KAJIAN PENILAIAN KESEHATAN DALAM RANGKA MENGEVALUASI KINERJA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL (STUDI KASUS BMT BINA UMAT SEJAHTERA LASEM REMBANG)
Oleh :
ASLICHAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20 08
55
Abstract ASLICHAN. Studi of Healthy Analisys to Evaluate Performance of Shariah Micro Finance Institution BMT (Case on BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang). Advised by H. Musa Hubeis as Chairman and Hj. Illah Sailah as member. Limitation access to financing sources faced by micro enterprises (UMKM) to banking, causing depend on informal financing sources and Micro Finance Institution (MFI) what more flexible, for example in the case of conditions, sum up loan which [do] not as tight as conditions of banking. One of model MFI which in this one decade expand fast relative is Shariah MFI, the institution that more knowledgeable with Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Considering strategic value (BMT) and fact that assessment of performance of health BMT not yet done in this time, hence be conducted by this study/research at BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem Rembang of Central Java. The aim of this study is know how the finance ratio influence performance of BMT BUS, that is factor of strength and its feebleness, also defining strategy needed in developing capacity of BMT BUS. This study conducted by (1) taking scondery data from financial statement of BMT BUS, literatures, journals, bulletins, and seminar journals, (2) direct observation at BMT checked, (3) and interview. Quantitative data analysis is done by blend analysis of finance performance assessment, a kind of CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, and Liquidity) for banking with ratio of efficiency and rentability from ratio sum up staff approach. So that this component assessment consists of capital structure ratio, solvabilitas, productive asset quality, likuidity, efficiency, rentability, independency and sustainability. The result depicted in radar chart graph. To sharpen analysis used by SWOT qualitative. Result posed in this study is that Healthy Performance BMT Bina Umat Sejahtera in the year 2006 inclusive of category of well enough, with its strength component ( score 4) in stories; level of financing risk of a period of to small, very efficient in optimalise of Account Officer staff ( AO) in serving customer financing, very able to activate society for funding and optimalise in portfolio financing, very self-supporting in operational cost, and very able to manage outstanding financing with existing AO staff. There is factor of feebleness of BMT BUS (score 1) there is [at] abolition reserve of risk financing smaller than risk financing which owning, alocate too high asset fixed asset, and its ability get net profit very minimize compared to by a asset and or the capital managed its. The implication of manajerial which can be raised in this study is to improve performance of BMT BUS, with improve efficiency of the core important to arrest it self to more proporsional in expenditure of plant asset, profit improvement of rentabilitas and reserve more of risk financing abolition, proporsional compared by a risk financing which owning. While from approach SWOT, with use its strength and opportunities to suggest for BMT BUS develop Wealth Management which in range of 10 of the last year this expand in various financial institution in the world.
56
57
RINGKASAN ASLICHAN. Kajian Penilaian Kesehatan Dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Kasus BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang). Di bawah bimbingan : H. Musa Hubeis, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Hj. Illah Sailah, sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM kepada perbankan, menyebabkan tergantung pada sumber-sumber informal dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan pembiayaan. Salah satu model LKM alternatif yang dalam satu dasawarsa ini berkembang relatif pesat adalah LKM syariah yang lebih dikenal dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Menimbang nilai strategis (BMT) dan kenyataan penilaian kinerja kesehatan BMT saat ini belum banyak dilakukan, maka dilakukan kajian ini pada BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem Rembang Jawa Tengah. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rasio – rasio tersebut dapat mempengaruhi kinerja BMT BUS, yaitu faktor kekuatan dan kelemahannya. Kajian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder laporan keuangan BMT BUS, observasi langsung pada BMT yang diteliti dan wawancara. Kajian ini menganalisis tingkat kesehatan BMT dengan memadukan penilaian kinerja keuangan (semacam CAMEL atau Capital, Assets, Management, Earning dan Liquidity untuk perbankan) dengan rasio efisiensi dan rentabilitas dari pendekatan rasio jumlah staf, sehingga penilaian ini terdiri atas penilaian komponen struktur permodalan/solvabilitas, kualitas aktiva produktif, tingkat likuiditas, tingkat efisiensi, rentabilitas, serta kemandirian dan keberlanjutan yang digambarkan dalam grafik radar chart, serta analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT) kualitatif. Hasil yang ditunjukkan dalam kajian ini adalah bahwa Kinerja Kesehatan BMT Bina Umat Sejahtera pada tahun 2006 termasuk kategori Cukup Sehat, dengan komponen kekuatannya (skor 4) di tingkat risiko pembiayaan bermasalah yang kecil, sangat efisien dalam mengoptimalisaskan staf Account Officer (AO) dalam melayani besaran mitra/nasabah pembiayaan, sangat mampu mengaktifkan masyarakat untuk menyimpan dana dan mengoptimalkannya dalam portfolio pembiayaan, sangat mandiri dalam membiayai kegiatan operasional lembaga, dan sangat mampu dalam mengelola jumlah outstanding pembiayaan yang besar dengan tenaga AO yang ada. Faktor kelemahan BMT BUS (skor 1) ada pada penyediaan cadangan penghapusan dibandingkan dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang dimilikinya, dalam mengalokasikan aktiva tetap/inventaris terlalu tinggi dan kemampuannya menyisihkan laba bersih sangat kecil dibandingkan aset ataupun modal yang dikelolanya. Implikasi manajerial yang dapat diajukan dalam kajian ini adalah meningkatkan kinerja BMT BUS dengan cara meningkatkan efisiensi, utamanya menahan diri untuk lebih proporsional dalam pembelanjaan aktiva tetap, peningkatan laba bersih/rentabilitas dan pencadangan penghapusan pembiayaan yang lebih proporsional dibandingkan dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang dimilikinya. Sedangkan dari pendekatan SWOT, adalah memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya dan peluang yang sangat terbuka, agar BMT BUS mengembangkan
58
Wealth Management yang dalam kurun 10 tahun terakhir ini berkembang di berbagai lembaga keuangan dunia.
59
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Atas nama-Mu Ya Allah aku melaksanakan tugas mulia ini, menempuh studi di MPI, terimalah ia sebagai ibadahku kepada-Mu, untuk itu karuniakanlah kami kemampuan menyerap sedikit saja sifat-Mu Yang Maha Rahman, kemampuan membawa rahmat kesejahteraan pada sekalian alam – sekalian manusia apapun agamanya, dan sifat-Mu Yang Maha Rahim, kemampuan mengkonsolidasikan, mengorganisir dan membangun jaringan ukhuwah seluruh potensi kaum muslimin...
60
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul :
KAJIAN PENILAIAN KESEHATAN DALAM RANGKA MENGEVALUASI KINERJA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL (KASUS BMT BINA UMAT SEJAHTERA LASEM, REMBANG) merupakan gagasan atau hasil penelitian Tugas Akhir saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Aslichan F052044065
61
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
62
KAJIAN PENILAIAN KESEHATAN DALAM RANGKA MENGEVALUASI KINERJA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) (STUDI KASUS BMT BINA UMAT SEJAHTERA LASEM REMBANG)
ASLICHAN
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
63
Judul Tesis
: Kajian Penilaian Kesehatan Dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Kasus BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang)
Nama Mahasiswa
: Aslichan
Nomor Pokok
: F.052044095
Program Studi
: Magister Profesional Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Ketua
Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA MSc.
Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro,
Tanggal ujian : 15 Pebruari 2008
Tanggal lulus :
64
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadhirat Ilaahi Rabbul ‘Izzati atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya, termasuk kesempatan menyelesaikan Tugas Akhir yang bertajuk Kajian Penilaian Kesehatan dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Studi Kasus BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem Rembang Jawa Tengah) ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB). Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Teladan Pemimpin Ummat Segala Bidang: Peribadatan-Spiritual, EkonomiBisnis,
Politik-Pemerintahan,
Pemberdayaan-Sosial,
Pergaulan
Keluarga-
Kemasyarakatan dan semua urusan, Sang Terpercaya “Al-Amien”, Baginda Muhammad SAW. Tema Penilaian Kesehatan BMT menjadi pilihan penulis, karena sejalan dengan perkembangan lembaga keuangan mikro syariah BMT yang cukup pesat di Indonesia, tetapi hingga saat ini belum banyak kajian dari sisi penilaian kesehatannya. Kiranya penulis berharap, semoga ada manfaat diperoleh para Pembaca yang budiman. Penulis meyakini bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, karenanya saran dan kritik membangun sangat kami harapkan bagi perbaikan dan penyempurnaannya.
Jakarta, Mei 2008
Penulis
65
RIWAYAT HIDUP Aslichan lahir di Blitar pada tanggal 17 Ramadhan 1390 Hijriyah bertepatan dengan 16 Nopember 1970 Masehi sebagai putra bungsu dari 7 orang bersaudara dari pasangan Ibunda Hj. Soeratin dan Ayahanda H. Boerhani Abdel Madjeed. Pendidikannya dimulai dari TK/RA, SDN 01 dan sekaligus MI “Bi’rul Ulum” di desanya Sumberjo Sanankulon Blitar lulus pada tahun 1983, MTsN Blitar pada tahun 1986, SMAN 2 Blitar pada tahun 1989, di saat MTsN dan SMAN penulis sekaligus studi di Pesantren Tradisional Salafiyah NU “Tarbiyatul Muballighien” Sukorejo Blitar selama 4 tahun hingga 1988. Tahun 1995 menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang dan selanjutnya pada tahun 2005 mengikuti pendidikan S2 pada Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah IPB Bogor. Aktivitas organisasi profesi & sosial yang diikutinya antara lain sebagai Ketua IV Asosiasi BMT Se-Indonesia ABSINDO (2005-2008), Sekjen Asosiasi Bussines Development Services/BDS Indonesia (2005-2007), Komite Kewilayahan Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro GEMA PKM Indonesia (2004-2007), Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Wakil Sekretaris Induk Koperasi Syariah/Inkopsyah BMT, Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Timur, Pengurus Majlis Ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah/PWM Jawa Timur, Majlis Ekonomi Pimpinan Daerah Muhammadiyah/PDM Kota Bekasi. Jabatan yang pernah dan sedang diembannya adalah menjadi Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil - PINBUK (2002-sekarang) pada masa kerjanya sempat menggagas BMT Transmigrasi (Kerjasama dengan Depnakertrans), BMT KUBE (Kerjasama dengan Departemen Sosial), BMT Agribisnis (Kerjasama dengan Departemen Pertanian) dan BMT Pelaksana KPRS (Kerjasama dengan Kementrian Perumahan Rakyat), BMT Masjid/Nagari (Kerjasama dengan Pemkab. Agam), BMT Kecamatan (Kerjasama dengan Pemkab. Polewali Mandar), BMT Shar’e (Kerjasama dengan Bank Muamalat), Tim Penyusun Sertifikasi Profesi/SKKNI dan penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi/LSP untuk Koperasi Jasa Keuangan/KJK (Kementrian Kop. UKM dan BNSP); Direktur Pemasaran PT. PINBUK Massa Makmoor (2007 – sekarang) sebagai unit kerja pengembangan jaringan waralaba bisnis riil antara lain “Bakso Kepala Sapi ‘Wong Malang”, sedang disiapkan “Country Fried Chicken ‘Ahlan wa Sahlan”, “Pisang Goreng Masir ‘Sohore-hore’; Komisaris PT. PINBUK Konsulindo (2004 - sekarang), Komisaris Utama PT. USSI Pinbuk Prima Software (2003 sekarang) provider teknologi informasi spesialis LKM/BPR/S/LPD/KSP/ BMT yang produknya telah digunakan lebih dari 1.000 LKM user di Indonesia. Beberapa buku yang turut ditulisnya antara lain Rencana Strategis Pemberdayaan Sosial Fakir Miskin 2004 – 2010 (Depsos, 2004), Panduan Umum Pemberdayan Fakir Miskin (Depsos, 2004), Panduan Teknis Program Adopsi Desa Miskin/ADEM (Depsos, 2004), Panduan Teknis Program Pemberdayaan Fakir Miskin di Daerah Sub Urban (Depsos, 2004), Panduan Teknis Program Askesos (Depsos, 2005), Panduan Teknis Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen/BKSP (Depsos, 2005), Modul Diklat Kewirausahaan bagi Eks. TKI Illegal (Depnakertrans, 2003), Modul Diklat LKM Pesisir (Dep. Kelautan, 2005), Modul Diklat Koperasi Syariah Berbasis
66
Kompetensi (Kemenegkop, 2006), Modul Diklat LKM Perumahan Swadaya (Kemenpera, 2007), Modul Diklat LKM Agribisnis (Deptan, 2003, 2007), dsb. Dari pernikahannya dengan Khaleesha Ernawati, S.Si., M.Kes., dikaruniai 3 putra & 1 putri : Ackmel Shawqee El-Barr, Achnove Tareeq El-Khaleel, Ahda Sabeela Fawwaz El-Fatich dan Atqiya Wafda El-’Adna.
67
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan terus menerus dalam penyusunan dan penyelesaian Tugas Akhir ini. 2. Ibu Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan masukan perbaikan hingga selesainya Tugas Akhir ini. 3. Seluruh dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu menambah cakrawala dan wawasan kami tentang dunia IKM. 4. Neng Vera, Mas Khaer dan Mbak Widi, staf administrasi manajemen PS MPI IPB yang telah membantu sedari masa kuliah hingga laporan ini selesai dibuat. 5. Bapak H. Abdullah Yazid beserta keluarga dan staf BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang atas perhatian, kerjasama serta dukungan datadatanya. 6. Sahabat – sahabat di kantor PINBUK atas segala perhatian dan pengertian serta dorongannya agar saya menyisihkan waktu menyelesaikan laporan akhir ini, termasuk Sahabat Boy Konga yang turut membantu pengetikan. 7. Zawjatiy Habiebiy, Khaleesha Ernawati beserta ananda Ackmel, Achnove, Ahda dan Atqiya atas dukungan motivasi dan kesempatan selama kuliah sampai dengan penyelesaian Tugas Akhir ini. 8. Ibunda Hj. Soeratin dan Ayahanda H. Boerhani Abdel Madjeed yang senantiasa istiqomah bangun malam bermunajat mendo’akan keselamatan, kebaikan dan kesejahteraan putra-putrinya. Semoga Allah SWT mengasihi beliau berdua sebagaimana keduanya telah mengasihi, membesarkan dan membimbing kami selama ini.
68
9. Rekan-rekan MPI Angkatan V yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat diperlukan dalam proses pembuatan laporan akhir. 10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
69
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT ...................................................................................................... i RINGKASAN .......................................................................................................
ii
PRAKATA ....................................... ....................................................................
iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….............. ....... iv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..................... vi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...................... vii PENDAHULUAN …………………………………………………...…………..
I.
II.
1. Latar Belakang …………………..………………………………...............
1
2. Perumusan Masalah ….………………………………………….................
5
3. Tujuan ...........................………………………………………….................
5
LANDASAN TEORI … .............. ……………………...................................... 1. Usaha Mikro Kecil Menengah ……………………...……….......................
6
2. Lembaga Keuangan Mikro ......................................... ……………….......
9
3. Prinsip Umum LKM .....………………………………………….........… .....
10
4. Dimensi Keuangan Mikro............................. ……………………………...
12
5. Tinjauan Syariah Lembaga Keuangan .................................................... 6. BMT sebagai Model LKM Syariah Alternatif ...........................................
14
30
7. Penilaian Kesehatan BMT ....................................……………………...... 32 8. Perhitungan Kolektibilitas Pembiayaan BMT ............................................ 39 9. Wealth Management BMT ......................................................................... 43 III.
METODE KAJIAN .......… .............. ……………………....................... 1. Pengumpulan Data ............................................... ………………..
49
2. Pengolahan dan Analisis Data .....…………………………………..
49
70
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ........ ……………………....................... 1. Keadaan Umum BMT BUS ....................................... ………………..
54
a. Sasaran ..............................………………………………….........…
55
b. Motto ..............................................................................................
56
c. Visi .................................................................................................. 56 d. Misi ....................... ........................................................................... 56 e. Budaya Kerja ................................................................................... 57 f. Prinsip Kerja .................................................................................... 58 g. Program Unggulan .......................................................................... 58 h. Struktur Organisasi dan Job Description ......................................... 61 2. Penilaian Kesehatan BMT BUS .....…………………………………....... 68 a. Kondisi Keuangan Secara Umum ..................................................... 68 b. Analisis Rasio Keuangan .................................................................. 72 1) Struktur Permodalan .......………………………………….........…
72
2) Aktiva Produktif .......................................………….......................
73
3) Likuiditas ....................................................................................... 74 4) Efisiensi Usaha .............................................................................
76
5) Rentabilitas, Kemandirian dan Keberlanjutan ............................... 80 c. SWOT BMT BUS ............................................................................... 86 KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan ................................................................................................ 89
2.
Saran ......................................................................................................... 89 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………................. 91 LAMPIRAN …………………………………………………………………................. 93
71
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Jumlah BMT se – Indonesia ...................................................
2.
Perbedaan bunga dan bagi hasil ............................................ 20
3.
Indikator dan komponen analisis rasio keuangan ..................
4.
Matriks SWOT ........................................................................ 52
5.
Neraca BMT BUS Rembang ..................................................
69
6.
Perhitungan Hasil Usaha .......................................................
70
7.
Daftar Kolektibilitas BMT BUS ................................................ 71
8.
Perhitungan skor rasio kesehatan BMT BUS.......................... 85
9.
Matriks SWOT BMT BUS ....................... ................................ 87
3
50
72
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam ………….…………..
16
2.
Skema pembiayaan Musyarakah ………. …………………………….
22
3.
Skema pembiayaan Mudharabah……………………………………
25
4.
Skema pembiayaan Murabahah ……………………………………….
27
5.
Skema pembiayaan Salam …………………………………………….
29
6.
Skema pembiyaan Istishna ……………………………………………
30
7.
Model Lingkungan Wealth Management ............................................ 47
8.
Tahapan analisis penilaian kesehatan ............................................
50
9.
Struktur organisasi LKM BMT BUS Lasem Rembang ……………
62
10.
Radar chart tentang nilai rasio kesehatan BMT BUS ......................
67
73
I. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang telah memberikan bukti bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih tahan terhadap perubahan yang terjadi dan tetap mampu tumbuh dalam kondisi ekonomi yang sangat tidak kondusif. Sebagai ilustrasi, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah unit usaha UMKM terlihat berkembang secara fantastis. Tercatat jumlahnya menjadi 42,4 juta unit pada 2003 atau naik 9,5% dari tahun 2000. Pada tahun yang sama, UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja 79 juta pekerja atau lebih tinggi 8,6 juta dalam tempo tiga tahun. Dalam periode itu terjadi kenaikan rataan per tahun 4,1% (Siagian, 2004). Selama periode 2000-2003 usaha mikro dan kecil mampu memberikan lapangan pekerjaan baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang, di sisi lain usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang. Hal ini membuktikan bahwa UMKM dapat menjadi katup pengaman, dinamisator dan stabilisator perekonomian Indonesia (Heriyanto, 2005). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) yang diciptakan UMKM dalam tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun (56,7% dari PDB). Jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2003 mencapai 42,4 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini tercatat 79,0 juta pekerja. Pertumbuhan PDB UMKM periode 2000 – 2003 ternyata lebih tinggi daripada total PDB, yang disumbangkan oleh Usaha Besar. Data BPS 2005 mengukuhkan bahwa UMKM merupakan mayoritas jumlah pelaku usaha (44,69 juta unit usaha atau 99,99%), UMKM menyerap tenaga kerja terbanyak (77, 68 juta pekerja atau 96,78%), kontribusi UMKM terhadap PDB yang nyata (Rp 1.480 triliun atau 54,22%) dan nilai investasi UMKM cukup nyata (Rp 275,37 triliun atau 45,92%), serta memiliki kinerja ekspor non-migas (Rp 109,13 triliun atau 14,76%).
74
Perkembangan sektor UMKM yang demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, bila hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, maka akan dapat mewujudkan usaha
menengah
yang
tangguh,
seperti
yang
terjadi
pada
saat
perkembangan usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Di sisi lain, UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup : pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembagalembaga keuangan formal khususnya dari perbankan. Sebagai gambaran hasil survei Bank Indonesia pada triwulan ke III tahun 2005, terlihat bahwa kredit yang disetujui bank dapat dikelompokkan : a. Di atas Rp. 5 milyar, sebanyak 33,3%. b. Di atas Rp. 500 juta s/d Rp. 5 milyar, sebanyak 31,0%. c. Di atas Rp. 50 juta s/d Rp. 500 juta, sebanyak 21,4%. d. Di bawah Rp. 50 juta hanya sebesar 14,3%. Dari komposisi di atas menunjukkan bahwa segmen UMKM yang jumlahnya 98% hanya mendapat pelayanan kredit 14,3% dan pada triwulan berikutnya terdapat kecenderungan yang mengarah dimana penyaluran di atas Rp. 5 milyar justru naik menjadi 46,2%, sedangkan kredit mikro malah menurun menjadi 8,9%. Komposisi kredit mikro yang hanya 14,5% pun disinyalir banyak pihak bahwa sebagian besarnya tidak diperuntukkan kepada usaha mikro melainkan kredit melalui kartu kredit yang karena besarannya di bawah 50 juta, maka dikategorikan kredit mikro. Kenyataan yang dikemukakan tersebut sesuai dengan analisis De Soto (2001) yang menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal (usaha mikro) dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Beliau mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya yang mayoritas pengusaha kecil (mikro).
75
Melihat realitas tersebut, pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
seharusnya
menjadi
perhatian
dan
prioritas
utama
apabila
menginginkan perubahan kondisi ekonomi sosial negeri ini. Dalam hal ini, Pusat
Inkubasi
Bisnis
Usaha
Kecil
(PINBUK)
sebagai
Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang didirikan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), Majelis Ulama lndonesia (MUI) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sejak tahun 1995 turut berpartisipasi dalam
pembangunan
nasional
dengan
menumbuhkembangkan
kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebuah model LKM dengan prinsip syariah (LKMS), berbasis swadaya masyarakat yang mandiri dan mengakar di masyarakat untuk dapat menjangkau dan melayani lebih banyak unit usaha mikro yang tidak mungkin dijangkau langsung oleh lembaga keuangan dan perbankan umum. Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, saat ini BMT sudah menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya BMT berdiri di mana-mana tersebar di seluruh Indonesia, (Tabel 1). Kehadiran BMT-BMT demikian penting dirasakan oleh masyarakat sebagai lembaga keuangan alternatif, di samping perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Apalagi BMT ini dioperasikan dengan sistem bagi hasil yang merupakan sistem syariah, dan dalam perkembangannya menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah meningkat, sehingga keberadaan BMT menjadi alternatif yang berarti. Namun demikian, kondisi persaingan BMT dengan Bank Konvensional maupun dengan BPR yang demikian ketat telah mendorong untuk mencari strategi yang tepat dalam mengembangkan BMT dengan cara peningkatan kinerja dan daya saing masing-masing BMT. Dari paparan tersebut menjadi penting dikaji model penilaian kesehatan LKM BMT. Hal yang perlu dipertanyakan selanjutnya adalah bagaimana faktor yang mempengaruhi kinerja BMT dilihat dari perspektif Analisis Kesehatan BMT versi PINBUK (Aziz, 2005). Selanjutnya menjadi pertanyaan adalah apakah implikasi dari tindakan manajemen sebagai strategi pengembangan kelembagaan LKMS BMT.
76
Tabel 1. Jumlah BMT di Indonesia
No
Propinsi
Beraset
Beraset
Beraset
Beraset
Beraset
Total
> Rp.1 M
Rp.500 Jt- 1 M
Rp. 250500 Jt
Rp. 50250 Jt
< Rp. 50 Jt
(unit)
1
Aceh
2
7
23
37
7
76
2
Sumatera Utara
1
8
53
87
7
156
3
Sumatera Barat
1
5
17
28
9
60
4
Riau
2
5
20
23
15
65
5
Jambi
1
1
2
5
3
12
6
Bengkulu
-
1
10
5
4
20
7
Sumatera Selatan
1
3
14
38
9
65
8
Lampung
3
1
14
19
7
44
9
Jakarta
5
36
53
55
16
165
10
Jawa Barat
7
23
290
293
24
637
11
Jawa Tengah
97
9
215
225
49
595
12
Yogyakarta
7
10
29
14
9
69
13
Jawa Timur
16
32
271
230
62
611
14
Bali
1
6
4
3
1
15
15
Kalimantan Barat
2
5
13
17
2
39
16
Kalimantan Tengah
-
5
4
3
2
14
17
Kalimantan Timur
2
9
7
4
2
24
18
Kalimantan Selatan Sulawesi Utara & Gorontalo
3
4
5
4
1
17
-
1
21
31
9
62
20
Sulawesi Tengah
1
2
4
2
2
11
21
Sulawesi Tenggara
-
1
11
7
4
23
22
Sulawesi Selatan
10
51
71
83
29
244
23
Nusa Tenggara Barat
1
4
41
39
8
93
24
Nusa Tenggara Timur Maluku & Maluku Utara
-
1
2
4
1
8
2
5
10
7
4
28
3
2
6
7
3
21
19
25 26
Papua & Irjabar
77
No
Propinsi
Beraset
Beraset
Beraset
Beraset
Beraset
Total
> Rp.1 M
Rp.500 Jt- 1 M
Rp. 250500 Jt
Rp. 50250 Jt
< Rp. 50 Jt
(unit)
289
3.101
Jumlah
168
237
1.210
1.270
Sumber : PINBUK, 2005.
Dari data pada Tabel 1 diketahui bahwa daerah yang paling kondusif bagi pertumbuhan BMT adalah propinsi Jawa Tengah. Dari 513 unit BMT di Jawa Tengah, 97 diantaranya telah memiliki aset di atas 1 milyar rupiah. Salah satu dari BMT yang cukup berkembang di wilayah tersebut adalah BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, dimulai dari pendiriannya pada tanggal 10 Nopember 1996 dengan modal 2 juta rupiah dan saat ini asetnya telah mencapai di atas 60 milyar rupiah. Berdasarkan hal tersebut lokasi kajian ini ditetapkan, yaitu BMT Bina Umat Sejahtera diharapkan dapat mewakili kajian secara umum terhadap pengembangan BMT.
2.
Perumusan Masalah Dalam perumusan masalah ditekankan pada penilaian kesehatan kinerja keuangan BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang sehingga dapat diuraikan sebagai berikut : a. Bagaimana kinerja keuangan dari BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari rasio keuangannya berdasarkan Model Penilaian Kesehatan versi PINBUK ? b. Faktor-faktor kritis apakah yang mempengaruhi kinerja keuangan dan implikasinya
dalam
pengembangan
manajemen
BMT
Bina
Umat
Sejahtera ? c. Bagaimana bentuk strategi pengembangan BMT Umat Sejahtera dalam peningkatan usaha UMKM ?.
78
3. Tujuan Tujuan pelaksanaan penilaian kesehatan BMT Bina Umat Sejahtera adalah : a. Melakukan analisis untuk mengetahui kinerja keuangan dari BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari rasio keuangannya dan Model Penilaian Kesehatan versi PINBUK. b. Menyusun strategi pengembangan BMT Bina Umat Sejahtera dalam peningkatan usaha UMKM. c. Merumuskan Implikasi Manajerial bagi pengembangan BMT berdasarkan hasil analisis pada butir 1.
79
II. LANDASAN TEORI 1. Usaha Mikro Kecil Menengah Usaha (mikro) kecil menengah di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional karena berperan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa, serta memperkokoh struktur industri nasional (Hubeis, 2002). Khusus usaha mikro, istilah tersebut baru beberapa tahun belakangan muncul di permukaan. Sebelum dikeluarkannya UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (UK) masih beragam definisi mengenai UKM dan di bawah ini disampaikan batasan UK (koperasi, perorangan dan industri) (Hubeis, 2002) berikut : a. Menurut Keppres No. 16/1994 Menurut Keppres No. 16/1994 disebutkan bahwa batasan usaha kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp. 400 juta. b. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan 1)
Perusahaan memiliki aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung).
2)
Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp. 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung).
c. Menurut Departemen Keuangan Perusahaan memiliki omzet maksimum Rp. 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah dan bangunan. d. Menurut Bank Indonesia Perusahaan memiliki aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah dan bangunan. e. Menurut Badan Pusat Statistik : Memiliki tenaga kerja 5 - 19 orang.
80
f. Menurut Departemen Kesehatan : Penandaan standar mutu.
Setelah dikeluarkannya UU No. 9 tahun 1995 tentang UK pengertian usaha kecil relatif seragam (Surjati, 2004), yaitu : a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 200 juta diluar tanah dan bangunan. b. Omzet maksimal Rp. 1.000.000.000,- setahun. c. Milik Warga Negara Indonesia (WNI). d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. e. Bentuk usaha : perorangan, berbadan hukum maupun tidak, termasuk koperasi. Sejak krisis moneter “merontokkan” perekonomian nasional, tidak diragukan lagi UMKM adalah penyelamat, sehingga proses pemulihan ekonomi dapat dilakukan. UKM mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang tidak bisa lagi dilakukan usaha besar. Melihat jumlah UMKM dan perannya dalam perekonomian yang cukup besar tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional dari potensi yang dimilikinya (Wiyono, 2003), yaitu : a.
Populasi usaha kecil dan mikro bersifat massal dan terdistribusi dimanamana.
b.
Bergerak diberbagai sektor kegiatan ekonomi (pertanian, peternakan, industri, kerajinan dan jasa), baik di kota maupun di desa.
c.
Usaha mikro dan kecil sebagai mata pencaharian pokok, sehingga sangat tekun dan ulet dalam menjalankan usahanya.
d.
Dapat dipercaya dan memiliki lalu lintas likuiditas usaha yang cukup lancar.
e.
Pola pembiayaan usaha relatif sederhana dapat menjadikan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup tinggi.
81
Melihat perkembangan UMKM yang cukup bagus dan tidak banyak terkena dampak krisis ekonomi dan moneter, maka turut memunculkan semangat bagi dunia perbankan Indonesia untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam peningkatan produktivitas UKM nasional. Namun hal ini tidak mudah dilakukan, mengingat beberapa faktor yang menghambat interaksi dan kinerja diantara kedua sektor tersebut (Dewi, 2003), yaitu : a.
Para pengusaha mikro, kecil dan menengah mengalami kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pinjaman dari bank.
b.
Permodalan, pola administrasi, jangkauan pasar, legalitas usaha dan jumlah agunan UKM oleh pihak perbankan dianggap masih sangat lemah dan kurang memadai.
c.
Skim kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan dan pemerintah belum dapat menjangkau bisnis mikro maupun UMKM.
d.
Belum terdapat fasilitas pelayanan penyaluran kredit yang sesuai dengan dinamika usaha mikro, kecil, dan menengah yang operasinya sederhana dan dapat diandalkan. Sektor UMKM masih dikonotasikan dengan sejumlah ciri negatif seperti
tingginya risiko bisnis UMKM, tidak efisiennya skala bisnis UMKM, lemahnya sistem administrasi bisnis, kurangnya pengalaman bisnis dan penerapan teknologi dalam industri IKM (Pramono, 2004). Ciri negatif itulah yang berdampak pada rendahnya akses UMKM terhadap pendanaan sektor perbankan. Dalam konteks inilah, seharusnya perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan nasional dapat memainkan peranan yang penting dalam rangka memberdayakan sektor UMKM dengan berbagai pola penyaluran pembiayaan kepada UMKM.
2. Lembaga Keuangan Mikro Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga intermediasi keuangan pada level mikro baik formal maupun non formal yang didirikan dan
dimiliki
bersama
oleh
warga
masyarakat
untuk
memecahkan
masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para anggotanya, dalam rangka mengembangkan usaha produktif, meningkatkan
82
pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Gema PKM (2003) mendefinisikan keuangan mikro (microfinance) sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat perdesaan. Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, keluarganya;
yang
memungkinkan
peduli
terhadap
diri
sendiri
dan
“programmes extend small loans to very poor for self-
employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families” (Kompas, 2005). Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut LKM. Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) dan money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang (www.adb.org, 2005). LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, Danamon Simpan Pinjam (DSP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Badan Kredit Desa (BKD). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM,
83
namun akibat persyaratan mitra pembiayaanan menggunakan metode bank konvensional,
pengusaha
mikro
kebanyakan
masih
kesulitan
mengaksesnya. Ibrahim (2002) Indonesia memiliki reputasi internasional sebagai negara yang telah mengembangkan berbagai bentuk lembaga dengan berbagai bentuk jasa keuangan mikro. Indonesia merupakan laboratorium pasar keuangan mikro terbesar di dunia, yaitu tempat di mana berbagai lembaga
keuangan
rakyat
telah
melalui
tahap
uji
coba,
dengan
menghasilkan pemahaman bahwa lembaga-lembaga tersebut tumbuh dan berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat setempat.
3. Prinsip Umum LKM Agar LKM dapat berkembang, tumbuh menjadi kuat dan lestari dalam memberikan pelayanan keuangan kepada para anggota, maka perlu memegang teguh dan melaksanakan prinsip-prinsip yang telah teruji sebagai berikut : a.
Modal LKM haruslah bersumber dari anggotanya sendiri (swadaya), yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib (dapat di tambahkan
“modal penyertaan”, pada BMT sering disebut simpanan
pokok khusus, atau saham pada bank, sebagai penguat modal dengan perlakuan seperti investasi anggota pada lembaga keuangan). Selain itu LKM dapat membuka berbagai jenis tabungan (simpanan sukarela). b.
Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela. Tidak ada paksaan untuk menjadi anggota, dapat menerima warga masyarakat di lingkungannya secara selektif untuk menjadi anggota tanpa membedakan suku, jenis kelamin, agama dan kedudukan sosialnya.
c.
Pada LKM non bank, layanan simpanan hanya diperoleh dari anggota LKM atau tidak boleh dari bukan anggota, agar tidak melanggar UU Perbankan.
d.
Mengembangkan pelayanan yang bermutu dan profesional, bukan dengan semangat berderma atau mengejar laba semata.
84
e.
Menghargai jasa, kemampuan dan produktifitas orang secara layak dan rasional.
f.
Saling percaya. Setiap anggota harus mengembangkan sikap untuk dapat dipercaya, menepati janji dan dapat mempercayai orang lain.
g.
Kepemimpinan demokratis ditandai oleh : 1)
Setiap anggota mempunyai kedudukan yang sama, satu orang anggota satu suara.
2)
Anggota berhak mengajukan usul yang harus diperhatikan oleh pengurus.
3)
Pengurus dan pengawas dipilih dari dan oleh anggota di dalam rapat anggota.
4)
Manajemen diselenggarakan secara terbuka. Setiap anggota berhak mengetahui dan memperoleh informasi keuangan secara berkala.
h.
Berusaha untuk mencapai skala ekonomi atau volume usaha layak yang menjamin
perolehan
pendapatan,
untuk
membiayai
pelayanan
profesional kepada para anggota, pertumbuhan dan kelestarian. i.
Mengalokasikan sumber dana yang diperoleh dari pendapatan untuk kegiatan pendidikan secara terus menerus bagi kemajuan anggota dan keluarganya.
j.
Melakukan kegiatan pelayanan keuangan untuk mendukung usaha para anggotanya dan tidak menyaingi usaha anggotanya.
k.
Membangun jaringan kerjasama antar LKM dan lembaga lain yang lebih luas atas dasar saling menghargai dan saling mengembangkan.
l.
Pembiayaan yang diberikan kepada anggota harus dikuti dengan pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan.
m. Jaminan barang boleh diterapkan, namun pertimbangan yang terbaik tetap atas watak/karakter mitra pembiayaan sendiri dan kelayakan usahanya.
85
4. Dimensi Keuangan Mikro a. Tingkat/Skala Nasional 1) Masyarakat Indonesia sejak lama mengembangkan keuangan mikro, seperti arisan, lumbung pitih nagari, lumbung desa, jimpitan, dan sebagainya. 2) Beberapa Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), yakni LSM yang memiliki jaringan mengembangkan LKM Non Bank dan secara riil juga memberikan pelayanan keuangan mikro, seperti PINBUK dengan BMT (dan/atau Baitul Qiradh/BaiQi khusus di NAD) serta Kelompok Usaha Muamalat (POKUSMA), Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) dengan Credit Union/Koperasi Kredit, Alisa Khadijah dengan Sahabat Usaha Alisa (SUA), Majlis Ekonomi Muhammadiyah dengan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), Lembaga Ekonomi NU dengan Syirkah Muawanah, beberapa repikator Grameen, ASA, dan sebagainya. 3) Pemerintah
melalui
berbagai
program
dan
proyek
juga
mengembangkan konsep keuangan mikro, seperti Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program
Pengembangan
Kecamatan
(PPK),
Program
Pembinaan Peningkatan Petani Kecil (P4K), Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) – Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Unit Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP), Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM), Balai Usaha Mandiri Terpadu Kelompok Usaha Bersama
(BMT-KUBE),
Program
Pemberdayaan
Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP), Modal Awal Padanan (MAP), Lembaga Pembinaan Terpadu Industri dan Dagang Kecil (LPT INDAK), Program Pemberdayaan Keuangan Ekonomi Rakyat (P2KER), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Madani (LEPMM), Program Pembiayaan Produktif Koperasi Usaha Mikro (P3KUM), Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA), Kredit Pemilikan Rumah Swadaya (KPRS), Program Pengembangan Usaha
86
Agribisnis Perdesaan (PUAP), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan sebagainya. 4) Berbagai
lembaga
keuangan
berbentuk
bank
terlibat
dalam
pengembangan keuangan skala mikro: BRI Unit, Swamitra Bukopin, Danamon Simpan Pinjam (DSP), BPR, dan BPRS. 5) Pendekatan keuangan mikro lintas pelaku: Program Hubungan Bank dengan KSM (PHBK) yang kemudian lebih riil berkembang Hubungan Bank dengan LKM (HBL) atau Linkage Program. 6) Forum stakeholder keuangan mikro, seperti : Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro (GEMA PKM), Asosiasi BMT SeIndonesia (ABSINDO), Perhimpunan Lembaga Keuangan Mikro Indonesia (PLKMI), dan sebagainya. 7) Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 26 Februari 2005 mencanangkan tahun 2005 sebagai awal Tahun Keuangan Mikro Indonesia dalam rangka mencapai Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia.
b. Tingkat /Skala Internasional 1) Salah satu strategi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) adalah menargetkan penurunan kemiskinan pada tahun 2015 sebesar 50% dari sekitar 1,3 milyar jumlah penduduk miskin dunia saat ini melalui layanan LKM, atau "sustainability micro finance". 2) Pemberian hadiah Nobel kepada Prof. Mohammad Yunus Banglades atas
keberhasilannya
memberdayakan
yang
miskin
melalui
pendekatan LKM Grameen Bank (2007). 3) Sekjen PBB Koffi Anan meluncurkan "The International Micro Credit Year" pada tanggal 18 Nopember 2004.
87
4) Social Development Summit (Copenhagen, 1996) 5. Micro Credit Summit (Washington, 1997) 6. International Leader Forum on Development Finance (Washington – 1997, Maracas – 1998, Hyderabad – 1999, Johannesburg – 2000, Nairobi – 2001, Beijing – 2002). 7. Asia Pacific
Banking With The Poor Network (Brisbane – 1997,
Singapore – 1998, Bangkok – 1999) 8. Inasia (Dacca – 2000, Katmandu – 2001, Bangkok – 2002). 9. Asia Pacific Development Center atau APDC (Kuala Lumpur – 1996, Washington – 1997, Bangkok – 2002). 10. World Bank : Distance Learning on Microfinance, melibatkan Indonesia, Japan, China, Vietnam, Singapore dan US (2001).
5. Tinjauan Syariah Lembaga Keuangan Operasional BMT pada prinsipnya serupa dengan bank syariah, yang membedakan hanyalah kelembagaan, segmentasi pasar, dan keluasan produk. Bank Syariah menurut Antonio (1999) adalah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan ciri-ciri yang menonjol, yaitu pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal konsep time-value of money, serta konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan. Fungsi dan peran bank syariah, diantaranya
tercantum
dalam
pembukaan
standar
akuntansi
yang
dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution atau AAOIFI (Sudarsono, 2003) berikut : a.
Manajer Investasi yang dapat mengelola investasi atas dana nasabah, misalnya menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.
b.
Investor yang dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah Islam dan membagi
88
keuntungan atau kerugian yang diperoleh secara proporsional sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana. c.
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan seperti bank konvensional sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d.
Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah yang dapat memberikan pelayanan sosial dalam bentuk pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan penyaluran dana sosial (qardhul hasan). Paradigma ekonomi Islam pada hakekatnya mengatur hubungan
ekonomi antara pelaku ekonomi, agar yang terlibat dalam kegiatan usaha ekonomi dapat memperoleh keuntungan secara wajar sesuai dengan perjanjian yang disepakati berdasarkan ketentuan Qur’an dan Hadist. Selain mengatur tentang masalah aqidah dan akhlaq, Islam juga mengatur masalah hubungan antar manusia (muamalah). Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa kerangka kegiatan muamalah, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bidang sosial, politik dan ekonomi. Muamalah di bidang ekonomi mengatur tentang kegiatan konsumsi, simpanan dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi moderat yang memungkinkan adanya simpanan yang dapat disalurkan untuk pembiayaan investasi, baik untuk investasi di sektor perdagangan (trade), produksi (manufacture) maupun jasa-jasa (services). Oleh karena itu, diperlukan lembaga keuangan yang dapat bertindak sebagai intermediator antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Maka dapat dikatakan bahwa antara pola konsumsi, simpanan, investasi dan keberadaan lembaga keuangan pada hakekatnya akan membentuk suatu siklus kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama lain. Lembaga keuangan yang dapat bertindak sebagai intermediator berdasarkan prinsip muamalah adalah bank syariah. Sebagaimana halnya bank konvensional, kegiatan usaha bank syariah pada intinya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penghimpunan dana dan penanaman dana.
89
Namun dalam sistem operasional bank syariah, terdapat ciri khusus, dimana pemilik dana menyimpan uangnya di bank tidak dengan motif untuk mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil dari debitur/nasabah yang menggunakan dana tersebut untuk kegiatan ekonomi produktif.
Gambar 1. Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam (Chrishandoyo, 1999) Antara LKM syariah dengan LKM konvensional terdapat perbedaan karakteristik nyata, yaitu : a. LKM syariah tidak melaksanakan transaksi pinjam-meminjam uang berdasarkan bunga dalam segala bentuknya, melainkan dengan sistem bagi hasil dengan nasabahnya. b. Hubungan antara LKM syariah dengan nasabahnya tidak berupa hubungan
debitur-kreditur,
tetapi
lebih
merupakan
hubungan
partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil dari suatu perjanjian bisnis. c. LKM syariah memisahkan kedua jenis pendanaan supaya dapat dibedakan antara hasil yang diperoleh dari dana sendiri dengan hasil
90
yang diperoleh dari dana simpanan yang diterimanya atas dasar prinsip bagi hasil. d. LKM syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, namun
bekerja
atas
dasar
kemitraan
seperti
mudharabah,
musyarakah, atas dasar jual beli (murabahah) atau atas dasar sewa (ijarah). e. LKM syariah merupakan bank multiguna karena berperan sebagai bank komersial, bank investasi (Investment Bank) dan bank pembangunan. f.
LKM Syariah bekerja di bawah pengawasan Pengawas Syariah.
a. Keunggulan Lembaga Keuangan Syariah dan Kelemahan Sistem Bunga 1) Keunggulan Lembaga Keuangan Syariah Keunggulan yang dimiliki bank syariah menurut Arifin (1999) adalah : i. Secara teoritis, keunggulan bank/lembaga keuangan syariah terletak pada sistem yang berdasarkan atas prinsip bagi hasil (profit and lost sharing) dan berbagi risiko (risk sharing). Sistem ini diyakini oleh para ulama sebagai jalan keluar untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (riba). Bank syariah pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi yang menjadi perantara antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna, apabila diinvestasikan dan para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses, maka tidak diragukan lagi bahwa bank dapat melakukan fungsi yang berguna bagi masyarakat Islam. Islam tidak menolak usaha menghasilkan laba. Oleh karenanya, tidak ada alasan bagi bank untuk tidak masuk dalam suatu kemitraan dengan pengusaha dan meminjamkan dana, dengan tanpa memungut bunga, tetapi memperoleh bagi hasil. Melalui perannya sebagai mitra, maka bank berbagi risiko dengan para pengusaha. Hal ini jelas sah dalam Islam, karena bank dapat merugi dan bank
91
tidak memperoleh hasil yang tetap dan pasti. Di lain pihak, pengusaha juga memperoleh manfaat, karena merasa yakin tidak dipaksa untuk membayar sesuatu jumlah yang pasti yang tidak mungkin dimiliki manakala perusahaan tidak berhasil sebagaimana mustinya. Deposito dari bank juga berbagi risiko dan juga akan memperoleh bagi hasil. Jadi dapat dikatakan tidak melanggar hukum Islam, karena menerima bunga. Jadi, semua pihak memperoleh manfaat dan ini memenuhi kriteria keadilan yang diinginkan oleh Islam. ii. Aktivitas lembaga keuangan syariah didukung dengan skema pinjaman tanpa imbalan yang disebut dana sosial (qardhul hasan). Pinjaman ini diberikan kepada orang yang posisinya secara ekonomis sangat lemah, namun memiliki potensi keterampilan berusaha. Bank sama sekali tidak mengambil manfaat dari hasil pengelolaan dana tersebut. Mitra pembiayaan hanya berkewajiban untuk membayar kembali sebesar pokok pinjamannya. iii. Lembaga Keuangan Syariah tidak membatasi dirinya untuk hanya bersedia meminjamkan dananya kepada sektor usaha yang sudah mapan saja, atau kepada orang yang dapat menyediakan jaminan untuk memastikan pembayaran kembali utang pokok dan bunganya saja, seperti yang selama ini berlaku pada sistem konvensional. Pengusaha kecil terdorong untuk tidak ragu-ragu melakukan inovasi guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahanya, karena adanya dukungan lembaga keuangan yang bersedia memberikan dukungan secara pasti terhadap usaha itu. iv. Bank/lembaga keuangan syariah bekerja berdasarkan prinsip kemitraan dengan para pengusaha. Pembiayaan yang diberikan oleh bank disertai dengan pemberian konsultasi, pembinaan dan pengawasan, bahkan bila perlu menempatkan orang untuk membantu secara efektif dalam proses manajemen perusahaan.
b. Kelemahan Sistem Bunga
92
Jika dibandingkan dengan sistem syariah, sistem LKM konvensional yang berbasis bunga memiliki berbagai kelemahan sebagai berikut : i. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan/kewajaran bisnis. Dalam bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Mitra pembiayaan sudah berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang
disetujui,
walaupun
mengalami
kerugian,
atau
bila
perusahaan untung kecil, tetapi bunga yang harus dibayarkan melebihi keuntungannya. ii. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan. Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat secara keseluruhan sejalan dengan menganggurnya sebagian besar orang. Lebih dari itu, beban hutang membuat kesulitan yang menghimpit usaha pemulihan ekonomi, serta membawa penderitaan lebih lanjut bagi seluruh masyarakat. iii. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Oleh karena itu, untuk keamanannya hanya mau meminjamkan dana kepada bisnis yang benar-benar mapan atau kepada orang yang sanggup memberikan jaminan bagi keamanan pinjamannya.
Hal
ini
menyebabkan
tidak
seimbangnya
pendapatan dan kesejahteraan. iv. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi inovasi oleh UMK. Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan produk baru, karena memiliki cadangan dana sebagai sandaran bila ternyata ide barunya tersebut tidak berhasil. UMK sulit untuk mencoba ide baru. Bila meminjam dana berbunga dari bank dan ternyata
ide
barunya
tersebut
tidak
berhasil,
maka
konsekuensinya harus membayar pinjaman beserta bunganya dan hal ini menyebabkan kebangkrutan. v. Dengan sistem bunga, bank tidak tertarik dalam kemitraan usaha, kecuali bila ada jaminan pengembalian modal dan bunga. Setiap
93
rencana bisnis yang diajukan selalu diukur dengan kriteria. Jadi, bank yang bekerja dengan sistem bunga tidak mempunyai insentif untuk membantu usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekerja. Sistem ini akan menyebabkan mis-alokasi sumber daya. Berikut ini disajikan Tabel 2 yang menjelaskan perbedaan antara bunga dengan bagi hasil. Tabel 2. Perbedaan Bunga dan Bagi hasil (Antonio, 1999) Bunga
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Bagi Hasil
a. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi. b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan usaha
b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi d Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan bank berlipat atau keadaan ekonomi sedang "booming" e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh e. Tidak ada yang meragukan semua agama termasuk keabsahan bagi hasil. Islam. b. Pembiayaan Syariah
Secara umum pembiayaan syariah dilakukan atas dasar prinsip bagi hasil (profit sharing) dan marjin. Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dengan empat akad, yaitu musyarakah, mudharabah, muzaraah dan musaqah. Namun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai oleh perbankan syariah adalah akad musyarakah dan mudharabah.
94
Prinsip marjin dilakukan dalam bentuk-bentuk akad jual beli dan yang banyak dikembangkan dalam perbankan syariah sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi adalah murabahah, salam dan istishna. 1) Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) i. Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi
dana
(atau
amal/expertise)
dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 1999). Terdapat manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan secara musyarakah, yaitu : i)
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha meningkat.
ii)
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah penyimpan dana secara tetap, namun disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak mengalami negatif spread.
iii)
Pengembalian pokok pembiayaan yang dilakukan debitur disesuaikan dengan cash flow nasabah dan hal ini tidak memberatkan nasabah.
iv)
Bank akan lebih selektif dan berhati-hati dalam pembiayaan usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
v)
Prinsip bagi hasil dalam akad musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan tetap menagih pembayaran dari nasabah dalam jumlah yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun nasabah mengalami kerugian.
95
Selain manfaat yang sudah diuraikan di atas, terdapat risiko yang relatif tinggi pada penerapan pembiayaan musyarakah, yaitu: i)
Side streaming; nasabah menggunakan dana pembiayaan tersebut bukan seperti yang disebutkan dalam akad atau kontrak.
ii)
Lalai dan kesalahan yang dilakukan secara sengaja oleh nasabah.
iii)
Jika
nasabah
tidak
jujur,
maka
Informasi
mengenai
keuntungan tidak disampaikan secara transparan oleh nasabah kepada bank. Secara umum pembiayaan musyarakah dapat dijabarkan pada Gambar 2.
Nasabah Parsial : Asset Value
Bank Syariah Parsial : Pembiayaan PROYEK/USAHA
KEUNTUNGAN Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah) Gambar 2. Skema pembiayaan Musyarakah (Antonio, 1999)
Keterangan : i)
Nasabah mengajukan proposal proyek kepada bank dan bank mempelajari proposal tersebut dan timbul kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam akad Musyarakah.
96
ii)
Bank dan nasabah menyerahkan share dana kedalam proyek, dengan jangka waktu, nisbah bagi hasil dan persyaratan
lainnya
yang
tercantum
dalam
akad
keuntungan,
maka
pembiayaan. iii)
Pembagian keuntungan/kerugian : -
Apabila
proyek
memberikan
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. -
Apabila proyek rugi, maka kerugian ditanggung bank dan nasabah sesuai dengan porsi masing-masing.
iv)
Dana musyarakah dikembalikan/diangsur oleh nasabah sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
ii.
Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (Antonio,
1999).
Keuntungan
yang
terjadi
dalam
akad
mudharabah dibagi antara pihak pemilik dana dan pengelola menurut kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian yang terjadi ditanggung oleh pemilik dana, jika kerugian tersebut disebabkan bukan oleh pengelola. Apabila kerugian yang terjadi diakibatkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola, maka
pengelola
harus
mempertanggungjawabkan
kerugian
tersebut kepada pemilik dana.
Pembiayaan mudharabah dibedakan dalam dua jenis, yaitu : i.
Mudharabah Mutlaqah (Tidak Terikat atau Unrestricted) Shahibul Maal (pemilik dana) memberikan keleluasaan penuh kepada Mudharib (pengelola usaha) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
97
menguntungkan. melakukan
Mudharib
pengelolaan
usaha
bertanggungjawab sesuai
dengan
untuk praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). ii.
Mudharabah Muqayyadah (Terikat atau Restricted) Shahibul Maal menentukan syarat dan pembatasan pada Mudharib dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya. Mudharib menggunakan modal tersebut hanya untuk kegiatan usaha yang dinyatakan
secara khusus untuk menghasilkan
keuntungan. Terdapat manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan secara mudharabah, yaitu : i)
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha meningkat.
ii)
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah penyimpan dana secara tetap, namun disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak mengalami negatif spread.
iii)
Pengembalian pokok pembiayaan yang dilakukan debitur disesuaikan dengan cash flow nasabah dan hal ini tidak memberatkan nasabah.
iv)
Bank akan lebih selektif dan berhati-hati dalam pembiayaan usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
v)
Prinsip bagi hasil dalam akad mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan tetap menagih pembayaran dari nasabah dalam jumlah yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun nasabah mengalami kerugian.
98
Selain manfaat yang sudah diuraikan di atas, terdapat risiko yang relatif tinggi pada penerapan pembiayaan
mudharabah,
yaitu : i)
Side streaming; nasabah menggunakan dana pembiayaan tersebut bukan seperti yang disebutkan dalam akad atau kontrak.
ii)
Lalai dan kesalahan yang dilakukan secara sengaja oleh nasabah.
iii)
Jika
nasabah
tidak
jujur,
maka
informasi
mengenai
keuntungan tidak disampaikan secara transparan oleh nasabah kepada bank. Secara umum pembiayaan mudharabah dapat dijabarkan pada Gambar 3.
PERJANJIAN Nasabah (Mudharib)
BAGI HASIL Keahlian/ Modal Ketrampilan 100% PROYEK/USA
Bank/BMT (Shahibul M l)
HA Nisbah X%
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
Nisbah Y%
MODAL
Pengembalian Modal Pokok
Gambar 3. Skema pembiayaan Mudharabah (Antonio, 1999) Keterangan : i)
Nasabah mengajukan proposal proyek kepada bank dan bank mempelajari proposal tersebut dan timbul kesepakatan
99
bersama. Kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam akad Mudharabah. ii)
Bank menyerahkan 100% dana dan nasabah mengelola proyek atau usaha, dengan jangka waktu, nisbah bagi hasil dan
persyaratan
lainnya
yang
tercantum
dalam
akad
pembiayaan. iii)
Pembagian keuntungan/kerugian : - Apabila
proyek
memberikan
keuntungan,
maka
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan. - Apabila proyek rugi, maka 100% kerugian ditanggung bank kecuali mudharib melakukan kelalaian atau melanggar kesepakatan. iv)
Dana Mudharabah dikembalikan dengan cara diangsur atau sekaligus oleh mudharib sesuai dengan jangka waktu secara teratur yang disepakati.
2) Prinsip Marjin (Jual Beli) i.
Murabahah (Deffered Payment Sale) Murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati (Antonio, 1999). Dalam akad murabahah penjual harus memberitahukan harga pokok produk yang dibeli ditambah dengan tingkat keuntungan yang ditentukan. Manfaat yang dapat diambil dari akad murabahah adalah : i) Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. ii) Nasabah melakukan angsuran secara tetap dan tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi secara umum dan fluktuasi tingkat suku bunga. Selain manfaat yang didapat, maka risiko yang harus diantisipasi dari akad murabahah adalah :
100
i) Default atau kelalaian, yaitu nasabah sengaja tidak membayar angsuran. ii) Fluktuasi harga komparatif, terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak dapat mengubah harga jual-beli tersebut. iii) Penolakan nasabah, barang yang dikirim dapat ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Jika hal ini terjadi dan bank sudah terlanjur melakukan kontrak pembelian dengan penjual, maka barang tersebut menjadi milik bank dan bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain. iv) Dijual, karena murabahah bersifat jual-beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang tersebut menjadi milik nasabah. Secara umum pembiayaan murabahah dapat dijabarkan pada Gambar 4. nNegosiasi dan Persyaratan o Akad Jual Beli
Bank/B MT
Nasabah s Bayar Terima Barang dan Dokumen
pBeli Barang
PEMASOK PENJUAL
r
q Kirim
Gambar 4. Skema pembiayaan Murabahah (Antonio, 1999) Keterangan :
101
n Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang akan diperjualbelikan, harganya (termasuk jumlah keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan. o Bank dan nasabah melakukan akad pembiayaan Murabahah sebesar nominal harga jual untuk dilunasi dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. p Apabila akad pembiayaan sudah ditandatangi oleh bank dan nasabah, maka bank melakukan pesanan barang kepada pemasok sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah. Nasabah tidak diperkenankan membeli barang secara langsung tanpa seizin bank. q Barang yang dibeli oleh bank selanjutnya dikirim oleh pemasok kepada nasabah. r Nasabah menerima barang yang dipesan dilengkapi dengan dokumen-dokumen pengiriman. s Nasabah melakukan pembayaran kepada bank atas barang tersebut secara angsuran/sekaligus. ii.
Salam (In-front Payment Sale) Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu (Ikatan Akuntan Indonesia, 2002). Di dalam transaksi salam dikenal pula dengan salam pararel, yaitu melaksanakan dua transaksi salam antara bank dengan nasabah dan antara bank dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan (Antonio, 1999).
102
Secara
umum
aplikasi
pembiayaan
Salam
dapat
dijabarkan pada Gambar 5.
PRODUS EN
q Kirim Pesanan
p Kirim Dokumen
Nasabah
r Bayar
o Pemesanan Barang Nasabah dan Bayar Tunai Pesanan BANK/BMT
nNegoisasi
Gambar 5. Skema pembiayaan Salam (Antonio, 1999) Keterangan : n Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang akan diperjualbelikan, harganya (termasuk jumlah keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan. o Bank dan nasabah melakukan akad pembiayaan salam sebesar nominal harga jual untuk dilunasi dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. Bank melakukan pesanan barang kepada pemasok sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah. p Pemasok melakukan pengiriman dokumen ke bank. q Barang yang dibeli oleh bank selanjutnya dikirim oleh pemasok kepada nasabah. r Nasabah melakukan pembayaran kepada bank atas barang tersebut secara angsuran/sekaligus.
103
iii.
Istishna (Purchase by Order or Manufacture) Transaksi istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran. Apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang (Antonio, 1999). Secara
umum,
aplikasi
pembiayaan
istishna
dapat
dijabarkan pada Gambar 6.
Produse n
Nasabah Konsume n n Pesan
o Beli
p Jual
BANK/BMT PENJUAL Gambar 6. Skema pembiayaan Istishna (Antonio, 1999)
6. BMT Sebagai Model LKM Syariah Alternatif BMT adalah kependekan dari “Baitul Maal wat Tamwil” atau padanannya “Balai-usaha Mandiri Terpadu”, yaitu lembaga keuangan mikro non bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan fokus sasaran anggota/nasabahnya adalah para pengusaha mikro. BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat di suatu tempat atau daerah. BMT memiliki
104
dua bidang kerja yaitu sebagai Lembaga Maal (Baitul Maal) dan sebagai Lembaga Tamwil (Baitul Tamwil). Baitul Maal dimaksudkan untuk menggalang zakat, infak, sadaqah maupun waqaf tunai dan menyalurkannya kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkannya dalam bentuk pemberian tunai langsung, sarana usaha maupun pinjaman modal tanpa bunga/bagi hasil (al-Qardh al-Hasan). Kegiatan Baitul Maal ini bersifat nirlaba (social motive). Sedangkan Baitut Tamwil dimaksudkan untuk menggalang dana masyarakat mampu (aghniya’) dalam bentuk modal penyertaan/saham, simpanan/tabungan
ataupun
simpanan
berjangka/deposito
dan
mengelolanya dalam bentuk pembiayaan komersial dengan beberapa pendekatan akad, antara lain kerjasama bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jual beli (bai’ almurabahah, assalam, dan al-istishna’), sewa (ijarah dan ijarah mumtahiya bittamlik) dan jasa lainnya (rahn, hawalah, wakalah, dsb). Kegiatan Lembaga Tamwil ini bersifat profit motive. Dalam perkembangan kegiatan pada kebanyakan BMT, Lembaga Tamwil menjadi kegiatan utama, sementara Lembaga Maal menjadi kegiatan sampingan. Bagi hasil adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota pembiayaan sehubungan dengan penggunaan modal (pembiayaan) untuk kegiatan usaha yang dari jumlah pendapatan tersebut dibagi antara pembiayaan dan pemodal. Bagi hasil ditentukan pada akhir periode pembiayaan. Inilah perbedaan prinsip dengan bank/lembaga keuangan konvensional, dimana keuntungan berupa bunga sudah ditentukan pada awal periode mitra pembiayaanan (Aziz, 1995). Ciri utama dari BMT adalah : Pertama, berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling bawah untuk anggota
dan
lingkungannya.
Kedua,
bukan
lembaga
sosial,
tetapi
dimanfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sumbangan sosial, zakat, infaq dan shadaqah bagi kesejahteraan orang banyak secara berkelanjutan. Ketiga, tumbuh dari bawah berdasarkan peran partisipasi dari masyarakat sekitar. Keempat, milik bersama masyarakat setempat dari
105
lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang lain dari luar masyarakat itu. Kelima, BMT mengadakan kajian rutin pendampingan usaha anggota secara berkala
yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya di balai
RW/RT/desa, kantor BMT, rumah anggota, masjid, dan sebagainya), biasanya diisi dengan perbincangan bisnis para nasabah BMT, di samping pendampingan mental spiritualnya, terutama motif berusaha. Keenam, manajemen BMT adalah orang profesional (Aziz, 1995). Ada
beberapa
alasan
mengapa
harus
mendirikan
dan
mengembangkan BMT, yaitu: pertama, pembangunan nasional harus dipercepat. Kedua, lebih dari 98% dari struktur pengusaha nasional adalah usaha mikro kecil yang salah satu faktor kesulitannya adalah masalah permodalan, sementara usaha mikro kecil kurang mengenal dan sulit mengakses Bank. Ketiga, Bank segan ”mencapai” usaha mikro kecil, karena biaya Bank (over head cost) ”terlalu mahal” untuk pembiayaan kecil-kecil dan banyak jumlahnya. Keempat, sebagian besar penduduk golongan ekonomi lemah dan tertinggal, terjerat rentenir dengan prosedur yang gampang dan sederhana, namun memberatkan akibat pembebanan bunga pinjaman yang besar. Untuk itu, BMT didirikan sebagai counter terhadap praktek para rentenir tersebut (Aziz, 1995).
7. Penilaian Kesehatan BMT Menurut Aziz (2005), tingkat kesehatan BMT adalah ukuran kinerja dan mutu BMT dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran, keberhasilan dan keberlangsungan usaha BMT, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Untuk menentukan kesehatan BMT ada tiga aspek dasar yang dinilai (aspek kinerja keuangan, manajemen dan penerapan prinsip syariah). Aspek keuangan dan manajemen dinilai secara kuantitatif dan diberi skor tertentu, yang menggambarkan derajat pencapaian kinerjanya, sedangkan aspek penerapan prinsip syariah digabungkan dengan beberapa aspek non parametrik lain yang dijadikan sebagai faktor koreksi terhadap status kesehatan BMT. Aspek keuangan dan manajemen terdiri dari sub aspek : (1)
106
Permodalan, (2) Aktiva Produktif, (3) Manajemen, (4) Rentabilitas dan (5) Likuiditas. Kecuali aspek manajemen, keempatnya adalah aspek keuangan.
a. Permodalan 1) Capital Adequacy Ratio (CAR), mengukur seberapa jauh BMT mampu menyediakan kecukupan modal guna menutup aktiva yang berisiko. Semakin tinggi CAR semakin bagus solvabilitas BMT. Ratio yang baik bagi BMT sebesar 15%.
Modal ATMR
X 100%
Modal BMT terdiri Simpanan Pokok, Simpanan Pokok Khusus dan Simpanan Wajib. Sedangkan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) terdiri dari pos aktiva neraca, seperti Kas (bobot resiko=0%), Simpanan pada Bank (bobot resiko=20%), Simpanan pada koperasi lain
(bobot
resiko=50%),
Pembiayaan
(bobot
resiko=100%),
Inventaris (bobot resiko=70%). 2) Capital Asset Ratio (CAR), mengukur seberapa jauh BMT mampu menyediakan kecukupan modal dibandingkan dengan keseluruhan asset yang ada. Semakin tinggi CAR semakin bagus solvabilitas BMT. Ratio yang baik bagi BMT sebesar 20%.
Total Modal Total Asset
X 100%
Modal BMT terdiri Simpanan Pokok, Simpanan Pokok Khusus dan Simpanan Wajib. Sedangkan Aset terdiri dari pos aktiva neraca, seperti Kas, Simpanan pada Bank, Pembiayaan, Inventaris dan aktiva lainnya.
107
b. Aktiva Produktif Pada penilaian aktiva produktif ini digunakan 2 indikator, yakni (1) Rasio Pembiayaan Bermasalah (RPB) dan (2) Rasio Pecadangan Penghapusan Resiko. 1) Rasio Pembiayaan Bermasalah
Pemby. Bermasalah RPB = ------------------------------x 100% T t l P bi Rasio pembiayaan bermasalah digunakan untuk mengukur tingkat risiko pembiayaan bermasalah di BMT untuk kategori kemacetan di atas tiga bulan (lihat data kolektibilitas) dibandingkan dengan keseluruhan pembiayaan yang diberikan pada periode yang sama. Nilai ideal pembiayaan bermasalah bila rasionya kurang dari 5% 2) Rasio Pencadangan Penghapusan Risiko
Cad. Pghapusan RPPR = ----------------------------- x 100%
Rasio Pencadangan Penghapusan Resiko digunakan untuk mengukur kemampuan BMT dalam menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah, nilai yang ideal untuk LKM/BMT bila menyisihkan cadangan penghapusan sampai dengan 75%.
c. Likuiditas Likuiditas didefinisikan sebagai suatu kemampuan Lembaga Keuangan
dalam
memenuhi
kewajiban
jangka
pendeknya
atau
kewajiban yang sudah jatuh tempo. BMT dianggap likuid apabila
108
mempunyai kesanggupan untuk membayar penarikan tabungan dan pemenuhan permintaan pembiayaan tanpa adanya penundaan. Pemeliharaan Likuiditas dapat dilihat sebagai berikut : 1)
Cash Ratio, yakni rasio alat likuid dan dana pihak ketiga yang segera dibayar. Semakin tinggi rasio berarti semakin baik likuiditas BMT dalam memenuhi kewajibannya.
Alat Kewajiban Yang Segera Dibayar
X 100%
Alat Likuid
= saldo kas ditambah dengan saldo yang ada di bank.
Kewajiban
= simpanan sukarela/tabungan anggota.
2) Reserve Requirement (RR), yakni alat untuk mengukur seberapa jauh kemampuan BMT memenuhi kewajiban yang segera dibayar. Semakin tinggi RR, akan semakin likuid.
Alat Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga
X 100%
= simpanan sukarela/tabungan anggota, ditambah hutang/pembiayaan yang diterima dari pihak ketiga/lembaga lain.
3) LDR (Loan to Deposit Ratio) atau untuk syariah tepatnya FDR (Financing to Deposit Ratio), yaitu alat untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan
BMT
dalam
memutar
atau
memberikan
pembiayaan kepada anggota/masyarakat yang bersumber dari dana tabungan anggota/masyarakat. Semakin tinggi FDR semakin tinggi pula tingkat kemampuan BMT dalam melempar pembiayaan. LDR yang ideal adalah 85% - 100%
Pembiayaan Simpanan + Hutang
X 100%
109
4) Legal Limit Lending (L3), istilah lainnya adalah BMPK (Batas Maksimal Pemberian Kredit) atau untuk syariah tepatnya BMPP (Batas
Maksimal
mengukur
Pemberian
kemampuan
Pembiayaan)
BMT
dalam
ialah
memenuhi
alat
untuk
permintaan
pembiayaan dengan menggunakan total asset yang dimiliki. Maksimum pemberian kredit adalah 2,5%
untuk
satu
orang
anggota pembiayaan.
Pembiayaan Total Asset
X 100%
Total Asset = Simpanan/Tabungan anggota, Hutang dan Modal
d. Efisiensi Pada penilaian efisiensi BMT ini digunakan 4 indikator, yakni (1) Rasio Efisiensi Biaya, (2) Rasio Efisiensi Inventaris, (3) Rasio Efisiensi Staf dan (4) Rasio Efisiensi Staf AO. 1) Operational Cost Ratio (OCR), untuk mengukur efisiensi dan kemampuan BMT dalam melakukan aktifitasnya.
Biaya Operasional Pendapatan Operasional
X 100%
Nilai ideal Rasio OCR bila biaya operasionalnya kurang dari 70% pendapatan
2) Rasio Aktiva Tetap (Inventaris) + Biaya dibayar dimuka (Bdd) dibandingkan dengan modal. Jumlah yang ideal antara 5 – 20%.
Inventaris + Bdd Modal
X 100%
110
Bdd (Biaya dibayar dimuka) seperti biaya sewa kantor dan biaya yang dibayar dimuka. Nilai ideal rasio inventaris bila kurang dari 25% modal.
3)
Rasio Efisiensi Staf Mitra Pembiayaan RES = -----------------------------Total Jumlah Staf
Rasio Efisiensi Staf dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi keseluruhan staf BMT dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Nilai ideal bila seorang staf melayani lebih dari 100 orang mitra pembiayaan.
4) Rasio Efisiensi Staf Accout Officer (AO) Mitra Pembiayaan RESAO = ---------------------------Jumlah Staf AO Rasio Efisiensi Staf AO dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi staf BMT bagian AO dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Nilai ideal rasio ini bila seorang staf AO melayani lebih dari 150 orang mitra pembiayaan.
e. Rentabilitas Adalah alat untuk mengukur tingkat kemampuan memperoleh laba. 1) Return on Asset (ROA), untuk mengukur kemampuan asset BMT dalam memperoleh keuntungan. Semakin tinggi ROA, semakin baik produktifitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Angka ROA ideal adalah minimal 1,5%
Laba Bersih Total Aktiva
X 100%
111
Laba bersih adalah keuntungan BMT setelah dikurangi biayabiaya dan pajak. 2) Return on Equity (ROE), mengukur kemampuan modal sendiri dalam memperoleh keuntungan bersih BMT. Semakin tinggi ROE, semakin baik produktifitas modal sendiri dalam meraih laba. Angka ROE yang ideal adalah minimum sebesar tingkat bunga/bagi hasil rataan lembaga keuangan yang terjadi di pasar (sebagai opportunity cost)
Laba Bersih Modal Sendiri
X 100%
3) Net Profit Margin (NPM), untuk mengukur seberapa jauh kontribusi pendapatan operasional dalam memperoleh laba bersih BMT.
Laba Bersih Pendapatan Operasional
X 100%
f. Solvabilitas Solvabilitas adalah suatu alat untuk mengukur kemampuan BMT dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. 1) Debt to Equity Ratio (DER), kemampuan BMT dalam menutup sebagian atau seluruh hutang jangka pendek maupun jangka panjang, dengan menggunakan modal BMT sendiri. Semakin tinggi DER semakin baik tingkat solvabilitasnya.
Jumlah Hutang Jumlah Modal Sendiri
X 100%
2) Long Term Debt to Assets Ratio (LTDAR), untuk mengukur kemampuan aktiva BMT dalam memenuhi kewajiban jangka
112
panjangnya. Semakin tinggi LTDAR berarti semakin bagus tingkat solvabilitasnya.
Hutang Jangka Panjang g. Rasio Lainnya
Total Aktiva
X 100%
Rasio besarnya simpanan dibanding dengan modal, jumlahnya sebaiknya 90% sebaliknya besarnya modal dibandingkan dengan dana pihak ketiga sebesar 10%.
Simpanan Modal
X 100%
5. Perhitungan Kolektibilitas Pembiayaan BMT 1) Pembiayaan yang diberikan (PYD) Pembiayaan yang diberikan adalah dana pembiayaan yang masih ada di tangan debitur atau mitra pembiayaan, termasuk di sini adalah pembiayaan pokok dan tambahan marjinnya untuk transaksi pembiayaan dengan pola jual beli. Pengembalian pembiayaan dari debitur kepada BMT ada yang berlangsung lancar tapi ada pula yang tidak lancar. Derajat kelancaran pengembalian atau risiko yang mungkin ditimbulkan oleh sebuah pinjaman,
memungkinkan
pengelompokan
derajat
pengembalian
pembiayaan, yaitu : 1)
Pembiayaan berisiko. Pembiayaan disebut berisiko, bila memenuhi syarat di bawah, baik sebagian atau seluruhnya. Rinciannya sebagai berikut : i.
Pembiayaan yang diberikan tanpa dasar kelayakan, baik dilihat dari kelayakan ekonomisnya (bisnis), kelayakan teknis, kelayakan hukum maupun kelayakan sosial.
ii.
Pembiayaan yang diberikan tetapi tidak melalui prosedur yang sehat dan berlaku umum.
113
iii.
Pembiayaan yang diberikan tetapi tanpa agunan yang memadai. Agunan yang memadai, bisa berbentuk aset tidak bergerak, aset bergerak, surat berharga ataupun “jaminan pribadi” (personal garansi) atau jaminan anggota lain dalam sistem penjaminan tanggung renteng.
iv.
Pembiayaan disebut berisiko apabila melanggar ketentuan dan prinsip perbankan misalnya melampaui “Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan” sebesar maksimal 20 % dari modal sendiri, dan apabila melanggar kesempatan bersama internal BMT itu sendiri.
v.
Pembiayaan secara keseluruhan berisiko bagi BMT apabila memberikan pembiayaan terhadap pengurus atau keluarga pengurus, dengan batas maksimal 30 % dari total modal sendiri yang dimiliki oleh BMT.
vi.
Pembiayaan
disebut
berisiko
apabila
dalam
proses
pengambilan keputusannya tidak melalui mekanisme dan prosedur yang baku dan disepakati secara internal.
2)
Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah adalah kondisi pembiayaan yang sulit untuk tertagih kembali yang disebabkan oleh berbagai faktor internal maupun eksternal.
Pembiayaan bermasalah berdasarkan derajat
kesulitan pengembaliannya, dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan berikut : i.
Pembiayaan Kurang Lancar Pembiayaan Kurang Lancar adalah pembiayaan yang pengembaliannya agak tersendat. Untuk BMT, biasanya bila pengembalian suatu pinjaman melesetnya telah lebih dari 2 kali umur jatuh temponya, maka dikelompokkan pada pembiayaan kurang lancar. Contoh ke 1 ;
114
Sebuah pinjaman yang akad pengembaliannya dengan angsuran bulanan, tetapi telah meleset lebih dari 1 (satu) bulan, namun belum mencapai 2 (dua) bulan. Keterlambatan pengembalian seperti ini menyebabkan sering dikelompokkan pada pembiayaan kurang lancar. Contoh ke 2 ; Sebuah
pembiayaan
yang
akad
pengembaliannya
ditetapkan 6 (enam) bulan sekali, tetapi telah melampaui 6 (enam) bulan pertama dan belum melampaui 12 (dua belas) bulan atau 6 (enam) bulan kedua. Contoh ke – 3 ; Sebuah pembiayaan yang akadnya tanpa angsuran atau yang pembayaran sekaligus, telah melewati umur jatuh temponya, misalnya jangka pinjaman 3 (tiga) bulan dan akan dibayar sekaligus tetapi pada waktu jatuh tempo tak terbayar dan kelambatan ini belum lewat 3 (tiga) bulan. ii.
Pembiayaan yang diragukan Suatu pembiayaan digolongkan pada pembiayaan yang diragukan, apabila pembiayaan tersebut telah melampaui keadaan ‘kurang lancar’ dan lebih sulit pengembaliannya, namun demikian berdasarkan penelitian pembiayaan tersebut: i)
Masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75 % dari sisa nilai pinjaman.
ii)
Pembiayaan diperkirakan masih dapat diselamatkan, karena kegiatan usaha mitra pembiayaan masih berjalan dan masih memiliki kemampuan untuk mengangsur, meskipun harus dijadwal ulang.
iii.
Pembiayaan Macet Pembiayaan digolongkan sebagai pembiayaan macet, apabila memenuhi kriteria berikut ;
115
i)
Kondisinya lebih parah dan lebih repot dari kondisi “diragukan”.
ii)
Memenuhi kriteria diragukan dan sejak dinyatakan diragukan telah pula lebih dari 12 (dua belas) bulan belum ada pelunasan atau angsuran.
iii)
Pembiayaan tersebut tidak dapat tertagih kembali karena mitra pembiayaan telah tidak lagi menjalankan usahanya, atau mitra pembiayaan tidak lagi mampu berusaha, atau meninggal dunia, atau mitra pembiayaan menghilang tanpa diketahui alamatnya.
Di sisi lain, cadangan
penghapusan biaya dari dana sosial (Qordh al hasan) atau dari jaminan tanggung renteng tidak tersedia. iv)
Pembiayaan tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada
badan
arbitrase,
atau
kepada
pihak
jasa
penagihan, atau mungkin telah dalam proses pengadilan. Di sisi lain, pembiayaan tersebut sedang diajukan klaimnya kepada lembaga asuransi kredit.
2) Penjaminan Penjaminan
adalah
kegiatan
atau
proses
menjamin
suatu
pembiayaan dengan aset atau kekayaan. Aset atau kekayaan ini bisa berupa aset bergerak (kendaraan), aset tidak bergerak (rumah, tanah, dll), surat berharga, dana cash, aset tidak berwujud, goodwill seseorang/ lembaga, dan bisa pula jaminan pribadi seseorang. Jaminan adalah, barang atau kekeyaan (aset) yang dijaminkan. Sedangkan penjamin adalah orang atau lembaga yang bersedia menyerahkan aset (kekayaan) yang dimilikinya untuk menutup risiko atas suatu pembiayaan dari orang yang dijaminnya. Penjamin bisa berasal dari kalangan dalam BMT itu, maupun dari kalangan luar BMT.
3) Aktiva Produktif bagi BMT Aktiva Produktif bagi BMT adalah kekayaan (aset) BMT yang mampu mendatangkan penghasilan atau nilai tambah, akibat proses pembiayaan.
116
Adapun aset yang tidak terlibat dalam proses pembiayaan dan tidak dapat menghasilkan, tidak dikelompokan pada aktiva produktif. Misalnya ; kantor atau bangunan yang ditempati, karena tidak digunakan secara langsung dalam kegiatan pembiayaan, maka tidak disebut sebagai aktiva atau aset produktif. Jadi, aktiva produktif hanya dihitung dari pembiayaan yang diberikan ditambah kekayaan BMT berupa surat berharga atau dana di bank.
4) Risiko Pembiayaan Bermasalah Risiko Pembiayaan Bermasalah adalah perkiraan risiko yang mungkin muncul atas suatu pembiayaan. Risiko tersebut dapat dihitung berdasarkan pada besarnya jumlah nilai pinjaman yang tidak didukung dengan agunan atau jaminan yang memadai, tidak ada jaminan dengan sistem tanggung renteng, atau bahkan tidak didukung jaminan (agunan).
5) Cadangan Risiko Cadangan Risiko adalah dana yang disisihkan dari Sisa Hasil Usaha (SHU) ditambah cadangan yang disisihkan dari pendapatan. Dana ini dicadangkan untuk menutup risiko pembiayaan apabila terjadi kemacetan serta kemudian pembiayaan tersebut dinyatakan sebagai pembiayaan dihapus.
9. Wealth Management BMT Beberapa definisi wealth management dapat ditemukan dalam berbagai literatur dan referensi. Misalnya, satu yang paling generik adalah (Nugraha, 2004) : "Wealth Managements (WM) is About Serving Banking Needs of Up Scale Customer". Dengan kata lain layanan ataupun jenis produk lembaga keuangan baik dari segi penyimpanan maupun pembiayaan yang ditawarkan kepada nasabah asalkan memenuhi kriteria peruntukkan tingkat aset tertentu maka dipenuhi syarat untuk disebut wealth management. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu definisi WM mengalami redefinisi ataupun perluasan karena kebutuhan dari nasabah tidak terbatas kepada produk-produk perbankan tetapi telah menjangkau kawasan
117
pasar modal, asuransi, konsultasi perpajakan, bahkan comtemporary art dapat digambarkan dalam definisi berikut : "Wealth management is the coordinated delivery of banking, asset management, insurance and fiduciary and tax services of high net worth individuals through a network of highly trained private bankers, investment managers, financial consultants and other specialists” (Cooper, 2005) atau berdasarkan definisi internal yang dikembangkan oleh bank-bank sendiri, WM dapat didefinisikan sebagai: "The value Preposition of the Private Banking and wealth management Division
is
based
on
holistic
client-oriented
model
encompassing
comprehensive wealth management services for high metworth individuals and the financial intermedierises advising them. Comprehensive wealth management covers the broadest possible portfolio of financial services and products, customized to clients needs and ranging from discreationary and non-discretionary portfolio management through the provision of advice about legally and fiscally efficient investment strategies and intergenerational transfers of wealth. This portfolio of services also includes consultancy on real estate portfolio management as well as art banking. Dan akhirnya, sesuai dengan fungsinya, lepas dari target segmen yang menjadi perhatiannya, WM hdapat didefinisikan berdasarkan perkembangan evolutif layanannya sebagai penjaga aset dari nasabah yang bertransformasi dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan jumlah aset dan bertambahnya usia nasabah: “Wealth management is the process of growing, protecting, and managing one’s asset through financial product and services”.
a. Potensi Pasar Wealth Management Saat ini proyeksi piramida penduduk mengarah kepada apa yang disebut dengan failing population. Penduduk usia tua akan terus menjadi dominan dan produktif sementara tingkat kelahiran anak justru lebih rendah dari tingkat kematian.
118
Dent (2004), menggambarkan secara eksplisit masa depan WM ke depan. Dunia akan menikmati bubble terbesar sepanjang sejarah yang dipicu sebagian besar karena ledakan konsumsi yang dilakukan terutama oleh para baby boomer, yang lahir dalam kurun waktu 1946 - 1964 dengan jumlah mencapai lebih dari 100 juta orang. Kebanyakan telah mencapai fase kebebasan finansial, sehingga bebas untuk melakukan aktivitas konsumsi dan investasi yang diinginkan dan sangat fleksibel untuk diwujudkan, kondisi ini mengalami puncaknya sampai dengan tahun 2010. Meskipun dari definisi WM sering kali memiliki konotasi ditujukan bagi kelompok dari masyarakat yang memiliki tingkat kekayaan tertentu, akan tetapi akan terlalu sempit untuk mengatakan layanan ini ada hanya semata didedikasikan untuk golongan kaya. Pertama, WM sebenarnya menekankan pada pentingnya seseorang untuk dapat melakukan perencanaan keuangan sejak dini yang bukan saja hak dan urusan seorang kaya tetapi juga yang "belum" kaya sekalipun. Yang kedua adalah kesulitan untuk mendefinisikan apa yang yang disebut dengan kaya, karena intervalnya dapat berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Ketiga, kalaupun ada, sifatnya akan selalu dinamis, bagi yang tidak makmur saat ini tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sejahtera beberapa tahun kemudian, sebaliknya, yang dikategorikan sejahtera saat ini bisa jatuh dalam kategori yang lain karena satu dari lain hal yang berada di luar kuasanya. Sesungguhnya WM dapat menjangkau spektrum yang lebih luas ketimbang sekadar memikirkan yang kaya semata. WM sebagai
sebuah
kendaraan
bagi
seseorang
untuk
telah dianggap melaksanakan
perencanaan keuangan terpadu yang akan membantu yang belum “kaya” menjadi “kaya” dan yang sudah “kaya” senantiasa dapat menjaga dan mengelola aset yang dimilikinya, baik itu untuk alasan mengembangkan aset yang sudah ada, melindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan dari berbagai macam risiko secara finansial atau untuk mempersiapkan diri menjelang hari
119
tua sekaligus bagaimana aset-aset tersebut dapat dinikmati oleh keturunan berikutnya dan mempunyai manfaat bagi masyarakat sekitar.
b. Wealth Management Syariah, Raksasa Yang Sedang Tidur Nugraha (2004) menyatakan bahwa salah satu masa depan industri WM di Indonesia adalah WM Syariah. Di samping soal penduduk muslim yang masih mewakili kurang lebih 80% dari populasi, juga karena instrumeninstrumen syariah semakin dapat diterima oleh pasar dengan latar belakang apapun. WM sendiri adalah kewajiban dalam Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam hidup, salah satu tanggung jawab yang diemban oleh seorang yang beragama adalah bagaimana dia memandang kekayaan, karena fungsinya yang tidak hanya bisa membawa hidayah tetapi juga mudharat. Oleh karena itu penting untuk memahami aspek WM dalam kehidupan beragama. Dimulai dari bagaimana (1) niat seseorang dalam mengumpulkan kekayaan yang sangat pribadi sifat hubungannya, hanya antara kita dan Tuhan. Dilanjutkan dengan (2) cara memperoleh kekayaan, apakah sudah sesuai dengan yang digariskan oleh ajaran agama (Achsin, 2000) : Bertakwalah kepada Allah dan sederhanakanlah dalam mencari rizki. Ambillah apa yang halal dan tinggalkan apa yang haram (HR Ibn Majah) Ditindaklanjuti dengan (3) bagaimana kekayaan itu dikelola baik diinvestasikan atau dibelanjakan, sudahkah menggunakan instrumen yang sesuai dengan syariah. "Hai orang-orangyang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (QS 3:130) Selain itu, tuntunan untuk (4) pengelolaan kekayaan yang profesional adalah salah satu hal yang juga digariskan dalam Islam. "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan (QS4:5)"
120
"Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkan kepada mereka harta-hartanya” (QS4:6). Dan akhirnya yang membuat WM Syariah itu berbeda, karena ada (5) unsur kewajiban untuk berbagi dan memperhatikan yang membutuhkan yang dapat disalurkan baik dalam bentuk sadaqah ataupun zakat, sesuatu yang tidak ditemui dalam sistem WM konvensional. "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu; bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS 70: 24-25)". Di saat yang sama, WM bagi industri keuangan syariah adalah strategi yang efektif dan efisien untuk meningkatkan market share, karena sifat wealth itu sendiri yang terkonsentrasi pada segmen tertentu yang jika upaya untuk mengelolanya berhasil, akan mendongkrak relatif lebih cepat market share industri keuangan syariah. Selain itu semakin kuat fondasi industri WM syariah yang berbasis di dalam negeri (Onshore Sharia Wealth Management Capabilty) akan meningkatkan daya tarik industri perbankan syariah lokal di mata investor dalam maupun luar negeri yang berimplikasi pada terparkirnya lebih banyak dana di dalam negeri dan mengurangi aliran dana keluar (capital outflow), sesuatu yang menjadi perhatian industri keuangan dalam negeri dalam beberapa waktu belakangan ini. Pasar Produk, Service & SDM 1.
1. 2. 3. 4. 5.
Banking or Investment Traditional or Alternative Investment Extended Service Perencanaan Langkanya SDM bermutu
2.
8.7 juta Miliuner dengan Aset -30 Triliun Dollar, Bertumbuh - 8 % pertahun di dunia Aset 60 Millar Dollar dan pertumbuhan rataan -15% di Indonesia
Kompetisi 1. 2. 3. 4. 5.
WEALTH MANAGEMENT
Segmentasi 1. 2. 3. 4. 5.
Ukuran Aset (Mass Affluent, Affluent HNI, Ultra HNI) Perilaku Profesi Usia Tempat
Peluang dan Tantangan 1. 2.
Sistem 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Marketing intellegence Single view Tracking goal Penyedia informasi Alert System Portfolio rebalancing Eksekusi transaksi Pengukuran kinerja
Onshore Mass Affluent Onshore Affluent Onshore HNI Offshore Bank vs Asset Management/ Brokerage
4. 5.
Masa depan yang masih menjanjikan Peluang berkembangnya Wealth Management Syariah Tantangan terhadap Kontribusi Sosial Solusi terhadap capital flight Money laundering
121
Gambar 7. Model Lingkungan Wealth Management (Nugraha, 2004)
Gambar 7. menunjukkan bahwa WM memang memiliki dimensi yang cukup luas. Di samping unsur potensi pasar yang sangat prospektif saat ini maupun ke masa depan, ada faktor kompetisi yang cukup intens, keberagaman produk dan jasa yang ditawarkan melalui WM dan yang tidak kalah penting adalah tantangan sosial industri WM yang di tengah deru perkembangannya yang ironisnya juga dihadapkan dengan isu kemiskinan yang semakin memprihatinkan.
122
III. METODE KAJIAN
1.
Pengumpulan Data Untuk
keperluan
keuangan/kesehatan pencarian
dan
kajian
Lembaga
pengumpulan
membahas
Keuangan data,
serta
Syariah studi
analisis BMT,
kinerja dilakukan
kepustakaan
yang
menyangkut teori-teori tentang lembaga keuangan mikro, produk-produk jasa keuangan syariah dan rasio-rasio yang berkaitan dengan penilaian kesehatan lembaga keuangan dengan berbagai pola yang ada. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Kajian dilakukan pada medio bulan Oktober – Desember 2007. Data primer merupakan data utama yang digunakan dalam kajian ini berupa data hasil kuesioner (lampiran 1) dan wawancara yang dilakukan kepada para pengelola dan pengurus LKMS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem Rembang Jawa Tengah. Data
sekunder
digunakan
sebagai
data
tambahan
dalam
menunjang analisis. Data sekunder mencakup data kuantitatif, yaitu data Laporan Keuangan LKMS BMT Bina Umat Sejahtera, Lasem Rembang Jawa Tengah, portfolio pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan yang sudah disalurkan, serta data mengenai perkembangan LKMS BMT di Jawa Tengah dan Nasional. Data lain secara kualitatif dapat diperoleh dari majalah/surat kabar, literatur-literatur yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro dan jasa keuangan syariah serta ulasan-ulasan para pakar ekonomi yang dipublikasikan dalam buletin, jurnal-jurnal ilmiah atau melalui sarana internet.
2.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dalam kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan analisis rasio keuangan dan
123
deskriptif kualitatif Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threat (SWOT). Tahapan analisis adalah :
Gambar 8. Tahapan analisis penilaian kesehatan BMT BUS
a. Analisis Rasio Keuangan Tabel 3. Indikator dan komponen analisis rasio keuangan
No 1.
Indikator Struktur Permodalan
2.
Aktiva Produktif (Pembiayaan Bermasalah)
Komponen Total Modal Rasio Modal = ---------------Total Hutang a. Rasio Risiko Pembiayaan
Keterangan Rasio ini mengukur keseimbangan antara kemampuan modal sendiri terhadap dana anggota dan pihak ketiga
Rasio untuk mengukur risiko gagalnya pengembalian pembiayaan yang Pemby. Bermasalah mengalami kemacetan
124
No
3.
Indikator
Likuiditas
Komponen RRP = -------------------------Total Pembiayaan
Keterangan
Cad. Pghapusan b.RCPB =----------------------Pemby. Brmasalah
Rasio untuk mengukur kemampuan cadangan untuk menutupi kerugian yang diakibatkan dari pembiayaan bermasalah
a. Rasio Kas (Cash Ratio) Kas + Bank RK = -------------------Hutang Lancar
Rasio yang menunjukkan kemampuan BMT untuk memenuhi hutang jangka pendeknya (simpanan, tabungan dan simpanan berjangka yang telah jatuh tempo)
b. Rasio Pembiayaan (FDR)
4.
5.
Efisiensi Usaha
Rentabilitas
Rasio untuk mengetahui kemampuan Total Pembiayaan BMT membayar kembali kewajiban kepada semua simpanan dan hutangRB = ---------------------Dana Yg Diterima hutang lainnya. Biaya Operasi Rasio untuk mengukur besarnya biaya a. OCR = ----------------------operasional atas pendapatan Pendapatan operasional BMT operasi Inventaris Rasio yang membandingkan nilai b. = ------------inventaris terhadap total modal Total Modal Mitra Pembiayaan c. RES = -----------------------Total Jumlah Staf Mitra Pembiayaan d. RESAO = ------------------------Jumlah Staf AO a. Rentabilitas Asset (ROA) Laba Bersih ROA = --------------Total Asset
Rasio untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi keseluruhan staf BMT dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Rasio untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi staf BMT bagian AO dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola asset untuk menghasilkan laba bersih.
125
No
6.
Indikator
Kemandirian dan Keberlanjutan
Komponen b. Rentabilitas Modal (ROE)
Keterangan
Laba Bersih ROE = -------------Total Modal c. Rasio Simpanan Terhadap Pembiayaan Jml. Simpanan RRS/P= --------------------Jml. Pembiayaan
Rasio untuk mengukur kemampuan dalam mengelola modal untuk menghasilkan laba bersih. Rasio untuk mengukur kemandirian lembaga mengaktifkan masyarakat untukmenyimpan dana dan kemampuan memproduktifkan dana amanah.
d. Kemandirian Operasional Pendapatan Usaha RKO = -------------------------
Rasio untuk mengukur tingkat keberlanjutan operasional lembaga.
Biaya Operasional
e. Kemandirian Pembiayaan Outstanding Pembiayaan RKP = -------------------------------Jumlah Staf AO
Rumusan
rasio
kinerja
Rasio untuk mengetahui standar layanan per-AO atau staf pembiayaan.
keuangan
BMT
tersebut
kiranya
mengadaptasi dengan definisi kinerja perbankan secara umum sesuai ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dan nomor 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998, yaitu bahwa kinerja bank ditinjau dari lima aspek yang disingkat CAMEL : a. Modal (Capital).
126
b. Aset (Assets). c. Manajemen (Management). d. Rentabilitas (Earning). e. Likuiditas (Liquidity). Dari 5 aspek tersebut kesemuanya untuk penilaian kinerja keuangan, kecuali manajemen yang pengukurannya lebih bersifat kualitatif. Selain itu untuk
rasio
–
rasio
penilaian
kesehatan
BMT
di
atas
juga
mempertimbangkan kemampuan SDI dalam layanan kepada mitra pembiayaan ataupun terhadap outstanding pembiayaan, pengukuran yang tidak ditemukan dalam penilaian kesehatan perbankan.
3. Analisis SWOT Menurut David (1997), analisis SWOT adalah analisis kekuatankelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Matriks SWOT menghasilkan empat tipe strategi (Tabel 4).
Tabel 4. Matriks SWOT Internal
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Faktor-faktor kekuatan
Faktor-faktor kelemahan
Peluang (O)
Strategi S-O
Strategi W-O
Faktor-faktor peluang
Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (T)
Strategi S-T
Faktor-faktor ancaman
Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Eksternal
Atasi kelemahan dengan memanfaatan peluang Strategi W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
127
Masing-masing strategi menurut Rangkuti (2004) dijabarkan sebagai berikut : 1. Strategi S-O Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.
128
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keadaan Umum BMT BUS Pendirian BMT BUS bermula dari adanya pelatihan TKPMP-BMT (Tenaga
Kerja
Pemuda
Mandiri
Profesional
Pola
BMT)
yang
diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja bekerjasama dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) pada pertengahan tahun 1996 di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Tengah. Di antara peserta dari kabupaten Rembang adalah Sdr. Ahmad Zuhri, Rohmat, dan Saifuddin, yang kebetulan ketiganya lulusan IAIN. Dalam pelatihan ini dikenalkan model wirausaha dengan pembentukan dan pengelolaan BMT - Baitul Maal wat Tamwil -, sebuah model lembaga keuangan mikro yang dikelola dengan prinsip syariah. Dari pelatihan yang dilaksanakan selama dua minggu itu, ketiganya menjadi tahu bahwa dalam wirausaha tidak mengharuskan memiliki modal sendiri. Karenanya, dengan bekal ilmu dari pelatihan tersebut mendatangi tokoh-tokoh masyarakat di daerah asalnya, Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, untuk mensosialisasi ide gagasan pendirian BMT, meyakinkan dan meminta dukungan modal. Disepakatilah pada pertemuan tgl. 10 Nopember 1996 yang diikuti oleh 20 orang untuk mendirikan BMT yang mereka namakan "Bina Umat Sejahtera", disingkatnya BUS dengan mengambil motto “BMT BUS Wahana Kebangkitan Ekonomi Ummat “Dari Ummat Untuk Ummat Sejahtera Untuk Semua. Dalam rapat pendirian tersebut sepakat "urunan" modal, terkumpul 1 juta rupiah simpanan pokok para pendiri dan 1 juta rupiah lagi modal penyertaan dari ICMI Orsat Rembang, serta memilih pengurus yang mewakili para pemodal tersebut yang diketuai oleh Pak KH. Abdullah Yazid, tokoh masyarakat setempat. Para pendiri dan pengurus selanjutnya memberikan kepercayaan kepada calon pengelola yang telah mengikuti pelatihan sebagai pengelola.
129
Para penggagas mempraktekkan ilmunya, mengambil lokasi sewa kios di sudut terminal Lasem, dengan meja kursi dan almari pinjaman dari para pengurus, dengan warkat administrasi praktis sederhana yang hanya fotokopian mereka tawarkan produk-produk simpanan (mudharabah dan wadiah) dengan kompensasi bagi hasil/bonus bulanan, berbeda dengan pada umumnya koperasi yang harus menunggu Sisa Hasil Usaha (SHU) akhir tahun dan produk pembiayaan mikro (mudharabah, musyarakah, murabahah dan qardhul hasan) dengan prosedur yang sama mudahnya dengan rentenir namun jauh sangat lebih ringan kompensasi bagi hasilnya dibanding bunga rentenir, dengan sistem bagi hasil dengan sasaran para pedagang, industri rumah tangga, petani dan nelayan. Para penggagas terus menggalang modal pendiri hingga di akhir tahun 1996 total modal pendiri mencapai 8 juta. Bentuk kelembagaan BMT BUS pada awalnya hanya berupa Kelompok
Swadaya
Masyarakat
(KSM)
dengan
mendapat
sertifikat
operasional dari PINBUK, karena perkembangan lembaga ini mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat, maka pada tahun 1998 berubah menjadi Koperasi Serba Usaha (KSU), pada tahun 2002 berubah menjadi Koperasi Simpan Pinjam Syari’ah (KJKS) BMT Bina Ummat Sejahtera sampai pada akhirnya pada tahun 2006 menyesuaikan dengan Kepmen No. 91/KUKM/2004 berubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Perkembangannya
pada
akhir
tahun
2003
BMT
BUS
telah
mencatatkan pembukuan dengan aset mencapai 10,5 milyar rupiah, pada tahun 2005 asetnya telah meningkat menjadi sekitar 30 milyar rupiah, dan pada akhir tahun 2007 ini asetnya telah melampaui 65 milyar rupiah. BMT BUS saat ini telah menerapkan standard ISO 1900: 2001 dan juga telah meneguhkan tekad untuk bisa menembus aset 1 triliyun rupiah pada tahun 2015.
a. SASARAN Dengan memanfaatkan jaringan dan pengalaman, KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera memfokuskan sasarannya pada :
130
1)
Memberdayakan Pengusaha kecil menjadi potensi masyarakat yang handal.
2)
Sebagai lembaga perantara, dengan menghimpun dan menyalurkan dana permanen dan kontinu untuk mengembangkan ekonomi produktif bagi kemaslahatan masyarakat.
3)
Proaktif dalam berbagai program pengembangan sarana sosial kemasyarakatan
4)
Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin ke tingkat yang lebih baik.
5)
Mewujudkan
kehidupan
yang
seimbang
dalam
keselamatan,
kedamaian, kesejahteraan dan pemerataan keadilan ekonomi antara kaum fakir miskin dengan aghniya (kaum berpunya).
b. MOTTO WAHANA KEBANGKITAN EKONOMI UMMAT Dari Ummat Untuk Ummat Sejahtera Untuk Semua
c. VISI MENJADI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH TERDEPAN DALAM PENDAMPINGAN USAHA KECIL YANG MANDIRI
d. MISI 1)
Membangun lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang mampu memberdayakan
jaringan
ekonomi
mikro
syari’ah,
sehingga
menjadikan ummat yang mandiri. 2)
Menjadikan lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan berkembang melalui kemitraan yang sinergi dengan lembaga syari’ah lain, sehingga mampu membangun tatanan ekonomi yang penuh kesetaraan dan keadilan.
3)
Mengutamakan mobilisasi pendanaan atas dasar ta’awun dari golongan aghniya, untuk disalurkan ke pembiyaan ekonomi kecil dan menengah serta mendorong terwujudnya manajemen zakat, infaq
131
dan shodakoh, guna mempercepat proses menyejahterakan ummat, sehingga terbebas dari dominasi ekonomi ribawi. 4)
Mengupayakan peningkatan permodalan sendiri, melalui penyertaan modal dari para pendiri, anggota, pengelola dan segenap potensi ummat, sehingga menjadi lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang sehat dan tangguh.
5)
Mewujudkan lembaga yang mampu memberdayakan, membebaskan dan
membangun
keadilan
ekonomi
ummat,
sehingga
menghantarkan ummat Islam sebagai Khoera Ummat.
e. BUDAYA KERJA BMT Bina Ummat Sejahtera sebagai lembaga jasa keuangan mikro syari’ah menetapkan budaya kerja dengan prinsip - prinsip syariah yang mengacu pada sikap akhlaqul karimah dan kerahmatan. Sikap tersebut terinspirasi dengan empat sifaf Rosulullah yang disingkat SAFT, yaitu : 1) Shidiq Menjaga integritas pribadi yang bercirikan ketulusan niat, kebersihan hati, kejernihan berfikir, berkata benar, bersikap terpuji dan mampu jadi teladan. 2) Amanah Menjadi terpercaya, peka, obyektif dan disiplin, serta penuh tanggung jawab. 3) Fathonah Profesinalisme dengan penuh inovasi, cerdas, terampil dengan semangat belajar dan berlatih secara berkesinambungan. 4) Tabligh Kemampuan berkomunikasi atas dasar transparansi, pendampingan dan pemberdayaan yang penuh keadilan.
132
f. PRINSIP KERJA 1) Pemberdayaan BMT
Bina
Ummat
mentransfer
ilmu
Sejahtera
adalah
kewirausahaan
LKMS lewat
yang
selalu
pendampingan
manajemen, pengembangan sumber daya insani dan teknologi tepat guna, kerjasama bidang finansial dan pemasaran, sehingga mampu memberdayakan wirausaha - wirausaha baru yang siap menghadapi persaingan dan perubahan pasar. 2) Keadilan Sebagai lembaga perantara, BMT Bina Ummat Sejahtera, menerapkan
azas
kesepakatan,
keadilan,
kesetaraan
dan
kemitraan, baik antara lembaga dan anggota maupun antar sesama anggota dalam menerapkan bagi hasil usaha. 3) Pembebasan Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, BMT Bina Ummat Sejahtera yang berazaskan akhlaqul karimah dan kerahmatan, melalui produk-produknya, insyaAllah akan mampu membebaskan ummat dari penjajahan ekonomi, sehingga menjadi pelaku ekonomi yang mandiri dan siap menjadi tuan di negeri sendiri.
g. PROGRAM
UNGGULAN
KJKS
BMT
BINA
UMMAT
SEJAHTERA Secara garis besar produk – produk KJKS
BMT Bina Ummat
Sejahtera terbagi menjadi dua bagian, yaitu : 1) Produk Simpanan/Tabungan i.
Simpanan Sukarela Lancar (Si Rela) Simpanan
lancar
dengan
sistem
penyetoran
pengambilannya dapat dilakukan setiap saat. ii.
Simpanan Sukarela Berjangka (Si Suka)
dan
133
Simpanan berjangka dengan sistem setoran dapat dilakukan setiap saat dan pengambilannya disesuaikan dengan tanggal valuta. Jenis Simpanan Si Suka dapat digolongkan Si Suka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Nisbah bagi hasil Si Suka adalah : Si Suka 1 bulan, nisbah 35% : 65% Si Suka 3 bulan, nisbah 40% : 60% Si Suka 6 bulan, nisbah 45% : 55% Si Suka 1 tahun, nisbah 50% : 50% iii.
Simpanan Siswa Pendidikan (Si Sidik) Hal ini merupakan simpanan yang dikhususkan untuk kepentingan pendidikan,
simpanan
ini didasarkan pada
akad wadiah yad dhomanah dan mudhorobah. Setoran awal dan
setoran selanjutnya disesuaikan dengan kelas yang
diikuti. Setoran dapat dilakukan setiap bulan atau sekaligus satu tahun. Besar setoran Si Sidik setiap bulan dibagi menjadi: Kelas A besar setoran Rp 100.000,Kelas B besar setoran Rp 50.000,Kelas C besar setoran Rp 25.000,Apabila pada setiap tamat jenjang pendidikan tabungan Si Sidik tidak diambil, maka pihak KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem akan memasukkan ke rekening tabungan Si Rela atas nama yang bersangkutan atau wali murid secara otomatis. Fasilitas bagi siswa anggota Si Sidik adalah mendapatkan peralatan sekolah tiap kenaikan kelas dan akan mendapatkan beasiswa dari lembaga bagi yang berprestasi di kelasnya.
134
2) Produk Pembiayaan / Kredit, berdasarkan sektor usaha : i.
Produk Pembiayaan / Kredit Pedagang Sasaran pembiayaan/kredit ini dengan sistem angsuran harian,
mingguan
dan
bulanan
dengan
jangka
waktu
pembayaran sesuai kesepakatan kedua belah pihak. ii.
Produk Pembiayaan / Kredit Pertanian Sasaran pembiayaan pertanian dititik beratkan pada modal tanam dan pemupukan, jumlah modal yang dibutuhkan disesuaikan dengan luas lahan garapan, pembiayaan ini dengan sistem musiman, atau jatuh tempo yang telah disepakati kedua belah pihak.
iii.
Produk Pembiayaan / Kredit Nelayan Jenis pembiayaan yang diperuntukkan bagi masyarakat nelayan, produk ini sangat fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat nelayan berupa pemupukan modal nelayan dan pengadaan sarana penangkapan ikan, dengan sistem angsuran yang telah ditentukan oleh BMT Bina Ummat Sejahtera dan Mudhorib.
iv.
Produk Pembiayaan / Kredit Industri dan Jasa Produk ini dikhususkan bagi para pengusaha yang bergerak dalam bidang pengembangan jasa, dan Industri, PNS melalui sistem angsur, ataupun jatuh tempo yang telah disepakati kedua belah pihak.
135
b. STRUKTUR ORGANISASI DAN JOB DESCRIPTION Struktur organisasi merupakan sebuah tatanan bagaimana suatu organisasi ataupun perusahaan melakukan aktifitas kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberadaan Struktur organisasi di suatu perusahaan mengindikasikan pula adanya penjabaran hak, kewajiban, tanggung jawab dan wewenang, berikut ini adalah susunan organisasi KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem (Gambar 9).
Gambar 9. Struktur Organisasi LKM BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem Rembang
62
Job description secara garis besar masing-masing jabatan pada KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem adalah :
1) Dewan Pengurus i. Melaksanakan rencana kerja yang sesuai dengan keputusan rapat anggota. ii. Mengawasi, mengevaluasi dan mengarahkan pelaksanaan pengelolaan BMT yang dijalankan oleh pengelola agar tetap mengikuti kebijakan dan keputusan yang telah disetujui oleh rapat anggota. iii. Melaporkan operasional BMT pada anggota setiap akhir tahun (RAT).
2) General Manager i. Menjabarkan kebijakan umum BMT yang telah disetujui pengurus. ii. Mewakili pengurus sesuai dengan tugasnya. iii. Menyiapkan
administrasi
yang
dibutuhkan
oleh
pengurus
untuk
berhubungan dengan pihak lain. iv. Mengajukan usulan kepada pengurus jenis atau produk baru untuk disetujui. v. Mempertimbangkan dan memutuskan permohonan pembiayaan yang sesuai dengan kewenangan. vi. Mengusulkan penambahan, pengangkatan, pemberhentian pengelola. vii. Membuat laporan secara periodik meliputi: i)
Pertanggungjawaban atas selesainya tugas dan kewajiban harian seluruh bidang/bagian.
ii)
Pertanggungjawaban
atas
tercapainya
taget
kerja
dari masing-
masing bidang/bagian. iii)
Pertanggungjawaban atas terealisasinya semua progam kerja.
iv)
Pertanggungjawaban kerja/kemitraan menguntungkan.
dengan
atas pihak
terjalinnya lain
secara
hubungan baik
dan
63
v)
Pertanggungjawaban atas terciptanya suasana kerja yang dinamis, harmonis dan Islami.
vi)
Pertanggungjawaban atas tersedianya bahan rapat anggota tahunan yang disetujui oleh pengurus.
viii. Melakukan
pengendalian
seluruh kegiatan
kelembagaan
baik keluar
maupun ke dalam. ix. Sebagai wakil ketua merangkap anggota badan kepangkatan dan jabatan.
3) Bidang Pemasaran i. Manager Pemasaran Pihak ini membantu general manager dan menjabarkan kebijakan yang telah digariskan oleh pengurus di bidang pemasaran. ii. Kabag Pembiayaan Pihak ini bertanggungjawab memasarkan produk dan meningkatkan citra pelayanan BMT dalam hal pembiayaan. iii. Kasi Pembiayaan Besar dan Kecil Pihak ini bertanggungjawab mencari anggota yang mempunyai usaha yang produktif untuk ditingkatkan hasil usahanya dengan plafon pembiayaan lebih dari Rp 2.500.000,- (besar), kurang dari Rp 2.500.000,- (kecil) dan memberikan pelayanan dalam hal pembiayaan serta membina, mengatur, mengawasi dan melaksanakan kegiatan mengamankan posisi BMT dalam hal ini pembiayaan. iv. Kabag Simpanan Pihak ini bertanggungjawab atas produk-produk simpanan dan peningkatan hasil funding serta meningkatkan pelayanan secara baik. v. Kasi Simpanan Berjangka Pihak ini bertanggungjawab meningkatkan target funding tiap bulan dan menyeimbangkan simpanan sukarela lancar dengan simpanan berjangka secara baik.
64
vi. Kasi Simpanan Sukarela dan Pendidikan Pihak ini bertanggungjawab meningkatkan hasil funding pada setiap bulannya dan memberikan pelayanan secara baik dalam hal simpanan sukarela lancar dan pendidikan serta membina, mengatur, mengawasi bagi hasil yang dikeluarkan untuk simpanan. vii. Kasi Pendampingan Pihak ini bertanggungjawab atas peningkatan kualitas lembaga dalam upaya menaikkan posisi tawar usaha anggota. viii. Divisi Syariah Pihak ini bertanggungjawab atas segala bentuk produk yang dikeluarkan lembaga yang berdasar pada kaidah-kaidah syariah. ix. Divisi Transaksi Pihak ini bertanggungjawab dalam segala bentuk transaksi yang sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
4) Bidang Administrasi i. Manager Administrasi Pihak ini melaksanakan kegiatan keadministrasian secara menyeluruh yang telah digariskan pengurus dan setelah dijabarkan oleh General Manager. ii. Kabag Administrasi Pihak ini bertanggungjawab atas terselenggaranya laporan administrasi, penyimpanan dokumen (kearsipan) dan kelengkapan data/bukti-bukti yang diperlukan oleh lembaga. iii. Kasi Tata Usaha Pihak ini bertanggungjawab dan menyediakan laporan atas dokumen (kearsipan) dan kelengkapan data/bukti-bukti untuk pelaporan.
65
iv. Kasi Logistik dan Inventaris Pihak ini mengawasi dan menyediakan serta bertanggungjawab atas persediaan perlengkapan administrasi kantor. v. Public Relation Pihak ini melayani dan menyediakan informasi kelembagaan serta bertanggungjawab atas informasi yang terinci dan akurat. vi. Kabag Keuangan Pihak ini melaksanakan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan transaksi serta mengatur pelaksanaan laporan administrasi dan laporan perincian di bidang keuangan. vii. Kasi Administrasi Keuangan Pihak ini mengkoordinir pelaksanaan seluruh aktivitas keuangan cabang. viii. Kasir Pihak ini melaksanakan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan transaksi kas dan mencairkan penarikan simpanan dan simpanan berjangka yang jatuh tempo serta merealisasi pembiayaan (kredit) yang sudah dikomitekan oleh bagian pembiayaan yang telah disetujui oleh General Manager dan pengurus.
5) Bidang Pengawasan dan Personalia i. Manager Personalia dan Pengawasan Pihak ini membantu General Manager dan menjabarkan kebijaksanaan yang telah
digariskan
oleh
pengurus
di
bidang
personalia,
pengembangan Sumber Daya Insani (SDI), pengawasan dan pembinaan. ii. Kabag Personalia Pihak ini bertanggungjawab atas aktivitas pengelola, penambahan dan pengurangan karyawan serta mengusulkan mutasi sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
66
iii.
Kabag Pengawasan Pihak
ini
melaksanakan
pengawasan
dan
pemeriksaan
terhadap
operasional lembaga. iv.
Kasi Pengawasan Pihak ini bertanggungjawab
atas
pelaksanaan
pengawasan
aktivitas administrasi operasional meliputi laporan administrasi keuangan dan syariah.
6) Manager Cabang Utama Mewakili kantor pusat untuk bertanggungjawab atas operasional cabangcabang yang berada di wilayah kerja.
7) Manager Cabang Mewakili kantor pusat untuk bertanggung jawab atas operasional cabang. i. Staf Pemasaran Cabang Pihak ini bertanggungjawab menjual produk dan meningkatkan citra, pelayanan BMT baik pembiayaan maupun simpanan dan membina, mengatur, mengawasi serta melaksanakan kegiatan mengamankan posisi BMT cabang. ii. Staf Administrasi Cabang Pihak ini bertanggungjawab dan menyediakan laporan atas dokumentasi (kearsipan) dan kelengkapan data/bukti-bukti untuk pelaporan.
i. Perkembangan Sumber Daya Insani Sumber Daya Insani (SDI) merupakan komponen yang terpenting dalam perusahaan
untuk
melaksanakan
progam
manajemen
yang
telah
direncanakan, kelancaran proses kerja tergantung dengan kemampuan karyawan dalam mengatur keefisienan dan keefektifan kerja. Oleh karena itu, proses perekrutan karyawan pada KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem dilakukan dengan sangat selektif. Progam peningkatan mutu SDI yang dilaksanakan KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem tidak hanya
67
berorientasi pada peningkatan profesionalisme kerja, tetapi juga diimbangi dengan pembinaan ruhiyah. Progam peningkatan mutu SDI yang dilaksanakan oleh KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem, yaitu mengadakan pendidikan (perkuliahan) bagi karyawan dari lulusan SLTA maupun SI yang dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu dengan staf pengajar dari Universitas Sultan Agung Semarang dan progam pelatihan bagi karyawan baru. Selain progam pendidikan dan pelatihan, peningkatan mutu SDI juga dilakukan melalui pembinaan karyawan oleh ketua pengurus KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem, melalui pemberian siraman rohani dan kajian Alquran setiap sepekan sekali untuk membentengi diri dan hati, agar selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, amanah, jujur dan tawakal pada Allah, sehingga karyawan sadar bahwa pekerjaannya mengemban amanah dari anggota dan masyarakat. Dari segi kuantitasnya, awal pendirian KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem hanya memiliki 3 orang karyawan dan berkembang saat ini telah menjadi 147 karyawan yang tersebar di kantor pusat dan kantor cabang. Berikut ini prosentase karyawan berdasarkan tingkat pendidikan yang ada, SLTP 1,4%; SLTA 48%, D3 2,8%, S1 44% dan S2 3,7%. Guna memperlancar kegiatan kerja sehari-hari, KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem memiliki budaya kerja berikut : 1)
Memulai kegiatan kantor dengan berdo'a.
2)
Menghentikan semua pekerjaan pada waktu sholat tiba (adzan).
3)
Memberikan salam dan senyum ramah yang ikhlas kepada setiap customer.
4)
Memberikan pelayanan yang baik (service excellent}, sehingga memberikan kesan yang akrab dan nyaman serta tidak menimbulkan rasa rendah diri bagi anggota.
5)
Memberi pelayanan secara cepat dan tepat kepada setiap calon anggota dan anggota sehingga tidak menghambat kepentingan lain,
6)
Setiap personil/pengelola wajib menjaga nama baik dan citra BMT baik di luar maupun di dalam.
68
7)
Setiap personil harus selalu mempunyai dan membuat rencana kerja bulanan, mingguan, harian sesuai dengan tugasnya masing-masing.
8)
Setiap pengelola wajib aktif mengembangkan ke BMT-an.
9)
Setiap timbul masalah harus didiskusikan dan dipecahkan bersama sehingga tercipta suatu team work musyawarah yang kuat dan baik.
10)
Setiap pengelola wajib menyelesaikan tugas hariannya pada hari itu, tanpa menunda sampai hari berikutnya.
11)
Setiap personil harus saling mengingatkan untuk menyelesaikan tugasnya masing-masing dengan baik.
12)
Setiap personil harus saling membantu dalam menyelesaikan tugas harian dan dalam mencapai target kerja bersama.
13)
Setiap personil harus saling menghormati dan senantiasa menjaga wibawa personil/pengelola lain terutama bila di depan anggota, misalnya dengan cara :
dan
memiliki
inisiatif
untuk
i)
Memanggil dengan sebutan "Bapak dan Ibu"
ii)
Tidak memotong pembicaraan atau debat sahabat rekan sekerja.
iii)
Tidak bercanda/bersenda gurau kecuali sekedar membuat suasana riang dan segar, tetapi dalam batas-batas akhlak mulia.
iv) Tidak membicarakan kelemahan/kekurangan rekan kerja. v) Dan lain-lain seperti itu. 14)
2.
Tempat/ruang kerja harus senantiasa bersih, rapi dan mengesankan suasana yang Islami.
Penilaian Kesehatan BMT BUS a. Kondisi Keuangan BMT BUS Rembang sebagai unit ekonomi lembaga keuangan berkewajiban
membuat
neraca
untuk
menggambarkan
posisi
keuangan BMT pada suatu periode tertentu, aktiva menjelaskan ruparupa kekayaan yang dimilikinya (a+b+c+d+e; Tabel 5) dan pasiva menjelaskan komposisi hutang dan modal sebagai sumber-sumber dana kekayaan BMT (f+g+h; Tabel 5). Disamping menyusun neraca, BMT BUS perlu membuat perhitungan laba atau rugi dari kegiatan
69
yang dilakukannya dengan membandingkan pendapatan dikurangi biaya-biaya (a-b-d; Tabel 6). Dari kekayaan BMT komponen utama yang harus dicermati adalah aktiva produktif, dan untuk itu perlu ditinjau lebih detail dengan kemampuan kolektibiltasnya (Tabel 7).
Tabel 5. Neraca BMT BUS Rembang Per 31 Desember 2006 AKTIVA Aktiva Lancar Kas Bank BDD Jumlah (a)
PASIVA Rp Rp Rp Rp
3.245.844.595 2.177.666.425 411.926.664 5.835.437.684
Kewajiban Lancar Simp. Lancar Simp. Berjangka Simp. Pendidikan Simp. Pendidikan Plus Simp. Risiko Kredit Baitul Maal Hut. Dana Bagian SHU By. Msh dibayar Jumlah (f)
Investasi Jk. Panjang Simp. Pd. Koperasi Simp. Tdk. Pd. Kop
Rp Rp
14.500.000 5.000.000
Jumlah (b)
Rp
19.500.000
Aktiva Produktif Piutang Usaha Piutang Lain Penyisihan PTT Jumlah (c) Aktiva Tetap Tanah Bangunan Kendaraan Peralatan Akum. Penyst. AT Jumlah (d) Aktiva Lain-lain Jumlah (e)
Total (a+b+c+d+e)
Rp Rp Rp
32.760.396.965 154.944.695 (164.576.708)
Kewajiban Jk. Panjang Titipan Dana Pemda P2KER APBD Jateng PNM II
Rp Rp Rp Rp
10.490.529.121 20.460.060.000 866.324.582 52.814.095
Rp 263.841.025 Rp 21.661.660 Rp 38.269.170 Rp 52.521.711 Rp 32.246.021.364
Rp Rp Rp Rp
3.750.000 5.000.000 13.333.340 305.555.550
Rp 32.750.764.952
Bank Niaga
Rp
21.231.614
Rp Rp Rp Rp
657.590.000 1.120.971.750 439.270.800 371.467.150
Dana Kementerian Bank Tab. Negara I Bank Tab. Negara II PNM - BMT IV Bank Syari'ah Mandiri Jumlah (g)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
800.000.000 46.980.412 318.399.186 574.444.446 2.956.352.601 5.045.047.149
Rp Rp
(689.588.911) 1.899.710.789
Simp. Pokok Simp. Wajib Simp. Pokok Khusus
Rp Rp Rp
153.290.000 160.892.000 2.306.716.100
Modal Donasi Cadangan SHU di tahan Jumlah (h)
Rp Rp Rp Rp
143.000.000 269.562.725 180.883.992 3.214.344.817
Rp
Rp
-
40.505.413.425
Modal
Total (f+g+h)
Rp 40.505.413.330
70
Tabel 6. Perhitungan Hasil Usaha Per 31 Desember 2006 Perkiraan
Jumlah
PENDAPATAN OPERASIONAL
Pendapatan Bagi Hasil Usaha/MU
Rp 7.015.771.655
Pendapatan Administrasi
Rp
699.578.150
Pendapatan Lain-lain Usaha
Rp
6.497.965
Jumlah pendapatan (a)
Rp 7.721.847.770
BEBAN OPERASIONAL
Beban Bagi Hasil Si Rela
Rp
735.540,308
Beban Bagi Hasil Si Suka
Rp 3.202.020.205
Beban Bagi Hasil Si Sidik
Rp
114.861.358
Beban Pembiayaan
Rp
516.603.049
Beban Bensin dan Service
Rp
290.474.550
Beban Retribusi
Rp
100.027.611
Beban Gaji
Rp 1.760.250.132
Beban Alat Tulis Kantor
Rp
109.584.775
Beban Telepon
Rp
27.444.530
Beban Pos & Materai
Rp
1.733.800
Beban Surat Kabar
Rp
2.437.500
Beban Listrik
Rp
23.148.400
Beban Air
Rp
19.062.750
Beban Konsumsi
Rp
109.824.550
Beban Photo Copy
Rp
15.524.750
Beban Rumah Tangga Kantor
Rp
114.059.500
Beban Beasiswa
Rp
Beban Penyusutan Bangunan
Rp
49.434.004
Beban Penyusutan Kendaraan
Rp
54.908.850
Beban Penyusutan Peralatan
Rp
53.377.292
Beban Biaya dibayar dimuka
Rp
62.736.670
-
71
Perkiraan
Jumlah
Beban Penyisihan PTT
Rp
Beban Amortisasi By. Ditangguhkan
Rp
Beban lain-lain
Rp
37.389.383 87.998.100
Jumlah Beban Operasional (b)
Rp 7.488.442.067
Sisa Hasil Usaha Sebelum Pajak (a-b) = c
Rp
233.405.703
1. 50.000.000 x 10%
Rp
5.000.000
2. 50.000.000 x 15%
Rp
7.500.000
3. 50.000.000 - selanjutnya x 30%
Rp
40.021.711
Jumlah Taksiran Pajak (d)
Rp
52.521.711
Rp
180.883.992
Taksiran Perhitungan Pajak
Sisa Hasil Usaha Setelah Pajak (c-d)
Tabel 7. Daftar Kolektibilitas BMT BUS Per 31 Desember 2006 Kriteria
Waktu
Jml. Org
Nominal
%
1. Lancar
1 s/d 30 hari
13.115
Rp 26.438.021.240,00
80,7%
2. Diperhatikan
31 s/d 90 hari (3 bln)
1.214
Rp 4.775.520.500,00
14,6%
3. Kurang Lancar
91 s/d 180 hari
523
Rp
728.325.025,00
2,2%
4. Diragukan
181 s/d 270 hari
324
Rp
500.280.200,00
1,5%
5. Macet
> 270 hari (9 bulan)
286
Rp
318.250.000,00
1,0% 100%
15.462
2. Jumlah Peminjam/mitra pembiayaan
:
3. Total Outstanding pembiayaan 32.760.396.965,-
15.462 orang : Rp.
4. Portofolio pembiayaan a. Jumlah Orang orang b. Jumlah Outstanding
: : Rp.
286 318.250.000,-
72
5. Cadangan Penghapusan Pembiayaan
: Rp.
164.576.708,-
6. Jumlah pembiayaan yang dihapuskan
: Rp.
82.250.000,-
7. Jumlah keseluruhan staf/karyawan
:
174 karyawan
8. Jumlah staf AO / Bagian pembiayaan
:
81 karyawan
b. Analisa Rasio Kesehatan Dari data neraca, laporan laba/rugi dan data kolektibilitas yang telah diketahui sebelumnya dapat dilakukan perhitungan rasio-rasio keuangannya sebagai berikut :
1) Struktur Permodalan Rasio Modal
Total Modal 3.214.344.817 = --------------------- = ----------------------- = 8,62% Total Hutang 37.291.068.513
Rasio Modal
Nilai
r ≤ 5%
1
5% < r ≤ 10%
2
10% < r ≤ 19%
3
r > 19%
4
r = 8,62% ≈ 9% Î Nilai = 2 Keterangan : i.
Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur kecukupan modal sendiri (Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan Simpanan Pokok Khusus/Modal Penyertaan) dibandingkan dengan keseluruhan (hutang) baik dari tabungan anggota (Simpanan Sukarela) ataupun dana pihak ketiga. Rasio Kecukupan Modal ini dalam standar Bank Indonesia untuk perbankan cukup 8%, namun pada LKM seperti BMT dimana dana (hutang) tabungan tidak dijamin
73
oleh pemerintah, maka pada standar PINBUK untuk BMT tersebut ditingkatkan menjadi 20% untuk mendapatkan nilai 4. ii.
Rasio di atas mendapat nilai 2, artinya BMT BUS masih relatif kurang
dalam
menyediakan
modal
dibandingkan
dengan
kemampuan menggalang dana tabungan anggota dan pihak ketiga.
2) Aktiva Produktif Pada penilaian aktiva produktif ini digunakan 2 indikator, yakni (1) Rasio Pembiayaan Bermasalah (RPB) dan (2) Rasio Pecadangan Penghapusan Resiko. 1)Rasio Pembiayaan Bermasalah Pemby. Bermasalah 1.546.855.225 RPB = ------------------------------- = ----------------------- = 4,72% Total Pembiayaan 32.760.396.965
Portofolio Berisiko
Nilai
r > 20%
1
12.5% < r ≤ 20%
2
5% < r ≤ 12.5%
3
r ≤ 5%
4
r = 4,72% ≈ 5% Î Nilai = 4 Keterangan : i) Perhitungan ini digunakan untuk mengukur tingkat risiko pembiayaan bermasalah di BMT untuk kategori kemacetan di atas tiga bulan (lihat data kolektibilitas) dibandingkan dengan keseluruhan pembiayaan yang diberikan pada periode yang sama. Pada perhitungan ini dikatakan BMT paling baik (nilai 4) apabila rasio pembiayaan bermasalahnya maksimal 5%.
74
ii) Rasio di atas mendapat nilai 4, artinya pada BMT BUS risiko pembiayaan bermasalahnya dapat dikatakan sangat kecil atau kegagalan pengembalian pembiayaan di atas tiga bulan sedikit ditemukan.
2) Rasio Pencadangan Penghapusan Risiko Cad. Pghapusan 164.576.708 RPPR = ----------------------------- = ----------------------- = 10,64% Pemby. Bermasalah 1.546.855.225
Tk. Pencadangan Kerugian Pembiayaan
Nilai
r > 75%
4
50% < r ≤ 75%
3
25% < r ≤ 50%
2
r ≤ 25%
1
r = 10,64% ≈ 11% Î Nilai = 1 Keterangan : i)
Perhitungan ini digunakan untuk mengukur kemampuan BMT dalam menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah, nilai 1 untuk LKM/BMT yang hanya menyisihkan cadangan penghapusan sampai dengan 25%, sedang nilai ideal 4 bila penyediaan cadangan penghapusan di BMT lebih dari 75%.
ii)
Rasio di atas mendapat nilai 1, artinya BMT BUS masih kurang
dalam
mengalokasikan
cadangan
penghapusan
pembiayaan (bahkan masih di bawah 25%) dibandingkan dengan besaran pembiayaan bermasalah yang dimilikinya.
75
3) Likuiditas Pada penilaian likuiditas ini digunakan 2 indikator, yakni (a) Rasio Kas terhadap Hutang Lancar, dan (b) Rasio Pembiayaan terhadap dana yang diterima (keseluruhan hutang).
1) Kas Terhadap Hutang Lancar Kas + Bank 5.835.437.684 RK = ------------------------ = -------------------------- = 18,10% Hutang Lancar 32.246.021.364
Rasio Kas
Nilai
r ≤14% dan r>55%
1
14% < r ≤20% dan 45%
2
20% < r ≤25% dan 35%
3
25%
4
r = 18,10% ≈ 18% Î Nilai = 2 Keterangan : i)
Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan BMT dalam mengelola dana kasnya, di satu sisi harus dapat memenuhi hutang jangka pendeknya (simpanan, tabungan dan simpanan berjangka yang telah jatuh tempo), di sisi lain jangan terlalu besar kasnya agar tidak produktif. Kondisi ideal terjadi bila besaran kasnya antara lebih dari 25% hingga sama dengan 35% dari hutang lancarnya.
ii)
Pada perhitungan ini BMT BUS mendapatkan nilai 2, artinya masih kurang dalam menyediakan kas untuk mengantisipasi
76
pengambilan simpanan oleh anggota, dalam arti lain BMT BUS secara teoritis masih relatif kurang memiliki kemampuan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya.
2) Rasio Pembiayaan Terhadap Dana Yang Diterima Total Pembiayaan 32.760.396.965 RP = ------------------------------ = -------------------------- = 87,85% Dana Yang Diterima 37.291.068.513
Rasio Pembiayaan
Nilai
r ≤ 50%
1
50% < r ≤75%
2
75% < r ≤100%
3
r > 100%
4
r = 87,85% ≈ 88% Î Nilai = 3 Keterangan i)
Penilaian ini dalam perbankan dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) untuk perbankan syariah, yakni menilai kemampuan BMT dalam mengoptimalkan dana hutang yang diterima untuk pembiayaan
produktifnya.
Nilai
1
bila
BMT
hanya
menggunakan 50% dan nilai 4 bila menggunakan lebih dari total hutangnya (artinya menggunakan juga modal) untuk pembiayaan produktifnya.
77
ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 3, artinya BMT BUS cukup optimal
dalam
memanfaatkan
dana
hutangnya
untuk
pembiayaan produktif.
4) Efisiensi Pada penilaian efisiensi BMT ini digunakan 4 indikator, yakni (1) Rasio Efisiensi Biaya, (2) Rasio Efisiensi Inventaris, (3) Rasio Efisiensi Staf dan (4) Rasio Efisiensi Staf AO.
1) Efisiensi Biaya Biaya Operasi 7.488.442.067 REB = ------------------------------ = -------------------------- = 96,98% Pendapatan Operasi 7.721.847.770
Rasio Efisiensi Biaya
Nilai
r > 100%
1
80% < r ≤100%
2
70% < r ≤80%
3
r < 70%
4
r = 96,98% ≈ 97% Î Nilai = 2 Keterangan : i) Perhitungan ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi BMT dengan membandingkan besarnya biaya operasional atas pendapatan operasional BMT. Nilai 1 bila biaya opeasionalnya lebih tinggi dari pendapatan dan nilai 4 (terbaik) bila biaya operasionalnya kurang dari 70% pendapatan. ii) Rasio di atas mendapatkan nilai 2, artinya BMT BUS kurang efisien
dalam
mengeluarkan
biaya
operasional
atau
78
pendapatannya relatif masih kurang atau kecil dibanding biaya operasional yang dikeluarkan. 2) Efisiensi Inventaris Inventaris 1.899.710.789 REIn = -------------------------- = -------------------------- = 59,10% Total Modal 3.214.344.817
Rasio Efisiensi Inventaris
Nilai
r > 45%
1
35% < r ≤45%
2
25% < r ≤35%
3
r ≤ 25%
4
r = 59,10% ≈ 59% Î Nilai = 1 Keterangan : i)
Perhitungan ini digunakan untuk menilai tingkat efisiensi pembelian inventaris dibandingkan nilai total modal yang dimiliki BMT. Nilai 1 bila nilai inventarisnya lebih dari 45% modal dan nilai 4 bila kurang atau sama dengan 25% modal.
ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 1, artinya BMT BUS kurang efisien dalam membelanjakan aktiva tetap melebihi separuh nilai modalnya.
3) Efisiensi Staf Mitra Pembiayaan 15.462 RES = ------------------------------ = ----------------- = 88,86 Total Jumlah Staf 174
79
Rasio Efisiensi Staf
Nilai
r > 100 org
4
75 org< r ≤100 org
3
50 org < r ≤75 org
2
r ≤ 50 org
1
r = 88,86 ≈ 89 org Î Nilai = 3 Keterangan : i) Perhitungan ini dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi keseluruhan staf BMT dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Nilai 1 bila skalanya seorang staf melayani sampai dengan 50 orang mitra pembiayaan dan nilai 4 bila seorang staf melayani lebih dari 100 orang. ii) Rasio di atas mendapatkan nilai 3, artinya BMT BUS cukup efisien
dalam
mengoptimalisaskan
seluruh
staf
memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. 4) Efisiensi Staf Accout Officer (AO) Mitra Pembiayaan 15.462 RESAO = ------------------------------ = ----------------- = 190,89 Jumlah Staf AO 81
Rasio Efisiensi Staf AO
Nilai
r > 150 org
4
100 org < r ≤150 org
3
50 org < r ≤100 org
2
r ≤ 50 org
1
dalam
80
r = 190,89 ≈ 191 Î Nilai = 4 Keterangan : i) Perhitungan ini dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atau optimalisasi staf BMT bagian AO dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan. Nilai 1 bila skalanya seorang staf melayani sampai dengan 50 orang mitra pembiayaan dan nilai 4 bila seorang staf melayani lebih dari 150 orang. ii) Rasio di atas mendapatkan nilai 4, artinya BMT BUS cukup efisien dalam mengoptimalisaskan seluruh staf bagian AO dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan.
5) Kemandirian dan Keberlanjutan Pada penilaian kemandirian dan keberlanjutan BMT ini digunakan 5 indikator, yakni (1) Rentabilitas Aset, (2) Rentabilitas Modal, (3) Rentabilitas Simpanan terhadap Pembiayaan, (4) Kemandirian Operasional, dan (5) Kemandirian Pembiayaan.
1) Rentabilitas Aset Laba Bersih 180.883.992 RRA = --------------------------- = ----------------------- = 0,45% Total Asset 40.505.413.330
Rasio Rentabilitas Asset
Nilai
r > 25%
4
15% < r ≤25%
3
8% < r ≤15%
2
r ≤7%
1
r = 0,45% Î Nilai = 1 Keterangan :
81
i)
Rasio di atas untuk mengukur kemampuan manajemen BMT dalam mengelola harta yang dikuasainya untuk menghasilkan laba.
ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 1, artinya BMT BUS masih sangat kecil menghasilkan laba atau dalam artian pengelolan harta keseluruhan belum dapat maksimal dalam menghasilkan laba.
2) Rentabilitas Modal Laba Bersih 180.883.992 RRM = ------------------------------ = ----------------------- = 5,63% Total Modal 3.214.344.817
Rasio Rentabilitas Modal
Nilai
r > 25%
4
15% < r ≤25%
3
8% < r ≤15%
2
r ≤ 8%
1
r = 5,63% Î Nilai = 1 Keterangan : i)
Rasio di atas untuk mengukur kemampuan manajemen BMT dalam menghasilkan laba bersih ditinjau dari sudut kekuatan modal BMT itu sendiri.
ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 1, artinya BMT BUS masih sangat kecil menghasilkan laba bersih atau dalam artian pengelolan
modal BMT belum dapat maksimal dalam
menghasilkan laba.
82
3) Rentabilitas Simpanan terhadap Pembiayaan Jumlah Simpanan 32.246.021.364 RRS/P = ---------------------------- = ----------------------- = 98,43% Jml. Pembiayaan 32.760.396.965
Rasio Rentabilitas Simpanan thd Pembiayaan
Nilai
r > 50%
4
40% < r ≤50%
3
30% < r ≤40%
2
r ≤30%
1
r = 98,43% Î Nilai = 4 Keterangan : i)
Rasio di atas untuk mengukur kemandirian lembaga yaitu kemampuan
lembaga
mengaktifkan
masyarakat
untuk
menyimpan dana dan kemampuan memproduktifkan dana amanah. ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 4, artinya BMT BUS sangat mandiri dalam mengaktifkan masyarakat untuk menyimpan dana.
4) Kemandirian Operasional Pendapatan Usaha 7.721.847.770 RKO = ------------------------------ = -------------------------- = 103,12% Biaya Operasional 7.488.442.067
83
Rasio Kemandirian Operasional
Nilai
r > 100%
4
85% < r ≤100%
3
70% < r ≤85%
2
r ≤70%
1
r = 103.12% Î Nilai = 4 Keterangan : i) Rasio
di
atas
untuk
mengukur
tingkat
keberlanjutan
operasional lembaga. ii) Rasio di atas mendapatkan nilai 4, artinya BMT BUS sangat mandiri dalam membiayai kegiatan operasional lembaga.
5) Kemandirian Pembiayaan Outstanding Pembiayaan RKO = ---------------------------------------Jumlah Staf AO 32,760,396,965 = ---------------------------- = Rp 404,449,345 81
Rasio Kemandirian Pembiayaan
Nilai
r > 250 jt
4
125jt < r ≤250 jt
3
50 jt < r ≤125 jt
2
r ≤50 jt
1
r = Rp
404,449,345 Î Nilai = 4
84
Keterangan : i)
Rasio di atas untuk mengetahui standar layanan per AO atau staf pembiayaan.
ii)
Rasio di atas mendapatkan nilai 4, artinya BMT BUS sangat mampu dalam mengelola jumlah outstanding pembiayaan yang besar dengan tenaga AO yang ada.
Hasil perhitungan di atas dapat disederhanakan dalam bentuk radar chart seperti yang dimuat pada Gambar 10.
85
62
S truktur P ermodalan 4 K emandirian P embiayaan R as io P embiayaan B ermas alah 3
K emandirian Operas ional
R as io P ecadangan P enghapus an R is iko
2 1
R as io S impanan terhadap P embiayaan
R as io K as Terhadap Hutan Lancar
0
Nilai
R entabilitas Modal
R as io P embiayaan Terhadap Dana Y ang Diterima
R entabilitas As s et
E fis iens i B iaya
R as io E ffis iens i S taff AO
E fis iens i Inventaris
R as io E fis iens i S taff
Gambar 10. Radar Chart tentang nilai rasio kesehatan BMT BUS
63
64
Dari nilai yang didapatkan pada perhitungan rasio-rasio yang telah dilakukan pada bagian analisa rasio kesehatan (butir a, b, c, d, e) maka dapat diketahui rasio kesehatan dengan bobot yang telah ditetapkan sebelumnya (Tabel 8). Tabel 8. Perhitungan skor rasio kesehatan BMT BUS
No
Nilai (a)
Indikator
1 2
Struktur Permodalan Aktiva Produktif a. Rasio Pembiayaan Bermasalah b. Rasio Pecadangan Penghapusan Risiko 3 Likuiditas a. Rasio Kas Terhadap Hutang Lancar b. Rasio Pembiayaan Terhadap Dana Yang Diterima 4 Efisiensi a. Efisiensi Biaya b. Efisiensi Inventaris c. Rasio Efisiensi Staff d. Rasio Efisiensi Staff AO 5 Rentabilitas a. Rentabilitas Asset b. Rentabilitas Modal a. Rasio Simpanan terhadap 6 Pembiayaan b. Kemandirian Operasional c. Kemandirian Pembiayaan Jumlah Skor
Bobot (b)
Skor (axb)
2
10%
0,2
4 1
15% 15%
0,6 0,15
2
5%
0,1
3
5%
0,15
2 1 3 4
10% 5% 5% 5%
0,2 0,05 0,15 0,2
1 1 4
5% 5% 5%
0,05 0,05 0,2
4 4
5% 5%
0,2 0,2 2,5
Keterangan : Untuk menerjemahkan hasil pada Tabel 8, digunakan tabel parameter tingkat kesehatan di bawah berikut : Tabel Parameter Tingkat Kesehatan Kinerja Keuangan BMT
SKOR
Predikat
3,00 – 4,00
Sehat
2,00 – 2,99
Cukup Sehat
1,00 – 1,99
Kurang Sehat
< 1,00
Tidak Sehat
65
66
Dari perhitungan tersebut didapat skor tingkat kesehatan kinerja sama dengan 2,5. Jika dibandingkan pada tabel parameter tingkat kesehatan di atas maka didapatkan predikat Tingkat Kesehatan Kinerja BMT BUS adalah Cukup Sehat.
3. SWOT BMT BUS SWOT dibuat dengan melakukan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dikelompokkan menjadi faktor yang memberikan kekuatan (strengths) dan faktor yang memberikan faktor kelemahan (weaknesses). Tripomo (2005) menyebutkan kekuatan sebagai situasi internal organisasi berupa sumber daya yang dimiliki organisasi yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk menangani peluang dan ancaman. Sedangkan kelemahan adalah situasi internal organisasi, dimana sumber daya organisasi sulit digunakan untuk menangani kesempatan dan ancaman. Sedangkan faktor strategik eksternal yang dimiliki oleh perusahaan meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Tripomo (2005) menegaskan bahwa
peluang
adalah
situasi
eksternal
organisasi
yang
berpotensi
menguntungkan. Sedangkan ancaman adalah suatu keadaan eksternal yang berpotensi menimbulkan kesulitan. Faktor strategik eksternal yang dimiliki oleh perusahaan meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Tripomo (2005) menegaskan bahwa peluang adalah situasi eksternal organisasi yang berpotensi menguntungkan. Sedangkan ancaman adalah suatu keadaan eksternal yang berpotensi menimbulkan kesulitan. Dari uraian penjelasan penilaian kesehatan BMT BUS tersebut di atas dapat diketahui Kekuatan, Kelemahan BMT BUS. Dan dengan menganalisa kondisi sekitar baik secara makro maupun di sekitar Operasional BUS dapat diuraikan Peluang dan Ancaman lembaga keuangan seperti BMT BUS. Analisa SWOT BMT BUS dan strategi yang dapat dilakukan dijelaskan dalam matriks seperti pada Tabel 9.
67
Tabel 9. Matriks SWOT BMT BUS KELEMAHAN (W)
KEKUATAN (S) INTERNAL
EKSTERNAL
PELUANG (O) 1. Kebijakan Nasional dan Global yang sedang kondusif dalam keuangan mikro. 2. Trend masyarakat kepada bisnis dengan prinsip syariah. 3. Potensi pasar “funding”, banyak orang kaya baru, dan banyak bank kelebihan dana.
4. Potensi pasar “pembiayaan”, banyak unit usaha mikro kecil belum/tidak terakses oleh kredit bank.
ANCAMAN (T) 1. Tumbuh menjamurnya LKM non bank yang
1. Pembiayaan bermasalah relatif kecil. 2. Cukup mampu dalam membayar kewajibankewajibannya. 3. Cukup ideal rasio jumlah seluruh staf dengan pelayanan mitra pembiayaan. 4. Sangat efisien dalam mengoptimalisasikan staf AO dalam pelayanan mitra pembiayaan. 5. Sangat efektif dalam menggalang tabungan. 6. Sangat mandiri dalam operasional kelembagaan. 7. Tenaga AO yang ada sangat mampu dalam mengelola Outstanding pembiayaan. 8. Komitmen para pendiri, anggota dan masyarakat. 9. SOP standar ISO dan pro pasar. 10. SDM yang solid dan budaya kerja mendukung. 11. Produk yang sesuai kebutuhan masyarakat. 12. Dukungan aplikasi IT yang terintregasi. 13. Jangkauan dan jaringan layanan yang luas.
1.
Kecukupan modal masih relatif kurang.
2.
Cadangan penghapusan pembiayaan relatif kurang.
3.
Kurang dalam menyediakan kas untuk pengambilan simpanan anggota.
4.
Kurang efisien dalam mengelola biaya operasional.
5.
Sangat kurang efisien dalam pengadaan aktiva tetap.
6.
Sangat kecil perbandingan aset dalam menghasilkan laba.
7. Relatif kecil perolehan kompensasi laba SHU atas investasi modal.
STRATEGI SO
STRATEGI WO
1. Memanfaatkan situasi nasional dalam meneguhkan brand image kepada anggota dan masyarakat luas. 2. Terus meningkatkan capacity building, kemampuan SDM, IT, Sistem dan Jaringan sebagai modal pengembangan BMT di masa mendatang. 3. Mengembangkan Wealth Management 4. Memantapkan linkage program dengan perbankan 5. Memperluas jangkauan layanan simpanan dan pembiayaan ke daerah lain dengan standarisasi pelayanan prima.
1. Meningkatkan efisiensi atas pembelanjaan aktiva tetap dan biaya operasional sehingga perolehan laba meningkat dan pada gilirannya dapat menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan yang memadai, sehingga dapat menawarkan kompensasi SHU yang menarik dan penggalangan modal investasi/penyertaan dapat ditingkatkan.
STRATEGI ST 1. Mengembangkan alternatif produk yang kompetitif. 2. Meningkatkan pelayanan yang lebih khas dan unik
2. Membuka peluang dan menggalang pemodal baru secara meluas dengan tetap memprioritaskan pemodal lama. 3. Mengidentifikasi dan memprioritaskan pembiayaan usaha yang potensi marjin dan/bagi hasilnya lebih baik.
STRATEGI WT 1. Diperlukan program penguatan yang terkait dengan perundangundangan, kelembagaan dan pendanaan dalam pengembangan
68
KELEMAHAN (W)
KEKUATAN (S) INTERNAL
EKSTERNAL
semakin meningkat 2. Beberapa bank mulai mencoba turun langsung ke sektor mikro
3. Berbagai jenis kredit program yang seringkali tidak terorganisir dan mendistorsi pasar. 4. Indikasi pihak ke-3 yang tidak suka dengan perkembangan BMT
1. Pembiayaan bermasalah relatif kecil. 2. Cukup mampu dalam membayar kewajibankewajibannya. 3. Cukup ideal rasio jumlah seluruh staf dengan pelayanan mitra pembiayaan. 4. Sangat efisien dalam mengoptimalisasikan staf AO dalam pelayanan mitra pembiayaan. 5. Sangat efektif dalam menggalang tabungan. 6. Sangat mandiri dalam operasional kelembagaan. 7. Tenaga AO yang ada sangat mampu dalam mengelola Outstanding pembiayaan. 8. Komitmen para pendiri, anggota dan masyarakat. 9. SOP standar ISO dan pro pasar. 10. SDM yang solid dan budaya kerja mendukung. 11. Produk yang sesuai kebutuhan masyarakat. 12. Dukungan aplikasi IT yang terintregasi. 13. Jangkauan dan jaringan layanan yang luas.
1.
Kecukupan modal masih relatif kurang.
2.
Cadangan penghapusan pembiayaan relatif kurang.
3.
Kurang dalam menyediakan kas untuk pengambilan simpanan anggota.
4.
Kurang efisien dalam mengelola biaya operasional.
5.
Sangat kurang efisien dalam pengadaan aktiva tetap.
6.
Sangat kecil perbandingan aset dalam menghasilkan laba.
dibanding lembaga keuangan lainnya. 3. Aktif dalam jejaring komunikasi dengan sesama lembaga keuangan syariah dan juga antar lintas lembaga keuangan lainnya dalam menciptakan stabilitas dan peningkatan pelayanan BMT.
BMT. 2. Pengembangan bursa tenaga kerja dan informasi pasar yang diikuti dengan peningkatan keterampilan dan produktivitas SDM Pengelola BMT. 3. Menyeimbangkan jumlah aktiva tetap sehingga lebih efisien dan efektif sesuai dengan kemampuan sekarang. 4. Mengaktifkan Asosiasi BMT untuk mengadvokasi pada setiap upaya mendistorsi pengembangan BMT.
7. Relatif kecil perolehan kompensasi laba SHU atas investasi modal.
69
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Secara umum Tingkat Kesehatan Kinerja BMT BUS termasuk dalam kategori cukup sehat. b. Faktor-faktor kekuatan kinerja keuangan BMT BUS adalah : Risiko pembiayaan bermasalahnya dapat dikatakan sangat kecil, cukup optimal dalam memanfaatkan dana hutangnya untuk pembiayaan produktif, cukup efisien dalam mengoptimalisaskan seluruh staf dalam memberikan pelayanan
terhadap
mitra
pembiayaan,
sangat
efisien
dalam
mengoptimalisaskan staf bagian AO dalam memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan, sangat efektif dalam menggalang tabungan masyarakat, sangat mandiri dalam membiayai kegiatan operasional lembaga dan sangat mampu dalam mengelola jumlah outstanding pembiayaan yang besar dengan tenaga AO yang ada. c. Faktor-faktor kelemahan kinerja keuangan BMT BUS adalah : Relatif kurang dalam menyediakan modal sendiri dibandingkan kemampuan menggalang dana tabungan/hutang, kurang dalam mengalokasikan cadangan penghapusan
pembiayaan,
kurang
dalam
menyediakan
kas
untuk
mengantisipasi pengambilan simpanan oleh anggota, kurang efisien dalam mengeluarkan biaya operasional, kurang efisien dalam membelanjakan aktiva tetap melebihi separo nilai modalnya, masih sangat kecil menghasilkan laba dari pengelolaan modal ataupun asset.
2. Saran Implikasi manajerial yang dapat diajukan dalam kajian ini dalam rangka meningkatkan kinerja BMT BUS adalah : a. Perlu ditingkatkan efisiensi, proporsionalitas dalam pembelanjaan aktiva tetap, dan peningkatan laba bersih/rentabilitas.
70
b. Perlu
dilakukan
pencadangan
penghapusan
pembiayaan
yang
lebih
proporsional dibandingkan dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang dimilikinya. c. Dari potensi kekuatan yang dimilikinya dan peluang yang sangat kondusif dan terbuka, utamanya adanya failing population yang mengarah pada bubble terbesar sepanjang sejarah yang dipicu oleh ledakan konsumsi yang dilakukan terutama oleh para baby boomer, disamping adanya tren bisnis syariah maka disarankan BMT BUS mulai mengembangkan Shariah Wealth Management.
71
DAFTAR PUSTAKA Achsin, I. 2000, "Investasi Syariah di Pasar Modal, Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen Portfolio Syariah", Jakarta. Antonio, S. 1999. Bank Syariah bagi Bankir & Praktisi Keuangan. Bank Indonesia dan Tazkia Institute. Jakarta. Arifin, Z. 1999. Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. AlvaBet, Jakarta. Aziz, M. A. 1995, Pedoman Pendirian BMT, Yayasan Pinbuk, Jakarta. Aziz, M. A. 2005, Pedoman Kesehatan BMT, Pinbuk Press, Jakarta. Bank
Indonesia, 1997. Surat Keputusan 30/11/KEP/DIR, Bank Indonesia, Jakarta.
Direksi
Bank
Indonesia
Nomor
______________ 1998. Surat Keputusan Direksi 30/277/KEP/DIR, Bank Indonesia,Jakarta.
Bank
Indonesia
Nomor
______________ 2004. Statistik Perbankan Syariah. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta. Chrishandoyo, W. 1999. Analisis Perilaku Konsumen & Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran Bank BNI Syariah. Tesis pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Program. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Cooper, P. W. 2005. Global Private Banking/Wealth Management Survey. David, F.R. 1997. Strategic Management. Prentice Hall International Inc. New Jersey. Dent, Jr. H. S. 2004. "The Next Great Bubble Boom", how to profit from the greatest boom in History 2006-2010, FP Press.
Dewi, G.C., 2003. Saatnya Bank Syariah Menengok Agribisnis dalam I. Hilman dkk. Perbankan Syariah Masa Depan. Senayan Abadi Publishing, Jakarta. Gema PKM, 2003, Himpunan Makalah Temu Nasional Keuangan Mikro, Gema PKM, Jakarta.
72
Heriyanto, S., 2005. Prospektus Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia. Kementrian Koperasi dan UKM, Jakarta. De Soto, H. 2001. The Chemistry of Capital (Terjemahan), Yayasan Obor, Jakarta. Hubeis, M. 2002. Modul Pengantar Industri Kecil Menengah. Program Magister Profesional Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ibrahim, M. 2002. Kerangka Hukum dalam Memperkuat dan Mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Gema PKM, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia dan BNI Syariah, Jakarta. Kompas. 2005. Microcredit Summit, Jakarta. Nugraha, U. 2007. Wealth Management. Elex Media Komputindo, Jakarta. Pramono, S. 2004. UKM dan Inovasi Strategis Perbankan Syariah. Republika. Senin, 23 Agustus 2004. Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Siagian, N. 2004. Antara Data Statistik dan Kualitas UKM. Sinar Harapan. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0327/ukm3.html Sudarsono, H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonisia, Yogyakarta Surjati, A. 2004. Modul Pengantar Industri Kecil Menengah. Program Magister Profesional Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tripomo, T. 2005. Manajemen Strategi. Penerbit Rekayasa Sains, Jakarta. www.adb.org, 2005 Wiyono, T. 2003. Analisa Strategis Pola Pembiayaan Kredit Mikro pada Bank BNI: Solusi Pemenuhan Permodalan Bagi Usaha Kecil. Laporan Akhir pada Studi Industri Kecil Menengah, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
73
LAMPIRAN
74
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
KAJIAN PENILAIAN KESEHATAN DALAM RANGKA MENGEVALUASI KINERJA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL (KASUS BMT BINA UMAT SEJAHTERA LASEM REMBANG)
SEKOLAH PASCASARJANA
75
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
76
Lanjutan Lampiran 1 Petunjuk Pengisian a. Isilah data-data yang sesuai pada tempat yang bertanda titik-titik 1. Nama Responden
: .................................................................
2. Jabatan di BMT
: .................................................................
3. Alamat
: ................................................................. ................................................................. No. Telp. ...................................................
4. Bergabung di BMT sejak tahun : ................................................
Topik yang dibahas dalam FGD/Wawancara Seni Terbuka No.
Komponen
1.
Kekuatan BMT BUS
2.
Kelemahan BMT BUS
3.
Peluang BMT BUS
4.
Tantangan BMT BUS
Hasil Wawancara