Abstrak Mengambil pernyataan dari Annex IV dari MARPOL 73/78 yang mengatur tentang pencegahan polusi yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah (sewage) dari kapal bahwa pembuangan limbah mentah (yang tidak ditreatment) ke laut dapat menyebabkan bahaya kesehatan,sedangkan apabila dibuang di daerah pantai,limbah juga dapat mengakibatkan penipisan oksigen dan pencemaran visual yang merupakan masalah utama bagi negara-negara dengan industri wisata besar.Lampiran IV dari MARPOL berisi seperangkat peraturan mengenai pembuangan limbah di laut kapal peralatan dan sistem untuk kontrol pembuangan limbah, penyediaan fasilitas di pelabuhan-pelabuhan dan terminal untuk penerimaan limbah, dan persyaratan untuk survei dan sertifikasi. umumnya dianggap bahwa di laut lepas, lautan mampu mengasimilasi limbah melalui aksi bakteri alami dan oleh karena itu ketentuan-ketentuan dalam Lampiran IV MARPOL 73/78 melarang kapal-kapal dari membuang limbah dalam jarak tertentu dari pulau terdekat , kecuali mereka memiliki operasi pengolahan yang disetujui.Oleh karena itu kapal hendaknya memiliki sewage treatment plant dan desinfeksi limbah (sewage) dengan penggunaan sistem yang telah disetujui pada jarak lebih dari tiga mil laut dari daratan terdekat atau pemakaian didesinfeksi pada jarak lebih dari 12 mil laut dari daratan terdekat.Sewage Treatment yang akan dipakai di kapal umumnya ada 2 yaitu Biological sewage treatment plant dan Chemical sewage treatment plant,akan dilakukan pemilihan sistem sewage yang paling optimal yang akan dipasang di kapal dengan memperhatikan juga ketersediaan ruangan di kapal,biaya investasi,biaya operasi sekaligus standar mutu sewage. Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan di muka. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Pencemaran Air Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. ¬ Faktor – Faktor Pencemaran mudah terjadi di Air : 1. Pembuangan bahan sisa sangat mudah dilakukan melalui air. 2. Bahan sisa yang dibuang melalui air hilang dari pandangan tetapi tidak pernah hilang senyawanya. 3. Air memiliki kemampuan merombak senyawa penyusun bahan sisa, tetapi tidak secepat jumlah bahan sisa yang dimasukkan ke dalam air. 4. Jumlah buangan bahan sisa yang melampaui kemampuan badan air merombak senyawa penyusun bahan sisa tersebut menghasilkan pencemaran.
5.
Bahan sisa pencemar juga mengandung senyawa-senyawa kimia sintetik yang berbahaya dan senyawa-senyawa kimia yang tidak dapat dirombak oleh alam.
¬ Bahan Kimia Pencemar Air : 1. Terdapat hampir 10.000.000 bahan kimia, kurang lebih 100 000 di antaranya digunakan secara komersial. 2. Hampir semua bahan kimia beracun dilepaskan ke lingkungan air secara langsung, sebagian lainnya melalui rembesan atau aliran air permukaan. 3. Bahan-bahan kimia pencemar air dapat mengakibatkan perubahan rasa, bau, dan warna air. ¬ Senyawa Beracun Pencemar Air 1. Arsenic 2. Lead 3. Mercury 4. Vinyl Chloride 5. Benzene 6. Cadmium 7. DDT 8. Dieldrin 9. Phosporus 10. Chlordane Marine Environment Protection Committee (MEPC) of the International Maritime Organization DEFINISI Annex IV – revisi Annex IV dari International Convention untuk mencegah polusi dari kapal (MARPOL 73/78) sebagaimana telah diubah dengan Resolusi MEPC .115 (51) Konvensi - Konvensi Internasional Pencegahan Polusi dari Kapal 1973/1978 (MARPOL 73/78) Geometris berarti – nth root dari product n numbers Greywater - drainase dari air cucian, mandi, cuci, mandi dan baskom saluran. Pengujian Onboard - pengujian yang dilakukan di sewage treatment plant yang telah diinstal di atas kapal. Pengujian darat - pengujian yang dilakukan di sewage treatment plant sebelum instalasi misalnya pengujian di pabrik. Thermotolerant coliformnya - kelompok bakteri koliform yang menghasilkan gas dari laktosa dalam 48 jam di 44,5 º C. Organisme ini kadang-kadang disebut sebagai "coliformnya feses", namun istilah "coliformnya thermotolerant" sekarang diterima sebagai lebih tepat, karena tidak semua organisme berasal dari tinja.
Standards Untuk tujuan regulasi 4.1 dari Lampiran IV, sebuah sewage treatment plant harus memenuhi standar efluen saat diuji untuk Certificate of Persetujuan Jenis oleh Administrasi: 1.Thermotolerant Coliform Standards Mean geometrik dari jumlah coliform thermotolerant dari sample limbah yang diambil selama periode uji tidak boleh melebihi 100 thermotolerant coliforms/100 ml sebagaimana ditentukan oleh filter membran, beberapa tabung fermentasi atau prosedur analitis yang setara. 2. Total Suspended Solids (TSS) Standar (A) rata-rata geometrik kandungan total padatan tersuspensi dari sampel efluen yang diambil selama periode uji tidak akan melebihi 35 mg / l. (B) Apabila sewage treatment plant diuji onboard kapal, padatan tersuspensi total maksimum sampel efluen diambil selama masa uji dapat disesuaikan untuk memperhitungkan kadar padatan tersuspensi total air pembilasan. Dengan mengizinkan penyesuaian ini di TSS maksimum, Administrasi harus menjamin tes memadai TSS diambil dari air pembilasan seluruh periode pengujian untuk membentuk geometris yang akurat bermaksud digunakan sebagai angka penyesuaian (didefinisikan sebagai x ). Tidak ada sesuatu yang akan menyebabkan TSS maksimum yang diizinkan lebih besar dari 35 plus x mg / l. Metode pengujian harus oleh: 1.Penyaringan sampel yang representatif melalui filter 0,45 μm membran, pengeringan pada 105 ° C dan berat, atau 2. Memutar sampel yang representatif (setidaknya selama lima menit dengan percepatan rata-rata 2,8003,200 g), pengeringan setidaknya 105 ° C dan berat, atau 3. Standard lain yang diterima secara international 3. Biochemical Oxygen Demand dan chemical Oxygen Demand Administrasi harus menjamin bahwa sistem sewage treatment plan yang dirancang mampu mengurangi bahan organic yang larut (soluble) dan tidak larut (insoluble) untuk memenuhi persyaratan bahwa geometric mean dari Biochemical Oxygen Demand dari sampel limbah yang diambil selama periode uji tidak melebihi 25 mg/l dan Chemical Oxygen Demand (COD) tidak melebihi 125 mg/l. 4. pH pH dari sampel yang diambil selama periode uji harus bernilai antara 6 – 8,5
Limbah Cair Limbah
adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak memiliki nilai ekonomi dan akan
di buang, apabila masih dapat digunakan maka tidak disebut limbah. Jenis limbah cair pada dasarnya ada 2 yaitu limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana atau secara biologi dapat menghilangkan pollutan yang ada didalamnya. Poluten yang terdapat limbah cair ada berbagai jenis, dan jenis polutan tersebut menentukan bagaimana limbah cair tersebut harus diolah. Berdasarkan polutan yang terkandung di dalam limbah cair, maka limbah cair dapat dibedakan menjadi empat yaitu: 1) Mengandung bahan yang mudah menguap Bila limbah mengandung bahan yang mudah menguap, harus ada unit aerasi untuk mengeluarkan bahan-bahan yang mudah menguap, atau ditempatkan pada lokasi penampungan dengan luas permukaan besar agar terjadi penguapan. 2) Mengandung bahan yang mudah membusuk Limbah cair yang mengandung bahan yang mudah membusuk (degradable) diolah secara bakterologi baik secara aerob maupun anaerob. 3) Limbah yang mengandung logam berat atau bahan-bahan kimia yang lain, relatif lebih sulit,sebab harus diketahui karakter masing-masing polluten. 4) Mengandung bakteri patogen Limbah yang mengandung bakteri pat ogen, harus ada unit untuk membunuh bakteri, misalnya mengunakan kaporit .
Pengolahan limbah cair Berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1) Proses fisika Proses ini dilakukan secara mekanik tanpa penambahan bahan-bahan ki mia.
Proses ini meliputi: penyaringan, pengendapan, dan pengapungan. 2) Proses kimia Proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan bahan pencemar. 3) Proses biologi. Menghilangkan polutan menggunakan kerja mikroorganisme. Pada kenyataannya proses pengolahan ini tidak berjalan sendiri-sendiri, tapi sering harus di laksanakan dengan cara kombinasi. Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan perlakuannya dapat digolongkan menjadi 5 golongan. Akan tetapi dalam suatu instalasi pengolahan limbah, tidak harus ke lima tingkatan ini diperlukan 1) Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment) Dilakukan apabila di dalam limbah cair terdapat banyak padatan terapung atau melayang. Dapat digunakan saringan kasar, bak penangkap l emak, bak pengendap pendahuluan (misalnya untuk menangkap pasir), dan septic tank 2) Pengolahan tahap pertama (Primary Treatment) untuk memisahkan bahan-bahan padat tercampur (ukuran cukup kecil). Netralisasi termasuk juga dalam tahap pengolahan tahap pertama. Dapat dilakukan cecara kimia ( net ralisasi, koagulasi), dan fisika (sedimentasi, flot asi atau pengapungan). 3) Pengolahan tahap kedua (Secondary Treatment) pengolahan ini biasanya melibatkan proses biologi ant ara lain: lumpur aktif, bak aerob dan bak anaerob. 4) Pengolahan tahap ke tiga (Tertiary Treatment) digunakan apabila ada beberapa zat yang membahayakan. Pengolahan tahap ke tiga merupakan bentuk pengolahan khusus sesuai dengan polutan yang akan dihilangkan, misalnya: pengurangan besi dan mangan. Contoh lain misalnya penggunaan karbon akti f, menghilangkan amoniak. 5) Pengolahan tahap keempat (Desinfection) adalah pengolahan tahap keempat, dilakukan apabila limbah cair mengandung bakteri patogen.
Pengertian BOD dan COD 1. BOD atau Biological Oxygen demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Culvin,1988;Metcalf&Eddy1991).Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990) ,bahwa bahan organik yang terdekomposisi (readily decomposable organic matter).Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon masuknya bahan organik yang dapat diurai. Pentingnya jumlah oksigen yang berada dalam air, menyebabkan perlunya disediakan ukuran kebut uhan oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk merombak limbah. Salah satu ukuran tersebut adalah Biological Oxygen Demand Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah : 5 Jenis limbah 5 Suhu air 5 Derajat Keasaman (pH) 5 Kondisi air secara keseluruhan Jenis limbah akan menentukan besar kecilnya BOD, apakah limbah tersebut mudah membusuk atau tidak. Semakin mudah terjadi pembusukan / perombakan, maka BOD akan semakin besar. Proses dekomposisi sangat dipengaruhi oleh suhu air karena aktivitas mikroorganisme semakin tinggi pada suhu yang semakin meningkat. Derajat keasaman pH air akan sangat menentukan aktivitas mikroorganisme,pada pH antara 6,5 – 8,3 aktivitas mikroorganisme sangat baik. Pada pH yang sangat kecil atau sangat besar, mikroorganisme tidak aktif, atau bahkan akan mati. Sesuai dengan definisi BOD maka limbah itu semakin jelek apabila BOD semakin tinggi.Sehingga BOD dapat dipergunakan untuk menentukan kepekatan limbah atau baik buruknya limbah. Limbah yang mempunyai BOD tinggi pada dasarnya (tidak selalu) lebih jelek daripada limbah yang mempunyai BOD rendah. BOD itu dapat digunakan sebagai ukuran kualitas limbah cair atau air apabila ti dak ada gangguan t erhadap akt ivitas mikroorganisme.Bila limbah dibuang ke lingkungan harus dalam kondisi yang baik, sebab proses pengolahan limbah akan terjadi di lingkungan apabila kandungan polutan masih banyak. 2. COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd 1990).Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat sehingga segala macam bahan organik,baik yang mudah diurai maupun yang komplek dan sulit urai akan teroksidasi. Dasar tes COD adalah bahwa hampir semua senyawa organik dapat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida dengan agen pengoksidasi yang kuat dalam kondisi asam. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbon dioksida, amonia, dan air
Sewage Treatment Plan Limbah (sewage) yang terdapat di kapal umumnya berasal dari limbah cair toilet, kamar mandi, tempat mandi, dapur, cuci, dan sebagainya yang dibuang melalui saluran pembuangan.Limbah tersebut biasanya juga terdapat kontaminan-kontaminan seperti sedimen,logam berat (heavy metal),senyawa organik (organics compounds),minyak (oil) dan lemak (grease).Limbah yang didalamya terdapat kontaminan ini tidak boleh langsung dibuang ke laut maka dari itu disinilah dibutuhkan suatu treatment yang akan dilakukan kepada limbah tersebut sehingga nantinya limbah dapat dibuang ke laut.Sewage treatment (pengolahan limbah) adalah proses pengeluaran kontaminan dari limbah untuk menghasilkan produk berupa cairan (liquid) dan solid (sludge) yang dapat dibuang ke lingkungan atau untuk digunakan kembali. Pembuangan limbah (sewage) dapat dilakukan di tempat-tertentu seperti di septic tank,biofilters,sistem pengolahan aerobik (aerobic treatment systems),atau limbah-limbah tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dan diangkut melalui jaringan pipa baru dilakukan treatment plan.Pengolahan limbah konvensional biasanya memiliki tiga tahap yaitu primer,sekunder,dan tersier treatment.Treatment primer meliputi semua limbah ditampung terlebih dahulu di dalam sebuah tangki dimana nantinya kotoran yang lebih berat akan mengendap di dasar tangki,sementara minyak-minyak dan kotoran yang lebih ringan akan terapung di permukaan.Kotoran yang mengendap dan yang ada di permukaan dikeluarkan dan cairan yang tersisa dapat dibuang atau dikenakan perawatan sekunder.Treatment sekunder diperlukan untuk menghilangkan masalah biologis.Treatment sekunder mungkin memerlukan proses pemisahan untuk menghilangkan mikro organisme dari air sebelum dibuang ke laut.Treatment tersier didefinisikan sebagai sesuatu yang lebih dari treatment primer dan treatment sekunder.Kadangkadang air diperlakukan didesinfeksi secara kimia atau secara fisik (misalnya dengan laguna atau microfiltration) sebelum dilakukan pembuangan ke laut. Chemical Sewage Treatment Plants Chemical sewage treatment plants / zero discharge plant biasanya terdiri dari tangki penyimpanan yang besar yang digunakan untuk mengumpulkan (collects), menghilangkan (treat) dan menyimpan limbah yang akan dibuang ke laut atau ke fasilitas-fasilitas pembuangan yang disediakan.Pertama-tama limbah dikumpulkan terlebih dahulu dalam tangki dan konten cairan (liquid) dikurangi.Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengalirkan air dari wash basins dan kamar mandi dan langsung ke saluran yang menuju kelaut.Cairan dari sumber lain diperlakukan secara kimiawi untuk menghilangkan warna dan bau dan kemudian digunakan kembali untuk membilas air di toilets.Bahan kimia yang digunakan dalam sistem ini harus mampu memecah konstituen padat dan juga harus dalam keadaan steril.Sebuah alat mekanik yang dikenal sebagai comminutor digunakan untuk membantu memecah menjadi partikel yang lebih kecil lagi. Limbah cair diatas dan partikel padat yang mengendap kemudian dibuang ke sebuah sullage tangki.Limbah dari Sullage tangki ini dibuang ke shore collecting facilities.Sistem treatment ini biasanya menggunakan cholorine sebagai bahan kimianya,penggunaan chlorine pada system treatment ini memberi efek yang buruk bagi lingkungan karena memasukkan unsur kimia ke laut.
Biological Sewage Treatment Plants Biological sewage treatment plants ini menggunakan bakteri yang digunakan untuk memecah konstituen padat.Dengan pemakaian bakteri tersebut menghasilkan lingkungan yang disekelilingnya terdapat banyak oksigen yang dimanfaatkan oleh bakteri aerobik untuk memperbanyak diri dan kemudian menghancurkan limbah-limbah dan mengubahnya menjadi lumpur (sludge).Kotoran yang di treatment dengan plants ini dapat dibuang di kondisi perairan apapun.Seluruh Perencanaan ini dibagi kedalam 3 kompartemen yaitu aeration compartments,settling compartments,dan chlorine treatment compartment.Kotoran masuk ke sewage treatment plants pertama melalui aeration compartments,bakteri aerobik mencerna dan mengurangi/memecah partikel kotoran menjadi partikel yang lebih kecil lagi.Kemudian pasokan oksigen ditambahkan untuk meningkatkan laju proses pemecahan limbah padat.Limbah padat yang telah hancur kemudian dipindahkan ke settling compartment dimana konstituen padat akan mengendap ke bawah karena pengaruh gravitasi.Cairan yang berada di bagian atas kemudian diteruskan ke chlorine compartment.Di dalam compartment ini cairan air di treatment dengan klorin dan bahan kimia lainnya untuk membunuh bakteria yang masih hidup.Setelah selesai air ini dibuang ke laut.Proses klorinasi ini difasilitasi dengan bantuan klorin tablet .Lumpur (sludge) yang mengendap di settling compartment dipindahkan dan disimpan di tangki penyimpanan (storage tank ) untuk kemudian dibuang lewat fasilitas shore connection.
Activated Sludge
Secara umum activated sludge mencakup berbagai mekanisme dan proses-proses yang menggunakan oksigen terlarut untuk menaikkan pertumbuhan dari bakteri yang secara substansial menghilangkan bahan organik.Dengan proses ini dapat memperangkap zat-zat dan dapat bekerja di bawah kondisi ideal,mengkonversi amonia untuk nitrit dan nitrat dan gas nitrogen pada akhirnya.Prinsip dalam tangki pengendapan pertama (primary sedimentation) ini adalah memisahkan padatan tersuspensi dalam air buangan dengan cara gravitasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan mengendapnya. Dua sasaran pengendapan pertama dalam pengolahan air limbah adalah klarifikasi dan penebalan lumpur.
Desinfektan Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, untuk dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Proses desinfeksi biasanya disebut juga proses sterilisasi menggunakan bahan yang disebut desinfektan sebagai pemusnah mikroorganisme patogen. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. 1. Teknologi Klorinasi Khlorinasi dengan Gas Dalam tekanan normal, elemen dalam khlorin bersifat toksik dengan rupa gas berwarna kuning kehijauan, dalam tekanan tinggi berbentuk cairan. Khlorin sangat efektif untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme patogen. Khlorin dapat berbahaya dalam bentuk gas yang konsentrasi lethalnya lebih rendah dari 0,1% gas dari volumenya. Proses yang terjadi pada cara ini yaitu gas khlorin dilepaskan dari silinder cairan khlorin dengan menurunkan tekanan dan mengontrol debit pada operasi valve pada tekanan lebih rendah dari atmosfer. Gas didorong masuk ke injektor dalam pipa distribusi air minum tempat air bertekanan tinggi didistribusikan. Dalam cara ini teknik pencampuran, pH air dan waktu kontak perlu diperhatikan setelah proses injeksi, untuk memastikan proses sterilisasi mikroorganisme patogen berjalan dengan sempurna. Khlorinasi dengan Cairan Sodium Hipokhlorit Sodium hipokhlorit terdapat dalam bentuk cairan dengan konsentrasi khlorin sebesar 5-15%, membuat cairan ini lebih mudah digunakan daripada gas khlorin atau kalsium hipokhlorit. Namun, cairan khlorin ini lebih mahal daripada gas khlorin, bersifat sangat korosif, harus disimpan dengan perawatan dan dijauhkan dari peralatan yang mudah terkorosi. Cairan hipokhlorit mudah membusuk dan tidak boleh disimpan lebih dari 1 bulan. Cairan ini harus disimpan dalam tempat yang sejuk, kering dan gelap. Proses yang terjadi pada teknik ini yaitu cairan Sodium Hipokhlorit dicampur dengan air dalam bak mixing/holding, cairan yang terbentuk diinjeksikan ke dalam pipa distribusi air minum dengan pompa chemical dalam debit yang terkontrol. Khlorinasi dengan Bubuk Kalsium Hipokhlorit Kalsium Hipokhlorit berbentuk bubuk berwarna putih yang mengandung 65% khlorin dan mudah larut dalam air. Zat ini juga bersifat korosif dengan bau yang sangat tajam. Reaksi antara Kalsium Hipokhlorit dan material organik dapat menimbulkan panas yang cukup untuk menyebabkan kebakaran atau ledakan.
Proses yang terjadi sama seperti Sodium Hipokhlorit, mencampurkan bubuk dengan air dalam suatu bak. Alternatif lain, pada saat tekanan diturunkan sehingga ekuivalen dengan tekanan atmosfer, tablet hipoklorit dalam tangki penyimpanan dapat dengan mudah dilarutkan dalam air yang mengalir dengan alat pengatur debit dan pembubuh desinfektan. Kalsium hipokhlorit dapat berbentuk bubuk, butiran (granular) ataupun tablet.
2. Teknologi Khloramin Khloramin terbentuk pada saat air yang mengandung amonia dikhlorinasi atau pada saat amonia ditambahkan ke air yang mengandung khlorin(baik hipokhlorit maupun asam hipokhlorous). Reaksi pembentukan khloramin terjadi 99% dengan waktu beberapa menit. Namun, khloramin termasuk jenis desinfektan lemah, kurang efektif untuk membunuh virus atau protozoa dibandingkan dengan khlorin bebas. Khloramin cocok digunakan sebagai desinfektan sekunder untuk mencegah pertumbuhan bakteri dalam sistem distribusi air minum. Keterbatasan penggunaan teknik khloramin karena dapat berbahaya bagi kesehatan manusia, memberi rasa yang tidak enak dan bau pada air. Proses yang terjadi pada teknologi ini dengan menginjeksikan khloramin pada pipa distribusi utama diikuti dengan injeksi amonia (dapat berbentuk cairan gas atau amonium hidroksida). Proses injeksi dipengaruhi oleh mixing dan waktu kontak. Hasil campuran ini tergantung oleh rasio khlorin dengan amonia dan pH air. Rasio khlorin terhadap amonia adalah 5:1. 3. Teknologi Ozonasi Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika. Untuk pertama kali penggunaan ozon dalam proses pengolahan air dalam skala besar, diperkenalkan oleh Marius Paul Otto pada tahun 1907 di Nice Perancis. Pada pengolahan pertama berhasil memproduksi air olahan 22500 m3 per hari dengan dosis pemakaian ozon 0,9 g per meter kubik. Proses pengolahan ini berhasil menghilangkan warna dan bakteri pathogen tanpa meninggalkan bau dan rasa. Proses pada teknologi desinfektan dengan ozonasi ini adalah Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikal akan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air. Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna, mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen yang banyak. O3 merupakan gas tidak stabil, akan lenyap dalam beberapa menit, tidak meninggalkan sisa desinfektan selama air berada dalam sistem, hal ini merupakan kesulitan untuk mengontrol dosis ozon yang
digunakan. Hal ini diatasi dengan pemeriksaan bakteriologis yaitu terhadap sampel sebelum dan sesudah pembubuhan Ozon. Pembuatan ozon memerlukan pesawat khusus (ozonisator) yang memerlukan energi yang besar, sehingga biaya investasi dan operasi relatif besar, sehingga Ozonisasi menjadi lebih mahal untuk digunakan. Walaupun demikian ada keuntungan jika Ozon digunakan untuk mengolah air berwarna alami (mengandung zat humus), karena pemakaian Ozon sebagai pengganti klor/senyawa klor lebih aman dihubungkan dengan pembentukan halogen terklorinasi (haloform) yang dikenal dengan trihalometan (THMs). Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ozon dalam proses pengolahan air seperti: dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam air (bersifat bakterisida, algasida, fungisida dan virusida); dapat menghilangkan bau dan rasa yang umumnya disebabkan oleh komponen organik dan anorganik yang terdapat di dalam air, dan tidak menimbulkan bau ataupun rasa yang umumnya terjadi dengan penggunaan bahan kimia lain sebagai bahan pengolahan. Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxida (H2O2) dan hydroxyl radikal (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri.
4. Teknologi Ultraviolasi Radiasi ultraviolet (UV) timbul akibat adanya sinar khusus yang apabila terjadi penetrasi dapat mengganggu materi genetik suatu organisme sehingga sel tidak dapat melakukan reproduksi. Radiasi UV secara efektif dapat memusnahkan bakteri dan virus. Namun, desinfektan sekunder harus tetap digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Radiasi UV dapat digunakan langsung sebagai desinfektan untuk skala sistem kecil karena beberapa alasan, diantaranya : telah tersedia dengan alami produksinya tanpa menghasilkan toksik membutuhkan waktu kontak yang singkat peralatan yang diperlukan mudah dioperasikan dan dipelihara. Teknologi ultraviolasi ini kurang cocok untuk mendesinfeksi air dengan kandungan padatan tersuspensi, kekeruhan, warna dan zat organik yang tinggi karena material-material tersebut dapat bereaksi dan dapat mengabsorbsi radiasi UV sehingga mereduksi kemampuan desinfektannya. Efektivitas radiasi UV sebagai desinfektan tergantung pada jumlah energi yang diadsorbsi oleh organisme, dan dapat diukur dengan produksi intensitas sinar (intensitas dimana foton disinarkan ke
target). Apabila jumlah energi tidak cukup besar, kemampuan desinfektan hanya akan mengganggu materi genetik organisme bukan memusnahkan.
Namun penggunaan khlor sebagai bahan desinfeksi untuk perlu penanganan yang lebih efektif mengingat daya reaktifitas dan toksisitasnya yang tinggi. Pemakaian khlor masih perlu mendapat kajian yang lebih teliti dimana gas khlor dalam kinerjanya akan menghasilkan zat sisa dan tidak efektif dalam kasus- kasus tertentu misalnya: 1. Dapat menimbulkan rasa dan bau yang khas sehingga dapat mengurangi estetika dan visual air, hal ini dapat diminimalisir dengan menggunakan karbon aktif. 2. Reaksinya dengan zat organik (NH3) berlebih akan bereaksi membentuk ammonium khlorida dan gas nitrogen, jika chlorine yang berlebih akan membentuk Nitrogen khlorida yang bersifat explosive. 3. Sebagian besar zat organik yang terdapat dalam berbagai jenis air adalah berupa zat humus. Konsentrasi asam humus dan asam flufik kadang-kadang relatif besar. Zat humus di dalam air menyebabkan warna kuning (warna sejati) yang dikenal dengan “air gambut” yang dapat dipulihkan (dipudarkan) oleh oksidasi sebagian, sebagai contoh menjenuhkan ikatan rangkap dalam suatu molekul. 4. Reaksinya dengan air yang mengandung warna tinggi (Tannin dan Lignin) akan membentuk senyawa klorolignin sangat sulit didegradasi karena mengandung senyawa organik terklorinasi dengan berat molekul yang tinggi, dimana pada badan air penerima dapat terurai menjadi senyawa klorolignin dengan berat molekul lebih rendah yang bersifat lebih toksik, mutagenik dan karsinogenik 5. Gas khlor tidak efektif dalam membunuh virus Hepatitis A meskipun bakteri mati oleh desinfektan ini. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 1-2 bulan setelah terkena infeksi yang ditandai dengan demam yang disertai rasa mual dan muntah. Hati penderita menjadi bengkak, bola mata pun menjadi kuning.