PENG GELOLA AAN KEB BUN DAN N UPAYA A PENGEN NDALIA AN HA AMA ULA AT JENG GKAL (Hy Hyposidra talaca) t DE ENGAN APLIIKASI Hyposidra Hy t talaca NU UCLEOPO OLYHEDR ROVIRUS US PADA TANAM MAN TEH H DI PT PE ERKEBU UNAN NU USANTAR RA VIII GU UNUNG MAS M BOG GOR, JA AWA BAR RAT
RIIZKI PRA ADANA
ARTEME EN PROT TEKSI TA ANAMAN N DEPA FAKU ULTAS PE ERTANIA AN IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2013 3
ABSTRAK RIZKI PRADANA. Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami secara langsung kegiatan pemeliharaan tanaman di perkebunan teh PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, serta memberikan alternatif pengendalian hama ulat jengkal dengan memanfaatkan entomovirus Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV). Metode yang digunakan adalah wawancara, pengamatan langsung di lapangan, dan aplikasi HtNPV secara langsung pada tanaman teh. Kegiatan pemeliharaan tanaman teh meliputi pemangkasan, pemupukan, pemetikan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Kondisi sanitasi kebun dan organisasi sumberdaya manusia yang belum maksimal masih menjadi faktor yang berpengaruh dalam kegiatan pemeliharaan tanaman teh di PTPN VIII Gunung Mas. Hama yang paling dominan saat ini di Gunung Mas adalah ulat jengkal Hyposidra talaca yang menyerang pucuk teh dan dapat menurunkan produksi teh hingga lebih dari 40%. Alternatif pengendalian hama ulat jengkal dengan memanfaatkan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dapat dilakukan dengan menggunakan 40 ekor larva terinfeksi HtNPV untuk 15 liter untuk 400 m2 (1 patok), yang dapat menurunkan populasi hama lebih dari 50% dalam waktu 7 hari, dan dapat menurunkan populasi hingga 100% dalam waktu 11 hari, dengan intensitas penyemprotan dua kali dalam satu minggu. Kata kunci: teh, kegiatan perawatan kebun, Hyposidra talaca, Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV)
ABSTRACT RIZKI PRADANA. Plantation Management and Application Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus as an Alternative Pest Control Tea Looper (Hyposidra talaca) in Tea Plant at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, West Java. Guided by R. YAYI MUNARA KUSUMAH. The objectives of this study is to understand the management of plant maintenance of tea plantation at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas and to propose an alternative pest control for tea looper (Hyposidra talaca) utilizing Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV). The methods used were interviews, observation in the field, and the field efficacy test of HtNPV directly on tea plants. Tea plant maintenance activities include trimming, fertilizing, plucking, weed control, and pests-diseases management. Poor sanitary condition of tea plantation and the low human resources became limiting factors in the field. The most important pest at PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas is tea looper (Hyposidra talaca) that feed on tea shoots and may reduce production to more than 40%. Alternative control measure for H. talaca using HtNPV can be carried out by spraying HtNPV suspension. Effective application of HtNPV was applied twice per week and were able to reduce the population of H. talaca to more than 50% within 7 days, and can reduce the population up to 100% within 11 days. Keywords: tea, maintenance activities, Hyposidra talaca, Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGELOLAAN KEBUN DAN UPAYA PENGENDALIAN HAMA ULAT JENGKAL (Hyposidra talaca) DENGAN APLIKASI Hyposidra talaca NUCLEOPOLYHEDROVIRUS PADA TANAMAN TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII GUNUNG MAS BOGOR, JAWA BARAT
RIZKI PRADANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama mahasiswa NIM
: Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hypiosidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan .Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat. : Rizki Pradana : A34080057
Disetujui oleh,
Dr Ir R. Yayi Munara Kusumah, MSi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh,
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Pengelolaan Kebun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) pada Tanaman Teh di PT Perkebuanan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan teh PTPN VIII Gunung Mas Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dari bulan Juni 2012 hingga bulan Agustus 2012. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si selaku dosen pembimbing penelitian, Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen penguji tamu, Bapak Ir. Yanyan Cahyana selaku Administratur Perkebunan Gunung Mas. Bapak Ir. Zulfa Hasyim selaku Wakil Administratur Perkebunan Gunung Mas, dan Bapak Ade Nana selaku Sinder afdeling yang telah banyak membantu dan memberikan banyak informasi serta wawasan selama proses penelitian. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Januari 2013 Rizki Pradana
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iix PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 Tujuan ............................................................................................................... 2 Manfaat ............................................................................................................. 2 BAHAN DAN METODE ........................................................................................ 3 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................... 3 Alat dan Bahan ................................................................................................. 3 Metode Pelaksanaan Magang ........................................................................... 3 Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV)............................................................................................................ 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 6 Kegiatan Magang ..................................................................................................... 6 Keadaan Umum ................................................................................................ 6 1. Kondisi Geografis, Tanah, dan Iklim ..................................................... 6 2. Kondisi dan Lahan Pertanaman ............................................................. 6 3. Kondisi Pertanaman dan Produksi ......................................................... 6 4. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................. 7 Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan ........................................................... 11 1. Pemangkasan ........................................................................................................ 11 2. Pemupukan ........................................................................................... 12 3. Pengendalian Gulma ............................................................................ 13 4. Pemetikan ............................................................................................. 16 5. Pengendalian Hama di Perkebunan ............................................................... 18 Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) ................. 20 Keadaan Umum .............................................................................................. 20 Laju Penurunan Populasi Larva Hyposidra talaca ......................................... 21 Interaksi Antara Frekuensi Penyemprotan HtNPV dengan Penuruanan Populasi Larva Hyposidra talaca................................................ 23 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 26 Simpulan ......................................................................................................... 26 Saran ............................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28 LAMPIRAN ........................................................................................................... 30 RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ 43
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi .............................................. 23 2. Rata-rata jumlah larva H. talaca di lapangan setelah perlakuan HtNPV .............................................................................. 24
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Produksi teh kering kebun Gunung Mas lima tahun terakhir ........................... 7 Blok kebun yang dipangkas ............................................................................ 11 Tanaman pangkasan yang ditumbuhi gulma dan lumut kerak ...................... 12 Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas ....................................................... 13 Pengendalian gulma secara manual (penyiangan) .......................................... 14 Kegiatan pengendalian OPT secara kimiawi (pestisida) ................................ 15 Kondisi kebun. A. Blok kebun dengan banyak gulma; B. Blok kebun keadaan bersih gulma. ............................................................ 15 8. Pucuk daun teh................................................................................................ 16 9. Kegiatan pemetikan pucuk teh secara manual ................................................ 17 10. Kegiatan pemetikan teh dengan mesin petik .................................................. 17 11. Luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011.................................................. 19 12. Larva Hyposidra talaca yang mati karena NPV di lapangan ......................... 21 13. Jumlah larva H. talaca yang berkurang setiap harinya pada berbagai frekuensi waktu aplikasi ......................................................... 22 14. Laju penurunan populasi larva H. talaca pada berbagai frekuensi waktu aplikasi ................................................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel data curah hujan kebun Gunung Mas tahun 2002-2011 ....................... 31 2. Tabel data produksi basah dan kering kebun Gunung Mas tahun 2007-2011 ............................................................................................. 32 3. Kondisi kebun Tanaman Menghasilkan (TM) kebun Gunung Mas I ............. 33 4. Kebun Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ............................................. 33 5. Serangan hama ulat jengkal Hyposidra talaca ............................................... 34 6. Upaya pengendalian Hyposidra talaca oleh pihak perkebunan Gunung Mas ................................................................................ 34 7. Kegiatan koleksi larva yang mati terinfeksi NPV ......................................... 35 8. Kegiatan perbanyakan inokulum HtNPV ....................................................... 35 9. Kegiatan aplikasi lapangan HtNPV ................................................................ 37 10. Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi ............................................... 38 11. Tabel luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011 ......................................... 39 12. Tabel daftar insektisida yang digunakan di kebun Gunung Mas.................... 40 13. Peta kawasan PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas ............... 41 14. Struktur organisasi PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas ................................................................................................... 42
D 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) memiliki peranan penting dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara makro. Disamping itu tanaman teh juga memiliki peranan yang penting sebagai penyumbang devisa negara, sebagai sumber lapangan kerja, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat pentingnya peran tanaman teh dalam aspek sosial dan aspek ekonomi Indonesia, maka perkebunan teh perlu dijaga agar tetap berkelanjutan (sustainable), salah satunya dengan menjaga dari kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga (Diratpahgar 2008). Pembangunan subsektor perkebunan teh telah mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar, namun beberapa waktu belakangan ini perusahaan teh, khususnya di Indonesia, sedang menghadapi masalah, seperti biaya produksi yang terus meningkat, sedangkan harga jual terus menurun. Kenaikan biaya produksi ini disebabkan adanya kenaikan upah dan harga bahan penunjang produksi. Teknik budidaya serta proses pengolahan yang tepat merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditas teh. Pemupukan secara teratur, pemangkasan yang baik, peremajaan tanaman-tanaman teh yang yang telah berumur lebih dari 40 tahun, serta pengendalian hama dan penyakit dapat mendorong produktivitas teh yang tinggi (Adisewojo 1982). Usaha peningkatan teknik budidaya, selalu terkait dengan sistem pengendalian atau pengelolaan hama dan penyakit. Proses pengelolaan hama dan penyakit ini berpengaruh penting dalam penentuan mutu dari produksi tanaman teh. Budidaya tanaman teh tidak lepas dari permasalahan hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit penting yang biasa menyerang tanaman teh dan kerap menimbulkan kerugian yang cukup besar antara lain Empoasca sp. (Hemiptera: Jassidae), Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae), dan Hyposidra talaca (Lepidoptera: Geometridae) (Samiyanto 1999). Sedangkan penyakit yang biasa ditemukan dilapangan antara lain cacar daun teh (blister blight) yang disebabkan patogen Exobasidium vexans, serta beberapa penyakit pada akar seperti akar merah Ganoderma philippii dan akar putih Rigidophorus lignosus. Perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor kerap menemui permasalahan yang cukup serius akibat serangan hama ulat jengkal Hyposidra talaca, bahkan serangan berat dari hama ini mengakibatkan penuruan produksi hingga hampir 40%. Serangan hama ini hampir merata di semua blok kebun, dengan stadia larva yang tumpang tindih (overlaping) menyebabkan pengelola kesulitan dalam pengendalian. Hingga saat ini pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik masih menjadi andalan di perkebunan teh Gunung Mas, meski pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati juga telah dilakukan seperti penggunaan umbi gadung serta penggunaan perangkap untuk imago Hyposidra talaca tersebut. Pemanfaatan entomovirus (virus patogen serangga) dapat dijadikan alternatif pengendalian serangga yang ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi manusia maupun lingkungan. Jenis entomovirus yang dapat
D 2 digunakan untuk alternatif pengendalian ulat jengkal (Hyposidra talaca) di perkebunan teh Gunung Mas adalah Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) yang secara spesifik bersifat patogen bagi larva Hyposidra talaca. Keberadaan dari virus ini cukup banyak tersedia di lapangan sehingga mudah didapat dan diperbanyak. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di perkebuan teh PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas terdiri atas dua kegiatan, yaitu kegiatan magang dan aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus sebagai alternatif pengendalian hama ulat jengkal H. talaca. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata dengan mengetahui, mempelajari dan memahami secara langsung sistem organisasi, budidaya, dan berbagai permasalahan dalam pengelolaan hama dan penyakit di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan alternatif pengendalian hama ulat jengkal di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas dengan memanfaatkan entomovirus (virus patogen serangga) Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman kerja secara nyata, memberikan informasi mengenai alternatif pengendalian hama ulat jengkal H. talaca yang ramah lingkungan dengan menggunakan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV), dan memberikan rekomendasi serta masukan kepada pihak Perkebunan Teh Gunung Mas terkait sistem pengelolaan hama secara terpadu.
D 3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan magang dan penelitian dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas Jl. Raya Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dimulai dari awal bulan Juni 2012 sampai 20 Agustus 2012. Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam kegiatan magang dan penelitian ini antara lain: botol film, kotak pemeliharaan, stoples, saringan, mortar dan pistil, kertas tisu/kassa, sendok plastik, handsprayer, power sprayer, corong air, alat tulis, buku catatan lapangan, dan tali rafia. Bahan yang digunakan antara lain: inokulum HtNPV yang diperoleh dari lapangan dan dari hasil perbanyakan, pucuk teh (sebagai media infeksi), sun blok (anti UV), dan air bersih. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilakukan selama satu bulan penuh di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas, Cisarua Bogor, dengan mengikuti seluruh kegiatan yang ada di kebun tersebut khususnya kegiatan perawatan tanaman teh yang meliputi pemangkasan, pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan hingga pengendalian hama penyakit. Aplikasi HtNPV dilakukan di dua patok kebun di blok kebun 9 PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas selama kurang lebih dua minggu, hingga diperoleh hasil penurunan populasi larva Hyposidra talaca. Magang Pelaksanaan magang dilaksanakan dengan cara mengikuti setiap bagian dari kegiatan perawatan yang meliputi pemangkasan, pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan dan pengendalian hama penyakit disertai studi pustaka untuk membantu dalam pembuatan laporan. Selain metode di atas, dalam kegiatan magang ini juga dilakukan pencatatan data dan informasi pendukung yang tersedia di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari pihak-pihak yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan perawatan yang meliputi pemangkasan, hingga pengendalian hama penyakit. Informasi juga diperoleh dengan cara terlibat langsung pada setiap kegiatan atau bertanya langsung pada pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu kegatan yang kurang dipahami. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi pustaka, literatur, dokumen, internet, dan bahan lain yang berkaitan dengan kegiatan perawatan di PT Perkebuan Nusantara VIII Gunung Mas.
D 4 Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) Kegiatan penelitian berupa aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) meliputi beberapa tahap antara lain: pengumpulan inokulum di lapangan, perbanyakan inokulum HtNPV, dan aplikasi langsung pada petakan teh. 1. Pengumpulan Inokulum HtNPV Sumber inokulum yang digunakan untuk perbanyakan dan aplikasi diperoleh langsung dari kebun Gunung Mas dengan mengambil atau mengumpulkan larva Hyposidra talaca yang mati dan menunjukkan gejala kematian karena terinfeksi virus. Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan biasa ditemukan pada bagian pucuk tanaman dalam posisi menggantung pada tungkai belakang membentuk huruf V terbalik. Apabila larva yang teinfeksi mati, kulit larva yang terinfeksi virus tersebut akan menjadi sangat rapuh sehingga tubuh larva menjadi mudah pecah bila tersentuh. Dari kulit tubuh yang pecah tersebut akan keluar cairan kental yang berwarna kecoklatan (Sutarya 1996). 2. Perbanyakan Inokulum HtNPV Pertama-tama larva H. talaca sehat dikumpulkan dari lapangan atau tempat sortir, lalu dimasukkan ke dalam kotak perbanyakan berukuran 50x30 cm. Kemudian dikontaminasi dengan perlakuan kontaminasi pakan yang diberi virus NPV hasil gerusan larva yang mati karena NPV. Larva mati yang diperoleh dari lapangan digerus dengan mortar dan pistil hingga halus sambil ditambah air sedikit demi sedikit. Kemudian hasil gerusan tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam stoples. Setelah itu, daun teh segar dicelupkan ke dalam cairan hasil gerusan tersebut lalu daun teh tersebut dikeringanginkan. Daun teh yang telah dicelup dan dikeringanginkan kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan yang telah berisi larva Hyposidra talaca yang diperoleh dari lapangan. Setelah 24 jam, pakan diganti dengan daun teh yang segar. Menurut Wijanarko (1998) H. talaca yang terinfeksi NPV menunjukkan gelaja berupa aktifitas makan berkurang atau berhenti, bergerak lebih lambat, tubuh lembek, serta intergumen berubah warna, gejala ini menyerupai gejala umum pada serangga yang terinfeksi NPV. Setiap larva Hyposidra talaca yang mati diambil menggunakan sendok dan dimasukkan kedalam botol film lalu disimpan di dalam freezer untuk menjaga virus dari kerusakan. Perbanyakan menggunakan 10 ekor larva mati untuk menginfeksi 100 larva sehat. 3. Aplikasi Lapangan HtNPV Aplikasi lapangan HtNPV menggunakan larva hasil koleksi di lapangan dan hasil perbanyakan. Aplikasi menggunakan 40 ekor larva (yang terinfeksi NPV) untuk satu tangki alat semprot berukuran 15 liter. Larva yang digunakan dipilih dengan ukuran panjang yang seragam antara 3-4 cm.
D 5 Sebanyak 40 ekor larva mati yang diperoleh dari lapangan dan atau dari hasil perbanyakan digerus dengan mortar dan pistil hingga halus sambil ditambah air sedikit demi sedikit. Kemudian hasil gerusan tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam stoples. Air dari hasil gerusan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tangki alat semprot (power spayer) berukuran 15 liter. Sebelum air bersih ditambahkan hingga penuh, cairan gerusan tersebut terlebih dahulu dicampur dengan sun blok (anti UV) sebanyak 0.1% atau 1 ml per liter. Setelah itu baru ditambahkan air hingga penuh kedalam tangki alat semprot. Aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dilakukan di Kebun Teh Gunung Mas, dengan luas areal yang diaplikasi kurang lebih 800 m2 pada blok kebun 9 yang telah disterilkan (tidak disemprot insektisida sintetik). Areal yang digunakan untuk aplikasi kemudian dibagi menjadi 12 petakan kecil untuk 4 macam perlakuan dan 3 kali ulangan. Aplikasi lapangan ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu frekuensi penyemprotan dalam tiga ulangan. faktor frekuensi penyemprotan terdiri dari tiga taraf 1 kali 1 minggu, 2 kali 1 minggu, dan 3 kali 1 minggu serta ditambah kontrol (tidak disemprot) dan kontrol positif disemprot hanya satu kali selama pengamatan. Setiap ulangan diambil lima tanaman sebagai sampel yang diamati. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga penurunan populasi hama mencapai 100%. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% menggunakan program SAS versi 9.1.3.
D 6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Magang Keadaan Umum 1. Kondisi Geografis, Tanah, dan Iklim Berdasarkan letak geografisnya perkebunan Gunung Mas terletak pada o 06 42oLS dan 106o58oBT, dengan ketinggian mencapai 800-1200 m dpl serta memiliki topografi yang berbukit. Perkebunan Gunung Mas berjarak 30 km arah tenggara kota Bogor. Wilayah Perkebunan Gunung Mas disebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Perkebunan Ciliwung, di sebelah Barat berbatasan dengan Taman Safari, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Pangrango. Setiap kebun terdiri dari beberapa blok yang merupakan bagian dari kebun yang lebih kecil, yang bertujuan untuk memudahkan dalam penjadwalan kegiatan penyemprotan hama dan penyakit, pemetikan dan lain-lain. Dalam satu blok kebun di bagi menjadi beberapa patok dengan ukuran rata-rata 1 patok 400 m2. Curah hujan rata-rata di perkebunan Gunung Mas selama sepuluh tahun terakhir (2002-2011) sebesar 3018 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 165 hari/tahun. Suhu rata-rata harian berkisar antara 23-25oC dengan kelembaban relatif berkisar antara 80-90 % 2. Kondisi dan Lahan Pertanaman Kebun Gunung Mas ini memiliki luas total Hak Guna Usaha (HGU) 1.623.190 ha yang terbagi dalam tiga wilayah yaitu: Gunung Mas 1 (462.754 ha), Gunung Mas 2 (419.205 ha), dan Cikopo (741.231 ha). Sedangkan Menurut informasi, pada tahun 2011 kebun Gunung Mas memliliki areal produksi total 580,56 ha yang mencakup 3 afdeling yaitu, afdeling Gunung Mas I (173.11 ha), Gunung Mas II (173.48 ha), dan Cikopo (233.97 ha) yang tersebar di desa Suka Galih dan desa Kuta di Kecamatan Mega Mendung Serta desa Citeko di Kecamatan Cisarua. Areal produksi tanaman teh di kebun Gunung Mas dibagi menjadi dua jenis kebun, yaitu kebun Tanaman Belum Mengasilkan (TBM) dengan luas areal 65.00 Ha dan kebun Tanaman Menghasilkan (TM) dengan luas areal 556.12 Ha. Areal yang tidak ditanami tanaman teh yaitu 1042.63 Ha, digunakan untuk pembangunan emplasemen contohnya bangunan, lapangan olah raga, jalan umum dan makam. Sedangkan untuk areal lainnya yang berupa jurang, hutan, dan rawa merupakan kawasan hutan lindung dan daerah penyangga bagi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. 3. Kondisi Pertanaman dan Produksi Tanaman teh termasuk genus Camellia dari famili Theaceae, memiliki sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30o sebelah utara maupun selatan khatulistiwa (Puslitbun Gambung 1992). Perkebunan teh Gunung Mas, memiliki dua jenis tanaman teh yaitu tanaman klonal (vegetatif) dan tanaman seedling (generatif) atau ditumbuhkan dari biji,
D 7 akan tetapi saat ini di perkebun teh Gunung Mas hanya tinggal memiliki 21.91 % tanaman seedling dan hampir 78.09 % dari total seluruh tanaman di perkebunan adalah tanaman klonal, karena tanaman seedling memerlukan waktu yang lebih lama untuk ditanam. Tanaman klonal di kebun Gunung Mas diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung dengan jenis tanaman yang ditanam saat ini antara lain Gambung 3, Gambung 7, Gambung 9, dan Gambung 11 dengan kelebihan antara lain: Gambung 3 dan Gambung 7 yang memiliki produktifitas tinggi, sedangkan Gambung 9 dan Gambung 11 memiliki kualitas pucuk teh yang baik. 1000000.00 900000.00 800000.00 700000.00 600000.00
GM1
500000.00
GM2
400000.00
CS
300000.00
total
200000.00 100000.00 0.00 2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 1 Produksi teh kering Kebun Gunung Mas lima tahun terakhir Produksi teh di perkebunan Gunung Mas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produksi kering dan produksi basah. Perkembangan produksi dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011) mengalami flukstuasi (Gambar 1). Dengan produksi teh kering tertinggi dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 946 806 ton dengan produktivitas 4306.51 kg/ha. Pada tahun 2011-2012 terjadi serangan hama Hyposidra talaca yang cukup tinggi, hingga pada tahun 2011 terjadi penurunan yang cukup drastis hingga menjadi 589 943 ton dengan produktivitas 3018.10 kg/ha. 4. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perkebunan Gunung Mas merupakan suatu Perseroan Terbatas (PT) dimana pengelolaan modal dan saham perusahaan dikuasai oleh dewan komisaris yang terdiri dari unsur Dephankam, Depkeu, dan Deptan. Adapun uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengurus sebagai berikut : 1. Administratur Administratur bertugas menyelenggarakan pengolahan perkebunan, produksi, teknis dan administrasi dengan berpedoman kepada kebijakan direksi, Permohonan Modal Kerja (PMK) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah disahkan oleh direksi. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari Administratur dibantu oleh Sinder
D 8 Kepala, Sinder TUK (Tata Usaha Kantor), Sinder Pabrik, Sinder Teknik, dan Sinder Afdeling. Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dibuat setiap tahun sebagai suatu rencana pokok yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pengelolaan kebun selama satu tahun. Rencana ini disusun oleh masing-masing sinder dan dibuat berdasarkan rencana kerja sebelumnya yang meliputi, rencana biaya, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan barang dan bahan untuk memperlancar sistem budidaya berikutnya. Rencana kerja ini disusun pertengahan tahun untuk diterapkan pada tahun berikutnya. Dari pelaksanaan di lapangan, RKAP sering sekali mengalami perbedaan dengan kondisi nyata, karena penyusunan RKAP berdasarkan pada rencana kerja sebelumnya, padahal setiap tahun kondisi kebun tidak selalu sama, baik dari kondisi iklimnya maupun tingkat serangan hama penyakit. Hal inilah yang mengakibatkan sering terjadi kekurangan kebutuhan. Ketika terjadi serangan hama misalnya, kebun sering kekurangan insektisida untuk melakukan aplikasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut biasanya kebun meminjam terlebih dahulu insektisida dari kebun lain untuk memenuhi kebutuhan insektisidanya. 2. Sinder kepala/ Kepala tanaman/ Wakil Administratur Sinder Kepala membantu Administratur dalam pelaksanaan tugasnya sebagai unit produksi dengan berpedoman pada RKAP yang telah disahkan terutama dalam bidang tanaman baik perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Sinder Kepala bertanggungjawab atas kelancaran tugas pekerjaannya kepada Administratur. Sinder kepala setiap harinya juga mempunyai kewajiban untuk mengontrol beberapa kegiatan di tingkat afdeling pada kebun, baik yang ada kegiatan maupun yang tidak ada kegiatan. Pengontrolan ini bertujuan menilai secara langsung semua kegiatan lapangan pada setiap afdeling. Secara berkala, sinder kepala mengadakan rapat dengan semua afdeling yang bertujuan memonitor kondisi setiap kebun berdasarkan laporan dan pengamatan dari masing-masing afdeling. Rapat ini dapat dilakukan setiap bulan, setiap minggu, bahkan setiap hari berdasarkan pada situasi dan kondisi yang ada. Seperti saat terjadi outbreak hama, rapat dapat dilakukan hingga setiap hari untuk memantau terus kegiatan pengendalian. Dalam rapat ini sinder kepala akan mengevaluasi hasil kerja dan memberi bimbingan dan koreksi serta memberikan rencana-rencana strategis terkait pengelolaan kebun dan strategi dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas. 3.
Sinder Pabrik Sinder Pabrik membantu terlaksananya tugas dan kebijakan Administratur dalam bidang pengolahan. Sinder Pabrik bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan pengolahan kepada Administratur.
D 9 4. Sinder Teknik Sinder Teknik membantu terlaksananya tugas dan kebijakan Administratur dalam bidang teknik, mencakup pembuatan, perbaikan dan perawatan alat alat penunjang produksi yang berkaitan dengan alat-alat yang bersifat teknik-mekanik. Sinder Teknik bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaannya kepada Administratur. 5. Sinder Afdeling Sinder Afdeling berkewajiban membantu terlaksananya tugas dan kebijakan Administratur dalam bidang perkebunan. Mengelola bagian kebun yang menjadi kewajibannya baik dari segi perencanaan maupun pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sinder Afdeling bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaannya kepada Sinder Kepala. Dalam tugasnya di kebun, Sinder Afdeling dibantu oleh dua orang Mandor besar, yaitu Mandor Besar Petik dan Mandor Besar Rawat. Sinder Afdeling juga bertugas dalam menilai dan mengendalikan pelaksanaan kerja agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan semula. 6. Mandor Besar Mandor besar adalah unsur manajemen kebun non staf yang paling tinggi, sehingga seorang mandor besar dituntut dapat menggunakan tenaga kerja dan bahan seefisien dan seefektif mungkin, serta dapat memberikan bimbingan kepada mandor-mandor di bawahnya. Perkebunan teh Gunung Mas mengenal dua istilah Mandor besar, antara lain: Mandor Besar Petik Mandor besar petik mempunyai tugas menyusun rencana kerja pemetikan, seperti luas pemetikan per mandor, kebutuhan petik, dan gilir petik yang diajukan oleh mador pemetikan di bawahnya. Rencana ini kemudian akan di susun dalam Rencana Kerja Bulanan (RKB) yang dilakukan setiap akhir bulan (tutup buku). Sebelum RKB dapat direalisasikan harus mendapat persetujuan dari Sinder afdeling. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari mandor besar petik ini mengawasi dan mengarahkan para mandor untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang telah ditentukan. Hasil kerja para mandor biasanya akan dievaluasi pada saat rapat bulanan. Mandor Besar Rawat Seperti halnya mandor besar petik, mandor besar rawat juga berkewajiban membuat Rencana Kerja Bulanan (RKB) bersama para mandor lain di kantor Afdeling. Rencana kerja ini harus mengacu pada hasil kerja bulan sebelumnya. Setiap mandor di bawah tanggung jawab mandor besar perawatan mengajukan usulan rencana kerja untuk satu bulan mengenai kebutuhan tenaga kerja, barang, bahan, beserta upah sesuai dengan kegiatan masing-masing misalnya pemangkasan,
D 10 penyiangan, penyemprotan herbisida, penyemprotan hama penyakit, serta pemupukan. Untuk kelancaran pelaksanaan agar sesuai dengan rencana maka setiap mandor harus melaksanakan pengawasan penuh dan melaporkannya kepada mandor besar yang akan segera dilaporkan kepada sinder afdeling. Hasil kegiatan ini akan dievaluasi setiap bulan dan digunakan sebagi pedoman pembuatan rencana kerja bulan belikutnya 7. Mandor Mandor besar dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa mandor yang dalam pelaksanaan kerjanya lebih banyak berhubungan dengan karyawan. Mandor rawat tugasnya mengawasi karyawan perawatan sehari-hari, dan melaporkan kegiatannya kepada mandor besar rawat. Mandor perawatan terdiri atas mandor gulma, mandor hama penyakit, dan mandor pemupukan. Mandor besar petik langsung berhubungan dengan karyawan pemetikan. Mandor hama penyakit bertugas mengawasi pemakaian pestisida dari gudang sampai aplikasi, mengamati penyebaran dan perkembangan hama penyakit di lapangan, serta membuat laporan kepada mandor besar rawat. Hasil kegiatan akan dievaluasi setiap bulan. 8. Pelaksana Kegiatan Tingkat Karyawan Perkebunan teh Gunung Mas memiliki dua jenis karyawan, yaitu karyawan tetap, dan karyawan lepas. Karyawan tetap adalah pelaksana harian yang telah terikat secara resmi dengan pihak perkebunan dan mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu seperti jaminan kesehatan, berbagai macam tunjangan, hingga fasilitas tempat tinggal. Karyawan tetap bekerja dengan sistem kerja harian, yang dihitung sesuai dengan ketentuan perusahaan, yaitu tujuh jam sehari. Karyawan lepas bekerja dengan sistem kerja borongan, yang dihitung dihitung berdasarkan jumlah atau hasil kerja hari itu. Kebun Gunung Mas memiliki jumlah karyawan tetap terbanyak dibandingkan kebun-kebun yang lain, yang mulai banyak menggunakan karyawan lepas. Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan magang, ada beberapa kelemahan pada kebun yang memiliki jumlah karyawan tetap yang besar. Antara lain, mulai berkurangnya etos kerja dan loyalitas karyawan kepada perusahaan (perkebuanan). Karyawan tetap cenderung tidak bekerja secara maksimal karena bagamana pun kinerjanya akan tetap mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan. Berbeda dengan karyawan lepas atau borongan yang diupah sesuai dengan kinerja masing-masing karyawan. Loyalitas keryawan yang berkurang, dipengaruhi oleh adanya faktor dari kegiatan agrowisata di kawasan ini. Kegiatan ini memberikan peluang kepada karyawan kebun untuk melakukan usaha lain seperti berdagang di kawasan agrowisata sehingga tanggung jawab terhadap perusahaan (perkebunan) pun berkurang.
D 11 Pemeliharaan Tanaman Mengghasilkan (T TM) Kegiiatan pemeeliharaan tanaman t menghasilka m an meliputii pemangk kasan, pemupukaan, pemetikkan, pengeendalian gu ulma, sertaa pengendaalian hamaa dan penyakit. Disamping itu kebun-kkebun teh pun p perlu diilakukan perremajaan seetelah tanaman teeh berumurr 40 tahun ke k atas (Spillane 1992). 1. Peman ngkasan T Tanaman teeh harus dippangkas seccara rutin dan teratur ssetiap tiga tahun. t Pemanngkasan inni dilakukaan untuk menjaga ketinggian tanaman agar memppermudah prroses pemettikan dan peemeliharaannnya serta m menjaga tan naman agar teetap mengaalami proses vegetatif,, untuk merrangsang tuumbuhnya tunast tunas muda sehiingga akan dihasilkan n pucuk-puccuk yang bbanyak. Ap pabila tanaman teh tidakk dipangkaas secara terratur maka tanaman inni dapat tum mbuh tinggi hingga mencapai 15 meter. m Tanaaman teh yaang demikiaan ini tidak k akan menghhasilkan puccuk yang baanyak dan menyulitkan m n pemetik uuntuk mengaambil pucuk teh. P Pemangkasa an pada intinya bertuju uan untuk menjaga m perdu/bidang petik selalu rendah sehhingga mem mpermudah h proses peemetikan ppucuk. Di kebun k Gununng Mas prroses pemaangkasan yang y dilakuukan adalaah pemangk kasan bersih. Pada paangkasan bersih, b dilaakukan pem mangkasan dengan bidang pemanngkasan rataa, semua caabang yang berukuran kurang darri 1 cm dibuang. Pangkkas bersih diilakukan seehingga ting ggi pangkassan mencapaai 50-60 cm m dari permuukaan tanah. Alat yang biasa digun nakan dalm proses pem mangkasan antara a lain: gaet, g sabit, dan d gergajii. Dari wakttu pemangkkasan hinggga dapat dip panen kembaali membuttuhkan waaktu paling g cepat 3 bulan terggantung ko ondisi lingkuungan.
Gambar 2 Blok keb bun yang diipangkas Kegiatan pemangkasa K p an juga memiliki prosedur tertentu yaitu, y pemanngkasan harrus dilakukaan merata sepanjang s t tahun, denggan gilir pan ngkas tiga taahun. Pemaangkasan puun hanya dilakukan d pada blok kkebun yang telah mencaapai ketingggian tertenntu yang dianggap sudah s mennyulitkan proses p pemetikan. Pengaaturan areal pangkas ju uga harus diiperhitungkan agar pro oduksi suatu afdeling a tiddak berkuranng. S Sisa-sisa paangkasan seeperti daun n dan rantinng kemudiaan ditutupk kan di atas cabang yangg dipangkass, tujuannya adalah unntuk menghhindari sen ngatan p caban ng yang dippangkas. S Setelah beb berapa matahari secara langsung pada
D 12 waktu sisa pangkasan dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud untuk menambah bahan organik tanah, mengurangi penguapan, dan mengurangi bahaya erosi pada lahan miring. Kegiatan yang biasanya terkait dengan pemangkasan adalah gosok lumut. Biasanya kegiatan gosok lumut termasuk dalam paket pemangkasan. Tujuan dari gosok lumut adalah membersihkan tanaman dari lumut dan pakupakuan yang melekat pada cabang dan batang pada perdu teh. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kegiatan ini sangat jarang bahkan hampir tidak dilakukan, akibatnya pada tanaman yang telah dipangkas ditumbuhi lumut kerak (Lichen) dan beberapa jenis paku-pakuan. Tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman teh. Batang yang ditempeli paku-pakuan cenderung lebih cepat rapuh dan mudah rusak sehingga tanaman teh dapat kehilangan cabang atau rantingnya.
Gambar 3 Tanaman pangkasan yang ditumbuhi gulma dan lumut kerak Kegiatan pembersihan gulma pada areal yang telah dipangkas juga kurang mendapat perhatian. Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa kondisi kebun yang telah di pangkas ditutupi oleh gulma-gulma berukuran besar, hingga gulma berkayu, sehingga dapat dikatakan sanitasi di kebun Gunung Mas masih tergolong kurang. Dalam masalah ini faktor anggaran dan tenaga kerja kerap dijadikan sebagai alasan sanitasi kebun yang kurang maksimal. Keberadaan paku-pakuan dan gulma di pertanaman dalam jumlah besar dapat menjadi tempat hidup dan inang alternatif bagi hama. 2. Pemupukan Pemupukan adalah salah satu komponen utama yang mutlak dilakukan dalam suatu proses budidaya tanaman. Tanaman teh tergolong tanaman yang cepat kehilangan unsur hara yang disebabkan oleh proses pemetikan pucuk, pengambilan bahan pangkasan, penguapan, erosi, pencucian oleh air hujan dan pengambilan hara oleh gulma. Kegiatan pemupukan di Gunung Mas berdasarkan rekomendasi dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung. Dosis yang diberikan berdasarkan analisis tanah dan daun di setiap blok kebun, serta potensi produksi setiap blok kebun yang akan di pupuk. Agar pemupukan yang dilakukan dapat berhasil guna dan berdaya guna maksimal, maka komposisi, dosis, frekuensi, cara dan waktu pemupukan harus dilakukan dengan tepat
D 13 Pemupukan yang dilakukan di kebun Gunung Mas dilakukan melalui dua cara, yaitu pemupukan melaui akar dan daun. Pemupukan melalui akar diberikan melaui dua cara, yaitu dengan cara disebar dan dengan cara dibenam. Pembenaman biasanya dilakukan pada lahan yang miring dan pada tanaman dengan tahun pemangkasan muda (TP1 dan TP2). Sedangkan pemupukan melalui daun dengan cara disemprotkan menggunakan spryer pada permukaan daun. Hara utama yang diberikan melalui akar pada umumnya unsur N, P, K, Mg, dan pada kondisi tertentu diperlukan unsur S, Ca, Cl, Na, dan Fe. Pupuk yang diberikan pada akar umumnya Urea, TSP/SP-36, NPK, Za, KCl, dan Kliserit. Sedangkan unsur yang diberikan melaui daun terdapat pada senyawa ZnSO4. 3. Pengendalian Gulma Keberadaan gulma di pertanaman teh khususnya di perkebunan teh Gunung Mas menjadi salah satu masalah yang cukup penting. Karena populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali di pertanaman teh akan bersaing dengan tanaman utama dalam memperoleh unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang untuk tumbuh. Pertumbuhan gulma yang tinggi bahkan melebihi tajuk tanaman teh akan menyulitkan dalam proses pemetikan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit. Jenis gulma yang banyak ditemukan di perkebunan Gunung mas adalah Comellina diffusa (tali said), Ageratum conyzoides (babadotan), Borreria alata, Paspalum conjugatum (jukut pait), Melastoma affine, Urena lobota, Mikania micrantha (mikania/sembung rambat), dan Clidemia hirta (harendong). A
B
C
Gambar 4 Jenis-jenis gulma di kebun Gunung Mas: A. Clidemia hirta (Harendong), B. Borreria alata, C. Urena lobota Gulma yang paling sulit dikendalikan di kebun Gunung Mas adalah gulma Clidemia hirta (harendong), karena gulma ini adalah gulma berkayu yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Kesalahan dalam pengendalian menyebabkan gulma ini dapat berkembang dengan pesat. Biasanya pekerja kebun hanya membabat gulma ini tanpa mencabut hingga akarnya, sedangkan gulma ini memiliki perakaran yang besar dan kuat, sehingga apabila tidak
D 14 dibersihkan hingga ke akarnya, gulma ini akan bersaing dengan tanaman teh dalam memperoleh hara dan air. Kegiatan penyiangan atau pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas dilakukan secara rutin setiap 45 hari sekali. Pengendalian gulma di perkebunan Gunung Mas ini umumnya menggunakan dua cara, yaitu dengan cara manual, dan pengendalian secara kimiawi. a. Pengendalian Gulma dengan Cara Manual Pengendalian dengan cara manual ini dilakukan dengan mencabut atau membabat gulma yang tumbuh di pertanaman teh dengan menggunakan tangan ataupun alat. Beberapa jenis penyiangan manual antara lain: babat, kored, dan jojo cabut. Pengendalian gulma secara manual ini dilakukan untuk menekan biaya, juga karena gulma-gulma yang dikendalikan dengan cara ini tidak dapat dikendalikan dengan cara kimia, disamping itu pengendalian dengan cara ini lebih ramah lingkungan. Sedangkan kelemahan dari pengandalian ini adalah kurang efisien tenaga kerja, efek pengendalian pendek, dan kurang efektif, untuk area yang luas. Pengendalian gulma secara manual di perkebunan Gunung Mas dilakukan oleh divisi perawatan dan juga biasa dibantu oleh mandor petik.
Gambar 5 Kegiatan pengendalian gulma secara manual (penyiangan) b. Pengendalian secara kimiawi Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian menggunakan senyawa-senyawa kimia beracun bagi gulma (herbisida). Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat knapsack sprayer dengan volume tangki 18 liter. Umumnya penyemprotan gulma dilakukan pada pukul 06:00 hingga pukul 10:30 untuk mengurangi penguapan bahan kimia. Herbisida yang digunakan di perkebuan Gunung Mas adalah yang berbahan aktif glifosat, dengan dosis antara 1-1.5 liter per hektar. Herbisida ini hanya membunuh gulma-gulma rumput dan tidak dapat membunuh gulma berkayu. Oleh karena itu untuk gulma-gulma keras seperti harendong (Clidemia hirta) harus disiang secara manual hingga ke akarnya. Biasanya sebelum dilakukan aplikasi dengan penyemprotan herbisida ini didahului dengan pembabatan gulma terlebih dahulu.
D 15
Gambar 6 Kegiatan pengendalian OPT secara kimiawi (pestisida) Keberadaan gulma di kebun Gunung Mas juga terkait erat dengan keberadaan hama, dalam hal ini hama ulat jengkal Hyposidra talaca. Karena gulma yang tumbuh di sekitar tanaman teh memungkinkan untuk menjadi inang alternatif Hyposidra talaca, karena hama ini bersifat polifag pada beberapa jenis tanaman. Hyposidra talaca biasa ditemukan pula pada dataran tinggi (Simanjuntak 2002). Terlihat dari hasil pengamatan di lapangan, bahwa kebun-kebun dengan populasi gulma tinggi, serangan hama pun jauh lebih tinggi (Gambar 7A) dibandingkan dengan kebun yang bersih dari gulma serangan hama relatif lebih rendah (Gambar 7B). Misalkan pada blok kebun 21 saat populasi gulma tinggi, populasi ulat jengkal Hyposidra talaca di blok kebun ini pada 1 pohon dapat ditemukan lebih dari 40 ekor ulat, begitu pula yang terlihat di blok kebun 3 dan 4, karena keadaan gulma yang tinggi dan cukup banyak meskipun telah dilakukan pengendalian dengan insektisida populasi ulat masih cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengaplikasian ulat bersembunyi di bawah naungan gulma atau turun ke batang-batang teh yang tertutup gulma. Jumlah populasi ulat yang tinggi pada blok-blok kebun dengan populasi gulma tinggi juga berbanding lurus dengan jumlah ulat yang terinfeksi oleh penyakit, dalam hal ini penyakit yang disebabkan oleh patogen Nucleopolyhedrovirus (NPV). Semakin padat populasi ulat maka peluang ulat terinfeksi akan semakin tinggi, karena penularan akan lebih mudah dan cepat.
A
B
Gambar 7 Kondisi kebun. A. Blok kebun dengan banyak gulma; B. Blok kebun keadaan bersih gulma.
D 16 Dampak negatif lain apabila jumlah populasi gulma tinggi adalah, menyulitkan pemetik dalam memanen pucuk teh, karena adanya gulma yang banyak jelas akan menghambat gerak dari pemetik, dan apabila gulma tumbuh tinggi hingga melebihi tajuk tanaman akan mengganggu pemetik dalam mengamnbil pucuk yang baik. Keberadaan gulma juga menyulitkan dalam proses penyemprotan, baik penyemproan insektisida untuk pengendalian, maupun dalam penyemprotan pupuk daun. Hal ini pula yang memungkinkan adanya blok yang terlewat dari penyemprotan. Jumlah populasi gulma yang cukup tinggi di kebun Gunung Mas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, keterlambatan dalam penanganan, hal ini terkait dengan keterbatasan jumlah tenaga kerja yang menangani pengendalian gulma. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah, rendahnya kualitas dalam proses pengandalian gulma, dimana banyak karyawan yang hanya mebersihkan kebun hanya asal besih, gulma hanya dibersihkan di permukaan dan tidak di cabut hingga ke akar meskipun itu jenis gulma berkayu. Hal tersebut bukan karena kekurangpahaman karyawan dalam mengerjakan pekerjaannya, tetapi faktor anggaran yang juga berpengaruh terhadap kualitas dari kegiatan sanitasi kebun ini. 4. Pemetikan Pemetikan adalah suatu kegiatan pemanenan hasil tanaman yang berupa pucuk daun teh. Pada umumnya dikenal tiga cara pemetikan yaitu, pemetikan jendangan (tiping), produksi, dan gedesan. Dalam melakukan pemetikan, digunakan penerapan rumus pemetikan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas petikan yang sesuai dengan standar pabrik. Rumus dalam pemetikan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a) Pucuk halus maksimal 10% (P+1m, P+2m) b) Pucuk medium minimal 70% (P+2m, P+3m, B+1m, B+2m, B+3m) c) Pucuk kasar maksimal 20% (P+3m, P+4m, B+1t, B+2t) Keterangan : P = Peko, B = Burung, M = Muda, T = Tua Keterangan gambar:
P+1
P+2
P=3M
P+1M P+2M P+3M B+1M B+2M B+3M
: peko + 1 daun muda : peko + 2 daun muda : peko + 3 daun muda : burung + 1 daun muda : burung + 2 daun muda : burung + 3 daun muda
B+1M B+2M B+3M Gambar 8 Pucuk Daun Teh Pemetikan jendangan (tiping) dilakukan setelah 2-3 bulan setelah tanaman dipangkas. Tujuan dari pemetikan jendangan adalah untuk memebentuk bidang petikan yang lebar dan rata dengan daun-daun pemeliharaan yang cukup sehingga tanaman memiliki potensi hasil yang tinggi. Pemetikan ini dilakukan dengan mengukur 20 cm diatas luka
D 17 pangkasan. Umumnya pemetikan ini dilakukan 3-4 kali sampai bidang petik rata dan rapat. Petikan produksi merupakan kegiatan lanjutan setelah pemetikan jendangan dan merupakan tahapan terpanjang dalam pengambilan hasil tanaman teh. PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas menggunakan rumus petikan medium.
Gambar 9 Kegiatan pemetikan pucuk teh secara manual Sebenarnya semakin muda pucuk, semakin baik kualitasnya. Tetapi, dengan sistem pemetikan yang memiliki siklus, maka pemetikan dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan pucuk yang akan datang. Petikan yang dikehendaki PTPN VIII Kebun Gunung Mas adalah : P+1M, P+2M, P+3M, B+1M, B+2M, B+3M. Petikan gendesan dilaksanakan satu sampai tiga hari menjelang pangkasan. Petikan dilakukan dengan memetik semua pucuk yang memenuhi syarat mutu standar untuk diolah (dipetik bersih) tanpa memerhatikan daun yang ditinggalkan. Selain pemetikan secara manual, kebun teh Gunung Mas telah menggunakan teknologi mesin petik. Salah satu tujuan digunakannya teknologi ini adalah menutup kekurangan tenaga kerja petik dan meningkatkan efisiensi. Tetapi penggunaan mesin petik ini masih dalam taraf uji coba.
Gambar 10 Kegiatan pemetikan teh dengan mesin petik Pemangkasan dan pemetikan yang sejajar dengan kemiringan lahan dapat mengurangi kemungkinan terserang penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh patogen Exobasidium vexans. Permukaan kebun yang rata
D 18 mempermudah pemerataan pestisida, serta dapat menghindari kerapatan sudut tajuk. Sudut tajuk yang rapat dapat meningkatkan kelembaban pada tanaman yang menguntungkan perkembangan suatu penyakit (Semangun 1987). 5. Pengendalian Hama di Perkebunan Hama-hama penting yang sering menjadi masalah di perkebunan Gunung Mas ini antara lain: Helopeltis spp., Empoasca sp., dan Hyposidra talaca. Selain hama ada pula penyakit yang umum menyerang tanaman teh yaitu cacar daun teh (blister blight) yang disebabkan oleh patogen Exobasidium vexans. a. Pengendalian hama penghisap daun Helopeltis spp. Kepik pengisap daun atau Helopeltis spp. umumnya menyerang pucuk daun muda, akan tetapi juga dapat menyerang daun tua. Kepik ini menusuk dan mengisap daun teh sehingga membentuk bercak-bercak hitam. Serangan hama ini dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro seperti suhu, kelembaban, dan intensitas sinar matahari. Pengendalian hama Helopeltis spp yang dilakukan di Gunung Mas antara lain dengan cara mekanik yaitu dengan memasang perangkap berperekat di beberapa titik pada setiap blok kebun. Dengan cara kimiawi yaitu dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif propoksur dengan dosis 0.75 – 1 lt/ha, bahan aktif metomil dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, bahan aktif sipermetrin dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, dan menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah. b. Pengendalian hama wereng hijau Empoasca sp. Serangga ini menyerang pucuk teh, dengan menusuk dan menghisap cairannya. Jika pucuk sudah habis, serangan dapat berlanjut ke daun muda dan tua. Gejala serangan berupa perubahan warna tulang daun teh menjadi merah coklat. Pada daun, timbul noda-noda berwarna kemerahan seperti terbakar (leaf burn), kemudian menguning. Pertumbuhan daun menjadi terhambat, dan pucuk daun teh tumbuh tidak normal (Simanjuntak 2002). Pengendalian hama Empoasca sp. yang dilakukan di Gunung Mas adalah dengan memasang perangkap berperekat serta penyemprotan insektisida berbahan aktif imidakloprid dengan dosis 0.25 – 0.5 lt/ha, bahan aktif Bifentrin dengan dosis 0.75 – 1 lt/ha, serta menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah. c. Pengendalian hama ulat jengkal Hyposidra talaca Ulat jengkal menjadi hama yang sangat penting di perkebunan Gunung Mas, serangan berat dari hama ini dapat menurunkan hasil produksi hingga 40%. Hama ini menyerang daun, pupus daun, dan tunas daun teh. Serangan berat dapat menyebabkan daun menjadi berlubang dan pucuk tanaman menjadi gundul, sehingga hanya meninggalkan tulang daun saja. Hyposidra talaca juga bersifat polifag pada beberapa jenis
D 19 tanaman. Hama ulat jengkal Hyposidra talaca biasa ditemukan di dataran tinggi (Simanjuntak 2002). Menurut Hidayat (2001) Larva yang baru menetas dari telur akan memencar dari pohon pelindung menuju perdu teh dengan bantuan angin atau merayap. Larva yang baru keluar dari telur berukuran antara 1.5 – 2 mm, sedangkan larva instar akhir dapat mencapai panjang 70 – 80 mm. Larva Hyposidra talaca berwarna coklat kehitaman dengan titik-titik putih pada bagian dorsal. Pada stadium larva hama ini dapat menyerang dan mengakibatkan kerusakan pada pucuk teh (Kartasapoetra 1993) 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00
GM1
300.00
GM2
200.00
CS
100.00
Total
0.00
Gambar 11 Luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011 Serangan tertinggi hama ulat jengkal di perkebunan teh Gunung Mas biasa terjadi pada musim kemarau atau pada musim peralihan antara musim hujan ke musim kemarau, atau berkisar antara bulan Juni hingga November. Pada saat musim penghujan serangan hama ulat jengkal menurun hingga musim peralihan selanjutnya. Parangin-angin (1992) menjelaskan bahwa perkembangan hama ini akan terhambat pada habitat dengan curah hujan tinggi, karena larva akan jatuh dan terbawa air hujan. Perkebunan Gunung Mas menggunakan berbagai macam cara pengendalian untuk mengatasi hama ini, antara lain: dengan cara fisik mekanik yaitu dengan mengumpulkan secara manual pupa-pupa dari hama ini dari dalam tanah, menangkap imago dari Hyposidra talaca dengan jaring dan perangkap lampu pada malam hari, membungkus pohon-pohon pelindung dengan plastik berperekat untuk memerangkap imago dan memasang perangkap berperekat di setiap blok kebun. Selain dengan cara fisik mekanik, pengendalian secara kimiawi juga dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif metomil dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, bahan aktif sipermetrin dengan dosis 0.5 – 1 lt/ha, serta menggunakan insektisida nabati umbi gadung dan EM4 yang dicampur dengan insektisida sintetik dengan dosis rendah. Tetapi pengendalian secara kimiawi yang dilakukan di kebun Gunung Mas dengan penyemprotan juga menimbulkan masalah baru
D 20 seperti resistensi hama, dan keberadaan populasi hama yang tumpang tindih (overlapping) sehingga untuk dapat mengendalikan hama ini membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan aplikasi yang tidak tepat. Kegiatan penyemprotan dilakukan secara terjadwal, sedangkan pada kondisi populasi hama tinggi dan jumlah insektisida yang kurang mencukupi, mengakibatkan dosis yang diaplikasikan di bawah anjuran, hal ini dapat menyebabkan ada hama yang dapat bertahan dan menghasilkan generasi yang lebih tahan. Aplikasi yang terjadwal dan pengulangan yang tidak tepat mengakibatkan populasi hama Hyposidra talaca menjadi tumpang tindih. Penyemprotan yang tidak serempak mengakibatkan ulat berkembang cepat di beberapa blok kebun yang belum diaplikasi, sedangkan di blok lain yang telah diaplikasi belum tentu terkendali 100%, hal inilah yang menyebabkan hama senantiasa ada dengan kondisi instar yang beragam dari larva instar pertama hingga instar akhir. Apikasi Lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) Keadaan Umum Nucleopolyhedrovirus (NPV) termasuk famili Baculoviridae dari genus Baculovirus. Sebagai parasit obligat, NPV hanya dapat berkembang pada sel-sel hidup. NPV memiliki beberapa keunggulan antara lain: inangnya spesifik, efektif, persisten di alam (tanah, air, tanaman), persisten dalam populasi inang rendah, dan kompatibel dengan cara pengendalian yang lain termasuk insektisida botani dan kimia (Tanada dan Kaya 1993). Efektivitas NPV sebagai agens pengendalian hama terbukti dari hasil penelitian di laboratorium dan lapangan. Pada dosis 20 Polyhedral Inclusion Bodies (PIB) /mm2 luas pakan, mortalitas ulat H. armigera instar 3 mencapai 95% pada hari ke-8 setelah perlakuan, hampir sama dengan mortalitas ulat pada dosis 160 PIB/mm2 (97,5%) pada hari ke-6 (Gothama et al. 1989). Aplikasi lapangan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dilakukan di Kebun Teh Gunung Mas, dengan luas areal yang diaplikasi seluas dua patok atau kurang lebih 800 m2 pada blok kebun 9 yang telah disterilkan (tidak disemprot insektisida sintetik). Aplikasi yang dilakukan, menggunakan 40 ekor larva Hyposidra talaca yang telah terinfeksi Nucleopolyhedrovirus (NPV) dengan ukuran larva 3 – 4 cm. Aplikasi HtNPV dilakukan pada waktu sore hari antara pukul 16:00 – 17:00, hal ini dilakukan karena NPV sangat rentan terhadap sinar matahari khususnya sinar ultra violet (Ignoffo dan Montoya 1976). Alat semprot yang digunakan adalah power sprayer bertenaga baterei dengan kapasitas tangki 15 liter. Areal yang digunakan untuk aplikasi dibagi menjadi 12 petakan kecil untuk 4 macam perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor frekuensi penyemprotan menjadi bentuk perlakuan dalam percoabaan ini, terdiri dari tiga taraf 1 kali 1 minggu (P1), 2 kali 1 minggu (P2), dan 3 kali 1 minggu (P3) serta kontrol (tidak disemprot) dan kontrol positif yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (P4). Setiap ulangan diambil lima tanaman sebagai sampel yang diamati.
D 21
Pengamatan dilakukan setiap hari hingga jumlah penurunan populasi hama mencapai 100%. Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan, ditemukan pada bagian pucuk tanaman dalam posisi menggantung, membentuk huruf V terbalik (Granados dan Frederici 1986). Menurut Sanjaya (2004), infeksi NPV akan mengakibatkan kerusakan selsel kolumnar yang terdapat di dalam saluran pencernaan bagian tengah, yang mengakibatkan kerusakan sistem pencernaan dan menurunkan konsumsi makan. Infeksi NPV biasanya dimulai dari saluran pencernaan, kemudian menyerang organ-organ internal serangga lainnya. Waktu dari NPV mulai tertelan sampai menunjukkan gejala serangan relatif lama, yaitu 2 sampai 3 hari dan kematian ulat baru terjadi pada hari ke-4 hingga ke-7 setelah infeksi (Indrayani dkk 2009).
Gambar 12 Larva Hyposidra talaca yang mati karena aplikasi NPV di lapangan Laju Penurunan Populasi Larva Hyposidra talaca Perlakuan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dengan empat taraf berdasarkan frekuensi aplikasinya, mengakibatkan tingkat penurunan populsi larva Hyposidra talaca yang beragam. Penurunan populasi larva H. talaca terbesar disebabkan kematian akibat aplikasi NPV. Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan, banyak ditemukan dalam posisi menggantung pada bagian pucuk tanaman tetapi ada pula yang menempel dan hancur di permukaan daun teh (Gambar 12). Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 11 hari, terlihat bahwa perlakuan P2 dan P3 menunjukkan penurunan jumlah larva tertinggi pada hari ke6 setelah aplikasi, dengan jumlah larva yang mati pada hari ke-6 untuk perlakuan P3 sebanyak 6 ekor dan perlakuan P2 sebanyak 5 ekor, sedangkan pada perlakuan P1 dan P4 penurunan larva tertinggi pada hari ke-7 setelah aplikasi yaitu untuk P1 sebanyak 5 ekor dan P4 sebanyak 4 ekor.
D 22 7 perlakuan1 (P1)
Jumlah kematian (ekor)
6
perlakuan2 (P2) 5
Perlakuan3 (P3)
4
kontrol+ (P4)
3
kontrol
2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Gambar 13 Jumlah larva H. talaca yang berkurang setiap harinya pada berbagai frekuensi waktu aplikasi
Akumulasi penurunan populasi per hari (ekor)
Jumlah rata-rata larva yang tersisa pada 11 hari setelah aplikasi HtNPV di lapangan dengan frekuensi penyemprotan 1 kali 1 minggu (P1), 2 kali 1 minggu (P2), dan 3 kali 1 minggu (P3) serta kontrol (tidak disemprot) dan kontrol positif yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (P4) secara berturut turut 0 ekor; 0 ekor; 0 ekor; 20 ekor; dan 3 ekor per tanaman sampel (±1 m2). 30 25 Perlakuan1 (P1)
20
Perlakuan2 (P2) 15
Perlakuan3 (P3)
10
Kontrol+ (P4) Kontrol (K)
5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Gambar 14 Laju penurunan populasi larva H. talaca pada berbagai frekuensi waktu aplikasi Populasi awal dari masing-masing perlakuan rata-rata 25 ekor per tanaman. Masing-masing perlakuan menunjukkan jumlah populasi larva yang berkurang setiap harinya, namun secara keseluruhan penurunan populasi lebih dari 50% terjadi pada hari ke-7 setelah aplikasi. Jumlah larva yang berkurang pada 7 hari setelah aplikasi untuk P1: 17 ekor, P2: 20 ekor, P3: 22 ekor, dan P4: 12.
D 23 Hasil tersebut menunjukkan bahwa efektifitas NPV semakin tinggi seiring dengan semakin seringnya aplikasi yang dilakukan, terlihat pada perlakuan P3 (aplikasi 3 kali 1 minggu) jumlah penurunan populasi larva yang sangat tinggi pada 7 hari setelah aplikasi. Penularan dan infeksi NPV yang terjadi di lapangan tidak hanya terjadi karena penyemprotan inokulum NPV pada daun, tetapi juga karena adanya kontak dengan larva lain yang sudah terlebih dahulu mati atau terinfeksi NPV scara alami di lapangan. Hal ini terjadi karena penularan NPV dapat terjadi melalui kontak langsung antara serangga yang terinfeksi dengan yang sehat (Granados dan Federici 1986). Interaksi Antara Frekuensi Penyemprotan HtNPV dengan Penuruanan Populasi Larva Hyposidra talaca Tabel 1 Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi Sumber
Db
JK
1
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
11.4425 28.6005 33.6861 78.7067
2.8606 14.3003 6.7372
0.42 2.12
0.7865 0.2151
2
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
7.5385 26.8138 33.3661 69.7167
1.8846 13.4069 6.6732
0.28 2.01
0.8778 0.2289
3
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
18.3385 33.4605 39.0461 88.4367
4.5846 16.7302 7.8092
0.59 2.14
0.6870 0.2128
4
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
51.4259 29.8139 35.1927 112.0667
12.8565 14.9069 7.0385
1.83 2.12
0.2614 0.2156
a
KTG
F hitung
Pa
HSA
p-value > alpha 5% maka tidak significant , maka tidak dapat dilakukan uji lanjut
Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan sidik ragam terlihat bahwa dari hari pertama hingga hari ke-4 setelah aplikasi HtNPV, antara perlakuan dan ulangan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati yaitu penurunan populasi Hyposidra talaca atau dengan kata lain antar perlakuan yang satu dengan yang lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
D 24 Tabel 2 Rata-rata jumlah larva H. talca di lapangan setelah perlakuan HtNPV Rata-rata larva H. talaca yang ditemukan (ekor) pada n-HSAa Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 P1 16.87ab 18.47b 7.53c 3.73c 1.20c 0.33b 0.00b P2 12.89b 7.80c 4.60c 2.07c 0.73c 0.07b 0.00b P3 12.47b 6.53c 3.26c 1.27c 0.33c 0.00b 0.00b P4 19.60a 16.20b 12.60b 9.20b 6.60b 4.60b 3.40b Kontrol 21.80a 21.60a 21.30a 21.20a 21.10a 20.90a 20.80a a
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbe1aan yang nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan tabel di atas, perlakuan kontrol (tidak disemprot NPV) menunjukkan adanya penurunan populasi setiap harinya meski jumlahnya tidak signifikan, hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan penyebaran virus melalui udara dari petakan yang di aplikasi HtNPV atau dapat disebabkan sudah ada sumber inokulum NPV di petakan tersebut. Serta dapat disebabkan pula oleh perpindahan larva dari tanaman sampel ke tanaman yang lain. Perlakuan dengan penyemprotan hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) menyebabkan penuruan jumlah larva yang cukup besar. Pada hari ke-11 setelah aplikasi, jumlah larva yang ditemukan pada perlakuan P4 ratarata hanya 3 ekor, dari rata-rata populasi awal 25 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa virus tersebut tetap dapat menyebabkan kematian yang tinggi meski tidak dilakukan pengulangan penyemprotan. Tingkat kematian larva pada perlakuan kontrol positif yang cukup tinggi dapat terjadi karena virus dapat menyebar dan diperbanyak pada larva yang telah terinfeksi dan sentuhan dengan larva sehat (Granados dan Federici 1986). Jumlah larva H. talaca yang ditemukan pada hari ke-5 dan ke-6 setelah aplikasi HtNPV antara perlakuan penyemprotan 1 kali 1 minggu (dengan pengulangan penyemprotan minggu selanjutnya: P1), dengan perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi mulai menunjukkan perbedaan yang nyata dari hari ke-7 setelah aplikasi. Pada semua perlakuan, kecuali kontrol, penurunan populasi larva H. talaca mulai mengalami peningkatan di atas 50% adalah pada 7 hari setelah aplikasi dan populasi ulat jengkal terus menurun hingga 11 hari setelah aplikasi. Pada hari ke-7 setelah aplikasi terlihat ada perbedaan nyata antara P1 dengan P4, P2 dengan P4, dan P3 dengan P4. Penurunan populasi ulat jengkal hingga mencapai jumlah 0 ekor adalah pada hari ke-11 setelah aplikasi, tetapi perlakuan yang disemprot hanya satu kali selama pengamatan (kontrol positif P4) pada 11 hari setelah aplikasi tidak mencapai 0 ekor karena tidak dilakukan penyemprotan ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan penyemprotan berpengaruh pada tingkat mortalitas dan penurunan populasi larva H. talaca. Antara perlakuan 2 kali 1 minggu (P2) dan 3 kali 1 minggu (P3) dari hari pertama hingga hari ke-11 setelah aplikasi tidak menunjukkan perbadaan yang nyata. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan aplikasi, bahwa penyemprotan sebanyak 3 kali kurang efisien, karena hasilnya tidak jauh berbeda
D 25 dengan aplikasi sebanyak 2 kali. Bahkan jika dilihat pada 11 hari setelah aplikasi antara P1, P2, P3, dan P4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Aplikasi menggunakan musuh alami memerlukan waktu yang relatif lebih lama dalam membunuh hama dibandingkan dengan menggunakan insektisida sintetik yang hasilnya dapat langsung terlihat. Parasian (2007) mengatakan bahwa kematian H. talaca yang terinfeksi NPV umumnya dapat terlihat dari hari ke-4 sampai hari ke-7 dengan tingkat kematian yang dipengaruhi oleh konsentrasi NPV. Semakin tinggi konsentrasi NPV maka akan semakin tinggi tingkat kematian H. talaca. Hasil aplikasi lapangan HtNPV dengan menggunakan konsentrasi sederhana 40 ekor larva terinfeksi untuk 15 liter, dapat menurunkan populasi lebih dari setengah populasi awal (50%) dalam waktu 7 hari dan dapat menurunkan populasi hingga habis (0 ekor) dalam waktu 11 hari.
D 26
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun teh Gunung Mas meliputi pemangkasan, pemupukan, pemetikan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Tinggi rendahnya luas dan intensitas serangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pengelolaan tanaman. Kondisi lingkungan pada musim kemarau dan pancaroba (peralihan) mendukung berkembangnya hama ulat jengkal Hyposidra talaca di kebun Gunung Mas. Kondisi sanitasi kebun yang kurang maksimal serta aplikasi insektisida sintetik yang kurang dari anjuran atau melebihai dosis juga turut berperan dalam peningkatan serangan hama di kebun Gunung Mas. Sistem pengelolaan hama dan penyakit di PT Perkebunan Nusantara VIII kebun Gunung Mas selama kegiatan cenderung mengutamakan faktor produksi disamping faktor ekologi, tetapi sistem pengendalian hama penyakit secara hayati juga sudah mulai dilakasanakan serta berprinsip pada pengendalian hama terpadu (PHT). Keberadaan faktor sumberdaya manusia dalam hal ini tenaga kerja sangat berpengaruh pula terhadap kegiatan pengelolaan kebun. Kegitan pemeliharaan tanaman, produksi, dan pemasaran produk juga akan berlangsung baik jika di dukung dengan sumberdaya manusia yang baik. Alternatif pengendalian hama ulat jengkal Hyposidra talaca dengan memanfaatkan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) dapat dilakukan dengan menggunakan konsentrasi sederhana yaitu 40 ekor larva terinfeksi untuk 15 liter, yang dapat menurunkan populasi lebih dari 50% dalam waktu 7 hari dan dapat menurunkan populasi hingga habis (0 ekor) dalam waktu 11 hari, dengan intensitas penyemprotan yang efektif dan efisien dua kali dalam satu minggu.
Saran Sanitasi kebun yang salah satunya meliputi pengendalian gulma, perlu mendapatkan perhatian yang lebih dan perlu ditingkatkan pengelolaannya agar kondisi kebun yang bersih dan sehat tetap terjaga, karena masih banyak ditemui blok-blok kebun dengan serangan gulma berat. Dengan kondisi kebun yang selalu bersih maka pengelolaan hama dan penyakit pun akan lebih sederhana. Penggunaan insektisida sintetik harus senantiasa sesuai anjuran, jangan menggunakan dosis di bawah anjuran atau melebihi dosis yang telah disarankan untuk mencegah terjadinya resistensi dan resurgensi hama. Jika serangan hama sangat berat dan harus dilakukan eradikasi harus menggunakan dosis yang tepat dan diaplikasi secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya overpaling hama. Penggunaan insektisida sintetik yang dipadukan dengan insektisida hayati secara bijaksana dapat dipertahankan dan dijadikan salah satu upaya menjaga ekologi dan kestabilan kondisi hayati lingkungan antara hama penyakit dan musuh alaminya.
D 27 Faktor sumberdaya manusia juga perlu mendapat perhatian lebih, pendekatan persuasif terhadap karyawan dan kegiatan-kegiatan sosial juga perlu diadakan, seperti kegiatan manajerial kebun, gatehring bersama karyawan, tukar pikiran antar semua lapisan di kebun termasuk staf dan karyawan agar harapannya, masalah ketenagakerjaan seperti mulai berkurangnya loyatitas dan etos kerja dapat diatasi. Penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV) perlu dilakukan, dengan menggunakan berbagai macam dosis aplikasi, agar dapat diketahui dosis aplikatif sederhana yang efektif dalam mengendalikan hama ulat jengkal di perkebunan teh.
D 28
DAFTAR PUSTAKA
Adisewojo RS. 1982. Bercocok Tanam Teh. Bandung (ID): Penerbit Sumur Bandung. Diratpahgar, 2008. Multi Peran Tanaman Teh bagi Kehidupan [internet]. [diunduh 2012 Sep 25]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/rempahbun/ rempah//index.php?option=com_content&task=view&id=74&Itemid=26. Gothama, AAA.,Indrayani IGAA, and Moscardi F. 1989. Preliminary studies on tehnucleopolyhedrosis virus on cotton in Indonesia. Proceedings on Biological Control of Pests in Tropical Agricultural Ecosystems. Bogor (ID): Special Publication. hlm 157 164. Granados RR dan Frederici BA. 1986 The Biology of Baculovirus. Biologigal Properties and Molecular Biology. Boca Raton (US): CRC Press. Hidayat A. 2001. Mengidentifikasi Jenis dan Sifat Hama [internet]. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional; [diunduh 2012 Sep 15]. Tersedia pada:_http://202.152.31.170./modul/pertaian/budidaya_tanaman/mengidenti fikasi_jenis_dan_sifat_hama.pdf. Ignoffo CM. dan Montoya EL. 1976. Teh effects of chemical insecticides and insecticidal adjuvants on a Heliothis Nucleo-polyhidrosisvirus. Jurnal Invertebr. Pathol.,(8): 409-412. Indrayani IGAA, Winarno D, dan Deciyanto S. 2009. Potensi patogen serangga dalam pengendalian hama penggerek buah kapas Helicoverpa armigera Hubner. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 12(2): 85-98. Kartasapoetra AG. 1993. Hama Tanaman Pangandan Perkebunan. Ed ke-3. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Parangin-angin. J. 1992. Pengamatan hama teh dan kentang di PTP Ciater Kabupaten Subang dan perkebunan teh di Cikajang, Kabupaten Garut serta pertanaman kentang di Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Parasian F. 2007 Pengaruh Konsentrasi Nuclear polyhedrosis virus terhadap Mortalitas Beberapa Instar Larva Hyposidra talaca Wlk. (Lepidoptera: Geometridae) [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Institut Pertanian Bogor [Puslitbun] Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. APPPI-Puslitbun Gambung. Bandung (ID). Samiyanto 1999. Pengelolaan Hama. Yogyakarta (ID): Lembaga Pendidikan Perkebunan. Sanjaya Y. 2004. Konsumsi Makan dan Pertumbuhan Larva Helicoverpa armigera Toleran terhadap Pemaparan Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV). Jurnal Matematika dan Sains. 9(4): 295-300. Semangun H. 1987. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebuan Indonesia. Yogjakarta (ID): Yayasan Pembina Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada.
D 29 Simanjuntak H. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Jakarta (ID): Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Spillane JJ. 1992. Komoditi Teh. Yogyakarta (ID): Kanisius Sutarya R. 1996. Pengujian Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus dalam hubungannya dengan sifat persistensinya untuk mengendalikan Spodoptera exigua Hbn. Jurnal Hortikultura. (6): 167-171. Tanada Y, dan H. Kaya. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press, Inc Wijanarko. 1998. Mengendalikan hama dengan musuh alami [internet]. Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan; [diunduh 2012 Sep 15]. Tersedia pada: http://istecs.org/Publication/Dimensi/dlim2 98.pdf.
d 30
LAMPIRAN
d
Lampiran 1 T Tabel data curah hujan kebun Gu unung Mas tahun n 2002-2011
31 31
Lampiran 2 T Tabel data produkksi basah dan keering kebun Gun nung Mas tahun 2007-2011
d 32
32
d 33 Lampiran 3 Kondisi kebun Tanaman Menghasilkan (TM) Kebun Gunung Mas I
Lampiran 4 Kebun Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
d 34 Lampiran 5 Serangann hama ulatt jengkal Hyyposidra tallaca A
B
Gambaar A. Seranggan ulat jenngkal pada daun d tua; B. Serangan uulat jengkal larva instar 1. Lampiran 6 Upaya Penngendalian Hyposidra talaca oleh h Pihak Perkkebunan Guunung Mas
Pengggunaan peraangkap kuniing berperek kat untuk mengendalik m kan imago
dung dengaan Plastik Pelapisan Tanaaman Pelind B Berperekat u untuk Meng gendalikan Imago I
d 35 Lampiran 7 Kegiatan koleksi larva yang mati terinfeksi NPV
Lampiran 8 Kegiatan perbanyakan inokulum HtNPV
Larva mati yang diperoleh dari lapangan digerus dengan mortar dan pistil sambil ditambah air sedikit demi sedikit.
d 36
Daun teh segar dicelupkan ke dalam cairan hasil gerusan larva mati terinfeksi NPV kemudian dikeringanginkan kemudian dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan yang telah berisi larva Hyposidra talaca (ulat sehat) yang diperoleh dari lapangan
Setiap larva Hyposidra talaca yang mati diambil dengan menggunakan sendok dan dimasukkan ke dalam botol film lalu disimpan di dalam freezer untuk menjaga virus dari kerusakan.
d 37 Lampiran 9 Kegiatan aplikasi lapangan Ht-NPV A
Hasil gerusan yang telah disaring dimasukkan ke dalam tangki alat semprot berukuran 15 liter dicampur dengan air bersih
B
C
Gambar A 1 tangki kapasitas 15 liter untuk 1 patok (400m2); B. Proses penyemprotan; C. Ulat yang mati setelah aplikasi
d 38 Lampiran 10 Tabel sidik ragam berdasarkan waktu aplikasi Sumber
Db
JK
5
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
134.2875556 19.7888889 20.8244444 190.8000000
33.5718889 9.8944444 4.1648889
8.06 2.38
0.0209 0.1883
6
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
312.7453333 19.9400000 14.1933333 377.8500000
78.1863333 9.9700000 2.8386667
27.54 3.51
0.0013 0.1115
7
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
438.0863333 14.2850000 17.0683333 506.4100000
109.5215833 7.1425000 3.4136667
32.08 2.09
0.0009 0.2187
8
Perlakuan Ualangan Galat Total
4 2 5 11
550.0718889 10.3938889 16.8861111 628.5866667
137.5179722 5.1969444 3.3772222
40.72 1.54
0.0005 0.3014
9
Perlakuan Ulangan Galat Total
4 2 5 11
617.3075556 8.1088889 17.0044444 707.7466667
154.3268889 4.0544444 3.4008889
45.38 1.19
0.0004 0.3773
10
Perlakuan Ualangan Galat Total
4 2 5 11
646.9153333 5.1400000 16.6933333 728.1466667
161.7288333 2.5700000 3.3386667
48.44 0.77
0.0003 0.5112
11
Perlakuan Ualangan Galat Total
4 2 5 11
654.5780000 5.7800000 17.3400000 731.2100000
163.6445000 2.8900000 3.4680000
47.19 0.83
0.0004 0.4871
a
KTG
F hitung
Pa
HSA
p-value < alpha 5% maka significant , dilakukan uji lanjut dengan uji lanjut Duncan
d 39 Tabel 11 Luas serangan Hyposidra talaca tahun 2011 Afdeling
2011 (Ha) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
GM1
51.02
88.00
122.50
151.80
133.25
127.87
GM2
159.25
212.00
207.00
135.25
161.45
131.00
CS
56.50
82.00
35.00
42.00
66.50
74.25
Total
266.77
382.00
365.50
329.05
361.20
331.12
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
GM1
150.02
335.00
175.25
302.75
171.50
117.75
GM2
166.75
138.00
239.78
289.75
158.00
134.40
CS
100.75
68.50
154.00
242.50
86.00
86.00
Total
417.52
514.50
569.03
735.00
415.50
338.15
Sumber : Arsip Perkebunan Teh PTPN VIII Kebun Gunung Mas 2012
Lampiran 12 Tabel daftarr insektisida yang g digunakan di Kebun Gunung Mas
d 40
40
Lampiran 13 Peta kawasan PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas
41
d 41
Lampiran 14 Struktur organisasi PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas
d
42
d 43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 25 Januari 1990. Penulis merupakan putra tunggal dari pasangan bapak Mochammad Farid S.E. dan ibu Devita Puspitanti S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Tunggulsari I pada tahun 2002, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri I Surakarta tahun 2005, sekolah menengah atas di SMA Negeri I Surakarta pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2008 penulis menjadi Layouter Koran Kampus IPB, tahun 2010 menjadi wakil ketua Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman IPB, serta pada tahun 20102011 menjadi ketua klub fotografi mahasiswa Proteksi Tanaman.