AGROEKOLOGI WILAYAH PENGEMBANGAN VARIETAS TEBU DI LAHAN KERING SULAWESI SELATAN MENDUKUNG PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA GULA
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam Road Map swasembada gula mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun swasembada gula total. Pada tahun tersebut produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri maupun menutup neraca perdagangan gula nasional atau disebut swasembada gula nasional (Anonim, 2006). Data dari sekretariat Dewan Gula Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah produksi tebu nasional mencapai 2,48 juta ton (Anonim, 2007a), sedangkan konsumsi gula menurut Sucofindo mencapai 4,641 juta ton (Anonim, 2007b). Maka pada tahun 2007 masih terjadi defisit gula nasional sekitar 2.161 juta ton. Untuk mencapai target swasembada gula nasional pada tahun 2014, diperlukan upaya peningkatan produksi gula antara lain melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas gula dapat dicapai dengan mengganti varietas-varietas lama yang telah mengalami degradasi keunggulan genetik dengan varietas baru. Perluasan tanaman tebu rakyat pada saat ini terjadi cukup pesat seiring dengan peningkatan daya saing usaha tani tebu.
Khususnya di Jawa Timur, perluasan
akselerasi untuk peningkatan produksi gula adalah 160.000 ha pada tahun 2007 dan dapat direalisasikan menjadi 197.059 ha. Dampak perluasan areal secara signifikan telah mampu meningkatkan produksi tebu sebagai bahan baku Pabrik Gula (PG), akan tetapi sasaran pencapaian rendemen sebesar 8,10 % hanaya mampu dicapai 6,92 % (Anonim, 2008). Belum tercapainya sasaran rendemen diduga karena dalam program rehabilitasi tanaman (bongkar ratoon) dan perluasan tanaman tebu baru, umumnya cenderung menggunakan varietas Bululawang (BL) dan PS 864 yang merupakan kategori tebu masak tengah sampai lambat. Sementara itu komposisi tebu masak awal masih sangat kecil arealnya (Sugiyarta dan Budhisantosa, 2009). Varietas tebu PS 881 cocok dikembangkan pada lahan dengan spesifik lokasi Inceptisol, Vertisol dan Ultisol dengan tipe iklim C2 (Oldeman). PS 881 dengan potensi rendemen yang tinggi dengan kategori kemasakan awal giling, dapat 1
digunakan untuk mengisi komposisi vaeietas guna menjaga keseimbangan pada penataan varietas tebu di lapangan (Sugiyarta dan Budhisantosa, 2009). Penentuan varietas PS 881 ini dilakukan dengan uji multilokasi yang mempertimbangkan tingginya interaksi genotipa dan lingkungan pada tanaman tebu (Mirzawan, 1995). Untuk mewujudkan swasembada gula diperlukan strategi pencapaiannya yaitu terdapat dua pilihan yang dapat dipertimbangkan, pertama meningkatkan serta mengoptimalkan kapasitas Pabrik Gula (PG) yang ada (existing industry) dan kedua membangun PG baru di luar existing industry yang berarti perluasan areal pertanaman tebu.
Pembangunan PG di luar existing industry
merupakan satu-
satunya solusi jangka panjang dalam peningkatan produksi gula guna mengimbangi kebutuhan gula nasional yang semakin meningkat. Pulau Jawa yang selama ini dianggap sebagai habitus utama untuk tanaman tebu,
dengan
keberadaan
mengusahakan industri gula.
sekitar
47
pabrik
gulanya
dianggap
optimum
Oleh karena itu, pengembangan industri gula baru
lebih disarankan untuk ekspansi di luar Jawa. Beberapa wilayah di luar pulau Jawa yang cukup potensial untuk pengembangan industri gula, salah satu diantaranya adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
Selama ini pengembangan tebu di wilayah ini
dikembangkan di lahan sawah seperti di kabupaten Bone dan di lahan kering di Kabupaten Takalar. Secara makro ada banyak lahan kering di Sulawesi Selatan yang memiliki karakteristik lahan (iklim, fisiografi lahan dan jenis tanah) relatif mirip dengan Kabupaten Takalar dan Bone. Secara umum lahan di Sulawesi Selatan mempunyai
persyaratan yang sesuai untuk tebu antara lain tipe iklim C dan D
(Oldeman), topografi datar sampai berlereng landai (lereng <15%) dan memiliki kedalaman tanah cukup dalam (>1m) (Djaenudin et.al., 2003 dan Mulyadi et.al., 2008). Subiyono (2012) mengemukakan bahwa Produktivitas tebu dan rendemen yang dapat dicapai Pabrik Gula di Sulawesi Selatan adalah : PG Takalar berturutturut 31,4 ton/ha dengan rendemen 5,66 % sedangkan PG Bone dan Camming 28,0 ton/ha dan rendemen 5,27 %.
Capaian ini merupakan angka terendah bila
dibandingkan dengan capaian PG lain di bawah PTPN X. Maka sangat diperlukan langkah-langkah perbaikan dimana salah satunya adalah dengan program penataan varietas yang disesuaikan dengan perencanaan lama giling dan tipologi lahan.
2
2. Pokok Permasalahan Program penataan varietas tebu memerlukan komposisi tipe kemasakan yang seimbang, agar rendemen pada awal hingga akhir giling selalu pada puncaknya (Sugiyarta et.al., 2000). Terbatasnya kategori varietas masak awal yang tersedia di masyarakat petani dan pekebun tebu menjadi penghambat pengaturan komposisi tebu yang ditanam. Varietas tebu PS 881 merupakan varietas unggul masak awal yang menunjukkan produktivitas tinggi. Pemanfaatan lahan harus didasarkan pada kesesuaian lingkungan dengan persyaratan tumbuh tebu (varietas tebu), sehingga dapat diterapkan teknologi andal yang tepat guna. Informasi daya dukung lahan yang dibutuhkan tidak sebatas pada luasannya saja, akan tetapi juga perlu dukungan informasi mengenai karakteristik agroekologinya, khususnya mengenai kesuburan tanah dan sifat fisik lahan. Inventarisasi dan karakteristik lahan ini sangat diperlukan terutama di daerah-daerah pengembangan baru seperti di lahan kering potensial di Sulawesi Selatan yang belum tersentuh bagi pengelolaan tebu.
3. Maksud dan Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh peta sebaran varietas tebu yang sesuai sifat kemasakan tebu (masak awal, masak tengah dan masak lambat) dengan tipologi lahan di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.Untuk mendapatkan peta sebaran agroekologi/tipologi wilayah pengembangan tebu yang sesuai dengan sifat kemasakan varietas tebu (masak awal, masak tengah dan masak lambat). Dengan didapatkan peta kesesuaian tipologi lahan dengan sifat kemasakan tebu, dapat digunakan sebagai dasar untuk penataan varietas tebu yang akan ditanam sehingga akan diperoleh jaminan rendemen tinggi dari awal hingga akhir giling 4. Metodologi Pelaksanaan Penelitian berupa survai lapang tanah dan iklim serta analisis laboratorium dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan September 2012. Lokasi survai di Kawasan Pengembangan tebu Kabupaten Bone Sulawesi Selatan Bahan yang digunakan adalah peta “Land Use” dan “Land System”, peta topografi (RBI), peta geohidrologi, peta tanah, peta komoditas, peta klasifikasi iklim,
3
peta administrasi, serta data-data sekunder berupa data luas lahan tebu saat ini, dan data iklim. Alat yang digunakan adalah cangkul, sangko, “Soil
bor tanah, ring sampel,
Colour Chart”
pH meter, palu,
, Formulir pengamatan, kompas, GPS,
Komputer dan Laptop. Kegiatan Analisis kesesuaian varietas tebu sesuai dengan kemasakannya terhadap tipologi wilayah, akan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : (a) Persiapan, (b) penyiapan peta lapangan, (c) kunjungan lapangan, (d) pengolahan data, (e) penggambaran peta kesesuaian varietas tebu, dan (f) penyusunan laporan. 1. Lokus Kegiatan
: Kegiatan dilaksanakan di Sulawesi Selatan.
2. Fokus Kegiatan : Pengembangan teknologi perbaikan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah pada masing-masing tipologi lahan suboptimal (kering, gambut, salin, rawa lebak, rawa pasang surut) untuk produksi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan 3. Bentuk Kegiatan : Berupa survei lahan dan iklim
BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Tahap Persiapan Persiapan Survai bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan di lapang yang meliputi kegiatan penyediaan peta dan data khususnya untuk wilayah kabupaten Bone serta pengadaan alat dan bahan yang diperlukan antara lain berupa data lahan sawah, lahan kering, peta tanah (jenis tanah), peta curah hujan, peta hidrologi, peta tata guna tanah (land Use), peta pewilayahan komoditi, peta topografi, peta adminisirasi pemerintahan dan foto udara.
Peta akhir direncanakan dibuat
pada skala 1: 50.000, sehingga peta kerja dibuat pada skala 1 : 50.000. Oleh karena itu peta dasar dibuat berdasarkan format dan isi yang mengacu pada peta topografi skala 1: 50.000. .
Proses seleksi lokasi dilakukan dengan cara overlay peta-peta
tersedia dengan skala yang sama juga dari data curah hujan serta persyaratan tumbuh tanaman tebu masak awal, tengah dan masak lambat Selanjutnya peta lapangan dikonsultasikan dengan pihak Disbun TK I dan TK II serta pihak PG di kabupaten Bone untuk memastikan desa yang akan disurvai. 4
b. Kunjungan Lapangan Kunjungan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data biofisik yang meliputi data lahan, data tanah, data iklim dan data tanaman tebu. b.1. Data lahan Data lahan yang diperlukan untuk kesesuaian varietas tebu adalah antara lain lereng, batuan permukaan, singkapan batuan, bahaya banjir, dan bahaya erosi. b.2. Data Tanah Data tanah yang diperlukan adalah : 1) media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif dan ketebalan solum), 2) sifat fisik tanah : pF, kemampuan tanah menahan air.
Sebagian data tanah dapat diamati di lapang terutama
media perakaran, sedang untuk mendapatkan data tanah yang lain diperoleh dari uji tanah/analisis terhadap sifat kimia dan fisika tanah di laboratorium. Untuk itu dilakukan pengambilan contoh tanah pada beberapa lokasi terpilih. Contoh tanah diambil pada lapisan
0 – 20 (atas) cm dan 20 - 60 cm (lapisan
dibawahnya) untuk uji tanah. b.3. Data Iklim Data iklim yang diperlukan adalah suhu rata-rata bulanan, ketersediaan air selama musim tanam, periode musim hujan, dan kelembaban (FAO, 1983), serta data curah hujan harian selama 15 tahun terakhir juga dikumpulkan untuk menentukan kesesuaian varietas tebu yang masak awal, tengah dan lambat . c. Pengolahan Data Hasil pengamatan lapangan dan uji tanah di laboratorium dan data iklim yang di kumpulkan selanjutnya digunakan untuk membuat peta Kesesuaian varietas tebu. d. Pembuatan Peta akhir dan laporan Peta kesesuaian varietas dengan tipologi lahan dibuat pada skala 1 : 50.000. Satuan pemetaan yang digunakan dideliniasi dari sebaran seri tanah yang terdapat di daerah penelitian.
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial Anggaran kegiatan direncanakan sesuai dengan kebutuhan an pengelolaan disatukan dalam management Balai Penelitian tanaman Pemanis dan Serat Malang. 5
a. Perencanaan Anggaran No. 1.
2. 3. 4.
Uraian Gaji dan upah A. Honorarium B. Upah Tenaga Harian Bahan Perjalanan Lain-lain
Volume satuan
Jumlah (Rp.)
1 paket 1 paket 1 paket 1 paket 1 paket
84.000.000,36.000.000,10.000.000,50.000.000,20.000.000.200.000.000, -
Total BIaya
Persentase (%) 60 5 25 10 100
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Dropping I
: 30 % dari anggaran (= Rp. 60.000.000,-) bulan April 2012
Dropping II
: 50 % dari anggaran (= Rp. 100.000.000,-) bulan Mei/juni 2012
Dropping III
: 20 % dari anggaran (= Rp. 40.000.000,-) bulan September 2012
Pengelolaan Anggaran Dropping I No. 1.
2. 3. 4.
Uraian Gaji dan upah A. Honorarium B. Upah Tenaga Harian Bahan Perjalanan Lain-lain Total BIaya
Volume satuan
Jumlah (Rp.)
2 bulan 1 paket 1 paket 1 paket 1 paket
20.880.000,9.120.000,10.000.000,18.000.000,2.000.000.60.000.000,-
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Hasil penelitian berupa peta rekomendasi kesesuaian tipologi lahan dengan varietas tebu sesuai kemasakannya dan bentuk laporan akan disosialisasikan dan diberikan pada PG. Takalar, Bone, dan Camming serta Dinas Perkebunan Provinsi , Dinas Perkebunan Kabupaten Bone dan Kabupaten Takalar. Peneliti Balittas mempunyai arsip dan mempunyai hak/kewajiban untuk menerbitkan laporan dalam bentuk Karya Ilmiah. d. Kendala – Hambatan Pengelolaan Administrasi Managerial Kendala yang dihadapi adalah waktu dropping dana yang selalu mundur atau tidak tepat waktu dan komposisi dropping sebaiknya dengan komposisi Tahap I : 50 % ; Tahap II : 30 % ; Tahap III : 20 %. -
6
BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Penelitian berupa survai lapang
dan analisis laboratorium akan
dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2012. Lokasi survai di Kawasan Pengembangan PG baru, Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan Bahan yang digunakan adalah peta “Land Use” dan “Land System”, peta topografi, peta lahan sawah, peta geohidrologi, peta tanah, peta komoditas, peta klasifikasi iklim, peta administrasi, serta data-data sekunder berupa data luas lahan tebu saat ini, dan data iklim. Alat yang digunakan adalah bor tanah, ring sampel, pH meter, palu, cangkul, sangko, “Soil Colour Chart” , Formulir pengamatan, kompas, GPS, Komputer dan Laptop.
Kegiatan Analisis kesesuaian varietas tebu sesuai
dengan kemasakannya terhadap tipologi wilayah, akan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : (a) kunjungan
lapangan,
(d)
Persiapan, (b) penyiapan peta lapangan, (c) pengolahan
data,
(e)
penggambaran
peta
kesesuaian varietas tebu, dan (f) penyusunan laporan. b. Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja Tersedianya peta kesesuaian tipologi lahan dengan varietas tebu berdasarkan tipe kemasakannya (masak awal, masak tengah, masak lambat)
di
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Digunakannya peta kesesuaian tersebut untuk program penataan varietas tebu di Pabrik Gula dan peta tersebut menjadi acuan bagi pemegang kebijakan (Dinas terkait dan pemerintah setempat) untuk
penyediaan bibit tebu sesuai dengan varietas yang
direkomendasikan serta tersediannya dana untuk pelaksanaan penataan varietas (bongkar raton dsb) c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Tipologi lahan yang ada sesuai dengan jenis tanahnya a. Entisol Entisol di lokasi survey memiliki karakteristik tanah yang didominasi oleh kerikil di permukaan dan semakin banyak jumlahnya dengan bertambahnya kedalaman. Pada lokasi BNE-8 memiliki lapisan olah sedalam 30 cm dan 7
pada kedalaman 40 cm jumlah kerikil semakin banyak ditemukan. Sedangkan lokasi CMG-4 dijumpai kerikil/batu kali di permukaan dengan diameter <0,5cm) sampai pada horizon tanah di bawahnya. Dominasi kerikil terdapat di horizon Bw1 dengan kedalaman 30-55 cm yaitu sebanyak 3050% kerikil dalam horizon Bw1. Lokasi CMG-5 memiliki karakteristik tanah hampir mirip dengan CMG-4 dengan tekstur tanah cenderung berpasir. b. Inceptisol Inceptisol termasuk tanah muda yang masih berkembang yang ditandai dengan adanya proses alterasi bahan induk. Sebaran Inceptisol di lokasi wilayah dijumpai di lokasi BNE-2, BNE-3 (Kec. Sibulue), BNE-5, BNE-6, BNE-7 (Kec. Cina), BNE-9 (Kec. Ponre), BNE-12, BNE-13 (Kec. Mare). Karakteristik Inceptisol di empat kecamatan ini memiliki tekstur lempung berdebu. Pada lokasi BNE-2, BNE-3 ditemukan adanya tekstur berpasir begitu pula dengan kerikil hitam (charcoal) ditemukan di kedalaman lebih dari 26 cm dan semakin kedalam charcoal semakin banyak. Selain charcoal, dijumpai pula Fe dan Mn pada kedalaman 26 cm di lokasi BNE-3. Inceptisol juga dijumpai di Caming, yaitu titik CMG-8 dan CMG-9. Inceptisol di lokasi CMG-8 memiliki karakteritik fisik lahan tidak subur, banyak dijumpai batuan. Tekstur lempung berpasir terdapat di kedalaman 0-23 cm dan di kedalalman 23-64 cm beralih ke lempung berdebu. Drainase tanah tidak ada kendala untuk pertumbuhan tanaman. Drainase buruk ada di lokasi CMG-9 dengan kandungan liat tinggi diikuti oleh kedalaman tanah. Konkresi Fe dan Mn dijumpai pada kedalaman lebih dari 24 cm. Tekstur tanah cenderung berliat (sebanyak 40%), berstruktur lempeng pada kedalaman 0-24 cm dan gumpal membulat pada kedalaman lebih dari 24 cm. c. Alfisol Alfisol merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan dan adanya pencucian liat pada horizon A yang terakumulasi di horizon B. Peningkatan kandungan liat halus merupakan ciri khusus Alfisol. Alfisol di lokasi Bone dijumpai di titik BNE-10 (Cina) yang memiliki tekstur lempung berdebu, semakin banyak batu kerikil dengan bertambahnya kedalaman. Alfisol di Caming tersebar di titik CMG-1, CMG-2, CMG-6, CMG-7, CMG-12, dan CMG-15. Tekstur tanah di lokasi ini umumnya lempung berdebu sampai 8
lempung liat berdebu dan kandungan liat cenderung tinggi. Tanah berwarna merah yang mencirikan tanah tidak subur. Struktur tanah remah sampai gumpal membulat menyusun ruang pori di lokasi ini. d. Vertisol Vertisol memiliki kandungan liat tinggi dan berdrainase buruk. Umumnya berwarna gelap dengan pH relatif tinggi. Vertisol di wilayah Bone terdapat di titik BNE-4 dengan karakteristik warna tanah hitam, kandungan liat tinggi, mulai kedalaman 30 cm fraksi tanah liat semakin lekat dan drainase buruk. Vertisol dijumpai pula di titik BNE-11 dengan karakteristik adanya batu kapur di permukaan (landform karst), bertekstur lempung liat berdebu, pada kedalaman lebih dari 40 cm kandungan fraksi liat semakin tinggi. Sedangkan sebaran vertisol di Caming terdapat di titik CMG-3, CMG-10, CMG-11, CMG-13, dan CMG-14. Umumnya karakteristik vertisol di Caming hampir seragam, yaitu kandungan liat yang tinggi dengan bertambahnya kedalaman dan semakin berat, drainase tanah jelek dan berwarna abu-abu serta memiliki solum relative dalam. Namum pada titik CMG-11 memiliki solum yang dangkal dan adanya batuan di horizon atas. Berdasarkan analisis hujan harian selama 15 tahun, didapatkan gambaran bahwa total hari kering (peluang hujan <60%) di wilayah pengembangan tebu PG Takalar lebih panjang rata-rata 180 hari dibanding wilayah PG Camming maupun PG Bone yang hanya 90 hari. Di wilayah PG Bone dan PG. Camming rata-rata musim hujan lebih panjang yaitu mulai minggu II Oktober/II-Nopember hingga IV-Juli/III-Agustus, sedangkan di wilayah PG. Takalar rata-rata musim hujan berlangsung mulai IINopember hingga minggu II-April. Musim tebu giling di wilayah PG Takalar lebih awal yaitu pada bulan Juni dibanding PG Bone atau PG Camming yaitu bulan Agustus. Dengan pendeknya masa giling yang terkait dengan pendeknya total hari kering maka hanya tebu masak awal hingga tengah yang dapat dikembangkan di wilayah PG. Bone/PG Camming dan peningkatan kapasitas giling dan rendemen harus diupayakan, sedangkan di wilayah PG Takalar dapat dikembangkan tebu masak awal, tengah dan lambat serta peningkatan produksi tebu sangat diperlukan.
9
2. Potensi Pengembangan ke Depan a. Kerangka Pengembangan ke Depan Hasil Penelitian berupa peta rekomendasi disosialisasikan dan diterapkan di setiap Pabrik Gula. Hasil rekomendasi perlu diikuti atau ditindak lanjuti dengan kegiatan uji adaptasi varietas tebu sesuai kemasakan di setiap tipologi lahan.
Program penataan varietas dapat dilaksanakan oleh dinas terkait
dengan tetap mendapat pengawalan dari peneliti. b. Strategi Pengembangan ke Depan. Kesesuaian
agroekologi
wilayah
pengembangan
tebu
dengan
sifat
kemasakan varietas tebu akan diterapkan pada program penataan varietas tebu di seluruh Indonesia. Dengan strategi sebagai berikiut : 1. Hasil Penelitian : Peta Rekomendasi Kesesuaian varietas dengan tipologi lahan 2. Sosialisasi ke Pabrik Gula dan Dinas terkait 3. Penerapan hasil Penelitian / rekomendasi 4. Uji Adaptasi varietas sesuai kemasakan 5. Rekomendasi yang telah teruji 6.
Program penataan varietas : akan terkait program Perbenihan dan varietas, budidaaya atau bongkar raton, pembiayaan yang berkelanjutan
BAB IV
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program a. Kerangka Sinergi Koordinasi Koordinasi dilaksanakan berupa Sosialisasi program pada Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perkebunan Kabupaten Bone dan Kabupaten Takalar dan Pabrik Gula Bone dan Pabrik gula Camming di kabupaten Bone, serta Pabrik Gula Takalar.
Koordinasi dengan pihak PG
dilakukan pada divisi Risbang. Dengan memanfaatkan tenaga penyuluh yang ada di setiap BPTP (Provinsi) bersama-sama dengan peneliti dan stakeholder yang lain melaksanakan sosialisasi teknologi yang dihasilkan litbang
10
b. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Terlaksananya program pada tingkat pengguna. Pengenalan program baru pada tingkat instansi pengambil kebijakan (Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dan PG. Bone, dan PG. Camming
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program Untuk membuat rekomendasi kesesuaian varietas tebu dengan tipologi lahan, diperlukan data sekunder berupa produktivitas tebu dan rendemen sebelumnya. Untuk itu dilakukan koordinasi dengan pihak PG. Takalar, PG. Bone, dan PG. Camming serta Dinas Perkebunan. Saling tukar informasi maupun data on farm dan of farm yang diperlukan antara PG, Dinas terkait dan Peneliti untuk pencapaian program. 2.
Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Peta tipologi lahan tebu dan rekomendasi kesesuaian varietas harus ditindak lanjuti dengan uji adaptasi varietas pada setiap tipologi lahan
Hasilnya berupa peta rekomendasi varietas tebu sesuai tipologi lahan
Hasil peta disosialisasikan ke Pemda, Pabrik Gula, dan petani
Implementasi program : Penataan varietas ------ Perbenihan dan Varietas, Budidaya atau Bongkar ratun, dan program penyiapan pembiayaan Sosialisasi hasil-hasil penelitian ke instansi terkait dan ke pengguna dengan memanfaatkan penyuluh dari BPTP yang ada di setiap provinsi
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Penerapan hasil inovasi teknologi litbang oleh pengguna dan adanya transfer teknologi dari peneliti ke penyuluh serta ke petani pengguna dan praktisi c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Hasil analisis tanah berupa sifat fisik dan kimia tanah dan data iklim dimanfaatkan oleh Risbang dari PG yang disurvei
11
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan a. Hasil Penelitian berupa peta rekomendasi disosialisasikan dan diterapkan di setiap Pabrik Gula. Hasil rekomendasi perlu diikuti atau ditindak lanjuti dengan kegiatan uji adaptasi varietas tebu sesuai kemasakan di setiap tipologi lahan. Program penataan varietas dapat dilaksanakan oleh dinas terkait dengan tetap mendapat pengawalan dari peneliti. b. Peta tipologi lahan tebu dan rekomendasi kesesuaian varietas harus ditindak lanjuti dengan uji adaptasi varietas pada setiap tipologi lahan Hasilnya berupa peta rekomendasi varietas tebu sesuai tipologi lahan Hasil peta disosialisasikan ke Pemda, Pabrik Gula, dan petani Implementasi program : Penataan varietas ------ Perbenihan dan Varietas, Budidaya atau Bongkar ratun, dan program penyiapan pembiayaan Sosialisasi hasil-hasil
penelitian
ke
instansi
terkait
dan
ke
pengguna
dengan
memanfaatkan penyuluh dari BPTP yang ada di setiap provinsi
2. Saran Penataan varietas tebu di PG terkait, atau di lahan petani dengan pembiayaan dari pemerintah dan pengawalan dari peneliti. Dukungan pembiayaan untuk penelitian, penyediaan bibit tebu sesuai penataan varietas dan dukungan kelembagaan yang baik
12