POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust. (CURCULIONIDAE : COLEOPTERA) PADA BUNGA JANTAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DARA VEMORISTA WINDHI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK DARA VEMORISTA WINDHI. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. (Curculionidae : Coleoptera) pada Bunga Jantan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TARUNI SRI PRAWASTI. Kumbang Elaeidobius kamerunicus merupakan serangga penyerbuk yang bersifat spesifik dan beradaptasi sangat baik pada kelapa sawit. Peranan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan guna meningkatkan pembentukan buah. Kualitas dan kuantitas tandan buah kelapa sawit bergantung pada kelangsungan penyerbukan yang dilakukan oleh kumbang ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi kumbang E. kamerunicus dan faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) umur empat tahun. Pengamatan populasi kumbang penyerbuk dilakukan dengan sampling populasi kumbang pada spikelet tandan bunga jantan pada bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010. Hubungan faktor lingkungan dengan populasi kumbang dianalisis menggunakan korelasi Pearson dengan perangkat lunak dengan Sigmaplot versi 11.0. Populasi E. kamerunicus pada bulan Desember 2009 lebih tinggi dibandingkan bulan Februari dan Maret 2010. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang. Kata kunci: Kelapa sawit, Elaeidobius kamerunicus, pembentukan buah, parameter lingkungan.
ABSTRACT DARA VEMORISTA WINDHI. Population of Weevil Pollinator, Elaeidobius kamerunicus Faust. (Curculionidae: Coleoptera) on Male Flower of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by TRI ATMOWIDI and TARUNI SRI PRAWASTI. Elaeidobius kamerunicus is a weevil pollinator of oil palm. The weevil is host specifics on male flower of oil palm. Population of E. kamerunicus in oil palm plantation is useful to increase fruit set. Fruit set of oil palm depends on pollination. This study addressed to know population of the weevil and environmental factors that affected the weevil population on oil palm. Weevil populations were observed in male flower of oil palm by sampling method in December 2009, February, and March 2010. Relationship between environment factors and weevil population were analyzed by Pearson’s correlation with Sigmaplot software version 11.0. Results showed that population of the weevil in December 2009 was higher than that in February and March 2010. Number of spikelet per bunch was significantly affected to the weevil population. Keyword: Oil palm, Elaeidobius kamerunicus, fruit set, environmental factors
POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust. (CURCULIONIDAE : COLEOPTERA) PADA BUNGA JANTAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DARA VEMORISTA WINDHI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul
Nama NIM
: Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. (Curculionidae : Coleoptera) pada Bunga Jantan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). : Dara Vemorista Windhi : G34060744
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Tri Atmowidi, M.Si NIP 196708271993031003
Dra. Taruni Sri Prawasti NIP 195530111983032003
Mengetahui: Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si NIP 196410021989031002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust. (Curculionidae : Coleoptera) pada Bunga Jantan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti selaku pembimbing yang selalu memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat, semangat, dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada penguji Ibu Nina Ratna Djuita S.Si, M.Si. sebagai wakil komisi pendidikan atas saran dan masukan yang diberikan pada ujian karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP) (Astra Agro Lestari) atas bantuan dana dan lokasi penelitian. Terima kasih khusus kepada kedua orang tua penulis atas doa, dukungan, semangat, dan kasih sayangnya yang selalu diberikan selama ini. Tidak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Mbak Dewi, Tante Siti, dan Muhammad Ilham Aditya atas semangat dan inspirasi yang telah diberikan. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Yana Kurniawan, Bapak Naryo, Ednan Setryawan Wibowo, Amin Kristianto Saputra, Amalia Sholehana, Tedy Luhur Mandiri dan Dedi Syahputra Siregar atas kerja sama selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga untuk sahabat 43, Alya, Nunuz, dan Mala serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu atas bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapakan adanya masukan dan saran untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, September 2010
Dara Vemorista Windhi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Trenggalek pada tanggal 6 November 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyanto P. H. dan Ibu Endang Riani. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cikini 03 Pagi Jakarta, lulus pada tahun 1999. Kemudian, penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SLTP Negeri 1 Jakarta, lulus pada tahun 2002 dan SMU Negeri 4 Jakarta, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa IPB Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Observasi Wahana Alam (OWA) Himabio pada tahun 2007 sampai sekarang dan aktif dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh kampus IPB. Penulis berkesempatan melakukan Studi Lapang pada tahun 2008 mengenai Cicak dan Kadal di Taman Wisata Alam (TWA) Situ Gunung, Kab. Sukabumi; Makanan dan Ektoparasitnya. Kemudian penulis melakukan Praktik Lapangan pada tahun 2009 mengenai Analisis Mikroorganisme pada Produk Teh Botol di Laboratorium Mikrobiologi R&D (Research and Development) PT SINAR SOSRO. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Avertebrata pada tahun ajaran 2009-2010, asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2009-2010, dan asisten praktikum Biologi pada tahun ajaran 2009-2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. vii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................................................... 2 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................................................. 2 Bahan dan Alat ........................................................................................................................ 2 Metode ..................................................................................................................................... 2 HASIL Morfologi E. kamerunicus .......................................................................................................... 3 Populasi E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit ........................................................... 3 Populasi Kumbang dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan .................................... 3 PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 5 SIMPULAN ................................................................................................................................
6
SARAN ......................................................................................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 7 LAMPIRAN ................................................................................................................................
8
DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter lingkungan di lokasi pengamatan pada bulan Desember 2009, Februari 2010, dan Maret 2010 ................................................................................................................................
4
2 Korelasi Pearson (r) dan nilai P antara populasi kumbang per tandan dan jumlah spikelet per tandan, dan parameter lingkungan ..................................................................................... 5
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pohon kelapa sawit umur empat tahun (a), sampling kumbang pada tandan bunga jantan (b) .. 2 2 Penghitungan jumlah kumbang pada spikelet: pemisahan kumbang dari bunga jantan (a), populasi kumbang yang dihitung (b) ..................................................................................... . 2 3 Kumbang E. kamerunicus jantan (a), bulu-bulu halus (i), tonjolan elitra (ii), moncong (iii), kumbang E. kamerunicus betina (b) ........................................................................................... 3 4 Jumlah individu kumbang per tandan pada bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010 . 3 5 Jumlah spikelet per tandan kelapa sawit bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010 ...... 3 6 Penyebaran data populasi kumbang per tandan dalam kaitannya dengan suhu udara (a), kelembaban relatif (b), dan intensitas cahaya (c) ................................................................... 4
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (Astra Agro Lestari) di Kumai, Kalimantan Tengah.................................................................................................... 9
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kumbang Elaeidobiuskamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS).Kumbang ini berasal dari Kamerun, Afrika. Introduksi E. kamerunicus dari Malaysia ke Indonesia, dilakukan atas prakarsa PT Pusat Penelitian London Sumatera bekerja sama dengan Pusat Penelitian Marihat (Mangunsoekarjo& Semangun 2005). Kumbang E. kamerunicus termasuk ke dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae. Kumbang E. kamerunicus dewasa berukuran panjang 4mm, dan lebar 1,8 mm, bentuk tubuh elips memanjang dan berwarna hitam (O’Brien & Woodruff 1986). Kumbang jantan memiliki ukuran moncong lebih pendek daripada kumbang betina, terdapat tonjolan pada pangkal elitra, dan rambut yang lebih banyak.Kumbang betina tidak memiliki tonjolan pada elitra, dan rambut lebih sedikit. Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri atas telur-larva-pupa-imago. Menurut Sholehana (2010), kumbang E. kamerunicus memiliki siklus hidup rata-rata 33 hari, yang meliputi fase larva 12 hari, pupa 5 hari, imago jantan 15 hari, dan imago betina 18 hari. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman tahunan penghasil minyak nabati paling tinggi. Perkembangan industrinyamencapai skala komersil di Malaysia dan Indonesia (Tandon et al. 2001). Kelapa sawit termasuk ke dalam kelas Angiospermae, ordo Arecales, famili Aracaceae, genus Elaeis (Pahan 2008). Perkebunan kelapa sawit telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sunarko 2007). Kelapa sawit merupakan tanaman monoecius, dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu tanaman. Masa anthesis dan receptive bunga kelapa sawit dalam satu pohon, jarang terjadi secara bersamaan.Pada dasarnya karangan bunga (infloresen) betina dan jantan berasal dari struktur yang sama. Tiga bulan sebelum anthesis, pertumbuhan salah satu bagian dari kelamin bunga terhenti, sehingga hanya satu
kelamin bunga yang dihasilkan di dalam suatu infloresen (Pahan 2008).Menurut Sunarko (2007), pada tanaman muda (umur 3-4 tahun), bunga betina jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Perbedaan waktu matang (anthesis) bunga kelapa sawit menyebabkan kelapa sawit melakukan penyerbukan silang, dimanabunga betina diserbuki oleh bunga jantan dari pohon yang lain. Proses penyerbukan dapat terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuksari dari satu tanaman ke tanaman lain yang mempunyai bunga betina “receptive”. Proses penyerbukan tanaman kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Siregar 2006). Selain itu, proses penyerbukan kelapa sawit juga dapat dilakukan dengan bantuan manusia (assisted pollination). Penyerbukan dengan bantuan manusia memiliki kendala,yaitu membutuhkan biaya dan tenaga yang sangat besar. Saat ini, untuk menekan biaya dilakukan polinasi dengan bantuan serangga, khususnya E. kamerunicus. Adanya E. kamerunicus, penyerbukan dengan bantuan manusia tidak diperlukan dan kuantitas fruit set mengalami peningkatan (Dhileepan 1994). Salah satu faktor yang menjadikan kumbang E. kamerunicus sebagai polinator efektif pada tanaman kelapa sawit adalah siklus hidup kumbang ini (dari telur sampai imago) yang bersifathost specificpada bunga jantan.Bunga jantan dan betina dimanfaatkan sebagai sumber makanan, berupa serbuk sari dan nektar (O’brien & Woodruff 1986). Serangga initahan terhadap perubahan keadaan iklim, tetapi cenderung lebih suka pada keadaan kering (Dhileepan 1994; Siregar 2006).Labarca et al. (2007) melaporkan faktor lain yang menyebabkanE. kamerunicus berperan sebagai agen penyerbuk yang paling efektif pada kelapa sawit adalah frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi (71,86%) dibandingkan dengan agen penyerbuk lainnya, yaitu Mystropscostaricensis(17,63%), E. subvittatus (6,55%), Smicrips sp. dan Thripshawaiiensis(1,87%). Populasi E. kamerunicus lebih banyak dibandingkan dengan spesies lain pada musim hujan maupun musim kering (Free 1993). Keberadaan serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus di perkebunan
2
bermanfaat dalam meningkatkan persentase pembentukan buah sebesar 15-20 % (Lubis 1992), meningkatkan produksi 15% Crude Palm Oil (CPO), dan 25% untuk Palm Kernel Oil (PKO) (Sunarko 2007). Dengan demikian aplikasi kumbang penyerbuk dapat menekan biaya yang selama ini dikeluarkan bagi tenaga manusia untuk assistedpollination. Produksi tandan buah kelapa sawit, yang diketahui dari nilai fruit set, dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah populasi E. kamerunicus. Kurniawan (2010) melaporkan bahwa saat populasi E. kamerunicus tinggi, maka produksi buah juga tinggi.Sebaliknya, jika populasi E. kamerunicus rendah, maka produksi buah juga rendah.Diduga bahwa, penurunan tandan buah kelapa sawit terjadi karena adanya penurunan populasi E. kamerunicus di kebun.Oleh karenanya, perlu dilakukan pengamatan populasi E. kamerunicus di lapangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya ukuran populasi. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi kumbang E. kamerunicuspada bunga jantan kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) umur empat tahun.
yang sedang anthesis denganmelakukan sampling, yaitudengan mengambil masingmasing tiga spikelet dari bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga kelapa sawit umur empat tahun (Gambar 1). Jumlah kumbang per tandan diketahui dengan menghitung jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan (Gambar 2). Pengamatan dilakukan terhadap 5 pohon per blok (1000 m x 300 m), yaitu di blok G22, blok A11, dan blok A2 (Lampiran 1). Pengamatan populasi kumbang dilakukan pada bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010.Suhu dan kelembaban relatif udara diukur dengan termohygrometer dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter. Pengukuran kondisi lingkungan ini dilakukan di bawah kanopi kelapa sawit pada saat pengukuran populasi kumbang.
a b Gambar 1Pohon kelapa sawit umur empat tahun(a), sampling kumbang pada tandan bunga jantan (b).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai Maret 2010 di perkebunan kelapa sawit milik PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP) (Astra Agro Lestari) di Kumai, Kalimantan Tengah. Bahan dan Alat Populasi kumbang E. kamerunicus, etanol 70%, tangga, gunting, termohygrometer,luxmeter, counter, kamera, plastik, alat tulis, dan tali. Metode Pengamatan Morfologi E. kamerunicus Pengamatan morfologi imago kumbang, meliputi ciri pembeda kumbang jantan dan betina dan ciri-ciri lainnya yang dilakukan dengan mikroskop stereo. Pengukuran Populasi E. kamerunicus Pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus dilakukan pada bunga jantan
1 mm
a b Gambar 2 Penghitungan jumlah kumbang pada spikelet: pemisahan kumbang dari bunga jantan (a), populasi kumbang yang dihitung (b). Analisis Data Populasi kumbang disajikan dalam bentuk grafik batang dan diagram pencarmenggunakan softwareSigma Plot versi 11.0, untuk menggambarkan hubungan antara jumlah kumbang dan waktu pengamatan serta faktor-faktor lingkungan.
3
HASIL Morfologi E. kamerunicus Kumbang E. kamerunicus memiliki ciriciri berwarna cokelat kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu, kepafa, toraks, dan abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks dan memiliki moncong pada ujung kepalanya (Gambar 3).Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih ramping, moncong lebih pendek, dan permukaan tubuhnya terdapat rambutrambut halus yang lebih banyak dibandingkan kumbang betina.Di bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan yang tidak ditemukan pada individu betina. i
ii
iii
a b Gambar 3 Kumbang E. kamerunicus jantan (a), bulu-bulu halus (i), tonjolan elitra (ii), moncong (iii), kumbang E. kamerunicus betina (b). Populasi E. kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit Selama tiga bulan pengamatan, populasi kumbang penyerbuk E. kamerunicus lebih tinggi (11.573 kumbang/tandan) pada bulan Desember 2009 dibandingkan dengan bulan Februari 2010 (8.773 kumbang/tandan), dan Maret 2010 (4.413 kumbang/tandan) (Gambar 4).
Gambar 4 Jumlah individu kumbang per tandan pada bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standard error.
Jumlah spikelet per tandan pada bunga jantan bulan Desember 2009, Februari dan Maret 2010 masing-masing 82, 95, dan 80 spikelet (Gambar 5).
Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan kelapa sawit bulan Desember 2009, Februari, dan Maret 2010. Garis bar pada grafik menunjukkanstandard error. Populasi Kumbang dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan Populasi kumbang penyerbuk di areal perkebunan kelapa sawit umur empat tahun, berdasarkan diagram pencar pada bulan Desember 2009, Februari dan Maret 2010 banyak ditemukan pada kisaran suhu udara rata-rata sebesar 34,47 oC (32-36 oC), kelembaban relatif udara rata-rata sebesar 66,87% (59-65%), dan intensitas cahaya masing-masing rata-rata sebesar7.687,97 lux (4.000-13.000lux) (Gambar 6, Tabel 1). Suhu udara dan jumlah spikelet per tandan berkorelasi positif terhadap populasi kumbang ( P=0,431 dan 0,0039) (Gambar 6, Tabel 2). Kelembaban relatif udara dan intensitas cahaya memiliki nilai korelasi negatif dan tidak berpengaruh terhadap populasi kumbang (P= 0,0765 dan 0,367) (Tabel 2).
4
Tabel 1 Parameter lingkungan di lokasi pengamatan pada bulan Desember 2009, Februari 2010, dan Maret 2010. Parameter
Desember 2009
Februari 2010
Maret 2010
Suhu Udara (°C)
34,9 (33-38)
34,5 (32-37)
34 (31-41)
Kelembaban Relatif (%)
64,7 (61-72)
66,7 (59-81)
69,2 (56-80)
Intensitas Cahaya (Lux)
7.716 (3760-13.050)
6.278,4 (3.350-18.350)
9.069,5 (2.520-16.500)
Keterangan : angka di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum
a
b
c Gambar 6 Penyebaran data populasi kumbang per tandan dalam kaitannya dengan suhu udara (a), kelembaban relatif (b), dan intensitas cahaya(c).
5
Tabel 2 Korelasi Pearson (r) dan nilai P antara populasi kumbang per tandan dan jumlah spikelet per tandan, dan parameter lingkungan. Populasi Kumbang Parameter
Nilai P Per Tandan
Suhu Udara (°C)
0,126
0,431
Kelembaban Relatif (%)
-0,28
0,0765
Intensitas Cahaya (Lux)
-0,145
0,367
Spikelet per Tandan
0,441
0,0039
PEMBAHASAN Populasi E. kamerunicuspada tanaman kelapa sawit umur empat tahun (Gambar 1a) di Kumai, Kalimantan Tengah pada bulan Desember 2009(11.573 individu per tandan) lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Februari 2010(8.773 individu per tandan), dan Maret 2010(4.413 individu per tandan).Penelitian sebelumnya, yang dilaporkan Kurniawan (2010) populasi kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit umur empat tahun di Kumai, Kalimantan Tengah pada bulan Agustus, September dan Oktober 2009 masingmasing sebanyak 7.641, 6.500, dan 2.345 individu kumbang per tandan. Kurniawan (2010) juga melaporkan bahwa populasi kumbang tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009, yaitu sebanyak 22.499 individu per tandan.Tingginya populasi kumbang di bulan September 2009(Kurniawan 2010), dan di bulan Februari 2010 diduga berkaitan dengan tingginya sumberdaya serbuk sari yang ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet per tandan pada bulan tersebut (Gambar 5). Serbuk sari merupakan makanan bagi kumbang E. kamerunicus.Serbuk sari memiliki kandungan protein tinggi, yakni sebesar 16%-30%. Selain itu, serbuk sari juga mengandung 1%-10% lemak, 1%-7% pati, dan vitamin (Barth 1991). Selain itu, umur tanaman juga berpengaruh terhadap besarnya populasi kumbang.Pada tanaman muda (3-4 tahun) bunga betina jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Hal ini dapat terjadikarena dilakukannya kastrasi pada tanaman muda. Kastrasi dapat dimulai jika 25% dari tanaman telah berbunga. Tanaman kelapa sawit muda yang dikastrasi cenderung akan membentuk bunga betina lebih banyak selama beberapa tahun. Selama periode tersebut, terjadi kekurangan bunga jantan. Pada tanaman tua,
ditemukan lebih banyak bunga jantan dibandingkan dengan bunga betina (Sunarko 2007). Berdasarkan diagram batang, pada bulan Desember 2009 dan Februari 2010, jumlah spikelet ditemukan lebih banyak dibandingkan bulan Maret 2010. Jumlah spikelet per tandan pada bulan Maret 2010 (80 spikelet) lebih sedikit dibandingkan dengan spikelet pada bulan Desember 2009 (82 spikelet), Februari 2010 (95 spikelet) (Gambar 5). Populasi kumbang pada bulan Februari 2010 lebih rendah daripada bulan Desember 2009 dikarenakan sampling populasi lebih banyak dilakukan pada siang dan sore hari, yaitu pada saat kemungkinan populasi kumbang di bunga jantan anthesis rendah. Hubungan antara jumlah spikelet per tandan dengan populasi kumbang memiliki nilai korelasi 0,441 dan nilai P = 0.0039 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan jumlah spikelet per tandan dan populasi kumbang per tandan berkorelasi positif.Nilai signifikasi (P) yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa jumlah spikelet per tandan secara signifikan mempengaruhi populasi kumbang per tandan. Kurniawan (2010) juga melaporkan populasi kumbang per tandan dipengaruhi oleh jumlah spikelet per tandan (P = 0,010). Hal ini menunjukan jumlah spikelet per tandan dan populasi kumbang per tandan berkorelasi positif.Disamping jumlah spikelet, rendahnya populasi kumbang di bulan Maret diduga berkaitan dengan curah hujan. Kurniawan (2010) melaporkan pada bulan Oktober (di GSPP) mulai memasuki musim hujan (curah hujan bulanan = 140 mm), diduga berpengaruh terhadap penurunan jumlah spikelet yang menyebabkan penurunan populasi E. kamerunicus. Curah hujan tahunannya dilaporkan sebesar 2.718 mm per tahun. Labarca et al. (2009) melaporkan di Zulia State Venezuela (di Palmeras el Alamo) dengan curah hujan sebesar 1.150
6
mm per tahun berpengaruh secara signifikan (P = 0,0001) terhadap populasi kumbang.Pada saat curah hujan tinggi, populasi kumbang ditemukan rendah.Dhileepan & Nampoothiri (1989) melaporkan kumbang ini dapat bertahan pada saat curah hujan tinggi, tetapi lebih aktif pada saat kering. Populasi kumbang dipengaruhi oleh faktor abiotik maupun biotik.Faktor abiotik di antaranya adalah suhu dan kelembaban.Berdasarkan pengukuran suhu udara, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran suhu 32-36oC(Gambar 6a).Pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2010)dilaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran suhu 27-35 oC. Hal ini diduga pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus dapat menggunakan energi dalam tubuhnya secara optimum untuk terbang dan mencari pakan.Menurut Price (1975), polinasi bunga pada suhu rendah menyebabkan serangga penyerbuk harus menggunakan energi yang lebih besar dibandingkan dengan energi saat suhu tinggi. Energi yang digunakan dapat dua atau tiga kali lebih banyak dari suhu normal untuk menjaga suhu toraks sebesar 30 oC atau lebih (Scoonhoven et al. 1998).Hubungan antara suhu udara dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai korelasi 0.126 (nilai P = 0.431) (Tabel 2). Hal ini menunjukkan suhu udara tidak berkorelasi secara signifikan dengan populasi kumbang per tandan.Nilai positif diartikan bahwa semakin tinggi suhu udara, populasi kumbang cenderung tinggi dan semakin rendah suhu udara, populasi akan cenderung rendah. Berdasarkan pengukuran kelembaban relatif udara, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran 59-65%(Gambar 6b), sedangkan menurut Kurniawan (2010), populasi E. kamerunicus ditemukan tinggi pada kisaran kelembaban 54-85%. Sastrodiharjo (1984) melaporkan bahwa, kelembaban mempunyai dampak tidak langsung terhadap populasi serangga. Hubungan antara kelembaban relatif udara dan populasi kumbang per tandan memiliki nilaikorelasi -0.280 (nilai P = 0.0765) (Tabel 2).Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban relatif udara tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan.Dengan koefisien korelasi 0,0765, korelasi yang terjadi dikatakan kurang erat.Nilai positifdiartikan bahwa semakin tinggi kelembaban relatif udara, populasi kumbang cenderung tinggi dan semakin
rendah kelembaban relatif udara, populasi akan cenderung rendah. Dhileepan (1994) melaporkan juga bahwa kelembaban relatif udara memiliki korelasi positif dengan populasi E. kamerunicus di India. Berdasarkan pengukuran intensitas cahaya, populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran 4.000-13.000 lux (Gambar 6c). Wibowo (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 500-15.000 lux.Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) melaporkan daerah intensitas cahaya rendah, menyebabkan gugurnya karangan bunga sehingga mempengaruhi populasi serangga penyerbuk yang hidup di dalamnya. Pada penelitian ini hubungan antara intensitas cahaya dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai korelasi -0.145 (nilai P = 0.367) (Tabel 2).Hal ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Disamping faktor abiotik, populasi kumbang juga dipengaruhi faktor biotik. Faktor biotik yang mempengaruhi populasi kumbang diantaranya adalah predator (tikus) yang menyerang larva dan pupa E. kamerunicus. Parasit yang menyerang kumbang E. kamerunicus, adalah cacing Elaeolenchus parthenonema (Poinar 2002) dan Cylindrocorpus inevectus (Aisagbonhi et al. 2004).
SIMPULAN Populasi E. kamerunicus pada kelapa sawit umur empat tahun pada bulan Desember 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Februari 2010, dan Maret 2010. Populasi kumbang berhubungan dengan jumlah spikelet per tandan. Populasi kumbang per tandan di areal perkebunan kelapa sawit umur empat tahun tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor lingkungan yang diukur, yaitu suhu, kelembaban relatif, dan intensitas cahaya.
SARAN Pengukuran populasi kumbang sebaiknya dilakukan setiap bulan dalam kurun waktu satu tahun.Perlu dilakukan analisis senyawa volatil pada bunga jantan dan betina kelapa sawit sebagai senyawa atraktan bagi kumbang Elaeidobius kamerunicus.
7
DAFTAR PUSTAKA Aisagbonhi CI et al. 2004. Preliminary observations on a field population of the oil palm-pollinating weevil Elaeidobious kamerunicus in Benin City, Nigeria. Int J Trop Insect Sci 24:355-259. Barth FG. 1991. Insects and Flowers : The Biology of a Partnership. New Jersey: Princeton Univ Pr. Dhileepan K, Nampothiri. 1989. Pollination potential of introduced weelvil, Elaeidobius kamerunicus in oil palm (Elaeis guineensis) plantation. J. Agr Sci 59: 517-521. Dhileepan K. 1994. Variation in populations of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res, 84: 477-485. Free, J.B. 1993. Insect Pollination of Crops.2nd ed. London, Academic Press. Kurniawan Y. 2010. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.(Coleoptera: Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)[tesis]. Bogor :Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Labarca MV, Portillo E, Narvaez yZ. 2007. Relationship between infloresences, climate, and the pollinating in oil palm (Elaeis guineensis Jacquin) plantations located in south lake of Maracaibo, Zulia state. Rev. Fac. Agron. (LUZ), 24: 303320. Labarca MV, Portillo E, Morales yE. 2009. Reproductive structures and the oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) pollination by insects in three commercial fields in Zulia state, Venezuela. Rev. Fac. Agron. (LUZ), 26: 1-22. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Marihat Ulu: Sugraf Offset. Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr.
O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First Records In The United States and South America of The African Oil Palm Weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust.) andE. kamerunicus (Faust.) (Coleoptera : Curculionanidae). Entomol Circ 284:2. Pahan I. 2008.Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidea Lubbock, 1861. Syst Parasitol 52: 219–225. Price PW. 1975. Insect Ecology. Ed ke-3. New York: J Wiley. Sastrodiharjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Bandung: ITB. Scoonhoven LM, Jermy TJ, and Van Loon JA. 1998. Insect Plant Biology From Phsycology to Evolution. London: Chapman & Hall. Sholehana A. 2010. Demografi Kumbang Penyerbuk Kelapa Sawit, Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) [Skripsi]. Bogor: Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit: Minyak Nabati Berprospek Tinggi. Medan: USU Repository. Sunarko.2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BH, Shivanna KR. 2001. Pollination and pollen-pistil interaction in oil palm, Elaeis guineensis. Ann of Bot 87: 831-838. Westerkamp C, Gottsberber G. 2002. The Costly Crop Pollination Crisis.The Conservation Link Between Agriculture and Nature 1:51-56. Wibowo SE. 2010. Dinamika Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae: Coleoptera) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun [Skripsi]. Bogor: Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.
8
LAMPIRAN
9
Lampiran 1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (Astra Agro Lestari) di Kumai, Kalimantan Tengah
Keterangan : Blok yang diamati untuk pengukuran populasi kumbang E. kamerunicus adalah blok A2,A11, dan G22.