ALTERNATIF KEBIJAKAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh : KoeDiioro Dosen Fakultas lsipol Universitas Tidar Magelang
ABSTMX Rapid
infomation
technolog'
de|elopment
prcducersophistkoted infomatiob in a shent timc. This developnenr is o chalenge lhat it foled bv the bweoucruq', tadat\ andfuturc. The bureauctacywi be Jaled hy o chatlense in qing ihlomarioh rechhologi opprop a.el,. The chalenge vi be ih the fom of ho\r to choose apptopriate techno[ogl Thercfore it need: seong
b rcauctact
to
lale the cha
enge.
Ke! Wor * B a rcau u sqL I ec h n o lag, hlo m a t i o a
A.
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi informasi yang sangat canggih mampu menghasilkan informasi yang sangat besar dalam wakhr yang sangat singkat. Kemajuan tersebut merupakan salai satu tantaogan yang dihadapi birokrasi dimasa kini dafl mendatang. Birokrasi akan dihadapkan tantangan dalam pemanfaatan teknologi informasi s€cara tepat. Tantangan tersebut akan berupa : perlama adalah bagaimana memilih teknologi yang paling tepat sesuai dengan kebutuhannnya. Kedua bagaimana menguasai berbagai peralgkat lunak yang ada. Ketiga bagaimana mengembangkan sumber daya malusia yang dituntut untuk menyesuaikan perubahan yang ada. Tugas birokrasi dimasa mendatang akan semakin lumit dan berat seiring dengan lingkungan yang selalu berubah baik
47
Aiddtt r.bw6
P.abq@tuq rotupst
Dt
laionstr (Kunio.o)
lingkungan regional dan global. Untuk itu diperlukan birokasi yang tangguh dalam menghadapi tantangan jaman. Birokasi yang tangguh akan dapat tercapai apabila birokasi tersebut terbebas dan segala macam patologi yang melekat di Calamnya seperti korupsi, kolusi dan lain sebagainya. Korupsi di lndonesia seakan sudah menjadi budaya dalam birokrasi di Indonesia. Hampir semua instansi birokrasi don level bawah sampai level paling atas tidak ada yang steril dar penyakit yang bemama korupsi. Hal tersebut nampak dan penernpatan Indonesia pada urutan ke 98 diantara 102 negara oleh Transparency Intemasional, (dalam Dwiyanto dkk, 2003:107). Metruut survey GDS 2002 yang dilakukan oleh Agus era Dwiyanto dkk. mempedihatkan bahwa korupsi otonomi daemh cenderung mengalarni peningkatan dan terjadi pergeseran pusar korupsi yaitu dan bupati / walikota ke DPRD. Korupsi juga lebih baflyak terjadi di kota dibandingkan dengan di kabupaten. Dan survey te$ebuf juga ditemukan bahwa korupsi dalam kegiatan pemerintahan umurnnya terjadi dalam rekruitmen pega*'ai, tender proyek, penyusunan perda, penyusunan APBD dan dalam kegiatan pengembangan UKM. Korr:psi juga terjadi dalam dunia usaha dalam bentuk potongan nilai proyek dan suap dalam pelaksanaan berbagai proyek-proyek pemerintah. Selain hal tersebut diatas survey juga menemukan bahwa aldor-aktor yang terlibat dalam korupsi temyata tidak hanya para pejabat publik sepertibupati/ walikota, DPRD, pimpinan proyek tetapi juga aktor di luar pemerintah seperti aktivis LSM, waltawan dan partai politik. Menuut survei yalg dilakukan oleh lembaga Tmnsparency Intemasional (2008) Indonesia termasuk 10 negara
di
48
ld 3l
terkorup
No.
t, l5 F.tnan 2009:17-59
di
dunja bersama-sarna Tajikistan, Turkmenisfan, Azerbaijan, Paraguay, Chad, Myanmar, Nigeria, Bangladesh, dan Haiti. Fakta bahwa Indonesia adalah bangsa religius (taat agama) letapi pada saat yang sarana juara dalam peringkat negara terkorup, menunjukan bahwa recsitas dan perilaku korup memiliki korelasi yang lemah. DaD data-data tersebut diatas nampaknya bah*a korupsi tidaklah semata-mata dilakukan oleh pegawai negeri, TNI, Polisi, pegawai BUMNEUMD, anggota pailemen pusat dan daerah bahkan juga dilakukan oleh anggota masyarakat dengan pekerjaaan tertentu nyaris di semua sektor dan lapisan
masyarakat. Banyaknya lapisan masyarakat yang terlibat dalam permasalahan korupsi ini sehingga menimbulkan kesan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya. Dan hasil penelitian vang dilakukao oleh Mauro 1977 (dalam Thomas Vinod.1999) korupsi berCampak pada pembangunan yaitu korupsi memperlambatperhrmbuhan ratatata sru!fu negam, Menuut Dieter Frisch mantan Di{en Pembangunan Komisi Eropa (dalam Pope,2003:9) bahwa korupsi : (1) memperbesar pengeluaran untuk barang dan jasa; (2) memperbesar utang suatu Negara; (3) memperbesar biaya cicilan utang di masa mendatang; (4) menurunkan standart kualitas barang, karena barang yang diserahkan adalah adalah barang dengan mutu dibawah staDdan dan teknologi yang tidak cocok dan menyebabkan proyek dipilih berdasarkan modal bukan berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja. Jika tidak dikendalikan korupsi dalnt mengancam lembagalembaga demokrasi dan ekonomi pasar. Menuruf Pope (2003: l5) korupsi menimbulkan inefi siensi
49
Atttuatif [.Njdkm P.nhdd,tea roupsi ol tnion6ta (Ko.ujdo)
dan pemborosan dalam ekonomi karena dampakrya pada alokasi dana, pada produksi, pada konsumsi. lnefisiensi dalam alokasi memungkinkan kontraldor yang paling tidak efisien tetapi pandai menyuap memperoleh kontrak dan pemerintah sehingga menurunkan kesejahteraan penduduk. Melihat dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi sudah menjadi keuajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemeriniahannya yang bersih dan patologi birokrasi yang bernama korupsi te^ebut. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan pemberatasan korupsi. Dan hal tersebut sudah menjadi agenda pemerintahal Susilo Bambang Yudhoyono, bahkan menjadi prioritas utama dalam seratus had pemerintaharny4 dilanjutkan dengan pembentukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sena lebih mengefektilkan lembaga-lembaga pengawasan. Permasalahan yang dihadapi pemerintahan saat id adalah bagaimanastrategipemberantasalkorupsiyangefi siensehingga tercipta pemerintahan yang bersih atau good govemance. Tujuan dan dilakukannva kebijakan pemberantasar korupsi ini adalah untuk me\\rjudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi.
B.
PEMBAHASAN
A.
Deffnisi Korupsi Ada banyak pengerlian tentang korupsi. Menurut M Dawaw Rahardjo (1999) korupsi berasal don kata corruption yang artinya kecurangan atau perubahan dan penyimpangan. Korupsi itu berarti perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat merusak tatanan yang sudah disepakati. Korupsi
50
vol 3,
M
l, ,5 F.tN.n 2N9:.17-59
adalah istilah-istilah yang diperuntukkan dalam kontek organisasl Dimana organisasi tersebut dapat berupa negara, perusabaao, partoi politik. DaEam kontek masyarakat umum korupsi tersebut identik dengan istilah p€ncurian, percopetan dan perampokan. nfl don tindakan korupsi adalah penyalah gunaaan kekuasaan atau wewenang untuk memperoleh keuntungan bagi kepentingan din keluarga, orang lain atau badan tenentu.
Menuut Doris Darwis (1999) jenis dan bentuk korupsi yang terjadi di lingkungan birokasi adalah sebagai berikut :
*
Jenis korupsi:
. . . . .
.,
.i.
korupsi waktu korupsijabatan korupsi uang korupsi kesempalan korupsi harta korupsi barang
Bentuk korupsi :
. . . . . . . . . .
imbalan atau pungutan terhadap pelayanan, pemalsuan, pemotongan, pemerasan, penyalaigunaanwewenang. penipuan, pemberian fasilitas, penggelapan uang retribusi. periggelapon pajak, manipulasi pajak,
5l
ArntttfE
. . . . . .
bijtt@ P.dttaa
tuu
ronpsi Di tntondtu 6o.ntjoro)
mengumpulkan dana berkedok usaha swasta dan yayasan serta kegiatan social, sumbangan yang cend€rung memaksa, daoa taktis pa.a pejabat structual dan fungsional, tataniaga,
subsidi, pengawasan dan kegiatan kontrol. Pasar uang gelap
Maie Muhammad (1999) membagi tindakan korupsi dalam kategori: Bersifaladminishative Korupsi yang dilakukan pegawai pemerintah atau pejabat negara dan tidak ada urusan dengan politik. Ada 2 jenis untr* korupsi ini yaitu perfama melalorkan korupsi dikarenakan kebunrhan mendesak. Kedua korupsi yang dilakukan karena keserakahan. Bersifaf slructural, Merupakan korupsi yang terj adi j ika pemegang kekuasaan dengan pelaku bisnis melakuJ
.
.
52
WJI
No l,lSF.nnrn 2009: 17-t9
yang sedemikian rupa dikemas untuk membenarkan tinda.lonnya.
Menurut Pope (tahut! 2003:4) bentuk-benok korupsi yang paling umum dikenal adalah sebagai berikut
.
.
Berkhianat, subversi, tansaksi
:
luar negeri
illegal,
penyelundupan
Menggelapkan barang
milik lembag&
swastanisasi
.
anggaran pemerintah. menipu dan mencuri. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsu dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke
.
rekening pribadi, menggelapkan paj ak, menyalahgunakan dana Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaarL membeli ampm dan grass tidak pada
. . . . . . .
tempatnya.
Menipu dan mengecoh, memb€ri kesan yang
salah.
mbncurangi dan memerdayq memeras. Mengabaikan keadila4 melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, rnenjebak Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu. Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi. Menjegal pemilihan umurn. memalsu kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul. Menggunakan informasi intemal dan idormasi rahasia untuk kepentingan pribadi, membuat laporan palsu. Menjual tanpa izin jabatan pemerintall barang milik
53
All
. . . . . . . . B.
adf r.Iijat@
P.nhMtMi
rorupsi Di tatlontsla (Koz^lioro)
peme ntah dan surat izin pemerintah. Manipulasi peraturan. pembelian barang persediaan, kontrak dan pinjaman uang Menghindari pajak, meraih laba berlebihlebihan Menjual pengaruh. menawarkan jasa perantara, konffik kepentingan. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempamya Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap Perkoncoan menutupi kejahatan Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos Menyalahgunakan stempel dan kenas surat kantor, rumah jabafan dan hak istime$a j abatan. Penyebab Korupsi Korupsi merupakan perbuatan
bu.uv kriminal yang harus
dihindad dan nampaknya hampir sebagian besar masyarakat mengakui hal tersebut. Yang menjadi persoalan adalah kalau hal tersebut buruk mengapa orang tetap saja melakukan korupsi.
Menurut Thoha (2005) bentuk birokasi pemetintahan yang kuat senhalistik dan menggunakan peddekatan kekuasaan
mempakan penyebab memudahkcin pejabat berkorupsi. Lembaga dan sistem birokasi pemelintah yang merupakan warisan dari pemerintahan Suharto terkenal dengan sislem yang mempunyai monopoli kekuasaan yang besar diperkuat kebebasan unn* memuluskan hal-hal yang luar biasa tetapi tidak diikuti oleh adanya rasa akuntabilitas publik dan tidak
54
Uol
iI
Nd
I,It F.rnad 2009:17-59
adanya samna kontrol masya&kat. Lembaga yang demikian ini akan menyuburkan korupsi. Korupsi besar-besaran di Indonesia menurut Michael lohnston (dalam Pope, 2003: l9) sebenamya bukan merupakan budaya asli dari Indonesia tetapi merupakan warisan kolonial Belanda. Dimana gejala tersebut berasal dan pegawai Dutch East India Company yang bergaji rendah dan dihadapkan pada banyaknya godaatr yang ditimbulkan oleh kombinasi organisasi penduduk asli yang lemah, peluang yang luar biasa dalam perdagangan dan tidak adanya pengawasan. Wadsan kolonial tersebut menula! ke birokat Indonesia ka.ena begitu
Indonesia merdeka birokasi yang dipakai adalah warisan birokrasi dan Belanda yang sudah ada tanpa adanya perubahan yang mendasar. Hal ielsebut menyumbang peran yarg besar bagi pertumbuhan korupsi di Indonesia- Gaji pegawai di lndonesia yang rcndah, dibawah tirykat gaji llnruk bertahan hidup rnerupakan salah satu penyebab dari korupsi. Ddlam upaya untuk menghad,api atau mengatasi pemasalahan tersebut diatas maka perlu dikembangkan bagaimana altematif kebijakan yang paling tepat untuk mengantisipasi korupsi. Unhrk menentukanaltematif kebijakan penulis menggunakan metode status quo dan literature review Metode ini dipakai karena menurut Subarsono (2004), untuk )nengembangkan model kebijakan pembemntasan korupsi bukanlahpekedaan yangmudah. karenapolicy makers dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya.
C.
MEMBANGUN SISTEM INTEGRITAS NASIONAL Menurut Pope (2003:67), salah satu model yang
55
/tttddtl K.tijatq P.abaandq rodwi A ttubnab (aMliora) dikembangkan uatuk keblakan pemberartasan korupsi adalah : sistem integritas nasional, syst€m ini dibangun dengan tujuan unhrk membuat tindak korupsi merupakan tindakan yang mempunyai resiko tinggi dan memberi hasil sedikit. Sistem ini dirancang untuk memastikan jangan sampai korupsi dapat terjadi, bukan mengandalkan sanksi hukum setelah korupsi terjadi. Sistem integritas nasional menggunakan pendekatan tanggung gugat horizontal. Maksud dan p€ndekatar tanggung gugat horizontal yaitu : sistem penyebaran kekuasaaq tidak ada monopoli kekuasaan dan masing-masing pemegang kekuasaan memDertanggungja',!'abkan penggunaa[ kekuasaannya pada masyarakal Dalam sistem tanggutrg gugal ho zontal dikembangkan lingkaran kebijakan dimana lingkamn tersebut memungkirkan setiap pelaku berperan sekaligus sebagai pengawas dan pihak yang diawasi. sebagai pemantau dan pihak yang dipantau. Sistem integritas nasional dirancang untuk mewujudkan tanggung gugat antam berbagai bagian dan lembaga pemerintahan. Dalam sistem ini terjadi pengelotaan konflik kepentingal di sector publik memecah-mecah kekuasaan secara efeld;f dan membatasi situasi yang dapat menyulut konflik kepentingan atau memba$a pengaruh buruk pada kepentingan publik. Sistem ini dilandasi oleh keyakinan bahwa semua persoalan masa kini dalam bidang tata kelola pemerintah berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan adanya panisipasi mas.vankat. Dalam sistem ini korupsi perlu dilihat secara holistic melalui proses-proses pemerintahaD seperti etika kepemimpinan, pembaharuan organisasi, pembaharuan hukum, pembaharuan prosedur birokrasi dan
56
lol 3I
Na. l.15
F.b,tari 200r:17-59
pembaharuan masyarakat.
Sistem integritas nasional digambarkan oleh Pope (2003:68) sebagal sebuah bangunan kuil Yunani yaitu kuil dengan atap integritas nasional ditopang pada kedua sisinya oleh serangkaian pilar, masing-masing pilai merupakan unsur dan sistem iDtegritas nasional. Pada satu sisi ada pilar kelembagaan seperti peradilan, panlemen. kanlor auditor negara, onbudsman, media yang bebas, masyarakat sipil Pada sisi lain pilar yang mewakili alatalat pokok yang perlu dimiliki oleh lembaga tersebut agar bisa efektif seperti masyarakat sipil harus memiliki ruang hukum tempat menyusun organisasi dan melakukan kegiatan, media harus memiliki hak mengeluarkan pendapal. Pilar-pilar tersebul saling bergantung tetapi bisa memiliki kekuatatr yang berbeda-beda. Kuil sebagai integritas nasional tersebut dibangun diatas dan ditopang oleh fordasi yang terdiri atas kesadaran publik dan nilalnilai masyarakal. Atap dari kuil iiu dibangua tiga boia bundar yang melambargkan mutu kehidupan. latanan hukum dan pembangunan berkelanjutan. Sisteln integrifas nasional ters€but dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
Gambar System lDtegritas Nasional
"i;:
,:-
iJ iJ r lt 57
;-
AE
mc$.bijrr@ P.dt tutM rofl,6i
Di
tnn
Bb
(Xo.n4orc)
Sumber: Pope (2003:68) Dan gambar 2.3 terlilat bahwa ado saling ket€rkaitan aspek satu sama lain yaitu Perlama, kesadaran publik yang tinggi dan nilai-nilai yang targguh mampu untuk menunjang dan menamhah kuatnya pilar-pilar tersebut diatas. Lemahnya nhlai-nilai masyarakat, publik yang apatis membuat fondasi tersebut lemah dan pilar-pilar penyangganya akan tidal efektit dan tidak [den iki landasan yang diperlukan untuk menjaga integitas bangsa. Kedu4 bib satu piba! melemah maka pilar-pilar yaDg lainaya akan merdapat beban tambahan. Jika beberapa pilar melemah bangunan tersebut akan miring sehingga bola pembangunan berkelanjutan, daulat hukum dan mutu kehidupan alran janrh don seiuruh banguflan teisebut akar .untuh dan hancw.
D.
PENUTUP Dalam shategi integrilas rasional terdapat perubahan yang mendasar yang tidak hanya meiiputi birokat tetapi juga pada masyarakat. Melihat fenomena korupsi yang ada dimana pelaku korupsi tidak hanya birokat melainkanjuga masyarakat altemalif ketiga ini merupakan altematif yang kemungkinaD keberhasilannya sangat besar karcna strategi yang digunakan adalah mengantisipasi semua pelaku. Peluang unluk melakukon tindakan korupsi dalam sistem integ tas nasional sangat kecil karena sistem yang ada membatasinya, Selain itu adanya lembaga yang saling mengawasi satu sdna lain akan menimbulkan persaingan yang positi f unruk saling meningka*an performance masing-masing lembaga. Adanya sistem yang salingmengawasi satu sama 'ain berakibat tidak menimbulkan "superiors' suatu mbaga tertentu
58
,ot
l,
Nd t,
Il F.ttudti
2009
:17-59
seperti yang ada dalam sistem yang ada sekarang ini dimam seringkali timbul peaanyaan siapa yang mengawasi lembaga pengawas yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Dunn, WN.1999. Penganrar Analisis Kebijakan Publik. Dwiyanto, Agus, dkk. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pope, Jercmy. 2003. Stategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasioml. Penerjemah Masri Mans. Yayasan Obor Jakalfa Rahardjo, Dawaln, Mar'ie Muhammad, Darlis Darwin dkk 1999. Menyfkap Korupsi, Kolusi daa Nepotisme di Indonesia. Aditya Media. Yogyakarta. Subarsono, AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik. MAP. UCM. Yogydkarta.
Thoha, Miftah. 2005. Birokrasi dan Politik
di
Indonesia.
Jakarta, Raja Grafrndo Persada.
Wibarva, Samodra. 1994. Kebijakan Publik Proses don Atralisis. Inter;eAia., Jakana. Wibawa, Samodra.2005. Parlemen Kita. Dalam Purwanto Erwan Agus dan Kumorolomo W : Birokasi Publik. Gaya Media. Yogyakarta.
59