ABUBAKAR:
ISLAM DAN
KEMERDEKAAN BERAGAMA TJETAKAN KEDUA
PENdIARAN
KEmcnTERinn i o n « DJALAN PERTJETAKAN NEGARA 6 DJAKARTA.
PERTJETAKAN NEGARA —
DJAKARTA
0281 5460
ISLAM D A N K E M E R D E K A A N B E R A G A M A . Oleh: H.
ABUBAKAR.
Orang selalu menuduh, bahwa Islam disiarkan dengan pedang dan paksaan. Orang selalu menjiar-njiarkan, bahwa pemelukpemeluk Islam pernah memperkosa pengikut-pengikut agama lain dengan kekedjaman, supaja masuk Islam. Pikiran jang sesat ini, jang mula-mula dilemparkan oleh beberapa pengarang bangsa Barat kepada Islam perlahan-lahan telah mendjadi sumber kejakinan di Barat dan di Timur, sehingga mereka jang hanja mengenal Islam dari keterangan-keterangan jang tidak benar itu, meskipun mereka kadang-kadang anak dan putera dari orang-orang Islam sendiri, telah memandang agama Islam tak dapat didjadikan dasar perdamaian, tak dapat didjadikan dasar kerdja bersama dengan golongan jang lain paham keagamaannja. Paham jang salah ini menimbulkan ketakutan jang amat sangat didalam bermatjammatjam golongan bangsa kita, jang merasa dirinja, djikalau Islam kelak berpengaruh didalam pemerintahan, mereka akan menderita kekedjaman dan penghinaan. Barang siapa jang mengetahui sedjarah Islam, baik riwajat perdjuangan Nabi Muhammad s.a.w., maupun pemerintahan dizaman Chalifah-chalifah Islam dan radja-radja dahulu dan sekarang jang mengikut djedjak Djundjungan Islam itu, tentu akan tersenjum melihat ketakutan dan ketjurigaan jang tak pada tempatnja itu. Maupun didalam penjiaran agama, didalam perdjuangan sosial, politik dan ekonomi, maupun didalam penjerbuan dan pertempuran, peperangan dan perkelahian, Islam selalu memegang teguh prinsipnja, kesatria, berlapang hati, selalu bersikap menghargakan kepertjajaan golongan lain, belum pernah mempergunakan kekedjaman dan perkosaan, djika tidak pada tempatnja. Didalam memenuhi kewadjiban menjampaikan dakwah dan seruan kebenaran, Islam membawa agama jang telquel, terus-terang, terlihat njata dengan tak ada rahasianja, djika suka boleh diambil, ingin boleh dipeluk. Allah s.w.t. sendiri telah menjatakan didalam Al-Qur'an: „Bahwa manusia diatas muka bumi ini didjadikan bergolong-
2 golongan, supaja mereka berkenal-kenalan antara satu sama lain". Dan pemeluk Islam berpegang kepada perintah Allah: „Bahwa tak' ada paksaan dalam agama, jang baik sudah terang, jang buruk sudah ternjata". Orang Islam maupun keradjaannja tidaklah bermaksud akan mengislamkan manusia dengan kekedjaman, dengan pedang dileher, tetapi i'tikad mereka jang teguh ialah akan membawa seluruh ummat manusia kedjalan Allah, kedjalan Islam, djalan keselamatan dan bahagia, dengan alasan-alasan jang njata! dengan paham agamanja jang luas dan berdasar atas ilmu dan akal. Mereka jakin, bahwa djika hak sudah datang, jang batal tentu akan lenjap sendiri. Qur'an menerangkan, bahwa tiap-tiap manusia hanja menanggung djawab terhadap Tuhan dan perselisihan tentang kejakinan akan diputuskan kelak dipadang Mahsjar, hari perhitungan. Tetapi disamping itu, djika Islam diganggu, agamanja ditjemarkan, kemerdekaannja hendak dirampas, ketika itulah pemeluk Islam menghunus pedangnja jang tadjam dibawah komando Allah; „Serbulah mereka, sehingga tak ada fitnah lagi dan semua agama mendjadi milik Allah" (Qur'an S. Al. Anfal ajat 39). Pemeliharaan kemerdekaan beragama ini tidak didalam theorie sadja, tetapi Nabi Muhammad s.a.w. memperlihatkan sikap itu didalam praktek. Tidakkah beliau berdjandji melindungi djiwa, agama dan harta-benda kaum Keristen di Nadjran dan sekitarnjâ dalam tahun 631-632? Diperintahkannja, bahwa kepertjajaan mereka itu tidak boleh diganggu, kebiasaannja tidak boleh disinggung, hak dan kewadjibannja tidak boleh diubah. Pendeta dan Guru agamanja tidak boleh dipetjat, besar ketjil semua mereka harus merasai keamanan hidupnja, sebagaimana dizaman sebelum beliau begitu djuga dimasa beliau memegang kendali pemerintahan, patung dan palang salib tidak dibinasakan, mereka tidak boleh menindas dan tidak boleh ditindas, mereka tidak boleh membalas dendam sebagai dalam zaman djahilijah, bea persepuluhan tidak ditarik dan mereka tidak diwadjibkan memberi makanan kepada tentara Islam dan lain-lain. Ditjeriterakan, bahwa didalam zaman Rasulullah datang kepada beliau beberapa orang pendeta Keristen, hendak berbitjara tentang soal agama. Orang-orang Islam jang terkenal ramah-tamahnja menempatkan mereka itu dirumah-rumah disekeliling dan djuga didalam mesdjid Djundjungan kita sendiri. Tamu-tamu itu menumpang disana beberapa hari sampai kepada hari minggu, hari Tuhan Jesus, menurut kepertjajaan mereka. Bagi orang Islam seluruh bumi Allah itu mesdjid dan mussalla, tetapi tamu-tamu Keristen
3 itu harus pergi kegeredja, jang didalamnja mereka dapat menjembah Tuhannja. Apa akal? Disekeliling tempat mereka menumpang itu tidak ada geredja. Dan didalam kesukaran rohani itu Djundjungan Islam datang menolong. Nabi Besar Muhammad s.a.w. mempersilakan mereka mempergunakan mesdjid beliau sendiri 1). Adakah tjontoh kesatria jang lebih sempurna? Rumah Allah, tempat menjembah Tuhan jang tidak berbapak dan beranak, diserahkan untuk tempat sembahjang mereka jang pertjaja akan adanja Anak Allah. Kedjadian jang tidak dapat digambar-gambarkan oleh mereka jang selalu menghina dan bersempit hati terhadap Islam, jang selalu melihat hantu didalam agama jang satu-satunja bersikap neutraal terhadap kepertjajaan golongan lain. Tidak sadja ummat Keristen dan Jahudi jang masuk golongan ahlil kitab, jang dengan mereka itu disuruh „berunding dengan tjara jang baik", djika mereka tidak bermusuhan dengan Islam, tidak mengganggu kemerdekaan agama dan nusanja, tetapi sikap jang mulia itu diperlihatkan kepada pengikut Zoroaster, penjembah api, sebagai jang terdjadi dengan pengiriman surat beliau kepada Farruch bin Sjachsan, saudara dari Salman Farsi, dan kepada golongan-golongan jang berlainan paham ketuhanannja dengan Islam. Pengarang-pengarang sedjarah Islam jang terkenal atau jang tidak terkenal, dari anak Islam sendiri atau dari mereka jang bukan Islam, sesudah menjelidiki keadaan jang sesungguhnja, mau tidak mau, mereka terpaksa menerangkan bahwa diantara agama-agama dimu'ka bumi ini Islamlah jang terlalu bersikap „neutraal", bersikap sangat menghargakan kepada kepertjajaan golongan lain. Tidak sadja sikap Djundjungan Islam membuktikan hal itu, tetapi politiknja dan djedjaknja selalu diturut dan diikuti oleh Chalifah jang empat, sahabat-sahabatnja, radja-radja Islam setiap masa dan musim. Sedjak dari Chalifah Abubakar, jang selalu menasihatkan panglima perangnja Chalid bin Walid harus memelihara kemerdekaan beragama, melindungi djiwa dan harta golongan jang berlainan paham, bersikap djudjur diwaktu damai dan kesatria diwaktu peperangan, sedjak dari Sajjidina Umar bin Chattab pembangun zaman keemasan jang gilang-gemilang dalam sedjarah kenegaraan Islam, jang didalam pemerintahannja ummat Islam beroleh kemenangan dimana-mana, di Buwaib, dalam peperangan Qadisjijah, jang dapat menentukan nasib Iraq, dalam mendjatuhkan kota Madain takluknja Mesopotamia. Dalam membinasakan keradjaan Persia jang angkuh dan menghinakan Islam, dalam kemenangan di Nihawan, jang oleh orang i)
Ibn. Qajjim, Zadil Ma'ad III; 49 (Wafd Nadjran).
4 Islam disebut „kemenangan dari segala kemenangan", sedjarah dari Sajjidina Umar, jang didalam pemerintahannja tentara Islam tidak sadja ke Timur, tetapi mengalir sebagai air bah ke Barat, kekuatan tentara jang waktu itu tak ada tandingannja, jang djika mereka hendak berbuat sewenang-wenang, dapat membinasakan agama dan kepertjajaan Zoroaster sampai keakar-akarnja, namun sifat kesatria, berlapang hati terhadap agama dan paham golongan ummat jang berlindung dibawah pandji-pandji pemerintahannja. Tidakkah didalam pemerintahan Sajjidina Umar, jang dengan pimpinan Abu Ubaidah, Damaskus, jang berpagarkan tembok setinggi gunung djatuh, Syria Utara takluk, kota Antioch hantjur dan Heraclius lari pontang-panting? Tidakkah didalam pemerintahan Ibn Chattab itu dengan pimpinan Amru bin Aas Palestina menjerah, Artibin dengan tentara Rumawi binasa, dan djika mereka kehendaki seluruh daerah Jerusalem dapat diratakan dengan tanah oleh tentara Islam? Tetapi tidakkah dibawah Umar Sajjidina Umar bin Chattab itu djuga, jang kebidjaksanaannja telah menarik bangsa Qubti dan Keristen lebih suka mendjadi rakjat negara Islam dari pada mendjadi anak buah keradjaan Rumawi, ummat Keristen di Jerusalem dibawah pimpinan Pendeta Sophronius merasa tertjengang melihat budi dan sifat jang sangat manis dari tentara Islam jang menang dan masuk kekota itu? Melusin malah berpuluh-puluh, bahkan beratus tjontoh jang diperlihatkan oleh sedjarah Islam tentang sikap menghargakan kejakinan golongan lain, tidak sadja didalam pemerintahan Chalifah Umar jang memang terkenal akan kebidjaksanaan politiknja jang oleh Imam Djamaluddin Abui Faradj disebut „awwal hakim demokrathi hi Islam , jang benar-benar seorang demokrat Islam jang tulen tetapi dizaman Chalifah Utsman jang pernah mendapat pudjian dan bisschop Fars, tulisan dari Patriarch Keristen dari Marv sampai kepada Chalifah Ali, pahlawan Islam jang pernah disebut dengan gelaran Singa Allah karena gagah perkasanja dalam perdjuangan mempertahankan Islam dari serangan musuh, diantara suratnja kepada Bhram Sjad anak Chirardas, kepala kelenteng Zoroaster, mendjadi bukti jang senjata-njatanja, bahwa kemerdekaan beragama dari golongan manapun djuga sangat dihormati dan diperlindungi oleh pemuka-pemuka keradjaan Islam. Demikianlah gambarnja praktek politik Islam dizaman Chalifah. Djika keradjaan Islam menang, tidaklah pernah ia memaksa musuh menjerah dengan tidak memakai sjarat, tidaklah ia menangkap dan menghukum pahlawan-pahlawan musuh itu sebagai pendjahat perang karena mereka mati-matian telah mempertahankan tanah air dan agamanja, djika keradjaan Islam menang, tidaklah kepala
5 pemerintahnja menerima keuntungan, tetapi biasanja membuat perdjandjian damai dengan sjarat-sjarat jang mengikat dan mewadjibkan ummat Islam memelihara keselamatan hidup mereka itu dan melindungi kemerdekaan agamanja, geredja dan kelentengnja dan segala jang bersangkut-paut dengan itu. Perlakuan jang baik dirasai setiap masa dan musim oleh golongan-golongan jang berlainan kejakinannja dengan Islam. Geredja Nestoria, katanja, masih menimpah sebagai kenangkenangan surat dari Muktafi II, Chalifah Bagdad, surat jang me? ? £ £ * T ï e , B u l l e t i n o f t h e J ° h n Rylands Library, Manchester (1926), belum beberapa lama didapat dan didjadikan bukti oleh Dr Mingana untuk menjalakan sikap kehalusan budi dari radjaradja Islam dalam zaman kekuasaan dan keemasan Islam terhadap golongan jang berlainan kejakinannja. Oleh karena sikap jang demikian ummat Islam didalam zaman keemasan ditjintai oleh lawan dan kawan. Patriarch Geredja Nestoria Isho' Yahb (650-660 M) berkata: „Orang-orang Arab jang telah menjerah pemerintahan dunia seluruhnja pada zaman ini kepada Allah tidak membinasakan agama Keristen; tetapi sebaliknja, mereka menundjukkan penghargaannja, menghormati pendeta-pendeta dan orang-orang sutji kita, dan terlalu banjak berbuat baik terhadap geredja dan kloosters". (Assemani, Bin. Orien, III, 121). Sikap politik jang sangat ethisch ini dipakai oleh keradjaan Jeradhaab Uskan di Timur dan di Barat, di Asia, di Eropah dan di Afrika, didalam zaman keemasan Islam maupun sesudah zaman itu berbeda sekali dengan sikap keradjaan Rumawi jang undangundangnja, baik jang mengenai pergaulan, pemerintahan atau agama, berasaskan perbedaan dan penindasan terhadap rakjat jang didjadikannja bertingkat-tingkat dan berkelas-kelas. Sungguh banjak orang menuduh, terutama ahli ketimuran dari Barat, bahwa agama Islam disiarkan hanja dengan mata pedang sadja, untuk mengabui mata orang, bahwa ummat Islam itu sangat fanatik kepada agamanja, dan untuk menerangkan, bahwa golongan-golongan manusia jang lain pahamnja tidak mendapat perlindungan dari ummat Islam, apa lagi didalam keradjaan jang susunan pemerintahannja berdasarkan Islam. Tetapi beberapa tjontoh dari sedjarah keradjaan Islam, jang diuraikan diatas sudah menundjukkan keadaan jang sebaliknja. Djika ada perkataan „neutraal terhadap agama" atau istilah „kemerdekaan berpikir" didalam ilmu siasat negara-negara jang berasaskan demokrasi, maka jang sesungguh-sungguhnja telah mendjalankan dasar itu barulah keradjaan-keradjaan Islam, sedjak dahulu sampai sekarang. Hanja Islamlah jang menang dalam mempraktekkan dalam keneu-
6 tralan" — sesungguhnja lebih tepat: menghargakan kejakinan orang lain — itu, sehingga orang Barat sendiri jang terbuka matanja dan terkembang kupingnja, seperti H. G. Wells, pengarang dunia jang masjhur, mengaku kelapangan Islam dalam bukunja „ W h a t is Coming" dengan kalimat jang kira-kira demikian terdjemahnja: „Agama Islam ialah agama jang berkembang dan hidup diudara jang terbuka, agama jang agung dan sederhana paham dan pemakainja. Tidak sedikit matjam bangsa dari Nigeria sampai ke Tjina. Agama Islam hanja satu-satunja agama jang sesuai buat seluruh penduduk Afrika, agama jang sudah kita dengar mendjadi buah tutur orang, agama jang selaras dengan tabi'at alam ". Oleh karena itu pula ahli encyclopaedic seperti pengarang The Encyclopaedia Britannica menjebut Djundjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. „the most succesful of all prophets and religious personalities" — seorang dari pada rasul Tuhan dan pengandjur keagamaan didunia jang telah mentjapai kemenangan jang sebesar-besarnja. Apa sebab sikap Islam semurah itu? Didalam Islam seorang Muslim atau kafir Zimmi itu, golongan jang tidak menjerang kemerdekaan Islam, jang tidak berchianat kepada Islam, sama haknja. Sajjidina Ali berkata, bahwa: „Darah mereka itu ialah darah kita djuga". Djika mereka itu membajar djizjah, padjak didalam tanah Islam, mereka berhak mendapat perlindungan dan persamaan hak. Tentang soal kepertjajaan dan kejakinannja, bagi ummat Islam menurut apa jang difirmankan Allah di Kitab SutjiNja: „Bagi kamu agamamu, bagi mereka itu agama mereka itu". Djika ummat Islam didalam masa damai hendak menjampaikan kepada mereka itu da'wah Islam, maka mereka lakukan menurut firman: „Serulah mereka itu kepada djalan Allah dengan kebidjaksanaan dan nasehat jang baik". Kita ummat Islam Indonesia harus bersjukur kepada Allah jang telah memberi kesempatan kepada kita mendapatkan kemerdekaan kita kembali dan menegakkan Republik kita dengan Undang-undang jang berdasar asas Ketuhanan Jang Maha Esa dan mendjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanja masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanja dan kepertjajaan. (Undang-undang Dasar Bab XI pasal 29). Saja tidak dapat melihat hal ini lain dari pada tindakan jang mendekatkan kita ummat Islam kepada mendjalankan siasat negara kita menurut djedjak Djundjungan kita Muhammad s.aw. serta Chalifah-chalifah dan radja-radja Islam jang terdahulu. Karena sebagai firman Allah dalam Qur'an, Surat Hadji, ajat 40, kalau tiap-tiap orang tak diberi hak kemerdekaan dalam agama, tentu akibatnja geredja-geredja,
7 pagoda-pagoda dan mesdjid-mesdjid tempat orang-orang menjebut nama Allah akan runtuh". Mudah-mudahan tjontoh serta firman-firman Tuhan jang dibentangkan diatas itu sungguh-sungguh ditiru dan dilaksanakan oleh kita ummat Islam di Indonesia ini. A M I N ! ! !! f
t
»
m