Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 66- 75
10 Pages
ANALISIS TERHADAP KERAGAMAN BATAS UMUR ANAK DITINJAU MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI Nurul Hikmah1, Iman Jauhari2, Syarifuddin Hasyim3, 1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email:
[email protected] 2,3) Staf Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Legal system in Indonesia, which regulates the maturity that is always associated with a particular action. Age limit diversity creates legal uncertainty, debate on the issue of maturity is still common. Adults in legal actions in Act 1 of 1974 on Marriage Article 47 paragraph (1) states that the child has not reached the age of 18 ( eighteen) years or have never hold a marriage is under the authority of his parents for not deprived of its power, while Law. 4 of 1979 concerning child welfare clause of Article 1 (2) states " a child is a person who has not attained the age of 21 (twenty one ) years old and had never been married. This study aims to determine the legal arrangements to limit the child's age according to the laws in force in Indonesia, a standard measure to limit the age of children in the view of the judge in the civil case, and obstacles / barriers in setting age limits on children in relation to the decision of the judge in deciding case. This research is a kind of normative studies used to assess differences in the application ( comparatif law) legal terms contained in various Regulation Legislation. With the enactment of the Act effective from the date of marriage January 2, 1975 by the transitional provisions of Article 66 of the Law of marriage, the provisions of the Civil Code 330 P origin provisions regulating adult who was once subject to the civil law of Europe and the verdict of the Supreme Court No. 477K/Sip/1976 dated October 13, 1976 are no longer valid. Thus, in order to avoid legal uncertainty in the judge's decision peyelarasan necessary legislations and efforts to further improve the understanding of the skills and competence of judges will act based on age. Keywords: District Court, Judge's decision in Civil Case, Age Limit Children Abstrak: Sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang kedewasaan yang selalu dikaitkan dengan perbuatan tertentu. Keanekaragaman batas umur mengakibatkan ketidakpastian hukum, Perdebatan mengenai masalah kedewasaan masih sering terjadi. Dewasa dalam melakukan perbuatan hukum dalam Undangundang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 ayat (1) menyatakan anak yang belum mencapai umur 18 (delapan Belas) Tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama tidak dicabut dari kekuasaanya, sedangkan UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak Pasal 1 ayat (2) menyatakan “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) Tahun dan belum pernah kawin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap batas usia anak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ukuran standar terhadap batas umur anak dalam pandangan hakim dalam perkara perdata, dan kendala/hambatan dalam menetapkan batas umur anak dalam kaitannya dengan putusan hakim dalam memutuskan perkara. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif digunakan untuk mengkaji perbedaan penerapan (comparatif law) segi hukum yang terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan. Dengan berlakunya secara efektif Undang-undang perkawinan sejak tanggal 02 Januari 1975 berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 66 Undang-undang perkawinan maka ketentuan P asal 330 KUHPerdata yang mengatur tentang ketentuan dewasa yang dulunya tunduk pada hukum Perdata Eropah dan putusan Mahkamah Agung RI No. 477K/Sip/1976 tanggal 13 Oktober 1976 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, untuk menghindari ketidakpastian hukum dalam putusan hakim perlu dilakukan peyelarasan Peraturan PerUndang-undangan dan upaya lebih meningkatkan pemahaman hakim akan kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan umur. Kata kunci : Pengadilan Negeri, Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata, Batas Umur Anak
PENDAHULUAN Berbagai sistem hukum yang berlaku di Indonesia, kedewasaan selalu menjadi ukuran
tangung jawab dari sebuah perbuatan, karena hanya seseorang yang telah dewasa saja yang dianggap
perbuatannya
dapat
Volume 3, No. 1, Februari 2015
- 66
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dipertanggungjawabkan, hal ini dapat di lihat
usia dewasa sebagaimana diatur dalam pasal
dari
tersebut
beberapa
ketentuan
hukum
yang
sudah
tidak
dengan
memberikan kualifikasi pada perbuatan yang
perkembangan
pada prinsipnya hanya dapat dilakukan oleh
keberadaannya dalam tata hukum sekarang ini
mereka yang telah dewasa. Misalnya ketentuan
patut dipertanyakan, Pasal 1331 KUHPerdata
Pasal 1320 KUHPerdata (BW) menyebutkan
menjadi perbandingan karena dalam praktiknya
bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
pasal tersebut telah memberikan perlindungan
jika
bertindak,
berlebihan kepada si tidak cakap, dengan terlalu
pengertian cakap bertindak berhubungan erat
mengorbankan kepentingan lawan janji dari si
dengan arti kedewasaan, karena menurut Pasal
tidak cakap.
subjek
hukumnya
cakap
1330 angka 1 KUHPerdata
Kepastian
zaman.
sesuai Disamping
hukum menuntut
itu,
adanya
orang yang tidak cakap bertindak itu salah
suatu tolak ukur atau batas yang pasti, kapan
satunya adalah mereka yang belum dewasa
orang dianggap atau bisa dianggap telah bisa
(minderjarigen). Dalam hukum perkawinan juga
menyadari akibat dari tindakannya. Karenanya,
disyaratkan
undang-undang
adanya
batas
kedewasaan
dalam
Pasal
330
BW
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (1)
menetapkan bahwa seorang anak yang telah
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 bahwa
mencapai usia 21 tahun adalah dewasa.
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
Rumusan Masalah
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Dalam
Berdasarkan
uraian
yang
telah
dikemukakan dalam latar belakang di atas, maka
lapangan
ilmu
hukum
dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara
kedewasaan dapat menentukan keabsahan dari
lain:
suatu perbuatan hukum. Seseorang yang belum
1.
Bagaimana pengaturan hukum batas umur
dewasa dipandang sebagai subjek yang belum
anak
mampu bertindak sendiri dihadapan hukum,
undangan di Indonesia?
sehingga tindakan hukumnya harus diwakili oleh
2.
orang tua/walinya.
menurut
peraturan
perundang-
Apakah landasan sebagai ukuran standar terhadap batas umur anak dalam pandangan
Pasal 330 BW (KUHPerdata) dipilih karena pasal tersebut yang mengatur tentang
hakim untuk memutuskan sebuah perkara?
3.
Apakah kendala dalam menetapkan batas
usia dewasa atau kedewasaan, berkaitan dengan
umur anak dalam kaitannya dengan putusan
masalah
hakim dalam memutuskan perkara?
kecakapan
bertindak
(handelings-
bekwaamheid) dan secara tidak langsung juga berkaitan
dengan
masalah
kewenangan
bertindak (recht bevoegdheid) padahal ketentuan 67 -
Volume 3, No. 1, Februari 2015
KAJIAN KEPUSTAKAAN Perkembangan
ilmu
hukum
tidak
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala terlepas dari teori hukum sebagai landasannya
cakap
atau
(handelings-bekwaam).
kerangka
pikir
menganalisa
suatu
untuk
bertindak
dalam
Karena
hukum
"anggapan"
permasalahan dalam penelitian. Kerangka pikir
tidak selalu sesuai dengan kenyataan maka
ini dimaksudkan untuk menerangkan atau
ketentuan umur anak bisa tidak sesuai dengan
menjelaskan suatu permasalahan penelitian yang
realitanya.
harus diuji dengan menghadapkannya pada
Hukum Adat tidak memakai ukuran
fakta-fakta yang ada sehingga hasil penelitian
sekian banyak tahun yang telah dilalui seseorang,
mengenai kasus permasalahan (problem) yang
tetapi bertolak ukur pada apa yang secara riil
menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
tampak. Kecakapan bertindak dalam hukum adat
Apabila dikaitkan dengan identifikasi masalah yang diteliti dalam tesis ini, maka
ditentukan oleh apakah ia masih bocah atau telah mandiri.
penelitian ini menggunakan landasan teori yaitu teori kewenangan hukum. Cara
Tolak
ukur
"kedewasaan"
dalam
Hukum Adat yang diukur secara kualitatif undang-undang
memang lebih adil, namun demikian kurang
belum
dapat
memenuhi kepastian hukum karena tidak mudah
merumuskan kehendaknya dengan benar dan
bagi kita untuk mengukur apakah seseorang itu
belum dapat menyadari sepenuhnya akibat
sudah mandiri. KUHPerdata memakai ukuran
hukum
kuantitatif (berdasarkan banyaknya tahun) dan
melindungi
dari
membedakan
pembuat mereka,
yang
perbuatannya, antara
adalah
mereka
yang
dengan telah
lebih menekankan kepada kepastian hukum.
mencapai umur anak dan belum, dan selanjutnya
Pengadilan sendiri sebagai lembaga
mengaitkan umur anak dengan kecakapan
independen, tidak konsisten dengan tolak ukur
bertindak.
umur dewasa. Ada yang berpegang kepada
Dalam KUH Perdata (BW), "kedewasaan"
ukuran 21 tahun, Di dalam keputusan-keputusan
dikaitkan dengan sejumlah tahun tertentu. Orang
lain Pengadilan berpegang kepada umur 18
yang telah mencapai umur genap 21 tahun atau
tahun.
telah menikah sebelum mencapai usia itu (Pasal 330 BW) dianggap sudah dewasa.
Di sini tampak akan kebutuhan suatu ketentuan umum umur anak, yang berlaku untuk
Karena kedewasaan dikaitkan dengan
semua golongan penduduk Indonesia. Keragu-
kecakapan melakukan tindakan hukum maka
raguan mengenai kepastian umur anak paling
pembuat undang-undang (BW) berangkat dari
tidak sebelum keluarnya UUJN No. 30 Tahun
anggapan bahwa mereka yang telah mencapai
2004 mengakibatkan Notaris mengambil sikap
usia genap 21 tahun (atau telah menikah) sudah
aman dengan mengambil tolak ukur umur anak
dapat merumuskan kehendaknya dengan benar
untuk semua transaksi 21 tahun. Padahal Pasal
dan sudah dapat menyadari akibat hukum dari
39 UU No. 30 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
perbuatannya, dan karenanya sejak itu mereka
yang dapat menghadap kepada Notaris adalah Volume 3, No. 1, Februari 2015
- 68
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala orang yang sudah berumur 18 tahun.
bukan hanya menggambarkan variabel-variabel
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pada Pasal 47 dan Pasal 50
tunggal melainkan dapat mengungkap hubungan antara satu variabel dengan variabel lain.
Undang - Undang Perkawinan bisa disimpulkan
Metode
Pendekatan
ini
bahwa Undang-Undang Perkawinan berpegang
menggunakan
pada tolak ukur umur dewasa 18 tahun. jika
Penelitian hukum yuridis-normatif digunakan
undang-undang menetapkan kewenangan orang
untuk
tua dan wali untuk mewakili anak belum dewasa,
(comparatif law)
berakhir pada saat anak mencapai usia 18 tahun
dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan.
(atau setelah menikah sebelumnya; Pasal 47 dan
pendekatan
Penelitian
mengkaji
Dalam
yuridis-normatif.
perbedaan
penerapan
segi hukum yang terdapat
penelitian
yang
akan
Pasal 50 UU Perkawinan) maka tidak logis kalau
dilaksanakan ini, dengan menggunakan teknik
UU Perkawinan mempunyai tolak ukur umur
pengumpulan data literatur atau library research
anak lain dari pada 18 tahun.
(studi pustaka). Sumber data yang digunakan
Isi Pasal 47 dan Pasal 50 tersebut dapat diketahui bahwa anak yang sudah mencapai
dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder.
umur 18 tahun, tidak lagi dibawah kekuasaan
Sumber data primer pada penelitian ini
orang tua atau dibawah perwalian. Karena
nantinya akan diperoleh melalui penelitian
kekuasaan orang tua dan perwalian sebagaimana
kepustakaan berupa buku-buku yang didapat
akan dikemukakan di bawah berkaitan dengan
dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
masalah kecakapan bertindak maka dengan
majalah, jurnal serta tulisan yang berhubungan
demikian, menurut Undang-Undang Perkawinan
dengan putusan hakim dalam perkara perdata.
orang yang sudah mencapai umur genap 18
Sementara sumber sekunder dalam penelitian ini
tahun telah dewasa, dengan konsekuensinya
akan didapatkan dari bahan-bahan penelitian ini,
telah cakap untuk bertindak dalam hukum.
yaitu: semua publikasi tentang hukum yang
Hal penting untuk menjadi perhatian
merupakan dokumen - dokumen resmi publikasi
adalah Undang-Undang Perkawinan merupakan
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-
undang-undang
kamus
yang
relatif
baru,
bersifat
hukum,
jurnal-jurnal
hukum,
dan
nasional, dan diundangkan jauh di belakang
komentar-komentar yang diperoleh dilapangan
KUHPerdata.
yang
merupakan
data
normatif
yang
berhubungan dengan “Keragaman Batas Umur METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu sebuah penelitian yang berusaha mengungkap keadaan yang bersifat alamiah secara holistik. Penelitian kualitatif 69 -
Volume 3, No. 1, Februari 2015
Anak Ditinjau Menurut Peraturan PerundangUndangan Dan Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri”.
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala menikah dengan umur yang relatif masih muda,
HASIL PEMBAHASAN 1. Pengaturan
Hukum
Batas
Umur
Anak
Menurut Peraturan Perundang-undangan. a. Dalam UU Perkawinan
yaitu umur 18 tahun (bagi pria) dan umur 15 tahun (bagi wanita), di ikat dari kematangan fisik dan psikisnya masih belum cukup. Oleh karenanya,
Pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang
dalam UU No.1 Tahun 1974 batas umur dinaikkan
Perkawinan, ada peningkatan umur diperbolehkan
masing-masing 1 (satu) tahun. Namun demikian, tetap
menikah untuk laki-laki, yang semula 18 tahun
saja menurut hukum, mereka masih belum dewasa.
menjadi 19 tahun, dan untuk perempuan, yang
Oleh karenanya, bila mereka hendak menikah harus
semula 15 tahun menjadi 16 tahun. Hal ini
meminta izin dari orang tuanya.
sebagaimana bunyi ketentuan dalam Pasal 7 ayat
Dengan berlakunya secara efektif Undang-
(1) UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: "(1)
Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sejak tanggal 2 Januari 1975, Berdasarkan
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
ketentuan Pasal 66
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
perkawinan
belas) tahun”.
berhubungan dengan perkawinan berdasarkan
Hal senada dapat ditemukan dalam Kompliasi
Hukum
Islam,
mengenai
Calon
dan
segala
sesuatu
yang
atas undang-undang ini, maka dengan berlakunya uu ini ketentuan yang diatur dalam
Mempelai yang diatur dalam Pasal 15 yang
Undang-Undang
berbunyi:
ordonansi
a. Untuk kemaslahatan keluarga dan
mengatakan : “untuk
hukum
perkawinan
Kitab
perdata
(BW),
Indonesia
Kristen
(Huwelijks ordonantie christen Indonesiers
rumah tangga, perkawinan hanya
S.
boleh dilakukan calon mempelai yang
campuran
telah mencapai umur yang ditetapkan
huwelijken S.1898 No. 158) dan peraturan-
dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 1
peraturan
Tahun
perkawinan
1974,
yakni
calon
suami
1933
No.74),peraturan (regeling
lain
Undang-Undang
dan calon istri sekurang-kurangnya
berlaku.
berumur 16 tahun.
yang
sejauh
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun
op
ini,
perkawinan
de
gemengde
mengatur
telah
tentang
diatur
dalam
dinyatakan
tidak
b. Dalam UU ketenagakerjaan
b. Bagi calon mempelai yang belum
Batasan umur kedewasaan mengalami
mencapai umur 2l (dua puluh satu) tahun
penurunan setelah dikeluarkannya UU No.25
harus mendapati izin sebagaimana yang
Tahun
diatur dolam Pasal 6 ayat (2), (3), (4),
mengubah batasan umur dewasa semula 18 tahun
dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.
menjadi 15 tahun. Sebagaimana bunyi Pasal 1
1997
tentang
Ketenagakerjaan,
yang
Dari kedua ketentuan di atas, dapat
Angka 20 yang mengatakan: "Anak adalah
dimaknai bahwa apabila pasangan suami istri
orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang Volume 3, No. 1, Februari 2015
- 70
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dari 15 (lima belas) tahun."Dengan demikian, bila
Untuk peristiwa yang terjadi setelah
umurnya di atas 15 tahun maka bukan anak lagi,
tahun 1974, apabila merujuk pada peraturan
artinya telah dewasa.
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Batasan umur dewasa pada akhirnya
maka
ketika
mengklasifikasikan
seseorang
ditetapkan adalah 18 tahun dengan UU Tenaga
berada di bawah umur atau sudah dewasa,
Kerja yang terakhir, yang mencabut UU yang
setidaknya akan bersinggungan dengan Pasal 330
lama. Dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang
BW atau Pasal 47 dan 50 UU No. 1 Tahun 1974.
Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 26 dikatakan
Dengan tidak menyebutkan dasar hukum yang
bahwa: "Anak adalah setiap orang yang berumur
dijadikan pertimbangan, juga tidak menyebut
di bawah 18 (delapan belas) tahun."
batasan umur yang digunakan sebagai parameter
Implementasi dari ketentuan UU No.
13
Tahun
Ketenagakerjaan Peraturan
2003
dapat
Menteri
kita
tentang
temui
Tenaga
Kerja
dalam
tentang
maka putusan ini menjadi tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
dan
Transmigrasi Republik Indonesia No. PER18/MEN/IX/2007
menentukan batasan dewasa atau di bawah umur
Pelaksanaan
3. Kendala Hakim Dalam Menetapkan Batas Umur Dewasa Dalam Memutuskan Perkara
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Dalam hukum, suatu kondisi di bawah
Indonesia di Luar Negeri. Pasal 10 mengatur
umur akan terkait dengan konsep kecakapan
batasan umur yang sama, yaitu 18 tahun.
maupun kewenangan bertindak. Dalam putusan
c. Dalam UU Jabatan Notaris
yang memuat pertimbangan tentang kewenangan
Semula batasan umur penghadap tidak
bertindak berdasarkan batasan umur, tampak bahwa
diatur secara tegas dalam Peraturan Jabatan
pada umur 15 tahun seseorang telah dapat
Notaris Staatblad 1860-3. Setelah Indonesia
dilimpahi kewenangan untuk menjadi pihak dalam
merdeka, karena masih menggunakan peraturan
berperkara di pengadilan guna mempertahankan
yang lama, ketentuan Batas umur dewasa pun
hak mewarisnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada
belum diatur, karena peraturan yang ada hanya
umur 15 tahun seorang subjek hukum telah
mengatur honor notaris, wakil notaris serta
memiliki cukup kemampuan untuk diberikan
sumpah
,
dan
janji
notaris.
Baru
setelah
dikeluarkan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris,
berdasarkan batasan umur, persoalan perbedaan
ditentukan dengan jelas, yakni penghadap adalah
pandangan antara KUHPerdata dan UU No. 1
seseorang yang berumur 18 tahun.
Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang konsepnya
2. Ukuran Standar Batas Umur Anak yang
diikuti oleh UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Landasan
umur
Sementara itu, terkait dengan kecakapan
penghadap
Menjadi
batasan
kewenangan bertindak.
Hakim
Memutuskan Perkara 71 -
Volume 3, No. 1, Februari 2015
Dalam
Notaris), penerapan
ternyata hukum
membawa di
dampak
pengadilan.
pada Produk
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pengadilan yang di analisis menunjukkan adanya
menentukan kecakapan jumlahnya lebih banyak. Ini
perbedaan
menunjukkan keraguan hakim atas sandaran
pandangan
antar
hakim
dalam
mendasarkan pertimbangannya pada kedua aturan
hukum
hukum
memberikan pertimbangan hukum.
tersebut.
Menurut
BW,
kecakapan
dipengaruhi oleh kondisi dewasa, yang berdasarkan
yang
akan
digunakannya
dalam
Sementara itu, walaupun dalam jumlah
Pasal 330 BW adalah telah berumur 21 tahun.
yang
relatif
lebih
kecil,
beberapa
hakim
Sementara itu, menurut UU No. 1 Tahun 1974
menggunakan metode penafsiran secara gramatikal
tentang Perkawinan, kecakapan dipengaruhi oleh
terhadap peraturan perundang-undangan dalam
suatu kondisi di mana seseorang tidak lagi berada
menerapkan hukum. Terkait dengan kecakapan
di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian, yaitu
dalam hukum yang oleh Pasal 1330 BW
telah berumur 18 tahun.
ditentukan suatu kondisi "tidak berada di bawah
Meskipun tidak satu pun ketentuan dalam
umur", hakim kemudian merujuk padaPasal 330
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
BW yang mengatur tentang batasan umur untuk
menggantikan pengertian dewasa dalam BW, tidak
menentukan kondisi "di bawah umur', yaitu belum
berarti bahwa tidak terjadi pergeseran umur dalam
genap berumur 21 tahun. Dalam hal ini, dapat
menentukan kecakapan. Dengan mencermati secara
dianalisis bahwa hakim menafikkan ketentuan
saksama ketentuan dalam Pasal 47 dan 50 UU No.
dalam Pasal 47 dan 50 UU No. 1 Tahun 1974
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka dapat
tentang Perkawinan, karena tidak satu pun
ditarik pemahaman bahwa kecakapan berdasarkan
ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
batasan umur, kini didasarkan pada umur di mana
Perkawinan yang mengatur tentang "kondisi
seseorang sudah tidak berada pada kekuasaan
dewasa" ataupun "di bawah umur" sehingga
orang tua maupun perwalian (18 tahun), tidak lagi
eksistensi Pasal 330 BW dianggap masih tetap
didasarkan pada umur dewasa (21 tahun). Dengan
berlaku. Hal ini dapat dilihat pada pertimbangan
demikian, kecakapan tidak lagi tergantung pada
hakim yang mendasarkan kecakapan pada batasan
terminologi "tidak berada di bawah umur atau
umur 21 tahun.
dewasa", tetapi tergantung pada terminologi tidak
Dalam menentukan periodisasi terhadap
berada di bawah kekuasaan orang tua atau
perubahan pendapat hakim, ukuran yang dapat
perwalian."
digunakan untuk mengelompokkan periode di
Dari produk pengadilan yang dianalisis,
antaranya dengan mendasarkan pada perubahan
terdapat beberapa hakim yang sudah mengubah
pemikiran dan konsep dalam peraturan perundang-
paradigmanya tentang kecakapan meskipun
undangan. Dalam hal ini, berlakunya UU No. 1
jumlahnya lebih kecil dibandingkan hakim yang
Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat ditarik
masih berpegang teguh pada BW. Namun
sebagai batasan dalam mengelompokkan produk
demikian, hakim yang tidak dapat menentukan
hakim berdasarkan periode tertentu.
secara tegas batasan umur yang digunakan untuk
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian Volume 3, No. 1, Februari 2015
- 72
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala sebelumnya, dengan berlakunya UU No. 1 Tahun
untuk menentukan kecakapan, yang merupakan
1974 tentang Perkawinan, telah terjadi pergeseran
parameter kedewasaan seseorang. Melihat pada
batasan umur untuk menilai kecakapan, yang tidak
produk tampak bahwa tidak terdapat periodesasi
lagi didasarkan pada kondisi di bawah umur atau
terhadap pendapat (majelis) hakim mengenai
belum dewasa (yang kemudian dengan Pasal 330
konsep hukum kecakapan berdasarkan batasan
BW menggunakan batasan umur 21 tahun), tetapi
umur.
didasarkan pada batasan umur 18 tahun. Dengan tersebut,
menggunakan
perkembangan
periodesasi
kecakapan
dapat
dikelompokkan menjadi dua periode, yaitu
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pada UU No. 4 Tahun 1979 tentang
periode sebelum tahun 1974, di mana kecakapan
kesejahteraan
yang mendasarkan pada batasan dewasa, yaitu
menyebutkan “anak adalah seseorang yang
umur 21 tahun, dan periode setelah tahun 1974, di
belum mencapai umur 21 Tahun dan belum
mana kecakapan tidak lagi didasarkan pada batasan
pernah kawin.” Pasal 98 ayat (1) Kompilasi
kedewasaan, tetapi didasarkan pada batasan umur
Hukum Islam menyatakan “batas umur anak
18 tahun. Dengan demikian, apabila mengikuti
yang dapat berdiri sendiri atau dewasa adalah
pola periodesasi dalam produk hakim, akan
21 Tahun”, UU No.39 Tahun 1999 Tentang
terlihat bahwa sebelum tahun 1974 produk hakim
Hak asasi Manusia Pasal 1 ayat (5) “anak
akan menunjukkan kecenderungan menggunakan
adalah setiap manusia yang berumur dibawah
batasan kecakapan pada kedewasaan, yaitu umur 21
18
tahun, sedangkan pada produk pengadilan yang
menikah, termasuk anak yang masih dalam
dibuat
menunjukkan
kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kecenderungan menggunakan batasan kecakapan
kepentingannya. Pada Pasal 47 dan Pasal 50
pada umur 18 tahun.
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
setelah
Namun pengadilan,
tahun
1974
demikian,
tampak
pada
periodesasi
produk ini
tidak
(delapan
anak
belas)
Pasal
Tahun
1
ayat
dan
(2)
belum
Ukuran dewasa dinyatakan 18 (delapan Belas) tahun atau pernah menikah.
berpengaruh pada dasar pertimbangan hakim. Jika
2. Dengan berlakunya secara efektif Undang-
produk pengadilan yang dikeluarkan sebelum tahun
undang perkawinan sejak tanggal 02 Januari
1974 seluruhnya menggunakan umur 21 tahun
1975 berdasarkan ketentuan peralihan Pasal
untuk menjadi parameter kedewasaan yang
66
membawa implikasi pada kecakapan, maka
ketentuan Pasal 330 KUHPerdata yang
produk yang dikeluarkan sesudah tahun 1974 pun,
mengatur tentang ketentuan dewasa yang
ternyata tidak semua hakim menggunakan batasan
dulunya tunduk pada hukum Perdata Eropah
umur 18 tahun sebagai parameter kecakapan,
dan putusan Mahkamah Agung RI No.
karena masih dijumpai batasan umur 21 tahun 73 -
Volume 3, No. 1, Februari 2015
Undang-undang
perkawinan
maka
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 477K/Sip/1976 tanggal 13 Oktober 1976 dinyatakan tidak berlaku lagi. 3. Kecakapan
dan
DAFTAR PUSTAKA Ade maman Suherman dan J. satrio. Penjelasan
kewenangan
bertindak
Hukum tentang batasan Batasan Umur
berdasarkan batasan umur, ketidakselarasan
(Kecakapan dan Kewenangan bertindak
dalam
berdasarkan batasan Umur), dari NRLP.
peraturan
Perundang-undangan
ternyata membawa dampak pada Putusan Hakim dipengadilan. Perbedaan dasar hukum
Djuhaendah Hasan-Habib Adjie. 2002. Masalah
yang menjadi dasar pertimbangan hukum
Kedewasaan dalam Hukum
yang
Media Notariat. Januari-Maret.
menyebabkan
perbedaan
putusan
Indonesia
hakim. Dokumen Penjelasan Utama hasil penelitian Universitas
Saran 1. Pengaturan hukum batas usia dewasa menurut
peraturan
Indonusa
Esa
Unggul:
"Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
Perundang-Undangan
dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur,
beranekaragam. pada Pasal 47 dan Pasal 50
selanjutnya disingkat Hasil Penelitian Univ.
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Indonusa Esa Unggul.
Ukuran dewasa yang berlaku bagi WNI tanpa kecuali tanpa kecuali harus dilihat pada dua keadaan
secara
alternatif,
yaitu
telah
Handayani, Rahayu, Retno. 2008. Tesis: "Benturan Parameter Umur Dewasa daiam Kaitannya
mencapai umur genap 18 Tahun, telah pernah
dengan
menikah.
Bidang Profesi Notaris dan PPAT".
2. Salah satu parameter yang digunakan untuk
Kewenangan
Bertindak
di
Depok: Program Magister Kenotariatan.
menilai kecakapan dan kewenangan bertindak adalah berdasarkan batasan umur, peningkatan
Hasibuan, Bertrand A. 2006. "Probematika
pemahaman hakim akan konsep kecakapan dan
Kedewasaan Bertindak di Dalam Hukum
kewenangan bertindak berdasarkan batasan
(Studi pada Praktek Notaris di Kota
umur demi peningkatan kapasitas hakim guna
Medan)". Tesis. Universitas Sumatera
adanya kepastian hukum di masyarakat.
Utara.
3. Untuk menghindari ketidakpastian hukum
dalam
Putusan
hakim,
perlu
dilakukan
Iman Jauhari, 2008, Advokasi Hak-hak Anak, Pustaka bangsa Press, Medan.
Penyelarasan peraturan Perundang-Undangan terkait dengan kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan batasan umur.
-------------,2007, Kapita Selekta Hukum Islam, Pustaka Bangsa Press, Medan.
Volume 3, No. 1, Februari 2015
- 74
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Rakernas 2011 Mahkamah Agung
dengan
Peradilan seluruh Indonesia, kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan batas
usia,
Mahkamah
makalah Agung.
tuada
perdata
Jakarta
18-22
September 2011.
Runtung Sitepu, Jurnal Compendium Ilmu Hukum dan kenotariatan, Volume2 No.4, April 2004, Kedewasaan dalam berbagai sistem
hukum,
Program
Magister
Kenotariatan PascaSarjana USU.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, penelitian
hukum
normatif,
Grafindo Persada, Jakarta.
75 -
Volume 3, No. 1, Februari 2015
Raja