Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
ESTIMASI ZONA BIJIH BESI DI DAERAH LAMPUNG MENGGUNAKAN PEMODELAN MAGNETIK Samsul Irsyad 1* ; Mimin Iryanti, 2* ; Dadan Dani Wardhana 3* Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Dr.Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia 3 Pusat Penelitian Geoteknologi,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 1,2
*Email:
[email protected] [email protected] [email protected]
Abstrak Metode eksplorasi Geofisika memiliki banyak peran dalam membantu manusia untuk kepentingan tertentu. Metode Geomagnet adalah salah satu jenis metode Geofisika. Pemanfaatan metode ini begitu beragam, salah satunya adalah untuk menentukan keberadaan Bijih Besi seperti yang dilakukan dalam penelian ini. Daerah yang menjadi tempat penelitian bertempat di daerah Lampung. Beberapa proses penelitian dilakukan untuk mencari tahu keadaan daerah prospek penelitian. Keberadaan dari prospek penelitian ditandai dengan terlihatnya anomali intensitas magnet yang terlihat dari Peta sebaran anomali magnet total. Koreksi Harian dan Koreksi IGRF dilakukan pada data observasi. Kemudian dilakukan filtering data untuk memperoleh anomali lokal dan anomali regional daerah penelitian menggunakan medode Upward continuation dan Reduction to the pole. Selanjutnya dilakukan pemodelan 2D dan 3D untuk mengetahui keadaan bawah permukaan daerah prospek penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan, terdapat zona Bijih Besi yang dikontrol oleh struktur geologi dengan orientasi struktur pengontrol berarah Baratlaut-Tenggara dan potensi dari prospek penelitian memilki volume sebesar 392,448,000 m3. Kata kunci: Bijih Besi, metode geomagnet, pemodelan magnetik,
*Penanggung Jawab
Samsul Irsyad dkk Estimasi Zona Bijih Besi di Daerah Lampung Menggunakan Pemodelan Magnetik
ESTIMATION OF IRON ORE ZONE IN THE AREA OF LAMPUNG USING MAGNETIC MODELING Samsul Irsyad 1*; Mimin Iryanti, 2* dan Dadan Dani Wardhana 3* Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Dr.Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia 3 Pusat Penelitian Geoteknologi,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 1,2
*Email:
[email protected]
Abstract Geophysical exploration methods have much of a role in helping people to specific interests. Geomagnetic method is one type of geophysical methods. Utilization of this method is so diverse, one of which is to determine the presence of Iron Ore as done in this study presented. The area where the research took place in Lampung. Some research process conducted to find out the state of the prospect area of research. The existence of prospect research is characterized by the invisibility of the magnetic intensity anomalies visible on the map the distribution of the total magnetic anomaly. Daily correction and Correction IGRF performed on observational data. Then do the filtering of data to obtain local and regional anomalies anomaly research areas using lookups Upward continuation and Reduction to the pole. Furthermore, 2D and 3D modeling to determine the state of the surface area under study prospects. Results of the study showed, there are Iron Ore zones controlled by the geological structure of the orientation control structure Northwest-Southeast trending and research prospects have the potential of a volume of 392,448,000 m3.
Keywords: Iron Ore, geomagnetic method, magnetic modeling,
PENDAHULUAN Potensi alam yang terkandung di Bumi begitu beragam dan melimpah. Sumber daya alam (SDA) yang melimpah membuat manusia berpikir untuk memanfaatkannya guna mememuhi kebutuhan hidup. Indonesia khususnya daerah Lampung adalah salah satu daerah yang memiliki potensi yang kaya sumber daya alam. Salah satu jenis sumber daya alam yang terkadung di Bumi dan memiliki kegunaan dalam kehidupan manusia adalah Besi. Jenis logam terbesar kedua yang kelimpahannya tersebar di Bumi ini tersebar hampir di seluruh bagian Bumi.
Keberadaan dari Bijih Besi ini tidak selalu muncul di permukaan Bumi, pada kedalaman dan posisi tertentu Bijih Besi terkandung dalam batuan yang letaknya jauh lebih dalam. Untuk memanfaatkan SDA ini, Potensi dan posisi dari sumber daya alam merupakan pertimbangan paling besar untuk dilakukan eksploitasi. Hal tersebut erat kaitannya dengan potensi yang diperoleh saat dilakukan ekploitasi dengan hasil yang didapat. Untuk meminimalisir kerugian tersebut maka dilakukan terlebih dahulu eksplorasi, salah satunya menggunakan eksplorasi Geofisika. Namun prakteknya,
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
instrument untuk melakukan eksplorasi Geofisika ini membutuhkan waktu yang sebentar. Perlu metode yang tepat agar proses eksplorasi tidak menghabiskan waktu yang nantinya akan berdampak pada materil. Untuk mengefisienkan waktu eksplorasi, maka eksplorasi Geofisika dengan metode Geomagnet adalah pilihan yang paling tepat, hal tersebut dikarenakan metode ini dalam prakteknya tidak memerlukan waktu yang lama saat melakukan pengambilan data dan juga instrument yang digunakaan mudah dibawa serta memiliki akurasi data yang tinggi dalam mendeteksi keberadaan bahan logam yang berimplikasi dengan potensi dari prospek penelitian. Dalam melakukan penelitian mengenai pendugaan keberadaan Bijih Besi, para peneliti hanya mengalisis keberadaan Bijih Besi dari peta sebaran anomali magnet total kemudian dibuat model 3D seperti yang telah dilakukan oleh Moh.Zaidan dkk (2009) dan melakukan pemodelan 2D oleh Muh.Ishak Jumarang dan Zulfan (2014). Dalam penelitian ini, dilakukan pemodelan 2D dan 3D yang di dasarkan oleh peta anomali total yang diperkuat oleh peta hasil proses Upward continuation dan peta hasil Reduction to the pole dengan tujuan memperoleh keterangan dari keberadaan Bijih Besi yang lebih mendekati keadaan sebenarnya. Pembuatan model 2D bertujuan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan daerah prospek penelitian berdasarkan bentangan lintasan. Sedangkan model 3D bertujuan mengetahui potensi yang dimiliki oleh prospek penelitian, yaitu untuk mengetahui volume dari prospek penelitian. Dengan dimodelkannya data peneltian, harapannya dapat memberi interpretasi data yang rinci, seperti mengetahui posisi dari benda atau anomali, kedalaman benda beranomali serta volume dari prospek penelitian. Hasil yang diperoleh nantinya akan ditinjau dari tiap hasil pengolahan data, mulai dari peta anomali magnet total, peta anomali hasil Upward continuation, Reduction to the pole, model 2D dan model 3D apakah ada saling keterkaitan hasil data penelitian.
Korelasi antara setiap hasil pengolahan data sangat penting dalam proses interpretasi data, karena dalam proses interpretasi data, data penunjang atau data penguat alasan interpretasi memilki peran vital dalam interpretasi data.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di daerah Lampung yang secara geografis terletak antara 103ΒΊ40 - 105ΒΊ50 BT dan 5ΒΊ00 6ΒΊ00 LS menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu dengan mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data dan menganalisis data yang diperoleh dengan ditunjang beberapa kajian ilmiah, seperti Buku, Jurnal dan makalah ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian. Dalam penggunaan metode Geomagnet untuk mengetahui keberadaan Bijih Besi, parameter fisika yang dimanfaatkan adalah suseptibilitas magnetik batuan (k). Metode Geomagnet adalah metode yang didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnet di permukaan Bumi yang disebabkan adanya variasi medan magnet yang terukur di bawah permukaan Bumi. Prinsip dasar penggunaan metode Geomagnet yaitu pada hukum Coulomb (Telford,1990) , jika dua buah kutub magnet m1 dan m2 terpisah sejauh r, maka akan timbur gaya diantara kedunya. Besar gaya magnet tersebut dapat ditulis sebagai berikut : π π πΉβ = 1 22 πΜ π0 π
Dimana π0 adalah magnetik dalam ruang hampa.
(1) permeabilitas
Intensitas magnetik pada material sebagian disebabkan oleh induksi dari medan magnet Bumi dan sebagian lagi disebabkan oleh adanya magnetisasi remanen dan intensitas dari induksi magnet Bumi bergantung pada suseptibilitas magnetik batuan dan gaya magnetnya (Reynolds,1998) yang ditulis sebagai berikut: οΏ½β πΌοΏ½βπ€ = ππ»
(2)
Dimana οΏ½πΌβπ€ adalah Intensitas magnet οΏ½β adalah medan magnet Bumi (T). (A/m) dan π»
Selanjutnya, dalam pengolahan data geomagnet beberapa langkah, yaitu melakukan koreksi harian dan koreksi IGRF terhadap data, kemudian dilakukan proses filtering dan transformasi guna membantu dalam proses interpretasi data yaitu dilakukan proses Upward continuation (filtering) dan Reduction to the pole (transformasi) dan dilakukan model 2D dan 3D daerah prospek penelitian. Upward continuation merupakan proses pengolahan data yaitu mengubah medan potensial dari suatu ketinggian tertentu ke ketinggian. Hasil dari pengolahan data koreksi harian dan koreksi IGRF diperoleh data berupa anomali magnet total. Untuk pengolahan dengan proses Upward continuation data yang dihasilkan berupa anomali magnet residual atau lokal yang letak dari anomali ini berada dekat permukaan dan anomali magnet regional yang letak dari anomali ini berada jauh di bawah permukaan. Sedangkan untuk hasil dari proses Reduction to the pole yaitu berupa anomali magnet total namun dengan anomali yang bersifat monopol, berbeda dengan anomali hasil koreksi harian dan koreksi IGRF anomalinya masih bersifat dipol. Hasil pengolahan data (anomali magnet total, anomali residual atau lokal dan anomali magnet total hasil Reduction to the pole) direpresentasikan dengan peta sebaran anomali magnet. Proses Upward continuation didasari oleh teorema III Green. Secara matematis persamaan Upward continuation ditulis dalam bentuk integral sebagai berikut : π(π₯, π¦, π§0 β βπ§) =
βπ§ β β π(π₯ β² ,π¦ β² ,π§0 ) β« β« 2π ββ ββ [(π₯βπ₯ β² )2 +(π¦βπ¦ β² )2 +βπ§ 2 ]3οΏ½2
ππ₯ β² ππ¦ β² (3)
Dimana π(π₯, π¦, π§0 β βπ§) merupakan Upward continuation pada titik tersebut, π§0 medan potensial dipermukaan dan βπ§ medan potensial masukan. Sedangkan proses Reduction to the pole merupakan proses transformasi anomali magnet yang sebelumnya dipol menjadi monopol magnet
dengan mengubah nilai inklinasi benda sebenarnya kearah vertikal. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
=
Diketahui, β±οΏ½Οπ οΏ½ = |π|2
Σ¨β² π Σ¨β²π Σ¨π Σ¨π
2 +π π π +π|π|οΏ½π π +π π οΏ½ π1 ππ₯2 +π2 ππ¦ 3 π₯ π¦ 1 π₯ 2 π¦
οΏ½ π§ πΜπ§ β π οΏ½ π₯ πΜπ₯ π1 = π Μ οΏ½ π§ ππ§ β π οΏ½ π¦ πΜπ¦ π2 = π οΏ½ π¦ πΜπ₯ β π οΏ½ π₯ πΜπ¦ π3 = βπ οΏ½ π₯ πΜπ§ + π οΏ½ π§ πΜπ₯ π1 = π οΏ½ π¦ πΜπ§ + π οΏ½ π§ πΜπ¦ π2 = π β±[βππ ] = β±οΏ½Οπ οΏ½β±[βπ]
(4)
Keterangan : π adalah bilangan gelombang. ππ₯ , ππ¦ adalah bilangan gelombang dalam komponen x dan komponen y. οΏ½π¦, π οΏ½ π§ adalah vektor satuan momen π οΏ½π₯, π magnetik komponen x, y, z. πΜπ₯ , πΜπ¦ , πΜπ§ adalah vektor satuan area medan dalam komponen x, y, z. β±οΏ½Οπ οΏ½ adalah transformasi reduksi ke kutub. β±[βππ ] adalah transformasi anomali medan magnetik kutub utara. β±[βπ] adalah transformasi medan magnetik total. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah penelitian secara geologi umumnya tersusun atas batuan sedimen berumur Kuater dengan kedaan permukaan berupa dataran. Hasil pengolahan data magnet berupa anomali magnet total menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki anomali tinggi sebesar 1300 nT dan anomali rendah sebesar -700 nT yang relatif berada pada daerah yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Apabila dilihat dari peta anomali magnet total, letak dari anomali menunjukkan keberadaan benda sumber
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
anomali berada di bawah anomali tersebut. Untuk memperkuat interpretasi data, dilakukan proses Upward continuation dan Reduction to the pole terhadap data anomali magnet total.
Prospek penelitian dalam mencari zona Bijih Besi umumnya ditandai dengan adanya anomali tinggi yang disebabkan oleh benda bawah permukaan yang memiliki sifat kemagnetan berbeda dengan sekitarnya (lebih tinggi), sehingga medan magnet yang di pancarkannya besar.
Gambar 1. Peta anomali magnet total Hasil Upward continuation yang ditunjukkan oleh Gambar 2 memperlihatkan adanya batuan dengan intensitas magnet yang tinggi dan keadaan tersebut menunjukkan letak batuan induk dari daerah prospek penelitian dengan intesnsitas magnet mencapai 580 nT dan anomali rendah mencapai 80 nT dan untuk hasil Reduction to the pole menunjukkan anomali tinggi mencapai 2400 nT dan anomali rendah mencapai -1400 nT yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Keberadaan anomali tinggi dari hasil proses Reduction to the pole memperlihatkan keadaan yang hampir sama dengan keadaan anomali tinggi hasil Upward continuation. pada hasil Reduction to the pole, anomali magnet yang tinggi menunjukkan letak dari benda penyebab anomali berada tepat di bawah respon anomalinya.
Gambar 2. Peta anomali regional hasil Upward continuation
Gambar 3. Peta anomali magnet hasil Reduction to the pole Dari Peta anomali magnet total, hasil Upward continuation dan Reduction to the pole, terlihat letak anomali tinggi berada pada posisi yang hampir sama yang ditunjukkan dengan warna merah menyala serta klosur tertutup. Keberadaan anomali yang terlihat dari semua peta anomali magnet yang direpresentasikan dengan warna merah dan klosur tertutup menunjukkan keberadaan dari benda beranomali yang letaknya dekat permukaan. Hal tersebut menyebabkan medan magnet yang muncul pada peta lebih besar dan membentuk klosur tertutup. Untuk identifikasi keberadaan Bijih Besi dilakukan dengan membuat lintasan pada daerah yang dianggap memiliki anomali tinggi, lintasan dibuat sebanyak 3 lintasan yaitu lintasan AB dengan panjang lintasan 1085 m, lintasan CD panjang lintasannya 1122 m dan lintasan EF dengan panjang lintasan 857 m seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Peta lintasan Dari tiap lintasan tersebut kemudian dibuat model 2D bawah permukaannya dengan kedalaman model 2000 m. Hasil dari pemodelan lintasan AB yang ditunjukkan oleh Gambar 5 membentang dari A ke B dengan arah Baratlaut-Tenggara, dari model terlihat bahwa terdapat dua benda sumber anomali tinggi yang berada pada jarak Β± 300 m dan Β± 590 m dari titik A yang masingmasing berada pada kedalaman sekitar 120 m dan 56 m di bawah permukaan laut. Lapisan batuan pada penampang lintasan AB tersusun dari empat lapisan batuan dari jenis yang sama yaitu berupa batuan sedimen namun dengan nilai suseptibilitas dan kedalaman yang berbeda. Lapisan pertama terdiri dari 2 jenis batuan dengan suseptibilitas yang berbeda namun pada lapisan yang sama yaitu 0,00001257 yang ditunjukkan warna cokelat berbintik hitam dan 0,016 yang dituunjukkan oleh warna merah muda. Lapisan kedua memiliki suseptibilitas sebesar 0,022 dan lapisan ketiga memiliki suseptibilitas batuan sebesar 0,025. Dari model terlihat ketiga lapisan batuan pada penampang lintasan AB di terobos oleh batuan yang lebih muda yaitu berupa dua batuan intrusif yang ditunjukkan dengan warna merah dengan suseptibilitas batuan untuk masing-masing batuan intrusif tersebut sebesar 0,125 dan 0,135.
Gambar 5. Penampang lintasan AB Untuk lintasan kedua, Lintasan CD membentang dari Baratlaut ke Tenggara. Dari hasil model menunjukkan adanya tiga batuan penyebab anomali tinggi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6, batuan tersebut yaitu berada pada jarak Β± 475 m dan Β± 847 m yang masing-masing berada pada kedalaman 96 m dan 292 m di bawah permukaan laut. Penampang lintasan CD memilki susunan batuan yang sama dengan model penampang lintsan AB, namun dengan ketebalan dan kedalaman yang sedikit berbeda. Nilai suseptibilitas batuan intrusif pada jarak Β± 475 m sebesar 0,1405 dan pada jarak Β± 847 m memiliki suseptibilitas batuan sebesar 0,1364.
Gambar 6. Penampang lintasan CD Selanjutnya untuk lintasan ketiga, Lintasan EF membentang dari Utara ke Selatan. Dari hasil model menunjukkan terdapat dua batuan penyebab anomali tinggi yang berada pada jarak Β± 271 m dan Β± 496 m yang masing-masing berada pada kedalaman 33 m dan 91 m di atas permukaan laut. Untuk penampang lintasan ini, dari model terlihat
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015
susunan batuannya tidak jauh berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh model penampang lintasan AB dan CD, bentuk lintasan yang membujur memotong lintasan AB dan lintasan CD dimaksudkan untuk melihat keselarasan keadaan bawah permukaan daerah penelitian dan hasilnya diperoleh keselerasan lapisan batuan dengan susunan yang hamper sama. Dari hasil model 2D, penampang lintasan EF terdapat dua buah batuan intrusif dengan nilai suseptibilitas batuan pada jarak Β± 271 m sebesar 0,135 dan pada jarak Β± 496 m memiliki suseptibilitas batuan sebesar 0,1405.
dengan volume estimasi dari model 3D sebesar 392,448,000 m3 dengan kedalaman dari potensi volume Bijih Besi 1334.544 m dari permukaan. Volume dari prospek penelitian hanya sebesar 9.9 % dari total volume total daerah penelitian yaitu sebesar 3,393,600,00 m3. Hasil dari volume prospek penelitian yang dilewati oleh lintasan AB, lintasan CD dan lintasan EF menunjukkan keadaan yang relatif sama, yaitu menunjukkan adanya anomali suseptibilitas batuan bawah permukaan yang tinggi yaitu antara 0.1 sampai dengan 0.14.
Gambar 8. Model 3D volume Bijih Besi Gambar 7. Penampang lintasan EF Hasil dari model 2D tiap lintasan saling menunjukkan adanya batuan sumber anomali yang diduga batuan tersebut berupa batuan inrusif yang mengandung mineral logam berupa Bijih Besi yang letaknya dekat ke permukaan dengan nilai suseptibilitas batuan yang relatif sama antara kedua batuan intrusif tersebut dan lebih besar dari nilai suseptibilitas batuan yang berada di sekitarnya. Selanjutnya dilakukan pemodelan 3D terhadap data penelitian. Model dibuat dengan membuat mesh dengan jumlah sel 2700 buah, lebar sel pada bidang horizontal 40 m x 40 m; lebar sela pada bidang vertikal 40 m x 60 m dan kedalaman maksimum model 1334,445 m. Dari hasil model yang ditunjukkan oleh Gambar 8, terdapat model batuan dengan nilai suseptibilitas tinggi dengan rentang nilai suseptibilitas antara 0.09 β 0.13 (dalam SI) dan diduga model batuan tersebut merupakan Body dari Bijih Besi
KESIMPULAN Dari hasil model 2D pada tiap lintasan terdapat benda anomali magnet tinggi yang diduga benda tersebut Body dari Bijih Besi dengan suseptibilitas batuan antara 0.1 sampai dengan 0.14 menerobos batuan di atasnya yang umurnya lebih muda dan suseptibilitas batuannya lebih kecil dibandingkan dengan batuan terosbosannya. Dari hasil model 3D, diketahui volume estimasi model sebesar Bijih Besi tersebut sebesar 392,448,000 m3 dengan suseptibilitas batuan antara 0.1 sampai dengan 0.14. DAFTAR PUSTAKA Blakely, Richard J. (1996). Potential theory in gravity and magnetic applications. Cambridge: Cambridge University Press.
H, Junus Dai. dkk. (1989). Explanatory booklet of the land unit and soil map of the tanjungkarang sheet, sumatera. Bogor: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jumarang, Ishak, Muh & Zulfan. (2014). Identifikas Sebaran Bijih Besi di Daerah Gurun Datar Kabupaten Solok Sumatera Barat Menggunakan Metode Geomagnet. POSITRON Vol.IV No.1 hlm. 27-34. Reynolds, J.M. (1998). An introduction to applied and environmental geophysics. Chicester: John Wiley & Sons Ltd. Telford, W.M., Geldart, L.P., & Sheriff, R.E. (1990). Applied geophysics. Cambridge: Cambridge University Press. Zaidan, Moh., Hidayat Wahyu., Prayogo, Teguh. (2009). Aplikasi Geomagnet untuk Eksplorasi Bijih Besi di Daerah Kacang Botor Kabupaten Belitung Barat. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia vol. 11 No.2 hlm. 133-138.
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 3, Desember 2015