Adib Kurniyanto Renung Senja
Penerbit AKur Renung Senja Oleh: Adib Kurniyanto Copyright © 2012 by Adib Kurniyanto
[email protected] @Adib_Kurniyanto Desain Sampul:
AKur & Javanet
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
Daftar Isi 1. Ketika Hidup Berharga ………………………….7 2. Tentang Ayah
………………………….34
3. Tersua Dendam
………………………….49
4. Catur
………………………….66
5. Abnormal
………………………….80
6. Gadisku
………………………….88
7. Celoteh
………………………….107
8. Kucing
…………………………114
9. Lima Puluh Ribu
…………………………125
10. Manusia Kaset
…………………………136
11. Melis “bebek”
…………………………165
12. Stratocaster
…………………………184
2
Ucapan Terima Kasih:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi nafas dan anugerah bagi seluruh manusia yang ada di dunia ini, serta junjunganku Nabi Muhammad SAW hingga akhirnya terselesaikan juga buku ini. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan cerpen saya dari SMP dan beberapa yang baru tahun ini, terkubur dalam kardus tua terekat lakban. Kemudian saya bongkar lagi hingga akhirnya jadilah buku ini. Semua cerita yang ada dalam buku Renung Senja ini adalah sebagian pengalaman dan pikiran yang berkecamuk di dalam diri saya. Makna intisari dan hikmah adalah tujuan cerita ini saya buat. Ini merupakan rangkaian elegi dari kehidupan nyata maupun tidak nyata saya, juga merupakan fase awal saya dalam menulis. Buku ini bukan sepenuhnya naluri saya untuk menulis dengan gaya cerita seperti ini. Tetapi bagaimanapun juga ini adalah embrio niat saya untuk menulis. Semoga masih ada waktu bagi saya untuk berkarya. Karena masih banyak cerita yang menunggu untuk saya gores dengan tinta. Terima kasih terucap untuk seluruh keluarga yang terus mendukung saya, Bapak, “Mom”, Abang, Adikku Muhammad Taufiq Nurrochman, Fatah Waluyo, Deydeandi Lucky, Bambang “Blanc”, Agil Gilang, mas Wisnu, Wahyu “gaplo”, Indra, Prasetyo Utomo, Muklis, Sampoerna’s friend (Adi S, Setia W, 3
Ismoyo), juga seluruh teman maupun adik kelas SDN 2 Padas ‘06, SMPN 2 Sragen ‘09, SMAN 1 Sampit ‘12, ini adalah cerita kita. “Sir” Tommy Lulu, Bayu “McCartney” (untuk malam-malam yang indah di labkom “…more than word..”), Javanet, mas Arifin, Putu, Nur, Riris Kusuma Wardani (“everything for you..”), Trivishada (streaming lagi yuk?”), Osteoblas Class, Nulisbuku.com, dan semuanya yang sudah ikut membantu saya, maaf jika ada yang terlewat. Yang pasti buku ini saya persembahkan untuk kalian yang senantiasa memberi semangat dalam hidup saya. Selamat membaca.
Penulis
4
Untuk dia, semoga baik-baik saja di sana.
5
Setiap larik tercipta, Kedipku berkurang oleh waktu Menata kata sungsang bertebar Bersimpuh tangis mengingatNya
6
Ketika Hidup Berharga
M
aaf bu, tetapi ini sudah menjadi ketentuan
sekolah”.
Kata
seorang wanita setengah baya itu, dari matanya saja aku tahu
bahwa ia sedang menyiratkan dendam yang amat kepadaku. “Tetapi apa tidak ada toleransi lain dari sekolah bu?”. Kata ibuku dengan nada sedikit memohon. Wanita itu menggeleng angkuh, seakan kesalahan yang aku perbuat terlalu parah. Aku mendengus kesal, tapi ibu malah memandangku dengan tatapan harimaunya. Akhirnya kami berdua pulang, pasrah dengan keputusan wanita tadi. Betapa geramnya aku yang menerima sanksi itu, aku tidak terima.
Kepala sekolah, tertulis pada sebuah plat kayu yang menggantung di atas pintu ruangan ini, dimana seorang wanita tua berbadan gemuk dengan rambut yang selalu digulung ke belakang mirip 7
buntalan telur sering berada di dalam ruangan tersebut, membuatku muak dan terus saja merasa sangat bersalah. Aku keluar bersama ibu yang tampak siap menerkamku dengan segala omelannya. Benar saja, hanya beberapa langkah dari ruangan itu, ibu mencubit tanganku. Sakit sekali rasanya. “Lalu apa lagi yang akan kau perbuat? bolos sudah, berkelahi sudah, merokok di kelas sudah!”. Ibuku berkata dengan nada pelan tapi penuh tekanan. Benci
menyelimutiku
dalam
diam,
ketidakadilan terjadi di sini. Aku Tidak menjawab tutur kata ibu, karena jika kulakukan akan memperpanjang perang batinku dengannya. Aku memilih diam memendam kata, lalu masuk mobil ayah yang dipinjam ibu untuk menjemputku. Hari ini ibu ke sekolah karena ia mendapat panggilan kepala sekolah setelah aku berkelahi dengan kakak kelas. Mungkin karena hari ini adalah hari sialku, aku berkelahi dengan anak yang salah, aku berkelahi dengan
anak guru BK kami. Lengkap sudah
segala sialku, muka sudah tak karuan rasanya
8
setelah kena pukul, kudapatkan pula hadiah dari si “gemuk tua” itu, diliburkan selama 3 hari. “Sial”. Ucapku dalam hati. Ibu memarkirkan mobil di garasi rumah kami, ia menutup pintu mobil dengan keras, lalu masuk rumah tanpa sepatah katapun kepadaku. Kukira omelannya sudah berhenti. Tetapi perkiraanku salah. Kali ini dibantu ayah yang sudah menunggu di ruang tengah, ibu memberondongku dengan sejuta pesan dan kesannya sebagai orang tuaku selama ini, terlebih atas kelakuanku kali ini. Tapi dalam hati aku tetap berdalih bahwa sebenarnya aku tidak salah, kakak kelas itu saja yang mencari masalah, aku juga menyesal tidak menghabisi dia sekaligus jika tahu kejadiannya akan seperti ini. “Sementang anak guru kami, ia bisa berbuat semena-mena padaku”. Kataku kesal. Meskipun ibu sering mendapat surat dari “si gendut” tentang kenakalanku, ibu tidak sampai marah besar seperti ini. Mungkin ibu sudah jenuh dengan kenakalan yang aku perbuat selama ini.
9
*** Sudah tiga hari aku dikurung, tanpa boleh keluar dari rumah selangkahpun. Sedangkan setiap saat ibu selalu saja menambah rasa bersalahku dengan dengungan nasihat yang keluar dari mulutnya. Walau sebenarnya hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri, aku tetap seperti menurutinya. Bahkan sejak hari pertama aku di kurung aku belum mengeluarkan sepatah kata pun dengan
ibu,
atau
lebih
tepatnya
memilih
menghindari obrolan dengan ibu. Aku merasa bersalah sebenarnya bila harus mendengar tutur katanya, juga karena aku masih sedikit marah atas keputusan ibu yang menghakimi aku seolah-olah aku yang salah atas kejadian ini, padahal ini salah kakak kelas itu yang memulai masalah dengan ku. Terlebih sikap “bu tua” itu saat memberikan sanksi sepihak tanpa menyelidiki apa yang terjadi saat itu. Aku mengumpat di kamarku dan berteriak sekeras mungkin dalam bekapan bantal, sedikit membantu 10
meredakan gejolak amarah yang terlanjur disulut dengan benci saat ini……………………………………. ***
11