言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
AFIKS PENANDA NEGASI PADA KATA SIFAT DALAM BAHASA JEPANG PADA BUKU MINNA NO NIHONGO I DAN II
Adrianis Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Abstrak Makalah kecil ini membahas tentang afiks penanda negasi pada kata sifat dalam bahasa Jepang pada Buku Minna No Nihongo I dan II. Bentuk negasi itu ada bermacam-macam. . Bentuk negasi in mempunyai arti yang bermacam-macam pula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dimana langkah-langkah dalam penelitian ini ada 3 cara yaitu mengumpuklan data dengan metode simak dengan teknik cata, menganalisis data, dan menyajikan data secara formal dan informal. Penelitian ini menemukan bermacam-macam variasi negasi dalam bahasa jepang dan makna sesuai dengan kata yang mengikuti bentuk negasi tersebut. Kata kunci: Afiks, negasi, kata sifat, semantik Pendahuluan Bahasa marupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk manyampaikan gagasan, pikiran, maksud kepada orang lain dan selain itu bahasa marupakan salah satu unsur kebudayaan (Keraf, 1980 : 53). Tampa bahasa kita tidak akan saling mengenal satu sama lain. Dengan demikian supaya komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu seseorang perlu mempelajari secara mendalam atau mengadakan penelitian terhadap suatu bahasa baik bahasa yang dimiliki peneliti (Bahasa Indonesia) maupun bahasa asing (Bahasa Jepang). Mempelajari atau meneliti dapat dilakukan pada aspek fonologi, morfologi, semantik, sintaksisnya dan lain sebagainya. Misalnya pada tataran morfologis pada umumnya menbicarakan masalah pembentukan kata, perubahan kata, afiksasi dan lain sebagainya. Masalah afiksasi pada setiap bahasa pada umumnya membicarakan prefiks, infiks, dan sufiks. Prefiks yaitu afiks yang terletak di awal kata. Infiks yaitu afiks yang terletak di tengah kata. Sufiks, yaitu afiks yang terletak di belakang kata dasar. Contoh: kata mainan merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja yaitu dari kata main. Kata main tersebut mendapat sufiks –an. Sufiks atau akhiran dalam istilah bahasa Jepang dikenal dengan istilah setshuji. Setshubiji yaitu merupakan proses afiksasi dengan menambahkan imbuhan di akhir kata dasar. Sufiks yang terjadi dalam bahasa Jepang itu juga bermacam-macam. Salah satunya menyatakan bentuk negasi. Negasi merupakan menyangkalan atau peniadaan. Negasi pada tiap-tiap bahasa bentuknya tidaklah sama. Bentuk negasi dalam satu bahasa saja juga bermacam-macam. Misalnya pada bahasa Jepang terdapat bermacam-macam. Hal ini dapat kita lihat pada kalimat di bawah ini.
|1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
1) サントスさんは 暇 じゃありません。 Santosu san wa hima jaarimasen. Santos tuan Top libur Neg Tuan Santos tidak libur. 2) あの食べ物 は おいしくないです。。 Anotabemono ha oishikunidesu.. Itu Makan AKU enak Neg „Makanan itu tidak enak‟. Pada contoh kalimat (1) di atas じゃありません “jaarimasen” memiliki makna „tidak‟ dan menempel pada kata sifat II / ナ形容詞(na-keiyoushi) yaitu 暇 “hima” yang berarti „libur‟ dengan aturan KS + じ ゃ あ り ま せ ん “jaarimasen”. Dengan demikian kalimat tersebut memiliki arti „Tuan Santos tidak libur‟. Bentuk negasi くない pada kalimat (2) juga menempel pada kata sifat yaitu kata sifat I / い形容詞(i-keiyoushi) yaitu おいしい “oishii” yang artinya „enak‟ dengan aturan sebagai berikut Adj-い + くない. Dengan demikian kalimat tersebut memiliki makna „Makanan itu tidak enak‟. Berdasarkan uraian pada data 1 dan data 2 di atas, maka arti dan bentuk negasi untuk kata sifat itu bermacam-macam tergantung dari kata sifat yang dilekatinya. Maka berdasarkan latar belakang yang dikemukana di atas tersebut, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa sajakah variasi bentukbentuk negasi pada kata sifat dalam bahasa Jepang pada buku Minna I dan Minna II serta makna dari variasi bentu negasi tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalis variasi bentuk-bentuk negasi pada kata sifat dalam bahasa Jepang serta makna yang ditimbulkan oleh bentu negasi tersebut. Tinjauan Teoritis 2.1 Afiks Afiks menurut Muraki dalam Hasibuan (2003: 10) adalah unsur membentuk kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Alwi, dkk (2003:31) menjelaskan bahwa afiks adalah “bentuk (morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata”. Sedangkan menurut M. Ramlan (1987:55) “Afiks ialah suatu gramatikal terikat yang didalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru”. Afiks terdiri dari prefiks, infiks, dan sufiks. Dalam bahasa Jepang istilah prefiks disebut settoji , sufiks adalah setsuiji dan infiks dikenal dengan istilah setsuchuuji Koizumi (1993 : 95). 2.2 Sufiks Sufiks merupakan afiks yang diletakkan dibelakang kata dasar (Kridalaksana, 2009: 9). Dalam bahasa Jepang sufiks lebih banyak jika dibandingkan jenis afiks lain. Oleh karena itu, Bahasa Jepang disebut sebagai bahasa yang bertipe sufiksasi (wahyuni, 2003). Sufiks dalam bahasa Jepang itu bermacam-macam baik pada kata kerja, kata benda, maupun pada kata sifat. Misalnya pada kata kerja baik bentu positif maupun bentuk negatif, baik bentuk |2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
lampau maupun bentuk biasa. Hal ini dapat kita lihat pada kata makan yaitu たべ る „taberu‟ 食べます „tabemasu‟ たべません „tabemasen‟ たべま せんでした „tabemsandeshita‟。Kata ~る„ru‟ „masu‟ ~ません „masen‟ ~ませんでした„masendeshita‟ merupakan sufiks dari kata kerja makan. Begitu juga pada kata sifat maupun pada kata benda. Macam-macam sufiks dalam bahasa Jepang 1. Pada kata benda . Misalnya ~jin, ~san, ~kun dll 2. Pada kata kerja. Misalnya bentuk ~ta, bentuk ~masu, bentuk ~tai bentuk ~nai dll 3. Pada kata Sifat. Misalnya bentuk ~kunai dll 2.3 Kata sifat (adjekifa) Kata sifat adalah kata yang dipakai untuk menungkapkan sifat atau ke adaan sesuatu. Misalnya keadaan orang, binatang, benda. 1. Kata keterangan (Adveb) 2. Kata ganti ( pronomina) 3. Kata Bilangan ( numeralia) 4. Kata tugas Dalam bahasa Jepang jenis kata disebut dengan Hinshi. Pembagian Hinshi ini terbagi atas 10 jenis kata. Dari 10 jenis kata ini dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu: Jiritsugo, dan fuzokugo. Jiritsugo adalah kata yang dapat berdiri sendiri, sedangkan fuzokugo kata yang hanya bersifat membantu. Kata yang tergolong kedalam Jiritsugo adalah doshi (kata kerja), keiyoushi ( kata sifat I), keiyoudoushi ( kata sifat II), meishi ( kata benda(, rentaishi ( kata pra kata benda), fukushi ( kata keterangan), setsuzokushi ( kata sambung), dan kandoushi ( kata seru). Kata yang termasuk fuzokugo adalah joshi ( kata bantu ) dan joudoshi ( kata bantu II) 1.4 Negasi Negasi merupakan kalimat penyangkalan, kalimat negatif. Negasi dalam istilah bahasa Jepang disebut dengan istilah hiteikei ( 否定形) atau disebut juga dengan uchikeshi ( 打 消 し ) yaitu kalimat penyangkalan. Negasi itu ada bermacam-macam bentuknya tergantung dari kata yang diikuti dan kata mengikutinya. Adapun kata-kata yang bisa mengikuti ataupun dikuti bentuk nagasi adalah kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Hal ini dapat kita lihat pada contoh kalimat di bawah ini. サントスさんは学生 じゃありません。ミラー さんは 忙しくないです。このカメラは 私のじゃない。あなたの気象 は ふ 自然です。Bentuk jaarimasen„じゃありません„ ~kunai ~くな い。janai じゃない、fu~ふ~、merupakan macam-macam bentuk negasi. 2.5 Semantik Semantik dalam ilmu linguistik yaitu mengkaji persoalan makna. Semantik adalah penyelidikan tentang makna (lyon,1995:395). Menurut Chaer (2009:2) kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti dalam bahasa. Dari beberapa pengertian ahli linguistik diatas dapat disimpulkan bahwa semantik adalah tataran linguitik yang melakukan penyelidikan terhadap makna suatu bahasa. |3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
Kata „makna‟ bukanlah merupakan kata yang asing lagi bagi setiap orang. Oleh karena itu para ahli ilmu linguistik mengklasifikasikan terhadap makna. Salah satunya, yaitu makna konseptual. Berikut ini beberapa pengertian makna konseptual yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Pateda (2001:119) makna konseptual adalah: Dihubungkan dengan keberadaan kata-kata, maka kita dapat menyebut kata yang mengandung konsep jika telah berada dalam konteks kalimat. Berdasarkan pendapat ini, makna konseptual setiap kata dapat dianalisis dalam kemandirianya dan dapat dianalisis setelah kata tersebut berada dalam satuan konteks. Itu sebabnya kadang-kadang kita menyuruh seseorang untuk menempatkan sebuah kata di dalam kalimat oleh karena kita ingin menerka makna konseptual kata tersebut melewati kalimat. Kemudian Chaer (2009:72) mengemukakan makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referenya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal dan makna denotatif. Dari kedua pengertian makna konseptual diatas, dapat disimpulkan bahwa makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan referennya (hal, peristiwa, atau keadaan yang diacunya), bebas dari asosiasi dan hubungan apapun, dan biasanya makna ini didapatkan dengan menempatkan kata yang akan dicari maknanya di dalam sebuah konteks kalimat. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi, maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Djadjasudarma, 1993:8). Tujuan penelitian kualitatif adalah menemukan makna dari data yang dianalisis sehingga dapat menjelaskan fakta secara mendalam dan jelas. Penelitian kualitatif dipilih karena digunakan untuk menguraikan variasi sufiks kata sapaan dalam buku Minna no Nihongo serta makna kata sapaan tersebut. Data penelitian ini diperoleh dari buku Minna no Nihongo I dan Minna No Nihongo II. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang bersifat dekriptif. Peneliti menggunakan metode kualitatif melalui beberapa tahapan dalam penelitian ini untuk menganalisis data secara menyeluruh yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. 1. Tahap Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan metode simak. Menurut Mahsun (2005:90), metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Peneliti menyimak penggunaan bahasa secara tulisan yang ada pada buku Minna no Nihongo I dan II. Teknik yang digunakan adalah sadap dengan metode simak, yang kemudian dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Menurut Kesuma (2007:44) teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data. |4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
2. Tahap Analisis Data Pada tahap analisis data, peneliti menggunakan metode agih. Menurut Sudaryanto (1993: 15-16) metode agih adalah metode yang menggunakan alat penentunya bahasa itu sendiri, karena bahasa yang bersangkutan itulah yang menjadi objek sasaran di dalam penelitian tersebut. Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. 3. Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara informal dan formal. Menurut Sudaryanto (1993:145), metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa. Penyajian data secara formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah metode informal. Pembahasan Bentuk bentuk negasi yag terdapat pada kata sifat dalam buku minna no nihongo I dan minna nihongo II adalah sebagai berikut. 1. Bentuk jaarimasen(じゃありません) Bentuk jaarimasen じゃありません terdapat pada kata sifat na /な 形容 詞 (na-keiyoushi). Hal ini dapat kita lihat pada contoh kalimat di bawah ini. 3.あの日とは元気じゃありません。 Anohito wa genki jaarimasen. Itu orang TOP sehat NEG. „Orang itu tidak sehat‟. 4.あの人 は きれいじゃありません。 Ano uchi wa kirei jaarimasen Itu rumah TOP cantik NEG „Rumah itu tidak bagus‟. 5. ワットさん の 家 は すずか じゃありません。 Watto sann no uchi wa shizuka jaarimasen. Watt tuan GEN rumah Top tenag Neg. Rumah tuan Watt tidak tenang. Analisis : Kalimat 3, 4, dan 5 di atas menggunakan bentuk negasi じゃあ りません jaarimasen memiliki arti „tidak‟. Bentuk negasi ini menempel pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi). Kalimat (3) menggunakan kata sifat 元気 “ genki”, mempunyai arti „sehat‟, setelah mendapat sufiks じゃありません kata tersebut menjadi 元気 じゃありません genki jaarimasen. じゃありません jaarimasen yang merupakan morfem terikat yang merupakan tanda dari negasi pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi) kata sifat II tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi betuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak sehat‟ . Kalimat (4) menggunakan kata sifat きれい mempunyai arti „ bagus‟, setelah mendapat sufiks じゃありません katanya menjadi きれいじ ゃありません kirei jaarimasen. じゃありません jaarimasen yang merupakan |5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
morfem terikat yang merupakan tanda dari negasi pada kata sifat na/な 形 容詞 (na-keiyoushi) tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi betuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak bagus‟ dan kalimat (5) menggunakan kata sifat Na /な 形容詞 (na-keiyoushi) yaitu すずか mempunyai arti „cantik‟. Kata きれい ini setelah mendapat sufiks じゃありません menjadi すずかじ ゃありません shizuka jaarimasen yang merupakan morfem terikat terikat yang merupakan tanda dari negasi pada kata sifat tersebut. Arti dari morfem tersebut berubah menjadi betuk penidaan yaitu „tidak tenang‟. 2. Bentuk kunai くない. Bentuk kunai くない terdapat pada kata sifat na /い 形容詞 (ikeiyoushi). Hal ini dapat kita lihat pada contoh kalimat di bawah ini. 6.インドネシア には 食べもの が 高くないです。 Indonesia niwa tabemono ga takunai desu. Indonesia POST TOP makana PART mahal NEG „Di Indonesia makanan tidak mahal‟. 7.
ブキッチンギ 町は 暑くないです。 Bukittingi machi ha atsukunai desu. Bukittinggi kota TOP panas NEG Bukittingi kota tidak panas.
Analisis : Kalimat 6 dan 7 di atas menggunakan bentuk negasi くない kunai memiliki arti „tidak‟. Bentuk negasi ini menempel pada kata sifat i/い 形 容 詞 (i-keiyoushi). Kalimat (6) menggunakan kata sifat 高 い “ takai”, mempunyai arti „mahal‟, setelah mendapat sufiks くない kata tersebut menjadi 高くない takakunai. くない kunai yang merupakan morfem terikat yang merupakan tanda dari negasi pada kata sifat i/い 形容詞 (i-keiyoushi) kata sifat I tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi betuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak mahal‟ . Kalimat (7) menggunakan kata sifat暑い mempunyai arti „ panas‟, setelah mendapat sufiks くない kunai kata tersebut menjadi 暑くない atsukunai. Kata くない kunai yang merupakan morfem terikat sebagai tanda negasi pada kata sifat i/ い 形 容 詞 (i-keiyoushi) tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi betuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak panas‟. 3. Bentuk janai (じゃない) Bentuk janai じゃない terdapat pada kata sifat na /な 形容詞 (nakeiyoushi). Hal ini dapat kita lihat pada contoh kalimat di bawah ini. 8.
あの花 は きれいじゃない。 Ano hana ha kirei janai. Itu bunga TOP cantik NEG Bunga itu tidak cantik. |6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
9.
このコンピューター は 便利 Kono konpyu-ta wa benri janai. Ini computer TOP praktis NEG Ini computer tidak praktis.
じゃない。
Analisis : Kalimat 8 dan 9 di atas menggunakan bentuk negasi じゃな い janai memiliki arti „tidak‟. Bentuk negasi ini menempel pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi). Bentuk negasi じゃない janai merupakan bentuk yang digunakan untuk sama besar atau yang mempunyai hubungan keakrapan yang kuat. Kalimat (3) menggunakan kata sifat きれい “ kirei”, mempunyai arti „cantik‟, setelah mendapat sufiks じゃない janai kata tersebut menjadi きれい じ ゃ な い kirei janai. じ ゃ な い yang merupakan morfem terikat yang menunjukkan tanda dari negasi pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi) kata sifat II tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi betuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak cantik‟ . Kalimat (9) menggunakan kata sifat 便 利 mempunyai arti „praktis ‟, setelah mendapat sufiks じ ゃ な い katanya menjadi 便 利 じ ゃ な い benri janai. じ ゃ な い janai yang merupakan morfem terikat yang menunjukkan tanda dari negasi pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi) tersebut. Arti dari kata tersebut berubah menjadi bentuk penidaan / penyangkalan yaitu „tidak praktis‟ Penutup Kalimat Negasi merupakan kalimat penyangkalan. Bentuk negasi biasanya ditandai dengan bentuk negatif yang menyatakan arti tidak, bukan ,jangan. Bentuk negasi pada kata sifat dalam bahasa Jepang pada buku minna no nihongo I dan minna no nihongo II ada bermacam-macam tergantung pada kata yang mengikutinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti menemukan variasi bentuk negasi pada kata sifat dalam buku minna no nihongo I dan II yaitu : 1. Bentuk jaarimasen(じゃありません)terdapat pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi) mempunyai arti‟tidak‟. 2. Bentuk kunai く な い . Terdapat pada kata sifat i/ い 形 容 詞 (ikeiyoushi), mempunyai arti‟tidak‟. 3. Bentuk janai (じゃない). Terdapat pada kata sifat na/な 形容詞 (na-keiyoushi), mempunyai arti‟tidak‟.
|7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 2 2015
Daftar Pustaka Agustimahir, Fadly. 2011. “Analisis Setsuzokujoshi „Noni‟ Dan „Temo‟. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. _______. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chino. Naoko.2006. Partikel Penting Bahasa Jepang. Jakrta: Kesaint Blanc. Cook. Walter 1989. Casee Grammar Theory. Washinton: Georgetown University Press Djadjasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian Dan Kajian. Bandung: PT. Eresco. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Kyousuke, Kindaichi, dkk. 1997. Shinmeikai Kokugo Jiten. Tokyo: Sanseido. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Makino, Seichi, dan Michio Tsutsui. 1986. A Dictionary Of Basic Japanese Grammar. Tokyo: The Japan Times. _______.2008. A Dictionary Of Advance Japanese Grammar. Tokyo: Japan Times. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ryuunosuke, Akutagawa. 1985. Shounen Shoujo Nohon Bungaku Kan 6. Tokyo: Kabushikigaisha. Nida, Eugene A.1965. Morfology: The Descriptive Analysis of words. The University of Michigan Press
|8