言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
PARTIKEL PENANDA LOKATIF DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
Lady Diana Yusri, Dini Maulia, Aulia Rahman Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Abstrak Lokatif adalah kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat (atau letak) ataupun orientasi ruang, keadaan atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba. Lokatif dalam bahasa Jepang juga ditandai dengan partikel dalam bahasa Jepang yang disebut joshi. Pembahasan dalam makalah ini adalah partikel sebagai penanda lokatif dalam bahasa Jepang. Teori yang digunakan adalah (Tsujimura, 1996) dan Fillmore dalam (Tarigan, 1990; Cook, 1989). Data yang digunakan adalah kalimat yang berpenanda kasus lokatif dalam buku Minna no Nihongo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa partikel penanda kasus lokatif adalah partikel ni, de, o, e, kara, dan made. Partikel ni menunjukkan lokasi dari kegiatan verbanya yang tidak menunjukkan pergerakan dan juga menunjukkan keberadaan dari subjek kalimatnya. Partikel o dipakai sebagai penanda kasus lokatif dengan verbanya menunjukkan perpindahan, yang berarti subjek melakukan gerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Partikel de juga menunjukkan lokasi dari suatu kegiatan yang diwakili oleh verba melakukan kegiatan tertentu. Partikel e juga menunjukkan arah lokasi dari kegiatan yang dilakukan oleh subjek. Partikel made juga terletak dibelakang tempat sebagai tempat tujuan dari tindakan yang dilakukan oleh subjeknya. Kata Kunci: Partikel, lokatif, Bahasa Jepang Pendahuluan Partikel berfungsi untuk menunjukkan hubungan antara kata yang berada di depannya dengan kata yang berada di belakangnya. Partikel dalam bahasa Jepang disebut juga dengan joshi. Di dalam kontruksi kalimat bahasa Jepang, partikel berhubungan erat dengan tata urut konstituen S (subjek), O (objek), dan V (verba). Untuk menandai masing-masing konstituen itu diperlukan Partikel. Tata urut SOV ini mempunyai tipe kalimat tunggal deklaratif dengan pola dasar subjek diikuti oleh objek dan kemudian oleh verba. Selain bahasa Jepang, bahasa yang bertipe SOV adalah bahasa Turki dan Korea (Song, 2001:2; Kridalaksana, 2008:244). Berikut contoh kalimat bertipe SOV dalam bahasa Jepang: (1) わたしはくだものをたべます。(MNN I, 1998:48) Watashi-wa kudamono-o tabe -masu S O V 1TG-TOP Buah-buahan-AKU makan-KINI ‘Saya (akan) memakan buah-buahan’ Kalimat di atas dapat dilihat tata urutnya adalah Subjeknya watashi, diikuti Objeknya, yaitu kudamono. Selanjutnya, diikuti oleh verba taberu ‘makan’. Selain |1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
tata urut di atas ciri lainnya adalah adanya partikel yang memarkahi subjek dan objeknya. Contoh di atas Subjek dimarkahi partikel penanda Topik (TOP), yaitu wa dan objek berpermarkah partikel akusatif (AKU), yaitu o. Selanjutnya, Sebuah verba bahasa Jepang (BJ) terbentuk dari stem atau gokan, yaitu salah satu unsur pembentuk kata yang merupakan bagian yang telah dipisahkan dari afiks impleksional. Verba BJ selain stem juga mempunyai word ending atau disebut gobi dalam BJ (Sunarni, 2009:19). Pada kalimat diatas verba tabemasu adalah bentuk sopan dari verba taberu. Hal ini dapat dicontohkan pada verba taberu ‘makan’, yang menjadi gokan adalah tabe- dan yang menjadi gobi adalah -ru. Sehubungan dengan pemakaian partikel untuk menandai subjek dan objek, bahasa dianggap memiliki kasus jika dalam bahasa tersebut ditemui verba yang mengikuti subyek dan obyek nominal (SOV) sebagai urutan utama. Bukti dari kesemestaan ini ditandai dengan adanya perbedaan kasus nominatif-akusatif pada subjek dan objek. Bahasa yang bertipe SOV juga memiliki urutan kata yang bebas sehingga kehadiran penanda kasus untuk membedakan subjek dan objek menjadi penting (Greenberg dalam Keraf (1990:155)). Kasus di atas juga dapat ditemui dalam bahasa Jepang. Tsujimura (1996:186) menyatakan bahwa yang menentukan tata urut dalam BJ adalah partikel kasus. Ada beberapa partikel kasus dalam BJ, yaitu Nominatif (NOM)-ga, Akusatif (AKU)-o, Datif (DAT) –ni, dan Genitif (GEN) –no, serta penanda Topik (TOP) wa. Partikel kasus ga biasanya menandai frasa nominal selanjutnya disebut FN sebagai subjek, dan kasus partikel -o adalah FN yang dikenalkan sebagai objek. Partikel kasus datif -ni biasanya digunakan dalam verba bitransitif yang bermakna memberi seperti ageru dan yaru, Jadi, dapat dilihat bahwa partikel kasus mempunyai peranan penting dalam menentukan frase nomina (FN) dalam kalimat. Penulis dalam makalah ini tertarik untuk membahas mengenai partikel yang menandai lokatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa penggunaan partikel yang menandai lokasi. Perhatikan contoh kalimat berikut ini. (2). 駅で新聞を買います。(Ogawa, 2000:218) Eki -de shinbun-o kaimasu. Stasiun-LOK koran-AKU membeli ‘Saya membeli surat kabar di stasiun.’ (3). 公園をさんぽします。(Ogawa, 2000: 217) Koen -o sanposhimasu. Taman-LOK jalan-jalan ‘Jalan-jalan di taman’ Pada kalimat (2) partikel yang menandai lokasinya adalah de yang melekat pada kata kata eki ‘stasiun’ dan melakukan tindakan kaimasu ‘membeli’. Partikel lokatif pada kalimat (3) melekat pada koen-o ‘di taman’ dengan tindakannya diwakili dengan verba sanposhimasu ‘berjalan-jalan’. Kedua kalimat di atas partikel yang menandakan lokasi melekat pada kata yang berbeda. Untuk itu penulis menelaah penggunaan partikel sebagai penanda lokatif. Lokatif adalah salah satu kasus dalam bahasa Jepang. Kasus adalah hubungan antara verba atau kata kerja yang mempunyai sejumlah hubungan semantik dengan frasa nomina (Tarigan, 1990:60). Dengan mengelompokkan partikel berdasarkan hubungan |2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
dengan verbanya ini, pembelajar akan lebih mudah untuk memahami penggunaan partikel. Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian yang telah penulis lakukan sebelumnya, yaitu mengenai studi tingkat pemahaman partikel dalam kalimat bahasa Jepang pada mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Universitas Andalas (2010). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa partikel yang sulit dipahami oleh mahasiswa diantaranya adalah partikel kara, ni, de, o, made, ga, dan e. Partikel ini juga adalah bagian dari partikel kasus dalam bahasa Jepang. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat disimpulkan bahwa kesulitan dari pembelajar adalah kemunculan partikel ini tidak secara khusus dibahas dalam buku teks untuk mempelajari bahasa Jepang. Sementara itu, masing-masing partikel ini pun mempunyai beberapa fungsi dalam kalimat. Selanjutnya, kemunculan masingmasing partikel ini tidak berurutan sehingga pembelajar sering harus mempelajari dari awal mengenai sebuah partikel. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai partikel dalam bahasa Jepang. Hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah masing-masing partikel yang berfungsi sebagai sebagai partikel akan dikelompokkan berdasarkan kasus yang dipunyai dan ditelaah berdasarkan verba yang mengikutinya. Data utama penelitian ini akan diambil dari buku Minna no Nihongo karangan Ogawa Iwao, dkk dan buku Buku ini terdiri dari beberapa seri yaitu buku Minna no Nihongo untuk tingkat dasar terdiri dari Minna no Nihongo I dan Minna no Nihongo II. Buku ini adalah buku pegangan yang digunakan pembelajar bahasa Jepang pada umumnya di Indonesia. Di dalam buku-buku ini, selain dituliskan mengenai pola-pola kalimat bahasa Jepang juga dilengkapi dengan bahan bacaan dan percakapan menggunakan pola-pola kalimat yang dipelajari. Sehubungan dengan partikel kasus, di dalam buku ini tidak dibahas secara khusus, hanya ditampilkan bersamaan dengan pola-pola yang di pelajari. Belum terdapat pengelompokan partikel berdasarkan kasus yang dimilikinya. Jika disimpulkan dari uraian di atas permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan partikel sebagai penanda kasus lokatif dalam kalimat bahasa Jepang. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat membantu pembelajar bahasa Jepang mengenai partikel dalam bahasa Jepang. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai partikel sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berikut ini adalah penelitian mengenai partikel sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Rini (2009) dalam jurnal menuliskan mengenai “Analisis Kontrastif pemarkah Lokatif ‘di’ dalam bahasa Indonesia dengan ‘ni’ dan ‘de’ dalam bahasa Jepang”. Rini menjelaskan bahwa persamaan ‘di’ dalam bahasa Indonesia mempunyai persamaan dengan ‘ni’ dan ‘de’ dalam bahasa Jepang, yaitu secara struktur sama-sama melekat pada nomina atau frasa nominal yang menyatakan lokasi dan lokasi yang ditunjuk adalah tempat yang konkret. Sementara itu perbedaannya diantaranya adalah ‘di’ di dalam kalimat adalah sebagai preposisi sementara ‘ni’ dan ‘de’ sebagai posposisi. Selain itu tidak semua kata ‘di’ dapat dipadankan dengan ‘ni’ dan ‘de’. Perbedaan yang dilakukan oleh Rini dengan yang akan penulis lakukan adalah Rini hanya membahas kasus penanda lokatif |3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
‘ni’ dan ‘de’, sementara itu partikel penanda kasus jumlahnya cukup banyak. Sementara itu lokatif sendiri juga bisa ditandai partikel lainnya. Purba (2012) menulis dalam jurnal Nihongo mengenai partikel keredomo, noni, dan temo. Partikel dalam bahasa Jepang berdasarkan letaknya adalah partikel. Ketiga partikel yang ditulis Purba ini berfungsi untuk menunjukkan hubungan pertentangan dalam kalimat bahasa Jepang. Selain itu, masing-masing partikel tersebut mempunyai makna dan struktur yang berbeda. Perbedaan yang penulis lakukan dari penelitian purba ini adalah penulis membahas pascaposisi sebagai penanda kasus. Jadi, dapat disimpulkan dari tinjauan pustaka di atas partikel yang penanda kasus belum sepenuhnya diteliti. Partikel hanya terdapat dari bagian-bagian dari penelitian. Ada beberapa konsep yang penulis ambil sebagai dasar dari penelitian ini. Pengambilan konsep ini sehubungan dengan topik penelitian yang akan penulis lakukan. Pertama, konsep mengenai partikel, seperti yang telah bahasa Jepang mempunyai kasus yang berkaitan dengan partikel. Partikel tidak dapat berdiri sendiri dan didahului oleh Nomina atau kata benda. Partikel bahasa Jepang diantaranya adalah de ’di’, e ’ke’, to ’dengan’, made ’sampai’, dan kara ’dari’. Partikel ini diletakkan setelah nomina perhatikan contoh sebagai berikut yang dikomparasikan dengan bahasa Inggris (Tsujimura, 1996:133). Tsujimura (1996: 134) menyatakan ada beberapa partikel yang dipakai sebagai penanda kasus, yaitu Nominatif (NOM)-ga, Akusatif (AKU)-o, Datif (DAT) –ni, dan Genitif (GEN) –no, serta penanda Topik (TOP) wa. Berikut adalah contoh pemakaian beberapa partikel kasus tersebut. 4. Ziroo-ga Yosio-ni ringo-o age-ta Ziro-NOM Yosio-DAT apple-AKU give-past “ Ziro gave an apple to Yoshio” Partikel dalam penelitian ini dihubungkan dengan kasus dalam kalimat bahasa Jepang. Istilah kasus digunakan dalam tata bahasa kasus. Tata bahasa kasus merupakan suatu pendekatan terhadap tata bahasa yang memberi penekanan pada hubungan-hubungan semantik dalam suatu kalimat. Tata bahasa kasus adalah suatu tipe tata bahasa generatif yang dikembangkan oleh Charles J. Fillmore dari The Ohio State university-Columbus USA (Tarigan, 1990:60; Cook, 1989:1). Dalam tata bahasa kasus, verba atau kata kerja dianggap sebagai bagian kalimat yang paling penting, dan mempunyai sejumlah hubungan semantik dengan frasa nomina. Hubungan inilah yang disebut kasus. Salah satu kasus yang di bahas dalam penelitian ini adalah Lokatif . Fillmore ini terdapat dalam Cook (1989) dan Tarigan (1990) menjelaskan kasus lokatif, yaitu adalah kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat (atau letak) ataupun orientasi ruang, keadaan atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba (Fillmore, 1968:25). Dengan kata lain memberikan ciri kepada lokasi atau tempat tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba. Berikut ini sebagai contoh Irene put the magazines on the table ‘Irene menaruh majalah itu di (atas) meja. Pembahasan mengenai partikel tidak akan terlepas dari struktur kalimatnya. Sehubungan dengan kalimat, Nita dalam Sutedi (2003: 61) menggolongkan jenis kalimat dalam bahasa Jepang menjadi dua macam, yaitu berdasarkan pada struktur dan berdasarkan makna. Penggolongan kalimat berdasarkan pada struktur mengacu pada peranan setiap bagian (unsur pembentuk kalimat) dalam kalimat |4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
secara keseluruhan. Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu pada bagaimana makna dan fungsi dari kalimat tersebut. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook, 1971:39; Putrayasa, 2007:2). Jadi, jika dilihat dari pendapat para ahli di atas bahwa partikel penanda kasus dalam kalimat bahasa Jepang terdiri dari beberapa partikel. Pada penelitian ini partikel penanda kasus yang dibahas adalah partikel yang berhubungan dengan lokatif. Menurut beberapa ahli, partikel ini mempunyai beberapa penggunaan dalam kalimat. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Dari sifat analitisnya, penelitian ini dilakukan dengan deskriptif yang berusaha untuk menerangkan dan mengamati gejala bahasa yang diteliti. Nida (1963:1) menjelaskan analisis deskriptif itu sebagai berikut: The descriptive analyst must be guided by certain very fixed principles if he is to be objective in describing accurately any language or part of any language. Ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam penelitian ini, yaitu penyediaan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:57). Metode penyediaan data dalam penelitian ini adalah metode simak (Sudaryanto, 1993:132), atau lebih tepat dikatakan dengan metode baca karena sumber data dalam penelitian ini adalah data tertulis. Teknik lanjut yang dapat digunakan untuk penyediaan data dalam penelitian ini adalah teknik catat (Sudaryanto, 1993:135). Pencatatan data yang dimaksudkan adalah memilah dan memilih data yang terdapat pada sumber data, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian. Metode yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah metode agih dan metode padan. Metode agih yang digunakan mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:15). Pada metode agih, alat penentunya merupakan bagian dari bahasa itu sendiri. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Jadi, alat penentu pada penelitian ini dilihat dari bahasa Jepang itu sendiri dan diluar bahasa Jepang, yaitu bahasa Indonesia. Untuk menyajikan hasil analisis data, ada dua macam metode yang diterapkan, yaitu metode penyajian informal, yaitu dalam bentuk pernyataan verbal yang singkat, tepat, dan jelas. Pembahasan 1. Partikel Penanda Lokatif dalam Bahasa Jepang Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya lokatif atau locatif (L) adalah kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat (atau letak) ataupun orientasi ruang, keadaan atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba (Fillmore, 1968:25). Dengan kata lain memberikan ciri kepada lokasi atau tempat tindakan at`au keadaan yang diekspresikan oleh verba. Berikut ini penjelasannya.
|5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
1.1 Partikel ni か ぞ く
(1). 家族は ニューヨークに います。(MNN 1 : 10) Kazoku- wa - newyork - ni imasu. 3JM - TOP - newyork - LOK ada. ‘keluarga (saya) berada di New York.’ おおさか
す
(2) マリアさんは 大阪に 住んで います。(MNN 1 : 15) Maria- san-wa Oosaka- ni sunde - imasu. 3TG- HON-TOP Oosaka- LOK tinggal –ada. ‘Nona Maria tinggal di Osaka.’ Penanda lokatif pada data (1) dan (2) adalah partikel ni yang terletak setelah nomina yang menunjukkan keterangan lokasi yaitu New York dan Osaka. Adapun penanda kasus ini berhubungan dengan verba yang mewakili tindakannya, yaitu imasu ‘berada’ dan sundeimasu ‘tinggal’. Perhatikan juga data di bawah ini. きっさてん
はい
(3) あの 喫茶店に 入りましょう。(MNNI : 13) Ano -kissaten- ni hairi -mashou. Itu - kedai- LOK masuk-masuk ‘ayo (kita) masuk ke kedai itu.’ (4) 壁に絵が掛けてあります。(MNN II: 36) Kabe -ni e -ga kakete arimasu. Dinding-LOK gambar-FOK tempel- ada ‘Di dinding tertempel (sebuah) gambar.’ Data (3) lokasi yang diberikan penanda kasus de adalah kissaten ‘kedai’. Sementara itu tindakan yang dilakukan dalam kalimat ini diwakili oleh verba hairu ‘masuk’ dalam bentuk ajakan, yaitu hairimashou ‘ayo masuk’. Data (4), lokasi yang ditandai partikel ni adalah kabe ‘dinding’. Verba dalam kalimat ini adalah kaketearimasu ‘tertempel’. Berikut ini juga data yang berpenanda kasus lokatif ni. (5). 駅の前に大きいスーパーができました。(MNN II, Bab 27 : 10) Eki -no mae -ni ookii sūpā -ga dekimashi-ta. Stasiun-GEN depan-LOK besar supermarket-FOK selesai-LAMP “Di depan stasiun telah berdiri supermarket yang besar.” (6). 電車に傘を忘れてしまいました。(MNN II, Bab 29 : 26) Densha -ni kasa -o wasureteshimai-mashita. Kereta api-LOK payung-AKU menjadi lupa-LAMP “Payung (saya) ketinggalan di kereta api.” Penanda lokatif pada data (5) dan (6) adalah partikel ni yang melekat pada keterangan tempat, yaitu eki no mae ‘didepan stasiun’ dan densha ’kereta’. Verba yang mewakili tindakannya adalah verba dekimashita ‘selesai’ dan wasuremashita ‘lupa’. Jika dilihat dari hubungan antara verba dan penanda kasusnya, partikel ni digunakan pada verba yang tidak terjadi pergerakan dan menunjukkan keberadaan dari subjek kalimatnya.
|6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
1.2 Partikel o Partikel o juga memberi keterangan mengenai lokasi dari tindakan yang dilakukan oleh subjeknya. Berikut ini adalah penjelasan penggunaannya. (7). 公園を さんぽします。 Kouen -o sanposhimasu Taman-LOK jalan-jalan. ‘(Saya) akan jalan-jalan di taman.’ Pada kalimat (7) Partikel o menandai kata keterangan tempat, yaitu kouen ‘taman’. Sementara itu verbanya adalah sanposhimasu ‘berjalan-jalan’. Partikel o dipakai sebagai penanda kasus lokatif adalah karena verba dalam kalimatnya adalah menunjukkan perpindahan, yaitu di dalam kalimat ini berjalan-jalan, berarti subjek melakukan gerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perhatikan juga kalimat di bawah ini. (8). 交差点を 右へ まがります。(MNN I: 149) Kousaten -o migi - e magarimasu. Persimpangan-LOK kanan -LOK belok ‘Dipersimpangan belok ke kanan.” Verba dalam kalimat (8) juga merupakan verba yang menunjukkan pergerakan, yaitu magarimasu ‘berbelok’. Pergerakan ini dilakukan berhubungan dengan tempat yang diwakilkan oleh kousaten ‘persimpangan’. Jadi dari kedua contoh kalimat di atas dapat dipahami bahwa partikel o berfungsi sebagai penanda lokatif berhubungan dengan verbanya yang melakukan pergerakan. Selanjutnya, partikel o juga menunjukkan keluar dari suatu tempat. Berikut contoh kalimatnya. (9). 八時にうちを出ます。そして、バスで学校へ来ます。(NS:99) hachi -ji -ni uchi-o demasu. soshite, basu-de gakkou-e kimasu. delapan-jam –PPOS rumah-AKU keluar. lalu, bis -LOK sekolah-LOK datang ‘(Saya) keluar rumah pukul delapan. lalu pergi ke sekolah dengan bis. (10) 私は銀座でバスを降ります。(NS:93) watashi-wa ginza-de basu-o orimasu. 1TG -TOP giza -LOK bis-AKU turun ‘Saya turun bis di Ginza’ Partikel o pada kalimat (34) dan (35) juga melekat pada kata yang menunjukkan keterangan tempat, yaitu uchi ‘rumah’ dan basu ‘bis’. Hal ini juga berhubungan dengan verbanya yaitu demasu ‘keluar’ dan orimasu ‘turun’. Jika dilihat hubungan antara verba dan keterangan lokasi dalam kalimat di atas dapat dilihat bahwa subjeknya melakukan perpindahan dari suatu tempat yang kecil ke tempat yang lebih besar 1.3 Partikel de Partikel de juga merupakan salah satu penanda kasus lokatif. Hal ini dapat dilihat dari keberadaannya terletak dibelakang sebuah tempat atau lokasi. Berikut ini adalah penjelasannya.
|7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
(11). わたしは駅で新聞を買います。(MNNI: 46) watashi- wa eki-de shinbun- o kaimasu. 1TG- TOP stasiun-LOK Koran- AKU membeli ‘Saya membeli Koran di stasiun.’ (12). わたしはデパートで時計を 買います。(MNNI: 48) watashi- wa depaato- de tokei-o kaimasu. 1TG- TOP mall –PPOS Jam – AKU membeli ‘Saya membeli jam ini di mall.’ Partikel de pada data (11) terletak dibelakang nomina yang menunjukkan tempat, yaitu eki ‘stasiun kereta api’. Subjek dari kalimat ini adalah watashi ‘saya’ yang melakukan tindakan kaimasu ‘membeli’. Pada data (12) partikel de terletak sesudah nomina depaato yang merupakan singkatan dari departemen store atau lebih dikenal dengan sebutan mall. Verba dalam kalimat ini pun sama dengan data sebelumnya, yaitu kaimasu ‘membeli’. Perhatikan juga contoh data berikut ini. (13). 図書館で 太郎君に 会いました。 (MNNI: 63) Toshokan-de tarou kun- ni aimashi-ta. Perpustakaan-LOK Taro-HON-DAT bertemu- LAMP. ‘(Saya) bertemu dengan Saudara Taro di Perpustakaan.’ (14). ミラーさんは IMC で はたらいて います。 (MNNI: 124) Miller-san –wa IMC –de hatarai-te imasu. 3TG -HON -TOP IMC –LOK Bekerja – KONI-KOP . ‘Saudara Miller Bekerja Di Perusahaan IMC.’ Penanda kasus lokatif kedua kalimat di atas adalah partikel de. Penanda ini terletak setelah nomina yang mengacu kepada lokasi atau tempat. Pada data (13) de terletak setelah nomina toshokan ‘perpustakaan’ yang merupakan lokasi dari tindakan verbanya, yaitu bertemu. Data (14), partikel de terletak setelah nomina yang IMC yang merupakan lokasi tempat tindakan yang dilakukan subjek yaitu hataraku ‘bekerja’. Jadi, verba yang yang berhubungan dengan lokatif dengan penanda partikel de adalah verba yang subjeknya melakukan kegiatan tertentu. 1.4 Partikel e Partikel e juga menunjukkan lokasi dari kejadian yang dilakukan oleh subjek. Partikel ini lebih menunjukkan arah lokasi yang akan dituju. Perhatikan contoh data di bawah ini. (15). わたしは東京へ行きます。(MNN I : 5) Watashi-wa Tokyo-e ikimasu 1TG-TOP Tokyo-LOK Pergi ‘Saya pergi ke Tokyo’ (16). わたしは家族と日本へ来ます。(MNN I : 5) watashi-wa kazoku-to nihon-e ki masu 1TG-TOP keluarga-KONJ Jepang-LOK Datang ‘Saya bersama keluarga datang ke Jepang’ (17). わたしはタクシーでうちへ帰ります。(MNN I : 5) watashi-wa takushi-de uchi-e kaerimasu 1TG -TOP Taksi-INS Rumah-LOK Pulang ‘Saya pulang ke rumah dengan (naik) taksi’ |8
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
Partikel e pada ketiga data di atas juga terletak setelah nomina yang mengacu kepada tempat. Data (15) e terletak setelah nomina Tokyo yang berhubungan dengan tindakan verbanya ikimasu ‘pergi’. Data (16) tindakan yang dilakukan adalah kimasu ‘datang’ yang mengacu pada sebuah lokasi yaitu nihon ‘jepang’ yang diberi penanda lokatif e. Data (17) juga mempunyai penanda lokasi e yang berhubungan dengan verba kaerimasu ‘pulang’, yaitu mengacu ke sebuah lokasi uchi ‘rumah’. 1.5 Partikel kara Partikel kara juga memberikan ciri kepada lokasi atau tempat tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba. Partikel ini dapat diartikan dari ke dalam bahasa Indonesia. Berikut ini adalah penjelasannya. (18). アメリカから 来ました。(MNN I : 7) Amerika –kara ki –mashita. AMERIKA –LOK DATANG –LAMP. ‘(saya) datang dari Amerika.’ (19). 私の国から日本まで飛行機で4時間かかります。(MNNI:11) Watashi –no kuni-kara nihon -made -hikouki –de -4 -jikankakarimasu. 1TG-GEN- negara-LOK jepang-PPOS-pesawat-INS 4-waktu- lama ‘Dari negara saya sampai ke Jepang memerlukan waktu 4 jam.’ Penanda lokasi kara pada data (18) menunjukkan lokasi tindakan verbanya yaitu kimasu ‘datang’ yang mengacu dari asal negara Amerika. Pada data (19) partikel kara juga menunjukkan titik awal perhitungan verbanya yaitu kakarimasu yang mempunyai makna menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan. 1.6 Partikel made Partikel made menunjukkan sampai ke lokasi yang diacu oleh verbanya. Partikel ini dapat digunakan sendiri ataupun berpasangan dengan partikel kara seperti contoh sebelumnya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai partikel made. (20) 駅 まで 2時間 ぐらい かかります。(MNN II : 147) eki-made 2-jikan gurai kakarimasu. Stasiun –LOK -2 jam –kira-kira –butuh. ‘(saya) membutuhkan waktu kira-kira 2 jam untuk sampai ke stasiun.’ (21) 駅まで むかえに 行きましょうか。(MNNI :114) Eki – made mukae – ni iki-mashou-ka. Stasiun kereta-LOK-jemputan-LOK-pergi- ajakan-INTR ‘Apakah sebaiknya saya pergi menjemput ke stasiun?’ Partikel made pada data (20) terletak setelah lokasi eki ‘stasiun’ yang menerangkan kegiatan verbanya yaitu kakaru untuk sampai ke lokasi. Pada data (20) made juga terletak dibelakang lokasi eki stasiun yang menunjukkan tempat tujuan dari tindakan yang dilakukan, yaitu pergi. Penutup Setelah dilakukan analisis data dengan menggunakan teori yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan partikel penanda lokatif dalam bahasa Jepang adalah partikel ni, de, o, e, kara, dan made. Partikel ni jika dilihat dari hubungan antara verba maka tindakan yang diwakili oleh verba |9
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
yang tidak menunjukkan pergerakan dan juga menunjukkan keberadaan dari subjek kalimatnya. Partikel o juga dipakai sebagai penanda kasus lokatif karena verba dalam kalimatnya adalah menunjukkan perpindahan, yang berarti subjek melakukan gerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Verba yang yang berhubungan dengan lokatif dengan penanda partikel de adalah verba yang subjeknya melakukan kegiatan tertentu. Partikel e juga menunjukkan lokasi dari kejadian yang dilakukan oleh subjek. Partikel ini lebih menunjukkan arah lokasi yang akan dituju. Partikel made juga terletak dibelakang lokasi yang menunjukkan tempat tujuan dari tindakan yang dilakukan oleh subjeknya. Sebuah penelitian betapapun kecilnya tetapi dapat memberikan arti bagi penelitian berikutnya, baik sebagai bahan perbandingan maupun sebagai bahan acuan penelitian. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya dapat mengembangkan penelitian ini lebih jauh. Selain itu, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian yang mendalam terhadap partikel lainnya. Sehingga penelitian tentang kebahasaan khususnya bahasa Jepang dapat lebih berkembang.
| 10
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 3 2016
Daftar Pustaka Cook, Walter A. 1989. Case Grammar Theory. Washington: Georgetown University Press. Djadjasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: PT. Eresco. Fillmore, Charles J. 1968. “The Case for Case”, dalam Bach & Harms: Universal in Linguistics Theory. London: Holt, Rinehart & Winston. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Miyoshi, Reiko, dkk. 1996. Joshi. Jepang : Senmon Kyoiku Publishing Nida, Eugene A.1965. Morphology: The descriptive Analysis of Words. The University of Michigan Press. Rini, Elizabeth Ika Hesti Aprilia Nindia. 2009. “Analisis Kontrastif Pemarkah Lokatif ‘di’ dalam Bahasa Indonesia dengan ‘ni’ dan ‘de’ dalam Bahasa Jepang. Jurnal Bahasa dan Seni Vol. 10 No. 2. Universitas Diponegoro Semarang Suzuki, Shinobu dan Kawase Ikuo. 1981. Nihongo Shoho. Jepang : The Japan Foundation Ogawa, Iwao. Dkk. 2000. Minna no Nihongo I. Japan: 3A Corporation. _______________. 2001. Minna no Nihongo II. Japan. 3A Corporation. Purba, Ira Natasha Naomi. 2012. “Analisis Struktur dan Makna partikel – keredomo, -noni, dan –temo sebagai pemarkah gyakusetsu dalam bahasa Jepang”. Jurnal Nihongo: ASPBJI dengan The Japan Foundation. Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat Fungsi, Kategori, dan Peran. Bandung: Refika Aditama. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudjianto. 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Oriental. Sudjianto, dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc. Song, Jae Jung. 2001. Linguistic Typology: Morfologi and Sintax. Harlow, England: Pearson Education Limited. Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2009. Morfologi Bahasa Jepang. Sebuah Pengantar. Bandung: Sastra UNPAD Press. Tarigan, Henri Guntur. 1990. Pengajaran Tata Bahasa Kasus. Bandung: Angkasa. Toshiko, Tanaka. 1993. Nihon no Bunpou. Japan: Kindaibungeisha. Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics. Amerika: Blackwell Publisher. Yusri, Lady Diana.dkk. 2010. Studi Tingkat Pemahaman Partikel dalam Kalimat Bahasa Jepang Pada Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Universitas Andalas. (di seminarkan di jurusan Sastra Jepang Universitas Andalas 15 Desember 2010.)
| 11