perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH GEOMETRI SUDUT PAHAT HIGH SPEED STEEL (HSS) TERHADAP UMUR PAHAT DAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PENGASAHAN PAHAT PADA PROSES BUBUT ALUMINIUM PADUAN RENDAH
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Faris Budi Setyawan NIM. I 1308512
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Faris Budi Setyawan, NIM: I 1308512. PENGARUH GEOMETRI SUDUT PAHAT HIGH SPEED STEEL (HSS) TERHADAP UMUR PAHAT DAN PENYUSUNAN STANDART OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) PENGASAHAN PAHAT PADA PROSES BUBUT ALUMINIUM PADUAN RENDAH. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2011. Geometri sudut pahat perlu diperhatikan dalam proses pengasahan suatu pahat karena geometri sudut pahat mempengaruhi umur pakai pahat tersebut. Pada studi kasus di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan fakta pahat bubut HSS yang digunakan mudah aus yang mengindikasikan bahwa umur pakai pahat rendah. Fakta lainnya geometri sudut pahat bubut HSS yang digunakan tidak sesuai dengan standar optimum geometri sudut pahat bubut HSS. Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh geometri sudut pahat bubut HSS pada pengerjaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah berdasarkan hasil eksperimen Dalam penelitian ini dilakukan eksperimen dengan metode Randomized Block Design. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan diameter material pengujian sebagai blok. Level faktor sudut kappa (κr) pada penelitian ini adalah 90°, 75°, dan 45°. Level faktor sudut gamma (γo) pada penelitian ini adalah 30°, 26°, 22°, 18° dan 14°. Level blok diameter material pengujian pada penelitian ini adalah 31,5 mm , 29,9 mm, dan 28,3 mm serta replikasi yang dilakukan sebanyak dua kali. Kenaikan temperatur bidang aktif pahat dijadikan variabel respon sebagai indikator umur pahat. Dari hasil penelitian ini, geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap kenaikan temperatur mata potong aktif pahat adalah sudut kappa dan sudut gamma. Kombinasi geometri sudut pahat yang dipilih adalah kombinasi antara sudut kappa 90° dengan sudut gamma 18° dan kombinasi antara sudut kappa 45° dengan sudut gamma 30°. Kata kunci: pahat HSS, Randomized Block Design, sudut gamma, sudut kappa, temperatur bidang aktif pahat, umur pahat. xvi + 102 halaman.; 11 gambar; 37 tabel; 3 lampiran Daftar pustaka: 14 (1985 - 2010)
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Faris Budi Setyawan, NIM: I 1308512. THE GEOMETRY EFFECT OF HIGH SPEED STEEL (HSS) TOOL ANGEL REGARDING TOOL LIFE AND MAKING STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP) FOR SHARPENING TOOL IN THE LATHE PROCESS ON ALUMINIUM LOW ALLOY. Final assignment. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, January 2011. Turning tool sharpening process should consider tool angles determination becouse it would influence life of the tool wich was indicated by it’s temperature. In the case study at the laboratorium of Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta discovered facts that HSS tool is easily worn down as indicated that the tool life was low. Later found that the geometry of HSS tool angel was not set according to the standard geometry which was based on the tool and work material. Furthen more, the standard was not optimized yet since some angles value was still in wide ranges. This study aims to examine the geometry effect of HSS tool angel in the lathe process of aluminum low alloy experimentally. There was an experiment with Randomized Block Design method to analized tool angels effect on tool’s temperature. The considerate factors in this experiment is the kappa angle (κr), the gamma angle (γo), and the material diameter as a block. Level of kappa angle (κr) in this experiment is 90°, 75°, and 45°. Level of gamma angle (γo) in this experiment is 30°, 26°, 22°, 18° and 14°. Level of diameter material in this experiment is 31.5 mm, 29.9 mm and 28.3 mm. Replication done twice. The raising temperature of active field tool is a variable respon as well as indicator of tool life tool. The experiment result, showed that all of considerated was the geometry influenced the raising temperature of tools. Combination geometry of tool angel that chosen in this experiment is combination between kappa angle 90° with gamma angel 18° and combination between kappa angle 45° with gamma angel 30°. Keywords: gamma angle, HSS tools, kappa angle, rendomized block design, temperature of active field chisel, and tool life. xvi + 102 pages., 11 drawings, 37 tables, 3 appendix References: 14 (1985 - 2010)
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan. 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan cutting tool seperti pahat bubut jenis carbida, CBN, keramik, dan inserts tool sudah semakin maju. Meskipun demikian, jenis pahat konvensional salah satunya jenis pahat high speed steel (HSS)
masih tetap
dipakai di workshop. Pahat HSS merupakan baja karbon tinggi yang mengalami proses perlakuan panas (heat treatment) sehingga kekerasan menjadi cukup tinggi dan tahan terhadap temperatur tinggi tanpa menjadi lunak (annealed) (Rochim, 1993). Pahat HSS dapat digunakan untuk kedalaman pemotongan yang lebih besar pada kecepatan potong yang lebih tinggi dibanding dengan pahat baja karbon. Pahat jenis HSS masih banyak dipakai di workshop karena pembentukan pahat ini lebih mudah karena dapat diasah secara manual tanpa menggunakan fixture tambahan. Apabila telah mengalami keausan, pahat HSS dapat diasah kembali. Keuletan pahat HSS relatif baik, sehingga tepat untuk pengerjaan benda pada kecepatan potong rendah dan fibrasi getaran mesin yang relatif tinggi. Pada kondisi tersebut bila menggunakan jenis pahat yang lain, seperti carbida, CBN, keramik, resiko keretakan pahat relatif lebih besar karena sifatnya yang lebih getas. Akan tetapi pahat HSS memiliki keterbatasan dalam ketahanan aus atau memiliki umur pahat yang relatif lebih pendek dibanding pahat carbida, CBN, atau keramik. Pada dasarnya umur pahat HSS dapat dioptimumkan, dengan menjaga geometrinya sesuai dengan karakteristik benda kerja yang digunakan. Geometri pahat yang optimum memberikan proses pemotongan yang cepat dengan hasil yang halus serta keausan pahat yang minimum. Namun faktanya tidak semua workshop memahami pentingnya hal tersebut. Selain itu, rata-rata workshop belum memiliki alat pengasah pahat khusus pahat bubut yang mampu mengasah sesuai dengan geometri pahat yang tepat. Geometri pahat bubut untuk setiap commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karakteristik material benda kerja berbeda-beda agar hasil pemotongan dapat optimum. Hal yang diperhatikan pada optimisasi dari umur pahat adalah geometri sudut pahat yang mempengaruhi umur pahat antara lain, sudut bebas orthogonal (αo), sudut geram orthogonal (γo), sudut miring (λs), sudut potong utama (κr), dan sudut potong bantu (κ’r) (Rochim, 1993). Sudut bebas (αo) dapat mengurangi gesekan antara bidang utama pahat dengan bidang transien dari benda kerja, sehingga temperatur yang tinggi akibat gesekan akan dihindari agar keausan tepi (flank wear) tidak cepat terjadi. Sudut geram (γo) mempengaruhi proses pembentukan geram. Sudut miring (λs) mempengaruhi arah aliran geram, bila sudut miring berharga nol maka arah aliran geram tegak lurus mata potong. Dimensi geram yang terbentuk dan arah aliran geram pada pahat mempengaruhi umur pakai pahat. Sudut potong utama (κr) berfungsi menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong, menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan menentukan besarnya gaya radial Fx (Rochim, 1993). Sudut bantu κ’r mempengaruhi kekuatan ujung pahat dan kehalusan dari material benda kerja. Umur pahat yang optimum diperoleh dengan pemilihan geometri pahat yang paling tepat untuk setiap karakteristik benda kerja. Dalam menentukan geometri sudut pahat yang efektif untuk setiap karakteristik material benda kerja, beberapa geometri sudut sudah ditentukan nilainya tetapi ada beberapa geometri yang nilainya masih memberikan range dan beberapa pilihan. Hal tersebut dimungkinkan karena material benda kerja juga memiliki range tingkat kekerasan, sehingga diperlukan variasi geometri sudut pahat. Sebagai contoh pada material aluminium, geometri sudut pahat yang efektif digunakan pada pahat HSS adalah sudut bebas orthogonal (αo) 12°, sudut potong bantu (κ’r) 60°, sudut geram orthogonal (γo) 14°-30°, sudut potong utama (κr) 45°, 75°, 90°, sudut penampang orthogonal
48°-64°.
Geometri
tersebut
adalah
geometri
yang
dapat
meminimumkan temperatur proses pemotongan. Temperatur bidang aktif pahat yang dihasilkan setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai batas atau tanda saat berakhirnya umur pahat (Rochim, 1993). commit to user
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Material benda kerja yang sering digunakan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk (P3) jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret adalah aluminium paduan rendah. Material ini pada dasarnya merupakan aluminium murni, hanya saja masih terdapat unsur logam yang mengotori. Aluminium paduan rendah berasal dari peleburan barang-barang yang terbuat dari bahan aluminium sehingga unsur-unsur logam pengotor ikut tercampur. Persentase paduan logam yang ikut tercampur tidak teridentifikasi jumlahnya sehingga disebut aluminium paduan rendah. Aluminium paduan rendah memiliki kekuatan tensil 90 Mpa (Hafizh, 2009). Material ini cukup lunak sehingga apabila dikerjakan pada kecepatan potong rendah hasilnya tergolong baik. Oleh karena itu material ini sering digunakan pada pengerjaan menggunakan mesin konvensional yang kecepatan potongnya rendah. Pada studi kasus proses bubut di workshop Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri ditemukan fakta bahwa pahat yang digunakan tidak mengikuti standar geometri pahat yang optimum. Hal ini berkaitan dengan proses pengasahan yang masih dilakukan secara manual tanpa memperhatikan geometri sudut pahat, sehingga
pahat yang digunakan dari
material HSS menjadi mudah aus meskipun digunakan hanya untuk memotong material aluminium yang lunak. Sebagai contoh dengan putaran spindel mesin bubut 300 rpm, pahat sudah aus untuk mengerjakan 3 poros dengan diameter 10 mm dan panjang pemotongan 50 mm dalam feed manual yang sangat rendah. Hal ini ditandai dengan tingkat kekasaran permukaan benda kerja hasil proses bubut tersebut yang memiliki roughness tinggi. Pahat yang digunakan mudah aus, sehingga proses pengasahan pahat menjadi lebih sering dan membutuhkan biaya lebih banyak, baik karena pembelian pahat baru akibat habisnya tubuh pahat maupun habisnya batu gerinda untuk mengasah. Pengasahan dengan mesin pengasah khusus di ATMI dikenakan biaya Rp.30.000,00 untuk satu kali asah. Hal ini belum termasuk biaya dari habisnya pahat itu sendiri. Selain itu proses pengasahannya belum ada standard operating procedure (SOP) pengasahan pahat HSS. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian pengaruh geometri sudut pahat terhadap umur pahat untuk mendapatkan geometri pahat yang optimum sebagai dasar penyusunan SOP pengasahan pahat to HSS. commit user
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh geometri sudut pahat HSS pada penggunaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah terhadap cepat ausnya bidang aktif pahat. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini yaitu meneliti pengaruh geometri sudut pahat HSS pada pengerjaan proses bubut benda kerja aluminium paduan rendah untuk mencegah cepat ausnya bidang aktif pahat berdasarkan hasil eksperimen sebagai dasar penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) pengasahan pahat HSS. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dalam penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan rekomendasi geometri sudut pahat optimum untuk umur pahat tertinggi yang dapat berdampak pada efisiensi proses permesinan. 2. Membantu dalam mendesain fixture pengasahan pahat untuk Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri UNS. 1.5 BATASAN MASALAH Batasan masalah penelitian menentukan pegaruh geometri sudut pahat HSS yang paling optimal sehingga memperpanjang umur pahat, sebagai berikut: 1. Pahat yang digunakan adalah pahat HSS tipe plain HSS (HSS murni) ukuran 9mm x 9mm x 120mm. 2. Material benda kerja yang digunakan adalah aluminium casting paduan rendah. 3. Faktor yang diuji adalah geometri sudut kappa dan sudut gamma. 4. Parameter permesinan yang digunakan, antara lain putaran mesin 1500 rpm, feed rate 0.13, depht of cut 0.8 mm, panjang pemakanan 180 mm. 5. Dimensi keausan pahat hanya diprediksi berdasarkan parameter temperatur mata potong pahat setelah digunakan.
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.6 ASUMSI PENELITIAN Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian menentukan pengaruh geometri sudut pahat HSS yang paling optimum sehingga memperpanjang umur pahat, sebagai berikut: 1. Mesin bubut yang digunakan tidak mengalami penurunan kinerja. 2. Material pahat HSS dan material benda kerja aluminium yang digunakan untuk setiap variasi geometri pahat memiliki karakteristik yang sama. 3. Setup pahat terhadap benda kerja dan pencekaman benda kerja untuk setiap pengambilan data dalam kondisi yang sama. 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Adapun dari pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi enam bab, seperti dijelaskan di bawah ini. BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori yang dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis. BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap. commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang berisi pencapaian tujuan penelitian yang diperoleh dari analisis pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran perbaikan bagi kelanjutan penelitian.
commit to user
I-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang diperlukan dalam mendukung penelitian, sehingga pelaksanaan eksperimen, pengolahan data dan analisis permasalahan dapat dilakukan secara teoritis. 2.1 PROSES BUBUT (TURNING) Proses pembubutan pada dasarnya merupakan proses pengubahan bentuk dan ukuran benda kerja dengan jalan menyayat benda kerja tersebut dengan suatu pahat penyayat sehingga dihasilkan benda kerja yang silinder (Rochim, 1993). Posisi benda kerja dicekam pada chuck dan berputar sesuai dengan sumbu mesin dan pahat diam bergerak ke kanan atau kiri searah dengan sumbu mesin bubut menyayat benda kerja.
Gambar 2.1 Skematis proses bubut Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
Proses bubut permukaan adalah proses bubut yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut tirus sebenarnya identik dengan proses bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman potong, sehingga menghasilkan bentuk yang diinginkan. Gerakan-gerakan dalam mesin bubut meliputi: 1. Gerakan berputar, kecepatan putar benda kerja digerakkan pada pahat dan dinamakan ”kecepatan potong”.commit to user
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Gerakan memanjang, jika pemotongan itu arahnya sejajar dengan sumbu benda kerja, gerakan ini dinamakan ”gerakan memanjang” dan juga dinamakan ”pemakanan”. 3. Gerakan melintang, jika pemotongan itu arahnya tegak lurus terhadap sumbu benda kerja, dinamakan ”gerakan melintang” atau ”pemotongan permukaan”. Perputaran dan pemakanan serta kecepatan potong dalam membubut dipengaruhi oleh faktor-faktor, sebagai berikut: 1.
Kekuatan bahan yang dikerjakan.
2.
Ukuran bagian tatal yang terpotong.
3.
Tingkat kehalusan yang diinginkan.
4.
Bahan pahat yang dipakai.
5.
Bentuk pahat (geometri pahat).
6.
Pencekaman benda kerja.
7.
Jenis dan keadaan mesin bubut.
2.1.1 Bagian-bagian Mesin Bubut Gambar mesin bubut dan keterangan bagiannya.
Gambar 2.2. Mesin bubut Sumber: Wijayanto, 2005
Keterangan gambar mesin bubut: a. Weys, yaitu sebuah balok berbentuk rangka dengan tahanan yang besar commit to user terhadap puntiran, ditumpu oleh dua kaki berbentuk rangka.
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Head stock. Bagian mesin terdiri dari motor penggerak dan tranmisinya untuk menggerakksn spindel mesin. c. Coumpound rest. Adalah eretan untuk menggerakkan pahat yang dapat diputar membentuk sudut tertentu. d. Tail stock. Bagian ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1) Penyenter benda kerja. 2) Penahan benda kerja, jika yang dibubut panjang (L = 4 sampai dengan 10x diameter) agar benda kerja tidak melengkung. 3) Pengeboran. 4) Pengatur pembubutan tirus (untuk sudut kecil). Terdiri dari 2 bagian lepas untuk menyetel senter benda kerja. Pada badannya terdapat lubang untuk tempat selongsong yang senter dengan poros mesin (spindel). e. Feed change gear box. Handle untuk merubah posisi gear sesuai rasio yang diinginkan sehingga didapat putaran mesin yang diinginkan. f. Lead screw, fungsinya untuk pembuatan ulir (penguliran). Bagian ini memindahkan gerakan pemakanan pembuatan ulir dan memanjang sepanjang lintasan. g. Feed rod, fungsinya untuk pembubutan otomatis yang mengubah gerakan putaran menjadi gerak lurus. h. Alat penghubung. Adalah shaf
untuk menghubungkan handle penggerak yang berhubungan
dengan gear box dan motor penggerak sehingga ketika handle pada posisi on maka spindel akan berputar. i. Chuck (Pencekam), fungsinya untuk mencekam benda kerja dan mengatur posisi benda kerja terhadap kepala tetap. Ada beberapa macam, yaitu: 1) Chuck 2 rahang digunakan untuk benda kerja berbentuk plat, pada jenis ini kedua rahangnya bergerak bersamaan commit to saat userdisetel.
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Chuck 3 rahang digunakan untuk benda kerja silinder, jika rahang satu digerakkan yang lain ikut geser. 3) Chuck 4 rahang digunakan untuk benda kerja dengan bentuk tidak beraturan. Jika rahang satu digeser, yang lain tidak ikut geser. 4) Chuck magnetik digunakan untuk benda kerja tipis dengan menggunakan sifat magnetik saat proses berlangsung. j. Spindel, fungsinya mengatur posisi penempatan benda kerja dipasang agar mampu menunjang operasi permesinan. k. Tool post, fungsinya untuk tempat pahat, bisa mengatur ketinggian senter pahat dan mengunci kedudukannya saat proses pembubutan berlangsung. Selain itu juga mengatur sudut pemakanan benda saat membuat chamfer dan tirus. l. Center lathe, menentukan titik tengah diameter mata bor terhadap benda kerja. m. Carriage, mengatur perkakas dalam mengerjakan atau memproses benda kerja pada operasi tertentu. Merupakan tempat tool post merubah gerakan feed road dan lead screw menjadi gerakan lurus dan melintang. n. Kepala tetap, menempatkan dan memutar benda kerja sesuai kecepatan yang dikehendaki, bersifat statis dan pada bagian ini terdapat gigi ulir penggerak, pengatur kecepatan serta peralatan pendukung penempatan benda kerja. Bagian-bagian lain dari mesin bubut, yaitu: 1. Bangku (bed). Fungsinya sebagai ruang pengerjaan, dimana benda kerja mengalami operasi pengerjaan di sepanjang kolom ruang pengopersian yang disediakan. 2. Sadel. Fungsinya untuk menempatkan pahat pada rumah pahat dan mengatur posisi pahat terhadap sudut pemakanan. 3. Mandril. Fungsinya untuk mencekam benda kerja dan mengatur posisi benda kerja terhadap kepala tetap. 4. Kolom. Fungsinya memberikan dukungan vertikal dan horisontal serta memandu kepala tetap untuk mesin kelas tertentu. commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Eretan. Fungsinya untuk mengatur perkakas dalam mengerjakan benda kerja pada operasi permesinan. 6. Quick charge gear box. Merupakan tempat bagi roda gigi, berfungsi mengubah putaran motor menjadi feed rod dan lead screw. Mesin ini juga menghubungkan putaran poros mesin dengan eretan (carriage) pada pembubutan otomatis. 7. Speed gear box. Merupakan rangkaian roda gigi yang berfungsi untuk mengatur perubahan kecepatan makan. Bagian ini mengubah motor menjadi putaran spindel. 8. Steady rest. Fungsinya untuk menahan benda kerja yang terpasang di bed. Berlokasi di landasan dan digunakan untuk menyangga ujung suatu batang yang dijepitkan pada cakar, untuk meratakan muka bagian ujung, untuk pengeboran center. 9. Follow rest. Fungsinya untuk penahan benda kerja yang terpasang di carriage. Bagian ini bergerak sepanjang benda kerja di samping pahat pada saat proses berlangsung. 2.1.2 Parameter Yang Dapat Diatur Pada Mesin Bubut Pada mesin bubut ada beberapa parameter yang dapat diubah sesuai dengan kebutuhan proses pemotongan. Parameter utama yang dapat diubah pada setiap proses bubut, adalah: 1. Kecepatan putar spindel (speed). 2. Gerak makan (feed). 3. Kedalaman potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada mesin bubut. 1. Kecepatan putar spindel (speed). Kecepatan putar spindel selalu dihubungkan dengan sumbu utama (spindel) dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai putaran per menit (rotations perminute, rpm). dalam proses bubut adalah commitDiutamakan to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecepatan potong (cutting speed atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda kerja. Secara sederhana kecepatan potong dapat digambarkan sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan putar. v =
p dn 1000
.....................................................................................(2.1)
dengan; v = kecepatan potong (m/menit) d = diameter benda kerja (mm) n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Gambar 2.3 Skematis kecepatan potong Sumber www.ictpamekasan.net, 2010
Kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja. Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja, faktor bahan benda kerja, dan bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja mild steel dengan pahat high speed steel (HSS), kecepatan potongnya antara 20 m/menit sampai dengan 30 m/menit. 2. Gerak makan (feed). Gerak makan (feed) adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali, sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak makan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong (a). Gerak makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 (a), atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki.
commit to user
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4 Gerak makan (f) dan kedalaman potong (a) Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
3. Kedalaman potong (depth of cut). Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap permukaan yang belum terpotong. Ketika pahat memotong sedalam a, maka diameter benda kerja akan berkurang 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar (Rochim, 1993). 2.1.3 Perlengkapan Mesin Bubut Mesin bubut tidak akan bekerja sempurna jika tidak ada alat-alat berikut ini yang berperan sebagai perlengkapan dalam mesin bubut. Adapun perlengkapannya, sebagai berikut: 1. Pahat bubut. Kualitas benda kerja dan efisiensi pekerjaan pada proses pembubutan sangat tergantung pada jenis dan keadaan pahatnya. Selain dari bentuk pahat yang sebenarnya, bahan juga merupakan suatu hal yang penting sekali, kualitas kekenyalannya harus tahan tekanan berat dan kejutan, dan kekerasannya memungkinkan untuk memegang sebuah pahat potong. Pahat-pahat bubut mempunyai kesamaan patokan seperti pada pahat-pahat lainya, misalnya pada bentuk bidang baji. Sudut-sudut pahat bubut tergantung pada bahan yang dibubut dan bahan pahat itu sendiri. Pahat-pahat tersebut mungkin dibuat dari baja perkakas, baja kecepatan tinggi sangat keras atau karbida. Sesuai dengan bentuk dan penggunaan pahat bubut dinamakan pahat kasar, pahat penyelesaian, pahat sisi, pahat potong dan pahat alur termasuk pahat ulir.
commit to user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.5 Pemegang pahat HSS (a) pahat alur, (b) pahat dalam, (c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri), dan (e) pahat ulir Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
2. Kunci chuck. Kunci ini digunakan untuk mengencangkan atau mengendurkan pencekam saat hendak melakukan proses pembubutan. 2.2 GEOMETRI PAHAT BUBUT Geometri atau bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material benda kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada gambar 2.6. Pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat yang paling pokok adalah sudut geram (rake angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudut-sudut pahat HSS dibentuk dengan cara diasah menggunakan mesin gerinda pahat (tool grinder machine) (Rochim, 1993).
Gambar 2.6 Geometri pahat bubut HSS commitsudut to user Sumber: Rochim, 1993
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Beberapa geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap umur pakai dari pahat, yaitu: 1. Sudut bebas orthogonal (αo). Fungsi dari sudut bebas untuk mengurangi gesekan antara bidang utama pahat dengan bidang transien dari benda kerja. Temperatur yang tinggi akibat gesekan akan dihindari agar keausan tepi (flank wear) tidak cepat terjadi. Pemilihan dari harga sudut bebas ditentukan oleh jenis benda keja dan Kondisi pemotongan. Semakin besar gerak pemakanan maka gaya pemotongan yang ditimbulkan semakin besar sehingga untuk memperkuat pahat diperlukan penampang βo yang besar, oleh sebab itu sudut bebas αo harus diperkecil (bila sudut geram γo tidak boleh di ubah) (Rochim, 1993). Pada umumnya untuk suatu harga gerak pemakanan tertentu ada harga optimum bagi sudut bebas yang memberikan umur pahat tertinggi. Karena pengaruh deformasi akibat gaya makan yang tinggi, maka harga sudut bebas dapat diperkecil bila material benda kerjanya sangat keras dan diperbesar bila benda kerja relatif lebih lunak. 2. Sudut geram orthogonal (γo). Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram. Kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar menurunkan rasio pemampatan tebal geram λh yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Φ. Sudut geser yang besar menurunkan penampang bidang geser sehingga gaya pemotongan akan turun. Sudut geram γo tidak boleh terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat serta memperlancar proses perambatan panas. Perambatan panas yang terhambat menaikkan temperatur pahat, sehingga sehingga umur pahat akan turun. Ditinjau dari umur pahat maka ada harga sudut geram optimum yang memberikan umur pahat tertinggi. Jenis material benda kerja juga berpengaruh terhadap pemilihan sudut geram. Material yang lunak dan ulet (soft & ductile) memerlukan sudut geram yang besar (untuk mempermudah pembentukan geram), sebaliknya untuk material yang keras dan rapuh (hard & brittle) memerlukan sudut geram yang kecil atau negatif (untuk memperkuat pahat) (Rochim, 1993). commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Sudut miring (λs). Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila sudut miring berharga nol maka arah aliran geram tegak lurus mata potong. Aliran geram membuat sudut sebesar ρc terhadap garis tegak lurus mata potong dan menurut stebler sudut miring aliran geram kurang lebih sama dengan sudut miring λs. Adanya sudut miring maka panjang kontak antara pahat dengan benda kerja menjadi lebih diperpanjang dan energi pemotongan spesifik Esp tidak akan berubah sampai sampai sudut miring mencapai 20º (Rochim, 1993). Temperatur bidang kontak mencapai harga minimum bila λs berharga +5º untuk proses finishing dan -5º untuk proses roughing. Lebih memperkuat pahat serta menurunkan gaya kejut (impact) dalam proses pembubutan dapat dipilih sudut miring sebesar -20º. 4. Sudut potong utama (κr). Sudut potong utama mempunyai peran, yaitu: a. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong. b. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat. c. Menentukan besarnya gaya radial Fx. Kedalaman pemotongan tertentu dan kecepatan potong yang konstan, maka dengan memperkecil sudut potong utama akan menurunkan tebal geram sebelum terpotong dan menaikkan lebar geram. Tebal geram yang kecil secara langsung akan menurunkan temperatur pemotongan, sedangkan lebar geram yang besar akan mempercepat proses perambatan panas pada pahat sehingga temperatur pahat akan relatif rendah dan umur pahat akan lebih tinggi (Rochim, 1993). Pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu menguntungkan sebab menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar mungkin menyebabkan lenturan yang terlau besar ataupun getaran sehingga menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan yang kasar. Oleh sebab itu sudut potong utama κr dapat diubah sampai mandapat harga yang optimum.
commit to user
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7 Resultan gaya yang ditimbulkan oleh sudut potong utama Sumber: Rochim, 1993
5. Sudut potong bantu (κ’r). Orientasi dari bidang potong bantu terhadap permukaan benda kerja yang telah terpotong ditentukan sudut bantu κ’r dan sudut bebas minor. Apabila sudut bebas minor α’o cukup besar untuk mengurangi gesekan, pada prinsipnya sudut potong bantu κ’r dapat dipilih sekecil mungkin karena selain memperkuat ujung pahat maka kehalusan produk dapat dipertinggi (Rochim, 1993). Kendalanya adalah kekakuan sistem pemotongan (benda kerja, metode pencekam benda kerja dan pahat serta mesin perkakas yang digunakan), karena sudut potong bantu yang kecil akan mempertinggi gaya radial Fx. Petunjuk yang digunakan sebagai acuan, sebagai berikut: a. Sistem pemotongan yang kaku, κ’r = 5º sampai dengan. 10º. b. Sistem pemotongan yang lemah, κ’r = 10º sampai dengan 20º. 6. Radius pojok (rε). Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan kehalusan hasil pemotongan. Semakin besar penampang geram maka pojok pahat harus dipilih lebih kuat. Radius pojok yang besar akan memperbesar gaya radial Fx.
commit to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel harga radius pojok yang dianjurkan sesuai kedalaman pemotongan yang dipilih. Tabel 2.1 Harga radius pojok Kedalaman pemakanan (mm)
rε (mm)
s.d. 3
0.5 s.d. 0.8
3 s.d. 10
0.8 s.d. 1.5
10 s.d. 20
1.5 s.d. 2.0
Sumber: Rochim 1993
2.3 MATERIAL PAHAT Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik (ukuran tepat) dan ekonomis (waktuyang diperlukan pendek). Kekerasan dan kekuatan pahat harus tetap bertahan meskipun pada temperatur tinggi, sifat ini dinamakan hot hardness. Ketangguhan (toughness) dari pahat diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat melakukan pemotongan dengan beban kejut. Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu ketahanan pahat melakukan pemotongan tanpa terjadi keausan yang cepat. Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut, penghalusan). Material pahat yang ada ialah baja karbon sampai dengan keramik dan intan. Sifat hot hardness dari beberapa material pahat ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat sebagai fungsi dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat commit to user Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pahat HSS adalah baja paduan yang mengalami proses perlakuan panas (heat treatment) sehingga kekerasan menjadi cukup tinggi dan tahan terhadap temperatur tinggi tanpa menjadi lunak (annealed). Pahat HSS juga dapat digunakan untuk pemotongan untuk kedalaman pemotongan yang lebih besar pada kecepatan potong yang lebih tinggi dibanding dengan pahat baja karbon. Apabila telah mengalami keausan, pahat HSS dapat diasah kembali. Keuletan pahat HSS relatif baik maka sampai saat ini berbagai jenis pahat HSS masih tetap digunakan. Hot Hardness dan recovery hardness yang cukup tinggi pada pahat HSS dapat dicapai berkat adanya unsur paduan W, Cr, V, Mo, dan Co. Pengaruh unsurunsur tersebut pada unsur dasar besi (Fe) dan karbon (C), sebagai berikut: a. Tungsten atau Wolfram (W), mempertinggi hot hardness, dengan membentuk (Fe4W2C) yang meyebabkan kenaikan temperatur untuk proses hardening dan hot hardness. b. Chronium (Cr), menaikkan hardenability dan hot hardness. c. Vanadium
(V),
menurunkan
sensitivitas
terhadap
overheating
serta
menghaluskan besar butir. d. Melybdenum (Mo), mempunyai efek yang sama seperti W tetapi lebih sensitif terhadap overheating, serta lebih liat. e. Cobalt (Co), untuk menaikkan hot hardness dan tahan keausan. Material pahat HSS dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang mengandung unsur molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Jenis pahat HSS Jenis HSS Standart AISI 1. HSS Konvensional a. Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10 b. Tungsten HSS T1, T2 2. HSS Spesial a. Cobal added HSS M33, M36, T4, T5, T6 b. High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15 c. High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46 d. Cast HSS e. Powdered HSS f. Coated HSS commit to user
Sumber: www.ictpamekasan.net, 2010
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pahat HSS dipilih jika pada proses pemesinan sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses penuangan, dan membubut eksentris (proses pengasarannya). 2.4 UMUR PAHAT Umur pahat adalah ukuran lamanya pahat dapat memotong dengan hasil baik. Pahat HSS dianggap rusak apabila tepi telah aus sedalam 1,58 mm. Keausan terjadi pada muka pahat dalam bentuk kawah kecil atau depresi di belakang ujungnya. Depresi terjadi akibat aksi pengamplasan dari serpihan sewaktu melintas di permukaan pahat. Hubungan yang terdapat antara umur pahat dengan kecepatan memotong (Taylor, 1906). C = V. Tn………………………………...……………………………..(2.2) dengan; V = kecepatan potong (m/menit) T = Umur pahat (menit) n = Bilangan eksponensial tergantung pada kondisi pemotongan C = Konstanta (kecepatan memotong untuk umur pahat selama 1 menit) 2.4.1 Analisis Teoritik Umur Pahat Temperatur permukaan bidang aktif pahat menentukan keausan yang disebabkan oleh mekanisme difusi dan deformasi. Analisis dimensional dapat ditunjukkan bahwa temperatur dipengaruhi oleh beberapa besaran fisik. Dalam rumus, temperatur dianggap merupakan harga tertinggi setelah keadaan keseimbangan tercapai. Tabel 2.3 Besaran fisik Besaran Fisik Waktu Pemotongan Temperatur Bidang Aktif Pahat Penampang Geram Kecepatan Potong Gaya Potong Spesifik Besaran Panas Terpadu
Simbol tc θs A v ks H = λwCvw
Dimensi Dasar T θ L2 LT-1 ML-1T-2 M2T-5 θ-2
Sumber: Rochim, 1993
dengan; λw Cvw
= Konduktivitas panas benda kerja commit to user = Panas spesifik volumetric benda kerja II-14
: J/(s.ºK.cm) : J/(cm3.ºK)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
= ρwcw ρw
= Berat spesifik benda kerja
: g/ cm3
cw
= Panas spesifik benda kerja
: J/(g.ºK)
Analisis
dimensional
digunakan
untuk
mencari
korelasi
yang
dimaksudkan dengan cara menentukan besaran fisik yang dianggap penting yaitu pada tabel 2.2. Dua besaran tidak berdimensi dapat dibentuk, sebagai berikut : π3 = tca vb ksc Hd θs =
/
………………..………………………………………..(2.3)
/
π4 = tce vf ksg Hh A =
………..….…………………...…………………………..(2.4)
Hasil percobaan dapat ditunjukkan bahwa korelasi antara kedua besaran tidak berdimensi, adalah : π3 = C π4m………..….…………………...………………...…………..(2.5) sehingga: θs =
(
"
)
/
(
)
………..….……………………...…………..(2.6)
Disimpulkan dari rumus, yaitu: a. m = 0.25 : temperatur pahat tidak dipengaruhi waktu pemotongan. b. m > 0.25 : temperatur pahat akan menurun dengan bertambahnya waktu pemotongan. c. m < 0.25 : temperatur
pahat
akan
naik
dengan
bertambahnya
waktu
pemotongan. Temperatur bidang aktif pahat yang dihasilkan setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai batas/tanda saat berakhirnya umur pahat. (Rochim, 1993). 2.5 MATERIAL BENDA KERJA (ALUMINIUM PADUAN) Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk commit to userboehmite, diaspore, dan lain-lain) bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite,
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium merupakan logam yang cukup reaktif. Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya. 2.5.1 Klasifikasi dan Penggolongan Aluminum Aluminium digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Aluminium Murni. Aluminium 99% tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan logam lain. 2. Aluminium Paduan. Elemen paduan
yang digunakan pada aluminium adalah silikon,
magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970. Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam logam. Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan, dan sebagainya. commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Aluminium paduan rendah. Material ini merupakan aluminium murni namun terdapat campuran unsur pengotor yang ikut tercampur dalam proses pembuatannya. Prosentase unsur pengotor tidak teridentikasi sehingga disebut aluminium paduan rendah. Kadar persentase unsur pengotor lebih rendah dibandingkan dengan kandungan unsus aluminium. Aluminium jenis inilah yang lebih sering ditemui dipasaran untuk pengerjaan di workshop. b. Paduan Aluminium-Silikon. Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat terbentuknya kristal granula silika. c. Paduan Aluminium-Magnesium. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. d. Paduan Aluminium-Tembaga. Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena membentuk senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh. e. Paduan Aluminium-Mangan. Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan meningkatkan titik lebur paduan aluminium.
commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Paduan Aluminium-Seng. Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan 5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan 1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan. g. Paduan Aluminium-Lithium. Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4% lithium, setiap penambahan 1% lithium akan mengurangi massa jenis paduan sebanyak 3% dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5%. Namun aluminium-lithium tidak lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja. h. Paduan Aluminium-Skandium. Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di lingkungan yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih mudah diproduksi dengan karakteristik yang sama, yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan konsentrasi Sc antara 0,1-0,5% (Zaki, 2003 dan Schwarz, 2004). i. Paduan Aluminium-Besi. Besi (Fe) juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu "kecelakaan". Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik. Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil secara signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10% silikon, keberadaan Fe sebesar 2,08% mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70. commit to user
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5.2 Sifat-Sifat Teknis Bahan Aluminium mempunyai sifat fisik dan mekanik. 1. Sifat Fisik Aluminium. Tabel 2.4 Sifat Fisik Aluminium Nama, Simbol, dan Nomor
Aluminium, Al, 13
Sifat Fisik Wujud
Padat
Massa jenis
2,70 gram/cm3
Massa jenis pada wujud cair
2,375 gram/cm3
Titik lebur
933,47 K, 660,32 oC, 1220,58 oF
Titik didih
2792 K, 2519 oC, 4566 oF
Kalor jenis (25 oC)
24,2 J/mol K
Resistansi listrik (20 oC)
28.2 nΩ m
Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K Pemuaian termal (25 oC)
23.1 µm/m K
Modulus Young
70 Gpa
Modulus geser
26 Gpa
Poisson ratio
0,35
Kekerasan skala Mohs
2,75
Kekerasan skala Vickers
167 Mpa
Kekerasan skala Brinnel
245 Mpa
Sumber: Hafizh, 2010
2. Sifat Mekanik Aluminium. Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi commit to user aluminium. II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Kekuatan tensil. Kekuatan tensil adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tensil. Kekuatan tensil ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tensil bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tensil pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tensil yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tensil hingga 580 MPa (paduan 7075). 4. Kekerasan. Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tensil, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 65 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 135. 5. Ductility. Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tensil, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan commit to bahan user yang memiliki ductility rendah,
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tensil, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tensil. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tensil, serta hampir semua aluminum paduan memiliki kekuatan tensil yang lebih tinggi dari pada aluminium murni. 2.6 DESAIN EKSPERIMEN Eksperimen merupakan suatu test atau deretan test untuk melihat pengaruh perubahan variabel input dari suatu proses atau sistem terhadap variabel respon atau variabel output yang diamati. Dalam konsep desain eksperimen, eksperimen biasanya dilakukan pada sistem nyata itu sendiri bukan pada model dari sistem. Dengan kata lain, eksperimen untuk mencari nilai variabel respon yang diamati tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model matematik seperti dalam simulasi atau optimasi (operation research). Desain Eksperimen merupakan langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang diperoleh membawa kepada analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas (Sudjana, 1985). Experiment is a study in which certain inpendent variables are manipulated, their effect on one or more dependent variables is determined, and the levels of these independent variables are assigned at random to the units in the study (Hicks, 1993). Beberapa istilah atau pengertian yang harus dipahami sebelum mempelajari metode desain eksperimen (Sudjana, 1995; Montgomery, 1984), sebagai berikut : 1.
Unit Eksperimen, objek eksperimen (kelinci percobaan) nilai-nilai variabel respon diukur.
2.
Universe, merupakan daerah asal (polulasi) commit to usersampel.
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Pengacakan (randomisasi). Merupakan sebuah upaya untuk memenuhi beberapa asumsi yang diambil dalam suatu percobaan. Pengacakan berupaya untuk memenuhi syarat adanya independensi yang sebenarnya hanya memperkecil adanya korelasi antar pengamatan, menghilangkan “bias”, dan memenuhi sifat probabilitas dalam pengukuran.
4.
Kekeliruan eksperimen. Merupakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberi hasil yang sama.
5.
Variabel respon (effect). Nama lainnya adalah dependent variable, variable output, atau ukuran performansi, yaitu output yang ingin diukur dalam eksperimen. Variabel respon dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif.
6.
Faktor (causes). Sering disebut sebagai independent variable, variabel input, atau faktor penyebab, yaitu input yang nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen. Faktor bisa bersifat kualitatif atau kuantitatif, dan fixed atau random. Faktor bersifat fixed karena level-levelnya ditetapkan oleh eksperimenter. Faktor bersifat random jika level-level yang diuji dalam eksperimen dipilih secara random oleh eksperimenter.
7.
Taraf (levels) Merupakan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi dari sebuah faktor. Taraf (levels) faktor dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3 dan seterusnya. Misalkan dalam sebuah penelitian terdapat faktor-faktor, yaitu : a : jenis kelamin b : cara mengajar Selanjutnya taraf untuk faktor a adalah 1 menyatakan laki-laki, 2 menyatakan perempuan (a1, a2). Bila cara mengajar ada tiga, maka dituliskan dengan b1, b2, b3.
commit to user
II-22
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
Perlakuan (treatment). Sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan merupakan kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen.
9.
Replikasi. Pengulangan eksperimen dasar yang bertujuan untuk menghasilkan taksiran yang lebih akurat terhadap efek rata-rata suatu faktor ataupun terhadap kekeliruan eksperimen.
10. Faktor pembatas atau blok (restrictions). Sering disebut juga sebagai variabel kontrol (dalam Statistik Multivariat). Yaitu faktor-faktor yang mungkin ikut mempengaruhi variabel respon tetapi tidak ingin diuji pengaruhnya oleh eksperimenter karena tidak termasuk ke dalam tujuan studi. 11. Randomisasi. Cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada eksperimen. Metode randomisasi yang dipakai dan cara mengkombinasikan level-level dari faktor yan berbeda menentukan jenis disain eksperimen yang akan terbentuk. 2.6.1 Langkah-langkah Eksperimen Langkah-langkah dalam setiap proyek eksperimen secara garis besar terdiri atas tiga tahapan, yaitu planning phase, design phase dan analysis phase. (Hicks, 1993). 1. Planning Phase. Tahapan dalam planning phase, adalah: a. Membuat problem statement sejelas-jelasnya. b. Menentukan variabel bebas (dependent variables), yaitu efek yang ingin diukur, sering disebut sebagai kriteria atau ukuran performansi. c. Menentukan independent variables. d. Menentukan level-level yang akan diuji, tentukan sifatnya, yaitu : - kualitatif atau kuantitatif - fixed atau random
commit to user
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Menentukan cara bagaimana level-level dari beberapa faktor akan dikombinasikan (khusus untuk eksperimen dua faktor atau lebih). 2. Design Phase. Tahapan dalam design phase, adalah : a. Menentukan jumlah observasi yang diambil. b. Menentukan urutan eksperimen (urutan pengambilan data). c. Menentukan metode randomisasi. d. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon. e. Menentukan hipotesis yang akan diuji. 3. Analysis Phase. Tahapan dalam analysis phase, adalah : a. Pengumpulan dan pemrosesan data. b. Menghitung nilai statistik-statistik uji yang dipakai. c. Menginterpretasikan hasil eksperimen 2.6.2 Eksperimen Faktorial (Factorial Experiment) Eksperimen faktorial digunakan jumlah faktor yang diuji lebih dari satu. Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana semua (hampir semua) taraf (levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua (hampir semua) taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen (Sudjana, 1985). Di dalam eksperimen faktorial, terjadi hasilnya dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum interaksi didefinisikan sebagai ‘perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan perubahan nilai respon, yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya, maka antara kedua faktor itu terdapat interaksi’ (Sudjana, 1985).
commit to user
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.5 Skema umum data sampel eksperimen factorial menggunakan 2 faktor dan 1 blok dengan n observasi tiap sel Faktor A Blok C
Faktor B
Jumlah 1
2
…
Y1111
a
Y2111
…
Y2112
…
Ya111 Y1112 1
1
Ya112 …
…
…
Y211n
…
… Y111n Ya11n …
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
Y1b11
Y2b11
Y3b11
Y4b11 Y1b12 b
Y2b12
Y3b12
…
…
Y4b12 … … Y1b1n
Y2b1n
Y3b1n
Y4b1n … …
… …
… …
… …
commit to user
II-25
… …
… …
… …
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 2.5 Skema umum data sampel eksperimen factorial menggunakan 2 faktor dan 1 blok dengan n observasi tiap sel (lanjutan) Y1111 Ya111
Y2111
…
Y2112
…
1
Y1112 Ya112
… …
… … Y111n Ya11n … …
c
Y1bc1
… …
…
…
Y211n
…
… …
… …
Y2bc1
…
Y2bc2
…
… …
Yabc1 Y1bc2 b
Yabc2 …
…
…
Y2bcn
…
… Y1bcn Yabcn T…1
Total
T...2 T...3 T…a
Sumber: Sudjana, 1985
Adapun model matematik yang digunakan untuk pengujian data eksperimen yang menggunakan dua faktor dan satu blok, adalah: Yijkm = m + Ai + Bj + Ck + ABij + em(ijk)…… …………..…………………..(2.7) dengan; i
= 1, 2, …, a
j
= 1, 2, …, b
k
= 1, 2, …, c
m
= 1, 2, …, n (replikasi)
Yijkm
= variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B yang terdapat pada observasi ke-m
m
= efek rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
Ai
= efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A commit to user
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bj
= efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B
Ck
= efek sebenarnya dari taraf ke-k faktor C
ABij
= efek sebenarnya dari interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B
em(ijk)
= efek sebenarnya dari unit eksperimen ke-k dalam kombinasi perlakuan (ijk)
Berdasarkan model persamaan (2.7), maka untuk keperluan anova dihitung harga-harga (Hicks, 1993), sebagai berikut: Jumlah kuadrat total (SStotal). a
SS total =
b
c
åååå i
j
2
n
k
T. . . .
2
Yijkl -
l
nabc
……………..………………………………….(2.8)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-i faktor A (SSA). SS A =
2
a
2
Ti . . .
T ....
å nbc - nabc ……………..…………………………………………….(2.9) i =1
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-j faktor B(SSB). SS B =
2
b
2
T. j . .
T ....
å nac - nabc ….……………..………………………………….…….(2.10) j =1
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ij antara faktor A dan faktor B (SSAxB). SS AxB =
a
b
2
n
ååå
Tij.m
i =1 j=1 m =1
n
2
a
Ti ...
i
nbc
-å
2
b
T. j ..
j
nac
-å
2
+
T .... nabc
……………...…………...…(2.11)
Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-k blok C (SSC). k
SS C =
T.2.k .
T.2. . .
å nab - nabc ……………...........................................…………...…(2.12) c=1
Jumlah kuadrat error (SSE). SS E = SS total - SS A - SS B - SS AxB - SS C ……………...………….…………...…(2.13)
Tabel 2.5 anova untuk eksperimen faktorial yang menggunakan dua faktor (a dan b) dan satu blok (c). Pada kolom terakhir tabel 2.5, untuk menghitung harga F yang digunakan sebagai alat pengujian statistik, maka perlu diketahui model mana yang diambil. Model yang dimaksud ditentukan oleh sifat tiap faktor, apakah tetap atau acak. Model tetap menunjukkan commit to user di dalam eksperimen terdapat
II-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanya m buah perlakuan, sedangkan model acak menunjukkan bahwa dilakukan pengambilan m buah perlakuan secara acak dari populasi yang ada. Tabel 2.6 Anova eksperimen 2 faktor dengan satu blok desain acak sempurna Derajat Jumlah Kuadrat Sumber Variansi Bebas (df) Kuadrat (SS) Tengah (MS)
F
Faktor A
a-1
SSA
SSA/dfA
MSA/MSE
Faktor B
b–1
SSB
SSB/dfB
MSB/MSE
(a – 1)(b – 1)
SSAxB
SSAxB/dfAxB
MSAxB/MSE
Blok C
(c – 1)
SSC
SSC/dfC
MSC/MSE
Error
(ab-1)(c - 1)
SSE
SSE/dfE
Total
abc-1
SSTotal
Interaksi A x B
Sumber: Sudjana, 1985
2.6.3 Pengujian Asumsi-Asumsi Anova Apabila menggunakan analisis variansi sebagai alat analisa data eksperimen, maka seharusnya sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi-asumsi anava berupa uji normalitas, homogenitas variansi, dan independensi terhadap data hasil eksperimen (Sudjana, 1985), yaitu: 1. Uji Normalitas. Pemeriksaan pada populasi berdistribusi normal atau tidak, dapat ditempuh uji normalitas dengan menggunakan metode lilliefors (Kolmogorov-Smirnov yang dimodifikasi), atau dengan normal probability-plot. Pemilihan uji Lilliefors sebagai alat uji normalitas didasarkan, yaitu: a. Uji lilliefors adalah uji Kolmogorov-Smirnov yang telah dimodifikasi dan secara khusus berguna untuk melakukan uji normalitas bilamana mean dan variansi tidak diketahui, tetapi merupakan estimasi dari data (sampel). Uji Kolmogorov-Smirnov masih bersifat umum karena berguna untuk membandingkan fungsi distribusi kumulatif data observasi dari sebuah variabel dengan sebuah distribusi teoritis, yang mungkin bersifat normal, seragam, poisson, atau eksponensial (Help SPSS 10.01). b. Uji Lilliefors sangat tepat digunakan untuk data kontinu, jumlahnya kurang commit to user dari 50 data, dan data tidak disusun dalam bentuk interval (bentuk II-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
frekuensi). Apabila data tidak bersifat seperti di atas, maka uji yang tepat untuk digunakan adalah Chi-Kuadrat (JC Miller, 1991). Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors (Sudjana, 2002), sebagai berikut: 1) Urutkan data dari yang terkecil sampai terbesar. 2) Hitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi (s) data tersebut. n
x =
åx i =1
n
i
………………………………………………...……..………(2.14)
(å x) -
2
x s=
2
n n -1
…………………….…………………….…………..(2.15)
3) Transformasikan data tersebut menjadi nilai baku (z). z i = (x i - x ) /s
………………………………………………………..(2.16)
4) Dari nilai baku (z), tentukan nilai probabilitasnya P(z) berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan bantuan Ms. Excel dengan function NORMSDIST. 5) Tentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) P(xi) = i / n……………………………………………….……………..(2.17) 6) Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x) sebagai nilai Lhitung maks P(z) - P(x) ………………………………………………….……..(2.18) 7) Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P(z) yaitu maks P(x i -1) - P( z) ………………………………………….…………..(2.19) Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam beberapa kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan, adalah: H0 : data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Taraf nyata yang dipilih a = 0.01, dengan wilayah kritik Lhitung > La
(k-1).
Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data observasi berasal dari populasicommit yang berdistribusi normal. to user
II-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji Homogenitas. Uji homogenitas bertujuan menguji apakah variansi error dari tiap level atau perlakuan bernilai sama. Alat uji yang sering dipakai adalah uji Bartlett. Uji Bartlett dilakukan setelah uji normalitas terlampaui. Untuk menghindari adanya kesulitan dalam urutan proses pengolahan, maka alat uji yang dipilih adalah uji Levene. Uji Levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam, sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan.Prosedur uji homogenitas Levene (Wijaya, 2000), sebagai berikut: a. Kelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji. b. Hitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap level. c. Hitung nilai-nilai berikut ini : 1) Faktor koreksi (FK) =
(å x )
2
i
n ………………………………………....…………..(2.20)
dengan; xi = dat hasil pengamatan i = 1, 2, …, n, (n banyaknya data) 2) JK - Faktor =
((å x ) k) - FK …………………………………….…..(2.21) i
2
dengan; k = banyaknya data pada tiap level 3) JK - Total(JKT) =
(å y ) - FK …………………………………….…..(2.22) i
2
dengan; yi = selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya untuk tiap level 4) JK-Error (JKE) = JKT – JK (Faktor) ……………………….….…..(2.23) Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar analisis ragam sebagaimana tabel 2.6.
commit to user
II-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.7 Skema umum daftar analisis ragam homogenitas Sumber Keragaman
Db
JK
KT
F
Faktor
F
JK(Faktor)
JK(Faktor)/ Db
KT(faktor) KT(error)
n-1-f
JKE
JKE / Db
n-1
JKT
Error Total Sumber: Sudjana, 1985
d. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H0
: s12 = s22
H1
: Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama
e. Taraf nyata yang dipilih adalah a = 0.01 f. Wilayah kritik : F > Fa(v1 ; v2) atau F > F0.01(1;46) 3. Uji Independensi. Salah satu upaya mencapai sifat independen dengan melakukan pengacakan terhadap observasi. Apabila masalah acak ini diragukan maka dapat dilakukan pengujian dengan cara melakukan plot residual versus urutan pengambilan observasinya. Hasil plot tersebut akan memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak). 2.6.4 Uji Rata-Rata Sesudah Anova Uji setelah anova dilakukan apabila ada hipotesis nol (H0) yang ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan antar level faktor, blok, atau interaksi faktor-faktor. Uji setelah anava bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda. Alat uji yang digunakan adalah Contras Orthogonal, uji rentang Student Newman-Keuls, uji Dunnett dan uji Scheffe. Apabila ingin menggunakan uji Contras Orthogonal, maka pemakaian uji ini sudah ditentukan sejak awal commitalat to user
II-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(sebelum eksperimen dilakukan), termasuk model perbandingan rata-rata perlakuan. Adapun tiga alat uji lainnya dapat digunakan apabila perlu setelah hasil pengolahan data menunjukkan adanya perbedaan yang berarti antar perlakuan. Uji Student Newman-Keuls (SNK) lebih tepat digunakan dibandingkan uji Dunnett atau Scheffe, untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji Anova. Pemilihan uji Dunnett atau Scheffe tidak tepat untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan terhadap suatu faktor, karena uji Dunnett hanya digunakan untuk membandingkan suatu kontrol dengan perlakuan lainnya. Sedangkan uji Scheffe lebih ditujukan untuk membandingkan antara dua kelompok perlakuan (bukan level tunggal). Prosedur uji Student Newman-Keuls (SNK) (Hicks, 1993) terhadap suatu level yang pengaruhnya dinyatakan cukup signifikan, sebagai berikut: 1. Susun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar. 2. Ambil nilai mean squareerror dan dferror dari tabel anova. 3. Hitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus berikut : S Y .j =
MS error k
……………...…………………….……………………..(2.24)
dengan; k = jumlah level 4. Tetapkan nilai a dan ambil nilai-nilai significant ranges dari Tabel Stundentized range dengan n2 = dferror dan p = 2, 3, … ,k sehingga diperoleh significant range (SR). 5. Kalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error standar sehingga diperoleh least significant range (LSR). LSR = SR x S Y .j …………...…………………….……………………..(2.25) 6. Hitung beda (selisih) mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k – 1)/2 pasang), dimulai dari mean terbesar dengan sampai dengan mean terkecil. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk p = k – 1, demikian seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan.
commit to user
II-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.7 PENELITIAN SEBELUMNYA Hamdani (1998) mengkaji mengenai perbandingan umur pahat dan karakteristik metalurgi terhadap pahat HSS Cina dan Jerman. Penelitian ini bertujuan membedakan dua jenis material HSS mengenai umur pahat dan karakteristik metalurginya. Kedua jenis pahat diuji pada proses pemesinan untuk mengetahui umur pahat. Parameter pemesinan, geometri pahat, dan batas kriteria keausan kritisnya sama. Kedua jenis material diperiksa kakteristik metalurginya yaitu kekerasan, struktur mikro, dan komposisi kimia serta senyawa karbida. Hasil penelitian didapat bahwa umur pahat HSS Cina 154,6 menit dan pahat HSS Jerman 21,6 menit. Sugito (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh annealing terhadap sifat fisis dan mekanis pahat hss dengan unsur paduan utama chrom. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mencocokkan fase yang ada pada pahat HSS dengan standard pengujian yang ada setelah bahan mengalami annealing. Dari hasil pengujian dan pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa, baja chrom, pada bagian dalam sebelum diannealing kekerasan rata-rata 1059,86 kg/mm2, sedangkan pada bagian dalam setelah diannealing kekerasan rata-rata adalah 300,46 kg/mm2. Hermawan (2009) melakukan kajian mengenai karakterisasi pahat HSS produk Jerman dan Taiwan. Penelitian ini bertujuan membandingkan struktur mikro dan komposisi kimia dan kekerasan pada pahat bubut HSS buatan Jerman dan buatan Taiwan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan, pengujian komposisi kimia dan struktur mikro (mikrografi). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa HSS Jerman menpunyai nilai kekerasan 64,42 HRC sedangkan HSS Taiwan mempunyai kekerasan 62,35 HRC.
commit to user
II-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah. Adapun langkah-langkah penyelesaian masalah adalah seperti pada gambar 3.1.
Latar Belakang
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Studi Literatur
Studi Lapangan
Perancangan desain eksperimen Penentuan faktor, variabel respon, replikasi, treatment
Penentuan level geometri sudut pahat HSS (Variasi β/γ dan ε/κ)
Persiapan objek penelitian dan bahan/alat pendukung
Pengambilan Data (kenaikan temperatur mata potong pahat HSS)
A
Gambar 3.1 Metodologi penelitian commit to user
III-1
Desain eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A
Uji karakteristik data
Uji signifikansi
Pengolahan data
Uji pembanding
Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1 Metodologi penelitian (lanjutan) 3.1 STUDI PENDAHULUAN Pada tahap ini terlebih dahulu ditentukan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kemudian dilakukan penetapan tujuan dan manfaat dari penelitan. Permasalahan diambil dari studi kasus di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk (P3) Teknik Industri Uiversitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2 STUDI LITERATUR DAN STUDI LAPANGAN Studi pustaka dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diteliti dan mendapatkan dasar referensi yang kuat dalam menerapkan suatu metode yang digunakan. Studi literatur dilakukan dengan mengeksplorasi buku-buku, jurnal, penelitian dan sumber lain yang terkait dengan geometri sudut dan umur pahat high speed steel (HSS) dan tentang desain eksperimen.
commit to user
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3 PERANCANGAN METODE DESAIN EKSPERIMEN Umur pakai pahat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pengaruh dari geometri sudut pahat meliputi faktor sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan faktor lainnya yaitu diameter benda kerja. Faktor-faktor dalam penelitian ini ditentukan di awal penelitian (fixed factor). Rancangan penelitian pada penelitian ini ditentukan melalui beberapa tahapan. 3.3.1 Tahap Perencanaan Planning Phase Langkah-langkah dalam planning phase, sebagai berikut: 1. Merumuskan problem statement. Problem statement dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh sudut kappa, sudut gamma terhadap umur pakai pahat. 2. Menentukan variabel dependent (respon). Variabel dependent (respon) yang diukur pada penelitian ini adalah nilai kenaikan temperatur mata potong pahat setelah digunakan. Sifat variabel dependent (respon) adalah kuantitatif. Unit eksperimen pada penelitian ini adalah pahat HSS. 3. Menentukan variabel independent (faktor). Faktor-faktor yang ingin diuji pada penelitian ini, yaitu: a. geometri sudut potong utama (κr) (sudut kappa) (a) level sudut (κr) : 90°(a1), 75°(a2), 45°(a3). b. geometri sudut geram orthogonal (γo) (sudut gamma) (b) level sudut (γo) : 30°(b1), 26°(b2), 22°(b3), 18°(b4), 14°(b5). c. diameter material pengujian (c sebagai block) level diameter material pengujian yaitu 31,5mm (c1), 29,9mm (c2), 28,3mm (c3). Faktor a,b, dan blok c bersifat kuantitatif dan level-level dari semua faktor dipilih secara fixed. Geometri sudut pahat lain yang tidak termasuk faktor : a. sudut bebas orthogonal (αo)
: 12°.
b. sudut potong bantu (κ’r)
: 60°.
c. sudut penampang orthogonal : 48°, 52°, 56°, 60°, 64°. commit to user
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Menentukan kombinasi level-level faktor. Kombinasi level-level faktor ditunjukkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Kombinasi level-level faktor dan blok Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Sudut gamma (γo) (b)
31.5 (c1)
29.9 c2)
28.3 (c3)
90° (a1) a1b1c1 a1b2c1 a1b3c1 a1b4c1 a1b5c1 a1b1c2 a1b2c2 a1b3c2 a1b4c2 a1b5c2 a1b1c3 a1b2c3 a1b3c3 a1b4c3 a1b5c3
30° (b1) 26° (b2) 22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2) 22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2) 22° (b3) 18° (b4) 14° (b5)
Faktor Variasi Sudut (a) 75° (a2) a2b1c1 a2b2c1 a2b3c1 a2b4c1 a2b5c1 a2b1c2 a2b2c2 a2b3c2 a2b4c2 a2b5c2 a2b1c3 a2b2c3 a2b3c3 a2b4c3 a2b5c3
45° (a3) a3b1c1 a3b2c1 a3b3c1 a3b4c1 a3b5c1 a3b1c2 a3b2c2 a3b3c2 a3b4c2 a3b5c2 a3b1c3 a3b2c3 a3b3c3 a3b4c3 a3b5c3
3.3.2 Tahap Design Phase Langkah-langkah yang dilakukan dalam design phase, sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah observasi. Setiap kombinasi level-level faktor pada penelitian ini akan dilakukan pengulangan replikasi sebanyak dua kali. Penentuan jumlah replikasi dua kali karena mempertimbangkan ketersediaan material aluminium paduan rendah yang terbatas. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah desain eksperimen menggunakan blok sehingga dengan mereplikasi dua kali data yang diperoleh sudah cukup banyak. 2. Menentukan layout pengumpulan data. Dalam tahap ini dilakukan penentuan teknik desain eksperimen yang digunakan. Teknik desain eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment Randomized Block Design. Desain ini digunakan karena eksperimen ini terdiri dari dua faktor yaitu geometri sudut potong utama (κr) (sudut kappa) (a), geometri sudut geram orthogonal (γo) (sudut gamma) (b), dan satu blok yaitu diameter material pengujian (c). Tujuan penggunaan blok adalah agar cara merendom eksperimen lebih terkendali dengan harapan rendom error dari commit to user eksperimen dapat diperkecil. Pada kajian ini, yang menjadi fokus utama III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
eksperimen adalah geometri sudut potong utama (sudut kappa) (κr) dan geometri sudut geram orthogonal (sudut gamma) (γo) serta yang menjadi blok pengacakan eksperimen adalah diameter material pengujian. Oleh karena itu dipilih desain eksperimen Factorial Experiment Randomized Block Design. Eksperimen ditentukan secara acak seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Layout pengumpulan data ditunjukkan pada tabel 3.3. Pengacakan dilakukan dengan mengambil secara acak kertas yang telah diberi penomeran angka 1-30 untuk setiap blok. Tabel 3.2 Urutan pengambilan data eksperimen Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Sudut gamma (γo) (b) 90° (a1) 3 7 29 30 1 19 5 10 8 11 6 28 1 13 22 4 21 26 5 24 3 11 8 15 2 24 17 5 19 13
30° (b1) 26° (b2) 31.5 (c1)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
29.9 c2)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
28.3 (c3)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5)
commit to user
III-5
Faktor Variasi Sudut (a) 75° (a2) 26 28 15 20 9 23 21 22 12 14 3 14 10 20 12 27 2 23 17 18 9 23 1 29 6 26 10 30 14 21
45° (a3) 24 25 4 18 6 17 2 27 13 16 15 29 9 30 8 25 16 19 11 7 7 28 16 25 20 4 27 12 22 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.3 Layout pengumpulan data eksperimen Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut Kappa (κr)
Faktor Sudut gamma (γo) (b)
30° (b1)
90° (a1) Y 111 Y 112
Faktor Variasi Sudut (a) 75° (a2) 45° (a3) Y 311 Y 211 Y 312 Y 212
Total
Jumlah 26° (b2)
Y 121 Y 122
Y 221 Y 222
Y 321 Y 322
Y 131 Y 132
Y 231 Y 232
Y 331 Y 332
Y 141 Y 142
Y 241 Y 242
Y 341 Y 342
Y 151 Y 152
Y 251 Y 252
Y 351 Y 352
Y 111 Y 112
Y 211 Y 212
Y 311 Y 312
Y 121 Y 122
Y 221 Y 222
Y 321 Y 322
Y 131 Y 132
Y 231 Y 232
Y 331 Y 332
Y 141 Y 142
Y 241 Y 242
Y 341 Y 342
Y 151 Y 152
Y 251 Y 252
Y 351 Y 352
Y 111 Y 112
Y 211 Y 212
Y 311 Y 312
Y 121 Y 122
Y 221 Y 222
Y 321 Y 322
Y 131 Y 132
Y 231 Y 232
Y 331 Y 332
Y 141 Y 142
Y 241 Y 242
Y 341 Y 342
Y 151 Y 152
Y 251 Y 252
Y 351 Y 352
Jumlah 22° (b3) 31.5 (c1)
Jumlah 18° (b4) Jumlah 14° (b5) Jumlah Total 30° (b1) Jumlah 26° (b2) Jumlah 22° (b3)
29.9 c2)
Jumlah 18° (b4) Jumlah 14° (b5) Jumlah Total 30° (b1) Jumlah 26° (b2) Jumlah 22° (b3)
28.3 (c3)
Jumlah 18° (b4) Jumlah 14° (b5) Jumlah Total
dengan; Y1111 : variabel respon sudut kappa 90°, sudut gamma 30°, commituntuk to user pada replikasi pertama III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Menentukan model matematik variabel respon. Rumusan model matematik yang digunakan untuk menjelaskan variabel respon adalah sebagai berikut:
Yijkl = m + Ai + B j + C k + ABij + e l (ijk ) .............................................(3.1) dengan; Yijkl
: variabel respon kenaikan temperatur bidang aktif pahat
Ai
: faktor sudut kappa
Bj
: faktor sudut gamma
Ck
: faktor diameter material pengujian
ABij
: interaksi faktor A dan faktor B
em(ijk) : random error i
: jumlah faktor sudut kappa (A), i = 1, 2, 3
j
: jumlah faktor sudut gamma (B), j = 1, 2, 3, 4, 5
k
: jumlah faktor diameter material pengujian (C), k = 1,2,3
l
: jumlah replikasi l = 1, 2
4. Menentukan hipotesis eksperimen. Hipotesis yang diajukan dalam eksperimen ini adalah faktor sudut kappa, sudut gamma, dan diameter material pengujian berpengaruh terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat, dimana faktor tersebut mungkin berdiri sendiri ataupun berinteraksi dengan faktor yang lain. Hipotesis umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1). Adapun hipotesis nol dari eksperimen dalam penelitian ini, adalah: H01 :
jǂ = 0
Perbedaan sudut kappa tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong pahat. H02 :
j4 = 0
Perbedaan sudut gamma tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong pahat. commit to user
III-7
perpustakaan.uns.ac.id
H03 :
digilib.uns.ac.id
j =0
Perbedaan diameter material pengujian tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong pahat. H04 :
jǂ4 = 0
Perbedaan interaksi sudut kappa dan sudut gamma tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kenaikan temperatur mata potong pahat. 3.4 PERSIAPAN OBJEK PENELITIAN DAN BAHAN ATAU ALAT PENDUKUNG Setelah perancangan desain eksperimen, maka dilakukan persiapan objek penelitian dan bahan/alat pendukung yang digunakan, yaitu: 1. Objek penelitian: pahat HSS. Pahat HSS yang digunakan adalah pahat HSS jenis plain HSS (HSS murni) dengan dimensi 9mm x 9mm x 120mm. 2. Bahan/alat pendukung. a. Mesin gerinda. Mesin gerinda yang digunakan adalah mesin gerinda meja merk ALDO dengan kapasitas dua batu gerinda di kanan dan kiri untuk pengasahan dan pembentukan geometri sudut pahat HSS. b. Bevel protractor. Bevel protractor adalah alat yang digunakan untuk mengukur geometri sudut pahat yang dibentuk pada proses penggerindaan. Bevel protractor yang digunakan pada penelitian ini adalah merk KRISBOW dengan akurasi pengukuran sudut 1⁰. c. Mesin bubut. Mesin bubut yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin bubut manual yang berada di laboratorium P3 sebagai tempat penelitian. Mesin bubut tersebut merk CZ308A dengan kapasitas putaran spindel maksimum 1500rpm dan feed rate 0,42mm/put. commit to user
III-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Thermometer infrared. Thermometer infrared digunakan untuk mengukur kenaikan temperatur mata potong pahat ketika diujikan. Thermometer infrared yang digunakan adalah merk KRISBOW dengan akurasi pengukuran 1⁰C. Dapat juga digunakan dalam satuan fahrenhait. Cara kerja alat ini adalah menembakkan sinar infrared ke arah permukaan benda yang diukur dan pada layar menunjukkan hasil pengukuran themperatur benda yang diukur. e. Dial caliper. Dial caliper adalah alat yang digunakan mengukur ukuran diameter benda kerja atapun dimensi panjang. Dalam penelitian ini dial caliper yang digunakan adalah merk MITUTOYO dengan akurasi pengukuran 0,01mm. f. Stand dial. Stand dial adalah alat untuk mencekam dial indicator, namun dalam penelitian ini digunakan untuk pencekam thermometer infrared. Agar dapat dipasangkan dalam tool post sehingga ikut bergerak mengikuti gerakan pahat. g. Material Aluminium paduan rendah bentuk silinder. Material ini merupakan aluminium murni namun terdapat campuran unsur pengotor yang ikut tercampur dalam proses pembuatannya. Persentase unsur pengotor tidak teridentikasi sehingga disebut aluminium paduan rendah. 3.5 PENGAMBILAN DATA Data diambil dari hasil percobaan yang dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri UNS. Data yang digunakan adalah kenaikan temperatur mata potong pahat dari kondisi awal ketika belum digunakan sampai kondisi akhir pemotongan (∆t). θs2
θs1 ∆θs = θs2 - θs1 θs1 θs2 ∆θs
: temperatur awal bidang aktif pahat. : temperatur akhir bidang aktif pahat. : kenaikan temperatur bidang aktif to pahat. commit user
III-9
(°C) (°C) (°C)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Langkah-langkah pengambilan data, sebagai berikut: 1. Persiapan objek penelitian dan bahan/alat pendukung. a. Pahat HSS. Pahat HSS dibentuk sesuai geometri yang sudah ditentukan, dengan menggunakan mesin gerinda. Pengasahan dilakukan secara manual tanpa menggunakan ficture tambahan untuk membentuk geometri sudutnya. Untuk mengetahui geometri sudut yang diinginkan telah tercapai atau belum diukur dengan menggunakan bevel protrector. b. Material aluminium paduan bentuk silinder. Pembelian material aluminium paduan bentuk silinder masih dalam bentuk panjang 3 meter. Spesimen dibuat sepanjang 20 cm, sehingga perlu dilakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji besi. Jumlah spesimen yang diperlukan sebanyak 30 batang silinder. Setelah dipotong kemudian pada satu baian sisi dilakukan facing cut dengan mesin bubut dan dibuat center point dengan alat potong center drill. c. Thermometer infrared. Thermometer infrared dipasangkan pada stand dial dengan menggunakan isolasi plastik. Hal tersebut
bertujuan agar ketika digunakan untuk
mengukur themperatur, thermometer berada pada posisi yang konstan. 2. Proses pengambilan data. a. Mempersiapkan mesin bubut. Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut manual, parameter mesin berdasarkan perhitungan dikondisikan putaran spindel mesin 1500 rpm, feed rate 0.13, dept of cut 0.8 mm, panjang pemakanan 180 mm. Pencekaman material benda kerja dibuat chuck center yaitu dengan menambahkan life center sebagai tumpuan karena benda kerja yang cukup panjang. b. Menyeting Pahat HSS. Pahat dicekam pada tool post dengan kondisi mata potong keluar sepanjang 30mm sehingga tidak over hang. Semua pahat diseting pada kondisi yang sama sehingga homogenitas kondisi pahat diharapkan dapat tercapai. commit to user
III-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Memasang material benda kerja. Material dipasangkan pada chuck center dengan kondisi panjang pemotongan 180 mm. d. Memasang thermometer infrared. Thermometer infrared yang telah terpasang pada stand dial diletakkan pada tool post agar ikut bergarak mengikuti mata potong yang diukur ketika pengujian pemakanan. Sinar infrared diarahkan tepat pada mata potong pahat yang kontak dengan benda kerja sehingga ukuran lebih akurat. e. Melakukan Pengujian. Setelah semua alat dan bahan terpasang kemudian dilukan pengujian untuk mengambil data kenaikan temperatur mata potong pahat. Pengambilan data yang pertama adalah pada blok diameter material pengujian 30,5 mm dengan urutan yang telah ditentukan. Setelah pengambilan data pada blok 31,5 mm selesai dilanjutkan pada blok 29,9 mm kemudian blok 28,3 mm. Semua pengambilan data pada setiap spesimen dikondisikan pada kondisi yang sama. Data yang diperoleh adalah temperatur mata potong pahat sebelum dilakukan pengujian pemakanan dan setelah dilakukan pengujian pemakanan sehingga diketahuai kenaikan temperatur yang terjadi. Data dibaca pada thermometer infrared kemudian dicatat pada tabel yang dipersiapkan. 3.6 PENGOLAHAN DATA Setelah dilakukan pengumpulan data, langkah berikutnya adalah mengolah data tersebut untuk mendapatkan hasil (output) dari penelitian ini. Pengolahan data dimulai dengan pengujian karakteristik data, pengujian signifikansi (ANOVA), dan uji pembanding ganda. Langkah-langkah pengolahan data dijelaskan dalam uraian berikut: 3.6.1 Uji Sebelum ANOVA Pengujian karakteristik data perlu dilakukan agar metode dalam penelitian dapat diyakini memberikan hasil/analisis yang valid, yaitu: 1. Uji normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan commit to user pada tiap level. III-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Langkah-langkah uji Kolmogorov-Smirnov (Sudjana, 2005), yaitu: a. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar. b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut. æ ç ç x=è
s=
ö
n
å x ÷÷ø i
i =1
..........................................................................................(3. 2)
n
åx
(å x ) -
2
2 i
i
n -1
n
......................................................................(3. 3)
Keterangan: xi = nilai kenaikan temperatur pada pengamatan ke-i n = banyaknya data kenaikan temperatur c. Mentransformasikan data tersebut menjadi nilai baku ( z ). z i = (x i - x ) / s .....................................................................................(3. 4)
Keterangan: xi = nilai kenaikan temperatur pada pengamatan ke-i x
= rata-rata
s
= standar deviasi
d. Berdasarkan nilai baku ( z ), menentukan nilai probabilitasnya P( z ) berdasarkan sebaran normal baku sebagai probabilitas pengamatan menggunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal. e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif
P(x) dengan rumus,
sebagai berikut: P( x i ) = i / n ..............................................................................................(3. 5)
Keterangan: i = data ken = jumlah data f. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ) yaitu: maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam 3 kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Sampel data observasi commit berasal to dari populasi yang berdistribusi normal user
III-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H1 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Taraf nyata yang dipilih a = 0.05, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n). Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji homogenitas dengan Levene Test. Uji homogenitas dilakukan secara berpasangan antara variabel respon dengan masing-masing faktor. Tujuan dari pengujian ini adalah memastikan bahwa variansi nilai dependent variable tidak terkonsentrasi atau terkumpul pada level tertentu dari independent variable. Uji levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan. Data dinyatakan homogen apabila nilai Uji levene lebih besar dari 0,05. Langkah-langkah uji homogenitas dengan Levene Test adalah: a. Mengelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji. b. Menghitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap level. c. Menghitung nilai-nilai berikut ini : 1. Faktor Koreksi (FK) = (å y i ) n ……………………………..……..…(3.6) keterangan: yi = selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya untuk tiap level i = 1, 2, . . ., n n = banyaknya data = 54 2
2. JK-Faktor = æç è
(å y ) 2
i
k ö÷ - FK ……………….…………..………......(3.7) ø
keterangan k = banyaknya data pada tiap level k = 27, untuk faktor jenis kertas k = 18, untuk faktor jenis perekat dan kerapatan 3. JK-Total (JKT) =
(å y )- FK ……………………………………..…....(3.8) 2 i
4. JK-Error (JKE) = JKT – JK(Faktor) ……………………….….....…..(3.9) Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar analisis ragam sebagaimana tabel 3.4. commit to user
III-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.4 Skema Umum Daftar Analisis Ragam Uji Homogenitas Sumber Keragaman
Db
JK
KT
F
JK(Faktor)
JK(Faktor) / db
KT ( faktor ) KT (error )
JKE / db
Faktor (sudut kappa, sudut gamma)
f
Error
n-1-f
JKE
Total
n-1
JKT
Hipotesis yang diajukan adalah : H0 : s 12 = s 22 = s 32 = s 42 = s 52 = s 62 H1 :
Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama
d. Taraf nyata yang dipilih adalah α = 0.05 e. Wilayah kritik : F > F α (v1 ; v2) 3. Uji independansi. Salah satu upaya mencapai sifat independen dengan melakukan pengacakan terhadap observasi. Namun demikian, jika masalah acak ini diragukan maka dapat dilakukan pengujian dengan cara memplot residual versus urutan pengambilan observasinya. Hasil plot memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak). 3.6.2 Uji ANOVA Data yang telah memenuhi syarat uji asumsi, kemudian dilanjutkan dengan uji signifikansi. Uji signifikansi perbedaan kombinasi yang terbentuk dalam penelitian ini merupakan tahap analisis (analysis phase) dalam desain eksperimen. Pengujian ini menggunakan metode Analysis of Variance dengan dua faktor dan satu block. Pada pengujian ini akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. commit to user
III-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Langkah-langkah uji signifikansi adalah: 1. Menghitung jumlah kuadrat total (SStotal). a
SS total =
b
c
åååå i
j
2
n
k
2 Yijkl
T. . . .
-
nabc
l
………..……………………………...….(3.10)
2. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-i faktor sudut kappa (SSA). SS A =
2
a
2
Ti . . .
å nbc
-
i =1
T ....
………..…………………………………………….(3.11)
nabc
3. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-j faktor sudut gamma (SSB). SS B =
2
b
2
T. j . .
T ....
å nac - nabc ….……………..…………………………….….….(3.12) j =1
4. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ij antara faktor sudut kappa dan faktor sudut gamma (SSAxB). SS AxB =
a
b
2
n
ååå
Tij.m
i =1 j=1 m =1
n
2
a
Ti ...
i
nbc
-å
2
b
T. j ..
j
nac
-å
2
+
T .... nabc
……………..………...…(3.13)
5. Menghitung jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-k blok diameter material pengujian (SSC). k
SS C =
T.2.k .
T.2. . .
å nab - nabc ……………......................................…………...…(3.14) c=1
6. Menghitung jumlah kuadrat error (SSE). SS E = SS total - SS A - SS B - SS AxB - SS C ……………...……..………….....…(3.15)
Tabel 3.5 Anova eksperimen 2 faktor dengan satu blok desain acak Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Variansi
Bebas (df)
Kuadrat (SS)
Tengah (MS)
Faktor A
a-1
SSA
SSA/dfA
MSA/MSE
Faktor B
b–1
SSB
SSB/dfB
MSB/MSE
(a – 1)(b – 1)
SSAxB
SSAxB/dfAxB
MSAxB/MSE
Blok C
(c – 1)
SSC
SSC/dfC
MSC/MSE
Error
(ab-1)(c - 1)
Total
abc-1
Interaksi A x B
SSE commit user SSto Total
III-15
SSE/dfE
F
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6.3 Uji Setelah ANOVA Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan yang terjadi dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dimana dalam hal ini adalah untuk mengetahui kombinasi sudut yang terbaik yang tidak menyebabkan kenaikan temperatur mata potong pahat yang signifikan sehingga umur pakai pahat dapat ditingkatkan. Pengujian setelah Anova menggunakan uji SNK (Student Newman Keuls). Uji pembanding ganda menggunakan uji SNK (Student Newman Keuls) dengan langkah-langkah berikut: 1. Menyusun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar. 2. Mengambil nilai mean squareerror dan dferror dari tabel ANOVA. 3. Menghitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus berikut : S Y .j =
MS error k
………………………………………………………….(3.16)
keterangan: k = jumlah level k = 3 , untuk faktor sudut kappa (A) k = 5 , untuk faktor sudut gamma (B) k = 15 , untuk kombinasi faktor AxB 4. Menetapkan nilai a dan ambil nilai-nilai significant ranges dari Tabel Stundentized range dengan n2 = dferror dan p = 2, 3, … ,k sehingga diperoleh significant range (SR). 5. Mengalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error standar sehingga diperoleh least significant range (LSR). LSR = SR x SY .j …………………………….…………………………..(3.17) 6. Menghitung beda (selisih) mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k – 1)/2 pasang), dimulai dari mean terbesar dengan sampai dengan mean terkecil. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk p = k – 1, demikian seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan. 3.7 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil penelitian mengetahui pengaruh geometri sudut pahat terhadap umur pahat dan menganalisis apakah penelitian yang dilakukan sudah benar atau masih perlu diadakan perbaikan. commit to user
III-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.8 KESIMPULAN DAN SARAN Tahap terakhir penelitian yaitu membuat kesimpulan yang menjawab tujuan akhir dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan serta saran yang disampaikan untuk memperbaiki peningkatan umur pahat dari hasil penelitian.
commit to user
III-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengumpulan dan pengolahan data eksperimen meliputi kenaikan temperatur spesimen, pengujian data, perhitungan pengaruh faktor dengan pengujian anova dan penentuan level terbaik dari faktorfaktor
yang
berpengaruh
signifikan
terhadap
variabel
respon
dengan
menggunakan pengujian Student-Newman-Keuls (SNK). 4.1 PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode eksperimen, yaitu melakukan pengujian pada objek yang diteliti untuk mendapatkan data kenaikan temperatur mata potong pahat yang diolah. Data kenaikan temperatur tersebut selanjutnya digunakan sebagai input untuk unji ANOVA. Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang dipilih berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. 4.1.1 Pelaksanaan Eksperimen Sebelum dilakukan pengumpulan data eksperimen, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan karakteristik eksperimen. Karakteristik eksperimen tentang pengaruh geometri sudut pahat ini dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik eksperimen Karakteristik Unit Eksperimen
Keterangan Pahat HSS dengan dimensi 9mm x 9mm x 250mm Kenaikan temperatur pada mata potong pahat setelah
Variabel Respon
digunakan proses bubut pada material benda kerja aluminium paduan.
Faktor Blok
1. Sudut Kappa 2. Sudut Gamma Diameter material benda kerja untuk pengujian
commit to user
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Karakteristik eksperimen (lanjutan) Karakteristik
Keterangan 1. A1= 90º, A2=75º, A3=45º
Level tiap faktor 2. B1=30º, B2=26º, B3=22º, B4 =18º, B5=14º Level Block
C1=31,5mm , C2=29,9mm , C3=28,3mm
Alat Ukur
Bevel protector, Infrared thermometer, dial caliper
Randomisasi
Urutan pengambilan data ( perlakuan ) dalam blok
Perlakuan
1. A1B1
4. A1B2
7. A1B3
10. A1B4
13. A1B5
2. A2B1
5. A2B2
8. A2B3
11. A2B4
14. A2B5
3. A3B1
6. A3B2
9. A3B3
12. A3B4
15. A3B5
Replikasi
2 kali replikasi perlakuan
Metode eksperimen
Eksperimen faktorial dengan dua faktor dan satu blok
Gambar 4.1 Contoh spesimen pahat HSS Setelah karakteristik eksperimen tersebut diketahui, maka eksperimen dapat dilaksanakan. Eksperimen tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2010 sampai dengan 26 juli 2010 di laboratorium P3 Teknik Industri UNS. Kondisi fisik lingkungan seperti temperatur selama eksperimen relatif konstan. Temperatur udara selama berlangsungnya eksperimen adalah sebesar 28 0C sampai dengan 300C. Urutan pengambilan data dalam eksperiman secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.2. commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengacakan urutan eksperimen dilakukan pada setiap level dari faktor diameter material pengujian karena faktor diameter material pengujian tersebut berfungsi sebagai blok. Pengacakan urutan eksperimen dapat dilihat pada tabel 3.2. Setiap blok diwakili oleh pahat yang sama dimana perbedaan diameter diasumsikan tiap kondisi memiliki cutting speed yang sama karena dengan putaran mesin 1500 rpm maka berdasarkan perhitungan menghasilkan cutting speed tidak memiliki perbedaan yang signifikan. 4.1.2 Data Hasil Eksperimen Hasil dari eksperimen ini merupakan data pengujian pahat bubut yang diujikan dengan dilakukan pemakanan memanjang pada material aluminium sehingga diperoleh data kenaikan temperatur pahat bubut setelah diujikan tersebut. Data yang diperoleh adalah temperatur awal pahat bubut dan temperatur akhir pahat bubut setelah dilakukan pengujian. Dari ini dilakukan perhitungan sehingga dihasilkan kenaikan temperatur pahat setelah dilakukan pengujian. Data hasil eksperimen dapat dihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Data hasil eksperimen Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut gamma (γo) (b) 30° (b1) 26° (b2)
31.5 (c1)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
29.9 (c2)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
28.3 (c3)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5)
Faktor Sudut Kappa (κr) 90° (a1) suhu awal suhu akhir 30 42 31 42 30 42 32 41 30 41 31 44 30 34 32 38 32 52 32 54 30 44 31 42 32 41 32 43 31 36 32 42 31 36 32 38 33 55 33 56 31 42 32 44 32 43 32 44 31 37 32 39 31 36 32 41 33 52 33 50
∆t 12 11 12 9 11 13 4 6 20 22 14 11 9 11 5 10 5 6 22 23 11 12 11 12 6 7 5 9 19 17
Faktor Variasi Sudut (a) 75° (a2) ∆t suhu awal suhu akhir 32 40 8 32 44 12 32 45 13 32 48 16 32 44 12 30 52 22 32 41 9 32 42 10 32 50 18 32 46 14 32 44 12 32 46 14 33 48 15 33 46 13 33 45 12 32 48 16 33 42 9 32 39 7 33 52 19 33 54 21 32 41 9 32 49 17 33 43 10 33 42 9 33 47 14 32 44 12 33 46 13 33 40 7 33 52 19 32 52 20
commit to user
IV-3
suhu awal 32 33 32 31 32 33 30 32 32 32 32 33 32 32 32 34 30 33 33 33 33 33 33 33 33 34 32 33 33 33
45° (a3) suhu akhir 40 42 38 44 47 57 38 44 44 47 39 42 46 40 54 52 38 46 50 48 40 42 46 41 52 57 37 47 55 52
∆t 8 9 6 13 15 24 8 12 12 15 7 9 14 8 22 18 8 13 17 15 7 9 13 8 19 23 5 14 22 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Data rekap kenaikan temperatur Diameter Material Pengujian (mm) (c)
Faktor Sudut gamma (γo) (b) 30° (b1) 26° (b2)
31.5 (c1)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
29.9 c2)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5) 30° (b1) 26° (b2)
28.3 (c3)
22° (b3) 18° (b4) 14° (b5)
Faktor Sudut Kappa (κr) 90° (a1) 12 11 12 9 11 13 4 6 20 22 14 11 9 11 5 10 5 6 22 23 11 12 11 12 6 7 5 9 19 17
Rata-rata:
Faktor Variasi Sudut (a) 75° (a2) 8 12 13 16 12 22 9 10 18 14 12 14 15 13 12 16 9 7 19 21 9 17 10 9 14 12 13 7 19 20 12,656
45° (a3) 8 9 6 13 15 24 8 12 12 15 7 9 14 8 22 18 8 13 17 15 7 9 13 8 19 23 5 14 22 19
4.2 PENGOLAHAN DATA Pengolahan data melalui dua tahap, yaitu tahap-tahap desain eksperimen dan tahap penentuan alternatif level dari faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Pada tahap desain eksperimen dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dari desain eksperimen ini adalah tahap pengujian data yang meliputi uji kenormalan data, uji homogenitas data dan uji independensi data. Setelah data eksperimen diuji, maka dilakukan analisis variansi (ANOVA) untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon. Tahap commit to untuk user mengetahui alternatif level dari akhir perhitungan ini yaitu pengujian SNK
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Tahap-tahap pengolahan data ini dijelaskan secara lebih detail pada bagian-bagian berikut ini. 4.2.1 Pengujian Asumsi Anova Uji sebelum anova merupakan pengujian asumsi-asumsi residual, meliputi uji kenormalan, uji homogenitas, dan uji independensi. Apabila seluruh hasil pengujian terhadap asumsi anova tidak terpenuhi, maka ditinjau kembali metode eksperimen dan selanjutnya dilakukan kembali proses pengambilan data. Proses pengujian asumsi residual dilakukan terhadap data tingkat kelelahan responden. Nilai residual merupakan hasil dari nilai tiap eksperimen dikurangi dengan nilai rata-rata dari data tiap kondisi perlakuan. Contoh perhitungan nilai residual untuk replikasi dengan IMT langsung pada kondisi a1b1, sebagai berikut: a. Mean data =
12 + 11 = 11.5 2
b. Nilai residual replikasi 1 = 11.5 – 12 = -0.5 c. Nilai residual replikasi 2 = 11.5 – 11 = 0.5 Nilai residual dari masing-masing replikasi pada semua kondisi eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Residual data eksperimen
31,5
Diameter
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5
Tabel Residual Data Eksperimen Data Rata-rata 1 2 12 11 11,50 12 9 10,50 11 13 12,00 4 6 5,00 20 22 21,00 8 12 10,00 13 16 14,50 12 22 17,00 9 10 9,50 18 14 16,00 8 9 8,50 6 13 9,50 15 24 19,50 8 12 10,00 12 15 13,50
commit to user
IV-5
Residual 1 2 0,50 -0,50 1,50 -1,50 -1,00 1,00 -1,00 1,00 -1,00 1,00 -2,00 2,00 -1,50 1,50 -5,00 5,00 -0,50 0,50 2,00 -2,00 -0,50 0,50 -3,50 3,50 -4,50 4,50 -2,00 2,00 -1,50 1,50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Residual data eksperimen (lanjutan)
28,3
29,9
Diameter
Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5
Tabel Residual Data Eksperimen Data Rata-rata 1 2 14 11 12,50 9 11 10,00 5 10 7,50 5 6 5,50 22 23 22,50 12 14 13,00 15 13 14,00 12 16 14,00 9 7 8,00 19 21 20,00 7 9 8,00 14 8 11,00 22 18 20,00 8 13 10,50 17 15 16,00 11 12 11,50 11 12 11,50 6 7 6,50 5 9 7,00 19 17 18,00 9 17 13,00 10 9 9,50 14 12 13,00 13 7 10,00 19 20 19,50 7 9 8,00 13 8 10,50 19 23 21,00 5 14 9,50 22 19 20,50
Residual 1 1,50 -1,00 -2,50 -0,50 -0,50 -1,00 1,00 -2,00 1,00 -1,00 -1,00 3,00 2,00 -2,50 1,00 -0,50 -0,50 -0,50 -2,00 1,00 -4,00 0,50 1,00 3,00 -0,50 -1,00 2,50 -2,00 -4,50 1,50
2 -1,50 1,00 2,50 0,50 0,50 1,00 -1,00 2,00 -1,00 1,00 1,00 -3,00 -2,00 2,50 -1,00 0,50 0,50 0,50 2,00 -1,00 4,00 -0,50 -1,00 -3,00 0,50 1,00 -2,50 2,00 4,50 -1,50
Langkah selanjutnya melakukan pengujian data yang terdiri dari pengujian normalitas data, pengujian homogenitas data dan pengujian independensi data. Pengujian data tersebut diuraikan dalam penjelasan dibawah ini. A. Pengujian normalitas Uji normalitas dilakukan terhadap data observasi dengan tujuan untuk mengetahui apakah data observasi berdistribusi secara normal atau tidak. Hal ini harus dilakukan karena uji F mengasumsikan bahwa nilai residual berdistribusi user normal. Pengujian normalitas commit pada topembahasan ini dilakukan dengan
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Pengujian normalitas data dilakukan
untuk setiap level. Penujian pada level a1 dapat dijelaskan, sebagai berikut: a. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi (s) data tersebut æ n ö ç å xi ÷ i =1 ø x=è n 12 + 11 + 12 + .... + 23 x= = 11.5 30
åX
s=
s=
(å X ) -
2
2
n -1
n
(12 2 + 112 + 12 2 + ...... + 23 2 ) -
(12 + 11 + 12 + .... + 23)2
30 - 1
30
= 5.374
c. Mentransformasikan data (x) tersebut menjadi nilai baku (z)
z = (x - x )/s i i dengan;
xi = nilai pengamatan ke-i x = rata-rata s = standar deviasi
misal: z1 = (4 – 11.5)/ (5.374) = -1.40 dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai baku sebagaimana pada kolom z tabel 4.3. d. Dari nilai baku (z), kemudian menentukan nilai probabilitasnya P(z) berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan bantuan Ms. Excel dengan function NORMSDIST. e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan cara, yaitu: P(xi) = i/n misal: P(x1) = 1/ 30 = 0.0333 Dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai P(x) sebagaimana pada kolom commit to user P(x) tabel 4.3.
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x), yaitu Maks |P(z) – P(x)|, sebagai nilai Lhitung 1 (Nilai Kuantil Penguji Kolmogorov)1 Maks |P(z) – P(x)| = 0.1963 g. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P(z), yaitu Maks |P(xi-1) – P(z)| = Lhitung 2 (Nilai Kuantil Penguji Kolmogorov)2 Maks |P(xi-1) – P(z)| = 0.1629 Lhitung dipilih dengan cara mengambil nilai maksimun atara Lhitung 1 dan Lhitung 2. Lhitung = 0.1963 Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah ke-3 sampel data observasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan, adalah: H0 : Ke-30 sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Ke-30 sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Taraf nyata yang dipilih a = 0.05, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n). Nilai Ltabel dari distribusi L yaitu La(n) = L0.05(3)= 0.218. Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa nilai Lhitung (0.1963) < Ltabel (0.218), maka terima H0 dan simpulkan bahwa ke-30 sampel data observasi kenaikan temperatur pahat berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Tabel 4.5 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1 Level a1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
x 12 11 12 9 11 13 4 6 20 22 14 11 9 11
x urut 4 5 5 5 6 6 6 7 9 9 9 10 11 11
z -1,40 -1,21 -1,21 -1,21 -1,02 -1,02 -1,02 -0,84 -0,47 -0,47 -0,47 -0,28 -0,09 -0,09
P(z) 0,0814 0,1132 0,1132 0,1132 0,1530 0,1530 0,1530 0,2012 0,3209 0,3209 0,3209 0,3901 0,4629 0,4629
P(x) I P(z)-P(x) I I P(x-1)-P(z)I 0,0333 0,0481 0,0814 0,0667 0,0466 0,0799 0,1000 0,0132 0,0466 0,1333 0,0201 0,0132 0,1667 0,0136 0,0197 0,2000 0,0470 0,0136 0,2333 0,0803 0,0470 0,2667 0,0655 0,0321 0,3000 0,0209 0,0542 0,3333 0,0124 0,0209 0,3667 0,0458 0,0124 0,4000 0,0099 0,0234 0,4333 0,0296 0,0629 0,4667 0,0037 0,0296
commit to user
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1(lanjutan) Level a1 No x 15 5 16 10 17 5 18 6 19 22 20 23 21 11 22 12 23 11 24 12 25 6 26 7 27 5 28 9 29 19 30 17 mean stdev
x urut 11 11 11 11 12 12 12 12 13 14 17 19 20 22 22 23 11,5 5,374
z -0,09 -0,09 -0,09 -0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,28 0,47 1,02 1,40 1,58 1,95 1,95 2,14
P(z) 0,4629 0,4629 0,4629 0,4629 0,5371 0,5371 0,5371 0,5371 0,6099 0,6791 0,8470 0,9186 0,9431 0,9746 0,9746 0,9838
P(x) I P(z)-P(x) I I P(x-1)-P(z)I 0,5000 0,0371 0,0037 0,5333 0,0704 0,0371 0,5667 0,1037 0,0704 0,6000 0,1371 0,1037 0,6333 0,0963 0,0629 0,6667 0,1296 0,0963 0,7000 0,1629 0,1296 0,7333 0,1963 0,1629 0,7667 0,1567 0,1234 0,8000 0,1209 0,0876 0,8333 0,0136 0,0470 0,8667 0,0519 0,0853 0,9000 0,0431 0,0765 0,9333 0,0413 0,0746 0,9667 0,0080 0,0413 1,0000 0,0162 0,0172 Max 0,1963 0,1629 L hitung 0,1963 terima L tabel 0,218
Contoh perhitungan uji normalitas pada lavel a1 cukup memberikan gambaran mengenai cara melakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnov. Selanjutnya rekapitulasi hasil uji normalitas pada 11 lavel dapat dilihat pada tabel 4.7. Pengujian Kolmogorov Smirnov juga dilakukan dengan menggunakan software SPSS menghasilkan output seperti pada tabel 4.7. Tabel 4.6 Perhitungan uji normalitas untuk lavel a1 dengan SPSS One-Sampl e Kolmogorov-Smi rnov Test a1 N Normal Parametersa,b Mos t Extreme Dif f erences
Mean Std. Dev iation Absolute Positiv e Negativ e
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-t ailed) a. Tes t dis tribution is Normal. b. Calculated f rom data.
commit to user
IV-9
30 11, 5000 5, 37395 ,196 ,196 -, 085 1, 075 ,198
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil perhitungan manual dengan exel sama dengan hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSS. Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov Lavel a1 a2 a3 b1 b2 b3 b4 b5 c1 c2 c3
L hitung 0.1963 0.1098 0.1711 0.1775 0.1345 0.1222 0.1362 0.1686 0.1434 0.0984 0.1205
L tabel 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218 0.218
H0 terima terima terima terima terima terima terima terima terima terima terima
Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berdasarkan tabel 4.7 dimana taraf nyata yang diinginkan dalam panalitian ini adalah a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap
Lhitung > L(a,n). Nilai Ltabel dari distribusi L yaitu L (a,n) = L(0.05, 60) = 0,1144, dan L
(a,n)
= L(0.05,
90)
= 0,0934 diperoleh hasil perhitungan uji normalitas semua
perlakuan Lhitung < Ltabel. Kesimpulan yang diambil dari uji normalitas ini adalah terima H0. Hasil ini menyatakan bahwa seluruh sampel data observasi berdistribusi normal. B. Pengujian homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan metode lavene test, yaitu menguji kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui keseragaman data hasil eksperimen. Uji homogenitas dilakukan terhadap data yang dikelompokkan berdasarkan faktor sudut kappa, sudut gamma dan faktor diameter material pengujian. Contoh langkah pengujian homogenitas untuk faktor sudut kappa, yaitu: 1. Menghitung nilai residual dan kuadrat residual. Nilai residual ini merupakan data yang digunakan untuk pengujian homogenitas data antar level sudut kappa. Pengujian homogenitas dilakukan commit to user
IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan menghitung selisih absolut (residual) nilai pengamatan terhadap rataratanya. Nilai residual faktor sudut kappa dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Residual data antar level faktor sudut kappa Faktor Sudut Kappa (κr) Sudut Kappa (κr) No 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 1 12 8 8 2 11 12 9 3 12 13 6 4 9 16 13 5 11 12 15 6 13 22 24 7 4 9 8 8 6 10 12 9 20 18 12 10 22 14 15 11 14 12 7 12 11 14 9 13 9 15 14 14 11 13 8 15 5 12 22 16 10 16 18 17 5 9 8 18 6 7 13 19 22 19 17 20 23 21 15 21 11 9 7 22 12 17 9 23 11 10 13 24 12 9 8 25 6 14 19 26 7 12 23 27 5 13 5 28 9 7 14 29 19 19 22 30 17 20 19 Rata-rata 11,50 13,40 13,07
Residual Faktor Sudut Kappa (κr) Sudut Kappa (κr) No 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 1 0,50 5,40 5,07 2 0,50 1,40 4,07 3 0,50 0,40 7,07 4 2,50 2,60 0,07 5 0,50 1,40 1,93 6 1,50 8,60 10,93 7 7,50 4,40 5,07 8 5,50 3,40 1,07 9 8,50 4,60 1,07 10 10,50 0,60 1,93 11 2,50 1,40 6,07 12 0,50 0,60 4,07 13 2,50 1,60 0,93 14 0,50 0,40 5,07 15 6,50 1,40 8,93 16 1,50 2,60 4,93 17 6,50 4,40 5,07 18 5,50 6,40 0,07 19 10,50 5,60 3,93 20 11,50 7,60 1,93 21 0,50 4,40 6,07 22 0,50 3,60 4,07 23 0,50 3,40 0,07 24 0,50 4,40 5,07 25 5,50 0,60 5,93 26 4,50 1,40 9,93 27 6,50 0,40 8,07 28 2,50 6,40 0,93 29 7,50 5,60 8,93 30 5,50 6,60 5,93 Jumlah 120,00 101,60 134,27
Kuadrat residual faktor Sudut Kappa (κr) Sudut Kappa (κr) No 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 1 0,25 29,16 25,67 2 0,25 1,96 16,54 3 0,25 0,16 49,94 4 6,25 6,76 0,00 5 0,25 1,96 3,74 6 2,25 73,96 119,54 7 56,25 19,36 25,67 8 30,25 11,56 1,14 9 72,25 21,16 1,14 10 110,25 0,36 3,74 11 6,25 1,96 36,80 12 0,25 0,36 16,54 13 6,25 2,56 0,87 14 0,25 0,16 25,67 15 42,25 1,96 79,80 16 2,25 6,76 24,34 17 42,25 19,36 25,67 18 30,25 40,96 0,00 19 110,25 31,36 15,47 20 132,25 57,76 3,74 21 0,25 19,36 36,80 22 0,25 12,96 16,54 23 0,25 11,56 0,00 24 0,25 19,36 25,67 25 30,25 0,36 35,20 26 20,25 1,96 98,67 27 42,25 0,16 65,07 28 6,25 40,96 0,87 29 56,25 31,36 79,80 30 30,25 43,56 35,20 Jumlah 837,50 511,20 869,87
Berdasarkan tabel 4.8, nilai residual merupakan selisih antara nilai pengamatan terhadap nilai rata-rata seluruh pengamatan. Setelah nilai residual tiap pengamatam dihitung, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah residual tiap level dan jumlah kuadrat seluruh residual. 2. Menghitung nilai faktor koreksi, Nilai faktor koreksi diperoleh dari nilai jumlah residual tiap level. Faktor koreksi dihitung dengan cara berikut ini.
(å x ) =
2
(FK)
n
commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
=
digilib.uns.ac.id
(120,00 + 101,60 + 134,27) 2 90
= 1407,12
3. Menghitung sum square (SS) faktor, SS total dan SS error, Nilai sum square (SS) yang dihitung ada tiga macam, yaitu SS faktor, SS total dan SS error. Nilai SS faktor dihitung berdasarkan jumlah residual tiap level yang telah dikuadratkan, jumlah data dan faktor koreksi. Perhitungan nilai SS faktor sudut kappa, yaitu: é = ê ê ë
SSsudut kappa
(å xi ) 2
k
ù - FK ú ú û
é (120,00 ) + (101,60) 2 + (134,27) 2 ù = ê - 1407,12ú 30 ë û
= 17,88 Nilai SS total dihitung dengan cara jumlah kuadrat dari seluruh residual dikurangi faktor koreksi. Perhitungan nilai SS total, yaitu: SStotal
=
(å xi ) - FK 2
[
= (0,25) + (0,25) 2 + ..... + (35,20) 2 - 1407,12 2
]
= 811,44 Nilai SS error dihitung dengan cara nilai SS total dikurangi dengan nilai SS faktor sudut kappa, yaitu ; SSError
= SStotal – SSsudut kappa = 811,44 – 17,88 = 793,56
4. Menghitung mean square (MS) faktor dan MS error, Nilai mean square ini dihitung berdasarkan nilai sum square (SS) dan derajat bebas ( df). Nilai mean square untuk faktor sudut kappa dan error, yaitu: MSsudut kappa =
= MSError
=
SS sudut _ kappa df sudut _ kappa
17,88 = 8,94 2
SS error df error
commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
=
digilib.uns.ac.id
793,56 87
= 9,12
5. Menghitung nilai F (F hitung). Nilai F ditentukan dengan membagi nilai MS faktor dengan MS error, yaitu : F hitung
= =
MS sudut _ kappa MS error 8,94 9,12
= 0,98 6. Menguji hipotesis. Tingkat kepercayaan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah sebesar 95 % dan taraf nyata yang dipilih a = 0,05 dengan wilayah kritis Fhitung > F tabel. Hipotesis yang diajukan dalam pengujian homogenitas ini, adalah: H0: s12 = s22 = s 32
(Data antar level sudut kappa memiliki ragam yang sama)
s (Data antar level sudut kappa memiliki ragam yang tidak sama) Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung diatas
H1:
s12
≠ s2 ≠ 2
2 3
dengan nilai F dari tabel. Nilai F tabel diperoleh berdasarkan nilai derajat bebas faktor (df1) dan derajat bebas error (df2). Nilai F tabel dengan a = 0,05, df1= 2 dan df2= 87 adalah sebesar 3,100. Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap faktor sudut kappa dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor sudut kappa FK
df
SS
MS
F hitung
F tabel
1407,12
2
17,88
8,94
0,98
3,100
Eror
87
793,56
9,12
Total
89
811,44
Sumber Keragaman Sudut Kappa (κr)
Kesimpulan
Terima H0 Homogen
Keputusan yang diambil dari pengujian hipotesis ini adalah tolak H0 karena nilai Fhitung (0,98) < Ftabel (3,100) sehingga data untuk faktor sudut kappa homogen.
Pengujian
homogenitas juga dapat commit to user
IV-13
dilakukan
dengan
cara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengeplotkan residual ke dalam lavene’s test pada SPSS. Hasil output dari test dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Uji lavene dengan SPSS a Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: sudut_kappa F ,980
df 1
df 2 2
87
Sig. ,379
Tes ts the null hy pothes is that t he error v ariance of the dependent v ariable is equal across groups. a. Des ign: Intercept+lev el
Berdasarkan output SPSS pada tabel 4.10, nilai signifikansi adalah 0,379 dan nilai alpha yang digunakan adalah 0,05 sehingga nilai signifikansi lebih besar dari nilai alpha sehingga data homogen. Perhitungan uji homogenitas dengan uji levene yang dilakukan terhadap faktor sudut kappa dapat memberikan gambaran cara melakukan perhitungan pengujian homogenitas. Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap semua faktor dalam eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Rekapitulasi hasil pengujian homogenitas semua faktor No
Pengujian
F hitung
F tabel
Kesimpulan
1.
Faktor sudut kappa
0,98
3,100
Homogen
2.
Faktor sudut gamma
5,39
2,478
Tidak Homogen
3.
Blok diameter material uji
0,49
3,100
Homogen
Berdasarkan tabel 4.11, dapat dilihat bahwa faktor sudut gamma tidak homogen sedangkan faktor sudut kappa dan diameter material uji homogen. Data yang tidak homogen karena pengaruh teknis dalam pengambilan data. Data hasil eksperimen ini tetap layak digunakan untuk analisis variansi (ANOVA) walaupun ada satu faktor yang memiliki data tidak homogen.
commit to user
IV-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Pengujian independensi Pengujian independensi dilakukan dengan uji Durbin-Watson untuk mengetahui pengambilan data hasil eksperimen yang dilakukan bersifat acak atau tidak. Langkah-langkah pengujian Durbin-Watson, sebagai berikut: 1. Menentukan nilai residual (ei) 2. Menentukan tingkat kepercayaan dan hipotesis pengujian Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam pengujian independensi ini adalah a= 0,05. Hipotesis yang diajukan dalam uji independensi pada kenaikan temperatur mata potong, yaitu: H0: Data observasi bersifat acak. H1: Data observasi tidak bersifat acak atau mempunyai pola tertentu. Nilai kritis untuk hipotesis diatas, yaitu: d < dL : menolak H0 d > dU : menerima H0 dL ≤ d ≤ dU : pengujian tidak meyakinkan 3. Hitung nilai Durbin-Watson (d) sebagai berikut: n
d
=
å (e
i
- ei -1 ) 2
i
n
åe
2
i
4282,25 3316,50 = 1,29 =
4. Ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel yang menjelaskan tertentu, dapatkan nilai kritis dL dan dU (lihat tabel statistik d dari Durbin-Watson). Nilai dL dan dU pada tabel statistik d untuk jumlah faktor sama dengan tiga (P3) dan jumlah pengamatan kurang dari seratus, yaitu: dL (0.95) = 1,56 dL (0.95) = 1,72 5. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data bersifat acak atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa nilai d (1,29) < nilai dU (1,720), maka terima H0, dari hasil tersebut menyatakan bahwa bahwa data bersifat acak dan tidak membentuk pola tertentu. commit to user
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengujian independensi eksperimen juga dilakukan dengan membuat plot residual data untuk setiap kondisi berdasarkan urutan pengambilan data pada eksperimen. Nilai residual tersebut merupakan selisih data observasi dengan ratarata tiap kondisi. Data residual tersebut kemudian diplotkan berdasarkan urutan pengambilan data saat eksperimen dan ditunjukkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.2 Grafik uji independensi residual data Berdasarkan gambar 4.2 terlihat bahwa nilai-nilai residual tersebar merata diantara titik nol dengan tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil eksperimen memenuhi syarat independensi. 4.3.3 Pengujian ANOVA Pengujian analisis variansi dilakukan untuk mengetahui apakah faktorfaktor yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel respon tersebut. Setelah itu dilakukan perhitungan persentase kontribusi untuk memastikan apakah semua faktor dan interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil proses. Penjelasan dari tiap-tiap tahap dalam pengujian anova ini diuraikan dalam penjelasan dibawah ini. A. Simbol Matematik dalam Eksperimen Sebelum dilakukan pengujian analisis variansi (anova) perlu untuk mendeklarasikan simbol matematik atau notasi desain eksperimen. Simbol matematik dapat mempermudah dalam pembacaan model eksperimen. Adapun commit to user notasi desain eksperimen, sebagai berikut:
IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Perlakuan pertama sudut kappa dengan 3 level, yaitu: [1] 90° [2] 75° [3] 45° 2. Perlakuan ke dua sudut gamma dengan 5 level, yaitu: [1] 30° [2] 26° [3] 22° [4] 18° [5] 14° 3. Perlakuan ke tiga (blok) diameter material uji dengan 3 level, yaitu: [1] 31,5 mm [2] 29,9 mm [3] 28,3 mm Notasi matematika, Sudut kappa dinotasikan dengan i (perulangan) dan a (jumlah data); maka untuk level dinotasikan, sebagai berikut: [1] 90°
i 1 (perulangan)
a 1 (jumlah data)
[2] 75°
i 2 (perulangan)
a 2 (jumlah data)
[3] 45°
i 3 (perulangan)
a 3 (jumlah data)
Sudut gamma dinotasikan dengan j (perulangan) dan b (jumlah data); maka untuk level dinotasikan, sebagai berikut: [1] 30°
j 1 (perulangan)
b 1 (jumlah data)
[2] 26°
j 2 (perulangan)
b 2 (jumlah data)
[3] 22°
j 1 (perulangan)
b 1 (jumlah data)
[4] 18°
j 2 (perulangan)
b 2 (jumlah data)
[5] 14°
j 1 (perulangan)
b 1 (jumlah data)
Diameter material uji dinotasikan dengan k (perulangan) dan c (jumlah data); maka untuk level dinotasikan, sebagai berikut: [1] 31,5 mm
k 1 (perulangan)
c 1 (jumlah data)
[2] 29,9 mm
k 2 (perulangan)
c 2 (jumlah data)
[3] 28,3 mm
k 3 (perulangan) commit to user
c 3 (jumlah data)
IV-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Notasi faktor dan blok eksperimen 1. Sudut kappa (faktor)
:A
2. Sudut gamma (faktor)
:B
3. Diameter material uji (blok) : C Notasi hipotesa pengujian 1. Faktor pertama adalah sudut kappa : m1 2. Faktor ke dua adalah sudut gamma : m2 3. Blok adalah diameter material uji
: m3
Dari notasi eksperimen tersebut, kemudian dirumuskan model matematik yang akan digunakan untuk pengujian anova dengan dua faktor dan satu blok. Model matematik untuk karakteristik eksperimen ini, yaitu:
Yijkl = m + Ai + B j + C k + ABij + e l (ijk ) Sebelum dilakukan perhitungan uji anova, dibuat perhitungan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk perhitungan anova. Penjumlahan data kenaikan temperatur pahat tiap level dari faktor tunggal dapat dilihat pada tabel 4.12. Berdasarkan tabel dapat diketahui nilai penjumlahan tiap-tiap level dari faktor eksperimen. Hasil dari penjumlahan data tiap level ini digunakan dalam pengujian anova. Selain hasil dari penjumlahan tiap level tersebut, juga harus dicari nilai penjumlahan dari interaksi antar faktor. Hasil dari penjumlahan untuk interaksi antar faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Nilai penjumlahan dari interaksi antar faktor Diameter Material Pengujian (mm) (c) Total Sudut gamma (γo) 31,5 29,9 28,3
Total
376 385 378
30° (b1) 26° (b2) 22° (b3) 18° (b4) 14° (b5)
1139
Sudut Kappa (κr) Total gamma (γo) 90° (a1) 75° (a2) 45° (a3) 71 72 49 192 64 76 62 202 52 88 121 261 35 55 60 150 123 111 100 334 345 402 392 1139
Berdasarkan tabel 4.12, dapat dilihat nilai penjumlahan dari interaksi antar faktor. Setelah semua nilai penjumlahan dari tiap level dari faktor tunggal dan interaksi antarfaktor, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian ANOVA.
commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengujian ANOVA Perhitungan uji anova data hasil eksperimen dilakukan untuk setiap faktor tunggal, dan interaksi antara dua faktor. Namun demikian, faktor sudut kappa dan sudut gamma tidak diinteraksikan dengan faktor diameter material pengujian. Hal ini disebabkan karena faktor diameter material pengujian berfungsi sebagai blok atau pembatas. Langkah perhitungan anova untuk setiap faktor tunggal dan interaksi antar dua faktor diuraikan dalam penjelasan dibawah ini. 1. Faktor A (sudut kappa), a. Menentukan hipotesis pengujian, H0 = m1 =m2=m3
(Faktor sudut kappa A1A2A3 tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur pada mata potong pahat)
H1 =m1¹m2 ¹m3
(Faktor sudut kappa A1A2A3 berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur pada mata potong pahat)
b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level, ·
Jumlah nilai pengamatan level A1, b
c
=å
n
åå Y
j =1
ijklm
k =1 m =1
= 12+11+12+......+17 = 345 · Jumlah nilai pengamatan level A2, b
=å j =1
c
n
åå Y k =1 m=1
ijklm
= 8+12+13+......+20 = 402 · Jumlah nilai pengamatan level A3, b
=å j =1
c
n
åå Y k =1 m=1
ijklm
= 8+9+6+.....+19 = 392 commit to user
IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (A1A2A3), a
b
c
n
i =1
j =1
k =1
m =1
å å å åY
=
ijklmn
= 12+11+12+....+19 = 1139 d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (A1A2A3), a
=å i =1
b
c
n
å å åY j =1
k =1
m =1
2 ijklm
= 122+112+122+...+192 = 16695 e. Faktor koreksi (FK), = JP2 / (abcn) = (1139) 2/(3x5x3x2) = 14414,678 f. Sum of square (SSA), Jumlah kuadrat semua level faktor sudut kappa (A) æ 1 60 2 ö =ç å Ai ÷ø - FK è bcn i =1
= 1/(5x3x2)(3452+ 4022+3922) - 14414,678 = 61,756 g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), MS =
SS A (a - 1)
61,756 2 = 30,878 =
h. Nilai Fhitung, didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (A) dengan MSerror dari eksperimen, Fhitung =
MS A MS E
30,878 7,831 = 3,943 =
commit to user
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung
bersangkutan dan df2 =
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (3,943) > Ftabel (3.122), maka tolaka H0, dari hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor tunggal sudut kappa berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. 2. Faktor B (sudut gamma), a. Menentukan hipotesis pengujian, H0 = m1 =m2
(Faktor bentuk sudut gamma B1B2B3B4B5 tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat)
H1 =m1¹m2
(Faktor
bentuk
sudut
gamma
B1B2B3B4B5
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat) b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level, · Jumlah nilai pengamatan level B1, a
=
c
n
å åå Y i =1
k =1 m =1
ijklm
= 12+11+8+...+9 = 192 · Jumlah nilai pengamatan level B2, a
=
c
d
n
å åå å Y i =1
k =1 l =1
m =1
ijklm
= 12+9+13+...+8 = 202 · Jumlah nilai pengamatan level B3, a
=
c
d
n
å åå å Y i =1
k =1 l =1
m =1
ijklm
= 11+13+12+...+23 = 261
commit to user
IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
· Jumlah nilai pengamatan level B4, a
=
c
d
n
å åå å Y i =1
k =1 l =1
ijklm
m =1
= 4+6+9+...+14 = 150 · Jumlah nilai pengamatan level B5, a
=
c
d
n
å åå å Y i =1
k =1 l =1
ijklm
m =1
= 20+22+18+...+19 = 334 c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (B1B2B3B4B5), =
a
b
c
n
i =1
j =1
k =1
m =1
å å å åY
ijklmn
= 12+11+12+...+19 = 1139 d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (B1B2B3B4B5), a
b
=å
c
n
å å åY
i =1
j =1
2
k =1
2
m =1
2 ijklm
2
= 12 +11 +12 +...+192 = 16695 e. Faktor koreksi (FK), = JP2 / (abcn) = (1139) 2/(3x5x3x2) = 14414,678 f. Sum of square (SSB), atau jumlah kuadrat semua level faktor sudut gamma (B) æ 1 90 2 ö =ç å Bi ÷ø - FK è acn i =1
= 1/3x3x2 (1922+ 2022+...+3342) - 14414,678 = 1132,267 commit to user
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), MS
=
SS B (b - 1)
1132,267 4 = 283,067 =
h. Nilai Fhitung,didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (B) dengan MSerror dari eksperimen, Fhitung =
MS B MS E
283,067 7,831 = 36,146 =
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung
dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (36,146) > Ftabel (2,497), maka tolak H0. Dari hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor tunggal sudut gamma berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. 3. Blok (C) Diameter material pengujian, a. Menentukan hipotesis pengujian, H0 = m1 =m2=m3
(Blok diameter material pengujian C1C2C3 tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat)
H1 =m1¹m2 ¹m3
(Blok
diameter
material
pengujian
C1C2C3
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat) b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam setiap level,
commit to user
IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
· Jumlah nilai pengamatan level C1, a
=
b
n
å åå Y i =1
ijklm
j =1 m =1
= 12+11+12+....+15 = 376 · Jumlah nilai pengamatan level C2, a
=
b
n
å åå Y i =1
ijklm
j =1 m =1
= 14+11+9+.....+15 = 385 · Jumlah nilai pengamatan level C3, a
=
b
n
å åå Y i =1
ijklm
j =1 m =1
= 11+12+11+......+19 = 378 c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), (C1C2C3), =
a
b
c
n
i =1
j =1
k =1
m =1
å å å åY
ijklmn
= 12+11+12+...+19 = 1139 d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), (C1C2C3), a
=å i =1
b
c
n
å å åY j =1
k =1
m =1
2 ijklm
= 122+112+122+...+192 = 16695 e. Faktor koreksi (FK), = JP2 / (abcn) = (12+11+12+...+19) 2/(3x5x3x2) = 14414,678 commit to user
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Sum of square (SSC), atau Jumlah kuadrat semua level blok diameter pengujian (C) æ 1 60 2 ö =ç å Ci ÷ø - FK è abn i =1
= 1/3x5x2(3762+ 3852+3782) - 14414,678 = 1,489 g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), MS
=
SS c (c - 1)
1,489 2 = 0,744 =
h. Nilai Fhitung, di dapat dari pembagian antara MS blok yang ada (C) dengan MSerror dari eksperimen, Fhitung =
MS C MS E
0,744 7,831 = 0,0951 =
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung
dferror. Taraf nyata a = 0.05. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (0,0951) < Ftabel (3.122), maka terima H0. Dari hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa blok diameter material pengujian tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. 4. Interaksi faktor sudut kappa dengan sudut gamma (A*B), a. Menentukan hipotesis pengujian, H0 = m1 =m2 (Interaksi faktor sudut kappa dan sudut gamma tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat) commit to user
IV-25
perpustakaan.uns.ac.id
H1 =m1¹m2
digilib.uns.ac.id
(Interaksi
faktor
sudut
kappa
dan
sudut
gamma
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat) b. Jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam level ke-i dari faktor A dan level ke-j faktor B, · Jumlah nilai pengamatan level A1B1, = 12+11+14+.....+12 = 71 · Jumlah nilai pengamatan level A1B2, = 12+9+11+.....+12 = 64 · Jumlah nilai pengamatan level A1B3, = 11+13+5+.....+7 = 52 · Jumlah nilai pengamatan level A1B4, = 4+6+5+.....+9 = 35 · Jumlah nilai pengamatan level A1B5, = 20+22+22+.....+17 = 123 · Jumlah nilai pengamatan level A2B1, = 8+12+12+.....+17 = 72 · Jumlah nilai pengamatan level A2B2, = 13+16+15+.....+9 = 76 · Jumlah nilai pengamatan level A2B3, = 12+22+12+.....+12 = 88 · Jumlah nilai pengamatan level A2B4, = 9+10+9+.....+7 = 55
commit to user
IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
· Jumlah nilai pengamatan level A2B5, = 18+14+19+.....+20 = 111 · Jumlah nilai pengamatan level A3B1, = 8+9+7+.....+9 = 49 · Jumlah nilai pengamatan level A3B2, = 6+13+14+.....+8 = 62 · Jumlah nilai pengamatan level A3B3, = 15+24+22+.....+23 = 121 · Jumlah nilai pengamatan level A3B4, = 8+12+8+.....+14 = 60 · Jumlah nilai pengamatan level A3B5, = 12+15+17+.....+19 = 100 c. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), =
a
b
c
n
i =1
j =1
k =1
m =1
å å å åY
ijklmn
= 12+11+12+.....+19 = 1139 d. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), a
=å i =1
b
c
n
å å åY j =1
k =1
m =1
2 ijklm
= 122+112+122+...+192 = 16695 e. Faktor koreksi (FK), = JP2 / (abcn) = (12+11+12+.....+19) 2/(3x5x3x2) commit to user = 14414,678
IV-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Jumlah kuadrat interaksi faktor sudut kappa dengan sudut gamma (SSAxB),
æ 1 a = çç å è cn i =1 =
b
å ( AiBj ) j =1
2
ö ÷ - FK ÷ ø
1 (712+642+522+.....+1002) - 14414,678 30
= 513,133 g. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), =
MS
SS AB (a - 1)(b - 1)
513,133 8 = 64,142 =
h. Nilai Fhitung, di dapat dari pembagian antara MS faktor yang ada (A*B) dengan MSerror dari eksperimen, Fhitung =
MS AB MS E
64,142 7,831 = 8,1905 =
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni hipotesis nol (H0) dengan wilayah kritik Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung
bersangkutan dan df2 =
perhitungan diperoleh nilai Fhitung (8,1905) > Ftabel (2,068), maka tolak H0, dari hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa faktor interaksi sudut kappa dan sudut gamma berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. 5. Faktor error a. Jumlah nilai semua pengamatan (JP), =
a
b
c
n
i =1
j =1
k =1
m =1
å å å åY
ijklmn
= 12+11+12+.....+19 = 1139
commit to user
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Jumlah kuadrat semua nilai pengamatan (JK), a
=å i =1
b
c
n
å å åY j =1
k =1
m =1
2 ijklm
= 122+112+122+...+192 = 16695 c. Faktor koreksi (FK), = JP2 / (abcn) = (12+11+12+.....+19) 2/(3x5x3x2) = 14414,678 d. Sum of square total (SStotal), atau Jumlah kuadrat total pengamatan = JK - FK = 16695-14414,678 = 571,678 e. Sum of square error (SSerror), atau Jumlah kuadrat error = SS total - SS A - SS B - SS C - SS AB = 2280,322 - 61,756 - 1132,267 - 1,489 – 513,133 = 571,678 f. Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), MS =
SS Error dfE
571,678 73 = 7,831 =
Hasil perhitungan anova faktor sudut gamma, sudut kappa, dan sebagai blok diameter material pengujian beserta interaksinya baik manual maupun dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.13 dan tabel 4.14. Tabel 4.13 Hasil pengujian anova secara manual Source Ssa (faktor a) SSb (faktor b) SSc (blok c) Ssab (interaksi a dan b) Sse Sstot
df 2 4 2 8 73 89
SS MS 61,756 30,878 1132,267 283,067 1,489 0,744 513,133 64,142 571,678 7,8312024 2280,322 commit to user
IV-29
Fhitung 3,9429 36,1460 0,0951 8,1905
Ftabel 3,122 2,497 3,122 2,068
Keputusan tolak tolak terima tolak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Hasil pengujian anova dengan SPSS Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: temperat ur Source Correc ted Model Intercept a b c a*b Error Tot al Correc ted Tot al
Ty pe III Sum of Squares 1708,644a 14414, 678 61, 756 1132,267 1, 489 513,133 571,678 16695, 000 2280,322
df 16 1 2 4 2 8 73 90 89
Mean Square 106,790 14414, 678 30, 878 283,067 ,744 64, 142 7, 831
F 13, 637 1840,672 3, 943 36, 146 ,095 8, 191
Sig. ,000 ,000 ,024 ,000 ,909 ,000
a. R Squared = ,749 (Adjusted R Squared = ,694)
Berdasarkan tabel 4.13, pertimbangan untuk memutuskan diterima atau ditolaknya H0 adalah dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. H0 ditolak jika Fhitung>Ftabel dan diterima jika Fhitung
0.05. Penggunaan Fhitung dan taraf signifikansi akan memberikan kesimpulan yang sama tentang hasil uji hipotesis anova. Keputusan yang diambil terhadap hasil anova data eksperimen terhadap kelelahan responden, yaitu: 1. Faktor sudut kappa (faktor a) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel, sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa sudut kappa berpengaruh secara signifikan. 2. Faktor sudut gamma (faktor b) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel, sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa sudut gamma berpengaruh secara signifikan. 3. Faktor diameter material pengujian (blok c) tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung < Ftabel, sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa diameter material pengujian tidak berpengaruh secara signifikan. commit to user
IV-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Interaksi antara sudut kappa (faktor a) dan sudut gamma (faktor b) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel, sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa interaksi antara sudut kappa (faktor a) dan sudut gamma (faktor b) berpengaruh secara signifikan. 4.3.4 Pengujian Student-Newman-Keuls (SNK) Pengujian anova hanya memberikan informasi berupa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai variabel respon. Oleh karena itu diperlukan pengujian setelah anova untuk mengetahui level optimal dari tiap faktor eksperimen. Pengujian setelah anova ini dilakukan dengan menggunakan uji Student Newman Keuls (SNK). Uji SNK ini dilakukan terhadap faktor dan interaksi antar faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel respon. Berdasarkan hasil perhitungan anova pada tabel 4.13, pengujian SNK dilakukan terhadap faktor sudut gamma dan interaksi antara faktor sudut kappa dan sudut gamma. Perhitungan uji SNK pada faktor dan interaksi antar faktor yang berpengaruh tersebut diuraikan dalam penjelasan dibawah ini. 1. Pengujian SNK pada faktor sudut Kappa Pengujian SNK pada faktor sudut kappa ini bertujuan untuk mengetahui level dari faktor sudut kappa yang dapat memberikan nilai rata-rata kenaikan temperatur mata potong pahat terkecil. Langkah yang dilakukan dalam uji Student Newman Keuls (SNK) faktor sudut kappa ini, yaitu: a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen. Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai rata-rata tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai rata-rata dari setiap kondisi perlakuan eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15 Urutan nilai rata-rata perlakuan eksperimen faktor a urut sudut kappa
No 1 2 3
a1 a3 a2
commit to user
IV-31
rata -rata 11,5 13,067 13,4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan eksperimen berjumlah 3 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k. b. Perhitungan nilai error standar. Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova. Perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah 7,831 dan nilai dferror adalah 73. Nilai MSerror dan dferror ini kemudian perhitungan error standar, sebagai berikut :
SY × j =
MS error k
SY × j =
7,831 = 1,616 3
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table. Nilai α yang digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari Tabel Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05 dan dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat pada lampiran 2. d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges) Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari significant ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR dapat dilihat pada tabel 4.16 . Tabel 4.16 Nilai least significant ranges faktor a P Range LSR
2 2,822 4,559753711
3 3,3896 5,476486846
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level. Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini membentuk kombinasi dengan jumlah kK2 = k(k-1)/2 = 3 pasang. Perbandingan beda ratarata dilakukan dengan cara membandingkan beda rata-rata terbesar dan ratarata terkecil dengan nilai LSR untuk p = k. Jika nilai selisih > LSR menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan commit to userantara rata-rata interaksi tersebut.
IV-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk p = k-1, begitu seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan. Hasil dari perbandingan selisih rata-rata dengan nilai LSR dapat dilihat di tabel 4.17 Tabel 4.17 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata faktor a NO 1 2 3
Interaksi a2 a2 a3
a1 a3 a1
Selisih Rata-rata 1,9 0,333 1,567
LSR Hasil 5,4765 tidak ada perbedaan signifikan 4,5598 tidak ada perbedaan signifikan 4,5598 tidak ada perbedaan signifikan
Berdasarkan tabel 4.17, diketahui interaksi antar level pada faktor sudut gamma tidak ada perbedaan signifikan satu sama lain. Hanya ada satu kelompok data untuk penentuan level sudut kappa. 2. Pengujian SNK pada faktor sudut gamma Pengujian SNK pada faktor sudut gamma ini bertujuan untuk mengetahui level dari faktor sudut gamma yang dapat memberikan nilai rata-rata kenaikan temperatur mata potong pahat terkecil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji Student Newman Keuls (SNK) faktor sudut gamma ini, yaitu: a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen. Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai rata-rata tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai rata-rata dari setiap kondisi perlakuan eksperimen dilihat pada tabel 4.18. Tabel 4.18 Urutan nilai rata-rata perlakuan eksperimen faktor b No 1 2 3 4 5
sudut gamma b4 b1 b2 b3 b5
urut rata -rata 8,333 10,667 11,222 14,500 18,556
Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan eksperimen berjumlah 5 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k.
commit to user
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Perhitungan nilai error standar Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova. Dari perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah 7,831 dan nilai dferror adalah 73. Dari nilai MSerror dan dferror ini kemudian dilakukan perhitungan error standar, sebagai berikut:
SY × j =
MS error k
SY × j =
7,831 = 1,2514 5
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table. Nilai α yang akan digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari Tabel Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05 dan dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat di lampiran 2. d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges). Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari significant ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR dapat dilihat pada tabel 4.19. Tabel 4.19 Nilai least significant ranges faktor b P Significant Range LSR
2 2,822 4,49855
3 3,3896 5,40297
4 3,727 5,94078
5 3,9644 6,31920
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level. Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini akan membentuk kombinasi dengan jumlah
k
K2 = k(k-1)/2 = 10 pasang.
Perbandingan beda rata-rata dilakukan dengan cara membandingkan beda rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan nilai LSR untuk p = k. Jika nilai selisih > LSR menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan commit LSR untuk p = k-1, begitu seterusnya sampai to user
IV-34
perpustakaan.uns.ac.id
diperoleh
k
digilib.uns.ac.id
K2 perbandingan. Hasil dari perbandingan selisih rata-rata
dengan nilai LSR dapat dilihat pada tabel 4.20. Tabel 4.20 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata faktor b NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Interaksi b5 b5 b5 b5 b3 b3 b3 b2 b2 b1
b4 b1 b2 b3 b4 b1 b2 b4 b1 b4
Selisih Rata-rata 10,2222 7,8889 7,3333 4,0556 6,1667 3,8333 3,2778 2,8889 0,5556 2,3333
LSR 4,9614 4,6643 4,2421 3,5320 4,6643 4,2421 3,5320 4,2421 3,5320 3,5320
Hasil ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan
Berdasarkan tabel 4.20, dapat diketahui interaksi antar level pada faktor sudut gamma terdapat dua kelompok data. 3. Pengujian SNK pada interaksi faktor sudut kappa dan sudut gamma Pengujian SNK pada interaksi antar faktor ini bertujuan untuk mengetahui level antar faktor pada kondisi perlakuan yang dapat memberikan nilai rata-rata variebel respon terkecil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji Student Newman Keuls (SNK) interaksi antar faktor ini, yaitu: a. Pengurutan nilai rata-rata dari tiap kondisi perlakuan eksperimen Setiap kondisi eksperimen dicari nilai rata-ratanya kemudian nilai ratarata tersebut diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Urutan nilai ratarata dari setiap kondisi perlakuan eksperimen tersebut dapat dilihat pada tabel 4.21. Tabel 4.21 Urutan nilai rata-rata kondisi perlakuan eksperimen a*b urut interaksi
rata-rata
a1b4 a3b1 a1b3 a2b4 a3b4 a3b2 a1b2 commit to user a1b1
IV-35
5,833 8,167 8,667 9,167 10,000 10,333 10,667 11,833
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.21 Urutan nilai rata-rata kondisi perlakuan eksperimen a*b (lanjutan) urut interaksi
rata-rata
a2b1 a2b2 a2b3 a3b5 a2b5 a3b3 a1b5
12,000 12,667 14,667 16,667 18,500 20,167 20,500
Berdasarkan tabel 4.21 diatas dapat diketahui bahwa kondisi perlakuan eksperimen berjumlah 15 kondisi. Jumlah kondisi ini merupakan nilai dari k. b. Perhitungan nilai error standar Perhitungan nilai error standar dilakukan berdasarkan data dari nilai MSerror dan dferror yang diperoleh berdasarkan hasil dari perhitungan anova. Dari perhitungan anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai MSerror adalah 7,831 dan nilai dferror adalah 73. Dari nilai MSerror
dan dferror ini kemudian dilakukan
perhitungan error standar, sebagai berikut: MS error k
SY × j =
SY × j =
7,831 = 0,7225 15
c. Penentuan nilai α dan significant ranges dari tabel Studentized Range Table. Nilai α yang akan digunakan dalam uji SNK ini adalah α = 0.05. Dari Tabel Studentized Range Table dapat diketahui bahwa jika nilai α = 0.05 dan dferror = 73 maka nilai significant ranges nya dapat dilihat di lampiran 2. d. Perhitungan nilai LSR (Least Significant Ranges). Perhitungan nilai LSR dilakukan dengan mengalikan nilai dari significant ranges dan nilai dari error standar. Hasil dari perhitungan LSR dapat dilihat pada tabel 4.22. Tabel 4.22 Nilai Least Significant Ranges interaksi a*b P SR LSR
2 3 4 5 6 7 8 9 2,85 3,42 3,73 3,96 4,14 4,29 4,42 4,53 2,62 3,15 3,43 3,65 3,81commit 3,95 to 4,07user4,17
IV-36
10 4,63 4,26
11 4,71 4,33
12 4,78 4,40
13 4,85 4,47
14 4,91 4,52
15 4,97 4,58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Perhitungan beda rata-rata antar dua level. Perhitungan beda rata-rata antar level ini di mulai dari rata-rata terbesar dengan rata-rata terkecil. Perhitungan beda rata-rata antar level ini akan membentuk kombinasi dengan jumlah kK2 = k(k-1)/2 = 15 pasang. Perbandingan beda rata-rata dilakukan dengan cara membandingkan beda rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan nilai LSR untuk p=k. Jika nilai selisih > LSR menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut. Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk p=k-1, begitu seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan. Hasil dari perbandingan antara selisih rata-rata dengan nilai LSR dapat dilihat pada tabel 4.23. Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Interaksi a1b5 a1b4 a1b5 a3b1 a1b5 a1b3 a1b5 a2b4 a1b5 a3b4 a1b5 a3b2 a1b5 a1b2 a1b5 a1b1 a1b5 a2b1 a1b5 a2b2 a1b5 a2b3 a1b5 a3b5 a1b5 a2b5 a1b5 a3b3 a3b3 a1b4 a3b3 a3b1 a3b3 a1b3 a3b3 a2b4 a3b3 a3b4 a3b3 a3b2 a3b3 a1b2 a3b3 a1b1 a3b3 a2b1 a3b3 a2b2 a3b3 a2b3
Selisih Rata-rata 14,667 12,333 11,833 11,333 10,500 10,167 9,833 8,667 8,500 7,833 5,833 3,833 2,000 0,333 14,333 12,000 11,500 11,000 10,167 9,833 9,500 8,333 8,167 7,500 5,500
LSR 3,594 3,551 3,507 3,457 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,551 3,507 3,457 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693
commit to user
IV-37
Hasil ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B (lanjutan) NO 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Interaksi a3b3 a3b5 a3b3 a2b5 a2b5 a1b4 a2b5 a3b1 a2b5 a1b3 a2b5 a2b4 a2b5 a3b4 a2b5 a3b2 a2b5 a1b2 a2b5 a1b1 a2b5 a2b1 a2b5 a2b2 a2b5 a2b3 a2b5 a3b5 a3b5 a1b4 a3b5 a3b1 a3b5 a1b3 a3b5 a2b4 a3b5 a3b4 a3b5 a3b2 a3b5 a1b2 a3b5 a1b1 a3b5 a2b1 a3b5 a2b2 a3b5 a2b3 a2b3 a1b4 a2b3 a3b1 a2b3 a1b3 a2b3 a2b4 a2b3 a3b4 a2b3 a3b2 a2b3 a1b2 a2b3 a1b1 a2b3 a2b1 a2b3 a2b2 a2b2 a1b4 a2b2 a3b1 a2b2 a1b3 a2b2 a2b4 a2b2 a3b4
Selisih Rata-rata 3,500 1,667 12,667 10,333 9,833 9,333 8,500 8,167 7,833 6,667 6,500 5,833 3,833 1,833 10,833 8,500 8,000 7,500 6,667 6,333 6,000 4,833 4,667 4,000 2,000 8,833 6,500 6,000 5,500 4,667 4,333 4,000 2,833 2,667 2,000 6,833 4,500 4,000 3,500 2,667
LSR 2,471 2,056 3,507 3,457 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,457 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995
commit to user
IV-38
Hasil ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.23 Perbandingan antara LSR dengan selisih rata-rata interaksi A*B (lanjutan) NO 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105
Interaksi a2b2 a3b2 a2b2 a1b2 a2b2 a1b1 a2b2 a2b1 a2b1 a1b4 a2b1 a3b1 a2b1 a1b3 a2b1 a2b4 a2b1 a3b4 a2b1 a3b2 a2b1 a1b2 a2b1 a1b1 a1b1 a1b4 a1b1 a3b1 a1b1 a1b3 a1b1 a2b4 a1b1 a3b4 a1b1 a3b2 a1b1 a1b2 a1b2 a1b4 a1b2 a3b1 a1b2 a1b3 a1b2 a2b4 a1b2 a3b4 a1b2 a3b2 a3b2 a1b4 a3b2 a3b1 a3b2 a1b3 a3b2 a2b4 a3b2 a3b4 a3b4 a1b4 a3b4 a3b1 a3b4 a1b3 a3b4 a2b4 a2b4 a1b4 a2b4 a3b1 a2b4 a1b3 a1b3 a1b4 a1b3 a3b1 a3b1 a1b4
Selisih Rata-rata 2,333 2,000 0,833 0,667 6,167 3,833 3,333 2,833 2,000 1,667 1,333 0,167 6,000 3,667 3,167 2,667 1,833 1,500 1,167 4,833 2,500 2,000 1,500 0,667 0,333 4,500 2,167 1,667 1,167 0,333 4,167 1,833 1,333 0,833 3,333 1,000 0,500 2,833 0,500 2,333
LSR 2,864 2,693 2,471 2,056 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 2,995 2,864 2,693 2,471 2,056 2,864 2,693 2,471 2,056 2,693 2,471 2,056 2,471 2,056 2,471
commit to user
IV-39
Hasil tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3 Pemilihan Desain Pahat HSS Berdasarkan Pengaruh Kenaikan Temperatur Mata Potong Pahat Ketika Digunakan. Pemilihan desain pahat HSS dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh kenaikan temperatur mata potong pahat. Hasil pengujian dicari desain kombinasi sudut pahat yang menghasilkan kenaikan temperatur mata potong pahat yang paling kecil. Berdasarkan data hasil pengukuran aktual, diperoleh data kenaikan temperatur mata potong pahat yang paling kecil adalah 4° pada desain kombinasi sudut kappa 90°, sudut gamma 18°, yaitu pada spesimen a1b4c1. 4.4 STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP) Dari hasil penelitian diperoleh geometri sudut yang paling optimum adalah kombinasi sudut kappa 90°, sudut gamma 18°, dan standar sudut yang lain sudut bebas orthogonal (αo) 12°, sudut potong bantu (κ’r) 60°. Berdasarkan data hasil penelitian tersebut maka dibuat standart operating procedure (SOP) pengasahan pahat bubut HSS untuk laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri. SOP disusun seperti ditunjukkan pada tabel 4.24.
commit to user
IV-40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.24 SOP Pengasahan pahat HSS NO
Tahap
Est. Waktu
1.
Alat-alat
00’15’00’’
Penjelasan - Mempersiapkan mesin gerinda, bevel protrektor, dial caliper. - Pastikan mesim gerinda telah terhubung dengan sumber arus listrik. - Nyalakan mesin dengan menekan saklar posisi ON.
Mesin gerinda
- Ratakan
permukaan
batu
gerinda
dengan batu dresser.
Bevel protrektor
Dial caliper 2.
- Asah bagian ujung pahat membentuk
00’15’00’’
sudut αn sesuai dengan gambar. - Gunakan
bevel
protrektor
untuk
mengukur sudut yang terbentuk. Sudut αn 3.
- Asah bagian sisi pahat membentuk
00’15’00’’
sudut αo sesuai dengan gambar. - Gerakkan
tangan
dengan
konstan
membentuk sudut yang diinginkan. - Gunakan
Sudut αo
bevel
protrektor
mengukur sudut yang terbentuk. commit to user
IV-41
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
- Asah bagian sisi atas pahat membentuk
00’20’00’’
sudut γo sesuai dengan gambar. - Gerakkan
tangan
dengan
konstan
membentuk sudut yang diinginkan. - Gunakan
bevel
protrektor
untuk
mengukur sudut yang terbentuk. Sudut γo 5.
- Asah bagian sisi atas pahat membentuk
00’20’00’’
sudut κr’ sesuai dengan gambar. - Gerakkan
tangan
dengan
konstan
membentuk sudut yang diinginkan. - Gunakan Sudut κr’
6
bevel
protrektor
untuk
mengukur sudut yang terbentuk. - Sudut κr terbentuk dengan sendirinya.
00’05’00’’
- Gunakan
bevel
protrektor
mengukur sudut yang terbentuk.
Sudut κr
commit to user
IV-42
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas tentang analisis hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian. Diuraikan analisis pengaruh sudut kappa (κr), sudut gamma (γo), dan interaksi sudut kappa (κr) dan sudut gamma (γo). Diameter material pengujian sebagai blok, tidak dilakukan analisis. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab dibawah ini. 5.1 ANALISIS GEOMETRI SUDUT PAHAT Analisis geometri sudut pahat yang diuraikan mengenai perbandingan treatment teoritis tentang pengaruh pemilihan geometri sudut pahat dengan kondisi aktual dalam penelitian. Dari hasil perbandingan dibuat analisis tentang treatmant yang mempengaruhi kenaikan temperatur bidang aktif pahat. 5.1.1 Analisis Kondisi Hasil Pengasahan Geometri Sudut Pahat HSS Salah satu keunggulan pahat HSS adalah mudah dibentuk dalam pengasahannya. Karakteristik ini memungkinkan pengasahan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan mesin gerinda tanpa menggunakan fixture tambahan untuk mencekam dan membentuk geometri sudut. Pengasahan dilakukan hanya dengan dipegang manual kemudian diasah sesuai profil geometri yang diinginkan sesuai tuntutan dan diukur dengan alat pengukur sudut bevel protrektor. Tingkat akurasi geometri sudut yang terbentuk dari hasil pengasahan secara manual lebih rendah jika dibandingkan dengan pengasahan menggunakan fixture tambahan. Dalam penelitian ini pengasahan pahat dilakukan secara manual oleh peneliti dengan alat ukur bevel protrektor tanpa menggunakan fixture tambahan. Kemungkinan kesalahan geometri sudut yang terbentuk menjadi lebih besar jika dibandingkan menggunakan ficture tambahan. Namun demikian tingkat kesalahan telah diupayakan seminimal mungkin yaitu dengan menjaga kerataan hasil pengasahan dan pengukuran geometri sudut dengan menggunakan bevel protrektor yang memiliki akurasi ukuran 1°. Tingkat kesalahan hasil geometri yang maksimal hanya 1° dikatakan geometri masuk toleransi pengukuran yang commit to user cukup akurat. V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.1.2 Analisis Pengaruh Sudut Kappa (κr) Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, sudut kappa (κr) sebagai faktor A berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Secara teoritis pengaruh tersebut dapat dianalisis, sudut kappa (κr) berpengaruh terhadap tebal geram yang terbentuk dari hasil pemotongan. Semakin kecil geometri sudut kappa (κr) yang dibuat, maka menurunkan tebal geram. Tebal geram yang kecil akan menurunkan temperatur pemotongan pada pahat sehingga temperatur pahat akan relatif rendah (Rochim, 1993). Namun penggunaan sudut kappa (κr) yang kecil akan manaikkan gaya radial pemotongan. Gaya radial yang besar menyebabkan lenturan dan getaran (chatter) yang cukup besar sehingga menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan yang kasar serta gesekan bidang kontak pahat menjadi lebih besar (Rochim, 1993). Akibatnya temperatur bidang pahat pun menjadi lebih besar akibat gesekan bidang pahat dengan matrial benda kerja yang tidak teratur. Berdasarkan hasil penelitian dipilih sudut kappa (κr) yang paling besar yaitu 90°. Sudut kappa (κr) yang besar maka tebal geram yang dihasilkan naik dan lebar geram turun. Kondisi ini jika dilihat secara teoritis akan menghasilkan temperatur pemotongan yang relatif tinggi karena dengan tebal geram yang tinggi akan menyebabkan kenaikan temperatur akibat beban pemotongan yang besar. Pemilihan sudut kappa (κr) 90° bertolak belakang dengan teoritis optimum tebal geram yang dihasilkan. Pemilihan sudut kappa (κr) yang kecil tidak selalu menguntungkan karena menaikkan gaya radial pemotongan. Gaya radial yang terlalu besar menyebabkan lenturan yang terlau besar ataupun getaran sehingga gesekan bidang kontak pahat menjadi lebih besar dan hasil pemotongan yang kasar. Akibatnya temperatur bidang pahat pun menjadi lebih besar akibat gesekan bidang pahat dengan matrial benda kerja yang tidak teratur. Selain itu sudut kappa (κr) yang diperkecil akan memperbesar panjang mata potong aktif yaitu panjang geram dengan bidang pahat sehingga temperatur akibat gesekan menjadi lebih besar. Oleh karena itu pemilihan sudut kappa (κr) 90° berdasarkan hasil penelitian dapat mengatasi permasalahan yang timbul akibat pemilihan sudut kappa (κr) yang terlalu kecil pada pengerjaan material aluminium paduan rendah. Pengaruh gaya radial terhadap kenaikan temperatur lebih dominan dibandingkan dengan commit to user
V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tebal geram yang dihasilkan pada pengerjaan material aluminium paduan rendah dengan menggunakan pahat HSS. Berdasarkan uji Student Newman-Keuls (SNK) interaksi tiap level untuk sudut kappa (κr) tidak ada perbedaan signifikan. Itu artinya penentuan level yang dipilih tidak ada perbedaan dalam mempengaruhi kenaikan temperatur pemotongan. Hal ini dimungkinkan karena jarak pemilihan level yang terlalu jauh atau jumlahnya level terlalu sedikit. Sudut kappa (κr) memberikan pangaruh setelah dikombinasikan dengan faktor yang lain seperti sudut gamma (γo). 5.1.3 Analisis Pengaruh Sudut Gamma (γ0) Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, sudut gamma (γo) sebagai faktor B berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Secara teoritis pengaruh tersebut dapat dianalisis, sudut gamma (γo) berpengaruh terhadap proses pembentukan geram dari hasil pemotongan. Sudut gamma (γo) yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal
geram sehingga
memperkecil gaya potong. Gaya potong yang relatif kecil maka temperatur pemotongan menjadi lebih kecil karena rasio pemampatan geram juga menjadi lebih kecil (Rochim,1993). Akan tetapi pemilihan sudut gamma (γo) tidak boleh terlalu besar untuk menjaga kekuatan atau ketegaran pahat serta memperlancar proses perambatan panas. Perambatan panas yang terhambat akan menaikkan temperatur pahat sehingga umur pahat akan turun (Rochim,1993). Pemilihan sudut kappa (κr) yang tidak terlalu besar akan menyisakan bidang pahat yang lebih besar sehingga ketegaran dan perambatan panas yang tidak terhambat dapat dimaksimalkan. Berdasarkan penelitian dipilih sudut gamma (γo) 18° yang merupakan urutan pemilahan sudut ke-dua jika diurutkan dari pemilihan terkecil. Pemilihan sudut gamma (γo) yang kecil ini akan menaikkan rasio pemampatan tebal geram sehingga menaikkan gaya potong dan secara otomatis menaikkan temperatur pemotongan. Kondisi hasil penelitian bertolak belakang dengan hasil teoritis yang ada yaitu dengan pemilihan sudut gamma (γo) yang kecil justru dihasilkan tempertur potong yang kecil. Hal ini kemungkinan dipengaruhi karena material yang dikerjakan adalah aluminium yang memang memiliki kekerasan yang relatif commit to user kecil sehingga gaya potong yang dibebenkan tidak terlalu besar. Pengaruh lain V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan sudut tersebut cukup memenuhi krietria sudut gamma (γo) yang tidak terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat serta memperlancar proses perambatan panas. Bidang pahat yang tersisa cukup besar sehingga pahat menjadi lebih kuat dan tegar serta bidang perambatan panas yang cukup besar akan memperlancar perambatan panas. Lancarnya proses perambatan panas maka temperatur pemotongan juga menjadi rendah sehingga umur pahat menjadi lebih optimum. Pangaruh kekuatan dan luasan bidang perambatan panas terhadap kenaikan temperatur pemotongan lebih dominan dibandingkan dengan rasio pemampatan geram dan gaya potong yang dihasilkan pada pengerjaan aluminium paduan rendah dengan menggunakan pahat HSS. 5.1.4 Analisis Interaksi antara Sudut kappa (κr) dengan Sudut Gamma (γ0) Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, interaksi antara faktor sudut kappa (κr) dan faktor sudut gamma (γo) berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Kombinasi anatara kedua sudut tersebut memberikan pengaruh terhadap temperatur pemotongan sehingga dapat dikatakan mempengaruhi umur pahat. Hasil pengumpulan data penelitian diperoleh kombinasi sudut yang paling optimum yaitu, sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 18°. Pemilihan kombinasi sudut tersebut didasarkan pada hasil pengambilan data kenaikan temperatur mata potong pahat yang paling kecil yaitu 4°C. Kombinasi sudut yang menghasilkan kenaikan temperatur yang tidak terlalu jauh berbeda antara lain, sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 22°, sudut kappa (κr) 45° dan gamma (γo) 18°, kedua kombinasi sudut tersebut menghasilkan kenaikan temperatur 5°C. Hasil terburuk yang manghasilkan kenaikan temperatur tertinggi adalah kombinasi sudut kappa (κr) 45° dan sudut gamma (γo) 22° yaitu menghasilkan kenaikan temperatur 23°C. Berdasarkan uji SNK, kombinasi sudut terbaik sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 18° (a1b4) jika dibandingkan dengan sebagian besar kombinasi sudut yang lain ada perbedaan yang signifikan. Namun ada satu kombinasi sudut yang tidak berbeda signifikan dengan kombiasi sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 18°, yaitu kombinasi sudut kappa (κr) 45° dan sudut gamma (γo) 30° (a3b1). Uji pembanding khusus untuk pilihan sudut kappa (κr) 90° dan sudut commit to user gamma (γo) 18° dengan sudut lain dapat dilihat dari tabel 5.1. V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1 Pengujian SNK Interaksi a1b5 a1b4 a3b3 a1b4 a2b5 a1b4 a3b5 a1b4 a2b3 a1b4 a2b2 a1b4 a2b1 a1b4 a1b1 a1b4 a1b2 a1b4 a3b2 a1b4 a3b4 a1b4 a2b4 a1b4 a1b3 a1b4 a3b1 a1b4
Selisih Rata-rata 14,667 14,333 12,667 10,833 8,833 6,833 6,167 6,000 4,833 4,500 4,167 3,333 2,833 2,333
LSR 3,594 3,551 3,507 3,457 3,401 3,343 3,273 3,193 3,101 2,995 2,864 2,693 2,471 2,471
Hasil ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan ada perbedaan signifikan tidak ada perbedaan signifikan
Berdasarkan tabel 5.1, kombinasi sudut kappa (κr) kecil dan sudut gamma (γo) yang besar tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pemilihan kombinasi sudut terbaik dimana dipilih kombinasi sudut kappa (κr) besar dan sudut gamma (γo) yang kecil. Terdapat dua kombinasi sudut yang berbeda tetepi memberikan pengaruh positif yang sama terhadap kenaikan temperatur bidang aktif pahat. Hal ini karena pengaruh positif setiap pemilihan geometri sudut dapat diterapkan pada pengerjaan aluminium paduan rendah. Ketika dipilih sudut kappa (κr) kecil maka dipilih sudut gamma (γo) besar. Pemilihan sudut kappa (κr) kecil menurunkan tebal geram sebelum terpotong sehingga menurunkan temperatur pemotongan. Pemilihan sudut gamma (γo) besar yang mengakibatkan turunnya rasio pemampatan tebal geram dan menurunkan gaya potong sehingga kenaikan temperatur lebih rendah. Ketika dipilih sudut kappa (κr) besar maka dipilih sudut gamma (γo) kecil. Pemilihan sudut kappa (κr) besar maka gaya radial yang dihasilkan pada proses pemotongan menjadi lebih kecil dan akibatnya beban pemotongan dan gesekan menjadi lebih kecil. Pemilihan sudut gamma (γo) kecil untuk menjaga kekuatan pahat serta memperlancar proses perambatan panas. Pengaruh positif dari masing-masing pemilihan geometri memberikan peran ketika sudah dikombinasikan antar sudut. Kombinasi sudut terbaik yaitu sudut kappa (κr) 90° dan sudut gamma (γo) 18° telah memenuhi kriteria geometri Sudut pahat HSS dari segi kekuatan dan commit to user ketegaran pahat serta dari getaran untuk pengerjaan material benda kerja V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Aluminium paduan rendah. Kombinasi geometri tersebut merupakan kombinasi yang paling baik dibandingkan dengan kombinasi-kombinasi geometri sudut yang lain dalam penelitian ini. 5.2 INTERPRETASI HASIL Hasil pengambilan data merupakan hasil pengukuran kenaikan temperatur mata potong aktif pahat ketika digunakan untuk pemotongan material uji aluminium paduan rendah. Kenaikan temperatur tersebut berbanding lurus dengan dimensi keausan mata potong aktif pahat HSS. Kombinasi geometri sudut pahat yang menghasilkan kenaikan temperatur paling rendah memberikan dimensi keausan mata potong aktif pahat yang rendah pula. Dimensi keausan mata potong aktif pahat yang rendah akan memberikan umur pakai pahat yang tinggi. Hasil pengolahan data penelitian memberikan hasil bahwa faktor sudut kappa (κr), faktor sudut gamma (γo), dan interksi antar kedua faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap kenaikan temperatur mata potong pahat. Sudut kappa (κr) yang terpilih adalah level sudut yang paling besar yaitu 90°, dimana secara teori dapat dijelaskan pemilihan sudut kappa (κr) yang besar untuk memperkecil gaya radial pemotongan dan memperkecil panjang mata potong aktif pahat. Gesekan bidang kontak pahat dengan material benda kerja dapat diperkecil sehingga kenaikan temperatur potong dapat direduksi. Sudut gamma (γo) yang terpilih dalah level faktor sudut gamma (γo) 18°, secara teknis cukup memenuhi krietria sudut gamma (γo) yang tidak terlalu besar untuk menjaga kekuatan pahat serta memperlancar proses perambatan panas. Lancarnya proses perambatan panas maka temperatur pemotongan juga menjadi rendah sehingga umur pahat menjadi lebih optimum. Selain faktor sudut kappa (κr) dan faktor sudut gamma (γo), masih ada diameter material pengujian yang digunakan sebagai blok. Secara teknis diameter pengujian berpengaruh terhadap kecepatan potong sehingga kemungkinan meberikan pengaruh terhadap umur pakai pahat. Namun dalam penelitian ini peneliti tidak menganalisis pengaruh diameter material pengujian meskipun kemungkinan juga memberikan pengaruh. Penggunaan diameter material pengujian sebagai blok hanya bertujuan agar data yang diambil menjadi lebih commit to user banyak sehingga diharapkan data yang diperoleh menjadi lebih akurat. V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran mengenai hasil eksperimen untuk memperoleh geometri sudut pahat HSS yang paling optimum.
6.1 KESIMPULAN Dengan mengacu pada tujuan penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1. Geometri sudut pahat yang berpengaruh terhadap umur pakai pahat adalah sudut kappa (κr) dan sudut gamma (γo). 2. Hasil geometri sudut kappa terbaik, terpilih sudut kappa besar. Sudut Kappa besar mengakibatkan naiknya tebal geram dan turunnya gaya radial yang mengurangi gesekan. Sehingga pengaruh gaya radial terhadap kenaikan temperatur pemotongan lebih besar dibandingkan tebal geram yang dihasilkan. 3. Hasil geometri sudut gamma terbaik, terpilih sudut gamma kecil. Sudut gamma kecil mengakibatkan naiknya rasio pemampatan geram sehingga gaya potong naik dan luasan bidang perambatan panas menjadi besar yang berakibat turunnya temperatur pemotongan. Sehingga pengaruh proses perambatan panas lebih besar dibanding pemampatan geram. 4. Ada dua kombinasi geometri sudut pahat berbeda yang memberikan hasil terbaik berdasakan hasil pengambilan data yaitu sudut kappa 90° dengan sudut gamma 18° dan sudut kappa 45° dengan sudut gamma 30°. karena pengaruh positif dari masing-masing pemilihan geometri memberikan perannya ketika sudah dikombinasikan antar sudut. 6.2 SARAN Saran untuk pengembangan penelitian, sebagai berikut: 1. Dilakukan pengembangan penelitian lebih lanjut tentang desain fixture untuk pengasahan pahat sehingga mempermudah proses pengasahan. 2. Perancangan desain fixture mengacu pada geometri sudut pahat terbaik yang commit to user ditemukan pada penelitian ini.
VI-1