Kemampuan Literasi Informasi Jurnalis LAIQA Magazine Essenza Quranique Bachreisy, Taufik Asmiyanto Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
[email protected] Abstrak Skripsi ini membahas tentang literasi informasi jurnalis majalah, yaitu jurnalis LAIQA Magazine. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine dalam produksi berita. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus dan dengan desain deskriptif. Adapun pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan literasi informasi yang dilakukan jurnalis LAIQA Magazine sesuai dengan komponen-komponen yang ada dalam konsep model literasi informasi the Seven Pillars, karena sifatnya yang fleksibel sehingga dapat berlangsung secara simultan atau tidak linear. Penelitian ini menyarankan kepara jurnalis LAIQA Magazine untuk memanfaatkan fasilitas perpustakaan baik tercetak maupun digital serta memanfaatkan bantuan pustakawan, meminimalkan penggunaan Wikipedia, lalu memanfaatkan penggunaan cloud storage dan perangkat penyimpanan khusus untuk data yang diperoleh.
Abstract Information Literacy Skill of LAIQA Magazine Journalists This thesis will explore the information literacy of magazine journalist, particularly the journalists of LAIQA Magazine. The purpose of this study is to identify the information literacy of LAIQA Magazine journalists in news production. This qualitative study using case study method and descriptive design. Furthermore, the technique used informant selection is the purposive sampling technique. Based on the results, the study shows that the information literacy done by LAIQA Magazine journalists have component that are consistent to the one of the information literacy model known as The Seven Pillars due to its flexibility. The results of the study suggests that the LAIQA’s journalists should use both printed and digital library facilities, in addition to that, this method also uses the help of librarian. And also minimise the use of unreliable sources such as Wikipedia. Furthermore, LAIQA Magazine’s journalists should also make use of a special data-saving tools such as cloud storage to save the collected data.
1. Pendahuluan Fenomena kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi tentu saja berpotensi melahirkan banyak informasi yang tidak akurat dan diragukan kredibilitasnya karena berbagai lapisan masyarakat dapat dengan mudah menciptakan informasi lalu menyebarluaskannya dengan dukungan berbagai teknologi canggih yang umumnya didukung oleh jaringan internet. Informasi yang tersebar dapat menimbulkan peningkatan jumlah informasi, namun diragukan kualitasnya. Informasi tersebut menjadi tidak tepat sasaran karena siapapun dapat mengaksesnya. Oleh karena itu, masyarakat perlu memiliki kemampuan khusus untuk mengkritisinya yaitu dengan literasi informasi. Eisenberg (2004) berpendapat, literasi informasi yaitu seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan kita, serta untuk menyaring informasi yang tidak kita perlukan. UNESCO dalam US National Comission for Libraries and Information Science atau NCLIS (2003), turut mengungkapkan pendapat mengenai definisi literasi informasi yaitu bagaimana seseorang dapat menyadari pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasinya, dan kemampuan untuk 1
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi, dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi; juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan hal ini merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. Literasi informasi dibutuhkan di segala aspek kehidupan manusia, terutama pada dunia kerja, salah satunya adalah profesi jurnalis. Ahuja (1988: 2) berpendapat bahwa besar peranan jurnalis dalam menyebarkan literasi informasi kepada masyarakat luas melalui komunikasi massa. Maka, dalam penelitian ini, akan secara mendalam membahas literasi informasi jurnalis. Adapun jurnalis majalah yang akan menjadi subjek penelitian ini adalah jurnalis dari majalah LAIQA Magazine. Majalah tersebut merupakan majalah muslimah yang memegang pasar wanita urban usia 20 hingga 30 tahun. Berdasarkan latar belakang mengenai masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penerapan literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine dalam memproduksi berita? 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yg mempengaruhi penerapan literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine? 2. Tinjauan Literatur Literasi informasi menurut Eisenberg (2004) adalah seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan kita, serta untuk menyaring informasi yang tidak kita perlukan. Sankarto (2008: 10), menjelaskan bahwa identifikasi kebutuhan informasi adalah sebuah proses untuk mendapatkan informasi yang sesuai kebutuhan dan diinginkan pengguna. Hal tersebut dapat mengatasi kesenjangan informasi. Tichenor et.al. dalam Ratnasari (2004) mengemukakan empat penjelasan mengapa kesenjangan di antara individu terjadi, salah satunya adalah terdapat perbedaan jumlah informasi yang dimiliki, atau karena latar belakang informasi yang telah dimiliki. Artinya, berdasarkan pengetahuan dasar yang telah dimiliki seseorang, maka ia paham apa yang tidak ia ketahui, sehingga perlu adanya informasi guna menjaring informasi lainnya untuk memperoleh pengetahuan yang utuh. Selanjutnya, Eisenberg (2004) juga menekankan bahwa literasi informasi merupakan seperangkat alat yang diperlukan untuk membantu kita dalam menentukan kebutuhan informasi saat ini dan kebutuhan informasi masa mendatang, dan literasi informasi adalah pembelajaran sepanjang hayat atau life long learning yang akan digunakan dalam segala aspek kehidupan. Sementara itu, kedua konsep ini yaitu literasi informasi dan life long learning dilihat sebagai bentuk kemandirian oleh Lau (2006: 12) yang menjelaskan bahwa kedua konsep ini sebagian besar membutuhkan motivasi dan arahan dari diri sendiri. Artinya, seseorang tidak membutuhkan mediasi dari pihak lain selain dirinya, organisasi, atau 2
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
sistem yang lebih dari individu itu sendiri, meskipun saran dan bantuan dari seorang teman yang dihormati seperti mentor atau pelatih dapat membantu. Sementara itu, cara berliterasi informasi yang diajarkan oleh Aberystwyth menekankan pada pemikiran independen, inovasi, dan kemampuan untuk membimbing orang lain, hal tersebut diungkapakan oleh Maslow (1987) dalam Foster (2006: 493). Ahuja (1988: 2), berpendapat bahwa literasi informasi adalah sebuah keharusan apabila suatu negeri bercita-cita memiliki bangsa yang berkualitas, khususnya bagi negara berkembang karena sesungguhnya kebutuhan dasar mereka untuk memiliki generasi yang terdidik dalam bidang apapun adalah dengan memiliki kemampuan literasi informasi yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Ahuja (1988) juga menyebutkan bahwa begitu besar peranan jurnalis dalam menyebarkan literasi informasi kepada masyarakat luas melalui komunikasi massa. Texas A&M University menyatakan bahwa terdapat dua jenis sumber informasi yaitu sumber primer dan sekunder, seperti sebagai berikut: 1. Sumber primer Dokumen yang ditulis pada saat atau segera setelah peristiwa sejarah terjadi. Seringkali, sumber primer adalah pelapor pertama dan memberkan pandangan terhadap apa yang terjadi. Contohnya adalah dokumen pemerintah, data penelitian, sejarah lisan, pidato, catatan harian, sketsa, koresponden, foto, surat kabar, peta, surat, rekaman, artefak, karya kreatif, laporan ilmiah dan autobiografi, manuskrip. 2. Sumber sekunder Interpretasi, analisis, penjelasan, ulasan, atau deskripsi dari sumber primer. Seringkali, sumber sekunder ditulis atau direkam beberapa tahun setelah peristiwa sejarah. Dalam beberapa hal, sumber sekunder digunakan untuk memberikan argumen tentang maksud suatu hal atau mendukung opini khusus. Contohnya adalah ensiklopedia, jurnal atau artikel majalah, interpretasi dokumen, analisis data penelitian, biografi, review atau kritikan terhadap karya kreatif, buku, penjelasan tentang karya fotografi, sejarah. Saat ini, kecanggihan teknologi serta jaringan internet telah menjadi bagian utama dari proses literasi informasi. Terdapat beberapa strategi penelusuran menurut Diao Ai Lien (2010: 42) dalam menggunakan Search Engine pada internet: 1. Pencarian melalui kata kunci (keyword search), judul, pengarang, penerbit, dan/atau email, dsb. 2. Boolean operators (penggunaan AND, OR, NOT), 3. Penggunaan tanda (’’) 4. Pemotongan kata atau penggunaan akar kata
3
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Kemudian, adapun tujuan dari mempelajari literasi informasi dalam kehidupan menurut Diao Ai Lien (2006) dalam Eko Wiyanti (2007) adalah sebagai berikut: 1. mengenali kebutuhan informasi, 2. dapat menentukan cakupan informasi yang dibutuhan, 3. mengakses informasi yang dibutuhkan secara efisien, 4. mengevaluasi informasi beserta sumbernya, 5. mengintegrasikan informasi yang diseleksi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, 6. menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai suatu tujuan, 7. mengakses dan menggunakan informasi secara etis dan legal, 8. menyadari pentingnya literasi informasi untuk pembelajaran seumur hidup dan mandiri Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model the Seven Pillars sebagai acuan penyelesaian masalah informasi. Oleh karena itu, berdasarkan sebuah artikel dengan judul The SCONUL Seven Pillars Model of Information Literacy: 2011 Update yang ditulis oleh Bent (2011), model the Seven Pillars mengalami pembaharuan dan pengembangan untuk merefleksikan lebih jelas batas-batas perbedaan terminologi dan konsep literasi informasi. Model baru tersebut dirubah dan disesuaikan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan berbagai kelompok dan usia sehingga relevan dalam setiap konteks yang berbeda, model baru ini dirancang sebagai kerangka inti dengan serangkaian lensa yang dapat diterapkan tergantung pada situasi tertentu. Lensa ini bertujuan untuk mendefinisikan suatu kemampuan dan kompetensi (ability) serta sikap dan perilaku (understanding) yang ditujukan pada komunitas tertentu berdasarkan model inti dari the Seven Pillars. Pada dasarnya, core model ini mendeskripsikan serangkaian kompetensi serta pemahaman secara umum yang di dalamnya terdapat atribut-atribut yang bersifat fleksibel sehingga dapat dikembangkan dan diperluas agar mencakup berbagai aspek yang spesifik dan berhubungan pada komunitas tertentu. Dengan begitu, model ini merupakan sebuah kerangka kerja inti yang memungkinkan untuk diadaptasi oleh berbagai bidang profesional meskipun pada awalnya model ini memang dirancang sektor perguruan tinggi. Sebagaimana Dalton (2013), yang mengembangkan lensa untuk dunia kesehatan yang ia adaptasi dari generic core model pada the Seven Pillars. Lensa tersebut bertujuan untuk merefleksikan keunikan lanskap dan kebutuhan informasi dalam dunia kesehatan. Selain itu, diharapkan pula agar pustakawan ilmu kesehatan dapat menggunakan lensa tersebut sebagai kerangka kerja untuk menginformasikan desain dan struktur dari program literasi informasi untuk staf klinis. Bent (2013) mengungkapkan bahwa dalam setiap 'pilar' dari model the Seven Pillars, seorang individu dapat berkembang dari 'pemula' atau novice menjadi 'ahli' atau expert. Artinya, setiap individu dapat memiliki pencapaian yang berbeda-beda dalam setiap pilar, dan hal tersebut tergantung pada konteks, usia, tingkat pelajar, serta tergantung pada pengalaman dan kebutuhan informasi individu. Semakin 4
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
banyak atribut atau poin-poin yang dicapai dalam setiap pilarnya, maka individu tersebut semakin mencapai tingkat ahli. Sementara itu, alasan peneliti menggunakan model the Seven Pillars adalah berdasarkan konsep lensa yang merupakan wujud dari adanya persamaan level kompetensi atau kemampuan literasi informasi dalam sektor perguruan tinggi yakni dosen, mahasiswa, dan pustakawan dengan level kompetensi literasi informasi yang dimiliki seorang jurnalis majalah.Adapun ketujuh konsep literasi informasi dalam Seven Pillars adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi (Identify) Menyadari minimnya pengetahuan yang dimiliki, mengidentifikasi pencarian topik, merumuskan pertanyaan, dan mendefinisikannya menggunakan terminologi sederhana, mengartikulasikan pengetahuan terkini tentang topik tersebut. Kemudian menyadari kebutuhan informasi dan data untuk mencapai akhir yang spesifik dan menentukan batasbatas kebutuhan informasi, menggunakan informasi dasar untuk mendukung penelitian, bertanggungjawab secara pribadi dalam pencarian informasi. Serta, mengelola waktu secara efektif untuk menyelesaikan pencarian. 2. Ruang Lingkup (Scope) Menyadari apa yang tidak diketahui untuk mengidentifikasi kesenjangan informasi. Mengidentifikasi
jenis
informasi
yang
cocok
dengan
kebutuhan,
mengidentifikasi
ketersediaan alat pencarian informasi, seperti sumber spesifik baik general dan subjek khusus dengan adanya perbedaan level. Mengidentifikasi perbedaan format dari informasi yang tersedia. Mempraktekkan kemampuan menggunakan ketersediaan alat baru yang tersedia. 3. Perencanaan (Plan) Memperjelas lingkup pertanyaan pencarian dan dengan bahasa yang sesuai. Mendefinisikan strategi pencarian dengan kata kunci dan konsep yang sesuai, mendefinisikan dan menetapkan batasan.
Memilih
alat
pencarian
yang
paling
sesuai,
mengidentifikasikosakata
terkontroldantaksonomiuntuk membantupencarianjika dibutuhkan. Mengidentifikasi teknik pencarian yang sesuai untuk penggunaan seperti yang dibutuhkan. Mengidentifikasiperangkat pencarianspesialisyang sesuai untuk setiapkebutuhaninformasi individual. 4. Pengumpulan (Gather) Menggunakan berbagai alat temu balik dan sumber daya secara efektif. Membangun pencarian kompleks yang tepat untuk sumber daya digital dan cetak yang berbeda. Mengakses informasi full-text, menggunakan teknik pencarian yang tepat untuk mengumpulkan data baru. Tetap up to date dengan informasi baru, terlibat dengan komunitas mereka untuk berbagi
informasi,
mengidentifikasi
kapan
kebutuhan
informasi
belum
terpenuhi.
Memanfaatkan jaringan internet atau online, tercetak, untuk mendapatkan bantuan dari para ahli secara personal. 5
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
5. Evaluasi (Evaluate) Membedakan sumber daya informasi yang didapat, memilih materi yang cocok untuk topik yang dicari. Menilai kualitas, akurasi, relevansi, bias, reputasi dan kredibilitas sumber daya informasi yang ditemukan. Menilai kredibilitas data yang dikumpulkan. Membaca dengan kritis, mengidentifikasi konsep-konsep kunci serta argumen. Menghubungkan informasi yang ditemukan dengan strategi pencarian, menilai dan mengevaluasi hasil temuan secara pribadi, serta tahu kapan harus berhenti mencari 6. Mengelola (Manage) Bertanggungjawab untuk jujur pada segala aspek dalam menangani dan penyebaran informasi, butuh untuk mengadopsi metode yang tepat dalam menangani data yang ada, berperan dalam membantu orang lain untuk pencarian dan manajemen informasi. Kemudian, dibutuhkan pula menyimpan rekod secara sistematis, menyimpan dan menyebarkan informasi atau data dengan etis, relevansi kebebasan informasi untuk kegiatan penelitian, mengarsipkan data penelitian dengan etis, pentingnya metadata, berperan profesional dalam memberikan masukan pada segala aspek manajemen informasi. 7. Penyajian (Present) Menggunakan informasi & data yang ditemukan untuk menjawab pertanyaan. Merangkum dokumen dan melaporkan secara tertulis atau verbal. Memasukkan informasi baru ke dalam konteks pengetahuan yang ada, menganalisa dan menyajikan data dengan tepat, mensintesiskan dan menilai informasi baru dan kompleks dari berbagai sumber berbeda. Berkomunikasi secara efektif menggunakan gaya penulisan yang sesuai dalam berbagai format. Berkomunikasi secara lisan dan dengan efektif, memilih publikasi yang tepat & outlet penyebaran yang juga tepat dalam mempublikasikannya. Mengembangkan profil personal dalam mengambil bagian penciptaan informasi di suatu komunitas dengan jaringan pribadi & teknologi digital yang tepat. Proses tersebut bukanlah langkah baku yang harus ditaati secara berurutan, melainkan bersifat simultan atau dapat terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, ketujuh konsep model literasi informasi yaitu the Seven Pillars yang telah dikemukakan sebelumnya oleh peneliti akan digunakan sebagai acuan dasar penelitian ini untuk mengidentifikasi pola literasi informasi jurnalis majalah di tempat penelitian. Sementara itu, jurnalis diketahui sebagai ujung tombak jurnalistik. Sebagaimana didefinisikan oleh Juyoto (2001: 19), yaitu mereka yang bekerja pada surat kabar, majalah, kantor berita, lebih tegasnya lagi adalah yang berupa berita atau karangan, tukang berita, penulis karangan untuk surat kabar, majalah atau kantor berita. Sedangkan, jurnalistik adalah segala sesuatu yang ada hubungan dengan pekerjaan jurnalis. Dalam proses memperoleh informasi, Juyoto (2001) mengungkapkan bahwa 6
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
jurnalis atau wartawan dibekali formula cukup efisien yang dikenal dengan 5 W + 1 H (what, who, where, when, why, how) yang diketemukan oleh kantor berita Associated Press (AP) pada tahun 1930, maka berita dianggap secara elementer lengkap apabila suatu berita mengandung formula tersebut. Pada penelitian ini, berita yang diangkat oleh tempat penelitian adalah berita feature. Juyoto (2001: 55) menjelaskan bahwa penulisan berita feature tidak terikat aktualitas, lebih menonjol pada ganjaran psikologis pembaca, mampu mengangkat publik dari ketakutan, obsesi, utopi. 3. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitian kualitatif sedangkan metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Sementara itu, mengacu kepada teori dasar metode pengumpulan data dari penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, peneliti menetapkan beberapa penggunaan metode pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Hal tersebut bertujuan agar menghasilkan penelitian dengan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai subjek dan objek penelitian. Kemudian, subjek atau unit analisis penelitian ini adalah dua orang jurnalis yang bekerja di LAIQA Magazine. Jurnalis di LAIQA Magazine terbagi menjadi dua bagian yaitu jurnalis untuk rubrik fashion yang ditangani oleh divisi Fashion Editor dan jurnalis untuk rubrik non-fashion yang ditanganin oleh divisi Feature Editor. Dan, informan yang dipilih ialah jurnalis yang menulis untuk rubrik non-fashion. Alasannya, karena informasi yang dibutuhkan dalam rubrik ini memiliki konsep tulisan dengan informasi yang mendalam. Kedua jurnalis pun memiliki jabatan yang berbeda dalam struktur organisasi yaitu Editor-at-large dan Feature Editor. Dengan perbedaan tingkat kedudukan dalam struktur organisasi, masing-masing individu diharapkan dapat memberikan informasi dengan prespektif yang berbeda mengenai literasi informasi. Dan, objek penelitian ini adalah literasi informasi jurnalis. Adapun alasan memilih LAIQA Magazine sebagai tempat penelitian yaitu karena majalah yang tergolong sangat muda ini memiliki karakter yang kuat dan konten yang padat apabila dibandingkan dengan majalah fashion muslim sejenisnya. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan peneliti untuk mengkaji kemampuan literasi informasi jurnalis di LAIQA Magazine. Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik bertujuan atau purposive sampling. Berikut adalah data para informan yang ikut terlibat dalam penelitian ini: DATA INFORMAN MEI 2014 No
1
2
Nama Informan
Hanna Faridl
Silmia Putri
Usia Informan
Pendidikan
Jabatan
Alasan
31
S1 FIKOM UNPAD
Editor-atLarge
Jurnalis senior memiliki wewenang dalam editorial seluruh artikel di LAIQA Magazine
24
S1 PSIKOLOGI UPI
Feature Editor
Jurnalis rubrik non-fashion LAIQA Magazine, seorang blogger, berpengalaman dalam menulis
7
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
4. Analisis Hasil LAIQA Magazine pertama kali diterbitkan pada awal 2013 untuk merepresentasikan gaya hidup muslim, khususnya muslimah urban yang berkarakter. Sebuah majalah yang memiliki penampilan ceria, bergairah, optimis, sederhana, berpikiran maju, sadar fashion, dan memiliki ciri khas desain yang memanjakan mata ini sengaja hadir di tengah masyarakat ketika minimnya majalah muslimah yang memegang pasar wanita urban usia 20 hingga 30 tahun. Ketiga penggagas majalah ini yaitu Fifi Alvianto, Hanna Faridl, dan Anneke Scorpy berharap membawa LAIQA Magazine ke tengah masyarakat dan menjadi kawan dalam berbisnis dan tentunya inspirasi fashion bagi muslimah urban. Penelitian terhadap literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine ini dianalisis menggunakan model literasi informasi yaitu the Seven Pillars yang dikembangkan oleh SCONUL. Dalam model literasi informasi tersebut, terdapat tujuh konsep literasi informasi yaitu identifikasi, ruang lingkup, perencanaan, pengumpulan, evaluasi, pengelolaan, dan penyajian. Berikut ini adalah analisis peneliti berdasarkan pengumupulan data yang telah dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, serta analisis dokumen: 1. Identifikasi (Identification) Rapat redaksional berperan penting dalam poin identifikasi, maka rapat tersebut dilakukan secara rutin. Tujuannya untuk mendiskusikan tema apa saja yang akan diangkat untuk enam edisi di tahun berikutnya, karena LAIQA Magazine terbit dalam jangka waktu dua bulan sekali. Bagi informan, rapat redaksional merupakan media untuk identifikasi kebutuhan, mengidentifikasi minimnya pengetahuan yang dimiliki, dan penentuan topik pada tiap edisi menjadi batasan mengenai informasi apa saja yang dibutuhkan. Jurnalis pun dapat memperkirakan atau menyusun berapa lama waktu yang dibutuhkan. Proses tersebut sesuai dengan pendapat Sankarto (2008: 10), bahwa identifikasi kebutuhan informasi adalah sebuah proses untuk mendapatkan informasi yang sesuai kebutuhan dan diinginkan pengguna. Rapat redaksional melibatkan tenaga dan pikiran seluruh tim redaksi dengan brainstorming, karena setiap orang dianggap memiliki andil yang sama. Sementara itu, Silmia mampu menuangkan pikirannya berdasarkan informasi yang ia persiapkan sebelumnya yaitu dengan melakukan pencarian dasar informasi melalui jaringan internet. Sesuai dengan definisi literasi informasi yang diungkapkan oleh Eisenberg (2004) bahwa keterampilan literasi informasi adalah seperangkat alat yang diperlukan untuk membantu kita dalam menentukan kebutuhan informasi saat ini dan kebutuhan informasi masa mendatang. Melalui rapat redaksional yang rutin diadakan oleh tim redaksi LAIQA Magazine, membuat kedua informan mampu mengidentifikasi kebutuhan informasinya untuk tanggungjawab yang harus dikerjakannya
8
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
saat ini hingga pada satu tahun ke depan. Dan dengan dibuatnya rancangan dan target pencarian informasi oleh masing-masing informan, membuatnya mampu menjaring informasi secara tepat. 2. Ruang Lingkup (Scope) Pada tahap ini berkaitan erat dengan bagaimana mencapai fokus dan mengatasi kesenjangan informasi. Bagi kedua informan, kesenjangan informasi dapat diidentifikasi dengan adanya diskusi dalam rapat redaksional yang dilakukan pada akhir tahun dan setiap edisi. Karena, informan dapat memahami informasi apa saja yang harus ia lengkapi dari informasi yang sebelumnya hanya ia ketahui sebatas permukaannya saja. Tichenor et.al. dalam Ratnasari (2004) mengemukakan empat penjelasan mengapa kesenjangan di antara individu terjadi, salah satu yang paling sesuai yaitu terdapat perbedaan jumlah informasi yang dimiliki, atau karena latar belakang informasi yang telah dimiliki. Artinya, berdasarkan pengetahuan dasar yang telah dimiliki seseorang, maka ia tahu apa yang tidak ia ketahui, sehingga perlu adanya informasi guna menjaring informasi lainnya untuk memperoleh pengetahuan yang utuh. Dengan begitu, informan mampu mengidentifikasi bagaimana ia memperoleh dan mengakses suatu informasi yang beragam pula formatnya. Informasi berbagai format tersebut didapatkan kedua informan melalui beberapa sumber seperti internet, narasumber, dan sosial media adalah yang paling mudah untuk dimanfaatkan dan dikombinasikan menjadi informasi dalam artikel. Meskipun formatnya beragam, namun tidak semua format dari suatu sumber informasi selalu digunakan oleh kedua informan, hal ini atas pertimbangan apakah format tersebut sesuai dengan kebutuhan. Beragamnya format, menuntut informan untuk mampu menggunakan gadget dan alat-alat dokumentasi seperti paling tidak mengoperasikan smartphone dan laptop dengan baik, serta kamera digital maupun kamera profesional. Yang tidak kalah penting adalah memastikan berbagai perangkat yang diperlukan dalam keadaan baik dan siap digunakan. 3. Perencanaan (Plan) Perencanaan adalah tahap yang sangat penting dan ada beragam cara untuk melakukannya. Saat wawancara, Hanna tidak selalu membuat panduan wawancara, melainkan ia berusaha untuk menguasai dahulu materi yang akan diangkatnya dalam wawancara, sehingga dapat mengeksplorasi informasi yang dibutuhkannya saat wawancara. Sementara itu, bagi Silmia, dengan adanya pertanyaan yang dipersiapkan sebagai panduan wawancara menjadikan berjalannya wawancara tetap terarah pada topik yang diangkat dan memudahkan eksplorasi pertanyaan yang juga spontan, dengan begitu Silmia mendapatkan informasi baru yang tidak ia ketahui sebelumnya. Bagaimanapun cara kedua informan dalam merancang sebuah pengumpulan informasi, keduanya tetap pada jalur yang baku sebagaimana yang diungkapkan oleh Juyoto (2001) bahwa wartawan dibekali formula cukup efisien yang dikenal dengan 5 W + 1 H (what, who, where, when, why, how), maka berita dianggap secara elementer
9
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
lengkap apabila suatu berita mengandung formula tersebut. Oleh karena itu, formula ini terus dipegang dan dijadikan patokan oleh wartawan, termasuk kedua informan. Sementara itu, adapun rubrik yang tidak membutuhkan informasi dari narasumber hanya membutuhkan alat untuk mengakses jaringan internet. Maka, dengan adanya smartphone dan WIFI dirasa sudah sangat membantu untuk kemudahan akses internet di manapun informan berada. Pada saat mengakses internet, kedua informan, menggunakan keywords pada search engine yang selalu diaksesnya yaitu Google. Informasi yang Hanna dapatkan dari Google umumnya digunakan untuk menambah pengetahuannyaa guna mengeksplorasi tema besar sehingga dapat mencapai titik fokus mengenai topik apa yang akan diangkat dan siapakah narasumber yang cocok mewakili tema besar dan topik tersebut. Dengan begitu, Hanna mampu mengetahui kemana arah artikel yang akan ditulisnya. Waktu, format, akses, lokasi, dan biaya
juga menjadi pertimbangan informan. Jurnalis harus
memperhitungkan bagaimana mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan cara paling efektif dan efisien. Contohnya saja, saat harus melakukan wawancara dengan narasumber di luar kota atau luar negeri, maka cara yang paling efektif dan hemat biaya adalah melakukan wawancara melalui email, media chatting, bahkan telepon. Sementara itu, berdasarkan Diao Ai Lien (2010: 42), strategi penelusuran yang dilakukan oleh informan pada search engine cenderung menggunakan pencarian melalui kata kunci atau keywords yaitu penggunaan strategi ini memungkinkan kita untuk mencari data melalui penggunaan satu kata, frasa atau bahkan penggabungan antara kata dan frasa. 4. Pengumpulan (Gather) Dalam the Seven Pillars, poin ini berkaitan dengan pemanfaatan berbagai alat temu balik dan sumber daya, pemanfaatan jaringan internet, bantuan ahli secara personal, dan tercetak. Oleh karena itu, untuk memenuhi pencarian sumber informasi secara efektif, informan memanfaatkan search engine atau mesin pencari seperti Google sebagai alat temu balik informasi. Google digunakan sebagai langkah awal pencarian untuk mengeksplorasi topik dari sumber-sumber yang didapat sehingga mengarahkan informan pada beragam informasi yang dicari, dan akan menghubungkannya dengan narasumber yang telah ditentukan atau yang sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan Google dianggap sangat menghemat waktu informan sebagai jurnalis. Terlebih lagi jumlah rubrik yang menjadi tanggungjawabnya dalam setiap edisi tidaklah sedikit. Berdasarkan hal tersebut, informan cenderung memanfaatkan sarana temu kembali secara elektronis karena dirasa lebih efektif dan efisien. Dan, sarana penelusuran informasi secara elektronis yang paling tinggi pemanfaatannya oleh kedua informan adalah Wide Area Network atau internet. Meskipun begitu, bagi kedua informan, informasi dapat diperoleh informasi dari berbagai sumber. 10
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Menurut Texas A&M University terdapat dua jenis sumber informasi yaitu sumber primer dan sekunder. Adapun sumber informasi baik primer atau sekunder yang digunakan informan adalah sebagai berikut: a. sumber primer: wawancara langsung dengan narasumber yang dapat dikategorikan sebagai pelapor pertama yang bersedia untuk memberikan berbagai pandangannya. Kemudian, rekaman suara hasil wawancara, foto yang diambil saat liputan sebuah acara seperti bazaar dan pameran kreatif atau saat sedang menjalankan wawancara, trailer film, namun tidak menutup kemungkinan digunakannya sumber primer lain. b. sumber sekunder: ulasan film, buku, dan musik dari berbagai artikel dan blog di internet, sosial media, ensiklopedia online, jurnal online, biografi yang dicari secara online. Sementara itu, berbagai informasi tersebut diperoleh informan melalui saluran informasi seperti komunikasi lisan, tulisan, e-mail, telepon, komputer atau laptop pribadi merupakan saluran informasi yang paling sering digunakan oleh informan. Tetapi, sejauh ini, perpustakaan belum menjadi prioritas informan untuk memperoleh informasi untuk pekerjaanya melainkan untuk kebutuhan pribadi. 5. Evaluasi (Evaluate) Pada tahap ini, individu dituntut untuk mencermati kembali informasi dari sumber yang didapat. Pada dasarnya, informasi yang dipilih untuk materi artikel dalam LAIQA Magazine merupakan berita feature yang isinya tidak mementingkan aktualitas, sehingga informasi tersebut tetap dapat dinikmati dalam jangka waktu yang relatif panjang. Sementara itu, ketentuan informasi untuk beberapa rubrik yang kontennya berupa rekomendasi berbagai produk orisinal dari produksi lokal maupun luar negeri, tidak memperkenankan untuk menampilkan produk asal Cina. Hal ini dinilai berdasarkan kualitas dan reputasi dari brand produk tersebut yang tidak sesuai dengan karakter LAIQA Magazine. Mengenai kualitas informasi berdasarkan akurasi, relevansi, bias, dan kredibilitas dapat tergambar pada pendapat Hanna yang menyatakan bahwa narasumber adalah sumber yang paling terpercaya, terlebih lagi dengan dilakukannya wawancara dengan metode depth interview. Menurutnya, narasumber berfungsi untuk memastikan serta memperkuat kesahihan data yang ia dapatkan sebelumnya dari internet, maka tentunya informasi yang didapatkan dari narasumber dapat lebih dipertanggungjawabkan. Sementara itu, sumber informasi terpercaya yang digunakan oleh Silmia yaitu e-book atau jurnal online tidak berbayar, KBBI Daring untuk pemilihan kata yang tepat atau diksi, website dari Gramedia dimanfaatkannya untuk mencari informasi mengenai sinopsis dan ulasan buku untuk rubrik Book Review. Ia juga memanfaatkan buku psikologi untuk rubrik Personality Quiz. Meskipun Silmia mencari informasi melalui internet, namun ia sadar untuk memperhatikan kredibilitas dari sumber tersebut.
11
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Kedua informan berusaha memanfaatkan berbagai sumber informasi, namun membatasi sumber informasinya dari media komunikasi lain seperti televisi dan radio karena adanya perbedaan konsep. Hal tersebut berkaitan dengan konsep berita yang disajikan oleh LAIQA Magazine adalah jenis berita feature karena merupakan berita yang bersifat timeless, artinya baru atau tidak terjadinya peristiwa berita tersebut tidak terikat aktualitas. Juyoto (2001: 55) menjelaskan bahwa penulisan berita feature tidak terikat aktualitas, lebih menonjol pada ganjaran psikologis pembaca, mampu mengangkat publik dari ketakutan, obsesi, utopi. Pada dasarnya, LAIQA Magazine ingin beritanya selalu segar, informatif, dan selalu dapat digunakan sampai lima hingga sepuluh tahun ke depan. Oleh karena itu, majalah ini tidak mengakat isu-isu yang marak diperbincangkan, melainkan mengakat suatu tema khusus dalam setiap volumenya. 6. Pengelolaan (Manage) Informan sangat memperhatikan penulisan yang mewajibkan jurnalis untuk menulis sesuai EYD atau Ejaan yang Disempurnakan. Selain itu, pencantuman sumber informasi adalah suatu hal yang mutlak bagi informan dalam menulis artikel. Apabila terdapat tiga atau lebih sumber informasi dalam satu artikel, maka sumber-sumber informasi tersebut haruslah dicantumkan. Hal tersebut merupakan bentuk tanggungjawab pada kejujuran serta wujud dari kesadaran etika kedua informan sebagai jurnalis terhadap hak dan plagiarisme yang sesuai dengan proses Manage pada Seven Pillars. Kemudian, jurnalis juga bertanggungjawab pada penyimpanan data dan informasi secara pribadi berdasarkan tugas masing-masing, yaitu berupa artikel karya informan, data hasil wawancara narasumber, dan sumber lain. Penyimpanan tersebut dilakukan secara sistematis oleh kedua informan menggunakan perangkat milik pribadi seperti laptop. Data serta informasi yang disimpan pada laptop pribadi tersebut tidak membutuhkan software atau hardware khusus, melainkan hanya memanfaatkan aplikasi yang sudah tersedia di laptop masing-masing. Adapun ketersediaan perangkat penyimpanan seperti komputer di kantor LAIQA Magazine adalah untuk penyimpanan berupa desain grafis dan juga penyimpanan setiap edisi hasil akhir majalah ini. Sementara itu, untuk penyebaran informasi harus melalui berbagai prosedur dan keputusan pemimpin redaksi. Pada poin ini, menekankan tentang kerjasama, khususnya dalam pencarian dan manajemen informasi serta berperan profesional dalam memberikan masukan pada segala aspek manajemen informasi. Sebagaimana Hanna sebagai editor-at-large, ia memberikan bimbingan kepada Silmia mengenai penulisan dan kebijakan yang ada. Seringkali mereka juga melakukan diskusi untuk saling memberi inspirasi, masukan dan saran, serta menggali hal-hal baru. Banyak berinteraksi dengan divisi lain juga merupakan hal penting bagi informan karena bisa mendapatkan banyak informasi baru. Cara berliterasi informasi yang diajarkan oleh Aberystwyth menekankan pada pemikiran independen, inovasi, dan kemampuan untuk membimbing orang lain, hal tersebut diungkapakan oleh Maslow (1987) dalam Foster (2006: 493). 12
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Hanna juga menyatakan bahwa profesi ini menuntut kemandirian, sehingga ia mempercayakan rekannya, Silmia, untuk menuangkan pikirannya dengan caranya sendiri. Hal ini sesuai dengan hubungan antara dua buah konsep yaitu literasi informasi dan life long learning, menurut Lau (2006: 12), kedua konsep ini sebagian besar membutuhkan motivasi dan arahan dari diri sendiri. Artinya, seseorang tidak membutuhkan mediasi dari pihak lain selain dirinya, organisasi, atau sistem yang lebih dari individu itu sendiri, meskipun saran dan bantuan dari seorang teman yang dihormati seperti mentor atau pelatih dapat membantu. Begitu juga dengan informan, adapun berbagai diskusi yang dilakukan, pada akhirnya, suatu keputusan dibuat dengan kembali lagi pada dirinya sendiri. Pada intinya, kedua informan mengetahui dengan baik bagaimana bertanggungjawab atas sumbersumber informasi yang digunakan termasuk informasi dari narasumber, bagaimana mengadopsi metode yang tepat dengan menentukan sistematika penulisan yang sesuai dengan karakter LAIQA Magazine, bagaimana melakukan penyimpanan yang memudahkan informan dan tanggungjawab atas penyebarannya, serta adanya kerjasama di antara jurnalis dengan tim redaksi lain. 7. Penyajian Informasi (Present) Tahap penyajian informasi dalam model literasi informasi the Seven Pillars adalah suatu proses dimana seseorang mulai menggunakan informasi dan data yang ditemukan, meragkum dokumen untuk dilaporkan secara tertulis atau verbal, memasukkan informasi baru ke dalam konteks pengetahuan yang ada, dan mensintesiskan serta menilai informasi baru dan kompleks dari berbagai sumber berbeda adalah guna memaksimalkan data dan informasi dari sumber-sumber yang telah didapat agar menjadi artikel yang menarik. Bagi kedua informan, informasi dan data yang didapat akan menjawab masalah informasi dengan cara merangkum antara sumber primer dan sekunder. Mengkombinasikan berbagai sumber sehingga menjadi satu kesatuan berupa artikel dengan isi yang kuat. Meskipun, tidak semua informasi tersebut harus menjadi isi artikel, adapun sebagiannya lagi hanya digunakan sebagai bekal sebelum wawancara atau hanya untuk eksplorasi saja. Untuk artikel yang membutuhkan liputan acara biasanya jurnalis akan mendapatkan pers release dari panitia sebagai pedoman informasi mengenai acara terkait, sehingga informan yang melakukan liputan, hanya tinggal memadukan informasi yang ada pada pers release dan fakta-fakta yang ditangkapnya ketika acara belangsung, dan sesekali Silmia juga menambahkan informasi dari sumber lain yang didapatnya melalui jaringan internet. Ia diberi kebebasan untuk menulis melalui sudut pandangnya, jadi apabila secara spontan ia menemukan hal menarik di luar rumusan konsep yang telah dibuatnya, maka sah saja hal tersebut dijadikan sebagai bahan tulisan artikelnya selama dalam jalurnya.
13
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Sementara itu, dalam penafsiran hasil wawancara, Silmia menganalisis catatan atau memutar rekaman hasil wawancaranya beberapa kali. Bagi Silmia, artikel yang paling cepat ditulisnya adalah artikel untuk rubrik Review Resto yang hanya memakan waktu dua hari, namun ia membutuhkan waktu hingga dua minggu untuk rubrik Spesial. Lain halnya dengan Hanna yang mengungkapkan bahwa melalui tulisannya pada rubrik Cover Story, ia mengharapkan pembaca LAIQA Magazine dapat membaca karakter orang yang ditulisnya. Oleh karena itu, ia melakukan depth interview yang membuat proses interpretasinya memakan waktu hingga dua minggu, proses tersebut cenderung lebih lama dibandingkan dengan rubrik lainnya. Proses interpretasi dilakukan masing-masing jurnalis secara individual, meskipun sesekali tidak menutup kemungkinan untuk berdiskusi secara informal dengan sesama jurnalis ataupun dengan tim redaksi lainnya. Jurnalis mengkomunikasikan isi artikel dengan bahasa dan sistematika penulisan yang sesuai dengan karakter LAIQA Magazine. Kemudian, Silmia melakukan evaluasi dan editing secara pribadi ketika ia telah menyelesaikan pekerjaannya. Selanjutnya, seluruh tulisan yang dibuat oleh jurnalis maupun kontributor, akan melalui proses editing oleh Hanna Faridl selaku Editor-at-Large. Proses editing ini merupakan bentuk dari tanggungjawab profesi seorang jurnalis untuk memastikan akurasi yang mengandung makna terkait ketelitian, kecermatan, ketepatan, dan juga memastikan sebuah informasi yang
fairness, maksudnya adalah adil dan tidak bias. Dan, hal ini dilakukan tentunya untuk
menyeragamkan penulisan sesuai dengan karakter LAIQA Magazine. Hanna sebagai editor akan memberi kritik dan saran terhadap tulisan yang ia evaluasi untuk kemudian direvisi. Kemudian, sebelum seluruh tulisan diserahkan kepada bagian desain grafis, tulisan-tulisan tersebut sudah harus selesai diedit dengan gaya penulisan dan format penulisan baku yang sesuai dengan ketentuan. Masing-masing artikel memiliki peraturan standar format penulisan, seperti rubrik Womenpedia yang hanya membutuhkan 50 kata per item dalam ulasannya. Adapun proses penyajian yang dilakukan oleh Hanna dan Silmia terbatas pada penulisan, karena untuk layout dan tampilan majalah merupakan bagian dari tanggungjawab pekerjaan graphic designer. Meskipun Silmia juga mengaku cukup menguasai beberapa teknik dasar penggunaan software untuk desain grafis, namun hal ini di luar dari tanggungjawabnya. Tetapi, kedua informan dapat memberikan masukan kepada graphic designer untuk sentuhan yang ingin ditonjolkan pada artikel yang ditulisnya, meskipun keputusan akhir ada pada Fifi Alvianto selaku Editor-in-Chief. Sebelum LAIQA Magazine diterbitkan, majalah tersebut harus melalui tahap quality control dari keseluruhan aspek. Tahap ini disebut proofprint. Dengan menggunakan sampel majalah berupa lembaran-lembaran yang belum dijilid, seluruh tim redaksi bertanggungjawab untuk melakukan evaluasi tersebut berdasarkan tanggungjawab divisi masing-masing. Sebagaimana Hanna dan Silmia yang fokus melakukan pengecekan terhadap seluruh tulisan. Proses proofprint hingga naik cetak membutuhkan waktu satu hingga dua minggu. 14
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
LAIQA Magazine bekerja sama dengan percetakan yaitu Mozaic, dan sister company yaitu Hijup untuk publikasi dan distribusi majalahnya, sementara itu penyebaran secara digital bekerjasama dengan aplikasi Getscoop yang dapat diakses bagi pengguna IOS dan Android tetapi versi digital tersebut diterbitkan setelah satu bulan majalah versi tercetak diterbitkan. Selanjutnya, untuk mengembangkan profil personal kini dapat dilakukan semua orang melalui jaringan pribadi dan teknologi digital. Jaringan pribadi berfungsi untuk mengembangkan profil personal dalam ruang publik dan dapat memberikan informasi bermanfaat untuk masyarakat atau komunitas tertentu. Hal ini turut dilakukan oleh Hanna melalui blog yang ia buat bersama Fifi Alvianto dan Anneke Scorpy yang diberi nama Hijab-Scarf. Blog tersebut merupakan sejarah awal terbentuknya LAIQA Magazine. Namun kini, karena memilih fokus untuk bekerja di LAIQA Magazine, Hanna tidak lagi secara aktif menulis untuk blog tersebut. Aktif dalam dunia maya turut dilakukan oleh Silmia yang gemar menulis melalui blog pribadinya. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan mengapa LAIQA Magazine menerimanya sebagai jurnalis. 5. Kesimpulan Dalam model literasi informasi the Seven Pillars, terdapat tujuh konsep literasi informasi yaitu identifikasi, ruang lingkup, perencanaan, pengumpulan, evaluasi, pengelolaan, dan penyajian. Peneliti menyimpulkan bahwa pada dasarnya, meskipun kedua informan yakni jurnalis LAIQA Magazine, belum tahu apa arti dari literasi informasi, tetapi produksi berita yang dilakukannya memiliki pola yang sesuai dengan konsep model literasi informasi the Seven Pillars. Terlebih lagi, konsep model ini tidak linear, tetapi memiliki pola yang circular dan dapat berlangsung secara simultan. Artinya, berliterasi informasi dengan menggunakan model ini dapat dilakukan dengan fleksibel, tidak ditentukan harus memulai dan berakhir pada poin tertentu, karena pada praktiknya, hal tersebut dapat berlangsung secara bersamaan dan bahkan dapat berlangsung secara berulang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine adalah sebagai berikut: 1.
Rapat redaksional yang dilakukan pada akhir tahun, awal edisi, dan sebelum naik cetak berperan besar dalam mendukung keseluruhan literasi informasi jurnalis LAIQA Magazine.
2.
Perencanaan disadari sebagai suatu hal yang penting untuk dilakukan, khususnya bagi Silmia. Perencanaan akan memudahkannya mengatur waktu pengerjaan tugas-tugasnya sebagai jurnalis yaitu dengan membuat timetable, dan ia pun juga membuat panduan wawancara agar secara efektif dapat memperoleh hasil yang sesuai.
3.
Sumber informasi dengan format yang beragam, maka masing-masing membutuhkan alat yang berbeda. Misalnya saja saat mencari informasi dari narasumber, jurnalis membutuhkan alat komunikasi seperti smartphone yang diandalkannya untuk merekam wawancara dan memotret melalui aplikasi yang tersedia, dan terkadang memerlukan kamera profesional. Sementara, saat 15
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
jurnalis melakukan penelusuran menggunakan search engine, maka yang ia butuhkan adalah laptop dan alat untuk menangkap jaringan internet seperti WIFI atau modem. Bentuk yang tersedia pada jaringan internet pun beragam seperti trailer film, jurnal online, dan artikel. Namun pada akhirnya, informasi tersebut disaring dan diolah lalu disajikan ke dalam bentuk teks. Pada penelitian ini, teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan penting dalam ketujuh poin dalam the Seven Pillars, dan merupakan sesuatu hal yang melekat pada literasi informasi jurnalis. 4.
Search engine yakni Google adalah yang paling sering digunakan oleh jurnalis LAIQA Magazine dalam melakukan penelusuran eletronis. Penggunaan search engine dipercaya dapat menghematg waktu, akses, dan biaya.Jurnalis menggunakan keywords dalam menelusur informasi.
5.
Narasumber merupakan sumber informasi terpercaya bagi jurnalis. Dan jurnalis tidak memanfaatkan sumber informasi dari televisi juga radio karena adanya perbedaan konsep yaitu informasi yang LAIQA Magazine sajikan merupakan berita feature yang tidak bergantung pada aktualitas.
6.
Depth interview adalah cara jurnalis untuk menggali informasi dari narasumber. Oleh karena itu, informasi yang disajikan pun sifatnya mendalam dan dapat dipercaya karena langsung diperoleh dari sumbernya.
7.
Gadget pribadi (smartphone &laptop) yang didukung dengan jaringan internet adalah dua hal yang memberi kemudahan akses informasi dimana dan kapan saja bagi kedua jurnalis.
8.
Penyimpanan data dilakukan secara pribadi karena keterbatasan biaya untuk alat penyimpanan. Oleh karena itu, jurnalis dipercaya untuk bertanggungjawab dalam menyimpan data pekerjaannya masing-masing.
9.
Evaluasi dilakukan secara berulang baik secara pribadi, kemudian oleh editor, dan pada pada tahap proofprint. Hal tersebut dilakukan sebagai quality control konten dari majalah.
10. Jaringan pribadi merupakan salah satu hal penting dalam model literasi informasi the Seven Pillars yang dapat membangun image personal dari jurnalis, dan hal tersebut merupakan wadah untuk promosi pribadi. Jurnalis LAIQA Magazine menyadari pentingnya hal ini, terlihat dari aktifnya Silmia dalam menulis blog yang membuatnya terpilih menjadi jurnalis di majalah ini. Lalu, Hanna yang juga aktif dengan blogging bersama dua pendiri LAIQA Magazine lainnya untuk berbisnis dan kini aktif di sosial media seperti Instagram. 6. Saran Adapun saran yang dapat peneliti berikan kepada jurnalis LAIQA Magazine untuk meningkatkan literasi informasi dari jurnalis LAIQA Magazine adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan penggunaan teknik penelusuran pada search engine seperti teknik boolean operator karena merupakan salah satu teknik yang mudah atau menggunakan tanda petik (“) dalam penelusuran kata yang diinginkan agar secara tepat membantu jurnalis mendapatkan hasil
16
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
yang spesifik. Hal ini dapat membantu efektifitas jurnalis yang pekerjaannya berpacu dengan waktu. 2.
Menggunakan sumber-sumber informasi yang terpercaya seperti sumber tercetak, jurnal online dan situs resmi suatu produk, organisasi, atau individu berguna untuk meminimalkan penggunaan Wikipedia karena kesahihan informasi yang terdapat dalam Wikipedia pada dasarnya masih menjadi kontriversi. Oleh karena itu, jurnalis disarankan untuk menggunakan alternatif sumber informasi lain.
3.
Memanfaatkan fasilitas perpustakaan umum dan khusus tergantung pada tema yang diangkat serta memanfaatkan bantuan pustakawan dapat membantu jurnalis untuk mendapat saran dan memperoleh informasi dengan format tercetak maupun digital.
4.
Disediakannya storage khusus untuk jurnalis di kantor LAIQA Magazine untuk memisahkan antara keperluan pekerjaan dengan keperluan pribadi.
5.
Memanfaatkan cloud storage sebagai tempat penyimpanan baik data pekerjaan jurnalis dan juga data penting tim redaksi lainnya yang ada pada komputer kantor LAIQA Magazine. Hal ini dapat menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, seperti data yang hilang karena virus, atau adanya kerusakan pada perangkat keras itu sendiri.
Daftar Referensi Ahuja, B. N. 1988. Theory & Practice of Journalism: Set to Indian Context, 3rd Edition. Kolhapur: Surjeet Publications. Foster, A.E. September 2006. Information literacy for the information profession: experiences from Aberystwyth. New York: Department of Information Studies, University of Wales Aberystwyth, Aberystwyth, UK. Bent, Moira., Ruth Stubbings. [2011]. The SCONUL Seven Pillars of Information Literacy. United Kingdom: SCONUL. Bent, Moira., Ruth Stubbings. April 2011. The SCONUL Seven Pillars ofInformation Literacy: Core Model For Higher Education. [United Kingdom]: SCONUL. Bent, Moira., Ruth Stubbings. 2011.The SCONUL seven pillars model of information literacy: 2011 update. [United Kingdom]: SCONUL Focus 52.CILIP. 2012. Information literacy skills. [United Kingdom]: Chartered Institute of Library and Information Professionals. Creswell, W. Jhon. 2009. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ketiga, Terj. Achmad Fawaiid.Yogyakarta: Pustaka pelajar. Dalton, M. 2013. Developing an evidence-based practice healthcare lens for theSCONUL Seven Pillars of Information Literacy model. Journal of Information Literacy, 7(1), pp. 3043.http://dx.doi.org/10.11645/7.1.1813 Darmawan, Deni. Juli 2009. Teknik Penulisan Modul di Perguruan Tinggi: Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan. Diao Ai Lien, dan Agustin Wydia Gunawan et. al. 2010. Literasi Informas: Tujuh Langkah Knowledge Management. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Eisenberg, B. Michael. 2004. Information Literacy: Essential Skills for the Information Age, 2nd ed. United States: Greenwood Publishing Group, inc.
17
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014
Hancock, Vikki E. 1993. Information Literacy for Lifelong Learning. 05-1993. ERIC Digest. ED358870. ERIC Clearinghouse on Information and Technology Syracuse NY. Online di http://www.ericdigests.org/. Diakses pada 5 Mei 2014. Juyoto, Djudjuk. 2001. Jurnalistik Praktis: Sarana Penggerakan Lapangan Kerja Raksasa. Yogyakarta: Nur Cahaya. Lau, Jesús. Juli 2006. Reviewed: Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning. Mexico: Universidad Veracruzana. Moleong, J. Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ratnasari, Anne. 2004. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi. Mediator, Vol. 5, No. 2. SCONUL. 2014. About Sconul. London: The Society of College, National and University Libraries http://www.sconul.ac.uk/page/about-sconul, Diakses pada 1 Mei 2014. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit CV. Alfabeta Texas A&M University Corpus Christi. Primary and Secondary Sources. United States: Mary and Jeff Bell Library, http://rattler.tamucc.edu/distlearn/PrimaryandSecondarySources.pdf, Diakses pada 6 Juli 2014. UNESCO 2011. Media and Information Literacy: Curriculum for Teachers. Perancis: the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. Wiyanti, Eko. Desember 2007. Pengenalan Empowering 8: Sebuah Model Literasi Informasi, Seminar dan Pelatihan Kemelekan Informasi (Information Literacy): Keberlangsungan dari sekolah ke perguruan tinggi. Tangerang: APISI dan Perpustakaan UPH. Yin, K. Robert. 2013. Studi Kasus: Desain & Metode, Edisi ke-2, Terj. M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: Rajawali.
18
Kemampuan literasi informasi ..., Essenza Quranique Bachreisy, FIB UI, 2014