0
ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM 271411207. KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO. Dibimbing oleh Mutia Ch. Thalib SH, M.Hum dan Bapak Suwitno Y.Imran, SH.,MH
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis konsep mediasi yang diterapkan oleh hakim mediator dalam penyelesaian perkara perdata serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsep hakim melakukan mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat normatif dan empiris. Adapun objek penelitian adalah hakim mediasi yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo, dengan melakukan perbandingan hasil wawancara diantara para hakim mediasi. Hasil penelitian ini antara lain hakim mediator hanya merapkan konsep mediasi yang ada pada ketentuan dalam Perma No. Tahun 2008. Dalam menerapkan konsep mediasi hakim mediasi tidak melakukan improvisasi atau belum melakukan suatu penemuan hukum. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsep antara lain ketika para pihak menyatakan tidak ingin melakukan mediasi, serta ketidakhadiran para pihak yang berperkara, serta kurangnya keahlian hakim mediator dalam memimpin sebuah mediasi terutama dalam peran dan strategi. Kata kunci : Konsep Mediasi, Hakim, Perkara
1
A. Latar Belakang Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian terhadap kondisi demikian adalah sesuatu keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa.1 Apabila sebagai contoh ditelaah suku bangsa di Indonesia, maka akan tampak suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu sama lain, dengan kaitannya pula dengan alam yang tidak tampak, terhadap dunia luar dan terhadap alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah-laku sedemikian rupa yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok-kelompok ini dapat disebut sebagai masyarakat hukum (rechtsgemeen schappen).2 Suatu hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga kalau dilanggar akan berakibat, bahwa orang yang melanggar itu dapat dituntut di muka Pengadilan.3 Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Namun putusan yang diberikan Pengadilan belum mampu menciptakan kepuasan dan keadilan bagi kedua belah pihak yang bersengketa. Putusan Pengadilan cenderung memuaskan satu pihak dan tidak
memuaskan
pihak
lain.
Konsekuensi
menang
kalah,
akan
menumbuhkan sikap ketidakpuasan salah satu pihak terhadap putusan pengadilan. Pihak kalah akan menggunakan upaya hukum, karena ia merasa tidak adil terhadap suatu putusan. Upaya hukum yang cenderung digunakan pihak kalah, selama ia masih diberikan kesempatan oleh suatu sistem hukum. Akibatnya, penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama. Pada sisi lain, sering ditemukan dalam praktik bahwa biaya yang dikeluarkan pihak yang bersengketa kadangkadang melebihi jumlah nilai dari objek harta yang dipersengketakan. Hal
1
Fence M. Wantu, Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran Hukum Acara Perdata (Reviva Cendekia 2010) Hal 1 2 Soedjono Dirdjosisworo Pengantar Ilmu Hukum (Rajawali Pers 2010) Hal 119 3 Ibid hal 132
2
ini menandakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan membawa dampak negatif pada renggangnya hubungan silaturahmi antara para pihak yang bersengketa. Tahun 2002 Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai, yang kemudian disusul dengan keluarnya PERMA No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang berisi prosedur dan hukum acara bagi proses perdamaian yang sebelumnya hanya diatur oleh Pasal 130 HIR/154 RBg. Sejak saat itulah muncul konsep mediasi sebagai metode yang digunakan dalam mendayagunakan lembaga perdamaian di pengadilan yang sebelumnya dinggap tidak efektif karena dalam PERMA tersebut, Kurang lebih 8 tahun sejak keluarnya PERMA No. 2 Tahun 2003, Mahkamah Agung melakukan revisi dengan menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2008. Munculnya perma baru tersebut menandai lahirnya beberapa perubahan dalam prosedur mediasi yang sebelumnya tidak diatur oleh PERMA No. 2 Tahun 2003.4 Apabila dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 8 PERMA Nomor 2 Tahun 2003, dalam ketentuan pasal 13 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ini ada beberapa perubahan. Dalam ketentuan Pasal 8 PERMA Nomor 2 Tahun 2003, jangka waktu yang diperlukan untuk menyerahkan fotocopoy dokumen yang memuat pokok perkara tujuh hari kerja setelah terpilihnya atau ditunjuknya mediator. Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 menjelaskan adanya penyerahan resume perkara dan bukam sekedar fotokopy dokumen yang memuat pokok perkara. Juga dalam pasal 13 ayat (4) PERMA Nomor 1 Tahun 2008, proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja dan kalau disepakati menurut ketentuan pasal 13 ayat (5) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dapat diperpanjang selama 14 hari kerja. Sedangkan dalam ketentuan yang lama yang ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (5) PERMA Nomor 2 Tahun 4
D. Y. Witanto Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Agama Menurut Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan (Alfabeta Cv 2011) Hal vii
3
2003, jangka waktu proses mediasi hanya dapat berlangsung paling lama 22 (dua puluh dua) hari setelah pemilihan atau penunjukan mediator. Ketentuan yang baru ini lebih memberi keleluasan waktu bagi para pihak untuk melaksanakan proses mediasi.5 Selain itu dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dalam pasal 2 ayat(3), tidak menempuh mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum, sedangkan dalam pasal 2 ayat (1) PERMA Nomor 2 Tahun 2003, proses mediasi diwajibkan namun didalamnya tidak terdapat sanksi apabila proses mediasi tersebut tidak dilaksanakan sehingganya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dianggap lebih sempurna ketimbang PERMA Nomor 2 Tahun 2003, namun kembali lagi kepada bentuk penerapan hakim mediator terhadap PERMA tersebut. Dalam praktik mediasi para pihak sepakat untuk menunjuk mediator yang bertugas sebagai penengah sehingga proses mediasi bisa berjalan dengan baik. Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi mendapatkan tempat dari sejumlah sistem hukum yang ada di Indonesia, yaitu sistem hukum syariah, sistem hukum adat, dan sistem hukum nasional.6 Harus diakui, bahwa mendamaikan para pihak yang sedang berperkara di pengadilan bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika sentiment pribadi lebih mengemuka dibanding pokok persoalan yang sebenarnya. Banyak faktor yang dapat menghambat keberhasilan dalam menuju perdamaian, diantara sekian banyak faktor tersebut, salah satunya adalah kurang tersedianya pranata hukum yang dapat membantu para pihak dalam memilih metode yang tepat bagi penyelesaian sengketanya. Rendahnya tingkat keberhasilan lembaga damai di pengadilan banyak diakibatkan juga oleh lemahnya partisipasi para pihak terhadap proses perdamaian yang ditawarkan. Selain itu ketidaktersediaan prosedur yang memadai bagi proses
55
Rachmadi Usman Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori Dan Praktik (Sinar Grafika : 2012) Hal 171 6 Syahrial Abbas Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional (Kencana : 2009) Hal Xi
4
perdamaian
berdampak
pada
rendahnya
prakarsa
mengupayakan perdamaian bagi para pihak yang berperkara.
hakim
dalam
7
Persentase tingkat keberhasilan lembaga perdamaian di pengadilan memang masih sangat rendah, mengingat para pihak yang mengajukan perkara ke pengadilan biasanya telah melalui upaya-upaya perdamaian terlebih dahulu, namun usahanya menemui kegagalan. Oleh karena itu proses perdamaian itu tidak berhasil, maka sebagai upaya terakhir para pihak kemudian menempuh cara dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Memang harus diakui bahwa kecenderungan pada kasus-kasus perdata hampir pada umumnya seperti itu, namun bukan berarti bahwa pada semua kasus perdata telah tertutup cela untuk dilakukan perdamaian. Ada kalanya proses perdamaian yang dilakukan oleh para pihak tidak maksimal, baik oleh karena para pihak tidak mampu menciptakan komunikasi yang baik dengan lawan sengketanya sehingga proses negosiasi tidak sempat terwujud atau karena tidak ada orang yang mampu memfasilitasi kepentingan para pihak dalam menuju proses perdamaian. Mahkamah agung sebagai badan peradilan tertinggi di Indonesia mulai memahami realita yang terjadi dewasa ini, sehingga upaya penyelesaian sengketa secara damai hanya dengan memberikan ruang kepada para pihak saja akan sulit untuk mendorong tingkat keberhasilan lembaga perdamaian dalam menyelesaikan kasus-kasus perdata.8 Dalam proses perdamaian diperlukan adanya komunikasi, interaksi dan konsultasi guna menggali kepentingan para pihak. Sehingga jika para pihak sulit untuk membentuk forum, maka mustahil proses perdamaian dapat ditempuh. Perundingan diawali dengan adanya antusias untuk duduk bersama dalam satu forum, sehingga akan tercipta proses komunikasi antara para pihak dan mediator untuk saling bertukar informasi secara timbal balik. Konsep mediasi yang diintegrasikan ke dalam proses berperkara juga
7 8
op. cit Hal vi ibid hal 70
5
banyak digunakan di Negara-negara maju seperti di Jepang dan Australia, dimana peran mediator sangat berguna dalam membimbing para pihak untuk menempuh proses perdamaian. Mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi. Gagal tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh peran mediator, ia berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara para pihak. Desain pertemuan, memimpin dan mengendalikan pertemuan, menjaga keseimbangan proses mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan merupakan peran utama yang harus dimainkan oleh mediator.9 Sehingganya dalam menjalankan sebuah konsep mediasi yang ada pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 hakim haruslah berperan aktif tidak hanya menjalankan mediasi secara formal namun hakim harus melakukan improvisasi dalam setiap konsep hukum yang diterapkannya serta mampu menciptakan penemuan hukum terhadap konsep mediasi yang dijalankannya, karena pada dasarnya dalam UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 bahwa hakim diberikan kemandirian dalam proses peradilan. Selain itu ketentuan dari pada pasal 130 HIR dan 154 RBg bahwa upaya perdamaian harus di upayakan apabila ada dua pihak yang bersengketa menghadap ke Pengadilan Negeri. PERMA No. 1 Tahun 2008 telah mengatur konsep mediasi yang menjadi landasan oleh hakim mediator untuk menjalankan suatu proses mediasi dengan tujuan, mediasi mampu menyelesaikan perkara perdata dengan proses yang tidak berlarut-larut, biaya murah dan bisa mengurangi masalah penumpukan perkara di Pengadilan, namun kenyataannya di Pengadilan Negeri Gorontalo masih banyak perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan dengan mediasi artinya, konsep mediasi yang diterapkan oleh hakim-hakim yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo terbilang gagal. Sepanjang tahun 2014 di pengadilan negeri ada 51 perkara perdata yang masuk dan hanya 1 perkara yang berhasil diselesaikan melalui mediasi, 3 perkara yang dicabut ,dan 47 perkara yang proses mediasinya gagal. Dengan 9
op. cit Hal 77
6
kondisi seperti ini konsep mediasi yang diterapkan tersebut oleh hakim di Pengadilan Negeri Gorontalo belum mampu untuk menyelesaikan perkara perdata dengan cara win-win solution dan cita-cita dalam PERMA mediasi pun belum tercapai mengingat di Pengadilan Negeri Gorontalo keberhasilan dalam proses mediasi sangat minim. Berdasarka uraian diatas, dapat dirumuskan rumasan maslah sebagai berikut : (1) Bagaimana konsep hukum mediasi yang diterapkan oleh hakim mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Gorontalo, (2) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep hakim dalam melakukan mediasi terhadap penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Gorontalo. B. Metode Penulisan Maka jenis penelitian penulis adalah jenis penelitian normative empiris. Dimana secara normatif peneliti akan menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. dan secara empiris melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan dianalisis secara kualitatif. Untuk memperoleh data yang maksimal, maka penulis melakukan pengumpulan data dengan 2 cara yakni melalui metode penelitian
kepustakaan (library research) dan metode
penelitian lapangan (field research). (1) Metode penelitian kepustakaan (library research). Metode
penelitian
kepustakaan (library
research)
merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah data dengan jalan membaca dan menelusuri literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. (2) Metode penelitian lapangan (field research). Metode penelitian lapangan (field research) merupakan penelitian yang dilakukan di lapangan dengan pengamatan langsung yang ditempuh dua cara, yaitu: (a) Wawancara (interview), yaitu penulis mengadakan tanya jawab dengan pihak -pihak yang terkait langsung dengan masalah yang dibahas yakni hakim mediator yang ada di Pengadilan 7
Negeri Gorontalo. Dan para ahli dalam bidang tertentu. (b)Dokumentasi, yaitu penulis mengambil data dengan mengamati dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang diberikan oleh pihak yang terkait, yakni pihak dari Pengadilan Negeri Gorontalo. C. Hasil dan Pembahasan Analisis Konsep Hukum Mediasi Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan bahwa mediator mempunyai tugas-tugas ataupun peran yang harus dilakukan dalam menjalankan sebuah proses mediasi diantaranya adalah : 10 1. Mediator wajib mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati; 2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam mediasi; 3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus; 4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menulusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; Dari hasil yang didapat oleh peneliti, yang didapat dari responden , dasar hukum yang diterapkan dalam mediasi adalah perma no. 1 tahun 2008 adapun penerapan konsep mediasi yaitu : Konsep hakim mediasi I :
11
1. Pemilihan mediator, yang menunjuk mediator adalah majelis hakim; 2. Mempertemukan para pihak untuk dimediasi; 3. Membuat jadwal pertemuan, jangka waktu mediasi adalah empat puluh hari ditambah empat belas hari jika memang perlu atau jika mediasinya sudah mau berhasil; 10
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 15 Ayat(1,2,3,4,5,6) 11
Wawancara dengan Bapak Teopilus Patiung, SH.,MH, hakim mediator yang sudah tersertifikasi dii Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 19/04/2015 8
4. Jika para pihak ketika sudah proses mediasi sulit untuk dipertemukan maka mediator melakukan kaukus; 5. Jika mediasinya berhasil maka selanjutnya dibuat akta perdamaian yang telah disepakati oleh pihak-pihak; 6. Namun jika para pihak sudah datang menghadap hakim mediator dan menyatakan tidak mau dimediasi maka hakim mediator tidak dapat memaksakan dan selanjutnya dikembalikan perkara kemajelis hakim untuk diperiksa secara biasa; Konsep hakim mediasi II : 12 1. Pemilihan mediator, pada dasarnya pemilihan mediator itu diutamakan dari para pihak itu sendiri yang ditawarkan oleh majelis hakim; 2. Memberikan pengetahuan kepada para pihak hal-hal yang berkaitan dengan proses mediasi; 3. Membuat kerangka pertemuan yang kemudian disepakati bersama denan para pihak; 4. Mendengarkan keluhan dari masing-masing pihak kemudian mencari jalan tengah dari perkara tersebut; 5. Melakukan kaukus jika para pihak sulit untuk dipertemukan; 6. Jika mediasinya berhasil dibuatkan akta van dading; 7. Apabila mediasinya gagal maka dikembalikan lagi kemajelis hakim yang memeriksa perkara tersebut; Konsep hakim mediasi III : 13 1. Pemilihan mediator apakah para pihak yang memilih atau ditunjuk oleh majelis hakim, namun pada dasarnya mediator yang diutamakan itu adalah hakim yang sudah mempunyai sertifikat mediator, namun
12
Wawancara dengan Bapak Abdullah Mahrus SH.,MH hakim mediator di Pengadilan Negerii Gorontalo pada tanggal 27/04/2015 13 Wawancara dengan Ibu Chysny Isnaya Dewi, SH hakim mediator di Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 27/04/2015 9
jika yang bersangkutan masuk dalam majelis maka ditunjuk hakim yang lain; 2. Kemudian dengan para pihak dibuat jadwal pertemuan untuk disepakati; 3. Apabila para pihak ketika dalam proses mediasi keduanya emosional sehingga sulit untuk mencari jalan keluar maka hakim mediator melakukan kaukus; 4. Dalam mediasi para pihak didorong oleh hakim agar mau berdamai. 5. Meberikan pengertian kepada para pihak keuntungan dari mediasi; 6. Jika mediasi berhasil maka dibuatkan akta kesepakatan antara para pihak; 7. Jika mediasi gagal maka perkara tersebut diperiksa kembali oleh mejelis hakim; Gerry Goodpaster menyebutkan bahwa mediator dapat dipandang sebagai seorang “terapis negosiasi”. Terapis ini menyangkut tindakan menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa dan kemudian mendesain serta mengendalikan proses serta intervensi lain dengan tujuan menuntun para pihak untuk mencapai suatu mufakat yang sehat, terdapat beberapa peran penting seorang mediator antara lain :
14
1. Melakukan diagnose konflik; 2. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis; 3. Menyusun agenda; 4. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi; 5. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar menawar; 6. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting; 7. Penyelesaian masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan; 8. Diagnosis sengketa untuk memudahkan penyelesaiaan problem; 14
D. Y. Witanto Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Agama Menurut Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan (Alfabeta Cv 2011) Hal 102
10
Keberhasilan proses mediasi banyak ditentukan oleh seberapa cerdas dan pandainya seorang mediator dalam menciptakan kemungkinan terjadinya proses komunikasi, karena mediator akan memegang kendali proses dengan strategi-strategi yang ampuh dan meluluhkan pendirian. Proses tawar-menawar adalah kegiatan dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh para pihak dan mediator. Proses tawar-menawar merujuk pada keadaan atau situasi bahwa satu pihak telah memberikan tawaran-tawaran atau konsesi-konsesi kepada pihak mitra runding untuk memperoleh imbalan atau konsesi sebaliknya dari mitra rinding. Namun, dalam proses mediasi seringkali para pihak enggan untuk memberikan tawaran atau konsesi yang melebihi tawaran atau konsesi yang telah disampaikan pada posisi awal karena khawatir dengan pemberian tawaran atau konsesi yang lebih dari posisi awal dapat diinterpretasikan oleh mitra rundingnya sebagai tanda-tanda kelemahan atau kekalahan. Dalam situasi seperti ini, mediator harus mendorng para pihak untuk berani memberikan tawaran hipotesis atau tentative.15 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Mediasi Mediasi mempunyai manfaat yang cukup besar dimana waktu yang diperlukan oleh para pihak untuk menyelesaikan perkara sangat singkat dimana tidak ada lagi upaya hukum setelahnya jika kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan. Jadi sebanyak apapun perkara yang masuk ke Pengadilan mudah untuk diselesaikan tanpa takut terjadinya penumpukan perkara. Oleh karenanya Mahkamah Agung membuat suatu peraturan yang didalamnya terdapat konsep-konsep dalam melakukan suatu mediasi, konsep tersebut dimuat dalam PERMA No. 02 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, kemudian disempurnakan lagi dalam PERMA No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
15
Takdir Rahmadi Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat(Rajawali Pers : 2011) hal 120
11
Menurut Gatot Soemartono mediasi dapat memberikan banyak keuntungan penyelesaian sebagai berikut:16 1. Mediasi diharapakan dapat menyelesaiakn sengketa dengan cepat dan relatif murah; 2. Mediasi akan mengfokuskan pada para pihak, pada kepentingan secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka, jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya; 3. Mediasi memberikan kesempatan pada para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaiakn perselisihan mereka; 4. Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap proses dan hasilnya; 5. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui consensus; 6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji menciptakan saling pengertian diantara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskan; 7. Mediasi mampu menghilangkan konflik dan permusuhan; Dalam penerapan konsep mediasi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsep tersebut, antara lain faktor yang menyebabkan berhasil atau gagalnya sebuah mediasi antara lain : Berhasil atau gagalnya sebuah proses mediasi itu semua adalah karena dari para pihak itu sendiri, gagalnya mediasi semua dari para pihak, karena yang menggagalkan adalah mediator dimana mediator melihat bahwa masyrakat punya budaya yang mana harga dirilah yang nomor satu artinya sifat ego yang masih sangat tinggi.17
16
Gatot Sumartono,Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2006) Hal 139-140 17
Wawancara dengan Bapak Teopilus Patiung, SH.,MH, hakim mediator yang sudah tersertifikasi dii Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 19/04/2015 12
Pada dasarnya bahwa kemudahan melakukan mediasi itu bukan dilihat dari jenis perkara yang dihadapi oleh mediator namun dilihat dari karakter orang yang berperkara.18 Hal-hal yang membuat berhasil atau gagalnya mediasi adalah lebih besar peran dan itikad dari pihak-pihak sebesar apapaun
mediator
mendorong
bila
pihak-pihak
ngotot
saling
mempertahankan keinginan masing-masing dan tidak mau mengalah maka mediasi bisa gagal.19 Banyak faktor yang membuat perkara di pengadilan sedikit sekali yang mampu diselesaikan melalui jalur damai atau mediasi. Salah satu diantaranya adalah terbatasnya keterampilan hakim untuk melakukan mediasi. Alasan lain adalah lemahnya pengetahuan para pihak yang bersengketa mengenai keuntungan yang didapat bila sengketa mereka diselesaiakn melalui jalur mediasi. Akibatnya, sedikit sekali munculnya iktikad baik dari para pihak untuk saling mencari alternatif guna menyelesaikan sengketa. Iktikad baik para pihak merupakan modal penting bagi upaya menjalankan proses mediasi.20 Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, efetif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor. Faktor-faktor inilah yang mempunyai arti netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor hukumnya itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakkan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan.21 Beberapa unsur penting dalam mediasi Antara lain adalah sebagai berikut : 22
18
Wawancara dengan Bapak Abdullah Mahrus SH.,MH hakim mediator di Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 27/04/2015 19 Wawancara dengan Ibu Chysny Isnaya Dewi, SH hakim mediator di Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 27/04/2015 20 Ibid, hal 319 21 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2007) Hal 8 22
Suyut Margono, ADR Dan Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum ( Bogor : Pt. Graha Indonesia, 2000) Hal 59
13
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan; 2. Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa didalam perundingan; 3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian; 4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung; 5. Tujuan mediasi adalah mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa; D. Kesimpulan 1) Dalam menjalankan mediasi hakim-hakim mediator yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo hanya menerapkan konsep mediasi berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2008, dan belum terlihat adanya kreativitas hakim dalam menciptakan konsep sendiri, ataupun belum melakukan penemuan hukum ataupun improvisasi dalam menerapkan konsep mediasi, sehingga keberhasilan dalam mediasi sangatlah kecil. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Gorontalo adalah dari para pihak yang berperkara , dimana masih ada pihak-pihak yang belum tahu apa saja manfaat dari penyelesaian perkara melalui mediasi sehingga mereka lebih mengedepankan ego untuk bisa menang dalam perkara tersebut, selanjutnya adalah kurangnya keahlian seorang hakim dalam menjalankan mediasi, terutama dalam mengendalikan ataupun menekan emosi dari para pihak.
14
DAFTAR PUSTAKA D.Y Witanto, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Agama Menurut Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Alfabeta Cv, Bandung, 2011 Fence M. Wantu, Mutia Cherawati Thalib, Suwitno Y. Imran Hukum Acara Perdata,reviva cendekia, Yogyakarta, 2010 Gatot Sumartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori Dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Soerjono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010 PERMA
Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di
Pengadilan PERMA Nomor 02 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
15