LAPORAN STUDI
HIMPUNAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN INDONESIA/ACEH DAN INISIATIF-INISIATIF DONOR BAGI CSF-CALGAP
Disusun oleh : Ferry Yuniver –Yappika
Email:
[email protected] Phone: 085693340126
Banda Aceh, Agustus 2008
DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. COMMUNITY SUPPORT FACILITY (CSF-CALGAP) 2.1 Lingkup Kerja 2.2 Proses Pelaksanaan 2.3 Ringkasan Capaian 3. PROGRAM DAN REGULASI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 3.1 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri 3.2 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Aceh 3.3 Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) di aceh 3.4 BRA (Badan Reintegrasi Damai Aceh) 3.5 Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Provinsi Aceh 4. PERENCANAAN PEMBANGUNAN ACEH 4.1 Kebijakan Anggaran Otsus dan Migas di Aceh 4.2 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Aceh 4.3 Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Banda Aceh (P3K) 4.4 Rencana Anggaran Dana Gampung Tahun 2009 5. LOGICA-AIPRD : SALAH SATU INISIATIF PROGRAM 6. RINGKASAN TEMUAN 6.1 Partisipasi Warga Dalam Mendorong Program 6.2 Keunikan CSF dan Rekomendasi Kedepan 6.3 Komparasi model yang dikembangkan CSF-CALGAP dengan model lain 7. CATATAN KRITIS
1. LATAR BELAKANG
The
Canada/Aceh Local Government Assistance Program (CALGAP) adalah sebuah inisiatif dari the Federation of Canadian Municipalities (FCM) yang didukung oleh the Canadian International Development Agency (CIDA). Program ini berjalan sampai dengan 31 Maret 2009. CALGAP memiliki tujuan untuk mendukung pemerintah nasional dalam mendorong proses-proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, paska musibah Tsunami. Selain itu, CALGAP juga bertujuan mendorong peningkatan kapasiatas pemerintah dalam menciptakan situasi yang aman, mempromosikan agar relasi-relasi antar instansi pemerintah semakin lebih baik.
T
ujuan jangka menengah CALGAP yaitu: mendukung terciptanya tata pemerintahan lokal yang lebih baik. Upaya-upaya yang dilakukan mencakup pengelolaan dalam pelaksanaan, pemberian layanan serta penguatan mekanisme partisipasi) di 3 daerah, yaitu kota Banda Aceh, Pidie dan Aceh Jaya melalui pemberian asistensi teknis. Aktivitas-aktivitas CALGAP di kabupaten/kota juga termasuk mengimplementasikan sebuah fasilitas dukungan bagi komunitas (Community Support Facility/CSF) dan Local Government Procurement Facility (LGPF).
Saat ini CALGAP sudah mendukung program di 2 kabupaten (Pidie dan Aceh jaya) serta satu kota (Banda Aceh), sebagai pilot. Selain itu juga dilakukan peogram dalam bentuk small grant, dimana kemudian disebut CSF. Gambaran kunci model ini adalah : - Untuk pemerintah kabupaten/kota, pengelolaan bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil dan dengan cara menawarkan model alternative pemberian layanan secara transparan. - Fokusnya menyediakan/memberikan dana kepada kelompok-kelompok komunitas yang relative baik atau struktur pemerintahan komunitas (desa) guna mendukung infrastruktur kecil atau livelihood - Mendorong pemerintah melakukan kolaborasi dengan komunitas-komunitasnya guna mengapresiasi kebutuhan komunitas dengan lebih baik. - Program ini juga mengupayaka sumber daya komunitas agar berkontribusi signifikan dalam memaksimalkan investasi-investasi public dalam skala kecil. - Dengan infrastrukur skala kecil dan livelihood sebagai target kuncinya, program ini menawarkan sesuatu yang berdaya guna untuk penguatan ekonomi komunitas, sehingga menciptakan lapangan kerja serta meningkatan pendapatan yang lebih baik bagi komunitas marginal. - CSF merupakan upaya peningkatan kesadaran baru diantara pihak-pihak yang memiliki otoritas politik, bahwa tata kelola pemerintahan yang baik adalah mendorong secara politik untuk memaksimalkan hal-hal tertentu memiliki hasil lebih baik bagi masyarakat.
CALGAP termasuk asistensi keuangan melalui CSF direncanakan berakhir pada Maret 2009. Kedepan, masing-masing mitra di kabupaten/kota diharapkan dapat memikirkan kembali, bagaimana model ini dapat tetap berjalan dan berkelanjutan.
Pemimpin kunci dalam program ini perlu mengekpose model, hasil-hasil yang dicapai serta bagaimana hasil yang diperoleh dengan model ini dapat dimanfaatkan; apa saja sumber daya yang dapat digunakan; bagaimana hal yang telah diperoleh menjadi brand, bagaimana agar aktivitas dan program yang dikembangkan dalam model ini masuk dalam prioritas aktivitas pemerintah serta bagaimana membatasi besaran sumber daya yang dapat dikelola dll. Jika mereka yakin atas model tersebut, mereka dapat menerapkannya untuk kemudian dapat mendorong usulan yang lebih luas sebagai upaya tinndak lanjutnya. Bagi anggota DPR, hal ini juga perlu dipahami, mengingat akan menjadi penting mendukung penyediaan dana investasi bagi pemerintah lokal, termasuk mengalokasikan dana untuk mendukung pelaksanaan program itu sendiri.
P
ada satu sisi, kabupaten/kota juga tetap butuh dialok dengan pemerintah provinsi, jika mungkin terdapat sumber-sumber daya yang bisa mendukungnya. Salah satu contoh yaitu anggaran otonomi khusus. Anggaran ini dapat mendorong upaya pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan kab/kota jika dapat bekerjasama secara baik dengan pemerintah provinsi dalam pemanfaatana alokasi dana khusus tersebut, dapat mendorong pengembangan infrastruktur komunitas, pengembangan pertanian, livelihoods serta program-program kreatif lain yang dibuat masyarakat.
2. COMMUNITY SUPPORT FACILITY (CSF) 2.1 Lingkup Kerja
Tugas menghimpun informasi ini akan membantu CALGAP menyediakan informasi kritis yang tersedia bagi pemerintah local seperti yang mereka harapkan juga bagaimana untuk melaksanakan serta mengimplementasikan model CSF. Assessment ini bukanlah sebuah assessment yang penuh. Setidak-tidaknya, assessment ini dapat memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dalam menyelenggarakan kembali program kedepan serta membantu dalam pengambilan keputusan dalam menerapkan strategi pelaksanaan CSF sesuai dengan kondisi local
Kegiatan ini akan mengumpulkan informasi-informasi penting: -
-
Ciri/kareteristik utama CSF sebagasi sebuah model bagi pemerintah/kolaborasi komunitas dan sinergisasi pembangunan dengan pengembangan ekonomi berbasis komunitas Meringkas manfaat yang diberikan oleh CSF sejauh ini
-
-
Menjelaskan kekuatan dan potensi kelemahan serta resiko dari penerapan selama ini (panitia pelaksana, dukungan bagi kelompok komunitas, penyediaan dana, monitoring dll) Mendorong terciptanya iklim bagi ketersedian pengaturan/kebijakan guna mendukung program CSF kedepan Bagaimana CSF dibandingkan dengan model program lain yang telah dicobakan khusunya menyangkut small grant untuk komunitas. Misalnya PPK Bagaimana CSF ini mengikuti atau berintegrasi terhadap kebijakan atau hukum dari level provinsi, nasional, frame work, program-programnya, aturan-aturan penguatan komunitas khususnya dari perspektif pengembangan ekonomi khusunya kelompok masyarakat
2.2 Proses Pelaksanaan
Dalam menjalankan kerja-kerjanya alir proses yang dilalui adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Establish CSF Committe e
Program Launch
Project Ideas Submitte d
“Project Idea” Vetting & Develop ment of
Full Project Proposal Submissi on
Proposal Evaluatio n& Project Selection
Contracti ng & Procurem ent
- Submission of project idea Expression of Interest (EOI) to CSF Committee by local groups - Evaluation of EOI
Deliver training for semi -final proponents on: - preparation of full proposal, business plans, project management - municipal priorities (gender, environment, etc.) - funding criteria - monitoring & reporting
- Develop /confirm Committee’s mandate - Agree on committee membership with partner’s & community representation - Determine roles & responsibilities - define selection criteria - Setup
- Make formal announceme nt and public meeting - Publicize call for Expression of Interest (EOI) and applications in local media
- Full project proposals prepared & submitted for CSF committee for review and approval.
- Committee evaluates submissions based on stated funding principles - Notification of funding decisions to both
- Negotiation of funding agreement between project proponent and LISF, including project milestones -Procurement
8. Project Impleme ntation & - Payment schedule linked to progress review - Monitoring by LISF Committee - Evaluation (at end of funding cycle)
Feedback on unsuccessful project submission can be used to refine and re-
2.3 Ringkasan Capaian
Hingga akhir Agustus 2008, CSF telah melalui seluruh fase sebagaimana digambarkan dalam
alur proses tersebut diatas. Banyak temuan dan keberhasilan yang diperoleh sepanjang kerja-kerja yang dilalui salah satu temuan dan pencapaian (diperoleh melalui wawancara tim monitoring Impact1) adalah: model CSF berkontribusi dalam mendorong elemen komite bekerja secara sukarela 1
Wawancara dengan Tim Monitoring Impact (Ramadhana Lubis), tanggal 29 Agustus 2008.
mendukung dari set up kerja program, seleksi calon komunitas yang didukung, mengikuti proses diskusi pembelajara, mengikuti proses lokakarya pembelajaran dengan komunitas serta melakukan proses monitoring kerja-kerja komunitas. Hal-hal lain yang juga dipandang sebagai keberhasilan dari program CSF yang sudah berjalan diantaranya: Seluruh mitra CSF-Calgap terpilih juga paham dalam membangun usulan yang logis, sesuai dengan kebutuhan serta memahami implentasi lapangan dengan baik . Beberapa capaian sebagaimana diperoleh dari temuan monitoring tersebut diantaranya: - Komite CSF berkontribusi dalam melakukan promosi mitra melalui channeling dengan pihak/donor lain yang memiliki kesamaan visi dan interest atas kerja-kerja mitra . - Mitra CSF-Calgap telah mengembangkan mekanisme internal saving dan penggalangan dana guna mendorong proses kemandirian dan keberlanjutan usaha dan kelompoknya. Beberapa strategy dikembangkan diantaranya dengan melakukan saving atas keuntungan produksi kelompok, mengelola iuran anggota serta mengajukan usulan ke organisasi/donor lain - Adanya komitmen dari komite yang berasal dari pemerintah kabupaten Pidie untuk menganggarkan dalam APBK tahun 2009 sebesar 20 miliar yang akan mendukung model CSF. Peruntukan dana tersebut akan disebar dalam 4 sektor, yaitu: pertanian, perkebuna, perikanan dan kerajianan. - Relasi antara masyarakat (dalam hal ini kelompok organisisi masyarakat sipil) telah terbangun hubungan yang lebih ‘dekat’. Beberapa pertemuan yang melibatkan pihak pemerintah dengan kelompok tersebut sangan mendorong upaya kohesivitas relasi itu sendiri.
3. PROGRAM DAN REGULASI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Untuk memperkaya informasi atas program-program pemerintah dan inisiatif donor, berikut disajikan beberapa informasi yang disarikan dari wawancara dan study dokumen : 3.1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Program
ini dibuat oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Nama program ini kemudian dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Program terlahir dengan ditandai Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Proses pembangunan dibangun secara partisipatif, mendrong kesadaran kritis dan mengupayakan kemandirian masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Digharapkan dengan program ini dapat ditumbuh kembangkan dimana pada akhirnya masyarakat bukan sebagai obyek melainkan subyek dan tentunya kemiskinan yang terjadi dapat ditanggulangi .
Pelaksanaan PNPM Mandiri sesungguhnya telah dimulai tahun 2007, dimana salah satu bagian dari program tersebut adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program ini merupakan upaya meletakan dasar-dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan. Selain itu, terdapat salah satu bagian program khusus untuk penanggulangan masyarakat miskin di perkotaan, program ini kemudian dikenal dengan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Seperti
halnya program PPK, program ini juga mendorong dasar-dasar bagi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat rentan di wilayah perkotaan. Menyangkut upaya pengembangan dan mempercepat proses pembangunan di wilayah yang tertinggal, maka elemen program yang dikembangkan PNPM dikenal dengan nama Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Program ini bukan saja mencakup bagi wilayah-wilayah tertinggal, namun juga ditujukan bagi daerah-daerah yang terkena bencana serta konflik. Dan mulai tahun 2008 PNPM Mandiri kemudian diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Program ini bertujuan untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya.
PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008, diprioritaskan pada desa-desa tertinggal. Diharapkan dengan program ini juga akan terjadi pengintegrasian dari berbagai program pemberdayaan masyarakat. Cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu cukup panjang 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
Sumber dana pelaksanaan PNPM Mandiri berasal dari: a. Aggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik yang bersumber dari Rupiah Murni maupun dari pinjaman/hibah; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, terutama untuk mendukung penyediaan dana pendamping bagi kabupaten dengan kapasitas fiscal rendah; c. APBD Kabupaten/Kota sebagai dana pendamping, dengan ketentuan minimal 20 (dua puluh) persen bagi kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal rendah dan minimal 50 (lima puluh) persen bagi kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal menengah ke atas dari total BLM di kabupaten/kota; d. Kontribusi swasta sebagai perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility); e. Swadaya masyarakat (asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan individu/kelompok peduli lainnya).
Dana yang bersumber dari APBD, kontribusi swasta, dan swadaya masyarakat tersebut merupakan kontribusi yang harus bersinergi dengan dana dari APBN. Dana yang berasal dari pendanaan luar negeri, baik hibah maupun pinjaman, selain mengikuti ketentuan yang berlaku juga bersifat cofinancing, sehingga memungkinkan pemanfaatan berbagai sumber pendanaan secara optimal.
P
emanfaatan dana tersebut kemudian dikoordinasikan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Sumber-sumber dana bagi pelaksanaan PNPM Mandiri tersebut di atas digunakan untuk keperluan komponen-komponen program diantaranya a) Pengembangan Masyarakat; b) Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); c) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal; dan d) Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program.
3.2 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Aceh
Program PPK sesungguhny sudah mulai bergulir di Aceh sejak 1998 dan tetap aktif walau terjadi pertikaian sipil di provinsi tersebut. Sebelum tsunami akhir 2004, PPK aktif di 2.923 desa atau 50 persen dari total desa di Aceh. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/351/SJ tanggal, 14 februari 2005, ditetapkan bahwa cakupan lokasi PPK di NAD diperluas hingga ke seluruh kecamatan. Hal itu sesuai Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia (MDF) pada 6 Januari 2005. Dengan demikian, jumlah lokasi PPK di NAD pada 2005 menjadi 221 kecamatan yang mencakup 5.716 desa.
Sebagian
besar dana PPK dipakai untuk mendukung prasarana desa skala kecil seperti jalan, jembatan, sarana air bersih, saluran irigasi dan kanal. PPK juga mendanai sejumlah kegiatan ekonomi, berupa pinjaman bergulir bagi kegiatan ekonomi mikro dan perempuan. Di bidang pendidikan, PPK membangun sekolah, menyediakan peralatan belajar mengajar dan memberikan beasiswa kepada pelajar kurang mampu
U
ntuk membantu upaya pemulihan dan pembangunan kembali wilayah paska bencana, pelaksanaan PPK di lokasi-lokasi paska bencana dilakukan dengan pola khusus. Sementara lokasi-lokasi yang tidak terkena bencana tetap menggunakan pola reguler. Beberapa kekhususan tersebut diantaranya: (a) penambahan alokasi dana BLM (bantuan langsung masyarakat) berlipat; (b) penyediaan alokasi khusus dana sosial untuk desa-desa yang terkena bencana sebesar 25 persen dari alokasi BLM di kecamatan; dan (c) dana BLM memungkinkan untuk membiayai berbagai kegiatan.
S
etelah melewati masa-masa tanggap darurat, pelaksanaan PPK di lokasi-lokasi bencana selanjutnya ditujukan untuk rehabilitasi. Dana PPK digunakan untuk mengorganisir kembali masyarakat dan memulihkan sarana/ prasarana yang rusak, serta membangun yang baru bila dianggap perlu. Dalam pelaksanaannya, PPK menggunakan tenaga local, yang kemudian disebut dengan Fasilitator desa. Selain itu juga terdapat tenaga-tenaga konsultan untuk memastikan substansi program sesuai dengan yang diharapkan serta Fasilitator Informasi untuk mendukung aliran informasi.
Seiring bertambahnya lokasi PPK di Aceh,
maka jumlah konsultan dan Fasilitator Desa juga bertambah. Berdasarkan data laporan PPK, paling tidak pada akhir 2005 sudah tercatat sebanyak 514 konsultan yang ditempatkan di seluruh lokasi PPK di NAD, jumlah tersebut belum termasuk FD (fasilitator desa) dan Fasilitator Informasi yang berjumlah sebanyak 27 orang
Dalam menyikapi besarnya dampak gempa dan gelombang tsunami terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, PPK mengalokasikan 25 persen dari sisa dana BLM (bantuan langsung masyarakat) sebagai dana sosial. Desa-desa yang baru bergabung dengan PPK untuk pertama kalinya, juga dapat mengalokasikan 25 persen dari BLM untuk kepentingan sosial, sepanjang lokasi tersebut merupakan lokasi bencana. Khusus untuk lokasi-lokasi bencana, dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan sosial apapun yang mendesak atau untuk memenuhi kebutuhan pokok. Keluarga yang paling menderita akibat bencana mendapat prioritas sebagai penerima bantuan. Semua keputusan memilih tersebut disesuaikan dengan kesepakatan warga dalam dalam forum-forum pertemuan yang dibentuk.
Masyarakat dapat menerima bantuan tersebut dalam bentuk barang atau dana secara langsung, sesuai dengan kesepakatan dalam forum. Dari proses pengambilan keputusan warga tersebut, paling tidak laporan PPK menyebutkan bahwa selama tahun 2005 saja telah tersalur sebanyak 24.125 paket sosial yang bernilai mencapai 1,6 miliar rupiah. Barang yang disalurkan ke masyarakat diantaranya berupa bahan makanan, selimut, terpal, penampung air, peralatan makan (seperti piring, gelas dan sendok), peralatan masak (seperti kompor, panci, kuali, dll) dan barang-barang kebutuhan rumahtangga lainnya. Dukungan dari beberapa donor yang tergabung dalam Multidonor Trust Fund for Aceh and North Sumatera (MDTFans) tanggal 27 Juni 2005menyetujui pemberian hibah sebesar 67,4 juta dolar AS untuk mendukung perluasan lokasi PPK di seluruh NAD. Alokasi penggunaan dana tersebut disajikan dalam Tabel berikut: Komponen Block grant untuk kecamatan yang terkena tsunami Dana Operasional Kegiatan (DOK) Fasilitator sosial dan teknis Peningkatan kapasitas di tingkat desa dan kecamatan Monitoring dan evaluasi Total
Alokasi (Juta dolar AS) 49,9 2,1 8,5 3,4 0,8 67,4
Persentase (%) 79 3 13 4 1 100
Alokasi
dana BLM untuk Provinsi NAD semakin besar dengan adanya tambahan hibah dari Australia, Kanada dan Inggris sebesar 13,5 juta dolar AS. Dana tersebut kemudian dimasukan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2005. Setiap lokasi PPK di lokasi bencana mendapatkan alokasi dana lebih besar, yakni antara Rp 2 miliar sampai Rp 4 miliar.
Dalam
rangka mempercepat proses pembangunan kembali wilayah paska bencana, PPK juga mendapat dukungan pendanaan dan teknis dari sejumlah lembaga donor dan NGO, baik skala nasional maupun internasional (iNGO). PPK juga menerima tawaran kerjasama dari beberapa lembaga donor dan NGO yang bekerja di NAD. PPK dinilai sebagai program pemberdayaan yang sudah memasyarakat hingga ke perdesaan, yang diharapkan dapat memperlancar bantuan mereka ke sasaran yang tepat dan layak di lapangan.
Pemerintah Australia melalui Australian Indonesia Partnership for Reconstruction and Development (AIPRD)–AusAID, misalnya, memberi hibah sebesar 2,3 juta dolar AS. Dana tersebut digunakan untuk membangun “meunasah” (village hall), kantor dan balai desa di lokasi-lokasi bencana di Aceh Besar, yakni Kecamatan Baitussalam, Darussalam, Leupung, Lheung, Lhoknga, Mesjid Raya, Peukan Bada dan Pulo Aceh. Sementara itu, IOM berniat merehabilitasi aktivitas perekonomian di lokasi PPK yang dulu bergejolak. Demikian pula CARE International, memanfaatkan forum musyawarah dalam PPK, untuk mendapatkan persetujuan masyarakat tentang kegiatan yang dapat dilakukan. Dalam proses ini PPK membantu mengidentifikasi lokasi-lokasi yang membutuhkan sarana air bersih yang diprogramkan CARE. Kerjasama ini kemudian dikukuhkan dalam nota kesepakatan (MoU) dimana CARE berniat membangun 70 unit sarana air bersih dengan biaya berkisar 120,000 dolar AS.
Selain itu, sejumlah lembaga donor dan NGO juga dilaporkan telah memanfaatkan forum-forum musyawarah PPK. UpLink yang bekerjasama dengan Urban Poor Consortium dalam penyediaan rumah, melalukan sosialisasi program di wilayah Aceh Besar melalui forum-forum musyawarah PPK.
Sejauh ini, ada 17 lembaga donor dan NGO yang telah menyalurkan dana atau memiliki komitmen untuk bekerjasama dengan PPK.
D
alam mengelola program, tumpuan utama adalah pengambilan keputusan dan prioritas program ditentukan secara mufakat. Karena mekanisme dalam proses ini yang menjadi krusial, berikut digambarkan mekanisme pengambilan keputusan dalam PPK
Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam PPK
3.3 Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) di aceh
P2DTK
(Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus) merupakan program peningkatan kapasitas bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan percepatan pembangunan sosial ekonomi di daerah tertinggal dan khusus. Program ini dikembangkan untuk mempertemukan proses perencanaan pembangunan partisipatif dengan perencanaan pembangunan kabupaten.
Secara
umum, program P2DTK NAD-Nias bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepulauan Nias. Sedangkan secara khusus, program P2DTK NAD-Nias bertujuan:
a. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif; b. Memberdayakan masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat dalam perencanaan pembangunan partisipatif terutama bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi; c. Melembagakan pelaksanaan pembangunan partisipatif untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial dasar (pendidikan dan kesehatan), infrastruktur, penguatan hukum, capacity building, dan penciptaan iklim investasi dan iklim usaha; d. Memperbesar akses masyarakat terhadap keadilan; e. Meningkatkan kemudahan hidup masyarakat terutama keluarga miskin melalui penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi.
S
asaran lokasi adalah kabupaten-kabupaten di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepulauan Nias yang ditetapkan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias. Lokasi program P2DTK adalah kabupaten tertinggal sesuai Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor: 001/Kep/M-PDT/02/2005. Penetapan lokasi dan alokasi dana bantuan dilakukan oleh BRR di 17 kabupaten NAD dan 2 kabupaten kepulauan Nias.
Pendekatan
yang digunakan adalah: Peningkatan Kapasitas, Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan Ekonomi Lokal, dan Perluasan Kesempatan/Akses Terhadap Pelayanan Pembangunan, yang diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah-daerah tertinggal dengan menghubungkan ke pusat pertumbuhan.
Prinsip
pengelolaan kegiatan P2DTK yaitu: Desentralisasi, Partisipatif, Prioritas, Non diskriminatif, Terbuka, Kearifan Lokal, Terpadu, Berwawasan lingkungan, Dapat dipertanggungjawabkan, dan Berkelanjutan.
Mekanisme pengelolaan progam P2DTK meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan,
(3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan, (4) pengendalian dan pengawasan, dan (5) pengorganisasian.
Pelaku program P2DTK mencakup unsur pemerintah, masyarakat dan konsultan. Peran pelaku dari unsur pemerintah adalah sebagai penanggungjawab program. Peran dari unsur masyarakat sebagai pengambil keputusan penggunaan dana program dan peran dari konsultan memberikan fasilitasi guna mendorong terjadinya peningkatan kapasitas dan alih kelola program.
D
alam pengelolaan programnya, jenjang antara tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Pelaku Tingkat Pusat, pada level ini terdiri beberapa elemen diantaranya: a) Tim Koordinasi P2DTK Pusat (TK P2DTK Pusat), berfungsi sebagai pengarah, perencana dan pelaksana yang beranggotakan: Bappenas, BRR, KPDT , Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum (PU), Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Pertahanan dan Kemananan, BPKP, Kepolisian Negara, Sekretariat Negara dan Departemen Sosial. Pada pelaksanaan operasional harian dibentuk Project Management Unit (PMU) dan 2 (dua) Project Implementing Unit (PIU). PMU bertanggungjawab terhadap perencanaan program yang dikelola oleh Bappenas. PIU yang bertanggungjawab terhadap pengendalian dana alokasi kabupaten dan dana operasional kegiatan dikelola oleh BRR NAD-Nias, PIU yang bertanggungjawab terhadap bantuan teknis dikelola oleh KPDT. b) Satker Pengembangan Daerah Khusus yang selanjutnya disebut Satker P2DTK KPDT, bertanggungjawab atas penyelenggaraan operasional kegiatan dan keberhasilan seluruh kegiatan P2DTK secara nasional. c) Konsultan Manajemen Nasional, adalah tenaga profesional di tingkat nasional yang bertugas memberikan bantuan teknis dalam hal pengembangan kebijakan program dan pengendalian pelaksanaan program secara nasional. 2. Pelaku Tingkat Provinsi, pada level ini terdiri atas beberapa elemen, diantaranya: a) Gubernur berperan sebagai penanggungjawab keberhasilan pelaksanaan dan pembinaan program P2DTK. b) DPRD Provinsi yang berperan memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan program c) Tim Koordinasi Provinsi berperan sebagai pembina dan pengendali program P2DTK, yang beranggotakan: Sekretariat Daerah, Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Prasarana Wilayah, Dinas Perkotaan dan Permukiman, Dinas Sumberdaya Air, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kanwil Dirjen Perbendaharaan dan dinas/instansi lainnya ditingkat provinsi. d) Satker Dukungan Bantuan Pemerintah Daerah (SPADA) adalah pelaksana administrasi program yang dibentuk oleh BRR NAD-Nias. e) Konsultan Manajemen Provinsi adalah tenaga profesional di tingkat provinsi yang bertugas memberikan bantuan teknis dalam penyusunan strategi implementasi program dan pengendalian pelaksanaan program. Fasilitasi kegiatan program yang bersifat khusus akan dilakukan oleh konsultan pendamping lainnya. 3. Pelaku di Tingkat Kabupaten, pada level ini terdiri atas beberapa elemen, diantaranya: a) Bupati yang berperan sebagai penanggungjawab keberhasilan pelaksanaan program P2DTK ditingkat kabupaten. b) Tim Koordinasi Kabupaten, berperan sebagai pembina pelaksanaan program P2DTK, yang beranggotakan Sekretariat Wilayah Daerah (Bagian Penyusunan Program dan Bagian
c)
d)
e) f)
g)
Keuangan), Dinas Pekerjaan Umum/Kimpraswil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi & UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), dan dinas/instansi lain yang terkait sesuai kebutuhan di tingkat kabupaten. Pada pelaksanaan operasional harian dibentuk Sekretariat P2DTK Kabupaten. Pejabat Pembuat Komitmen (PP Komitmen) Kabupaten, merupakan bagian dari Satker Dukungan Bantuan Pemerintah Daerah-SPADA yang bertanggungjawab atas operasional pelaksanaan kegiatan program P2DTK ditingkat kabupaten. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Kabupaten P2DTK, yang berperan sebagai pengelola kegiatan pada tahap perencanaan dan pengendalian dari aspek teknis dan administrasi kegiatan. Unit Pengelola Kegiatan Dinas (UPKD), yang berperan sebagai pelaksana kegiatan berdasarkan hasil musyawarah kabupaten. Pelaku dari masyarakat yang dilibatkan pada tingkat kabupaten diantaranya adalah Tim Kajian Teknis Kabupaten, TPK Kabupaten, Dewan Pendidikan Kabupaten dan Dewan Kesehatan (atau lembaga yang memiliki peran sejenis). Konsultan Manajemen Kabupaten adalah tenaga profesional di tingkat kabupaten yang bertugas memberikan bantuan teknis dalam implementasi program dan pengendalian teknis pelaksanaan program. Fasilitasi kegiatan program yang bersifat khusus akan dilakukan oleh konsultan pendamping lainnya.
Pendanaan program P2DTK NAD-Nias dialokasikan dari APBN (Rupiah Murni dan Hutang Luar Negeri/HLN), APBD dan swadaya masyarakat. Pengalokasian dana bantuan program P2DTK NAD-Nias, dapat diuraikan sebagai berikut; a. Dana Alokasi Kabupaten (DAK), bersumber dari APBN (rupiah murni dan HLN), dan APBD. Dana ini digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang diputuskan oleh forum musyawarah kabupaten b. Dana Operasional Kegiatan Kabupaten (DOK). Bersumber dari APBN (rupiah murni dan HLN), dan APBD. Dana ini digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan perencanaan diantaranya musyawarah kabupaten, musyawarah sektor swasta, kajian teknis, pelatihan pelaku program (Tim Kajian Teknis dan TPK Kab). c. Dana Pembinaan dan Administrasi Program (PAP). Bersumber dari APBN (rupiah murni dan HLN) dan APBD. Dana ini digunakan untuk membiayai operasional pendampingan dan pembinaan yang dilakukan oleh Tim Koordinasi.
Dana Alokasi Kabupaten dan DOK bersifat subsidi. Partisipasi pembiayaan dari pemda dan masyarakat diperlukan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program. Proses pencairan dan penyaluran DAK dan DOK Kabupaten, mengikuti ketentuan Perdirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran dan Pencairan Dana Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus. Proses pencairan dan penyaluran dana operasional satker berpedoman pada ketentuan penggunaan dana BRR NAD-Nias. Proses pencairan dan penyaluran dana PAP berpedoman pada ketentuan penggunaan APBD masing-masing daerah.
Seperti
halnya PPK, dalam pengelolaan program ini juga bertumpu pada proses-proses partisipasi penentuan prioritas dan pengambilan keputusan yang dibangun secara partisipatif. Berikut deskripsi mekanisme perncanaan dan proses pendanaan P2DTK .
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Mekanisme Perencanaan dan Pendanaan P2DTK
3.4 BRA (Badan Reintegrasi Damai Aceh)
Dalam rangka mengimplementasikan Mou Helsinki, Pemerintah RI mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2005 tanggal 14 november 2005. Pada poin 20.b menyebutkan agar Gubernur Provinsi NAD merencanakan dan melaksanakan reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat dalam GAM ke dalam masyarakat mulai dari : penerimaan, pembekalan, pemulangan ke kampung halaman, dan penyiapan pekerjaan.
Kebijakan ini kemudian mendorong munculnya kebijakan-kebijakan di tingkat kementrian, seperti Direktrif Menko Polhukam Nomor : DIR-67/ MENKO/ POLHUKAM/12/2005, tanggal 15 Desember 2005 yang menekankan pada upaya Optimalisasi Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM, selain itu juga Menteri Dalam Negeri, melalui mengeluarkan instruksi menteri Nomor 6 tahun 2005 tentang pembentukan Sekretariat Koordinasi Pelaksanaan Reintegrasi Bekas Anggota GAM dan Pemberdayaan ke Dalam Masyarakat Aceh.
Menyikapi Instruksi presiden dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan menteri, tanggal 28 november 2005 dibentuk tim sosialisasi Nota Kesepahaman Damai antara Pemerintah RI dengan GAM. Pembentukan tim ditandai dengan terbitnya SK Gubernur Prov. NAD No. 330/55/2005, kemudian direvisi dengan SK Gubernur Aceh Nomor: 330/106/2006 tanggal 13 dan kembali direvisi Nomor 330/213/2006 tanggal 19 Juni 2006 dan kembali direvisi pada tanggal 13 Agustus 2007 melalui SK Gubernur No: 330/145/2007
Program kerja BRA (Badan Reintegrasi Damai Aceh) sejatinya merupakan turunan dari mandat MoU yang tertuang dalam point 3.2 Reintegrasi ke Dalam Masyarakat. Pemerintah Indonesia sejak 2005 hingga pertengahan 2007 telah mengeluarkan lebih dari Rp 1 trilyun guna mendanai proses-proses reintegrasi Aceh. Dana ini disalurkan melalui Dinas Sosial Aceh yang kemudian oleh BRA dibagikan kepada mantan anggota GAM dan korban konflik lainnya.
Pelaksanaan program reintegrasi haruslah diletakkan dalam konteks pembangunan damai secara berkelanjutan, pembangunan perekonomian daerah, pengentasan kemiskinan, serta penegakan hukum dan HAM. Tujuan BRA yang akan dicapai BRA (sebagaimana tercantum dalam dokumen strategic planning tahun 2007) dalam periode 2008-2010 bertujuan untuk: 1. Memfasilitasi pengembalian setiap mantan pelaku dan korban konflik kedalam masyarakat melalui pengelolaan program reintegrasi termasuk monitoring dan evaluasinya sebagaimana amanat MoU Helsinki. 2. Mengukuhkan peran BRA sebagai agen utama dalam proses reintegrasi serta mendukung upaya yang terkait dengan pelaksanaan dari monitoring MoU Helsinki melalui koordinasi dan sinkronisasi peran dengan para pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional maupun internasional
S
truktur organisasi BRA terdiri dari Ketua, Sekretaris, Koordinator Bidang Ekonomi, Koordinator Bidang Sosial Budaya, dan Koordinator Bidang Data. Disamping itu dalam BRA, juga di bentuk Forum Bersama yang terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh LSM serta NGO dalam dan luar negeri.
Pada 2007, BRA merestrukturisasi kepengurusan dengan mengangkat 1 (satu) orang Ketua Harian dan penambahan dua bagian organisasi yaitu Badan Pengawas dan Badan Narasumber. Badan tersebut berfungsi untuk memperkuat kelembagaan dan membangun mekanisme kontrol dari dalam. Selanjutnya BRA juga diperkuat dengan pembentukan BRA di setiap Kab/Kota, dengan personil yang sesuai dengan kebutuhan dan banyaknya penerima manfaat.
Disamping
itu, BRA juga membentuk unit-unit kerja dibawahnya seperti Task Force Perumahan dan Tim Unit Pengelola Program Pemberdayaan Ekonomi yang diangkat langsung oleh BRA Provinsi guna penguatan dan pengawasan di lapangan.
Dengan dilakukannya revisi terakhir tahun 2007, peran BRA tidak menyangkut persoalan politik, hukum dan HAM. Namun peran BRA lebih ditekankan kepada proses pemulihan ekonomi, social dan budaya dalam masyarakat. Dalam proses ini elemen pengelolaan data
menjadi salah satu kunci program. Dalam pelaksanaannya, elemen ini pula yang menjadi salah satu kekurangan, sehingga menimbulkan soal dalam menentukan pemeberian bantuan.
Dalam bidang ekonomi upaya-upaya program yang dilakukan berupa pemberian modal kerja kepada mantan kombatan, alokasi lahan, fasilitasi sarana usaha, sarana produksi pertanian. Sementara pada bidang Sosial dan Kesejahteraan Rakyat program-program yang dilakukan menyangkut bantuan sosial korban meninggal dunia akibat konflik, bantuan beasiswa pendidikan, bantuan kesehatan untuk orang sakit, cacat fisik, trauma healing, rehabilitasi perumahan korban konflik. Selain itu, BRA juga memfasilitasi penyelenggaran kegiatan sosial budaya dalam rangka penguatan reintegrasi, sosialisasi reintegrasi dan kampanye perdamaian. Pada sisi peningkatan kapasitas SDM Pengelola Program BRA, juga dilakukan upaya asistensi teknis dan manajemen termasuk penyediaan prasarana dan sarana, penataan kelembagaan BRA, peningkatan koordinasi internal BRA, peningkatan koordinasi antarlembaga Pendukung reintegrasi. Tabel Realisasi Bantuan Pemberdayaan Ekonomi Tahun 2005 - 2007 No
Kelompok Sasaran
Realisasi (orang)
Alokasi (orang)
2005 1
Mantan TNA
2
Mantan 2035 Tapol/Napol Masyarakat 238 Korban Konflik Masyarakat Korban Konflik lainnya
3 4
Mantan GAM non TNA GAM menyerah Pra MoU PETA Total
3000
2006
Total Realisasi
Selisih
2007
1000
2000
0
3000
0
0
1500
535
1835
200
0
67
1059
1124
- 886
6200
1200
5000
0
6200
0
3204
500
2704
0
3204
0
6500
1000
3000
1000
5000
1500
21177
3700
14271
2594
20363
814
Diolah dari Tabel Realisasi Bantuan Pemberdayaan Ekonomi dalam Laporan Kegiatan Bantuan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dalam Rangka Re-Integrasi di Propinsi NAD, Tahun 2005 s/d 2007.
3.5 Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Provinsi Aceh
Dilandasi kesadaran akan kelangsungan hidup dari kerajinan yang menopang kehidupan berjuta-juta keluarga yang dihadapkan pada kemajuan teknologi industri di satu sisi dan pelestarian nilai budaya bangsa yang harus tercermin dalam produk kerajinan, maka dipandang perlu adanya wadah partisipasi masyarakat bertaraf nasional yang berfungsi membantu dan sebagai mitra pemerintah dalam membina dan mengembangkan kerajinan. Itulah latarbelakang berdirinya DEWAN KERAJINAN NASIONAL yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama 2 Menteri, yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor: 85/M/SK/3/1980 dan Nomor: 072b/P/1980, tanggal 3 Maret 1980 di Jakarta.
Untuk
mendukung kelancaran kegiatannya di tingkat daerah, dengan dipayungi Surat menteri Dalam Negeri Nomor : 537/5038/Sospol, tanggal 15 Desember 1981, dibentuklah organisasi DEKRANAS tingkat daerah (DEKRANASDA). Kepengurusan DEKRANASDA dikukuhkan oleh Ketua Umum DEKRANAS atas usulan daerah.
Dari sejak berdirinya, perjalanan DEKRANAS sudah cukup panjang dan sudah 5 periode masa bakti kepengurusan. Adapun kepengurusan DEKRANAS masa bakti tahun 2004-2009, sesuai amanat Munas DEKRANAS tanggal 18 April 2005, adalah berdasarkan Surat Keputusan Bersama 6 Menteri, yaitu: Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Negara Koperasi dan UKM, serta Menteri Negara BUMN, dan mengalami perubahan yang ditetapkan pada tanggal 27 April 2005.
DEKRANAS secara umum mempunyai tujuan sebagai berikut : Menggali, mengembangkan dan melestarikan warisan budaya bangsa serta membina penemuan dan penggunaan teknologi baru untuk meningkatkan kualitas dalam rangka memperkokoh jati diri budaya bangsa. Menanamkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya seni kerajinan bagi kehidupan sehari hari warga negara Indonesia yang bisa meningkatkan martabat manusia. Memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan perajin dan peminat dengan mendorong semangat kewiraswastaan mereka. Membantu pemerintah merumuskan kebijaksanaan di bidang industri kerajinan dan program peningkatan kualitas sumber daya manusia. Memperluas pangsa pasar hasil kerajinan.
Kepengurusan DEKRANAS terdiri atas pelindung, penasehat, dewan pertimbangan dan pengurus. Pelindung DEKRANAS tingkat nasional adalah Isteri Presiden Republik Indonesia. Sementara penasehat DEKRANAS terdiri dari :
Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Negara Koperasi dan UKM, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dewan Pertimbangan terdiri dari : Pakar, Wakil-wakil Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, Pengusaha dan tokoh masyarakat.
Pengurus DEKRANAS di level nasional terdiri dari : Ketua Umum, Ketua Harian, Para Ketua, Para Wakil Ketua, Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara, Wakil Bendahara dan Para Koordinator Bidang. Dimana Ketua Umum DEKRANAS adalah Isteri Wakil Presiden R.I.
Sementara itu, untuk level provinsi, pengurus DEKRANASDA di Provinsi Aceh terdiri atas : Ketua, Ketua Harian, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Ketua DEKRANAS Provinsi adalah Isteri Gubernur. Sedangkan Pengurus DEKRANASDA ditingkat Kabupaten/Kota terdiri atas : Ketua, Ketua Harian, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Untuk Ketua DEKRANAS Kabupaten/Kota adalah Isteri Bupati/Walikota.
Untuk
mendorong hal tersebut upaya yang dilakukan Dekranasda NAD diantaranya melakukan konsolidasi organisasi (asset dekranada NAD yang telah hancur total dan pengurus yang menjadi korban bencana tsunami); survey pendataan kembali industri, bekerjasama dengan berbagai pihak; inventarisasi permasalahn dilapangan serta pendekatan dengan BRR, NGO dan Pemda NAD untuk kerja sama. Hal terakhir dilakukan guna mendukung aktivitas dari Dekranas, mengingat organisasi ini adalah organisasi non profit dan hanya didukung oleh tenaga perbantuan dari dinas pariwisata.
Peran utama Dekranasda di NAD terdiri atas 3 peran yaitu: pelatihan, pendampingan dan promosi-pemasaran kepada masyarakat. Baik Dekranasda di level provinsi maupun kabupaten ke 3 peran tersebut dapat dilakukan. Pelaksanaan 3 peran yang dilakukan oleh Dekranasda Provinsi tidak lepas dengan koordinasi dan masukan dari Dekranasda di tingkat Kabupaten/kota. Demikian pula sebaliknya, proses promosi-pemasaran Dekranasda Kabupaten/kota sangat memungkinkan dilakukan pula oleh tingkat provinsi. Salah satu hal yang telah dilakukan dalam hal ini adalah Festifal Melayu Raya yang dikelola Dekranasda Provinsi, dimana pelibatan Dekranasda Kabupaten/kota sangat tinggi
Salah satu keberhasilan yang dirasakan dari kegiatan yang dilakukan oleh Dekranasda yaitu pengenalan dan peningkatan keterampilan dalam penggunaan pewarna alami untuk kerajinan. Pengenalan keterampilan mengelola pewarna alami ternyata cukup mudah dibuat maupun didapat dilingkungan sekitar. Demikian pula dari sisi pemasaran, walau harga kain (pakaian dll) dengan pewarna alami ini lebih mahal dari pewarna sintetis, namun konsumen pembeli tetap banyak (specific consumen).
Untuk
melakukan transformasi pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas pada pengrajin diwilayah lai, maka Dekranasda NAD akan berkoordinasi dengan Dekranasda di kabupaten/kota untuk melihat atau merekomendasikan masyarakat pengrajin diwilayahnya untuk mengikuti training atau pendampingan atas hal tersebut. Selain itu Dekranasda Provinsi juga turut menggalang sumber dana yang dapat mendukung kegiatan tersebut.
4. PERENCANAAN PEMBANGUNAN ACEH
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN), lahir untuk menjadi landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Berdasarkan
amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, pasal 14 ayat 2 Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang merupakan penjabaran Visi, Misi dan Program Kepala Daerah terpilih yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah dan kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan Program Satuan Kerja Perangkat Daerah, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Tujuan penyusunan RPJM Provinsi NAD adalah untuk menjadi landasan dan acuan bagi perencanaan anggaran pembangunan yang secara bertahap dapat dicapai dalam jangka lima tahun sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
Perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk mencapai proses tersebut, keterkaitan suatu dokumen perencanaan dengan dokumen perencanaan lainnya sangat menentukan. Dalam hal ini hubungan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dengan Kebijakan Pembangunan Nasional maupun Daerah diupayakan sinergis saling berkaitan dalam suatu sistem perencanaan.
Sistem Perencanaan Pembangunan adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun, yang menjadi pedoman penyusunan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun. b. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. c. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Disamping itu RPJM Provinsi merupakan salah satu Dokumen Perencanaan yang menjadi rujukan/pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah pada pemerintah kabupaten/kota, dan berfungsi dalam penyusunan Renstra SKPD. Berikut digambarkan beberapa contoh perencanaan program pembangunan yang dikelola oleh Pemerintahan Aceh (provinsi atau kabupaten/kota)
Dalam
rumusannya, RPJM pemerintah Aceh adalah : Terwujudnya perubahan yang fundamental di Aceh dalam segala sektor kehidupan masyarakat Aceh dan pemerintahan, yang menjunjung tinggi asas transparansi dan akuntabilitas bagi terbentuknya suatu pemerintahan Aceh yang bebas dari praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga pada tahun 2012 Aceh akan tumbuh menjadi negeri makmur yang berkeadilan dan adil dalam kemakmuran.
Dalam mendorong upaya sinergisasi program-program di tingkat provinsi dan kabupaten. Menjadi salah satu tolak ukur adanya perencanaan strategis pada masing-masing dinas. Baik perencanaan strategis dinas pada tataran provinsi maupun kabupaten. Dari perencanaan strategis tersebut kemudian diturunkan menjadi rencana kerja tahunan serta rencana anggaran. Untuk mendorong proses harmonsasi kerja-kerja dinas di tingkat provinsi, maka tahun 2007 dikeluarkan qanun no 5/2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam Qanun tersebut dinas-dinas dalam lingkungan pemerintah Aceh terdiri dari 17 Dinas, 16 Lembaga Teknis dan 4 Lembaga Daerah. Berikut elemen tersebut Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh 1. Dinas Syariat Islam; 2. Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk; 3. Dinas Kesehatan; 4. Dinas Pertambangan dan Energi ; 5. Dinas Kelautan dan Perikanan; 6. Dinas Sosial; 7. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh; 8. Dinas Pendidikan; 9. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
Lembaga Teknis 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat. 3. Badan Arsip dan Perpustakaan. 4. Badan Pemberdayaan Masyarakat. 5. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan 6. Badan Investasi dan Promosi. 7. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan
Lembaga Daerah 1. Sekretariat Majelis Permuswaratan Ulama. 2. Sekretariat Majelis Adat Aceh. 3. Sekretariat Majelis Pendidikan Daerah. 4. Badan Baital Maal.
10.Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika; 11. Dinas Kehutanan dan Perkebunan; 12. Dinas Pengairan; 13. Dinas Bina Marga dan Cipta Karya; 14. Dinas Perindustrian, Pedagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; 15. Dinas Pemuda dan Olahraga; 16. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan; 17. Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan.
Pelatihan. 8. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 9. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan. 10. Badan Pembinaan Pendidikan Dayah. 11. Kantor Penghubung Pemerintah Aceh. 12. Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin. 13. Rumah Sakit Jiwa. 14. Rumah Sakit Ibu dan Anak. 15. Inspektorat Aceh. 16. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.
Seluruh elemen diatas akan mengelola program dan anggaran yang telah disusun dari masyarakat dan disahkan legislative. Peorses perencanaan anggaran dikaitkan dengan Rencanna Pembangunan Nasional dan Perencanaan Pembangunan Daerah baik jangka panjang maupun jangka panjang, sebagaimana tercantum dalam PP 13/ 2006 :
Pedoman
Pedoman
RPJM NASIONAL
Pedoman
RKAKL
RINCIAN APBN
dijabarkan
RKP
Pedoman
RAPB N
RAPBN
Diserasikan melalui MUSRENBANG diacu
RPJM DAERAH
dijabarkan
RKPD
Pedoman RENSTRA SKPD
Pedoman
RENJA SKPD
PERENCANAAN
Pedoman
KU
Pedoman
A PPA S
Pedoman
RKA SKPD
RAPB D
APBD
PENJABARA N APBD
PENGANGGARAN
Pemerintah Daerah
RPJP DAERAH
Pedoman
diacu
Pedoman
RPJP NASIONAL
RENJA KL
Pemerintah Pusat
RENSTRAKL
Siklus Perencanaan Anggaran Tahunan Sesui Dengan PP 13/2006
MUSRENBANGNAS
RPJMD
Rancangan Mei RKP
Apr
MUSRENBANG PROV
Rancangan Awal RKPD •Prioritas pemb, •Pagu indiakatif berdasar fungsi SKPD, sumber dana & Wilayah kerja
Rancangan RKPD Prov Mei
Apr
Rancangan RKPD
Musrenbang RKPD/ MUSRENBANGDA
Okt
Rancangan Ahir RKPD
Penetapan RKPD
RAPBD
Mar Mei
KUA & PPAS Jun
Renstra SKPD
Rancangan Renja SKPD Feb.
Renja SKPD
Forum SKPD Feb/Mar
MUSRENBANG Feb. Kecamatan
RKASKPD
Apr
Agt
Pokok-pokok Pikiran DPRD
MUSRENBANG Jan Desa/Kel.
4.1 Kebijakan Anggaran Otsus dan Migas di Aceh
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan salah satu lembaga teknis Pemerintah, dimana mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Aceh di bidang perencanaan pembangunan daerah. Badan ini mempunyai fungsi : a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Badan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang; c. perumusan kebijakan teknis di bidang Perencanaan dan Pembangunan Daerah; d. pengkoordinasian Perencanaan Pembangunan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, sarana dan prasarana, dan sosial budaya; e. pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembangunan di Daerah yang bersumber dari APBA dan APBN; f. penyiapan bahan Rapat Koordinasi Evaluasi pelaksanaan pembangunan di Daerah; dan g. pembinaan Unit Pelaksana Teknis Badan.
Fungsi Bapeda di butir c dan e menjadi kian strategis
sejak lahirnya UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darusaalam dan disusul lahirnya UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Hal ini menyebabkan penerimaan Aceh berkali lipat. Sebagai perbandingan, pada 1999 penerimaan dana yang dikelola Pemerintah Provinsi Aceh sebesar Rp 2,4 triliun. Pada 2008, setelah pemberlakukan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, penerimaan
provinsi saja (tidak termasuk dana yang dikelola kabupaten/kota) mencapai Rp 7,9 triliun. Angka ini berkat penambahan penerimaan dana otsus dan migas sebesar Rp 5,7 triliun yang terdiri dari Rp 3,5 triliun dana otonomi khusus dan dana bagi hasil minyak dan gas (migas) sebesar Rp 2,2 triliun. Hal ini berarti, penerimaan Provinsi Aceh dari Otsus dan migas menyumbang 72% dari total pendapatan dalam APBA 2008. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah penerimaan provinsi diperkirakan akan mencapai Rp 16,7 triliun. Sementara dari sisi populasi penduduk, data BPS tahun 2006 mencatan jumlah penduduk di Aceh sebesar 4,072 juta jiwa.
UU
No 11 Tahun 2006 jelas memberikan peluang kepada Aceh untuk mendapatkan penerimaan yang sangat besar dan bisa dipergunakan sepenuhnya untuk meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. UU No 11/2006 menjelaskan, pendapatan Aceh adalah PAD, Dana Perimbangan, DAU dan DAK, Dana Otsus, Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (TDBHMG) atau migas, Dana Pengembangan Masyarakat yang bersumber dari pelaku usaha (minimal 1 % dari harga total produksi), serta lain-lain pendapatan yang sah. Jumlah Dana Otonomi Khusus setara dengan 2% dari plafon alokasi DAU nasional. Sedangkan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi sebesar 55% dan 40%. Pengalokasian dana otsus dan migas ini bertujuan utama untuk mengakselerasi pembangunan.
Sedangkan dana perimbangan, menurut Pasal 181 ayat (1) huruf b, terdiri dari Dana Bagi Hasil yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain (kehutanan, perikanan, pertambangan umum, pertambangan panas bumi, masing-masing 80%, serta pertambangan minyak 15%, dan pertambangan gas bumi 30%).
Menurut UUPA Pasal 183 ayat (2), dana otsus berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas (2008-2022) yang besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh (2023-2028) besarnya setara dengan 1% plafon DAU Nasional.
Menurut Pasal 183 ayat (1), Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Selain dana Otsus, Aceh juga berhak mendapatkan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (TDBHMG) atau migas. Menurut UU PA Pasal 182, Pemerintah Aceh berwenang mengelola Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak (sebesar 55%) dan Gas Bumi (sebesar 40%) yang merupakan pendapatan dalam APBA. Sedangkan pembagian Dana Bagi Hasil yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain antara provinsi dan kabupaten/kota dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (yakni UU 33/2004, Pasal 19 dan 20).
Sementara itu, dana-dana yang didapatkan dari sektor ini juga sudah diatur peruntukannya. Yakni, paling sedikit 30% dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh; dan paling banyak 70% dialokasikan untuk membiayai program pembangunan yang disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota.
Pengaturan tentang pengalokasian dana-dana ini tertuang dalam dalam Qanun No 2/2008 tentang Tatacara Pengalokasian TDBHMG dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
4.2 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Aceh
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, keberadaannya dinas-dinas di Aceh dilandaskan pada Qanun NAD no 5. tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah dan lembaga daerah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Salah satu dinas tersebut adalah Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Aceh. Secara struktur, susunan Organisasi dalam dinas terdiri dari Kepala Dinas; Sekretariat; Bidang Program dan Pelaporan; Bidang Produksi Padi, Palawija dan Hortikultura; Bidang Usaha Tani dan pengembangan Lahan; Bidang Perlindungan Tanaman; Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
Dinas ini adalah Perangkat Daerah sebagai unsur Pelaksana Pemerintah Aceh di bidang pertanian tanaman pangan; bertanggung jawab kepada Gubernur melalui SEKDA. Dalam tanggungjawab kerjanya dinas ini melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas tersebut beberapa fungsi diantaranya; a. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang; b. perumusan kebijakan dan melaksanakan pembinaan teknis di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; c. penyusunan program di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; d. pembinaan izin usaha, pelaksanaan pelayanan dan penyuluhan di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; e. pelaksanaan koordinasi, pemantauan, pengendalian dan pembinaan pengembangan serta peningkatan Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; f. pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; dan g. pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud Dinas Pertanian Tanaman Pangan mempunyai kewenangan : a. menyusun perencanaan dan melakukan pengendalian pembangunan secara makro di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; b. menetapkan standar pelayanan minimal dalam bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota;
c. menetapkan standar pembibitan/pembenihan Pertanian Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; d. melakukan promosi ekspor komoditas Pertanian tanaman pangan dan hortikultura unggulan daerah Provinsi; e. menyediakan dukungan kerjasama antar Kabupaten/Kota dalam bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; f. mengatur penggunaan bibit unggul Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; g. menetapkan kawasan Pertanian tanaman pangan dan hortikultura terpadu berdasarkan kesepakatan dengan Kabupaten/Kota; h. melaksanakan penyidikan penyakit di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura lintas Kabupaten/Kota; i. menyediakan dukungan pengendalian eradikasi organisme pengganggu tumbuhan, hama dan penyakit di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; j. melakukan pengawasan pembenihan, pupuk pestisida alat dan mesin di bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; k. melaksanakan pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia bidang Pertanian tanaman pangan dan hortikultura; dan l. melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan serta memberikan m. pelayanan teknis administrasi kepada instansi terkait dalam rangka peningkatan n. Pertanian tanaman pangan dan hortikultura.
Dalam mengelola program, baik dari proses penyiapan, pemantauan dan pelaporan program-program Bagian Program Dinas ini menjadi bagian yang melakukan kompilasi dan pusat data perkembangan seluruh program-program yang direncanakan dan dilaksasanakan bidang lainnya. Beberapa kegiatan pokok dalam pembangunan pertanian yang dikelola dinas ini berdasarkan rencana kerja tahun 2008 dinas ini diantaranya : Pengembangan dan peningkatan sumber daya lahan dan air Kelembagaan usaha pertanian dan SDM, menyangkut: Meningkatkan pengembangan teknologi pertanian Meningkatkan produksi dan ketahanan pangan Peningkatan pengembangan perbenihan/pembibitan Peningkatan pengembangan kawasan agribisnis, agri industri dan agrowisata Usaha peningkatan penerapan teknologi dan produksi pertanian
Dari sisi mekanisme perencanaan, sepertihalnya dinas lain, dinas ini melakukan penyusunan rancangan kerja dan anggaran tahunan. Dalam rencana kerja dan anggaran tahunan dinas ini akan di sampaikan kepada pihak Bapeda untuk melakukan sinkronisasi atas seluruh usulan kerja-anggaran dengan dinas (SKPD/Satuan Kerja Pemerintah Daerah) lainnya. Setelah usulan dirangkum diajukan dalam proses pembahasan di tingkat legislative, sebagai instansi pemerintah yang berwenang menyusun rencana anggaran (APBA) . 4.3 Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Banda Aceh (P3K)
Seperti halnya Dinas-Dinas di tingkat Provinsi, maka dinas-dinas di tingkat kabupaten/kota juga melakukan proses-proses perencanaan dari internal dinas, proses penyesuaian dengan
RPJM kabupaten/kota, RPJM Provinsi, serta RPJM Nasional. Demikian juga proses-proses politik di legislatif untuk mendapatkan pengesahan dan dialokasikan dalam APBK.
P3K
merupakan salah satu institusi pemerintah Kota Banda Aceh hasil Restrukturisasi organisasi di pemerintahan Kota Banda Aceh . Restrukturisasi dilakukan untuk mendorong layanan yang lebih efektif dan efesien danyang dipertegas dalam amanat Peraturan Pemrintah No. 41. tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang membatasi jumlah institusi di pemerintahan. Atas amanat tersebut, kemudian lahir Qanun Nomor 12 tahun 2001 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Banda Aceh. Dalam tubuh Dinas P3K terdiri atas 4 Subdinas, yaitu Subdinas Program, Subdinas Peternakan, Sub Dinas Pertanian, serta Sub Dinas Perikanan. Tugas kewenangan dari dinas ini utamanya adalah mengelola kegiatan-kegitana yang menjadi kewajiban dinas, membuat kebijakan-kebijakan teknis yang mendukungnya. Saat ini Dinas P3K telah memiliki Perencanaan Strategis (Renstra) yang disusun untuk periode perencanaan 20072012.
Dari sisi mekanisme pengelolaan program di P3K, seluruh rancangan program-program dari sub dinas peternakan, pertanian dan perikanan, akan dikompilasi oleh sub dinas program. Sub dinas program akan menseleksi kesesuaian antara rancangan program yang diusulkan oleh tiga sub dinas lainnya tersebut dengan Rencana Strategis Dinas, jika terjadi ketidak seusaian maka akan dilakukan rapat koordinasi. Hasil rumusan kompilasi dalam Dinas akan di usulkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai raencana kerja dinas. Badan ini kemudian kembali akan melakukan koordinasi dengan dinas-dinas lainnya untuk melakukan penyesuaian han harmonisasi atas rencana masing-masing dinas serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah secara umum. Hasil akhir dari proses ini menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP). Persetujuan atas program kerja akan tercermin dalam APBK.
Dalam implementasi program-program, dinas P3K akan koordinasi dan distrubusi kerja kemasing-masing sub dinas serta diteruskan kedalam seksi-seksi yang ada dalam sub dinas, dengan tentunya disesuikan dengan program kerja yang telah disetujui dalam APBK. Salah satu contoh perencanaan program dan anggaran P3K yang tercermin dalam APBK Banda Aceh tahun 2007 sebagai berikut. Dinas ini mengelola anggaran sebesar Rp. 12.693.114.940,- dengan rencana program kerja diantaranya : Peningkatan Kesejahteraan Petani, o melalui penyusunan dan pengumpulan data o pelatihan bagi petani dan agro bisnis PeningkatanKetahanan Pangan Pertanian/Perkebunan o Pemanfaatan Perkarangan Utk Pengembangan Pangan Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan o Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/Perkebunan o Sertifikasi Benih dan Bibit Unggul Perikanan (DAK) Pencegahan dan Penangulangan Penyakit Ternak o Pemeliharaan Kes. & Pencegahan Penyakit Menular Ternak
Peningkatan Produksi Hasil Peternakan o Pembangunan Sarana & Prasarana Pembibitan Ternak (DAK) Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan o Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi Peternakan Pemberdaya Ekonomi Masyarakat Pesisir o Pembinaan Kelompok Ekonomi Masyarakat Pesisir Pengembangan Perikanan Tangkap o Pembangunan Tempat Tambat Boat o Pembangunan Komplek Tempat Pelelangan Ikan (DAK) o Pembinaan dan pengembangan Uasaha Perikanan o Peningkatan Agrobisnis dan Kemampuan Nelayan o Peningkatan Agrobisnis Ketahanan Pangan dan SDM
Beberapa hasil yang dicapai
2
dari program kerja dinas P3K, diantaraya: sejumlah gampung telah memiliki pengurus kelompok tani dan nelayan yang produktif dan memiliki alat kerja yang lebih maju/modern pendapatan nelayan relatif meningkat dari sebelumnya meningkatkan optimalisasi pengelolahan dan pemasaran produksi perikanan lahan pembibitan petani semakin luas dari sebelumnya terbebasnya ternak masyarakat dari penyakit menular melalui pemberian vaksinasi. Peningkatan gizi keluarga tani dan nelayan
Implikasi atas restrukturisasi tersebut sangat penting mendorong proses koordinasi antar instansi di tingkat Kota perlu intensif dilakukan. Demikian pula dengan koordinasi dengan instansi dinas di level provinsi. Mengingat restrukturisasi antar kabupaten dengan provinsi adalah berbeda. Misalnya P3K yang mencakup program-program kerja pertanian, peternakan perikanan dan kelautan. Sementara di level provinsi, berdasarkan Qanun NAD no 5. tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah dan lembaga daerah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dimana sektor kelautan dan perikanan merupakan dinas tersendiri; pada sector pertanian, di provinsi memiliki dinas pertanian dan tanaman pangan; demikian pula pada sector hewan terdapat dinas kesehatan hewan dan peternakan 4.4 Rencana Anggaran Dana Gampung Tahun 20093
Diluar
dari kebijakan dan perencanaan pembangunan pemerintah sebagaimana disebut diatas, konteks Aceh saat ini juga sedang membahas perencanaan anggaran untuk pembangunan Gampung. Isu ini mulai menguat dialai dari pertemuan Gubernur dengan para Geuchik di Idi Rayeuk-Aceh Timur tanggal 14 Juli yang lalu, Gubernur NAD 2 3
Hasil wawancara dengan Ka. Sub Dinas Program, Drh Mawardi Silvakarta, tanggal 26 Agustus 2006
Disarikan dari makalah yang ditulis Mohammad Najib, Local Governance Adviser, AIPRD-LOGICA, berjudul : gampong mampu mengelola dana 100 juta dari provinsi
mengumumkan tentang rencana Pemerintah Aceh untuk memberikan dana sebesar Rp.100 juta kepada seluruh gampong di Aceh di tahun 2009. Pesan yang sama kembali disampaikan oleh Gubernur pada Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah (Rakopimda) di Banda Aceh tanggal 6 Agustus yang lalu.
Dengan diumumkannya rencana tersebut berulangkali, menunjukkan pemerintah memiliki niat yang tulus untuk membangun Aceh dari Gampong seperti yang pernah mereka sampaikan beberapa hari setelah dilantik menjadi Gubernur NAD. Bila rencana ini menjadi kenyataan, maka akan tersedia alokasi dana lebih dari 635 milyar rupiah dari APBA 2009 dan ratusan milyar rupiah lainnya akan dialokasikan oleh Kabupaten/Kota untuk mendukung pembangunan di tingkat gampong. Pemerintah Aceh mewajibkan Kabupaten/Kota untuk menganggarkan Alokasi Dana Gampong (ADG) minimal 50 juta rupiah/gampong dalam APBK 2009 sebagai syarat alokasi bantuan pendanaan dari Pemerintah Aceh. Suatu terobosan besar dalam pengelolaan pembangunan di Aceh.
Di Indonesia, terdapat 2 Provinsi yang telah menerapkan program sejenis, yaitu Jawa Barat dan Papua. Sejak tahun 2003, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program Raksa Desa dengan memberikan bantuan pendanaan sebesar Rp. 100 juta per desa secara bertahap untuk menunjang pencapaian Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat tahun 2010. Sedangkan di Papua, di mulai pada tahun 2008 ini, masing-masing desa juga mendapatkan bantuan pendanaan dari Pemerintah Provinsi sebesar Rp. 100 juta. Program pemerintah Provinsi Papua tersebut dinamakan RESPEK (Rencana Strategis Pembangunan Kampung).
Meskipun
bantuan pendanaan dari Pemerintah Provinsi kepada gampong belum dilaksanakan, saat ini sudah mulai terdengar beberapa tentangan atau kekhawatiran yang berasal dari pihak pemerintah sendiri maupun masyarakat. Masih banyak pihak yang menganggap pemerintah dan masyarakat gampong tidak atau belum mampu mengelola dana sebesar itu. Alasan mereka adalah pemerintahan gampong belum pulih dari keterpurukan akibat konflik yang mendera provinsi ini lebih dari 30 tahun. Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan tentang perilaku KKN yang akan semakin merajela dan membahayakan keharmonisan kehidupan di gampong. Tentu ada juga instansi pemerintah yang tidak senang bila jatah mereka dari APBA ataupun APBK terpotong untuk bantuan pendanaan bagi gampong atau Alokasi Dana Gampong (ADG).
Walau pelaksanaan atas anggaran dana gampung ini baru akan digulirkan tahun 2009, namun juga harus dilihat sebagai salah satu upaya untuk memampukan pemerintah dan masyarakat di gampong dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Bila gampong sebagai unit pemerintahan yang otonom tidak diberi kesempatan dan dukungan, maka sampai kapan pun gampong tidak akan siap. Isu serupa pernah pula mengemuka pada era sebelum desentralisasi diberlakukan. Pada saat itu, banyak pihak di tingkat pemerintah pusat yang meragukan kemampuan dan kesiapan Dati I dan Dati II untuk mengurus berbagai kewenangan dan anggaran yang dilimpahkan dari Jakarta. Namun pada kenyataannya, Provinsi dan Kabupaten/Kota terbukti mampu meskipun belum seperti yang diharapkan.
Proses untuk memampukan gampong mengandung makna bahwa gampong secara mandiri dapat memutuskan apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya tanpa harus terlalu diintervensi oleh pihak supra gampong. Dari mulai penentuan jenis kegiatan, pengaturan komposisi peruntukan dalam pemanfaatan dananya dan kebutuhan perlu diupayakan semaksimal mungkin dapat ditentukan oleh gampong sendiri. Meskipun demikian, pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat pula menetapkan beberapa syarat, koridor dan batasan yang realistis serta logis agar sasaran dari program ini dapat tercapai. Beberapa hal yang dapat diatur adalah tentang penentuan target kinerja yang harus dicapai oleh gampong pada akhir tahun anggaran, penyiapan dokumen perencanaan atau RKPG (Rencana Kerja Pemerintahan Gampong) dan penganggaran atau APBG (Alokasi Pendapatan dan Belanja Gampong) sebagai syarat pencairan dana, mekanisme yang memastikan perwakilan perempuan dan orang miskin terlibat dan ikut menentukan prioritas kegiatan dan juga mekanisme pertanggungjawaban pemanfaatan dana. Bertujuan untuk Mengurangi Kemiskinan
Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), jumlah penduduk miskin di Aceh adalah sebanyak 959.700 jiwa (23,53% dari total jumlah penduduk). Angka ini masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan angka kemiskinan di tingkat nasional yang sebesar 15,42% dari total jumlah penduduk Indonesia. Oleh sebab itu, bantuan pendanaan dari Pemerintah Aceh dan ADG dari pemerintah Kabupaten/Kota perlu ditujukan sebagai salah satu suatu upaya untuk mengurangi kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah Provinsi dapat mengacu pada indikator-indikator pencapaian target Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) pada tahun 2015.
Agar dana dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengurangi kemiskinan serta dapat diukur keberhasilannya, maka dibutuhkan sejumlah target kinerja yang harus dicapai oleh gampong pada akhir tahun 2009. Beberapa contoh target kinerja yang dapat digunakan adalah seperti : (1) persentase anak usia sekolah yang harus bersekolah, (2) angka minimal kematian ibu dan anak baru lahir, (3) angka minimal anak penderita gizi buruk dan kurang gizi, dan (4) persetanse minimal jumlah kepala keluarga yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 200 ribu/bulan.
Mengupayakan agar program pengurangan kemiskinan lainnya seperti PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) dapat bersinergi dengan program bantuan pendanaan dari Provinsi dan ADG dari Kabupaten/Kota perlu dilakukan. Apalagi di tahun 2009, PNPM telah mengalokasikan dana yang bisa mencapai Rp. 3 Milyar per kecamatan. Pencegahan dan Penindakan KKN
Agar
bantuan pendanaan dari Provinsi dan ADG dari Kabupaten/Kota tidak menjadi stimulan untuk tumbuhnya perilaku KKN di gampong, maka program ini membutuhkan suatu sistem dan mekanisme yang efektif, mudah dipahami, transparan dan prosedur akuntabilitas yang baik. KKN bisa dicegah dan ditindak bila kita memiliki keinginan yang kuat untuk melakukannya.
Salah satu upaya pencegahan KKN adalah dengan melakukan sosialisasi dan distribusi informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang program 100 juta/gampong. Media massa, media alternatif dan berbagai sarana penyebarluasan informasi yang sudah ada di tengah masyarakat harus dapat dimanfaatkan agar masyarakat paham tentang tujuan program, target yang ingin dicapai, prosedur pemanfaatan dana serta pertanggungjawabannya. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena seringkali sosialisasi hanya dilakukan kepada aparat pemerintah saja dan melupakan masyarakat sebagai pengguna (user) utama dari program-program pemerintah.
Selain itu, mekanisme pengaduan beserta penanganannya dan penerapan sangsi atas kasuskasus KKN dalam program ini perlu disiapkan secara matang dan benar-benar diterapkan. Agar penanganan pengaduan dapat dilakukan secara lebih efektif, maka pelibatan mukim dan mekanisme penanganan masalah secara adat perlu dioptimalkan.
S
etidaknya terdapat tiga tantangan besar dari program bantuan pendanaan dari pemerintah Provinsi dan ADG dari Kabupaten/Kota. Pertama, APBA dan APBK tidak disahkan tepat waktu. Akan sangat tidak adil bila pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota meminta gampong mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan, namun waktu pelaksanaan program hanya tinggal beberapa bulan lagi. Idealnya, gampong dapat mulai memanfaatkan dana-dana tersebut pada bulan April 2009.
Tantangan
kedua adalah, tidak optimalnya pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Bila gampong diminta untuk mencapai 100% anak usia 7-15 tahun agar bersekolah, tetapi pada kenyataannya terdapat sekolah yang tidak memiliki guru dan sarana lainnya yang memadai, maka jelas program ini tidak akan mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tantangan ketiga adalah tidak tersedianya perhatian yang lebih bagi gampong-gampong yang masuk dalam kategori tertinggal atau pun terpencil. Kondisi seluruh gampong tidak bisa disamaratakan. Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten/Kota perlu menaruh perhatian yang lebih besar terhadap gampong-gampong yang tertinggal dan terpencil dalam mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan.
5. LOGICA-AIPRD: SALAH SATU INISIATIF PROGRAM DONOR
Salah satu program yang dikembangkan untuk upaya perbaikan tata pemerintahan di Aceh serta pemberdayaan masyarakat di Aceh adalah LOGICA (Local Governance and Infrastructure for Communities in Aceh). Program ini adalah bagian dari Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development, dan merupakan respon Pemerintah Australia terhadap tsunami. Tujuan LOGICA adalah untuk menciptakan dampak positif
dalam pemulihan dan kemajuan rakyat Aceh, terutama di daerah yang terkena bencana, melalui pembangunan kembali masyarakat dan pelayanan publik oleh pemerintah. Semula, program ini dilaksanakan hingga Januari 2008, namun kemudian melakukan pengembangapengembagan dalam programnya, dan kemudian direncanakan akan berakhir pada desember 2008.
Untuk
mencapai sasaran, tiga komponen utam LOGICA adalah: Pemulihan Status Kepemilikan Tanah Masyarakat; Penguatan Kapasitas Pemerintahan Kecamatan; Pemberdayaan Masyarakat Desa. Berikut deskripsi komponen tersebut: ¾ Komponen 1 (pemulihan status kepemilikan tanah masyarakat), target LOGICA adalah memetakan 400 desa dengan menggunakan metode partisipatif dan disepakati warga. Tanggung jawab dari komponen ini adalah menjebatani kebutuhan masyarakat akan perumahan dengan menyediakan informasi dan menghubungkan masyarakt dengan lembaga pemberi bantuan rumah (donor, NGO, BRR dan lain-lain). ¾ Komponen 2 (Penguatan Kapasitas Pemerintahan Kecamatan), komponen ini berfokus pada perbaikan dan peningkatan tata kelola pemeriahan kecamatan, untuk menciptakan pemerintahan kecamatan yang tanggap akan kebutuhan dan permasalahan warga. Aktivitas komponen ini mencakup: perumusan tugas dan tanggung jawab, peningkatan kemampuan, menciptakan perencanaan dan penganggaran yang transparan dan melibatkan masyarakat, penyediaan sarana pendukung berupa kantor dan peralatannya serta pengadaan sistem manajemen informasi ti tingkat kecamatan. ¾ Komponen ke-3 (Pemberdayaan Masyarakat Desa), focus utama komponen ini adalah mendorong masyarakat berperan aktif dalam membangun desa masing-masing, melalui dukungan pengembangan kemampuandan bantuan sarana infrastruktur strategis. LOGICA menempatkan di 203 desa dampingan. Fasilitator bekerja bersma kader, keuchik dan anggota masyarakat lain untuk menganalisis dan memecahkan masalah di desa. Logica juga memberikan bantuan dana hibah per desa agar warga dapat membangun sarana yang dapat dibutuhkan bersama
Dalam mendukung infrastruktur desa, LOGICA mendorong juga masayarakat desa untuk mendisain bersama infrastruktur dalam skala kecil yang sesuai dengan keperluan desa, dan belum terpenuhi oleh donor dan pemerintah. Dana alokasi perdesa berkisar Rp.140.000.000,per desa, berkontribusi untuk mendirikan fasilitas dasar, seperti: drainase, jembatan, serta meunasah. Konsep kesepakatan kerja oleh masyarakat ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran bagi warga untuk mengelola pembangunan desa mereka sendiri. Kegiatan ini dikelola oleh Komite Pembangunan Desa, yang terdiri dari kader dan anggota masyarakat yang dipilih warga.
Mekanisme yang dikembangkan adalah menggali dari masyarakat atau institusi pemerintah yang yang terendah (Pemerintahan gampung dan kecamatan) atas kebutuhan-kebutuhannya. Dari proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses perencanan kerja-kerja yang dikelola oleh skeretariat Logica dibantu dengan fasilitator desa, fasilitator kecamatan serta fasilitator kabupaten.
Untuk perencanaan kedepan, LOGICA juga membangun upaya kerjasama dengan kantor Gubernur Aceh dalam rangka implementasi pengelolaan anggaran dana Gampung. Sebagaimana tertuang dalam UU Pemerintahan Daerah No 32/200. Peran utama yang diusulkan LOGICA dalam hal ini adalah mendorong agar pengelolaan anggaran gampung termanfaatkan dengan baik. Alokasi anggaran yang rencana disediakan dari APBA dan APBK. APBA akan meangalokasikan anggaran ke masing-masing gampung sebesar 100 juta sedangkan 50 juta pada masing-masing gampung akan dialokasikan dari APBK. Rancangan distribusi ADG tersebut selain mendukung pembangunan gampung namun direncanakan sebagai stimulan bagi gampung untuk mendorong performance pembangunannya. Stimulan dimaksudkan, karena ADG tidak akan diberikan pada tahun berikutnya jika performance pembangunan tidak baik. Beberapa kriteria tolak ukur performance yang direncanakan diantaranya seperti: jumlah angka kematian ibu dan anak akibat pelayanan yang buruk, jumlah partisipasi anak sekolan4
6. RINGKASAN TEMUAN 6.1 Partisipasi Warga Mendorong Keberlanjutan program
Hampir
semua program yang disusun oleh program-program dan institusi di atas, memberikan ruang partisipasi warga dalam setiap pengambilan keputusan. Hal itu tertuang jelas dalam mekanisme yang dibangun ataupun kebijakan yang menjadi landasannya . Bahkan keterlibatan warga tidak hanya pada level perencanaan, melainkan juga pada level pelaksanaan hingga pengawasannya. Warga juga diberikan akses yang luas untuk mengawasi pelaksanaan proyek.
Metode ini sangat baik untuk mempengaruhi perencanaan pembangunan pemerintah yang juga dimandatkan untuk partisipatif. Namun demikian, hingga kini belum ada jaminan berupa peraturan daerah atau sejenisnya di level kabupaten/kota yang bisa mengadopsi metode partisipatif ini. Dengan demikian, ada kekhawatiran bahwa metode partisipatif ini akan berhenti bersamaan dengan selesainya proyek.
Di sisi lain, masyarakat telah terlatih dan memiliki kapasitas yang baik untuk mendorong lahirnya pembangunan yang partisipatif.
Pada umumnya, program-program dari lembaga donor berupa stimulan bagi warga dan pemerintah daerah dan berada pada jangka waktu tertentu. Karena itu, setelah proyek 4 Sad Dian Utomo, Government Management Specialist Logica-AIPRD.
berakhir, semua donor berharap apa yang sudah dicapainya bisa dilanjutkan oleh pemerintah daerah. Bukan hanya pada metode partisipatif, tetapi juga pendanaannya.
Mengingat dana begitu besar yang dikelola pemerintah, maka sesungguhnya Aceh memiliki peluang untuk itu. Program PPK dan P2DTK, misalnya, sejak awal mewajibkan berbagi dana dengan pemerintah daerah meskipun porsinya tidak besar, yakni 30% untuk pembiayaan operasional. Dan pada saatnya nanti, hal ini akan diambil oleh keseluruhannya oleh pemerintah daerah.
Karena itu, yang perlu dilakukan sekarang adalah mendorong pemerintah daerah untuk mengadopsi metode partisipatif ini sekaligus melanjutkan pekerjaan proyek dimaksud. Bentuknya bisa berupa qanun atau peraturan gubernur. Dengan demikian, proyek-proyek ini memiliki jaminan untuk terus dilanjutkan.
6.2 Keunikan CSF dan Rekomendasi Kedepan
Program CSF mendorong ownership (rasa memiliki) pemerintah Kab/kota atas program masyarakat. Program ini mendorong peningkatan komitmen (good will) dari pemerintah. Salah satu komitmen dari pemerintah kabupaten Pidie untuk memperjuangkan pada tataran wilayah politik menjadi indikasi. Proses yang sama jika berhasil dan dikembangkan di pemerintahan wilayah lain, maka akan lebih besar pengaruhnya.
Upaya komitmen ini juga didorong dengan dasar koordinasi dengan dinas lain serta keseuaian dengan rencana program dinas lai, rencana pembangunan daerah serta rencana pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah maupun panjang.
Program CSF berkontribusi memperkenalkan/ mempraktekan/ transformasi pendekatan emosional pemerintah-rakyat. Lewat proses penyusunan program dan monitoring. Untuk kedepan menjadi hal yang patut tetap dipertahankan dan dikembangkan, bagaimana mendorong kohesivitas antara pihak pemberi layanan (pemerintah) dengan pihak yang diberi layanan (masyarakat)
CSF memberikan Seed Capital , melalui upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat gampung yang mendorong dirinya produktif dan mandiri . Indikasi yang ditemukan dari monitoring yang dilakukan Impact menunjukan bahwa beberapa kelompok yang didukung oleh CSF melakukan proses pengawalan perencanaan gampung sampai dengan pembahasan di legislatif.
CSF merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat, dimana potensi untuk sustainability akan semakin terbuka dengan adanya kerangka program nasional (PNPM), relokasi anggaran-anggaran langsung untuk masyarakat miskin dan terpinggirkan apalagi di Aceh, alokasi anggaran kedepan akan semakin besar dari dana otsus, dana bagi hasil migas serta ADG. Terlibat dalam proses-proses koordinasi dengan program pemerintah lain serta lembaga donor lain akan meningkatkan nilai lebih CSF
6.3 Komparasi Model yang dikembangkan CSF-CALGAP dengan Program lain Komponen
CSF-CALGAP
PPK (Program Pengembangan Kecamatan)
Dinas P3K Kota Banda Aceh
Dinas Pertanian Provinsi NAD
Memfasilitasi pengembalian setiap mantan pelaku dan korban konflik kedalam masyarakat melalui pengelolaan program reintegrasi
Mendorong peningkatan kesejahteraan bagi petani dan nelayan
Meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi pertanian; pengembangan komoditi unggulan; serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi pertanian
Dana pengelolan program bersumber dari APBN dan APBK/A
Dana pengelolan program bersumber dari APBN
Dana pengelolan program bersumber dari APBK Banda Aceh
Dana pengelolan program bersumber dari APBA
Jenis aktivitas yang akan dilakukan sangat tergantung kepada kerjasama yang dikembangkan oleh dekranas. Jika dukungan sponsor atau NGO ada, maka proses pekerjaan dapat dilakukan langsung oleh pengurus atau panitia pelaksana.
Proses tranfering dilakukan langsung oleh BRA kepada masyarakat korban konflik.
Mekanisme penganggaran, mengikuti mekanisme penganggaran APBK.
Mekanisme penganggaran, mengikuti mekanisme penganggaran APBK.
Diawali porses musrenbang des, kecamatan, kabupaten dan SKPD, untuk kemudian diajukan dalam legislative dan disahkan sebagai APBK/A. Proses kemudian pengajuan dari masing-masing dinas atas rencana keja kepada Bappeda
Diawali porses musrenbang des, kecamatan, kabupaten dan SKPD, untuk kemudian diajukan dalam legislative dan disahkan sebagai APBK/A. Proses kemudian pengajuan dari masing-masing dinas atas rencana keja kepada Bappeda
P2DTK
LOGICAAIPRD
Menciptakan dampak positif dalam pemulihan dan kemajuan rakyat Aceh, terutama di daerah yang terkena bencana, melalui pembangunan kembali masyarakat dan pelayanan publik oleh pemerintah Hibah dari pemerintah Australia yang di delivered by Hassall and Associates International
Membangkitkandan membangun kembali ekonomi perajin masyarakat Aceh pasca tsunami
Logika memiliki tim seleksi untuk menentukan jenisjenis usaha/pekerjaan yang akan di subkontraktorkan dengan pihak lainnya, seperti penyelenggaraan training. Untuk dukungan dana langsung ke masyarakat, tim membangun criteria dan penilaian atas performance kelompok masyarakat atau pemerintah gampung
i.
Tujuan utama
Meningkatkan hubungan antara komunitas masyarakat dengan pemerintah daerah dan peningkatan kualitas hidup pemukiman komunitas.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, memperkuat institusi local dan memperbaiki kinerja pemerintah daerah
Membantu pemerintah daerah dalam mempercepat pemulihan dan pertumbuhan social ekonomi di NAD
ii.
Sumber Pendanaan
Dana pengelolan program bersumber dari APBN, APBK dan APBA
Dana pengelolan program bersumber dari APBN, APBK dan APBA
iii.
Mekanisme pendanaan
Merupakan bagian pendanaan CALGAP yang didukung oleh CIDA dan anggota FCM (The Federation of Canadian Municipalities) Mekanisme pendanaan diawali dengan proses pembentukan komite, seleksi kriteri dan jenis dukungan, membuka pengumuman di media masa, menerima dan menseleksi proposal kelompok masyarakat yang masuk, mereview dan menyetujui untuk didukung programprogram usulan komunitas.
Pendanaan berdasarkan list kebutuhan masyarakat hasil Musyawarah desa yang telah didiskusikan, diseleksi dan diputuskan untuk kemudian dana dikirimkan ke KPPN (Kantor Pelayanan Perbendahaaran Negara) untuk diterukan ke rekening kolektif desa
Kebutuhan berangkat dari musyawarah desa yang kemudian dikaji kembali oleh tim pengkajian. Setelah proses ini maka usulan pendanaan diajukan dan diputuskan di musyawarah kabupaten untuk ke mudian dana ditransfer ke Unit pengelola kegiatan dinas (UPKD)
DEKRANASDA NAD
Untuk operasional kerja bagi secretariat, maka dekranas mendapatkan alokasi dana dari APBA/K. dan mendapatkan staf PNS yang diperbantukan bagi kerja-kerjanya.
BRA
Identifikasi nama korban dan jenis bantuan yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan kebijakan, lebih dahulu dieseleksi dan diverifikasi oleh BRA di tiap kabupaten.
iv.
Implementor proyek
Implementation CSFCALGAP adalah The FCM.
Fasilitator Desa, Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten, Unit pelaksana kegiatan yang dipilih dari musyawarah desa
Unit pengelola Kegiatan Dinas (UPKD) yang berperan sebagai pelaksana kegiatan berdasarkan hasil musywarah.
Fasilitator desa, fasilitator kecamatan, fasilitator kabupaten, konsultan pendukung (untuk tata pemerintahan, penguatan masyarakat desa, infrastruktur desa) serta tim pendukung manajemen Logica
Pengurus DEKRANASDA Provinsi di Aceh terdiri atas : Ketua, Ketua Harian, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. Unsur-unsur didalam kepengurusan dapat teridiri dari PNS yang diperbantukan serta unsure swasta yang bekerja secara sukarela
v.
Penerima Manfaat
Kelompok-kelompok masyarakat di Kota Banda Aceh, Kab. Pidie dan Kab Aceh Jaya.
Masayarakat desa
Masyarakat Aceh di wilayah terpinggir/terisolasi
Masyarakat pengrajin di seluruh kabupaten/kota Aceh
vi.
Mainstreaming cross cutting Thames
Mensyaratatkan seluruh mitra memasukan tema-tema kesetaraan gender, peace building, keberlanjutan lingkunan an anti korupsi dalam usulan program .
Mendorong ruang aspirasi perempuan dalam proses penyampaian usulan berupa musyawarah desa khusus perempuan.
Mendorong ruang aspirasi perempuan dalam proses penyampaian usulan berupa musyawarah desa khusus perempuan.
Kesetaraan gender: mendorong perimbangan hak perempuan maupun laki-laki dalam proses keseharian
Kegiatan pembangunan di desa mendorong kesempatan yang sama bagi perempuan
Kegiatan pembangunan di desa mendorong kesempatan yang sama bagi perempuan
Masyarakan yang terkena dampak bencana tsunami diwilayah kerja terpilh Menempatkan seorang gender specialist, transparency specialist serta mendorong isu anti korupsi untuk selalu memberikan masukan atas kerjakerja program yang dilakukan
Program mendorong upaya dengan tidak mengakibatkan kerusakan lingkunag
Mainstreamin didorong untuk pembelaan bagi kelompok atau anggota masyarakat pengrajin yang cenderung terpinggirkan.
Struktur organisasi BRA terdiri dari Ketua, Sekretaris, Koordinator Bidang Ekonomi, Koordinator Bidang Sosial Budaya, dan Koordinator Bidang Data. Disamping BRA, juga di bentuk Forum Bersama yang terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh LSM serta NGO dalam dan luar negeri Masyarakat korban konflik di Aceh
Mainstraming lebih focus kepada hal menyangkut perdamaian, upayaprogram reintegrasi dapat berupa program ekonomi rakyat, kompensasi korban konflik dll, ditekankan pada reintegrasi korban/pelaku konflik kedalam masyarakat
untuk kemudian disetujui dan didukung pendanaanya Dinas P3K terdiri atas 4 Subdinas, yang mengelola program-program, sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya, diantaranya Subdinas Program, Subdinas Peternakan, Sub Dinas Pertanian, serta Sub Dinas Perikanan
untuk kemudian disetujui dan didukung pendanaanya Bidang Program dan Pelaporan; Bidang Produksi Padi, Palawija dan Hortikultura; Bidang Usaha Tani dan pengembangan Lahan; Bidang Perlindungan Tanaman; Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
Masyarakat petani dan nelayan di Kota Banda Aceh
Masyarakat Aceh
Mendorong peningkatan harkat masyarakat petani dan nelayan kota banda aceh
Mendorong peningkatan harkat masyarakat petani dan keluarga lebih baik
petani
Anti korupsi, trust dan transparan mendorong proses anti korupsi Perdamaian menjadi isu yang terus diangkat dan disampaikan dalam pertemuan/kegiatan vii.
Partisipasi dalam proses perencanaan dan Implementasi program
Partisipasi masyarakat diakomodasi dalam komite. Program yang diusulkan oleh kelompok, merupakan hasil diskusi kebutuhan dari anggota kelompok .
Partisipasi masyarakat desa dilakukan melalui musyawarah desa Implementasi program melibatkan masyarakat desa
Implementasi program dengan pelibatan seluruh anggota kelompok
viii.
Transparansi pengelolaan program,
ix.
Pihak yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan program
x.
Mekanisme pertanggung gugagataan
Partisipasi masyarakat dilakukan melalui musyawarah Desa dan musyawarah kabupaten Implementasi program melibatkan masyarakat desa
Inisitaif dilakukaan pengelola dengan mandate perbaikan kondisi masyarakat pasca tsunami Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan dorong, seperti partisipasi dalam perencanaan tata ruang desa, pemulihan status kepemilikan tanah dll Web site dan annual report menjadi media transparansi dalam pengelolaan program
Inisitaif dikembangkan dari pemerintan nasional untuk mengembangkan kreatifiatas warga
Partisipasi warga melalui perwakilan elemen-elemen dalam struktur organisai, diantaranya pemerintah TNI, GAM
Perencanaan dibangun melalui partsipasi warga dari tingkat desa (musrenbang des) sampai dengan proses politik dan pengangran tahunan di legislative.
Perencanaan dibangun melalui partsipasi warga dari tingkat desa (musrenbang des) sampai dengan proses politik dan pengangran tahunan di legislative.
Transparansi pengelolaan anggaran masih belum optimal menggunakan media-media yang diketahu public
Transparansi pengelolaan anggaran masih belum optimal menggunakan media-media yang diketahu public
Transparansi pengelolaan anggaran masih belum optimal menggunakan media-media yang diketahu public
Transparansi pengelolaan anggaran masih belum optimal menggunakan media-media yang diketahu public
Badan Pelaksana dan Forum Bersama yang terdiri dari elemen pemerintah, Gam, akademisi, organisasi masyarakt sipil serta GAM Pertanggungjawab disampaikan kepada Gubernur.
Kepala Dinas dan Kasub dinas terkait
Kepala Dinas dan Kasub dinas terkait
Audit tahunan dilakukan oleh institusi formal pemerintah secara regular (BPK)
Audit tahunan dilakukan oleh institusi formal pemerintah secara regular (BPK)
Partisipasi warga dibuka dengan pelibatan unsur swasta untuk mendedikasikan fikiran dan sumber daya secara volentery untuk mendukung.
Proses seleksi dilakukan secara terbuka melalui media cetak dan launching program dengan mengundang pihak-pihak yang berkepentingan serta regular report yang di publish melalui web Sterering committee terpilih di masingmasing wilayah
Perencanaan anggaran program pembangunan di publish melalui media public seperti papan pengumuman desa dan kecamatan
Perencanaan anggaran program pembangunan di publish melalui media public seperti papan pengumuman di kabupaten
Masyarakat desa, Kecamatan, fasilitator desa, fasilitator kecamatan dan BPM (Badan Pemberdayaan Masyarakat)
Masyarakat masyarakat gampung, Pejabat Pembuat Komitmen (PP Komitmen) Kabupaten
Tim manajemen LOGICA-AIPRD
Pengurus Dekranasda
Laporan tahunan selain disampaikan kepada pemerintah pendukung juga dipublis secara luas melalui annual report
Laporan pengelolaan anggaran di publikasi di papanpapan pengumuman
Laporan pengelolaan anggraan di publikasi di papanpapan
Laporan tahunan selain disampaikan kepada pemerintah pendukun juga dipublis secara luas
Laporan pertanggung jawaban dibahas dalam rapat umum Dekranas
Audit tahunan dilakukan oleh audit independent yang dipilih oleh pengelola program xi.
Korelasi dengan programprogram pembangunan Pemerintah
Memberikan kontribusi pada program-program pemerintah yang belum didukung, khususnya mendorong kelompok masyarakat yang lebih mandiri.
desa dan kelurahan serta annual report yang dipublish kepada public
pengumuman di kecamatan serta annual report yang dipublish kepada public
melalui annual report
Audit tahunan dilakukan oleh audit independent yang dipilih oleh pengelola program PPK merupakan salah satu bagian besar dari program nasional untuk mendorong pemberdayaan masyarakat
Audit tahunan dilakukan oleh audit independent yang dipilih oleh pengelola program Merupakan bagian dari program nasional mendorong pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal serta penguatan tata pemerintahan khusunya diwilayah yang terpinggir
Audit tahunan dilakukan oleh audit independent yang dipilih oleh pengelola program Memberikan kontribusi pada program-program pemerintah yang belum didukung, khususnya mendorong kelompok masyarakat yang lebih mandiri.
Mendorong peran pemerintah untuk terlibat langsung dengan inisitif dan usaha di kelompok masyarakat.
xii.
Kekuatan program yang dapat dimanfaatkan
Model mendorong ownership bagi pemerintah kota dalam mendorong programprogram yang dikembangkan kelompok komunitas Komitmen dari pemda/pemkab untuk mengalokasiakan anggaran untuk mendukung program ke kelompok komunitas dengan model CSF
Wadah musyawarah desa, musyawarah anatar desa, fasilitator desa menjadi modal dasar bagi proses pembangunan di desa Data survey desa tentang keadaan prasarana dan social desa.
Peta wilayah terisolasi dan tertinggal , namun demikian belum sempurna. Sevbagai catatan, program ini dalam pelaksanaannya tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena adanay perbedaan persepsi dalam pengelola program
Mendorong kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung inisiatif yang dibuat seperti qanun kecamatan, Standar pelayanan minimum dan Unit Pengaduan Masyarakat. Model tata pemerintahan kecamatan dan gampung yang difasilitasi. Terdapat visi, misi dan tupoksi. Program strategis gampung dapat ditutunkan dari renstar gampung ini. Dengan demikian untuk CSF juga dapat melakukan penyesuaian bagi
Laporan pertangung jawaban disampaikan kepada walikota untuk kemudian dipaparkan dalam Rapat pertanggung jawaban di Legislatif
Laporan pertangung jawaban disampaikan kepada Gubernur kemudian dipaparkan dalam Rapat pertanggung jawaban di Legislatif
Bagian dari program nasional untuk mendorong kreatifitas pengrajin dan mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi pengrajin.
Merupakan bagin dari upaya mendorong reintegrasi masyarakat korban konflik dalam masyarakat sehingg mendorong proses pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan
Merupakan bagian dari rencana pembangunan daerah kota banda aceh (RPJMD) dan disusun dalam bentuk Renstra Dinas
Merupakan bagian dari rencana pembangunan daerah provinsi (RPJMD) dan disusun dalam bentuk renstra dinas
Semangat volentery dari beberapa pengurus mendorong kratifitas dan ide untuk melaksanaakn program-program serta menjalin hubungan dengan pihak donor atau sponsor lain.
Program ekonomi untuk eks kombatan dan korban konflik penting terus diperkuat, guna mendorong warga lebih produktif dan tidak kembali ke konflik bersejata.
Memiliki sistem pelayanan satu atap atas 3 isu yang memudahkan koordinasi secara langsung dalam satu dinas (peternakan, perikanan, pertanian dan kelautan ). Bahkan koordinasi tersbut juga akan berpotensi mendorong proses pengembangan masyarakat desa yang terpadu.
Renstra dinas sudah ada dan dapat dimanfaatkan
program yang akan didukungnya
Namun demikian, karena restrukturisasi ini masih baru, masih dirasakan kurumitan-kerumitan dalam operasional . Renstra dinas sudah ada dan dapat dimanfaatkan
7. CATATAN KRITIS Beberapa model pengembangan program sebagaimana diuraikan diatas (termasuk CSF) akan sangat kuat manfaatt yang dirasakan masyarakat jika terus menerus memunculkan ownership, baik ownership bagi pemerintah selaku pengelola program dan pemberi layanan, maupun masyarakt masyarakat yang secara kolektif membangun dirinya semakin berdaya. Ownership akan mendorong dan membuka akses bagi masyarakat itu sendiri, partisipasi dalam membangun keterlibatan masyarakat dalam membangun, kontrol dalam proses pengawalan program serta manfaat yang artinya proses pemenuhan kesejahteraan masyarakat umum berkelanjutan dengan ditopang tata pemerintahan yang kian baik. Dalam mendorong pengembangan program sebagaimana yang dikembangkan oleh program-program (PPK, Dekranas, BRA, KP2DT, LOGICA), menjadi tetap penting untuk mensinergikan dengan perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan pembangun daerah yang telah tersusun. Baik perencanaan pembangunan di level nasional, provinsi maupun kabupaten. Perencanaan pembanguan yang ditinjau bukan saja perencanaan pembangunan tahunan, namunu juga perencanaan jangka menengah dan jangka panjang. Rencana Kebijakan Anggaran Dana Gampung akan berpotensi mendukung jumlah resources di masyarakat untuk guna mendukung program-program yang sudah berjalan selama ini didukung kebijakan-kebijakan daerah. Dalam masa rehabilitasi dan rekontruksi upaya program-program yang dilakukan sejumlah CSF-Calgap dan Program lainnya merupkan ruang-ruang yang dapat menjadi pilot-pilot project bagi wilayah lain dan bagi kepungurusan pemerintahan dimasa mendatang, pembelajaran yang diperoleh serta hasil yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, akan menjadi pijakan bagi upaya pembangunan kedepan. Intervensi program dalam mendorong peningkatan kapasitas bagi pemberi layanan publik (pemerintah) dan penguatan masyarakat sangat dibutuhkan. Penguatan masyarakat untuk selalu kritis berpartisipasi dalam proses pembangunan serta kreatif mengembangkan usaha di masyarakat. Sementara penguatan bagi penyelenggara layanan, penting guna mendorong proses pembangunan tepat sasaran dan kebutuhan masyarakat serta memberikan layanan yang prima bagi masyarakat. Forum warga di tingkat gampung yang telah dibangun oleh project, akan lebih optimal jika dapat dimanfaatkan oleh project-project pembangunan dari lembaga donor lain ataupun instansi pemerintah. Demikina pula dengan forum warga yang sesungguhnya telah dibangun pemerintah dari level desa dan kecamatan. (musrenbangdes dan musrenbang kab)
Terima Kasih Ferry Yuniver S-Yappika
-