AGLOMERASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN
Nuryadi Saleh Pramusanto Yuhelda Dahlan Azhari Eko Setyatmoko Sarjono Kusnawan Soma Somantri
tekMIRA PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2009
1. 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kegiatan penelitian bijih besi, Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2009 adalah kelanjutan dari penelitian Tahun Anggaran 2008. Penelitian Tahun Anggaran 2008 difokuskan pada penelitian metoda peningkatan kadar besi untuk mendapatkan konsentrat minimal 60% Fe. Bijih besi lateritik kadar tinggi dapat dengan mudah ditingkatkan dengan proses washing dihasilkan konsentrat berkadar 60,90% Fe dengan kandungan pengotor Al2O3 1% dan 0,68% SiO2. Bijih besi magnetik kadar rendah dapat dengan mudah untuk ditingkatkan kadar besi dengan metoda magnetik separator dengan kadar Fe mencapai 61,44% (Laporan Proyek 2008). Untuk menerapkan teknologi peningkatan kadar Fe, maka kegiatan lapangan di Pleihari, Kalimantan Selatan dilakukan dibeberapa tempat untuk melihat perbedaan karakteristik bijih besi yang ada yaitu di Gunung Putri, Sungai Riam dan Sungai Bakar. Dalam industri besi baja konsentrat besi yang dihasilkan digunakan sebagai bahan baku pembutanan pi iron maka mengalami proses aglomerasi agar dapat diaplikasikan tungku-tungku reduksi dan peleburan. Proses aglomerasi adalah pembesaran ukuran dengan mengunakan pelletizer dengan produk berupa pellet atau menggunakkan mesin briket, dengan produk berupa briket atau dengan proses sintering, produk berupa sinter. Aglomerasi dengan mengadopsi proses pelletizer yang berpengaruh adalah jenis binder, komposisi binder serta proses indurasi. Indurasi adalah pembakaran pellet pada suhu tinggi sehingga suhu dan lamanya indurasi menjadi peran yang sangat penting. Binder yang umum digunakan adalah bentonit namun dapat juga menggunakan binder lain yaitu molase dan CMC yang merupakan bahan dari selulosa. Di pasaran ada jenis binder yang didesain khusus untuk binder pellet besi yaitu ALCOTAC merek dagang dari CIBA Chemical Jepang dan PERIDUR merek dagang dari AZKO NOBEL namun demikian kedua produk tersebut tidak dapat digunakan dalam penelitian karena susah dalam pengadaan dari luar negeri dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, dalam kegiatan penelitian bijih besi tahun 2009 performa binder lokal yaitu bentonit, molase dan CMC digunakan sebagai binder pellet.
Paramater binder seperti komposisi, jenis, suhu dan waktu indurasi diamati performa terhadap kuat tekan sebagai pembanding (kontrol) keberhasilan proses adalah pellet yang digunakan PT Krakatau Steel. Setalah mengalami proses pembakaran yang dikenal dengan pellet bakar (dry pellet) maka pellet mengalami proses reduksi di dalam tungku putar. Proses reduksi adalah proses merubah besi oksida baik berupa Fe2O3 maupun Fe3O4 menjadi logam Fe. Proses reduksi dapat berlangsung karena keberadaan reduktor. Reduktor yang dapat digunakan adalah batubara, gas reduktor seperti gas alam (methane gas) atau campuran gas CO dan H 2 hasil dari proses reformasi atau proses penguraian gas alam CH 4(g) menjadi CO(g) dan H2(g) di dalam tungku reformer. Dalam penelitian ini digunakan reduktor batubara dengan pertimbangan batubara yang cukup tersedia berlimpah di Indonesia. Keberhasilan proses reduksi tergantung dari komposisi batubara, suhu dan waktu reduksi. Sebagai pembanding keberhasilan proses reduksi dengan batubara adalah konsentrat bijih besi direduksi dengan menggunakan gas reduktor CO dengan komposisi tertentu. Untuk mencapai komposisi gas CO tertentu maka dicampur dengan gas inert berupa N2. Gas CO2 juga digunakan sebagai kontrol untuk memperkirakan komposisi gas CO/CO2 yang harus dihasilkan selama proses reduksi dengan reduktor batubara agar dihasilkan metalisasi yang tinggi. Produk dari reduksi pellet adalah reduced iron atau sponge iron yang kemudian dilebur dalam tungku listrik, basicity menjadi hal penting dalam keberhasilan pemisahan antara besi dan slag yang dihasilkan dari proses peleburan. Basity adalah perbandingan anatara oksida yang bersifat asam SiO2 dan oksida-oksida yang bersifat basa seperti MgO dan CaO. Kegiatan penelitian juga berusaha untuk mencoba menghilangkan tahapan reduksi di dalam rotary kiln. Dalam skala industri ukuran rotary kiln mencapai 150 meter dengan diameter dalam mencapai 3 meter. Oleh karena itu tahapan ini dihilangkan dengan mencoba proses reduksi dan peleburan berlangsung secara simultan yaitu reduksi langsung diikuti dengan peleburan seperti proses reduksi langsung di dlam tungku tegak (blast furnace). Proses reduksi langsung dicoba di dalam tungku listrik. Pellet sebagai bahan baku peleburan di dalam tungku listrik dibuat komposit dengan batubara, pellet komposit harus memiliki kekuatan fisik yang baik agar tidak hancur pada saat jatuh ke dalam chamber tungku listrik sehingga terjadi reduksi antara C(s) + Fe2O3/Fe3O4 menjadi Fe atau terjadi pembakaran C menjadi CO(g)/CO2(g) di dalam pellet dan mereduksi Fe2O3/Fe3O4 menjadi Fe/.
Dengan serangkaian kegiatan yang ijabarkan di atas diharapkan dapat dibuat suatu route proses yang terintegrasi dalam pemanfaatan bijih besi lokal sebagai bahan baku industri besi baja di Kalimantan Selatan.
1.2.
Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan Pengolahan Bijih Besi Lokal tahun anggaran 2009 adalah mengkaji proses aglomerasi, reduksi dan peleburan dari konsentrat yang dihasilkan dari kegiatan peningkatan kadar. 1.3.
Maksud dan Tujuan
Penelitian pengolahan bijih besi dimaksudkan membuat kajian teknologi pemanfaatan konsentrat bijih besi menjadi sponge iron dan atau menjadi pig iron. Sedangkan tujuannya adalah membuat route proses pemanfaatan bijih besi lokal menjadi sponge iron bahkan menjadi pig iron. 1.4.
Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan pengolahan bijih besi lokal adalah terkuasainya teknologi yang terintegrasi dari proses peningkatan kadar sampai menjadi pig iron dengan mempelajari pengaruh parameter proses. 1.5.
Lokasi Kegiatan
Lokasi pengambilan sample direncanakan di ambil dari dua lokasi yaitu Pleihari Kalimantan Selatan untuk mendapatkan bijih besi primer dan percobaan dilakukan di Puslitbang tekMIRA.
II. LATAR BELAKANG TEORI Komposisi kerak bumu sebagian besar dari besi, oksigen, silikon dan aluminium. Besi dialam dalam bentuk oksida diperkirakan depisot di alam terdapat 800 milyar ton. Bijih besi hematit (Fe2O3) dan magnetite (Fe3O4) berturut-turut terkandung secara teoritik Fe berturut-turut 70% dan 72%. Namun demikian bijih besi kualitas tinggi memiliki kandungan Fe sekitar 65% maksimum dengan kandungan pengotor 2-6% silika (SiO2) dan 1-3% alumina (Al2O3). Bijih besi kadar tinggi digunakan dalam bentuk lump yang hanya mengalami proses crushing dan sizing. Sedangkan bijih besi kadar rendah mengalami proses benefisiasi untuk meningkatkan kadar Fe, konsentrat hasil benefisiaisi dalam bentuk fine atau pulverized ore sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan besi mengalami pre-treatment. Perlakuan berupa aglomerasi, yang dapat dalam bentuk sinter atau dalam bentuk pellet. Sinter process fine ore berukuran 2-3 mm dicampur dengan coke breeze dan penambahan kapur bakar kemudian dimasukan ke dalam box sebelum dilakukan pembakaran . Akibat pembakaran kokas yang dicampurkan menyebabkan partikel leleh sebagian dan membentuk aglomerat dengan adanya kapur menjadi berukuran 15-30 mm diameter. Dwight-Lloyd machine banyak digunakan dalam proses sintering. Sedangkan dalam proses pelletizing meliputi proses pencampuran partikel berukuran halus 200 mesh hasil penggerusan dicampur dengan batu kapur dan bentonit kemudian dilakukan balling sampai berukuran 10-15 mm kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara atau bahan bakar minyak. Dibandingkan dengan sinter, pellet memiliki kandungan besi yang tinggi dan kandungan pengotor yang lebih rendah dan pelletizing sangat cocok untuk bijih berukuran sangat halus dan akan mendominasi lebih banyah diterapkan dimasa depan. Oleh karena itu, penelitian aglomerasi menjadi sangat penting dilakukan. Pellet Pellet adalah lump yang berbentuk hampir bulat yang terbentuk dari proses aglomerasi dari bijih besi berukuran halus dengan keberadaan air dan binder dan mengalami proses hardening pada suhu 1200oC. Binder memegang peran penting dalam pembentukan pellet, menyebabkan pellet basah dan pellet kering setelah mengalami pembakaran menjadi kuat.
Terdapat dua tipe binder yang dapat digunakan yaitu : 1. Organik binder, seperti dextrin, starch, alginate. 2. Inorganik binder seperti bentonit, semen, kapur dan kalsium hidroksida. Mekanisme bonding terdapat dua tahap yaitu : (a) Nukleasi (pembentukan seed). (b) Pertumbuhan yaitu akibat perlapisan dan asimilasi. Keuntungan pellet yaitu : 1. Reduksibilitas baik, 2. Permeabilitas baik, 3. Bulk density tinggi, 4. Kandungan besi tinggi, 5. Komposisi kimia seragam 6. Kekuatan tinggi, 7. Konsumsi panas rendah, 8. Mudah dalam penanganan rendah. Kelemahan yaitu : 1. Biaya produksi tinggi akibat grinding dan pembakaran, 2. Swelling dan kehilangan kekuatan di dalam furnace, 3. Pelengketan di dalam furnace. 4. Aliran gas lebih terhambat akibat ukuran seragam sehingga celahcelah lebih rendah, 5. Sulit dibuat fluxing pellet. Carbon Iron Composite Process Dalam beberapa tahun belakangan ini, inovasi penghematan energy untuk mencegah pemanasan global menjadi penting, dalam industri besi baja hal ini telah banyak dilakukan dengan melakukan perbaikan keseimbangan energy dan menurunkan nisbah reduktor (reduction agent ratio, RAR). Teknik menurunkan RAR adalah dengan membuat komposit besi-batubara, carbon iron composite process. Komposit besi karbon dibuat dengan mencampurkan batubara/kokas yang memiliki reaktivitas yang tinggi dan bijih besi. Karbon iron komposit dapat dilakukan dengan proses bricketing pada kondisi panas (hot bracketing) dengan tekanan 2000 N dengan campuran 40% bijih besi dan 60% batubara
Kinetika reaksi dari beijih besi oksida menjadi logam adalah dengan pembuangan oskigen , di mana kecepatan reaksi meningkat dengan naiknya temperature Tahapan reduksi bijih besi oksida adalah :
Reduksi oleh gas CO. Di atas 5700C, besi oksida direduksi dalam tiga tahap yaitu (1) 3Fe2O3 + CO → 2Fe3O4 + CO2 (2) Fe3O4 + CO → 3FeO + CO2 (3) FeO + CO → Fe + CO2
Reduksi oleh gas H2. (1) 3Fe2O3 + H2 → 2Fe3O4 + H2O (2) Fe3O4 + H2 → 3 FeO + H2O (3) FeO + H2 → Fe + H2O
Reduksi oleh karbon, yang dikenal dengan proses reduksi langsung DR, dengan mekanisme sebabagai berikut (1) 3Fe2O3 + C → 2Fe3O4 + CO (2) Fe3O4 + C → 3FeO + CO (3) FeO + C → Fe + CO
Reduksi bijh besi terdiri dari beberapa tahapan yaitu : (1) Perpindahan gas reduktor dari fasa gas ke permukaan partikel melalui lapisan tipis gas, (2) Difusi gas reduktor melalui produk reaksi pada antarmuka, (3) Adsorpsi gas reduktor pada antarmuka (4) Reaksi pada antarmuka (5) Desorpsi gas produk pada antaramuka (6) Perpindahan besi dan oksigen terjadi transformasi dalam keadaan padat (7) Difusi gas produk melalui lapisan permukaan partikel (8) Perpinadahan produk gas dari permukaan partikel malalui lapisan tipis gas ke fasa gas.
Reaksi (3) dan (6) dikontrol oleh reaksi kimia sedangkan reaksi (1) , (6), (7) dan (8) dikontrol oleh proses difiso gas.
III. METODA PENELITIAN Penelitian pengolahan bijih besi dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi : 1. 2.
Pengambilan conto di Pleihari, Kalimantan Selatan, Preparasi conto Studi bahan baku meliputi : Analisis komposisi kimia Mineralogi 3. Peningkatan kadar besi Metoda Pemisahan magnetik 4. Analisis kimia terhadap hasil-hasil percobaan. 5. Pembuatan pellet dengan memvarisikan jenis binder yaitu : Molase CMC dan Bentonit 6. Pembakaran pellet dengan memvariasikan suhu dan waktu pembakaran (indurasi). 7. Pengujian kualitas pellet, 8. Pembuatan pellet komposit dengan memvariasikan komposisi reduktor 20%, 25%, 30%, 40% dan 50%. 9. Reduksi pellet komposit di dalam rotary kiln dengan memvarisikan suhu reduksi yaitu 900oC dan 700oC (menunggu hasil analisis). 10. Peleburan dengan memvarisikan basitas slag (menunggu hasil analisis) 11. Reduksi dengan gas CO sebanyak 30% dengan mencampurkan gas CO dan N2 dengan perbandingan 30/70 sebagai control kualitas dari reduksi pellet komposit (belum dilakukan). Peralatan yang digunakan adalah : a. b. c. d. e. f.
Jaw Crusher Double Roll Crusher Ball Mill Splitter Wet Magnetik Separator High Gradient Magnetik Separator.
Pengujian compressive test dilakukan untuk melihat kualitas pellet yang dihasilkan. Komposisi binder yang terdiri dari 3% bentonit, 3,5% molase dan 0,25% CMC. Pelet yang dihasilkan dilakukan indurasi di dalam muffle furnace dengan memvarisikan waktu 2 dan 4 jam serta memvariasikan suhu indurasi yaitu 1000 oC, 1100 oC dan 1200oC.
Prosedur pembuatan pellet Sample besi laterite digerus di dalam ball mill sampai 95% lolos 150 mesh kemudian ditambahkan binder dengan komposisi masing-masing 3% bentonit, 3,5% molase dan 0,25% CMC. Pencampuran binder bentonit dengan bijih laterit hasil giling dan pencampuran binder CMC dan bijih laterit hasil giling dilakukan di dalam mixer. Sedangkan binder molase diencerkan dan digunakan sebagai spray water pada saat pembuatan pellet. Pembuatan pellet dilakukan dengan mengggunakan pelletizer ex Jerman. Pellet dibuat berukuran 1-2 cm Prosedur indurasi Green pellet bijih besi laterit dilakukan indurasi di dalam muffle furnace. Tahapan indurasi dilakukan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
drying preheating firing indurasi phase cooling
Drying dilakuan pada suhu 250 oC selama 15 menit, proses drying dilakukan untuk menguapkan air, sekitar 40% air dapat teruapkan. Kemudian suhu dinaikkan sampai 800oC sebagai tahapan pre-heating selama 10 menit dan diharapkan terjadi oksidasi magnetit. Firing dilakukan pada suhu 1000oC selama 10 menit, terjadi proses kalsinasi dari binder seperti bentonit. Variasi suhu indurasi 1000oC maka tahapan firing adalah juga tahapan indurasi dengan variasi waktu indurasi 2 dan 4 jam. Untuk mendapatkan sifat fisik yang baik maka pellet diindurasi pada suhu yang divariasikan 1100 oC dan 1200oC.dengan waktu bervarisi juga yaitu 2 dan 4 jam. Tahapan indurasi diarapkan terjadinya melt pada permukaan pelllet sehingga terjadi sintering hematit.
Tahap ahir dari proses indurasi adalah cooling yang didinginkan sampai suhu 300oC sebelum dikeluarkan dari furnace. Pendinginan dilakukan untuk menghindari spalling atau depreciation yang menyebabkan pellet retak bahkan pecah. Foto-foto pellet hasil indurasi disajikan pada Gambar 1-9.
Gambar 1 Pellet hasil indurasi, binder CMC, suhu 1000oC, 2 dan 4 jam
Gambar 2 Pellet hasil indurasi, binder CMC, suhu 1100oC, 2 dan 4 jam
Gambar 3 Pellet hasil indurasi, binder CMC, suhu 1200oC, 2 dan 4 jam
Gambar 4 Pellet hasil indurasi, binder bentonit, suhu 1000oC, 2 dan 4 jam
Gambar 5 Pellet hasil indurasi, binder bentonit, suhu 1100oC, 2 dan 4 jam
Gambar 6 Pellet hasil indurasi, binder bentonit, suhu 1200oC, 2 dan 4 jam
Gambar 7 Pellet hasil indurasi, binder molase, suhu 1000 oC, 2 dan 4 jam
Gambar 8 Pellet hasil indurasi, binder molase, suhu 1100 oC, 2 dan 4 jam
Gambar 9 Pellet hasil indurasi, binder molase, suhu 1200oC, 2 dan 4 jam
Penambahan fluk batu kapur 0,3 percent and 1,2 percent akan memperbaiki porositas dan compressive strength dengan membentuk fasa calciumi-silicatferrite. Prosedur Reduksi Dilakukan di dalam rotary kiln, pellet komposit dimasukan ke dalam rotary kiln dan temperature dinaikkan sampai 900oC setelah tercapai kemudian di tahan selama 2 jam dan didinginkan secara perlahan. Produk reduksi berupa reduced iron kemudian ditimbang untuk menghitung kehilangan berat kemudian di analisis kandungan Fe total, FeO, Fe2O3 dan Fe3O4. Sebagai control keberhasilan Intensitas Fe Al O ,% SiO ,% 2 3 2 proses reduksi pellet magnet tot.,% komposit maka pellet tanpa batubara direduksi di dalam rotary kiln dengan menggunakan reduktor gas CO. Sebelum suhu tercapai 900oC maka atfosfir dapur rotary kiln dibuat inert agar tidak terjadi oskidasi dengan menggunakan gas N2, setelah tercapai kemudian dialirkan gas CO 30% dan gas N2 70%. Kemudian di tahan dua jam dan setelah itu didinginkan dengan gas N2, dulanjutkan dan ditimbang serta analisis kandungan Fe total, FeO, Fe2O3 dan Fe3O4.
IV. Pembahasan Diagram alir crushing up grading bijih besi Tahap rougher Produk ball berukuran lolos 10 mesh dengan kadar Fe 51,6%, Al2O3 3,86% dan SiO2 11,7%, dilakukan peningkatan kadar dengan pemisahan magnetik. Intensitas magnetik yang digunakan 4300 gauss. Tabel 1, memperlihatkan karakteristik pemisahan magnetik pada intensitas yang tinggi. Tabel 1 Karakteristk pemisahan magnetik
4300 4800 5200 5700 7200
59,30 54,7 55,3 55,3 55,3
1,28 3,98 3,50 3,41 3,85
8,62 8,96 9,42 8,96 8,72
Tabel 1, memperlihatkan karakteristik pemisahan magnetik bijh besi Kalimantan Selatan, memperlihatkan intensitas di atas 4800 gauss tidak terjadi peningkatan kadar di atas 55% Fe, relatif konstan 55,3% karena intensitas yang tinggi banyak pengotor yang terperangkap di dalam konsentrat. Tahap rougher dihasilkan 84,45% wt. konsentrat berkadar 59,30% Fe, 1,28% Al2O3 dan 8,62% SiO2, terjadi peningkatan kadar Fe dan penurunan pengotor. Perolehan Fe mencapai 97,05 % (lihat material balance dilampiran EXCEL), RoC 1,18 yang menunjukkan untuk memperoleh konsentrat berkadar 59,30% Fe membutuhkan 1,18 ton bijih besi.Tailing rougher sebanyak 15,55%wt. berkadar 9,78% Fe, 17,87% Al2O3 dan 28,43% SiO2. Analisis mineralogi produk rougher Analisis meneralogi terhadap konsentrat rougher menunjukkan magnetit (72,35%wt.) warna abu-abu coklat, isotropik, berbutir halus-kasar (2 mm) yang berbutir halus dalam keadaan terliberasi dan yang berbutir lebih kasar sebagian berikatan dengan mineral bukan-logam (gangue mineral), sebagian telah terubah menjadi magnetit-hematit. Hematit (7,50%wt.) warna abu-abu terang, anisotropik, berbutir haluskasar, sebagian berikatan dengan limonit maupun mineral bukan logam. Limonit (3,5 %wt.) warna abu-abu keruh, bentuk butir tidak beraturan, sebagian berikatan dengan hematit maupun mineral bukan-logam. Magnetit-hematit (8,01%wt.) warna abu-abu kecoklatan terang, berbutir halus - kasar, sebagian berikatan dengan mineral bukan-logam. Kalkopirit (0,70%wt.) warna kuning tua, isotropik, berbutir halus dalam keadaan terliberasi. Pirit (0,25%wt.) warna krem pucat, isotropik, relief tinggi, berbutir halus-kasar, yang berbutir kasar berikatan dengan mineral bukan-logam.
Material lainnya (7,93%wt.) adalah mineral bukan-logam (gangue mineral) kemungkinan jenis silika dan karbonat. Fotomikrograf konsentrat 4300 gauss disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Foto mikrograp konsentrat rougher Sedangkan analisis mineralogy terhadap sample tailing rougher, menunjukkan magnetit (0,37%wt.) warna abu-abu kecoklatan, isotropik, berbutir halus dalam keadaan terliberasi. Hematit (0,37%wt.) warna abu-abu terang, anisotropik, berbutir halus dalam keadaan terliberasi. Limonit (8,54%wt.) warna abu-abu keruh dan berbutir halus. Kalkopirit (3,35%wt) warna kuning tua, isotropik berbutir halus. Material lainnya (84,83%wt.) adalah mineral bukan-logam (gangue mineral) kemungkinan jenis silika dan karbonat. Fotomikrograf tailing 4300 gauss disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Tailing rougher 4300 gauss Tahap cleaner pemisahan magnetik Rougher concentrate berkadar 59,30% Fe, 1,28% Al2O3 dan 8,62% SiO2 dilakukan peningkatan kadar kembali agar memenuhi spesifikasi yaitu min 63% Fe. Hasil analisis mineralogi menunjukkan minerak-mineral besi terdapat rekahan-rekahan yang diotempati oleh mineral-mineral silikat . Oleh karena itu, konsentrat rougher dilakukan pengecilan ukuran sampai 150 mesh. Penggilingan dilakukan dengan ball sistem tertutup dengan hidrosiklon. Underflow siklon dikembalikan kembali ke dalam ball mill sedangkan konsentrat berukuran lolos 150 mesh yang telah terliberasi dari mineral silikat dilakukan desliming untuk menghilangkan mineral silikat yang berukuran halus, terjadi peningkatan kadar menjadi Fe 64,29%, Al2O3 1,32% dan SiO2 4,20% dengan perolehan Fe 88,81%. Dengan berat sejumlah 71,28% wt.
Slime yang terbuang sejumlah 13,17% wt. mengandung Fe 32,30%, Al 2O3 1,06% dan SiO2 32,55%. Proses desliming dapat menggunakan thickener. Ukuran thickener sangat tergantung dari hasil uji settling test.
Underflow thickener karena masih mengandung SiO2 sekitar 4% dilakukan peningkatan kadar dengan magnetik separator 1500 gauss. Simulasi cleaner magnetik separator tanpa desliming disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristk pemisahan magnetik cleaner
Intensitas magnet 2500 2000 1500
Fe tot.,% 58,40 59,20 60,9
Al2O3,%
SiO2,%
3,85 3,83 3,90
8,75 8,85 8,20
Tabel 2, memperlihatkan sulitnya melakukan pengurangan kandungan mineral tanpa melakukan desliming. Hasil pemisahan magnetik tahap cleaner terhadap sample underflow thickener dengan intensitas magnetik 1500 gauss menghasilkan 69,85% wt. konsentrat cleaner berkadar Fe 64,90%, Al2O3 1,26% dan SiO2 3,70% dengan perolehan Fe mencapai 87,90%. Sedangkan tailing cleaner dengan jumlah 1,43% wt. terkandung Fe 34,40%, Al2O3 4,32% dan SiO2 28,6%, dan disirkulasikan kembali ke dalam ball mill. Tahap re-cleaner pemisahan magnetik Sedangkan konsentrat cleaner dibersihkan kembali dengan menggunakan separator magnetik untuk meningkatkan kadar Fe. Pemisah magnetik yang digunakan adalah double drum magnetik separator dengan intensitas magnetik yang sama yaitu 800 gauss. Dihasilkan konsentrat akhir sebanyak 65,72% wt. berkadar 66,1% Fe total, 0,86% Al2O3 dan 3,1% SiO2 dengan perolehan Fe mencapai 84,19% dan ratio of concentration (RoC) mencapai 1,52. Sehingga untuk mendapatkan 1 ton konsentrat berkadar 66% Fe, membutuhkan 1,52 ton bijih besi sebagai bahan baku. Tailing recleaner berkadar 45,78% Fe, 7,63% Al2O3 dan 13,26% SiO2. Dari rangkaian proses pengolahan terdapat tiga tailing yaitu tailing rougher, slime dan recleaner tail , sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komponen tailing peningkatan kadar Fe KOMPONEN ROUGHER TAIL SLIME RE-CLEANER TAIL FINAL TAIL
wt, % 15,55 13,17 4,13 32,84
Fet,% 9,78 32,30 45,78 23,33
Al2O3,% 17,87 1,06 7,63 9,84
SiO2,% 28,43 32,55 13,26 28,17
Final tail sebanyak 32,84% dari proses upgrading berkadar 23,33% Fe, 9,84% Al2O3 dan 28,17% SiO2, (calculated tail grade) sedangkan hasil; assay menunjukkan kandungan Fe total 21,6%, Al2O3 8,19% dan SiO2 33,7% menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan.
wt, % Fe tot.,% Al2O3,% SiO2,% Rec. Fe,% Rec.Al2O3,% Rec.SiO2,%
MINE
head grade 100 51.6 3.86 11.7 100 100 100
wt, % Fe tot.,% Al2O3,% SiO2,%
3.86 11.7
15.55 9.78 17.87 28.43
ROUGHER MAGNETIC SEPARATION 4300 GAUSS HYDROSIKLON OVERFLOW -150 MESH
SURGE PILE OVERLAND CONVEYOR
PRE PRIMARY GRINDING
SCREENING st. CRUSHING nd. CRUSHING
PLANT STOCK PILE
SLIME
ROUGHER CONC wt, % 84.45 Fe tot.,% 59.30 Al2O3,% 1.28 SiO2,% 8.62 Rec. Fe,% 97.05 Rec.Al2O3,% 9.24 Rec.SiO2,% 62.22 wt, % Fe tot.,% Al2O3,% SiO2,%
UNDERFLOW HC
PRIMARY GRINDING
wt, % Fe tot.,% Al2O3,% SiO2,%
UNDERFLOW THICKENER wt, % 71.28 Fe tot.,% 64.29 Al2O3,% 1.32 SiO2,% 4.20 Rec. Fe,% 88.81 Rec.Al2O3,% 24.41 Rec.SiO2,% 25.59 CLEANER CONC wt, % 69.85 Fe tot.,% 64.90 Al2O3,% 1.26 SiO2,% 3.70 Rec. Fe,% 87.86 Rec.Al2O3,% 22.80 Rec.SiO2,% 22.09
DESLIMING
1.43 CLEANER TAIL 34.4 4.32 28.6 ROUGHER MAGNETIC SEPARATION 1500 GAUSS
ROUGHER MAGNETIC SEPARATION 800 GAUSS RE-CLEANER CONC wt, % Fe tot.,% Al2O3,% SiO2,% Rec. Fe,% Rec.Al2O3,%
13.17 32.30 1.06 32.55
65.72 66.1 0.86 3.1 84.19 14.64
RE-CLEANER TAIL wt, % 4.13 Fe tot.,% 45.78 Al2O3,% 7.63 SiO2,% 13.26
Pengujian Kualitas Pellet Hasil pengujian compressive strength disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Compressive strength pellet indurasi BINDER SUHU WAKTU COMPRESSIVE STRENGTH, kgf/pellet (RATA-RATA) BINDER SUHU WAKTU COMPRESSIVE STRENGTH, kgf/pellet (RATA-RATA) BINDER SUHU WAKTU COMPRESSIVE STRENGTH, kgf/pellet (RATA-RATA) CONTROL COMPRESSIVE STRENGTH, kgf/pellet (RATA-RATA)
o
1000 C 2
4
BENTONIT 3% 1100oC 2 4
1200oC 2
4
13,481 18,954 35,703 41,258 81,495 96,13 MOLASE 3,5% o 1000 C 1100oC 1200oC 2 4 2 4 2 4 12,337 16,585 26,307 28,513 53,514 102,69 CMC 0,25% o 1000 C 1100oC 1200oC 2 4 2 4 2 4 10,621 10,784 25,817 47,958 81,373 132,76 PELLET DARI PT KRAKATAU STEEL 63,317
Pengaruh binder bentonit terhadap compressive strength pada variasi suhu 1000oC, 1100oC dan 1200oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam disajikan pada Gambar 12. Terlihat bahwa kenaikan suhu dan waktu indurasi akan menaikkan compressive strength. Pada suhu 1000oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam compressive strength berurut-turut adalah 13,481 kgf/pellet dan 18,954 kgf/pellet. Pada suhu 1100oC, compressive strength untuk waktu indurasi 2 jam adalah 35,703 kgf/pellet. Sedangkan waktu indurasi 4 jam, compressive strength adalah 41,13 kgf/pellet. Kenaikkan suhu indurasi menjadi 1200 oC compressive strength dengan waktu indurasi 2 dan 4 jam berturut-turut adalah 81,495 kgf/pellet dan 96,13 kgf/pellet. Dibandingkan dengan hasil pengujian compressive strength pellet control yaitu pellet dari PT Krakatau Steel yang memiliki compressive strength 63,317 kgf/pellet, maka pellet dengan binder bentonit dengan indurasi 2 jam cukup memenuhi kualitas pellet yang dikehendaki.
110
compressive strength, kgf/pellet
100 90 80
bentonit, 1000 der. C
70
bentonit, 1100 der. C
60
bentonit, 1200 der. C
50 40 30 20 10 1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
w aktu, jam
Gambar 12 Pengaruh suhu terhadap compressive strength, binder bentonit Pengaruh binder molase terhadap compressive strength pada variasi suhu 1000oC, 1100oC dan 1200oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam disajikan pada Gambar 13. Terlihat bahwa kenaikan suhu dan waktu indurasi akan menaikkan compressive strength. Pada suhu 1000oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam oC berurut-turut adalah 12,337 kgf/pellet dan 16,585 kgf/pellet. Pada suhu 1100 o C untuk waktu indurasi 2 jam adalah 26,307 kgf/pellet. Sedangkan waktu indurasi 4 jam, compressive strength adalah 28,513 kgf/pellet. Kenaikkan suhu indurasi menjadi 1200 oC oC dengan waktu indurasi 2 dan 4 jam berturutturut adalah 53,514 kgf/pellet dan 102,69 kgf/pellet. Dibandingkan dengan hasil pengujian compressive strength pellet control yaitu pellet dari PT Krakatau Steel yang memiliki compressive strength 63,317 kgf/pellet, maka pellet dengan binder molase dengan indurasi 2 jam cukup memenuhi kualitas pellet yang dikehendaki
110
compressive strength, kgf/pellet
100 90 80 70 molase, 1000 der. C
60
molase, 1100 der. C
50
molase, 1200 der. C 40 30 20 10 1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
w aktu, jam
Gambar 13 Pengaruh suhu terhadap compressive strength, binder molase
Pengaruh binder molase terhadap compressive strength pada variasi suhu 1000oC, 1100oC dan 1200oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam disajikan pada Gambar 14. Terlihat bahwa kenaikan suhu dan waktu indurasi akan menaikkan compressive strength. Pada suhu 1000oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam oC berurut-turut adalah 10,621 kgf/pellet dan 10,784 kgf/pellet. Pada suhu 1100 o C untuk waktu indurasi 2 jam adalah 25,817 kgf/pellet. Sedangkan waktu indurasi 4 jam, compressive strength adalah 47,958 kgf/pellet. Kenaikkan suhu indurasi menjadi 1200 oC oC dengan waktu indurasi 2 dan 4 jam berturutturut adalah 81,373 kgf/pellet dan 132,76 kgf/pellet. Dibandingkan dengan hasil pengujian compressive strength pellet control yaitu pellet dari PT Krakatau Steel yang memiliki compressive strength 63,317 kgf/pellet, maka pellet dengan binder CMC dengan indurasi 2 jam cukup memenuhi kualitas pellet yang dikehendaki.
compressive strength, kgf/pellet
145 125 105
CMC, 1000 der. C CMC, 1100 der. C
85
CMC, 1200 der. C 65 45 25 5 1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
w aktu, jam
Gambar 14 Pengaruh suhu terhadap compressive strength, binder CMC Gambar 15, memperlihatkan bahwa pada suhu 1000 oC, dengan waktu indurasi 2 dan 4 jam, pellet binder bentonit hasil indurasi memiliki compressive strength yang lebih baik dibandingkan dengan binder molase dan CMC. Demikian pula pada suhu 1100oC, pellet binder bentonit hasil indurasi lebih baik dibandingkan dengan binder molase sedangkan binder CMC memiliki performa yang lebih baik dibandingkan kedua jenis binder lainnya. Suhu indurasi 1200oC dan waktu indurasi 2 dan 4 jam, mei mperlihatkan performa compressive strength pellet binder CMC hasil indurasi yang lebih baik dibandingkan binder bentonit dan molase. Pada waktu indurasi 2 jam dan suhu 1000oC, binder bentonit lebih baik dibandingkan binder molase, mendekati performa binder CMC. Namun demikian pada waktu indurasi yang lebih lama, pellet binder molase memiliki performa compressive strength yang lebih baik dibandingkan pellet binder bentonit.
compressive strength, kgf/pellet
140 120 100
suhu 1000 deg. C, 2 jam suhu 1000 deg. C, 4 jam
80
suhu 1100 deg. C, 2 jam suhu 1100 deg. C, 4 jam
60
suhu 1200 deg. C, 2 jam 40
suhu 1200 deg. C, 4 jam
20 0 bentonit
molase
CMC
binder
Gambar 15 Pengaruh jenis binder terhadap compressive strength pada berbagai suhu
Gambar memperlihatkan kegiatan pengujian compressive strength.
Gambar 16 Kegiatan pengujian compressive strength
Gambar 17 Kegiatan pengujian compressive strength
Up grading hematit o
No.
SUHU, C
1.
0
2.
3.
4.
5.
6.
7.
300
400
500
600
700
800
BERAT, g
Fe, TOTAL, %
SiO2, %
Al2O3, %
CON 2000 GAUSS
456
46,5
18,36
3,00
CON 4000 GAUSS
253
37,8
26,3
3,47
TAIL
167
36,0
30,3
3,00
CON 2000 GAUSS
432,60
48
17,02
2,89
CON 4000 GAUSS
191,77
35,5
28,1
2,94
TAIL
22,27
49,2
16,20
2,61
CON 2000 GAUSS
438,88
19,69
47,7
2,22
CON 4000 GAUSS
156,33
33,1
30,1
2,65
TAIL
41,49
17,87
52,0
1,95
CON 2000 GAUSS
401,32
45,8
17,96
2,22
CON 4000 GAUSS
113,16
40,6
23,1
2,26
TAIL
113,84
30,3
35,3
1,70
CON 2000 GAUSS
367,71
52,1
14,22
2,05
CON 4000 GAUSS
38,49
36,4
23,3
2,06
TAIL
229,33
29,9
32,9
1,85
CON 2000 GAUSS
367,71
45,0
13,80
1,99
CON 4000 GAUSS
66,74
35,2
23,6
1,98
TAIL
219,87
33,0
28,7
1,75
CON 2000 GAUSS
298,34
43,0
15,00
2,24
CON 4000 GAUSS
66,48
37,6
23,7
1,98
TAIL
241,46
37,3
26,6
1,61
Penelitian reduksi masih menunggu hasil analisis
Hasil peleburan Coal,%
20
25
30
35
40
Fe di dalam pellet, %
264
247,5
231
214,5
198
Metal, g
250
240
210
190
138
Slag, g
53
50
60
70
21
Yield, %
89,96
92,12
86,36
84,15
66,21
Kesimpulan Hasil up grading bijih besi menghasilkam kadar 66,1% Fe total, Al2O3 0,86% SiO2 3.1% dengan perolehaqn Fe mencapai 84,19%. Pellet dengan binder CMC pada suhu 1200oC dan waktu indurasi 4 jam memiliki performa comp[ressive yang lebih baik dibandingkan dengan kedua jenis binder lainnya yaitu molase dan bentonit juga lebih baih dengan pellet control yaitu pellet PT Kraktau Steel. Compressive strength yang dimiliki adalah 132,76 kgf/pellet. Hasil peleburan mencapai 92,12% dengan persen reduktor 25%.
DAFTAR PUSTAKA Boucraut, M., R., Koskas and J., Michard, Study of The Benefiation of certain Lorraine Iron Ores By Magnetizing Roasting, Mineral Processing, Proceedings of the Sixth International Congress, 1963. B Das, S Prakash, S K Biswal, P S R Reddy dan V N Misra, 2006, Studies on the Beneficiation of Indian Iron Ore Slimes Using the Flotation Technique, The AusIMM Online Publications. Crest Exploration Limited, A Metallurgical Evaluation The Snake River Iron Deposit, The California Standard Company’s, Contract No. S54848, 1965. Castro, H., Flores, Sergio, and Jaime Alvarez Mooisan, Froth Flotation, Proceeding of the 2nd Latin-america Congress on Froth Flotation Conception, Chile, 1923 August 1985. Dahlem, D.,H., and C.,l., Sollenberger, Hematit-Magnetit Grain Growth in a Reducing Roast, Mineral Processing, Proceedings of the Sixth International Congress, 1963. Glembotsky, V.,A., Reagents for Iron Ore Flotation. Mineral Processing, Proceedings of the Sixth International Congress, 1963.
Meyer, K., The Lurgi Process of Magnetizing Roasting A Possible Method of Processing Iron Ore, Mineral Processing, Proceedings of the Sixth International Congress, 1963. Purwanto, Hadi, Study the Utilization of Indonesian Kalimantane Ore for Ironmaking, Tohuku Universitu, 2003. Setiawan, dkk., 2004, Penelitian Bijih Besi Laterit untuk Bahan Baku Industri Besi Baja, Laporan Teknik Pengolahan. Shaoxian Song, Alejandro Lopez Valdivieso, Juan Luis Reyes Bahena, 1999, Hydrophobic Floculation Applied to Fine Mineral and Coal Processing, XXIII Convencion AIMMGM’99. U.S. Pat. No. 5,445,667 U.S. Pat. No. 4,070,181 Yudawinata dan Sunarya, 1996, Sumberdaya Logam dan Paduan Besi di Indonesia untuk Menunjang Industri Besi-Baja, Prosiding Kolokium Pertambangan.