ABSTRAK Nugraha Arif Karyanta, Aditya Nanda Priyatama, Arista Adi Nugroho, 2007. Efektivitas Penerapan Model Pelatihan Belajar Efektif terhadap Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning Siswa SMA. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan metode belajar efektif terhadap penggunaan strategi Self-Regulated Learning Siswa SMA. Self-Regulated Learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1989). Menurut sudut pandang ini, siswa yang efektif menjadi sadar akan relasi fungsional antara pola pikir dan tindakan mereka (sering disebut sebagai strategi) dan hasil-hasil sosial dan lingkungan (Zimmerman & Martinez-Pons, 1988). Winne (1997) beranggapan bahwa siswa dapat mempelajari bentuk-bentuk baru dari SRL di mana saja, termasuk dalam ruang-ruang kelas mereka. Lebih jauh lagi, Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa siswa dapat diajar atau disarankan untuk menjadi lebih self-regulated learners dengan mendapatkan strategi-strategi efektif dan dengan meningkatkan persepsi atas efikasi diri mereka. Modul pelatihan belajar efektif yang diberikan kepada siswa SMU yang dikembangkan oleh penulis meliputi pengembangan sikap mental positif terhadap belajar, pengembangan keterampilan dalam mengikuti pelajaran di kelas terutama kemampuan mendengarkan dan mencatat, mengembangkan kemampuan membaca efektif, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kemampun mengikuti ujian, penguasaan keterampilan manajemen waktu, dan pengaturan lingkungan belajar yang mendukung. Pemberian pelatihan belajar efektif kepada siswa diharapkan akan menumbuhkan dan meningkatkan penggunaan strategi self regulated-learning siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pemberian perlakuan berupa penerapan model pelatihan belajar efektif. Penerapan model pelatihan belajar efektif tersebut diharapkan dapat memiliki peran positif terhadap penggunaan strategi Self-Regulated Learning siswa. Strategi Self-Regulated Learning di ukur dengan skala strategi Self-Regulated Learning yang diberikan sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test). Uji beda mean dilakukan dengan teknik paired sample t test dengan bantuan program SPSS versi 15. Sampel penelitian sebanyak 31 orang siswa SMA Negeri I Karanganyar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor strategi Self-Regulated Learning sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test), thitung > ttabel (13,474 > 2,042), dengan taraf signifikansi 0,000. Kata kunci: Model Pelatihan Belajar Efektif, Strategi Self-Regulated Learning
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan untuk meningkatkan standar akademis siswa telah mendorong para peneliti mencari jalan untuk memaksimalkan prestasi sembari tetap memperhatikan perbedaan individual (Ablard & Lipschultz, 1998). Salah satu bahasan yang secara implisit banyak tercantum dalam psikologi pendidikan dewasa ini adalah Self-Regulated Learning atau biasa disingkat dengan SRL (Winne, 1997). Skor siswa pada 1% puncak dalam prestasi ternyata lebih sering menggunakan berbagai strategi SRL yang mengoptimalisasikan: (1) Pengaturan personal (seperti mengorganisasikan dan mentransformasikan informasi), (2) Fungsi-fungsi perilaku (seperti menyediakan bagi diri mereka sendiri hadiah dan hukuman atas keberhasilan atau kegagalan mereka), dan (3) Lingkungan saat itu (seperti mereview catatan, mencari pertolongan pada kawan atau pada orang lain yang lebih dewasa). Semua tipe strategi tersebut mewakili 14 strategi SRL yang berhasil diidentifikasi oleh Zimmerman & Martinez-Pons (1990; dalam Ablard dan Lipschultz, 1997). Siswa dapat mempelajari bentuk baru dari SRL dengan memberikan instruksi kepada mereka (misal Graham & Harris, 1994; dalam Winne, 1997). Bahkan, literatur eksperimental dalam dunia pendidikan sangat kaya dengan studi yang menunjukkan bahwa siswa dari setiap usia dapat menguasai dan menggunakan piranti-piranti untuk belajar, taktik kognitif dan strategi belajar yang selaras dengan bentuk-bentuk SRL (Winne, 1997). Tanpa menafikan sumbangan faktor-faktor yang lain, faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri individu merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar. Untuk meningkatkan kemampuan penyerapan siswa dalam proses belajar, penelitian ini memberikan alternatif pelatihan metode belajar efektif. Beberapa siswa yang penulis temui juga mengeluhkan bahwa mereka merasa sudah belajar cukup keras, namun hasil yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Sebagian yang lain mengeluhkan bahwa mereka merasa kurang mantap dalam cara belajarnya, dan mereka mengharapkan dapat menemui jawabannya dalam beberapa buku paket panduan belajar, terutama yang baru-baru ini populer, Quantum Learning dari Porter dan Hernacki. Metode belajar memang merupakan faktor yang ditekankan para ahli untuk mendapatkan hasil belajar maksimal. Belajar keterampilan tentang “bagaimana cara belajar” merupakan salah satu isu utama yang ditekankan oleh Gagne (1972, 1977a; dalam Gredler, 1994) dalam proses
pembelajaran di kelas. Keterampilan ini ialah cara bagaimana seseorang mengelola belajar, mengingat dan berfikirnya. Menurut Gagne, memperbaiki keterampilan siswa untuk “bagaimana cara belajar” merupakan masalah yang penuh tantangan bagi usaha pendidikan sehingga siswa “bekerja sampai batas potensinya” (Gagne, 1977a; dalam Gredler, 1994). Hal ini diperkuat dengan temuan O’Conner, Chassie, dan Walther (Ware & Millard, 1984) yang mengkorelasikan lama belajar dengan prestasi belajar.
Mereka menemukan
hubungan yang negatif, sehingga begitu saja mengingatkan siswa untuk berusaha lebih keras atau belajar lebih lama bukan merupakan jawaban atas masalah prestasi. Fokus haruslah lebih diarahkan pada bagaimana siswa menggunakan waktu belajarnya, sebagai contoh dengan penggunaan teknik belajar yang efektif (Ware & Millard, 1984). Penguasaan siswa atas berbagai teknik belajar tersebut dapat diajarkan. Dean, Malott dan Fulton (Ware & Millard, 1984) misalnya berhasil membuktikan bahwa intervensi pelatihan manajemen diri pada siswa berhasil meningkatkan nilai rata-rata mereka, dan sebagian besar siswa terus menggunakan metode tersebut.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Adakah pengaruh signifikan dari penerapan Model Pelatihan Belajar Efektif terhadap penggunaan strategi Self-Regulated Learning siswa SMA?”
TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Self-Regulated Learning Self-Regulated Learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1989). Dari
sudut
proses
metakognitif,
Self-Regulated
Learner
melakukan
perencanaan,
pengorganisasian, instruksi diri dan evaluasi diri pada berbagai tingkat selama proses penguasaan materi pelajaran. Dari sisi motivasional, Self-Regulated Learner memandang diri mereka sendiri sebagai memiliki cukup efikasi-diri, otonom, dan termotivasi secara intrinsik. Dari sisi perilaku,
Self-Regulated Learner memilih, menstruktur, dan bahkan menciptakan lingkungan sosial dan lingkungan fisik untuk mengoptimalisasikan penguasaan mereka atas materi pelajaran. Menurut sudut pandang ini, siswa yang efektif menjadi sadar akan relasi fungsional antara pola pikir dan tindakan mereka (sering disebut sebagai strategi) dan hasil-hasil sosial dan lingkungan (Zimmerman & Martinez-Pons, 1988). Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Self-regulated learning merupakan proses atau perilaku belajar yang secara aktif melibatkan kemampuan metakognitif, motivasional dan behavioral siswa. Keterlibatan secara aktif dalam proses belajar meningkatkan performansi akademik mereka (Ames, 1984; Borkowski & Kurtz, 1987; Corno, 1986, 1989; Covington, 1987; Dweck, 1986; Paris & Oka, 1986; Wang & Peverly, 1986; Weiner, 1986; Zimmerman, 1989; dalam Ablard & Lipschultz, 1998). Karena itu, Self Regulated Learner biasanya adalah siswa yang berprestasi (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990; dalam Ablard & Lipschultz, 1998). Beberapa peneliti seperti Schunk & Zimmerman (dalam Winne, 1997) menekankan bahwa SRL merupakan penentu sukses dalam belajar, pemecahan masalah, transfer, dan sukses akademik secara umum. Self-regulated learning bukan merupakan tingkat absolut dari fungsi seseorang, namun lebih bervariasi dalam tingkat, tergantung dari konteks sosial dan fisik (Thoresen & Mahoney, 1974). Pendekatan terhadap belajar ini juga tergantung pada semacam pengaruh personal yang dapat berubah dengan pengajaran atau perkembangan, seperti tingkat pengetahuan dan keterampilan metakognitif. Tingkat self-regulasi seorang siswa diasumsikan ditentukan secara situasional oleh strategi yang digunakannya, yang menggabungkan ketiga pengaruh SRL dalam mencapai tujuan akademiknya. Strategi dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunai arti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, 1994) Pressley, Goodchild, Fleet, Zajchowski, & Evans (dalam Zimmermann, 1989) mendefinisikan strategi sebagai proses (atau rangkaian proses) yang ketika di hubungkan dengan permintaan atas suatu tugas tertentu memfasilitasi kinerja. Lebih jauh lagi, Pressley, Borkowski dan Schneider memberikan pembedaan antara strategi khusus dan strategi umum. Sementara itu, Paris dan Byrne (1989) membedakan antara pengetahuan prosedural dan pengetahuan
kondisional.
Pengetahuan prosedural mengacu pada bagaimana menggunakan strategi,
sedangkan pengetahuan kondisional mengacu pada kapan dan mengapa suatu strategi berhasil atau tidak. Bandura (dalam Zimmerman, 1989) menekankan pentingnya strategi self-regulated learning untuk siswa. Dalam pandangannya, strategi yang diaplikasikan menyediakan kepada siswa dengan pengetahuan efikasi diri yang bernilai. Pengetahuan ini pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan atas strategi dan tindakan (Zimmerman, 1989). Strategi Self-regulated learning merupakan tipe-tipe strategi yang digunakan oleh siswa SMU dalam konteks belajar umum untuk meningkatkan prestasi akademis mereka sebagaimana dilaporkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1986). Mereka menemukan 14 tipe strategi self-regulated learning. Dari pelaporan siswa ini, mereka mendapatkan bahwa 13 dari 14 tipe strategi tersebut merupakan pembeda yang signifikan antara siswa yang berprestasi pada jenjang paling atas dengan siswa pada jenjang paling bawah. Tujuan dari tiap-tiap strategi tersebut adalah untuk meningkatkan pengaturan diri dari (a) fungsi-fungsi personal mereka, (b) performansi behavioral akademis, dan (c) lingkungan belajar. Sebagai contoh, strategi organizing dan transforming, rehearsing dan memorizing, dan goal setting dan planing memfokuskan pada pengoptimalisasian pengaturan personal. Strategi seperti evaluasi diri dan self-consequences di desain untuk meningkatkan fungsi-fungsi behavioral. Strategi penstrukturan lingkungan, mencari informasi, mereview, dan mencari bantuan dimaksudkan untuk mengoptimalisasikan lingkungan belajar seseorang. Purdie, Hattie, dan Douglas (1996) meneliti perbedaan konsepsi belajar antara siswa SMU Australia dan Jepang dan penggunaan strategi SRL mereka.
Meskipun memiliki
perbedaan konsepsi tentang belajar karena perbedaan konteks kultural yang mereka miliki, strategi yang digunakan oleh siswa dalam konteks belajar yang berbeda tersebut ternyata serupa. Lebih jauh lagi, dua dari tiga strategi yang paling banyak digunakan ternyata sama untuk kedua kelompok siswa tersebut, yaitu environmental structuring dan self-evaluating.
Namun
penggunaan self-evaluating ini berlawanan dengan temuan dari Zimmermann dan Martinez-pons (1988) yang menyebutkan bahwa strategi self-evaluating ini termasuk satu dari strategi yang paling sedikit digunakan oleh siswa. kelompok tersebut adalah mereview tes.
Strategi yang paling sedikit digunakan oleh kedua
Tabel 1 Diskripsi dan contoh-contoh dari strategi Self-regulated learning Strategi
Diskripsi dan Contoh Evaluasi yang diprakarsai sendiri atas tugas yang terselesaikan, pengertian tentang wilayah tugas, atau usaha dalam hubungannya dengan permintaan tugas.
1. Self-evaluation
Contoh: “Saya mengecek hasil memastikannya benar”
kerja
saya
untuk
“Saya meminta ibu saya untuk mengetes apakah saya tahu atau tidak” “Saya melihat kembali tingkah laku dan usaha saya dan mencari tahu mengapa tugas saya tidak selesai pada waktunya” 2. Organizing Transforming
dan
Usaha penyusunan materi belajar atas prakarsa sendiri untuk meningkatkan belajar. Contoh: “Saya membuat mengarang”
kerangka
sebelum
saya
“Saya menggunakan stabilo untuk menandai bagian-bagian penting dalam buku” “Saya merangkum poin-poin penting dalam setiap bab” 3. Goal-setting dan planning
Penetapan atas tujuan atau sub-tujuan pendidikan dan perencanaan atas rangkaian, pewaktuan, dan penyelesaian aktivitas yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Contoh: “Saya memulai revisi beberapa minggu sebelum tes” “Saya tinggalkan dulu pertanyaan yang sulit hingga terakhir untuk kemudian saya lihat kembali”
4. Seeking information
Usaha siswa atas prakarsa sendiri untuk menjamin informasi lebih jauh atas tugas dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan suatu tugas. Contoh:
“Saya meminjam buku dari perpustakaan tentang topik tertentu” “Saya baca sebanyak mungkin tentang suatu subyek yang dipelajari” Usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk merekam atau mencatat peristiwa atau hasil. 5. Keeping records monitoring
dan
Contoh: “Saya menulis catatan tentang diskusi kelas” “Saya pilih kata-kata yang tidak saya mengerti dan saya buat dalam kartu”
6. Environmental structuring
Usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk mengatur konteks belajar agar belajar menjadi lebih mudah. Hal ini termasuk pengaturan lingkungan secara fisik maupun psikologis. Contoh: “Saya bikin meja saya bersih dan rapi dan meletakkan semua buku yang saya perlukan didekatnya” “Saya mandi sebelum mulai mengerjakan PR” Pengaturan atau imajinasi siswa atas hadiah atau hukuman sehubungan dengan kesuksesan atau kegagalan.
7. Self-consequences
“Saya beri hadiah untuk diri saya sendiri selama masa istirahat belajar, seperti menonton televisi” “Saya berpikir tentang kegagalan, dan hal itu membuat saya ingin berusaha” 8. Rehearsing memorizing
dan
Usaha siswa atas prakarsa sendiri untuk menghafal materi pelajaran. “Saya tuliskan semua poin penting berulang-ulang hingga saya hafal” “Saya kerjakan contoh soal yang sejenis sebanyakbanyaknya sehingga saya akan ingat bagaimana mengerjakan soal yang serupa dalam tes”
9 – 11 Seeking social assistance
Usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk meminta pertolongan dari teman (9), guru (10), dan orang dewasa (11). “Saya mendiskusikan tugas dengan teman” “Jika saya kesulitan dalam memahami suatu pelajaran, saya akan mengatur pertemuan dengan
guru usai sekolah” “Saya minta ayah saya untuk menjelaskan cara mengerjakannya” Usaha siswa atas prakarsa sendiri untuk membaca kembali catatan (12), tes (13), atau buku (14). 12 – 14 Reviewing records
“Saya buka kembali semua catatan saya tentang topik tersebut” “Saya buka kembali semua tugas dan tes yang telah saya kerjakan” “Saya baca buku pelajaran itu beberapa kali”
15. lain-lain
Perilaku belajar yang diprakarsai oleh orang lain seperti guru, orang tua, pernyataan kehendak, ekspresi berbuat curang, dan semua respon verbal yang tidak jelas. “Saya kerjakan apa yang saya kira dimaui guru— saya hanya mencoba yang terbaik” “Saya lupa waktu dan memaksa diri saya untuk mengerjakan apa yang harus saya kerjakan” “Saya minta teman untuk menunjukkan jawaban mereka”
B. PELATIHAN BELAJAR EFEKTIF Hostrop dan Hermanson (1971), mengemukakan konsep keterampilan belajar yang mencakup 7 komponen, yaitu: (1) sikap belajar (learning attitudes), (2) mengikuti pelajaran, (3) membaca efektif, (4) mengikuti ujian, (5) mendengarkan, (6) mengatur waktu belajar, dan (7) berkonsentrasi. Thomas dan Rohwer (1986; dalam Slavin, 1991) mengajukan satu set dari prinsip-prinsip belajar efektif yang dapat diaplikasikan melampaui beberapa metode belajar, ialah: 1. Specificity: strategi belajar harus sesuai dengan tujuan belajar dan tipe pelajar yang menggunakannya. Sebagai contoh, penelitian telah menemukan bahwa strategi yang sama akan bekerja secara berbeda untuk pelajar yang lebih tua atau yang lebih muda atau untuk siswa yang lebih berprestasi atau untuk yang kurang berprestasi.
Menulis
rangkuman untuk dibaca orang lain secara teoritis mungkin akan menjadi metode belajar
yang efektif, tapi mungkin akan terlalu sukar untuk anak yang masih terlalu kecil (Hidi dan Anderson; 1986). 2. Generativity: Satu dari prinsip strategi belajar yang paling effektif adalah bahwa strategi tersebut harus termasuk bekerja kembali dengan materi yang dipelajari, menghasilkan sesuatu yang baru. Aktivitas ini akan memaksa siswa untuk terlibat dalam proses mental yang tinggi, yang yang kiranya harus ada dalam tiap strategi siswa untuk dapat lebih efektif. Contoh dari strategi yang menggunakan tingkat yang tinggi dari generativity adalah menulis rangkuman dan membuat pertanyaan untuk teman, menyusun catatan ke dalam out line, membuat diagram hubungan antar ide utama, dan mengajarkan kepada teman tentang isi teks.
Strategi yang kurang dalam generativity, seperti menggaris
bawahi teks tanpa membedakannya, mencatat tanpa mengidentifikasi ide-ide utama, atau menulis rangkuman tanpa fokus kepada apa yang penting, akan kurang sukses dalam membantu siswa untuk belajar. 3. Executive monitoring: Prinsip dari monitoring yang efektif secara sederhana berarti bahwa siswa harus tahu bagaimana dan kapan mengaplikasikan strategi belajar mereka dan bagaimana mengetahui apakah suatu strategi berhasil bagi mereka atau tidak. 4. Personal efficacy: Siswa harus memiliki perasaan kuat bahwa kerja keras mereka dalam belajar akan memberikan manfaat bagi mereka. Guru dapat menciptakan rasa bahwa belajar dapat memberikan manfaat dengan memberikan kuis dan tes berkala secara langsung dengan dasar materi yang telah dipelajari siswa dan dengan membuat hasil dari tes atau kuis tersebut sebagai porsi yang cukup besar dari tingkatan siswa. Melalui eksplorasi berbagai pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan mengenai isi belajar efektif yang akan dikembangkan sebagai suatu alternatif bentuk pelatihan yang dapat diaplikasikan pada siswa SMU, yaitu: (1) memiliki sikap yang positif terhadap belajar (2) mengikuti pelajaran, (3) membaca efektif, (4) meningkatkan daya ingat, (5) mengikuti ujian, (6) manajemen waktu, dan (7) menciptakan lingkungan belajar. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa penggunaan strategi self-regulated learning merupakan prediktor yang kuat atas keberhasilan siswa. Penggunaan strategi SRL
tersebut akan meningkatkan kemandirian dan menguatkan keterampilan belajar siswa, dan pada gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Graham dan Harris (1994; dalam Winne, 1997) menyatakan bahwa siswa dapat belajar bentuk-bentuk baru SRL dengan memberikan instruksi kepada mereka.
Bahkan, literatur
eksperimental dalam dunia pendidikan sangat kaya dengan studi yang menunjukkan bahwa siswa dari setiap usia dapat menguasai dan menggunakan piranti-piranti untuk belajar, taktik kognitif dan strategi belajar yang selaras dengan bentuk-bentuk SRL (Winne, 1997).
Meskipun
demikian, siswa kadang belum mampu mengembangkan prosedur penguasaan metamemori yang kuat untuk dapat membantu mereka mengerti tentang taktik dan strategi yang mereka gunakan (Presley, Borkowski & O’Sullivan, 1984; dalam Winne, 1997). Oleh karena itu Winne (1997) menegaskan bahwa kecuali diajar secara eksplisit untuk menggunakan perangkat kognitif dan untuk memonitor hasil-hasil penggunannya, siswa seringkali gagal untuk memperoleh pengetahuan eksplisit, berjangka, dan berguna tentang apa dan bagaimana perangkat kognitif dapat mempengaruhi belajar. Penguasaan siswa atas berbagai teknik belajar tersebut dapat diajarkan. Dean, Malott dan Fulton (dalam Ware & Millard, 1984) misalnya berhasil membuktikan bahwa intervensi pelatihan manajemen diri pada siswa berhasil meningkatkan nilai rata-rata mereka, dan sebagian besar siswa terus menggunakan metode tersebut. Modul pelatihan belajar efektif yang diberikan kepada siswa SMU yang dikembangkan oleh penulis meliputi pengembangan sikap mental positif terhadap belajar, pengembangan keterampilan dalam mengikuti pelajaran di kelas terutama kemampuan mendengarkan dan mencatat, mengembangkan kemampuan membaca efektif, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kemampun mengikuti ujian, penguasaan keterampilan manajemen waktu, dan pengaturan lingkungan belajar yang mendukung. Pemberian pelatihan belajar efektif kepada siswa diharapkan akan menumbuhkan dan meningkatkan penggunaan strategi self regulatedlearning siswa. Secara sederhana, gambaran dari kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pelatihan Belajar Efektif
Penggunaan strategi SRL
Prestasi belajar
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa pelatihan belajar efektif diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan intensitas penggunaan strategi SRL oleh siswa. Keterampilan dan intensitas penggunaan strategi SRL yang semakin tinggi diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Secara tidak langsung pada akhirnya diharapkan intervensi pelatihan belajar efektif tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. TUJUAN PENELITIAN 1. Dapat menerangkan pengaruh penerapan model pelatihan belajar efektif terhadap penggunaan strategi Self-Regulated Learning siswa SMA. 2. Mengembangkan model pelatihan belajar efektif bagi siswa SMA. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Karanganyar yang beralamat di Jl. AW. Monginsidi No. 03 Karanganyar. Waktu penelitian ini selama delapan bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Oktober 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen.
Dalam penelitian ini, peneliti
mencoba menerapkan model pelatihan belajar efektif pada siswa SMA Negeri I Karanganyar. Rancangan penelitian ini menggunanakan One Group Pretest Posttest Design (before – after design).
Pre-test Kelompok
0
Tabel 1 Rancangan eksperimen Perlakuan X
Post-test 0
Eksperimen (R)
Populasi penelitian ini ialah semua siswa SMA Negeri I Karanganyar di Kabupaten Karanganyar. Mereka berjumlah 18 kelas. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili. Sampel diambil dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Besar sampel sebanyak satu kelas yang akan diterakan pelatihan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang berupa eksperimen. Tindakan yang dilakukan adalah “pelaksanaan penerapan model pelatihan belajar efektif pada siswa SMA
Negeri I Karanganyar tahun 2007.” Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan angket. Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan penerapan model pelatihan belajar efektif. Teknik angket digunakan untuk memperoleh data penggunaan strategi self-regulated learning. Angket strategi self-regulated learning. Angket Strategi Self-Regulated Learning disusun berdasarkan empat belas tipe strategi Self-Regulated Learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (1989).
HASIL PENELITIAN Uji T (paired-sample t test) digunakan untuk menguji perbedaan penggunaan strategi Self-Regulated Learning sebelum perlakuan (Pre-Test) dan sesudah perlakuan (Post-test). Dari hasil analisis didapat nilai t sebesar 13,474. Dari hasil analisis diketahui bahwa thitung > ttabel (13,474 > 2,042), maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan yang signifikan dari penggunaan strategi Self-Regulated Learning oleh siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan belajar efektif yang dilaksanakan memberikan pengaruh terhadap peningkatan penggunaan strategi Self-Regulated Learning oleh siswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat peran positif dari penerapan model pelatihan belajar efektif terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa SMA. Analisis data yang dilakukan telah berhasil membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam penggunaan strategi Self-Regulated Learning oleh siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, dimana perlakuan yang diberikan adalah penerapan model pelatihan belajar efektif. Dengan demikian, hipotesis tersebut dapat diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan model pelatihan belajar efektif memiliki peran positif terhadap penggunaan strategi Self-Regulated Learning siswa. Hasil uji T terhadap strategi self-regulated learning antara siswa laki-laki dan perempuan memberikan hasil bahwa siswa perempuan lebih sering dalam menggunakan ke empat belas tipe strategi tersebut dibandingkan siswa laki-laki. Intensitas penggunaan strategi SRL yang lebih pada siswa perempuan daripada siswa laki-laki pada akhirnya juga membuat siswa perempuan lebih berprestasi daripada siswa laki-laki, dan hal tersebut sesuai dengan hasil T test prestasi
belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, dimana siswa perempuan memiliki prestasi belajar lebih tinggi daripada siswa laki-laki. Hal ini sesuai dengan temuan Ablard & Lipschultz (1998) yang menyatakan bahwa siswa perempuan lebih cenderung untuk menggunakan strategistrategi tersebut dibandingkan dengan siswa laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Ablard, Karen A. & Lipschultz. Rachelle E. 1998. Self-Regulated Learning in high-Achieving Students: Relations to Advanced Reasoning, Achievement Goals, and Gender. Journal of Educational Psychology. Vol. 91. No. 1. 64 – 101. Azwar, S. 1987. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dryden, Gordon & Voss, Jeannette. 2000. Revolusi Cara Belajar: Bagian I Keajaiban Pikiran (Terjemahan). Bandung: Kaifa. Dryden, Gordon & Voss, Jeannette. 2000. Revolusi Cara Belajar: Bagian II Sekolah Masa Depan (Terjemahan). Bandung: Kaifa. Eggen, Paul & Kauchak, Don. 1997. Educational Psychology. New Jersey: Prentice Hall inc. Ferguson, George A. 1981. Statistical Analysis in Psychology and Education. Kogakusha: Mc. Graw-Hill. Glover, John A.& Bruning, Roger H. 1990. Educational Psychology. London: Harper Collins Publishers. Gredler, Robert H. 1994. Learning Psychology. London: Harper Collins Publishers. Hadi, S. 1987. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Harris, Ben M., Monk, Betty Jo., McIntyre, Kenneth E., & Long, Daniel F. 1992. Personnel Administration in Education: Leadership for Instructional Improvement. Third Edition: Allyn and Bacon Carut Marut Pendidikan Kita, Kompas, Juli 2002 Mc Cown, Rick., Driscoll, Mary., Roop, Peter Geiger. 1996. Educational Psychology: A Learning Centered Approach to Classroom Practice. Massachusets: Allyn & Bacon.
Nazir, Moh. 1987. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Purdie, Nola., Hattie, John., Douglas, Graham. 1996. Student Conception of Learning and Their Use of Self-Regulated Learning strategies: A Cross-Cultural Comparison. Journal of Educational Psychology. Vol. 88, No.1, 87 – 100 Slavin. 1991. Educational Psychology: Theory into Practice. New Jersey: Prentice Hall. Tapscott, Don. 1998. Growing Up Digital. New York: Mc Graw Hill. Thoresen, C.E. & Mahoney, M.J. 1974. Behavioral Self-Control. New York: Holt, Rinehart & Winston. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Ware, B.T. & Millard, A.K. 1984. Strategic Learning. New Jersey: Prentice Hall Winne, Philip H. 1997. Experimenting to Bootstrap Self-Regulated Learning. Journal of Educational Psychology. Vol. 89. No. 3. 397 – 410. American Psychological Association. Wirawan, Y.G. 1976. Faktor-Faktor Psikologis yang Bertalian Dengan Perbedaan Antara Prestasi dan Kemampuan Dari Para Pelajar SMP di Yogyakarta. Jurnal Psikologi. No. 7. Tahun 6. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Wolters, Cristopher A. 1998. Self-Regulated Learning and College Student’s Regulation of Motivation. Journal of Educational Psychology. Vol. 91. No. 2. 224 – 235. Zimmerman, Barry J. & Martinez-Pons, Manuel. 1986. Development of A Structured Interview For Assessing Student Use of Self-Regulated Learning Strategies. American Educational Research Journal. Vol. 73. 614 – 628. Zimmerman, Barry J. & Martinez-Pons, Manuel. 1988. Construct Validation of a Strategy Model of Student Self-Regulated Learning. Journal of Educational Psychology. Vol. 80. No. 3. 284 – 290. American Psychological Association Zimmerman, Barry J. 1989. Social Cognitive View of Self-Regulated Learning. Journal of Educational Psychology. Vol. 81 No. 3, 329 – 339.