Analisis Kelayakan Pembiayaan Pengembangan Usaha Mebel Kayu Pada Bank Syariah (Studi Kasus : PT. ”X” di Bekasi) 1
2
Eva Latifah , Ani Suryani dan Hartrisari Hardjomidjojo
2
Abstract Furniture is one of intensive labor industries with relative high of value added and absorbed a lot of labor. The industries produce various products such as chair, rack, wardrobe, dinning table and desk. On production scale basis, generally medium and large producer use machine and usually integrated with other wood industries i.e. moulding, window/frame etc. The major export markets for national furniture product are United States, Japan, Dutch, England, France and Germany. The research’s objectives are : (1) to study management, technical and production, financial and marketing aspects of the company in formulating feasibility study, (2) to study risk analysis in giving financial approval to finance the PT.”X”, (3) to analyze financial feasibility for PT. “X” on many aspects basis including management, marketing, production, financial and risk that related with syariah banking policy. The method is a case study by means of descriptive analysis (both quantitatively and qualitatively). The data was analyzed and processed using Microsoft Excel application, presented on tabulation form, consisted of feasibility study on fine investment criterion namely ; Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) and Internal Rate of Return (IRR). Sensitivity analysis is carried out on increasing raw material price and exchange rate fluctuation. Financial aspect are consisted of capital cost to implementing product development project, indoor furniture, that needed investment capital of Rp. 9.868.105.870,- ; financial feasibility with PBP (3,1 years), BEP (Rp.23.622.376,-), NPV (Rp. 11.095.000.000), B/C ratio of (3,90) and IRR of (45,25%). Due the values, PT.”X” is feasible and prospective. According to sensitivity analysis the company is sensitive on changing of raw material price. Keywords: Furniture, financial, feasibility study, analysis sensitivity
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 2004, berada pada kisaran angka 4,5%-5% (BPS, 2003). Harapan yang optimis ini dibarengi dengan kebijakan dan keputusan pemerintah untuk mencari solusi yang terus mendorong pertumbuhan ekonomi, di antaranya dengan tetap menjalin hubungan dengan International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia yang merepresentasikan adanya tingkat kepercayaan investor terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang dapat memberikan peluang, khususnya bagi perusahaan berorientasi ekspor dengan keringanan bea ekspor (Anima, 2003). Salah satu perusahaan yang berbasis ekspor adalah perusahaan mebel. Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki nilai tambah yang relatif tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Pasar utama ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Negara pesaing ekspor utama Indonesia di pasar internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002). Dengan memperhatikan potensi pasar dunia akan wooden furniture, PT.”X” telah memutuskan untuk menangkap peluang pasar yang ada dengan meningkatkan kapasitas produksinya dan berubah orientasi produk dari outdoor furniture menjadi indoor furniture. Untuk memanfaatkan peluang pasar dan perubahan orientasi produk tersebut, maka perusahaan membutuhkan dukungan dana dari lembaga keuangan bank yang dapat membantu pencapaian tujuan dari perusahaan. Peran lembaga keuangan, perbankan dalam hal ini adalah untuk penyaluran pembiayaan dalam bentuk investasi maupun modal kerja. Untuk itu, perusahaan mengajukan permohonan kerjasama dengan pihak Bank Syariah XYZ dalam rangka investasi perusahaan untuk pengembangan usaha mebel ini yang didasari dengan pembuatan studi kelayakan atas investasi yang akan dilakukan tersebut. 1 2
Alumni PS MPI, SPs IPB Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB
58
2. Permasalahan Berdasarkan hal yang telah dijabarkan, maka permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana aspek manajemen, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan dan aspek pemasaran yang dilakukan oleh PT. ”X” dalam penyusunan kelayakan pembiayaannya beserta resikonya ? b. Apakah kelayakan pembiayaan yang disusun oleh PT. ”X” dapat diterima oleh Bank Syariah XYZ ? 3. Tujuan a.
Mengetahui aspek-aspek manajemen, teknis dan produksi, keuangan dan pemasaran perusahaan dalam pelaksanaan penyusunan kelayakan pembiayaan, serta mengidentifikasi analisis risiko usahanya. b. Menganalisis kelayakan pemberian pembiayaan pada PT.”X” dari sudut manajemen, pemasaran, produksi, keuangan dan resiko yang dikaitkan dengan kebijakan perbankan syariah.
METODOLOGI 1. Lokasi Lokasi kajian merupakan studi kasus di salah satu industri mebel kayu yang berlokasi di Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Studi kasus pada PT.”X”). 2. Metode Kerja Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif terhadap studi kelayakan pembiayaan pengembangan usaha mebel kayu di PT.”X”. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) Studi kepustakaan (eksplorasi), terutama perkembangan mebel kayu di Indonesia, perkembangan industri furniture dan pemasarannya; (2) Pengamatan langsung dengan cara mempelajari berbagai dokumen, proses produksi, keuangan dan pemasaran; (3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara dengan manajemen perusahaan yang terdiri dari pemilik perusahaan, bagian produksi, bagian keuangan dan bagian pemasaran PT.”X”. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam kajian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap transfer data, editing data, pengolahan data dan interpretasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui aspek manajemen dan umum, aspek teknis dan produksi, serta aspek pemasaran. Aspek manajemen meliputi sejarah perusahaan, organisasi dan manajemen, spesifikasi tenaga kerja dan kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja. Aspek teknis dan produksi meliputi lokasi perusahaan, site plan dan lay out bangunan, mesin dan peralatan produksi, produksi dan sistem pengendalian mutu. Aspek pasar meliputi pemasaran dan daya serap pasar, serta bauran pemasaran. Aspek analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui aspek kelayakan usaha mebel kayu pada PT.”X”. Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis rasio keuangan dan analisis kelayakan investasi. Analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio liquiditas (CR) dan leverage (DER), rasio arus kas (EBITDA/Total hutang) dan rasio profitabilitas (EAT/Penjualan bersih). Sedangkan analisis kelayakan suatu kegiatan usaha digunakan lima kriteria investasi, yaitu PBP, Net B/C, BEP, NPV dan IRR. a. Rasio liquiditas (CR) dan leverage (DER) Current Ratio (CR) =
Aktiva lancar Hutang lancar
Debt to Equity Ratio (DER) =
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
……………………………………. (1)
Total hutang Total modal sendiri
………….……..…. (2)
59
b. Rasio kas EBITDA Total hutang
Cashflow Ratio =
………….…………………………... (3)
Keterangan : Earning before interest and tax (EBITDA) = EBIT ditambah biaya penyusutan Earning before tax (EBT) = Laba sebelum pajak ditambah biaya marjin murabahah c.
Rasio profitabilitas Profitabilitas Ratio
EAT …………..……………………… (4) Penjualan bersih
Keterangan : EAT = EBT dikurangi pajak pendapatan ditambah pendapatan atau biaya luar biasa kemudian dikurangi keuntungan atau kerugian selisih kurs EBT = Laba sebelum pajak pendapatan d. PBP PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 1997), perhitungan PBP adalah :
PBP n n m
m ……………………………….…………………. (5) B n 1 C n 1
= periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1
B n 1 C n 1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1
e. Net B/C Menurut Gittenger (1986), Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan, dinotasikan sebagai berikut : n
Net B
C
t 0 n
f.
= = = = =
t
Ci Bi
(1 i) t 0
Bt Ct n i t
Bt Ct
(1 i)
(untuk Bt-Ct > 0) .................................................... (6) (untuk Bt-Ct < 0)
t
benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) umur ekonomis usaha (tahun) tingkat suku bunga (%) periode investasi (i = 1,2,3....n)
BEP BEP adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi di mana penjualan sama dengan biaya-biaya. Dengan kata lain, tingkat produksi di mana tidak ada kerugian dan keuntungan (Sutojo, 1993), yang dinotasikan sebagai berikut :
BEP
Biaya Tetap Biaya Variabel 1 Total Penerimaan
.............................................................. (7)
g. NPV Menurut Gittenger (1986), NPV adalah menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu, dinotasikan sebagai berikut :
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
60
n
NPV t 0 n
t o
Bt Ct n i t
= = = = =
n Bt Ct ............................................................... (8) t t (1 i) t o (1 i)
Bt Ct (1 i)t
............................................................... (9)
benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) umur ekonomis usaha (tahun) tingkat suku bunga (%) periode investasi (i = 1,2,3....n)
h. IRR Menurut Gray dalam Latifah (2009), IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperolah atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Formulasi yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :
i* i
NPV1 NPV2 i1 i2 i*
= = = = =
NPV1 (i2 i1 ) .................................................................. (10) NPV1 NPV 2
Nilai NPV yang positif (Rp) Nilai NPV yang negatif (Rp) discount rate nilai NPV yang positif (%) discount rate nilai NPV yang negatif (%) IRR (%)
Langkah-langkah dalam analisis data yang dilakukan adalah : 1. Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang disajikan berdasarkan kuesioner atau hasil wawancara untuk mendapatkan pembahasan yang mendalam. 2. Mengkaji analisis resiko usaha yang dilakukan oleh PT.”X”. 3. Menganalisis kelayakan usaha dari sudut produksi, pemasaran dan bauran pemasaran, manajemen operasional dan analisis keuangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Umum a. Gambaran Perusahaan PT. “X” didirikan pada tanggal 08 November 1990 dengan akte pendirian No. 30, Notaris Sugiri Kadarisman di Jakarta. Bidang usaha adalah industri furniture dengan lokasi pabrik di Bekasi. Sesuai dengan maksud, tujuan serta kegiatan usaha seperti tercantum dalam akte pendirian, perusahaan bergerak di bidang usaha industri manufaktur wooden furniture (mebel yang terbuat dari kayu keras). Kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain : 1) Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum, impor ekspor, lokal dan interinsulair. 2) Menjalankan usaha dalam bidang perkayuan, diantaranya furniture, wood working 3) Menjalankan usaha dalam bidang distribusi dan leveransir 4) Menjalankan usaha dalam bidang keagenan dan komisi 5) Menjadi perwakilan dari badan-badan usaha baik dalam dan luar negeri. Perusahaan memulai usahanya sejak tahun 1990 dengan menitikberatkan pada produksi mebel luar ruang (outdoor furniture) seperti folding chair, wooden bench, serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya dengan orientasi pasar 100% ekspor. Pasar utama dari produk yang dihasilkan adalah negara-negara Eropa, Kanada dan Amerika Serikat. Dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan mengembangkan usahanya, maka pada bulan Juli 2004 perusahaan mengalihkan orientasi produknya dari outdoor furniture menjadi indoor furniture.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
61
b. Aspek Manajemen Produksi Manajemen PT. “X” didukung oleh Direksi dan Manajer yang rataannya mempunyai pengalaman dalam bidangnya masing-masing selama minimal lebih dari 5 tahun. Dukungan SDM seperti tersebut di atas, ditambah dengan adanya program pelatihan reguler dan perencanaan yang cukup baik, maka PT. “X” diperkirakan dapat memenuhi target usahanya. Struktur organisasi dapat dilihat Pada Gambar 1. RUPS
Komisaris Komite Audit Direktur Utama Direktur Keuangan dan Corporate Secretary
Direktur Pemasaran General Manager Operasional
Keuangan
Pemasaran Produksi I Shipment Produksi II Research and Development (R&D)
Akuntansi
Personalia Umum Logistik
Quality Control (QC)
Electronic Data Processing (EDP)
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. “X”
c. Aspek Teknis dan Produksi 1) Sarana Produksi Pengaturan tata letak bangunan disesuaikan dengan pola aliran proses produksi mesin dengan pola material handling yang tetap, sehingga diharapkan dapat mencapai beberapa target produksi yang telah direncanakan, antara lain : (a) Produk yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar mutu ekspor, (b) Jumlah produksi yang dihasilkan harus sesuai dengan rencana pendistribusiannya, serta harus tepat waktu dan (c) Dapat mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal dengan biaya dapat ditekan serendah mungkin. Bangunan yang ada terdiri dari kantor dan gudang komponen, pabrik, gudang bahan baku, gudang perlengkapan, rumah diesel, mess dan kantin, toilet dan pos jaga. Total luas bangunan sebesar 11.187 m² dengan surat ijin mendirikan bangunan (IMB). Fasilitas lainnya berupa fasilitas pendukung berupa telepon sebanyak 10 sambungan dan AC sebanyak 7 unit. 2) Peralatan Produksi Perusahaan memiliki mesin-mesin di bagian produksi, bagian asah pisau, bagian bengkel dan bagian utilitas. Mesin-mesin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
62
Tabel 1. Peralatan dan mesin PT. “X” Jenis Mesin Bagian Produksi Jump Saw (Pneumatic Cutt Off Saw) Cross Cut Dowel and Cutting Jointer Circular Saw Cross Cut Saw Single Side Planner Double Side Planner Single Rip Saw Multiple Rip saw Moulding Band Saw Double End Cutter Double Spindle
Single Spindle
Copy Shaper Vertical Ruter Double Mortiser
Auto Round Shape Tenover
Dowel Router Vertical & Horizontal Boring Horizontal Boring Bench Drill Knife Turfing Lathe Horizontal Boring Multiple Boring Sanding Dowel Wide Belt Sander
Sponge Sander Oscilating Sander Drum Sander Belt Konveyor 1 Set Mesin Painting
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
Model
Kuantitas
Merk
4CP180
2
Juan Nan
MP 8 DW MBS – 300 TAS – 150 FJ500 WP – 216 SCA220T2.50 SK – 606 YT – 28 WP 28 SB YH – 424 AR SP – 124 A CMP – 522 TS – 220 H414 TS – 142 SS - 511M LH – 40 GR – 7 MOD MDO MDA TSG2T TSU TSU FS601 CH – 101 CDH – 1R HS – 502 LT – 16&ZQ – 4116 1100 HS – 311 CDV – 10 CF-803 KL – 24 RK -
2 1 1 4 1 10 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 3 1 2 1 3 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 15
Buatan Lokal AKS CKM Miki Way Kuang Young Buatan Lokal Buatan Taiwan King Woma Wood Pecker Buatan Taiwan CML Shun Kuang Yeng Tong Wood Pecker Yuan Hsin Sheng Pin Chang Iron Tai Chan Holywood Tai Chan Ru Long Lih Woei Holywood Paolino Bacci Pade Greda Paolino Bacci Greda Pade Hooy Hsiang Fong Yuan Long Jin Cywwm Worthing Lunan & West Lake Ching Yang Worthing Cywwm Ching Feng Buatan Taiwan Buatan Taiwan Chia lung Buatan Taiwan Buatan Lokal Speecon
1 2 1 1 1 1 2 2 3 1 11 1 2
63
Lanjutan Tabel 1. Jenis Mesin Bagian Asah Pisau Grinding Auto Planner Knife Grinding Bench Grinder Bengkel ARC Welder Utilitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel - Alternator - Mesin Diesel Tenaga Diesel - Alternator - Mesin Diesel Screw air compressor Kompressor Udara
Model
Kuantitas
Merk
JF – 230 -
1 11
Jeffer Buatan Taiwan Buatan China
WT – 250
1
AECO
HC 434 E 2006 – TAG2
1 1
Stamford Perkins
HC 434 F2 2006 – TAG2 SA-II TA – 100 Sistem Pompa Hydrant Sistem Dust Collector Sumber : Laporan Tahunan PT. “X’, 2004.
1 1 1 3 1 1 1
Stamford Perkins Fu Sheng Fu Sheng Ingersoll Rand Buatan Lokal
3) Proses Produksi Produk outdoor yang dihasilkan oleh PT. “X”, antara lain folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Sedangkan produk indoor furniture dapat dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan mebel lainnya. Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan orientasi poduksinya ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor hanya akan dilakukan pada tahun ke-1 sampai tahun ke-3. Rencana produksi tersebut juga didasarkan bahan baku yang tersedia pada akhir tahun saat dimulainya produksi indoor furniture. Proses produksi dalam industri manufaktur wooden furniture dapat dilihat pada Gambar 2. 4) Pengawasan Produksi Akhir Perusahaan menerapkan sistem Quality Control (QC) yang ketat pada setiap tahap produksi yang ada dan secara terus menerus meningkatkan kemampuan dan teknologi dari peralatan dan prosedur QC Check produknya. Dalam setiap tahap produksi terdapat kelompok QC Check yang terlatih dengan baik. Selain itu, perusahaan juga membentuk suatu departemen penelitian dan pengembangan yang bertanggungjawab terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk baru. Departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu produk, peningkatan produktivitas dan efesiensi kerja. 5) Perkembangan Kapasitas dan Realisasi Produksi Saat ini perusahaan memproduksi perabotan dan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari kayu, khususnya nyatoh dengan tingkat kapasitas produksi normal produk jadi hingga tahun 2004 sebesar 3.500 m³ per tahun. Perkembangan kapasitas produksi normal dan realisasi produksi selama tahun 2002-2004 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 . Perkembangan kapasitas produksi Tahun
Kapasitas normal (m³)
Realisasi produksi (m³)
Tingkat utilitas (%)
2002
3.500
1.951
55,74
2003
3.500
1.224
34,97
2004
3.500
2.122
60,63
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
64
Sawn Timber
Klin dry (KD) Rough Mill Processing Assembling Finishing
Shipment
Gambar 2. Proses produksi dalam industri wooden furniture Pada tahun 2003, kinerja produksi mengalami penurunan, namun tahun 2004 kembali mengalami perbaikan dan hingga akhir tahun 2004 produktivitas telah mencapai 60,63% dari kapasitas normal 3.500 m³. Dengan adanya rencana penambahan mesin dan sesuai dengan rencana perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diproyeksikan akan terjadi penambahan kapasitas produksi 3.000 m³, sehingga total kapasitas produksi terpasang 6.500 m³. Saat ini produksi indoor furniture sudah dimulai dengan memanfaatkan fasilitas indoor yang ada. Realisasi ekspor saat ini 20 kontainer per bulan dengan nilai ± USD 25.000 per kontainer. Pada akhir tahun 2005 direncanakan ekspor mencapai 40 kontainer per bulan. Dengan peningkatan kapasitas produksi tersebut, pada tahun 2005 diproyeksikan kapasitas terpakai baru mencapai 50% dan meningkat 5% setiap tahunnya hingga mencapai 85% pada tahun 2012. Setelah periode tersebut diproyeksikan, maka pencapaian tingkat produksi relatif konstan. Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan diperhitungkan dalam satuan m³ dan untuk indoor furniture akan dikonversi kedalam satuan unit. d. Aspek Pemasaran 1) Gambaran Industri Wooden Furniture di Indonesia Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki nilai tambah tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Industri mebel juga mempunyai daya saing yang baik dan dapat memberikan devisa besar bagi negara. Pasar utama ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis dan Jerman. Negara pesaing ekspor utama Indonesia di pasar Internasional adalah Cina dan Mexico. Di pasar Internasional, Indonesia termasuk pemasok produk mebel yang cukup besar, terutama untuk produk-produk mebel yang sifatnya natural fibre. Sedangkan untuk produk mebel yang sifatnya wooden furniture, Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor bagi pasar Amerika Serikat. Pasar mebel Indonesia kini terus menjadi incaran negara lain, terutama Cina. Bahkan saat ini Cina merupakan negara pengekspor mebel nomor satu ke Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah dan desain yang lebih bagus. Produk mebel Cina tersebut harganya lebih murah sekitar 20% dengan desain dan polesan akhirnya lebih baik dari produk Indonesia. Turunnya daya saing produk Indonesia di pasar global maupun pasar dalam negeri sendiri yang kini mulai dimasuki produk dari negara lain diakibatkan maraknya penyelundupan kayu dan perdagangan kayu ilegal di Indonesia. Sebelumnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dibandingkan negara pesaing, karena memiliki bahan baku kayu tropis
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
65
terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, namun saat ini kondisi berubah akibat terjadinya illegal loging dan illegal trading yang sampai sekarang belum dapat diatasi. Selain itu, biaya produksi di Indonesia juga mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh kenaikan bahan bakar minyak (BBM), listrik, telepon, dan bunga bank yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, serta biaya bongkar di pelabuhan (THC) yang tinggi dan pemberlakuan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 2. Hasil Kajian a. Analisis SWOT Analisis dengan matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya secara kualitatif dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Strength/Kekuatan i. PT.”X” telah bergerak dibidang industri furniture sejak tahun 1990 dan didukung oleh group usaha yang juga bergerak di bidang yang sama. ii. Jaringan distribusi yang dimiliki sudah kuat. iii. Memiliki hubungan yang baik dengan pemasok. iv. PT.”X” telah memiliki departemen khusus yang menangani riset dan pengembangan yang dapat bertanggungjawab terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk baru.. v. Perusahaan selalu menciptakan produk inovatif yang mempunyai ciri khas, selalu mengikuti tren pasar dan memiliki cakupan produk yang luas (Wide Range Product). 2) Weakness/Kelemahan i. Hingga saat ini belum dapat dilakukan pemisahan kinerja antara PT. AB dengan PT.”X” secara sempurna, hal ini menyebabkan kesulitan untuk mengukur prestasi Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. ii. Kekurangan modal untuk pengembangan usaha. 3) Opportunity/Kesempatan i. Potensi pasar mebel dalam ruang (indoor furniture) di negara Amerika dan negaranegara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Italia masih sangat besar. 4) Threat/Hambatan i. Ketergantungan PT.”X” kepada pemasok bahan baku kayu sangat tinggi. ii. Jumlah perusahaan sejenis yang menekuni industri wooden furniture masih sangat banyak. iii. Keharusan meningkatkan kemampuan bersaing dengan melakukan perubahan, sehingga dapat membedakan dengan produk-produk dari eksportir lain. b. Analisis Risiko Berdasarkan kondisi umum eksternal dan internal perusahaan dapat diidentifikasi risikorisiko yang diperkirakan akan mempengaruhi manajemen dan bisnis industri mebel kayu (wooden furniture) secara kualitatif sebagai berikut : 1) Risiko Perekonomian dan Sosial Politik Ketidakstabilan politik dan ekonomi dapat menimbulkan kerawanan sosial, sehingga apabila terjadi ketidakstabilan di kawasan lokasi pabrik yang bersangkutan dapat mengganggu proses produksi. Selain itu, dapat pula mengganggu jalur distribusi perusahaan bila kerawanan sosial terjadi di daerah pemasaran perusahaan. 2) Risiko Pengadaan Bahan Baku Kontinuitas pasokan bahan baku sangat mempengaruhi kesinambungan aktivitas produksi, di sisi lain pasokan bahan baku itu sendiri sangat tergantung pada kondisi alam, kebijakan pemerintah dan hubungan dengan para pemasok. Untuk menghindari risiko ini, perusahaan mengantisipasi dengan alternatif pengusahaan hutan tanaman industri di dalam negeri atau melalui konsesi di luar negeri seperti Brasil. 3) Fluktuasi Harga Bahan Baku Biaya bahan baku rataan mencapai lebih dari 70% dari harga pokok penjualan, maka fluktuasi harga bahan baku akan sangat berpengaruh terhadap laba usaha yang diperoleh perusahaan. Saat ini harga jual produk sangat ditentukan oleh mekanisme pasar internasional. 4) Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya berorientasi ekspor, sehingga penerimaan penjualan ditentukan oleh mata uang asing, terutama dolar AS.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
66
5) Risiko Sumber Tenaga Listrik Gangguan listrik PLN akan menyebabkan terhambatnya proses produksi, penurunan hasil produksi perusahaan dan keterlambatan perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan. Hal-hal tersebut, dapat menurunkan pendapatan perusahaan. Dengan memiliki genset/diesel yang mampu menghidupkan seluruh mesin-mesin dan peralatan yang ada, walaupun terjadi gangguan listrik yang permanen dan perusahaan dapat mengantisipasi risiko tersebut. 6) Persaingan Usaha Selama ini produk-produk perusahaan relatif menghadapi persaingan yang ketat, karena banyak produsen di Indonesia yang mampu memenuhi kualifikasi produk seperti yang diminta pasar dimana perusahaan menjual hasil produksinya. Saat ini pasar terbesar yang digarap oleh perusahaan mayoritas adalah negara Amerika Serikat, sedangkan potensi pasar di Eropa dan sekitarnya masih sangat besar. Disamping itu, negara-negara maju dimana produk-produk PT. “X” dipasarkan memiliki kecenderungan gaya hidup yang berkembang sangat pesat, sehingga menciptakan kebutuhan akan produk mebel yang dapat memenuhi tuntutan gaya hidup tersebut. 7) Risiko Pemogokan Tenaga Kerja Usaha manufaktur wooden furniture ini merupakan industri padat karya, sehingga memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak, maka apabila terjadi pemogokan tenaga kerja dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas operasional PT. “X” dan dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Untuk meminimalkan risiko ini, perusahaan telah menetapkan seluruh kebijakan pemerintah, terutama yang menyangkut masalah tenaga kerja. 8) Risiko Penjualan Kegiatan produksi PT. “X” selama ini, dilakukan berdasarkan pesanan langsung yang diterima dari para pelanggan. Oleh karena itu, PT. “X” memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap perusahaan-perusahaan yang selama ini telah menjadi pelanggan, sehingga apabila sewaktu-waktu pelanggan menghentikan pesanan-pesanannya, maka hal ini akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha perusahaan. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perusahaan terus melakukan terobosan baru untuk mencari peluang pasar yang masih sangat besar seperti di Amerika dan negara-negara Eropa. 9) Risiko Kebijakan Negara Tujuan Ekspor Perubahan kebijakan negara tujuan ekspor perusahaan, seperti kebijakan fiskal dan kebijakan ”International Labelling Scheme” dapat mempengaruhi perolehan pendapatan Perusahaan. Namun hal ini, telah dapat diantisipasi perusahaan melalui salah satu anak perusahaannya yang sudah dapat memproduksi produk mebel berlabel Forest Stewarship Council (FSC). 10) Risiko Bencana Kebakaran Terjadinya bencana kebakaran merupakan risiko besar bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang wooden furniture, mengingat bahan-bahan produksi bersifat mudah terbakar. Kejadian bencana kebakaran akan berpengaruh besar terhadap tingkat produksi perusahaan. 11) Risiko Nilai Tukar Valas PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya berorientasi ekspor, dengan demikian penerimaan penjualan ditentukan dalam mata uang asing, utamanya Dolar AS. Penguatan nilai rupiah yang terjadi akhir-akhir ini dapat mengurangi pendapatan perusahaan dalam penjabaran secara rupiah, sehingga dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. 12) Regulasi Pemerintah/Politis Perubahan peraturan pemerintah terhadap penjualan produk mebel dan eksploitasi bahan baku kayu yang tidak mendukung kegiatan usaha dapat menjadi ancaman bagi PT. “X”. Regulasi yang seringkali berubah seiring dengan perubahan kekuasaan membuat para pengusaha tidak dapat membuat perencanaan jangka panjang, karena terkendala dengan regulasi yang sering kali berubah-ubah. 13) Risiko Tidak Tercapainya Proyeksi Jika proyeksi yang disusun tidak tercapai dapat mengakibatkan jadwal pembayaran hutang dan pembiayaan menjadi terganggu, serta dapat mengakibatkan terjadinya default.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
67
c. Aspek Keuangan 1) Rencana Perusahaan Dalam rangka pengembangan usaha melalui pengalihan orientasi produksi dari Outdoor furniture menjadi indoor furniture. Maka pada tahun 2005 perusahaan akan dilakukan penambahan beberapa mesin dan peralatan, terutama pada bagian finishing dan sarana pendukung lainnya. Dengan rencana pengembangan usaha ini, perusahaan secara bertahap juga akan meningkatkan jumlah tenaga kerjanya, khususnya tenaga kerja langsung. Total penambahan investasi yang dibutuhkan perusahaan untuk memproduksi yang diperkirakan Rp. 9.868.105.870 (Tabel 3). Tabel 3. Rencana investasi perusahaan Uraian Investasi Pembangunan lantai bertingkat untuk stock barang (72x6)m Pembangunan Gudang Utama (56x36) m Pembelian Mesin-mesin Total
Jumlah investasi (Rp)
Pembiayaan (Rp)
%
Modal Sendiri
%
284.545.000
184.954.250
65
99.590.750
35
2.507.147.070
1.629.644.296
65
877.500.775
35
7.076.415.800 9.868.105.870
4.599.670.270 6.414.268.816
65 65
2.476.745.530 3.453.837.055
35 35
2) Analisa Neraca dan Laba/Rugi a) Hasil Laporan Keuangan i. PT. ”X” didirikan pada tanggal 8 Nopember 1990, laporan keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan Audited per 31-12-2003, 31-12-2004 dan laporan keuangan home statement per 30-06-2005. Hasil opini dari laporan audited PT. ”X” untuk periode tahun 2003 dan 2004 adalah disajikan secara Wajar dalam semua hal yang material. ii. PT. X mulai produksi komersial sejak 1992 dan pada tahun 2002 diakuisisi oleh PT. AB. b) Pemaparan Laporan Keuangan Data keuangan PT. ”X” berdasarkan laporan keuangan audited periode per 31-122003; 31-12-2004 dan H/S 30-06-2005 yang menginformasikan hal-hal berikut (Tabel 4) : Tabel 4. Laba/(Rugi) dan Neraca (Rp. juta) Des Des Juni 2003 2004 2005 LABA / RUGI Pendapatan 4.160 6.723 7.836 Pertumbuhan 61.6 133.11 (%) Laba 411 496 1.076 Sales Margin % -2..87 6.12 6.34 Sumber : Laporan Keuangan perusahaan, 2005. Uraian
Des 2004
Juni 2005
Aktiva Lancar Aktiva Tetap
Des 2003 NERACA 35.198 10.943
46.920 10.410
44.942 10.133
Hutang lancar
25.106
39.651
36.900
Total Harta
46.141
57.329
55.075
Uraian
Hasil pendapatan (penjualan) dari usaha meningkat pada tahun 2004 sebesar 61.6% dan semester I 2005 meningkat 133.11% dari tahun 2004. Hal ini dikarenakan perusahaan banyak melakukan diversifikasi usaha dan terus melakukan konsolidasi dan sudah mulai meningkatnya permintaan pasar, karena kualitas yang dihasilkan sudah cukup teruji. Kondisi laba atau rugi (L/R) pada tahun 2003 perusahaan rugi -25,87%, sedangkan pada tahun 2004 laba meningkat 6,12% dan pada semester I 2005 sebesar 6,34% dinilai masih wajar, mengingat perusahaan masih terus berupaya untuk berkembang dan berupaya meningkatkan kinerja perusahaan. Jumlah aktiva lancar menunjukkan tren yang meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas usaha, aktiva lancar didominasi oleh persediaan (per 30-6-2005; Rp. 43.454 juta), yaitu persediaan bahan baku, bahan setengah jadi dan persediaan barang siap jual. Hal ini disebabkan kebijakan perusahaan untuk persediaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, maka strategi perputaran persediaan lebih lama, terutama bahan baku kayu.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
68
Jumlah aktiva tetap tidak terdapat peningkatan, penurunan nilai aktiva tetap, karena penyusutan. Hutang lancar memiliki kecenderungan yang meningkat pada tahun 2004, disebabkan meningkatnya hutang usaha dan adanya kewajiban yang masih harus dibayar, serta hutang bank jangka pendek (KMK di Bank XYZ). 3) Analisa Rekonsiliasi Modal dan Harta Tetap a) Struktur modal PT. ”X” mulai tahun 2004 terdapat penambahan, karena EAT meningkat, namun laba ditahan sampai semester I 2005 masih negatif (Rp. -2.823,47 juta). Sebelum tahun 2005, pencatatan penjualan PT. ”X” masih diakui sebagai penjualan PT. AB termasuk HPP-nya, sedangkan biaya-biaya lain diakui oleh PT. X, sehingga mengurangi laba perusahaan. Hal ini terjadi sebelum dilakukan penataan perusahaan, dimana PT.AB dan PT. ”X” masih digabung dan memproduksi outdoor furniture (sampai akhir 2004). b) Sejak tahun 2003 sampai semester I 2005 tidak ada penambahan investasi harta tetap, bahkan menurun karena adanya penyusutan. Tabel 5. Rekonsiliasi Modal dan Harta Tetap (Rp. Juta) Des Des 2004 2003 REKONSILIASI MODAL Modal Awal 0 17.267 Uraian
Pertambahan - Laba Bersih - Setoran Modal
-1.076 20.200
Juni 2005 17.678
441 0
496 0
Des Des Juni 2003 2004 2005 REKONSILIASI HARTA TETAP Saldo Akhir Ht. 10.791 10.257 9.981 Tetap Pertambahan - Penyusutan 546 547 276 Uraian
Pengurangan - Revaluasi akv. Tetap Pengurangan Deviden/Koreksi
301 Saldo awal Ht. Tetap Pengadaan Ht Tetap
2.159
11.338
10.791
10.257
14
0
Modal Akhir 17.267 17.678 18.174 Sumber : Laporan Keuangan perusahaan, 2005.
4) Analisa Ratio Keuangan dan Pengadaan Kas a) PT. ”X” per 30 Juni 2005 memiliki CR = 1,22 kali dan DER = 2,04 kali, dengan demikian telah memenuhi financial covenant yang ditentukan Bank, dimana CR minimal 1,2 kali dan DER maksimal 2,5 kali untuk sub sektor industri pengolahan kayu dan kerajinan (Tabel 6). Tabel 6. Ratio Keuangan Uraian
Desember 2003
Ratio Keuangan CR 1,40 kali DER 1,45 kali Pernyataan Pengadaan Kas (Rp.juta) Sumber Kas - Dana Operasi Bruto (530) - Sumber Operasionil 12.306 - Sumber Non Operasionil 37.070 Sub. Total Sumber Kas 48.846 Penggunaan Kas - Keperluan Operasional 35.135 - Keperluan Non Operasional 13.648 Sub.Total Penggunaan Kas 48.783 Kenaikan/penurunan Kas 63 Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan, 2005.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
Desember 2004
Juni 2005
1,18 kali 2,24 kali
1,22 kali 2,03 kali
959 14.667 0 15.626
773 (3.328) 577 (1.978)
11.447 3.905 15.352 274
1.770 0 1.770 -208
69
b) Manajemen pembelanjaan perusahaan berdasarkan laporan keuangan 2003 dan 2004 terlihat perusahaan mengalami surplus kas, namun pada periode Semester I 2005 perusahaan mengalami defisit kas karena adanya pembelian bahan baku dan bahan pembantu yang cukup besar (keperluan operasional), perusahaan dapat membayar seluruh keperluan rutin perusahaan. c) Umur piutang relatif semakin cepat dari tahun ke tahun, pada tahun 2003 = 24 hari menjadi 55 hari pada Des 2004 dan pada Juni 2005 = 24 hari, hal ini menunjukkan manajemen piutang menjadi semakin baik (Tabel 7). d) Umur persediaan pada tahun 2003 sangat tinggi, karena pencatatan penjualan masih digabung dengan PT. AB, sehingga jumlah penjualan dan HPP tidak riil, pada tahun 2004 umur persediaan 3.458 hari dan 1.302 hari pada Juni 2005, kebijakan perusahaan untuk umur persediaan, terutama bahan baku kayu dibuat lebih dari 6 bulan karena untuk menjamin ketersediaan bahan baku, namun penumpukan persediaan akan menganggu perputaran modal kerja secara keseluruhan yang nantinya menimbulkan dana menganggur dan tidak produktif. Nilai persediaan yang sangat tinggi juga dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang tidak sebanding dengan tingkat produksinya. e) Umur hutang di tahun 2003 adalah 528 hari, pada tahun 2004 = 529 hari dan pada Juni 2005 cenderung semakin cepat (204 hari). Hal ini menunjukkan pembayaran kepada pemasok semakin lancar dan sesuai dengan kesepakatan dengan pemasok. Tabel 7. Komponen aktivitas (Rp. Juta) Deskripsi Komponen Aktivitas a. Piutang Usaha b. Persediaan c. Hutang Usaha Aktivitas (Hari) a. Perputaran piutang b. Perputaran Persediaan (Inventory/hpp) c. Perputaran Hutang
Des 2003 (Audited)
Des 2004 (Audited)
Jun 2005 H/S
278 34.743 6.099
1.030 45.333 9.881
1.048 43.454 8.867
24
55
24
31.190 528
3.458 529
1.302 204
5) Analisa Proyeksi Keuangan Asumsi-asumsi proyeksi keuangan yang digunakan adalah : a) Produksi Komposisi produksi untuk indoor furniture selama masa proyeksi adalah 56,68% jenis bedroom set, 22,84% jenis cabinet set dan 20,49% jenis produk mebel lainnya. Tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat produksi finishing perusahaan tahun 2004 sebesar 2.122 m³(60,63%) dari kapasitas normal 3.500 m³ (Tabel 8). Adanya penambahan mesin dan rencana perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diasumsikan kapasitas produksi meningkat menjadi ± 6.500 m3. Proyeksi kapasitas produksi terpakai pada tahun pertama baru mencapai 50%, yang kemudian diasumsikan meningkat bertahap sebesar 5% tiap tahunnya. Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan diperhitungkan dalam 3 satuan m , sedangkan untuk indoor furniture akan dikonversi kedalam satuan unit. Komposisi produksi untuk indoor furniture yang direncanakan selama masa proyeksi adalah (a) Bedroom set (56,6%), (b) Cabinet set (22,9%) dan (c) Jenis lainnya (20,5%) Tabel 8. Proyeksi kapasitas produksi terpakai tahun 2005-2010 Tahun Sem II-2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kapasitas terpasang 3 (m /tahun) 3.250 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500
Utilisasi Terpakai % 3 (m ) 50 1.625 55 3.575 60 3.900 65 4.225 70 4.550 75 4.875
Komposisi Produksi Outdoor
Indoor
163 358 -
1.463 3.218 3.900 4.225 4.550 4.875
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
70
b) Penjualan Volume penjualan didasarkan pada rencana produksi, penjualan outdoor hanya diperhitungkan dalam satuan m³, sedangkan proyeksi penjualan produk indoor furniture dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan lainnya. Rencana volume penjualan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Proyeksi Penjualan Proyeksi Penjualan Tahun 2005-2010 Uraian 2005 2006 2007 2008 Outdoor Furniture (m³) 1,351 1,615 1,078 893 Indoor Furniture - Bedroom Set (m³) 207 996 1,853 2,539 - Cabinet Set (m³) 84 402 747 1,023 - Lainnya (m³) 75 360 670 918 Total Penjualan (m³) 1,716 3,373 4,347 5,373 Harga jual produk : - Outdoor furniture - Indoor furniture terdiri dari : Bedroom Set Cabinet Set Lainnya
2009
2010
3,004 1,211 1,086 5,301
3,310 1,334 1,197 5,840
3
USD
1,214.64 / m
USD USD USD
475 / unit 237.5 / unit 190 / unit
Penentuan harga jual disesuaikan dengan harga jual rataan yang diterapkan sesuai harga per Desember 2004 dan diproyeksikan akan mengalami kenaikan 5% setiap tahunnya. Penjualan dilakukan hanya untuk pasar ekspor. Harga jual diasumsikan mengalami kenaikan 5% per tahun dengan tingkat kenaikan nilai tukar terhadap rupiah 1% (kurs US$ 1 dalam tahun I = Rp. 9.750). Syarat penjualan secara tunai 10% dan 90% kredit dengan jangka waktu 30 hari. Dengan dasar perhitungan tersebut di atas, dapat diketahui proyeksi total penjualan setiap tahunnya. Proyeksi total penjualan dapat dilihat pada Tabel 10. Produk outdoor furniture diproyeksikan tidak dapat terjual seluruhnya sesuai dengan periode produksi yang hanya akan dilakukan pada tahun 2005 dan 2006, sehingga harga jual tidak mengalami peningkatan. Hal ini didasarkan pada perkiraan menurunnya nilai barang sebagai pengaruh perubahan kecenderungan atau tren, kondisi produk dan rencana perusahaan untuk melakukan pelunasan KMK lama diperoleh untuk operasional outdoor furniture. Tabel 10. Proyeksi total penjualan Uraian Penjualan (m3) - Outdoor furniture - Indoor furniture Bedroom set Cabinet Set Lainnya Total Nilai penjualan (Rp. ribu) - Outdoor furniture - Indoor furniture Bedroom set Cabinet Set Lainnya Total
Th. 1 Sem II 2005
Th. 2 2006
Th. 3 2007
Th. 4 2008
1,351
1,615
1,078
893
207 84 75 1,716
996 402 360 3,373
1,853 747 670 4,347
2,539 1,023 918 5,373
15,995,101
18,517,950
12,844,875
11,895,981
2,340,885 1,170,551 936,457 20,442,993
10,337,166 5,169,060 4,135,321 38,159,497
20,692,499 10,347,204 8,277,910 52,162,487
30,840,675 15,421,761 12,337,627 70,496,044
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
Th. 5 2009
Th. 6 2010
3,004 1,211 1,086 5,301
3,310 1,334 1,197 5,840
39,523,284 19,763,466 15,811,053 75,097,803
46,845,612 23,424,967 18,740,306 89,010,885
71
c) Pembelian Bahan Baku Perhitungan biaya pembelian bahan baku didasarkan pada jumlah bahan yang digunakan dengan memperhitungkan persediaan selama 480 hari. Bahan baku utama yang diperlukan kayu Nyatoh dan bahan pembantu yang dibutuhkan adalah hardware, 3 canvas, carton box, cat dan MDF. Biaya bahan baku kayu ± USD. 288,89 per m . Harga bahan baku diperkirakan meningkat ± 5% pertahun. Rendemen dari bahan baku kayu yang digunakan adalah ± 60%. Penggunaan bahan baku pembantu dapat mencapai 50% dari total biaya bahan baku untuk outdoor furniture dan 60% untuk indoor furniture. Pembelian dilakukan secara tunai ± 15% dan 85% kredit dengan jangka waktu ± 10 hari. d) Upah Langsung Perhitungan upah langsung didasarkan pada jumlah tenaga kerja langsung dan gaji/bulan/orang. Jumlah tenaga kerja langsung pada kondisi kapasitas penuh berjumlah 350 orang, setelah pengembangan diperkirakan akan berjumlah 485 orang. Biaya tenaga kerja langsung diperkirakan ± 8% dari nilai penjualan. e) Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik diperkirakan ± 10% dari total penjualan, terdiri dari biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pengeringan kayu, biaya angkut kayu, biaya perawatan, biaya perlengkapan produksi, biaya listrik dan penerangan, asuransi pabrik, biaya kebersihan, transportasi, biaya pabrikan lainnya. f)
Biaya bahan pembantu, biaya overhead, biaya tenaga kerja dan beban usaha diperkirakan meningkat ± 10% per tahun, kecuali untuk beban usaha tahun 2005 diasumsikan meningkat 20%, karena adanya perubahan orientasi produksi. Tahun 2005 terdapat penambahan tenaga kerja produksi sebesar 40%.
g) Biaya Operasional Kantor Biaya operasional kantor yang meliputi biaya administrasi umum dan pemasaran terdiri dari : i. Biaya Pemasaran, diasumsikan ± 3% dari total penjualan, biaya pemasaran dialokasi untuk (a) Gaji dan tunjangan Bag. Pemasaran, (b) Komunikasi, (c) Ekspor, (d) Pengangkutan dan (e) Promosi. ii. Biaya Administrasi dan Umum, diasumsikan ± 3% dari total penjualan, biaya administrasi dan umum dialokasi untuk (a) Gaji dan tunjangan Bag, Adm dan umum, staff pabrik dan direksi, (b) Biaya administrasi kantor, (c) Biaya bank (administrasi dan selain biaya margin/bagi hasil) dan (d) Jasa profesional. Secara keseluruhan biaya-biaya (selain gaji) diasumsikan naik 2% per tahun. h) Biaya Non Operasional i. Pajak Perseroan Besarnya pajak perseroan (Badan) diperhitungkan sebesar 30% dari keuntungan sebelum pajak / EBT ii. Depresiasi dan Amortisasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penyusutan dan amortisasi No. 1 2 3 4 5 i)
Jenis aktiva Tanah Bangunan dan Prasarana Mesin dan Perlengkapan Inventaris Kantor Kendaraan Operasional
Rate per tahun (%) 0 5 12,5 25 25
Pajak Penghasilan Perusahaan Pajak penghasilan PT. X dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yakni : - Penghasilan Rp. 0 s/d Rp. 50.000.000 (10%) - Penghasilan Rp. 50.000.000 s/d Rp.100.000.000 (15%) - Penghasilan > Rp.100.000.000 (30%)
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
72
6) Evaluasi Proyeksi Keuangan Berdasarkan asumsi – asumsi yang digunakan diperoleh hal-hal berikut : a) Proyeksi Laba (Rugi)/Neraca Dengan asumsi peningkatan penjualan rataan + 13,00% per tahunnya. maka diproyeksikan persero dapat mencapai laba dan meningkatkan modal perusahaan (Tabel 12). Aktiva lancar cenderung meningkat sesuai aktivitas usaha, sedangkan aktiva tetap menurun karena penyusutan tiap tahun. Untuk hutang lancar (berupa hutang usaha dan pembiayaan modal kerja) diproyeksikan berfluktuasi sesuai aktivitas usaha dan hutang jangka panjang diproyeksikan berkurang, karena Pembiayaan Musyarakah (investasi) dapat diselesaikan pada tahun 2009. Tabel 12. Proyeksi Laba (Rugi) / Neraca Perusahaan Uraian Laba / (Rugi) Revenue (Rp.juta) Pertumbuhan % Laba (Rp.juta) Sales Margin % Neraca (Rp.Juta) Aktiva Lancar Aktiva Tetap Hutang Lancar Hutang J.P. Total Modal Total Aktiva
31-12-05 6 bulan 21.640 176,16 1.252 5,78 31-12-05 46.431 19.029 36.166 6.400 22.894 65.460
31-12-06
31-12-07
31-12-08
31-12-09
31-12-10
45.783 5,78 1.271 2,78 31-12-06
53.354 16,54 2.053 3,85 31-12-07
61.297 14,89 2.867 4,68 31-12-08
70.006 14,21 3.808 5,44 31-12-09
79.544 13,63 5.096 6,41 31-12-10
50.908 17.098 38.388 5.452 24.166 68.006
58.605 15.188 43.545 4.030 26.219 73.730
66.786 13.301 48.393 2.607 29.086 80.087
75.759 11.414 53.094 1.185 32.894 87.173
85.592 9.526 57.129 0 37.990 95.118
b) Proyeksi Ratio Keuangan Rasio Likuiditas (CR) dan Leverage (DER) perusahaan dapat terpenuhi sebagaimana persyaratan Bank, minimal CR = 1,2 kali dan maksimal DER = 2,5 kali, hal ini dapat dipenuhi perusahaan, dengan syarat tahun 2005 kebutuhan modal kerja/ pembelian bahan baku dan bahan pembantu dapat dipenuhi dari penggunaan kasnya ditambah dengan pembiayaan bank (Tabel 13). Ratio arus kas (EBITDA/debt dan EBITDA/int(marjin)) menunjukkan kecenderungan semakin baik, pada tahun ke-5 atau tahun 2008, EBITDA perusahaan sudah lebih besar dari jumlah hutang hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 operasional perusahaan sudah cukup baik (surplus) dan perusahaan telah dapat membukukan keuntungan, kemampuan membayar marjin dari hasil operasinya (EBITDA/marjin) dapat tercapai sejak tahun 2005. Tabel 13. Proyeksi Ratio Keuangan Proyeksi Ratio Current X Ratio DER X EBITDA/ % DEBT EBITDA/ % INT EAT/Sales %
2005 1,28
2006 1,33
2007 1,35
2008 1,38
2009 1,43
2010 1,50
1,86 24,14
1,81 36,85
1,81 47,86
1,75 64,36
1,65 88,29
1,50 116,66
734,00
614,75
696,58
775,06
788,14
1.670,34
8,26
8,63
9,33
9,51
9,19
9,75
Ratio Profitabilitas (EAT/sales) sejak awal proyeksi (semester II 2005) sudah positif, namun laba ditahan masih negatif sampai periode 2006. EAT menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan sejak tahun 2005, diharapkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba semakin lama semakin baik sejalan dengan berkembangnya perusahaan. 7) Analisa Kelayakan Keuangan Setelah diperoleh pendapatan bersih kemudian dilakukan pendiskontoan terhadap pendapatan bersih tersebut sebagai pendekatan adanya nilai uang terhadap waktu. Tingkat
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
73
diskonto yang digunakan adalah 16% yang merupakan rataan suku bunga deposito bank umum pada saat kajian. Hasil perhitungan PBP, NPV, B/C ratio, dan IRR dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis keuangan PT. “X” Uraian Nilai
PBP (tahun) 3,1
NPV (Rp juta)
BEP (Rp.juta)
B/C ratio
IRR (%)
11.095
23.622
3,90
45,25
Berdasarkan Tabel 14 tersebut, PT. “X” dalam berproduksi mempunyai nilai PBP 3,1 tahun, artinya perusahaan tersebut mampu mengembalikan investasinya dari modal awal selama tiga tahun satu bulan. Nilai BEP yang diperoleh dalam rupiah, karena produk yang dihasilkan oleh PT.”X” adalah produk yang mempunyai satuan unit dan nilainya tidak sama, sehingga mempermudah, maka satuan yang digunakan adalah rupiah. Nilai BEP yang diperoleh adalah Rp. 23.622 juta, artinya jika usaha indoor furniture ini dapat menghasilkan penjualan rataan sebesar Rp. 23.622 juta, maka usaha ini mencapai titik impas. Nilai NPV yang dihasilkan adalah Rp. 11,095 juta, artinya perusahaan selama menjalankan usahanya mendapatkan keuntungan Rp. 11,095 juta setelah dikurangi modal awal. Hasil perhitungan B/C ratio diperoleh nilai 3,90 artinya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan 1 satuan akan menghasilkan tingkat pendapatan 3,90 satuan. Untuk penilaian IRR, menghasilkan nilai 45,25%, nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga deposito bank umum pada saat kajian (16%), sehingga usaha indoor furniture ini layak untuk dilaksanakan. 8) Analisis Kepekaan (Analisis Sensitivitas) Pada analisis kelayakan dari usaha PT.”X” dilakukan analisis sensitivitas (Tabel 15). Kepekaan yang diuji adalah terhadap kemungkinan kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi kurs. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa ternyata perusahaan memang sangat sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku yang juga akan diikuti dengan kenaikan harga jual produk. Sedangkan terhadap fluktuasi kurs tidak terlalu berpengaruh, karena perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku dan penjualan produk menggunakan kurs dollar. Tabel 15. Analisis Sensitivitas Uraian Kenaikan Kurs 5 % Kenaikan Bahan baku 10%
PBP 2 th 10 bln Melebihi masa proyek
NPV Rp.11.037 jt (-)
B/C Ratio 4,23 1,09
IRR 55,25% (-)
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Berdasarkan analisis deskriptif, risiko-risiko yang diperkirakan akan mempengaruhi manajemen dan bisnis industri mebel kayu adalah Risiko pengadaan bahan baku, Fluktuasi harga bahan baku, Risiko kebijakan negara tujuan ekspor, Risiko nilai tukar valas dan Regulasi pemerintah b. Berdasarkan analisa kelayakan yang dilakukan maka pemberian pembiayaan masih layak untuk diberikan dengan pertimbangan : (1) Aspek Pemasaran : Perusahaan telah memiliki pasar yang tetap dan jaringan distribusi yang kuat; (2) Aspek Teknik dan Produksi : Perusahaan menguasai proses produksi dari produk yang dihasilkan dan selalu menciptakan produk yang inovatif; (3) Aspek Manajemen : Perusahaan memiliki tenaga kerja yang handal dan berpengalaman dalam bidangnya; (4) Aspek Keuangan : didasarkan pada perhitungan modal investasi yang diperlukan adalah Rp. 9.868.105,- dengan kelayakan keuangan PBP (3,1 tahun), BEP (Rp. 23.622.376,-), NPV (Rp. 11.095.000.000,-), B/C ratio (3,90) dan IRR (45,25%), sehingga memiliki kemampuan dalam pembayaran kewajibannya. Sedangkan dari analisa sensitivitas diketahui bahwa perusahaan sangat sensitif terhadap perubahan harga bahan baku yang diikuti dengan kenaikan harga jual produk sampai 10% dan terhadap perubahan kurs tidak terlalu berpengaruh, karena penjualan ekspor.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
74
2. Saran a. Perusahan perlu menjaga keberadaan bahan baku sehubungan dengan adanya issue yang menyangkut illegal logging. b. Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan kenaikan harga bahan baku. c. Perlu memperluas jaringan pemasaran untuk keberlangsungan usaha.
DAFTAR PUSTAKA Anima, K. 2003. Studi Kelayakan Pembiayaan PT. Kaka Rubber. Jakarta BPS. 2003. Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. Deperindag. 2002. Perkembangan Kapasitas Produksi Industri Mebel selama Tahun 1999-2003. Jakarta. Gray, C. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek (Terjemahan). Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gittinger, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian (Terjemahan). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Laporan Keuangan Perusahaan. 2005. Laboran Tahunan PT.’X’ Tahun 2004. Bekasi, Jawa Barat. Sutojo. 1993. Studi Kelayakan Proyek. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Umar, H. 1997. Studi Kelayakan Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009