ACCOUNTING FOR INCOME TAX PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi
KELOMPOK 4 Putri Nurfidina
C11149014 Dwi Apriani C11149016 Salsa C11149017
Pahlawanita
Tia Oktaviani C11149018
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ekuitas Bandung Akuntansi . 2015 BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan yang
dimaksud adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Sementara itu, tugas akuntan adalah untuk melindungi pemakai tersebut dari kesalahan membaca inforrnasi dalam akuntansi keuangan yang disajikan oleh akuntan. Di dalam praktiknya, perusahaan-perusahaan yang merupakan Wajib Pajak Badan harus menghitung penghasilan dengan dua cara yang berbeda. Di satu sisi, akuntan perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Sementara itu, di sisi lain akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam ha1 ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan ketentuan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan atau disingkat SPT Tahunan PPh Badan. Tahun 1997 lkatan Akuntan lndonesia (IAl) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi pajak penghasilan. PSAK 46 ini dikeluarkan untuk memenuhi tuntutan dalam memasuki era globalisasi agar laporan keuangan yang disajikan perusahaan lndonesia yang digunakan di dalam negeri maupun di luar negeri dapat sejalan dengan perkembangan standar internasional. PSAK 46 ini sejalan dengan SFAS 96 yang diterbitkan oleh FASB tahun 1987 dan SFAS 109 pada tahun 1992, mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Meskipun sudah disahkan sejak tahun 1997, namun implementasi dari PSAK 46 masih sering menciptakan kendala tersendiri bagi para akuntan. Banyak dari kita yang sudah lupa atau bahkan belum mengerti bahwa pajak berdasarkan 'hidupnya' pada akuntansi alias pembukuan. Dalam praktik keseharian memenuhi kewajiban menjalankan hak perpajakan, kita sering lupa mengaitkan perpajakan dengan logika akuntansi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai “Perlakuan Akuntansi untuk Pajak Penghasilan”.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah ini, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implikasi penerapan PSAK No. 46 terhadap perhitungan laba bersih
dalam laporan keuangan? 2. Bagaimana pengakuan pengaruh pajak pada periode berjalan dan periode mendatang
terhadap transaksi yang telah diakui dalam laporan keuangan? 3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara laba bersih yang dihitung dari
laporan keuangan yang menerapkan PSAK No. 46 dengan laba bersih yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan?
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah:
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubung
tugas
negara
untuk
menyelenggarakan pemerintahan. (P. J. A. Adriani) Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. (Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH) Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. (Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock) Sehingga, dari beberapa pendapat mengenai pengertian pajak dapat disimpulkan bahwa pajak adalah salah satu instrumen fiskal pemerintah yang digunakan untuk membiayai pembangunan Nasional. Pajak merupakan wujud kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari negeri. Guna meningkatkan penerimaan pendapatan negara dari sektor perpajakan, pemerintah mereformasi sistem perpajakan dengan menganut self assessment system. Self assessment system adalah sistem perpajakan yang mempercayakan wajib pajak untuk menetapkan, menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak terutang yang harus dibayar menurut peraturan perpajakan (Wirawan, 2008:32).
Pajak penghasilan merupakan salah satu sektor pajak yang memiliki kontribusi cukup besar dalam penerimaan perpajakan. Pembayaran pajak penghasilan dianggap sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak perusahaan kepada negara yang nantinya akan digunakan sebagai biaya pembangunan bagi negara (Dewi kartika dan Dwi Martini, 2010). Menurut Undang-undang no. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, lapisan penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 Di atas Rp 100.000.000
Tarif Pajak 10% 15% 30%
Pajak penghasilan bagi perusahaan merupakan jumlah yang harus dibayarkan kepada negara yang timbul karena diberlakukannya peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara ekonomis beban pajak diberlakukan sebagai biaya. Untuk rnengatur perlakuan akuntansi atas pajak penghasilan ini, IAI telah rnenetapkan PSAK 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. 2.2
Pajak Penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46)
Pengertian pajak penghasilan menurut PSAK 46 adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Perhitungan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) tersebut bertitik tolak dari laba komersial atau laba akuntansi. Sebagaimana dijelaskan di atas, Laba Akuntansi rnerupakan terminologi yang dipakai rnenurut SAK yang berarti laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi dengan beban pajak, sedangkan Penghasilan Kena Pajak atau Laba Fiskal merupakan terminologi pajak yang berarti laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar penghitungan PPh.
Secara konseptual, PSAK 46 mengatur tentang Akuntansi Pajak Penghasilan yang rneliputi dampak Pajak Penghasilan di masa yang akan datang yang harus disajikan dalam neraca dan laba rugi tahun berjalan, akuntansi untuk PPh Final, surat ketetapan pajak dan sebagainya. Walaupun demikian, dalam prakteknya PSAK 46 lebih populer dengan sebutan Akuntansi Pajak Tangguhan. Hal ini disebabkan porsi pajak tangguhan lebih dorninan daripada perlakuan lainnya. 2.3
Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan atau diperbolehkan. Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran penghasilan dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekedar intstrumen penstranfer sumber daya (fungsi budgeter), akan tetapi seringkali pula digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan, dll (fungsi mengatur) yang kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Oleh karena dasar perhitungan penghasilan untuk keperluan perhitungan pajak penghasilan berbeda dengan dasar perhitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau dengan perkataan lain, akibat dari perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, maka akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antar kedua basis tersebut. Pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang - income tax payable / income tax liability,” sedangkan pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak, disebut sebagai “Beban pajak penghasilan - income tax expense / profision for income taxes”. 2.3.1
Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak tangguhan atau pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini (current tax) merupakan jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada suatu periode. Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu, Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana Pajak Penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak. Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan mengakibatkan aset pajak tangguhan.
2.3.2
Aset Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh di kurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Kewajiban pajak tangguhan timbul karena adanya perbedaan waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi dalam hal- hal sebagai berikut :
1. Apabila Penghasilan sebelum Pajak lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak, maka Beban Pajak pun akan lebih besar dari Pajak Terutang, sehingga akan menghasilkan Kewajiban Pajak Tangguhan. 2. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari Penghasilan Kena Pajak, maka Beban Pajaknya akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang, sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan. Perbedaan Temporer PSP > PKP PSP < PKP
Perbedaan Temporer x Tarif BP > PT BP < PT
Hasilnya : Kewajiban Pajak Tangguhan Aset Pajak Tangguhan
Keterangan : PSP
: Penghasilan Sebelum Pajak
BP
: Beban Pajak
PKP
: Penghasilan Kena Pajak
PT
: Pajak Terutang
Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
2.4
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak mencakup 2 hal, yaitu:
Interperiod Allocation Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar
periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
Intraperiod Allocation Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa).
Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation tidak pernah dijumpai, sehingga pembahasan kali ini lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
Metode Alokasi Pajak Inter-periode (Interperiod Allocation) Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan. Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak yaitu :
1. Deferral Method (Metode Pajak Tangguhan) Dalam metode ini menggunakan pendekatan laba rugi yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Hasil perhitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai Pajak Tangguhan pada laporan
laba rugi. Metode ini lebih menekankan Matching Principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut. Keunggulan dan Kelemahan dari metode ini adalah : 1. Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada periode mendatang. Sedangkan di lain pihak, metode kewajiban tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang. 2. Metode pajak tangguhan lebih obyektif bila dibandingkan dengan metode kewajiban, karena tidak menggunakan estimasi atau asumsi berkenaan dengan waktu pemulihan penhasilan kena pajak kini maupun pada periode pemulihan atau tarif pajak. 3. Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi perusahaan dan tidak tergabung dalam nilai individu asset atau kewajiban, penghasilan atau biaya, seperti halnya pada metode pajak netto. 4. Kelemahan metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya konsep mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit pajak tangguhan. Para direksi lebih memfokuskan pada masalah laporan laba-rugi dan obyektivitas pengukuran beban pajak dalam metode pajak tangguhan, dibandingkan dengan perhatiannya terhadap neraca perusahaan dan konsistensi teori kredit pajak tangguhan dengan ekuitas lainnya. 2. Liability Method (Metode Kewajiban) Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksi aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan
akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan non temporer. Beban pajak tangguhan di laporkan di laba rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negative dari beban pajak tangguhan. 3. Net–of–Tax Method (Metode Pajak Neto) Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi dari pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan.
2.5
Pencatatan dan Penyajiannya
Pengakuan aset dan kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Karena tarif Pajak Penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasailan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam aplikasinya, tarif pajak maksimum PPh 30% digunakan karena alasan kepraktisan.
2.5.1 Pencatatan Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah Keterangan Aset pajak tangguhan Pendapatan pajak tangguhan
Debit Xxxx
Kredit Xxx
Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah Keterangan Beban pajak tangguhan Kewajiban pajak tangguhan
Debit xxxx
Kredit Xxx
2.5.2 Penyajian pajak tangguhan 1
Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dalam neraca.
2
Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini (tax receivable/prepaid tax) dan kewajiban pajak kini (tax payable).
3
Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau kewajiban lancar.
4
Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini dan iumlah netonya disajikan dalam neraca.
5
Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
6
Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh 29.
7
PPh final:
a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan dengan PPh final berbeda dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak boleh diakui sebagai aset atau kewajiban pajak tangguhan. b. Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak diakui proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. c. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak. d. Akun PPh final dibayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh final yang masih harus dibayar. 8. Perlakuan akuntansi untuk hal khusus: a. Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan.
b. Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan. c. Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk periode berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi.
Penyajian dalam laporan keuangan Laba sebelum PPh
xxx
PPh: • Pajak Kini
xxx
• Pajak Tangguhan
xxx (xxx)
Laba Setelah PPh
xxx
BAB III KESIMPULAN Berdasarkan data dan literatur yang digunakan dalam penyajian makalah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan dilaporkan laba rugi sesuai dengan jumlah yang terutang menurut SPT berdasarkan tax payable method. Dengan mulai berlakunya PSAK 46, jumlah beban pajak yang harus diakui menjadi terdapat 2 unsur utama, yaitu: pajak kini (Current Tax)
dan pajak tangguhan
(deffered tax). Sehingga timbulnya kewajiban bagi perusahaan untuk menghitung dan
mengakui pajak tangguhan (deffered taxes) atas future tax effects dengan menggunakan pendekatan the asset and liability method, yang berbeda dengan pendekatan income statement liability method yang digunakan sebelumnya oleh perusahaan dalam menghitung pajak tangguhan. Current Tax merupakan jumlah-jumlah PPh terutang atas penghasilan kena pajak periode berjalan, sedangkan Deffered Tax dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui perbedaan antara saldo menurut buku dan saldo menurut fiskal (per SPT-PPh Badan) atau menghitung jumlah temporary differences (perbedaan antara dasar akuntansi dan dasar pajak). Maka pada tanggal neraca dapat dilihat jumlah aktiva pajak tangguhan (deffered tax assets) dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities). Perhitugan Beban Pajak : Pajak Terutang
A
Beban (Penghasilan) Pajak Tangguhan
B +/-
Beban Pajak
C
Beban pajak dikaitkan dengan laba akuntansi dengan ikut memperhitungkan perbedaan temporer dalam perhitungan beban pajak dan jumlah manfaat yang akan datang diakui sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan, serta pajak terutang diakui sebagai kewajiban. Menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan balance sheet liability method harus memahami konsep perbedaan temporer. Perbedaan ini didapat dari akuntansi (sesuai dengan PSAK) dengan akuntansi fiskal (yang dijadikan dasar pelaporan SPT). Apabila perbedaan tersebut sudah dapat ditentukan, maka akan dihitung jumlah aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan.
Apabila saldo akhir aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang berasal dari perbedaan temporer pada tanggal neraca telah diketahui, maka dengan membandingkannya dengan saldo awal, akan diketahui perubahan (kenaikan atau penurunan) deffered tax assets / liabilities. Jumlah kenaikan/ penurunan deffered tax assets / liabilities merupakan beban pajak tangguhan (deffered tax expense) atau penghasilan pajak tangguhan (deffered tax). Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak Pajak Penghasilan di masa yang akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer / waktu antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa yang datang yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu. Dampak Pajak Penghasilan di masa yang akan datang perlu diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar di masa mendatang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa mendatang. Bila dampak pajak di masa mendatang tersebut tidak tersaji, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pemakainya. Dengan penyajian tersebut maka pengguna laporan keuangan semestinya tidak akan melakukan overvalued atau undervalued dalam menilai laporan keuangan. Dari sini dapat dilihat bagaimana implikasi penerapan PSAK No. 46 terhadap laporan keuangan, terutama terhadap penentuan laba bersih perusahaan. Laba bersih yang dihitung dalam laporan keuangan yang sudah terdapat pengakuan atas perbedaan temporer melalui pajak tangguhan (sesudah penerapan PSAK No. 46) akan berbeda dengan laba bersih dari laporan keuangan sebelum penerapan PSAK No. 46. Bagi perusahaan-perusahaan go public yang terlebih dahulu menerapkan PSAK No. 46, hal ini tentu saja akan membawa konsekuensi bagi pelaporan pendapatan bersih perusahaan.
Karena laporan keuangan perusahaan itu nantinya disorot oleh berbagai pengguna, terutama para investor yang akan berinvestasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://merina-merina.blogspot.com/2012/01/pajak-tangguhan.html http://repository.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/621/content.pdf?sequence=1 Diana Sari. 2005. Akuntansi untuk Pajak Penghasilan. Jakarta. Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Ekonomi, Volume 7 Nomor 1. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Graha Akuntan.
Putu Sofyan Hadi, Maria M. Ratnasari. 2012. Analisis Pengaruh Ekuitas Wajib Pajak Badan pada Beban Pajak Penghasilan. Bali. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Sofyan Syafri Harahap, SE., MS., Ac. 1993. Teori Akuntansi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis Dampak Penerapan PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan terhadap Laba Bersih Perusahaan Lampiran 2 Akuntansi untuk Pajak Penghasilan Lampiran 3 Analisis Pengaruh Ekuitas Wajib Pajak Badan pada Beban Pajak Penghasilan