Adhyatman Prabowo, M.Psi
SOLO,2011 KOMPAS.com — Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut terhadap hal-hal tertentu, seperti dialami
Ferdianta. Ia mengaku merasa ketakutan jika ada orang datang membawa bungkusan atau kado. "Saya takut bungkusan atau kado itu bom," kata Ferdianta, Rabu (28/9/2011). Ia juga mengaku masih merasa takut untuk datang ke gereja, terutama gereja-gereja besar, karena khawatir akan terulang kejadian yang sama. Trauma juga dialami Belarmin Boris. Menurut dia, jika mencium bau hangus, ia akan teringat kejadian bom bunuh diri di GBIS Kepunton. Rambut Belarmin terbakar dan kepalanya terluka karena terkena serpihan material bom yang meledak. Menurut Direktur Rumah Sakit Dr Oen, Solo, Willy Handoko, pihaknya telah membentuk tim psikologi untuk mendampingi pasien. Pada saat pasien baru datang, pihaknya memang masih berkonsentrasi untuk penanganan kondisi fisik.
Seorang Ibu yang sedang berada di penjahit mendapatkan informasi bahwa anaknya jatuh dari lantai 2dirumahnya Sontak ia terkejut hingga duduk terkulai di lantai. Kemudian, ia langsung memberitahu adiknya untuk segera pulang dengan histeris. Setelah tiba di rumah adiknya, ia meminta adiknya untuk langsung mengantar ia dan anaknya ke rumah sakit, Sesampainya disana, anaknya langsung diperiksa dokter dan dinyatakan baik-baik saja sehingga diizinkan pulang. Setelah beberapa jam dirumah anaknya untuk buang air kecil, dan kemudian diketahui
anaknya mengeluarkan darah dari kandung kemihnya. Ia pun makin panik dan histeris. Lalu ia menelepon suaminya dan memberitahu kondisi anaknya. Setelah suaminya tiba, mereka langsung membawa anaknya ke RS yang lain untuk melakukan check up seluruh tubuh anaknya. Esok harinya, diketahui bahwa anaknya mengalami penggumpalan darah di otak dan pembengkakan ginjal akibat terjatuh dari lantai dua di rumah adiknya. Setelah beberapa minggu dirawat dirumah sakit kondisi anaknya sedikit membaik dan di izinkan pulang. Kondisi anaknya saat ini daya tahan fisik anaknya menurun sehingga sulit untuk konsentrasi belajar maupun tidak seaktif sebelumnya ketika bermain. Kondisi ibu saat ini: Tidak bisa melewati jalan ketika mengantarkan anaknya (dengan alasan teringat tragedi itu)
Tidak bisa memakai baju yang digunakan pada saat menolong anaknya tersebut Merasa bersalah, sering murung, mulai menarik diri dengan lingkungan sosial Tidak nyaman ketika berada diluar rumah
internal distress : kehilangan harapan, putus asa, depresi, stress posttraumatic, reaksi drugs, dorongan bunuh diri
kehilangan yang hebat : loss job, death, tragedy, operasi, cacat, perang, terorisme,
kondisi transisional : pensiun / mutasi, relokasi, anggota keluarga baru, konflik keluarga, tidak ada keluarga, penyakit
Krisis
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV)
A. Pemunculan stressor Orang yang mengalami, menyaksikan, atau mempelajari peristiwa yang melibatkan kematian yang tragis, kecelakaan serius atau kekejaman pada diri sendiri dan orang lain. Orang yang mengalami ketakutan, ketidakberdayaan atau ketakutan hebat (pada anak-anak, respon tersebut mengakibatkan perilaku kacau atau memprovokasi).
B. Peristiwa yang dialami lagi a. Perilaku mengungkit kembali peristiwa b. c.
d.
e.
mengganggu. Mengingat kembali mimpi buruk suatu peristiwa Berperilaku atau seolah-olah trauma tersebut muncul kembali (ilusi, halusinasi, dan kembali ke masa lalu yang bersifat disosiatif) Distress psikologis yang hebat atas munculnya tanda-tanda internal atau eksternal yang mensimbolkan dengan suatu aspek dari trauma tersebut. Reaksi psikologis yang muncul berulang-ulang seperti pada gejala diatas.
C. Penghindaran a. Upaya-upaya untuk menghindari pikiran, perasaan
atau hal lain yang dapat mengingatkan kembali pada peristiwa traumatis. b. Upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari aktivitas, tempat, atau orang yang terkait dengan peristiwa traumatis. c. Ketidakmampuan mengingat aspek penting dari peristiwa traumatik. d. Berkurangnya minat atau partisipasi secara nyata pada aktivitas yang dahulunya merupakan aktivitas yang menyenangkan.
D. Pemunculan a. Perasaan terasing. b. Rentang afeksi terbatas c. Merasa masa depan suram.
E. Durasi gejala dalam kriteria B (gejala lebih dari satu bulan) F. Gangguan kehidupan. Yaitu gangguan yang menyebabkan distress dalam fungsi sosial atau bidang penting lainnya.
Gejala traumatik dalam Ilmu Psikiatri 1.
Kriteria A : Trauma
Meliputi pengalaman langsung dan menyaksikan kejadian yang mengancam kematian serta respon terhadap kejadian berupa rasa takut yang sangat kuat dan rasa tidak berdaya. 2.
Kriteria B : re-experiencing/re-koleksi kilas balik ingatan berulang
Pemanggilan ingatan kejadian berupa bayangan, pikiran dan persepsi secara terus menerus. Mmerasa kejadian itu terjadi kembali, serta reaksi fisik dan psikis yang sama berulang pada saat terjadi, jika teringat trauma tsb
Next 3.
Kriteria C : Penghindaran dan Penumpulan emosi
Menghindari pikiran, perasaan , Percakapan, aktivitas yang mengingatkan dengan trauma, tidak mampu mengingat trauma, hilang minat dalam aktivitas, perasaan lepas dan asing pada lingkungan tempat trauma terjadi, kehilangan emosi dan perasaan menumpul, serta merasa kehilangan masa depan. 4.
Kriteria D : hipersensitif dan iritabilitas meninggi terhadap rangsang
Meliputi sulit tidur, ledakan kemarahan, sulit konsentrasi, waspada berlebihan, dan respon terkejut yang berlebihan.
Sementara itu berdasar hasil penelitian Rusmana, dkk. (2007) Ditinjau dari gejala gangguan yang dialami, paling banyak mengalami gejala gangguan fisik (45,8%) disusul kemudian ganguan kognitif (37,6%) emosi (29,9%) gangguan tingkah laku (26,47%) dan terakhir spiritual (21,43%) Sedangkan berdasarkan kriteria diagnostic, aspek dominant masih dibayangi Peristiwa traumatis (77%) berfikir negatif (47%) merasa tidak berdaya (33%) emosional (30%) mengisolasi diri (23%) dan merasa masa depan suram (17%)