Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan Metode Regresi Linear Berganda dan Kelayakan Investasi Di PT. AWE untuk Mencapai Profit Maksikmum Achmad Farabi Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480 Indonesia,
[email protected] Wilfried Arief Nugroho Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480 Indonesia,
[email protected]
PT. Essence Indonesia adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang industri pembuatan flavor dan fragrance. Dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelanggan, PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai 21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus barang retur yang terjadi dengan jumlah mencapai 32.916,99 kg atau 0,15% dari total pengiriman. Sedangkan target global external rejection pada proses retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total pengiriman selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, pengelolaan reverse logistics yang terjadi harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara ekonomi dan meningkatkan citra positif perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi reverse logistics cost effectiveness pada PT. AWE berdasarkan model Huscroft. Metode yang digunakan dalam penilitian ini ialah menggunakan regresi linear berganda. Setelah melakukan analisis dan perhitungan data, faktor reverse logistics inovation sangat berpengaruh secara signifikan terhadap efektifitas biaya reverse logistics. Berdasarkan analisis tersebut PT. AWE perlu mencari inovasiinovasi teknologi terbaru yang dapat diterapkan oleh perusahaan agar dapat meningkatkan kinerja dan mengurangi kerugian akibat proses reverse logistics. Kata kunci : Reverse Logistics, SMILP, SPSS, Regresi Linear, Supply Chain Management (SCM), Logistics I.
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan memiliki tujuan dalam meningkatkan kemampuan untuk dapat bersaing secara global. Persaingan di dalam bidang supply chain pada saat ini lebih berfokus kepada inovasi dan kreativitas (Zareinejad & Javanmard, 2013). Beberapa masalah yang sering ditemui di perusahaan dalam penanganan reverse logistics adalah kurangnya sistem yang mengintegrasikan kegiatan logistik secara langsung dan begitu juga sebaliknya, sulitnya mengukur dampak dan
Edi Sunarso Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480 Indonesia,
[email protected]
mengendalikan pengembalian produk atau bahan baku serta fakta bahwa aliran reverse dianggap sebagai biaya (pengeluaran) bagi perusahaan dan oleh karena itu diberikan prioritas sedikit sebagai strategi bisnis (Barquet, 2013). Namun, reverse logistics dapat menjadi sangat penting dalam strategi bisnis perusahaan karena perencanaan yang baik dan jaringan revese logistics yang tepat dapat meningkatkan keuntungan perusahaan, tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi sehingga dapat memberikan citra baik pada perusahaan (Pishvaee & Kianfa, 2008). Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa pentingnya penanganan pada proses reverse logistics karena pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak biaya, biaya poduksi untuk reverse logistics lima kali lebih besar dari biaya forward logistics. Besarnya biaya yang dialokasikan pada reverse logistics karena tingkat kedatangan pengembalian barang lebih tinggi dari proses pengolahan dan kecepatan daur ulang, kemudian akan menumpuknya barang retur didalam gudang yang menyebabkan pengembalian tidak terdeteksi, dan waktu pengolahan yang panjang (Zareinejad & Javanmard, 2013). Perusahaan harus lebih memperhatikan strategi reverse logistics karena saat ini banyak perusahan telah menyadari bahwa proses reverse logistic yang baik dapat meningkatkan penghematan biaya yang signifikan (Tonanont Ake, 2009). Meningkatnya nilai reverse logistics dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh volume pengembalian produk retur meningkat setiap hari (Tonanont Ake, 2009). Oleh karena itu kegiatan reverse logistics harus dilakukan secara efisien dan signifikan (Barquet, 2013). Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi kegiatan reverse logistics adalah input dan output kontrol yang baik, pemetaan proses yang terstruktur, waktu siklus pengolahan yang pendek, sistem informasi yang akurat, perencanaan jaringan logistik, dan hubungan kolaboratif antara klien dan pemasok (Barquet, 2013).
Literatur Review Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa sistem informasi dan teknologi dapat menjadi pembeda didalam kinerja logistik (Closs dan Savitskie 2003; Richey Chen et al,2005). Teknologi informasi telah menunjukan dampak positif dalam kontribusinya pada organisasi logistik dengan meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan dapat memenuhi dan melayani permintaan konsumen secara tepat (Huscroft, 2010). Menurut Huscroft (2010) yang mengutip dari Daughtery,Richey, Myers, Russel dan Hoag, Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa kinerja reverse logistics dipengaruhi oleh aspek-aspek seperti akuisisi, kapabilitas, compatibility, dan implementasi teknologi informasi. Menurut Huscroft (2010) yang mengutip dari Daughtery, dukungan sistem informasi dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang berbeda yaitu kapabilitas, kompatibilitas, dan teknologi. Dari ketiga bagian ini dapat membuat sistem informasi logistik dapat mencapai efisiensi dan penghematan biaya ketika mengalokasikan sumber daya pada teknologi. Apabila ketiga bagian ini tidak dilaksanakan secara benar maka dapat menyebabkan sistem yang dioperasikan tidak efisien. Dikarenakan reverse logistics memiliki ketidakpastian dalam permintaan, kebutuhan, dan dibutuhkan waktu yang cepat didalam memenuhi kepuasan pelanggan maka walaupun manajer logistik tidak mengetahui kapan produk akan dikembalikan, mereka harus memiliki sistem dan mempersiapkannya untuk memproses dan menangani produk secara cepat dan efisien (Huscroft, 2010). Selain itu akses cepat dan pertukaran informasi harus dijadikan prioritas oleh manajemen yang terlibat karena rantai pasok terdiri dari beberapa pihak, proses,dan perusahaan eksternal. Kapabilitas didefinisikan oleh Huscroft (2010) yang dikutip dari Daughtery sebagai suatu kumpulan dari keterampilan dan pengetahuan yang dapat membantu menyediakan diferensiasi yang kompetitif, termasuk perilaku yang memungkinkan customer service melakukan pekerjaan dengan tepat waktu, dan mengurangi order processing cycle time. Sementara pengertian kompatibilitas sistem informasi ialah seberapa mudah alat sistem informasi tersebut dapat digunakan oleh pelaku yang ada di dalam organisasi. Apakah alat tersebut cocok dan perlu untuk digunakan oleh pelaku didalam organisasi.sistem teknologi informasi diakui sebagai keunggulan kompetitif yang diperlukan untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi. Alasan dari Penelitian Penelitian mengamati tentang pengaruh Information System Capability, Information System Compatibility, Information System Technologies, Information System Implementation, dan Reverse Logistic Inovation terhadap Reverse Logistic Cost Effectiveness. Model diambil dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Huscroft. Penelitian dilakukan manajemen dan staff yang menangani proses Reverse Logistics di PT.AWE
Model Hipotesis dari Penelitian
H1
:
H2
:
H3
:
H4
:
H5
:
Apakah faktor information system capability berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics cost effectiveness. Apakah faktor information system compatibility berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics cost effectiveness. Apakah faktor information system technologies berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics cost effectiveness. Apakah faktor information system implementation berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics cost effectiveness. Apakah faktor reverse logistics innovation berpengaruh signifikan terhadap reverse logistics cost effectiveness. II. METODOLOGI PENELITIAN TEORI PENDUKUNG
DAN
Metodologi yang digunakan adalah regresi linear yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reabilitas terlebih dahulu dengan menggunakan software SPSS 20.0. Terdapat 30 responden yaitu manajemen dan staff dari beberapa departemen yang terlibat dalam penanganan reverse logistics dalam pengisian kuisoner yang dilakukan di PT.AWE. Suatu pernyataan dinyatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel (r hitung > r tabel) sedangkan pernyataan dinyatakan tidak valid apabila nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel (r hitung < r tabel). Berdasarkan taraf signifikan 5% jumlah sample (n) =30, nilai df =28 dan t =1,70 maka akan diperoleh nilai r tabel = 0,361. Seluruh pernyataan pada variabel diuji dinyatakan
semua variabel yang diteliti valid, karena nilai r hitung > r tabel (0,361). Selanjutnya dilakukan uji reabilitas. Berikut ini merupakan tabel uji reabilitas.
a
Coefficients Model
Unstandardized Standardized Coefficients
III. HASIL PENELITIAN
B
Tabel Uji Reabilitas Variabel Reverse logistics cost effectiveness Information system capability Information system compatibility
Std.
t
Sig.
Coefficients Beta
Error
Cronbach’s Alpha
Keterangan
0,739
Reliabel
0,777
Reliabel
0,849
Reliabel
1
(Constant)
5,997
1,736
3,455
,002
Capability
0,186
0,232
0,173
0,803
0,430
Compatibility
-0,030
0,096
-0,061
-0,310
0,759
Innovation
0,761
0,195
0,811
3,896
0,001
0,036
0,149
0,050
0,244
0,810
0,002
0,060
0,003
0,032
0,975
Implementat ation
Information system technologies
0,833
Reliabel
Information system implementation
0,873
Reliabel
Reverse logistics innovation
0,839
Reliabel
Dari hasil uji reliabilitas yang dilakukan nilai variabel Cronbach’s Alpha > 0.600 sehingga seluruh variabel dapat dinyatakan reliable. Setelah itu dilakukan metode regresi linear. Regresi linear berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen. Model pada penelitian ini mengasumsikan adanya hubungan linear antara variabel dependen dengan masingmasing prediktornya. Hubungan dimasukkan kedalam rumus, sedangkan dalam penelitian ini rumus yang terbentuk adalah :
γ : Reverse logistics cost effectiveness sebagai variable dependen. α : Konstanta. : koefisien regresi variabel independen. β1 : Information system capability sebagai variable independen. β2: Information system companbility sebagai variablel independen. β3: Reverse logistics innovation sebagai variable independen. β4: Information system Implementation sebagai variable independen. β5: Information system technologies sebagai variable independen.
Technologies
a. Dependent Variable: ReverseLogisticsCostEffectiveness
Untuk dapat menginterpretasikan koefisien parameter variabel independen dapat menggunakan Unstandardized Coefficients maupun Standardized Coefficients. Dalam penelitian ini menggunakan Unstandardized Coefficients. Dari kelima variabel yang dimasukkan dalam model, ternyata hanya satu variabel (innovation) yang signifikan pada = 5%. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas signifikan innovation yang masih dibawah 0.005 (Beta Positive; t > 0 ; p < 0.05) (Sekaran, 2003 & Saunders; Philip and Thornhill, 2003).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis regresi linier berganda tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa koefisien regresi yang paling besar adalah 0,761. Dengan adanya fakta tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan dan hipotesis yang dapat diterima menurut analisis tersebut ialah reverse logistics innovation (X3) karena nilai beta positif; nilai t yaitu 3,896 > 0 ;dan nilai p 0.001 < 0.05. Saran yang diberikan ialah dengan Meningkatkan perhatian lebih pada reverse logistics innovation. Mencari inovasi-inovasi teknologi terbaru yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Dengan penggunaan inovasi di bidang inovasi dan teknologi maka diharapkan dapat mempengaruh reverse logistics cost effectiveness secara lebih baik sehingga dapat menghemat keuangan perusahaan.
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
REFERENCES Barquet, A. P., Rozenfeld, H., & Forcellini, F. A. (2013). An integrated approach to remanufacturing: model of a remanufacturing system. journal of remanufacturing , 3 (1), pg 1-11. De Brito, M. p., & Dekker, R. (2003). A Framework for Reverse Logistics. Erasmus University Rotterdam, Erasmus Research Institute of Management . Rotterdam: ERIM. Deiner, D., Peltz, E., Lackey, A., Blake, D. J., & Vaidyanathan, K. (2004). Value Recovery from the Reverse Logistics Pipeline. RAND. Dekker, R., Fleischmann, M., Inderfurth, K., & Van Wassenhove, L. N. (2004). Reverse Logistics Quantitative Models for Closed-Loop Supply Chain. Heidelberg: Springer. Dyckhoff, H., Lackes, R., & Reese, J. (2004). Supply Chain Management and Reverse Logistic. Berlin: Springer.
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
El-Sayed, M., Afia, N., & El-Kharbotly, A. (2008). A stochastic model for forward–reverse logistics network design under risk. Computers & Industrial Engineering, 58, 423–431. Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics in the publishing Reverse logistics in publishing industry: China, Hong Kong, and Taiwan. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management , 36 (7),pg 507-523. Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and selection of a third-party reverse logistics provider using ANP and IFG-MCDM methodology. Life Science Journal , 10 (6s), pg 350-355. Huscroft, J. (2010). The Reverse Logistics Process in the Supply Chain and Managing it's Implementation. Alabama: Auburn University. Safiq, S., & Navqi, I. (2013). Formalization of Reverse Logistics Program- Key for Competitive Advantage.
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan Metode Regresi Linear Berganda dan Kelayakan Investasi Di PT. AWE untuk Mencapai Profit Maksikmum Edy Sunarso Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Binus University, Jl KH Syahdan 9, Jakarta 11480 Indonesia,
[email protected]
poduksi untuk reverse logistics lima kali lebih besar dari biaya forward logistics. Perusahaan harus lebih memperhatikan strategi reverse logistics karena saat ini banyak perusahan telah menyadari bahwa proses reverse logistic yang baik dapat meningkatkan penghematan biaya yang signifikan (Tonanont Ake, 2009). Meningkatnya nilai reverse logistics dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh volume pengembalian produk retur meningkat setiap hari (Tonanont Ake, 2009). Oleh karena itu kegiatan reverse logistics harus dilakukan secara efisien dan signifikan (Barquet, 2013). Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi kegiatan reverse logistics adalah input dan output kontrol yang baik, pemetaan proses yang terstruktur, waktu siklus pengolahan yang pendek, sistem informasi yang akurat, perencanaan jaringan logistik, dan hubungan kolaboratif antara klien dan pemasok (Barquet, 2013). Pada penilitian ini dilakukan analisis inovasi usulan untuk mengurangi terjadinya proses reverse logistics yaitu dengan melakukan investasi mesin baru dengan menggunakan metode cost benefit analysis sehingga diharapkan PT. AWE dapat memaksimalkan keuntungan perusahaanya
PT. Essence Indonesia adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang industri pembuatan flavor dan fragrance. Dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelanggan, PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai 21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus barang retur yang terjadi dengan jumlah mencapai 32.916,99 kg atau 0,15% dari total pengiriman. Sedangkan target global external rejection pada proses retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total pengiriman selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, ada indikasi bahwa mesin yang digunakan tersebut sudah melewati umur pemakaianya sehingga menyebabkan hasil pengelolaan tidak memenuhi standar. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi untuk melakukan pembelian mesin baru sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara ekonomi dan meningkatkan citra positif perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternative yang diusulkan untuk mengganti mesin baru layak diterapkan atau tidak. Untuk itu diperlukan analisis kelayakan investasi pergantian mesin baru, dalam asumsi perkiraan jangka waktu 5 tahun kedepan dengan menggunakan NPV, dan juga mengetahui Return Of Investment (ROI), Payback Period (PP), Profitability Index (PI) masuk dalam kategori layak atau tidak.
II. METODOLOGI PENELITIAN DAN TEORI PENDUKUNG 1.
Kata kunci : Reverse Logistics, SMILP, Return Of Investment (ROI), Net Present Value (NPV), Payback Period (PP), Profitability Index (PI) I.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa data perkiraan cashflow alternatif penggantian mesin baru dalam 5 tahun dengan tingkat bunga 7%. Selain itu diambil data kualitatif berupa keterangan, informasi, penjelasan, pendapat dan tanggapan dari pemilik. Sedangkan jenis data menurut sumbernya adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari responden atau tangan pertama dan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka mengenai investasi.
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan memiliki tujuan dalam meningkatkan kemampuan untuk dapat bersaing secara global. Persaingan di dalam bidang supply chain pada saat ini lebih berfokus kepada inovasi dan kreativitas (Zareinejad & Javanmard, 2013). Beberapa masalah yang sering ditemui di perusahaan dalam penanganan reverse logistics adalah kurangnya sistem yang mengintegrasikan kegiatan logistik secara langsung dan begitu juga sebaliknya, sulitnya mengukur dampak dan mengendalikan pengembalian produk atau bahan baku serta fakta bahwa aliran reverse dianggap sebagai biaya (pengeluaran) bagi perusahaan dan oleh karena itu diberikan prioritas sedikit sebagai strategi bisnis (Barquet, 2013). Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa pentingnya penanganan pada proses reverse logistics karena pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak biaya, biaya
2. Metode Analisis Data Cost Benefit Analysis adalah suatu teknik yang melibatkan identifikasi biaya dan manfaat untuk setiap alternatif investasi, diskon biaya dan manfaat pada masa ini dan memilih alternatif terbaik menurut kriteria spesifik. (Remenyi, Money, & Sherwood-Smith, 2001). Alat analisis kelayakan yang digunakan untuk mengukur investasi antara lain adalah metode Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI ), dan Return of Investment (ROI).
5
Net Present Value (NPV) ialah selisih antara Present Value yang didapat dari investasi dengan nilai saat ini dari penerimaan kas bersih (baik kas operasional ataupun kas terminal) di masa yang akan datang (Umar, 2005, p.200). Rumus :
satu periode (Juni 2012 – Mei 2013). Jika dilihat dari perhitungan dibawah ini estimasi biaya berjalan setiap tahunnya tetap namun pada expected cost reverse terjadi penurunan karena berkurangnya masalah reverse logistics yang terjadi. Estimasi pendapatan tahun 2013 hingga tahun 2017 setelah diimplementasikan akan meningkat dikarenakan expected cost reverse menurun 30 persen setiap tahunnya. Dimana pendapatan awal perusahaan sebesar Rp. 17.139.247.000. Berikut ini adalah estimasi penghematan expected cost reverse dan pendapatan setelah diimplementasikan mesin yang baru pada PT. AWE
CFt = Aliran Kas per tahun pada periode t Io = Investasi Awal pada tahun 0 K = Suku Bunga (discount rate) Kriteria Penilaian : 1. Jika NPV > 1, maka usulan proyek diterima. 2. Jika NPV ≤ 1, , maka usulan proyek ditolak. 3. Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walaupun usulan diterima atau tidak. Payback Period ialah suatu rasio antara periode yang dibutuhkan untuk menutup kembali pengeluaran investasi menggunakan aliran kas (initial cash investment) dengan cash inflow didalam satuan waktu. Hasil dari nilai rasio yang didapat akan dibandingkan dengan maximum payback period. apabila jangka waktu payback period lebih pendek dibandingkan maximum payback period maka usulan investasi dapat diterima (Umar, 2005, p.197).
Tabel Estimasi penghematan dan Peningkatan Pendapatan
Rumus : Profitability Index merupakan perbandingan antara Present Value (PV) kas masuk dengan Present Value (PV) kas keluar. Penggunaan Profitability Index ialah dengan menghitung perbandingan antara nilai saat ini (present value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa mendatang dengan nilai saat ini (present value) yang telah dilakukan (Umar, 2005, p.201).
Tahun
Penghematan
Pendapatan
2013
Rp. 203.292.000
2014
Rp. 345.596.400
2015
Rp. 445.209.480
Rp. 17.584.456.480
2016
Rp. 514.938.636
Rp. 17.654.185.636
2017
Rp. 563.749.045
Rp. 17.342.539.000 Rp. 17.484.843.400
Rp. 17.702.996.045 Sumber : Pengolahan Data
Net Cash Flow Berikut ini adalah net cash flow atas perkiraan biaya yang akan datang serta penjualan yang akan diterima setelah implementasi mesin baru. Net Cash Flow = Total Peningkatan Pendapatan - Total biaya berjalan Net Cash Flow (tahun ke-1) = Rp. 17.342.539.000 - Rp. 16.506.000.000 = Rp. 836.539.000 Net Cash Flow (tahun ke-2) = Rp. 17.484.843.400 - Rp. 16.506.000.000 = Rp. 978.843.400 Net Cash Flow (tahun ke-3) = Rp.17.584.456.480 - Rp. 16.506.000.000 = Rp. 1.078.456.480 Net Cash Flow (tahun ke-4) = Rp.17.654.185.636 - Rp. 16.506.000.000 = Rp. 1.148.185.636 Net Cash Flow (tahun ke-5) = Rp.17.702.996.045 - Rp. 16.506.000.000 = Rp. 1.196.996.045
Rumus : Kriteria pada PI erat kaitannya dengan kriteria NPV, dimana jika NPV suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka menurut PI juga layak (PI > 1) karena keduanya menggunakan variabel yang sama. Return of Investment merupakan perbandingan antara Annual benefit dengan Investment Amount (Remenyi, Money, & Sherwood-Smith, 2001) Rumus : 1. Jika ROI > 1, maka lakukan investasi. 2. Jika ROI ≤ 1, maka jangan lakukan investasi.
Net Present Value Cash Flow Untuk menghitung nilai NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Tingkat suku bunga yang dipakai adalah sebesar 7 persen dari Bank Indonesia per 5 tahun mendatang.
III. HASIL PENILITIAN Berdasarkan faktor yang paling mempengaruhi reverse logistics cost effectiveness adalah reverse logistics innovation, kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan usulan investasi untuk diimplementasikan pada perusahaan. Dengan hal ini maka diharapkan adanya penghematan pada expected cost reverse logistics sebesar 30 persen pada tahun berikutnya dengan acuan total cost reverse yang terjadi selama
6
Return Of Investment Analisis ROI membandingkan besarnya dan waktu keuntungan investasi langsung dengan besarnya dan waktu biaya investasi. Sebuah ROI yang tinggi berarti bahwa keuntungan investasi dibandingkan untuk biaya investasi.
Net Present Value
NPV
ROI = 115 % Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa ROI rata-rata yang dihasilkan selama periode 5 tahun yaitu 115%. Nilai tersebut termasuk dalam kategori penilaian score 1, dapat diartikan bahwa investasi tersebut layak untuk diimplementasikan.
= Rp. 4.252.899.965 – Rp. 910.100.000 = Rp. 3.342.799.965
Payback Period Payback period digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan suatu perusahaan untuk menutuo kembali biaya yang dikeluarkan untuk suatu investasi.
Hasil Penghitungan Cost Benefit Analysis Berikut hasil perhitungan Cost Benefit Analysis apliakasi Accurate dapat dilihat perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan analisa tersebut, investasi yang dilakukan bisa tercapai titik impas dalam waktu 1 tahun 49 hari.
Metode
Kriteria
Hasil
Perhitungan
Hasil
NPV
Positif
Diterima
3.342.799.965
Diterima
Negatif
Ditolak 1 tahun 49 hari
Diterima
3,5
Diterima
115 %
Diterima
PP
> 5tahun
Ditolak
< 5tahun
Diterima
PI
>1
Diterima
<1
Ditolak
ROI
Positif
Diterima
Negatif
Ditolak
Profitability Index Menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Tingkan diskon lalu digunakan untuk menetapkan nilai waktu sekarang untuk penerimaan dan pengeluaran kas dan dapat dihitung.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pengolahan data diatas bahwa usulan investasi untuk melakukan pembelian mesin baru yang diajukan kepada perusahaan untuk meningkatkan kinerja reverse logistics cost effectiveness sangat layak dilakukan, karena nilai net present value (NPV) bernilai postif selain itu payback period yang akan didapat oleh perusahaan ridak memerlukan waktu lama yaitu hanya 1 tahun 49 hari, sedangkan untuk nilai return of investment (ROI) yaitu 115% yang dimana ROI dikatakan baik apabila presentasenya antara 1-300%, dan yang terakhir probability index bernilai lebih dari 1 yaitu 3,5.
3,5 Berdasarkan hasil analisis diatas maka usulan investasi penggantian aktiva mesin produksi layak untuk dilaksanakan karena nilai PI 3,5 lebih besar dari 1 (3,5 >1)
7
[11]
[12]
[13]
[14]
[15] [16]
REFERENCES Barquet, A. P., Rozenfeld, H., & Forcellini, F. A. (2013). An integrated approach to remanufacturing: model of a remanufacturing system. journal of remanufacturing , 3 (1), pg 1-11. Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics in the publishing Reverse logistics in publishing industry: China, Hong Kong, and Taiwan. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management , 36 (7),pg 507-523. Remenyi, D., Money, A., & Sherwood-Smith, M. (2001). The Effective Measurement and Management of IT Costs and Benefits. New Delhi: Planta Tree. Tonanont, A. (2009). Performance Evaluation in Reverse Logistics with Data Envelopment Analysis. The University of Texas, texas. Umar, H. (2005). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and selection of a third-party reverse logistics provider using ANP and IFG-MCDM methodology. Life Science Journal , 10 (6s), pg 350-355.
8
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Pada Reverse Logistics Cost Effectiveness Menggunakan Metode Regresi Linear Berganda di PT.AWE Dalam Usaha Mencapai Profit Maksimal Menggunakan Stochastic Mixed Integer Linear Programming (SMILP) Achmad Farabi 1301062122 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Binus University
[email protected]
Abstrak— Pada proses supply chain secara tradisional, fokus perusahaan sebelumnya hanya pada proses forward logistics yang dimulai dari pengadaan, manufaktur, distribusi, pemasaran dan penjualan. Namun, reverse logistics dapat menjadi sangat penting dalam strategi bisnis perusahaan karena perencanaan yang baik dan jaringan revese logistics yang tepat dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Untuk dapat memaksimalkan keuntungan,dapat menggunakan Stochastic Mixed Integer Linear Programming (SMILP). SMILP merupakan model pemrograman linear bilangan bulat yang dapat mengoptimasi tujuan tertentu. Pada proses SMILP, fungsi tujuan ditentukan terlebih dahulu. Kelebihan dari SMILP terletak pada variabel keputusan yang sebagian dapat berupa bilangan bulat dan boolean serta sebagian lainnya berupa pecahan. Batasan-batasan yang tersedia dapat menentukan nilai dari variabel keputusan tersebut. Sehingga, nilai optimal dari fungsi tujuan dapat ditemukan. Penelitian ini mengambil studi kasus pada PT AWE yang merupakan perusahaan manufaktur yang menjadi pioner dalam pembuatan flavor dan fragrance. Pada PT. AWE terdapat 0,15% barang retur dari total pengiriman. Dengan target global external rejection sebesar 0,02% maka. pengelolaan reverse logistics yang terjadi harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara ekonomi.
karena pada proses ini mengkonsumsi cukup banyak biaya, biaya poduksi untuk reverse logistics lima kali lebih besar dari biaya forward logistics. Besarnya biaya yang dialokasikan pada reverse logistics karena tingkat kedatangan pengembalian barang lebih tinggi dari proses pengolahan dan kecepatan daur ulang, kemudian akan menumpuknya barang retur didalam gudang yang menyebabkan pengembalian tidak terdeteksi, dan waktu pengolahan yang panjang (Zareinejad & Javanmard, 2013). PT. AWE adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang industri pembuatan flavor dan fragrance. Dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelanggan, PT. AWE dalam satu tahun terakhir telah berhasil memproduksi flavor dan fragrance hingga mencapai 21.599.362 kg. Namun dari total jumlah produksi yang dihasilkan dalam periode tersebut, terdapat 58 kasus barang retur yang terjadi dengan jumlah mencapai 32.916,99 kg atau 0,15% dari total pengiriman. Sedangkan target global external rejection pada proses retur di PT.AWE ialah 0,02% dari total pengiriman selama satu tahun. Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, pengelolaan reverse logistics yang terjadi harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga dapat menguntungkan perusahaan secara ekonomi dan meningkatkan citra positif perusahaan. Dengan menggunakan model Stochastic Mixed Integer Linear Programming diharapkan dapat mengetahui expected cost yang dikeluarkan oleh perusahaan dan mendapatkan expected profit melalui batas-batas parameter yang ada pada PT. AWE. ElSayed et al. (2010) menjelaskan bahwa masa forward– reverse logistics network model dikembangkan untuk keperluan desain di bawah risiko. Masalahnya dirumuskan dalam stochastic mixed integer linear programming (SMILP) pengambilan keputusan sebagai bentuk program stokastik multi-tahap. Tujuan dari model ini adalah untuk memaksimalkan total keuntungan yang diharapkan.
Kata Kunci : Stochastic Mixed Integer Linear Programming, Reverse Logistics, Supply Chain, Logistics, Expected Profit. PENDAHULUAN Reverse logistics ialah proses pada organisasi yang mencakup proses distribusi terbalik (dari customer ke produsen) sehingga menyebabkan arus barang dan informasi mengalir ke arah yang berlawanan dari kegiatan forward logistcs yang mendukung suatu produk dan pengembalian barang untuk didaur ulang, pembuatan ulang, penggunaan kembali atau dihancurkan untuk dibuang (De Brito & Dekker, 2003)
PEMODELAN Pengembangan network dari model Utami et al. (2011) terdapat pada alur produk, dimana expected cost yang yang didapat dari penjualan barang kembali kepada konsumen kedua sedangkan pada penelitian ini penjualan hanya pada konsumen pertama. Material produk yang dikembalikan dari konsumen dipilih
Jim Wu dan Cheng (2006) mengatakan bahwa pentingnya penanganan pada proses reverse logistics 9
• Expected Income Expected income
sesuai standar kualitas mutu pada disassembly center, material produk yang rusak hanya terjadi pada kemasan maka akan di repairing sementara produk yang dikarenakan tidak memenuhi standar kualitas akan di remanufacture dan akan dibuang. Berikut adalah network yang terdapat dalam penelitian ini : Supplier
Facilities
= Jumlah permintaan customer pada periode t = Harga jual per unit •
Customer Re pa ir
Disposal
Re -m ing an ufa ctu rin g
Expected Cost Expected Cost = Forward cost + Reverse Cost
Forward cost = Fixed cost + Material cost + Manufacturing cost + Inventory cost + Shipping cost Reverse Cost = Fixed cost + Material cost + Remanufacturing cost + Disassembly cost + Repairng package cost + Disposal cost + Inventory cost + Shipping cost 1. Fixed Cost
Disassembly
Forward Reverse
G
ambar 4. 1 Network Model penelitian
Sets: S : Supplier. F : Facilities. A : Disassembly center. P : Disposal center. T : Periode. Parameters Ff : Fixed cost dari pabrik.
2.
Material Cost
3.
Manufacturing Cost
4.
Inventory cost
5.
Shipping Cost
6.
Disassembly cost
7.
Repairng package cost
8.
Disposal cost
9.
Inventory Cost (pada reverse)
: Biaya material per unit dari supplier. : Biaya produksi per unit. : Biaya inventory per unit dari supplier digudang bahan baku. : Biaya inventory per unit dari facilities digudang barang jadi. : Biaya transport per unit dari dari supplier ke facilities. : Biaya transport per unit dari facilities ke customer. : Biaya disassembly dari disassembly centre. : Biaya repairing kemasan per unit. : Biaya disposal per unit. : Biaya inventory per unit di disassembly center. : Biaya transport per unit dari custmomer ke disassembly center. : Biaya transport per unit dari disassembly center ke facilities. Decision Variable = Jumlah barang dari tempat i ketempat j pada periode • Objective Function
•
=
(Memaksimumkan keuntungan yang diharapkan Total expected Profit Expected Profit = Expected Income – Expected Cost
10. Shipping Cost (pada reverse)
10
Raw Material = 40% eksternal+60% internal Eksternal = 1.459.288,74 kg / 500kg = 2.919 pallet x Rp. 75.000 = Rp. 218.925.000 Internal = 2.188.933,11 kg / 500kg = 4.378 pallet x Rp. 35.000 = Rp. 153.230.000 Total RM = Rp. 372.155.000 Finish Goods = 100% internal = 3.648.221,85 kg / 500kg = 7.297 pallet x 35000 = Rp. 255.395.000 Total Inventory = Rp. 372.155.000 + Rp 255.395.000 = Rp. 627.550.000
Balance constrains Balance constrains berguna untuk memastikan bahwa total jumlah aliran yang masuk pada suatu fasilitas sama dengan total jumlah aliran yang keluar dari fasilitas tersebut, serta untuk memastikan jumlah produksi yang ada tidak kurang dari permintaan.
5. Shipping cost = supplier to facilities + facilities to customer Supplier to facilities = (3.648.221,85kg / 5.000) x Rp 2.000.000 = Rp. 1.460.000.000 Facilities to customer = (3.648.221,85kg / 5.000) x Rp 2.000.000 = Rp. 1.460.000.000 Total Shipping cost = Rp. 2.920.000.000
Penghitungan dan Analisa SMILP Tabel 4. 15 Nilai Biaya dari Model Parameter
Parameter
Biaya
Permintaan flavor beef per period Jumlah retur pada flavor beef Barang remanufacture Barang repairing package Fixed cost forward Fixed cost reverse
3.648.221,85 kg
Biaya Material Biaya produksi Biaya Jual Biaya pembuatan kembali Biaya Pembuangan Biaya disassembly Biaya ganti kemasan Biaya Pengiriman Biaya penyimpanan Internal( perusahaan) Eksternal( gudang lain)
10.015 kg 8.515kg 1.500kg Rp. 51.600.000.000 Rp. 350.000.000 Rp 24.000 /kg Rp 5.000 / kg Rp 49.000 / kg Rp. 7.000 / kg Rp 2.000.000 / palet (1 pallet = 500 kg) Rp 1.000 / kg Rp 2.000.000/ 5ton
Reverse Cost 1. Fixed cost
Rp 35.000 / 500kg (perbulan) Rp 75.000 / 500kg (perbulan) Sumber : PT. AWE
2.
Material cost
3.
Manufacturing cost
4.
Disassembly cost
= = = = =
5.
Repairing Package
= Rp. 10.015.000 = 1.500 kg x Rp. 1.000
6.
Disposal Cost
= Rp. 1.500.000 = 8.515 kg / 500kg
7. Forward cost 1. Fixed cost 2.
Material cost
3.
Manufacturing cost
4.
= Rp. 51.600.000.000 = 3.648.221,85 kg x Rp. 24.000 = Rp. 87.557.324.400
= 3.648.221,85 kg x Rp. 5.000 = Rp. 18.241.109.250 Inventory cost = Raw Material / RM (supplier to facilities) + Finished Goods (facilities to customer)
= Rp. 350.000.000 8.515 kg x Rp. 24.000 Rp. 204.360.000 8.515 kg x Rp. 7.000 Rp 59.605.000 10.015 kg x 1.000
= 18 Pallet x Rp. 2000.000 = Rp. 34 .060.000 Inventory cost = Raw Material / RM (supplier to facilities) + Finish Goods (facilities to customer) + Disassembly * semua masuk pada inventory internal (supplier to facilities) = 8.515 kg / 500 =18 pallet x 35.000 = Rp. 630.000 (facilities to customer) = 10.015 kg / 500 = 21 pallet x 35.000 = Rp. 735.000
11
Disassembly
Dalam gambar ini, berdasarkan data yang telah didapatkan melalui penghitungan dengan menggunakan metode SMILP maka dapat diketahui besaran keuntungan yang diperoleh dalam satu periode (Januari 2012 – Mei 2013) yakni sekitar Rp. 17.139.247.000. Nilai tersebut merupakan profit yang didapat dari produk jenis flavor beef. Untuk dapat lebih besar memaksimalkan keuntungan, expected cost yang dikeluarkan harus seminimal mungkin terutama pada reverse cost. REFERENCES
= 10.015 kg / 500 = 21 pallet x 35.000 = Rp. 735.000
Total Inventory = Rp. 630.000 + Rp. 735.000 + Rp. 735.000 = Rp. 2.100.000 8.
Shipping cost = supplier to facilities + facilities to customer + Disassembly
De Brito, M. p., & Dekker, R. (2003). A Framework for Reverse Logistics. Erasmus University Rotterdam, Erasmus Research Institute of Management . Rotterdam: ERIM.
Supplier to facilities = (8.515 kg / 5.000) x Rp 2000.000 = Rp. 4000.000 Facilities to customer = (10.015 kg / 5.000) x Rp 2000.000 = Rp. 6.000.000 Disassembly = (10.015 kg / 5.000) x Rp 2.000.000 = Rp. 6.000.000 Total Shipping cost = Rp. 16.000.000
El-Sayed, M., Afia, N., & El-Kharbotly, A. (2008). A stochastic model for forward–reverse logistics network design under risk. Computers & Industrial Engineering, 58, 423–431. Jim Wu, Y.-C., & Cheng, W.-P. (2006). Reverse logistics in the publishing Reverse logistics in publishing industry: China, Hong Kong, and Taiwan. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management , 36 (7),pg 507-523. Utami, D. D., Ciptomulyono, U., & Pujawan, N. I. (2011). Pengembangan Model Forward Reverse Logistics dengan Mempertimbangkan Batch Size dan Turn Ratio Uncertainly. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII (pp. A-12-2). Surabaya: ITS.
Expected income = = 3.648.221,85 kg x Rp. 49.000 = Rp. 178.762.870.560 Expected Cost = Forward cost + Reverse Cost = Rp. 160.945.983.650 + Rp 677.640.000 = Rp. 161.623.623.650
Zareinejad, M., & Javanmard, H. (2013). Evaluation and selection of a third-party reverse logistics provider using ANP and IFG-MCDM methodology. Life Science Journal , 10 (6s), pg 350-355.
Expected Profit = Expected Income – Expected Cost = Rp. 182.411.092.500 - Rp. 161.623.623.650 = Rp. 17.139.247.000
Satuan Milyar dalam Rp
KESIMPULAN
Expected Profit : Rp. 17.139.247.000 Expected Profit :
Rp. 17.139.247.000
Diagram 4. 4 Expected Profit untuk produk flavor beef di PT. AWE
12
13