasitas
yayasan untuk pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis. 8. Menganalisis dan menghasilkan rancangan program pelatihan pengurus dan kader masyarakat
sebagai strategi program penguatan kapasitas yayasan
dalam rangka pecegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis.
1.4. Manfaat Kajian Untuk kajian ini dapat dikemukakan
mengenai manfaat praktis, manfaat
akademis, dan manfaat strategis yaitu : 7. Manfaat praktis, adalah memberikan gambaran yang komprehensip terhadap penguatan kapasitas yayasan Primari, khususnya pengelolaan organisasi dan penyusunan rancangan program untuk terwujud pencegahan HIV/AIDS dan memotivasi tumbuhnya kepedulian masyarakat terhadap upaya pencegahan dan pemberdayaan ODHA. 8. Manfaat akademis , berupa bahan referensi dalam peningkatan keterampilan dan
pengetahuan
pengurus
yayasan
baik
teori
dan
praktek
untuk
pengembangan masyarakat secara partisipatif. 9. Manfaat strategi, berupa kontribusi terhadap berbagai strategi upaya penguatan kapasitas yayasan, agar pengelolaan organisasi yang optimal dan perancangan program
untuk pencegahan
AIDS serta semakin kurangnya
stigma dan diskriminasi yang terjadi terhadap ODHA.
136
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) 2.1.1. Pencegahan Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina atau sewaktu menyandang sesuatu masalah), seperti pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah menyesatkan seseorang dalam kehidupannya. Pencegahan (preventive) menurut Arif , (2004: 8 ), bahwa kata pencegahan berarti mengadakan usaha perubahan yang positif. Dengan mengubah perilaku kriminal, maka lebih dahulu kita mengubah lingkungan
( abstrak dan kongkret ) dan
mengurangi hal yang mendukung perbuatan kriminal tersebut serta menambah risiko yang dikandung
pada suatu perbuatan kriminal (tidak merehabilitasi si pelaku
kriminil). Usaha pencegahan kriminalitas bergantung pada dua aspek perbaikan lingkungan tersebut di atas, terutama yang berperilaku menyimpang perlu diawasi dan nilai sesungguhnya yang ikut berpengaruh adalah respons adaptasi pada suatu situasi lingkungan. Dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu hasil dari lingkungannya. Menurut pandangan seorang biolog, bahwa susunan fisik seseorang adalah suatu adaptasi terhadap pengaruh lingkungan. Dengan demikian, pengertian pencegahan
dapat berarti luas, dan memperhitungkan perkembangan hidup
manusia yang berhubungan erat dengan lingkungan (yang abstrak dan konkret) dengan titik berat pada hari ini dan hari kemudian seseorang.Untuk itu usaha pencegahan dapat pula mempercepat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan kehidupan lingkungan yang lebih baik. 2.1.2. Pengertian HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Icqired Immuno Defisiency Syndrome yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh manusia, sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya akan
137 tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tahan tubuhnya tidak rusak. HIV adalah nama virus penyebab AIDS atau disebut Human Immuno Deficiency Virus .(Diane Richardson, 3:2002). Cara penularan AIDS melalui hubungan seks (homo maupun heteroseksual) dengan orang yang mengidap HIV( Benoit Ferry and John Cleland, 14;15, 1995 ), dan akan terjadi transpusi darah, dimana darah mengandung HIV serta alat suntik atau tusuk lainnya (akupuntur dll), bekas dipakai orang lain. Orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan menjadi pembawa dan penular HIVAIDS selama hidupnya. AIDS bila diterjemahkan bebas sekumpulan segala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang didapat dari faktor u l ar (bukan bawaan sejak lahir). Jadi, sebenarnya AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita (Trijatno Rachimbadhi, dalam Danny Irawan Yatim , 5; 1995). Infeksi kuman bentuk ini disebut sebagai infeksi oportunistik. Pengidap AIDS sebagian besar penderita sebelumnya terinfeksi virus HIV. Penyakit ini menyebabkan kematian pria kelompok usia produkitif antara 25 – 44 tahun, yang sangat merugikan sumber daya pembangunan suatu daerah.(Danny Irawan Yatim, 2:1995). Penyakit AIDS tak seorang pun tahu berasal darimana. Penyakit AIDS merupakan penyakit serius dan meresahkan masyarakat, oleh karena itu perlu disikapi secara serius dan kontinyu. 2.1.3. Dampak Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA ) Seseorang
baru bisa ketahuan
terinfeksi HIV atau tidak hanya dapat
diketahui setelah melakukan tes darah yang biasa disebut
Tes HIV. Untuk itu
dapatlah dikemukakan mengenai dampak yang dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) secara garis besar meliputi 4(empat) hal pokok yaitu : a. Masalah psikologis yaitu adanya reaksi psikologis pada setiap ODHA saat pertama kali mengetahui tertular HIV dan timbul berbagai reaksi misalnya murung, putus asa,
dan kadang-kadang
membiarkan orang lain
ikut
ada keinginan
untuk balas dendam dengan
tertular. Berdasarkan hasil wawancara: menurut
pengalaman ODHA kepada para ODHA mengatakan bahwa masalah psikologis yang dihadapi mencakup empat tahap yakni depresi (kaget, sedih dan stress); penolakan (menolak bahwa dirinya
sakit atau terkena HIV, karena kenyataan
merasa sehat); tawar menawar ( di sini ia mulai berpikir untuk tetap sehat atau dibiarkan dengan konsekuensi); dan yang terakhir “penerimaan”, ( di mana
138 seseorang terkena HIV mulai menerima keadaan dirinya dan berupaya untuk memelihara kesehatannya, termasuk untuk tidak menularkan kepada orang lain). Namun pada tahap terakhir kalau susah berobat karena obatnya mahal, maka ingin membalas dendam dengan
memberi kesempatan bergaul dengan siapa untuk
melakukan seksual. b. Masalah fisik/kesehatan yang utama adalah bagaimana agar bisa hidup secara sehat, masalah yang terkait dengan akses pada pelayanan obat dan masalah pemenuhan obat Antiretroviral/ARV yang saat ini cukup mahal (sekitar
Rp.
600.000,- per bulan ). c. Masalah sosial ekonomi, mencakup 3( tiga) hal pokok yakni : (1) adanya penerimaan
keluarga
/masyarakat
(untuk
menghilangkan
pengucilan
dan
stigmatisasi & diskriminasi) dalam lapangan pekerjaan; (2) Adanya kemudahan akses pada pelayanan kesehatan/pengobatan yang terbebas dari diskriminasi; (3) perlunya sarana untuk konsultasi dan bimbingan yang menjembatani ODHA untuk sumber-sumber pendukung kebutuhan ODHA. d. Non psikologis adalah berkaitan dengan masalah relasi dengan keluarga, yakni bila ODHA setelah mengetahui bahwa dirinya terkena HIV maka dapat memberitahukan kepada keluarganya, dan pada mulanya keluarga tidak percaya, tetapi dengan pemberitahuan tenaga medis akhirnya benar-benar yakin. Langkah selanjutnya keluarga
mulai menghindari kontak (stigma dan diskriminasi terjadi)
dengan ODHA dan memisahkan
barang lain yang digunakan atau pergi tidur
dengan teman ODHA lainnya yang tidak begitu jauh dari rumah keluarga namun selalu diberikan bantuan makan dan bantuan lainnya termasuk
obat serta
perawatannya ke rumah sakit, agar dapat sembuh.
2. 2. Penguatan Kapasitas Yayasan Penguatan adalah suatu proses upaya yang sistematis menjadikan ketahanan sosial suatu masyarakat menjadi lebih baik, dinamis, berdaya dan kuat dalam menghadapi berbagai pemenuhan kebutuhan dan tantangan-tantangan atau hambatan yang dapat mempengaruhi eksistensinya (Prasodjo, 2004: 33 ). Pengembangan
kapasitas menunjuk pada upaya untuk mendukung organisasi
memberikan kontribusi dalam mencari alternatif pembangunan. yang
dikutip kembali oleh (Nasdian dan Utomo,
Menurut Maskun
2004: 18),
mengatakan:
Pengembangan kapasitas masyarakat merupakan suatu pendekatan pembangunan
139 yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatankekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya sumberdaya manusia kapasitas
menjadi suatu local capacity.
menurut Eade dan William dalam
“ …Strengthening priorities
sehingga
people’s
ekonomi
capacity to
dan
Penguatan
Shaughnessy (1999:5), adalah :
determine their
own values and
and to organize themselves to act on these, which is the basic for
development.” (“…memperkuat kapasitas orang-orang untuk menentukan nilai-nilai dan prioritas mereka dan untuk mengatur diri mereka sendiri serta yang merupakan dasar dari
bertindak dalam kegiatan
pengembangan.”). Selanjutnya dari
sumber yang
sama juga dikemukakan bahwa ada 3(tiga) elemen sebagai penguatan kapasitas, adalah : 4. Pembangunan manusia terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan, makanan, ketrampilan teknis. 5. Restrukturisasi organisasi pemerintahan dan swasta untuk menciptakan pekerja yang terampil dapat berfungsi sosial secara efektif. 3. Kepemimpinan politik yang memahami bahwa institusi merupakan satu kesatuan yang rentan dan mudah hancur. Oleh karena itu
memerlukan pengembangan
kegiatan yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan ketiga elemen penguatan kapasitas tersebut di atas, maka perlu penguatan kapabilitas karakteristik personal selaku pengurus organisasi disegi kesehatan, pendidikan dan kertrampilan teknis serta dukungan finansial bagi kemajuan organisasi. Kemudian restrukturisasi organisasi dapat bermanfaat dalam penempatan personal sesuai dengan keahlian ( the right man on the right place ) agar dapat berfungsi dalam aktivitas organisasi seperti semangat dan kemampuan kerjasama akan meningkatkan
mutu
yang
dicapai
secara
terus-menerus.
Selanjutnya kepemimpinan politik diperlukan seseorang yang seni dan kreatif serta mengatur masalah tanpa suatu alat dan memerintah tanpa bicara , menjadi tenang , konsisten serta menugaskan pekerjaan kepada bawahan/anggota sesuai kebiasaan sehingga kewajiban dapat dilaksanakan tanpa ketegangan. Pendapat lain juga dikatakan bahwa yang dimaksud Capacity Building adalah untuk menggambarkan serangkaian tindakan mulai dari mengembangkan kapasitas / kemampuan manusia secara langsung, restrukturisasi organisasi dan pemasaran tenaga kerja. Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat
140 dalam mencapai tujuan yang secara efektif dan efisien. Oleh karena itu menurut Supeno (2002), penguatan kapasitas berarti adanya perubahan perilaku untuk : 1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Dengan demikian pengembangan kapasitas organisasi sosial dapat memanfaatkan sumber lokal yang tersedia dalam suatu komunitas untuk mendorong peningkatan aktivitas organisasi atau kelompok kemitraan dalam pemecahan masalah yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 2.3. Organisasi Sosial Organisasi sosial (ORSOS) adalah lembaga/Yayasan/Perkumpulan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Yayasan adalah suatu kumpulan beberapa orang yang badan hukum dan tidak beranggota serta dikelola seluruh untuk tujuan sosial dengan mengupayakan pelayanan dan bantuan seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, memberikan bantuan pengembangan masyarakat dibidang ekonomis produktif dan sebagainya. Selanjutnya pengertian Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota ( Hariyanto, 2002: 23). Organisasi Sosial adalah organisasi formal yang fungsi utamanya menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial dan ditujukan untuk memecahkan masalah dan atau memenuhi kebutuhan masyarakat ( Suharto; 1997 : 331 ). Di Indonesia organisasi sosial menunjuk pada lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang dikelola oleh masyarakat, seperti Panti Asuhan, Panti Sosial Jompo yang dibawah yayasan tertentu. Sedangkan pengertian organisasi sosial menurut Depsos RI (1997:48 ) sebagai berikut : “ Organisasi sosial adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat sendiri baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Kesejahteraan Sosial.” Organisasi sosial
141 yang dimaksud berada di Desa / Kelurahan yang memiliki pimpinan, pengurus dan anggota penduduk setempat serta bergerak dibidang UKS, berdasarkan rasa pada kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan warga Desa/Kelurahan. Selanjutnya menurut
Bakke
dalam
Sutarto ( 1993: 30 ) dikatakan bahwa : “Organisasi sosial adalah suatu sistem yang kontinyu dari aktivitas orang-orang yang berbeda dan terkoordinasikan yang memakai, mengubah, dan memadu bersama-sama suatu perangkat khusus dari orang, barang, modal, pemikiran dan sumber-sumber alam ke dalam suatu ketunggalan, keseluruhan pemecahan masalah yang fungsinya adalah memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia tertentu dalam saling pengaruh dengan berbagai sistem lain dari aktivitas-aktivitas dan sumber-sumber manusia di dalam lingkungan khususnya.” Sehubungan dengan pandangan di atas, maka organisasi sosial merupakan suatu sistem yang berlangsung secara kontinyu dan terkoordinasi dalam mengemban fungsi dan tugas pokoknya perlu ditingkatkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dengan pemecahan masalah dapat memuaskan kebutuhan masyarakat berdasarkan aktivitas dan sumber-sumber masyarakat dilingkungan sosialnya. Keberhasilan ORSOS diupayakan untuk bersinergi dalam mengemban fungsi dan peranannya sampai sejauhmana dapat memberdayakan masyarakatnya secara individu keluarga dan masyarakat luas pada umumnya. Berkaitan dengan itu, maka menurut Triguno ( 1995: 38;), mengatakan bahwa upaya untuk mencapai pengelolaan organisasi yang tingkat
optimal, maka bawahan harus secara psikologis
terlibat dalam
aktivitas partisipasional , artinya dapat memiliki kecerdasan dan kehendak untuk melakukan aktivitas bersifat gotong-royong atau kerjasama mereka akan menjadi lebih kreatif. Untuk itu dalam praktek kepemimpinan ( leadership), harus mengakui bahwa
orang-orang atau bawahannya memiliki keterampilan dan kemampuan
selain
apa yang dapat mereka kerjakan dengan tangan. Karena dengan
kemampuan untuk berpikir, dapat
menciptakan ide-ide baru, memprakarsai
prosedur baru serta cara-cara kerja mutakhir dalam pengelolaan organisasi yang optimal. 2. 4. Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment peningkatan
kekuasaan
dalam arti
(power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak
142 beruntung (disadvantaged). disadvantaged,
Empowerment aims to
increase the power of
menurut Ife Jim, 1995. Selanjutnya Rappaport (1984) yang
diungkapkan kembali oleh Suharto, (1997) mengatakan bahwa “Pemberdayaan adalah suatu cara dimana rakyat, oraganisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya”. Pada proses pemberdayaan, yang harus diciptakan adalah saling ketergantungan satu sama lainnya artinya semua unsur stakeholder harus bekerja sama secara harmonis dan hanya dengan kerjasama harmonis inilah kekuatan akan mudah dimiliki semua pihak. Selanjutnya menurut Jamasy Owin (2004 : 39 ), mengatakan bahwa … melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya ( mempunyai kekuatan ). Kekuatan dapat diketahui dari aspek fisik dan material, aspek ekonomi serta pendapatan, dan kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumber daya manusia ), dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan berdaya yang dimaksudkan anggota organisasi atau yayasan berdaya atau kemandirian anggota pengurus, bila pimpinan tidak ada ditempat bisa melaksanakan tugasnya secara mandiri.
2.5. Modal Sosial Penguatan kapasitas bisa dilakukan dengan memanfaatkan modal sosial yang dimiliki
masyarakat
itu sendiri. Modal sosial adalah
norma-norma dan
jaringan-jaringan kerja yang membuat orang bertindak kolektif. (Narayan dan Woolcock dalam Nuryana, 2002 :19). Menurut Portes yang dikutip Nasdian dan Utomo (2004:20) sumber dari modal sosial dapat bersifat consummatory yaitu nilainilai sosial budaya dasar dan solidaritas dan dapat berupa instrumental yakni pertukaran yang saling menguntungkan dan rasa saling percaya. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa modal sosial dapat diketahui dari aktivitas organisasi sosial dan kebutuhan ekonomi yang dapat terwujud dengan pengembangan kapasitas lokal (locality capacity ). Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat, terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat. Organisasi lokal merupakan modal sosial yang memiliki kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasinya dan kebutuhan masyarakat.hubungan antar
143 individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat. Senada dengan pendapat tersebut, maka
modal sosial (social capital) menurut
Woolcock (1998) dikutip oleh Nasdian dan Utomo (2004 : 21), bahwa modal sosial adalah informasi, norma dan kepercayaan yang timbal balik yang melekat dalam suatu jaringan sosial, sehingga modal sosial dapat dilihat dari empat dimensi yaitu : (1) integrasi (integration), yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan tetangga sekitarnya. (2) Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. (3) Integritas organisasional (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. (4) Sinergi (synergy) yaitu rotasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas (statecommunity relation). Memperhatikan pandangan tersebut, maka dimensi pertama dan kedua merupakan tingkat horizontal sesuai dengan tempat kajian yang mana masyarakatnya terjadi ingroup kuat dan diatur oleh kelembagaan adat serta dimensi ketiga dan keempat pada tingkat vertikal mempunyai rasa kekerabatan yang terikat oleh norma dan nilai. Namun selalu berhubungan dengan masyarakat lainnya untuk perubahan dan ingin mengalami
kemajuan sama dengan masyarakat lainnya.
Karena kehidupan sosial budayanya selalu berjiwa agresif untuk lebih cepat menyesuaikan dengan inovasi dari luar.
2.6. Kerangka Pemikiran Salah satu sebab meningkatnya orang dengan HIV/AIDS adalah munculnya pekerja pendatang ke wilayah tersebut yang tidak terkontrol kehidupannya. Kemudian Nabire memiliki sumberdaya alam yang melimpah berupa tambang emas, sehingga menarik banyak orang dari wilayah lain untuk bekerja sebagai “pendulang emas tradisional” untuk memperoleh keuntungan. Akibat dari banyaknya jumlah pekerja pendatang tersebut telah terbentuk banyak perumahan kumuh dan berkembangnya praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol itu antara lain terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Persoalan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS menimbulkan persoalan kesehatan, sosial dan ekonomi yang serius. Persoalan itu menjadi berat
karena masih banyak
masyarakat belum paham tentang HIV/AIDS juga pemerintah dan LSM/Yayasan belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan keluarga, mengakibatkan sering terjadi stigmatisasi dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat terhadap
144 ODHA. Akibat meningkatnya HIV/AIDS disebabkan juga oleh pengaruh nilai budaya luar terhadap masyarakat lokal dan pengetahuan masyarakat yang sangat terbatas dapat menyebabkan banyak remaja dan pemuda terpengaruh untuk mendapatkan uang dengan melalui praktek seksual. Dengan peningkatan kemampuan pengurus yayasan dalam bidang program dan administrasi , melalui On-the job training dan perubahan struktur organisasi yang baru, maka kinerja anggota pengurus untuk menguatkan kapasitas yayasan. Selanjutnya dapat menyusun program pencegahan HIV/AIDS untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan masyarakat akan lebih memahami
bahaya AIDS dan melindungi dirinya serta ikut memelihara
kesehatan lingkungannya. Dengan peningkatan keterampilan kerja anggota pengurus melalui pendidikan dan latihan atau on-the job training dalam bidang penyusunan program dan administrasi, maka meningkatnya profesionalisme anggota pengurus dalam penulisan proposal project maupun upaya penggalangan dana dan laporan tahunan terselesaikan tepat waktunya. Kemudian terbinanya anggota pengurus untuk mendukung program kemiktraan dengan instansi teknis pemerintah maupun lembaga-lembaga
lainnya dalam mendukung program
yayasan dalam rangka mencapai tujuan kegiatan sesuai visi dan misi yayasan. Pengelolaan organisasi yang kurang optimal akan mempengaruhi kerjasama yang rendah
diantara anggota pengurus akan menghasilkan penyelesaian pekerjaan
tidak memuaskan.
Oleh karena itu
kerjasama atau koordinasi diperlukan
peningkatan keterampilan staf (anggota pengurus) sangat mendukung tingkat kepercayaan masing-masing individu, baik dalam kerjasama menyusun program berupa penulisan proposal project maupun penyusunan laporan tahunan seluruh kegiatan. Keterampilan yang dimiliki dan disiplin dari diri pribadi mereka untuk mecapai tujuan organisasi yang professional.
Dengan demikian
manajemen dalam penguatan kapasitas yayasan untuk penyusunan program dapat mendukung
keberhasilan
kerjasama
dalam
kemitraan yang semakin baik akan
mencapai keberhasilan dalam penggalangan dana serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusive untuk pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam program pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka alur kerangka pemikiran dalam kajian ini, sebagai berikut:
BAGAN ALUR PEMIKIRAN PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI
145 DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
PERFORMA
YAYASAN : 1. Pengelolaan Organisasi Yang Kurang Optimal. 2. Kurang Kerjasama
MASALAH ODHA
MASYARAKAT:
PENGUATAN
YAYASAN : YAYASAN: 1.Program 2.Kepemimpinan 3.Penggalangan Dana 4.Kemitraan
1.Kapasitas Penyusunan Rancangan Program 2.Kapasitas Pengembangan Jaringan Kerja
MASYARAKAT: 1.Pengetahuan 2.Gaya Hidup 3.Kesehatan 4.Peran Sosial
MASYARAKAT : 1. Kapasitas Pengetahuan Tentang HIV/AIDS 2. Kapasitas Kepedulian Masyarakat
1. Pengaruh Nilai Budaya Luar 2. Kurangnya Pengetahuan
Gambar 1. Alur Pemikiran Pencegahan ODHA Melalui Penguatan Kapasitas Yayasan di Kelurahan Karang Tumaritis Kabupaten Nabire.
III. METODOLOGI
KAJIAN
3.1. Metode Kajian Metode kajian yang digunakan adalah
kajian komunitas eksplanasi, yaitu
pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang berbagai aspek sosial komunitas melalui eksplanasi (menjelaskan) faktor penyebab suatu kejadian/gejala sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab akibat berkenaan dengan suatu kejadian atau gejala sosial melalui data kualitatif. Kajian ini difokuskan bagaimana penguatan kapasitas yayasan dalam pengelolaan organisasi dan kerjasama yang lebih optimal, baik dalam penyusunan rancangan program maupun penggalangan dana dan kemitraan, yang mendukung penguatan kapasitas yayasan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam pencegahan ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis. Dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat memproleh informasi secara mendalam dan mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh dari pola perilaku, tindakan
146 dan interaksi anggota pengurus yayasan tersebut. Dengan mempertimbangkan aras kajian tersebut, maka tipe kajian ini menggunakan aras kajian subyektif-mikro, yaitu upaya memahami sikap, pola perilaku dan upaya-upaya yang ada berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan, dengan menggunakan strategi studi kasus ( Sitorus dan Agusta, 2004 ). 3.2. Tempat dan Waktu Kajian Alasan pemilihan tempat kajian, karena telah diketahui bahwa generasi muda dari warga suku
sebagian
Mee pada Kelurahan Karang Tumaritis Distrik
Nabire terdapat banyak pengidap atau penyandang HIV/AIDS sebanyak 62 orang, yang terdiri dari HIV sebanyak 14 orang dan AIDS sebanyak 48 orang, serta yang sudah meninggal sebanyak 12 orang. Kajian
dilaksanakan di Kelurahan
Karang Tumaritis Kabupaten Nabire. Pelaksanaan pemetaan sosial komunitas dilakukan
pada
bulan
Nopember
2004,
pelaksanaan
evaluasi
program
pengembangan masyarakat dilakukan pada bulan Februari 2005 , di mana pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas yayasan sudah berjalan selama satu tahun. Penulisan sampai dengan kolokium dan pengumpulan data dan penulisan laporan kajian dilakukan mulai bulan juni 2005, serta rincian jadwal ada pada tabel berikut. Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Di Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004 / 2005 NO
2004
Kegiatan
11
1.
Pemetaan Sosial
2.
Penulisan Laporan
3.
Seminar Presentasi Laporan
4.
Evaluasi Program
5.
Penulisan Laporan
6.
Seminar Presentasi Laporan
7.
Pembuatan Rencana Lapangan (Proposal) Kolokium
8. 9. 10.
Kerja
Pengumpulan Data Dan Penulisan Laporan Kajian Seminar Presentase Laporan Kajian
2005 12
4
5
6
7
8
9
10
11
12
147 11.
Ujian Sidang
3.3. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian lapangan adalah data primer dan sekunder. Data primari adalah data yang diperoleh dari informan dan hasil pengamatan lapangan. Data sekunder adalah diperoleh dari data statistik, dokumen/laporan, literatur atau publikasi yang diperoleh dari kelurahan atau instansi teknis terkait serta yayasan seperti monografi kelurahan, laporan tahunan, dokumen lainnya
3.3.1. Pengamatan atau Observasi Pengamatan langsung dilapangan yaitu mengamati kondisi fisik sarana dan prasarana Kelurahan, khususnya pengelolaan aktivitas organisasi dari yayasan dan kerjasama inter dan antar pengurus organisasi
dalam melakukan kegiatan
subyektif-mikro untuk pelayanan masyarakat; Pengamatan langsung dilapangan atau observasi langsung. Obsevasi langsung menurut Adimihardja dan Hikmat (2004), merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat dan lingkungan alam yang berkaitan dengan proses dialog. Observasi Langsung, adalah mengadakan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses terhadap organisasi dan kondisi masyarakat dengan proses dialog
kondisi
pengurus
pada pertemuan
bersama. Dalam observasi langsung ke lokasi penelitian selama beberapa waktu sesuai kalender kegiatan hingga data dirasakan cukup terpenuhi. Adapun untuk penelusuran data sekunder yang diperoleh dari :
(a) Kantor Kelurahan Karang
Tumaritis. (b) Ketua RW 01, RW 02 dan RW 04. (c) Petugas Sosial Distrik( PSD ). (d) Sekretariat Yayasan Primari Nabire. (d) Jaringan kerja kemitraan lainnya.
3.3. 2. Wawancara Wawancara mendalam, yaitu
cara
dengan permasalahan kajian melalui temu pengkaji dengan
pengumpulan
data yang berkaitan
muka/temu wicara yang dilakukan
tineliti (informan). Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan
struktur tertentu tetapi terpusat pada satu pokok tertentu. Menurut Sitorus dan Agusta (2004; wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang antara peneliti dan subyek tineliti. Melalui wawancara mendalam yakni menggali informasi
148 secara mendalam dari subyek informan yang dipilih sehingga mendapatkan data yang lengkap. Untuk memudahkan pengumpulan data, pengkaji membuat pedoman wawancara. Dalam wawancara mendalam terjadi komunikasi timbal balik antara informan dan pengkaji guna memperoleh data primer baik secara tertulis maupun lisan berdasarkan fakta dan pengalaman untuk proses perencanaan program. Sebagai titik perhatian dalam penelitian adalah masalah dan upaya pencegahan orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ). Pelaksanaan wawancara dengan salah satu informan yakni anggota pengurus yayasan dan tokoh masyarakat guna memperoleh data secara akurat, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2: Wawancara dengan Tokoh Masyarakat dan anggota pengurus Yayasan yayasan , Juli 2005. Pelaksanaan wawancara di kantor yayasan Primari, tempat sekretariat yayasan, di rumah tokoh masyarakat, dan informan lainnya yang berkaitan dengan masalah pengkajian tersebut. Dari hasil pelaksanaan identifikasi masalah dapat dihubungkan klarifikasinya melalui diskusi kelompok terarah ( focus
group discussion ) atau
disingkat FGD di balai kelurahan dan kantor yayasan.
3.3.3. Diskusi Kelompok ( Group Discussion ). Diskusi Kelompok, yaitu suatu metode pengumpulan data yang bisa terbuka, meluas dan tidak terkontrol. Menurut Sumardjo dan Saharuddin (2005), hasil dari kegiatan diskusi kelompok diugunakan untuk mengevaluasi atau melengkapi data sebelumnya. Focus Group Discussion (FGD ) ; dari sumber yang sama (2005 ), merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan sebagai pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu
149 kelompok
untuk
membahas masalah khusus seperti bagaimana penguatan
kapasitas yayasan untuk pencegahan masalah
sosial
HIV/AIDS. Diskusi ini
dilakukan secara aktif oleh setiap peserta dalam setiap kelompok untuk membahas suatu topik yang telah ditentukan. Diskusi ini akan dilakukan berkali-kali sesuai jadwal pertemuan di RW 01 Balai Pertemuan Kelurahan Karang Tumaritis dan Kantor Yayasan Primari Nabire. 3.3.4. Studi Dokumentasi /Studi Arsip Studi dokumentasi atau kajian dokumentasi dilakukan dengan menelaah beberapa laporan atau catatan termasuk foto yang relevan dengan masalah pengkajian. Sehingga diperoleh informasi data profil kelurahan mengenai jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan lembaga sosial dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat yakni Yayasan Primari yang ada di Kelurahan, sebagai potensi sosial yang membantu pengembangan masyarakat. Studi dokumentasi juga memperoleh data melalui instansi dan lembaga pemerintah seperti misalnya melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire dan Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Nabire. Untuk lebih jelasnya jenis dan sumber data yang dikumpulkan bisa dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2 : Jenis ,Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Pencegahan ODHA Melalui Penguatan Kapasitas Yayasan Primari Di Karang Tumaritis, Thn 2005. Jenis Data A.YAYASAN : ( Pengelolaan Organisasi ) : 1.Penyusunan RancanganProgram 2.Kepemimpinan 3.Penggalangan Dana 4.Jaringan Kerja Kemitraan B. MASYARAKAT : 1. Pengetahuan Tentang HIV/AIDS 2.Kepedulian Masyarakat Terhadap HIV/AIDS
Keterangan Tabel 2 : W = Wawancara P = Pengamatan GD = Group Discussion SD = Studi Dokumentasi
Sumber Data
1. Pengelola Yayasan 2. Anggota Pengurus 3. PSD(Petugas Sosial Distrik ). 1. Pengelola Yayasan 2. Lurah ; 3. PSD; 4. Tokoh Masyarakat 5. Para ODHA
Teknik dan Instrumen Data P GD W
Pengumpulan SD
f.C f.C f.C f.C
f.B 1 f.B 1 f.B 1 f.B 2
f.A 1 f.A 3 f.A 1 f.A 2
f.C f.C f.D f.D
f.C f.C
f.B 1 f.B 1
f.A 4 f.A 4
f.D f.D
f.A1 = wawancara pada pengurus yayasan f.A2 = PSD (Petugas Sosial Distrik) f.A3 = Tokoh Masyarakat f.A4 = Masyarakat ( Ketua RW dan ODHA
150 f.B1 = Pedoman Diskusi Kelompok Identifikasi Masalah (Lampiran 6 ) f.B2 = Pedoman Diskusi Kelompok rancangan program ( Lampiran 7 ) f.C = Pedoman Observasi ( Lampiran 8 ) f.D = Pedoman Studi Dokumentasi ( Lampiran 9 )
3.3.5. Penetapan Informan Di dalam pengumpulan data baik melalui wawancara
mendalam
maupun
diskusi yang dilakukan maka penetapan informan disesuaikan dengan topik kajian ini. Penetapan sampel dilakukan berdasarkan sampling bertujuan (purposive sampling), yakni hanya ditujukan kepada orang-orang yang langsung berkenaan dengan kegiatan penguatan kapasitas yayasan. Bila diperhatikan kepengurusan Yayasan Primari jumlah seluruhnya yang tetap aktif sebanyak 6 orang anggota yang tetap dan 11 orang anggota tidak tetap. Namun yang ditetapkan sebagai informan adalah pengelola yayasan sebanyak 8 orang.
Sedangkan penetapan informan
lainnya didasarkan kepada teknik snowballing, yakni Lurah Karang Tumaritis, Ketua RW 01, RW 02 dan RW 04 sebagai tokoh masyarakat dan para ODHA serta Petugas Sosial Distrik satu orang maupun anggota diskusi lainnya dapat disesuaikan dengan jumlah informan yang ditentukan yaitu seluruhnya berjumlah 18 informan dalam penelitian seperti terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 3. : Jenis Data Dan Teknik Pengumpulan Data. No.
Jenis Data
1.
Yayasan : (Pengelolaan Organisasi)
a. b.
Penyusunan Program Kepemimpinan
c.
Penggalangan Dana
d.
Jaringan Kerja Kemitraan
2.
Masyarakat :
a.
Pengetahuan HIV/AIDS
b.
Teknik Pengumpulan Data
Rancangan
Sumber Data
Jumlah
8 orang Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan
2 orang
Pengurus Yayasan & PSD
2 orang 10 orang
Tentang
Kepedulian Masyarakat Terhadap ODHA
Diskusi Kelompok Diskusi Kelompok FGD
Pengelola Yayasan, Ketua RW ,tokoh masyarakat serta PSD
6 orang
Diskusi Kelompok Dan Wawancara Mendalam.
Lurah, Ketua RW & tokoh masyarakat dan Para ODHA
4 orang
Jumlah
:
18 orang
151
3.4. Pengolahan Data Pengolahan data adalah memasukkan data ke tabulasi atau komputer serta dibuat tabel frekuensi dan tabel silang. Sebelumnya data sudah harus diedit baik pada tahap pengisian kuesioner, pengkodean, maupun pada tahap pemindahan lembaran kode
ke komputer (Sitorus
dan
Agusta , 2004: 25 ).
Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam bentuk satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding (Moleong, 2004 ).
Dengan demikian pengolahan data disesuaikan dengan
kebutuhan dari kajian. Untuk menganalisis penguatan kapasitas yayasan digunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati dilapangan. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah dengan mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan tabulasi frekwensi, seperti data jumlah penduduk
menurut
kelompok
umur,
tingkat
pendidikan,
disajikan
dengan
menggunakan tabel. 3.5. Metode Perancangan Program Metode perancangan program dalam kajian ini menggunakan metode Logical Framework Analysis (LFA) seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo dan Saharudin, 2004) dengan tahapan kegiatan yang dilakukan sebagai bertikut : Tahap Pertama : Melaksanakan analisis masalah melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan Partisipatory Assesment Method (Metode Partisipatori asesmen) yang menghasilkan prioritas masalah. Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi dan permasalahan yang dihadapi pengurus yayasan dan masyarakat yang dimulai dengan pertemuan secara terpisah antara manajer yayasan dan anggota yayasan maupun pertemuan dengan tokoh masyarakat serta PSD (Petugas Sosial Distrik) terhadap perkembangan yayasan dalam penanganan HIV/AIDS. Selanjutnya akan diutarakan
sesuai dengan identifikasi masalah tersebut pada saat diskusi
kelompok yang diikuti sebanyak 18 orang. Dari hasil diskusi diolah berulang-ulang dalam proses pengujian data melalui klarifikasi data yang dilakukan melalui diskusi kelompok serta mengidentifikasi jaringan sosial diantara anggota dan pengurus,
152 sebagai potensi untuk melihat jalinan hubungan kekerabatan atau jaringan kerja yang mempengaruhi keberlanjutan
yayasan tersebut dalam pencegahan AIDS.
Adapun hasil yang diperoleh adalah kesepakatan
bahwa program
penguatan
kapasitas yayasan Primari cukup potensial untuk pengembangan masyarakat dan menjadi tanggung jawab anggota pengurus yayasan serta perlu dukungan dari pihak tokoh masyarakat selaku Ketua RW di Kelurahan tersebut. Tahap Kedua : Melaksanakan analisis tujuan. Analisis yang telah dirumuskan, maka langkah selanjutnya, melaksanakan analisis tujuan melalui Partisipatory Assesment Method dan diskusi kelompok parsial serta diskusi kelompok seluruh anggota dan pengurus, sehingga memperoleh analisis tujuan yang akan dirumuskan bersama. Tahap Ketiga : Melaksanakan analisis alternatif berdasarkan analisis tujuan yang dirumuskan pada tahap pendahuluan. Pada tahap ini dirancang bersama komunitas sektor informal, analisis alternatif untuk memilih beberapa pokok kegiatan penting dari beberapa alternatif yang ada, untuk dilakukan melalui diskusi kelompok yang selanjyutnya dilaksanakannya melalui Partisipatory Assesment Method Tahap Keempat : Menyusun analisis pihak terkait berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan pada tahap pendahuluan. Tahap ini disusun matrik mengenai siapa saja pihak terkait (stakeholder) yang dimanfaatkan dalam perancangan program serta dianalisis mengenai kekuatan dan dampaknya masing-masing pihak terkait Tahap Kelima : Menyusun perencanaan program berdasarkan analisis alternatif dan analisis pihak terkait. Kegiatan ini pada dasarnya dilaksanakan untuk memperoleh informasi atau data tentang keaktifan anggota pengurus yayasan berkaitan dengan pengelolaan organisasi baik secara kuantitas maupun kualitas dalam melaksanakan kegiatan pencegahan HIV/AIDS di daerah perkotaan, khususnya di Kelurahan Karang Tumaritis. Penyusunan program digunakan metode diskusi, dengan melakukan pertemuan pengurus dengan Ketua RW dan tokoh masyarakat, serta semua informan lainnya yang telah ditentukan. Kegiatan diskusi dilaksanakan pada dua tempat yaitu pertama dilaksanakan di Balai Kelurahan Karang Tumaritis pada hari Sabtu, 30 Juli 2005, kedua dilaksanakan di Kantor Yayasan Primari pada hari Selasa, 2 Agustus 2005 (foto terlampir). Dari pertemuan ini peserta
diberikan
kesempatan menanggapi topik pembahasan, dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok terarah” (Focus Group Discussion). Pada pertemuan tersebut peserta diminta menuliskan kegiatan yang diinginkan dalam rangka penguatan kapasitas yayasan.
153
Gambar 3 : Kelompok Diskusi Terarah di Balai Kelurahan Dan Kantor Yayasan.
Selama
kegiatan
diskusi
kelompok
terarah
berlangsung
para
peserta
menandatangani daftar hadir yang telah disiapkan peneliti. Setelah tujuan kegiatan teridentifikasi kemudian menentukan indikator dan melaksanakan penyusunan program serta merancang waktu pelaksanaan program bersamaan dengan sumber biaya kegiatan. Dari hasil pertemuan diskusi kelompok terarah atau FGD ( Focus Group Discussion) tersebut, pada akhirnya menghasilkan suatu rancangan program dan kebutuhan anggaran terperinci sesuai dengan kegiatan.
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN KARANG TUMARITIS
4.1. Gambaran Umum Lokasi Peta Sosial Kelurahan Karang Tumaritis sebagai salah satu kelurahan dari 9(sembilan) kelurahan yang terletak di sebelah Selatan ibukota Distrik Nabire.
154 Kelurahan ini secara administrasi pemerintahan maka dengan batas-batas letak wilayah kelurahan sebagai berikut : Sebelah timur
: Desa Kali Harapan.
Sebelah barat
: Kelurahan Wonorejo
Sebelah utara
: Kelurahan Karang Mulia
Sebelah selatan
: Kelurahan Girimulyo
Luas wilayah kelurahan adalah 325,70 ha, terdiri dari 4 RW dan 8 RT dan beriklim tropis serta merupakan penduduk asli 80 % suku Mee. Letak kelurahan strategis berdekatan dengan jalan raya Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai. Keadaan tanah
termasuk datar tetapi bila curah hujan cukup tinggi
maka
didaerah daerah tertentu yang berdekatan dengan sungai akan terjadi genangan air dan setelah dua jam kemudianakan surut airnya, karena air mengalir ke daerah sungai dan langsung ke laut. Waktu tempuh ke Kantor Distrik menit dan ke Kantor Bupati
lebih kurang 10
10 menit. Sedangkan taxi/angkut sebagai alat
transportasi angkutan kota yang selalu menghubungkan kota pemerintahan atau kelurahan lainnya selalu tersedia baik kendaraan roda empat maupun ojeg masih ada hingga larut malam. Sarana angkutan umum lainnya seperti sepeda, sepeda motor, taxi, truk yang
ada setiap saat
dan tidak ada kendala bagi warga
penduduk dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Untuk sarana angkut hanya tersedia mulai jam 06.30 hingga jam 20.00, sedangkan taxi hingga jam 21.30.
Lokasi kelurahan termasuk daerah cukup ramai dan berada di wilayah
tengah kota
kabupaten serta merupakan zona bisnis ekonomi, karena
mempunyai pasar sentral nomor dua sebelah selatan dari kota kabupaten dan fasilitas pendukung lainnya seperti
perkantoran, puskesmas , sekolah,
pertokoan/perdagangan, tempat peribadatan maupun diapit oleh dua jalan raya yang komunikatif lancar dengan kendaraan lalulintas setiap harinya, tetapi pada malam hari terjadi suasana sepih, sebab kendaraannya semakin berkurang.
Peta Denah Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis Nabire
155
Gambar : 4. Lokasi Kelurahan Karang Tumaritis, 2004. Ditinjau dari segi akses, maka antara Kelurahan Karang Tumaritis dengan pusatpusat pemerintahan Kabupaten Nabire, maka jarak tempuh kelurahan dengan : 1. Kantor Distrik /Kecamatan
:
2 Km
2. Kantor Bupati Nabire
:
2 Km
Waktu tempuh kantor kelurahan ke kantor Distrik dan Kantor Bupati Nabire 10 menit. Dari Kelurahan Karang Tumaritis dengan jarak tempuh 18 jam ke ibu kota Propinsi Papua yakni Jayapura dapat menggunakan kapal laut PELNI, sedangkan menggunakan pesawat terbang dengan jarak tempuh 1 jam 50 menit.
4.2. Masalah Sosial Masalah sosial yang sementara menjadi fokus
perhatian
di Kelurahan
Karang Tumaritis adalah masalah kenakalan remaja dan meningkatnya penyandang masalah sosial HIV/AIDS.
Warga masyarakat lokal , khususnya orang dengan
HIV/AIDS ( ODHA), pada Kelurahan Karang Tumaritis sebanyak 62 orang yang terdiri dari HIV : 14 orang dan AIDS sebanyak 48 orang. Meningkatnya masalah sosial
HIV/AIDS pada sebagian warga di Kelurahan tersebut, disebabkan
munculnya
pekerja
pendatang
ke
wilayah
tersebut
yang
tidak
terkontrol
156 kehidupannya. Kelurahan ini letaknya strategis dekat dengan jalan raya menuju ke tempat
pendulung emas tradisional dan Kabupaten Paniai, serta
terbentuknya
rumah kumuh pada kelurahan tersebut dan berkembangnya praktek prostitusi. Merebaknya praktek prostitusi
yang tidak terkontrol ini , memberikan dampak
meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS. Untuk jelasnya dapat ditampilkan data tabel berikut : Tabel 4 . Komulatif Kasus HIV/AIDS Berdasarkan Suku Di Nabire NO.
NAMA SUKU
HIV
AIDS
JUMLAH
% tase
1.
Mee
14
48
62
54,38*)
2.
Jawa
21
0
21
18,42
3.
Dani
1
1
2
1,75
4.
Bugis (Makasar )
0
3
3
2,63
5.
Maluku /Tanimbar
0
1
1
0,87
6.
Toraja
3
3
6
5,26
7.
Biak
1
3
4
3,52
8.
Sulawesi Utara
2
2
4
3,52
9.
Sorong
0
4
4
3,52
10.
Serui
0
1
1
0,87
11.
Moni
0
3
3
2,63
12.
Tidak diketahui
0
3
3
2,63
42
72
114
Jumlah : Sumber Data : RSUD
100,00
Nabire, tahun 2004. *) = populasi lebih banyak
Secara kumulatif banyak terjadi kasus pada praktek seksual khususnya hetero seks, sehingga sering menjadi urusan adat dan terjadi pembayaran antara kedua belah pihak. Populasi penderita HIV/AIDS lebih banyak terdapat pada kelurahan ini. Jumlah penderita HIV/AIDS menimbulkan persoalan kesehatan , sosial dan ekonomi yang serius. Kemudian
banyak masyarakat belum paham tentang masalah
HIV/AIDS tersebut dan pemerintah belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan keluarga, maka sering terjadi adanya stigmatisasi dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat
terhadap ODHA yang dirawat
4.3. Kependudukan
di rumah dan rumah sakit.
157 Penduduk Kelurahan Karang Tumaritis dulunya termasuk pemukinan sosial, sehingga dikatakan homogen karena mayoritas penduduknya adalah penduduk asli suku Mee, walaupun sekarang mulai berdatangan pendatang baru dari luar yang menambah rumah-rumah baru. Kelurahan ini terdapat tiga RW masih termasuk penduduk asli sedangkan satu RW termasuk penduduk campuran dari luar. Kedatangan pendatang dari luar tidak mempengaruhi etnis budaya setempat, karena mayoritas penduduk asli mempunyai ingroup sangat kuat dalam kekerabatan mereka dan mempunyai pengaruh kebersamaan dalam berbagai aktivitas setempat untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka setiap harinya. Namun banyaknya
pendatang baru ada pengaruh nilai budaya luar seperti adanya potensi masalah sosial misalnya munculnya kenakalan remaja, prostitusi dan
dan sebagainya.
Setiap kepala keluarga memiliki rumah yang letaknya teratur dengan mempunyai pekarangan
dan adanya tanaman jangka panjang dibelakang rumah, tetapi
kedatangan pendatang baru
menawarkan pekarangan rumah bagian belakang
untuk menempatinya. Hal ini akan mengkhawatirkan akan terjadi perumahan yang kumuh serta justru Tetapi
mudah timbulnya konflik laten atau masalah sosial lainnya.
dengan kontak sosial dalam kehidupan bermasyarakat terjadi suatu
perubahan yang positif akan berkembang maju dalam hubungan perekonomian, pendidikan, keagamaan, pemerintahan dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, dapat dikemukakan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 1.633 orang ( 53,84 % ) dan perempuan berjumlah 1.400 orang ( 46,16 % ), seperti terlihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin, di Kelurahan Karang Tumaritis. Tahun 2004. NO.
Golongan Umur (tahun )
Jenis Kelamin
Jumlah
L
%
P
%
% tase
1.
0 - 4
78
4,78
53
3.78
131
4,33
2.
5 - 9
61
3,73
61
4,36
122
4,02
3.
10 - 14
93
5,69
79
5,64
172
5,67
4.
15 - 19
107
6,55
97
6,93
204
6,73
5.
20 - 24
111
6,80
97
6,95
208
6.87
6.
25 - 29
118
7,22
105
7,50
223
7,35
7.
30 - 34
111
6,80
109
7,78
220
7,25
8.
35 - 39
129
7,94
121
8,64
250
8,24
9.
40 - 44
142
8,69
133
9,50
275
9,06
158 10.
45 - 49
133
8,14
108
7,71
241
7,95
11.
50 - 54
156
9,55
108
7,71
264
8,70
12.
55 - 59
144
8,81
120
8,57
264
8,70
13.
60 - 64
135
8,26
111
7,93
246
8,11
14.
65 +
115
7,04
98
7,00
213
7,02
1.633
100
1.400
100
3.033
Jumlah
100
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis, 2004
Struktur umur penduduk
Kelurahan Karang Tumaritis
di atas menunjukkan bahwa tingkat dengan mengecilnya jumlah orang
pada
kelahiran menurun, dengan
tabel tersebut
hal ini ditunjukkan
usia 0 sampai 4 tahun
dan 5
sampai 9 tahun, sedangkan usia produktif yaitu usia 15 sampai 24 tahun cukup banyak Selanjutnya pada tabel usia angka 30 tahun ke atas
penduduk mempunyai jumlah usia
menunjukkan tingkat
mobilitas
penduduk
pada tinggi.
Bila diperhatikan penduduk ( masyarakat ) suku Mee terhadap implikasi perubahan komposisi penduduknya, sering terjadi perubahan struktur yakni dari penduduk muda ke struktur penduduk tua, sehingga
mengakibatkan pencuitan kelompok
penduduk usia muda. Tetapi juga perubahan komposisi penduduk (masyarakat) suku Mee disebabkan terjadinya implikasi pada pencaharian lapangan kerja, dan penduduk usia muda yang mengikuti pendidikan di Nabire maupun segi kesehatan dapat mempengaruhi karena gizi yang baik terjadinya pertumbuhan penduduk semakin meningkat, seperti masyarakat suku Mee banyak yang kawin pada usia muda. Penduduk (masyarakat) suku Mee termasuk populasi penduduk yang sangat banyak dipedalaman pegunungan tengah Propinsi Papua. oleh sirkulasi atau komutasi penduduk yang bekerja
Hal
ini disebabkan
atau banyak yang
menempuh pendidikan. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 1.633 orang ( 53,84 % ) dan perempuan berjumlah 1.400 orang (46,16 %), seperti
terlihat pada grafik berikut.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kelurahan Karang Tumaritis
1633 1650 1600 1550 1500 1450
1400
1400 1350 1300 1250
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
159
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004. Gambar 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah akan pemahaman tentang perkembangan kehidupan masyarakat maupun setiap informasi yang diketahui agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan tersebut. Pada kemajuan sekarang jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan
akan semakin meningkat, disebabkan arus komunikasi antara
kabupaten
dengan kota propinsi cukup lancar dibandingkan waktu sebelumnya.
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan indeks mutu hidup, karena dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan modal sosial yang dapat dipergunakan untuk memahami perkembangan atau kemajuan jaman. Apabila dilihat
dari
tingkat
pendidikannya,
besar penduduk berpendidikan yaitu SD 1611 orang,
SLTP 615 orang,
702 orang dan akademi 45 orang serta sarjana 60 orang. penduduk
berdasarkan tingkat
pendidikan
maka sebagian SLTA
Menurut data
tersebut dapatlah diketahui bahwa
sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, yang mana masih banyak masyarakat belum paham tentang masalah sosial HIV/AIDS dan juga pemerintah belum melakukan sosialisasi
kepada masyarakat, sehingga terjadi
jumlah penderita HIV/AIDS. Berkaitan dengan tingkat pendidikan warga penduduk pada Kelurahan Karang Tumaritis, dapat diketahui pada grafik berikut.
JUMLAH PENDUDUK MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN 1800 1600 1400
1611
1200 1000 800 600
615
702
400 200 0
45 SD
SLTP
SLTA
60
AKADEMI SARJANA
160
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis Tahun 2004. Gambar 6. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
4.4. Sistem Ekonomi Berdasarkan mata pencaharian pokok penduduk banyak bertumpu
pada
sektor pertanian mayoritas 80 %, dan berdagang. Pada sektor pertanian mereka khususnya
suku
Mee
merupakan penduduk asli kelurahan
ini
termasuk
masyarakat yang rajin membuka lahan tanah dan mengolahnya untuk menanam beraneka sayur-sayuran
termasuk peternakan. Sistem
dikerjakan secara bergotong royong
pengolahan lahannya
dengan acara makan bersama
sebelum
pekerjaan dimulai dan sistem pengolahan tanah pertanian ini khusus untuk suku Mee sudah sejak dahulu diturunkan oleh orangtua mereka. Setelah memperoleh hasil dari lahan pertanian,
maka
warga
memasarkannya sendiri oleh ibu-ibu Setiap
kepala keluarga memiliki
masyarakat
tersebut
yang
dipasar sentral Karang Tumaritis Nabire.
pertanian dan juga usaha peternakan
lahan
ayam dan babi. Warga masyarakat pada kelurahan ini terkenal sebagai pedagang sayur-sayuran dan bahan
ubi
jalar
pada
pasar-pasar di Nabire
maupun suplay
usaha dagangannya melalui pesawat terbang ke kabupaten lain seperti
Kabupaten Puncak Jaya
dan
Kabupaten Paniai
karena
dua
kabupaten ini
berdekatan dengan Kabupaten Nabire. Usaha pada sektor pertanian makin lama mengalami
suatu kemajuan dan warga masyarakat dapat memasarkan hasil
pertaniannya ke pasar. Hasil dagangannya kira-kira per kepala keluarga adalah rata-rata Rp 200.000,- sampai Rp 300.000,- pada usaha
pertanian mengalami perubahan
menjadi non-petani, seperti
PNS,
setiap
harinya. Kemudian
pada sebagian warga masyarakat
wiraswasta
dan
sebagainya. Jumlah
penduduk menurut mata pencaharian dilihat pada Gambar 7.
JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN 1400
1234
1200 1000 732
800 600 260 308
400 200 0
91
56 108 31
78
32
103
PNS ABRI PENSIUNAN SWASTA PEDAGANG PETANI BURUH TANI PERTUKANGAN MAHASISWA
161
Sumber : Data Monografi Kelurahan Karang Tumaritis, Tahun 2004. Gambar 7. Penduduk Menurut Matapencaharian.
Produk pertanian yang menjadi komoditi
unggulan dan menambah pendapatan
keluarga di Kelurahan Karang Tumaritis adalah singkong, ubi jalar, jeruk manis, salak dan palawija serta pisang. Hasil dari lahan pertanian ini bisa dapat dijual ke Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai serta Kabupaten Yapen Waropen dan Kabupaten Biak Numfor. Singkong atau ubi kayu
sangat dibutuhkan oleh para
pelaku ekonomi lain seperti pengusaha pengolahan tepung tapioka , pembuat kripik singkong, usaha penggorengan. Warga masyarakat Kelurahan Karang Tumaritis lebih banyak memilih mata pencaharian sebagai pedagang sayur dan peternakan babi
yang menghasilkan lebih cepat, karena untuk mendukung biaya pendidikan
anak-anaknya, walaupun pada kenyataannya masih banyak yang belum mampu. Menurut Lurah Karang Tumaritis saat diwawancara:
“Adanya keterbatasan kemampuan warga masyarakat untuk menjangkau akses pada jejaring sosial (networking), menyebabkan penduduk lebih banyak memilih peternakan babi dan pedagang singkong /ubi jalar keliling baik di rumah maupun pada lima pasar di Nabire sebagai pedagang dengan modal kecil, yang pada akhirnya bisa menimbulkan permasalahan sosial dari warga yang kurang mampu karena keterbatasan modal usaha”.
Adanya keterbatasan kemampuan di dalam mengakses jejaring (networking) menyebabkan penduduk berupaya dengan pemasaran hasil lahan pertanian untuk kebutuhan makan sehari maupun biaya pendidikan anak-anaknya di sekolah karena dengan modal kecil, sehingga mudah sekali mempengaruhi anggota keluarga khususnya generasi muda gampang terpengaruhi kepada permasalahan sosial seperti kenakalan remaja dan terjadi banyak anak remaja yang putus sekolah Orientasi kehidupan warga selalu berusaha untuk menunjang kebutuhan keluarga
162 dan biaya pendidikan anaknya baik anaknya di sekolah maupun ada juga mengikuti pendidikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Adanya suatu kebiasaan adat dari warga penduduk asli
suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis
bagi
masyarakat petani setiap dua tahun sekali diadakan “pesta adat yuwo” yang mana mempengaruhi para petani untuk selalu berusaha menyiapkan modal agar setiap dua tahun bisa
melaksanakan acara pesta adat yuwo hanya
dilakukan oleh
penduduk suku tersebut. Untuk itu warga penduduk ini berusaha berjualan hasil lahan pertanian untuk memperoleh pendapatan yang bisa ditabungnya karena hal ini terkait dengan status sosial mereka.
4.5. Struktur Komunitas Dalam suatu masyarakat
tentu terjadi pelapisan sosial disebabkan oleh
pembagian kerja, konflik sosial dan kepemilikan pribadi mempengaruhi seseorang dalam perbedaan status sosialnya. Kelurahan Karang Tumaritis
mayoritas
penduduk asli suku Mee, walaupun kedatangan pendatang dari luar Nabire hanya sebagian kecil yang ikut bertempat tinggal di wilayah kelurahan tersebut, namun penduduk asli setempat mempunyai pengaruh yang kuat karena rasa kekerabatan dalam kehidupan mereka. Struktur masyarakat dibedakan menurut status sosialnya. Secara teoritis semua manusia hidupnya sederajat, namun kenyataannya terdapat pembedaan atau lapisan sosial sebagai gejala universal dan bagian sistem sosial
masyarakat.
Menurut Soekanto (1990:157)
dari suatu
dapat menggolong-
golongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan , yakni berdasarkan : (1) kekayaan(materiil); (2) kekuasaan; (3) kehormatan dan;
(4) ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pandangan tentang pelapisan tersebut, maka di Kelurahan Karang Tumaritis masyarakat menganggap bahwa unsur utama dalam lapisan masyarakat adalah: (1) Kekayaan (materiil) : orang kaya yang menduduki lapisan
atas (
memiliki modal, rumahnya bagus, dan memiliki ternak babi yang banyak). (2) Ilmu Pengetahuan: merupakan masyarakat lapisan menengah yaitu adalah pemimpin (kedudukan), kaum cendekiawan (memiliki ilmu pengetahuan luas) dan masyarakat (kehormatan).
(3)
tokoh
Sedangkan lapisan bawah adalah masyarakat
biasa. Untuk jelasnya tentang pelapisan sosial ini dapat dilihat pada Gambar 8.
163
Masyarakat kaya (memiliki ternak babi, rumah yang bagus dan lahan): “Lapisan Atas.” Pemimpin, tokoh masyarakat : “Lapisan Menengah.” Masyarakat biasa: “Lapisan Bawah.”
Gambar : 8 Pelapisan Sosial Masyarakat Suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis
Gambar yang sederhana
tersebut
di atas merupakan gejala yang terwujud
sistem berlapis-lapisan dalam masyarakat
suku
Mee
di Kelurahan Karang
Tumaritis. Sistem pelapisan sosial tersebut terjadi perbedaan dan merupakan ukuran
yang biasanya digunakan
untuk
menggolong-golongkan
kehidupan dalam masyarakat, agar sesuai kedudukan peranan
kondisi
(status ) sosial dan
( role ). Pada masyarakat suku Mee, unsur utama yang paling sangat
menonjol dan lebih menguntungkan cepat serta merupakan kebanggaan dari masyarakat tersebut di Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai adalah peternakan babi, misalnya suatu keluarga
memiliki ternak
80 ekor termasuk kaya, karena
seekor babi mempunyai harga 3 juta sampai 4 juta rupiah atau dengan banyaknya babi dapat melaksanakan pesta perkawinan terhadap anggota keluarganya atau untuk membayar lunas mas kawin yang telah disepakati antara kedua belah pihak dalam ikatan perkawinan. Seperti dituturkan oleh Bapak Daniel Gobay, S.Sos, saat diwawancara : “… karena khususnya pada masyarakat suku Mee ekonomi yang menonjol dan sebagai modal budaya adalah ternak babi sejak dahulu serta berkaitan dengan adat perkawinan maupun pesta adat yuwo,sehingga tak diherankan bila setiap kepala keluarga memiliki usaha ternak babi di belakang rumahnya.” Dengan demikian pelapisan yang ada di Kelurahan Karang Tumaritis berdasarkan pada kemampuan ekonomi, dan kekuasaan ( pemimpin) atau disebut kepala suku dalam adat suku Mee, sehingga terbentuk kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah, karena unsure utama pelapisan sosial adalah kekayaan.
Suatu
164 kepemimpinan adalah hasil organisasi sosial atau sebagai hasil dinamika sosial. Berkaitan dengan itu maka menurut Soekanto
interaksi
( 1990:189) kepemimpinan
ada yang bersifat resmi ( formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan dan ada pula kepemimpinan karena pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan ( informal leadership). Bila dilihat dari pengertian serta sifat kepemimpinan tersebut, bahwa
Kepemimpinan
yang
ada
di
Kelurahan
Karang
Tumaritis
adalah
kepemimpinan gabungan dari kepemimpinan resmi dan tidak resmi, dimana sumber kepemimpinan tersebut berasal dari pengakuan masyarakat terhadap kemampuan dan keteladanan seseorang dalam melakukan
peranannya ( yang lebih aktif,
menonjol dan baik perilakunya dalam masyarakat). Kepemimpinan informal terbentuk berdasarkan kepercayaan masyarakat kepada seseorang yang dipercayai sebagai pemimpin sesuai dengan adat suku Mee disebut
“kepala suku
Mee”,
sedangkan kepala sub suku yang mewakili marganya ditunjuk sebagai Ketua RT dan
Ketua
RW mis alnya
marga
Youw membawahi
beberapa marga yakni
Tekege, marga Kadepa dan marga Yeimo. Secara administratif kelurahan ini dipimpin oleh seorang Lurah sebagai pemimpin formal beserta aparat yang telah ditentukan secara resmi oleh Kepala Distrik /Camat dengan Surat Keputusan Bupati Setempat, sedangkan Ketua RW ditentukan dan berasal dari kepala sub suku berdasarkan marga pada masyarakat suku Mee. Hal ini terlihat bahwa warga sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang difasilitasi misalnya
masyarakat masih memiliki partisipasi
kebersihan lingkungan dan
kebersihan jalan
oleh pemimpin tersebut,
yang tinggi
dalam
menjaga
perkompleks ataupun jalan raya
didepan rumah-rumah mereka serta keamanan lingkungan tetap dijaga oleh warga melalui kegiatan ronda malam. Tanggapan masyarakat terhadap kepemimpinan : Berdasarkan hasil wawancara, bahwa kepemimpinan seseorang dalam suatu komunitas
dibedakan atas pemimpin formal dan pemimpin informal, biasanya
pemimpin informal diakui oleh pengangkatannya melalui surat keputusan intitusi formalnya, namun pemimpin informal biasanya diakui cara kepemimpinan kepada masyarakat karena kharisma yang dimiliki sesuai budaya adat setempat. Seperti dikatakan oleh Bapak Bruno Kadepa sebagai warga RW 02 : “Sekarang masyarakat lebih suka pilih pemimpin informal dari masyarakat biasa , karena atas pengalamannya dapat meyakinkan orang, sehingga bisa dipilih sebagai pemimpin daripada kita pilih golongan orang kaya, justru dapat
165 memanfaatkan masyarakat untuk kesempatan bagi kepentingannya Misalnya untuk iuran warga bagi kebersihan lingkungan dan siskamling, tetapi iuran tersebut diwajibkan setiap kepala keluarga tanpa mengukur kemampuan masyarakat yang tidak mampu, karena pendapatan keluarga tentu sangat berbeda dan masyarakat senang pemimpin yang mengabdi kepada masyarakat.” Sikap warga masyarakat khususnya suku Mee kepada pemimpin formal sebatas kepatuhan karena jabatan, lain halnya dengan sikap masyarakat pemimpin informal, Ketua
RT,
Ketua
RW atau
terhadap
Ketua Dewan Keluarga
Mesjid, Ketua Majelis Gereja, Ketua Karang Taruna dan sebagainya,
yang mana
masyarakat lebih menghormati dan mempercayai pemimpin informal daripada pemimpin formal. Pada dasarnya masyarakat tidak sulit untuk diajak bekerja sama dan berpartisipasi seperti halnya dengan pungutan iuran untuk ronda malam dan kerja bakti secara rutin bagi kebersihan lingkungan pada setiap RT dan RW.
4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial Kelembagaan
yang
tumbuh
berasal
dari masyarakat
itu
sendiri
maupun yang dibentuk dari pemerintah, semuanya merupakan wadah dalam melakukan
berbagai
aktivitas
sosial
untuk
pengembangan
masyarakat.
Kelembagaan yang ada di Kelurahan ini terdapat dua bagian besar yaitu kelembagaaan yang bersifat formal maupun kelembagaan yang bersifat informal. Menurut Howard Becker dalam Soekanto (1990) bahwa kelembagaan sosial adalah “suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia, untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompoknya.” Untuk itu fungsi dari kelembagaan tersebut yaitu: (1)Memberikan pedoman kepada masyarakat bagaimana harus bertingkah laku atau mempunyai sikap untuk menghadapi masalah-masalah sosial di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan masyarakat.(2) Menjaga keutuhan di dalam masyarakat. (3) Memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan siste pengendalian sosial artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku masyarakatnya. Kelembagaan sosial
yang terdapat di
masyarakat memiliki penekanan akan kebutuhan pokok masyarakat, yang menurut Koentjaraningrat (1979)
dalam Tonny dan Utomo (2004: 42)
bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pokok di dalam masyarakat. Berdasarkan kebutuhan pokok tersebut dan hasil identifikasi terhadap kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Karang Tumaritis, yaitu : (1). Kelembagaan kekerabatan, yang ditandai dengan
166 adanya berbagai kelompok arisan keluarga yang tujuannya untuk memelihara dan mempertahankan ikatan hubungan kekerabatan antar keluarga berdasarkan marganya / klannya (2).Kelembagaan koperasi,
kelompok peternakan
ekonomi,
berupa
kelompok pedagang,
dan kelompok buruh tan (3) Kelembagaan
pendidikan, berupa pendidikan dasar,
menengah pertama dan atas serta taman
pendidikan kanak-kanak. (4) Kelembagaan keagamaan, berupa sekolah minggu, majelis jemaat, kelompok persekutuan bapak-bapak, kelompok persekutuan
ibu-
ibu, kelompok persekutuan pemuda dan kelompok remaja mesjid, kelompok pengajian ibu- ibu, kelompok pengajian bapak-bapak..(5). Kelembagaan politik, berupa
pemerintah
kelurahan,
kepartaian.(6)Kelembagaan
rekreasi,
berupa
kesenian daerah suku Mee. (7).Kelembagaan somatik, berupa Puskesmas. Bagi kehidupan masyarakat yang bukan Pegawai Negeri Sipil termasuk keluarga di Kelurahan tersebut kalau merasa sakit selalu berobat di Puskesmas Karang Tumaritis dapat membayar dengan harga yang murah. Untuk mempertahankan norma-norma yang ada dalam suatu komunitas, diperlukan kontrol sosial. Menurut Soekanto (1990 ), “kontrol sosial adalah segala proses, baik direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Adapun fungsi kontrol sosial di Kelurahan Karang Tumaritis adalah : (1) Kontrol terhadap kepatuhan pembayaran iuran kebersihan lingkungan dan siskamling, yang dilakukan oleh Ketua RW dan RT. (2). Pengurus koperasi menagih cicilan pinjaman koperasi. Kegiatan gotong royong dan sikap saling membantu merupakan sesuatu yang relatif dilaksanakan warga masyarakat
seperti kerja bhakti, acara pesta adat yuwo,
perkawinan adat suku Mee, kematian atau terkena musiba dapat berlangsung dengan baik, karena mempunyai kekuatan ingroup sangat tinggi. Pola pengasuhan dalam keluarga masih relatif kuat, misalnya anak-anak yatim piatu masih diasuh oleh keluarga kakak atau adiknya. Sistem kekerabatan masih kuat, hal ini dibuktikan dengan sistem pemukiman, bakar batu, perkawinan dan dalam suatu marga maka pihak laki-laki mempunyai peranan yang penting dan siapa yang tertua dalam suatu marga. Keyakinan masyarakat terhadap agama relatif homogen, karena penduduk mayoritas beragama Katolik dan Protestan, walaupun sebagian penduduk pedagang yang yang pekerjaannya sebagai pedagang dekat dengan pasar umum yang beragama Islam. Sistem keagamaan dan kepatuhan yang telah dibangun lebih menggunakan sarana ibadah yang sesuai keyakinan mereka serta dilakukan
167 kegiatan keagamaan secara rutin. Kemudian kerukunan agama sangat tinggi, karena saling menghargai agama satu sama lainnya. Organisasi Sosial
di
Kelurahan Karang Tumaritis didasarkan atau prinsip keturunan patrilineal (garis keturunan ayah), karena warga masyarakatnya pada setiap keluarga memiliki marga atau clan. Tetapi dalam mengatasnamakan kepemilikan barang
umumnya barang-
dalam keluarga biasanya menggunakan nama kepala keluarga yakni laki-
laki dan bukan perempuan. Jenis keluarga yang ada adalah nuclear- family, hubungan kekerabatan selalu terikat pada extendent family, karena terikat pada marga yang sama. Kelurahan Karang Tumaritis terbentuknya organisasi sosial di masyarakat sangat membantu kehidupan setempat seperti organisasi generasi muda seperti Karang Taruna, PKK Kelurahan, partai politik, Badan Musyawarah Adat, yang semuanya telah terbentuk untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kemudian terbentuk pula yayasan-yayasan untuk meningkatkan bidang pendidikan di Kelurahan ini yaitu Yayasan Persekutuan Persekolahan Katholik ( YPPK ), menangani SD sampai dengan SLTP dan SMU. Yayasan lainnya menangani anakanak yatim piatu seperti Panti Asuhan Pondok Kasih Ibu, Yayasan Taruna Karsa , Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Karang Tumaritis dan sebagainya.
4.7. Sumber Daya Lokal Sumber daya yang dapat dimanfaatkan di Kelurahan Karang Tumaritis yaitu sumber daya manusia di mana penduduknya cukup seimbang yakni laki-laki dan perempuan
mempunyai potensi
sebagai tenaga kerja dalam pengembangan
masyarakat. Kelurahan Karang Tumaritis termasuk penduduknya adalah ulet dan rajin mengolah lahan pertanian, sehingga
penduduk tersebut pada setiap kepala
keluarga memiliki lahan pertanian masing-masing.Untuk melihat jumlah manusia yang ditampung di suatu wilayah, maka konsep yang dipandang lebih bermakna dari kepadatan penduduk menurut Rusli ( 2004 ) adalah konsep daya dukung ( carrying capacity ), yaitu kemampuan mendukung suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhankebutuhan manusia. Daya dukung suatu wilayah terhadap jumlah penduduk di Kelurahan Karang Tumaritis diharapkan bersifat dinamis, tidak hanya terletak pada daya dukung internal melainkan juga pada daya dukung eksternal. Tetapi penduduk di Kelurahan Karang Tumaritis yang berpenduduk sebanyak 3.033 jiwa atau 569 Kepala Keluarga
dengan luas wilayah
325,70 ha tergolong mempunyai daya
dukung yang cukup positif, dikarenakan hanya sebagian besar penduduk bermata
168 pencaharian
sebagai
petani.
Sedangkan
sebagian
kecil
penduduk
mata
pencahariannya adalah sebagai pegawai negeri, swasta, pensiunan, sehingga daya dukung lahan tidak terpengaruh terhadap kecukupan pangan penduduk Kelurahan Karang Tumaritis. Disegi lain sumber daya alam pada umumnya subur sehingga masalah pencemaran lingkungan masih sangat kecil dan tentu sampai saat ini terdapat banyak lahan yang dilakukan pengolahannya. Fasilitas yang berupa sarana dan prasarana di Kelurahan ini adalah sebagian penduduk telah memiliki sarana listrik, sarana komunikasi baik sarana telephone dan prasarana jalan raya yang beraspal, tersedia sarana transportasi yaitu angkutan kota, taxi dan ojek.
4.8. Ikhtisar Dari hasil pemetaan sosial di Kelurahan Karang Tumaritis yang telah diuraikan di atas, baik pada lokasi, kependudukan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, struktur komunitas, kelembagaan dan organisasi sosial serta sumber daya lokal merupakan potensi yang dimiliki
oleh kelurahan dalam rangka pengembangan
masyarakat. Potensi lokal tersebut ada yang telah memadai, namun ada pula yang perlu ditelusuri secara mendalam dan diperbaiki kondisinya. Untuk dikembangkan lebih lanjut baik melalui pemrintah lokal, maupun dapat memanfaatkan kelembagaan masyarakat untuk pengembangan masyarakat. Potensi sumber daya alam sumber daya manusia
merupakan potensi
serta faktor pendukung
dan dalam
kaitannya dengan pengembangan masyarakat. Kelembagaan yang tumbuh berasal dari masyarakat itu sendiri maupun yang dibentuk oleh pemerintah, merupakan wadah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas sosial dalam rangka pengembangan masyarakat. Kelembagaan sosial tersebut antara lain berupa Persekutuan Kaum Bapak, Sekolah Minggu, Pengajian Kaum Bapak, Karang Taruna, kelompok kepemudaan lainnya merupakan wadah yang mendukung kebutuhan hidup masyarakat dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu pada masyarakat suku Mee memiliki kelembagaan sosial adat seperti pada setiap dua tahun diadakan “pesta adat yuwo” untuk menyelesaikan masalah adat perkawinan, melunasi utang , juga budaya membakar bakar batur merupakan suatu ciri khas kebanggaan dan tanda persekutuan suku Mee baik di daerah pedalaman Paniai maupun di dataran pantai kota Nabire. Untuk itu budaya kekerabatan yang dilaksanakan melalui Pesta adat Yuwo merupakan kebanggaan tersendiri masyarakat suku Mee dengan biaya penyelenggaraan cukup besar. Maksudnya
169 dengan budaya pesta adat yuwo dapat mengikkat rasa persaudara semakin kuat adat dari suku tersebut dan semakin adanya rasa tolong menolong kepada anggota warga yang masih berkekurangan baik dibidang perkawinan atau juga dibidang pendidikan
anak-anaknya. Fasilitas
berupa sarana dan prasarana
yang ada
seperti lahan, listrik, telephone dan transportasi, pendidikan, pertokoan, perkantoran, fotokopi, perbengkelan kendaraan roda empat, roda dua bahkan sepeda biasa termasuk pasar dan lainnya, semua merupakan faktor pendukung masyarakat untuk meningkatkan partisipasi terhadap pengembangan masyarakat maupun pendukung lainnya seperti Puskesmas dalam pencegahan HIV/AIDS. Melihat kondisi nyata tersebut, maka upaya pengembangan masyarakat diperlukan adanya penguatan kapasitas yayasan, sebagai lembaga swadaya masyarakat, sehingga pengelolaan organisasi yang optimal mungkin untuk pencegahan AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis. Begitu juga potensi penduduk baik dari jumlah penduduk, pendidikan, tempat ibadah serta modal sosial lainnya yang dimiliki cukup mendukung masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Salah satu hal yang diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan/proyek adalah adanya keberhasilan dari suatu program yang telah atau sedang dilakukan.
170 Demikian pula dalam upaya pengembangan masyarakat. Untuk itu dapat diketahui bahwa dalam pengembangan masyarakat
bisa dikatakan berhasil atau tidak,
memerlukan adanya evaluasi. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan tersebut : (1) telah mencapai sasaran sesuai yang direncanakan; (2) program-program yang dilaksanakan itu telah sesuai masyarakat; (3) manfaatnya dapat
dengan kebutuhan
dirasakan oleh masyarakat: (4) diketahui
kelemahan-kelemahan serta kendala yang ada. Adapun hasil dari kegiatan evaluasi dapat dijadikan umpan balik bagi pelaksanaan program-program tahun berikutnya. Pelaksanaan kegiatan evaluasi pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis
dalam Praktek Lapangan II
adalah : Program Pencegahan
Orang
Dengan HIV/AIDS ( ODHA). Dari program yang telah dievaluasi tersebut, maka dapat diketahui bahwa kegiatan yang lebih dirasakan masyarakat yaitu masalah AIDS dan merupakan kajian untuk penelitian dalam memenuhi tugas akhir kajian pengembangan masyarakat.
5.1. Program Pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA ) Kegiatan
pencegahan dalam rangka
pengembangan masyarakat di
Kelurahan Karang Tumaritis, dilaksanakan dengan bentuk program penyuluhan dan pemberian bantuan kelompok usaha ekonomis produktif dan bantuan obat Antiretroviral (ARV) serta evaluasi dalam rangka terhadap bahaya
pemahaman
(assessment)
AIDS di wilayah setempat. Dengan adanya evaluasi tersebut,
hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan
bagi penyusunan program, sehingga
pelaksanaannya dapat mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Berbagai upaya yang dilakukan baik melalui kegiatan yang diprakarsai Yayasan Primari, swadaya masyarakat maupun koordinasi dengan program pemerintah daerah, dalam hal ini KPAD (Komisi Penanggulangan AIDS Daerah ) Nabire untuk mencegah masalah sosial
HIV/AIDS
di Nabire
pada umumnya,
khususnya di Kelurahan Karang
Tumaritis. Akan tetapi upaya dalam pelaksanaannya tersebut, masih bersifat parsial dan kurang terintegrasi secara vertikal dan horizontal belum melibatkan berbagai unsur terkait ditingkat kelurahan. Selain itu metode penyampaian bantuan pencegahan HIV/AIDS dirasakan masih belum sempurna dalam pelaksanaannya. Sesuai hasil wawancara dengan pimpinan yayasan yang mengatakan bahwa:
171 “Evaluasi menunjukkan masih lemahnya manajemen Primari, terutama disebabkan oleh ketrampilan dan pengetahuan staf yang belum memadai, pelaksanaan tugas yang tidak memuaskan, pendelegasian yang tidak berjalan, sebagian menunjukkan disiplin yang lemah dan komunikasi internal yang kadang-kadang terhambat.” Belajar
dari
pengalaman
pelaksanaan
program
sebelumnya,
dengan
membandingkan kegiatan yang dilaksanakan hanya bersifat target program semata, sehingga masalah pencegahan HIV/AIDS baru sebagian masyarakat mulai sadar akan pentingnya integrasi kelompok masyarakat ingin mewujudkan konsep pencegahan yang jelas dan tepat sasaran yang diharapkan bisa menjamin partisipatif masyarakat dalam keberlangsungan kegiatan pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. Kemajuan yang dapat dicatat antara lain makin baiknya kemitraan Primari dengan berbagai instansi teknis terkait maupun lembaga-lembaga lain baik di nusantara maupun bantuan dari lembaga-lembaga internasional. Di Kabupaten Nabire, Primari makin dikenal sebagai LSM yang bergerak dalam bidang HIV/AIDS. Sementara itu program-program yang menjadi prioritas masih dalam kegiatan HIV/AIDS dan secara internal, kemajuan yang dirasakan adalah ketersediaan sarana perkantoran dan kegiatan yang makin baik.
5.1.1. Deskripsi Kegiatan Pencegahan HIV/AIDS Kegiatan
pencegahan dan pengembangan masyarakat yang ada di
Kelurahan Karang Tumaritis, dilaksanakan dengan bentuk program penyuluhan dan pemberian bantuan kelompok usaha ekonomis produktif dan bantuan obat Antiretroviral (ARV) serta evaluasi dalam rangka terhadap bahaya
pemahaman
AIDS di wilayah setempat. Adapun kegiatan
(assessment) pencegahan
HIV/AIDS kepada masyarakat suku Mee dan warga masyarakat lainnya, yang diprakarsai Yayasan Primari dan kerjasama instansi terkait kepada siswa SMU dan SMP dan, antara lain : Pencegahan HIV/AIDS kepada SMU saat mengikuti MOS ( Masa Orientasi Siswa) dan SMP Kelas II dengan kegiatan penyuluhan dan pengisian angket pada tanggal 16 - 21 Juni 2004, diskusi interaktif AIDS melalui kegiatan ibu-ibu PKK seperti pada gambar 9 dan Pramuka.( foto terlampir).
172
Gambar. 9. Poster AIDS di Sudut Jalan Dan Diskusi Interaktif suku Mee
Kemudian Pencegahan AIDS kepada Tokoh Masyarakat dan Ketua RW, Ketua RT di Kelurahan Karang Tumariktis. Kemudian
kegiatan lain dari Primari
penyediaan air bersih di Kelurahan Karang Tumaritis dan
adalah
Kaliharapan (foto
terlampir). Kegiatan pencegahan AIDS tersebut dilaksanakan berupa penyuluhan pada Balai Kelurahan
sedangkan
kepada para siswa dilakukan di sekolahnya
masing-masing pada saat siswa baru yang sebagai siswa baru pada
sekolah
tersebut. Disamping kegiatan penyuluhan, juga para ODHA dari suku Mee diberikan bantuan obat Antiretroviral ( ARV ), serta pemasangan poster AIDS di sudut kota atau dipersimpangan jalan (foto gambar 9). Pelaksanaan kegiatan, sehari sebelumnya diawali dengan undangan
melalui pertemuan / rapat, dan kegiatan
pencegahan tidak diadakan secara rutin, karena disesuaikan dengan dana program yang tersedia. Pada kenyataan sebagian warga masyarakat suku Mee sudah memahami bahwa praktek seksual dapat mengakibatkan bahaya HIV/AIDS.
5.1.2. Latar Belakang Yayasan Sesuai sejarah pembentukan yayasan, maka Primari merupakan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi sosial yang bersifat independen dan nirlaba, tidak berafiliasi pada suatu kekuatan yang tumbuh dan bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat dan pelayanan kemanusiaan serta tidak menginduk kepada suatu golongan suku, agama, atau partai politik tertentu. Yayasan Primari bebas dalam segala hal seperti yayasan sosial lainnya dan bebas pajak penghasilan. Yayasan ini menjamin kepastian hukum, sehingga kepengurusan Primari berusaha mengikuti UU No. 16/2001 tentang Yayasan, meskipun hingga saat ini belum sesuai sepenuhnya. Namun Primari
sesuai akta notaris pendirian telah disahkan pada
tanggal 20 Mei 1999 dalam bentuk Yayasan. Yayasan ini memiliki Anggaran Dasar
173 dan Anggaran Rumah Tangga serta memiliki Dewan Pendiri sesuai dengan akte notaris dan Badan Pengurus Yayasan
bertanggung jawab kepada Dewan
Pendiri.Kekayaan yayasan, hanya dipergunakan untuk membiayai kepentingan program sosial kemanusiaan agar mencapai tujuan yayasan dengan fasilitas pendukung adalah sebuah kantor, sebuah gedung serbaguna prim, sebuah fotokopi dan sablon primata serta peralatan kerja lainnya terdapat pada (lampiran ). 1. Visi dan Misi Yayasan Primari Visi Yayasan Primari adalah mewujudkan masyarakat yang mandiri dibidang kesehatan dan kesejahteraan, yang mampu menolong diri mereka sendiri dalam menangani masalah kesehatan dan sosial. Misi Yang Ingin Dicapai adalah:
(1) Menerapkan program-program
pelayanan kesehatan dasar, yang berfokus pada penanggulangan penyakit menular (Malaria dan HIV/AIDS). (2) Mendidik dan memperkuat ketahanan keluarga dan masyarakat
untuk
melindungi
diri
dari
bahaya
penyakit
Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam
menular.
(3)
pembangunan
kesehatan lingkungan serta bantuan kemanusiaan. 2. Tujuan Gerakan Yayasan Primari Yayasan ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dalam aktivitas pembangunan nasional secara menyeluruh dan membantu pemerintah dibidang kesehatan masyarakat dan bantuan kemanusiaan dalam usaha untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar melindungi dirinya dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Sasaran Gerakan Yayasan Primari Sasaran gerakan Primari adalah keluarga dan masyarakat maupun anak-anak sekolah diwilayah perkotaan dan penjangkauan masyarakat pedesaan terpencil yang menjadi prioritas khususnya pencegahan HIV/AIDS, penyakit malaria, diare. Sedangkan sasaran dibidang kelembagaan adalah prioritas pada peningkatan ketrampilan dan pengetahuan staf bagi organisasi serta upaya jaringan kerja ( networking) dalam penggalangan dana untuk memperlancar administrasi dan pelaksanaan kegiatan program.
Sedangkan Yayasan Primari berfungsi, sebagai
penyerap dan penyalur aspirasi/kebutuhan masyarakat, serta berusaha untuk
174 menciptakan sumber-sumber dana dalam upaya melaksanakan program-program yang nyata dan menyentuh hidup orang banyak serta membantu meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Pelaksanaan sasaran gerakan yayasan disesuaikan dengan program kerja dan dilakukan dengan kerja sama kemitraan untuk pencegahan HIV/AIDS baik berupa penyuluhan kampanye publik, penyebaran majalah dinding kepada kantor-kantor pemerintah, brosur
kepada
anak-anak
sekolah , serta pemasangan poster AIDS dipersimpangan jalan raya dan “kafe morning AIDS”, agar masyarakat dapat memahami terhadap bahaya AIDS bagi manusia. Sasaran gerakan yayasan tersebut dapat disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang terdapat pada struktur organisasi
dan dijabarkan melalui kegiatan
program/proyek dimasyarakat. Karena gerakan yayasan ini sebagai motivasi agar orang atau masyarakat perlu waspadai
untuk melindungi dirinya
dengan
memelihara kesehatan tubuhnya serta kesehatan lingkungannya. 4. Indikator Kinerja Indikator merupakan ukuran keberhasilan bagi pelaksana program
dan
seberapa luas aktivitas seseorang sinergi (synergitic personal) yang selalu mengembangkan company reengineering dan tanggap terhadap pergeseran yang berorientasi manajemen organisasi
dan konsisten pada budaya kerja yang
profesional. Mengacu pada tujuan dan sasaran kegiatan tersebut, maka indikator kinerja yayasan yaitu : (1)Memiliki data dan informasi mengenai penyakit menular yang diselenggarakan oleh petugas lapangan dan pihak teknis terkait. (2)Terlaksananya penyuluhan masyarakat dalam rangka peningkatan kepedulian keluarga dan masyarakat terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS dan penanggulangan penyakit malaria. (3) Tersusunnya profil kegiatan dalam upaya mengurangi dampak kesehatan masyarakat dan pengembangan usaha bagi kesejahteraan di masyarakat lokal.(4) Meningkatnya budaya kerja anggota pengurus yayasan yang sinergi dan sangat erat dengan tanggung jawab pada organisasi. 5. Pendekatan yang digunakan Yayasan Primari Pendekatan yang digunakan Primari dalam pelaksanaan program-program adalah pertama : peningkatan kemampuan anggota pengurus dalam pengetahuan dan ketrampilan
agar menciptakan sumber-sumber dana untuk
berusaha
175 melaksanakan program-program yang nyata dalam aktivitas pembangunan; kedua : menyusun rancangan program dengan beralih kepada pendekatan bottom up melalui pelatihan dan pendidikan,
permasalahan sosial, dan peningkatan
pendapatan masyarakat; ketiga : membantu pemerintah dalam menciptakan kegiatan penyuluhan dan penjangkauandesa/kampung terpencil yang letaknya jauh dari pusat kota, konseling kepada para ODHA yang mengalami stress psikologis akibat diskriminasi dan stigmatisasi dari keluarga dan pengembangan media KIE (Komunikasi Informasi Edukasi), pengadaan sarana, penyelenggaraan seminar dan pertemuan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. 6. Profil Pengurus Yayasan Primari Struktur organisasi menurut akta pendirian hukum, maka sejak terbentuk yayasan primari pada tahun 1999, namun dalam pelaksanaan penempatan personal anggota pengurus pelaksana, baru dimulai sejak
8 Agustus 2000 dengan
pembagian kerja menurut struktur organisasi seperti berikut.
Bagan Struktur Organisasi Kepengurusan Yayasan Primari Nabire.
176
Gambar: 10. Struktur Organisasi Yayasan Primari Nabire.
Struktur organisasi yayasan mengalami tiga kali perubahan dan pada perubahan yang kedua kalinya dibentuk pada bulan September 2004, seperti terlihat pada bagan struktur organisasi kepengurusan
primari tersebut di atas, kemudian
perubahan anggota pengurus organisasi pada bulan Nopember terdapat
2004, seperti
pada lampiran, sehingga jumlah pengurus yayasan menjadi
Direktur dan
seorang
15 anggota. Yayasan Primari ini mempunyai susunan organisasi
secara terperinci sebagai berikut : Pimpinan Yayasan adalah
seorang Direktur
membawahi dua bagian dan tiga program yakni : manajer keuangan 2 orang. manajer administrasi dan pengembangan usaha
3 orang, manajer program
HIV/AIDS
2 orang, manajer program
2 orang , manajer program malaria
penjangkauan daerah terpencil (Paniai) sebanyak 6 orang.Yayasan ini dipimpin oleh seorang Direktur Pelaksana membawahi
bagian keuangan, administrasi dan
pengembangan usaha serta ketiga manajer program. Staf-staf pelaksana terdiri dari 6 orang staf tetap dan sejumlah 11 orang staf kontrakan/staf tidak tetap lainnya. Sedangkan logistik/perkantoran dan percetakan permata, sementara kedua staf pindah ke kabupaten lain mengikuti suami. Untuk sentral kegiatan organisasi dalam menunjang kelancaran administrasi dan pelayanan masyarakat, yayasan ini memiliki kantor tersendiri seperti pada gambar berikut.
Gambar: 11.
Kantor Primari
Kantor Yayasan Primari Nabire.
bentuk bangunannya semi permanen sebagai pusat kegiatan
organisasi yang letaknya berjauhan dari gedung prim sebagai pusat kegiatan “Komunikasi-Informasi-Edukasi
( KIE ) “
untuk informasi mengenai
HIV/ AID.
Primari dalam bidang kelembagaan, lebih prioritas pada peningkatan ketrampilan
177 dan pengetahuan staf dan manajemen sehari-hari serta upaya penggalangan dana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas administrasi di kantor dan di lapangan. Gedung serbaguna ini diberi nama Prim dimulai pada bulan Mei 2004. Prim adalah nama pengganti sebelumnya dengan nama Pondok Peduli AIDS, yang merupakan bangunan kayu berlantai dua, seperti terdapat pada gambar berikut.
Gambar : 12. Gedung Prim Dari Yayasan Primari Yayasan ini memiliki sebuah gedung serbaguna prim sebagai tempat bersantai menikmati hidangan makan siang atau malam, atau menyanyi dengan iringan karoke untuk
datangnya banyak pengunjung diharapkan dapat memperoleh informasi
tentang HIV/AIDS dan masalah-masalah sosial lainnya.Gedung Prim diresmikan oleh Asisten II Setda Nabire selaku Ketua Harian KPAD Nabire pada bulan juni 2002 dan mulai digunakan sejak bulan Mei 2004 pada setiap hari kerja dengan waktu jam 10.00 -
12.00
baik pagi atau malam hari. Dengan kegiatan: ruang
makan, warnet dan fotokopi primata, dalam rangka informasi pencegahan HIV/AIDS. Gedung serbaguna prim ini
merupakan bangunan kayu berlantai dua, dapat
digunakan sebagai media tempat penyediaan informasi tentang AIDS dan masalahmasalah sosial lain yang terkait. Pendirian Pondok Peduli AIDS atau Prim dibangun dan dilaksanakan kegiatannya dalam rangka pencegahan AIDS pada remaja dan pemuda yang didanai oleh Program Canada Fund Kedutaan Kanada. 7. Karakteristik Pengurus Yayasan Primari Karakteristik pengurus yayasan, sedangkan
bisa diketahui dari usia, dan lamanya bekerja di
pengurus yayasan menurut jenis kelamin terdiri dari 5
perempuan dan 11 orang laki-laki dengan usia antara 25 sampai 39 tahun, serta pendidikan formal meliputi pendidikan SMA, SMU, SMK, D III sampai
S1. Bila
diperhatikan mengenai status perkawinan yakni 10 orang telah berkeluarga dan 6 orang masih berstatus belum berkeluarga, atau alias bujang. Selanjutnya dalam
178 kepengurusan yayasan beberapa anggota pengurus diberikan kepercayaan untuk memangku jabatan berdasarkan kemampuan yang ditampilkannya dan sebagian pengurus sebagai staf dalam suatu jenjang organisasi tersebut. Untuk jelasnya gambaran mengenai karakteristik subyek kajian selengkapnya seperti berikut:
Tabel 6. Karakteristik Pengurus Primari Menurut Nama, Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Lama di Yayasan dan Jabatan Dalam Organisasi.
No.
1.
N a m a
2
Jenis Kelamin
Umur
3
4
Pendidikan
Lama Di Yayasan / Tahun
Status Perka winan
5
6
7
Jabatan Dalam Organisasi
8
1.
Linggawijaya, dr.
L *
39
S1
6
Kwn
Direktur
2.
Marthen Blegur
L *
34
SMK
6
Kwn
Manajer Keuangan
3.
Rachmi Sari Sain
P
32
SMU
3
-
Staf Keuangan
4.
Krisna Tohariadi
L*
38
SMK
6
Kwn
Manajer Administrasi
5.
Margariani
P
23
SMU
3
-
Staf Administrasi
6.
Paikem (Wiwin)
P
30
SMU
5
Kwn
Kafe Prim
7.
Mujiharto, Ir.
L*
35
S1
3
Kwn
Manajer Program HIV/AIDS& Staf Lap.
8.
Tri Kurniawati
P*
32
DIII Gz
3
Kwn
9
Yudi Mariani
L
25
S1
2
-
10.
L*
36
S1
6
Kwn
11.
Usman Fabanyo,Drs Thomas Ara Kian
Manajer Program Malaria Staf Program Malaria Manajer Program Paniai
L*
37
DIII Pt
6
Kwn
12.
Triyogo Pambudi
L
26
SMU
4
-
Manajer Program Wilayah Enarotali Staf Program CepLAS
13.
Corry Pekei
P
29
SMK
4
Kwn
Staf Program PIA
.14.
Parjan
L
32
SMK
4
Kwn
Staf Lapangan Enarotali
15.
M. Syukur
L
27
S1
3
-
16.
Paulus Yandedai
L
28
SMA
3
-
Manajer Program Wil.Sugapa/Homeo Staf Lapangan Homeo
179 Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005. Keterangan : L / P * adalah anggota pengurus tetap pada yayasan.
Karakteristik pengurus Yayasan Primari seperti terdapat pada tabel tersebut di atas, maka sumber daya anggota pengurus mempunyai tingkat pendidikan sangat memungkinkan pemahaman tentang pentingnya berorganisasi dalam memperlancar kerjasama maupun menyusun rancangan program untuk pembuatan proposal project dalam menciptakan sumber-sumber dana pada sesuatu pekerjaan. Apabila diperhatikan dari segi pendidikan, maka
anggota pengurus tetap terdapat S1
sebanyak 3 orang, Diploma Tiga 2 orang dan SMK 2 orang. Sedangkan anggota pengurus tidak tetap yang masih aktif sesuai tugasnya sebanyak 9 orang yaitu untuk S1 sebanyak 2 orang, SMA 1 orang, SMU 4 orang dan SMK
2 orang. Hal ini
mengingat bagian administrasi dan pengembangan usaha, khususnya logistik / perkantoran dan percetakan permata terdapat 2 orang tidak aktif karena pindah mengikuti suami dan belum ada penggantinya. Dari segi pendidikan non formal terdapat sebagian
anggota pengurus yayasan yang mengikuti pendidikan dan
latihan serta lokakarya untuk pengembangan kemampuan, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 7 : Pengembangan Kemampuan( Capacity Building). No
Tahun
Nama Latihan Ketrampilan
1.
2000
2.
2000
3.
2001
4.
2002
5.
2003
Pelatihan Penatalaksanaan Klinis HIV/AIDS di Nabire Pelatihan Konseling HIV/AIDS Tenaga Medis Desa/Kelurahan di Nabire Pelatihan Penanganan ODHA di Yogyakarta Pelatihan Petugas Pencegahan AIDS Lingkungan Remaja di Jayapura Pelatihan Konselor HIV di Jayapura
6.
2003
7.
2003
8.
2003
9.
2004
Pelatihan Manajemen Keuangan di Jayapura Lokakarya:Results Base Management di Perdhaki Pusat Jakarta Studi Tur : Media KIE di Bandung dan di Yoyakarta ( Keg. Magang ) Lokakarya : Perencanaan dan Manajemen Proyek di Jakarta
Lamanya Latihan 8 hari
Jumlah Terlatih 4 orang
10 hari
3 orang
Dinas Kesehatan Propinsi Papua RSUD Nabire
8 hari
2 orang
Depkes RI
10 hari
2 orang
7 hari
1 orang
7 hari
1 orang
5 hari
1 orang
10 hari
1 orang
Dinkesos Propinsi Papua Program ASA/FHIUSAID Kantor Direktorat Keuangan Jayapura Cordaid kerjasama Perdhaki Jakarta Depkes RI
5 hari
1 orang
Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005.
8. Sumber Pembiayaan
Penyelenggara
Cordaid kerjasama Perdhaki Jakarta
180 Sumber pembiayaan yang menunjang kegiatan-kegiatan Primari rangka penyelenggaraan gerakan
dalam
pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang
Tumaritis dan beberapa kelurahan lain pada Distrik Nabire adalah bantuan berasal dari
lembaga-lembaga internasional dan bantuan pemerintah daerah / Dinas
Kesehatan Nabire serta perorangan dan usaha serupa bisnis dari yayasan sendiri. Kemajuan yang dapat dicatat antara lain makin baiknya jaringan kerja kemitraan (networking) dari Primari untuk “penggalangan dana” dengan instansi terkait maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki progran serupa dalam pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria). Oleh karena itu “upaya penggalangan dana” juga merupakan salah satu prioritas dari kegiatan yayasan untuk peningkatan ketrampilan staf dalam bidang program dan administrasi serta petugas lapangan di masyarakat. Adapun nilai aset berdasarkan sumber dana / penyumbang untuk pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria) yang dilaksanakan oleh Yayasan pada tahun 2003 - 2004 seperti pada tabel berikut :
Tabel 8. Nilai Aset Berdasarkan Sumber Dana / Penyumbang ( Assets value based on funding sources / contributors )
NO.
Sumber Dana / Penyumbang ( Funding Source / Contributor )
Perkiraan Nilai Dalam Rupiah ( in IDR )
( Estimated value ) Ekuivalen dalam USD ( Equivalent in USD )
1.
Cordaid ( Belanda)
156.255.250
17,362
2.
Primari
109.343.500
12,149
3.
MDM / France (Perancis)
26.222.500
2,914
4.
Canada Fund (Kanada)
21.308.000
2,368
5.
AusAID
20.700.000
2,300
6.
ACF/ France ( Perancis )
15.040.000
1,671
7.
Dinas Kesehatan Nabire
15.000.000
1,667
8.
Perorangan (Individuals)
2.520.000
280
9.
ASA / FHI - USAID
2.000.000
222
368.389.250
40,932
Total
Sumber Data: Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005. * ) 1 USD = Rp. 9.000,Adapun nilai aset sumber dana penyumbang seperti terdapat pada tabel tersebut merupakan
jaringan kerja (networking) dari Primari untuk tahun 2003 – 2004
dengan instansi terkait maupun lembaga-lembaga lainnya, yang memiliki program serupa dalam pencegahan penyakit menular (HIV/AIDS dan malaria). Kemudian
181 yang lebih banyak memberikan sumber dana lebih banyak yaitu lembaga-lembaga internasional. 5.1.3. Profil Yayasan Primari 1. Pengelolaan Organisasi Sumberdaya anggota pengurus mempunyai tingkat pendidikan sangat memungkinkan pemahaman tentang pentingnya berorganisasi dalam memperlancar kerjasama maupun menyusun rancangan program, seperti pembuatan proposal project serta menciptakan sumber-sumber dana melalui sesuatu pekerjaan. Pengelolaan organisasi yang kurang optimal dapat mempengaruhi koordinasi yang kurang efektif dalam sesuatu proses kegiatan. Begitupun juga pada kegiatan pertemuan di kantor yayasan ternyata adanya anggota pengurus yang ditunjuk untuk bertugas pada saat itu, namun anggota pengurus inti tersebut sebanyak dua orang tidak hadir pada pertemuan yang dilaksanakan dalam rangka pembahasan rancangan program yayasan. Hal ini sesuai informasi bahwa sering terjadi anggota pengurus kurang aktif karena
ada anggota
yang berstatus keluarga sehingga
keaktifannya pada yayasan sering mengalami keterlambatan dalam aktivitas organisasi. Berdasarkan sebagian uraian tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan beberapa kelemahan dan kekuatan dalam pengelolaan organisasi, sebagai berikut : 1) Kelemahan : g) Kemampuan sumberdaya manusia mengenai mental budaya kerja kurang terlatih untuk bertahan kerja dalam persaingan. h) Administrasi pembukuan dan manajemennya masih sederhana, sehingga masih mengandalkan “kepercayaan” dan “dukungan” pimpinannya. i)
Ketrampilan kerja staf (anggota pengurus) yang belum memadai, sehingga dalam pelaksanaan tugas yang kurang memuaskan.
j)
Pendelegasian tugas yang diberikan kepada staf tidak berjalan.
k) Sebagian staf (anggota pengurus) menunjukkan disiplin yang lemah dan komunikasi internal yang kadang-kadang terhambat. l)
Keterbatasan sumber dana dan sumber daya manusia menyebabkan sebagian
kegiatan yang diharapkan pada tahun 2003-2004 tidak
dilaksanakan. 2) Kekuatan :
182 e) Yayasan Primari makin dikenal sebagai LSM yang bergerak dibidang HIV/AIDS.
f) Sementara itu secara internal , kemajuan yang dirasakan adalah ketersediaan sarana perkantoran dan kegiatan yang makin baik.
g) Kemajuan yang dirasakan antara lain makin baiknya kemitraan Primari dengan instansi terkait dan lembaga lain yang memiliki program serupa.
h) Kepercayaan yang kuat anggota pengurus terhadap pimpinan dapat dijadikan modal kerja dalam pengambilan keputusan, kepercayaan terhadap pimpinan. 2. Kerjasama Kerjasama khususnya
merupakan nilai yang sangat penting dalam
manajemen
manajemen serba sasaran ataupun manajemen partisipasi yang
dimungkinkan orang dapat berperan dalam setiap pengambilan keputusan untuk penyelesaian sebagian tugas yang dipercayakan kepadanya.
Untuk kerjasama
organisasi sosial lainnya baru terkait pada tiga ORSOS yang kegiatannya saling kerja sama
dalam pencegahan HIV/AIDS maupun dalam pembinaan generasi
muda. Tetapi kerjasama dengan instansi teknis maupun lembaga-lembaga lainnya dapat terlaksana dengan lancar dilaksanakan karena menyakut program/proyek yang kegiatan operasionalnya
mengandung
dana kegiatan sehingga
tentu
semuannya lebih aktif dalam kegiatan, karena anggotga pengurus akan memperoleh upah kerja pada setiap program yang dilaksanakan Untuk itu kerjasama anggota pengurus yayasan lebih aktif bila adanya kegiatan/proyek yang dilaksanakan, maka staf (anggota pengurus) lebih aktif
dalam pekerjaannya. Tetapi jika belum ada
kegiatan proyek yang dilaksanakan yayasan, maka keaktifan staf (anggota pengurus ) terdapat ada yang kurang aktif atau tidak hadir selama dua atau tiga hari, kecuali temannya mengingatkan, bisa aktif kembali. 1) Kelemahan : f. Pelaksanaan kegiatan bila mengandung nilai-nilai ekonomis, maka kerjasama anggota lebih aktif dan adanya iklim kerja bersaing. g.
Kerjasama anggota pengurus untuk memberikan gagasan dalam penyusunan rancangan program masih sangat terbatas.
h.
Kerjasama anggota pengurus dalam mempercepatkan pendelegasian sesuatu tugas dari pimpinan yayasan masih terbatas
2) Kekuatan :
183 e) Kerjasama staf (anggota pengurus) dengan pimpinan dalam sesuai kegiatan / proyek memudahkan saling membantu f) Kerjasama anggota pengurus dengan pimpinan dalam menciptakan situasi yang kolaboratif dan bukan saling bersaing. g) Sebagian anggota pengurus masih saling mengerti dalam mengembangkan kerjasama terutama sifat-sifat toleransi dan kesabaran. h) Pengurus mempunyai kemampuan (pendidikan) dan pengalaman untuk aktif. 3. Program Kerja Yayasan Primari memiliki bentuk program kerja yayasan merupakan hasil rapat seluruh anggota pengurus dan Badan Pendiri Yayasan sebagai pedoman kerja sesuai akte notaris dengan garis besarnya sebagai berikut : (1) Upaya pencegahan HIV/AIDS dan penanggulangan penyakit menular lainnya ( Malaria, Diare dan Pnemonia); (2) Program kesehatan ibu dan anak; (3) Kesehatan lingkungan melalui peningkatan sanitasi lingkungan dan air bersih. (4) Program Pengembangan sumber daya manusia. Kegiatan pokok tersebut dapat disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang terdapat
pada struktur organisasi dan dijabarkan melalui : pelatihan dan
pendidikan, permasalahan solsial dan peningkatan pendapatan masyarakat. 4. Kepemimpinan Masalah kepemimpinan selalu diperbincangkan orang sepanjang jaman. Oleh sebab itu pendidikan, pengalaman dan wawasan yang lebih luas dari pemimpin Yayasan Primari menunjukkan kepatuhan bekerjasama dengan anggota pengurus dalam menjalankan aturan organisasi. Pimpinan yayasan dengan tingkat pendidikan seorang dokter dan bukan pegawai negeri sipil, yang bergerak dibidang keswastaan. Selama menjadi pimpinan yayasan
terdapat kemajuan
antara lain dalam segi
kemitraan Yayasan Primari dengan instansi teknis terkait dan lembaga-lembaga lain yang memiliki program serupa semakin terjalin baik. Adanya kepercayaan anggota pengurus kepada pemimpin secara formal maupun informal telah melandasi aktivitas kehidupan dari kegiatan yayasan, baik dalam proses pengambilan keputusan , pembagian kerja, pembahasan program maupun dalam perencanaan penganggaran
kegiatan
dan
pengendalian/evaluasi
penggalangan dana kegiatan bagi yayasan.
kegiatan
serta
upaya
184
5. Penggalangan Dana Pelaksanaan kegiatan untuk penggalangan dana pada umumnya dilakukan bersama anggota pengurus dengan penulisan proposal project dan menyampaikan kepada pihak penyumbang dana atau kemitraan. Penggalangan dana dilakukan dengan koordinasi pihak instansi terkait,
seperti bantuan sumbangan dana dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire dan di Jakarta, juga dilakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain di luar negeri seperti dari pihak bantuan kemanusiaan internasional seperti di negara Canada, Belgia, Perancis dan Belanda. Selanjutnya dapatlah dikemukakan pihak penyumbang dana, dapat dilihat pada tabel 9 berikut : Mata Uang Custency 1 USD
: Rupiah : IDR = IDR 9000
Tabel : 9. Hasil Penggalangan Dana Yang Telah Diselesaikan , 1999-2003. No.
Pendana ( Funder )
Masa Proyek ( Project Duration )
1.
AusAID Wat San
Februari
2.
USAID / PATH
3.
Medecins du Monde /France Instansi Pemda
4.
1999 –
Jumlah Anggaran ( Budget amount ) IDR
Rp. 197.500.000
21.944.44
February 1999 – August 2000
Rp
91.065.600
10.118.40
March
April 2001
Rp
266.841.800
29.649.09
May
1999 - April 2002
Rp
67.800.000
7.533.33
May
2002 -
Rp
64.000.000
7.111.11
2000 -
June 2001
Ekuivalen dalam USD ( equivalent in USD )
April
2003
5.
USAID/FHI - ASA
January 2002-Desember 2002
Rp
227.680.000
25.297.78
6.
Canada Fund
January
2002 – January 2003
Rp
109.482.000
12.164.67
7.
Dinas Kesehatan
May
2002 -
Rp
57.349.250
6.372.14
8.
Lainnya ( others)
May
1999 - April
Rp
40.297.230
4.477.47
Rp
1.081.718.650
120.190.96
JUMLAH TOTAL
April 2004 2002
Sumber Data : Kantor Yayasan Primari Nabire , 2005. .
Tabel : 10. Hasil Penggalangan Dana Tahun 2003 - 2004/2005.
185 No.
Pendana
Pengeluaran ( expenses )
Dana Proyek ( Project Fund ) Jumlah Anggaran (Total Budget)
(Funder ) IDR
Ekuivalen USD (equivalent in USD)
Ekuivalen USD
IDR
( equivalent in USD )
Masa Proyek (Project Duration)
1.
Cordaid ( Belanda)
585.500.308.39
65.055.59
1.702.107.502
189,123
2.
Cordaid ( Belanda )
274.502.657.48
30.500.30
455.614.000
50.624
3.
Pemda ( KPAD )
40.000.000,00
4.444.44
4.
Dinkes
34.500.000,00
3.833.33
Januari 2004 (Kerjasama )
25.136.020.00
2.792.89
Februari 2004 (Kerjasama )
959.638.985,87
106.626.55
(Health
Office ) 5.
Perorangan (Individuals)
JUMLAH TOTAL
2.157.721,502
Agustus 2002 – Juli 2005 Februari 2003 – Januari 2005 Januari 2004 (Kerjasama )
239,747
Sumber data : Kantor Yayasan Primari Nabire, 2005
Dalam proses penyampaian proposal poject kepada pihak penyumbang dana, seperti ditujukan kepada instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang memiliki program serupa dengan programYayasan Primari. Dari data tabel 11 menunjukkan hasil pengalangan dana untuk tahun 2003 –
2004/2005 sejumlah
dana Rp 959.638.985,87 terdiri dari dana yang dikelola oleh Yayasan Primari sendiri sebesar
Rp860.002.965.,70. dilaksanakan
dari tahun
2003
-
2005,
merupakan dana bantuan lembaga internasional dari organisasi kemanusiaan yakni Cordaid ( Belanda), seperti terlihat pada tabel 11 tersebut di atas. Penggalangan dana berasal dari instansi pemerintah dan lembaga-lembaga internasional untuk masa proyek 1999 – 2003, sebesar Rp 1.081.718.660,- atau USD 120.190.96 dan untuk tahun 2003 – 2004/2005 pada tabel 11. Untuk penghimpunan modal maka Primari telah
menunjukkan kemampuannya untuk berusaha mengatasi bila ada
masalah yang dihadapinya, walaupun masih adanya pengeluaran serta selalu menggunakan pembukuan atau pencatatan sesuai tugas staf pengurus pembagian kerjanya.
dalam
Kemudian pendana lainnya yakni dari Pemda dalam hal ini
KPAD, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Nabire berjumlah Rp 74.500.000,merupakan dana yang dilaksanakan secara kerjasama, maksudnya dana diatur dengan kegiatan dari yayasan dengan kerjasama salah satu instansi pendana dan dipertanggung jawabannya oleh instansi yang pemberi dana tersebut. Sedangkan sumbangan individual
sejumlah Rp 25.136.020,00 dilaksanakan untuk kegiatan
yayasan. Selain bantuan sumbangan dana tersebut, maka Yayasan Primari juga
186 melakukan usaha-usaha lain serupa bisnis melalui gedung
Prim maupun
kavetaria dan karoke
melalui warnet dan fotokopi
pada
Primata Nabire. Hasil
penggalangan dana melalui “pendanaan proyek” ( project funding) dalam kegiatan tahun 1999 – 2003 telah diselesaikan dalam berbagai kegiatan antara lain : (1) Program pencegahan HIV/AIDS; (2) Program penanggulangan penyakit menular lainnya seperti diare, malaria dan pnemonia.
(3) Kegiatan kelembagaan seperti
anggota pengurus yang mengikuti diklat, lokakarya dan studitur ke Jakarta, Jayapura dan Merauke. (4) Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan di masyasrakat pada dua kelurahan ( foto terlampir). ( 5) Administrasi dan kesejahteraan pengurus yayasan. (6) Fasilitas pendukung kegiatan yayasan. Upaya penggalangan dana untuk tahun 2003 – 2004/2005 telah dilaksanakan juga sebagian , namun masih ada dua proyek yang kegiatan
yaitu :
dilaksanakan sampai
bulan Januari 2005, dengan jenis
Kegiatan penyediaan air bersih
dan sanitasi lingkungan,
pencegahan HIV/AIDS dan penanggulangan penyakit menular lainnya, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan/Puskesmas untuk penyelenggaraan pos – pos kesehatan. 6. Kemitraan Yayasan Primari kemitraan
dalam membuka jaringan kerja ( networking )
merupakan kegiatan utama untuk
atau
memperoleh modal yang dapat
menunjang program kerja yang telah direncanakan
bersama.
Oleh karena itu
kemajuan yang dapat dicatat antara lain makin baiknya kemitraan yang dibangun oleh Primari dengan instansi teknis pemerintah maupun lembaga-lembaga lain misalnya
bantuan dari lembaga-lembaga internasional, yang memiliki program
serupa dengan kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Primari Nabire. Kemitraan Primari dengan lembaga-lembaga internasional khususnya
berkaitan dengan
kegiatan pencegahan HIV/AIDS dan pemeliharaan kesehatan masyarakat misalnya penanggulangan diare, malaria, dan pnemonia
serta peningkatan air bersih dan
sanitasi lingkungan maupun pembangunan rumah Honai
yang berventilasi, dan
peningkatan kelembagaan yaitu peningkatan ketrampilan anggota pengurus. 5.1.4. Profil Pencegahan ODHA Berdasarkan hasil pengamatan lapangan , maka kegiatan
yang telah di
laksanakan oleh yayasan dengan kerjasama KPAD maupun instansi teknis terkait adalah sebagai berikut., Adapun profil kondisi masyarakat dan profil pencegahan
187 ODHA dapat diketahui pada kondisi kegiatan yayasan dan masyarakat, diantaranya yaitu : 1. Pengetahuan. Pengetahuan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis khususnya pada masyarakat suku Mee yang berkaitan dengan
pemahaman tentang pencegahan
HIV/AIDS pada kenyataannya masih kurang ,
maka kegiatan yang dilakukan
Primari adalah sebagai upaya untuk adanya pemahaman masyarakat terhadap bahaya
AIDS terhadap kehidupannya, bahkan diupayakan
dampak AIDS bagi kesehatan masyarakat.
untuk mengurangi
Penyuluhan HIV/AIDS yang bersifat
pencegahan bagi remaja Sekolah Minggu serta pemuda dalam rangka kegiatan Retreat
mini/kamp remaja- pemuda
di halaman gedung ibadah di wilayah
Kelurahan Karang Tumaritis. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2004, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 13. Penyuluhan AIDS Kepada Remaja Dan Pemuda Saat Ikut Retreat Mini Di Halaman Gedung Ibadah Karang Tumaritis, 2005.
Dalam pembinaan tersebut lebih arahkan agar “Generasi Muda lebih aktif dalam bidang keagamaan dan membantu informasi kepada remaja/pemuda yang lain agar tidak terpengaruh kepada hal-hal yang merusak moral.” Dengan pemberian penyuluhan AIDS tersebut, dalam rangka peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya generasi muda , agar tidak mudah terpengaruh pada kegiatan narkoba dan lebih memperhatikan
masa depan anggota
penerus bagi pembangunan
keluarga sebagai generasi
di daerah. Disamping itu juga Yayasan Primari
mengadakan bimbingan dan diskusi tentang pencegahan terhadap diskriminasi dan stigmatisasi kepada tokoh masyarakat dan warga di Balai Kelurahan, agar tidak boleh menjauhkan diri dari ODHA, tetapi sebaiknya
menginformasikan kepada
188 pihak Yayasan atau RSUD untuk perawatan secara intensif, karena obatnya sudah ada, namun masih harganya mahal. 2. Gaya Hidup Pengaruh gaya hidup masyarakat suku Mee khususnya generasi muda diperlukan pembinaan melalui kelembagaan sosial, sehingga lebih memahami dan menghargai nilai-nilai adat komunitas lokal yang dimilikinya. Karena masih terdapat generasi muda suku Mee yang mudah terpengaruh oleh nilai-nilai budaya luar , misalnya pemabukan, miras maupun praktek prostitusi. Untuk itu Yayasan Primari Nabire selalu mengadakan pendekatan-pendekatan masyarakat salah satunya permainan pengembangan media KIE (Komunikasi-Informasi-Edukasi ), seperti dilakukan para siswa SLTP /SMU dan bimbingan kepada pemuda terlihat sedang mengamati gambar dinding masalah AIDS seperti pada gambar berikut.
Gambar 14. Permainan KIE Oleh Siswa SLTP - SMU dan Bimbingan kepada Pemuda, 2005.
Hal ini juga adanya
perubahan sosial dan kemajuan teknologi, inovasi, maka
tatanan hidup masyarakat akan mengalami perubahan
yang sangat tergantung
pada penyesuaian dirinya maupun pengembangan wawasan seseorang. 3. Kesehatan Dan Peran Sosial. Kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh Yayasan Primari yaitu pencegahan penyakit menular lainnya bagi kesehatan masyarakat lewat anakanak sekolah
baik pelajar atau siswa
agar hidup bersih dan sehat. Program
pemberdayaan masyarakat untuk melindungi diri dari penyakit menular termasuk HIV/AIDS dan diare, malaria, pnemonia khususnya pada masyarakat suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis. Pelaksanaan kegiatan ini berlangsung atas kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dan sedangkan Puskesmas menyediakan
189 tenaga fasilitator narasumber dalam pelatihan serta memberikan kontribusi dalam dukungan kegiatan-kegiatan lapangan lainnya. Hal yang sama pula dilakukan oleh Primari bersifat penyuluhan kesehatan kepada remaja perempuan suku Mee
pada
penyuluhan : “ Perempuan dan Masalah
bapak-bapak dan ibu-ibu serta
tanggal 24 Agustus
2004 dengan judul
Kesehatannya.” yang dihadiri ibu-ibu dan
remaja perempuan pada Balai Kelurahan yang dilaksanakan selama kegiatan sehari, seperti gambar berikut.
Gambar 15. Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Ikut Penyuluhan Kesehatan tentang “Perempuan dan Masalah Kesehatannya, “ 2005.
.
Adapun isi penyuluhan kepada masyarakat tentang malaria hendaknya mencakup : o o o o o
Pengenalan tanda-tanda malaria berat Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan sendiri di rumah Kesegeraan berobat ke petugas kesehatan Keputusan minum obat sesuai anjuran dari petugas kesehatan Pencegahan malaria, terutama profilaksis malaria dan cara-cara pemberantasan nyamuk di rumah.
Pencegahan menggunakan kelambu dapat diterapkan mengingat tidak asingnya sebagian masyarakat terhadap cara in. Penerapan hendaknya dimulai dari keluarga yang sudah pernah menggunakan kelambu. Kesegeraan berobat, maka sebagai sarana kesehatan terdekat dan terbanyak dipilih masyarakat suku Mee yakni Puskesmas Karang Tumaritis merupakan sarana yang strategis, untuk program penanggulangan malaria maupun sedikit diarahkan juga pencegahan AIDS bagi ibu-ibu
agar mencegah terjangkit
virus
HIV dengan pemeriksaan darah.
Pengetahuan masyarakat mengenai malaria cukup baik dalam hal menyebutkan penyebab sakit malaria, tanda penyakit malaria dan pencegahan malaria, tetapi masih kurang baik mengenai tanda malaria berat. Menggunakan kelambu adalah salah satu cara yang disebutkan, terbanyak diwilayah dengan masyarakat Jawa ( Kelurahan Bumi Wonorejo) dan proporsi ibu hamil yang minum obat profilaksis
190 malaria sangat sedikit ( antara 2 sampai 3,9 % ). Peranan sosial, yakni masyarakat suku Mee bersama anggota pengurus Yayasan Primari berpartisipasi dalam rangka “Penyediaan Air Bersih” dan Sanitasi Lingkungan di masyarakat pada bulan juli 2000 – 2002 ( terlampir), merupakan proyek dilaksanakan
secara partisipasi
dari
SAS/Aus AID. Kegiatan ini
untuk pengembangan
kesehatan masyarakat.
Sedangkan peran sosial staf (anggota pengurus yayasan) yaitu melakukan kerja sama secara optimal dibidang administrasi maupun kegiatan pencegahan AIDS dan Narkoba di masyarakat. 5. 2. Penguatan Kemampuan Pemahaman Masyarakat 1. Pengetahuan Masyarakat Untuk penguatan kemampuan pemahaman masyarakat tersebut, diperlukan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat, maka Yayasan Primari kerjasama dengan KPAD atau koordinasi kegiatan program pencegahan AIDS dengan instansi tekni atau lembaga-lembaga lainnya untuk melaksanakan pembinaan bagi tokoh masyarakat dan pemuda pada tanggal 20 Januari 2004 dengan pokok bahasan mengenai “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,”serta melalui pustaka mini, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 16. Peningkatan Pengetahuan Untuk Pemahaman Masyarakat Terhadap HIV/AIDS.
Dalam pembinaan tersebut dilakukan acara kegiatan antara lain: ceramah,
dan
diskusi bersama. Pengetahuan masyarakat juga dilakukan melalui brosur atau buku saku pencegahan HIV/AIDS maupun brosur pencegahan diskriminasi dan stigmatisasi,
agar
dilingkungannya,
lebih
banyak
dan bukan
masyarakat
menjauhi
kehidupannya. Dalam penguatan kapasitas
memahami
terhadap
AIDS
para ODHA, tetapi membantu dalam pengetahuan
masyarakat tersebut,
191 termasuk juga dipersiapkan melalui identifikasi calon pendamping atau kader masyarakat
yang nantinya akan mengikuti pelatihan kader masyarakat. Pada
umumnya pengetahuan mengenai masalah HIV/AIDS ternyata hanya sebagian yang memahaminya, namun pada kenyataannya sebagian besar belum memahami masalah HIV/AIDS. Untuk itu melalui pembinaan kemungkinan kegiatan
yang berlanjut adanya
untuk memahaminya, karena masalah HIV/AIDS baru
bersifat
parsial
dan
belum
menyentukan
dilakukan
masyarakat
secara
keseluruhannya. 2. Kepedulian Masyarakat Terhadap HIV/AIDS Kepedulian masyarakat suku Mee terhadap HIV/AIDS harus dimulai anakanak
SD hingga remaja dan pemuda, sehingga lebih memahami apa itu AIDS.
Anak-anak sekolah perlu adanya pembinaan dibidang keagamaan dan peningkatan kemampuan
melalui ketrampilan
dikemudian hari
dapat
yang perlu dimiliki sebagai manusia agar
meraih masa depannya yang
berkualitas.
Untuk itu
kepedulian masyarakat adanya pencegahan terhadap HIV/AIDS, agar anak-anak, remaja dan pemuda merupakan sumber daya manusia yang perlu dipersiapkan pembinaan kemampuan secara menyeluruh dan salah satunya adalah pencegahan dan pembinaan, sehingga tidak terpengaruh pada hal-hal yang merugikan masa depannya, dan mulai dini sejak SD perlu dibina moralnya agar tidak terpengaruh oleh budaya dari luar, tetapi selalu meningkatkan kemampuan, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 17. Kepedulian Pencegahan AIDS mulai dari SD, Pramuka, SLTP/SLTA selaku remaja. 2005.
Dengan demikian dalam sumber daya manusia terkandung dua modal utama yakni modal manusia dan merupakan produk
modal sosial. Kedua modal tersebut sama-sama
sosial, artinya
diperoleh melalui interaksi sosial dalam
192 masyarakat ( Nasdian dan Utomo, 2004 ). Oleh karena itu modal sosial lebih wujud modal manusia dan modal fisik, namun pemahamannya pada “hubungan timbal – balik” antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Berkaitan dengan pengembangan masyarakat suku Mee melalui Yayasan Primari sebagai modal
sosial dalam rangka penguatan
mencegah
HIV/AIDS
kapasitas
anggota pengurus,
untuk
dan juga mengembangkan kemampuannya. Kegiatan
Yayasan Primari melaksanakan
“Kepedulian
Masyarakat
Terhadap HIV/AIDS”
melalui Lokakarya yang dilaksanakan selama 2 hari, yaitu pada tanggal 16 – 17 Oktober 2004, bertempat di SMU Adiluhur Nabire di wilayah Kelurahan Karang Tumaritis. Peserta adalah guru-guru Biologi dan Penjakes SLTP dan SMU/SMK dan jumlah peserta yaitu 10 guru SLTP, 10 guru SLTA dan 1 orang pegawai dari Dinas Kesehatan. Pencapaian dari kegiatan lokakarya tersebut adalah disampaikannya informasi dasar mengenai HIV/AIDS , Kesehatan Reproduksi dan Narkoba kepada guru-guru , serta disusunnya rencana silabus/kurikulum pelajaran SLTP dan SLTA. Hasil dari lokakarya ini ditindaklanjuti dengan penyempurnaan bahan pelajaran, penyusunan buku panduan/bacaan
dan pelatihan kembali kepada guru-guru
pengajar. Kegiatan ini dimulai tahun 2005, pada awal siswa-siswa baru mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa) di SLTP dan SLTA Nabire seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 18. Pencegahan HIV/AIDS Melalui MOS - SMU/SMK, 2005
Apabila diperhatikan kegiatan kepedulian masyarakat terhadap HIV/AIDS terdapat integrasi masyarakat dalam berbagai aspek sangat antusias dalam menambah pengetahuan dan informasi untuk ikut ambil bagian, namun kadangkala mengalami keterbatasan dalam
koordinasi, dana dan tenaga turut berpengaruh terhadap
perencanaan suatu kegiatan. Selain kegiatan kepedulian pencegahan terhadap AIDS pada sekolah-sekolah yang ada, maka Ketua KPAD Nabire berkaitan dengan
193 “Hari AIDS Sedunia “ tanggal 1 Desember 2004 diedarkan brosur dan majalah dinding pencegahan AIDS serta tanggal 29 Nopember 2004, diadakan sosialisasi program kondom 100% di Lokalisasi WTS (Wanita Tuna Susila) maupun ditempattempat PKS (Pekerja Seks Komersial) lainnya,
serta
“dialog interaktif”
dilangsungkan selama 60 menit dari jam 08.00 – 09.00 WIT melalui RRI stasiun regional Nabire. 5. 3. Konflik Sosial Dalam Masyarakat Perkembangan manusia yang sedang mengalami kemajuan dalam suatu perubahan sosial tentu terjadi pertentangan yang selalu dihadapkan pada konflik yang bisa merusak dan merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Konflik menurut Fischer (2001) dimaknai sebagai hubungan antar dua pihak (individu atau kelompok) atau lebih yang memiliki/merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan. Sementara ada pandangan lain mengemukakan bahwa konflik ini pun diartikan sebagai proses sosial membuat pelakunya saling menjauhkan diri
atau proses
issosiatif. Proses ini mencakup persaingan, kontraversi dan konflik. Konflik adalah suatu hal yang nature, pasti terjadi pada semua komunitas dan pada setiap waktu bila terjadi adanya persaingan dalam hal posisi, kepentingan maupun kebutuhan. Sehubungan dengan berbagai pandangan
tentang konflik diatas, maka untuk
“konflik sosial dalam masyarakat “ yang akan diuraikan di sini adalah berkaitan dengan: pemetaan konflik antara ODHA dengan Keluarga dan masyarakat; konflik berkaitan dengan masalah stigma dan diskriminasi melalui perilaku, sikap dan konteks masalah; “pergantian pimpinan kolektikf” di Kelurahan Karang Tumaritis. Selanjutnya konflik keluarga dan masyarakat terhadap ODHA sering muncul isu-isu yang menstigma para ODHA maupun diskriminasi dari masyarakat dan keluarga, kemudian para ODHA pada pertama kali mendengar informasi dari para medis tentang hasil tes darah “positif” , maka merasa tidak percaya karena secara fisik kelihatannya sehat, namun sudah terkena HIV dan mulai rasa sedih, murung, stress. Sebenarnya
tidak mau sampaikan kepada ibunya, tetapi kemudian
disampaikan dan ibunya teruskan dengan ayahnya akhirnya munculah kemarahan dari ayahnya kepada anaknya dan seterusnya menjadi konflik dalam keluarga dan diketahui juga tetangga atau masyarakat disekitarnya. Sebagai contoh
sketsa
gambar konflik ODHA dengan keluarga dan masyarakat yang selanjutnya menjadi isu-isu yang berbentuk stigma maupun diskriminasi dalam kehidupannya selama
194 penyandang ODHA. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambarnya konflik
ODHA dengan keluarga dan masyarakat seperti sketsa gambar berikut
Gambar 19. Pemetaan Konflik Keluarga, dan masyarakat terhadap ODHA
ISU A G
E F B D KELUARGA
H
C
PIHAK LUAR
MASYARAKAT
195
Keterangan : 1. Keluarga
: Anak perempuan ( B ) / ODHA Anak laki-laki (E) Ayah (D ) Ibu (C ) 2. Rumah Sakit : Para Medis (A ) 3. Masyarakat /Pihak Luar ( F, G, H ).
= Keluarga
= ODHA
= Hubungan Biasa
= Bertentangan
Kasus konflik antar keluarga dan masyarakat terhadap penyandang HIV/AIDS, dapat diketahui seperti berikut : (a) Bagaimana pandangan orang dengan HIV/AIDS terhadap
keluarga , masyarakat; kemudian pandangan orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) maupun pandangan perilaku ODHA terhadap diri mereka sendiri.; (b). Sebaliknya pandangan keluarga dan masyarakat terhadap diri orang dengan HIV/AIDS. Semua pandangan tersebut mempunyai hubungan dengan terjadinya konflik antara ODHA maupun keluarga dan masyarakat.
Untuk mengetahui lebih
jauh lagi bagaimana isu-isu konflik sosial yang muncul di dalam masyarakat, maka dapat dipergunakan dua alat bantu analisis yaitu: “Segitiga SPK”, dan “Analogi Bawang Bombay”. Segitiga SPK merupakan alat bantu yang memiliki tiga komponen utama yaitu : Konteks atau situasi, Perilaku mereka yang terlibat dalam konflik, dan Sikap dari masing-masing kelompok dalam menyikapi konflik yang terjadi, kemudian ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Tujuan dari penggunaan alat bantu antara lain : Pertama, untuk menidentifikasi ketiga faktor pada setiap pihak; Kedua, untuk menganalisis bagaimana faktor- faktor tersebut saling mempengaruhi; Ketiga, untuk menghubungkan faktor-faktor dengan berbagai kebutuhan
dan
rasa
ketakutan
masing-masing
pihak;
Keempat,
untuk
mengidentifikasikan titik awal intervensi dalam suatu situasi. Selanjutnya dengan menggunakan alat bantu dapat bermanfaat untuk memperoleh pemahaman yang luas tentang motivasi pihak yang berbeda, dan diakhir suatu situasi konflik untuk mengetahui sejauhmana perubahan dalam suatu aspek ada kemungkinan akan mempengaruhi aspek yang lainnya. Untuk itu dalam konflik antar keluarga, masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS(ODHA) di Kelurahan Karang Tumaritis dapat dilihat pada gambar seperti berikut:
196
SEGITIGA SPK TENTANG KONFLIK KELUARGA, MASYARAKAT DENGAN ODHA DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS DISTRIK NABIRE
c. Ditinjau dari sudut pandang keluarga, masyarakat terhadap ODHA maupun pandangan tentang diri mereka sendiri.
PERILAKU B. Pandangan ODHA Terhadap Keluarga dan Masyarakat: *Perubahan perilaku seks untuk mendatangkan uang *Adanya diskriminasi dalam pelayanan kesehatan *ODHA mengeluh karena obat mahal
Gambar 20.
B
Kebutuhan Pokok: Sosialisasi Dan Pemberdayaan ODHA
A. SIKAP
B. Pandangan Perilaku ODHA Terhadap diri Mereka Sendiri: *Reaksi psikologis saat pertama diketahui . kena HIV merasa murung, putus asa dan stress. *Ingin melakukan pembalasan melalui seks biar orang lain tertular. *Konsultasi medis untuk
C. KONTEKS “Masalah HIV/AIDS terkait
A.Sikap ODHA terhadap diri dengan KEMISKINAN.” mereka sendiri. *Adanya stigma dan pengucilan dari keluarga dan masyarakat. *Rasa takut bila diketahui pengidap AIDS, akan terjadi pengucilan *Ingin membalas dendam untuk menularkan HIV/AIDS kepada orang lain.
Dari sketsa gambar di atas dapat menunjukkan konflik dengan sudut pandang perilaku ODHA terhadap keluarga dan masyarakat dan
sikap ODHA terhadap
dirinya sendiri maupun perilaku ODHA terhadap diri mereka sendiri (keluarga dan masyarakat ). Hal ini mendasari akar konflik adalah konteks munculnya
akan
sebagai ODHA dan isu konflik . Diskriminasi terhadap ODHA dimulai dari keluarga
197 yakni pemisahan barang setelah mendengar betul informasi dari pihak rumah sakit atau penyampaian isu semula. Pemisahan barang seperti pemisahan peralatan makan, tempat tidur, karena keluarga takut tertular penyakit AIDS dan seterusnya.
d. Ditinjau dari sudut pandang keluarga dan masyarakat terhadap ODHA maupun pandangan terhadap diri mereka sendiri :
PERILAKU B. Pandangan Keluarga dan.masyarakat terhadap ODHA :
BB
*Keluarga bereaksi ke ras mengisolir terhadap ODHA. *Keluarga memisahkan peralatan rumah tangga yang digunakan ODHA. *Tetangga dan masyarakat mendiskriminasikan ODHA dalam lapangan kerja.
KEBUTUHAN
A.Sikap keluarga dan masyarakat terhadap diri mereka sendiri :
• •
* Adanya stigma dan diskriminasi kel. dan masyarakat terhadap ODHA. * Masyarakat menghindari kontak /berdekatan bicara dengan ODHA. * Kel. dan masyarakat was -was terhadap penularan AIDS.
Pokok : : POKOK Sosialisasi Sosialisasi dan dan Pemberdayaa Pemberdayaa n ODHA. n ODHA
A
•
B. Pandangan Keluarga dan masyarakat terhadap ODHA :
Keluarga dan masyarakat masih belum banyak tahu tentang HIV/AIDS dan cara penularannya. Kel. dan masyarakat memahami dan merasa malu, bila informasi medis bahwa anggota keluarga terkena AIDS. Keluarga dan masyarakat merasa takut dan khawatir bila mereka tertular AIDS.
C KONTEKS Masalah ODHA terkait Dengan Kemiskinan
Gambar 21.
Mengacu pada potensi konflik antara keluarga dan masyarakat terhadap ODHA tersebut, maka harapan dan kebutuhan dari ODHA mencakup 3(tiga) hal pokok yakni : (1) penerimaan keluarga/masyarakat untuk menghilangkan pengucilan
198 dan diskriminasi dalam lapangan pekerjaan;(2) adanya kemudahan dalam pelayanan kesehatan baik rumah sakit maupun dokter praktek; (3) adanya sarana komunikasi dan konsultasi yang menjembatani sumber-sumber yang mendukung kebutuhan ODHA. Pengaruh konflik yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan maupun posisi masyarakat ikut menggerakkan dalam kehidupannya
konflik agar memperoleh posisi
untuk itu sebagai gambaran dapat dikemukakan
konflik
bawang bombai dapat diketahui dengan menggunakan alat bantu “Analogi Bawang Bombai”. Lapisan terakhir merupakan inti adalah kebutuhan terpenting yang harus dipenuhi atau yang harus diharapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
ANALOGI BAWANG BOMBAY DALAM KONFLIK ANTARA KELUARGA DAN MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS NABIRE
Keluarga dan Masyarakat
Merasa takut dan khawatir tertular HIV/AIDS atas perilaku
POSISI
KEPENTING
Penyandang HIV/AIDS
Perubahan perilaku seks Untuk mendatangkan uang
KEBUTUHA
ODHA.
N Apa yang harus diharapkan
Telah ikuti sosialisasi dan upaya pencegaha n dengan tidak menyinggu ng perasaan ODHA .
SOSIALISASI DAN PEMBERDAYAAN ODHA
Gambar 22. Alat Bantu Bawang Bombai
Adanya penerimaan Dari keluarga dan kemudahan akses pelay anan kesehatan
SOSIALISASI DAN PEMBERDAYAAN ODHA
199
Alat bantu ini dengan analogi bawang bombai dan lapisan-lapisannya. Lapisan luar merupakan posisi-posisi yang dimuka umum yang mudah diketahui dan dilihat pada saat konflik, sedangkan lapisan kedua atau kepentingan merupakan lapisan yang bisa diketahui secara spontan, karena saat terjadi secara spontanitas pada saat itu, kemudian ada kemungkinan bisa muncul lagi, sebab terkait dengan berbagai pihak di masyarakat yang mempunyai marga yang sama.. Analisa bawang bombay dapat digunakan untuk memahami posisi masing-masing pihak konflik untuk daerah Papua terkait dengan marga akan cepat diketahui masalah karena ada unsure kepentingan serta kebutuhan masing-masing dalam situasi konflik, agar mencari titik kesamaan antara keluarga, masyarakat dengan pengidap HIV/AIDS untuk dapat menjadi dasar bagi pembahasan selanjutnya. Selanjutnya konflik yang terkait dengan para ODHA dengan masyarakat pada saat proses pemilihan pimpinan kolektif melalui pembentukan kelompok kegiatan terjadi konflik kedua belah pihak diantara mereka yakni antara tokoh pemuda dengan tokoh masyarakat yang telah lama menjadi isu yang hangat dalam berbagai kegiatan masyarakat. Sedangkan tokoh pemuda dengan agresif menentang pimpinan kolektif sebagai tokoh masyarakat tersebut, mengingat telah dijadikan masyarakat sebagai figur selama bertahun-tahun, sehingga perlu diganti. Isu budaya/historis, yaitu untuk mempertahankan status quo, karena selama ini berusaha membantu masyarakat dalam memperoleh pekerjaan.. Untuk itu dalam situasi potensi konflik, di mana masing-masing pihak mempunyai kesempatan yang sama, namun
ada upaya untuk mencari titik kesamaan diantara kedua kubu
sehingga tidak menjadi pemicu konflik baru lagi. Dengan mengurangi ketegangan antar kedua bela pihak, maka diperlukan dialog perdamaian bersama untuk timbul saling pengertian, dan tercipta interaksi yang harmonis, diantara kedua kubu tersebut. Pada saat proses pemilihan, pihak yang berkonflik yakni terjadi keributan antara tokoh muda dengan elite lokal yang selama ini difigurkan atau diandalkan sebagai tokoh masyarakat yang sudah lama bertahun-tahun. Pengertian konflik itu sendikri menurut Prasodjo dalam Nasdian (2004) adalah “benturan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih yang disebabkan
adanya perbedaan nilai, status,
kekuasaan dan kelangkaan sumber daya”. Pengertian lain dari konflik
menurut
Nasdian dan Kolopaking (2004) adalah “perseturuan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki tujuan, kepentingan, sistem nilai yang tidak berkesesuaian
200 (incompatible)”.
Begitupun juga dengan
pengaruhnya nilai budaya luar yang
mempengaruh suatu komunitas untuk berkonflik pada pergantian pimpinan kolektif. h. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik. Pihak Kelurahan yang merupakan aparat pemerintah dan berperan sebagai fasilitator serta sebagai koordinator tingkat kelurahan dalam pelaksanaan P2KP, yang kurang memperhatikan secara aspirasi masyarakat. Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihak kelurahan dengan warga masyarakat setempat. Kurangnya koordinasi dan transparansi dalam rangka pelaksanaan pembangunan rumah-rumah bencana dan juga kegiatan pembangunan lainnya, seperti tidak cepat mengupayakan pencegahan masalah ODHA untuk didiskusikan bersama warga yang ada. i.
Masalah Inti Konflik. Pelaksanaan pembangunan tidak memperhatikan permasalahan/kebutuhan
warga, yaitu : (1) pembangunan rumah bencana alam tidak selesai. (2) kurangnya ketegasan dukungan terhadap pencegahan AIDS ditingkat
RW/RT. Adanya isu
konflik antara lain “pergantian pimpinan kolektif atau juga konflik yang terjadi berkepanjangan atau konflik laten akibat kecemburuan karena pelanggaran negatif terhadap nilai dan norma yang bertentangan dengan nilai-nilai adat suku Mee. Untuk itu mengenai konflik dapat dikemukakan melalui alat bantu pohon konflik seperti terdapat pada gambar berikut.
201
Pengaruh Luar
EFEK
Nilai
Budaya
Meningkatnya HIV /AIDS
MASALAH INTI Tidak Adanya Kepercayaan P
Aspirasi warga tidak ditanggapi pihak kelurahan
E N Y E B A B
Lurah Tidak selesaikan Masalah Pembangunan Rumah Bencana Alam
Kurangnya Koordinasi
Kurangnya Transparansi
Kurangnya Komunikasi
Diskriminasi dan Stimatisasi terhadap ODHA
Pihak Kelurahan hanya memperhatikan kepentingannya
Gambar 23. Alat Bantu Pohon Konflik Warga Dalam Pergantian Pemimpin Kollektif di Kedlurahan Karang Tumaritis, 2005.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai, status sosial, kekuasaan dan keterbatasan sumber daya yang memang selalu terjadi, ketika sesuatu masalah menyangkut banyak orang. Pembangunan rumah bencana alam
dalam
pelaksanaannya kurang adil dalam pemerataan pembagiannya kepada masyarakat, sehingga menjadi isu yang laten di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti ada warga yang rumah tidak rusak, tetapi mendapat rumah baru, sedangkan ada warga yang rumahnya rusak akibat bencana justru tidak mendapat rumah, di mana
202 letak keadilannya. Isu konflik yang nyata ini ditemui peneliti sewaktu melakukan praktikum ke tiga di Kelurahan Karang Tumaritis , kemudian mendengarkan langsung dari warga setempat. c. Efek Utama Yang Muncul Dari Masalah Inti. Namun
pada
saat mengadakan penelitian dapat diketahui sesuai
wawancara yakni tidak dikerjakan secara swadaya tetapi dikerjakan oleh masingmasing pemilik rumah Peneliti bertanya kepada yang bersangkutan bahwa rumah Bapak mengapa dikerjakan sendiri, katanya : “sekarang Lurah kurang mengadakan pertemuan,” untuk bantuan bencana yakni pada mulanya memang dikerjakan karena adanya pembagian bahan makanan, tetapi setelah tidak ada pembagian bantuan barang, maka pekerjaan pembangunan rumah bencana tersebut tidak diteruskan, sehingga masing-masing keluarga dapat melaksanakan. Efek munculnya pembangunan fisik rumah bencana tersebut tidak dilaksanakan secara bersama dan menjadi tanggungan kepala keluarga. d. Kepentingan Dan Kebutuhan Pihak-Pihak Yang Berkonflik. Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang berbeda antara pihak yang berkonflik dan dapat digambarkan dengan menggunakan matrik. Adapun tujuan
alat bantu tersebut adalah : (1)
memahami berbagai kepentingan dan kebutuhan pihak yang berkonflik; (2) untuk mencari titik kesamaan di antara pihaqk-pihak yangt berkonflik yaitu kebutuhan terciptanya
yang sehat , nyaman dan sejahtera gagal dan tidak membawa
perubahan masyarakat kearah kemajuan. Pergantian pimpinan kolektif yakni Lurah Karang Tumaritis yang baru dimusyawarakan ditingkat kelurahan kemudian diusulkan ke kabupaten untuk ditetapkan sesuai dengan surat keputusan Bupati dan juga berdasarkan kesepakatan tim pemilihan pimpinan kolektif di tingkat bawah yakni dikelurahan. Adanya isu konflik antara lain “pergantian pimpinan kolektif atau juga konflik yang terjadi berkepanjangan atau konflik laten akibat kecemburuan dalam pelanggaran yang negatif terhadap nilai dan norma yang bertentangan dengan nilai-nilai adat setempat, seperti tindakan para ODHA, yang memberikan dampak munculnya diskriminasi dan stigmatisasi dari keluarga dan masyarakat. Sebaliknya elite lokal memandang bahwa para tokoh muda merasa bahwa tokoh muda
masih “ hijau” dan
belum memiliki
pengalaman di masyarakat.
203 Pengkondisian untuk menduduki elite lokal perlu dipimpin elite lokal agar lebih mengetahui kebisaan adatnya untuk mendukung pengembangan masyarakat loka. Dari segi isu sosial, bahwa ego antar kelompok kepentingan dalam masyarakat, terutama
kelompok
yang
pro kepada pihak
“status quo” dan
yang
pro
pembaharuan. Salah satu contoh pada tahun 2005 terjadi konlik antar marga dalam rangka pemilihan Lurah Karang Tumaritis yang baru yaitu Bapak Lurah Daniel Gobai adalah tokoh yang dijagokan dari masyarakat suku Mee, namun dari sisi generasi muda sementara menjagokan Lurah baru dan konflik ini menjadi ramai disebabkan pimpinan kolektif baru terdapat dua calon, namun satu yang terpilih melalui kesepakatan tim pemilihan. Pengkondisian
untuk menduduki elite lokal
perlu dipimpin elite lokal agar lebih mengetahui kebisaan adatnya untuk mendukung pengembangan masyarakat lokal. Dari hasil tim pemilihan akan diusulkan ke Kantor Bupati untuk dibuat Surat Keputusan Bupati. Konflik sosial sering terjadi masyarakat
suku Mee
pada
di Kelurahan Karang Tumaritis, pada saat pemilihan
pimpinan kolektif dan bisa menjadi konflik laten yang terjadi pembayaran satu sama lainnya. Sebaliknya pimpinan informal jarang terjadi karena tergantung pada status seseorang dari nilai-nilai adat dari komunitas lokal tersebut. Konflik yang terjadi antara kedua tubu tersebut akhitnya dapat diselesaikan secara damai dan tokoh generasi muda yang terpilih menjadi lurah yang baru di Kelurahan Karang Tumaritis, dan akan disampaikan lebih lajut melalui prosedur kerja pemerintahan untuk selanjutnya ditetapkan surat keputusan dari Pemerintah Daerah. Kemudian hasilnya terakhir sebagai Lurah Karang Tumaritis baru adalah Karel Dawapa. Karena sifat in group sangat kuat, muncul perbedaan pendapat yang masing-masing mempertahan status sosialnya, sebagaimana terlihat pada tabel berikut. Tabel 11.: Matriks Kepentingan Dan Kebutuhan Pihak Konflik Tentang Pergantian Pimpinan Kolektif di Karang Tumaritis - Nabire. Elite Lokal Posisi : Apa yang dikatakan tentang yang diinginkan. • Tidak perlu membentuk kelembagaan baru • Tokoh lama yang berpengalaman perlu menjadi pimpinan kolektif. • Tokoh muda dianggap masih hijau dan belum berpengalaman yang lua
Tokoh Muda
Posisi: Apa yang dikatakan tentang yang diinginkan. 10.
Kelembagaan baru diperlukan sesuai dengan arah pengembangan masyarakat 11. Tokoh lama dianggap berpengalaman, nam un masih ada catatan kurang baik., 12. Siapapyun yang terpilih menjadi pimpinan kolektif , yang penting aspiratif, kreatifr, inovatif dan memiliki komitmen kuat kedepan
204 tentang keluarga kurang mampu
Kepentingan:
Apa
yang
sebenarnya
Kepentingan:
diinginkan
•
2.
Memanfaatkan tokoh yang berpengalaman Mendayagunakan kelembagaan yang sudah lama
•
3. 4.
5.
Kebutuhan : Apa yang seharusnya dimiliki.
•
Apa yang sebenarnya diinginkan. Transparansi dan demokrasi dalam proses pemilihan pimpinan kolektif Memberikan proses pembelajaran kepada keluarga kurang mampu. Memberi kesempatan kepada yang punya komitmen ke depan untuk mengembangkan masyarakat tanpa memandang status sosial Membentuk kelembagaan baru yang bertumpu pada pengembangan kelompok
Kebutuhan: Apa yang seharusnya dimiliki.
Sarana untuk mengentaskan keluarga kurang mampu
• • •
Keluarga kurang mampu yang berdaya Keluarga kurang mampu punya asset untuk mengakses sumber modal Kelembagaan yang kuat dibangun secara aspiratif dan demokratif dari bawah.
Adanya kecenderungan ini , menurut Bapak Edy Tebay, S.Sos, selaku tokoh masyarakat mengatakan , bahwa masalah konflik perlu memperhatikan : adanya upaya perbedaan pendapat pada suku Mee di Kelurahan Karang Tumaritis Nabire, bila terjadi konflik maka bisa akan terjadi konflik laten antar marga. Oleh sebab itu bila ada suara terbanyak bisa pimpinan kolektif yang dijagokan itu yang terpilih.
VI. RENCANA PENCEGAHAN ODHA MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN Sebagaimana yang dengan
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud
penguatan kapasitas yayasan
menggambarkan serangkaian tindakan guna
merupakan suatu
kegiatan untuk
mengembangkan kapasitas anggota
pengurus yayasan dalam peningkatan ketrampilan kerja dibidang program dan administrasi , restrukturisasi organisasi atau memperbaiki struktur organisasi serta
205 pendelegasian tugas dan wewenang lebih banyak, penyusunan rancangan program maupun pengembangan jaringan kerja. Berkaitan dengan pokok-pokok pikiran dan pengamatan
lapangan
menggambarkan
tersebut,
serangkaian
maka
Capacity
tindakan
mulai
Building dari
adalah
untuk
mengembangkan
kapasitas/kemampuan manusia secara langsung , restrukturisasi organisasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat. . Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang secara efektif dan efisien. Untuk itu ada tiga elemen yang mendukung dalam penguatan kapasitas yaitu : 1.
Meningkatkan kemampuan individu dalam
pengetahuan, keterampilan dan
sikap. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Sehubungan dengan pandangan tersebut di atas, maka dalam penguatan kapasitas
yayasan, lebih diperhatikan
pengembangan yayasan dalam hal in
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan staf (anggota pengurus) serta peningkatan organisasi kedepan yaitu perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat agar kinerja anggota pengurus lebih aktif diberbagai aktivitas yayasan untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Didalam penguatan kapasitas kelembagaan , dalam hal ini penguatan kapasitas yayasan memerlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang terwujud dalam kepercayaan tugas atas pekerjaan yang dilaksanakan, kerja sama anggota pengurus, perubahan perilaku dan efisiensi
kegiatan dalam mendukung
pengelolaan organisasi yang diharapkan. Dengan demikian proses administrasi
dan aktivitas organisasi lainnya
dapat berjalan secara efektif mungkin untuk memperkuat yayasan Primari, seperti semangat bekerja sama, komunikatif dan aktif kehadirannya untuk menyelesaikan pendelegasian tugas dan wewenang yang dipercayakan pimpinan kepadanya. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan kerja meningkat , disiplin meningkat, pergaulan yang lebih akrab, pengawasan fungsional yang efektif dan ingin
belajar terus memberikan yang terbaik bagi kemajuan
organisasi. Untuk penguatan kapasitas yayasan, maka lebih diperhatikan untuk
206 pengembangan yayasan adalah dalam perubahan perilaku individu
anggota
pengurus, organisasi dan pelaksanaan kegiatan terhadap pelayanan sistem masyarakat
yang sangat unik. Berkaitan dengan peningkatan kinerja
anggota
pengurus dalam mencapai tujuan organisasi yang secara efektif dan efisien. Maka kerja sama pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga lainnya untuk pengembangan masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis ,dengan sendirinya proses administrasi dalam aktivitas organisasi perlu adanya kerja sama untuk memperkuat lembagalembaga sosial di komunitas lokal. Begitupun juga Yayasan Primari perlu mengikut serta anggota pengurusnya melalui pelatihan atau kursus ketrampilan dari instansi pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan keterampilan kejuruan dalam rangka peningkatan kemampuan individu yaitu staf ( anggota pengurus),
agar memiliki
pengetahuan dan keterampilan kerja yang diharapkan maupun sikap budaya kerja sama dengan organisasi/yayasan yang telah maju secara mandiri, atau juga ke luar daerah seperti ke daerah lainnya dalam rangka peningkatan mutu kerja lebih baik. Sehubungan dengan uraian di atas, maka menurut Eade, 1997: 2-3 yang dalam Nasdian dan Utomo ( 2004: 16), dikatakan bahwa : “ pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan di mana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.” Jadi sementara terdapat kapasitas dasar tertentu sosial, ekonomi, politik dan praktek) di mana pembangunan itu bergantung , juga mencari dukungan organisasi untuk bekerja demi keadilan sosial yang berkelanjutan.”
Dari pandangan tersebut, maka Yayasan Primari perlu peningkatan jaringan kerja ( networking ) atau kemitraan yang ada dalam koordinasi kegiatan dan melalui kerjasama tersebut ataupun juga
pendekatan lembaga-lembaga
lain yang
menyelenggarakan ketrampilan kejuruan, untuk peningkatan keterampilan kerja staf (anggota pengurus) yayasan dalam rangka pengembangan organisasi atau yayasan yang ada.
6.1. Penguatan Kapasitas Yayasan Sesuai pandangan penguatan kapasitas yayasan lebih efektif dan efisien, hanya terletak pada
keaktifan
pengurus yang mampu dan terampil, agar
melaksanakan tugasnya baik administrasi maupun upaya pencegahan ODHA dan penyakit menular lainnya
dalam rangka pengembangan masyarakat. Untuk
207 menunjang kapasitas yayasan tersebut, maka dapatlah dikemukakan pembahasan mengenai : kapasitas penyusunan rancangan program, kapasitas pengembangan jaringan kerja (networking ), untuk meningkatkan pengetahuan dan
kepedulian
masyarakat mengenai orang dengan HIV/AIDS atau ODHA di Kelurahan Karang Tumaritis khususnya, maupun masyarakat umumnya di Kabupaten Nabire. 6.1.1. Penyusunan Rancangan Program Pelaksanaan penyusunan rancangan program berbagai teknik
dan strastegi
yayasan sangat dibutuhkan
yang merupakan ketrampilan seseorang
untuk
mempengaruhi orang lain atau semua peserta rapat pertemuan dalam melakukan kerjasama , diskusi, tanggapan/penyampaian pendapat yang menunjang dalam rumusan kegiatan dari suatu
penyusunan program. Pada saat rapat pertemuan
pengurus yayasan, seperti terlihat digambar tersebut, dapat dimulai dengan tanda tangan daftar hadir,
setelah itu dilangsungkan dengan
penyampaian laporan
tahunan kerja selama periode tahun anggaran 2003/2004 yang telah dilaksanakan dan laporan keuangan serta evaluasi kegiatan dan ditanggapi tingkat kesulitannya.
Gambar. 24. Penyampaian Laporan Tahunan Serta Pembahasan Dan Penyusunan Rancangan Program 2005.
Dalam pelaksanaan penyusunan rancangan program yang berkaitan dengan visi dan misi yayasan serta informasi data lapangan yang diperoleh dari masyarakat maupun perencanaan kegiatan program yang akan dilaksanakan, maupun kegiatan program yang belum ada realisasi kegiatannya mengingat keterbatasan dana dan waktu, sehingga perlu direncanakan ulang
untuk tahun anggaran berikutnya.
Kemudian baru diadakan pembahasan dan penyusunan rancangan program kerja baru secara bersama. Untuk penyusunan program tahun anggaran 2004/2005 tersebut, ternyata yang hadir hanya sebagian akan mempengaruhi ketidaktahuan
208 dan pemahaman secara bersama dalam proses pelaksanaannya. Adapun kegiatankegiatan program yang direncanakan pengurus Yayasan Primari antara lain : a. Program Pencegahan HIV/AIDS. 1) Menjalankan kegiatan komprehensif untuk pencegahan AIDS pada kelompok tertular, meliputi : konseling/tes sukarela serta perawatan dan dukungan bagi ODHA, termasuk kegiatan bantuan ARV (Antiretroviral). 2) Kemitraan dengan KPAD untuk melaksanakan program 100 % di lokalisasi WTS
dan
ditempat-tempat
hiburan
serta
memberi
dukungan
untuk
pelaksanaannya, termasuk program pemasaran sosial kondom pada kelompok berisiko tertular, dan malam renungan AIDS Nusantara di Nabire. 3) Menerapkan program lanjutan pendidikan kesehatan reproduksi HIV/AIDS, terutama melalui kurikulum sekolah di Nabire dan di Enarotali. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan yang sedang berlangsung dari Cordaid (organisasi kemanusiaan dari Belanda). 5) Menyelenggarakan agenda rutin kegiatan kampanye HIV/AIDS melalui publikasi keliling, brosur, sablon kaos dan kegiatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2005. b. Program Penyakit Menular Lainnya. Melanjutkan proyek yang sedang dilaksanakan atas bantuan dana Cordaid untuk penanggulangan penyakit menular lainnya seperti
diare, malaria dan
pnemonia di Nabire dan Paniai, dengan kegiatan antara lain : Pos Obat Desa, Cegah penyakit lewat anak sekolah, Honai berventilasi, kelambu celup, pencegahan malaria oleh kader masyarakat dan petugas penyuluh, studi pengumpulan data, dan pengembangan media KIE yang lebih intensif. c. Program Diklat Kelembagaan. Program diklat kelembagaan yakni peningkatan ketrampilan Staf dalam bidang program dan administrasi/manajemen organisasi serta ketrampilan kerja di lapangan dalam rangka pengembangan masyarakat, melalui : a) On the job training, penulisan proposal, laporan, pembekalan kunjungan lapangan, ketrampilan komputer dan bahasa Inggris. b) Mengikuti diklat di luar organisasi dan
memperbanyak
kepustakaan
berkaitan
dengan
program
209 pencegahan/penanggulangan. c) Memperbaiki struktur organisasi yayasan maupun
menerapkan peraturan kepegawaian
tentang tertib pekerjaan dan
personal yang bertanggung jawab. d) Pendelegasian tugas dan wewenang lebih banyak dan lebih jelas. d. Program Upaya Penggalangan Dana. Dalam pelaksanaan program upaya penggalangan dana, yang akan dimanfaatkan Yayasan Primari untuk : (a) memperbaiki pengelolaan Kafe Prim, usaha fotokopi dan sablon primata. (b) menyusun proposal kegiatan untuk diajukan/diusulkan
kepada
lembaga-lembaga
pendana/penyumbang
dana
dalam rangka pencegahan AIDS dan penanggulangan penyakit menular lainnya.
6.1.2. Pengembangan Jaringan Kerja Dalam pengembangan jaringan kerja sangat diperhatikan lebih utama dari yayasan untuk menunjang kegiatan organisasi maupun administrasi serta pelayanan masyarakat. Adanya keterbatasan kemampuan di dalam menjangkau akses pada jaringan kerja,
dapat menyebabkan anggota pengurus tidak menyelesaikan
pendelegasian tugas
dari pimpinannya. Sesuai hasil wawancara
dan diskusi
mendalam dengan anggota pengurus yayasan untuk kemungkinan menghadapi kesulitan
goncangan ekonomi dan anggota pengurus yang kurang mampu
berperan. Untuk pengembangan jaringan kerja, maka yayasan menggunakan Kerjasama, dan Strategi Jaringan, agar anggota pengurus berperan lebih optimal dalam setiap pengambilan keputusan. Kerjasama atau partisipasi anggota pengurus yayasan untuk meningkatkan kesatuan dan partisipasi dalam aktivitas organisasi dalam mengembangkan iklim kerja yang kreatif dan menguntungkan pengembangan jaringan kerja baik informal dalam administrasi yayasan maupun secara formal dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya.
Oleh karena itu
yayasan ini berupaya membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak sebagaimana yang diutarakan sebelumnya dalam rangka menghubungkan kerjasama baik dalam jarak dekat atau dengan wilayah yang jauh maupun dalam waktu sesaat ataupun jangka waktu yang cukup lama. Untuk itu pihak yayasan mengadakan
jaringan kerja
dalam
bidang
biksnis ekonomi maupun jaringan
dalam meningkatkan SDM pengurus yayasan , tetapi yang penting dalam jaringan
210 kerja pada hakekatnya adalah memajukan aktiviktas yayasan dan meningkatkan mutu
sangat diperhatikan untuk mendukung keberlangsungan dari yayasan
tersebut. Pengembangan jaringan kerja dilaksanakan sebelum kegiatan dilakukan atau juga selama pelaksanaan kegiatan sedang berlangsung, dan kemajuan yang dicapai Yayasan Primari Nabire dalam jaringan kerja
pada masyarakat lokal baik
antar instansi maupun organisasi kemanusiaan internasional pada beberapa negara yang saat ini dapat bekerjasama semakin baik dan untuk lebih jelasnya , seperti gambar
jaringan berikut. Pengembangan jaringan kerja
bagi yayasan tersebut
semakin baik dan di mana wujudnya yakni terjadi adanya penyumbang sumber dana baik dari instansi teknis di daerah seperti Dinas Kesehatan Kabupaten dan KPAD ( Komisi Penanggulangan AIDS Daerah) maupun P:emerintah Daerah Propinsi Papua
yang selama
jaringan kerja dengan waktu sebelumnya cukup
membantu yayasan tersebut. Selanjutnya yayasan ini juga dapat membuat beberapa proposal project dan melayangkan ke luar negeri kemudian mendapat jawaban positif dengan melakukan kerjasama dibidang kesehatan, khususnya bantuan dan pencegahan
masalah sosial HIV/AIDS serta memberikan bantuan
prasarana lainnya seperti
penyediaan
peningkatan
prasarana dan sarana air bersih, yang
selanjutnya dilakukan pada dua lokasi yaitu Kelurahan Kaliharapan dan Karang Tumaritis. Oleh sebab itu, menurut Jumayar Marbun, ( 2003: 47), pengembangan jaringan kerja (net working) adalah suatu strategi jaringan untuk menjalin relasi guna memberoleh bantuan baik secara informal maupun secara formal dari pihak lain ( misalnya teman, tetangga dan sanak saudara lainnya). Berkaitan dengan itu maka yayasan ini telah banyak menjalin kerja sama misalnya dengan pihak Perdhaki Pusat di Jakarta sehingga mengikutkan
anggota pengurus dalam kegiatan
lokakarya mengenai : Results Base Management, selama 5 (lima ) hari di Jakarta tahun 2003. Pengembangan jaringan kerja dilakukan menyangkut pelatihan keterampilan, lokakarya, studitur baru dilaksanakan atau dilibatkan pengurus yayasan hanya terbatas pada pimpinan yakni Direktur, dan manajer sedangkan staf (anggota ) belum ada yang ikut dan hal tersebut akan mempengaruhi kinerja dan motivasi kerja yang kurang efektif.
211
BAGAN PENGEMBANGAN JARINGAN KERJA YAYASAN PRIMARI
LMBG INTER
DYS PMD / KPAD
M A-U
DINKES / DINKESOS
SAL S-Ku MP
SP
MP
PL
SA
SA
MP
SP
PL
SP
PL
KETERANGAN : Lembaga-Lembaga Internasional ( Penyumbang Dana )
Pemda / KPAD & Instansi
Terkait (Penyumbang Dana)
Manajer Administrasi/Usaha & Manajer Program Staf Keuangan ( S-Ku )
212
Staf Adm ( SA ) & Staf Adm / Logistik ( SAL ). Dan Staf Program (SP) & Petugas Lapangan (PL)
DYS = Direktur Yayasan; MP = Manajer Program; MA -U (Manajer Admn. Dan Usaha)
Gambar 25 : Pengembangan Jaringan Kerja Yayasan Primari, 2005.
Kerjasama ini pertama, untuk optimal dalam arti efektif dan pengerahan sumber daya organisasi dalam menyelesaikan tugas administrasi serta kerjasama dalam pembuatan proposal project serta menyempurnakan koordinasi dengan cara proses kerja di antara anggota pengurus ; kedua, untuk memenuhi kepentingan pelanggan dalam jaringan kerja, agar menghasilkan sesuatu yang bermutu yakni penyumbang dana . Strategi Jaringan yaitu menjalin relasi baik secara informal di antara anggota pengurus
dengan para manajer masyarakat
memperoleh bantuan maupun
secara formal dengan
suku Mee
atau untuk
lingkungan kelembagaan
lainnya sebagai penyumbang dana dan kerjasama dalam program. Pengembangan jaringan kerja organisasi
pengurus Yayasan Primari
baik secara informal dalam aktivitas
maupun secara formal dengan instansi pemerintah
lembaga lainnya
untuk penguatan
kapasitas
dan lembaga-
yayasan dalam berbagai aspek
kegiatan. Pengembangan jaringan kerja ini telah berlangsung sejak beberapa tahun sebelumnya, dan tetap berlanjut antara lain dalam bidang ekonomi misalnya dalam penggalangan dana sebagai modal kerja dari yayasan maupun dibidang pendidikan seperti pencegahan HIV/AIDS bagi pelajar SD, siswa-siswa SLTP dan SLTA.
6.2. Analisis Masalah dan Kebutuhan 6.2.1. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Yayasan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan yayasan terdiri dari faktor pendorong dari dalam dan faktor penghambat dari luar. a. Faktor Pendorong Dari Dalam Faktor pendorong dari dalam yaitu adanya keinginan yang kuat untuk peningkatan kesejahteraan anggota dan
kesepakatan
anggota pengurus yayasan untuk bersedia mengabdikan dirinya
bersama
dari semua
dengan tekun berusaha untuk
dalam melaksanakan pekerjaan yayasan sebagai
tugas
213 panggilan kemanusiaan untuk saling membantu satu sama lainnya dalam melayani masyarakat sesuai dengan kesepakatan bersama, yang dinyatakan pada hari Rabu tanggal 19 Mei tahun 2004, melalui suatu “Rapat Tahunan,” dengan tempat rapat
di Kantor
Yayasan Primari Nabire.
Sehingga
anggota pengurus
tidak
merasa bosan bila tugas yang dilaksanakan tersebut bukan merupakan paksaan, tetapi merupakan suatu kewajiban sesuai dengan
pernyataan
“Kesepakatan
Bersama.” Selain kesepakatan bersama, juga berkaitan pula dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Primari serta tata tertib yayasan.
Untuk
kerja
itu “kesepakatan bersama,” merupakan nilai dan
modal sosial yang sebagai faktor pendorong dari dalam perlu diresapi hati sanobari setiap anggota pengurus yayasan, dengan jenis kesepakatan bersama yaitu : “Pada hari ini rabu tanggal 19 bulan Mei tahun 2004 bertempat di Kantor Primari Nabire jalan tugu girimulyo nabire dengan menyepakati bersama hasil Rapat Tahunan LSM Primari Ke V antara lain : (1) Meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajiban masing-masing. (2) Menyeimbangkan hak -hak dan kewajiban dalam bekerja, dengan peraturan kepegawaian dan mengacu kepada AD dan ART, Operaturan Kepegawaian dan Tata Tertib Bekerja di Kantor. (3) Menerapkan struktur organisasi yang baru dan menjalankan konsekwensi dari perubahan-perubahan lain yang dihasilkan dari Rapat Tahunan. Demikian “kesepakatan bersama” ini kami buat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun.”
Faktor pendorong
tersebut merupakan nilai kebersamaan untuk meningkatkan
kegiatan yayasan dalam menekuni tugas sesuai visi dan misi yayasan, yang pada kenyataannya baru disepakati pada tahun 2004, sedangkan bila diperhatikan secara bersama, bahwa yayasan ini sudah berlangsung sejak tahun 2000, namun baru dibuat pernyataan kesepakatan bersama, yang selanjutnya sebagai faktor pendorong dari dalam diri anggota pengurus, kemudian ditanda tangani bersama di atas lembaran kesepatan tersebut. b. Faktor Pendorong dari luar Faktor pendorong dari luar yakni berupa dukungan moril dari masyarakat dan pemerintah daerah atau pihak KPAD Nabire, menilai dan mengatakan bahwa Yayasan Primari Nabire merupakan suatu organisasi sosial / LSM yang banyak bergerak pada kegiatan HIV/AIDS , karena lebih banyak membantu masyarakat menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan
yang
menolong
masyarakat
dibidang
214 kemanusiaan dan kesehatan masyarakat. Hal itu dikemukakan oleh salah seorang tokoh masyarakat yakni Bapak GL. Goo, sewaktu pelaksanaan diskusi bersama, antara lain sebagai berikut : “Yayasan Primari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang saat sekarang banyak bergerak dibidang kemanusiaan dan kesehatan masyarakat khususnya lebih banyak menangangi masalah sosial HIV/AIDS menolong masyarakat yang khususnya menderita AIDS , sehingga kami masyarakat suku Mee sangat mendukung pekerjaan yang dilakukannya, namun sering mengalami iketerbatasan dana pendukung dalam pelayanan masyarakat tersebut, maksudnya bila ada dana yang memungkinkan, maka akan masyarakat bersama yayasan melakukan kerjasama dalam pencegahan narkoba dan HIV/AIDS ” Antusias masyarakat sangat besar kepada yayasan tersebut karena selain bergerak dibidang HIV/AIDS juga membantu masyarakat untuk penanggulangan penyakit menular lainnya seperti malaria, diare dan pnemonia maupun kegiatan sanitasi lingkungan misalnya penyediaan air bersih. Yayasan Primari merupakan suatu organisasi sosial di masyarakat
secara mandiri dalam berbagai kegiatan
pengembangan masyarakat. 6.2.2. Faktor Penghambat Yang Mempengharuhi Keberlangsungan
Yayasan
Faktor penghambat dapat berasal dari dalam maupun faktor penghambat dari luar yayasan, antara lain meliputi : a. Faktor Penghambat Dari Dalam Faktor penghambat dari dalam yakni sebagian anggota pengurus yayasan terdiri dari anggota pengurus lama yang dulunya sebagai pendiri yayasan tersebut, sehingga
telah memiliki berbagai pengalaman dalam berorganisasi. Sedangkan
anggota pengurus lainnya sebanyak 10 orang adalah anggota baru yang belum berpengalaman dalam organisasi, yang dalam perkembangan kegiatan terdapat kinerjanya masih rendah sehingga mereka perlu mengikuti pendidikan dan latihan untuk menambah keterampilan mereka. Hasil wawancara diperoleh dari Direktur Yayasan Primari Bapak Linggawijaya mengatakan sebagai berikut : “tenaga kerja sebagai anggota pengurus baru yang bekerja selama 3 tahun mengalami keterlambatan dalam pekerjaan, hal tersebut disebabkan oleh belum mengikuti sesuatu pelatihan dibidang administrasi, sehingga dalam melaksanakan sesuatu tugas yang dipercayakan, kadang-kadang tidak selesai suatu pekerjaan yang tertunda, dapat menghambat jadwal kegiatan yang telah direncanakan dan juga prasarana dan sarana yayasan belum memadai.”
215 Faktor penghambat tersebut ,kadang-kadang anggota baru kurang disiplin dalam pekerjaannya yang menyebabkan penundaan waktu kegiatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor penghambat dari dalam yaitu anggota pengurus yang kurang disiplin, maksudnya mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas administrasi kurang terampil seperti keuangan dan pengarsipan
kesulitan dalam pengelolaan administrasi
surat masuk atau surat keluar masih kurang tertib.
Faktor penghambat lain yaitu sebagian anggota pengurus yang belum terampil dalam mengoperasionalkan komputer secara efektif atau SDM sebagian anggota pengurus masih rendah. b. Faktor Penghambat Dari Luar Faktor penghambat dari luar antara lain yayasan ini belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap misalnya kendaraan roda empat baru satu buah yang belum mencukupi volume pekerjaan bersifat pelayanan masyarakat. Hal ini sering menyebabkan sebagian anggota pengurus kurang aktif. Kemudian disebabkan juga “masalah transportasi” seperti tempat tinggal sebagian anggota pengurus mempunyai jarak dengan kantor yayasan sekitar tiga sampai empat kilo. Sedangkan sebagian anggota lainnya tempat tinggalnya masih berdekatan dengan kantor yayasan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil wawancara kepada manajer program
mengatakan bahwa : “sebagian anggota pengurus kadang-kadang kurang aktif, disebabkan oleh yayasan ini belum memiliki sarana transportasi untuk membantu saudara-saudara anggota pengurus tempat tinggalnya jauh, mengakibatkan sering tidak masuk kantor dan kadang-kadang datangnya terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan juga agak terhambat pekerjaan lainnya, menyebabkan tertunda rencana kegiatan.” Untuk itu menurut informasi pimpinan yayasan bahwa pada tgahun 2006 akan terjadi perubahan pengurus struktur baru sesuai dengan apa yang dikatakan: the right man on the right place, yakni orang bekerja sesuai dengan skill atau keahliannya masingmasing dalam satu kesatuan yang lebih efektif.
6.2.3. Analisis masalah-masalah yang berpengaruh terhadap rendahnya penguatankapasitas yayasan
216 Dari hasil
pertemuan dengan pimpinan yayasan dan manajer program
maupun mengikuti kegiatan pertemuan yayasan dalam rangka evaluasi kegiatan yang sedang berlangsung selama tiga bulan maupun rencana kegiatan pada bulan berikutnya, dapatlah diidentifikasi permasalahan yang dihadapi yayasan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan pihak yayasan telah teridentifikasi permasalahan yang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya , namun perlu dipertegaskan kembali diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Masalah yang berkaitan dengan kapasitas individu, meliputi : Rendahnya pengetahuan dan keterampilan dapat mengakibatkan : (1) kepercayaan tugas dalam pendelegasian pekerjaan tidak diselesaikan
(2)
Kemampuan kerjasama diantara individu belum ditumbuhkan. (3) Perilaku kerja dari sebagian staf (anggota pengurus) kurangnya cepat komunikatif yang sering terhambat kegiatan. Dari hasil wawancara terhadap petugas lapangan , rendahnya pengetahuan dan keterampilan akibatnya: (1) Kurang lancar dalam menyampaikan laporan kegiatan. (2) Kurang akurat data dalam pelaksanaan di lapangan. b. Masalah yang berhubungan dengan kapasitas kelembagaan, meliputi : Terbatasnya
pengetahuan
dan
pengalaman
anggota
pengurus
dalam
berorganisasi. menyebabkan : (1) Kurangnya cepat bertukar informasi tentang cara kerja
atau
tidak
belajar
dari
teman
sekerjanya.
(2)
kurang
cepat
mengoperasionalkan sarana komputer yang tersedia dan juga komputer masih terbatas. (3) Prasarana dan sarana
yang masih terbatas dapat mempengaruhi
aktivitas yayasan seperti : komputer terbatas, sarana transportasi masih kurang dan komplek perumahan belum memadai.
(4) Rencana restrukturisasi organisasi
yayasan belum dilaksanakan, sehingga masih terjadi pelaksanaan tugas tidak sesuai dengan fungsinya dan juga mudah terjadi tumpang tindih tugas karena waktu kegiatan yang mendesak. (4) Belum menerapkan peraturan kepegawaian yayasan, akibatnya masih sering terjadi anggota pengurus yang menunjukkan tidak disiplin dan
komunikasi interfnal
sering terhambat
dalam keaktifan
pekerjaan. c. Masalah terkait dengan kapasitas masyarakat, meliputi:
melaksanakan
217 Kurang efektifnya dalam penguatan kapasitas yayasan untuk melaksanakan pencegahan ODHA di masyarakat, terdapat berbagai masalah yaitu : 1). Lingkungan keluarga;
Dalam lingkungan keluarga yaitu : (1) kurangnya
sosialisasi pencegahan AIDS dan penanggulangan penyakit menular lainnya. (2) kurangnya bimbingan perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga. (3) kurangnya pembinaan keagamaan kaitannya dengan ODHA dan HAM. 2). Lingkungan Sekolah; Kegiatan pencegahan di lingkungan sekolah : (1) kurangnya pencegahan AIDS bagi pelajar dan siswa di sekolah. (2) kurangnya peningkatan pengetahuan kesehatan dan reproduksi kaitannya dengan narkoba, dan AIDS melalui kurikulum pendidikan sekolah. 3). Lingkungan
Masyarakat; Selanjutnya permasalahan HIV/AIDS yang semakin
meningkat karena : (1) Kurangnya partisipasi kampanye publik AIDS, seperti : penerangan keliling di wilayah perkotaan;
penyebaran
majalah dinding AIDS
melalui media umum; sandiwara radio dan langeng suara lewat radio pemerintah setempat. (2) Kurangnya kepedulian masyarakat dalam peningkatan pencegahan diskriminasi dan stimatisasi terhadap ODHA di RW dan RT. (3)Terbatasnya kader masyarakat untuk kegiatan konseling AIDS bagi keluarga. Berdasarkan faktor penghambat dari dalam serta faktor penghambat dari luar, menyebabkan yayasan berbasis masyarakat sampai saat ini dilihat tidak berkembang secara baik dan cenderung semakin menurun aktiviktasnya. Sumber munculnya masalah dalam yayasan adrendahnya pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus yang meliputi kurangnya kepercayaan tugas atas pekerjaan yang tidak diselesaikan, kerjasama yang semakin lemah,
perilaku sebagian anggota
pengurus yang kurang disiplin. Bila dikaitkan dengan meningkatkan kemampuan individu , maka perlunya peningkatan keterampilan bagi anggota pengurus, agar pelaksanaan kegiatan akan lebih efektif sesuai dengan rencana yang diprogramkan.
6.2.4. Analisis Pemecahan Masalah Tahap yang dilakukan bersama yayasan dan masyarakat untuk menganalisis masalah dan merumuskan masalah serta upaya pemecahan masalah yang disusun secara sistematis untuk rencana program kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut, selanjutnya disusun matriks yang berkaitan dengan masalah pokok, sebab-
218 sebab terjadinya masalah dan upaya pemecahan, seperti terdapat pada matriks berikut : Tabel.12. Permasalahan Pokok , Penyebab dan Upaya Pemecahannya Dalam Rangka Penguatan Kapasitas Yayasan Untuk Pencegahan ODHA. Permasalahan 1
Penyebab 2
Upaya Pemecahan 3
1. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan staf (anggota pengurus)
v
Anggota pengurus belum mendapat pelatihan berorganisasi
2.Sebagian anggota pengurus yang belum berpengalaman
v
Kurangnya kerjasama antar anggota belum ditumbuhkan
v
Peningkatan kemampuan anggota pengurus melalui latihan Kemitraan (Cordaid/ instansi pemerintah terkait). .
3. Kurangnya peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan organisasi 4. Kurang efektifnya dalam penguatan kapasitas yayasan untuk pencegahan ODHA dan pemahaman masyarakat. terhadap AIDS
5. Perilaku sebagian staf yang tidak disiplin
6.Belum memiliki prasarana dan sarana yang memadai
v
Belum mengikuti pelatihan manajemen dan organisasi
1.Kurangnya dukungan dana untuk sosialisasi AIDS bagi keluarga di RW dan RT. 2.Terbatasnya dana bimbingan keluarga terhadap perilaku hidup bersih dan sehat 3.Kurangnya pencegahan AIDS bagi spelajar & siswa di sekolah 4.Kurangnya kampanye publik AIDS di masyarakat
v
Adanya dukungan dana dari kemitraan untuk anggota pengurus dalam pembinaan budaya kerja
v
Peningkatan staf melalui on-the training dibidang program dan administrasi dan latihan kader masyarakat . 1. Peningkatan Sosialisasi AIDS terhadap keluarga 2. Peningkatan bimbingan kesehatan dan pencegahan diskriminasi terhadap ODHA bagi keluarga dan masyarakat 3. Bimbingan konseling AIDS melalui Guru-2 BP di setiap SLTP/SMU dan pencegahan AIDS dalam kurikulum pendidikan di sekolah. .
v
Kurang menerapkan tata tertib Anggota pengurus yayasan v Keterbatasan dana untuk mendukung kegiatan
v
Perlunya diterapkan peraturan kepegawaian
v
Alokasi dana dari dana sejahtera untuk pengadaan prasarana dan sarana
Sumber : Dari Hasil Kajian di Lapangan, 2005
Atas ketiga masalah yang dirasakan pengurus dan diidentifikasi oleh peserta diskusi, dan dilaksanakan analisis permasalahan yang betul-betul dianggap sebagai penyebab masalah yang berpengaruh terhadap keberlanjutan yayasan, maka dapat dihasilkan empat permasalahan pokok. Analisis permasalahan dapat dilihat pada gambar.26.
Kapasitas Individu
AKIBAT
219
1. Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan anggota pengurus 2. Anggota pengurus yang belum berpengalaman
SEBAB
1.Lemahnya sistem manajemen terhambat 2.Pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan 3.Dana operasional yayasan tidak memadai 4.Belum diterapkan peraturan kepegawaian
Kurangnya pemahaman anggota pengurus dalam pengelolaan organisasi
Kapasitas Kelembagaan
3. Belum memiliki
MASYARAKAT Kurang efektif dalam penguatan kapasitas yayasan untuk pencegahan ODHA di masyarakat
prasarana dan sarana aktivitas kerja 4. Perilaku sebagian anggota pengurus yang tidak disiplin
Gambar 26. Bagan Analisis Masalah Yang Berpengaruh Terhadap Rendahnya Penguatan Kapasitas Yayasan Dalam Pencegahan ODHA., 2005.
Dari analisis masalah, dapatlah ditetapkan skala prioritas permasalahan pokok penguatan kapasitas yayasan. Tahapan analisis permasalahan dilaksanakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh yayasan, sehingga masalah yang
muncul
mengakibatkan
keberlangsungan
yayasan
terhambat
dana
operasional tidak ada dan mempengaruhi perilaku anggota pengurus tidak disiplin karena belum diterapkan peraturan kepegawaian. Oleh karena itu melalui analisis permasalahan yayasan
yang dilakukan
melalui diskusi kelompok dan MPA
dapatlah ditentukan prioritas masalah sebagaimana terlihat pada tabel 13.
Tabel 13. Prioritas Permasalahan Pokok Penguatan Kapasitas Pengurus Yayasan Untuk Pencegahan ODHA.. Permasalahan 1. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus
Penyebab Anggota pengurus belum mendapat pelatihan berorganisasi
Upaya Pemecahan Masalah Peningkatan kemampuan anggota pengurus melalui pelatihan
220 2. Anggota pengurus yang belum berpengalaman
3. Belum memiliki prasarana dan sarana aktivitas yayasan 4. Perilaku sebagian anggota pengurus yang tidak disiplin
Kurangnya kerja sama anggota pengurus belum ditumbuhkan Dana operasional yayasan Yang tidak memadai Belum restrukturisasi organisasi dan belum diterapkan peraturan kepegawaian yayasan
Adanya dukungan dana dari dana kemitraan untuk anggota pengurus mengikuti pembinaan budaya kerja Alokasi dana dari dana sejahtera untuk pengadaan prasarana dan sarana Perlunya restrukturisasi organisasi dan diterapkan peraturan kepegawaian yayasan
Sumber : Dari Hasil Kajian di Lapangan, 2005
Masalah lainnya tidak menjadi prioritas , karena masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan melalui rapat yang akan menghasilkan kesamaan pemahaman
di
antara anggota pengurus. Berdasarkan analisis permasalahan, langkah selanjutnya dilaksanakan analisis tujuan yang dapat dijadikan pedoman di dalam membuat rancangan program penguatan kapasitas yayasan
untuk pencegahan ODHA,
sehingga rancangan program yang dibuat mempunyai tujuan dan sasaran yang tepat. Pelaksanaan analisis tujuan dilakukan melalui diskusi kelompok dengan Participatory Assesment Method (Metode Partisipatori Asesmen) seperti terdapat pada gambar 27.
Meningkat nya Profesion alisme Anggota Pengurus
Tersedia dana untuk pembinaa n Anggota
Tersedia dana untuk operasio nal yayasan
Terlaksan anya Peraturan kepegawai an Bagi Anggota
H A S I L
221
Kuatnya
Peningka tan kemampua n anggota pengurus melalui
Adanya dukungan dana dari kemitraan untuk pembinaan anggota
Yayasan
Adanya alokasi dana dari dana sejahtera untuk pengadaan prasarana dan sarana
Perlunya diterapkan peraturan kepegawaian
T I N D A K A N
Gambar 27. Rumusan Analisis Tujuan Perancangan Program Secara Partisipatif.
Dari analisis tujuan dihasilkan rancangan tindakan berupa rancangan program penguatan yayasan untuk pencegahan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Untuk itu menurut ungkapan dari salah seorang tokoh masyarakat suku Mee yakni Bapak J.G. Goo sebagai peserta diskusi di Balai Kelurahan, mengatakan :
“Semoga diskusi tentang program pencegahan AIDS dapat dilaksanakan , agar banyak orang penyandang HIV/AIDS dapat tertolong dan dengan membuat rancangan program ini mereka dapat diupayakan pemberdayaannya dan kita selaku warga masyarakat bersama-sama membantu dalam pencegahannya. Karena para penyandang AIDS di kelurahan ini, saya merasa susah sebab banyak yang menderita AIDS dan masih terjadi kenakalan remaja.” Setelah diskusi kelompok dilakukan, langkah selanjutnya adalah diskusi secara parsial, kepada anggota yang tidak aktif, anggota yang aktif dan anggota pengurus. Tujuan dilakukannya diskusi lanjutan secara untuk mengklarifikasi kembali hasil diskusi
kelompok untuk menyamakan persepsi peserta diskusi. Dari hasil
222 diskusi secara parsial dilanjutkan dengan diskusi kelompok kembali semua peserta. Hasilnya adalah kesepakatan bersama mengenai perancangan program penguatan kapasitas yayasan dengan melibatkan anggota pengurus dan tokoh masyarakat dan masyarakat lainnya. Rumusan analisis tujuan dilakukan berdasarkan rumusan analisis masalah. Tujuannya untuk dapat mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari rancangan program yang akan dilakukan secara partisipatif. Tindakan yang harus dilakukan melalui perancangan program yaitu pelatihan bagi anggota pengurus dan kader masyarakat, dengan dana pembinaan anggota pengurus pada yayasan. Adapun semua rancangan program bertujuan dapat menguatkan yayasan untuk menghasilkan
peningkatan
profesionalisme
pengurus
yayasan
,
kemudian
tersedianya dana operasional untuk menunjang fasilitas kerja yang memadai serta sistem manajemen
yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan tata aturan
kepegawaian yang ada. Untuk itu rumusan analisis tujuan di dalam perancangan program penguatan kapasitas yayasan perlu dilakukan. Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan yaitu melaksanakan analisis alternatif kegiatan berdasarkan rumusan analisis tujuan yang telah dilakukan melalui tindakan memilih beberapa alternatif dari alternatif yang ada. Tahapan ini dilakukan melalui diskusi kelompok dan Partipatory Assesment Method ( Metode Parisipatori Asesmen).
6.2.5. Analisis Alternatif Kegiatan Pada tahap ini pengurus yayasan menentukan sendiri hal-hal apa yang menjadi kendala dan sedang dirasakan serta termasuk potensi-potensi yang dimiliki maupun kebutuhan yang mendesak perlu diperhatikan dalam pembahasan bersama. Setelah pemecahan masalah telah dihasilkan, maka selanjutnya dibahas mengenai alternatif kegiatan yang akan dilaksanakan dengan kerjasama kemitraan maupun pihak-pihak donatur lainnya yang akan membantu
kegiatan program yayasan.
Seperti halnya pada tahap-tahap sebelumnya, proses pelaksanaan analisis alternatif melalui diskusi kelompok dan pembahasan. Untuk itu alternatif kegiatan dapat diketahui pada tabel 14. 6.2.6. Analisis Pihak Terkait
223 Pada analisis pihak terkait ( stakeholder) merupakan bagian dari tahapan metode logical frame work analysis ( LFA) untuk menyusun program
rancangan suatu
penguatan kapasitas yayasan. Tahap kegiatan ini dapat disusun secara
bersama untuk diketahui peran pihak terkait (stakeholder) sejauhmana kekuatan dan keterbatasannya agar dapat mendukung peranan pihak-pihak terkait tersebut secara optimal dalam meningkatkan peranannya.
Dalam proses pelaksanaan
analisis pihak terkait pun melalui diskusi kelompok secara bersama. (Tahapan pelaksanaan analisis pihak terkait dapat dilihat pada tabel 15 atau matriks berikut.
Tabel 14. Matriks Alternatif Kegiatan Dalam Penguatan Kapasitas Yayasan No.
Alternatif Kegiatan
1 1
2 Penguatan Human Capital Meningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus: 1.1. On- the job training staf 1.2. Latihan kader masyarakat 1.3. Pelaksanaan peraturan kepegawaian
Hasil yang diharapkan 3 Peningkatan kemampuan staf(anggota pengurus) dan pemahaman tentang organisasi serta operasional kegiatan agar percaya diri dalam aktivitas yayasan
Dampak terhadap Pengurus Yayasan 4 Menumbuhkan rasa percaya diri anggota pengurus dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya
Asumsi 5 Memperkuat kapabilitas anggota dalam menekuni tugas hingga bertanggung jawab atas kewajibannya.
224 2.
Penguatan Economi Capital Meningkatkan penggalangan dana untuk: 2.1.Memperkuat kemampuan aktivitas operasional 2.2.Menanamkan modal dan menunjang fasilitas kerja 2.3.Melaksanakan program pencegahan AIDS. dan penyakit menular lainnya 2.4.Memperkuat kesejahteraan pengurus yayasan
3.
Penguatan Social Capital 3.1.Meningkatkan keeratan dan kebersamaan diantara anggota pengurus dengan warga sebagai media dan sistem sumber untuk : a.Mempererat persaudaraan b.Mengadakan kampanye publik AIDS
4.
Pengembangan Jaringan Kerja/kemitraan dan keberlanjutan yayasan: 4.1.Pendampingan instansi pemerintah 4.2.Menjalin kerja dengan dunia luar/organisasi kemanusiaan internasional
Adanya para penyumbang dana dalam bentuk anggaran kegiatan dan anggaran koordinasi kegiatan yang dilaksanakan bersama dan untuk peningkatan kualitas anggota pengurus dalam menimbah pengalaman Terciptanya kegiatan pencegahan AIDS di masyarakat serta tercapainya pemahaman tentang AIDS dan kurangnya diskriminasi ODHA
Menumbuhkan kemitraan untuk menguatkan jati diri yayasan
v
Memperkuat ketahanan dan kesadaran warga dalam pencegahan AIDS dan hubungan baik dengan ODHA
Menguatkan organisasi untuk lebih eksis dan menumbuhkan kemandirian warga.
Terjalinnya relasi yang mendukung program kerja yayasan sebagai mitra kerja
Menumbuhkan jalinan kerja sama yang kuat antara yayasan dengan kemitraan (instansi pemerintah dan organisasi kemanusiaan internasional).
Memperkuat jaringan kerja yayasan dan memupuk rasa persaudaraan semakin tinggi.
Memperkokoh kapasitas yayasan dalam menghadapi krisis ekonomi maupun kondisi ekonomi pembangunan v Meningkatkan kemampuan jangkauan
Sumber : Dari Hasil Rumusan Lapangan, 2005.
Tabel 15. Analisis Pihak Terkait Dalam Penguatan Kapasitas Yayasan No.
1 1.
Peran Yang Diharapkan 2 Anggota Pengurus Yayasan
Kekuatan
v
v
v
2.
Pengurus Yayasan
v
3 Keinginan untuk meningkatkan pengembangan organisasi Memiliki kepercayaan antar anggota pengurus dan kemitraan lainnya Memiliki kekuatan dan semangat yang dipupuk untuk belajar kerjasama Mendapatkan kepercayaan dari anggota
Keterbatasan
4 Keterbatasan modal usaha dan ketrampilan untuk meningkatkan aktivitas yang lebih efektif. v Keinginan untuk belajar dan menolong orang lain Kurangnya kemampuan dalam pengelolaan v
Upaya Peningkatan Peranan Lembaga 5 Adanya kerjasama Pihak pendana untuk mendukung kegiatan yayasan di masyarakat.
Adanya pelatihan bagi pengurus untuk peningkatan
225 v
3.
Pendamping masyarakat/kader masyarakat.
Memiliki motivasi untuk mengembangkan yayasan. Memiliki keahlian dalam rangka pencegahan AIDS dan pengembangan masyarakat Dihormati dan dipercaya oleh masyarakat dan sebagai kunci masyarakat
4.
Tokoh masyarakat
5.
Lurah Karang Tumaritis
Memiliki kewenangan formal ikut menentukan kebijakan daerah untuk pencegahan AIDS
6.
Masyarakat dan swasta
Memiliki kemauan dalam menyerapkan informasi tentang AIDS
organisasi
Terbatasnya waktu untuk melakukan pendampingan Keterbatasan dalam informasi untuk pencegahan AIDS Kurang sumberdana dalam upaya pencegahan AIDS
Kurangnya menyerap berbagai informasi untuk pengembangan yayasan
pengetahuan dan ketgerampilan kerja. Pelatihan kader masyarakat untuk pendampingan Membentuk forum sebagai wadah komunikasi Mengadakan pertemuan untuk memantau dan evaluasi kegiatan serta pengembangan yayasan. Saling bekerjasama untuk menguatkan kapasitas yayasan
Sumber : Data Hasil Kajian di Lapangan, 2005.
Tetapi bertolak dari masalah tersebut, di mana yayasan selalu tabah dalam melaksanakan upaya pencegahan kadang-kadang pekerjaan yang dikerjakan tidak memuaskan, sebagaimana dikemukakan pimpinan yayasan yakni
Bapak
Linggawijaya sebagai berikut : “Lemahnya manajemen dalam pengelolaan organisasi yang kurang optimal, disebabkan oleh staf (anggota pengurus) yang sering tidak cepat melaksanakan kepercayaan akan tugas selalu menghambat kegiatan menjadi terlambat , sehingga perlu kami melakukan perubahan jadwal kegiatan dan membuat pemberitahuan kembali kepada pihak yang kami kerjasama untuk menunda waktu kegiatan pada hari yang lain.”
Pada saat peneliti mengadakan diskusi dengan pimpinan yayasan dan manajer program
yayasan
serta
semua
anggota
pengurus
sedang
melaksanakan
pembahasan evaluasi program dan pertanggung jawaban laporan keuangan atas kegiatan yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan sebelumnya serta penyusunan rencana program, seperti terlihat pada gambar berikut
226
Gambar 28. Suasana diskusi Program Pelatihan Pengurus &Kader Masyarakat , 2005.
Pada saat peneliti mengadakan diskusi bersama pengurus yayasan tersebut, dapat diketahui berbagai informasi dari pimpinan yayasan ( Direktur Yayasan) bahwa banyak masalah yang selama ini dihadapi dan dirasakan sebagai kendala dalam program pelatihan pengurus yayasan, yang mana perlu dilakukan berbagai perubahan secara bertahap. Dalam perancangan program pelatihan yang partisipatif perlu sekali melibatkan semua anggota pengurus dan warga lokal serta pihak lain yang sering dilibatkan supaya bersama-sama mengevaluasi kegagalan kegiatan tahun sebelumnya dan menginformasikan faktor-faktor positif untuk penyusunan program berikutnya. Berdasarkan permasalahan pokok tersebut, juga pada saat dilakukan Focus Group Discussion ( FGD ) yaitu diskusi
kelompok terarah yang
bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan mengenai permasalahan pokok yang diperoleh juga dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap anggota pengurus yayasan, tokoh masyarakat maupun petugas Maka
hasil dari Focus Group Discussion (FGD )
puskesmas/rumah sakit.
adalah kesepakatan untuk
dilakukannya hasil FGD dengan menggunakan Partisipatory Assesment Method Dari hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan, maka diperoleh gambaran mengenai permasalahan dan dari kegiatan ini diperoleh gambaran dapat terungkap berbagai masalah seperti dikemukakan sebelumnya dan kader masyarakat sangat penting bagi setiap lingkungan kelurahan. Oleh karena itu langkah selanjutnya adalah penyusunan program dan strategi penguatan kapasitas yayasan.
6.3. Rancangan Program Penguatan Kapasitas Yayasan Secara Partisipatif 6.3.1. Latar Belakang Rancangan Program
227 Berdasarkan masalah pokok kajian ini yaitu bagaimana penguatan kapasitas yayasan untuk pengembangan pengurus, maka telah dilakukan serangkaian kajian mulai dari pemetaan sosial, evaluasi program, analisis program pengembangan masyarakat serta analisis faktor-faktor yang berkaitan dengan yayasan dan alternatif kegiatan dalam memperhatikan perkembangan yayasan, kemudian diidentifikasi beberapa permasalahan yang merupakan penghambat bagi keberlanjutan yayasan tersebut. Permasalahan-permasalahan yang telah diidentifikasi berasal dari faktorfaktor yang selama ini merupakan penghambat bagi kemajuan yayasan tersebut, sehingga dalam kajian ini perlu diperhatikan dalam rangka penguatan kapasitas yayasan, khususnya pengembangan kualitas anggota pengurus sebagai sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan kemampuannya. Dalam rangka penyelesaian masalah yang ada, terdapat beberapa
upaya
yang akan dilakukan
baik oleh
anggota pengurus maupun oleh yang berkepentingan lainnya. Upaya pemecahan masalah yang ada , dapat dipilah mana yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah yang secara terus - menerus dilaksanakan. Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan agar dapat dipastikan tujuan kajian ini akan tercapai. Upaya pemecahan masalah yang ada, perlu dilakukan pendekatan secara terus-menerus dalam berbagai aspek untuk diketahui jalan keluar masalahnya , dan hal ini tentu sesuai dengan pandangan Nasdian dan Utomo (2004) bahwa dalam pengembangan modal sosial dan komunitas terdapat tujuh pendekatan yang khas dan unik untuk setiap komunitas dan modal sosial, yaitu :
(1) kepemimpinan
komunitas (community leader), (2) dana komunitas (community funds), (3) sumber daya material (community material ), (4) pengetahuan komunitas (community technology), (5) proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making), (6) organisasi komunitas (community organization). Memperhatikan pendekatan tersebut, maka diidentifikasi kelembagaan lokal yaitu yayasan sebagai modal sosial dalam rangka pengembangan masyarakat, sangat dipengaruhi oleh adanya kepercayaan (trust) yang dimiliki warga setempat maupun masing-masing anggota pengurus terhadap kepengurusan yayasan baik dalam kegiatannya secara formal maupun informal, maka selalu memperhatikan ketujuh pendekatan tersebut dalam mengkaji pengembangan anggota pengurus dan kelembagaan sebagai yayasan, agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi yayasan tersebut. Kerja sama merupakan nilai-nilai penting dan merupakan nilai-nilai partisipasi yang mendasari karakteristik suatu proses manajemen yang mempunyai
228 pengaruh mendalam pada kualitas kerja, penerimaan perubahan, tingkat kesetiaan dan produktivitgas kerja dapat menciptakan iklim yang lebih efektif. Selanjutnya dalam penghimpunan dana maupun
atau penggalangan dana melalui kemitraan kerja
pendekatan koordinatif selalu memperhatikan solidaritas yang tinggi di
antara kemitraan sebagai relasi sosial untuk mendorong terbentuknya komunikasi partisipatif dapat menunjang kecerdasan sekerja akan semakin aktif untuk menyelesaikan secara cepat pada tugas yang dipercayakan atasan kepada bawahannya. Untuk itu diperlukan juga mengembangkan iklim kerja bagi anggota pengurus akan lebih kreatif dan menguntungkan organisasi untuk lebih maju serta menarik perhatian partisipan yang untuk saling bekerja sama.
Karena dalam
mengimpun dana tentu dalam berbagai hal yang terwujud sebagai uang, tetapi juga berbentuk barang yang mempunyai nilai tukar. Pendamping atau kader masyarakat yang ditugaskan ditengah-tengah masyarakat dalam membantu warga memberikan informasi kepada warga agar dapat diperhatikan untuk tidak dilakukan atau tidak boleh diikuti, kemudian kader masyarakat merupakan ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan setiap program di masyarakat, sebagai fasilitator, mediator dan sebagai tenaga penggerak dalam pengembangan masyarakat. Oleh karena itu dalam penyusunan rancangan program perlunya juga pendamping atau kader masyarakat yang nantinya membantu yayasan di lingkungan kelurahan. Sehingga pada saat diskusi bersama warga dan anggota pengurus yayasan telah disepakati bersama
untuk
setiap lingkungan di kelurahan dapat menyiapkan
seseorang yang akan mengikuti program pelatihan dan setelah selesai dapat membantu yayasan untuk menyambungkan berbagai informasi ke setiap keluarga dalam rangka pencegahan AIDS atau penyakit menular lainnya. 6.3. 2.Tujuan dan Sasaran Tujuan disusunnya rancangan program penguatan kapasitas yayasan adalah untuk penguatan kelembagaan yayasan . Rancangan program ini juga merupakan rangkaian strategi yang dapat menguatkan kapasitas yayasan untuk melaksanakan program pencegahan HIV/AIDS Sasaran rancangan program pada dasarnya adalah agar yayasan dapat merencanakan
program-program
pencegah
masalah
HIV/AIDS,
perawatan
kesehatan ODHA, bantuan obat ARV, dan pemberdayaan para ODHA. maupun penyuluhan lainnya, seperti : kampanye publik AIDS melalui media radio pemerintah
229 berupa sandiwara radio, langeng suara dalam rangka hari AIDS Sedunia. Untuk lebih jelasnya dapatlah dikemukakan rancangan program penguatan kapasitas yayasan untuk pencegahan ODHA sebagai berikut.
Tabel 16. Rancangan Program Penguatan Kapasitas Yayasan Untuk Pencegahan ODHA Permasala
Penyebab
han 1 1.Rendahn ya pengetahu an dan keterampila n anggota pengurus 2.Anggota pengurus belum berpengala man 3.Belum memiliki prasarana dan sarana aktivitas yayasan
2 Anggota pengurus belum mendapat pelatihan berorganis asi Kerja sama Anggota pengurus belum ditumbuhka n Dana operasional Yayasan tidak memadai
Program Penyelesai an Masalah 3
Tujuan
Sasaran
4
5
Penangg ung Jawab Kegiatan
Pendu
Jadwa
Sumb
kung
l
er
Kerja
Biaya
6
7
8
9
Pelatihan bagi anggota pengurus
Meningkatk an profesionali sme Anggota pengurus
Anggota Pengurus Dan Kader masyarakat
Yayasan Primari
KPAD dan Lurah
6 Hari
Primar i KPAD
Ada dukungan dana kemitraan untuk pembinaan Alokasi dana Dari dana Sejahtera Untuk pengadaan prasarana dan sarana
Terbinanya Anggota Pengurus yang berkualitas
Anggota pengurus
Yayasan Primari
3 Hari
Primar i KPAD
Tersediany a Dana Operasiona l yayasan
Fasilitas kerja yayasan
Yayasan Primari
KPAD dan Dinkes , Dinkes os Dinkes
2 Hari
Primar i Cordai d
230 4.Perilaku sebagian anggota pengurus yang tidak disiplin
Belum Diterapkan Peraturan kepegawai an
Terlaksana nya Peraturan kepegawai an
Anggota Pengurus Tertib dan Disiplin kerja Sesuai dengan Peraturan kepegawai an
Anggota Pengurus (kantor) dan petugas lapangan
Yayasan Primari
KPAD Dinkes Dinkes os
4 Hari
Primar i KPAD
Sumber : Hasil Rumusan Kajian Lapangan, 2005.
Selanjutnya
dapatlah dikemukakan hasil diskusi bersama pengurus Yayasan
bersama tokoh masyarakat, dan petugas sosial distrik
melaksanakan Diskusi
kelompok terarah ( Focus Group Discussion). Pada pertemuan antara yayasan dan warga yang telah diadakan diskusi bersama pada hari Sabtu tanggal 30 juli 2005 yang terdapat pada halaman 22 kajian ini. Berdasarkan diskusi kelompok terarah tersebut, dapat menghasilkan
suatu “rancangan program pelatihan bagi anggota
pengurus dan kader masyarakat,.” seperti berikut.
6.3.3. Rancangan Program Pelatihan Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat. 1. Tujuan dan Sasaran a . Tujuan
Tujuan disusunnya rancangan program pelatihan ini secara umum
adalah
untuk penguatan kapasitas yayasan dalam pencegahan orang dengan HIV/AID (ODHA). Sedangkan tujuan program pelatihan secara khusus yaitu Pertama: untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota pengurus, agar dapat mampu meningkatkan kinerjanya guna melakukan program pencegahan HIV/AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis khususnya dan sebagai faktor kekuatan yayasan dalam pengembangan masyarakat di Kabupaten Nabire. Kedua: menyadari pentingnya kedudukan dan fungsi keterampilan dan pengetahuan anggota pengurus yayasan dan kader masyarakat dalam bimbingan/konseling sebagai pelaksana pencegahan HIV/AIDS. Ketiga, :pelatihan kader masyarakat sebagai partner yayasan yang nantinya saling membantu dan sekaligus memperkuat kapasitas yayasan ditingkat kelurahan dalam data dan informasi sertga bimbingan keluarga di masyarakat. Keempat, dapat meningkatkan komunikasi saling tukar informasi atau gagasan yang
231 dapat membuka wawasan teman sekerja , sehingga kecerdasan bekerja lebih aktif dalam menunjang sesuatu pekerjaan cepat diselesaikan. b. Sasaran Sasaran dari rancangan program pelatihan tersebut dapatlah dikemukakan sebagai berikut : 5. Anggota pengurus yayasan, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi goncangan dan stress (ekonomi dan non ekonomi) serta mampu meningkatkan jaringan usahanya maupun jaringan kerja untuk menguatkan kapasitas kelembagaan sosial /yayasan. 6. Pengurus yayasan dapat memiliki kemampuan dibidang program dan administrasi , khususnya melalui on-the job training agar dapat lebih eksis melaksanakan kegiatan program pengembangan masyarakat, khususnya pencegahan HIV/AIDS atau ODHA. ditingkat kelurahan 7. Sebagai kader masyarakat ditingkat kelurahan dapat menambah pengalaman dan keterampilan kerja di masyarakat dan bekerja sama dengan yayasan maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. 8. Pihak terkait yang ada ditingkat kelurahan sebagai peran serta dan pendamping lokal masyarakat dalam pengembangan komunitas akan terwujud lebih efektikf. 9. Sebagai tenaga konseling yang dapat membantu keluarga dalam menjelaskan dan membimbing keluarga/anggota keluarga agar peningkatan kesehatan keluarga dan mencegah
berbagai penyakit menular bagi keselamatan generasi penerus
pembangunan . 2. Strategi Strategi pelatihan yang digunakan adalah metode pembelajaran partisipatif dengan memberikan suasana belajar secara aktif melalui pembahasan kasus, role playing, simulasi serta pemecahan masalah . Penerapan strategi ini perlu ditunjang dengan bahan peragaan mengenai bahasan yang akan dilatihkan serta tinjauan lapangan sebagai bahan perbandingan, kemudian membuat laporan mengenai hasil peninjauan lapangan tersebut, untuk di diskusikan atau permainan role playing. 3. Fasilitator
232 Program pelatihan pengurus yayasan dan kader masyarakat difasilitasi oleh fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program pencegahan HIV/AID. Dengan demikian dengan rancangan program dapat memberikan bekal bagi anggota pengurus untuk meningkatkan mutu pengetahuan dan kemampuan teknis dibidang pencegahan AIDS dan yang lebih penting lagi yaitu mampu berkomunikasi untuk saling tukar informasi atau gagasan sehingga menunjukkan partisipatif yang lebih aktif
untuk menguatkan kapasitas yayasan,
dengan memerlukan kepribadian individu yang selalu membutuhkan pengalaman kerja yang menyenangkan diantara anggota lainnya. Untuk itu sangat dibutuhkan kecerdasan bekerja secara teknis untuk partisipasi aktif yang diharapkan peran dalam lingkungan kerja setiap organisasi termasuk yayasan sebagai lembaga swadaya masyarakat ditingkat kelurahan tersebut. Program pelatihan ini difasilitasi oleh fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat ditampilkan tabel 17 berikut. Tabel 17. Kurikulum Pelatihan Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat No.
Pokok
Sub Pokok Bahasan
Sasaran
Metode
Media
Waktu
1.Pembukaan 2.Penciptaan suasana melalui permainan 3.Kontrak Belajar
1.Terjalinnya relasi dan keakraban antara peserta, fasilitator dan inisiator
Papan Tulis Spidol warna
1 Sessi (120 menit )
1.Pengertian topik 2.Membahas hasil kegiatan 3.Penentuan topik
1.Peserta memiliki persepsi yang sama mengenai pelatihan 2.Peserta mengetahui kondisi factual berkaitan dengan pelatihan. 3. Peserta mengetahui kecendurungan yang terjadi berkaitan program pelatihan Peserta mampu mengidentifikasi masalah swerta memahami pengertian, tujuan dan materi pelatihan
Ceramah Permaina n (simulas i), Curah Pendapat . Curah pendapat dan ceramah
Spidol, kertas Papan tulis
1 Sessi (120 menit )
Diskusi kelompok
Spidol kertas Papan tulis
1 Sessi (120 menit )
Bahasan 1
Orienta si latihan
2.
Penentu an topik
3.
Penentu an materi dan analisi s masalah serta analisi s tujuan
1.Pengertian yayasan, kepemimpinan, manajemen &organisasi ,bimbingan/ konseling, kesehatan, pemberdayaan ODHA latihan kadermasyarakat 2.Tujuan pelatihan 3.Materi pelatihan lainnya
233 4.
Analisi s Alterna tif sasaran
1.Pengertian
Peserta mampu
Alternatif 2. Tujuan analisis 3. Cara analisis 4. Hasil analisis
mengidentifikasi
Diskusi kelompok
Spidol Kertas Papan tulis
1 Sessi (120 menit )
Diskusi kelompok dan curah pendapat Ceramah, curah pendapat , dilanjut kan dengan mengisi formulir penilaia n pelatiha n
Spidol, kertas Papan tulis
1 Sessi (120 menit ) 1 Sessi (120 menit )
berbagai alternatif/sasaran mencapai tujuan Peserta mampu merumuskan prioritas sasaran mencapai tujuan Peserta memahami monitoring dan evaluasi
5.
Monitor ing, Evaluas i
1.Monitoring 2.Evaluasi dan pelaporan
6.
Pembula tan dan rencana tindak lanjut
1.Pembulatan pelatihan 2.Rencana tindak lan jut 3.Pos-Test
Menyegarkan kembali materi pelatihan yang telah diberikan Mengetahui sejauhmana pemahaman peserta mengenai materi yang diberikan Menyusun rencana tindak lanjut
Spidol Kertas Papan tulis
Sumber : Dari Hasil Rumusan Lapangan, 20
Tabel 18.. Silabus Kurikulum Pelatihan Terperinci Bagi Pengurus Yayasan dan Kader Masyarakat dalam pencegahan HIV/AIDS (ODHA ) di tingkat kelurahan: Jam NO. I
II
III
Pokok
Materi
Materi
UNIT
DASAR
16. Pembinaan Pancasila 17. Pembinaan Keagamaan 3. Program Nasional (GBHN) Terkait Narkoba dan HIV/AIDS 18. Kepemimpinan 19. Manajemen Organisasi 20. Bimbingan/Konseling 21. Bimbingan Kesehatan 22. Bimbingan Sosial 23. Kewiraswastaan/ekonomi 24. Pola Konsumsi/pasar 25. Pemberdayaan ODHA 26. Teknik Pengumpulan Data &Laporan 27. Latihan Pendamping USEP 28. Praktek Lapangan 29. Diskusi 30. U.U. Perkawinan 31. Keluarga & Kehidupan Kemasyarakatan : a.Pembinaan Generasi Muda b. Kamtibmas Lingkungan c.Gizi & Kesehatan Lingkungan 17.Lain-lain : a.Pembukaan b.Kegiatan Kelompok c.Evaluasi d.Pembulatan latihan
UNIT
UNIT
INTI
PENUNJANG
Latihan
Teori 3 4
Latihan Praktek -
4
-
3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 -
3 3 3 2 2 3 3 2 2 4
2
-
2 2 2
-
-
17
234 e.Penutupan latihan J u m l a h
j
63
57
a m Keterangan
:
“ Materi latihan disesuaikan dengan kondisi
daerah.”
Sumber : Dari Hasil Rumus di Lapangan, 2005. Jam Latihan JAM
KE
Harian J
A
M I
08.45
II
09.30
III
10.15
Istrahat
10.30
IV
11.15
V
12.00
VI
12.45
Istrahat
16.00
VII
16.45
VIII
17.30
Istrahat
19.00
IX
19.45
X
20.30
08.00
-
08.45
-
09.30
-
10.15
-
10.30
-
11.15
-
12.00
-
12.45
-
16.00
-
16.45
-
17.30
-
19.00
-
19.45
-
Tabel 19. Jadwal Tentative Latihan Pengurus Yayasan Dan Kader Masyarakat Dalam Pencegahan HIV/AIDS Tingkat Kelurahan. Hari/Tangg al Senin, 3 Oktober 2005
J a m
Materi
Dimulai dari Jam 16.00 WIT sampai selesai
4 Oktober 2005
08.00 08.45 09.30 10.15 10.30 Keterangan : Ini
– 08.45 – 09.30 - 10.15 -
Latihan
Penerimaan dan registrasi para peserta , perkenalan dan dilanjutkan dengan Pengarahan Latihan Persiapan Pembukaan Upacara Pembukaan S d a I s t i r a h a t
Pelatih /Penceramah Panitia
Panitia
pembuatan contoh Jadwal tentative ini disesuaikan dengan jam latihan harian tersebut di atas dan kondisi
daerah setempat.
Tabel Yayasan
20.
Kebutuhan Anggaran Rencana Dan Kader Masyarakat
Program Pelatihan
Pengurus
235 NO
Uraian
1.
ATK Peserta/pelatih Rp 100,000 Hand Rp
Jumlah
out/buku
40 orang x
pelatihan
40
Rp 4.000,000
orang
x
200,000
Rp 8.000,000
Sub-total
Rp 12.000,000
2.
Konsumsi Peserta/Pelatih 2 kalix Rp Sub-total
40 orang x 15 hari x 25,000
Rp 30.000,000 Rp 30.000,000
3.
Honorarium Pelatih hari Panitia
Rp
4 orang x 15 200,000 6 orang x 15
Rp 12.000.000 Rp
hari
Rp
150,000
13.500.000
Sub-total
Rp 25.500.000
4.
Transportasi Peserta hari Pelatih/Panitia Rp
30 orang x 15 50.000 10 orangx 15 hari
Rp
100.000
15.000.000
Persiapan
6 orang x 10 hari
Rp
Rp 22.500.000 Rp
50.000
Rp 3.000.000
Sub-total
Rp 40.500.000
5.
Praktek Lapangan Kunjungan lapangan Rp 1.000.000 Sub-total
2
hari
x
Rp 2.000.000 Rp 2.000.000
6.
Lain-lain Administrasi + Foto copy 1 unit x 1 kali Rp 6.000.000 Pembelian layar slide proyektor 1 buah x 1 kali
Rp 6.000.000 Rp
Rp
3.500.000
3.500.000
Sewa Proyektor 15 hari x
1 unit Rp
Dokumentasi Rp
Rp
1 Paket x
1.000.000
Sub-total
Rp 300.000
15 hari
x
200.000
Pelaporan
Rp 3.000.000
300.000
Sewa Ruangan
Rp
x
200.000
Rp 3.000.000
dan
penjilidan
Rp 1.000.000 Rp 16.800.000
236 Total
Rp 126.800.000
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Dari hasil kajian mengenai hasil kajian mengenai pencegahan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) melalui penguatan kapasitas yayasan di Kelurahan Karang Tumaritis Nabire, maka dapat ditarik kesimpulan sebagaik berikut : 13. Pemetaan sosial dan evaluasi program
menunjukkan bahwa para ODHA
sering mengalami depresi ( rasa murung, sedih dan stress) karena setelah mengetahui terkena HIV dan terjadinya stigma dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat. 14. Meningkatnya HIV/AIDS di Nabire khususnya di Kelurahan Karang Tumaritis karena terpengaruh kepada nilai budaya luar, dengan merebaknya praktek prostitusi yang tidak terkontrol dan juga masyarakat belum paham tentang bahaya penyakit HIV/AIDS disebabkan pemerintah dan LSM/Yayasan kurang melakukan sosialisasi kepada keluarga. 15. Yayasan Primari sebagai LSM peduli AIDS, memiliki SDM anggota pengurus yang belum memadai, sehingga sebagian anggota pengurus menunjukkan kurang disiplin dan komunikasi internal yang sering menghambat pekerjaan untuk pengelolaan organisasi yang kurang optimal. 4. Kemajuan yang dirasakan oleh Yayasan Primari antara lain semakin baiknya kemitraan kerja dengan berbagai instansi terkait maupun lembaga-lembaga internasional yang bergerak dibidang bantuan kemanusiaan program serupa
dapat membantu
yang memiliki
kegiatan yayasan, sehingga melakukan
pelayanan masyarakat untuk pencegahan AIDS, dan penanggulangan penyakit menular lainnya, maupun pengembangan masyarakat dibidang sanitasi lingkungan.
237
7.2. Rekomendasi Untuk
mendukung
terlaksananya
program
pencegahan
HIV./AIDS
di
Kabupaten Nabire, maka rekomendasi yang diharapkan dalam alternatif kebijakan yaitu : a. Untuk meningkatkan profesionalisme dan pengelolaan organisasi yang optimal, maka perlunya peningkatan keterampilan dan pengetahuan di bidang “program dan administrasi” melalui on the job training dan perlunya dan restrukturisasi organisasi , sehingga terciptanya lingkungan kerja yang kondisive sesuai dengan nilai-nilai kesepakatan bersama pengurus yayasan tersebut. b. Yayasan Primari perlu memperhatikan bahwa perancangan program pelatihan pengurus dan latihan kader masyarakat merupakan strategi penguatan kapasitas yayasan, khususnya bagi anggota pengurus dan kelembagaan/yayasan untuk pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. c. Pengembangan jaringan kerja merupakan sistem sumber yang perlu dimanfaatkan
untuk
peningkatan
prasarana
dan
sarana
dalam
menunjang proses manajemen yang lebih efektif dan terciptanya kerjasama anggota pengurus yang disiplin untuk mencapai pekerjaan yang memuaskan. d.
Perlunya Pemerintah Daerah dan LSM/Yayasan lebih serius dalam pencegahan HIV yakni peningkatan sosialisasi dan lokakarya maupun kampanye publik kepada masyarakat serta mencegah diskriminasi yang terjadi terhadap diri ODHA, karena bertentangan dengan HAM serta perlunya pemberdayaan ODHA.
238
DAFTAR
PUSTAKA
Arif Gosita, 2004, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karang ), Edisi Ketiga, PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta. Benoit Ferry dan Cleland John, 1995, Sexual Behaviour And AIDS In Developing World, WHO., First Published, Hong Kong. Darmawan, HCB., 2004, Lembaga Swadaya Masyarakat, Nurani, Menggapai Kesetaraan, Kompas, Jakarta.
The
Menyuarakan
Endriatmo; Soetarto, 2004, Analisis Sosial, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Fisher Simon, ., 2001, Pengelolaan Konflik Ketrampilan & Strategi Untuk Bertindak,SMK Grafika Desa Putra, Jakarta. Gunawan Ingkokusumo, dkk, 1996, AIDS di Irian Jaya, Seri Kumpulan Edisi Pertama, PKBI Irian Jaya, Jayapura.
Kliping,
Hariyanto, 2002, Yayasan Dahulu & Sekarang, (Dilengkapi Dengan Naskah Lengkap U.U.16 Tahun 2001 Tentang Yayasan), Pustaka Damar, Jakarta. Hetifah Sjaifudian, 2002, Inovasi, Partisipasi Dan Good Governance, 20 Prakarsa Inovatif Dan Partisipatif di Indonesia, Trust Advisory Group, Bandung. Ife Jim , 1995, Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Pratice, Longman Australia Pty, Ltd. Melbourne Yuhana Ida dan Prasodjo Nuraini W., 2004, Pengelolaan Konflik Solsial, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-51D, IPB, Bogor. Lubis Djuara, 2004, Pedoman Penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Moleong, Lexi, J., 2000, Rosdakarya, Bandung.
Metodologi Penelitian Kualitatif,
PT.
Remaja
Nasdian, Fredian Tonny dan Bambang S. Utomo., 2005, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, Tajuk Modul SEP-51C, IPB, Bogor. Nasdian Ferdian Tonny dan Dharmawan Hadi Arya, 2004, Sosiologi Untuk Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-51-B, Bogor.
239 Nasuition, S., 1996, Metode Penelitian Bidang Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. Nitimihardjo Carolina, Nurmala, P., Fahrudin Adi, 2004, Perilaku Manusia Dalam Lingkungan Sosial,Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-523 , Bogor. Owin Jamasy , 2004, Keadilan, Pemberdayaan Kemiskinan, Penerbit Belantika, Jakarta.
Dan
Penanggulangan
Prasodjo Imam, 2004, Pengembangan Jaringan Pranata Sosial Dala Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat Perspektif Empiris, Pusbang Tansosmas (BPPS ) Depsos RI, Jakarta. Rianingsih Djohani, 1996, Berbuat Bersama Berperan Serta, Acuan Penerapan, Participatory Rural Aqppraisal, Studio Driya Media, Bandung Richardson Diane, 2002, Yogyakarta.
Perempuan dan AIDS,
Media
Pressindo,
Bernas,
Saharuddin, 2004, Metode – Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB,Tajuk Modul SEP-579, Bogor Sitorus dan Agusta, 2004, Metodologi Kajian Komunitas, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB,Tajuk Modul SEP- 527, Bogor. Suharto Edi, 1997, Pembangunan Kebijakan Spektrum Pemikiran, LSP-STKS, Bandung
Sosial
------------------, 2004, Model Analisis Kebijakan Sosial STKS- Press, Bandung Soekanto.S., 1990, Yogyakarta.
& Pekerjaan Sosial, Integratif, Model Aksi,
Sosiologi Suatu Pengantar, Gajah Mada University Press,
Sumardjo dan Saharuddin,2004, Metode-Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat,Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP-523, Bogor. Sumarti Titik dan Wahyuni Ekawati Sri, Perspektif Gender Dalam Pembangunan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB, Tajuk Modul SEP- 522, Bogor. Supeno, 2002, Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan, Catholic Services, Jakarta. Sutarto, 1995, Dasar – Dasar Press, Yoyakarta.
Relief
Organisasi, Cet. XVII, Gajah Mada University
240 Shaughnessy With Leanne Black and Helen Carter, (1999), Building A new approach Principles And Practice, Australia.
Capacity
Triguno, 1996, Budaya Kerja, Menciptakan Lingkungan Yang Kondisive Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, ARNOOR Bappenas Bidang Administrasi/Sekretaris MENPAN, Jakarta. Wahyuni Ekawati Sri, 2004, Pedoman Teknis Menulis Skripsi, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Yatim Dani Irawan,1995, Strategi Komunikasi Presna, LP3ES, Jakarta.
Mengenai AIDS di Indonesia,
Bahan Bacaan Lainnya : Yulianan Sri Sugiyati, Azhan Sahamin., 1997, Aktivita Sosial , Kanwil DepSos Propinsi Sumatera Selatan, Sumatera. Siahaan Rondang M.,2003, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial , Puslitbang UKS Departemen Sosial RI, Jakarta.
241 LAMPIRAN : DAFTAR KODE INSTRUMEN DAN BANYAKNYA INFORMAN No.
1. 2.
Kode Instrumen Form A A1 A2
3. 4.
A3 A4 Form B
5.
B1
Partisipasi
Banyaknya
Wawancara Mendalam Pengurus Yayasan Petugas Sosial Distrik ( PSD )
8 orang 1 orang
Tokoh Masyarakat Masyarakat (Ketua RW dan Para ODHA ) Jumlah : Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion / FGD ) Peserta FGD Topik: Assesment Partisipatori
2 orang 7 orang 18 orang
Kelompok I - Anggota pengurus yayasan - Pengelola Yayasan Kelompok II -Pengurus Yayasan dan PSD
3 orang 2 orang 2 orang
- Ketua RW 01, Ketua RW 02, Ketua RW 04 - Tokoh Masyarakat Kelompok III - Pengelola Yayasan dan Lurah - Anggota Pengurus Yayasan & Tokoh Masyarakat
B2
3 orang 3 orang 2 orang 3 orang 18 orang
Jumlah : Peserta FGD Topik: Perencanaan Program
6. Peserta FGD Topik : Rencana Program Peningkatan Anggota Pengurus Yayasan Kelompok I - Anggota Pengurus Yayasan - Pengelola Yayasan & Ketua RW Kelompok II -Pengelola & PSD -Ketua RW 01, Ketua RW 02, Ketua RW 04
7.
Form C
8.
Form
D
-Tokoh Masyarakat Kelompok III - Pengelola Yayasan - Anggota Pengurus & Tokoh Masyarakat Jumlah : Pengamatan : Anggota Pengurus & Pengelola Yayasan Studi Dokumentasi: PSD , Lurah dan Ketua RW
2 orang 3 orang 2 orang 3 orang 4 orang 2 2 18 8
KUESIONER PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE WAWANCARA UNTUK PENGURUS YAYASAN
orang orang orang orang
5 orang
242
Lampiran : 2
II. PENGELOLAAN ORGANISASI A. Latar Belakang Yayasan. 16. Sejak kapan yayasan tersebut dilaksanakan ? 17. Bagaimana Visi Yayasan dan Misi yang ingin dicapai ? 18. Siapa saja sebagai pengurus Yayasan dan berapa anggota pengurus ? 19. Berapa orang Badan Pengurus Yayasan ? 20. Apakah semua anggota pengurus melaksanakan iuran anggota ? 21. Bagaimana ART dan AD Yayasan Bapak/Ibu/Sdr. ? 7. Apakah Yayasan Bapak/Ibu/Sdr. diakui ijin operasionalnya ? 8. Sejak kapan yayasan Bapak/Ibu/Sdr. mulai dilakukan ? 9. Bagaimana struktur organisasi yayasan (Fotocopy ) ? B. Menyusun Rancangan Program 10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. bersama anggota telah menyusun rancangan program sesuai misi yayasan? 11. Bagaimana pembagian kerja dalam mengelola kegiatan administrasi sesuai struktur organisasi dari yayasan Bapak/Ibu/Sdr. ? 12. Bagaimana rencana program jangka pendek dan jangka panjang dalam pencegahan HIV/AIDS ? 13. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah mengarahkan anggota melalui rapat pengurus untuk pembahasan dan penyusunan rancangan program pencegahan HIV/AIDS? 14. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. telah menyusun jenis kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS ? 15. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr bisa sebutkan program - program yayasan yang pernah dilaksanakan termasuk pencegahan HIV/AIDS ? 16. Menurut Bapak/Ibu/Sdr. program apa saja yang perlu dikembangkan dalam rangka sosialisasi HIV/AIDS ditingkat RW dan RT pada Kelurahan tersebut ? 17. Bagaimana penilaian Bapak/Ibu/Sdr. terhadap rancangan program bersifat “top down” yang dikendalikan pimpinan atau bersifat sentralisasi tanpa melibatkan anggota ?
243 18. Bagaimana harapan Bapak/Ibu/Sdr.perencanaan program pengembangan yayasan kedepan ? 10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah bersama masyarakat membuat pedoman praktis perencanaan partisipatif untuk pencegahan HIV/AIDS ? 11. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. bersama masyarakat telah mengidentifikasi masalah dan merumuskan prioritas sasaran dalam penanganannya ? 12. 13.
Apakah Bapak/Ibu/Sdr. telah memperoleh dukungan penentu kebijakan dalam strategi penggalangan dana untuk sosialisasi dan pemberdayaan ODHA ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr bersama masyarakat telah membuat perencanaa partisipatif akan kebutuhan tenaga, alat, waktu dan biaya untuk penyelenggaraan pencegahan HIV/AIDS ?
C. Kepemimpinan. 10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. untuk pembagian kerja melalui pengampilan keputusan dengan anggota pengurus dalam suasana partisipasi ? 11. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. sering membutuhkan input dari anggota untuk 12. merencanakan program sesuai jenjang prosedur yang ada? 13. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah melakukan motivasi atau dorongan kerja dalam pembahasan rencana kegiatan pencegahan HIV/AIDS ? 14. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. membantu anggota pengurus bila mengalami 15. permasalahan yang sangat mendesak ? 16. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. saling membantu anggota untuk mampu 17. menciptakan situasi yang kolaboratif dalam mendukung program pencegahan HIV/AIDS ? 18. Berapa kali Bapak/Ibu/Sdr. memberikan kewenangan sebagai wakil organisasi dalam mengikut pertemuan/rapat pembahasan program AIDS ? D. Penggalangan Dana 2. Dari mana Bapak/Ibu/Sdr. dalam memperoleh sumber dana sebagai modal dalam kegiatan pencegahan AIDS dan berapa besar yang diperoleh ? 12. Bagaimana mekanisme dalam memperoleh modal tersebut ? 13. Apakah dalam yayasan ini terdapat donatur tertentu untuk pencegahan AIDS? (Sebutkan berapa rupiah bantuannya) ! 14. Bagaimana mekanisme cara menghimpun dana kegiatan pencegahan AIDS ? 15. Digunakan untuk apa dana bantuan tersebut ? 16. Apa manfaatnya yang Bapak/Ibu/Sdr. rasakan dari dana tersebut setelah melaksanakan kegiatan pelayanan masyarakat termasuk pencegahan AIDS ? 17. Kesulitan / hambatan apa yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr. dalam penggalangan dana bantuan tersebut ? 18. Apa harapan Bapak/Ibu/Sdr. dari penggalangan dana tersebut ? 19. Bagaimana pengelolaan dana tersebut baik dalam pembukuan/pencatatan maupun pengeluarannya secara akuntabilitas dalam penggunaannya ? 20. Berapa besar pengeluaran dalam setiap kegiatan pencegahan HIV/AIDS ? 21. Bagaimana pola pengeluaran dana perkegiatan ? E. Jaringan Kerja Kemitraan 4. Bapak/Ibu/Sdr. bagaimana sosialisasi/penyebarluasan informasi dalam jaringan kerja pencegahan HIV/AIDS ? 5. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. melakukan model jaringan kerja kemitraan antar ORSOS secara koordinatif dalam pencegahan Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. mekanisme untuk menentukan mitra kerja dalam evaluasi kegiatan atau penggalangan dana ? 6. Menurut Bapak HIV/AIDS ? 4. Apa menurut Bapak/Ibu/Sdr. komunikatif yayasan dengan masyarakat dapat membantu berbagai informasi dalam upaya pencegahan HIV/AIDS ? 5. Bagaimana bentuk jaringan kerja masyarakat luas dalam pelaksanaan penggalangan dana program pencegahan HIV/AIDS ? 6. Bagaimana manfaat yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr.dalam membangun jejaring (networking) untuk upaya pencegahan HIV / AIDS ? 7. Pihak-pihak mana saja yang terkait dalam jaringan kerja untuk pencegahan HIV/ AIDS ? 8. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui terjadinya jaringan kerja dalam pencegahan HIV / AIDS ? 9. Bagaimana hambatan/kesulitan yang dirasakan Bapak/Ibu/Sdr. dalam pengembangan jaringan kerja pencegahan HIV/AIDS ?
244 10.
Bagaimana hubungan antar Orsos dalam pembahasan program bersama untuk pencegahan HIV/AIDS
FORM A 2
Lampiran 3.: KUESIONER
PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN WAWANCARA PETUGAS INSTANSI / KELURAHAN PETUNJUK
: Untuk Wawancara Mendalam dengan :
1. Petugas Sosial Distrik ( PSD ) 2. Lurah Karang Tumaritis I. INFORMAN 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Nama : ……………………………………………………………… Jabatan : …………………………………………………. Nama Instansi : ………………………………………………… Alamat Instansi : …………………………………………………. Nama Enumerator : …………………………………………………. Tanggal Wawancara : ………………………………………………………
16. Diperiksa Oleh: …………………………………………………… 17. Tanggal : …………………………………………………… 18. Keterangan: …………………………………………………….
PERTANYAAN : A. Kebijakan Pemerintah Daerah. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Apakah ada kebijakan khusus yang memberikan perhatian pada Yayasan ? Jika adanya perhatian berupa apa ? Apakah Bapak /Ibu/Sdr. ketahui sejak kapan dilakukan ? Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr. mengertahui mekanisme pelaksanaannya ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui hasil yang diperoleh ? Bagaimana struktur organisasi instansi dengan koordinasi kerja terkait pada yayasan ini ? Di mana mekanisme kerja dalam posisi terkait yang mengelola yayasan tersebut pada birokrasinya ? 17. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. rasakan terhadap cara kerja koordinasi menghambat pelaksanaan pengelolaan organisasi dari yayasan ? 18. Bagaimana cara kerja yang Bapak/Ibu/Sdr. sarankan agar lebih efektif mendukung pengelolaan organisasi dari yayasan semakin lebih baik ? B. SDM Pengurus 9. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu berapa orang jumlah pengurus yang mendukung 10. koordinasi pengelolaan yayasan di sini ? 11. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu berapa lama bekerja sebagai petugas 12. ditingkat distrik maupun di kelurahan 13. Bagaimana bentuk koordinasi dalam pembagian tugas pengelolaan 14. organisasinya ? 15. Apakah ada hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaan tugas ? 16. Apa ada kemudahan pelaksanaan tugas dalam mendukung tugas pokok ? C. Prasarana /Sarana
245 5. 6. 7.
Adakah bantuan fasilitas dari instansi yang dapat digunakan yayasan ? Sejak kapan dan berapa lama bantuan tersebut telah digunakan ? Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui ada bantuan dana yang digunakan untuk membantu aktivitas pengelolaan yayasan tersebut ? 8. Jika ada bantuannya, berapa besarnya ?
Lampiran : 4
FORM A 3 PANDUAN WAWANCARA
TOKOH MASYARAKAT PETUNJUK : Untuk wawancara mendalam dengan :
Tokoh Masyarakat di Kelurahan Karang Tumaritis INFORMAN Nama Jabatan Alamat
: ……………………………………………… : …………………………………………… : ………………………………………………
PERTANYAAN : 8. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. mengenai pengelolaan organisasi yayasan ini ? 9. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. mengenai aktivitas yayasan ini ? 10. Bagaimana kondisi kehidupan anggota pengurus yayasan tersebut ? 11. Bagaimana relasi anggota pengurus yayasan dengan masyarakat ? 12. Apa permasalahan yang dapat diketahui pada yayasan ini ? 13. Manfaat apa yang dirasakan dengan kehadiran yayasan ini ? 14. Apa harapan Bapak/Ibu/Sdr. terhadap kehadiran yayasan tersebut ?
FORM A 4
Lampiran : 5. PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN Primari DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN WAWANCARA MASYARAKAT PETUNJUK : Untuk wawancara mendalam dengan : 1. Ketua RW ( RW 01; RW 02; & RW 04 2. Para ODHA. I. INFORMAN Nama Jabatan Alamat
: ……………………………………………… : ……………………………………………… : ……………………………………………
246 II. MASYARAKAT. A. Kesadaran Dalam Pencegahan Bahaya AIDS
10. Apakah Apakah Bapak/Ibu/Sdr. sering mengatur waktu untuk kegiatan anak ? 11. Apa menurut Bapak/Ibu/Sdr. bahwa masyarakat pemuda/remaja boleh mengikuti mode bisa saja, namun sesuai dengan norma dimasyarakat ? 12. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. tahu adanya larangan penjualan miras di masyarakat ? Kapan penertibannya ! 13. Pernah Bapak menasehati generasi muda yang sering berkeluyuran pada malam hari ? 14. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. mengetahui ada patroli dari pihak yang berwajib pada malam hari ? 15. Bagaimana pembinaan remaja dan pemuda dalam upaya pencegahannya ? 16. Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. bentuk pencegahan apa yang dilakukan oleh pihak adat terhadap AIDS ? 17. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu/Sdr. agar penyadaran bahaya AIDS, melalui sosialisasi atau ada saran lain menurut 18. Bapak/Ibu/Sdr merasakan perlu adanya peraturan yang melarang adanya tindakan yang mengandung diskriminasi terhadap ODHA? 10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. pernah diadakan penyuluhan AIDS di kelurahan ini ? 11. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr mengetahui pelaksanaannya dan siapa saja penyelenggaranya? 12. Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk apa penyelenggaraannya ?
B. Kepedulian Perubahan Lingkungan Dalam Tertib Keamanan
10. Apa Bapak/Ibu/Sdr. mempunyai peran serta dalam membantu tetangga yang kena musibah ? 11. 2. Bagaimana peran serta Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk pencegahan HIV/AIDS dilingkungan tempat tinggal ? 12. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr. tentang cara pencegahan HIV/AIDS secara efektif dilingkungan tempat tinggal ? 13. Menurut Bapak/Ibu/Sdr. upaya apa yang harus dilakukan untuk keberlanjutan pencegahan seperti penyuluhan penyadaran, kewaspadaan/mawas diri ? 14. Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr. mengenai pencegahan perlu perbaikan lingkungan dengan sistem pengawasan dan patroli ? 15. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu/Sdr. perlu adanya pencegahan HIV/AIDS melalui perbaikan lingkungan ? 16. Bagaimana bentuk perbaikan lingkungan untuk pencegahan HIV/AIDS ? 17. Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr. telah diadakan perbaikan lingkungan dalam rangka pencegahan AIDS ? 18. .Apakah terdapat dana yang dapat digunakan untuk membantu perbaikan lingkungan ? (Bila ada berapa dananya ) !
C. Pencegahan Dalam Perlakuan Diskriminatif Terhadap ODHA.
1. Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr perlu adanya peraturan yang sifat 3. 4. 5.
larangan adanya tindakan yang mengandung diskriminasi terhadap ODHA ? Sejak kapan Bapak/Ibu/Sdr. tahu bahwa ada larangan yang mengandung tindakan diskriminatif terhadap ODHA ? Kapan menurut Bapak/Ibu/Sdr. dalam bentuk apa tindakan preventif diskriminatif yang dilakukan untuk perlindungan ODHA ? Menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr. bila tindakan preventif diskriminatif belum dilaksanakan , maka apa tindakan alternatif lainnya ? Sebutkan
Lampiran : 6
FORM PANDUAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH ( FOCUS GROUP DISCUSSION ) TOPIK : ASSESMENT PARTISIPATORI
DISKUSI : Lokasi : …………………………………………………… Hari : …………………………………………………… Tanggal : …………………………………………………… Jam : …………………………………………………… Hadir Berjumlah : ………………orang Status/Jabatan yang hadir : Pengurus : …. …. orang Anggota : ……… orang
B 1
247
PARTISIPATORY ASSESSMENT METHOD
I. Assesment partisipatori
4.
A. Menemukenali Masalah Bagaimana kondisi , situasi dan masalah pengelolaan organisasi yang ada pada pengurus yayasan ?
5. 6.
Upaya apa yang telah dilakukan yayasan tersebut untuk mengatasi masalahnya ? Hambatan apa yang tidak dapat diatasi oleh yayasan tersebut ? Lengkapi dengan menggunakan : 9. Penataan lingkungan kerja dan Akses Kepemilikan 10. Bagaimana melihat cara menata hubungan kerja antara anggota maupun 11. kemampuan ketrampilan kerja yang dimiliki anggota dan motivasi kerjasama? 12. Klasifikasi Kesejahteraan. 13. Apa indikator sendiri untuk menentukan kesejahteraan anggota secara social bagi anggota pengurus ? 14. Masalah individu dan organisasi. 15. Apa masalah yang dirasakan individu sebagai anggota maupun fasilitas kerja yang kurang mendukung ? 16. Masalah kerjasama : Apakah yang mendorong kerjasama anggota untuk mencapai hasil yang efektif ? B. Menemukenali Potensi Organisasi: Mengidentifikasi potensi yang dimiliki yayasan : 1. Bagaimana potensi yayasan dan potensi anggota pengurus yayasan ? 2. Bagaimana potensi pelayanan publik dan pencegahan AIDS di Kelurahan Karang Tumaritis ? 3. Program apa saja yang sudah pernah diselenggarakan oleh yayasan ? 4. Bagaimana nilai atau tradisi apa yang dianut pengurus yayasan ? 5. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang berlaku pada yayasan C. Menganalisis Masalah dan Potensi 1. Apa faktor-faktor penyebab masalah pengelolaan oraganisasi pada yayasan ? 2. Bagaimana hubungan kerja antar penyebab masalah pengelolaan organisasi pada yayasan ? 3. Bagaimana menentukan fokus masalah ? 4. Bagaimana menentukan potensi yang mungkin digunakan dan cara memobilisasi potensi yang tersedia dalam memajukan yayasan ? D. Pemilihan Solusi / Pemecahan Masalah. 1. Bagaimana menentukan langkah-langkah yang perlu diambil guna mangatasi masalah pengelolaan organisasi yang ada ? 2. Bagaimana menentukan potensi dan teknis kerja dengan mempertimbangkan
248 kemampuan anggota pengurus, biaya, tingkat pelayanan operasional dan perubahan perilaku serta hal lainnya yang turut mempengaruhi dalam proses pemecahan masalah pada pengelolaan organisasi dari yayasan ?
FORM Lampiran
B 2
: 7 PENCEGAHAN ORAN G DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN Primari DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE
Petunjuk
: FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION) dilakukan di pimpin oleh peneliti dan dibantu enumerator dengan unsur-unsur sebagai PANDUAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH berikut :
TOPIK
:
Materi
:
RENCANA PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN ANGGOTA PENGURUS YAYASAN DAN KADER MASYARAKAT
I. PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENGEMBANGAN YAYASAN
1. Penentuan Topik Merupakan hasil analisa situasi terdahulu mengenai kondisi faktual dan hasil yang dicapai serta permasalahan pengelolaan organisasi dan keterkaitan dengan HIV/AIDS yang dihadapi bila kegiatan akan dilakukan. Metode : Curah pendapat 2. Analisis Masalah Bersama-sama merumuskan inti, sebab dan akibat masalah pengelolaan organisasi Metode : Diskusi kelompok dan Pleno 3. Analisis Tujuan Bersama-sama mengidentifikasikan komponen tujuan umum, tujuan khusus dan sasaran Metode dan media : Curah pendapat dan pleno 4. Analisis Alternatif Sasaran a. Dapat menidentifikasi berbagai alternatif sasaran b. Dapat merumuskan prioritas sasaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan Metode dan Media : Diskusi Kelompok dan Pleno 5. Analisis Stakeholders c. Menganalisis stakeholders yang mempengaruhi dalam meningkatkan kemampuan personal pengurus berkaitan penguatan kapasitas yayasan dan pencegahan AIDS. d. Mengidentifikasi stakeholders yang berhubungan dengan kegiatan penguatan kapasitas yayasan maupun kegiatan pencegahan HIV/AIDS. e. Mengidentifikasi stakeholders potensial yang memberikan kontribusi dalam kegiatan penguatan kapasitas yayasan terhadap pencegahan HIV/AIDS. d. Metode dan Media : Diskusi Kelompok dan Pleno. 6. Merumuskan Indikator Sumber pembuktian dalam mengukur kerjasama antara atasan dan anggota untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan penguatan kapasitas organisasi bagi pengurus yayasan, maupun upaya pencegahan HIV/AIDS Metode dam media : Diskusi kelompok dan pleno 7. Rumusan Logistik
249 Merumuskan kebutuhan tenaga, alat, waktu dan biaya yang mendukung pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas organisdari bagi pengurus yayasan maupun upaya pencegahan HIV/AIDS Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno 8. Penentuan level intervensi Menentukan pada tingkat mana intervensi penguatan kapasitas yayasan akan dilakukan pada tingkat anggota pengurus sendiri atau kelurahan Metoda dan media : Diskusi kelompok 9. Penyusunan Rencana Operasional Merumuskan rencana kegiatan yayasan dan pengembangan jaringan kerja dalam upaya pencegahan HIV/AIDS Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno 10. Merancang Monitoring dan Evaluasi Program Merumuskan langkah-langkah monitoring dan evaluasi kegiatan program pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan yayasan Metode dan media : Diskusi kelompok dan pleno
Lampiran
FORM C
: 8
PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN ENAIMOKETAI DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN PENGAMATAN ( OBSERVASI )
PETUNJUK : Untuk melaksanakan pengamatan pada situasi dan kondisi : 1. Anggota Yayasan Primari 2. Pengurus/Pengelola Yayasan Primari INFORMAN
Nama Alamat
: ………………………………………………………… : ………………………………………………………… PELAKSANAAN PENGAMATAN
Hari / Tanggal : ……………………………………………………….. Waktu : ……………………………………………………….. Pengamat : ……………………………………………………….. PEDOMAN PENGAMATAN
I. Kapasitas Yayasan A. Situasi dan kondisi organisasi/ yayasan 1. Kondisi Fisik a. Memiliki kantor/sekretariat tersendiri b. Memiliki kantor/sekretariat di rumah ketua 2. Fasilitas kerja yang dipergunakan pada sekretariat yayasan a. Sarana kerja yang tersedia b. Sarana kerja yang ada merupakan bantuan ( dari mana ). 3. Aktivitas anggota pengurus dalam kegiatan sekretariat : a. Memiliki peralatan adminitrasi (Komputer, mesin ketik ). b. Memiliki peralatan penyimpanan administrasi ( lemari, meja, kursi ) c.Memiliki telephone sendiri dan televisi 4. Aktivitas yayasan dalam menghimpun modal kegiatan melalui jaringan kerja : a. Membuat proposal project ke Pemda ( KPAD ). b. Hubungan kerjasama kegiatan dengan instansi/swasta c. Memperjuangkan proposal data AIDS ke tingkat propinsi B. Situasi dan kondisi tempat tinggal anggota pengurus dengan skretariat
250 yayasan. 1. Rumah anggota pengurus dengan sekretariat berdekatan 2. Rumah anggota pengurus dengan sekretariat berjauhan C. Kepengurusan Yayasan 1. Organisasi Yayasan a. Memiliki struktur organisasi (berapa kali perubahan struktur kepengurusan yayasan ). b. Memiliki struktur organisasi dan program kerja 2. Administrasi a. Memiliki agenda surat keluar dan masuk serta ekspedisi surat b. Memiliki ekspedisi surat dan lainnya belum tersedia 3. Buku Penuntun Penanganan AIDS a. Memperoleh buku penuntun pada pelatihan HIV/AIDS b. Hanya memperoleh buku penuntun dari pemerintah II. Karakteristik Anggota Pengurus 1. Anggota pengurus yang ikut diklat : a. Mengikuti diklat manajemen organisasi ( … orang ) b. Mengikuti diklat konseling HIV/AIDS (….. orang ) 2. Pekerjaan Pokok Pengurus : a. Pekerjaan pokok swasta : ……… orang b. Pegawai Negeri Sipil : …… orang c. Ibu Rumah Tangga : …….. orang 3. Tingkat pendidikan anggota pengurus : a. Pendidikan S1 : ……… orang b. Pendidikan SLTA/SMU : …….. orang
c. Pendidikan SMP
Lampiran
: ………
orang.
FORM D
: 9
PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS ( ODHA ) MELALUI PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE PANDUAN PENGAMATAN ( OBSERVASI ) INSTANSI / KELURAHAN PETUNJUK : Untuk melaksanakan pengamatan pada situasi dan kondisi :
1. Petugas Sosial Distrik ( PSK ) 2. Lurah Karang Tumaritis Dan Ketua RW INFORMAN : ……………………………………………
Nama
Jabatan
: …………………………………
Nama Instansi Alamat Instansi
: …………………………………………… : ……………………………………………
PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI I. DATA TENTANG POTENSI KELURAHAN
1. Peta Kelurahan dan Dena Letak Kelurahan 2. Data Kependudukan dan Geografis Wilayah 3. Mata Pencaharian Penduduk 4. Lembaga Pembangunan Masyarakat ( LPM ). 5. Data Organisasi Sosial / Yayasan/LSM II. PROGRAM – PROGRAM PEMERINTAH PADA KELURAHAN
1. Program pembinaan Organisasi Sosial 2. Program pembinaan organisasi pemuda ( Karang Taruna ) 3. Bimbingan pencegahan kenakalan remaja (narkoba ) dan HIV/AIDS III. DATA LAINNYA
251 1. 2. 3. 4.
Data Data Data Peta
pemberdayaan Keluarga Muda Mandiri keluarga prasejahtera dan keluarga kelembagaan komunitas lokal Sosial
252